LAMPIRAN
35
Lampiran 2
Lampiran 3
37
Lampiran 4
Lampiran 5
39
Lampiran 6
Lampiran 7
41
Lampiran 8
Lampiran 9
43
Lampiran 10
Lampiran 11
45
Lampiran 12
Lampiran 13
47
Lampiran 14
Lampiran 15
49
Lampiran 16
DAFTAR PUSTAKA
Desiani, Anita. dan Muhammad Arhami. 2006. Konsep Kecerdasan Buatan. Andi. Yogyakarta.
Dewi, Sri Kusuma. 2003. Artifical Intellegence. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Dewi, Sri Kusuma. 2005. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan (Menggunakan MATLAB dan Excel Link). Graha Ilmu. Yogyakarta.
Haykin, Simon. 2009. Neural Networks and Learning Machines Third Edition. Pearson. New Jersey.
Hermawan, Arief. 2006. Teori dan Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan. Andi. Yogyakarta.
Noor, Hadiyah Asma. 2012. Inventarisasi emisi pencemaran udara dan gas rumah kaca di Jabodetabek dengan menggunakan metode SIG (Sistem Informasi Geografis). Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Pandjaitan, Lanny W. 2007. Dasar-dasar Komputasi Cerdas. Andi. Yogyakarta.
Puspitaningrum, Dyah. 2006. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan. Andi. Yogyakarta
Ryadi, Slamet. 1982. Pencemaran Udara. Usaha Nasional. Surabaya.
Siang, Jong Jek. 2004. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya menggunakan MATLAB. Andi. Yogyakarta.
Sitepu, Robinson., Irmeilyana. and Gultom, Berry. 2011. Analisis Cluster terhadap tingkat pencemaran udara pada sektor industri di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 14: 3A
Wardhana, W A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi. Yogyakarta.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengumpulan Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara yang bertempat di
Jalan Teuku Daud No.5 Medan pada tanggal 15 Februari 2015.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data pencemaran udara
sektor industri di Sumatera Utara selama setahun periode 2013/2014 dengan
satuan g/ .
Tabel 3.1 Data Pencemaran Udara Pada Sektor Industri di Sumatera Utara
No Jenis Industri SO2 NO2 HCL CL2 NH3 HF TSP
kegiatan industri tidak menghasilkan udara pencemar yang dimaksud.
3.2 Pengolahan Data
Data pada tabel 3.1 akan dikelompokan menjadi dua kelompok sampai sembilan
kelompok. Selanjutnya dilihat kelompok mana yang bisa dikelompokan dengan
Prinsip kerja dari model kohonen adalah pengurangan neuron-neuron
tetangganya, sehingga pada akhirnya hanya ada satu neuron output yang terpilih.
Pembelajaran kompetitif dengan algoritma kohonen di awali dengan memilih
secara acak suatu vektor input, misal vektor input terpilih adalah vektor input ke-n
(p(n)). Kemudian dihitung jarak antara vektor input p(n) dengan setiap bobot
input, misal jarak vektor input p(n) terhadap bobot ke neuron ke-i adalah Dist(i).
Selanjutnya nilai setiap jarak ini dinegatifkan dan ditambah dengan bobot bias
(b(i)), misal hasilnya adalah a(i).
a(i) = -Dist(i) + b(i)
Kemudian dicari nilai a(i) terbesar, misalkan terletak pada idx, dengan nilai
terbesar adalah MaxA, maka neuron ke-idx akan menjadi pemenang. Set output
neuron ke-idx sama dengan 1 dan output neuron lainnya sama dengan 0.
y(i) = 1 ; jika i = idx
y(i) = 0 ; jika i ≠ idx
bobot yang menuju ke neuron idx (w(idx, j)) dengan j = 1, 2, ...,. Jumlah variabel
input akan diupdate:
w(idx, j) = w(idx, j) + α(p(n, j)) – w(idx, j)
dengan α adalah learning rate.
Bobot bias juga akan diupdate. Bobot bias yang menuju neuron pemenang akan
dikurangi nilainya sehingga mendekati 0, sedangkan bobot bias selain neuron
pemenang nilainya akan bertambah.
c i = 1 − α e + αy i b i = e
Proses pembelajaran ini akan berlangsung terus hingga epoch mencapai
maksimum epoch.
Dari data pada tabel 3.1 diperoleh informasi bahwa:
1. Jumlah data (n) = 10
2. Jumlah variabel input (m) = 7
3. Jumlah kelompok yang diinginkan (K) = 2, 3, ..., 9. Misal K = 3.
4. Maksimum epoch = 10000
23
Proses perhitungan nya sebagai berikut:
0. a. Inisialisasi bobot input ( ):
= + !2
Data terkecil dan data terbesar pada variabel input pertama ( ) adalah
0,18 dan 4330,5. Data terkecil dan data terbesar pada variabel input kedua
( #) adalah 0,01 dan 4228,51. Data terkecil dan data terbesar pada variabel
input ketiga ( ) adalah 0 dan 25,542. Data terkecil dan data terbesar pada
variabel input keempat ( $) adalah 0dan 12,07. Data terkecil dan data
terbesar pada variabel input kelima ( %) adalah 0 dan 2,671. Data terkecil
dan data terbesar pada variabel input keenam ( &) adalah 0 dan 11,87. Data
terkecil dan data terbesar pada variabel input ketujuh ( ') adalah 16 dan
2520,63. Sehingga:
Matriks bobot input (W) =
(2165,34 2114,26 12,771 6,035 1,3355 5,935 12682165,34 2114,26 12,771 6,035 1,3355 5,935 1268 2165,34 2114,26 12,771 6,035 1,3355 5,935 12682 b. Inisialisasi bobot bias (3):
3 = 4[ 67 ]
Maka diperoleh Matriks bobot bias (b) =
(8,158,15 8,152 c. Set parameter learning rate = 0,5
Semakin besar nilai learning rate, semakin cepat pula proses pelatihan.
Akan tetapi jika nilai learning rate terlalu besar, maka algoritma menjadi
tidak stabil dan mencapai titik minimum lokal.
d. Set maksimum epoch
Dalam proses pelatihan menggunakan software Matlab maksimum epoch
yang digunakan yaitu 1000, 8000 dan 10000.
Epoch 1 :
a. Pilih data secara acak, misalkan data terpilih adalah data ke-10:
242,316 262,421 25,542 0 0 1,876 39,216
9 = :; − <= #
c. Hitung penjumlahan negatif jarak plus bobot bias (a): = −9 + 3
Nilai a terbesar pada neuron ke-1 (idx) = -2930,8
e. Set output neuron ke-i (@):
Hasil aktivasi (@):
(10 02 f. Update bobot yang menuju ke neuron Idx:
25
Selanjutnya untuk melakukan perhitungan manual pada epoch kedua
digunakan bobot input baru dan bobot bias baru yang diperoleh pada pelatihan
epoch pertama. Demikian seterusnya proses perhitungan ini dilakukan sampai
maksimum epoch yang ditentukan.
Dalam penelitian ini, proses perhitungan secara manual selanjutnya diolah
menggunakan software Matlab 7.8. Proses pengolahan data Pencemaran Udara
Sektor Industri di Sumatera Utara dengan Jaringan Syaraf Tiruan model Kohonen
menggunakan software Matlab 7.8 adalah sebagai berikut:
1. Masukan data input
>> Data=[…];
Baris matriks menyatakan banyaknya pencemaran masing masing sektor
industri yang menghasilkan suatu udara pencemar (dalam kasus ini = 7) dan
kolom matriks menyatakan banyaknya pencemaran udara yang dihasilkan
suatu sektor industri untuk setiap indikator pencemaran udara yang
dihasilkan.
2. Membangun Jaringan Syaraf
>>JumlahKelas = i;
>>net = newc(PR, JumlahKelas);
Nilai i berarti maksimum kelompok yang akan di dilatih (dalam kasus ini = 1,
2, ..., 10). Nilai PR menyatakan matriks ukuran Rx2 yang berisi nilai
minimum dan maksimum masing-masing nilai vektor masukan.
3. Set bobot input awal dan bobot bias input
>>bobot_input = net.IW{1,1} >>bobot_bias_input = net.b{1,1}
4. Sebelum dilakukan pelatihan, ditetapkan terlebih dahulu
parameter-parameter yang digunakan sebagai berikut:
>>net.trainParam.epochs = 10000;
Menyatakan jumlah maksimum epoch dalam pelatihan.
>>net.trainParam.goal = 0.001;
Menyatakan batas nilai MSE agar iterasi dihentikan atau jumlah epoch
mencapai batas yang ditentukandalam net.trainParam.epochs.
Menyatakan nilai learning rate (α). Semakin besar nilai α, semakin cepat pula
proses pelatihan. Namun jika α terlalu besar maka algoritma menjadi tidak
stabil.
>>net = train(net, Data);
Menyatakan perintah untuk melatih jaringan.
5. Melihat bobot-bobot akhir input dan bias
>>bobot_akhir_input = net.IW{1,1} >>bobot_akhir_bias_input = net.b{1,1} 6. Melakukan simulasi
>>Ai = sim(net, Data);
>>A = vec2ind(Ai)
Perintah sim digunakan untuk mencari pengelompokkan vektor. Untuk
mempermudah pembacaan kelompok digunakan perintah vec2ind.
Perhatikan bahwa dalam Matlab untuk memulai lagi bobot awal gunakan perintah
net = init (net) terlebih dahulu. Tanpa perintah init, maka bobot yang dipakai adalah bobot yang terakhir kita dapatkan pada proses pelatihan sebelumnya.
Selanjutnya akan ditampilkan hasil pembacaan kelompok data pencemaran
udara sektor industri menggunakan software Matlab sebagai berikut:
1. Hasil dua kelompok
Tabel 3.2 Hasil pelatihan dengan 1.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
1 2
2 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Tabel 3.3 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
pelatihan dua kelompok yaitu kelompok ke-1 anggotanya adalah industri
27
karet, industri minyak goreng, industri mie instan, industri kimia industry,
industri alumunium, industri migas, industri listrik, industri rumah sakit.
2. Hasil tiga kelompok
Tabel 3.4 hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
1 1
2 3, 4, 7, 8, 9, 10
3 2, 5, 6
Tabel 3.5 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
dengan epoch 8.000 dan 10.000 menghasilkan kelompok dengan anggota
yang konsisten. Terlihat perbedaan hanya pada letak penempatan kelompok.
Hasil pelatihan tiga kelompok yaitu kelompok ke-1 anggotanya adalah
industri sawit; kelompok ke-2 anggotanya adalah industri olahan karet,
industri minyak goreng, industri alumunium, industri migas, industri listrik,
industri rumah sakit dan kelompok ke-3 anggotanya adalah industri karet,
industri mie instan, industri kimia industry.
3. Hasil empat kelompok
Tabel 3.6 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
1 3, 4, 7, 8, 9, 10
2 1
3 5, 6
Tabel 3.7 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
pelatihan empat kelompok yaitu kelompok ke-1 anggotanya adalah industri
olahan karet, industri minyak goreng, industri alumunium, industri migas,
industri listrik, industri rumah sakit; kelompok ke-2 anggotanya adalah
industri sawit; kelompok ke-3 anggotanya adalah industri mie instan, industri
kimia industry dan kelompok ke-4 anggotanya adalah industri karet.
4. Hasil lima kelompok
Tabel 3.8 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
Tabel 3.9 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
29
5. Hasil enam kelompok
Tabel 3.10 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
Tabel 3.11 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
Tabel 3.10 dan tabel 3.11 menunjukan bahwa hasil pelatihan enam kelompok
dengan epoch 8.000 dan 10.000 menghasilkan kelompok yang sama.
6. Hasil tujuh kelompok
Tabel 3.12 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Tabel 3.13 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Tabel 3.12 dan tabel 3.13 menunjukan bahwa hasil pelatihan tujuh kelompok
dengan epoch 1.000 dan 10.000 menghasilkan kelompok yang sama.
7. Hasil delapan kelompok
Tabel 3.14 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
Tabel 3.15 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
31
anggota yang konsisten. Terlihat perbedaan hanya pada letak penempatan
kelompok.
8. Hasil sembilan kelompok
Tabel 3.16 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
Tabel 3.17 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch
Kelompok ke- Anggota
kelompok dengan epoch 8.000 dan 10.000 menghasilkan kelompok dengan
anggota yang konsisten. Terlihat perbedaan hanya pada letak penempatan
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jaringan Syaraf Tiruan model Kohonen dapat digunakan untuk
pengelompokan sekumpulan data.
2. Dari proses pelatihan menggunakan software Matlab 7.8 diperoleh hasil
kelompok yang bisa terbentuk dari 8 kelompok yang dilatihkan yaitu dua
kelompok, tiga kelompok dan empat kelompok.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah
1. Untuk para peneliti terutama yang membahas mengenai pengelompokan
dapat menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan model Kohonen sebagai
metode alternatif lain selain analisis cluster yang merupakan metode
statistika.
2. Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk membandingkan Jaringan
Syaraf Tiruan model Kohonen dengan metode statistika dalam hal
pengelompokan.
.
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi
diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis didalam otak, yang
merupakan representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba
menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Jaringan syaraf
tiruan dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi
aproksimasi non-linear, klasifikasi data cluster dan regresi non parametrik atau
sebuah simulai dari koleksi model syaraf biologi (Hermawan, 2006).
Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu model kecerdasan yang diilhami
dari struktur otak manusia dan kemudian diimplementasikan menggunakan
program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan
selama proses pembelajaran berlangsung (Desiani dan Arhami, 2006).
Jaringan syaraf tiruan sederhana pertama kali diperkenalkan oleh
McCulloch dan Pitts di tahun 1943. Jaringan syaraf tiruan dibentuk sebagai
generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi bahwa
(Siang, 2005 ) :
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).
2. Sinyal yang dikirimkan diantara neuron-neuron melalui
penghubung-penghubung.
3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal.
4. Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi
aktivasi yang dikenakan pada penjumlahan masukan (input) yang diterima.
Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas
Dengan meniru sistem jaringan biologis maka sistem jaringan syaraf tiruan
memiliki 3 karakteristik utama yaitu (Desiani dan Arhami, 2006):
1. Arsitektur Jaringan
Merupakan pola keterhubungan antar neuron. Keterhubungan neuron-neuron
inilah yang membentuk suatu jaringan.
2. Algoritma Jaringan
Merupakan metode untuk menentukan nilai bobot hubungan. Ada dua jenis
metode yaitu metode pelatihan atau pembelajaran dan metode pengenalan.
3. Fungsi aktivasi
Merupakan fungsi untuk menentukan nilai keluaran berdasarkan nilai total
masukan pada neuron. Fungsi aktivasi suatu algoritma jaringan dapat berbeda
dengan fungsi aktivasi algoritma jaringan lain.
2.1.1 Pemrosesan dalam Jaringan Syaraf Tiruan
Aliran informasi yang diproses disesuaikan dengan arsitektur jaringan.
Beberapa konsep utama yang berhubungan dengan proses adalah :
1. Input (masukan)
Setiap input bersesuaian dengan suatu atribut tunggal. Serangkaian input pada
Jaringan Syaraf Tiruan diasumsikan sebagai vektor X yang bersesuaian
dengan sinyal-sinyal yang masuk kedalam sinapsis neuron biologis.
2. Output (keluaran)
Output dari jaringan adalah penyelesaian masalah.
3. Weight (bobot), mengekspresikan kekuatan relatif (atau nilai matematis) dari
input data awal atau bermacam-macam hubungan yang mentransfer data dari
lapisan ke lapisan. Dengan penyesuaian yang berulang-ulang terhadap nilai
bobot menyebabkan Jaringan Syaraf Tiruan “belajar”. Bobot-bobot ini
diasumsikan sebagai vektor W dimana setiap bobot bersesuaian dengan
tegangan (strength) penghubung sinapsis biologis tunggal.
4. Maksimum epoch
Epoch merupakan perulangan dari proses yang dilakukan untuk mencapai
10
maksimum yang boleh dilakukan selama proses pelatihan. Iterasi akan
dihentikan apabila nilai melebihi maksimum epoch.
5. Laju pemahaman (learning rate)
Semakin besar nilai learning rate, semakin cepat pula proses pelatihan. Akan tetapi
jika nilai learning rate terlalu besar, maka algoritma menjadi tidak stabil dan
mencapai titik minimum lokal, sedangkan jika learning rate terlalu kecil maka
algoritma akan mencapai target dalam jangka waktu yang lama.
6. Bias
Sebuah unit masukan yang ditambahkan kedalam yang nilainya selalu = 1. Berfungsi
untuk mengubah niali tresshold menjadi 0.
2.1.2 Arsitektur Jaringan
Jaringan syaraf tiruan dibagi kedalam 3 macam arsitektur yaitu (Hermawan,
2006):
1. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net)
Jaringan syaraf satu lapisan pertama kali dirancang oleh Widrow dan Holf
pada tahun 1960. Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu
lapisan dengan bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input
kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus
melalui lapisan tersembunyi.
Dari gambar 2.1 diperlihatkan bahwa arsitektur jaringan dengan layar
tunggal dengan n buah masukan ( , ,..., ) dan m buah keluaran
( , , ..., ). Dalam jaringan ini semua unit input dihubungkan dengan
semua unit output. Tidak ada unit input yang dihubungkan dengan unit
input lainnya dan unit output pun demikian.
2. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)
Jaringan dengan banyak lapisan memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak
diantara lapisan input dan output. Umumnya terdapat lapisan bobot-bobot
yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan. Jaringan ini dapat
menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada jaringan dengan
lapisan tunggal, dengan pembelajaran yang lebih rumit.
Gambar 2.2 Jaringan dengan banyak lapisan
Dari gambar 2.2 diperlihatkan jaringan dengan n buah unit masukan ( , ,
..., ) , sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p buah unit ( , ,...,
) dan 1 buah unit keluaran.
3. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitif layer net)
Hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif ini tidak diperlihatkan pada
diagram arsitektur ini.
2.1.3 Algoritma Umum Jaringan Syaraf Tiruan
Algoritma pembelajaran/pelatihan jaringan syaraf tiruan (Puspitaningrum, 2006):
12
1. Inisialisasi bobot-bobot jaringan. Set i=1.
2. Masukkan contoh ke-i (dari sekumpulan contoh pembelajaran yang terdapat
dalam set pelatihan) kedalam jaringan pada lapisan input.
3. Cari tingkat aktivasi unit-unit output menggunakan algoritma aplikasi.
If kinerja jaringan memenuhi standar yang ditentukan sebelumnya
(memenuhi syarat berhenti)
then exit.
4. Update bobot-bobot dengan menggunakan aturan pembelajaran jaringan.
5. If i = n, then reset i = 1
Else i = i-1.
Ke langkah 2.
Algoritma aplikasi jaringan syaraf tiruan:
Dimasukkan sebuah contoh pelatihan ke dalam jaringan syaraf tiruan. Lakukan:
1. Masukkan kasus ke dalam jaringan pada lapisan input.
2. Hitung tingkat aktivasi node-node jaringan.
3. Untuk jaringan koneksi umpan maju, jika tingkat aktivasi dari semua unit
outputnya telah dihitung, maka exit. Untuk jaringan koneksi balik, jika tingkat
aktivasi dari semua unit output menjadi konstan atau mendekati konstan,
maka exit. Jika tidak, kembali ke langkah 2. Jika jaringannya tidak stabil,
maka exit dan fail.
2.1.4 Fungsi aktivasi
Sinyal aktivasi dalam jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh suatu fungsi aktivasi.
Ada beberapa fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan antara
lain (Desiani dan Arhami, 2006):
1. Fungsi identitas
Fungsi ini biasanya digunakan pada jaringan lapisan tunggal dan akan
2. Fungsi tangga biner
Fungsi ini merupakan fungsi identitas dengan pembulatan yang bergantung
pada parameter pembulatan . Untuk = 1, fungsi ini hanya akan
menghasilkan nilai 1 atau 0.
= 1, 0 < 0 ≥ 0
fungsi signoid-biner yang diperluas hingga mencapai nilai negatif melalui
sumbu x sehingga untuk = 1, fungsi ini akan menghasilkan nilai keluaran
antara -1 sampai +1.
% = 2 − 1 =1 + !2"#$− 1 =1 − !1 + !"#$"#$
Untuk memilih fungsi aktivasi mana yang akan digunakan dalam sistem
jaringan syaraf tiruan maka bergantung pada algoritma/model jaringan yang
digunakan.
2.1.5 Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dalam jaringan syaraf tiruan diklasifikasikan menjadi dua
(Desiani dan Arhami, 2006):
1. Pembelajaran terawasi (supervised learning)
Menggunakan sejumlah pasangan data masukan dan keluaran yang
diharapkan. Pada setiap pelatihan, suatu masukan diberikan ke jaringan.
Selanjutnya jaringan akan memproses dan mengeluarkan keluaran. Selisih
14
merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan memodifikasi bobot sesuai
dengan kesalahan tersebut. Contoh yang sesuai dengan tipe ini adalah metode
backpropagation, jaringan hopfield dan perceptron.
2. Pembelajaran tidak terawasi (unsupervised learning)
Hanya menggunakan sejumlah pasangan data masukan tanpa ada contoh
keluaran yang dikeluarkan. Model yang menggunakan pelatihan ini adalah
model jaringan kompetitif. Contoh dari tipe ini adalah model kohonen.
Jaringan syaraf tiruan memiliki sejumlah besar kelebihan dibandingkan
dengan metode perhitungan lainnya, yaitu (Hermawan, 2006):
1. Kemampuan mengakuisisi pengetahuan walaupun dalam kondisi ada
gangguan dan ketidakpastian. Hal ini karena jaringan syaraf tiruan mampu
melakukan generalisasi, abstraksi, dan ekstraksi terhadap properti statistik
dari data.
2. Kemampuan mempresentasikan pengetahuan secara fleksibel. Jaringan syaraf
tiruan dapat menciptakan sendiri representasi melalui pengaturan sendiri atau
kemampuan belajar (self organizing).
3. Kemampuan untuk memberikan toleransi atas suatu distorsi (error), dimana
gangguan kecil pada data dianggap hanya sebagai noise (guncangan) belaka.
4. Kemampuan memproses pengetahuan secara efisien karena memakai sistem
paralel, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengoperasikannya menjadi
lebih singkat.
2.2 Model Kohonen
Jaringan kohonen adalah suatu jaringan satu lapis yang mengorganisasikan
pemetaan suatu masukan acak. Hasil pemetaan menunjukkan hubungan yang
alami antara pola-pola yang diberikan ke dalam jaringan (Pandjaitan, 2004).
Jaringan kohonen pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Teuvo Kohonen
pada tahun 1982. Jaringan kohonen termasuk dalam pembelajaran tak terawasi
neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu dalam
suatu kelompok yang dikenal dengan istilah cluster. Selama proses penyusunan
diri, cluster yang memiliki vektor boobot paling cocok dengan pola input
(memiliki jarak yang paling dekat) akan terpilih sebagai pemenang. Neuron yang
menjadi pemenang beserta neuron-neuron tetangganya akan memperbaiki
bobot-bobotnya (Dewi, 2003).
Jaringan yang ditemukan oleh Kohonen ini merupakan salah satu jaringan
yang banyak dipakai untuk membagi pola masukan kedalam beberapa kelompok
(Siang, 2005).
2.2.1 Arsitektur Jaringan Kohonen
Misalkan masukan berupa vektor yang terdiri dari n komponen yang akan
dikelompokkan dalam maksismum m buah kelompok (disebut vektor contoh).
Keluaran jaringan adalah kelompok yang paling dekat/mirip dengan masukan
yang diberikan. Ada beberapa ukuran kedekatan yang dapat dipakai, salah satu
nya adalah jarak Euclidean yang paling minimum.
( ( ()
* * 1 Gambar 2.3 Arsitektur Jaringan Self Organizing
Arsitektur jaringan kohonen ini mirip dengan model lain. Hanya saja jaringan
kohonen tidak menggunakan perhitungan net (hasil kali vektor masukan dengan
16
2.2.2 Algoritma Jaringan Kohonen
Algoritma pengelompokkan pola jaringan kohonen adalah sebagai berikut:
0. a. Inisialisasi bobot input (+ ):
+ =- .* + - *2
Dengan + adalah bobot antara variabel input ke-j dengan neuron pada
kelas ke-i (j = 1, 2, ..., m; i = 1, 2, ..., k); MinP3 dan MaxP3 masing-masing
adalah nilai terkecil pada variabel input ke-i dan nilai terbesar dari variabel
input ke-i.
b. Inisialisasi bobot bias (,):
, = ![ "78 9: ]
Dengan , adalah bobot bias ke neuron ke-i dan k adalah jumlah kelas.
a. Set parameter learning rate.
b. Set maksimum epoch (MaxEpoch).
1. Set epoch = 0;
2. Kerjakan jika epoch < MaxEpoch :
a. Epoch = epoch + 1
b. Pilih data secara acak, misalkan data terpilih adalah data ke-z.
c. Cari jarak antara data ke-z dengan setiap bobot input ke-i (<):
< = => + − ?@
+EF$" = +EF$" +∝ ?@ − +EF$" h. Update bobot bias:
i. H = 1−∝ !I "78JK LM+∝ (
ii. , = ![ "78 N O ]
Iterasi dilakukan hingga mencapai epoch maksimum yang menghasilkan
anggota kelompok yang konsisten.
2.3 Pencemaran Udara
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak
tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan
sekitarnya. Udara bersih yang kita hirup merupakan gas yang tidak tampak, tidak
berbau, tidak berwarna maupun berasa. Pencemaran udara diartikan sebagai
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan
perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wardhana, 2004).
Berdasarkan asal mula dan kelanjutan perkembangannya dapat dibedakan
berbagai macam pencemar kedalam dua kelompok yaitu (Ryadi, 1982):
1. Pencemar primer
Yaitu semua pencemar yang berbeda di udara dalam bentuk yang hampir
tidak berubah. Umunya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia antara lain sumber-sumber industri dimana didalam industri
terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan-bahan bakar maupun
proses peleburan/pemurnian logam.
2. Pencemar sekunder
Yaitu semua pencemar di udara yang sudah berubah karena hasil reaksi
tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Reaksi-reaksi yang
dimaksud dalam timbulnya pencemar sekunder antara lain adalah reaksi
foto-kimia dan reaksi oksida katalitis.
Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam sektor
18
menyebabkan udara yang dihirup sehari-hari menjadi tercemar oleh gas-gas
buangan hasil pembakaran.
Secara umum, penyebeb pencemaran udara ada dua macam yaitu:
1. Faktor internal
a. Debu yang berterbangan akibat tiupan angin.
b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi.
c. Proses pembusukan sampah organik, dll.
2. Faktor eksternal (ulah manusia)
a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil.
b. Debu/serbuk dari kegiatan industri.
c. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.
Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran
dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau gas yang
masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya.
2.3.1 Komponen Pencemaran Udara
Beberapa macam komponen pencemar udara yang banyak kita ketahui antara lain
sebagai berikut:
1. Sulfur Dioksida (PQ )
Sulfur dioksida merupakan pencemar primer di udara sebagai produk hasil
pembakaran unsur-unsur pembakaran sulfur didalam industri-industri asam
sulfat. Reaksi antara gas SOx dengan uap air yang terdapat di udara akan
membentuk asam sulfat maupun asam sulfit. Apabila asam sulfat R PQS)
dan asam sulfit R PQ)) turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan,
terjadilah Acid Rain atau hujan asam . Hujan asam sangat merugikan karena
dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negara
industri, hujan asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius
karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam
akan mengakibatkan lingkungan semakin parah.
Nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Secara
umum, sumber TQ$ di alam berasal dari bakteri dan akitivitas vulkanik,
proses pembentukan petir, dan emisi akibat aktivitas manusia (antropogenik).
Emisi antropogenik TQ$ terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
seperti pembangkit tenaga listrik dan kendaraan bermotor. Sumber lain di
atmosfer berupa proses tanpa pembakaran, contohnya dari hasil produksi
asam nitrat RTQ) , proses pengelasan, dan penggunaan bahan peledak. TQ
bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar TQ yang lebih tinggi dari 100
ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari
kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema
pulmonari). Kadar TQ sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%
kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau
kurang. Pemajanan TQ dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap
manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
3. Hidrogen Klorida (RUV)
Hidrogen klorida adalah asam kuat dan merupakan komponen utama dalam
asam lambung. Sejak revolusi industri, senyawa ini menjadi sangat penting
dan digunakan untuk berbagai tujuan, meliputi produksi massal senyawa
kimia organik. Asam klorida pekat akan membentuk kabut asam. Baik kabut
dan larutan tersebut bersifat korosif terhadap jaringan tubuh dengan potensi
kerusakan pada organ pernapasan, mata, kulit dan usus.
4. Klorin (UV )
Gas klorin adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat
jenis gas klorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen
klorida RUV yang toksik. Klorin merupakan bahan kimia penting dalam
industri yang digunakan untuk klorinasi pada proses produksi yang
menghasilkan produk organik sintetik seperti plastik, insektisida dan
herbisida. Terbentuknya gas klorin di udara ambien merupakan efek samping
dari proses pemutihan dan produksi zat yang mengandung klor. Karena
banyaknya penggunaan senyawa klor dilapangan atau dalam industri dalam
20
yang kurang efektif. Hal ini dapat menyebabkan terdapatnya gas pencemar
klorin dalam kadar tinggi di udara ambien.
5. Amonia (TR))
Amonia biasanya berupa gas dengan bau tajam yang khas. Senyawa ini
merupakan senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Menghirup
senyawa ini pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pembengkakan
saluran pernapasan dan sesak napas.
6. Hydrofluoric Acid (RW)
Hydrofluoric acid (asam fluorida) adalah asam yang sangat korosif, mampu
melarutkan banyak bahan, terutama oksida. Hydrofluoric acid sangat initatif
terhadap jaringan kulit, merusak paru-paru dan menimbulkan penyakit
pneumonia (gangguan saluran pernapasan).
7. Total Suspended Particules (XP*)
Total Suspended Particules (XP*) merupakan konsentrasi debu/partikulat.
Partikulat adalah partikel padat pencemar udara yang berada di udara
bersama-sama dengan tetesan cair lainnya. Partikulat mengandung zat-zat non
organik yang terbentuk dari berbagai macam materi dan bahan kimia. Ukuran
partikel dapat menggambarkan seberapa jauh partikel dapat terbawa angin,
efek yang ditimbulkannya, sumber pencemaran dan lama masa tinggal
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara di sekitar lapisan troposfer yang setiap hari dihirup oleh manusia
merupakan udara ambien. Sedangkan udara yang dihasilkan dalam setiap kegiatan
industri disebut emisi. Kualitas udara ambien ditentukan oleh kuantitas emisi
cemaran dari sumber cemaran, proses transportasi, konversi dan pengilangan
cemaran di atmosfer. Parameter kualitas udara diantaranya gas , , , , , dan partikulat yang padat.
Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpengaruh terhadap
industrialisasi wilayah perkotaan yang salah satunya ditandai dengan banyaknya
berdiri pusat-pusat industri. Di Sumatera Utara, pembangunan sektor-sektor
industri telah memberikan dampak bagi kehidupan manusia baik positif maupun
negatif. Dampak positif diantaranya mengurangi pengangguran dan meningkatnya
minat investasi pihak asing untuk menanamkan modalnya di Sumatera Utara.
Namun, dengan adanya kegiatan industri ini juga menimbulkan dampak negatif
bagi manusia. Salah satunya adalah pencemaran udara. Udara yang tercemar
tersebut dapat menganggu kesehatan manusia dan merusak lingkungan sekitar.
Dengan adanya efek negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan industri
tersebut maka perlu dilakukan pengelompokan sektor-sektor industri berdasarkan
beban polutan yang dikeluarkan oleh setiap kegiatan industri. Seiring dengan
perkembangan teknologi, pengelompokan data telah banyak dikembangkan di
berbagai bidang. Salah satunya pada bidang kecerdasan buatan (Artificial
Intelligence) seperti Jaringan Syaraf Tiruan. Jaringan Syaraf Tiruan adalah salah
satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk
2
disini digunakan karena jaringan syaraf tiruan ini diimplementasikan dengan
menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses
perhitungan selama proses pembelajaran.
Kohonen merupakan salah satu model dari Jaringan Syaraf Tiruan yang
banyak dipakai dalam membagi pola masukan kedalam beberapa kelompok.
Misalkan terdapat masukan (input) berupa vektor yang terdiri dari n komponen
yang akan dikelompokkan dalam maksimum m buah kelompok. Keluaran
jaringan tersebut adalah kelompok yang paling dekat atau mirip dengan masukan
yang diberikan.
Untuk mengetahui kelompok-kelompok industri sebagai bahan informasi
bagi pemerintah daerah Sumatera Utara dalam mengambil kebijakan
pembangunan sektor industri kedepannya maka perlu dikelompokan sektor
industri di Sumatera Utara berdasarkan beban polutan yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian yang penulis jelaskan di atas maka penulis memilih judul
skripsi “Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Model Kohonen dalam
Pengelompokan Data Pencemaran Udara pada Sektor Industri di Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, yang menjadi masalah yang akan dibahas adalah
bagaimana mengelompokan data pencemaran udara pada sektor industri di
Sumatera Utara dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan model Kohonen.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan batasan masalah yaitu
1. Pembelajaran pola pengelompokan menggunakan jaringan syaraf tiruan
2. Data yang digunakan adalah data pencemaran udara sektor industri di
Sumatera Utara yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Sumatera Utara.
3. Parameter udara yang digunakan adalah gas , , , , , dan
Total Suspended Particules (TSP).
4. Proses pelatihan data menggunakan software Matlab 7.8.0 dengan maksimum
epoch 1000, 8000 dan 10.000.
5. Kelompok data yang akan dibentuk dalam proses pelatihan dimulai dari dua
kelompok hingga sembilan kelompok.
1.4 Tinjauan Pustaka
Siang (2005) mengemukakan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan ( JST ) adalah sistem
pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf
biologi. Jaringan syaraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika
dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi bahwa:
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).
2. Sinyal yang dikirimkan diantara neuron-neuron melalui
penghubung-penghubung.
3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal.
4. Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi
aktivasi yang dikenakan pada penjumlahan masukan (input) yang diterima.
Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas
ambang.
Jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh tiga hal, yakni:
a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)
b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/
learning/ algoritma)
4
Kohonen merupakan salah satu model jaringan syaraf tiruan yang sering
dipakai untuk membagi pola kedalam beberapa kelompok. Pandjaitan (2007)
mengemukakan bahwa jaringan kohonen adalah suatu jaringan satu lapis yang
mengorganisasikan pemetaan suatu masukan acak.
Dewi (2003) mengemukakan bahwa jaringan kohonen pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Teuvo Kohonen pada tahun 1982. Pada jaringan ini,
suatu lapisan yang berisi neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri
berdasarkan input nilai tertentu dalam suatu kelompok yang disebut cluster.
Selama proses penyusunan diri, kelompok yang memiliki vektor bobot paling
cocok dengan pola input akan terpilih sebagai pemenang. Neuron yang menjadi
pemenang beserta neuron-neuron tetangganya akan memperbaiki bobot-bobotnya.
Gambar 1.1 Arsitektur Jaringan Kohonen
Menurut Siang (2005), arsitektur jaringan kohonen dalam gambar 1.1 tidak
menggunakan perhitungan net (hasil kali vektor masukan dengan bobot) maupun
fungsi aktivasi. Algoritma pengelompokan pola jaringan kohonen adalah sebagai
berikut:
0. a. Inisialisasi bobot input ( ):
= + 2
Dengan adalah bobot antara variabel input ke-j dengan neuron pada
adalah nilai terkecil pada variabel input ke-i dan nilai terbesar dari variabel
input ke-i.
b. Inisialisasi bobot bias ($):
$ = %[ '() ( +, )]
Dengan $ adalah bobot bias ke neuron ke-i dan k adalah jumlah kelas.
a. Set parameter learning rate.
b. Set maksimum epoch (MaxEpoch).
1. Set epoch = 0;
2. Kerjakan jika epoch < MaxEpoch :
a. Epoch = epoch + 1
b. Pilih data secara acak, misalkan data terpilih adalah data ke-n.
c. Cari jarak antara data ke-n dengan setiap bobot input ke-i (/):
/ = 01( − 3 )
g. Update bobot yang menuju ke neuron Idx:
<= ' = <= ' +∝ (3 − <= ' )
h. Update bobot bias:
i. ?( ) = (1−∝)%@ '()AB( )CD+∝ ( )
6
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengelompokan data pencemaran udara
pada sektor industri di Sumatera Utara dengan menggunakan jaringan syaraf
tiruan model Kohonen.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian sebagai berikut:
1. Bahan masukan atau sebagai pertimbangan yang berguna bagi pemerintah
daerah Sumatera Utara mengenai kelompok sektor-sektor industri berdasarkan
beban polutan yang dihasilkan dalam mengambil suatu kebijaksanaan.
2. Bahan referensi dalam menambah wawasan penulis dan pembaca yang
berhubungan dengan pembahasan jaringan syaraf tiruan, khususnya dalam
model kohonen.
3. Informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pencemaran
udara sektor industri di Sumatera Utara.
4. Informasi dan referensi bacaan bagi mahasiswa matematika, terlebih bagi
mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai pengelompokan.
1.7 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Studi kasus
Tahap ini dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan, mengkaji dan
memahami teori-teori yang dipelajari diantaranya mengenai konsep dasar
model kohonen yang menjadi metode dalam pengelompokan. Penelusuran
referensi ini bersumber dari buku, jurnal maupun penelitian yang telah ada
2. Pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pengambilan data pencemaran udara sektor industri
di Sumatera Utara. Data diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Sumatera Utara.
3. Pengelompokan data
Pada tahap ini dilakukan pengelompokan data pencemaran udara sektor
industri dengan model Kohonen.
4. Pengambilan kesimpulan
Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan hasil analisa data sekaligus
memberikan saran yang berkaitan dengan pengembangan penelitian
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MODEL KOHONEN DALAM PENGELOMPOKAN DATA PENCEMARAN
UDARA PADA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pengelompokan dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistika. Dalam perkembangan teknologi, Artificial Intelligence dapat digunakan untuk pengelompokan data yaitu Jaringan Syaraf Tiruan model Kohonen. Model Kohonen merupakan salah satu model dari Jaringan Syaraf Tiruan yang banyak dipakai dalam membagi pola masukan kedalam beberapa kelompok. Jaringan kohonen ini termasuk dalam pembelajaran tak terawasi. Jaringan ini dapat mengenali dan mengklasifikasikan pola-pola yang melakukan pelatihan dari vektor input data dengan vektor bobot sebagai penghubung antara layar masukan dan layar kompetisi dalam proses pelatihan. Dari proses pelatihan tersebut terbentuk kelompok pola-pola yang dilatihkan. Pada penelitian dibahas pengelompokan 10 jenis industri di Sumatera Utara berdasarkan hasil jenis polutan yang terdiri dari , , , , , dan Total Susupended Particulates (TSP). Kelompok data yang akan dibentuk dalam proses pelatihan dimulai dari dua kelompok hingga sembilan kelompok. Pelatihan dilakukan hingga didapatkan hasil kelompok yang konsisten dari epoch maksimum. Dari proses pelatihan menggunakan software Matlab 7.8 diperoleh hasil kelompok yang bisa terbentuk dari 8 kelompok yang dilatihkan yaitu dua kelompok, tiga kelompok dan empat kelompok. Dua kelompok terbentuk dari hasil pelatihan epoch 1000 dan 10000 yang menghasilkan anggota kelompok yang sama. Tiga kelompok dan empat kelompok terbentuk dari hasil pelatihan epoch 8000 dan 10000 yang menghasilkan anggota kelompok yang konsisten.
NORTH SUMATERA
ABSTRACT
Clustering can be done using statistical methods. The development of technology, Artificial Itelligence can be used for clustering data is Kohonen Neural Network models. Kohonen model is one of model Artificial Neural Network most frequent used in dividing the input pattern into some cluster. Kohonen Neural Network is included unsupervised learning. Kohonen Neural Network is able to recognize and classify patterns of the training input vector data with the weighted vector which connects between input layer and competition layer in training process. Of the training process to form a group that trained. In this research explain or study cluster in ten of industrial in North Sumatera based on kind of pollutant consist of
, , , , , and Total Suspended Particulates (TSP). Group data which is made in training process begin from two groups until nine groups. Training is done until the results obtained are consistent group of maximum epoch. Of the training process using Matlab 7.8 software obtained results which can form a group of 8 trained groups is two group, three group, four group. Two kelompok formed from the results of training epoch 1000 and 10000 which resulted in members of the same group. Three and four group formed from the relsults of training epoch 8000 and 10000 which producesa consistent member of the group.
U
Diajukan untuk m
FAKULTAS MA
U
UDARA PADA SEKTOR INDUSTR
DI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
melengkapi tugas dan memenuhi syarat untu Sarjana Sains
NUR AISYIAH DARMAN ELI
110803071
DEPARTEMEN MATEMATIKA
ATEMATIKA DAN ILMU PENGETA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
STRI
ntuk mencapai gelar
PERSETUJUAN
Judul : Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Model Kohonen
dalam Pengelompokan Data Pencemaran Udara Sektor Industri di Sumatera Utara
Kategori : Skripsi
Nama : Nur Aisyiah Darman Eli
Nomor Induk Mahasiswa : 110803071
Program Studi : Sarjana (S1) Matematika
Departemen : Matematika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2015
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MODEL KOHONEN DALAM PENGELOMPOKAN DATA PENCEMARAN
UDARA PADA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2015
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang, dengan limpahan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Model
Kohonen Dalam Pengelompokan Data Pencemaran Udara Sektor Industri di
Sumatera Utara.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Partano Siagian, M.Sc
selaku Dosen pembimbing 1 dan Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si selaku
Dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penulisan skripsi
ini. Terima kasih kepada dosen pembanding penulis Ibu Dra. Normalina
Napitupulu, M.Sc dan Bapak Drs. Marihat Situmorang, M.Kom atas kritik dan
saran yang membangun dalam penulisan skripsi penulis. Terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Ibu Dr. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU. Terima kasih kepada Bapak Dr.
Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Wakil Dekan FMIPA USU, seluruh
Staff dan Dosen Matematika FMIPA USU, pegawai FMIPA USU serta
rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada Ayahanda tercinta Agustidarman,
Ibunda tercinta Eli Marni, serta saudara–saudara penulis yang tersayang Piramita
Darmonia, Poppy Apriani, Novia Asmalidar dan Marisa Novita serta keluarga dari
kedua orang tua yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang
UDARA PADA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pengelompokan dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistika. Dalam perkembangan teknologi, Artificial Intelligence dapat digunakan untuk pengelompokan data yaitu Jaringan Syaraf Tiruan model Kohonen. Model Kohonen merupakan salah satu model dari Jaringan Syaraf Tiruan yang banyak dipakai dalam membagi pola masukan kedalam beberapa kelompok. Jaringan kohonen ini termasuk dalam pembelajaran tak terawasi. Jaringan ini dapat mengenali dan mengklasifikasikan pola-pola yang melakukan pelatihan dari vektor input data dengan vektor bobot sebagai penghubung antara layar masukan dan layar kompetisi dalam proses pelatihan. Dari proses pelatihan tersebut terbentuk kelompok pola-pola yang dilatihkan. Pada penelitian dibahas pengelompokan 10 jenis industri di Sumatera Utara berdasarkan hasil jenis polutan yang terdiri dari , , , , , dan Total Susupended Particulates (TSP). Kelompok data yang akan dibentuk dalam proses pelatihan dimulai dari dua kelompok hingga sembilan kelompok. Pelatihan dilakukan hingga didapatkan hasil kelompok yang konsisten dari epoch maksimum. Dari proses pelatihan menggunakan software Matlab 7.8 diperoleh hasil kelompok yang bisa terbentuk dari 8 kelompok yang dilatihkan yaitu dua kelompok, tiga kelompok dan empat kelompok. Dua kelompok terbentuk dari hasil pelatihan epoch 1000 dan 10000 yang menghasilkan anggota kelompok yang sama. Tiga kelompok dan empat kelompok terbentuk dari hasil pelatihan epoch 8000 dan 10000 yang menghasilkan anggota kelompok yang konsisten.
APPLICATION OF KOHONEN NEURAL NETWORK MODEL IN THE AIR POLLUTION DATA CLUSTERING INDUSTRIAL SECTOR IN
NORTH SUMATERA
ABSTRACT
Clustering can be done using statistical methods. The development of technology, Artificial Itelligence can be used for clustering data is Kohonen Neural Network models. Kohonen model is one of model Artificial Neural Network most frequent used in dividing the input pattern into some cluster. Kohonen Neural Network is included unsupervised learning. Kohonen Neural Network is able to recognize and classify patterns of the training input vector data with the weighted vector which connects between input layer and competition layer in training process. Of the training process to form a group that trained. In this research explain or study cluster in ten of industrial in North Sumatera based on kind of pollutant consist of
, , , , , and Total Suspended Particulates (TSP). Group data which is made in training process begin from two groups until nine groups. Training is done until the results obtained are consistent group of maximum epoch. Of the training process using Matlab 7.8 software obtained results which can form a group of 8 trained groups is two group, three group, four group. Two kelompok formed from the results of training epoch 1000 and 10000 which resulted in members of the same group. Three and four group formed from the relsults of training epoch 8000 and 10000 which producesa consistent member of the group.
Halaman
1.4 Tinjauan Pustaka 3
1.5 Tujuan Penelitian 5
1.6 Manfaat Penelitian 6
1.7 Metodologi Penelitian 6
BAB 2 LANDASAN TEORI 8
2.1 Jaringan Syaraf Tiruan 8
2.1.1 Pemrosesan dalam Jaringan Syaraf Tiruan 9
2.1.2 Arsitektur Jaringan 10
2.1.3 Algoritma Umum Jaringan Syaraf Tiruan 11
2.1.4 Fungsi Aktivasi 12
2.1.5 Proses Pembelajaran 13
2.2 Model Kohonen 14
2.2.1 Arsitektur Jaringan Kohonen 15
2.2.2 Algoritma Jaringan Kohonen 16
2.3 Pencemaran Udara 17
2.3.1 Komponen 18
BAB3 HASIL DAN PEMBAHASAN 21
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
3.1 Data Pencemaran Udara Sektor Industri di Sumatera Utara 21
3.2 Hasil pelatihan dengan 1.000 epoch 26
3.3 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 26
3.4 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 27
3.5 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 27
3.6 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 27
3.7 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 27
3.8 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 28
3.9 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 28
3.10 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 28
3.11 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 28
3.12 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 29
3.13 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 29
3.14 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 29
3.15 Hasil pelatihan dengan 10.000 epoch 30
3.16 Hasil pelatihan dengan 8.000 epoch 30
Nomor Judul Halaman
Gambar
1.1 Arsitektur jaringan kohonen 4
2.1 Jaringan dengan lapisan tunggal 10
2.2 Jaringan dengan banyak lapisan 11
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lamp
1 Proses pelatihan dua kelompok 1000 epoch 34
2 Proses pelatihan dua kelompok 10000 epoch 35
3 Proses pelatihan tiga kelompok 8000 epoch 36
4 Proses pelatihan tiga kelompok 10000 epoch 37
5 Proses pelatihan empat kelompok 8000 epoch 38
6 Proses pelatihan empat kelompok 10000 epoch 39
7 Proses pelatihan lima kelompok 8000 epoch 40
8 Proses pelatihan lima kelompok 10000 epoch 41
9 Proses pelatihan enam kelompok 8000 epoch 42
10 Proses pelatihan enam kelompok 10000 epoch 43
11 Proses pelatihan tujuh kelompok 8000 epoch 44
12 Proses pelatihan tujuh kelompok 10000 epoch 45
13 Proses pelatihan delapan kelompok 8000 epoch 46
14 Proses pelatihan delapan kelompok 10000 epoch 47
15 Proses pelatihan sembilan kelompok 8000 epoch 48