Lampiran
Penetapan Kadar Air dalam Jamu Pegal Linu Secara Destilasi Toluen Nama contoh : Jamu pegal linu
Komposisi : Euiseti herba Alyxia cortex Coriandri fructus Piperis nigri fructus Plantaginis folium Zingiberis rhizoma Panacis radix
Curcumae domesticae rhizoma Kaempferiae rhizoma
No. Reg : POM TR 083 289 921 No. Batch : S 0351111
Tgl. Kadaluarsa : November 2013
Netto : -
Pabrik : Industri Jamu Gujati 59 Surakarta – Indonesia
DIK : Bobot wadah + contoh = 10,6307 gr Bobot contoh = 10, 3037 gr
Perhitungan
% Kadar Air Jamu Pegal Linu = � − �
� � x 100 %
= ,75 − , 5
, 7 � x 100 %
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. (1996). Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman: 32.
Anonim. (2011). Simplisia Proses Pembuatannya. www. Faikshare.com. Tanggal Akses 30 Mei 2012.
Basset, J., Denny, R. C., Jeffrey, G. H., dan Mendham, J. (1994). Vogel’s
Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Incluiding Elementary Instrumental Analysis. Jakarta: EGC. Hal. 472.
Depkes RI. (1978). Materia Medika Indonesia Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal : 153.
Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal : 140.
Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB). Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1033.
Dirjen POM. (1985). Metode Analisa. Medan : Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal : 2, 3.
Estiasih, T., dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 97.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/MENKES/SK/VII/1994 .
Oisho, T. (1985). Manual for Food Composition Analysis. Tokyo: SEAMIC. Hal. 28.
Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 1-4.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hal. 57-60, 63-68.
Suyono, H. (1996). Obat Tradisional Jamu di Indonesia. Surabaya. Universitas Airlangga. Halaman: 25, 53.
BAB III METODOLOGI
3.1. Tempat Pengujian
Pengujian penetapan kadar air pada jamu pegal linu secara destilasi toluen dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.
3.2 Alat
Alat yang digunakan adalah seperangkat alat destilasi, labu alas bulat, batu didih, gelas ukur 500 ml, kertas perkamen, neraca analitik, spatula, corong pisah.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah akuades, toluen, jamu pegal linu. 3.4 Prosedur Penetapan Kadar Air Secara Destilasi
1. Jamu/sampel serbuk di timbang sebanyak kurang lebih 10 gram. 2. Dimasukkan ke dalam labu alas bulat
3. Dimasukkan pelarut toluen jenuh sebanyak 150 ml kedalam labu alas bulat.
Pembuatan toluena jenuh :
a. Tuang toluen kurang lebih 500 ml ke dalam gelas ukur b. Masukkan ke dalam corong pisah
c. Tuang juga aquadest kurang lebih 500 ml ke dalam gelas ukur dan masukkan kedalam corong pisah yang berisi toluena tadi (perbandingan 1:1)
Keterangan : A = Labu alas bulat B = Alat penampung C = Pendingin alir balik D = Tabung penyambung E = Tabung penerima
e. Lapisan toluena jenuh akan berada di atas dan lapisan air akan berada di bawah
karena BJ toluena < BJ air (0,87 < 1)
f. Ambil lapisan atas nya yaitu toluena jenuh, dan lapisan bawah (air) dibuang.
4. Pasang semua alat, termasuk alat pendingin balik dan juga masukkan batu didih kedalam labu alas bulat.
5. Hidupkan keran air, dan biarkan air mengalir sampai mencapai satu siklus hingga toluen jenuh yang dengan pendingin balik tadi dapat berubah menjadi uap dan didapat pisahan air dengan toluen jenuh, lakukan hingga 2 jam.
6. Hitung kadar air yang diperoleh dari sampel dengan cara membaca skala kadar air nya. (air berada dibawah karena BJ air lebih tinggi dari BJ toluena = 1 : 0,87).
3.5 Gambar Alat Destialasi
3.6 Interpretasi Hasil
Kadar air dihitung dengan rumus:
% kadar air =
V Bera Sae −V e e x 100%BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Pada percobaan penetapan kadar air dalam jamu pegal linu secara destilasi, diketahui bahwa jamu pegal linu yang diuji mengandung air dengan kadar 6,79%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran.
4.2. Pembahasan
Penetapan kadar air yang diperoleh lebih kecil dari 10% yaitu 6,79% memenuhi persyaratan yang ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI, kadar air yang melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur, seperti Aspergillus flavus (Depkes RI, 1994)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan penetapan kadar air dalam jamu pegal linu secara destilasi toluen, diketahui bahwa jamu pegal linu yang diuji mengandung air dengan kadar 6,79%, jamu pegal linu yang diuji memenuhi persyaratan karena menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/MENKES/SK/VII/1994 rentang kadar air yang di perbolehkan untuk jamu pegal linu adalah maksimal 10%.
5.2. Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional
Obat tradisional adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral atau sediaan galenisnya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data yang klinis dan digunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional yang bermutu harus memenuhi kriteria aman, manjur serta dapat diterima dan obat tradisional yang baik hanya dapat diperoleh jika dibuat dari bahan penyusun yang baik dan memenuhi syarat pula. Sampai saat ini bahan penyusun yang paling banyak digunakan adalah simplisia nabati yaitu seluruh tanaman atau bagian tanaman segar ataupun telah dikeringkan (Dirjen POM, 1985).
Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Suyono, 1996).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan yang sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan yang menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku (Dirjen POM,1994).
2.2 Jamu
berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, bunga, kulit batang dan buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya (Suyono, 1996).
2.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
2.3.1 Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu yang sengaja dikeluarkan dari selnya, berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnnya dengan cara tertentu dipisahkan, diisolasi dari tanamannya (Anonim, 2011).
2.3.2 Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni (minyak ikan dan madu) (Anonim, 2011).
2.3.3 Simplisia Mineral atau Pelikan
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu simplisia yaitu sebagai berikut:
1.Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan
Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Pengujian kualitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik dan pengujian histokimia (Anonim, 2011).
2.3.4 Proses Pembuatan Simplisia 2.3.4.1 Waktu Panen
tepat merupakan faktor penentu kualitas dan kuantitas. Tanaman yang dipanen buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang (Anonim, 2011).
2.3.4.2 Cara Panen Bahan Baku Simplisia
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebabkan terjadinya proses fermentasi/busuk. Bahan juga harus dijaga dari gangguan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan) (Anonim, 2011).
2.3.4.3Penanganan Pasca Panen
digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi (Anonim, 2011).
2.4 Serbuk
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan. Pada pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus terlebih dahulu sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap dikeringkan dengan pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu di serbuk dengan jalan digiling, ditumbuk dan digerus sampai memperoleh serbuk yang mempunyai derajat halus serbuk (Anief, 2000).
Dengan demikian dianggap perlu untuk menyusun pedoman pengujian terhadap sediaan obat tradisional dan simplisia. Jenis pengujian yang dapat dilakukan pada suatu laboratarium untuk menentukan pedoman pengujian yang diperlukan adalah :
2.4.1 Organoleptis
2.4.2 Uji kemasan
Uji kemasan untuk menilai mengenai kemasan, bobot, volume contoh yang diuji. Perbedaan yang ada dengan normal dapat menunjukan perbedaan mutu dari contoh yang diuji ( Dirjen POM,1985).
2.4.3 Makroskopik
Pengujian ini ditunjukan untuk contoh yang berupa simplisia utuh atau potongan/irisan atau obat tradisional bentuk rajangan. Pengujian makroskopik untuk melihat bentuk, ukuran, panjang, lebar, ketebalan, bekas patahan dan sebagai nya. Umur tanaman pada waktu panen, cara panen, proses pengiringan, cara penyimpanan dapat mempengaruhi simplisia yang diperoleh dan ini dapat diketahui secara makroskopik ( Dirjen POM, 1985).
2.4.4 Kebenaran simplisia/komposisi
2.4.5 Kadar air
Kandungan air yang berlebih pada bahan obat tradisional akan dapat mempercepat pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga dan juga mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan kemunduran mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas kandungan air pada simplisia/obat tradisional sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia atau/obat tradisional. Pada umumnya, Farmakope mensyaratkan kadar air antara 8 – 14% pada simplisia dengan beberapa pengecualian misalnya daun digitalis disyaratkan kadar airnya tidak lebih dari 6%. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan memberikan persyaratan sementara kadar air tidak boleh lebih dari 10% yang diperiksa dengan cara destilasi ( Dirjen POM, 1985).
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan cara gravimetri atau cara destilasi. Cara gravimetri merupakan cara yang mudah, tetapi tidak dapat digunakan pada simplisia yang mengandung senyawa yang mudah menguap misalnya minyak atsiri. Cara destilasi memerlukan perawatan khusus, tetapi cara
ini dapat memisahkan air dengan senyawa lain yang menguap atau terdestilasi. ( Dirjen POM, 1985).
disebabkan oleh kebutuhan akan air yang sangat signifikan terkait perannya yang begitu kompleks dalam tubuh.
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang terdapat di dalam suatu bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Dengan diketahuinya kandungan air dari suatu bahan pangan, maka dapat diketahui berat kering dari bahan tersebut yang biasanya konstan. Penentuan kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan pangan itu sendiri. Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena terdapat bahan yang mudah menguap pada beberapa jenis bahan pangan, dan adanya air yang terurai pada bahan pangan, serta oksidasi lemak pada bahan pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi penentuan kadar air yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik dan ada yang secara kimia (Dirjen POM,1985).
2.5 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dengan bahan yang mengandung air hidrat dapat digunakan metode titrimetri, metode azeotropi atau metode gravimetri. Prinsip penetapan kadar air secara titrimetri berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen (Dirjen POM, 1995).
Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metode pengeringan, penentuan kadar air cara destilasi, dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.5.1 Metode Pengeringan
Prinsip penentuan kadar air cara pengeringan (thermogravimetri) adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.5.2 Pengeringan Vakum (Vacuum Drying)
maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, dkk., 1989).
Pengeringan pada kondisi vakum dilakukan pada suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan atmosferik. Saat kondisi vakum, air menguap pada suhu yang lebih rendah. Air menguap tersebut ditampung dalam suatu bagian alat pengering vakum (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Metode pengeringan oven vakum adalah dengan cara sampel dikeringkan dengan berat konstan dan pada tekanan konstan atau berkurang pada suhu yang ditentukan untuk waktu yang ditentukan. Kadar air adalah perbedaan berat yang diukur sebelum dan sesudah pengeringan. Metode ini berlaku untuk produk makanan umum (Oisho, 1985).
Keuntungan penggunaan suhu yang lebih rendah adalah kerusakan akibat panas dapat diminimalisir. Selain itu, proses oksidasi terhadap bahan selama pengeringan juga dapat dihindari. Pengering vakum mempunyai komponen-komponen yaitu, wadah vakum (vacuum chamber), sumber panas, pompa vakum dan alat untuk menampung uap air (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
2.5.3 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi (thermovolumetri) adalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).
Pereaksi : Toluen. Sejumlah toluen P, kocok dengan sedikit air, biarkan memisah, buang lapisan air.
Alat : Sebuah labu 500 ml dihubungkan dengan pendingin alir balik dengan pertolongan alat penampung. Tabung penerima 5 ml berskala 0,1 ml. Pemanas yang digunakan sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyak. Bagian atas labu tabung penyambung sebaiknya dibungkus dengan asbes (Depkes, 1978).
Setelah toluen mulai mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang di sambungkan pada sebuah kawat tembaga yang telah dibasahi dengan toluen. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima mendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima, gosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam % (Depkes, 1980).
2.5.4 Metode Kimiawi
2.5.4.1 Cara Titrasi Karl Fischer
2.5.4.2Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Penentuan kadar air dengan cara kalsium karbid telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.5.4.3Cara Asetil Klorida
Penentuan kadar air dengan cara ini berdasarkan reaksi asetil klorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.5.5 Gravimetri
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, digunakan turun-temurun (empiris), berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magik maupun pengetahuan tradisional ( Dirjen POM, 1994).
Obat tradisional jamu telah digunakan oleh bangsa dan masyarakat dunia dengan secara luas. Para ahli pengobatan tradisional memberikan defenisi tentang kehidupan lebih bebas sebagai “kesatuan dari tubuh, perasaan, pikiran dan jiwa”
sehingga dianggap sehat apabila “kesatuan yang positif dari kesejahteraan fisik, mental, sosial, moral dan spiritual” (Suyono, 1996).
Kerusakan bahan pangan pada umumnya merupakan kerusakan kimiawi, enzimatik, mikrobiologik atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan tersebut. Semua jenis kerusakan ini memerlukan air selama prosesnya, oleh sebab itu banyaknya air dalam bahan pangan ikut menentukan kecepatan terjadinya kerusakan. Pengurangan air dari bahan pangan atau penambahan zat yang dilarutkan dapat dilakukan sampai keadaan dimana pertumbuhan mikroba dapat dikendalikan. Pada saat itu bahan pangan akan lebih peka terhadap perubahan-perubahan kimiawi dan fisik (Purnomo, 1995).
layak dikonsumsi, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Air dalam Jamu Pegal Linu secara Destilasi Toluen“.
Adapun pengujian dilakukan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Analisis penetapan kadar air dalam jamu pegal linu dilakukan dengan metode destilasi toluen, karena metode destilasi toluen digunakan untuk menetapkan kadar air suatu bahan pangan yang memiliki kandungan air tinggi, dan bahan yang mudah teroksidasi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penetapan kadar air dalam jamu pegal linu adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam jamu pegal linu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
1.3 Manfaat
PENETAPAN KADAR AIR DALAM JAMU PEGAL LINU SECARA DESTILASI TOLUEN
ABSTRAK
Jaringan tanaman dan hewan merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi. Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam jamu pegal linu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu dilakukan dengan metode destilasi toluen. Jamu pegal linu yang diuji mengandung air dengan kadar 6,79%. Dari hasil yang diperoleh, jamu pegal linu yang diuji memenuhi persyaratan, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/MENKES/SK/VII/1994, dimana rentang kadar air yang diperbolehkan untuk jamu pegal linu adalah maksimal 10%.
PENETAPAN KADAR AIR DALAM JAMU PEGAL LINU SECARA DESTILASI TOLUEN
TUGAS AKHIR
OLEH:
ARMINANDA SYAHPUTRA NIM 092410045
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Syahrial dan Ibunda Rusmiati, Adinda Nugi, Widya, Nisa dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 4. Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 5. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
7. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pembimbing PKL di BBPOM di Medan.
8. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL.
9. Bang Denny, Bang Bayu, Bang Asril, Bang Safri, Rycki, Bang Kurnia, terima kasih buat semua nasihat dan sarannya. Yenni Wardani yang selalu memberi motivasi dan menghibur disaat lelah.
10.Sahabatku Edi, Yudhi, Rahmat, Imom, Dadang, Arnis, Fauzi, Yuyun, Zizy, yang senantiasa memberiku semangat dan terus memacuku.
11.Lia, Ghita dan Didi, teman sekelompok yang membantu dalam melaksanakan PKL di BBPOM di Medan.
12.Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2009, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2012 Penulis,
PENETAPAN KADAR AIR DALAM JAMU PEGAL LINU SECARA DESTILASI TOLUEN
ABSTRAK
Jaringan tanaman dan hewan merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi. Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam jamu pegal linu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu dilakukan dengan metode destilasi toluen. Jamu pegal linu yang diuji mengandung air dengan kadar 6,79%. Dari hasil yang diperoleh, jamu pegal linu yang diuji memenuhi persyaratan, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/MENKES/SK/VII/1994, dimana rentang kadar air yang diperbolehkan untuk jamu pegal linu adalah maksimal 10%.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1
1.2Tujuan... 2
1.3Manfaat... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional ... 3
2.2 Jamu... 4
2.3 Simplisia ... 4
2.3.1 Simplisia Nabati ... 4
2.3.2 Simplisia Hewani ... 4
2.3.3 Simplisia Mineral/Pelikan ... 5
2.4 Proses Pembuatan Simplisia... 6
2.4.1 Waktu Panen ... 6
2.4.2 Cara Panen Bahan Baku Simplisia ... 6
2.5 Serbuk ... 7
2.5.1 Organoleptis ... 8
2.5.2 Uji Kemasan ... 8
2.5.3 Makroskopik... 8
2.5.4 Kebenaran Simplisia/Komposisi ... 8
2.5.5 Kadar Air ... 9
2.6 Penetapan Kadar Air ... 11
2.6.1 Metode Pengeringan ... 11
2.6.2 Pengeringan Vakum ... 11
2.6.3 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi ... 13
2.6.4 Metode Kimiawi ... 14
2.6.4.1 Cara Titrasi Karl-Fisher ... 14
2.6.4.2 Cara Kalsium Karbid ... 15
2.6.4.3 Cara Asetil Klorida ... 15
2.6.5 Gravimetri... 15
BAB III METODE 3.1 Tempat Pengujian... 17
3.2 Alat ... 17
3.2 Bahan ... 17
3.4 Prosedur Penetapan Kadar Air Pada Jamu pegal linu Secara Destilasi ………... 18
3.5 Gambar Alat Destilasi... 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ………... 20
4.2 Pembahasan ……… 20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….... 21
5.2 Saran ………..…… 21
DAFTAR PUSTAKA ……….…...…………. 22
DAFTAR LAMPIRAN Penetapan Kadar Air dalam Jamu Pegal