• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sitotoksisitas Fraksi Aktif Biji Mahoni (Swietenia mahagoni) pada Sel Kanker Payudara T47D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sitotoksisitas Fraksi Aktif Biji Mahoni (Swietenia mahagoni) pada Sel Kanker Payudara T47D"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI. Sitotoksisitas Fraksi Aktif Biji Mahoni

(

Swietenia mahagoni

) pada Sel Kanker Payudara T47D. Dibimbing oleh DUDI

TOHIR dan PUSPITA EKA WUYUNG.

Fraksi etil asetat biji mahoni (

Swietenia mahagoni

) berdaun kecil telah

dilaporkan memiliki toksisitas terhadap larva udang

Artemia salina

dan berpotensi

sebagai obat. Penelitian ini bertujuan menguji sitotoksisitas fraksi aktif biji mahoni

terhadap sel kanker payudara T47D. Fraksi etil asetat difraksinasi menggunakan

kromatografi kolom klasik dengan fase diam silika gel dan fase gerak

kloroform-etil asetat secara bergradien sehingga diperoleh 8 fraksi. Fraksi 2 dengan

nilai konsentrasi letal 50 sebesar 74.30 ppm mampu menghambat pertumbuhan sel

T47D dengan nilai konsentrasi inhibisi 50 sebesar 49.12 ppm. Berdasarkan hasil uji

fitokimia dapat diketahui bahwa fraksi 2 mengandung senyawa alkaloid dan

steroid/triterpenoid.

ABSTRACT

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI. Cytotoxicity of Active Fraction from

Swietenia mahagoni

Seed at Breast Cancer T47D. Supervised by DUDI TOHIR

and PUSPITA EKA WUYUNG.

(2)

1

PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita setelah kanker leher rahim. Pada Tahun 2005 The American Cancer Society menyebutkan bahwa 3% kasus kematian wanita di Amerika Serikat disebabkan oleh kanker payudara. Sementara hasil perhitungan ekstrapolasi statistik didasarkan pada data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada, dan Australia menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876665 (Kusminarto 2006). Tjidarbumi (2002) menyebutkan bahwa penderita kanker payudara di Indonesia sebanyak 12.10%, terbanyak kedua setelah kanker leher rahim (19.18%).

Upaya pengobatan kanker secara konvensional baik berupa operasi, radioterapi, maupun kemoterapi membutuhkan biaya yang sangat besar dan menimbulkan efek samping bagi kesehatan. Oleh karena itu saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari obat antikanker dari bahan alam yang diharapkan lebih efektif dan aman.

Penelitian terdahulu telah berhasil dilakukan isolasi senyawa bioaktif dari biji mahoni (Swietenia mahagoni) yang diduga berpotensi sebagai senyawa obat dengan nilai konsentrasi letal 50 (LC50) sebesar 17,7 ppm (Sianturi 2001). Putri (2004) melaporkan bahwa fraksi aktif biji mahoni dapat menghambat pertumbuhan Sacharomyces cerevisiaesebagai uji awal terhadap senyawa antikanker.

Beranjak dari penelitian sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan sitotoksisitas dari fraksi biji mahoni pada sel kanker payudara T47D. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam biji mahoni berpotensi sebagai antikanker.

TINJAUAN PUSTAKA

Swietenia mahagoni

Swietenia mahagoni atau mahoni berdaun kecil merupakan tanaman tropis yang termasuk famili Meliaceae. Di Indonesia terdapat tiga spesies pohon mahoni, yaitu S. macrophylla (mahoni berdaun lebar), S.

mahagoni (mahoni berdaun kecil), dan Swietenia sp. Berdasarkan klasifikasi tumbuhan mahoni berdaun kecil termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotiledonae, ordo Rutales, famili Meliaceae, subfamili Swietenidae, genus Swietenia, dan spesies: Swietenia mahagoni (Heyne 1950).

Biji mahoni (Gambar 1) biasanya dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya demam, susah tidur, tekanan darah tinggi, eksim, kencing manis, dan disentri, serta dapat menambah nafsu makan (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Selain itu biji mahoni juga berkhasiat sebagai obat malaria, anemia, dan diare.

Gambar 1 Buah dan bijiS. Mahagoni Penelitian pada batang mahoni yang diekstraksi dengan etanol terbukti sebagai antimalariaPlasmodium falciparum, klon D6 dan W2 yang diuji secara in vitro (McKinon et al. 1997). Ekstrak heksan kulit batang mahoni mengandung triterpenoid dan menunjukkan nilai LC50 dengan uji BSLT (brine shrimp lethality test) sebesar 3.73 µg/ml, sehingga spesies ini sangat berpotensi sebagai obat (Sukardiman 2000).

Penelitian pada biji mahoni terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan bakteri subtilis (Hartati 2002). Shahidur et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji Swietenia mahagoni mengandung dua jenis senyawa yang disebut limonoid, yaitu swietenolid dan 2-hidroksi-3-O-tigloilswietenolide dan memi-liki aktifitas sebagai antibakteri.

Kandungan senyawa kimia biji mahoni di antaranya flavonoid, saponin, alkaloid, steroid/triterpenoid, dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991; Sianturi 2001; Haryanti 2002; Putri 2004).

Kanker Payudara

(3)

1

PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita setelah kanker leher rahim. Pada Tahun 2005 The American Cancer Society menyebutkan bahwa 3% kasus kematian wanita di Amerika Serikat disebabkan oleh kanker payudara. Sementara hasil perhitungan ekstrapolasi statistik didasarkan pada data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada, dan Australia menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876665 (Kusminarto 2006). Tjidarbumi (2002) menyebutkan bahwa penderita kanker payudara di Indonesia sebanyak 12.10%, terbanyak kedua setelah kanker leher rahim (19.18%).

Upaya pengobatan kanker secara konvensional baik berupa operasi, radioterapi, maupun kemoterapi membutuhkan biaya yang sangat besar dan menimbulkan efek samping bagi kesehatan. Oleh karena itu saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari obat antikanker dari bahan alam yang diharapkan lebih efektif dan aman.

Penelitian terdahulu telah berhasil dilakukan isolasi senyawa bioaktif dari biji mahoni (Swietenia mahagoni) yang diduga berpotensi sebagai senyawa obat dengan nilai konsentrasi letal 50 (LC50) sebesar 17,7 ppm (Sianturi 2001). Putri (2004) melaporkan bahwa fraksi aktif biji mahoni dapat menghambat pertumbuhan Sacharomyces cerevisiaesebagai uji awal terhadap senyawa antikanker.

Beranjak dari penelitian sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan sitotoksisitas dari fraksi biji mahoni pada sel kanker payudara T47D. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam biji mahoni berpotensi sebagai antikanker.

TINJAUAN PUSTAKA

Swietenia mahagoni

Swietenia mahagoni atau mahoni berdaun kecil merupakan tanaman tropis yang termasuk famili Meliaceae. Di Indonesia terdapat tiga spesies pohon mahoni, yaitu S. macrophylla (mahoni berdaun lebar), S.

mahagoni (mahoni berdaun kecil), dan Swietenia sp. Berdasarkan klasifikasi tumbuhan mahoni berdaun kecil termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotiledonae, ordo Rutales, famili Meliaceae, subfamili Swietenidae, genus Swietenia, dan spesies: Swietenia mahagoni (Heyne 1950).

Biji mahoni (Gambar 1) biasanya dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya demam, susah tidur, tekanan darah tinggi, eksim, kencing manis, dan disentri, serta dapat menambah nafsu makan (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Selain itu biji mahoni juga berkhasiat sebagai obat malaria, anemia, dan diare.

Gambar 1 Buah dan bijiS. Mahagoni Penelitian pada batang mahoni yang diekstraksi dengan etanol terbukti sebagai antimalariaPlasmodium falciparum, klon D6 dan W2 yang diuji secara in vitro (McKinon et al. 1997). Ekstrak heksan kulit batang mahoni mengandung triterpenoid dan menunjukkan nilai LC50 dengan uji BSLT (brine shrimp lethality test) sebesar 3.73 µg/ml, sehingga spesies ini sangat berpotensi sebagai obat (Sukardiman 2000).

Penelitian pada biji mahoni terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan bakteri subtilis (Hartati 2002). Shahidur et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji Swietenia mahagoni mengandung dua jenis senyawa yang disebut limonoid, yaitu swietenolid dan 2-hidroksi-3-O-tigloilswietenolide dan memi-liki aktifitas sebagai antibakteri.

Kandungan senyawa kimia biji mahoni di antaranya flavonoid, saponin, alkaloid, steroid/triterpenoid, dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991; Sianturi 2001; Haryanti 2002; Putri 2004).

Kanker Payudara

(4)

2

pada tahun 2009 di Amerika Serikat terdapat 192370 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1910 kasus baru pada pria (National Cancer Institut 2009).

Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada jaringan payudara, biasanya pada duktus (saluran yang mengalirkan susu ke puting) dan lobulus (kelenjar yang menghasilkan air susu) (National Cancer Institut 2009). Kanker payudara ditandai dengan benjolan, perubahan ukuran, kulit yang kemerahan, keberadaan aleora (lingkaran hitam di sekitar puting susu), ruam, pengencangan atau pelonggaran payudara, dan rasa sakit di daerah payudara (Tjidarbumi 1986).

Beberapa faktor yang berperan memicu timbulnya kanker di antaranya ialah gen p53, gen BRCA1 dan gen BRCA2 (Hahn & Payne 2003; Jerry 2007), hormon estrogen yang abnormal, onkogen (gen pemicu pembelahan sel secara berlebih), hilangnya gen supresor untuk tumor, dan keberadaan bahan karsinogen (Warrenet al.2002; Lewis 2003). Selain itu riwayat keluarga penderita kanker payudara, kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, menstruasi dini atau menopause yang terlambat, konsumsi lemak jenuh, dan penumpukan lemak berlebih (di paha dan pinggul) juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara (Hahn & Payne 2003).

Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu operasi, radiasi, dan terapi pendamping. Terapi pendamping dapat dibagi menjadi terapi hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003).

Uji Antikanker

Antikanker adalah agen yang memiliki sifat sitostatik (dapat menghambat pertumbuhan sel kanker) dan atau sitosidal (dapat mematikan sel kanker) (Boik 1996). Beberapa metabolit sekunder memiliki aktivitas sebagai agen antikanker. Oleh karena itu, akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian untuk mencari senyawa metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas sebagai senyawa antikanker yang kemudian akan dikembangkan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker.

Untuk mengetahui suatu senyawa merupakan agen antikanker dari tanaman obat, National Cancer Institute (NCI) Amerika Serikat, menentukan prosedur

screening, yaitu preparasi,prescreen, screen, monitoring, secondary testing, dan clinical trials. Preparasi yang dilakukan adalah berupa pengumpulan tanaman dan ekstraksi. Prescreen test dilakukan dengan uji in vitro atau in vivo secara sederhana untuk mengidentifikasi ekstrak yang berpotensi antikanker. Ekstrak yang aktif kemudian di-screening melawan sel yang lebih banyak secara in vivo. Ekstrak yang berhasil di-screening akan dilakukan tahap monitoring, yaitu difraksinasi untuk memperoleh senyawa aktif yang murni. Senyawa yang murni ini kemudian diuji secara in vivo. Senyawa yang berhasil menunjukkan aktivitas antikaker ini dilakukan secondary testing untuk menentukan apakah senyawa tersebut dapat digunakan untukclinical trials.

Menurut Hidayat (2002), pencarian bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antikanker dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut: (i) uji kematian larva udang laut atau BSLT, (ii) uji hambat tumor pada lempeng kentang (potato disc crown gall tumor inhibition assay), (iii) uji proliferasi kuncup lemna (lemna frond proliferation assay), (iv) Uji sitotoksikin vitro danin vivo.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biji mahoni yang diambil dari Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur dan telah diidentifikasi oleh UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Lampiran 1), lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) F 254, silika G 60, larva udangArtemia salina, tween 80, air laut, media RPMI (rosewell park memorial institute) 1640, penisilin-sterptomisin (Gibco), FBS (fetal bovin serum), Cisplatin

(Kalbe farma), MTT

(3-[4,5-dimetiltiazol-2-il]-2,5-difeniltetrazoli um bromida), dimetil sulfoksida (DMSO), dan sodium dodesil sulfat (SDS).

(5)

2

pada tahun 2009 di Amerika Serikat terdapat 192370 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1910 kasus baru pada pria (National Cancer Institut 2009).

Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada jaringan payudara, biasanya pada duktus (saluran yang mengalirkan susu ke puting) dan lobulus (kelenjar yang menghasilkan air susu) (National Cancer Institut 2009). Kanker payudara ditandai dengan benjolan, perubahan ukuran, kulit yang kemerahan, keberadaan aleora (lingkaran hitam di sekitar puting susu), ruam, pengencangan atau pelonggaran payudara, dan rasa sakit di daerah payudara (Tjidarbumi 1986).

Beberapa faktor yang berperan memicu timbulnya kanker di antaranya ialah gen p53, gen BRCA1 dan gen BRCA2 (Hahn & Payne 2003; Jerry 2007), hormon estrogen yang abnormal, onkogen (gen pemicu pembelahan sel secara berlebih), hilangnya gen supresor untuk tumor, dan keberadaan bahan karsinogen (Warrenet al.2002; Lewis 2003). Selain itu riwayat keluarga penderita kanker payudara, kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, menstruasi dini atau menopause yang terlambat, konsumsi lemak jenuh, dan penumpukan lemak berlebih (di paha dan pinggul) juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara (Hahn & Payne 2003).

Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu operasi, radiasi, dan terapi pendamping. Terapi pendamping dapat dibagi menjadi terapi hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003).

Uji Antikanker

Antikanker adalah agen yang memiliki sifat sitostatik (dapat menghambat pertumbuhan sel kanker) dan atau sitosidal (dapat mematikan sel kanker) (Boik 1996). Beberapa metabolit sekunder memiliki aktivitas sebagai agen antikanker. Oleh karena itu, akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian untuk mencari senyawa metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas sebagai senyawa antikanker yang kemudian akan dikembangkan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker.

Untuk mengetahui suatu senyawa merupakan agen antikanker dari tanaman obat, National Cancer Institute (NCI) Amerika Serikat, menentukan prosedur

screening, yaitu preparasi,prescreen, screen, monitoring, secondary testing, dan clinical trials. Preparasi yang dilakukan adalah berupa pengumpulan tanaman dan ekstraksi. Prescreen test dilakukan dengan uji in vitro atau in vivo secara sederhana untuk mengidentifikasi ekstrak yang berpotensi antikanker. Ekstrak yang aktif kemudian di-screening melawan sel yang lebih banyak secara in vivo. Ekstrak yang berhasil di-screening akan dilakukan tahap monitoring, yaitu difraksinasi untuk memperoleh senyawa aktif yang murni. Senyawa yang murni ini kemudian diuji secara in vivo. Senyawa yang berhasil menunjukkan aktivitas antikaker ini dilakukan secondary testing untuk menentukan apakah senyawa tersebut dapat digunakan untukclinical trials.

Menurut Hidayat (2002), pencarian bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antikanker dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut: (i) uji kematian larva udang laut atau BSLT, (ii) uji hambat tumor pada lempeng kentang (potato disc crown gall tumor inhibition assay), (iii) uji proliferasi kuncup lemna (lemna frond proliferation assay), (iv) Uji sitotoksikin vitro danin vivo.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biji mahoni yang diambil dari Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur dan telah diidentifikasi oleh UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Lampiran 1), lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) F 254, silika G 60, larva udangArtemia salina, tween 80, air laut, media RPMI (rosewell park memorial institute) 1640, penisilin-sterptomisin (Gibco), FBS (fetal bovin serum), Cisplatin

(Kalbe farma), MTT

(3-[4,5-dimetiltiazol-2-il]-2,5-difeniltetrazoli um bromida), dimetil sulfoksida (DMSO), dan sodium dodesil sulfat (SDS).

(6)

3

hemositometer (Assistant).

Ekstraksi dan Fraksinasi

Biji mahoni yang telah dikeringudarakan digiling kemudian sebanyak 120 g diekstraksi dengan Soxhlet menggunakan pelarut n-heksana selama 48 jam. Residu yang dihasilkan dimaserasi selama 24 jam dengan pelarut metanol dan 4 kali penggantian pelarut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar. Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan menggunakan etil asetat:air (3:2). Ekstrak etil asetat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar.

Ekstrak etil asetat pekat difraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom berisi silika G 60 dengan eluen kloroform dan etil asetat secara bergradien. Masing-masing fraksi ditampung dalam vial sampai volume 10 ml. Fraksi yang diperoleh di-KLT dengan eluen pengembang kloroform:etil asetat (7:3). Fraksi dengan nilaiRf yang sama digabung dan dikeringkan dengan penguap putar. Setiap fraksi diuji toksisitas terhadap larva udang A. salina untuk menentukan fraksi teraktif yang akan dilanjutkan uji sitotoksik terhadap sel T47D.

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang

Telur udang ditetaskan dalam gelas piala 1 l berisi air laut dan dilengkapi dengan aerator. Setelah 24 jam, telur udang menetas menjadi larva udang. Sebanyak 20 mg dari masing-masing fraksi dilarutkan dalam air laut sampai volumenya 4 ml. Sampel yang tidak larut ditambahkan 10 μl tween 80 (batas penambahan tween 80 adalah 50µl tiap 10 ml) dan dari larutan ekstrak dipipet sebanyak 500, 50, dan 5 μl ke dalam vial tempat uji larva udang, lalu ditambahkan air laut sampai volume larutan dalam vial menjadi 2 ml sehingga konsentrasi ekstrak menjadi 1000, 100, dan 10 ppm. Masing-masing vial diberi 10 ekor larva udang. Blangko dibuat dengan menggunakan air laut yang telah mengandung 10 µl tween 80 dengan volume total 4 ml. Setelah 24 jam dihitung jumlah udang yang mati dan ditentukan nilai LC50. Masing-masing ekstrak diuji dengan 3 kali ulangan dengan 1 blangko.

Uji Sitotoksik Fraksi Teraktif Terhadap Sel T47D

Sel T47D dalam medium RPMI diinokulasikan ke dalam sumuran dengan jumlah inokulan 100 µl (kepadatan 2.5 × 104 sel/sumuran). Sebanyak 100 µl fraksi aktif dengan konsentrasi 250, 100, 50, dan 20 µg/ml ditambahkan pada inokulan kemudian diinkubasi pada inkubator CO2 5% pada suhu 37 oC selama 24 jam. Pada akhir inkubasi medium pada masing-masing sumuran dibuang dan dicuci dengan PBS kemudian ditambahkan 100 µl MTT 0.75% (dalam medium) lalu diinkubasi selama 4 jam dalam inkubator CO2. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk formazan yang berwarna biru. Formazan dilarutkan dalam larutan SDS lalu diinkubasi selama 18 jam pada suhu kamar dalam gelap. Serapan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 570 nm. Pengujian dilakukan secara triplo dengan 1 blangko media RPMI, 1 kontrol negatif sel T47D, dan 1 kontrol positif cisplatin.

Uji Fitokimia

Uji Saponin

Sebanyak 0.1 g sampel diekstrak dengan metanol, pelarut kemudian diuapkan sampai kering, lalu residu diekstrak dengan dietil eter tiga kali, dan fraksi yang larut dalam dietil eter dipisahkan. Sebanyak 5 ml akuades ditambahkan ke dalam sisa residu yang tidak larut dalam dietil eter dan dikocok. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa dengan tinggi 2-3 cm.

Uji Steroid/Triterpenoid (Lieberman Burchard)

Fraksi yang larut dalam dietil eter dalam uji saponin ditambahkan anhidrida asam asetat dan H2SO4 pekat (reagen Lieberman Burchard) kemudian dikocok. Warna hijau kebiruan menunjukkan adanya kandungan steroid/triterpenoid.

Uji Alkaloid

(7)

4

dan 4 tetes NH4OH pekat lalu dikocok. Setelah itu ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N kemudian dikocok hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam plat tetes lalu ditambahkan reagen Meyers, Wagner, Dragendorf pada masing-masing lubang plat. Kandungan alkaloid ditunjukkan dengan adanya endapan putih pada reangen Meyers, coklat pada reagen Wagner, dan jingga pada reagen Dragendorf.

Uji Tanin

Sebanyak 0.1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air panas dan dikocok sampai dingin. Sebanyak 6 tetes filtrat dipipet ke dalam plat tetes lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Warna kuning kehijauan menunjukkan adanya kandungan tanin.

Uji Flavonoid

Sebanyak 0.1 g sampel ditambah 10 ml air panas lalu dipanaskan lagi selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 1 ml amil alkohol kemudian dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan

dengan terbentuknya warna

merah/jingga/kuning pada lapisan amil alkohol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak dan Fraksi

Secara umum, penelitian terdiri atas 4 tahap, yaitu ekstraksi, fraksinasi, uji BSLT, dan uji Sitotoksik (Lampiran 2). Ekstraksi dengan metode Soxhletasi menggunakan pelarut n-heksana bertujuan untuk menghilangkan kandungan lemak pada biji mahoni. Lemak perlu di hilangkan lebih dahulu agar tidak mengganggu analisis senyawa metabolit sekunder target. Setelah kandungan lemak hilang, dilakukan maserasi dengan metanol untuk menarik semua senyawa aktif yang terdapat dalam sampel. Ekstrak metanol dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 oC. Diharapkan pada suhu tersebut senyawa metabolit sekunder tidak rusak. Tahap ekstraksi ini diperoleh ekstrak metanol pekat sebesar 20.73 g

(16.92%).

Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan etil asetat:air (3:2) untuk memisahkan senyawa polar dan semipolar. Senyawa polar terekstrak oleh air sedangkan senyawa semipolar terekstrak oleh etil asetat. Rendemen fraksi etil asetat yang diperoleh ialah 5.89 g (4.9%).

Untuk meningkatkan kemurnian senyawa yang terekstrak oleh etil asetat maka sebanyak 2,12 g fraksi etil asetat difraksinasi pada kolom dengan fase diam silika G 60 dan fase gerak kloroform dan etil asetat secara bergradien dengan peningkatan kepolaran. Dari sini diharapkan terjadi pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan polaritasnya. Untuk mengetahui jumlah fraksi yang diperoleh, dilakukan uji kualitatif dengan KLT. Hasilnya memperlihatkan adanya 8 fraksi (Lampiran 3). Fraksi 1 bersifat cenderung nonpolar karena terbawa oleh CHCl3, sedangkan fraksi 8 bersiat semipolar karena terbawa oleh etil asetat.

Toksisitas terhadap Larva Udang

Untuk menentukan fraksi aktif yang akan digunakan pada tahap uji sitotoksik maka dilakukan uji BSLT dengan A. salina. Uji BSLT merupakan metode yang cepat dan sederhana untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa (MacLaughin 1991). Aktivitas suatu senyawa ini ditunjukkan sebagai nilai LC50. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan analisis probit (Lampiran 4). Hasil uji BSLT (Tabel 1) dari fraksi 1 sampai fraksi 8 kecuali fraksi 6 menunjukkan bahwa semua fraksi merupakan fraksi yang aktif karena memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm (Meyer et al. 1982). Nilai LC50 fraksi 6 tidak ditentukan karena rendemen yang diperoleh sangat kecil sehingga tidak dapat diuji.

Tabel 1. Hasil uji BSLT fraksi-fraksi biji mahoni

Fraksi Bobot (g) LC50

(8)

4

dan 4 tetes NH4OH pekat lalu dikocok. Setelah itu ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N kemudian dikocok hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam plat tetes lalu ditambahkan reagen Meyers, Wagner, Dragendorf pada masing-masing lubang plat. Kandungan alkaloid ditunjukkan dengan adanya endapan putih pada reangen Meyers, coklat pada reagen Wagner, dan jingga pada reagen Dragendorf.

Uji Tanin

Sebanyak 0.1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air panas dan dikocok sampai dingin. Sebanyak 6 tetes filtrat dipipet ke dalam plat tetes lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Warna kuning kehijauan menunjukkan adanya kandungan tanin.

Uji Flavonoid

Sebanyak 0.1 g sampel ditambah 10 ml air panas lalu dipanaskan lagi selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 1 ml amil alkohol kemudian dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan

dengan terbentuknya warna

merah/jingga/kuning pada lapisan amil alkohol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak dan Fraksi

Secara umum, penelitian terdiri atas 4 tahap, yaitu ekstraksi, fraksinasi, uji BSLT, dan uji Sitotoksik (Lampiran 2). Ekstraksi dengan metode Soxhletasi menggunakan pelarut n-heksana bertujuan untuk menghilangkan kandungan lemak pada biji mahoni. Lemak perlu di hilangkan lebih dahulu agar tidak mengganggu analisis senyawa metabolit sekunder target. Setelah kandungan lemak hilang, dilakukan maserasi dengan metanol untuk menarik semua senyawa aktif yang terdapat dalam sampel. Ekstrak metanol dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 oC. Diharapkan pada suhu tersebut senyawa metabolit sekunder tidak rusak. Tahap ekstraksi ini diperoleh ekstrak metanol pekat sebesar 20.73 g

(16.92%).

Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan etil asetat:air (3:2) untuk memisahkan senyawa polar dan semipolar. Senyawa polar terekstrak oleh air sedangkan senyawa semipolar terekstrak oleh etil asetat. Rendemen fraksi etil asetat yang diperoleh ialah 5.89 g (4.9%).

Untuk meningkatkan kemurnian senyawa yang terekstrak oleh etil asetat maka sebanyak 2,12 g fraksi etil asetat difraksinasi pada kolom dengan fase diam silika G 60 dan fase gerak kloroform dan etil asetat secara bergradien dengan peningkatan kepolaran. Dari sini diharapkan terjadi pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan polaritasnya. Untuk mengetahui jumlah fraksi yang diperoleh, dilakukan uji kualitatif dengan KLT. Hasilnya memperlihatkan adanya 8 fraksi (Lampiran 3). Fraksi 1 bersifat cenderung nonpolar karena terbawa oleh CHCl3, sedangkan fraksi 8 bersiat semipolar karena terbawa oleh etil asetat.

Toksisitas terhadap Larva Udang

Untuk menentukan fraksi aktif yang akan digunakan pada tahap uji sitotoksik maka dilakukan uji BSLT dengan A. salina. Uji BSLT merupakan metode yang cepat dan sederhana untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa (MacLaughin 1991). Aktivitas suatu senyawa ini ditunjukkan sebagai nilai LC50. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan analisis probit (Lampiran 4). Hasil uji BSLT (Tabel 1) dari fraksi 1 sampai fraksi 8 kecuali fraksi 6 menunjukkan bahwa semua fraksi merupakan fraksi yang aktif karena memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm (Meyer et al. 1982). Nilai LC50 fraksi 6 tidak ditentukan karena rendemen yang diperoleh sangat kecil sehingga tidak dapat diuji.

Tabel 1. Hasil uji BSLT fraksi-fraksi biji mahoni

Fraksi Bobot (g) LC50

(9)

5 6 7 8 0.0011 0.1394 0.0179 -226.00 252.32 * (-): nilai LC50 tidak ditentukan.

Fraksi 3 merupakan fraksi yang paling aktif dengan nilai LC50 42.26 ppm, tetapi karena rendemen sangat kecil maka dipilih fraksi 2 yang memiliki rendemen cukup banyak dan nilai LC50 74.30 ppm untuk uji sitotoksik terhadap sel T47D.

Sitotoksisitas Fraksi Aktif Terhadap sel T47D

Sel T47D merupakan kultur sel kanker yang diisolasi dari jaringan tumor duktal payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Sel ini dikulturkan dalam media RPMI yang mengandung 0.1% penisilin-streptomisin sebagai antibakteri gram positif dan negatif agar terhindar dari kontaminasi. Selain itu juga mengandung FBS sebagai faktor pertumbuhan sel dan NaHCO3 sebagai pengatur pH dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 oC (Schaferet al. 2000).

Sifat sitotoksik fraksi 2 dapat ditentukan dari kemampuannya membunuh dan menghambat pertumbuhan sel T47D. Kemampuan membunuh dan menghambat pertumbuhan ditentukan sebagai nilai persen penghambatan proliferasi (%PP). Nilai %PP ditentukan dari perbandingan persentase sel hidup terhadap kontrol negatif sel (Lampiran 5). Jumlah sel yang masih hidup dapat ditentukan dengan menggunakan reagen MTT.

Sel hidup memiliki enzim suksinat dehidrogenase yang diproduksi dalam mitokondria. Enzim ini akan mereduksi MTT yang merupakan garam tetrazolium berwarna kuning membentuk kristal formazan berwarna biru (Gambar 2). Warna biru formazan dapat diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm sehingga jumlah sel hidup dapat dihitung. Nilai absorbans formazan sebanding dengan tingkat kehidupan sel dalam media kultur.

Gambar 2. Reaksi pembentukan formazan

Efek penghambatan proliferasi fraksi 2 naik sejalan dengan peningkatan konsentrasi (Gambar 3). Namun, pada konsentrasi 250 ppm sudah tidak terjadi kenaikan yang signifikan. Dari profil penghambatan proliferasi diperoleh nilai IC50 dari fraksi 2 sebesar 49.12 ppm (Lampiran 5). Fraksi 2 berpotensi sebagai antikanker karena memiliki nilai IC50 kurang dari 50 ppm (Manset al. 2000).

Gambar 3. Kurva pengaruh konsentrasi fraksi 2 terhadap persen penghambatan proliferasi

(10)

6

Gambar 4. Kurva pengaruh konsentrasi cisplatin terhadap persen penghambatan proliferasi

Mekanisme kerja antikanker dari cisplatin yaitu dengan membentuk tautan pada rangkaian DNA sehingga dapat mengganggu transkripsi dan translasi. Cisplatin melepaskan 2 ion Cl- membentuk ion N-Pt2+ dihidrat kemudian mengikat atom N7 dari nukleotida guanosin yang berdekatan pada rangkaian yang sama (Reedijk & Lohman 1985).

Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari fraksi etil asetat dan fraksi 2 hasil kolom (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji fitokimia fraksi etil asetat dan fraksi 2

Uji fitokimia Fraksi*

etil asetat Fraksi 2* Saponin Steroid/triterpenoi d Alkaloid Tannin Flavonoid -+ + -+ +

-* (+): senyawa tersebut ada dalam fraksi

Fraksi etil asetat dan fraksi 2 menunjukkan hasil positif pada uji steroid/triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau kebiruan (Lampiran 8). Keduanya juga menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, yaitu terbentuk endapan berwarna putih dengan reagen Meyers, cokelat dengan reagen Wagner, dan jingga dengan reagen Dragendorf (Lampiran 9). Sementara pada uji saponin, flavonoid, dan tanin menunjukkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua fraksi tersebut mengandung senyawa golongan alkaloid dan

steroid/triterpenoid.

Efek farmakologi dari senyawa golongan alkaloid terhadap kanker telah dilaporkan, yaitu alkaloid vinkristin dan vinblastin dari tanaman Vinca yang menghentikan pembelahan sel pada tahap metafase sehingga sel kanker dapat dihambat pertumbuhannya (Nogrady 1992). Senyawa golongan triterpenoid dalam biji mahoni merupakan senyawa limonoid (Shahidur et al. 2009). Efek farmakologi limonoid dalam buah jeruk mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara dengan cara menginduksi kematian sel secara apoptosis (kematian sel terprogram) (Harris et al. 2009). Limonoid dari Azadicarta indica juga mampu menghambat proliferasi sel koriokarsinoma manusia (BeWo) dengan cara menginduksi apoptosis (Kumaret al.2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi 2 dengan nilai LC50 74.30 ppm dan rendemen 0.2336 g, mampu menghambat pertumbuhan sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 49.12 ppm. Fraksi 2 mengandung senyawa alkaloid dan steroid/triterpenoid.

Saran

Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut pada fraksi 2 untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni sehingga struktur senyawa aktifnya dapat dielusidasi. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme penghambatan pertumbuhan sel kanker serta pengujian sitotoksik terhadap sel normal.

DAFTAR PUSTAKA

Boik J. 1996. Cancer and Natural Medicine: A Textbook of Basic Science and Clinical Research. New York: Oregon Medical Pr.

Hahn DB, Payne WA. 2003. Focus on Health. New York: Mc-Graw Hill. Harris ED, Poulose SM, Patil B. 2009.

(11)

6

Gambar 4. Kurva pengaruh konsentrasi cisplatin terhadap persen penghambatan proliferasi

Mekanisme kerja antikanker dari cisplatin yaitu dengan membentuk tautan pada rangkaian DNA sehingga dapat mengganggu transkripsi dan translasi. Cisplatin melepaskan 2 ion Cl- membentuk ion N-Pt2+ dihidrat kemudian mengikat atom N7 dari nukleotida guanosin yang berdekatan pada rangkaian yang sama (Reedijk & Lohman 1985).

Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari fraksi etil asetat dan fraksi 2 hasil kolom (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji fitokimia fraksi etil asetat dan fraksi 2

Uji fitokimia Fraksi*

etil asetat Fraksi 2* Saponin Steroid/triterpenoi d Alkaloid Tannin Flavonoid -+ + -+ +

-* (+): senyawa tersebut ada dalam fraksi

Fraksi etil asetat dan fraksi 2 menunjukkan hasil positif pada uji steroid/triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau kebiruan (Lampiran 8). Keduanya juga menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, yaitu terbentuk endapan berwarna putih dengan reagen Meyers, cokelat dengan reagen Wagner, dan jingga dengan reagen Dragendorf (Lampiran 9). Sementara pada uji saponin, flavonoid, dan tanin menunjukkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua fraksi tersebut mengandung senyawa golongan alkaloid dan

steroid/triterpenoid.

Efek farmakologi dari senyawa golongan alkaloid terhadap kanker telah dilaporkan, yaitu alkaloid vinkristin dan vinblastin dari tanaman Vinca yang menghentikan pembelahan sel pada tahap metafase sehingga sel kanker dapat dihambat pertumbuhannya (Nogrady 1992). Senyawa golongan triterpenoid dalam biji mahoni merupakan senyawa limonoid (Shahidur et al. 2009). Efek farmakologi limonoid dalam buah jeruk mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara dengan cara menginduksi kematian sel secara apoptosis (kematian sel terprogram) (Harris et al. 2009). Limonoid dari Azadicarta indica juga mampu menghambat proliferasi sel koriokarsinoma manusia (BeWo) dengan cara menginduksi apoptosis (Kumaret al.2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi 2 dengan nilai LC50 74.30 ppm dan rendemen 0.2336 g, mampu menghambat pertumbuhan sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 49.12 ppm. Fraksi 2 mengandung senyawa alkaloid dan steroid/triterpenoid.

Saran

Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut pada fraksi 2 untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni sehingga struktur senyawa aktifnya dapat dielusidasi. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme penghambatan pertumbuhan sel kanker serta pengujian sitotoksik terhadap sel normal.

DAFTAR PUSTAKA

Boik J. 1996. Cancer and Natural Medicine: A Textbook of Basic Science and Clinical Research. New York: Oregon Medical Pr.

Hahn DB, Payne WA. 2003. Focus on Health. New York: Mc-Graw Hill. Harris ED, Poulose SM, Patil B. 2009.

(12)

SITOTOKSISITAS FRAKSI AKTIF BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

)

PADA SEL KANKER PAYUDARA T47D

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

6

Gambar 4. Kurva pengaruh konsentrasi cisplatin terhadap persen penghambatan proliferasi

Mekanisme kerja antikanker dari cisplatin yaitu dengan membentuk tautan pada rangkaian DNA sehingga dapat mengganggu transkripsi dan translasi. Cisplatin melepaskan 2 ion Cl- membentuk ion N-Pt2+ dihidrat kemudian mengikat atom N7 dari nukleotida guanosin yang berdekatan pada rangkaian yang sama (Reedijk & Lohman 1985).

Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari fraksi etil asetat dan fraksi 2 hasil kolom (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji fitokimia fraksi etil asetat dan fraksi 2

Uji fitokimia Fraksi*

etil asetat Fraksi 2* Saponin Steroid/triterpenoi d Alkaloid Tannin Flavonoid -+ + -+ +

-* (+): senyawa tersebut ada dalam fraksi

Fraksi etil asetat dan fraksi 2 menunjukkan hasil positif pada uji steroid/triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau kebiruan (Lampiran 8). Keduanya juga menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, yaitu terbentuk endapan berwarna putih dengan reagen Meyers, cokelat dengan reagen Wagner, dan jingga dengan reagen Dragendorf (Lampiran 9). Sementara pada uji saponin, flavonoid, dan tanin menunjukkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua fraksi tersebut mengandung senyawa golongan alkaloid dan

steroid/triterpenoid.

Efek farmakologi dari senyawa golongan alkaloid terhadap kanker telah dilaporkan, yaitu alkaloid vinkristin dan vinblastin dari tanaman Vinca yang menghentikan pembelahan sel pada tahap metafase sehingga sel kanker dapat dihambat pertumbuhannya (Nogrady 1992). Senyawa golongan triterpenoid dalam biji mahoni merupakan senyawa limonoid (Shahidur et al. 2009). Efek farmakologi limonoid dalam buah jeruk mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara dengan cara menginduksi kematian sel secara apoptosis (kematian sel terprogram) (Harris et al. 2009). Limonoid dari Azadicarta indica juga mampu menghambat proliferasi sel koriokarsinoma manusia (BeWo) dengan cara menginduksi apoptosis (Kumaret al.2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi 2 dengan nilai LC50 74.30 ppm dan rendemen 0.2336 g, mampu menghambat pertumbuhan sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 49.12 ppm. Fraksi 2 mengandung senyawa alkaloid dan steroid/triterpenoid.

Saran

Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut pada fraksi 2 untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni sehingga struktur senyawa aktifnya dapat dielusidasi. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme penghambatan pertumbuhan sel kanker serta pengujian sitotoksik terhadap sel normal.

DAFTAR PUSTAKA

Boik J. 1996. Cancer and Natural Medicine: A Textbook of Basic Science and Clinical Research. New York: Oregon Medical Pr.

Hahn DB, Payne WA. 2003. Focus on Health. New York: Mc-Graw Hill. Harris ED, Poulose SM, Patil B. 2009.

(14)

7

h e a l t h .

http://www.actahort.org/books/744/744_ 12.htm [25 Juni 2009].

Haryanti F. 2002. Isolasi senyawa antibakteri dari biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1950. Denuttige Planted van Indonesian. Ed ke-3. Gravenhage: NV Uitgeverij van Noeves.

Hidayat MA 2002. Uji aktifitas antikanker ekstrak heksan daun Eupatorium triplinerve Vahl. terhadap kultur sel meiloma.Jurnal Ilmu Dasar 3:92-97. Jerry DJ. 2007. Roles of estrogen and

progesterone in breast cancer prevention. Breast Canc Res 9:102.

Kumar V, Abbas AK, Fausato N. 2005. Cellular Adaptation, Cell Injury, and Cell Death. Di dalam: Robin, Kumar, editor. Patologic Basis of Disease. Ed ke-7. Philadelphia: WB Saunders.

Kusminarto. 2006. Deteksi sangat dini kanker payudara. http://kompas.com/ kompas-cetak/0604/17/ilpeng/25748.htm [21 Juni 2009].

Lewis R. 2003. Human Genetics: Concept and Aplication. New York: McGraw-Hill.

MacKinon S, Durst T, Arnason JT. 1997. Antimalarial activity of tropical meliaceae extracts and gedunin derivatives. J Natural Product 60:336-341.

MacLaughin J. 1991. Crown Gad Tumours on Potato Disc and Brine Shrimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractination. Di dalam: Hostettmann K, editor. Methods in Plant Biochemistry.Ed ke-6. New york: Pergamon.

Mans DRA, Adriana Bd’R, Schwartsmann G. 2000. Anticancer drugs discovery and development in Brazil: targeted plants collection as a rational strategy to acquire

candidate anticancer compound. The Oncologys 5:185-98.

Meyer BN, Ferigni NR, Putnam JE, Jacobsen RE, Nicholas, McLaughin JL. 1982. Brine shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituent. Planta med45:31-34.

[NCI] National Cancer Institut. 2009. Breast

c a n c e r .

http://www.cancer.gov/cancer-topics/ types/breast.htm [11 Mei 2009].

Nogrady T. 1992.Kimia Medisinal. Rasyid R, Musadad A, penerjemah; Niksolihin SM, editor. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari:Medicinal Chemistry.

Putri NE. 2004. Inhibisi fraksi aktif biji

mahoni pada pertumbuhan

Saccharomyces cerevisiae sebagai uji antikanker. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Reedijk J, Lohman PHM. 1985. Cisplatin: Synthesis, antitumor activity, and mecanism of action. Pharm Weekly 7:173-80.

Schafer JM, Lee ES, O’Regan RM, Yao K, Jordan VC. 2000. Rapid development of tamoxifen-stimulated mutant p53 breast tumor (T47D) in athymic mice. Clin Cancer Res 6:4373-4380.

Shahidur R, Azad C, Husne-Ara A, Sheikh ZR, Mohammad SA, Lutfun N, Satyajit DS. 2009. Antibacterial actifity of two limonoids from swietenia mahagoni against multiple-drug-resistant (MDR) bacterial strains.J Nat Med 63:41-45. Sianturi AHM. 2001. Isolasi dan fraksinasi

senyawa bioaktif dari biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(15)

8

Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat di Indonesia. Volume ke-1. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Tjidarbumi D. 1986. Tumor Ganas pada Wanita. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Tjidarbumi D, Mangunkusumo R. 2002. Cancer in Indonesia, present and future. Jpn J Clin Oncol 32:S17-S21.

(16)

SITOTOKSISITAS FRAKSI AKTIF BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

)

PADA SEL KANKER PAYUDARA T47D

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

ABSTRAK

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI. Sitotoksisitas Fraksi Aktif Biji Mahoni

(

Swietenia mahagoni

) pada Sel Kanker Payudara T47D. Dibimbing oleh DUDI

TOHIR dan PUSPITA EKA WUYUNG.

Fraksi etil asetat biji mahoni (

Swietenia mahagoni

) berdaun kecil telah

dilaporkan memiliki toksisitas terhadap larva udang

Artemia salina

dan berpotensi

sebagai obat. Penelitian ini bertujuan menguji sitotoksisitas fraksi aktif biji mahoni

terhadap sel kanker payudara T47D. Fraksi etil asetat difraksinasi menggunakan

kromatografi kolom klasik dengan fase diam silika gel dan fase gerak

kloroform-etil asetat secara bergradien sehingga diperoleh 8 fraksi. Fraksi 2 dengan

nilai konsentrasi letal 50 sebesar 74.30 ppm mampu menghambat pertumbuhan sel

T47D dengan nilai konsentrasi inhibisi 50 sebesar 49.12 ppm. Berdasarkan hasil uji

fitokimia dapat diketahui bahwa fraksi 2 mengandung senyawa alkaloid dan

steroid/triterpenoid.

ABSTRACT

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI. Cytotoxicity of Active Fraction from

Swietenia mahagoni

Seed at Breast Cancer T47D. Supervised by DUDI TOHIR

and PUSPITA EKA WUYUNG.

(18)

SITOTOKSISITAS FRAKSI AKTIF BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

)

PADA SEL KANKER PAYUDARA T47D

RIDA FARIDA CAHYANI SETIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

(19)
(20)

Judul

: Sitotoksisitas Fraksi Aktif Biji Mahoni (

Swietenia mahagoni

) pada Sel

Kanker Payudara T47D

Nama

: Rida Farida Cahyani Setiani

NIM

: G44202028

Disetujui

Pembimbing I

Drs. Dudi Tohir, MS.

NIP 19571104 198903 1 001

Pembimbing II

Dra. Puspita Eka Wuyung, MS.

NIP 19650420 199103 2 004

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

(21)
(22)

PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Rahim-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian dengan

judul Efek Sitotoksik Fraksi Aktif Biji Mahoni (

Swietenia mahagoni

) pada Sel Kanker

Payudara T47D. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Institut

Pertanian Bogor dan Laboratorium Kultur sel, Pusat Teknologi Farmasi dan Medika,

Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB), Deputi

Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan

Teknologi (BPPT) Serpong, Tangerang. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan

Desember 2008 hingga Mei 2009 di bawah bimbingan Drs. Dudi Tohir, MS dan Dra.

Puspita Eka Wuyung, MS.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, MS. selaku

pembimbing pertama dan Ibu Dra. Puspita Eka Wuyung, MS. selaku pembimbing kedua

atas pemberian perhatian, arahan, dan dorongan semangat selama penelitian dan penulisan

skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak M. Solkhan, S.Hut.

selaku kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Unit Jasa &

Informasi yang telah membantu penulis dalam penyediaan sampel penelitian; Bapak Sabur

dan Ibu Yenni selaku laboran Laboratorium Kimia Organik yang telah membantu penulis

selama penelitian; Bapak Drs. Agung Eru W., M.Si., Apt. selaku Ketua Laboratorium

Teknologi Farmasi dan Medika yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan

pengujian sampel dan Drs. Tarwadi, M.Sc selaku Koordinator Tim Bioassay yang telah

memeriksa hasil pengujian serta Rahma Micho W, S.Si, Fery Azis W, S.Si, dan

Apriyanta, S.Si selaku staf Laboratorium Kultur Sel yang telah membantu penulis dalam

mengerjakan pengujian; rekan-rekan di Laboratorium Kimia Organik atas kerjasama dan

dukungannya selama penelitian; staf Departemen Kimia yang membantu kelancaran

penelitian dan penyusunan skripsi; rekan-rekan mahasiswa Kimia IPB khususnya

rekan-rekan Kimia angkatan 39, rekan-rekan Baituz Zuhruf dan rekan-rekan Tidar serta

yang teristimewa bapak, ibu dan kakak atas cinta kasih, dorongan, dan doanya.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2009

(23)

RIWAYAT HIDUP

(24)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

TINJAUAN PUSTAKA

Swietenia mahagoni

1

Kanker Payudara

1

Uji Antikanker

2

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

2

Ekstraksi dan Fraksinasi

2

Uji Toksisitas Fraksi Terhadap Larva Udang

3

Uji Sitotoksik Fraksi Aktif Terhadap sel T47D

3

Uji Fitokimia

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak dan Fraksi

4

Toksisitas Fraksi Terhadap Larva Udang

4

Sitotoksisitas Fraksi Teraktif Terhadap sel T47D

4

Uji Fitokimia

(25)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

6

Saran

6

DAFTAR PUSTAKA

6

LAMPIRAN

7

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil uji BSLT fraksi-fraksi biji

S. Mahagoni

.

4

2 Hasil uji fitokimia fraksi etil asetat dan fraksi 2

5

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Buah dan biji

S. Mahagoni

1

2 Reaksi pembentukan formazan

5

3 Kurva pengaruh konsentrasi fraksi 2 terhadap persen proliferasi

5

4 Kurva pengaruh konsentrasi cisplatin terhadap persen proliferasi

5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Identifikasi

S. mahagoni

.

9

2 Diagram alur penilitian.

10

3 Kromatogram pencarian fraksi hasil kolom kromatografi

11

4 Data hasil uji BSLT

12

(26)
(27)

1

PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita setelah kanker leher rahim. Pada Tahun 2005 The American Cancer Society menyebutkan bahwa 3% kasus kematian wanita di Amerika Serikat disebabkan oleh kanker payudara. Sementara hasil perhitungan ekstrapolasi statistik didasarkan pada data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada, dan Australia menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876665 (Kusminarto 2006). Tjidarbumi (2002) menyebutkan bahwa penderita kanker payudara di Indonesia sebanyak 12.10%, terbanyak kedua setelah kanker leher rahim (19.18%).

Upaya pengobatan kanker secara konvensional baik berupa operasi, radioterapi, maupun kemoterapi membutuhkan biaya yang sangat besar dan menimbulkan efek samping bagi kesehatan. Oleh karena itu saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari obat antikanker dari bahan alam yang diharapkan lebih efektif dan aman.

Penelitian terdahulu telah berhasil dilakukan isolasi senyawa bioaktif dari biji mahoni (Swietenia mahagoni) yang diduga berpotensi sebagai senyawa obat dengan nilai konsentrasi letal 50 (LC50) sebesar 17,7 ppm (Sianturi 2001). Putri (2004) melaporkan bahwa fraksi aktif biji mahoni dapat menghambat pertumbuhan Sacharomyces cerevisiaesebagai uji awal terhadap senyawa antikanker.

Beranjak dari penelitian sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan sitotoksisitas dari fraksi biji mahoni pada sel kanker payudara T47D. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam biji mahoni berpotensi sebagai antikanker.

TINJAUAN PUSTAKA

Swietenia mahagoni

Swietenia mahagoni atau mahoni berdaun kecil merupakan tanaman tropis yang termasuk famili Meliaceae. Di Indonesia terdapat tiga spesies pohon mahoni, yaitu S. macrophylla (mahoni berdaun lebar), S.

mahagoni (mahoni berdaun kecil), dan Swietenia sp. Berdasarkan klasifikasi tumbuhan mahoni berdaun kecil termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotiledonae, ordo Rutales, famili Meliaceae, subfamili Swietenidae, genus Swietenia, dan spesies: Swietenia mahagoni (Heyne 1950).

Biji mahoni (Gambar 1) biasanya dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya demam, susah tidur, tekanan darah tinggi, eksim, kencing manis, dan disentri, serta dapat menambah nafsu makan (Syamsuhidayat & Hutapea 1991). Selain itu biji mahoni juga berkhasiat sebagai obat malaria, anemia, dan diare.

Gambar 1 Buah dan bijiS. Mahagoni Penelitian pada batang mahoni yang diekstraksi dengan etanol terbukti sebagai antimalariaPlasmodium falciparum, klon D6 dan W2 yang diuji secara in vitro (McKinon et al. 1997). Ekstrak heksan kulit batang mahoni mengandung triterpenoid dan menunjukkan nilai LC50 dengan uji BSLT (brine shrimp lethality test) sebesar 3.73 µg/ml, sehingga spesies ini sangat berpotensi sebagai obat (Sukardiman 2000).

Penelitian pada biji mahoni terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan bakteri subtilis (Hartati 2002). Shahidur et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji Swietenia mahagoni mengandung dua jenis senyawa yang disebut limonoid, yaitu swietenolid dan 2-hidroksi-3-O-tigloilswietenolide dan memi-liki aktifitas sebagai antibakteri.

Kandungan senyawa kimia biji mahoni di antaranya flavonoid, saponin, alkaloid, steroid/triterpenoid, dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991; Sianturi 2001; Haryanti 2002; Putri 2004).

Kanker Payudara

(28)

2

pada tahun 2009 di Amerika Serikat terdapat 192370 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1910 kasus baru pada pria (National Cancer Institut 2009).

Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada jaringan payudara, biasanya pada duktus (saluran yang mengalirkan susu ke puting) dan lobulus (kelenjar yang menghasilkan air susu) (National Cancer Institut 2009). Kanker payudara ditandai dengan benjolan, perubahan ukuran, kulit yang kemerahan, keberadaan aleora (lingkaran hitam di sekitar puting susu), ruam, pengencangan atau pelonggaran payudara, dan rasa sakit di daerah payudara (Tjidarbumi 1986).

Beberapa faktor yang berperan memicu timbulnya kanker di antaranya ialah gen p53, gen BRCA1 dan gen BRCA2 (Hahn & Payne 2003; Jerry 2007), hormon estrogen yang abnormal, onkogen (gen pemicu pembelahan sel secara berlebih), hilangnya gen supresor untuk tumor, dan keberadaan bahan karsinogen (Warrenet al.2002; Lewis 2003). Selain itu riwayat keluarga penderita kanker payudara, kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, menstruasi dini atau menopause yang terlambat, konsumsi lemak jenuh, dan penumpukan lemak berlebih (di paha dan pinggul) juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara (Hahn & Payne 2003).

Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu operasi, radiasi, dan terapi pendamping. Terapi pendamping dapat dibagi menjadi terapi hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003).

Uji Antikanker

Antikanker adalah agen yang memiliki sifat sitostatik (dapat menghambat pertumbuhan sel kanker) dan atau sitosidal (dapat mematikan sel kanker) (Boik 1996). Beberapa metabolit sekunder memiliki aktivitas sebagai agen antikanker. Oleh karena itu, akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian untuk mencari senyawa metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas sebagai senyawa antikanker yang kemudian akan dikembangkan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker.

Untuk mengetahui suatu senyawa merupakan agen antikanker dari tanaman obat, National Cancer Institute (NCI) Amerika Serikat, menentukan prosedur

screening, yaitu preparasi,prescreen, screen, monitoring, secondary testing, dan clinical trials. Preparasi yang dilakukan adalah berupa pengumpulan tanaman dan ekstraksi. Prescreen test dilakukan dengan uji in vitro atau in vivo secara sederhana untuk mengidentifikasi ekstrak yang berpotensi antikanker. Ekstrak yang aktif kemudian di-screening melawan sel yang lebih banyak secara in vivo. Ekstrak yang berhasil di-screening akan dilakukan tahap monitoring, yaitu difraksinasi untuk memperoleh senyawa aktif yang murni. Senyawa yang murni ini kemudian diuji secara in vivo. Senyawa yang berhasil menunjukkan aktivitas antikaker ini dilakukan secondary testing untuk menentukan apakah senyawa tersebut dapat digunakan untukclinical trials.

Menurut Hidayat (2002), pencarian bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antikanker dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut: (i) uji kematian larva udang laut atau BSLT, (ii) uji hambat tumor pada lempeng kentang (potato disc crown gall tumor inhibition assay), (iii) uji proliferasi kuncup lemna (lemna frond proliferation assay), (iv) Uji sitotoksikin vitro danin vivo.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biji mahoni yang diambil dari Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur dan telah diidentifikasi oleh UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Lampiran 1), lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) F 254, silika G 60, larva udangArtemia salina, tween 80, air laut, media RPMI (rosewell park memorial institute) 1640, penisilin-sterptomisin (Gibco), FBS (fetal bovin serum), Cisplatin

(Kalbe farma), MTT

(3-[4,5-dimetiltiazol-2-il]-2,5-difeniltetrazoli um bromida), dimetil sulfoksida (DMSO), dan sodium dodesil sulfat (SDS).

(29)

3

hemositometer (Assistant).

Ekstraksi dan Fraksinasi

Biji mahoni yang telah dikeringudarakan digiling kemudian sebanyak 120 g diekstraksi dengan Soxhlet menggunakan pelarut n-heksana selama 48 jam. Residu yang dihasilkan dimaserasi selama 24 jam dengan pelarut metanol dan 4 kali penggantian pelarut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar. Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan menggunakan etil asetat:air (3:2). Ekstrak etil asetat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar.

Ekstrak etil asetat pekat difraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom berisi silika G 60 dengan eluen kloroform dan etil asetat secara bergradien. Masing-masing fraksi ditampung dalam vial sampai volume 10 ml. Fraksi yang diperoleh di-KLT dengan eluen pengembang kloroform:etil asetat (7:3). Fraksi dengan nilaiRf yang sama digabung dan dikeringkan dengan penguap putar. Setiap fraksi diuji toksisitas terhadap larva udang A. salina untuk menentukan fraksi teraktif yang akan dilanjutkan uji sitotoksik terhadap sel T47D.

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang

Telur udang ditetaskan dalam gelas piala 1 l berisi air laut dan dilengkapi dengan aerator. Setelah 24 jam, telur udang menetas menjadi larva udang. Sebanyak 20 mg dari masing-masing fraksi dilarutkan dalam air laut sampai volumenya 4 ml. Sampel yang tidak larut ditambahkan 10 μl tween 80 (batas penambahan tween 80 adalah 50µl tiap 10 ml) dan dari larutan ekstrak dipipet sebanyak 500, 50, dan 5 μl ke dalam vial tempat uji larva udang, lalu ditambahkan air laut sampai volume larutan dalam vial menjadi 2 ml sehingga konsentrasi ekstrak menjadi 1000, 100, dan 10 ppm. Masing-masing vial diberi 10 ekor larva udang. Blangko dibuat dengan menggunakan air laut yang telah mengandung 10 µl tween 80 dengan volume total 4 ml. Setelah 24 jam dihitung jumlah udang yang mati dan ditentukan nilai LC50. Masing-masing ekstrak diuji dengan 3 kali ulangan dengan 1 blangko.

Uji Sitotoksik Fraksi Teraktif Terhadap Sel T47D

Sel T47D dalam medium RPMI diinokulasikan ke dalam sumuran dengan jumlah inokulan 100 µl (kepadatan 2.5 × 104 sel/sumuran). Sebanyak 100 µl fraksi aktif dengan konsentrasi 250, 100, 50, dan 20 µg/ml ditambahkan pada inokulan kemudian diinkubasi pada inkubator CO2 5% pada suhu 37 oC selama 24 jam. Pada akhir inkubasi medium pada masing-masing sumuran dibuang dan dicuci dengan PBS kemudian ditambahkan 100 µl MTT 0.75% (dalam medium) lalu diinkubasi selama 4 jam dalam inkubator CO2. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk formazan yang berwarna biru. Formazan dilarutkan dalam larutan SDS lalu diinkubasi selama 18 jam pada suhu kamar dalam gelap. Serapan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 570 nm. Pengujian dilakukan secara triplo dengan 1 blangko media RPMI, 1 kontrol negatif sel T47D, dan 1 kontrol positif cisplatin.

Uji Fitokimia

Uji Saponin

Sebanyak 0.1 g sampel diekstrak dengan metanol, pelarut kemudian diuapkan sampai kering, lalu residu diekstrak dengan dietil eter tiga kali, dan fraksi yang larut dalam dietil eter dipisahkan. Sebanyak 5 ml akuades ditambahkan ke dalam sisa residu yang tidak larut dalam dietil eter dan dikocok. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa dengan tinggi 2-3 cm.

Uji Steroid/Triterpenoid (Lieberman Burchard)

Fraksi yang larut dalam dietil eter dalam uji saponin ditambahkan anhidrida asam asetat dan H2SO4 pekat (reagen Lieberman Burchard) kemudian dikocok. Warna hijau kebiruan menunjukkan adanya kandungan steroid/triterpenoid.

Uji Alkaloid

(30)

4

dan 4 tetes NH4OH pekat lalu dikocok. Setelah itu ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N kemudian dikocok hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam plat tetes lalu ditambahkan reagen Meyers, Wagner, Dragendorf pada masing-masing lubang plat. Kandungan alkaloid ditunjukkan dengan adanya endapan putih pada reangen Meyers, coklat pada reagen Wagner, dan jingga pada reagen Dragendorf.

Uji Tanin

Sebanyak 0.1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air panas dan dikocok sampai dingin. Sebanyak 6 tetes filtrat dipipet ke dalam plat tetes lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%. Warna kuning kehijauan menunjukkan adanya kandungan tanin.

Uji Flavonoid

Sebanyak 0.1 g sampel ditambah 10 ml air panas lalu dipanaskan lagi selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 1 ml amil alkohol kemudian dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan

dengan terbentuknya warna

merah/jingga/kuning pada lapisan amil alkohol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak dan Fraksi

Secara umum, penelitian terdiri atas 4 tahap, yaitu ekstraksi, fraksinasi, uji BSLT, dan uji Sitotoksik (Lampiran 2). Ekstraksi dengan metode Soxhletasi menggunakan pelarut n-heksana bertujuan untuk menghilangkan kandungan lemak pada biji mahoni. Lemak perlu di hilangkan lebih dahulu agar tidak mengganggu analisis senyawa metabolit sekunder target. Setelah kandungan lemak hilang, dilakukan maserasi dengan metanol untuk menarik semua senyawa aktif yang terdapat dalam sampel. Ekstrak metanol dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 oC. Diharapkan pada suhu tersebut senyawa metabolit sekunder tidak rusak. Tahap ekstraksi ini diperoleh ekstrak metanol pekat sebesar 20.73 g

(16.92%).

Ekstrak metanol pekat dipartisi dengan etil asetat:air (3:2) untuk memisahkan senyawa polar dan semipolar. Senyawa polar terekstrak oleh air sedangkan senyawa semipolar terekstrak oleh etil asetat. Rendemen fraksi etil asetat yang diperoleh ialah 5.89 g (4.9%).

Untuk meningkatkan kemurnian senyawa yang terekstrak oleh etil asetat maka sebanyak 2,12 g fraksi etil asetat difraksinasi pada kolom dengan fase diam silika G 60 dan fase gerak kloroform dan etil asetat secara bergradien dengan peningkatan kepolaran. Dari sini diharapkan terjadi pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan polaritasnya. Untuk mengetahui jumlah fraksi yang diperoleh, dilakukan uji kualitatif dengan KLT. Hasilnya memperlihatkan adanya 8 fraksi (Lampiran 3). Fraksi 1 bersifat cenderung nonpolar karena terbawa oleh CHCl3, sedangkan fraksi 8 bersiat semipolar karena terbawa oleh etil asetat.

Toksisitas terhadap Larva Udang

Untuk menentukan fraksi aktif yang akan digunakan pada tahap uji sitotoksik maka dilakukan uji BSLT dengan A. salina. Uji BSLT merupakan metode yang cepat dan sederhana untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa (MacLaughin 1991). Aktivitas suatu senyawa ini ditunjukkan sebagai nilai LC50. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan analisis probit (Lampiran 4). Hasil uji BSLT (Tabel 1) dari fraksi 1 sampai fraksi 8 kecuali fraksi 6 menunjukkan bahwa semua fraksi merupakan fraksi yang aktif karena memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 ppm (Meyer et al. 1982). Nilai LC50 fraksi 6 tidak ditentukan karena rendemen yang diperoleh sangat kecil sehingga tidak dapat diuji.

Tabel 1. Hasil uji BSLT fraksi-fraksi biji mahoni

Fraksi Bobot (g) LC50

[image:30.595.324.517.644.748.2]
(31)

5 6 7 8 0.0011 0.1394 0.0179 -226.00 252.32 * (-): nilai LC50 tidak ditentukan.

Fraksi 3 merupakan fraksi yang paling aktif dengan nilai LC50 42.26 ppm, tetapi karena rendemen sangat kecil maka dipilih fraksi 2 yang memiliki rendemen cukup banyak dan nilai LC50 74.30 ppm untuk uji sitotoksik terhadap sel T47D.

Sitotoksisitas Fraksi Aktif Terhadap sel T47D

Sel T47D merupakan kultur sel kanker yang diisolasi dari jaringan tumor duktal payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Sel ini dikulturkan dalam media RPMI yang mengandung 0.1% penisilin-streptomisin sebagai antibakteri gram positif dan negatif agar terhindar dari kontaminasi. Selain itu juga mengandung FBS sebagai faktor pertumbuhan sel dan NaHCO3 sebagai pengatur pH dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 oC (Schaferet al. 2000).

Sifat sitotoksik fraksi 2 dapat ditentukan dari kemampuannya membunuh dan menghambat pertumbuhan sel T47D. Kemampuan membunuh dan menghambat pertumbuhan ditentukan sebagai nilai persen penghambatan proliferasi (%PP). Nilai %PP ditentukan dari perbandingan persentase sel hidup terhadap kontrol negatif sel (Lampiran 5). Jumlah sel yang masih hidup dapat ditentukan dengan menggunakan reagen MTT.

[image:31.595.323.509.83.151.2]

Sel hidup memiliki enzim suksinat dehidrogenase yang diproduksi dalam mitokondria. Enzim ini akan mereduksi MTT yang merupakan garam tetrazolium berwarna kuning membentuk kristal formazan berwarna biru (Gambar 2). Warna biru formazan dapat diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm sehingga jumlah sel hidup dapat dihitung. Nilai absorbans formazan sebanding dengan tingkat kehidupan sel dalam media kultur.

Gambar 2. Reaksi pembentukan formazan

Efek penghambatan proliferasi fraksi 2 naik sejalan dengan peningkatan konsentrasi (Gambar 3). Namun, pada konsentrasi 250 ppm sudah tidak terjadi kenaikan yang signifikan. Dari profil penghambatan proliferasi diperoleh nilai IC50 dari fraksi 2 sebesar 49.12 ppm (Lampiran 5). Fraksi 2 berpotensi sebagai antikanker karena memiliki nilai IC50 kurang dari 50 ppm (Manset al. 2000).

Gambar 3. Kurva pengaruh konsentrasi fraksi 2 terhadap persen penghambatan proliferasi

[image:31.595.326.509.316.471.2]
(32)

6

Gambar 4. Kurva pengaruh konsentrasi cisplatin terhadap persen penghambatan proliferasi

Mekanisme kerja antikanker dari cisplatin yaitu dengan membentuk tautan pada rangkaian DNA sehingga dapat mengganggu transkripsi dan translasi. Cisplatin melepaskan 2 ion Cl- membentuk ion N-Pt2+ dihidrat kemudian mengikat atom N7 dari nukleotida guanosin yang berdekatan pada rangkaian yang sama (Reedijk & Lohman 1985).

Uji Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dari fraksi etil asetat dan fraksi 2 hasil kolom (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji fitokimia fraksi etil asetat dan fraksi 2

Uji fitokimia Fraksi*

etil asetat Fraksi 2* Saponin Steroid/triterpenoi d Alkaloid Tannin Flavonoid -+ + -+ +

-* (+): senyawa tersebut ada dalam fraksi

Fraksi etil asetat dan fraksi 2 menunjukkan hasil positif pada uji steroid/triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau kebiruan (Lampiran 8). Keduanya juga menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid, yaitu terbentuk endapan berwarna putih dengan reagen Meyers, cokelat dengan reagen Wagner, dan jingga dengan reagen Dragendorf (Lampiran 9). Sementara pada uji saponin, flavonoid, dan tanin menunjukkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua fraksi tersebut mengandung senyawa golongan alkaloid dan

steroid/triterpenoid.

Efek farmakologi dari senyawa golongan alkaloid terhadap kanker telah dilaporkan, yaitu alkaloid vinkristin dan vinblastin dari tanaman Vinca yang menghentikan pembelahan sel pada tahap metafase sehingga sel kanker dapat dihambat pertumbuhannya (Nogrady 1992). Senyawa golongan triterpenoid dalam biji mahoni merupakan senyawa limonoid (Shahidur et al. 2009). Efek farmakologi limonoid dalam buah jeruk mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara dengan cara menginduksi kematian sel secara apoptosis (kematian sel terprogram) (Harris et al. 2009). Limonoid dari Azadicarta indica juga mampu menghambat proliferasi sel koriokarsinoma manusia (BeWo) dengan cara menginduksi apoptosis (Kumaret al.2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi 2 dengan nilai LC50 74.30 ppm dan rendemen 0.2336 g, mampu menghambat pertumbuhan sel T47D dengan nilai IC50 sebesar 49.12 ppm. Fraksi 2 mengandung senyawa alkaloid dan steroid/triterpenoid.

Saran

Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut pada fraksi 2 untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni sehingga struktur senyawa aktifnya dapat dielusidasi. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme penghambatan pertumbuhan sel kanker serta pengujian sitotoksik terhadap sel normal.

DAFTAR PUSTAKA

Boik J. 1996. Cancer and Natural Medicine: A Textbook of Basic Science and Clinical Research. New York: Oregon Medical Pr.

Hahn DB, Payne WA. 2003. Focus on Health. New York: Mc-Graw Hill. Harris ED, Poulose SM, Patil B. 2009.

(33)

7

h e a l t h .

http://www.actahort.org/books/744/744_ 12.htm [25 Juni 2009].

Haryanti F. 2002. Isolasi senyawa antibakteri dari biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1950. Denuttige Planted van Indonesian. Ed ke-3. Gra

Gambar

Gambar 1 Buah dan biji S. Mahagoni
Gambar 1 Buah dan biji S. Mahagoni
Tabel 1. Hasil uji BSLT fraksi-fraksi bijimahoni
Tabel 1. Hasil uji BSLT fraksi-fraksi bijimahoni
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pemberian dosis teh 15 gram/kgBB menunjukan nilai signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah P = 0,000 < ( α 0,05 ) dan kadar MDA darah P = 0,000 < ( α 0,05

Secara historis pola perekonomian kapitalisme berdiri dan tambah perpengaruh diawali dari peralihan masa feodal ke era modern. Kelahiran kapitalisme dibidani oleh tiga

Usaha warung tenda pecel lele di Kota Bogor merupakan salah satu. usaha mikro dengan omset yang

Judul : Pelatihan guru teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) SMP dalam rangka mendukung pelaksanaan kurikulum 2004 bagi para guru TIK SMP di

Di terbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mengamanatkan partisipasi dari masyarakat mulai dari

Tercapainya penerapan untuk menegakkan tata tertib sekolah, tidak terlepas dari peran seorang guru yang selalu mengawasi, memeriksa, dan memberi tindak lanjut kepada siswa

sangat berperan dalam pembelajaran menulis kreatif (mengarang) yaitu dapat memicu kreativitas siswa. Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan