• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ditribusi Mortalitas dalam Perawatan Pasien Infark Miokard Akut di RSUP H. Adam Malik-Medan berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ditribusi Mortalitas dalam Perawatan Pasien Infark Miokard Akut di RSUP H. Adam Malik-Medan berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Endyana

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 25 Maret 1992 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. dr. Sumarsono No. 3, Medan

Riwayat pendidikan :

1. S1 Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan (2010-sekarang)

2. SMAN-8 Jakarta, DKI Jakarta (2007-2010) 3. SMP Santa Ursula, DKI Jakarta (2004-2007) 4. SD Santa Ursula, DKI Jakarta (1998-2004)

Riwayat Pelatihan :

1. Seminar dan Workshop Basic Life Support and Traumatology 2. Seminar dan Workshop Terapi Cairan dan Manajemen Luka 3. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) Tahun 2010 Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Pelatihan Softskills Universitas Sumatera Utara Tahun 2011. 5. Peserta PIM (Pekan Ilmiah Nasional) SCORE Fakultas Kedokteran

(2)

Riwayat Organisasi :

1. PEMA FK USU (2011 – sekarang)

2. SCORE PEMA FK USU (2011 – sekarang)

3. UKM KMK (Kebaktian Mahasiswa Kristen ) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun (2010 – sekarang)

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I., 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W., et al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1741-1756.

American Heart Asssociation. 2013. Available from: http://watchlearnlive.heart.org/CVML_Player.php?moduleSelect=corart

[ accesed April, 14th]

Anavekar, N.S., et al. 2008. Usefulness of Right Ventricular Fractional Area Change to Predict Death, Heart Failure, and Stroke Following Myocardial Infarction (from the VALIANT ECHO Study). American Journal of Cardiology, 101: 607612.

Antoni , M. L., Scherptong, R.W.C., Atary, J. Z., Boersma, E., 2010. Prognostic Value of Right Ventricular Function in Patients After Acute Myocardial Infarction Treated With Primary Percutaneous Coronary Intervention. Circ Cardiovasc Imaging, 3: 264-271.

Bedetti, G., Gargani, L., Sicari, R., Pizzi, C., Scalese, M., Picano, E., 2011. Prognostic Value of Right Ventricular Function Assessed by the Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion in Acute Myocardial Infarction. European Journal Echocardiography, 12 (2)

(4)

Bunch, J.T., Hohnloser, S.H., Gersh, B.J., 2007. Mechanisms of Sudden Cardiac Death in Myocardial Infarction Survivors : Insights From the Randomized Trials of Implantable Cardioverter-Defibrillators. Circulation, (115): 2451-2457.

Danchin, N., et al. 2013. 30-day mortality after AMI drops with improved treatment. Available from: http://www.escardio.org/about/press/press-releases/esc12-munich/Pages/improvement-mortality-ami.aspx

Davlouros, P.A., Niwa, K., Webb G., Gatzoulis M.A., 2006. The right ventricle in congenital heart disease. Heart, 92(1): 27-38.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Ditjen Yanmed: 30-31.

Engström, A.E., 2010. Right ventricular dysfunction is an independent predictor for mortality in ST-elevation myocardial infarction patients presenting with cardiogenic shock on admission. European Journal of Heart Failure, 12: 276–282.

Fox et al. 2007. In-hospital mortality following acute myocardial infarction. In: Health at a Glance 2011: OECD Indicators, OECD Publishing. Available

from: http://dx.doi.org/10.1787/health_glance-2011-42-en

Franken, R. A., Schwarzwälder, S.R., Golin, S., 2006. Impact on hospital mortality and morbidity of right ventricular involvement among patients with acute left ventricular infarction. Sao Paulo Med J, 124(4): 186-91.

(5)

and Management of Right Ventricular Failure. Circulation, (117): 1717-1731.

Jung, H., Lin, K.Y., Come, P.C., 2011. Acute Coronary Syndrome. In: Leonard, Lilly S., eds. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 44-73.

Kjaergaard, J., et al. 2009. Predictors of Right Ventricular Function as Measured by Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion in Heart Failure. Available

from: http://www.cardiovascularultrasound.com/content/7/1/51 [accessed April, 16th].

Larose, E., et al. 2007. Right Ventricular Dysfunction Assessed by Cardiovascular Magnetic Resonance Imaging Predicts Poor Prognosis Late After Myocardial Infarction. Journal of the American College of Cardiology, 49(8).

Lin, K.Y., Edelman, E.R., Strichartz G., Lilly, L.S., 2011. Basic Cardiac Structure and Function. In: Leonard, L.S., eds. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 1-27.

Pandey et al. 2006. Right Ventricular Myocardial Infarction: Echocardiographic

Evidence. Available from:

www.uthsc.edu/cardiology/articles/RVinfarctReview.pdf [accessed April, 16th].

(6)

Rampengan, S.H., Antono, E., 2007. Infark Miokard Ventrikel Kanan. Jurnal Kardiologi Indonesia, 28(6):445-453.

Rudski, L.G., et al. 2010. Guidelines for the Echocardiographic Assessment of the Right Heart in Adults: A Report from the American Society of Echocardiography. Journal American Society of Echocardiography, 23: 685-713.

Roger, V.L., et al. 2012. Executive Summary: Heart Disease and Stroke Statistics--2012 Update : A Report From the American Heart Association. Circulation, 125: 188-197.

Sabatine, M.S., Lilly, L.S., Rhee, J.W., 2011. Acute Coronary Syndrome. In: Leonard, L.S., eds. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 161-189.

Sanchis, L. J., Bodi, V., et al. 2010. Right Ventricular Involvement in Anterior Myocardial Infarction: a Translational Approach. Cardiovascular Research, 87: 601–608.

Soesanto, A.M., 2009. Penilaian Fungsi Ventrikel Kanan (1). Jurnal Kardiologi Indonesia, 30(2): 86-89.

Sridhar, Arun R.M., et al. 2012. Abstract 312: Ten-year-trends In ST-elevation And Non-ST-elevation Myocardial Infarction Hospitalizations And

Outcomes In The Us: Analysis Of Data From The Nationwide In-patient

Sample 2000-2009. Available from:

(7)

Thygesen, K., et al. 2012. the Writing Group on behalf of the Joint ESC/ACCF/AHA/WHF Task Force for the Universal Definition of Myocardial Infarction. European Heart Journal, 33: 2551–2567.

Voelkel et al. 2006. Right ventricular function and failure: report of a National Heart, Lung, and Blood Institute Working Group on Cellular and Molecular Mechanisms of Right Heart Failure. In: Haddad, F., Ramona Doyle, Daniel J. Murphy, Sharon A. 2008. Right Ventricular Function in Cardiovascular Disease, Part II : Pathophysiology, Clinical Importance, and Management of Right Ventricular Failure. Circulation, (117): 1717-1731.

WHO, World Health Organization, 2012. World Health Statistics. Available from: www.who.int/iris/bitstream/10665/44844/1/9789241564441_eng.pdf

[accessed April, 10th].

Zafari, A.M., 2013. Myocardial Infarction. Available from http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview#aw2aab6b2b2

(8)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini adalah untuk megetahui distribusi mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut di RSUP H. Adam Malik-Medan berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) dari bulan September 2013 sampai Oktober 2013.

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Infark miokard akut adalah nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner (Thygesen, 2012).

Berdasarkan The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF tahun 2012, diagnosis infark miokard akut dapat ditegakkan apabila ditemukan salah satu dari kondisi berikut:

 Adanya kenaikan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung [sebaiknya jantung troponin (cTn)] dengan setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 atas batas referensi (upper reference limit, URL) dan dengan setidaknya salah satu dari berikut:

- Gejala iskemia

- Perubahan gelombang ST-segmen-T (ST-T) atau adanya left Mortalitas dalam

(9)

- Adanya gelombang Q patologis pada EKG.

- Ditemukannya kehilangan baru dari miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada region baru.

- Identifikasi trombus intrakoroner menggunakan angiografi atau otopsi.

 Kematian jantung dengan gejala mengacu pada iskemia miokard dan diduga terjadi perubahan EKG iskemik baru atau LBBB baru, tapi kematian terjadi sebelum biomarker jantung diperoleh, atau sebelum terjadi peningkatan biomarker jantung.

Infark terkait Percutaneous coronary intervention (PCI) didefinisikan oleh peningkatan cTn (> 5 x 99 persentil URL) pada pasien dengan nilai dasar normal (≤ 99 persentil URL) atau kenaikan nilai cTn > 20% jika nilai dasar meningkat dan stabil atau jatuh. Selain itu, baik (i) gejala mengacu pada iskemia miokard atau (ii) perubahan baru EKG iskemik atau (iii) temuan angiografi konsisten dengan komplikasi prosedural atau (iv) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru.

Infark miokard terkait Stent thrombosis yang terdeteksi dengan angiografi koroner atau autopsi dengan peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 URL.

Infark miokard terkait Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) didefinisikan sebagai peningkatan nilai biomarker jantung (> 10 x persentil ke-99 URL) pada pasien dengan nilai dasar cTn normal (≤persentil ke-99 URL). Selain itu, ditemukan (i) gelombang Q patologis baru atau LBBB baru, atau (ii) angiographic documented new graft atau oklusi baru arteri koroner, atau (iii) ditemukannya

(10)

didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru (Thygesen, 2012).

TAPSE / Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion adalah pemeriksaan ekokardiografi untuk pengukuran fungsi kontraksi ventrikel kanan. Nilai referensi untuk fungsi sistolik ventrikel kanan melalui TAPSE mengacu pada Guidelines for the Echocardiographic Assesment of the Right Heart in Adults oleh American

Society of Echocardiography, yaitu fungsi ventrikel kanan dikatakan tidak normal

apabila nilai TAPSE dibawah 16 mm (Rudski, 2010).

Mortalitas dalam perawatan adalah pasien infark miokard akut yang meninggal selama masa perawatan di rumah sakit.

Cara pengukuran yaitu dengan analisis nilai TAPSE yang terdapat pada rekam medis berdasarkan klasifikasi American Society of Echocardiography.

Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis di Instalasi Kardiologi RSUP H. Adam Malik yang memenuhi kriteria inklusi.

(11)

3.3.Kerangka Penelitian

Gambar 3.2 Kerangka Penelitian Pasien Infark Miokard

Ekokardiografi

TAPSE NORMAL

TAPSE TIDAK NORMAL

(12)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan desain penelitian case series. Dengan dilakukan pengamatan mortalitas pada pasien yang menjalani rawat inap di RSUP. H. Adam Malik setelah terdiagnosis infark miokard akut dan melakukan ekokardiografi selama periode bulan September – Oktober 2013.

4.2. Waktu & Tempat Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan September 2013 hingga Oktober 2013.

Tempat penelitian adalah Instalasi Kardiologi RSUP H. Adam Malik-Medan. Tempat penelitian ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit tipe A sesuai SK MENKES No. 335/MENKES/SK/VII/1990 yang merupakan tempat rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan sehingga cukup representatif untuk dijadikan acuan sumber data epidemiologi khusunya di propinsi Sumatera Utara. Selain itu RSUP H. Adam Malik juga adalah Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK MENKES No. 502/MENKES/SK/IX/1991.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang terdiagnosis infark miokard dan menjalani ekokardiografi dari bulan September 2013 hingga Oktober 2013 di Instalasi Kardiologi RSUP H. Adam Malik-Medan.

4.3.2. Sampel

(13)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah : Kriteria inklusi :

Semua data rekam medik berupa nama, jenis kelamin, umur, dan riwayat penyakit dari semua pasien rawat inap yang terdiagnosis infark miokard akut dan menjalani ekokardiografi dari bulan September 2013 hingga Oktober 2013 di Instalasi Kardiologi RSUP H. Adam Malik-Medan. Kriteria eksklusi :

- Pasien yang memliki penyakit berikut sebagai penyerta: - stroke

- thromboembolic paru kronis

- Pasien yang meninggal dalam masa perawatan dengan penyebab selain infark miokard akut

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi.

Data dikumpulkan kemudian diolah dan dikelompokkan sesuai dengan klasifikasinya, kemudian melakukan follow up pada pasien selama masa perawatan di rumah sakit untuk melihat mortalitas dalam perawatan.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(14)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Data Penelitian

Data yang diambil berasal dari rekam medis penderita infark miokard akut pada bulan September 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013 di Instalasi Kardiologi RSUP. H. Adam Malik.

Jumlah data keseluruhan adalah 28 data rekam medis lengkap yang diantaranya berisi nomor RM, nama pasien, jenis kelamin, umur, jenis kelamin, dan hasil pemeriksaan ekokardiografi.

5.1.1.1. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin penderita infark miokard akut untuk bulan September dan Oktober 2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan Jenis Kelamin bulan September dan Oktober 2013

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 22 78.6

Perempuan 6 21.4

Total 28 100

(15)

5.1.1.2. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan Kelompok Umur

Distribusi data penelitian yang menunjukkan umur penderita infark miokard akut untuk bulan September dan Oktober 2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan Kelompok Umur September dan Oktober 2013

Kelompok Umur N %

Berdasarkan tabel 5.2, didapati bahwa jumlah penderita infark miokard akut pada rentang usia kurang dari 45 tahun sebanyak 3 orang (10,7%), pada rentang usia 45-59 tahun sebanyak 17 orang (60.7%), pada rentang usia 60-74 tahun sebanyak 7 orang (25%), dan pada rentang usia 75-90 tahun sebanyak 1 orang (3.6%).

5.1.1.3. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan Jenis Infark Miokard

(16)

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan Jenis Infark Miokard Akut bulan September dan Oktober

2013 Oktober 2013, jumlah penderita infark miokard akut dengan jenis STEMI adalah 21 orang (75%) dan NSTEMI sebanyak 10 orang (25%).

5.1.1.4. Gambaran Faktor Resiko pada Penderita Infark Miokard Akut

Gambaran faktor resiko pada penderita infark miokard akut di Instalasi Kardiologi di RSUP H. Adam Malik pada bulan September dan Oktober tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.5. berikut.

Tabel 5.4. Gambaran Faktor Resiko pada Penderita Infark Miokard Akut bulan September dan Oktober 2013

(17)

Berdasarkan tabel 5.4, dapat dilihat bahwa untuk penderita infark miokard akut jenis STEMI bulan September dan Oktober 2013, yang memiliki riwayat Infark Miokard Akut (IMA) berjumah 3 orang (10.7%), riwayat Penyakit Jantung Koroner (PJK) berjumlah 2 orang (7.1%), menderita hipertensi berjumlah 12 orang (42.9%), merokok berjumlah 12 orang (42.9%), menderita Diabetes Melitus (DM) berjumlah 9 orang (32.1%).

Sementara untuk penderita infark miokard akut jenis NSTEMI bulan September dan Oktober 2013, yang memiliki riwayat Infark Miokard Akut (IMA) berjumah 0 orang (0%), riwayat Penyakit Jantung Koroner (PJK) berjumlah 0 orang (0%), menderita hipertensi berjumlah 1 orang (3.6%), merokok berjumlah 3 orang (10.7%), menderita Diabetes Melitus (DM) berjumlah 2 orang (7.1%).

5.1.1.5. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan TAPSE

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin penderita infark miokard akut untuk bulan September dan Oktober 2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan TAPSE bulan September dan Oktober 2013

TAPSE score N % total %

Normal 6 11.1 21.4

Tidak Normal 22 40.7 78.6

(18)

Berdasarkan tabel 5.5, didapati bahwa untuk bulan September dan Oktober 2013, penderita infark miokard akut yang memiliki nilai TAPSE normal berjumlah 6 orang (21.4%) dan penderita infark miokard akut yang memiliki nilai TAPSE tidak normal berjumlah 22 orang (78.6%).

5.1.1.6. Distribusi Mortalitas dalam Perawatan Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan nilai TAPSE

Distribusi Mortalitas dalam Perawatan Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan nilai TAPSE bulan September dan Oktober 2013.

Tabel 5.6. Distribusi Mortalitas dalam Perawatan Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan nilai TAPSE bulan September dan

Oktober 2013

TAPSE

Mortalitas dalam

Perawatan

Total

Meninggal Tidak

Meninggal

Normal N (%) 1 (3.6) 21 (75) 22 (78.6) Tidak Normal N (%) 0 (0) 6 (21.4) 6 (21.4)

Total N (%) 1 (3.6) 27 (96.4) 28 (100)

(19)

akut dengan TAPSE tidak normal tidak didapati mortalitas dalam perawatan (0%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pemeriksaan Ekokardiografi

Ekokardiografi sangat bermanfaat dalam hal diagnostik pasien dengan kasus-kasus kardiovakular dalam menilai struktur dan dalam menilai fungsi dari struktur kardiak.

Menurut Kuncoro, 2009 pemeriksaan ini mudah dikerjakan karena pasien tidak memerlukan persiapan khusus dalam mengerjakannya. Meski demikian, dalam mengerjakannya memerlukan pelatihan khusus untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan karena ekokardiografi sangat tergantung operator dalam hal kualitas pengerjaannya (Kuncoro, 2009).

Ekokardiografi pertama kali diperkenalkan di Indonesia mulai tahun 1980 yakni lewat pemerikaan Ekokardiografi M-mode. Kemudian dilakukan aplikasi yang lebih maju dengan penggunaan ekokardiografi dua dimensi kontra hitam-putih. Saat ini teknik ekokardiografi tiga dimensi juga lazim dipakai di rumah sakit – rumah sakit di Indonesia.

Dalam periode tahun 1992 – 2003 pemakaian ekokardiografi mengalami peningkatan pesat baik di rumah sakit- rumah sakit besar di Jakarta maupun kota lainnya, tetapi ada kendala yang dihadapi yaitu tenaga dokter yang mempunyai keahlian dalam mengoperasikan alat ekokardiografi tersebut .

Belum ada data pasti mengenai peningkatan jumlah pemakaian ekokardiografi di rumah sakit di Indonesia, namun secara internasional pemakaian Ekokardiografi sebagai prosedur diagnostik penyakit kardiovaskular sangat disarankan, begitu pula dengan kasus-kasus yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner.

(20)

ekokardiografi sedini mungkin untuk melihat fungsi ventrikel kanan, hal ini dikarenakan penatalaksanaan infark miokard akut dengan atau tanpa keterlibatan ventrikel kanan berbeda, begitu pula dengan prognosisnya.

Dalam periode bulan September – Oktober tahun 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan, pasien infark miokard akut yang menjalani Ekokardiografi berjumlah 28 pasien dari total 54 pasien. Hal ini mungkin dikarenakan beberapa faktor diantaranya terdapatnya pasien-pasien yang memerlukan tindakan segera dalam penanganan infark sehingga tidak sempat melakukan ekokardiografi.

Mengingat RSUP. H. Adam Malik juga merupakan rumah sakit rujukan, maka terdapat pasien-pasien infark miokard yang merupakan rujukan dari rumah sakit lainnya untuk menjalani kateterisasi di RSUP H. Adam Malik sehingga data ekokadiografi dan pemeriksaan lainnya masih berada di rumah sakit sebelumnya.

5.2.2. Analisis Distribusi Data Penelitian

5.2.2.1. Analisis Distribusi Jenis Infark Miokard Akut

Berdasarkan data hasil penelitian yang tercantum pada tabel 5.3, didapati bahwa insidensi STEMI pada penderita infark miokard akut di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan September – Oktober 2013 lebih tinggi daripada NSTEMI. Jumlah penderita STEMI adalah sebanyak 21 orang (75%) sementara untuk NSTEMI sebanyak 7 orang (25%). Hal ini menunjukkan bahwa penderita infark miokard jenis STEMI lebih banyak dibandingkan NSTEMI.

(21)

Proporsi penderita NSTEMI mengalami peningkatan signifikan terutama semenjak tahun 2000. Hal ini dapat dilihat dari total 10.610 pasien yang diteliti, proporsi pasien NSTEMI meningkat yaitu 29% pada tahun 1995; 21% pada tahun 2000; kemudian mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai 47% pada tahun 2005 dan 44% pada tahun 2010. Hal ini dikarenakan terjadinya kemajuan dalam teknik diagnosis melalui pengukuran kadar troponin yang memudahkan deteksi dari kematian sel-sel miokard. Sebelumnya kebanyakan pasien NSTEMI digolongkan menjadi angina tidak stabil.

Hal yang sama juga diungkapkan dalam penelitian analisis data pasien infark miokard akut oleh Sridhar (2013) sebanyak 2,9 juta pasien didiagnosis dengan STEMI dan 3,9 juta pasien didiagnosis dengan NSTEMI pada tahun 2000-2009 di Amerika Serikat. Analisis data tahunan menunjukkan penurunan progresif dan signifikan dalam jumlah pasien dengan STEMI selama dekade tersbut (P <0,001), sedangkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah pasien dengan NSTEMI (P = 0,046).

Pada penelitian kali ini proporsi kejadian STEMI memang lebih besar daripada NSTEMI, namun dikarenakan penelitian ini dilakukan dalam periode waktu 2 bulan, yaitu bulan September dan Oktober 2013, maka tidak menutup kemungkinan bahwa dalam lingkup waktu lebih panjang insidensi NSTEMI lebih banyak daripada STEMI.

5.2.2.2. Analisis Distribusi nilai TAPSE pada pasien Infark Miokard Akut

(22)

keterlibatan yang signifikan dari gangguan fungsi ventrikel kanan pada kasus infark miokard akut.

Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya disebutkan bahwa kejadian disfungsi ventrikel kanan, keterlibatan ventrikel kanan, dan infark ventrikel kanan pada kasus infark miokard akut, pada umumnya terkait dengan infark miokard inferior. Namun ada beberapa studi yang melaporkan keterlibatan ventrikel kanan di infark miokard anteroseptal.

Beberapa studi juga menunjukkan tingkat keterlibatan ventrikel kanan yang signifikan pada kasus infark miokard akut. Berdasarkan penelitian Pandey et al (2006) pada ekokardiografi yang dilakukan dalam 72-96 jam setelah onset infark miokard akut pada 37 pasien, didapati keterlibatan ventrikel kanan pada 12 pasien (32%). Begitu juga dalam sebuah studi kohort oleh Engstrom (2010) dijumpai nilai TAPSE yang tidak normal pada 70 pasien (38%) infark miokard akut.

Meskipun evaluasi diagnostik dan pengobatan infark miokard akut terutama diarahkan pada ventrikel kiri, data penelitian ini menunjukkan tingginya kejadian disfungsi ventrikel kanan pada kasus infark miokard akut. Oleh karena itu, evaluasi ventrikel kanan dapat menjadi salah satu aspek yang penting dalam mempertimbangkan penatalaksanaan dan evaluasi pasien kedepannya.

5.2.2.1. Analisis Distribusi Mortalitas dalam perawatan pasien Infark Miokard Akut berdasarkan nilai TAPSE

(23)

Mortalitas dalam perawatan berdasarkan nilai TAPSE ditemui pada 1 pasien (3.6%), seperti yang tercantum pada tabel 5.6. Mortalitas tersebut terjadi pada pasien yang memiliki nilai TAPSE normal. Mortalitas dalam perawatan tidak ditemui pada pasien dengan nilai TAPSE tidak normal pada penelitian ini.

Angka mortalitas dalam perawatan dalam penelitian kali ini (7.4%) lebih rendah dibandingkan dengan mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut di Indonesia, namun lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat mortalitas di skala internasional.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tahun 2009, tingkat mortalitas dalam masa perawatan pasien infark miokard akut di Indonesia pada tahun 2007 adalah sebesar 13.49%. Sampai saat ini belum ada pemaparan data mengenai tingkat mortalitas pasien infark miokard akut di Indonesia pada tahun-tahun setelahnya.

Dalam skala internasional, berdasarkan data epidemiologis didapati bahwa meskipun penyakit jantung koroner masih menjadi penyebab kematian utama di dunia, angka mortalitasnya mengalami penurunan setiap tahunnya. Dalam hasil studi Danchin (2013) dilaporkan bahwa di negara-negara Eropa terjadi penurunan angka mortalitas dalam perawatan pada pasien infark miokard akut selama 15 tahun terakhir, yaitu periode tahun 1995 – 2010, dari 12.9% menjadi 3.9%.

Hal yang sama juga didapati di negara Amerika Serikat dalam penelitian Sridhar (2012). Selama periode 2000 - 2009, jumlah mortalitas di rumah sakit pada STEMI menurun dari 11.3% di tahun 2000 menjadi 8.6% pada tahun 2009, sementara pada NSTEMI dari 5.5% di tahun 2000 menjadi 4.0% pada tahun 2009 (P <0,001 untuk keduanya).

(24)

Mortalitas pasien infark miokard akut terkait dengan fungsi ventrikel kanan dipaparkan oleh Engstrom (2010) dalam sebuah penelitian kohort, yaitu pasien infark miokard akut dengan disfungsi ventrikel kanan, terutama disertai disfungsi ventrikel kiri, memiliki prognosis yang lebih buruk. Pada 30 hari pasca infark miokard akut didapati mortalitas pada 26 orang (14.1%) penderita infark miokard akut yang mengalami disfungsi vetrikel kanan. Studi ini juga melaporkan angka ketahanan hidup pada pasien dengan disfungsi ventrikel kanan, yaitu angka ketahanan hidup 1 tahunnya adalah 39%, sedangkan pada pasien tanpa disfungsi ventrikel kanan adalah 78% (P< 0,001).

Pada angka ketahanan hidup 4 tahun, pasien infark miokard akut yang memilliki fungsi ventrikel kiri dan kanan normal angka ketahanan hidupnya adalah 95%. Pasien dengan fungsi ventrikel kiri normal, sedangkan fungsi ventrikel kanan tidak normal adalah 73%. Pasien dengan fungsi ventrikel kiri tidak normal dan fungsi ventrikel kanan normal adalah 60%. Sedangkan pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri dan kanan tidak normal adalah 60% .

(25)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Total pasien infark miokard akut di RSUP H. Adam Malik-Medan pada bulan September- Oktober 2013 yang menjalani ekokardiografi adalah adalah sebanyak 28 orang.

2. Proporsi pasien infark miokard akut jenis STEMI RSUP H. Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2010 adalah sebanyak 21 orang (75%).

3. Proporsi pasien infark miokard akut jenis NSTEMI di RSUP H. Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2010 adalah sebanyak 7 orang (25%). 4. Proporsi pasien infark miokard akut yang memiliki nilai TAPSE tidak

normal adalah sebanyak 22 pasien (78.6%), sedangkan proporsi pasien yang memiliki nilai TAPSE normal adalah 6 pasien (21.4%).

5. Mortalitas dalam masa perawatan dijumpai pada 1 pasien (3.6%) infark miokard akut dengan nilai TAPSE normal. Tidak dijumpai mortalitas dalam perawatan pada pasien infark miokard akut dengan nilai TAPSE tidak normal.

6.2. Saran

1. Penelitian sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang sehingga didapatkan gambaran yang lebih luas mengenai angka mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut di RSUP. H. Adam Malik-Medan terkait dengan disfungsi ventrikel kanan.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jantung

2.1.1. Anatomi Jantung

Gambar 2.1 Anatomi Jantung Dikutip dari Zafari, 2013

Jantung terdiri atas empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh (Lin, 2011).

(27)

kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh (Lin, 2011).

Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium (Lin, 2011).

2.1.2 Perdarahan Otot Jantung

Gambar 2.2 Perdarahan Otot Jantung Dikutip dari American Heart Asssociation , 2013

(28)

Setelah keluar dari sinus valsava aorta, arteri koroner kanan (RCA = right coronary artery) berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah

mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan (right atrial anterior branch) untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan cabang lain adalah arteri

koroner desenden posterior (PDA = posterior descending coronary artery) yang akan memperdarahi nodus atrio-ventrikuler (Lin, 2011).

2.1.3 Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan terletak pada bagian paling depan didalam rongga dada, yaitu tepat dibawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Dinding anterior dan inferior ventrikel kanan disusun oleh serabut otot yang disebut trabekula kame, yang sering membentuk persilangan satu sama lain (Soesanto, 2009).

Ventrikel kanan merupakan ruang jantung berdinding tipis, berfungsi pada tekanan dan kebutuhan oksigen yang rendah. Massa otot ventrikel kanan hanya 15% dari massa ventrikel kiri, dan kekuatan kerja ventrikel kanan hanya 25% dari kekuatan ventrikel kiri, tetapi ventrikel kanan mempunyai curah jantung yang sama dengan ventrikel kiri. Hal ini dikarenakan secara anatomi dan fisiologi, ventrikel kanan didesain untuk melayani tekanan yang rendah dari sirkulasi pulmonal, dimana resistensi vaskular pulomonal hanya 10% dari resistensi vaskular sistemik (Jack, 2011).

Pada saat sistolik, terjadi kontraksi miokard ke arah longitudinal, radial, dan sirkumferensial. Pada ventrikel kanan, gerakan longitudinal merupakan gerak yang dominan pada fase sistolik (Soesanto, 2009).

Ventrikel kanan menerima aliran darah vena sistemik pada tekanan diastolik yang lebih rendah daripada ventrikel kiri dan dengan fluktuasi respiraktorik yang lebih besar pada pengisian. Pada keadaan normal, ventrikel kanan akan tetap berfungsi normal meskipun preload bervariasi (Rampengan, 2007).

(29)

posterior; sedangkan cabang marginal memperdarahi dinding lateral ventrikel kanan. Dinding anterior ventrikel kanan mempunyai suplai ganda, yakni dari cabang konus RCA dan arteri cabang moderator dari LAD. Oleh sebab itu, infark ventrikel kanan umumnya mengenai septum posterior dan dinding inferior, posterior ventrikel kanan, tidak pada dinding bebas ventrikel kanan. Kontraksi dinding anterior ventrikel kanan biasanya masih baik, karena banyaknya kolateral. Aliran darah kolateralnya juga didapat dari vena thebesian dan difusi oksigen langsung melalui dinding ventrikel (Rampengan, 2007).

Meskipun ventrikel kanan memiliki fungsi yang penting dalam hemodinamika, fungsi fisiologis ventrikel kanan seringkali kurang diperhatikan. ventrikel kanan sangat berperan diantaranya yaitu dalam pengaturan perfusi pulmoner yang adekuat dalam berbagai kondisi sirkulasi untuk menghantarkan darah vena yang terdesaturasi ke membran alveoli sehingga terjadi pertukaran gas. Ventrikel kanan juga berfungsi dalam pengaturan tekanan vena sistemik yang rendah untuk menghindari kongesti jaringan dan organ (Bleeker, 2006).

Fungsi ventrikel kanan dapat terganggu pada penyakit jantung kanan, atau sekunder dari kardiomiopati ventrikel kiri dan valvular heart disease. Gangguan fungsi ventrikel kanan juga dapat mempengaruhi kinerja ventrikel kiri, tidak hanya mempengaruhi preload ventrikel kiri, tetapi juga menimbukan gangguan interaksi sistolik dan diastolik melalui intraventriular septum dan perkardium (interdependensi ventrikel). Karena itu, fungsi ventrikel kanan dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor utama dalam menentukan clinical outcome serta dalam menentukan penatalaksanaan (Bleeker, 2006).

(30)

adalah gagal jantung kiri kronis. Hipertensi pulmonar merupakan penyebab penting dalam menyebabkan disfungsi ventrikel kanan (Haddad, 2008).

Adaptasi ventrikel kanan terhadap penyakit sangatlah kompleks dan tergantung pada banyak faktor. Pada kejadian infark miokard, faktor-faktor yang paling mempengaruhi adalah jenis dan keparahan dari cedera miokard, perjalanan waktu penyakit (akut atau kronis), dan onset terjadinya penyakit (bayi, anak, atau dewasa). Seperti tertera pada bagan berikut, terjadi berbagai macam interaksi antara cedera miokard, aktivasi neurohormonal, dan perubahan ekspresi gen, serta ventricular remodeling (Haddad, 2008).

Secara umum, ventrikel kanan beradaptasi lebih baik untuk volume overload daripada pressure overload. Dalam defek septum atrium dan regurgitasi

trikuspid, ventrikel kanan dapat mentoleransi volume overload untuk waktu yang lama tanpa penurunan yang signifikan dalam fungsi sistoliknnya. Dalam penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa volume overload yang terus-menerus dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Davlouros, 2006).

Berbeda dengan volume overload, hipertensi pulmoner sedang sampai parah sering menyebabkan dilatasi dan gagal jantung kanan. Tekanan ventrikel kanan yang berlebihan juga dapat menyebabkan iskemia ventrikel kanan, yang selanjutnya dapat memperburuk disfungsi ventrikel (Davlouros, 2006).

2.2. Infark Miokard Akut 2.2.1 Definisi

Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner. Infark miokard merupakan penyebab utama kematian pada orang dewasa di seluruh dunia. Infark ventrikel kanan biasanya menyertai 30-50% infark inferior dan 10% infark anterior ventrikel kiri (Thygesen, 2012).

The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF

(31)

dengan penanda biokimia dan / atau pencitraan. Infark miokard dapat dikenali dari gejala klinis, termasuk temuan elektrokardiografi (EKG), peningkatan penanda biokimia (biomarker) nekrosis miokard, dan dengan teknik pencitraan, serta oberrdasarkan temuan patologi (Thygesen, 2012).

Infark Miokard didefinisikan secara patologi sebagai kematian sel miokard akibat iskemia berkepanjangan. Setelah terjadinya iskemia miokard, secara histologis kematian sel tidak langsung terjadi, tapi membutuhkan waktu sekitar 20 menit (Thygesen, 2012).

2.2.2 Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrousca yang tipis dan inti kaya lipid (Alwi, 2009).

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicuperubahan konformasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yanglarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Alwi, 2009).

(32)

terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroneryang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2009).

Infark merepresentasikan kulminasi dari kaskade kejadian yang berbahaya, yang diinisiasikan oleh iskemia, yang berkembang dari fase yang potensial reversibel ke fasekematian sel yang ireversibel. Miokard yang disuplai secara langsung oleh pembuluh darah yang tersumbat akan segera mati. Jaringan di sekitar daerah yang nekrosis mungkin tidak akan segera nekrosis karena jaringan tersebut mungkin cukup diperfusikan oleh pembuluh darah sekitar yang masih baik. Akan tetapi, sel-sel sekitar lainnya dapat menjadi iskemik seiring waktu, akibat kebutuhan akan oksigen tetap berlangsung meski suplai oksigen menurun, dan regio infark dapat meluas ke arah luar (Sabatine, 2011).

Luas jaringan yang mengalami infark sangat berhubungan dengan (1) luasnya miokard yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang tersumbat, (2) intensitas dan durasi gangguan aliran darah koroner, (3) kebutuhan oksigen dari regio miokard yang bersangkutan, (4) jumlah pembuluh darah kolateral yang memberikan aliran darah dari arteri koroner sekitaryang tidak tersumbat, dan (5) dan tingkat respon jaringan yang memodifikasi proses iskemik (Alwi, 2011).

Perubahan patofisiologi yang terjadi selama infark muncul dalam 2 tingkatan: perubahan awal pada saat infark akut dan perubahan lambat selama penyembuhan dan remodeling miokard. Perubahan awal mencakup evolusi histologik infark dan dampak fungsional penurunan oksigen terhadap kontraktilitas miokard. Perubahan tersebut berkulminasi pada nekrosis koagulatif miokard dalam 2– 4 hari (Sabatine, 2011).

(33)

kromatin dan denaturasi sel otot jantung, dan akhirnya berujung pada kematian sel otot jantung (Sabatine, 2011).

Keadaan hipoksia miokard juga akan menurunkan ATP. Penurunan ATP akan mengganggu Na+, K+-ATPase sehingga terjadi peningkatan konsentrasi Na+ intraseluler dan K+ ekstraseluler. Peningkatan Na+ intraseluler akan menyebabkan edema seluler. Kebocoran membran dan peningkatan konsentrasi K+ ekstraseluler akan menyebabkan perubahan pada potensial listrik transmembran, dan hal ini menjadi predisposisi aritmia letal miokard. Ca++ intraseluler berakumulasi pada miosit yang rusak dan diduga berkontribusi pada jalur akhir destruksi sel melalui aktivasi lipase dan protease yang mampu mendegradasi (Sabatine, 2011).

Secara kolektif, perubahan metabolik ini menurunkan fungsi miokard 2 menit setelah trombus terbentuk. Tanpa intervensi, cedera sel yang ireversibel terjadi dalam 20 menit danditandai dengan peningkatan defek membran. Enzim proteolitik yang bocor melalui membranmiosit yang berubah akan merusak miokard sekitarnya, dan lepasnya makromolekul tertentuke dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai penanda klinis dari infark akut (Alwi, 2011).

Perubahan patologis lambat pada IMA terdiri dari (1) pembersihan miokard yang nekrotik dan (2) deposisi kolagen untuk membentuk jaringan parut. Perubahan fungsional yang terjadi pada miokard akibat IMA antara lain (1) gangguan kontraktilitas dan komplians jantung, (2) stunned myocardium, (3) ischemic preconditioning ,dan (4) remodeling ventrikel (Sabatine, 2011).

2.2.3 Diagnosis

Berdasarkan The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF tahun 2012, diagnosis infark miokard akut dapat ditegakkan apabila ditemukan salah satu dari kondisi berikut :

(34)

- Gejala iskemia

- Perubahan gelombang ST-segmen-T (ST-T) atau adanya left bundle branch block baru (LBBB).

- Adanya gelombang Q patologis pada EKG.

- Ditemukannya kehilangan baru dari miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada region baru.

- Identifikasi trombus intrakoroner menggunakan angiografi atau otopsi.

 Kematian jantung dengan gejala mengacu pada iskemia miokard dan diduga terjadi perubahan EKG iskemik baru atau LBBB baru, tapi kematian terjadi sebelum biomarker jantung diperoleh, atau sebelum terjadi peningkatan biomarker jantung.

Infark terkait Percutaneous coronary intervention (PCI) didefinisikan oleh peningkatan cTn (> 5 x 99 persentil URL) pada pasien dengan

nilai dasar normal (≤ 99 persentil URL) atau kenaikan nilai cTn > 20%

jika nilai dasar meningkat dan stabil atau jatuh. Selain itu, baik (i) gejala mengacu pada iskemia miokard atau (ii) perubahan baru EKG iskemik atau (iii) temuan angiografi konsisten dengan komplikasi prosedural atau (iv) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru.

Infark miokard terkait Stent thrombosis yang terdeteksi dengan angiografi koroner atau autopsi dengan peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 URL.

Infark miokard terkait Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) didefinisikan sebagai peningkatan nilai biomarker jantung (> 10 x persentil ke-99 URL) pada pasien dengan nilai dasar cTn normal

(35)

atau oklusi baru arteri koroner, atau (iii) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru (Thygesen, 2012).

2.2.4 Klasifikasi

The third Global MI Task Force bersama ESC / ACCF / AHA / WHF

tahun 2012 menguraikan pentingnya melakukan klasifikasi infark miokard sehingga dapat dilakukan pengobatan segera, seperti terapi reperfusi. Pasien infark miokard dengan nyeri dada dan elevasi gelombang ST pada dua lead yang berdekatan pada gambaran EKG, diklasifikasikan sebagai ST elevation Myocard Infarct / STEMI. Sebaliknya, pasien tanpa elevasi ST pada presentasi EKG

sebagai non-ST elevation Myocard Infarct / NSTEMI. Pasien tanpa peningkatan nilai biomarker jantung didiagnosis sebagai angina tidak stabil (Thygesen, 2012).

Selain kategori tersebut, infark miokard dapat diklasifikasikan berdasarkan patologisnya, serta perbedaan klinis dan prognostiknya.

 Tipe 1: Infark miokard spontan

Infark miokard spontan berhubungan dengan pecahnya plak aterosklerotik, ulserasi, fisura, erosi, atau diseksi dengan hasil trombus intraluminal di satu atau lebih dari arteri koroner, yang menyebabkan penurunan aliran darah miokard atau emboli trombosit distal dengan nekrosis miosit. Pasien mungkin memiliki penyakit yang mendasari seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK) berat namun pada non-obstruktif atau tanpa PJK.

 Tipe 2: Infark miokard sekunder akibat ketidakseimbangan iskemik

Cedera miokard dengan nekrosis dengan kondisi selain PJK yang berkontribusi pada ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan / atau kebutuhan miokard, contohnya disfungsi endotel koroner, spasme arteri koroner, emboli koroner, tachy-/brady-arrhythmias, anemia, gagal pernafasan, hipotensi, dan hipertensi dengan atau tanpa gagal jantung kiri.

(36)

Kematian jantung dengan gejala sugestif iskemia miokard dan diduga adanya perubahan EKG iskemik yang baru atau LBBB baru, tapi kematian terjadi sebelum sampel darah dapat diperoleh, sebelum biomarker jantung naik, atau dalam kasus yang jarang biomarker jantung tidak diambil.

 Tipe 4a: Infark miokard berhubungan dengan intervensi koroner perkutan (Percutaneous Coronary Intervention / PCI)

Infark miokard terkait PCI didefinisikan dengan peningkatan nilai cTn> 5 x persentil ke-99 URL pada pasien dengan nilai awal normal (< 99 persentil URL) atau kenaikan nilai cTn> 20% jika nilai-nilai dasar meningkat atau menurun stabil. Selain itu, baik (i) gejala mengacu pada iskemia miokard, atau (ii) perubahan baru pada ECG atau adanya LBBB, atau (iii) hilangnya fungsi arteri koroner mayor atau cabang terdekatnya atau embolisasi tanpa aliran atau aliran lambat yang persisten, atau (iv) ditemukannya kehilangan baru miokardium yang fungsional pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas gerakan dinding pada regio baru.

Tipe 4b: Infark miokard berhubungan dengan stent thrombosis

Infark miokard terkait trombosis stent dapat dideteksi deteksi dengan angiografi koroner atau otopsi pada iskemia miokard dan dengan peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung dengan setidaknya satu nilai di atas persentil ke-99 URL.

Tipe 5: infark miokard terkait Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) Infark miokard berhubungan dengan CABG didefinisikan dengan peningkatan nilai biomarker jantung > 10 x persentil ke-99 URL pada pasien dengan nilai ctn dasar normal (< 99 URL persentil). Selain itu, baik (i) gelombang Q patologis baru atau LBBB baru, atau atau (ii) angiographic documented new graft atau oklusi baru arteri koroner, atau (iii) terdapat new

loss of viable miokardium pada pencitraan atau didapatkan abnormalitas

(37)

2.2.5 Prognosis

Penderita yang didiagnosa infark miokard akut, selanjutnya dilakukan stratifikasi rasio dengan tujuan menentukan prognosis jangka pendek dan panjang serta meramalkan terjadinya komplikasi yang berat. Prognosis jangka pendek adalah prognosis selama penderita infark miokard akut dalam perawatan di rumah sakit, sedangkan prognosis jangka panjang adalah prognosis setelah penderita infark miokard dipulangkan (Zafari, 2013).

Sepertiga dari pasien yang mengalami STEMI meninggal dalam waktu 24 jam setelah onset iskemia, dan banyak penderita infark miokard akut lainnya yang bertahan hidup akan mengalami morbiditas yang signifikan. Tingkat kematian infark mikard akut mencapai 30%, setengah dari kematian terjadi sebelum tiba di rumah sakit. Diperkirakan 5-10% korban meninggal dalam tahun pertama setelah mengalami infark miokard (Zafari, 2013).

Secara keseluruhan, prognosis infark miokard akut sangat bervariasi dan sangat tergantung pada luas infark, fungsi ventrikel kiri residual, dan apakah pasien menjalani revaskularisasi. Prognosis yang lebih baik dikaitkan dengan faktor-faktor berikut:

- Keberhasilan tindakan reperfusi awal (pada STEMI: dilakukan infus fibrinolisis dalam 30 menit semenjak kedatangan pasien atau intervensi koroner perkutan dalam waktu 90 menit semenjak kedatangan pasien) - Fungsi Ventrikel kri yang masih adekuat

- Pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dengan beta-blocker, aspirin, dan ACE inhibitor

Sedangkan prognosis yang lebih buruk dikaitkan dengan faktor-faktor berikut: - Meningkatnya umur

- Diabetes

- Riwayat penyakit pembuluh darah (seperti penyakit serebrovaskular atau penyakit pembuluh darah perifer)

- Meningkatnya skor resiko Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI)

(38)

koroner, ST segmen deviasi ≥ 0,5 mm, ≥ 2 episode angina di terakhir 24

jam, penggunaan aspirin dalam wk sebelumnya, dan tingkat enzim jantung meningkat)

- Tindakan reperfusi yang gagal atau tertunda - Disfungsi ventrikel kiri

- Adanya gagal jantung kongestif atau edema paru - Peningkatan B-peptida natriuretik tipe (BNP)

- Peningkatan protein C-reaktif sensitif tinggi (hs-CRP), sebuah penanda inflamasi nonspesifik

- Aktivitas fosfolipase A2 yang berhubungan dengan aterosklerosis (Zafari, 2013)

2.2.6. Gangguan Fungsi Ventrikel Kanan pada Infark Miokard

Diperkirakan 14% sampai 84% kejadian infark ventrikel kiri berkaitan dengan infark ventrikel kanan. Namun infark miokard akut yang hanya melibatkan ventrikel kanan jarang terjadi, diperkirakan hanya sekitar 3% dari keseluruhan kasus (Persira, 2006).

Keterlibatan ventrikel kanan biasanya terjadi pada 30-50% kasus infark inferior, dan pada 10% kasus infark anterior. Beberapa komplikasi dapat menyertai infark inferior yang disertai infark ventrikel kanan, komplikasi ini dapat menimbulkan kematian (Pandey, 2006).

Keterlibatan ventrikel kanan umumnya mengenai septum posterior dan dinding inferior, posterior ventrikel kanan, tidak pada dinding bebas ventrikel kanan. Kontraksi dinding anterior ventrikel kanan biasanya masih baik, karena banyaknya kolateral. Aliran darah kolateralnya juga didapat dari vena thebesian dan difusi oksigen langsung melalui dinding ventrikel (Rampengan, 2007).

(39)

Gambar 2.3 Postulated interactions between ventricular remodeling, neurohormonal and cytokine activation, and gene expression

in the setting of right ventricular failure

Dikutip dari Voelkel, et al. dalam Haddad, 2008

(40)

Gambar 2.4 Pathophysiology of right ventricular failure

Dikutip dari Haddad, 2008

Kegagalan ventrikel kanan adalah sindrom klinis yang kompleks yang merupakan keluaran dari gangguan kardiovaskular struktural atau fungsional kardiovaskular yang mengganggu kemampuan ventrikel kanan untuk mengisi atau memompa darah. Gagal jantung kanan terjadi bila kerusakan sel miokard ventrikel kanan cukup luas, sehingga menekan fungsi sistolik ventrikel kanan. Kondisi ini ditandai adanya bendungan vena sistemik berupa JVP yang meningkat, hepar yang membesar, sampai udema pada tungkai. Kegagalan ini biasanya ditemukan bersama dengan infark miokardium inferior luas yang disertai infark ventrikel kanan (Rampengan, 2007).

(41)

memburuknya fungsi ventrikel kanan, yang dalam hal ini diukur menggunakan RVFAC (Right Ventricular Fractional Area Change), terkait dengan peningkatan mortalitas. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan merupakan faktor risiko mayor kematian, kematian mendadak, gagal jantung, dan stroke setelah infark miokard (masing-masing p<0,001), tetapi tidak berkaitan dengan infark miokard berulang (p< 0,77) (Anavekar, 2008).

Hal yang sama juga dikemukakan dalam penelitian Larose, dkk. pada tahun 2007. Pada 147 pasien infark miokard, didapati 26 kematian terjadi selama median follow up 17 bulan (kisaran 6 - 53 bulan). Dalam analisis univariabel

dikemukakan bahwa RVEF < 40% (RVEF = Right Ventricular Ejection Fraction) sangat terkait dengan angka kematian (rasio hazard 4,02; p <0,0007) (Larose, 2007).

2.3. Ekokardiografi

2.3.1 Penggunaan Ekokardiografi

Selain pentingnya parameter klinis, beberapa studi menunjukkan penggunaan ekokardiografi diperlukan untuk identifikasi beberapa resiko yang merugikan outcome. Beberapa paramater prognostik penting untuk kasus infark miokard yang dapat diidentifikasi melalui ekokardiografi diantaranya adalah fungsi ventrikel kiri dan fungsi ventrikel kanan (Antoni, 2010).

Ekokardiografi telah diterima luas sebagai teknik noninvasif yang dapat memberikan informasi penting tentang anatomi, morfologi, serta fungsi ruang jantung, dinding jantung, katup-katup serta pembuluh darah besar. Selain itu, metode ini dapat dilakukan berulang-ulang, tidak sakit, relatif murah, dan merupakan langkah penting dalam diagnosis dan evaluasi berbagai kelainan jantung (Antoni, 2010).

(42)

Transducer ditempatkan di sela iga ketiga dan keempat pada dinding dada. Dari probe ini gelombang ultrasonic intensitas rendah diarahkan pada area jantung dan sinyal gema diperoleh. Posisi probe dimanipulasi untuk memperoleh gema dari area yang diinginkan pada jantung (Antoni, 2010).

Jenis-jenis ekokardiografi ada beberapa macam, tetapi dalam praktek sehari-hari yang digunakan yaitu Ekokardiografi M-mode, Ekokardiografi dimensi, Ekokardiografi warna, Ekokardiografi dopler sederhana, dan Ekokardiografi Trans-Esofageal (Jung, 2011).

1. Ekokardiografi M-Mode

Melalui Ekokardiografi M-mode dapat dilakukan antara lain: (1). Pengukuran dimensi ventrikel, tebal dinding ventrikel atau septum, atrium, aorta; (2). Pengukuran fungsi jantung dengan fraksi ejeksi; (3).Estimasi massa ventrikel kiri dengan formula; (4). Gambaran pericardium, kejadian waktu di jantung, seta menentukan gambaran aliran bersama dengan ekokardiografi warna. Ekokardiografi ini memiliki kelebihan dalam resolusi temporal karena frame rate yang cepat sehingga baik untuk objek yang bergerak (Jung, 2011).

2. Ekokardiografi 2 dimensi

Melalui Ekokardiografi 2 dimensi ini dapat dilakukan antara lain: (1). Mencerminkan gerakan dan anatomi jantung; (2). Pengukuran ventrikel kiri dan tebal dinding pada keadaan dimana M-mode tidak memenuhi syarat; (3). Pengukuran isi sekuncup; (4). Pengukuran fraksi ejeksi dan volume; (5). Pengukuran area mitral dengan planimetri (Jung, 2011).

3. Ekokardiografi Dopler

(43)

wave dopler dapat memberikan informasi yaitu pengukuran fungsi

diastolik, area mitral atau orifisium aorta, isi sekuncup dan curah jantung, serta mengukur besarnya shunt; (2). Continuous wave dopler, ekokardiografi ini bermanfaat untuk menangkap sinyal dari aliran frekuensi tinggi seperti stenosis katup, dan pengukuran semi kuantitatif dari regurgitasi (Jung, 2011).

4. Ekokardiografi Trans-Esofageal (ETE)

Ekokardiografi ini merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan ekokardiografi trans-torakal tetapi dengan memasukkan transduser melalui esophagus seperti pemeriksaan esofago-gastroskopi. Ekokardiografi ini dapat dilakukan ekokardiografi color dan dopler untuk melihat dan mengukur flow (Jung, 2011).

2.3.4 Ekokardiografi Ventrikel Kanan

Fungsi ventrikel kanan sangat terkait dengan manifestasi klinis dalam berbagai kondisi, namun telah lama kurang diperhatikan. Meskipun fungsi ventrikel kiri telah dipelajari secara luas, mulai dari nilai normal untuk dimensi, volume, massa, dan fungsi, pengukuran luas dan fungsi ventrikel kanan sangatlah kurang (Rudski, 2010).

Pada tahun 2005, dasar-dasar fungsi dan dimensi ventrikel kanan disertakan sebagai bagian dari rekomendasi ekokardiografi untuk kuantifikasi ruang oleh American Society of Echocardiography dan European Association of Echocardiography. Meskipun dokumen tersebut masih difokuskan pada jantung

kiri, dengan hanya bagian kecil meliputi ruang sisi kanan, namun sejak publikasi ini telah ada kemajuan yang signifikan dalam penilaian echocardiographic jantung kanan (Rudski, 2010).

(44)

Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE), perubahan area fraksional

ventrikel kanan, isi sekuncup dan curah jantung, dan Indeks Tei (Indeks performa miokardial jantung) (Rudski, 2010).

1. Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)

Pada saat sistolik, terjadi kontraksi miokard ke arah longitudinal, radial, dan sirkumferensial. Pada ventrikel kanan, gerakan longitudinal merupakan gerak yang dominan pada fase sistolik. Gerakan memendek pada sistolik dan kembali memanjang ke posisi semula dapat dilihat dari gerakan annulus tricuspid. Jarak pergerakan annulus tersebut dapat menggambarkan fungsi kontraksi ventrikel kanan. Kaul et al melaporkn bahwa TAPSE 15 mm berhubungan dengan fraksi ejeksi ventrikel kanan 40%, sedangkan TAPSE > 20 mm berkorelasi dengan fraksi ejeksi > 50% (Seoesanto, 2009).

Pengukuran dilakukan dari pandangan apikal 4 ruang. Dengan menggunakan M-mode, kursor diletakkan di anulus trikuspid sedapat mungkin sejaja dengan gerakan anulus tersebut. Kemudian diukur jarak titik anulus trikuspid pada sistolik dan diastolik, seperti yang terlihat pada gambar (Seoesanto, 2009).

Gambar 2.5 Pengukuran TAPSE. Tampak hasil pengukuran jarak pergerakan anulus saat sistolik dan diastolik (satuan cm atau mm)

(45)

TAPSE mudah untuk dilaksanakan, tidak terlalu bergantung pada kualitas gambar yang optimal, dapat diulang, tidak memerlukan peralatan tambahan yang sulit ataupun analisis berkepanjangan. TAPSE direkomendasikan untuk digunakan secara rutin sebagai sebuah metode sederhana dalam estimasi fungsi ventrikel kanan (Rudski, 2010).

Nilai referensi untuk fungsi sistolik ventrikel kanan melalui TAPSE mengacu pada Guidelines for the Echocardiographic Assesment of the Right Heart in Adults oleh American Society of Echocardiography, yaitu fungsi

ventrikel kanan dikatakan terganggu apabila nilai TAPSE dibawah 16 mm (Rudski, 2010).

2. Perubahan area fraksional ventrikel kanan

Area fraksional ventrikel kanan merupakan pengukuran yang analog dengan fraksi ejeksi. Hanya saja pada perhitungan area fraksional yang digunakan adalah area (cm2) sedangkan pada fraksi ejeksi digunakan volume (ml). (Rudski, 2010). Rumus area fraksional ventrikel kanan:

(Area fraksional akhir diastolik – area fraksional akhir sistolik) Area fraksional akhir diastolik

3. Isi sekuncup dan curah jantung

Seperti pada ventrikel kiri, isi sekuncup ventrikel kanan dihitung dengan rumus 0.785 x {diamater RVOT]2 x Velocity time integral (VTI). Diamater RVOT (right ventricular outflow tract) dan Velocity Time Integral RV (VTI) diukur dari

aksis pendek parasternal. Dengan menggunakan Doppler PW dan sampel volume yang diletakkan sekitar 1 cm sebelum katup pulmonal, spectrum RVOT di trace untuk mendapatkan angka VTI. Curah jantung adalah isi sekuncup x laju jantung, dengan nilai normal > 4.5L/min (Rudski, 2010).

4. Indeks Tei (Indeks performa miokardial jantung)

(46)

CW yang diambil dari aliran masuk katup trikuspid dan aliran keluar katup pulmonal. Pandangan aksis pendek parasternal dapat memperlihatkan kedua katup tersebut (Rudski, 2010).

(47)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian utama di dunia saat ini. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Hal ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup (WHO, 2012).

Berdasarkan World Health Statistic 2012, pada tahun 2008 terhitung sebanyak 17,3 juta (30%) kematian di seluruh dunia terjadi akibat penyakit kardiovaskular, dengan 7,3 juta orang (12%) diantaranya meninggal akibat penyakit jantung koroner (PJK). Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular diperkirakan akan meningkat terus hingga 25 juta kematian pada tahun 2030 (WHO, 2012). Hal yang sama diungkapkan oleh American Heart Association, yaitu bahwa penyakit kardiovaskular menjadi penyebab 32,8% dari total kematian dunia, dengan 16% persen diantaranya disebabkan oleh PJK (Roger, 2012).

Penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian nomor satu di negara-negara maju. Di Amerika pada tahun 2008, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 1.944 juta (45%), dengan 881 ribu orang diantaranya meninggal karena PJK. Di negara-negara Eropa diperhitungkan 20.000–40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Di Jepang pada tahun 2006 didapatkan dari 3.081 pasien yang turut dalam studi Jikei, tercatat 41 % yang menderita PJK (WHO, 2012).

Di negara berpenghasilan rendah, PJK merupakan penyebab kematian nomor dua dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyakit penyebab kematian yaitu mencapai 308.000 orang pada tahun 2008 (WHO, 2012).

(48)

rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah PJK, yaitu sekitar 110.183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Departemen Kesehatan RI, 2009).

Penyebab kematian pasca infark miokard adalah multifaktorial. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan kematian akibat infark miokard terutama terkait dengan luasnya miokard yang cedera. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri dapat menjadi salah satu prediktor penting. Faktor-faktor lainnya yang dapat menjadi prediktor peningkatan risiko kematian yaitu aritmia ventrikel pada pengujian elektrofisiologi atau selama 24 jam pemantauan rawat jalan, lebarnya kompleks QRS, adanya gelombang T alternans, adanya dispersi gelombang QT yang berlebihan, variabilitas denyut jantung, dan level troponin yang terus menerus naik (Bunch, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Pareira dkk. pada tahun 2006 didapati angka kematian selama periode rawat inap pada pasien dengan infark miokard ventrikel kiri yang terkait dengan ventrikel kanan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menderita infark miokard ventrikel kiri saja (Pareira, 2006). Infark miokard ventrikel kiri yang berkaitan dengan infark miokard ventrikel kanan diperkirakan terjadi pada 14%–84% kasus (Pareira, 2006). Keterlibatan ventrikel kanan biasanya terjadi pada 30–50% kasus infark inferior, dan pada 10% kasus infark anterior. Beberapa komplikasi dapat menyertai infark inferior yang disertai infark ventrikel kanan, komplikasi ini dapat menimbulkan kematian (Pandey, 2006).

(49)

Meningkatnya tekanan diastolik akhir ventrikel kiri akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan dan penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan (Anavekar, 2008).

Penilaian fungsi ventrikel kiri telah menjadi pemeriksaan standar pada kasus infark miokard, hal ini dikarenakan dalam banyak studi sebelumnya fungsi ventrikel kiri telah terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas. Namun, penilaian fungsi ventrikel kanan pasca infark miokard masih belum lazim dilakukan (Engstrom, 2010).

Pengukuran fungsi ventrikel kanan dapat dilakukan secara praktis melalui pemeriksaan ekokardiografi, salah satunya dengan metode Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE). American Society of Echocardiography

merekomendasikan penggunaan TAPSE secara rutin sebagai sebuah metode sederhana dalam estimasi fungsi sistolik ventrikel kanan (Bleeker, 2006).

Dapat disimpulkan dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa disfungsi ventrikel kanan telah terbukti menjadi penanda prognosis buruk serta prediktor kematian pada pasien infark miokard akut. Namun, karena evaluasi ekokardiografi pada infark miokard akut terutama masih diarahkan untuk fungsi evaluasi ventrikel kiri dan komplikasi mekaniknya, data yang tersedia untuk nilai prognostik disfungsi ventrikel kanan sangatlah terbatas.

Karena itu, dalam studi ini peneliti tertarik untuk mengetahui distribusi mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE).

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(50)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui distribusi mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut di RSUP H. Adam Malik-Medan berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE).

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui jumlah populasi pasien infark miokard akut. 2. Untuk mengetahui score Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) pada pasien yang menderita infark miokard

akut.

3. Untuk mengetahui tingkat mortalitas dalam perawatan pasien yang menderita infark miokard akut.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya : 1. Memberi informasi kepada bidang pendidikan, khususnya bidang

kedokteran, mengenai ditribusi mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE).

2. Memberi informasi mengenai infark miokard akut kepada unit pelayanan kesehatan khususnya pihak RSUP H. Adam Malik Medan dalam pengembangan strategi pengobatan yang dapat memperbaiki kondisi pasien infark miokard akut dengan keterlibatan ventrikel kanan.

(51)

ABSTRAK

Infark miokard akut adalah penyakit kardiovaskular yang paling sering diderita dan merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Fungsi ventrikel kanan merupakan aspek penting yang sering terabaikan dalam evaluasi pasien infark miokard akut. Gangguan fungsi ventrikel kanan dapat menyebabkan prognosis yang lebih buruk pada kasus infark miokard akut. Fungsi ventrikel kanan dapat dievaluasi dari nilai TAPSE pada pemeriksaan ekokardiografi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi mortalitas dalam perawatan pasien infark miokard akut di RSUP. H. Adam Malik Medan berdasarkan Tricuspid Annular Plane Systolic (TAPSE). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain case series. Pengumpulan data dilakukan melalui analisis pada 28 data rekam medis dari pasien infark miokard akut pada bulan September – Oktober 2013 yang dipilih dengan metode total sampling. Gambaran fungsi ventrikel kanan diperoleh dari nilai TAPSE hasil ekokardiografi yang dikelompokkan berdasarkan klasifikasi European association of Echocardiography tahun 2010.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai TAPSE yang tidak normal pada sebagian besar pasien infark miokard akut yakni 22 pasien (78.6%) dari total 28 pasien infark miokard akut yang menjalani ekokardiografi. Mortalitas dalam perawatan dijumpai pada 1 pasien (3.6%) dengan nilai TAPSE normal. Mortalitas dalam perawatan tidak dijumpai pada pasien dengan nilai TAPSE tidak normal.

Gambar

Gambar 3.2 Kerangka Penelitian
Tabel 5.1.  Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan
Tabel 5.2.  Distribusi Penderita Infark Miokard Akut berdasarkan
Tabel 5.4. Gambaran Faktor Resiko pada Penderita Infark Miokard
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan kemampuan ( skill ) dan pengetahuan ( knowledge ) merupakan salah satu modal yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat. memahami literasi media sebagai

Hendro Gunawan, MA

Dengan program aplikasi multimedia interaktif ini diharapkan agar pemakai tertarik untuk mencoba membuat origami dan dapat menambah

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah sistem yang mampu menerjemahkan suatu kalimat teks berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan aturan yang

Hasil yang berbeda nyata pada variabel jumlah badan buah terjadi karena pada sistem benebaran bibit secara dicampur akan memiliki jumlah titik tumbuh yang lebih

Dari uraian di atas terlihat bahwa pemahaman pluralisme menurut Rahman lebih difokuskan pada keharusan adanya toleransi keberagamaan dengan mengakui adanya dimensi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah DPD PDI-Perjuangan dalam melakukan rekrutmen calon anggota legislatif berpedoman pada Surat Ketetapan Nomor: 061/TAP/DPP/III/2013,

Karena lebih sering berinteraksi dengan komunitas mereka, perempuan mengalami ketegangan (anxiety) selama interaksi yang disebabkan oleh adanya perasaan asing dan