Sinopsis
GARUDA DI DADAKU
cita-citanya sebagai pemain sepak bola professional kebanggaan bangsa. Darah pesepak bola
memang mengalir deras di dirinya sebab sang ayah memang salah satu pemain terbaik
nasional di jamannya. hanya saja, meski ia mewarisi bakat sang ayah, perjalanan menuju
impian tidak selalu mulus. Halangan juga rintangan sebaliknya datang menghalau dari
orang-orang terdekatnya, yakni sang kakek. Tokoh utama dalam kisah ini bernama Bayu. Ia anak
kelas 6 Sekolah Dasar. Kesehariannya diisi dengan semangat bermain bola. Ia memanfaatkan
gang-gang di lingkungan rumahnya.
Pak Usman meyakini, dengan bermain bola kehidupan ekonomi Bayu kelak akan
carut-marut sebab bermain bola bukan profesi yang menghasilkan apalagi jika dijadikan
jaminan masa depan. Salah satu sahabat Bayu bernama Heri. Ia meyakini Bayu akan sukses
sebab ia melihat talenta yang nyata. Heri kemudian menjadi salah satu motivator ciliki Bayu.
Ia juga pelatih yang terus meyakinkan Bayu akan impiannya. Heri memaksa Bayu untuk ikut
seleksi Tim Nasional U-13 agar bisa ikut mewakili Indonesia dalam pertandingan
Internasional. Akan tetapi, Bayu selalu ragu sebab Pak Usman, kakek Bayu sendiri tidak
setuju dengan keinginan Bayu dan Heri.
Akan tetapi tekad Bayu sudah bulat, dia mendapat teman baru yang cukup misterius
bernama Zahra. Mereka bertiga berkongsi mencari alasan agar Bayu tetap bisa berlatih sepak
bola, kucing-kucingan dengan Pak Usman, sang kakek.
Perjalanan Bayu makin tidak mulus bahkan persabatan ketiga bocah ini hampir putus.
dibangun memang agak lambat tetapi bagi anak-anak, cerita ini cukup seru dan tentu
inspiratif. Keyakinan akan mimpi memang harus dibangun sekuat tenaga meski susah.
Kisah Bayu mampu membangkitkan semangat anak-anak Indonesia, ia juga
mengajarkan seperti apa nasionalisme dan rasa cinta terhadap bangsa dengan cara yang
paling mudah, melalui hobi. Selain itu, novel ini juga sebuah kritikan cerdas dan membangun
untuk pemerintah Republik Indonesia.
Dalam buku ini ada banyak penggalan kisah yang memuat betapa buruknya fasilitas
sepak bola di negeri ini. Misalnya saja saat Bayu dan teman-temannya hendak berlatih tetapi
tidak mudah mendapatkan lapangan untuk itu.
Lapangan saja tidak tersedia, bagaimana mau mengolah bakat? Kritik yang ada dalam
buku ini sangat halus. Diselip dalam cerita sehingga tidak mengacaukan genre yang memang
diutamakan untuk anak-anak, meski dewasa pun bisa menikmatinya.
Biografi Pengarang
Salman Aristo, lahir tahun 1976 adalah seorang penulis scenario film. Salman lulus
dari jurusan jurnalistik di Universitas Padjajaran Bandung, dan merintis karier awal sebagai
penulis naskah (script writer) pada tahun 2004. Bersama istrinya, Retna Ginarti S Noer,
Salman Aristo menulis scenario untuk film Ayat-Ayat Cinta. Karyanya yang lain adalah
DAFTAR PUSTAKA
Aristo, Salman. 2010. Garuda di Dadaku. Bandung: Mizan.
Gunarsa, D Singgih, dkk. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ismail, Andar. 2008. Selamat Menabur. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra, Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta:
Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.
Sarwono, W Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius.
Soemanto, Bakdi. 2007. Sepak Bola Tanpa Batas. Yogyakarta: Kanisius.
Supelli, Karlina. 2011. Dari Kosmologi ke Dialog: Mengenal Batas Pengetahuan, Menentang Fanatisme. Yogyakarta: Mizan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Judul Novel : Garuda di Dadaku
Pengarang : Salman Aristo
Tahun Terbit : 2010
Tebal Buku : 156 Halaman
Penerbit : Dar! Mizan
Warna Sampul : Biru Langit
Gambar Sampul : Sampul Novel Garuda di Dadaku bergambar seorang anak
yang sedang berlari menggiring bola, serta terdapat anak lelaki yang duduk di kursi
roda dan ditemani oleh seorng anak perempuan yang memakai seragam sekolah SD,
serta wajah seorang perempuan dewasa (Maudi Kusnaidi).
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian yang baik adalah penelitian yang dilakukan dengan persiapan yang baik
pula, teknik pengumpulan data sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan sebuah
penelitian. Adapun teknik pengumpulan dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Nurgiyantoro (2013:47) membaca heuristik merupakan pembacaan karya sastra pada
sistem semiotik tingkat pertama. Ia berupa pemahaman makna sebagaimana yang
dikonvensikan oleh bahasa yang bersangkutan. Orang sering menyebutnya sebagai makna
yang ditunjuk oleh kamus. Kerja pembacaan heuristik menghasilkan pemahaman makna
secara harfiah, makna langsung, makna tersurat atau makna denotatif. Namun, dalam banyak
kasus karya sastra, makna yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang justru
diungkapkan tidak secara langsung tetapi hanya tersirat. Oleh karena itu untuk pembacaan
karya sastra haruslah sampai pada penafsiran hermeneutik, yaitu pembacaan dan pemahaman
pada tataran semiotik tingkat kedua. Artinya berdasarkan makna dari hasil kerja heuristik
dicoba untuk ditafsirkan makna tersirat, konotasi, atau signifikasinya. Jika pada tataran kerja
heuristik dibutuhkan pengetahuan tentang kode bahasa, pada tataran kerja hermeneutik
dibutuhkan tentang kode sastra.
Setelah data dibaca menggunakan metode heuristik dan hermeneutik, maka data yang
memiliki kaitan dengan bentuk prilaku fanatisme terhadap sepakbola, akan dikumpulkan.
Setelah seluruh data dikumpulkan maka data dipilih serta dikelompokkan, data yang
3.3Teknik Analisis Data
Tulisan ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu dengan pendekatan deskriptif.
Berikut adalah langkah-langkah penulis menganalisis data:
1. Membaca teks sastra yaitu novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo.
2. Menentukan data yang mengandung perilakufanatisme terhadap sepakbola.
3. Menganalisis bentuk perilakufanatisme yang terdapat dalam novel Garuda di
Dadaku karya Salman Aristo.
4. Menyimpulkan fanatisme terhadap sepak bola dalam novel Garuda di Dadaku
BAB IV
BENTUK DAN DAMPAK PRILAKU FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL
GARUDA DI DADAKU
4.1 Bentuk Perilaku Fanatisme terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri dalam Novel Garuda Di Dadaku.
Bentuk perilaku fanatisme yang akan dibahas pada skripsi ini hanya dibatasi pada tokoh
Bayu dan Heri dalam novel Garuda Di Dadaku karya Salman Aristo. Tokoh Bayu dan Heri
dalam novel Garuda Di Dadakuoleh pengarang diberikan karakter memiliki agresivitas yang
tinggi terhadap sepak bola. Isi dari novel ini menceritakan tokoh Bayu dan Heri yang
tergila-gila dengan sepak bola, tetapi mendapat tentangan dari Kakek Usman yang merupakan kakek
dari Bayu, tetapi Bayu dan Heri menggunakan segala cara agar kegilaan mereka terhadap
sepak bola dapat tersalurkan.
Bentuk-bentuk perilaku agresivitas tinggi yang diperlihatkan tokoh Bayu dan Heri untuk
mendapatkan kesenangannya tersebut, menarik untuk dianalisis, karena ageresivitas yang
tinggi dapat mengarah pada perilaku fanatisme. Agresivitas merupakan suatu pola laku usaha
yang ditandai dengan keberanian dan semangat tinggi untuk mengejar suatu tujuan (Singgih,
1989: 188). Freud mengemukakan konsep id, ego, superegosebagai struktur kepribadian.
Berdasarkan konsep yang dikemukakan Freud, pola perilaku agresif termasuk ke dalam
tingkatan id dalam struktur kepribadian manusia, karena id berkaitan dengan ketidaksadaran
yang merupakan bagian primitif dari kepribadian manusia, mencakup insting seksual dan
insting agresif. Idmembutuhkan pemenuhan segera tanpa memperhatikan lingkungan realitas
sehingga dikatan pola perilaku agresif yang mendapat hambatan dapat mengarah pada benih
perilaku fanatisme.
Ismail (2008: 31) ada ciri yang menjadikan suatu prilaku dapat disebut sebagai prilaku
fanatik, yaitu:
1. Adanya antusiasme dan semangat berlebihan yang tidak berdasarkan akal sehat namun
hanya berdasarkan emosi.
2. Pendidikan serta wawasan luas yang terfokus pada suatu hal atau keyakinan
dapat membentuk benih-benih fanatisme, kemudian dengan adanya sedikit indoktrinisasi
dari pihak luar dapat memperkuat benih tersebut.
Antusiasme adalah kegairahan, gelora semangat, serta minat besar terhadap sesuatu
(KBBI, 2000: 59). Semangat adalah satu roh kehidupan yang ada pada diri manusia, yang
menurut kepercayaan dapat memberikan kekuatan (KBBI, 2000: 1025). Antusiasme dan
semangat seharusnya diimbangi dengan realitas yang ada, suatu pemikiran atau tindakan
yang dilakukan seseorang hanya berdasarkan keyakinan dari dirinya sendiri tanpa melihat
realitas yang ada serta pendapat orang lain, dapat menimbulkan seseorang berperilaku serta
mengambil keputusan hanya berdasarkan emosi yang tidak terkendali. Perilaku demikian
membuat seseorang melakukan hal-hal yang tidak proporsional dan kurang diterima akal
sehat, keterkaitan ketiga pola perilaku tersebut yang mengarah pada fanatisme.
Individu atau kelompok yang fanatik terhadap sepak bola tentu memiliki antusiasme
serta agresivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu atau kelompok yang
hanya sebatas menyukai sepak bola. Antusiasme serta agresivitas tinggi tersebut yang
memicu prilaku-priaku yang tidak proporsional atau diluar kebiasaan pada umumnya.
Perilaku-perilaku tersebut dapat dilihat melalui beberapa sisi yaitu:
1. Perbuatan
4.1.1 Fanatisme terhadap Sepak Bola Berdasarkan Perbuatan
Seorang yang fanatik terhadap sepak bola akan mengekspresikan perbuatannya secara
langsung. Hal tersebut dapat dilihat melalui tindakan serta perbuaatan yang dilakukannya
ketika berkenaan dengan sepak bola. Ada beberapa tindakan serta perbuatan, yang dilakukan
oleh individu atau kelompok yang bisa mengarah pada prilaku fanatik terhadap sepak bola.
Tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini mengekspresikan kecintaan mereka terhadap sepak
bola, melalui perbuatan dengan terlibat langsung pada hal-hal yang berhubungan dengan
sepak bola.
Melalui perilaku-perilaku yang ditunjukkan dalam novel ini tentu dapat dilihat apakah
tokoh Bayu dan Heri berperilaku fanatik terhadap sepak bola.
a.Tidak Bisa Terlepas dari Sepak Bola
individu yang fanatik terhadap sepak bola biasanya tidak bisa terlepas dari sepak bola
pada kehidupan sehari-hari. Tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini diceritakan dalam
kehidupan sehari-hari mereka tidak bisa terlepas dari sepak bola. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan novel berikut:
Sementara itu, Bayu menghadapi kanvas. Tubuhnya terlihat bpaling kecil di antara anak-anak lainnya. Kaki Bayu sesekali bergerak-gerak melakukan gerakan mengolah bola saat sedang melukis. Meskipun sedang melukis pikiran bayu tetap berada di lapangan sepak bola.
(Aristo, 2010: 23)
’’ Paling si Heri sibuk dengan urusan bola! Masih anak-anak kok sudah keracunan bola! Ndak sukak aku,” lanjut Kakek. (Aristo, 2010: 19)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu dan Heri tidak bisa terlepas dari
sepak bola. Tokoh Bayu yang digambarkan dalam kutipan di atas kakinya bergerak
seolah-olah sedang bermain sepak bola padahal dia sedang melukis, hal tersebut menegaskan bahwa
Begitu juga dengan tokoh Heri yang selalu sibuk dengan urusan sepak bola, padahal Heri
masih anak-anak.
Selain kutipan di atas berikut beberapa kutipan lain yang dapat menegaskan bahwa
kedua tokoh tersebut tidak bisa terlepas dari sepak bola :
Bayu tampak lesu sepulang les. Kakek Usman masuk ke kamarnya . Keadaanpun kosong. Bayu menyalakan TV. Memilih saluran TV dan menemukan berita tentang sepak bola. Bayu terpukau sejenak.
(Aristo, 2010: 38)
Kutipan di atas menunjukkan ketika Bayu menonton TV, siaran yang dicarinya adalah
berita tentang sepak bola dan dia begitu antusias menyaksikan berita tersebut. Pada umumnya
anak seusia Bayu menyukai acara hiburan anak-anak seperti kartun dan pahlawan super.
Bayu pegang Liverpool, Heri pegang Arsenal. Mereka bermain dengan seru di kamar yang penuh denganatribut sepak bola. Poster, toa mini, syal, tempat sampah kecil bermotif Arsenal,sampai karpet. Buku- buku tentang sepak bola berserakan di rak, meja, dan sebagian di lantai.
(Aristo, 2010: 34)
Kutipan novel di atas menunjukkan Bayu dan Heri yang sedang bermain di kamar
yang penuh dengan atribut sepak bola, serta permainan yang mereka mainkan adalah video
game sepak bola. Hal ini menegaskan bahwa tokoh Bayu dan Heri tidak bisa terlepas dari
sepak bola dalam kesehariannya.
b. Melakukan Hal-hal yang tidak Proporsional
Individu atau kelompok yang fanatik terhadap sepak bola, bisa melakukan perbuatan
atau tindakan yang tidak proporsional, ketika antusiasme serta agresivitas mereka terhadap
sepak bola mendapatkan hambatan. Hambatan tersebut dapat berupa larangan untuk bermain
bola, tidak adanya wadah untuk memuaskan kegilaan mereka untuk bermain sepak bola.
Tindakan tidak proporsional adalah tindakan yang tidak sesuai dengan yang
seharusnya dilakukan, atau dengan kata lain merupakan tindakan yang kurang tepat untuk
ada faktor-faktor yang menghalangi kesenangan mereka terhadap sepak bola. Hal ini dapat
dilihat melaui kutipan berikut ini :
Bayu lalu melangkah kearah pintu. Seperti hendak membukanya. Tapi tidak. Dia malah memastikan pintu itu terkunci dengan baik. Lantas, dengan cepat Bayu bergerak ke arah jendela dan keluar dari sana. Kamar Bayu terletak di lantai dua. Namun saat hendak menuruni jendela bagian bawah, ada sesosok laki-laki tua di dalam rumah. Dia berdiri dekat jendela, memegang gelas kopi dan koran. Dialah Kakek Usman yang tak lain adalah Kakek Bayu, wajahnya tegas. ’’ Wah gawat nih kalau sampai ketauan,” gumam Bayu. Bayu pun langsung menghindari jendela itu sebisanya. Begitu menjejak tanah, Bayu langsung mengendap, berlari sambil menggiring bola. (Aristo, 2010: 12)
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bayu melakukan hal yang tidak
proporsional ketika mendapat hambatan dari orang lain, Bayu nekat keluar dari kamarnya
yang terletak di lantai dua melalui jendela agar tidak diketahui oleh kakeknya. Semua itu
dilakukannya hanya untuk bisa bermain sepak bola. Hal tersebut dianggap tidak proporsional
karena setiap orang yang ingin keluar dari ruangan pada umumnya melalui pintu bukan
melalui jendela, ditambah lagi hal tersebut dilakukan Bayu yang masih anak-anak.
Selain kutipan di atas, berikut kutipan lain yang menunjukkan adanya perilaku tidak
proporsional yang dilakukan tokoh Bayu dan Heri ketika ada hambatan saat berurusan
dengan sepak bola :
Bayu memulai latihan di kuburan. Mulanya dia sedikit canggung beerlatih, karena harus berhati-hati agar tidak merusak nisan kuburan. Lama-kelamaan dia terbiasa, malah Bayu memakai batu-batu nisan itu sebagai alat bantu latihan zig-zag. (Aristo, 2010: 69)
Bayu meliuk membawa bola di antara makam-makam itu. Heri memegang stopwatch, toa, dan peluit di leher. Zahra melongok kearah tas Bayu yang berisi alat-alat lukis. (Aristo, 2010: 71)
Kutipan di atas menunjukkan perilaku tidak proporsional lainnya yang di tunjukkan
tokoh Bayu dan Heri. Mereka berlatih sepak bola di kuburan, Lazimnya orang yang berlatih
menemukan lapangan yang bisa digunakan untuk berlatih sepak bola. Ditambah lagi prilaku
tidak proporsional tersebut mereka lakukan pada saat usia mereka masih 12 tahun. Seperti
yang dikatakan Sigmund Freud pada lapis iddalam struktur kepribadian setiap yang berkaitan
dengan insting agresif harus mendapat pemenuhan dengan segera, tanpa memperhatikan
lingkungan realitas secara objektif.
Perilaku tidak proporsional yang dilakukan tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini juga
berbentuk kebohongan dan sifat membangkang saat kesenangannya terhadap sepak bola
dibatasi.
1. Berbohong
Berbohong adalah perkataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
dusta (KBBI, 2000: 160). Seseorang akan berbohong untuk menutupi kesalahan atau kejadian
yang sebenarnya. Tokoh Bayu dan Heri melakukan kebohongan agar tidak mendapat
hambatan untuk terus bermain sepak bola. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut ini :
’’Lo bilang apa sama Kakek lo?” Tanya Heri yang tahu betul padatnya jadwal Bayu. Belum lagi urusan bola, sudah bisa dipastikan Bayu tak akan mengatakan dengan jujur. (Aristo, 2010: 46)
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bayu tidak bisa berkata dengan jujur
kepada kakeknya terutama jika berbicara urusan sepak bola. Bayu melakukan hal tersebut
karena kakeknya tidak mendukung atau memberi izin kepadanya untuk bermain sepak bola,
sehingga dia melakukan berbagai cara untuk bisa terus mempertahankan kesenangannya
terhadap sepak bola, termasuk berbohong kepada orang tua sekalipun.
Tokoh Heri juga sama seperti Bayu yang berbohong kepada orang lain. Demi bisa
melihat Bayu terus bermain sepak bola dan mewujudkan impian mereka berdua . Hal ini bisa
dilihat dari kutipan berikut ini :
waktu itu.” Pak Johan memotong, ”Kalian berbohong!” Heri dan Bayu kaget. ” Saya sudah cek ke SSB Satria Bangsa. Tidak ada nama kamu,” tuding Pak Johan dengan muka dingin. Bayu tercekat. Heri menjilat bibirnya . ” Yang bohong itu saya Pak,” sergah Heri. ”Tapi, Bapak bisa liat sendirikan bakatnya. Kmi yakin Pak Johan pasti bisa membawa Bayu masuk seleksi Tim Nasional. ” Percuma punya bakat kalau pembohong!!!” (Aristo, 2010: 48)
Dari kutipan di atas dapat dilihat Tokoh Heri membohongi Pak Johan yang
merupakan pelatih sepak bola. Heri berbohong agar Bayu bisa berlatih di sekolah sepak bola
(SSB) yang di pimpin oleh Pak Johan. Selain itu Tokoh Heri juga sangat bersemangat untuk
memperjuangkan agar Bayu bisa masuk seleksi Tim Nasional.
Berbohong sebenarnya bukan sikap yang pantas untuk dilakukan oleh setiap orang,
termasuk pada tokoh Bayu dan Heri, dalam novel ini mereka melakukan hal yang tidak
proporsional dengan berbohong kepada orang tua. Melalui kutipan di atas juga dapat
dianalisis bahwa sikap tidak jujur mereka didorong oleh rasa antusias dan agresivitas yang
tinggi untuk bermain sepak bola.
2. Membangkang
Membangkang merupakan perilaku yang tidak mau menuruti perintah, atau
menentang perintah (KBBI, 2000:101).
Tokoh Bayu dan Heri tidak mau mendengarkan perkataan orang lain, terutama jika
larangan tersebut ditujukan untuk menghalangi mereka untuk tidak berurusan dengan sepak
bola. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan novel berikut ini :
Heri memperhatikan Bayu yang masih tajub. ”Ulang tahun lo ke-12 bisa pas final liga remaja! Makanya hari ini, lupain semua larangan Kakek lo soal bola! Oke?!” (Aristo, 2010: 27)
Kutipan di atas menunjukkan adanya sifat membangkang yang dilakukan oleh tokoh
Bayu dan Heri, dengan mengabaikan larangan kakeknya soal sepak bola ketika sedang
mereka tidak memperdulikan perkataan orang lain, yang merupakan ciri dari prilaku
membangkang.
Selain kutipan di atas, berikut kutipan lain yang menunjukkan adanya sifat
membangkang dari tokoh Bayu dan Heri:
”Kamu itu kok susah banget nurut sama Kakek? Ndak ada lagi itu urusan sama sepak bola! Kamu itu mau jadi apa? Nyobak jadi pemain sepak bola kayak bapakmu itu? Terus apa jadinya?! Irupe melarat!Ibumu susah! Matine jadi supir taksi! Sekali Kakek dengar tentang sepak bola, kowe ora jadi cucuku meneh! Titik!” (Aristo, 2010: 38)
Kutipan di atas menunjukkan sikap pembangkang dari tokoh Bayu yang susah
menuruti perkataan kakek yang melarangnya untuk berurusan dengan sepak bola, karena
kakeknya menganggap sepak bola itu tidak menjanjikan untuk masa depan Bayu.
Dari beberapa kutipan diatas, perilaku tidak proporsional yang dilakukan oleh tokoh
Bayu dan Heri, disebabkan karena adanya hambatan serta larangan dari pihak luar terhadap
rasa antusiasme mereka kepada sepak bola. Melakukan tindakan tidak proporsional ketika
antusiasme dihalangi atau dibatasi merupakan ciri dari perilaku fanatik.
c. Mengidolakan Tim Serta Tokoh Sepak Bola
Salah satu ciri orang yang fanatik terhadap sepak bola yaitu mempunyai tim atau
tokoh sepak bola yang sangat dicintai. Bentuk kecintaan terhadap tim atau tokoh tersebut bisa
berupa mengoleksi benda-benda yang berhubungan dengan tim atau tokoh sepak bola
tersebut, misalnya seperti seragam, foto pemain atau bisa juga dengan meniru kebiasaan,
penampilan, dan teknik tokoh tersebut dalam bermain sepak bola.
Tokoh Bayu dan Heri juga memiliki tim serta tokoh sepak bola yang mereka kagumi
dan menjadi inspirasi mereka dalam bermain sepak bola. Hal ini dapat dilihat dari kutipan
Bayu mendapat giliran bercerita di depan kelas les bahasa Inggris. ”I, ehm… realy
like liverpoll. Soalnya,ehm,…first they has, eh, they have The Beatles and they have Liverpool Football Cub! I love them! I love Steven Gerarrd!”. (Aristo, 2010: 45)
Bayu mengambil brosur. Bayu tersenyum tipis. ” Masuk sarang musuh ni gue . Liverpool ke Arsenal,” gumam Bayu yang memang penggemar berat Liverpool, berbeda dengan Heri. (Aristo, 2010: 46)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu sangat menyukai Liverpool yang
merupakan salah satu tim sepak bola terbesar di dunia selain itu tokoh Bayu juga sangat
mengidolakan Steven Gerarrd yaitu seorang pemain sepak bola ternama dari inggris.
Tokoh Heri juga mempunyai tim sepak bola tokoh yang sangat diidolakannya terlihat
melalui kutipan berikut ini :
Bayu dan Heri menunggu di meja resepsionis. Seorang perempuan sedang menelepon. Ada beberapa brosur di meja resepsionis itu. Heri melotot melihat lambang-lambang Arsenal. (Aristo, 2010: 46)
Bang Duloh membereskan letak pinggang celananya. Logat Betawi-Arabnya terdengar kental. Baru jelas sekarang, kalau ternyata Heri duduk di kursi roda elektrik .kursi roda yang dihiasi dengan ornamen tempelan berbau bola, terutama klub bola Inggris Arsenal. (Aristo, 2010: 22)
Heri menoleh dan melihat Pak Johan bersama seorang pria Indonesia lain yang necis. Pria itu disertai asistennya yang tampak girang berjalan bersama sosok asing yang dia kenal. Sosok yang dikagumi nya. Arsene Wenger. (Aristo, 2010: 46)
Kutipan di atas menunjukkan bahawa tokoh Heri sangat mengidolakan Arsenal, yang
merupakan tim sepak bola besar dari Inggris. Hal tersebut ditunjukkan melalui ekspresinya
yang antusias melihat gambar-gambar yang berhubungan dengan Arsenal. Kursi roda Heri
juga dihiasi dengan ornamen tempelan yang berbau sepak bola, terutama yang berhubungan
dengan tim Arsenal. Selain itu tokoh Heri juga mengagumi Arsene Wenger yang merupakan
pelatih tim sepak bola Arsenal.
Selain mempunyai tim sepak bola yang diidolakan, orang yang fanatik terhadap sepak
kagum terhadap tokoh sepak bola yang diidolakan, akan mengakibatkan adanya dorongan
untuk menjadi seperti yang diidolakan dan meniru kebiasaannya. Hal tersebut dapat dilihat
melaui kutipan berikut ini :
”Soal stamina, lo tenang aja. Gue baru baca, nih, di sini. Arsene Wenger itu ngerubah Arsenal pake pisang. Lo harus banyak makan pisang Bay!” saran Heri. (Aristo, 2010: 76)
Kutipan diatas menunjukkan bahwa Tokoh Bayu dan Heri meniru kebiasaan tokoh
yang mereka idolakan yaitu Arsene Wenger untuk mengkonsumsi pisang jika ingin
menambah stamina.
Kutipan lain yang menunjukkan adanya prilaku meniru tokoh yang diidolakan oleh
tokoh Bayu dan Heri yaitu:
Bayu malah asyik melukis di kamarnya. Kuas , cat, palet dan lainnya tergeletak disamping. Tapi, dia bukan melukis di kanvas. Dia sedang menggambar lambing garuda di sebuah kaos oblong berwarna merah. Menggambar dengan spidol, lalu mewarnai dengan kuas. Begitu selesai, dia membentangkan kaos itu dan memandangya dengan bangga.
(Aristo, 2010: 42)
”Aku masuk SSB itu biar bisa ikut seleksi Tim Nasional. Aku pengen pakek ini,” Bayu menunjuk foto pemain nasional yang memakai seragam Tim Nasional dengan lambang garuda di dada. (Aristo, 2010: 78)
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bayu sangat ingin menggunakan
seragam yang sama seperti yang di guakan pemain sepak bola yang ada di dalam foto yang
ditunjuknya. Selain itu Bayu juga sengaja menggambar lambang garuda pada sebuah kaos
agar bisa terlihat mirip dengan foto pemain Tim Nasional yang diidolakannya.
Perilaku lain yang menunjukkan adanya sifat fanatik terhadap sepak bola adalah
dengan mengoleksi atau mengumpulkan benda-benda yang berhubungan dengan sepak bola .
Tokoh Bayu dan Heri juga mengoleksi benda-benda yang berhubungan dengan sepak
Bayu memegang Liverpool, Heri memegang Arsenal. Mereka bermain di kamar yang penuh dengan atribut sepak bola. Poster, toa mini, syal, tempat sampah kecil bermotif Arsenal, sampai karpet. Buku-buku tentang sepak bola berserakan di rak, meja, dan ada sebagian di lantai.
(Aristo, 2010: 34)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu dan Heri sangat menyukai sepak
bola. Tokoh Bayu dan Heri mengumpulkan bermacam-macam atribut sepak bola terutama
atribut dari klub yang mereka sukai.
4.1.2 Fanatisme terhadap Sepak Bola Berdasarkan Pemikiran dan Suasana Kejiwaan
Individu atau kelompok yang berperilaku fanatik terhadap sepak bola, dapat dilihat
melalui pemikiran dan suasana kejiwaannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
sepak bola. Suasana kejiwaan mencakup sisi emosi dari tiap individu. Emosi adalah luapan
perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu sigkat, seperti (kegembiraan, kesedihan,
keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat objektif). (KBBI, 2000: 298).
Tokoh Bayu dan Heri memiliki pemikiran serta emosi tersendiri terhadap sepak bola,
hal tersebut mereka tunjukkan melalui semangat, dan kecintaan mereka terhadap sepak bola.
Hal tersebut dapat dilihat melauli kutipan novel berikut :
Bayu tampak mencari orang-orang di kursi penonton. Dia melihat kakek dan ibunya sudah datang. Kakek Usman terlihat gagah, meski harus duduk di kursi roda. Bayu tersenyum lebar. Ini adalah kesempatan Bayu untuk memperlihatkan kecintaanya pada sepak bola di hadapan kakek dan ibunya. Kecintaan yang sudah dipupuk sedari kecil bersama sang ayah tercinta. (Aristo, 2010: 135)
Kutipan novel di atas membuktikan bahawa tokoh Bayu sangat mencintai sepak bola
dan ingin membuktikannya kepada orang lain, yaitu ibu dan kakeknya.
Kecintaannya terhadap sepak bola tersebut sudah ada sejak dia kecil saat dia masih bersama
ayahnya.
Selain memiliki kecintaan terhadap sepak bola, individu yang berperilaku fanatik
Tokoh Bayu dan Heri selalu bersemangat pada hal-hal yang berhubungan dengan
sepak bola. Ini bisa dilihat melalui kutipan novel berikut :
Bayu menatap lagi kea rah foto lain yang ada di map. Matanya berkejap-kejap menatap foto itu. Foto dia dan ayahnya yang sedang bermain bola saat dia kecil. Semangatnya kian menyala setiap melihat foto itu.
(Aristo, 2010:12)
Kutipan novel di atas menunjukkan bahwa, hanya dengan melihat fotonya yang
sedang bermain sepak bola bersama ayahnya, Bayu bisa langsung bersemangat.
Selain melalui suasana kejiwaan, prilaku fanatik juga bisa dilihat melalui
pemikirannya terhadap apa yang diyakininya. Individu yang berprilaku fanatik memiliki
pemikiran tersendiri terhadap suatu hal dan tidak menerima pendapat dari orang lain yang
menentang pemikirannya.
Tokoh Bayu dan Heri meiliki keyakinan yang kuat terhadap sepak bola dan tidak
menerima pendapat orang lain. Hal ini terlihat dalam kutipan novel berikut :
”Kakek saya selama ini bilang kalo sepak bola itu gak ada gunanya. Apalagi sepak bola Indonesia. Saya mau buktiin kalo itu nggak bener! Saya mau buktiin kalo sepak bola itu bisa buat dia bangga sama saya! Saya mau lolos seleksi Tim Nasional!” kalimat Bayu begitu bersemangat. (Aristo, 2010: 128)
Kutipan novel di atas menunjukkan keyakinan Bayu terhadap sepak bola yang sangat
kuat, dan menganggap pemikiran kakeknya yang mengatakan kalau sepak bola itu tidak ada
gunanya adalah pemikiran yang salah.
Kutipan lain yang menunjukkan adanya keyakinan yang kuat terhadap sepak bola
yaitu :
”Yaudah, serius nih. Lo mau nerima tawaran pak johan kan?” Tanya Heri memasang kening berkerut. ”Hmmm, gue pikir-pikir dulu deh,”
”Jangan kelaman mikirnya.”
”Biarin aja. Belanda nggak bakalan nyerang kilta lagi ini.”
Kutipan di atas mnunjukkan pemikiran Heri yang yakin bahwa sepak bola bisa
dipakai sebagai alat untuk membela negara dari serangan bangsa lain. Tokoh Heri
berpandangan membela negara bukan hanya dengan mengangkat senjata dan mengunakan
rudal tetapi bisa melalui sepak bola, dengan cara memenangkan pertandingan sepak bola
ketika berhadapan dengan negara lain.
4.2. Dampak Perilaku Fanatik terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri
Setiap perbuatan dan keputusan yang diambil atau dijalani pasti memiliki dampak.
Dampak merupakan pengaruh atau akibat dari setiap perbuatan dan keputusan yang telah
diambil. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola yang ditunjukkan oleh tokoh Bayu dan Heri
pasti juga menimbulkan dampak. Dampak tersebut bisa berupa dampak positif dan dampak
negatif.
4.2.1 Dampak Positif
Dampak positif adalah pengaruh atau akibat yang baik dari setiap perbuatan atau
keputusan yang diambil oleh seseorang. Berikut merupakan dampak positif dari prilaku
fanatisme terhadap sepak bola pada tokoh Bayu dan Heri.
.
a. Motivasi tinggi
Motivasi adalah kesatuan keinginan dan tujuan yang menjadi pendorong untuk
bertingkah laku (Singgih, 1989: 92). Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1. Motivasi intrinsik
Motivasi instrinsik adalah kesatuan keinginan dan tujuan yang menjadi pendorong
mempengaruhi dari luar (Singgih, 1989: 93). Dorongan dari dalam ini biasanya muncul
ketiak seseorang ingin membuktikan atau menunjukkan sesuatu kepada orang lain demi
kepuasan bagi dirinya sendiri.
Tokoh Bayu mempunyai motivasi yang tinggi sehingga dia selalu bersemangat untuk
mewujudkan semua impiannya tentang sepak bola. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan
berikut ini:
”Kakek saya selama ini bilang kalo sepak bola itu gak ada gunanya. Apalgi sepak bola Indonesia. Saya mau buktiin kalo itu nggak bener! Saya mau buktiin kalo sepak bola bisa bikin dia bangga sama saya! Saya mau lolos seleksi Tim Nasional!” kalimat Bayu begitu bersemangat. (Aristo, 2010: 128)
Kutipan di atas membuktikan bahwa, sifat fantik tokoh Bayu terhadap sepak bola
memiliki dampak positif, yaitu tokoh Bayu memiliki motivasi yang tinggi untuk
membuktikan kepada kakeknya bahwa pendapat yang selama ini dikatakan kakeknya tentang
sepak bola adalah salah. Bayu begitu bersemangat untuk mewujudkan impiannya masuk Tim
Nasional dan membuat kakeknya bangga. Motivasi yang muncul dari diri sendiri yang
ditunjukkan tokoh Bayu melaui kutipan di atas yang disebut sebagai motivasi intrinsik.
Kutipan lain yang menunjukkan adanya motivasi yang tinggi dari dalam diri tokoh Bayu
adalah sebagai berikut :
’’Aku masuk SSB itu biar bisa ikut seleksi Tim Nasional. Aku pingin pakek ini,” Bayu menunjuk foto pemain nasional yang memakai seragam Tim Nasional dengan emblem garuda di dada. Dia lantas menekan tapedari Heri. Lagu itu kembali terdengar. Bu Wahyuni menatap kesungguhan anaknya. Dia lantas mematikan tape itu. ”Tapi janji…, nanti kakek harus dikasih tau.” Bayu mengangguk dengan kuat. Hatinya begitu senang. ”dan tidak ada ulangan jelek lagi.”
”Janji sejanji-janjinya. Asal Ibu juga janji soal kakek.” Bu Wahyuni pun tersenyum. Bayu memeluk pinggang ibunya. (Aristo, 2010: 78-79)
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Bayu yang mempunyai motivasi tinggi untuk bisa
masuk Tim Nasional sepak bola Indonesia. Bayu sangat ingin bisa bermain sepak bola untuk
Ibunya juga melihat kesungguhan Bayu dalam menyampaikan keinginannya sehingga Ibunya
juga mendukung apa yang dicita-citakan anaknya.
2. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang muncul karena adanya pengaruh atau
fator-faktor dari luar yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu. Faktor
tersebut bisa berupa perkataan orang lain, imbalan atau hadiah.
Tokoh Bayu juga mendapat dorongan atau motivasi daro orang lain yaitu Heri
sahabatnya. Berikut bentuk motivasi yang diberikan Heri kepada Bayu yang terlihat melalui
kutipan novel berikut ini :
”Kan lo sering bilang, buat kakek lo itu yang penting sukses. Kalo lo uda sukses masuk Timnas…, masa, dia nggak seneng sih?”
Bayu mulai bimbang. Ah, masalahnya nggak segampang itu, keluh Bayu dalam hati. Heri melihat celah. ”Lo pikir tawaran kayak gini bakal datang dua kali? Belum tentu Bay! Belum tentu!” Bayu menatap Heri. Serius.
Heri pun menepuk pundak Bayu. ”Dia Cuma perlu tau pas lo masuk Timnas. Percaya sama gue!” Heri meyakinkan Bayu lewat tatapan matanya. Bayu pun menarik napas dan tersenyum. Mereka berdua melakukan salam tos. Lalu, membaca berita itu lagi dengan gembira. (Aristo, 2010: 42)
Kutipan di atas menunjukkan Heri yang terus meyakinkan Bayu agar mau mengikuti
seleksi Tim Nasional, padahal sebelumnya Bayu masih ragu namun setelah diyakinkan Heri,
Bayu kembali bersemangat dan yakin untuk mengikuti seleksi Tim Nasional sepak bola
Indonesia.
b. Mempunyai Tekad yang Kuat
Tekad merupakan kemauan atau kehendak yang kuat terhadap suatu tujuan. Tokoh
Bayu mempunyai tekad yang kuat untuk mewujudkan impiannya terhadap sepak bola. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan novel berikut :
Kutipan novel di atas membuktikan bahwa tokoh Bayu memiliki tekad yang kuat
untuk mewujudkan impiannya dan membuktikan kepada kakeknya bahwa sepak bola sangat
c. Setia Kawan
Setia kawan merupakan perasaan bersatu, sependapat, satu kepentingan dengan orang
lain. Menghadapi masalah yang dialami teman atau sahabat secara bersama-sama juga
merupakan bentuk dari rasa setia kawan. Tokoh Bayu dan Heri memiliki rasa setia kawan
Seperti yang ditunjukkan dalam kutipan novel berikut ini :
” Gue gak bisa ninggalin les-les gue. Kakek gue…,” Bayu terdiam menggantung sendiri kalimatnya beberapa detik. ” Nggak mungkin Her…” Heri mendekati Bayu. ” Gue udah janjikan, kita bakal ngadepinya bareng?” kata Heri menyemangati. (Aristo, 2010: 42)
Dari kutipan novel di atas dapat dilihat ketika Bayu mempunyai masalah, yaitu tidak
bisa bermain sepak bola karena jadwal les-lesnya yang terlalu padat, dan kakeknya yang
melarangnya bermain bola, Heri berusaha terus memberi semangat kepada Bayu dan berjanji
untuk menghadapinya bersama-sama. Rasa setia kawan ini bisa muncul antara mereka
berdua, karena mereka mempunyai kesamaan dan satu pemahaman tentang sepak bola.
Kutipan lain yang menunjukkan adanya rasa setia kawan antara tokoh Bayu dan Heri
dapat dilihat melalui kutipan novel berikut ini :
Heri menelan ludahnya, lalu menarik nafas dalam-dalam. ” Bay, gue udah begini dari kecil. Gue nggak bisa punya mimpi kayak lo. Jadi pemain Tim Nasional. Tapi gue uda senang banget kalo lo bisa jadi itu! Tau kenapa? Karena gue pingin Tim Nasional kita beneran jadi jago. Dan lo, temen gue, ada di situ!” (Aristo, 2010: 122)
Kutipan novel di atas menunjukkan rasa setia kawan tokoh Heri, yang mendukung
Bayu untuk meraih mimpi tanpa ada rasa iri, walaupun Heri sadar dia tidak bisa bermimpi
menjadi pemain sepak bola karena menderita kelumpuhan sejak dia kecil, namun dia akan
merasa sangat senang jika Bayu bisa mewujudkan impiannya untuk menjadi pemain sepak
bola. Perasaan senang dan bangga ketika melihat seorang sahabat berhasil, tanpa ada rasa iri
d. Pantang Menyerah
Tokoh Bayu memiliki sifat pantang menyerah untuk mewujudkan impiannya
menjadi pemain sepak bola. Hal ini terlihat melalui kutipan novel berikut ini :
” Kalo nggak kepilih gimana? Mau berenti main bola?” ”Ya nggak dong, masak gara-gara nggak kepilih doang, berenti maen bola. Lagian gua uda berhenti ngelukis dan main drum.”
”Walaupun gue berharap banget kepilih, tapi gue gak mau ngandelin seleksi ini. Bisa ajakan, tahun depan gue ikutan lagi atau gue ikut seleksi lainnya”(Aristo, 2010: 138)
Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Bayu yang memiliki sifat pantang
menyerah, ketika ditanya Heri apa yang dilakukannya jika dia tidak lolos seleksi masuk Tim
Nasional, Bayu mengatakan akan terus mencoba pada kesempatan-kesempatan lain dan tidak
mau puas denagn satu seleksi saja.
4.2.2 Dampak Negatif
Dampak negatif adalah pengaruh atau akibat yang buruk dari setiap perbuatan atau
keputusan yang diambil seseorang. Selain memiliki dampak positif prilaku fanatik terhadap
sepak bola pasti juga memiliki dampak yang negatif. Berikut adalah dampak negatif dari
prilaku fanatisme terhadap sepak bola pada tokoh Bayu dan Heri.
a. Berbohong
Berbohong merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku
fanatik. Berbohong adalah berkata tidak jujur atau tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya terjadi. Orang yang berprilaku fanatik terhadap sesuatu, akan menggunakan
segala cara untuk memuaskan keinginannya terhadap hal tesebut termasuk dengan berbohong
Tokoh Bayu dan Heri selalu berbohong kepada orang lain, terutama pada kakeknya,
kebohongan ini mereka lakukan agar bisa terus bermain bola. Kebohongan yang dilakukan
tokoh Bayu dan Heri dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Kakek Usman menarik wajah Bayu, menatapnya tajam. Lalu diam sejenak.
” Terserah kamu Le. Kakek ndak mau maksa lagi. Cuma kok ya, bohongi Kakek aja berani, tapi sama seleksi yang tinggal tiga hari lagi malah melempem.” (Aristo, 2010: 126)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa bayu berani membohongi kakeknya untuk bisa
bermain sepak bola. Kutipan lain yang menunjukkan kebohongan dari tokoh Bayu dan Heri
terlihat dalam kutipan berikut ini:
’’Lo bilang apa sama Kakek lo?” Tanya Heri yang tahu betul padatnya jadwal Bayu. Belum lagi urusan bola, sudah bisa dipastikan Bayu tak akan mengatakan dengan jujur.
”Mau nyari buku buat les Bahasa Inggris yang bagus.” ”Pinter juga lo nyari-nyari alasan.” (Aristo, 2010: 46)
Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Bayu yang tidak bisa berkata dengan jujur
kepada kakeknya, terutama ketika berurusan dengan sepak bola, karena kakeknya tidak
pernah mengizinkan Bayu untuk berurusan dengan sepak bola. Bayu mengatakan kepada
kakeknya bahwa dia ingin mencari buku pelajaran Bahasa Inggris agar mendapat izin
kakeknya untuk pergi keluar rumah, padahal sebenarnaya Bayu pergi ke Sekolah Sepak Bola
(SSB).
Kutipan-kutipan lain yang menunjukkan kebohongan tokoh Bayu dan Heri untuk
bisa bermain bola adalah sebagai berikut ini :
Bayu melempar pandangan antara Heri dan mobil Pak Johan. Lalu, dia berlari kencang dan menghadang mobil Pak Johan.
” STOP PAK, PAK STOP!”
Rem mobil Pak Johan berdecit pelan. Kaca mobil terbuka, Pak Johan melotot. ” Mau apa lagi kamu? Mau bohong apa lagi? Cepat minggir!” (Aristo, 2010: 128)
Beberapa kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu dan Heri sering
melakukan kebohongan kepada orang lain, mulai dari berbohong kepada Kakek, kemudian
berbohong kepada Pak Johan yang merupakan pelatih sekolah sepak bola (SSB) Arsenal agar
bisa berlatih sepak bola.
b. Tidak Mau Mendengar Perkataan Orang Lain
Tokoh Bayu dan Heri tidak mau mendengarkan perkataan orang lain, yang mereka
anggap bertujuan untuk menghalangi kesenangan serta kecintaan mereka terhadap dunia
sepak bola. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan novel berikut :
Heri memperhatikan Bayu yang masih takjub. ”Ulang tahun lo ke-12 bisa pas final liga remaja! Makanya hari ini, lupain semua larangan Kakek lo soal bola! Oke?!” Bayu pun tersenyum. Bang Duloh mengiringi mereka dari belakang, sambil sesekali senang melihat banyaknya orang dengan atribut bola, Beberapa menit kemudian mereka masuk ke dalam stadion (Aristo, 2010: 27)
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Heri yang mempengaruhi bayu agar tidak perlu
memperdulikan larangan yang diberikan Kakeknya, yaitu untuk tidak berurusan dengan
sepak bola, ketika mereka akan menyaksikan pertandingan sepak bola di dalam stadion.
Kutipan lain yang memperlihatkan bahwa Bayu dan Heri tidak mau mendengarkan
pendapat orang lain, dapat dilihat melalui kutipan berikut ini :
Kutipan di atas membuktikan bahwa Bayu yang sangat cinta terhadap sepak bola
tidak mau menuruti perkataan Kakek Usman yang melarang dia untuk bermain sepak bola
sehingga Kakek Usman marah kepadanya. Kakek Usman tikak mau Bayu menjadi seperti
ayahnya yang kehidupannya melarat sebagai pemain sepak bola.
c. Menurunnya Minat Belajar di Sekolah
Tokoh Bayu terlalu sibuk dengan urusan sepak bola demi mewujudkan impiannya.
Hal tersebut mengakibatkan menurunnya minat belajar di sekolah, yang berdampak pada
nilai ulangannya yang menurun. Tokoh Bayu lebih bersemangat bermain sepak bola
dibandingkan dengan mengikuti pelajaran di sekolah. Hal tersebut dapat dilihat melalui
kutipan berikut ini :
Keesokan harinya, Bayu harus les Matematika. Bayu terlihat bosan di dalam kelas Matematika. Tangannya malah mencoret buku dengan gambar pemain sepak bola. (Aristo, 2010: 39)
Kutipan di atas menunjukkan tokoh Bayu yang tidak bersemangat dalam mengikuti
pelajaran, terbukti pada saat pelajaran Matematika Bayu terlihat bosan dan malah mencoret
bukunya dengan gambar pemain bola yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran
Matematika.
Bayu menatap ke arah papan tulis dengan malas. Seandainya papan tulis itu jadi TV layar lebar ang menayangkan pertandingan sepak bola, pasti bayu bakal betah duduk di kelas. (Aristo, 2010: 40)
Kutipan novel di atas menunjukkan Bayu yang tidak bersemangat untuk menatap
papan tulis, serta tidak betah berada di dalam kelas, Bayu malah membayangkan papan tulis
tersebut berubah menjadi TV layar lebar yang menayangkan pertandingan sepak bola agar
dia bisa betah di dalam kelas. Hal tersebut membuktikan bahwa bagi Bayu sepak bola lebih
Selain kutipan di atas berikut kutipan lain yang menunjukkan menurunnya minat
belajar tokoh Bayu :
Di kelas Bayu sedang belajar Sejarah Indonesia. Di papan tulis ada tulisan Rengasdengklok.
”Jadi seminggu menjelang proklamasi, kaum muda juga ikut menentukan nasib bangsa ini. Mereka menolak jika hanya menunggu keputusan kaum tua,” jelas Pak Juhro yang sedang mengajar di kelas Bayu. Bayu sesekali melongok keluar. Matanya menerawang, dia tidak berkonsentrasi. (Aristo, 2010: 80)
Kutipan novel di atas menunjukkan Bayu yang tidak berkonsentrasi pada saat guru
sedang menerangkan pelajaran Sejarah Indonesia. Bayu malah termenung sambil melihat ke
arah luar kelas.
Menurunnya minat belajar juga mengakibatkan menurunnya nilai pelajaran di
sekolah. Tokoh Bayu yang terlalu sering berurusan dengan sepak bola sehinga
mengakibatkan nilai ulangannya juga menurun. Berikut kutipan novel yang menunjukkan
menurunnya nilai pelajaran Bayu :
Sayangnya, latihan terus-menerus itu membuat Bayu kerap tertidur di dalam kelas. Bukunya penuh dengan oretan taktik bola.
Dan siang ini, Bayu sedang suntuk di depan kelas memegang kertas ulangan. Heri mendekat, di tangannya ada brosur pengumuman tes masuk beasiswa di SSB Arsenal. Lalu dia melihat hasil ulangan yang buruk di tangan Bayu. ” Ulangan gue dapat jelek Her,” lapor Bayu sedih. Ulangan yang buruk itu terbuka di meja makan sekarang. Bu Wahyuni menatap marah ke arah Bayu. ”Kamu jangan nambahin masalah ibu Bay. Kamukan tahu ibu lagi susah. Cari downline zaman sekarang nggak gampang! Orang udah nggak percaya sama MLM…., nggak kayak dulu,” kata Ibu. Bayu menunduk.(Aristo, 2010: 72)
Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Bayu yang terlalu sering latihan sepak bola,
sehingga dia sering tertidur di dalam kelas, serta buku pelajaran yang seharusnya berisi
materi pembelajaran, ditulisinya dengan catatan-catatan taktik strategi bermain sepak bola.
Hal tersebut sangat berpengaruh pada prestasi di bidang akademik, terbukti dengan
menurunnya hasil ulangan di sekolahnya. Sehingga ibunya sangat marah kepada Bayu.
Tokoh Heri juga mengalami penurunan minat belajar di sekolah karena selalu sibuk
Kelas Heri sedang belajar matematika. Gurunya sedang mengajarkan hitung efektif. ”Nah, perhatikan sekarang! Semua angka yang dijumlahkan dengan angka Sembilan, hasilnya pasti jadi belasan dengan angka akhir lebih kecil dari angka satuan tersebut. Misalnaya 9 ditambah 3 hasilnya 12.” Heri malah terlihat sibuk sendiri di meja khususnya. Dia ternyata sedang sibuk membuat daftar makanan dan hitungan kalori. Saat pulang sekolah, Heri menyerahkan daftar vitamin dan makanan yang harus di konsumsi Bayu. ”Ini mesti lo ikutin kalo mau punya nafas kuda,” kata Heri. (Aristo, 2010: 81)
Kutipan di atas memperlihatkan tokoh Heri yang sibuk dengan urusannya sendiri
ketika gurunya sedang menerangkan pelajaran di depan kelas. Heri sibuk dengan membuat
daftar makanan dan hitungan kalori. Daftar tersebut dibuat untuk diberikan kepada Bayu agar
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Perilaku fanatik bisa timbul karena adanya agresivitas serta kecintaan yang berlebihan
terhadap suatu hal tanpa memperdulikan kondisi dan realitas yang ada.
Berdasarkan hasil analisis terhadap novel Gruda Di Dadakutentang perilaku fanatik
tokoh Bayu dan Heri terhadap sepak bola beserta dampaknya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatik terhadap sepak bola, baik berdasarkan
perbuatan maupun pemikiran.
Berdasarkan perbuatan, prilaku fanatik tokoh Bayu dan Heri dibuktikan melalui perilaku
mereka yang tidak bisa terlepas dari sepak bola, melakukan hal-hal yang tidak proporsional
untuk dilakukan anak seusia mereka, demi memuaskan kesenangan mereka terhadap sepak
bola, seperti berbohong dan membangkang kepada orang tua. Mereka juga memiliki tim serta
tokoh sepak bola yang sangat mereka idolakan. Kemudian dari suasana kejiwaan serta
pemikiran tokoh Bayu dan Heri, bisa dilihat bahwa mereka berperilaku fanatik, terbukti dari
rasa antusiasme dan semangat yang tinggi ketika melakukan aktivitas yang berhubungan
denagn sepak bola.
Perilaku fanatik terhadap sepak bola pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini bisa
menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari perilaku fanatik yang ada
dalam novel ini yaitu, memiliki motivasi tinggi, memiliki tekad yang kuat, serta rasa setia
kawan. Adapun dampak negatif yang ada seperti, berbohong, tidak mau mendengarkan
5.2 Saran
Novel Garuda Di Dadaku sangat menarik untuk diteliti, melalu pendekatan yang
berbeda, seperti menggunakan pendekat sosiologi sastra untuk menganalisis nilai-nilai lain
yang terkandung di dalamnya, contohnya nilai patriotisme, nilai pendidikan, serta nilai
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep
Konsep dalam penilitian ini adalah:
2.1.1 Novel
Novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang dibangun oleh
unsur-unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2013:12).
2.1.2 Fanatisme
Menurut Ismail (2008: 28) Sering kali terdengar kata fanatik atau fanatisme pada
berita atau hal yang berhubungan dengan agama dan olahraga tetapi jarang yang
mengetahuideskripsi secara jelas mengenai fanatik atau fanatisme. Jika ditelusuri lebih
dalam, sebenarnya kata fanatisme berasal dari kata fanatik, yang dalamkamus bahasa
Indonesia artinya adalah teramat kuat kepercayaan atau keyakinan terhadap ajaran (politik
agama, dsb).
Sikap fanatik adalah sikap yang mengingkari kepribadian orang lain, orang fanatik
berpendapat tidak ada orang yang mengerti dirinya dan tidak ada pendapat yang benar
kecuali pendapatnya sendiri. (Yustinus, 2006:461).
2.1.3 Tokoh
Menurut Nurgiyantoro (2013:247) Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu
karya naratif, atau drama, yang ditafsirkan oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral
dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan
2.1.4 Sepak Bola
Menurut Luxbacher (2008: 2) sepak bola adalah olahraga yang dimainkan oleh dua tim
yang masing-masinh beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang
dan berusaha menjebol gawang lawan.
2.2Landasan Teori
Landasan teori dalam penelitian ini adalah:
2.2.1 Psikologi Sastra
Menurut Freud menggembangkan konsep id, ego, dan superego sebagai struktur
kepribadian. Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang merupakan bagian yang primitif dari
kepribadian. Kekuatan yang berkaitan dengan id mencakup insting seksual dan insting
agresif. Id membutuhkan pemenuhan dengan segera tanpa memperhatikan lingkungan realitas
secara objektif. Freud menyebutnya sebagai prinsip kenikmatan. Ego sadar akan realitas.
Oleh karena itu, Freud menyebutnya sebagai prinsip realitas. Ego menyesuaikan diri dengan
realitas. Superego mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Oleh
karena itu Freud menyebutnya sebagai prinsip moral. Superego berkembang pada permulaan
masa anak sewaktu peraturan-peraturan diberikan oleh orang tua dengan menggunakan
hadiah dan hukuman (Wiyatmi, 2011:11)
2.2.2 Fanatisme
Ismail (2008: 30) fanatisme terdiri atas beberapa bentuk, yaitu :
1.Fanatisme konsumen agama.
2. Fanatisme ideologi dan politik.
3. Fanatisme kesenangan, olahraga,etnik dan kesatuan.
Ismail (2008: 31) menyatakan suatu perilaku tidak terlepas dariciri yang menjadikan
1. Adanya antusiasme atau semangat berlebihan yang tidakberdasarkan pada akal sehat
melainkan pada emosi tidak terkendali.Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang yang
fanatik melakukan hal-halyang tidak proporsional, sehingga akhirnya melakukan hal-hal
yangkurang waras.
2.Pendidikan yang berwawasan luas dapat menimbulkanbenih-benih sikap soldier, sebaliknya
indoktrinasi yang kecil dapatmengakibatkan benih-benih fanatisme.
Indikator-indikator fanatisme sebagai berikut:
1. Fanatik organisasi, mengklaim yang paling benar dan yang lain salah.
2. Fanatik pada keyakinannya sendiri dengan tidak didukung rasa yang toleran dan hati yang
lapang.
3. Fanatisme terhadap suatu pendapat tanpa mengakui adanya pendapat lain dan merasa benar
sendiri atau tidak menghormati orang lain.
2.3Tinjauan Pustaka
Novel Garuda di Dadaku belum pernah diteliti secara serius. Oleh karena itu, penulis
mencantumkan beberapa pendapat dan resensi tentang novel Garuda di Dadaku.Berikut
adalah pendapat yang berhubungan dengan novel Garuda di Dadaku.
Sebuah resensi tentang novel Garuda di Dadakuyang ditulis oleh Sellyna Sihite
dalam sebuah blog tahun 2012. Dikatakan bahwa novel garuda di Dadaku bagus, sangat
motivasional dan mendidik. Selain itu, novel ini membangkitkan semangat nasionalisme bagi
pembaca. Dilihat dari penggunaan bahasa, novel ini menggunakan bahasa yang informal dan
mudah dipahami oleh pembaca.
http://sellynadream.blogspot.com/2012/10/resensi-garuda-di-dadaku.html#
Sebuah blog mengatakan bahwa novel Garuda di Dadaku adalah novel yang
menjadi seorang pemain sepak bola. Novel ini Garuda di Dadaku memberikan semangat bagi
pembaca untuk mencapai cita-cita.
http://bheperfek.tumblr.com/post/2152331549/sinopsis-novel-garuda-di-dadaku
Sebuah blog yang ditulis oleh Edgawa mengatakan novel Garuda di Dadaku dapat
meningkatkan motivasi para pesepak bola agar memajukan dunia sepak bola Indonesia.
Selain itu, novel ini akan membangkitkan gairah dan emosi pembaca agar sepak bola nasional
dapat maju seperti yang diimpikan dalam novel Garuda di Dadaku.
http://aifedogawa.blogspot.com/2009/11/resensi-novel-garuda-di-dadaku.html
Selain mengemukakan beberapa pendapat mengenai novel Garuda di Dadaku, berikut
adalah beberapa tinjauan yang berhubungan dengan fanatisme.
Iqni Malfaid, Universitas Muhammadiyah Surakarta meneliti Fanatisme Suporter
Sepak Bola Untuk Menanamkan Solidaritas Sosial. Tulisan ini meneliti fans fanatik sepak
bola untuk menumbuhkan solidaritas sosial, dan membahas solusi yang menjadi kendala yang
dialami para suporter sepak bola.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aprilia Pradita Eka Putri S dari Universitas
Katolik. Tulisan ini membahas hubungan konformitas dan fanatisme klub suporter sepak bola
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Karya sastra merupakan ungkapan atau hasil kreativitas pengarang yang
mempergunakan media bahasa dan diabadikan untuk kepentingan estetis (keindahan). Di
dalam karya sastra dapat ternuansakan suasana kejiwaan pengarang baik secara pikiran
maupun suasana rasa, yang ditangkap dari gejala kejiwaan para tokoh dalam karya sastra
tersebut. Seorang pengarang tidak hanya ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya,
melainkan secara implisit ia juga mendorong, mempengaruhi pembaca agar ikut memahami,
menghayati, dan menyadari masalah serta ide yang diungkapkan dalam karyanya melalui
tokoh yang dihadirkan.
Karya sastra merupakan sesuatu yang otonom, yaitu bercirikan suatu koherensi, yang
memiliki keselarasan antara bentuk dan isi. Setiap isi berkaitan dengan suatu bentuk atau
ungkapan tertentu. (Luxemburg, 1992:s5)
Karya sastra dapat berupa novel, puisi, cerpen, dan bermacam-macam
kesusastraan daerah lainnya. Hakikat karya sastra adalah karya sastramempunyai misi
tertentu yang menyangkut persoalan hidup dan kehidupan manusia.Demikian juga novel
menceritakan kehidupan yang terjadi dalam masyarakat sepertimasalah sosial yang tercakup
didalamnya masalah agama, adat istiadat, pendidikan,ekonomi, politik, dan lain-lain.
Dalam sebuah karya sastra, sering kali ditemukan fenomena-fenomena kejiwaan yang
dapat dilihat melalui prilaku tokoh yang ada. Salah satu fenomena kejiwaan yang ada dalam
karya sastra yaitu fanatisme. Fanatisme merupakan fenomena yang banyak ditemukan di
dunia ini, sering ditunjukkan melalui sikap maupun tindakan yang mengagungkan sesuatu.
pada dogmatisasi (Supelli, 2011:21). Fanatisme adalah tindakan atau pemahaman yang
menganggap bahwa keyakinannya sudah sahih , sehingga segala macam bentuk kritik yang
ditujukan pada keyakinannnya adalah sesuatu yang tidak diperkenankan. Penolakan mereka
(para fanatis itu) terhadap kritik tersebut bisa melahirkan tindakan-tindakan intoleran.
Fenomena fanatisme pun tak bisa lepas dari prilaku menafsirkan. “Sejarah pernah bergeser
dari zaman iman (the Age of Faith), ke zaman nalar (the Age of Reason), dan kini bergeser
lagi ke zaman penafsiran (the Age of Interpretion), sehingga bahkan ’’tak ada fakta, hanya
ada penafsiran” yang sebenarnya juga sebuah penafsiran” (Supelli, 2011:73).
Fenomena fanatisme dapat ditelaah melalui ilmu psikologi. Yaitu ilmu yang
mempelajari kejiwaan seseorang.Di dalam ilmu psikologi seorang yang fanatis biasanya tidak
mampu memahami apa yang ada di luar dirinya.
Menurut Sangidu (2004:30), psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang
mengandung masalah-masalah psikologis dalam suatu karya sastra yang memuat peristiwa
kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh yang imajiner atau faktual yang ada di
dalam karya sastra.
Kegemaran yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu tanpa disadari membentuk
perilaku yang agresif, novel Garuda di Dadaku adalah salah satu novel yang
memperlihatkan adanya kesukaan yang berlebihan terhadap sesuatu, novel ini menceritakan
tentang kegilaan seseorang terhadap sepakbola, yaitu pada tokoh Bayu dan Heri. Mereka
adalah sahabat baik yang seluruh kehidupannya terinspirasi dari sepakbola, kecintaan dan
kegilaan mereka terhadap sepakbola membuat tokoh Bayu dan Heri merelakan segalanya
demi mewujudkan impian sepakbola mereka. Kedua tokoh ini rela berkorban dan berbohong,
bahkan melakukan hal-hal yang diluar jangkauan batas anak seusia mereka.
Kecintaan serta kegilaan tokoh Bayu dan Heri yang berlebihan terhadap sepakbola,
28) Sering kali terdengar kata fanatik atau fanatisme pada berita atau hal yang berhubungan
dengan agama dan olahraga tetapi jarang yang mengetahui deskripsi secara jelas mengenai
fanatik atau fanatisme. Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya kata fanatisme berasal dari
kata fanatik, yang dalam kamus bahasa Indonesia artinya adalah teramat kuat kepercayaan
(keyakinan) terhadap ajaran (politik,agama, dsb).
Ismail (2008:30) fanatisme terdiri beberapa bentuk yaitu fanatisme konsumen agama,
ideologi dan politik, kesenangan, olahraga, etnik dan kesatuan. Sikap fanatisme yang dimiliki
tokoh Bayu dan Heri memberikan rasa ingin tahu peneliti untuk mendalami novel Garuda di
Dadaku. Prilaku yang tidak terkontrol dan keyakinan terhadap masa depan mereka ada pada
sepakbola yang ditunjukkan tokoh Bayu dan Heri membuat novel ini sangat menarik untuk
diteliti.
Penelitian ini juga akan melihat dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan
dari perilaku fanatik yang dimiliki tokoh Bayu dan Heri, karena fanatisme terhadap dunia
olahraga saat ini banyak menimbulkan kontroversi yang ditimbulkan karena adanya
keragaman sikap dan prilaku yang berlebihan.
Kegilaan Bayu dan Heri terhadap sepakbola membuatnya sering berbohong kepada
kakeknya. Segala hal yang dilakukannya tidak lain hanya untuk memuaskan kecintaannya
terhadap sepakbola. Ketika Bayu disarankan les melukis dan bermain musik oleh kakeknya
Bayu tidak tertarik, justru sebaliknya ia bolos bersama Heri mencari lokasi strategis untuk
bermain sepakbola, ketika Bayu disuruh untuk tidur oleh kakeknya ia memainkan bola di
dalam kamarnya.
Fanatisme ataupun sikap atraktif suporter sepak bola dapat dilihat dari atribut yang
mereka gunakan (Soemanto, 2007:33).Heri merupakan teman akrab Bayu, obsesinya
terhadap sepakbola membuat Heri sangat nyaman berteman dengan Bayu, namun Heri
Heri selalu mendukung segala tindakan yang berhubungan dengan sepakbola. Kegilaan Heri
terhadap sepakbola terlihat dari wawasannya yang begitu luas, ia mengetahui seluk-beluk
dunia sepakbola di usianya yang sangat muda, jika dilihat dari usianya mustahil bagi anak
seusianya mengetahui dunia sepakbola secara mendalam. Seolah-olah ia sudah seperti
seorang pengamat sepakbola profesional.
Melalui fenomena-fenomena yang telah diuraikan di atas, maka sikap fanatisme
terhadap sepakbola pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda di Dadaku perlu untuk
diteliti
1.2Rumusan masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku fanatisme terhadap sepakbola yang terdapat
dalam novel Garuda di Dadakupada tokoh Bayu dan Heri melalui teori psikologi
sastra?
2. Bagaimana dampak positif dan dampaknegatif yang ditimbulkan dari perilaku
fanatisme terhadap sepakbola pada tokoh Bayu dan Heri?
1.3Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada bentuk perilaku fanatisme dan dampaknya yang
terdapat dalam novel tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda di Dadakupada tokoh Bayu
dan Heri, pembatasan masalah dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas dan lebih
terarah.
1.4Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:
a. Mendeskripsikanbentuk-bentuk perilaku fanatisme terhadap sepakbola tokoh Bayu
dan Heri dalam novel Garuda di Dadaku.
b. Mendeskripsikan dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh sikap
fanatisme terhadap sepakbola dalam novel Garuda di Dadaku menggunakan teori
1.5Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini menambah pemahaman tentang bentuk perilaku fanatisme dan cara
menganalisis unsur fanatisme menggunakan teori psikologi sastra.
b. Penelitian ini memberikan pengetahuan bahwa sikap fanatisme dapat menimbulkan
dampak positif dan negatif.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca untuk menikmati dan memahami novel
Garuda di Dadaku.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti yang akan membahas
FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN ARISTO:
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
Ahmad Dermawan Hasibuan Fakultas Ilmu Budaya USU
ABSTRAK
Fanatisme merupakan fenomena kejiwaan seseorang yang memiliki agresivitas serta antusiasme yang berlebihan terhadap suatu hal. Psikologi sastra berperan penting untuk menganalisis perilaku fanatisme. Dalam novel Garuda Di Dadaku dapat dilihat adanya kecintaan yang berlebihan terhadap sepak bola. Rasa kecintaan ini mengarah pada prilaku fanatisme. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah prilaku fanatisme pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda DiDadakubeserta dampaknya. Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan Freud, fanatisme termasuk ke dalam lapis
idkarena id berkaitan dengan insting agresif manusia yang membutuhkan pemenuhan
dengan segera, tanpa memperhatikan lingkungan dan realitas yang ada. Ciri yang menunjukkan perilaku fanatik pada suatu individu dan kelompok yaitu adanya rasa antusiasme dan agresifitas yang tinggi dalam menanggapi suatu hal, melakukan hal-hal yang kurang proporsional untuk memuaskan rasa cintanya terhadap suatu hal-hal atau pemikiran yang diyakininya. Dari hasil analisis yang dilakukan, tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatisme terhadap sepak bola. Perilaku tersebut dapat dilihat melalui perbuatan dan pemikiran kedua tokoh tersebut. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola tokoh Bayu dan Heri juga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.
FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN
HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN
ARISTO: ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
AHMAD DERMAWAN HASIBUAN 110701036
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernahdiajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya
perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar
kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Maret 2016 Penulis,
FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN ARISTO:
ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
Ahmad Dermawan Hasibuan Fakultas Ilmu Budaya USU
ABSTRAK
Fanatisme merupakan fenomena kejiwaan seseorang yang memiliki agresivitas serta antusiasme yang berlebihan terhadap suatu hal. Psikologi sastra berperan penting untuk menganalisis perilaku fanatisme. Dalam novel Garuda Di Dadaku dapat dilihat adanya kecintaan yang berlebihan terhadap sepak bola. Rasa kecintaan ini mengarah pada prilaku fanatisme. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah prilaku fanatisme pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda DiDadakubeserta dampaknya. Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan Freud, fanatisme termasuk ke dalam lapis
idkarena id berkaitan dengan insting agresif manusia yang membutuhkan pemenuhan
dengan segera, tanpa memperhatikan lingkungan dan realitas yang ada. Ciri yang menunjukkan perilaku fanatik pada suatu individu dan kelompok yaitu adanya rasa antusiasme dan agresifitas yang tinggi dalam menanggapi suatu hal, melakukan hal-hal yang kurang proporsional untuk memuaskan rasa cintanya terhadap suatu hal-hal atau pemikiran yang diyakininya. Dari hasil analisis yang dilakukan, tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatisme terhadap sepak bola. Perilaku tersebut dapat dilihat melalui perbuatan dan pemikiran kedua tokoh tersebut. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola tokoh Bayu dan Heri juga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat dan rahmat-Nya. Karena dengan izinnya penulis mampu menjalani proses
yang panjang untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Banyak pihak yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, maka dari itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1.Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak
Dr. M. Husnan Lubis, M.A. sebagai pembantu dekan I, Bapak Drs. Syamsul
Tarigan sebagai pembantu dekan II, dan Bapak Drs. Yuddi Adrian Mulia, M.A. sebagai
pembantu dekan IIIdi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. IkhwanuddinNasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra
Indonesiadan. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai sekretaris Departemen
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I yang telah
memberikan dukungan dan arahan dari awal penulis menentukan judul hingga
penyelesaian skripsi ini, serta membimbing penulis tanpa batasan waktu sehingga
penulis tidak mengalami kendala dalam penulisan skripsi ini. Ibu Dra.Keristiana,
M.Hum., sebagai pembimbing II telah memberikan nasehat dan gagasan untuk
menyempurnakan skripsi ini.
4. Drs. Hariadi Susilo, M.A., sebagai pembimbing akademik yang memberikanilmu dan
pengarahan kepada penulis selama perkuliahan.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
BudayaUniversitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu bermanfaat kepada
6. Bapak Slamet yang banyak membantu penulis mengurus keperluan administrasi.
7. Kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda H. R. Effendi Hsb dan
Ibunda Hj. Darmawati yang selalu mendoakan dan merestui penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih atas motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga penulis menjadi anak yang
mandiri.
8. Begitu juga untuk kedua saudara penulis drh. Suheri Hsb dan Zulham Hsb, S.T, yang terus
mendukung penulis agar segera lulus.
9. Ririn Handayani yang banyak meluangkan waktu menemani penulis mencari buku
refrensi dan mebantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini, serta memberikan
semangat dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
10. Terimakasih untuk teman-teman seperjuangan penulis stambuk 011 dan anggota Koridor
Sastra yaitu Aga, Baim, Doni, Fajar, Jefri, Johandi, Nasir, Novra, Nueng, Rano,
Yayuk, Yosafat, Yudi
11. Stambuk 2011 tanpa terkecuali yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih
sudah memberikan banyak kenangan.
12. Untuk Senior yang selalu membagi pengalaman guna menambah bekal penulis dalam
penulisan skripsi dan junior stambuk 2013 yang selalu menyemangati dan
menanyakan perkembangan skripsi.
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapakan kritik dan saran yang membangun untuk hasil penelitian yang lebih
baik. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, Maret 2016
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1 Konsep………... 7
dan Heri dalam Novel Garuda di Dadaku.……….. 15
4.1.1 Perilaku Fanatisme Berdasarkan Perbuatan……….. 17
4.1.2 Perilaku Fanatisme Berdasarkan Pemikiran dan Suasana Kejiwaan……… 27
4.2 Dampak Perilaku Fanatisme terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri……….. 29
4.2.1 Dampak Positif………. 30
4.2.2 Dampak Negatif……… 34
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..41
5.1 Simpulan………... 41
5.2 Saran………... 42
DAFTAR PUSTAKA………. 43
LAMPIRAN... 44
I. Sinopsis……….. 44