ANALISIS GENDER DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN
HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)
( Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten )
LAILI ZUMROTUL BAHRIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LAILI ZUMROTUL BAHRIYAH. E14102031. Analisis Gender dalam Kegiatan Pengelolaan hutan Bersama Masyarakat (PHBM), (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Dibimbing oleh Dr.Ir. LETI SUNDAWATI, M.Sc.
Degradasi hutan yang terus berlangsung di hutan Indonesia telah merambah kawasan hutan yang dilindungi dan kawasan hutan yang berada dekat dengan kawasan pemukiman. Keadaan ini telah mendorong dilakukannya pengelolaan hutan yang lestari serta memberikan manfaat bagi semua pihak. Salah satu program yang dikembangkan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), dalam sistem PHBM masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pembuatan tanaman, sampai produksi, baik di dalam kawasan maupun diluar kawasan dengan sasaran pokok ekologi, ekonomi dan sosial Diharapkan program PHBM dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek atau dimensi gender ke dalam setiap tahapan program (Daur Program) sehingga dengan melibatkan laki-laki dan perempuan dalam program ini, diharapkan manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi partisipasi, curahan kerja dan pembagian kerja laki-laki dan perempuan dalam kegiatan PHBM budidaya kopi serta menganalisis kontribusi laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dari kegiatan PHBM budidaya kopi.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tingkat partisipasi perempuan
(Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung
Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)
LAILI ZUMROTUL BAHRIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Gender dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)
Nama : Laili Zumrotul Bahriyah NIM : E14102031
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc NIP: 131 916 788
Diketahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melapangkan dan melancarkan
penyelesaian skripsi. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Mei sampai Juni 2006 ini adalah gender dalam kehutanan dengan judul Analisis Gender dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten).
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ayah dan ibu atas doa, dukungan dan fasilitas yang diberikan 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc selaku pembimbing skripsi
3. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata
4. Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan
5. Kepala BKPH Pangalengan beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data dilapangan.
6. Mas Zaki, mbak Inung dan dek Ozik atas semangat dan doanya . 7. Indah, Linda, Yuni dan Wawan atas bantuannya selama penelitian.
8. Edelwis crew (Mbak Onya, Tyas, Nofi, Nutri, Ari, Galuh, Susi, Nikmah, Sari, Ugi, Dara, Dewi, Anggi, Nai, Panca, Dona, Vinda, Rona, Indri, Dian, Fani dan Mbak Uji) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
9. Harini, Lenita, Luky, Resman, Inten dan teman-teman Manajemen Hutan 39 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
Bogor, September 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 31 Desember 1983 dari ayah Drs. Amin Thohari dan ibu Siti Maslichah, S.Ag. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Nganjuk dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi dan Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Penulis pernah tergabung dalam International Forest Student Association (IFSA) dan Himpunan Profesi Forest Management Student Club (FMSC). Beberapa praktek yang pernah diikuti antara lain: Praktek Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturaden, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Timur dan Praktek Kerja Lapang di HPHTI Korintiga Hutani, Kalimantan Tengah.
DAFTAR TABEL...x
DAFTAR LAMPIRAN...xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam ... 3
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ( PHBM ) ... 7
Pola Tanam dalam PHBM. ... 8
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran ... 9
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10
Alat dan Sasaran Penelitian ... 10
Jenis Data ... 10
Metode Pengumpulan Data ... 10
Metode Pengambilan Responden ... 11
Metode Pengukuran Variabel ... 11
Metode Pengolahan Data dan Analisis ... 16
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BKPH Pangalengan ... 17
RPH Pangalengan ... 17
Desa Pulosari ... 18
PROGRAM PHBM DI BKPH PANGALENGAN ... 20
HASIL dan PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 22
Partisipasi dalam Program PHBM ... 25
Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Petani ... 28
Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga Petani ... 30
ix
Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 34
KESIMPULAN dan SARAN ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Degradasi hutan yang terus berlangsung di hutan Indonesia, tidak hanya terjadi di hutan produksi di luar Jawa, tetapi telah merambah kawasan hutan yang dilindungi dan kawasan hutan yang berada dekat dengan kawasan permukiman. Keadaan ini telah mendorong dilakukannya pengelolaan hutan yang lestari serta memberikan manfaat bagi semua pihak yaitu pengembangan kawasan hutan di daerah tropika dengan mengembangkan sistem-sistem pengelolaan kehutanan dan pertanian yang memungkinkan pemanfaatan hutan alam sekaligus melestarikan sumberdayanya (Michon dan Foresta 2000).
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan sebagai salah satu instansi pengelola hutan telah mengembangkan sistem pengelolaan hutan yang dipadukan dengan sektor lain seperti peternakan dan perkebunan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Witjahjono (2005) menyebutkan bahwa dalam sistem PHBM masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pembuatan tanaman, sampai produksi, baik di dalam kawasan maupun diluar kawasan dengan sasaran pokok ekologi, ekonomi dan sosial. Salah satu kegiatan PHBM di BKPH Pangalengan yang saat ini sedang berkembang adalah budidaya kopi di bawah tegakan.
Diharapkan program PHBM, terutama PHBM kopi di bawah tegakan ini merupakan program yang berperspektif terhadap gender yaitu program yang dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek atau dimensi gender ke dalam setiap tahapan program (Daur Program), baik pada tahap penjajagan kebutuhan dan perencanaan program, pada tahap pelaksanaan, maupun pada tahap monitoring dan evaluasi program (Tobing et al. 2005). Dengan melibatkan laki-laki dan perempuan dalam program ini, diharapkan manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Perumusan Masalah
Pangalengan bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Areal itu sangat cocok ditanami kopi, murbei, dan rumput gajah karena tidak terlalu terjal dan dekat sumber air. Dari ketiga potensi tersebut, kopi memegang prospek yang paling menjanjikan, setidaknya 2.241 ha atau 75% dari 2.290 lahan hutan di BKPH Pangalengan bisa dikembangkan untuk kopi jenis arabika. Hingga saat ini areal hutan yang sudah tertanami kopi sekitar 410 ha. Berarti masih ada 1.831 ha lahan hutan lainnya yang masih terbuka untuk ditanami kopi. Seiring dengan adanya reformasi, masyarakat menuntut pelibatannya dalam kegiatan pengelolaan hutan, untuk itu BKPH Pangalengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) salah satunya agroforestri kopi ini (Handiman 2005). Dalam kegiatan pengelolaan kopi ini ingin diketahui: sejauh mana partisipasi anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan dalam kegiatan PHBM dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga, bagaimanakah pembagian dan curahan kerja anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif dan reproduktif, seberapa besar kontribusi laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dari kegiatan PHBM.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi partisipasi laki–laki dan perempuan dalam kegiatan PHBM budidaya kopi.
2. Mengidentifikasi pembagian kerja dan curahan laki–laki dan perempuan dalam kegiatan PHBM budidaya kopi.
TINJAUAN PUSTAKA
Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari kontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh nilai-nilai, norma-norma, hukum-hukum, ideologi dari masyarakat yang bersangkutan. Perbedaan gender suatu kelompok masyarakat berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Dalam suatu kelompok masyarakat posisi perempuan ada yang ditinggikan, direndahkan atau bahkan sejajar dalam segala bidang atau pada bidang tertentu daripada laki-laki. Karena gender merupakan hasil kontruksi sosial budaya, maka perbedaan gender dalam suatu masyarakat dapat berubah dari waktu ke waktu (Suharjito et al. 2003).
Keluarga atau rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dan akses atas sumber-sumber baik fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simatauw et al. 2001)
Gender dan Pembagian Tugas (Peran) dalam Rumah Tangga
Pembagian kerja adalah mengalokasikan anggota rumah tangga laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak untuk melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan peranannya dalam kegiatan produktif dan reproduktif. Pembagian tugas atau peran sebenarnya sulit untuk dibatasi, mana tugas untuk perempuan dan mana untuk laki-laki, karena sebenarnya pembagian tugas gender kebanyakan bisa dilakukan oleh keduanya. Pembagian tugas laki-laki dan perempuan perlu dilakukan untuk berbagi tanggung jawab secara adil. Pembagian tugas yang baik tidak menjadikan gender sebagai masalah karena pembagian peran laki-laki dan perempuan tersebut menguntungkan kedua belah pihak. Pembagian peran dalam rumah tangga terdiri dari produktif dan reproduktif (Djohani 1996).
reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga (Tobing, et al 2005).
Perempuan pada umumnya memiliki dua peran yaitu peran reproduktif dan produktif, sementara laki-laki hanya produktif, dan sedikit reproduktif. Berdasarkan hasil penelitian di Yuscaran-Honduras menunjukkan bahwa pada awalnya bidang pertanian merupakan pekerjaan laki-laki. Namun seiring terjadinya degradasi lahan pertanian telah meningkatkan peran perempuan pada kegiatan pertanian. Tenaga kerja laki-laki pada rumah tangga yang lahan pertaniannya marginal (miskin) dan peka erosi cenderung meninggalkan pertaniannya dan bekerja di sektor non-pertanian (off-farm). Sehingga beban tenaga kerja perempuan cenderung bertambah berat, yakni bukan hanya bertanggung jawab untuk kegiatan reproduksi melainkan juga pada lahan pertaniannya. Peran tenaga kerja perempuan tersebut tergantung ketersediaan tenaga anak dewasa yang dapat membantu bekerja dan keberadaan anak bayi dan balita (Paolisso et al. 1999 dalam Suharjito et al. 2003)
Gender dalam Pengambilan Keputusan
Di dalam rumah tangga setiap hal yang menyangkut kepentingan keluarga atau bahkan pribadi-pribadi anggota memiliki cara tertentu untuk mengambil keputusan. Ada keluarga yang pengambilan keputusan tertinggi adalah ayah, ada yang bersama-sama (ayah dan ibu), ada pula yang ibu saja. Kadangkala pengambilan keputusan memiliki jenjang berdasarkan umur dan jenis kelamin (Simatauw et al. 2001).
Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan keputusan, bahkan keputusan-keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil laki-laki (Tobing et al. 2005).
5
Penempatan kaum perempuan dalam posisi yang seolah-olah tidak penting dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam ini disebabkan adanya mitos negatif yang masih berkembang, antara lain: perempuan adalah istri di rumah, hasil hutan adalah domain laki-laki, laki-laki adalah kepala rumah tangga, perempuan adalah anggota masyarakat yang pasif, perempuan kurang produktif dibanding laki-laki (Suharjito et al. 2003).
Tidak disemua tempat, perempuan kehilangan hak dalam pengambilan keputusan. Kasus seperti di Kupang Barat, propinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan justru perempuan menguasai seluruh rantai produksi pangan. Mulai dari menentukan waktu tanam, jenis tanaman, lokasi penanaman, pemeliharaan, panen, hingga penjualan. Perempuan pun terlibat cukup dominan saat menentukan penggunaan uang hasil penjualan hasil bumi (Simantaw et al. 2001).
Gender dan Kontribusi Pendapatan Rumah Tangga
Perekonomian modern selalu mengukur hasil produksi dengan uang. Setiap hasil kerja diukur atau disetarakan dengan uang. Disamping itu kerja-kerja reproduktif seperti memasak, mencuci, mengasuh anak tidak dapat dan tidak diukur dengan uang. Bahkan pekerjaan produktif seperti bertani di sekitar pekarangan, beternak hewan kecil, dan menenun meski kebutuhan sendiri pun tidak diukur dengan uang. Hal ini menyebabkan pekerjaan traditional perempuan tidak dianggap penting . Padahal pada masyarakat yang tidak menggantungkan kebutuhan barang-barang dari luar, seringkali melakukan pekerjaan subsisten semacam ini dan justru hal inilah yang menunjang kehidupan mereka sehari-hari (Simatauw et al. 2001).
Beradasarkan hasil penelitian Hartoyo (1981) menunjukkan bahwa hubungan antara pendapatan dengan luas penguasaan lahan maka terlihat bahwa makin luas penguasaan lahan makin tinggi pendapatan.
Curahan Waktu Kerja
Curahan kerja adalah waktu yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menghasilkan pendapatan baik secara langsung berupa uang atau tidak langsung berupa natura (Haryono et al. 1997).
Jam kerja adalah jumlah waktu (dalam jam) yang digunakan untuk bekerja. Jumlah jam kerja dapat dijadikan ukuran produktivitas kerja seseorang pekerja. Jumlah jam kerja kurang dari 35 jam seminggu dikategorikan mempunyai jam kerja dibawah normal dan disebut sebagai setengah penganggguran. Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2002 menunjukkan bahwa perempuan memiliki jam kerja lebih rendah daripada laki-laki, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Perempuan mempunyai jam kerja kurang dari 35 jam/minggu sebesar 43,7%, sedangkan laki-laki 26,9%. Di pedesaan perempuan yang mempunyai jam kerja normal hanya 41,4%, 43,6% mempunyai jam kerja antara 15-34 jam dan 10,3% antara 1-14 jam. Dengan kata lain lebih dari setengah dari seluruh pekerja perempuan dipedesaan bekerja dibawah jam kerja normal. Rendahnya jumlah jam kerja perempuan mungkin disebabkan karena adanya peran ganda perempuan, yaitu selain bekerja juga harus mengurus rumah tangga sehingga perempuan lebih memilih ataupun terpaksa sambilan dengan bekerja paruh waktu untuk menambah penghasilan rumah tangga.Tingkat produktivitas kerja dan tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya upah. Produktivitas tenaga kerja perempuan yang dinilai lebih rendah daripada laki-laki menyebabkan adanya perbedaan pada sistem pengupahan. Sampai saat ini rata-rata upah/gaji yang diterima perempuan (Rp. 269.003/bulan) masih lebih rendah bila dibandingkan yang diterima kaum laki-laki (Rp.383.313/bulan) pola yang sama juga terlihat di perkotaan maupun pedesaan. Hal ini mungkin disebabkan sampai saat ini kaum perempuan yang bekerja tidak dianggap sebagai pencari nafkah yang utama, melainkan sebagai penambah penghasilan keluarga (BPS 2002).
7
tingkat pencurahan kerja. Golongan rumah tangga yang menguasai tanah luas, lebih banyak bekerja sebagai manager daripada bekerja secara langsung pada pekerjaannya, sehingga tenaga kerja yang dicurahkan menjadi lebih rendah. Sedangkan pada golongan yang penguasaan lahannya sempit terpaksa harus bekerja lebih banyak supaya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat pencurahan kerja pada golongan yang tidak menguasai lahan lebih rendah dari pada golongan yang lain. Jenis pekerjaan yang dilakukan golongan ini sebagian besar adalah buruh tani.
Pengelolaan Hutan Bersama Mayarakat ( PHBM )
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai berkelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Pengembangan PHBM dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat atau kelompok masyarakat di sekitar hutan dan para pihak terkait (stakeholder) sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing, untuk mengelola hutan secara partisipatif tanpa mengubah status dan fungsi hutan, berdasarkan azas-azas manfaat, kelestarian, kebersamaan, kemitraan, keterpaduan, kesederajatan, dan sistem berbagi (Affianto 2005).
kesejahteraannya dan kemandirian melalui peningkatan pendapatan dan produksi pangan (Perum Perhutani 2005).
Pola Tanam dalam PHBM
Petani (Laki-laki dan Perempuan)
Kegiatan Produktif Kegiatan Reproduktif
PHBM
Partisipasi Laki-laki dan Perempuan Non PHBM
Kontribusi terhadap pendapatan Rumah Tangga
Curahan kerja Laki-laki dan Perempuan
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Laki–laki dan perempuan memiliki peran masing–masing dalam segala
aspek kehidupan, kegiatan produktif maupun reproduktif. Kegiatan produktif
terdiri dari kegiatan PHBM dan kegiatan non PHBM seperti: pertanian,
peternakan, dll. Pada dasarnya laki-laki maupun perempuan meniliki kesempatan
sama besar untuk berperan dalam semua kegiatan tersebut, namun pembedaan
peran dilakukan untuk saling melengkapi, karena tidak semua kegiatan tersebut
(produktif dan reproduktif) dapat dilakukan sendiri dan dalam waktu yang
bersamaan. Peran laki-laki dan perempuan dalam kegiatan-kegiatan produktif dan
reproduktif dapat dilihat dari besarnya partisipasi pada kegiatan PHBM dan
pengambilan keputusan dalam rumah tangga, besarnya curahan waktu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dan besarnya kontribusi yang dapat
diberikan terhadap pendapatan rumah tangga.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH
Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni 2006.
Alat dan Sasaran Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kuisioner, alat tulis,
kalkulator, tape perekam dan kamera. Sasaran dalam penelitian ini adalah rumah
tangga petani peserta program PHBM budidaya kopi di blok Kubang Sari.
Jenis Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data:
a. Data primer, meliputi data identitas responden yaitu: nama, umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga. Informasi
sosial ekonomi meliputi: luas kepemilikan lahan, stastus kepemilikan lahan,
kepemilikan ternak, jenis ternak, dll. Informasi mengenai curahan waktu
kerja, pembagian kerja pada kegiatan-kegiatan produktif dan reproduktif
serta pada kegiatan PHBM budidaya kopi, keikutsertaan laki–laki dan
perempuan pada program PHBM,dll.
b. Data sekunder dikumpulkan dengan cara mencatat dan mengutip data yang
ada di instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, meliputi: kondisi
umum tempat penelitian (letak, luas, topografi dan iklim), data sosial
ekonomi masyarakat meliputi: jumlah penduduk, pendidikan, mata
pencaharian, data potensi dan luasan lahan PHBM kopi dibawah tegakan ,
dll.
Metode Pengumpulan Data
1. Studi literatur.
Studi leteratur dilakukan untuk menambah kelengkapan data yang diperoleh.
Pengumpulan literatur dilakukan dengan cara mempelajari, mengutip buku
11
2. Wawancara
Tehnik wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan
melakukan tanya jawab langsung dengan responden dan pihak-pihak lain
yang berkaitan, seperti: aparat desa, pegawai BKPH Pangalengan, dsb.
Metode Pengambilan Responden
Responden dipilih secara acak berdasarkan strata kepemilikan lahan
(Kartasubrata 1986) dengan total responden 60 rumah tangga yang berasal dari
populasi rumah tangga peserta program PHBM sebanyak 67 orang. Jumlah
responden yang diamati dari tiap strata ditentukan dengan alokasi berimbang
berdasarkan persamaan: ni =
Tabel 1 Jumlah responden berdasarkan strata kepemilikan lahan
Strata
Berdasarkan Djohani (1996) partisipasi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Partisipasi kuantitatif yaitu keikutsertaan yang dihitung dari jumlah
kehadiran (penilaian keikutsertaan secara fisik). Metode ini digunakan untuk
mengetahui partisipasi/keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam program
PHBM mulai perencanaan sampai pelaksanaan (pembuatan tanaman sampai
A. Perencanaan PHBM, meliputi kegiatan:
a. Sosialisasi dan penyuluhan
Tabel 2 Kriteria pemberian skor pada pertemuan sosialisasi dan penyuluhan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4 pertemuan 5
b. Keikutsertaan dalam kegiatan pembinaan dan pembentukan
kelembagaan, meliputi:
- Pertemuan anggota
- Pembentukan KTH
- Penentuan lokasi KTH
- Pembentukan LMDH
Tabel 3 Kriteria pemberian skor pada kegiatan pembinaan dan pembentukan kelembagaan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
c. Keikutsertaan dalam negosiasi, meliputi:
- Penentuan jenis tanaman
- Penentuan luas dan pembagian lahan andil
- Penentuan lokasi PHBM
- Penentuan pola tanam
Tabel 4 Kriteria pemberian skor pada kegiatan negosiasi
13
d. Keikutsertaan dalam perjanjian, meliputi:
- Penentuan jangka waktu kontrak
- Penandatanganan kontrak
- Penentuan hak, kewajiban dan sangsi
- Penentuan bagi hasil
Tabel 5 Kriteria pemberian skor pada kegiatan perjanjian
No. Intensitas keikutsertaan Skor
B. Pelaksanaan PHBM, meliputi kegiatan:
a. Keikutsertaan dalam pertemuan KTH
Tabel 6 Kriteria pemberian skor pada pertemuan KTH
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4 pertemuan 5 2. Ikut serta dalam 3 pertemuan 4 3. Ikut serta dalam 2 pertemuan 3 4. Ikut serta dalam 1 pertemuan 2 5. Tidak pernah ikut pertemuan 1
b. Keikutsertaan dalam kegiatan persiapan lahan, meliputi:
- Pembuatan jalan pemeriksaan
- Pembuatan gubug kerja
- Pembuatan larikan
- Pembuatan lubang tanam
- Pemasangan ajir
Tabel 7 Kriteria pemberian skor pada kegiatan persiapan lahan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
c. Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan,
meliputi:
- Penanaman sesuai jalur dan jarak tanam
- Penyulaman
- Penyiangan
- Penggemukan
- Penyetekan
- Pemeliharaan tanaman pokok
Tabel 8 Kriteria pemberian skor pada kegiatan pemeliharaan dan penanaman
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 6 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 4-5 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2-3 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
d. Keikutsertaan dalam kegiatan pemanenan dan pengamanan,
meliputi:
- Pemanenan buah
- Pencegahan pencurian kayu
- Pencegahan perencekan
- Pencegahan penyerobotan lahan
- Pencegahan kebakaran hutan
Tabel 9 Kriteria pemberian skor pada kegiatan pemanenan pengamanan
No. Intensitas keikutsertaan Skor
1. Ikut serta dalam 4-5 kegiatan 5 2. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4 3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3 4. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2 5. Tidak pernah ikut kegiatan 1
Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam PHBM dikelompokkan
15
kategori partisipasi berdasarkan pada total skor yang diperoleh dari kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan.
Tabel 10 Tingkat partisipasi berdasarkan nilai skor perempuan dan laki-laki dalam setiap tahap PHBM budidaya kopi
No. Kategori Skor
1. Sangat tinggi 32,1-40
2. Tinggi 24,1-32
3. Sedang 16,1-24
4. Rendah 8-16
d. Partisipasi kualitatif adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan
dalam rumah tangga. Meliputi pengambilan keputusan dalam kegiatan
produktif (PHBM dan non PHBM) dan kegiatan reproduktif, seperti:
pendidikan anak, pembagian kerja, penentuan jenis tanaman di kebun dan
jenis binatang ternak yang dipelihara, dsb.
Simatauw et al. (2001) menyebutkan bahwa dalam rumah tangga pengambilan keputusan dilakukan oleh :
¾ Perempuan sendiri ¾ Perempuan dominan
¾ Bersama (laki-laki dan perempuan) ¾ Laki-laki sendiri
¾ Laki-laki dominan
Curahan Kerja Laki-laki dan Perempuan
Curahan kerja didasarkan pada pembagian peran yaitu :
a. Kegiatan produktif, terdiri dari kegiatan PHBM seperti : menanam,
memelihara, memanen, mengangkut. Kegiatan diluar PHBM, seperti :
beternak, berdagang, berkebun, pegawai.
b. Kegiatan reproduktif, seperti : memasak, mencuci pakaian, membersihkan
rumah, berbelanja, dll.
Curahan kerja untuk satu hari kerja dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja
(HOK), dimana satu HOK sama dengan delapan jam kerja/hari. Curahan kerja
seseorang dalam satu hari diperoleh dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk
Pendapatan Rumah Tangga
Sumber pendapatan yang dihitung adalah :
1. Pendapatan dari sektor pertanian, terdiri dari:
a. Pendapatan dari program PHBM
b. Pendapatan dari sektor pertanian non PHBM seperti : hasil ternak,
hasil kebun, hasil sawah, dll.
2. Pendapatan dari luar sektor pertanian, seperti: pegawai, berdagang,
pemberian, sumbangan.
Pendapatan total rumah tangga dihitung dari berbagai sumber pendapatan
selama satu tahun (Rp/tahun). Pendapatan total rumah tangga dihitung dengan
rumus berikut:
Y total = Ya+Yb+Yc+...+Yn
Y total = Pendapatan total rumah tangga
Ya = Pendapatan dari pengelolaan PHBM
Yb, Yc,Yn = Pendapatan dari semua bidang usaha, termasuk
sumbangan, kiriman.
Kontribusi laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah tangga
dihitung dengan cara membagi curahan kerja perempuan atau laki-laki dengan
total curahan kerja total (laki-laki dan perempuan) dari setiap bidang usaha
(PHBM, pertanian non PHBM dan non pertanian) dikalikan dengan jumlah
pendapatan yang diperoleh dari masing-masing bidang usaha.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi dan dianalisis secara
deskriptif meliputi analisis partisipasi, analisis curahan kerja serta analisis
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BKPH Pangalengan
Secara administratif pemerintahan BKPH Pangalengan termasuk dalam wilayah Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, dengan batas–batas areal kerja sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan perkebunan teh Kertamanah, wilayah hutan BKPH Banjaran dan BKPH Ciparay, KPH Bandung Selatan; sebelah barat berbatasan dengan wilayah hutan BKPH Ciwidey, KPH Bandung Selatan; sebelah timur berbatasan dengan batas hutan KPH Garut; sebelah selatan berbatasan dengan perkebunan teh Pasir Malang dan wilayah hutan BKPH Cileuleuy, KPH Garut. BKPH Pangalengan berada pada ketinggian 1700 m dpl dengan bentuk wilayah bergelombang. BKPH Pangalengan memiliki areal seluas 8.734,65 ha yang terbagi dalam 4 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Papandayan, RPH Wayang Windu, RPH Pangalengan dan RPH Kancana. Berdasarkan fungsi hutannya, areal BKPH Pangalengan termasuk hutan lindung dengan jenis tanaman berupa rimba campuran seperti: rasamala, eukalyptus, pinus, dan lain lain (BKPH Pangalengan, 2006).
RPH Pangalengan
Desa Pulosari
Desa Pulosari terletak pada ketinggian 1200-1500 m dpl. Dan memiliki curah hujan 1000 sampai 2000 mm/th. Suhu udara rata-rata harian di Desa Pulosari berkisar antara 16o C sampai 20o C. Di sebelah utara, Desa Pulosari berbatasan dengan Desa Lamajang, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Margamekar, Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Warnasari, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Pangalengan. Desa Pulosari seluas 5.118,147 ha terbagi dalam berbagai penggunaan lahan seperti tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah perkebunan, tanah fasilitas umum dan tanah hutan. Jumlah total penduduk desa Pulosari sebanyak 9193 orang, terdiri dari laki-laki 4894 orang dan perempuan 4299 dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2645 kepala keluarga.
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk bermata pencaharian utama sebagai buruh tani, baik buruh sawah maupun buruh perkebunan teh. Kegiatan pertanian menempati urutan kedua sebagai sumber mata pencaharian utama penduduk, dengan komoditas pertanian sebagai berikut: jagung, cabe, tomat, sawi, kentang, kubis, buncis dan labu siam. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai peternak cukup banyak yaitu sebesar 9,6% dengan jenis ternak yang diusahakan antara lain: sapi, domba, ayam dan bebek. Susu merupakan komoditas utama yang dihasilkan dari sektor peternakan. Pekerjaan utama penduduk lainnya adalah buruh/swasta, pegawai negeri, pedagang dan lain-lain.
Tabel 11 Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok
No Jenis mata pencaharian N %
1. Petani 426 10.3
2. Buruh tani 2739 66.0
3. Buruh/swasta 379 9.1
4. Pegawai negeri 49 1.2
5. Pedagang 183 4.4
6. Peternak 400 9.6
7. Lain-lain 15 0.4
Jumlah 4148 100
Sumber: Daftar Isian Penyusunan Profil Desa Pulosari Tahun 2005
19
Sebagian besar penduduk berpendidikan tamat SD, dan jumlah paling sedikit adalah penduduk yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi. Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit jumlah penduduknya, hal ini dikarenakan fasilitas sekolah lanjutan seperti SMP/SMU bahkan perguruan tinggi jumlahnya lebih sedikit, selain itu tingkat ekonomi masyarakat yang cukup rendah merupakan alasan utama.
Tabel 12 Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan N %
1. Belum dan tidak sekolah 1449 15.8
2. Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat
204 2.2
3. Tamat SD 4457 48.5
4. SMP 1579 17.2
5. SMA 1043 11.3
6. PT 30 0.3
Jumlah 9193 100.0
Dalam Undang-undang Kehutanan No.41/1999 disebutkan bahwa hutan lindung terbagi menjadi tiga blok, yaitu: blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok lainnya. Blok Perlindungan adalah kawasan hutan yang tidak boleh ada aktivitas sama sekali, sedangkan blok pemanfaatan merupakan kawasan hutan yang masih memungkinkan adanya aktivitas sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung dari kawasan tersebut. BKPH Pangalengan dengan kawasan seluas 8.734,67 ha hampir seluruhnya berstatus sebagai hutan lindung, berdasarkan kondisi real/fisik untuk sementara terbagi menjadi blok perlindungan seluas 5.699,17 ha dan blok pemanfaatan seluas 3.035,50 ha. Didukung dengan adanya SK Direksi No. 136 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) tahun 2001, BKPH Pangalengan mengembangkan pengelolaan hutan pada blok pemanfaatan sebagai areal PHBM dengan komoditi yang dibudidayakan antara lain: kopi, terong kori, murbei dan rumput gajah (Tim Sukses PHBM BKPH Pangalengan, 2006).
Budidaya kopi
21
Budidaya Terong kori
Budidaya terong kori adalah salah satu kegiatan PHMB di RPH Wayang Windu yang merupakan kerjasama antara Pihak Perhutani dengan petani KTH Kawah Burung yang termasuk dalam LMDH Margamukti. Budidaya terongkori ini telah dimulai pada tahun 2005 sebagai salah satu upaya dalam menyikapi surat Edaran Gubernur No. 522/1224/Bimprod tentang larangan tumpangsari sayuran di hutan lindung. Penanaman awal sebanyak 1500 batang, dan sampai saat ini telah mencapai 33.800 batang dengan total areal budidaya seluas 16,9 ha dan dibudidayakan di antara tanaman kehutanan dan tanaman kopi. Terongkori dapat berbuah pada umur kurang lebih 1 tahun. Buah terongkori bermanfaat sebagai buah segar maupun produk olahan seperti manisan, dodol, selai, dll.
Budidaya Rumput Gajah
Budidaya rumput gajah telah dimulai sejak tahun 1988, dilaksanakan di desa Warnasari, RPH Pangalengan dan di desa Margamukti, RPH Wayang Windu dengan luas total budidaya 42 ha. Budidaya rumput gajah melibatkan kerjasama berbagai pihak, antara lain: Perhutani, masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam KTH maupun LMDH dan KPBS (Koperasi Peternak Bandung Selatan).
Budidaya Murbei
Umur Responden
Umur responden dikelompokkan dalam 4 kelas (Tabel 13). Usia 20
dijadikan batasan terendah karena paling muda laki-laki berumur 22 tahun
sedangkan perempuan 20 tahun. Sebagian besar perempuan (73%) berumur
produktif (15-54 tahun). Jumlahnya lebih banyak dari pada laki-laki yaitu 48.33%
dari total responden, hal ini menunjukkan besarnya ketersediaan tenaga kerja
perempuan.
Tabel 13 Distribusi responden laki-laki (L) dan perempuan (P) berdasarkan kelompok umur
Tabel 14 menunjukkan bahwa pada berbagai strata kepemilikan lahan,
sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan berpendidikan SD.
Tabel 14 Distribusi responden laki-laki (L) dan perempuan (P) berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki, hal ini dapat
dilihat bahwa pendidikan laki-laki paling tinggi adalah perguruan tinggi
23
jumlah, perempuan menempati urutan paling banyak di tingkat SD, SMP dan
paling sedikit SMA.
Mata Pencaharian
Sebagian besar responden menjawab budidaya kopi merupakan pekerjaan
utama, terutama bagi petani tidak berlahan (Tabel 15). Namun kegiatan ini tidak
dilakukan sepanjang tahun sehingga umumnya responden memiliki pekerjaan lain
sebagai pekerjaan sampingan seperti berburuh, berdagang, ojeg, beternak sapi
perah, dll.
Tabel 15 Distribusi responden laki-laki berdasarkan pekerjaan utama (PU) dan pekerjaan sampingan (PS)
Tabel 16 Distribusi responden perempuan berdasarkan pekerjaan utama (PU) dan pekerjaan sampingan (PS)
Jenis pekerjaan
Pekerjaan utama perempuan pada rumah tangga pemilik lahan (strata I, II
dan III) sebagian besar adalah berdagang. Sedangkan pekerjaan utama perempuan
pada rumah tangga tidak berlahan milik sebagian besar adalah buruh tani (Tabel
Kepemilikan Lahan
Satuan luas yang digunakan di daerah setempat adalah hektar dan tumbak,
dimana 1 tumbak sama dengan 14 m2. Sebagian besar responden termasuk dalam
kelompok strata IV (Tabel 17) , hal ini dikarenakan hampir sebagian besar lahan
di daerah setempat merupakan milik instansi, seperti perkebunan teh PTPN dan
Perum Perhutani. Pada umumnya lahan milik responden diperuntukkan sebagai
kebun sayur dan sebagian kecil lainnya berupa pekarangan dan sawah.
Tabel 17 Rata-rata luas lahan milik berdasarkan strata kepemilikan lahan
No.
Luasan lahan andil untuk setiap pesanggem ditentukan berdasarkan
permintaan dan kemampuan petani dalam menyediakan modal untuk budidaya
kopi.
Tabel 18 Distribusi luas lahan andil responden berdasarkan strata kepemilikan lahan
Tabel 18 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden pada
berbagai strata kepemilikan lahan mengelola lahan andil cukup luas (≥2 ha). Hal
ini disebabkan bagi petani yang tidak memiliki lahan dan berlahan sempit (strata
II dan III), umumnya budidaya kopi merupakan sumber pendapatan utama.
25
modal yang cukup besar untuk mengelola lahan andil yang luas. Rata-rata luas
kelola lahan andil pada strata I adalah 2.3 ha, strata II: 0.8 ha, strata III: 1.5 ha dan
strata IV: 1.3 ha.
Partisipasi dalam Program PHBM
Perencanaan Program PHBM
Program PHBM di mulai dengan tahap perencanaan program, tahap ini
terdiri dari rangkaian kegiatan mulai dari sosialisasi sampai penandatanganan
kontrak kerja. Sosialisasi dan penyuluhan merupakan tahap pemahaman sistem
PHBM kepada masyarakat. Sosialisasi telah dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu
pada tahun 1998, 1999, 2000, dan 2001. Tahap selanjutnya adalah pembinaan dan
pembentukan kelembagaan dalam hal ini pembentukan KTH (Kelompok Tani
Hutan) dan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Pembentukan KTH
bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan informasi antara Pihak Perhutani
dengan para pesanggem dan sebaliknya. Dengan terbentuk KTH proses negosiasi
lebih mudah dilakukan. Negosiasi dilakukan untuk menentukan jenis tanaman
PHBM, penentuan luas dan pembagian lahan andil, penentukan lokasi PHBM,
dan penentuan pola tanam. Lokasi PHBM diusulkan oleh Pihak Perhutani dengan
pertimbangan lokasi merupakan kawasan hutan rawan ditinjau dari aspek sosial
ekonomi dan ekologi, setelah masyarakat dan pihak Perhutani sepakat selanjutnya
ditentukan jenis tanaman dan pola tanam yang digunakan. Kopi dipilih sebagai
komoditas, karena beberapa alasan diantaranya: hasil yang cukup menjanjikan dan
tujuan pemasaran jelas, sesuai dengan kondisi daerah setempat, tidak
membutuhkan pengolahan tanah dan perawatan yang intensif. Berdasarkan
perjanjian, pesanggem dapat memanfaatkan lahan andil dalam jangka waktu 1
tahun dan dapat diperpanjang setiap tahunnya. Penandatanganan kontrak tidak
dilakukan oleh setiap responden melainkan diwakilkan kepada ketua KTH. Hak,
kewajiban dan sangsi selama perjanjian ini berlangsung dibuat atas kesepakatan
pihak Perhutani dan pesanggem. PHBM dilaksanakan atas dasar bagi hasil
(sharing), di KTH Kubangsari ini sharing yang disepakati adalah 15% untuk Pihak
Perhutani dan 80% untuk pesanggem serta 5% untuk biaya administrasi lain-lain.
Tabel 19 menunjukkan bahwa pada strata I sampai strata IV partisipasi
mungkin disebabkan hampir keseluruhan kegiatan pada tahap perencanaan berupa
pertemuan, dimana pemberitahuan pertemuan biasanya ditujukan kepada kepala
rumah tangga, sedangkan masyarakat masih beranggapan bahwa kepala rumah
tangga adalah laki-laki. Jika laki-laki (suami) berhalangan hadir atau sudah
meninggal, biasanya pertemuan digantikan oleh anak laki-laki dewasa. Selain itu,
waktu pertemuan biasanya dilakukan pada malam hari, sehingga perempuan lebih
banyak sibuk dengan kegiatan reproduktif, atau memilih untuk beristirahat. Pada
tahap perencanaan, partisipasi perempuan paling besar adalah pada proses
negosiasi dengan nilai skor rata-rata pada proses negosiasi adalah 1,13 sedangkan
pada tahap sosialisasi dan penyuluhuan, pembentukan KTH dan perjanjian
rata-rata skornya adalah 1,07. Partisipasi laki-laki pada tahap perencanaan paling besar
adalah pada proses sosialisasi dan penyuluhan. Dari empat kali sosialisasi dan
penyuluhan, rata kehadiran laki-laki adalah tiga kali pertemuan dengan
rata-rata skor 3,8 dan merupakan partisipasi terbesar pada tahap perencanaan.
Tabel 19 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi pada kegiatan perencanaan program PHBM
Pertemuan KTH merupakan salah satu kegiatan pada tahap pelaksanaan
program. Pertemuan KTH dilakukan setiap satu bulan sekali, pertemuan ini
bertujuan untuk saling berbagi informasi antar anggota, menyampaikan pendapat,
atau menyampaikan kesulitan yang ditemui sehingga dapat saling membantu.
Jumlah pertemuan KTH yang dihitung adalah pertemuan yang dilakukan pada
tahun 2006 saja, sampai pada saat penelitian ini dilakukan pertemuan sudah
dilakukan sebanyak 4 kali. Pelaksanaan program di lapangan terdiri dari persiapan
27
Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa partisipasi perempuan pada tahap
pelaksanaan juga lebih rendah dari pada laki-laki. Partisipasi perempuan pada
tahap pelaksanaan mengalami peningkatan dibandingkan pada saat perencanaan,
hal ini ditunjukkan oleh jumlah perempuan pada berbagai strata terutama strata II
dan IV pada tingkat partisipasi sedang sebanyak 50% dan 63%. Rendahnya
partisipasi perempuan pada tahap pelaksanaan antara lain disebabkan rendahnya
partisipasi perempuan pada pengamanan hutan, hal ini dikarenakan perempuan
masih merasa takut untuk mengingatkan pelaku pelanggaran, meskipun hal
tersebut terjadi di lahan kelolanya.
Tabel 20 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program PHBM
Partisipasi laki-laki strata I pada rogram PHBM berdasarkan rata-rata total
nilai skor termasuk dalam kategori sedang dengan nilai skor 21, pada strata II, III
dan IV partisipasi pada PHBM termasuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata
skor masing-masing adalah 28,8; 32,2 dan 30. Partisipasi perempuan pada PHBM
umumnya rendah, berdasarkan rata-rata total skor perempuan strata I tingkat
partisipasinya termasuk dalam kategori rendah, demikian halnya dengan
perempuan pada strata II dan III dengan nilai skor masing-masing adalah 8,2; 9,11
dan 10,5. Partisipasi perempuan pada strata IV termasuk dalam kategori sedang
dengan rata-rata skor 25,4. Tabel 21 menunjukkan bahwa dalam PHBM tingkat
partisipsi laki-laki umumnya termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi,
partisipasi perempuan ini terutama disebabkan rendahnya partisipasi pada tahap
perencanaan.
Tabel 21 Distribusi responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam PHBM
Tingkat
Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Petani
Pengambilan keputusan dalam rumah tangga terdiri dari keputusan pada
kegiatan produktif dan reproduktif. Keputusan pada kegiatan produktif terdiri dari
keputusan pada kegiatan PHBM, dan non PHBM (pertanian dan peternakan),
sedangkan keputusan pada kegiatan produktif non pertanian tidak disertakan
karena kegiatan ini tidak secara langsung berhubungan dengan sumberdaya yang
dimiliki rumah tangga. Jenis keputusan pada kegiatan produktif antara lain: jenis
tanaman yang dibudidayakan, jenis ternak yang dipelihara, keputusan untuk
memanfaatkan atau menjual hasilnya dan cara penjualan jika tidak dikonsumsi
sendiri. Hampir sebagian besar responden memutuskan untuk menanami kebun
dengan sayuran; memelihara sapi perah sebagai ternak; menjual hasil kebun
sayur, peternakan (susu), kebun kopi (PHBM) dan mengkonsumsi semua hasil
sawah berupa padi.
Pengambilan keputusan pada kegiatan budidaya kopi di lahan andil pada
kelompok strata I lebih banyak didominasi oleh laki-laki, sedangkan pada strata II,
III dan IV keterlibatan perempuan cukup besar dalam pengambilan keputusan..
Pengambilan keputusan pada kegiatan pertanian pada strata I dilakukan oleh
laki-laki sendiri, sedangkan pada strata II dan III dilakukan bersama (suami dan istri),
pada kegiatan peternakan pengambilan keputusan pada berbagai strata dilakukan
bersama. Kontribusi perempuan pada rumah tangga berlahan sempit (strata II dan
III) atau tidak berlahan dalam pengambilan keputusan pada kegiatan produktif
29
ini ikut bekerja di lahan andil dan pertanian sehingga pengetahuan mereka pada
kegiatan pertanian juga cukup baik untuk ikut serta mengambil keputusan (Tabel
22).
Tabel 22 Distribusi responden berdasarkan partisipasi pada pengambilan keputusan dalam kegiatan produktif
Strata I Strata II Strata III Strata IV Total N % N % N % N % N % Ket: LKS: Laki-laki sendiri, LKD: Laki-laki dominan, BSM: Bersama, PRS: Perempuan sendiri, PRD: Perempuan Dominan
Tingkat pendidikan anggota keluarga responden terutama anak umumnya
mengalami peningkatkan daripada orang tuanya, Sebagian besar anak responden
berpendidikan paling rendah SMP, bahkan jumlah anak yang mengenyam
pendidikan tinggi cukup banyak. Tingkat dan tempat pendidikan biasanya
merupakan pemintaan dari anak, orangtua hanya menyetujui dan memfasilitasi,
sehingga sebagian besar keputusan pada pendidikan anak ditentukan atas
kesepakatan bersama, terutama pada kelompok strata I, dan sebagian kecil lainnya
merupakan kompromi dari suami dan istri dengan pengambil keputusan dominan
laki-laki. Pembagian kerja antara anggota keluarga terutama suami dan istri juga
Tabel 23 Distribusi responden berdasarkan partisipasi pada pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif
Jenis kegiatan reproduktif
Pengambil keputusan
Strata I Strata II Strata III Strata IV Total N % N % N % N % N % Ket: LKS: Laki-laki sendiri, LKD: Laki-laki dominan, BSM: Bersama, PRS: Perempuan sendiri,
PRD: Perempuan Dominan
Pembagian Kerja dalam Rumah Tangga Petani
Kegiatan di PHBM meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pengangkutan. Tabel 24 menunjukkan bahwa hampir semua kegiatan ini
dilakukan oleh laki-laki, perempuan biasanya banyak berperan di kegiatan
pemanenan, sebagian kecil lainnya ikut membantu pada kegiatan penanaman
seperti memasang ajir dan menanam. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
perempuan umumnya hanya menyiangi dan pemupukan, penyemprotan (bila ada)
dilakukan oleh laki-laki. Sebagian kecil perempuan ikut melakukan pengangkutan
kopi dari lahan ke tempat pengumpulan, karena pekerjaan ini dianggap sebagai
pekerjaan berat untuk perempuan. Peran perempuan pada strata II dan III cukup
besar dibanding peran perempuan pada strata I dan IV. Kegiatan pertanian, hampir
semua dikerjakan oleh laki-laki, perempuan biasanya ikut dalam penanaman dan
pemeliharaan. Pada kegiatan peternakan sebagian besar kegiatan dilakukan
bersama-sama. Kegiatan mencari rumput biasanya dilakukan bersamaan kegiatan
di kebun maupun di hutan. Karena pemeliharaan ternak masih di sekitar rumah
pemberian pakan ternak, mengurus kandang dan memerah susu lebih banyak
dilakukan bersama-sama. untuk kegiatan penyetoran susu semua dikerjakan oleh
31
kategori responden. Peran perempuan dalam kegiatan peternakan cukup besar
pada strata II, III dan IV. Kegiatan produktif yang sebagian besar dilakukan oleh
perempuan adalah berdagang dan buruh tani, sedangkan laki-laki pada kegiatan
produktif lainnya adalah buruh proyek, buruh tani dan pegawai.
Tabel 24 Distribusi responden berdasarkan pembagian kerja dalam kegiatan produktif (L: laki-laki, P: Perempuan, BSM: Bersama)
Tabel 25 menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan reproduktif pada
strata manapun dilakukan oleh perempuan. Berdasarkan kesepakatan pembagian
peran pada kegiatan reproduktif dalam keluarga, laki-laki memang tidak
mendapatkan peran ini, namun dalam tabel menunjukkan adanya kegiatan yang
dilakukan oleh laki-laki bersama istri, hal ini menunjukkan adanya kepedulian
Tabel 25 Distribusi responden berdasarkan pembagian kerja dalam kegiatan
Pembagian kerja pada kegiatan produktif dan reproduktif mempengaruhi
besarnya curahan waktu pada kegiatan tersebut. Tabel 26 menunjukkan bahwa
semakin luas lahan milik semakin sedikit curahan waktu kerja laki-laki dan
perempuan untuk kegiatan PHBM. Curahan waktu rata-rata di kegiatan PHBM
lebih kecil dibandingkan dengan curahan waktu rata-rata di kegiatan pertanian
non PHBM dan kegiatan produktif lain, hal ini dikarenakan budidaya kopi tidak
memerlukan pemeliharaan intensif setiap hari, kegiatan di hutan hanya
memerlukan waktu yang cukup banyak ketika panen. Curahan waktu rata-rata
perempuan pada berbagai strata pada kegiatan pertanian dan peternakan lebih
rendah dari pada laki-laki. Curahan waktu rata-rata perempuan pada kegiatan
pertanian adalah 13,2 jam/th, laki-laki 32,1 jam/th, sedangkan curahan waktu
rata-rata perempuan pada kegiatan peternakan adalah 272,6 jam/th dan laki-laki 472,05
jam/th. Meskipun tidak memiliki lahan milik curahan waktu kegiatan pertanian
terbesar adalah pada strata IV dengan kegiatan sebagai buruh tani. Begitu juga
pada kegiatan peternakan, strata IV memiliki curahan waktu yang cukup besar
33
besar dibandingkan dengan curahan waktu rata-rata kegiatan pertanian
dikarenakan, kegiatan peternakan dilakukan setiap hari, mulai memberi makan,
membersihkan kandang dan memerah susu. Curahan waktu perempuan pada
kegiatan non pertanian yaitu pada strata I dan III lebih besar dari pada laki-laki,
kegiatan ini umumnya adalah berdagang curahan waktu rata-rata untuk kegiatan
ini adalah 1,5 jam/hr.
Tabel 26 Distribusi responden (L: laki-laki, P: Perempuan) berdasarkan curahan waktu rata-rata pada kegiatan produktif (jam/th)
No Jenis Rata-rata 229,5 129,5 197,3 150,8 126,3 135,9 273,4 167,1
Tabel 27 menunjukkan bahwa pada semua strata peranan perempuan di
kegiatan reproduktif cukup dominan, hal ini ditunjukkan oleh curahan waktu
perempuan yang lebih besar dari pada laki-laki, curahan waktu reproduktif
terbesar adalah perempuan pada strata I, karena pada strata ini perempuan lebih
banyak melakukan kegiatan produktif dirumah seperti berdagang sehingga
kegiatan reproduktif dan produktif dapat dilakukan bersama. Rata-rata curahan
waktu perempuan dalam kegiatan reproduktif adalah 0,46 jam/hari, laki-laki
adalah 0,13 jam/hari. Laki-laki pada stata IV memiliki curahan waktu dalam
kegiatan reproduktif paling banyak, hal ini dikarenakan umumnya perempuan
pada strata IV juga terlibat dalam kegiatan produktif diluar rumah seperti menjadi
buruh sehingga laki-laki banyak membantu meringankan pekerjaan reproduktif.
Curahan waktu anak laki-laki lebih kecil daripada anak perempuan, rata-rata
curahan waktu anak perempuan adalah 0,19 jam/hr, sedangkan anak laki-laki
adalah 0,1 jam/hr. Besarnya curahan waktu anak-anak ini umumnya dilakukan
anak-anak hanya membantu pada waktu liburan, atau hanya sekedarnya saja pada
hari sekolah. Meskipun demikian bagi orang dewasa terutama perempuan
keterlibatan mereka cukup membantu meringankan beban kerja.
Tabel 27 Distribusi responden (L: Laki-laki, P: Perempuan) berdasarkan curahan waktu rata-rata pada kegiatan reproduktif (jam/th)
Strata Dewasa Anak-anak
L P L P
I 34,2 341,8 0,0 0,0
II 0,0 207,3 0,0 0,0
III 0,0 233,7 0,0 31.4
IV 79,8 306,6 11,8 47,4
Rata-rata 28,5 272,4 2,9 19,7
Pendapatan Rumah Tangga Petani
Pendapatan rumah tangga diperoleh dari berbagai sumber pendapatan yaitu
pertanian dan non pertanian. Pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan
bersih setelah dikurangi biaya produksi. Tabel 28 menunjukkan bahwa pada
berbagai strata budidaya kopi menempati urutan ketiga dalam pendapatan rumah
tangga, meskipun demikian pesanggem tetap tertarik untuk membudidayakan
karena tiap tahun dapat dipastikan kopi akan berproduksi. Hal ini merupakan
indikator bagi kelanjutan PHBM. Kopi dipasarkan oleh petani dalam bentuk
gabah kepada koperasi kopi dengan harga Rp 2000/kg. Pendapatan dari PHBM
terkecil adalah Rp 620.000/th, sedangkan paling tinggi adalah Rp 22198974,4/th.
Besarnya pendapatan dari budidaya kopi dipengaruhi antara lain oleh: luas lahan
andil, jumlah pohon yang berproduksi, penggunaan pupuk, dan tenaga kerja.
Pendapatan dari kegiatan pertanian (sawah/kebun) menunjukkan bahwa semakin
luas lahan milik semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Budidaya pertanian
dilakukan dilahan kering dengan komoditas utama sayuran, kentang dan cabe
merupakan dua komoditi yang memberi kontribusi cukup besar pada pendapatan
yaitu Rp 150.214.857,1/th untuk kentang dan Rp 132.567.580/th untuk cabe. Hasil
pertanian sawah berupa padi umumya dikonsumsi sendiri oleh petani, kontribusi
yang diperoleh dari padi sebesar Rp 287.250/th. Kegiatan petani pada strata IV
sebagai buruh tani memperoleh upah rata-rata Rp 9000/hari untuk laki-laki dan Rp
7000/hr untuk buruh perempuan. Perbedaan upah ini dikarenakan produktivitas
35
dalam pendapatan adalah hasil dari ternak besar seperti sapi dan kambing. Petani
pada strata I sebagian besar mempercayakan pengurusan ternak pada orang lain,
sehingga pendapatan diperoleh dengan cara bagi hasil dengan orang yang
mengurus ternak. Sedangkan petani pada strata III dan IV umumnya mengurus
sendiri ternaknya, dan komoditas utama yang dihasilkan adalah susu. Kegiatan
perdagangan terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar pada pendapatan
rumah tangga. Pada strata I dan II, pendapatan dari sektor non pertanian berasal
dari berdagang, sedangkan pada strata III pendapatan berasal dari usaha jasa
(ojeg), wiraswasta lain dan pensiunan, pada strata IV pendapatan berasal dari
kiriman, berdagang, gaji pegawai, dan upah buruh (pekerja proyek, pemetik teh,
dll).
Tabel 28 Pendapatan rata-rata (Rp/th) rumah tangga petani berdasarkan strata kepemilikan lahan dari berbagai sumber pendapatan
Sumber Pendapatan
Strata Rata-rata
I II III IV
a. PHBM 9.262.242 2.492.778 3.766.506 3.423.942 18.945.468 b. Pertanian Non PHBM
* Kebun 239.529.278 10.205.634 4.455.485 1.447.000 255.637.397 * Peternakan 2.500.000 1.500.000 262.500 281.944 4.544.444 Non Pertanian 60.000.000 72.000.000 12.000.000 10.909.091 154.909.091 Jumlah 311.291.520 86.198.411 20.484.492 16.061.977 434.036.400
Besarnya kontribusi laki-laki dan perempuan diengaruhi oleh besarnya
curahan kerja pada setiap kegiatan. Semakin besar curahan waktu pada suatu
bidang kerja akan semakin besar pula kontribusinya terhadap pendapatan. Tabel
29 menunjukkan bahwa kontribusi perempuan pada kegiatan pertanian lebih
rendah dibandingkan laki-laki pada strata manapun. Pada kegiatan pertanian yaitu
PHBM dan kegiatan di kebun perempuan pada strata IV memiliki kontribusi yang
cukup besar terhadap pendapatan keluarga, hal ini menunjukkan bahwa semakin
sempit lahan milik semakin besar curahan waktunya pada kegiatan produktif
(mencari nafkah) yang berarti semakin inggi pula kontribusinya pada pendapatan
rumah tangga. Kontribusi perempuan labih tinggi dari pada laki-laki pada strata I
Tabel 29 Kontribusi (%) laki-laki dan perempuan terhadap pendapatan rumah dan berbasis jenis kegiatan
No Jenis Kegiatan
Strata Rata- rata
I II III IV
L P L P L P L P L P
1
a. PHBM 94 6 75 25 75 25 70 20 79 21
b. Pertanian non PHBM
Kebun 100 0 78 22 90 10 48 52 79 21
Peternakan 83 17 53 47 55 45 70 30 65 35
2 Non Pertanian 49 51 60 40 34 66 69 31 53 47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tingkat partisipasi perempuan pada tahap perencanaan PHBM lebih rendah daripada tahap pelaksanaan PHBM. Sedangkan partisipasi laki-laki pada tahap perencanaan dan pelaksanaan PHBM budidaya kopi pada berbagai strata sangat tinggi. Secara keseluruhan partisipasi laki-laki dalam PHBM lebih tinggi daripada perempuan. Pengambilan keputusan pada kegiatan produktif dalam rumah tangga strata I didominasi oleh laki-laki, sedangkan pada strata II, III dan IV sebagian besar merupakan kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan pada kegiatan reproduktif pada berbagai strata dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama.
2. Curahan waktu perempuan di kegiatan produktif baik budidaya kopi maupun kegiatan lain lebih rendah dari laki-laki, sebaliknya curahan waktu perempuan untuk kegiatan reproduktif pada berbagai strata lebih tinggi dari pada laki-laki.
3. Kontribusi laki-laki dari budidaya kopi terhadap pendapatan rumah tangga lebih besar dari pada perempuan pada berbagai strata, dengan rata-rata kontribusi laki-laki 79% dan perempuan 21%. Sedangkan kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dari kegiatan non PHBM terutama pada strata I dan III lebih besar dari pada kontribusi laki-laki yaitu masing-masing 51% dan 66%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki peranan yang cukup besar dalam ekonomi rumah tangga.
Saran
Affianto A, Djatmiko WA, Riyanto S, Hermawan TT. 2005. Analisis Biaya dan Pendapatan Dalam Pengelolaan PHBM. Sebuah Panduan Perhitungan Bagi Hasil. Bogor: Pustaka Latin.
[BKPH] Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Pangalengan. 2005. Laporan Tahunan 2005. Bandung: BKPH Pangalengan
[BPS] Badan Pusat Statistik . 2002. Profil Wanita Indonesia. Jakarta: BPS. Djohani R. 1996. Dimensi Gender dalam Pengembangan secara Partisipatif.
Bandung: Studio Driya Media Bandung dengan dukungan The Ford Fondation.
Hairiyah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Bahan Ajaran Agroforestri 1: Pengantar Agroforestri. Bogor: ICRAF. hlm: 4, 14-16.
Handiman. 2005. Mewujudkan Sentra Kopi Nasional. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0205/11/0316.html
Hartoyo S. 1981. Tingkat Produksi, Tenaga Kerja, Pendapatan Rumah Tangga dan Kelembagaan di Desa Gemarang, Ngawi Jawa Timur. Bogor: Rural Dynamic Series 19: 37-39.
Haryono BS, Wisadirana D, Susilo E. 1997. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja Wanita pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi di Pedesaan Kabupaten Malang). Malang: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Social Science) 1997; 9: 136-138.
Kartasubrata J.1986. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa: Studi Kehutanan Sosial di Daerah Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Michon G, Foresta H de. 2002. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas
Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. Foresta H de, Kuswara A, Michon G, Djatmiko WA, editor. Bogor: ICRAF.
Pemerintah Kabupaten Bandung. 2005. Daftar Isian Penyusunan Profil Desa Pulosari. Bandung: Pemerintah Kabupaten Bandung.
39
Ruswita T et al. 2005. Agroforestry/Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Proyek Kerjasama CIDA Canada–CARE International Indonesia.
Simatauw M, Simanjutak L, Kuswardono PT. 2001. Gender dan Pengelolaan Sumber Daya Alam : Sebuah Panduan Analisis. Wandita G, pengantar. Kupang : Yayasan PIKUL (Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal). Suharjito D, Sundawati L, Suyanto, Utami SR. Bahan Ajaran Agroforestri 5:
Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestry. Bogor: ICRAF. hlm: 5-6,21-22
Tim Sukses PHBM BKPH Pangalengan. 2006. Leaflet Program PHBM BKPH Pangalengan. Bandung: BKPH Pangalengan.
Tobing M, Nursahaya, Armiyati S. 2005. Materi Pendukung Modul Pelatihan Analisis Gender. Mungguro DW, Kismadi B, Gaban F, Fransisika I, editor. Proyek Kerjasama CIDA (Canadian International Development Agency) – CARE International Indonesia.
Tabel karakteristk responden
Sugiman 28 D3 Petani sayur Petani kopi Ela s 20 SPG Guru
47 Asep 38 SMP Petani kopi Bu asep 34 SD Ibu RT
48 Memed 50 SD Buruh Petani kopi
BU
memed 40 SD Buruh
49 Ujang amar 33 SD Buruh Petani kopi Iis 30 SD Buruh
50 Kanda 50 SD Buruh Petani kopi Bu kanda 41 SD Ibu RT
51 Aga 42 SD Entar 50 SD Buruh
52 Dede Rahmat 40 SD Petani BU dede 35 SD Buruh
53 Yaya 40 SD Petani kopi Bu yaya 38 SD Berdagang
54 Wardi 71 SD Petani kopi Bu wardi 66 SD Ibu RT
55 Ondi 51 SD Petani kopi ojeg bu ondi 42 SD Ibu RT
56 Sumarna 68 SD Petani kopi Buruh
BU
sumarna 45 SD Karyawan perkebuna
57 Dadin
setiawan 45 SD Petani kopi Tani sayur Bu dadin 34 SD Ibu RT
58 Aries S 55 SD Petani kopi Bu aris 42 SD Ibu RT
59 Ilah 46 SD Petani Bu ilah 42 SD Ibu RT
54 Wardi 4 0,98 2000 1200 2400 4800000 720000 1 0 1 0
55 Ondi 4 1,96 1400 1200 2400 4800000 720000 1 0 1 0
56 Sumarna 4 0,31 700 600 1200 2400000 360000 1 0 1 0
57 Dadin
setiawan 2 0,32 515 515 1030 2060000 309000 1 0 1 0
58 Aries S 4 0,7 1400 800 1600 3200000 480000 1 0 1 0
59 Ilah 4 0,8 1280 1280 2560 5120000 768000 1 0 1 0
60 Maman 2 0,16 260 260 520 1040000 156000 1 0 1 0
Penggunaan
pupuk 0 0 0 beli 3000 750 920 690000 5770000,0
49,2 984444,44
44,0 1408000 p buatan 0,1 3600 720000 beli 2000 500 920 460000 3532000,0
51,1 920000 NPK 0,015 3600 108000 beli 2000 500 920 460000 3272000,0
91,4 1828888,9 kandang 0,125 230 115000 beli 4000 1000 920 920000 3936111,1
52,6 2154777,8 Tdk
pupuk 0 0 0 beli 4000 1000 920 920000 9029222,2
66,7 2200000 p organik 2 800 6400000 beli 4000 1000 920 920000 2380000,0
57,6 2936142,9 kandang 2 300 2400000 beli 4000 1000 920 920000 3943857,1
55,3 2877333,3 kandang 2 300 2400000 beli 5000 1250 920 1150000 7172666,7
134,3 7992833,3 organik 0,25 370 2220000 beli 24000 6000 920 5520000 8067166,7
124,8 2495555,6 kandang 3 250 3750000 beli 5000 1250 920 1150000 4504444,4
29,4 0 Tdk
pupuk 0 0 0 beli 515 0 920 0 1751000,0
30,2 0 kandang 1 220 110000 beli 500 0 920 0 1454000,0
31,1 0 Tdk
pupuk 0 0 0 bkn ndiri 500 0 920 0 1700000,0
31,3 470000 Tdk
pupuk 0 0 0 beli 1000 0 920 0 1570000,0
41,2 659555,56 Tdk
pupuk 0 0 0 beli 1000 0 920 0 1516444,4
57,9 0 tahi ayam 0,5 2200 2200000 beli 2000 500 920 460000 1760000,0
53,7 0 Tdk
pupuk 0 0 0 beli&semai 500 0 920 0 4080000,0
73,7 0 organik 0,028 3000 117600 beli 1400 0 920 0 3962400,0
33,3 0 kandang 2 300 420000 beli 700 0 920 0 1620000,0
31,4 0 Tdk
pupuk 0 0 0 beli 515 0 920 0 1751000,0
37,8 0 kandang 3 200 840000 beli 1000 250 920 230000 1650000,0
66,4 0 kandang 2 300 768000 beli 1280 320 920 294400 3289600,0
25,8 0 Tdk
pupuk 0 0 0 beli 260 0 920 0 884000,0