STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGGIRINGAN
(Puntius johorensis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
MUSI, SUMATERA SELATAN
Oleh :
DANIEL AKHMAD RIZAL
C24103029
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGGIRINGAN
(Puntius johorensis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
MUSI, SUMATERA SELATAN
Oleh :
DANIEL AKHMAD RIZAL
C24103029
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Perikanan an Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGGIRINGAN (Puntius johorensis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MUSI, SUMATERA SELATAN
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
RINGKASAN
DANIEL AKHMAD RIZAL
. Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan. Dibimbing olehM. MUKHLIS KAMAL
danEKO
PRIANTO
Ikan senggiringan (Puntius johorensis) merupakan salah satu sumberdaya perikanan air tawar yang terdapat di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Pola pemanfaatan yang bersifat eksploratif dikhawatirkan akan mempengaruhi jumlah populasi ikan tersebut di Sungai Musi. Untuk mencegah punahnya spesies ikan yang masih ada di sungai tersebut dibutuhkan suatu upaya pengelolaan yang baik dan terpadu dengan memperhatikan aspek penangkapan, habitat, dan budidaya agar potensinya dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Untuk mendukung kegiatan pengelolaan ikan senggiringan di Sungai Musi, Sumatera Selatan diperlukan informasi diantaranya aspek-aspek biologi dan ekologi. Salah satu aspek biologi yang perlu dikaji adalah biologi reproduksi ikan senggiringan.
Pengambilan ikan contoh dilakukan pada bulan Juli 2006, di Sungai Musi dengan menggunakan alat tangkap gillnet (jaring insang). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Ekobiologi Perairan dan Laboratorium Biomikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis data meliputi hubungan panjang berat, rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, pola pemijahan dan fekunditas.
SKRIPSI
Judul Skripsi : Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan.
Nama Mahasiswa : Daniel Akhmad Rizal Nomor Pokok : C24103029
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui : I. Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc Eko Prianto S Pi, M Si NIP. 132 084 932 NIP. 950 002 017
Mengetahui :
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M Sc NIP. 131 578 799
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta berbagai kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Skripsi yang berjudul ”Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan
(Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan Eko Prianto, S.Pi, M.Si yang telah membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.Sc selaku ketua komisi pendidikan yang telah membantu dan memberikan nasihat selama penyusunan skripsi ini.
3. Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang, atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Dr. Husnah sebagai penanggung jawab proyek studi lingkungan Sungai Musi, Sumatera Selatan.
5. Bapak Haryono LIPI Cibinong yang telah membantu dalam identifikasi ikan senggiringan (P. johorensis).
6. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Entis, Feni, Upi, Fera, keponakan tercinta Rifal, Kakek, Nenek, Uwa, Paman serta Bibi) atas doa, kasih sayang, nasihat dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman MSP angkatan 40 serta staf TU dan kepegawaian dan teman-teman yang tidak bisa disebut satu persatu yang telah membantu dan memberikan pengalaman yang berharga.
Bogor, November 2008
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Perumusan masalah ... 2
1.3. Tujuan dan manfaat ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Klasifikasi dan morfologi ... 3
2.2. Habitat dan distribusi ... 5
2.3. Daur hidup ... 5
2.4. Kebiasaan makanan ... 6
2.5. Pertumbuhan individu ... 6
2.6. Faktor kondisi ... 7
2.7. Aspek reproduksi ... 7
2.7.1. Nisbah kelamin ... 8
2.7.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 9
2.7.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 9
2.7.4. Fekunditas ... 10
2.7.5. Diameter telur dan pola pemijahan ... 10
III. METODE PENELITIAN ... 12
3.1. Waktu dan lokasi penelitian ... 12
3.2. Alat dan bahan ... 12
3.3. Prosedur penelitian ... 13
3.3.1. Pengambilan ikan contoh di lapangan ... 13
3.3.2. Analisis laboratorium ... 13
3.3.2.1. Pengukuran panjang-berat total ikan contoh ... 13
3.3.2.2. Pembedahan ikan ... 13
3.3.2.3. Penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG) ... 14
3.3.2.4. Penentuan indeks kematangan gonad (IKG) ... 15
3.3.2.5. Perhitungan fekunditas ... 15
3.3.2.6. Penentuan diameter telur ... 15
3.4. Analisis data ... 16
3.4.1. Perhitungan jumlah kelas ukuran ikan ... 16
iii
3.4.3. Faktor kondisi ... 17
3.4.4. Aspek biologi reproduksi ... 18
3.4.4.1. Nisbah kelamin ... 18
3.4.4.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 18
3.4.4.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 18
3.4.4.4. Fekunditas ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1. Keadaan umum perairan Sungai Musi ... 20
4.2. Komposisi tangkapan ... 23
4.3. Distribusi ukuran ... 24
4.4. Hubungan panjang-berat ... 25
4.5. Faktor kondisi ... 27
4.6. Aspek reproduksi ... 28
4.6.1. Nisbah kelamin ... 28
4.6.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 30
4.6.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 40
4.6.4. Diameter telur ... 41
4.6.5. Fekunditas ... 42
4.7. Pengelolaan sumberdaya ikan senggiringan ... 44
4.7.1. Ukuran tangkap ... 44
4.7.2. Pengaturan waktu penangkapan dan alat tangkap Yang digunakan ... 44
4.7.3. Penerapan kegiatan budidaya ... 45
4.7.4. Perlindungan habitat ... 46
4.7.5. Kerjasama antara masyarakat, pihak swasta dan pemerintah ... 46
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1. Simpulan ... 47
5.2. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 52 RIWAYAT HIDUP
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat dan bahan ... 12 2. Tingkat kematangan gonad ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker)
Sumber : Siregar (1991) in www.fmipa.itb.ac.id ... 14 3. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan senggiringan
(P. johorensis) secara morfologis ... 31 4. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan senggiringan
v
DAFTAR
GAMBAR
Gambar Halaman 1. Perbedaan antara Puntius johorensis, Puntius gemellus, dan
Puntius trifasciatus. Sumber Kottelat (1996) ... 4
2. Sisik dari genus Puntius ... 4
3. Ikan senggiringan (P. johorensis) Sumber : Dokumentasi pribadi (2007) ... 5
4. Peta DAS Sungai Musi di Sumatera Selatan Sumber : BRPPU Palembang ... 21
5. Keadaan perairan Sungai Musi Sumber : Dokumentasi BRPPU Palembang ... 22
6. Komposisi tangkapan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina pada bulan Juli 2006 ... 23
7. Distribusi ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap kelas ukuran panjang di DAS Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 24
8. Kurva hubungan panjang-berat ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 26
9. Faktor kondisi ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap selang kelas di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 27
10. Grafik nisbah kelamin ikan senggiringan (P. johorensis) setiap selang panjang di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 29
11. Struktur morfologis testes ikan senggiringan (P. johorensis) ... 32
12. Struktur morfologis ovarium ikan senggiringan (P. johorensis) ... 32
13. Struktur histologis testes ikan senggiringan (P. johorensis) ... 34
14. Struktur histologis ovarium ikan senggiringan (P. johorensis) ... 35
15. Tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap selang panjang di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 37
16. Tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina pada bulan Juli 2006 di Sungai Musi, Sumatera Selatan ... 39 17. IKG rata-rata ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina
STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGGIRINGAN
(Puntius johorensis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
MUSI, SUMATERA SELATAN
Oleh :
DANIEL AKHMAD RIZAL
C24103029
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGGIRINGAN
(Puntius johorensis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
MUSI, SUMATERA SELATAN
Oleh :
DANIEL AKHMAD RIZAL
C24103029
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Perikanan an Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGGIRINGAN (Puntius johorensis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MUSI, SUMATERA SELATAN
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
RINGKASAN
DANIEL AKHMAD RIZAL
. Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan. Dibimbing olehM. MUKHLIS KAMAL
danEKO
PRIANTO
Ikan senggiringan (Puntius johorensis) merupakan salah satu sumberdaya perikanan air tawar yang terdapat di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Pola pemanfaatan yang bersifat eksploratif dikhawatirkan akan mempengaruhi jumlah populasi ikan tersebut di Sungai Musi. Untuk mencegah punahnya spesies ikan yang masih ada di sungai tersebut dibutuhkan suatu upaya pengelolaan yang baik dan terpadu dengan memperhatikan aspek penangkapan, habitat, dan budidaya agar potensinya dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Untuk mendukung kegiatan pengelolaan ikan senggiringan di Sungai Musi, Sumatera Selatan diperlukan informasi diantaranya aspek-aspek biologi dan ekologi. Salah satu aspek biologi yang perlu dikaji adalah biologi reproduksi ikan senggiringan.
Pengambilan ikan contoh dilakukan pada bulan Juli 2006, di Sungai Musi dengan menggunakan alat tangkap gillnet (jaring insang). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Ekobiologi Perairan dan Laboratorium Biomikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis data meliputi hubungan panjang berat, rasio kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, pola pemijahan dan fekunditas.
SKRIPSI
Judul Skripsi : Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan.
Nama Mahasiswa : Daniel Akhmad Rizal Nomor Pokok : C24103029
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui : I. Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc Eko Prianto S Pi, M Si NIP. 132 084 932 NIP. 950 002 017
Mengetahui :
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M Sc NIP. 131 578 799
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta berbagai kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Skripsi yang berjudul ”Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan
(Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan Eko Prianto, S.Pi, M.Si yang telah membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.Sc selaku ketua komisi pendidikan yang telah membantu dan memberikan nasihat selama penyusunan skripsi ini.
3. Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang, atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Dr. Husnah sebagai penanggung jawab proyek studi lingkungan Sungai Musi, Sumatera Selatan.
5. Bapak Haryono LIPI Cibinong yang telah membantu dalam identifikasi ikan senggiringan (P. johorensis).
6. Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Entis, Feni, Upi, Fera, keponakan tercinta Rifal, Kakek, Nenek, Uwa, Paman serta Bibi) atas doa, kasih sayang, nasihat dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman MSP angkatan 40 serta staf TU dan kepegawaian dan teman-teman yang tidak bisa disebut satu persatu yang telah membantu dan memberikan pengalaman yang berharga.
Bogor, November 2008
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Perumusan masalah ... 2
1.3. Tujuan dan manfaat ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Klasifikasi dan morfologi ... 3
2.2. Habitat dan distribusi ... 5
2.3. Daur hidup ... 5
2.4. Kebiasaan makanan ... 6
2.5. Pertumbuhan individu ... 6
2.6. Faktor kondisi ... 7
2.7. Aspek reproduksi ... 7
2.7.1. Nisbah kelamin ... 8
2.7.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 9
2.7.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 9
2.7.4. Fekunditas ... 10
2.7.5. Diameter telur dan pola pemijahan ... 10
III. METODE PENELITIAN ... 12
3.1. Waktu dan lokasi penelitian ... 12
3.2. Alat dan bahan ... 12
3.3. Prosedur penelitian ... 13
3.3.1. Pengambilan ikan contoh di lapangan ... 13
3.3.2. Analisis laboratorium ... 13
3.3.2.1. Pengukuran panjang-berat total ikan contoh ... 13
3.3.2.2. Pembedahan ikan ... 13
3.3.2.3. Penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG) ... 14
3.3.2.4. Penentuan indeks kematangan gonad (IKG) ... 15
3.3.2.5. Perhitungan fekunditas ... 15
3.3.2.6. Penentuan diameter telur ... 15
3.4. Analisis data ... 16
3.4.1. Perhitungan jumlah kelas ukuran ikan ... 16
iii
3.4.3. Faktor kondisi ... 17
3.4.4. Aspek biologi reproduksi ... 18
3.4.4.1. Nisbah kelamin ... 18
3.4.4.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 18
3.4.4.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 18
3.4.4.4. Fekunditas ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1. Keadaan umum perairan Sungai Musi ... 20
4.2. Komposisi tangkapan ... 23
4.3. Distribusi ukuran ... 24
4.4. Hubungan panjang-berat ... 25
4.5. Faktor kondisi ... 27
4.6. Aspek reproduksi ... 28
4.6.1. Nisbah kelamin ... 28
4.6.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 30
4.6.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 40
4.6.4. Diameter telur ... 41
4.6.5. Fekunditas ... 42
4.7. Pengelolaan sumberdaya ikan senggiringan ... 44
4.7.1. Ukuran tangkap ... 44
4.7.2. Pengaturan waktu penangkapan dan alat tangkap Yang digunakan ... 44
4.7.3. Penerapan kegiatan budidaya ... 45
4.7.4. Perlindungan habitat ... 46
4.7.5. Kerjasama antara masyarakat, pihak swasta dan pemerintah ... 46
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1. Simpulan ... 47
5.2. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 52 RIWAYAT HIDUP
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat dan bahan ... 12 2. Tingkat kematangan gonad ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker)
Sumber : Siregar (1991) in www.fmipa.itb.ac.id ... 14 3. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan senggiringan
(P. johorensis) secara morfologis ... 31 4. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan senggiringan
v
DAFTAR
GAMBAR
Gambar Halaman 1. Perbedaan antara Puntius johorensis, Puntius gemellus, dan
Puntius trifasciatus. Sumber Kottelat (1996) ... 4
2. Sisik dari genus Puntius ... 4
3. Ikan senggiringan (P. johorensis) Sumber : Dokumentasi pribadi (2007) ... 5
4. Peta DAS Sungai Musi di Sumatera Selatan Sumber : BRPPU Palembang ... 21
5. Keadaan perairan Sungai Musi Sumber : Dokumentasi BRPPU Palembang ... 22
6. Komposisi tangkapan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina pada bulan Juli 2006 ... 23
7. Distribusi ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap kelas ukuran panjang di DAS Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 24
8. Kurva hubungan panjang-berat ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 26
9. Faktor kondisi ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap selang kelas di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 27
10. Grafik nisbah kelamin ikan senggiringan (P. johorensis) setiap selang panjang di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 29
11. Struktur morfologis testes ikan senggiringan (P. johorensis) ... 32
12. Struktur morfologis ovarium ikan senggiringan (P. johorensis) ... 32
13. Struktur histologis testes ikan senggiringan (P. johorensis) ... 34
14. Struktur histologis ovarium ikan senggiringan (P. johorensis) ... 35
15. Tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap selang panjang di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 ... 37
16. Tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina pada bulan Juli 2006 di Sungai Musi, Sumatera Selatan ... 39 17. IKG rata-rata ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina
vi
Juli 2006 ... 40 18. Sebaran diameter telur (TKG III dan IV) ikan senggiringan
(P. johorensis) di Sungai Musi, Sumatera Selatan ... 42 19. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan senggiringan
(P. johorensis) di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Gambar alat tangkap yang digunakan dalam pengambilan
sampel ikan senggiringan (P. johorensis) di Sungai Musi ... 53 2. Beberapa foto stasiun pengambilan sampel ikan senggiringan
(P. johorensis) di Sungai Musi ... 54 3. Proses pembuatan preparat histologi
(Banks, 1986 in Susanto, 2006) ... 55 4. Penentuan selang kelas panjang total ... 57
5. Komposisi tangkapan ikan senggiringan (P. johorensis) ... 58 6. Uji t hubungan panjang-berat ikan senggiringan (P. johorensis)
jantan dan betina ... 59
7. Nisbah kelamin ikan senggiringan (P. johorensis) ... 60 8. Uji Chi-square (χ2) nisbah kelamin ikan
senggiringan (P. johorensis) ... 61 9. Faktor kondisi ikan senggiringan (P. johorensis) ... 62 10. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan senggiringan (P. johorensis) . 63 11. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad
ikan senggiringan (P. johorensis) dengan metode
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Gambar alat tangkap yang digunakan dalam pengambilan
sampel ikan senggiringan (P. johorensis) di Sungai Musi ... 53 2. Beberapa foto stasiun pengambilan sampel ikan senggiringan
(P. johorensis) di Sungai Musi ... 54 3. Proses pembuatan preparat histologi
(Banks, 1986 in Susanto, 2006) ... 55 4. Penentuan selang kelas panjang total ... 57
5. Komposisi tangkapan ikan senggiringan (P. johorensis) ... 58 6. Uji t hubungan panjang-berat ikan senggiringan (P. johorensis)
jantan dan betina ... 59
7. Nisbah kelamin ikan senggiringan (P. johorensis) ... 60 8. Uji Chi-square (χ2) nisbah kelamin ikan
senggiringan (P. johorensis) ... 61 9. Faktor kondisi ikan senggiringan (P. johorensis) ... 62 10. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan senggiringan (P. johorensis) . 63 11. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad
ikan senggiringan (P. johorensis) dengan metode
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sungai sebagai salah satu contoh dari perairan umum merupakan ekosistem yang berperan penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan dan makhluk hidup sekitarnya. Sungai Musi merupakan salah satu sungai terpanjang di Indonesia yang mengaliri sebagian besar wilayah propinsi Sumatera Selatan. Panjang Sungai Musi kurang lebih 750 kilometer. Sungai ini merupakan muara delapan anak sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Batangharileko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan (www.ms.wikipedia.org/wiki/sungai_musi). Karena letaknya yang strategis, sungai ini terkenal sebagai sarana utama transportasi masyarakat. Sungai Musi juga memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi untuk dimanfaatkan yang merupakan andalan utama mata pencaharian penduduk sekitarnya.
Ikan senggiringan (Puntius johorensis) merupakan salah satu spesies ikan yang hidup di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi. Ikan ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi sebagai ikan konsumsi dan dapat pula digunakan sebagai ikan hias akuarium. Penangkapan yang berlebihan, penggunaan alat tangkap yang tidak selektif, serta adanya pencemaran perairan dikhawatirkan dapat mengancam keberadaan jumlah ikan ini di DAS Musi.
2
1.2. Perumusan masalah
Saat ini telah terjadi penurunan sumberdaya hayati ikan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi diantaranya ikan belida, semah, arwana, dan botia (Dr. Ir. Mas Tri Djoko Sunarno, komunikasi pribadi). Dikhawatirkan hal ini juga terjadi pada ikan senggiringan yang merupakan ikan ekonomis penting mengalami kondisi yang sama seperti jenis-jenis tersebut diatas. Untuk mencegah ancaman kepunahan spesies ikan senggiringan (P. johorensis) sebagai akibat dari aktifitas penangkapan yang terus-menerus dilakukan oleh masyarakat sekitar dan adanya pencemaran perairan, maka diperlukan adanya suatu upaya pengelolaan yang baik untuk menjaga kelestarian ikan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjamin ketersediaan stok ikan senggiringan (P. johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi adalah dengan pengembangbiakan populasi melalui upaya budidaya. Sebelum upaya tersebut dapat dilakukan maka informasi tentang biologi reproduksi ikan tersebut adalah mutlak sangat diperlukan.
1.3. Tujuan dan manfaat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan morfologi
Klasifikasi ikan senggiringan (
Puntius johorensis
) menurut Duncker (1904) dalam
www.itis.gov adalah sebagai berikut :
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Actinopterygii
Sub kelas
: Neopterygii
Infra kelas
: Teleostei
Super ordo
: Ostariophysi
Ordo
: Cypriniformes
Super famili : Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Genus
:
Puntius
(Hamilton, 1822)
Species
:
Puntius johorensis
Nama sinonim :
Systomus trifasciatus, Barbus tetrazona johorensis
Nama umum :
Banded barb, Lined barb, Striped barb
Nama lokal
: Senggiringan
Secara taksonomis spesies
P. johorensis
adalah perpecahan dari
P. eugrammus
(Kottelat, 1996). Menurut hasil penelusuran Nurdawati
et al
. (2007) bahwa
P.
eugrammus
dibagi menjadi 3 spesies yaitu
P. johorensis
(Duncker, 1904)
in
www.itis.gov,
P. trifasciatus
(Kottelat, 1996), dan
P. gemellus
(Kottelat, 1996).
Perbedaan dari ketiga spesies ikan tersebut terletak pada jumlah strip (garis horizontal)
yang terdapat pada tubuhnya.
P. johorensis
mempunyai 5-6 strip (garis horizontal)
dengan bentuk yang sama,
P. trifasciatus
mempunyai 3-4 strip (garis horizontal) pada
tubuhnya dengan strip bagian tengah lebih lebar, sedangkan
P. gemellus
mempunyai 4-5
garis tipis dan 1 garis tebal yang terletak ditengah (Gambar 1).
P. johorensis
oleh
4
Puntius johorensis Puntius gemellus Puntius trifasciatus Gambar 1. Perbedaan antara Puntius johorensis, Puntius gemellus, dan Puntius
...trifasciatus (Kottelat, 1996).
Ikan senggiringan (P. johorensis) merupakan spesies ikan yang memiliki ciri khas tersendiri dari spesies Puntius Asia Tenggara yang lain. Menurut Kottelat (1996), ikan ini memiliki keunikan dari pola warna yang tetap 4 bar pada masa juvenil yang panjangnya kurang lebih sekitar 20-30 mm SL. Pada saat dewasa ikan ini memiliki pola warna 5-6 strip (garis horizontal) dengan latar belakang warna cokelat kemerahan. Ikan senggiringan memiliki ukuran panjang maksimum 120 mm SL.
Ciri-ciri morfologi ikan senggiringan adalah antara lain kepala simetris, tubuh berbentuk pipih dan memanjang dengan perut membundar, bentuk sisik yang mempunyai proyeksi dari pusat kepinggir seperti roda; jari-jari yang kearah samping tidak melengkung ke arah belakang (Gambar 2). Ekor berbentuk cagak, garis rusuk atau Linea lateralis (LL) lengkap dan tidak terputus dari belakang operculum hingga pertengahan pangkal ekor. Posisi mulut terminal dan dapat disembulkan, mempunyai dua pasang sungut, dan tidak bergigi. Morfologi ikan senggiringan (P. johorensis) disajikan pada Gambar 3.
5
Gambar 3. Ikan senggiringan (P. johorensis) (Dokumentasi pribadi, 2007)
2.2. Habitat dan distribusi
Spesies ini berasal dari Sumatera (Jambi: Sungai Batang Hari, Riau : Sungai Siak dan Indragiri), Borneo (Kalimantan Tengah : Sungai Mentaya, Kalimantan Timur : Sungai Mahakam, Serawak), Bangka, Semenanjung Malaya (Malaysia : Johor, Pahang, Terengganu, Selangor, Perak, Thailand : Narathiwat) (Kottelat, 1996).
Umumnya ikan ini hidup di rawa sekitar rerumputan yang terendam, biasanya pada air mengalir perlahan (tenang) dan tidak mempunyai arus yang deras (Kottelat, 1996). Ikan ini bersifat benthopelagik (berada di daerah tengah perairan sampai dasar parairan) dan hidup pada iklim tropis yang bertemperatur 23 – 25oC dengan pH perairan sekitar 6.0 – 6.5. Ikan ini bermigrasi secara diurnal dan termasuk perenang yang sangat aktif (Duncker, 1904) dalam (http://www.fishbase.org).
2.3. Daur hidup
6
yang tenang dan banyak tanaman air, pada saat permukaan air mulai naik. Perkembangan telur ditandai dengan ukuran diameter telurnya. Selanjutnya perkembangan awal daur hidup ikan sangat tergantung pada perkembangan telur dalam penetasan. Anak ikan yang berasal dari telur yang ukurannya lebih besar mempunyai kesempatan lebih baik untuk hidup dari pada telur yang berukuran kecil, hal ini ada kaitannya dengan nutrisi.
2.4. Kebiasaan makanan
Makanan adalah organisme, bahan, maupun zat yang dimanfaatkan ikan untuk menunjang kehidupan organ tubuhnya. Dengan mengetahui jenis dan jumlah makanan dapat ditentukan makanan utama yaitu makanan yang dimanfaatkan dalam jumlah besar, makanan pelengkap yaitu makanan yang dimanfaatkan dalam jumlah yang sedikit, dan makanan tambahan yang dimanfaatkan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Jenis makanan yang ditemukan dalam lambung ikan senggiringan (P. johorensis) dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelas yaitu; diatom atau Bacillariophyceae (4 genus), Cyanophyceae (1 genus), Chlorophyceae (1 genus), Crustacea, serasah, dan organisme tak teridentifikasi. Dalam satu spesies ikan dan ukuran yang relatif sama, tetapi habitat perairan yang berbeda isi lambung ikan dapat berbeda organisme. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah ketersediaan organisme makanan dalam habitat yang ditempati ikan tersebut (Syarief, 2008).
Effendie (1997), menyebutkan bahwa beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam studi kebiasaan makanan ikan adalah faktor penyebaran organisme sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu sendiri, serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan. Analisis isi lambung ikan senggiringan (P. johorensis) di Sungai Musi, didasarkan pada jenis kelamin, lokasi pengambilan contoh dan selang kelas ukuran panjang.
2.5. Pertumbuhan individu
7
faktor. Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, umur, hormon, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan (Effendie, 1997).
Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang-beratnya. Berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang-berat dapat digunakan untuk menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan, dan perubahan dari lingkungan (Effendie, 1997).
2.6. Faktor kondisi
Menurut Lagler (1977) in Effendie (1979) faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokkan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi dan dari segi komersil berupa kualitas dan kuantitas daging ikan untuk dikonsumsi.
Effendie (1979) menyatakan bahwa nilai faktor kondisi suatu jenis ikan dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad (TKG). Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali akan menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan karena sebagian dari makanan digunakan untuk perkembangan gonad. Menurut Lumbanbatu (1979) in Saepudin (1999) bahwa nilai faktor kondisi dapat dipengaruhi oleh aktifitas pemijahan atau kepadatan populasi ikan di suatu perairan. Ikan yang tinggal dalam lingkungan dengan tingkat kepadatan populasi yang tinggi akan memiliki nilai faktor kondisi yang relatif rendah. Faktor kondisi akan meningkat ketika kepadatan populasi dalam lingkungan tersebut berkurang.
2.7. Aspek reproduksi
8
dalam tiga periode yaitu periode pre-spawning, periode spawning, dan periode post-spawning. Pada periode pre-spawning, berlangsung penyiapan gonad untuk menghasilkan telur dan sperma, peningkatan kematangan gonad dan penyiapan telur dan sperma yang akan dikeluarkan. Periode pre-spawning merupakan bagian dari proses reproduksi yang paling panjang dibandingkan dengan periode lainnya. Periode spawning pada ikan adalah proses pengeluaran telur dan sperma dan pembuahan telur oleh sperma. Pada umumnya periode spawning berlangsung dalam waktu singkat, sedangkan pada periode post-spawning terjadi perkembangan telur yang telah dibuahi, penetasan telur dan pembesaran dari telur menjadi embrio, larva sampai menjadi anak. Dalam periode post-spawning diperlukan faktor-faktor yang mendukung keberlangsungan hidupnya antara lain, makanan yang cukup dan kondisi perairan yang baik.
Menurut Nikolsky (1963) aspek-aspek reproduksi berupa faktor kondisi, nisbah kelamin, ukuran ikan pertama kali matang gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan diameter telur penting diketahui untuk kepentingan pengelolaan perikanan dan kelestarian spesies.
2.7.1. Nisbah kelamin
Menurut Bal dan Rao (1984), nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, yang mana nisbah 1:1 merupakan kondisi yang ideal. Akan tetapi sering kali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, antara lain karena adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, penyebaran ikan jantan dan betina yang tidak merata, kondisi lingkungan serta faktor penangkapan.
Apabila dilihat dari segi tingkah laku pemijahan, Nikolsky (1963) in Rahmawati (2006) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Dalam ruaya ikan untuk memijah, terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan dominan kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1, diikuti dengan dominansi ikan
9
2.7.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad antara lain dengan mengamati perkembangan gonad (Effendie, 1997). Menurut Lagler et al. (1977) secara garis besar perkembangan gonad dibagi atas dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap pematangan gonad. Tahap pertama dimulai sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin. Tahap kedua merupakan tahap pematangan seksual dan terus berlangsung selama fungsi reproduksi berjalan dengan baik.
Dalam proses reproduksi, perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari proses produksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad (Effendie, 1997). Berat gonad akan maksimal pada waktu ikan akan memijah, kemudian akan menurun secara cepat dengan berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai (Effendie, 1979).
Perkembangan gonad tersebut dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur dan ukuran ikan serta sifat-sifat fisiologis masing-masing individu. Sedangkan faktor luar adalah suhu, makanan, dan arus perairan (Lagler et al., 1977).
Effendie (1997) menyatakan dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan kapan ikan itu memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah.
2.7.3. Indeks kematangan gonad (IKG)
Perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam suatu indeks yang disebut indeks kematangan gonad (IKG). Indeks ini menunjukkan perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad yang dinyatakan dalam persen (Effendie, 1997).
10
ukuran gonad dan diameter telur. Menurut Effendie (1997) indeks ini akan meningkat nilainya dan akan mancapai batas maksimum pada waktu akan terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan.
2.7.4. Fekunditas
Fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur potensi produksi pada ikan, karena relatif lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur didalam ovari ikan betina (Sjafei et al., 1992). Menurut Effendie (1979) fekunditas yaitu telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang daripada dengan berat, karena panjang penyusutannya relatif kecil tidak seperti berat yang dapat berkurang dangan mudah (Effendie, 1997).
Peningkatan fekunditas berhubungan dengan peningkatan berat tubuh dan berat gonad. Fekunditas berbeda-beda tiap spesies dan kondisi lingkungan berbeda. Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di daerah permukaan perairan sedangkan spesies yang mempunyai fekunditas kecil biasanya melindungi telurnya pada tanaman atau subsrat lainnya (Nikolsky, 1963).
2.7.5. Diameter telur dan pola pemijahan
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur (Effendie, 1997). Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad.
11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan lokasi penelitian
Pengambilan sampel ikan dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi yaitu dibagian tengah perairan adalah Desa Lingkungan dan Pemulutan dan pada bagian hilir adalah Sebokor dan Pulau Burung yang terletak di Propinsi Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006 oleh tim Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU), Palembang. Analisis terhadap ikan contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi Perairan dan Laboratorium Biomikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perairan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan bahan
[image:35.612.111.502.364.688.2]Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan
No Alat / Bahan Kegunaan
1 Gillnet (jaring insang) Menangkap ikan 2 Penggaris dengan sensifitas 1
milimeter
Mengukur meristik dan morfometrik ikan
3 Timbangan digital dengan sensifitas 0,01 gram
Mengukur bobot tubuh dan gonad ikan
4 Kantong plastik Menyimpan ikan
5 Mikroskop, gelas obyek dengan penutup, cawan petri, dan pipet tetes
Menganalisis diameter telur ikan
6 Alat bedah Membedah ikan
7 Gelas ukur Mengukur volume dan
mengencerkan gonad ikan
8 Botol film Wadah untuk mengawetkan gonad
ikan
9 Ikan senggiringan (P. johorensis) Objek penelitian
13
3.3. Prosedur penelitian
3.3.1. Pengambilan ikan contoh di lapangan
Ikan senggiringan (P. johorensis) ditangkap dengan menggunakan alat tangkap gillnet (jaring insang) dengan ukuran mata jaring 0,5 inci (1,27 cm), 0,75 inci (1.92 cm), 1 inci (2,54 cm), 1,25 inci (3,18 cm), 1,5 inci (3,81 cm), 1,75 inci
(4,45 cm), 2 inci (5,08 cm), 2,5 inci (6,35 cm) yang dipasang sepanjang tepian
sungai selama 4 jam. Ikan senggiringan ditemukan di zona tengah (Ds.
Lingkungan dan Pemulutan) dan di zona hilir (Pulau Burung dan Sebokor).
Semua ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diawetkan
dengan larutan formalin 10 %. Selanjutnya ikan contoh dibawa ke laboratorium
Ekobiologi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis lebih lanjut.
3.3.2. Analisis laboratorium
3.3.2.1Pengukuran panjang-berat total ikan contoh
Panjang total ikan diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip
ekor terbelakang dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm.
Panjang baku diukur dari bagian ujung kepala terdepan sampai ke batang ekor.
Berat total ikan ditimbang dengan timbanagan digital dengan tingkat ketelitian
sebesar 0,01 gram.
3.3.2.2. Pembedahan ikan
Ikan contoh yang telah diawetkan di dalam larutan formalin 10% dibedah
dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut
di bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis linea lateralis sampai ke bagian
belakang operculum kemudian ke arah central hingga ke dasar perut. Otot dibuka
sehingga organ dalam ikan dapat terlihat dan jenis kelamin dapat ditentukan
dengan melihat morfologi gonad menggunakan metode Cassie in Effendie (1979). Gonad dipisahkan dari organ dalam lainnya dengan hati-hati kemudian simpan di
14
3.3.2.3. Penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG)
Ikan senggiringan (P. johorensis) tidak memiliki ciri seksual sekunder seperti bentuk tubuh atau warna tertentu yang dapat mencirikan jenis kelamin
ikan itu dari luar. Oleh karena itu jenis kelamin diduga melalui pembedahan
dengan melihat secara morfologi gonad dari masing-masing ikan contoh. Gonad
ikan betina berwarna kuning sedangkan untuk ikan jantan berwarna putih. Untuk
menentukan tingkat kematangan gonad diacu dari ciri-ciri gonad ikan kapiek
[image:37.612.135.507.275.639.2](Puntius schwanefeldi) seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad ikan kapiek (P. schwanefeldi Bleeker)
Tingkat Betina Jantan
I
Ikan muda
Gonad seperti sepasang benang yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin.
Gonad berupa sepasang benang tetapi jauh lebih pendek dibandingkan ovarium ikan betina pada stadium yang sama dan berwarna jernih .
II
Masa Perkembangan
Gonad berukuran lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur-telur belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang.
Gonad berwarna putih susu dan terlihat lebih besar dibandingkan pada gonad tingkat I.
III
Dewasa
Gonad mengisi hampir setengah rongga peritoneum, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning kehijauan.
Gonad mengisi hampir setengah dari rongga peritoneum, berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum.
IV
Matang
Gonad mengisi sebagian besar ruang peritoneum, warna menjadi hijau kecoklatan dan lebih gelap. Telur-telur jelas telihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III.
Gonad makin besar dan pejal berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum.
V
Mijah
Gonad masih seperti pada tingkat IV, sebagian gonad kempes karena sebagian telur telah mengalami oviposisi (mijah).
Gonad bagian anal telah kosong dan lebih lembut.
15
Penggunaan tabel ciri-ciri tingkat kematangan gonad ikan kapiek (P. schwanefeldi) sebagai pembanding dalam menentukan tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) adalah karena ikan kapiek dan ikan senggiringan memiliki genus yang sama yaitu Puntius.
3.3.2.4. Penentuan indeks kematangan gonad (IKG)
Berat gonad ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan
tingkat ketelitian sebesar 0,01 gram, berat gonad ini diperlukan dalam penentuan
IKG. Kemudian berat tubuh dibandingkan dengan berat gonad, dan hasilnya
diperoleh dalam bentuk persen (%).
3.3.2.5. Perhitungan fekunditas
Prosedur dalam penentuan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan
yang terdiri dari tiga tahap, metode ini digunakan karena ikan memiliki gonad
yang jumlahnya banyak. Tahap pertama dengan mengangkat gonad TKG III dan
TKG IV dari dalam perut ikan lalu diawetkan dengan formalin 4%. Tahap kedua
ambil tiga bagian dari gonad tersebut yaitu bagian anterior, median, posterior
sebagai gonad contoh. Tahap ketiga gonad contoh ditimbang (berat gonad
contoh) setelah itu diletakkan di dalam cawan petri lalu diencerkan dengan air
sebanyak 10 ml kemudian ambil 1 ml dari gonad yang telah diencerkan tersebut,
hitung jumlah butir telur yang terdapat dalam 1 ml.
3.3.2.6. Penentuan diameter telur
Pengamatan diameter telur ikan senggiringan (P. johorensis) dilakukan dengan cara mengambil gonad ikan contoh betina yang memiliki TKG III dan IV.
Kemudian contoh telur diambil dari bagian posterior, median, dan anterior.
Setelah itu telur diamati di bawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan
16
3.4. Analisis data
3.4.1. Perhitungan jumlah kelas ukuran ikan
Jumlah kelas ukuran dihitung dengan menggunakan rumus Sturges
(Sugiyono, 2003) dengan tahapan-tahapan :
¾ Menghitung rentang data/wilayah :
Wilayah = Data terbesar – Data terkecil
¾ Menghitung lebar kelas :
Lebar kelas =
kelas Jumlah
Wilayah
¾ Menghitung jumlah kelas ukuran :
) 3
, 3 (
1 Logn
K = + ×
Keterangan : K = Jumlah kelas ukuran
n = Jumlah data pengamatan
3.4.2. Hubungan panjang dan berat
Hubungan panjang dan berat menggunakan rumus Hile (1963) in Effendie (1997) yaitu sebagai berikut :
W = aLb
Keterangan : W = Berat tubuh ikan (gram) L = Panjang tubuh ikan (mm)
a = intercept (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu-y)
b = slope (kemiringan)
Dari persamaan tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan panjang dan
berat ikan tersebut, jika didapatkan nilai b = 3 berarti pertumbuhan ikan seimbang
antara pertumbuhan panjang dengan pertumbuhan beratnya (isometrik). Akan tetapi jika nilai b < 3 berarti pertambahan panjangnya lebih dominan dari pada
17
Uji-t dilakukan untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3, dengan hipotesis : Ho : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik,
Untuk penarikan keputusan nilai thitung dibandingkan dengan ttabel pada
selang kepercayaan 95 %. Jika :
thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (Ho)
thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol
1 1
Sb b b
t o
hitung
− =
Keterangan : b1 = b (dari hubungan panjang-berat)
bo = 3
Sb1 = simpangan koefisien b
3.4.3. Faktor kondisi
Faktor kondisi (K) berdasarkan pada panjang dan berat ikan contoh. Ikan
memiliki pertumbuhan yang bersifat isometrik apabila nilai b = 3, maka faktor
kondisi menggunakan rumus dengan persamaan (Effendi 1979) :
K (TI) = 10 5W
L3
Keterangan : K(TI) = faktor kondisi
W = berat rata-rata ikan dalam satu kelas (gram) L = panjang rata-rata ikan dalam satu kelas (mm)
Ikan yang mempunyai pertumbuhan yang bersifat allometrik apabila b ≠ 3, maka persamaan yang digunakan adalah :
K = W
aLb
Keterangan :
K = faktor kondisi
18
3.4.4. Aspek biologi reproduksi 3.4.4.1. Nisbah kelamin
Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan
dan betina yang tertangkap selama penelitian (Effendie, 1997) :
Keterangan : X = Rasio kelamin
J = Jumlah ikan jantan (ekor) B = Jumlah ikan betina (ekor)
3.4.4.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad ditentukan melalui pengamatan visual terhadap
morfologis gonad. Selanjutnya ciri-ciri yang teramati disesuaikan dengan ciri-ciri
tingkat kematangan gonad seperti yang disajikan pada Tabel 2.
3.4.4.3. Indeks kematangan gonad (IKG)
Pengukuran indeks kematangan gonad (IKG) dihitung dengan cara
membandingkan berat gonad terhadap berat tubuh total ikan dengan rumus
menurut Effendie (1997):
IKG = (Bg : Bt ) x 100 %
Keterangan : IKG = Indeks kematangan gonad Bg = Berat gonad (gram) Bt = Berat tubuh total(gram)
3.4.4.4. Fekunditas
Perhitungan Fekunditas dapat dilakukan dengan menggunakan metode
gabungan dan rumus yang dipakai menurut Effendie (1979) adalah sebagai
berikut :
B J X =
19
Keterangan :
F = fekunditas (butir) G = berat gonad (gram) V = isi pengenceran (ml) X = Jumlah telur tiap ml (butir) Q = Berat telur contoh (gram)
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh dari pada dengan
berat, karena penyusutan panjang relatif kecil sekali, tidak seperti berat yang
dapat berkurang dengan mudah (Effendie, 1997). Hubungan tersebut :
F = aLb
Keterangan :
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan umum perairan Sungai Musi
Sungai Musi merupakan salah satu sungai terpanjang di Indonesia yang mengaliri sebagian besar wilayah propinsi Sumatera Selatan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi terletak pada koordinat geografis antara 1o40’ sampai 5o Lintang Selatan (LS) dan 102 o7’ sampai 108 o Bujur Timur (BT). Sungai Musi adalah sungai besar dengan luasnya sekitar 59.870 km2, yang berada di Propinsi Sumatera Selatan yang mengalir ke arah Timur dan bermuara ke Selat Bangka (Febriani, 2004). Panjang Sungai Musi kurang lebih 750 km dengan debit air bervariasi antara 2.700 m3/detik pada musim kemarau dan 4000 m3/detik pada musim penghujan. Curah hujan berkisar antara 1800-2600 mm/tahun dan suhu rata-rata lebih dari 22oC (Widiastuti, 2001).
Sungai ini merupakan muara sembilan anak sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Batangharileko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan. Sungai-sungai ini merupakan sarana utama transportasi bagi penduduk yang tinggal di sepanjang DAS Musi (Fakhruddin, 1996).
Sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dimanfaatkan baik oleh masyarakat maupun oleh industri. Pemanfaatan oleh masyarakat antara lain untuk keperluan sehari-hari seperti sumber bahan baku air minum warga kota, mencuci, mandi, memasak, sebagai daerah perikanan, dan sebagai prasarana transportasi sungai yang menghubungkan Palembang dengan daerah terpencil lainnya. Industri memanfaatkan aliran Sungai Musi untuk keperluan proses produksi dan transportasi (Solihatin, 2007). Warna air cokelat, berlumpur, dan mengandung minyak disertai bau yang tak sedap. Terdapat sedikitnya 386 perusahaan yang berdiri di sepanjang Daerah Aliran Sungai Musi (www.dkp.go.id).
22
Gambar 5. Keadaan perairan Sungai Musi (Dokumentasi BRPPU Palembang)
Belad merupakan salah satu cara nelayan setempat menangkap ikan. Cara
lain: empang, tajur, rawai, dan tali pancing bercabang dua. Jika kita menyusuri
Sungai Musi sepanjang 30 km dari Kecamatan Mariana menuju Kecamatan
Mekartijaya belasan belad tampak berjejer di tepi sungai yang bermuara di Selat
Bangka. Selain penangkapan di tepian sungai, penangkapan dilakukan juga
terhadap udang pepe dan teri di perairan tengah hilir sungai. Di sana kelompok
nelayan mengikat 8-10 perahu dengan bilah papan menjadi satu kesatuan. Udang
dan teri yang tengah jalan-jalan saat air pasang dijebak dengan memasang jaring
mirip tabung di buritan (www.trubus-online.co.id).
Selain itu juga saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang
berkerjasama dengan Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) berencana
akan membudidayakan ikan belida dan ikan-ikan lain seperti : ikan patin, baung,
dan bawal. Hal tersebut dilakukan karena populasi ikan tersebut di Sumatera
Selatan sudah sangat menurun. Apalagi ikan belida yang sudah sulit ditemukan,
hal ini diakibatkan pembenihan yang terjadi secara alami sukar untuk dilakukan
23
4.2. Komposisi tangkapan
Jumlah ikan senggiringan (P. johorensis) yang diamati berjumlah 170 ekor, terdiri dari 120 ekor (70,59 %) ikan betina dan 50 ekor (29,41 %) ikan
jantan. Ikan senggiringan yang tertangkap memiliki kisaran panjang tubuh total
[image:45.612.178.466.202.497.2]antara 41-120 mm dan bobot tubuh 1,08-17,39 gram.
Gambar 6. Komposisi tangkapan ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina pada bulan Juli 2006.
Pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa komposisi tangkapan ikan
senggiringan jantan dan betina berdasarkan panjang tubuhnya adalah (65,98 ±
16,91 mm) dan (77,13 ± 21,21 mm), sedangkan berdasarkan berat (bobot
tubuhnya) ikan ini memiliki rataan berat sebesar (4,12 ± 3,05 gr), dan (6,15 ± 4,10
g). Dari nilai diatas dapat kita ketahui bahwa ikan senggiringan betina lebih
mendominasi dan memiliki nilai panjang dan berat lebih tinggi dari ikan jantan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah jumlah dan ukuran 0 2 4 6 8 10 12 Jantan Betina
Jenis Kelam in
W (B e ra t) g r 0 20 40 60 80 100 120 Jantan Betina
Jenis Kelam in
24
makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang
tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur dan ukuran ikan serta
kematangan gonad. Pada umumnya ikan betina lebih aktif mencari makan
dibandingkan ikan jantan karena untuk menutrisi tubuhnya agar perkembangan
gonad dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan telur yang baik pula
(Effendie, 1997).
4.3. Distribusi ukuran
Pada bulan Juli 2006 berhasil diukur sebanyak 170 ekor ikan senggiringan
yang terdiri dari 120 ekor ikan betina dan 50 ekor ikan jantan. Dari jumlah
tersebut didapat kisaran ukuran panjang ikan senggiringan jantan adalah 41-112
mm dan betina 44-120 mm, yang masing-masing terbentuk dalam 8 kelas ukuran.
Jumlah ikan jantan terbanyak terdapat pada kelas ukuran 61-70 mm berjumlah 16
ekor dan yang paling sedikit terdapat pada kelas ukuran 111-120 mm dengan
jumlah 1 ekor. Ikan betina terbanyak terdapat pada kelas ukuran 51-60 mm
berjumlah 28 ekor, sedangkan yang paling sedikit terdapat pada kelas ukuran
[image:46.612.164.468.433.609.2]111-120 mm dengan jumlah 4 ekor (Gambar 7).
Gambar 7. Distribusi ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap kelas ukuran panjang di DAS Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006. 0 5 10 15 20 25 30 41-5 0 51-6 0 61-7 0
71-80 81-9 0 91-1 00 101 -110 111 -120
Kelas ukuran (mm)
25
Ukuran panjang ikan senggiringan hasil tangkapan pada bulan Juli 2006
berada pada kisaran 41-120 mm. Ukuran maksimum ikan senggiringan secara
umum sebesar 120 mm (Kottelat, 1996). Ikan senggiringan di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Musi masih berada dalam kondisi yang normal. Dengan kata lain
tingkat eksploitasi diduga masih belum mencapai kondisi tangkap lebih. Alat
tangkap gillnet yang terdiri dari beberapa ukuran mata jaring memungkinkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang beragam. Ikan senggiringan yang
berukuran kecil tertangkap lebih banyak diduga karena alat tangkap gillnet yang berukuran 0,5 inci lebih banyak. Ikan senggiringan yang berukuran besar
umumnya tertangkap oleh gillnet berukuran 2,5 inci.
4.4. Hubungan panjang – berat
Hasil analisa hubungan panjang-berat ikan senggiringan (P. johorensis) di DAS Musi antara jantan dan betina adalah sebagai berikut W = 0.0001L2.4841 dan
W = 0.0001L2.4465 (Gambar 8). Selanjutnya dari persamaan di atas, didapatkan
nilai b ikan jantan dan ikan betina sebesar 2,4841 dan 2,4465. Dengan melakukan
uji-t terhadap b pada taraf 95% (α = 0,05), menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan senggiringan jantan dan betina bersifat allometrik negatif (b<3) artinya
pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan berat jadi ikan akan
cenderung kurus.
Dari hasil analisis hubungan panjang-berat menunjukkan nilai korelasi
yang kuat yaitu untuk ikan senggiringan jantan sebesar r = 0,9050 dan ikan
senggiringan betina sebesar r = 0,9510 (Gambar 8). Nilai korelasi yang tinggi
tersebut memperlihatkan bahwa panjang total tubuh sangat mempengaruhi berat
total tubuh ikan senggiringan jantan dan betina, artinya semakin panjang total
tubuh ikan maka akan semakin bertambah berat total tubuhnya. Menurut Walpole
(1995), jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua
variabel. Nilai koefisien determinasi (R2) menjelaskan besarnya pengaruh dari
panjang terhadap berat. Pada ikan senggiringan jantan, panjang total tubuh dapat
menjelaskan berat tubuh sebesar 81,90 % dan pada ikan senggiringan betina
26
Menurut Effendie (1997) bahwa panjang dan berat sering kali
dihubungkan dengan reproduksi, dengan mengetahui hubungan panjang dan berat,
kita dapat mengetahui pola pertumbuhan suatu ikan. Pola pertumbuhan ini dapat
digunakan untuk menentukan kondisi dari ikan tersebut. Keadaan ini diduga
merupakan indikasi dari musim pemijahan ikan khususnya ikan-ikan betina.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan panjang dan berat mempunyai
[image:48.612.154.465.239.628.2]pengaruh terhadap reproduksi ikan.
Gambar 8. Kurva hubungan panjang-berat ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006.
y = 0.0001x2.4841 R2 = 0.819 r = 0.9050 n = 50
0 2 4 6 8 10 12 14 16
0 20 40 60 80 100 120
Panjang total (mm)
B e ra t to ta l (g r)
y = 0.0001x2.4465 R2 = 0.9044
r = 0.9510 n = 120
0 5 10 15 20 25
0 20 40 60 80 100 120 140
Panjang total (mm)
27
4.5. Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokkan ikan yang
dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat (Lagler,
1977 in Effendie, 1979). Nilai faktor kondisi rata-rata ikan senggiringan jantan setiap kelas ukuran berkisar antara 0,9361-1,2773 dengan nilai tertinggi berada
pada kelas ukuran 71-80 mm, sedangkan untuk ikan senggiringan betina berkisar
antara 1,1693-1,5168 dengan nilai tertinggi berada pada kelas ukuran 81-90 mm.
Faktor kondisi ikan jantan dan betina cenderung stabil karena hanya mengalami
sedikit perubahan faktor kondisi pada setiap kelas ukuran (Gambar 9).
[image:49.612.160.470.279.598.2]
Gambar 9. Faktor kondisi ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina setiap selang kelas di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006. Betina 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 41-5 0 51-6 0 61-7 0 71-8 0 81-9 0 91-1 00 101 -110 111 -120
Kelas ukuran (mm)
Fa k tor k on di s i Jantan 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 41-50 51-6 0 61-70 71-80 81-90 91-100 101-110 111-120
Kelas ukuran (mm)
28
Berdasarkan Effendie (1979) bahwa besarnya faktor kondisi tergantung
pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme,
ketersediaan makanan, dan kondisi lingkungan perairan. Semakin tinggi nilai
faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan dengan
lingkungannya.
Berdasarkan Gambar 9, bahwa faktor kondisi ikan senggiringan jantan dan
betina senantiasa berbeda (berubah) untuk setiap selang kelasnya. Menurut
Effendie (1997), Peningkatan nilai faktor kondisi ikan terjadi pada saat ikan
mengisi gonadnya dengan sel kelamin dan akan mencapai puncaknya sebelum
terjadi pemijahan. Selain itu, perubahan faktor kondisi yang terjadi juga diduga
karena adanya pertambahan panjang dan bobot tubuh ikan, perbedaan umur dan
perubahan pola makan selama proses pertumbuhan.
Pada Gambar 9, terlihat bahwa nilai faktor kondisi ikan senggiringan
betina lebih besar dibandingkan ikan senggiringan jantan. Hal ini disebabkan
karena pada ikan betina terdapat gonad yang matang pada ukuran 81-90 mm, yang
mana pada gonad yang matang komposisi telur pada ovarium banyak dan besar
yang membuat ikan ini terlihat montok. Berbeda dengan ikan jantan, pada ukuran
dimana nilai faktor kondisi maksimum ikan ini hanya memiliki testes yang
matang dengan berat yang tidak melebihi berat ovarium ikan betina.
Effendie (1979) menyatakan bahwa nilai faktor kondisi suatu jenis ikan
dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad
(TKG). Oleh karena itu, berdasarkan data-data diatas dapat dikatakan bahwa
tingkat survival ikan senggiringan betina lebih besar dibandingkan ikan
senggiringan jantan dan hal ini akan berdampak pada tingkat reproduksi ikan
senggiringan yang tinggi.
4.6. Aspek reproduksi
4.6.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin atau perbandingan jenis kelamin merupakan perbandingan
jenis kelamin ikan jantan dan ikan betina. Penentuan jenis kelamin jantan dan
betina ikan senggiringan dilakukan dengan mengamati bentuk dan warna gonad.
29
jantan dan 120 ekor ikan betina. Hasil uji Chi-square pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05) terhadap nisbah kelamin ikan senggiringan secara keseluruhan menunjukkan hasil berbeda nyata sehingga dapat dinyatakan bahwa nisbah
kelamin ikan senggiringan dalam studi ini adalah tidak seimbang 1: 2.
Menurut Bal dan Rao (1984) bahwa nisbah kelamin yang ideal seharusnya
adalah 1:1. Akan tetapi sering kali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, antara lain
karena adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antara jantan dan betina,
perbedaan laju mortalitas, pertumbuhan, penyebaran ikan jantan dan betina yang
tidak merata, kondisi lingkungan serta faktor penangkapan. Hal ini seperti yang
terjadi pada ikan senggiringan di DAS Musi memiliki pola nisbah kelamin 1: 2.
Pada hubungan panjang total dengan nisbah kelamin, terjadi perubahan
nisbah kelamin yang fluktuatif pada setiap kelas ukuran. Perubahan nisbah
kelamin tersebut diduga disebabkan oleh adanya perbedaan pola tingkah laku
antara ikan jantan dan betina, penyebaran ikan jantan dan betina yang tidak merata
pada setiap kelas ukuran, serta faktor penangkapan. Nisbah kelamin ikan
senggiringan yang tertangkap selama pengamatan pada bulan Juli 2006 (Gambar
[image:51.612.142.470.399.565.2]10).
Gambar 10. Grafik nisbah kelamin ikan senggiringan (P. johorensis) setiap selang panjang di Sungai Musi, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2006.
Pada gambar diatas terlihat bahwa nilai nisbah kelamin ikan senggiringan
tertinggi terdapat pada kelas ukuran 61-70 mm, dan nilai terendah terdapat pada
kelas ukuran 91-100 mm. Tingginya nilai nisbah kelamin pada kelas ukuran 61-70
mm dikarenakan pada ukuran tersebut jumlah ikan jantan mendekati jumlah ikan 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 41-5 0
51-60 61-7 0
71-8 0
81-90 91-100 10
1-110 11
1-120
Kelas ukuran (mm)
30
betina atau dengan kata lain perbandingan ikan jantan dan ikan betina tidak terlalu
jauh atau tidak terlalu mencolok. Kemudian jika dilihat dari jumlah perbandingan
ikan jantan dan betina ternyata jumlah ikan senggiringan betina lebih banyak
daripada ikan jantan. Dari beberapa ikan yang telah diteliti dan sama-sama
berasal dari sungai Musi seperti ikan keperas (Cyclocheilicths apogon), dan ikan juaro (Pangasius polyuranodon), memiliki perbandingan jumlah ikan jantan lebih sedikit daripada ikan betina. Hal ini diduga disebabkan karena adanya perbedaan
tingkah laku serta faktor penangkapan. Nilai nisbah kelamin lebih dari satu artinya
jumlah ikan jantan lebih banyak dibandingkan ikan betina, nisbah kelamin sama
dengan satu artinya komposisi jantan dan betina seimbang (jumlahnya sama),
sedangkan nisbah kelamin yang kurang dari satu berarti jumlah betina yang
dominan (Setiawan, 2007).
Berdasarkan bulan pengambilan contoh (Juli 2006) dapat dikatakan bahwa
ikan senggiringan betina lebih banyak daripada ikan senggiringan jantan, ini
terlihat dari nilai nisbah kelaminnya yang kurang dari satu. Dalam
mempertahankan kelangsungan hidup suatu populasi, perbandingan jantan dan
betina diharapkan berada dalam kondisi seimbang dan setidaknya ikan betina
lebih banyak (Purwanto et al., 1986 in Sofiah, 2003). Menurut Nikolsky (1963) perbandingan jenis kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan
berlangsung. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi didominasi oleh
ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam
kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina.
4.6.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie, 1997). Tingkat kematangan
gonad ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina ditentukan melalui pengamatan secara morfologis dan histologis. Pengamatan morfologis tingkat
kematangan gonad ikan dilakukan sesuai dengan jenis kelamin. Effendie (1979)
menyatakan bahwa untuk ikan betina yang diamati adalah bentuk, ukuran, warna,
kehalusan, pengisian ovarium dalam rongga tubuh, warna dan ukuran telur dalam
31
dan pengisian testes dalam rongga tubuh serta keluar tidaknya cairan dari testes
(keadaan segar).
Dalam individu telur terdapat proses yang dinamakan vitellogenesis yaitu
terjadinya pengendapan kuning telur pada tiap-tiap individu telur. Hal ini
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam gonad. Hasil pengamatan
[image:53.612.132.509.258.666.2]tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) jantan dan betina secara morfologis dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan senggiringan (P. johorensis) secara morfologis.
Tingkat Betina Jantan
I
Ikan muda
Gonad (Ovarium) seperti sepasang benang yang memanjang, tetapi lebih besar dari pada testes berwarna bening dan permukaan licin.
Gonad (Testes) berupa sepasang benang tetapi jauh lebih pendek dibandingkan ovarium ikan betina pada stadium yang sama dan berwarna jernih .
II
Masa Perkembangan
Ovarium berukuran lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur-telur belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang.
Testes berwarna putih susu dan terlihat lebih besar dibandingkan pada gonad tingkat I.
III
Dewasa
Ovarium mengisi hampir setengah rongga peritoneum, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning.
Testes mengisi hampir setengah dari rongga peritoneum, berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum.
IV
Matang
Ovarium mengisi sebagian besar ruang peritoneum, berwarna kuning kecoklatan dan lebih gelap. Telur-telur jelas telihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III.
Testes makin besar dan pejal berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum.
32
Gambar 11. Struktur morfologis testes ikan senggiringan (P. johorensis)
Gambar 12. Struktur morfologis ovarium ikan senggiringan (P. johorensis) TKG I
Anterior
Posterior
TKG III
Anterior
Posterior
TKG IV
Anterior
Posterior
TKG III
Anterior
Posterior
Anterior
Anterior
TKG II
Anterior
Posterior TKG II
Posterior
Anterior
TKG I
Posterior
Anterior
TKG IV
[image:54.612.165.489.390.645.2]33
Pada bulan Juli 2006 tidak ditemukan ikan senggiringan yang memiliki