LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI,
KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
(Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) DI DESA
LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI,
KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Di bawah bimbingan NYOTO SANTOSO dan TUTUT SUNARMINTO
Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan. Konflik manusia dan gajah ini berdampak negatif, baik berupa penurunan populasi gajah di habitat alaminya maupun berupa kerugian materil, moril serta kerusakan fisik tubuh pada manusia.
Laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo yang meningkat menyebabkan meningkatnya frekuensi terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian masyarakat semakin meningkat sehingga meningkatkan reaksi masyarakat dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan nilai ekonomi akibat konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki wilayah desa, mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan serta menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.
Penelitian dilaksanakan bulan Juli - Agustus 2009 di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kec. Ukui, Kab. Pelalawan, Prov. Riau. Objek penelitian adalah masyarakat, gajah, Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapangan. Metode penghitungan nilai ekonomi konflik manusia dan gajah menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat (cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian dan biaya pengendalian konflik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pola usahatani di Desa Lubuk Kembang Bunga yang mendorong terjadinya konflik manusia dan gajah. Konflik terjadi pada lahan pertanian masyarakat yang menempati jalur pergerakan wilayah jelajah gajah dan berdekatan dengan hutan (TNTN), pintu keluar gajah serta sungai yang digunakan gajah untuk memenuhi kebutuhannya. Lokasi lahan pertanian tersebut berada di Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, Jalan RAPP/Elang Mas dan Jalan Pemda. Kelompok gajah yang memasuki lahan pertanian masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga merupakan kelompok gajah yang berada di bagian Selatan Hutan Tesso Nilo. Kelompok gajah ini terdiri atas gajah tunggal dan gajah grup.
diperoleh nilai sebesar Rp. 52.082.197,64. Upaya pengendalian konflik oleh masyarakat berupa penjagaan dan pengontrolan kebun, pembuatan penghalang dan pengusiran. Sementara itu, upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad berupa patroli kawasan, pengusiran dan penggiringan gajah liar. Upaya pengendalian konflik hanya mampu mengurangi kerugian sebesar Rp.14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp.764.200.000. Penghitungan seluruh komponen kerugian masyarakat dan upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad diperoleh nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga pada Tahun 2007 - 2008 sebesar Rp. 816.282.197,64.
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Economic Values of Human and Elephant Conflict (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province. Under the supervisions of NYOTO SANTOSO and TUTUT SUNARMINTO
The utilization of elephant movement area by humans, causing competition space which triggered the conflict between humans and elephants, as in Lubuk Kembang Bunga Village, which surround the Tesso Nilo National Park (TNTN). Agricultural land and residential communities occupying territory cruise line movement, which periodically and traditionally traveled by elephant, and does not change despite the changing shape of the region. Human and elephant conflicts have a negative effect, either in the form of an elephant population decline in its natural habitat, or loss of material, moral and body physical damage the human being.
The rate of deforestation which increases in the Tesso Nilo Forest, causing increased frequency of human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village. Loss of society increased thus increasing the public's reaction to face of conflict. Such conditions need to calculate the economic value due to human elephant conflicts as part of the consideration to obtain the conflict resolution efforts. This study aims to find out socio-economic condition of the community, identify the elephant entered the village area, identify the type and value of the damage and calculate the economic value of human loss due to human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village.
A study was conducted in July - August 2009 in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province. Object of research is public, elephants, Flying Squad Team, and agricultural land affected. Data collected through the literature study, interviews and field observations. Method of calculating the economic value of human and elephant conflicts using the lost revenue approach (cost of time), medical expenses (cost of illness), the cost of building repairs, the cost to evacuate, the cost of agricultural production, and control costs of conflict.
The results showed a change in farming patterns in Lubuk Kembang Bunga Village which triggered human and elephant conflicts. The conflict occurred in the community farm, which occupies the movement path of elephants roaming the area and adjacent to the forest (TNTN), the exit of elephants, and the river which is used by elephants to meet their needs. Location of agricultural land is located in Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, RAPP Street/Elang Mass and Jalan Pemda. Group of elephants which is entered the farm community in Lubuk Kembang Bunga Village is a group of elephants which are in the Southern part of Tesso Nilo Forest. This consisting of a single elephant and the elephant group.
expulsion, and the convoy of wild elephants. The efforts to control this conflicts able to reduce losses of Rp. 14,648,118.09 only. This value is not comparable with costs to control the conflict, which amounted to Rp. 764,200,000. Calculating the losses of all components of society and the efforts made by the Flying Squad Team, obtained the economic value of human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village in the Year 2007 - 2008 amounting to Rp. 816,282,197.64.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Nilai
Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil kerja saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2010
sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Nama : Rizki Ratna Ayu Paramita Sari
NIM : E34050095
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Nyoto Santoso, MS Ir. Tutut Sunarminto, M.Si NIP : 19620315 198603 1 002 NIP : 19640228 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP : 19580915 198403 1 003
Penulis dilahirkan di Garut pada Tanggal 19
Desember 1986. Penulis adalah putri pertama dari dua
bersaudara, pasangan Bapak Dedi Kuswandi dan Ibu
Nurtitawulan.
Penulis telah menempuh pendidikan di SD Negeri I
Bayongbong lulus pada Tahun 1999, kemudian melanjutkan
sekolah di SLTP Negeri 1 Bayongbong lulus pada Tahun 2002. Pada Tahun 2005
penulis lulus dari SMU Negeri 1 Garut dan melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam kegiatan Kelompok
Pemerhati Kupu-kupu (KPK) “Sarpedon” HIMAKOVA. Semasa kuliah penulis
telah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH
Cemara Indramayu – Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC),
Kuningan Jawa Barat pada Tahun 2007, penulis juga telah mengikuti Praktek
Umum Konservasi Eksitu Satwaliar (PUKES) di Taman Sringganis dan Taman
Mini Indonesia Indah pada Tahun 2008. Pada Tahun 2009 penulis mengikuti
kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Tesso Nilo,
Riau. Kegiatan lapang lain yang pernah diikuti penulis adalah Studi Konservasi
Lingkungan “SURILI” HIMAKOVA di Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung – Sulawesi Selatan pada Tahun 2007 dan SURILI di Taman
Nasional Bukit Baka Bukit Raya – Kalimantan Barat pada Tahun 2008.
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas
Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi dengan judul Nilai Ekonomi
Alhamdulillaahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang atas anugerah berupa kesehatan dan kesempatan
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak
yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang
akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah
SWT, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :
1. Keluarga besar penulis : Daday Suhendar (Bapak), Nurtitawulan (Ibu) dan
Novan Fahmi Arsyad (adik).
2. Dosen pembimbing : Bapak Ir. Nyoto Santoso, MS (Pembimbing I) dan
Bapak Ir. Tutut Sunarminto, M.Si (Pembimbing II).
3. Dosen-dosen penguji : Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. (DTHH), Dr. Ir. Arum
Sekar Wulandari, MS dan Dr. Ir. Herry Purnomo, M. Comp. (DMNH).
4. Pimpinan dan staf WWF Indonesia-Program Riau, khususnya Bapak Syamsuardi selaku Flying Squad officer.
5. Tim Flying Squad : Bang Edi Putra, Bang Fikri Pohan, Bang Amdani, Bang Andre, Bang Iwan, Susilo, Bang Jungjung Daulay dan Bapak Erwin Daulay
selaku pembimbing lapang.
6. Pimpinan dan staf Balai Taman Nasional Tesso Nilo, khususnya Bapak Drh.
Hayani Suprahman, M.Sc selaku Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo.
7. Bapak Tengku Effendi selaku Kepala Desa Lubuk Kembang Bunga.
8. Kepala dan seluruh staf TU DKSHE IPB.
9. Keluarga besar Tarsius 42 KSHE, Fakultas Kehutanan IPB
10. Mahar Cita yang selalu menjadi “traffic light” penulis.
11. Merzyta Septiani, Bobi Riharno, Lina Kristina Dewi, Mutia Ramadhani,
sahabat penulis, atas dukungan dan semangat yang diberikan.
12. Semua pengalaman yang sangat berharga dan akan selalu dikenang untuk :
Nuskan Syarif, Eka Septayudha, Heri Tarmizi, Karno, Ucok, Bang Arsyad,
Mas Lutfie dan Afri Yondra.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Penulis mengucapkan puji syukur dan terimakasih kepada
Allah SWT atas selesainya karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian
yang dilakukan penulis sejak Juli hingga Agustus 2009, yang diberi judul “Nilai
Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau”.
Pembukaan hutan untuk kepentingan pembangunan dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup manusia merupakan faktor utama berkurangnya habitat gajah.
Dampak dari situasi ini adalah menurunnya populasi gajah dan meningkatnya
konflik antara manusia dan gajah karena terjadinya persaingan ruang dalam
memanfaatkan lahan hutan yang tersisa. Kerugian ekonomi yang diderita
masyarakat akan terus meningkat seiring meningkatnya frekuensi konflik yang
terjadi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap respon masyarakat dalam
menghadapi konflik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo dan upaya
penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta menjadi dasar
pertimbangan dalam pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terkena
konflik.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan.
Namun demikian, penulis berharap karya ini tetap dapat memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya dalam upaya konservasi
sumberdaya alam hayati pada kawasan konservasi di Indonesia.
Bogor, Februari 2010
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 3
1.4 Batasan Penelitian ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran ... 3
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Gajah Sumatera ... 5
2.1.1 Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera ... 5
2.1.2 Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera ... 6
2.1.3 Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau ... 6
2.1.4 Habitat ... 7
2.1.5 Perilaku ... 10
2.2 Konflik Manuisa dan Gajah (KMG) ... 13
2.3 Penilaian Ekonomi ... 15
2.3.1 Konsep Nilai ... 15
2.3.2 Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana ... 16
III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 19
3.2 Alat dan Objek Penelitian ... 19
3.3 Jenis Data ... 20
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.5 Analisis Data ... 22
IV KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Taman Nasional Tesso Nilo ... 28
4.1.1 Sejarah Kawasan ... 28
4.1.2 Letak dan Luas ... 28
4.1.3 Aksesibilitas ... 29
4.1.4 Kondisi Fisik dan Biologi ... 30
4.1.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 31
4.2 Lubuk Kembang Bunga ... 32
4.2.1 Kondisi fisik ... 32
4.2.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 32
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Tesso Nilo ... 39
5.1.1 Habitat Gajah Sumatera ... 39
5.1.2 Kondisi Habitat ... 41
5.2 Populasi Gajah Sumatera di Hutan Tesso Nilo ... 43
5.3 Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 44
5.3.1 Lokasi Gangguan ... 44
5.3.3 Tingkat Gangguan ... 47
5.3.4 Jenis, Jumlah Kerusakan ... 47
5.3.4.1 Jenis Kerusakan ... 47
5.3.4.2 Jumlah Kerusakan ... 49
5.3.5 Pola Usahatani Terhadap Gangguan Gajah ... 50
5.3.6 Respon Masyarakat Terhadap Gangguan Gajah ... 51
5.4 Nilai Ekonomi Kerusakan Pertanian dan Bangunan ... 52
5.5 Upaya Pengendalian Konflik ... 52
5.5.1 Pencegahan Konflik ... 52
5.5.2 Penanggulangan Konflik ... 58
5.5.3 Nilai Ekonomi Upaya Pengendalian Konflik ... 59
5.6 Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah ... 61
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kesimpulan ... 63
6.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
iii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status
kawasan hutan ... 6
2. Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau ... 7
3. Tipe habitat gajah ... 8
4. Penilaian kerugian bencana ... 16
5. Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 20
6. Kondisi fisik dan biologi Taman Nasional Tesso Nilo ... 30
7. Penggunaan lahan di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 33
8. Jumlah sekolah umum, kelas, guru dan murid di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 ... 33
9. Jumlah keluarga berdasarkan sumber penghasilan utama di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 34
10. Blok hutan di Provinsi Riau yang menjadi habitat Gajah sumatera di Provinsi Riau berdasarkan tipe hutan dan ketersediaan faktor habitat ... 39
11. Luas lahan di Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan kelerengan ... 40
12. Pemanfaatan kawasan oleh perambah di Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya ... 41
13. Pergerakan kelompok gajah di Hutan Tesso Nilo ... 43
14. Lokasi kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2005 - 2008 ... 44
15. Kerugian masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akibat konflik dengan gajah Tahun 1997 - 2006 ... 50
16. Jumlah kematian manusia dan gajah akibat konflik manusia dan gajah di Provinsi Riau Tahun 2000 - 2009 ... 51
17. Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh masyarakat ... 60
18. Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad . 60
19. Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh masyarakat Tahun 2007 - 008 ... 60
20. Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad Tahun 2007 - 2008 ... 60
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 4
2. Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga ... 19
3. Sistematika penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 27
4. Kronologis penunjukan Taman Nasional Tesso Nilo ... 28
5. Batas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo ... 29
6. Luas lahan pertanian terganggu berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 45
7. Grafik intensitas kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 46
8. Diagram intensitas kedatangan gajah berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 47
9a. Kerusakan akibat dimakan gajah ... 48
9b. Kerusakan akibat direnggut gajah ... 48
9c. Kerusakan akibat diinjak gajah ... 48
10a. Pondok jaga rusak berat ... 49
10b. Pondok jaga rusak sedang ... 49
10c. Pondok jaga rusak ringan ... 49
11a. Tanaman kelapa sawit dipagari kawat berduri ... 51
11b. Tanaman kelapa sawit diolesi racun ... 51
12. Diagram nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 52
13a. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan jejak ... 53
13b. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan bolus/kotoran ... 53
13c. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan kerusakan tanaman ... 53
14. Pagar kayu pada lahan kelapa sawit ... 54
15a. Perangkat pagar listrik/strom gajah : battery fencer ... 55
15b. Perangkat pagar listrik/strom gajah : accu kering 150 watt ... 55
15c. Perangkat pagar listrik/strom gajah : calcium battery ... 55
16. Parit gajah ... 56
17. Parit yang sesuai dengan daerah rawa, daerah dataran rendah dan daerah bertopografi tinggi ... 57
18a. Alat pengusiran : meriam karbit ... 58
18b. Alat pengusiran : obor ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Panduan wawancara ... 69 2. Peta tutupan hutan lahan kering di Provinsi Riau berdasarkan
ketersediaan faktor habitat bagi Gajah sumatera ... 71 3. Peta distribusi gajah di Hutan Tesso Nilo ... 73 4. Rekapitulasi data konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang
1.1. Latar Belakang
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dinyatakan sebagai salah
satu jenis satwa dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar No.
266 Tahun 1931 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa. Gajah sumatera terdaftar dalam Red List Book IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan
status terancam punah (endangered species).
Hutan dataran rendah Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan alam
tersisa di Provinsi Riau yang menjadi habitat bagi Gajah sumatera. Kelestarian
habitat gajah telah menghadapi ancaman seiring meningkatnya laju deforestasi di
Hutan Tesso Nilo. Kajian lanskap Tesso Nilo – Bukit Tigapuluh – Kampar,
menunjukkan 90 % terjadinya deforestasi disebabkan oleh pembukaan kawasan
hutan alam untuk tanaman akasia dan perkebunan sawit. Aktivitas masyarakat
sekitar hutan dalam memanfaatkan lahan hutan turut mendorong laju deforestasi
Hutan Tesso Nilo. Kegiatan pemanfaatan cenderung melakukan perusakan dengan
membuka kawasan hutan untuk lahan pemukiman dan pertanian.
Pembukaan wilayah hutan untuk lahan pemukiman, pertanian dan Hutan
Tanaman Industri (HTI) menyebabkan habitat alami gajah terfragmentasi menjadi
kantong-kantong habitat yang sempit dan berakibat pada menyempitnya ruang
gerak gajah. Haryanto dan Santoso (1988) menyatakan pembukaan wilayah hutan
terutama pengembangan daerah pemukiman dan pertanian serta praktek
perladangan berpindah mengakibatkan terpotongnya jalur jelajah gajah.
Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan
persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di
Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo
(TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur
pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah
dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan.. Masuknya gajah
fasilitas lahan pertanian serta pemukiman. Kondisi ini memicu reaksi yang reaktif
dari masyarakat terhadap gajah dengan memburu dan membunuhnya.
Konflik manusia dan gajah mengakibatkan kelestarian populasi gajah
menurun di habitat alaminya. Konflik juga mengakibatkan kerugian materil, moril
dan kerusakan fisik tubuh pada manusia yang dapat diketahui nilainya dengan
penggunaan parameter rupiah. Kerugian materil yang sering terjadi yaitu kerugian
akibat kerusakan tanaman (crop raiding). Survei WWF (World Wide Fund for
Nature) Indonesia terhadap kerugian masyarakat akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga (Juli 2005 - Juli 2006) sebesar 80 juta rupiah.
Peningkatan laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo meningkatkan frekuensi
terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian
masyarakat semakin meningkat dan berpengaruh terhadap reaksi masyarakat
dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan
nilai ekonomi konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk
memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian tentang nilai ekonomi
konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga diharapkan dapat
memberikan masukan bagi pengelolaan Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso
Nilo dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta menjadi
dasar pertimbangan dalam pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terkena
konflik.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian :
1) Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat.
2) Mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki wilayah desa (jumlah
individu, struktur umur dan sex ratio).
3) Mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan pada manusia akibat konflik
manusia dan gajah.
4) Menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik
1.3. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelola Taman
Nasional Tesso Nilo dan pemerintah daerah dalam pengelolaan Gajah sumatera
dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta dalam
menetapkan kompensasi bagi masyarakat yang terkena konflik dengan keadaan
tertentu.
1.4. Batasan Penelitian
Istilah-istilah yang digunakan untuk memperjelas dan membatasi ruang
lingkup penelitian, adalah sebagai berikut :
1) Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut
Permenhut No. 48 Tahun 2008 yaitu segala interaksi antara manusia dan
satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial
manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau
pada lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya
dan memasuki lahan pertanian serta pemukiman masyarakat.
2) Masyarakat berkonflik
Masyarakat yang mengalami kerugian materil, moril dan kerusakan fisik
tubuh akibat konflik manusia dan gajah.
3) Nilai ekonomi kerusakan
Nilai kerugian fisik langsung akibat konflik manusia dan gajah dalam
satuan rupiah, yaitu kerusakan pertanian, bangunan dan fisik tubuh pada
manusia.
4) Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah
Nilai kerugian langsung dan tidak langsung pada manusia akibat konflik
manusia dan gajah dalam satuan rupiah. Kerugian langsung, yaitu
kerusakan fisik tubuh, kerusakan bangunan, kerusakan pertanian dan
biaya penanggulangan. Kerugian tidak langsung, yaitu pendapatan yang
hilang, biaya mengungsi dan biaya pencegahan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan kawasan hutan yang menjadi habitat gajah oleh manusia
mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuka kawasan hutan untuk lahan
pemukiman, pertanian dan HTI. Kebutuhan manusia akan lahan cukup tinggi,
sedangkan gajah membutuhkan jangkauan wilayah yang luas sebagai wilayah
jelajah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konflik manusia dan gajah mengakibatkan kerugian materil, moril dan
kerusakan fisik tubuh pada manusia. Masyarakat juga harus mengeluarkan biaya
pengendalian untuk mencegah masuknya gajah dan meminimalisir kerusakan
akibat gajah pada lahan pemukiman dan pertaniannya. Kondisi ini memicu reaksi
yang reaktif dari masyarakat terhadap gajah dengan memburu dan membunuhnya
sehingga menurunkan populasi gajah di habitat alaminya.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Lahan pertanian Hutan Tanaman Industri
Konflik manusia dan gajah Lahan pemukiman
Penurunan populasi gajah Kerugian materil, moril
dan kerusakan fisik tubuh pada manusia
Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah Pemanfaatan hutan yang menjadi
2.1. Tinjauan Umum Gajah Sumatera
2.1.1. Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera
Gajah sumatera merupakan sub spesies dari Gajah asia (Elephas
maximus) yang diperkenalkan oleh Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847. Taksonomi Gajah sumatera, yaitu :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Proboscidea
Family : Elephantidae
Genus : Elephas
Species : Elephas maximus Linnaeus, 1758
Sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847.
Gajah asia (Elephas maximus) terbagi kedalam tiga sub spesies, yaitu
Elephas maximus maximus di Srilangka, Elephas maximus indicus di anak Benua India dan Asia Tenggara termasuk Kalimantan dan Elephas maximus sumatranus
di Sumatera. Gajah asia (Elephas maximus) di Indonesia hanya ditemukan di
Sumatera dan Kalimantan bagian timur. Gajah asia terdaftar dalam Red List Book
IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources)
dengan status terancam punah (endangered species). Gajah asia (Elephas
maximus) dinyatakan sebagai satwa dilindungi Undang-undang dan hampir punah di Indonesia sejak Tahun 1931 melalui Ordonansi Perlindungan Binatang Liar.
Selanjutnya CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of
Fauna and Flora/Konvensi tentang Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan) mengategorikan Gajah asia kedalam kelompok Appendix I. sehingga
2.1.2. Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera
Gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan
Lampung. Tahun 1980 dilakukan survei gajah di seluruh Sumatera dengan
menggunakan metode penaksiran secara cepat (rapid assessment survey). Hasil
survei memperkirakan populasi Gajah sumatera 2.800 - 4.800 ekor dan tersebar di
44 lokasi (Blouch dan Simbolon 1985). Estimasi sementara populasi Gajah
sumatera yaitu 2.400 - 2.800 ekor (Dephut 2007).
Tabel 1 Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status kawasan
hutan *)
Status Kawasan Luas Kawasan (hektar) Persentase (%)
Hutan konversi 386.829 9,39
Hutan produksi terbatas 1.648.654 40,03
Hutan konservasi 619.988 15,05
Hutan produksi 709.145 17,22
Hutan lindung 494.088 12,00
Hutan negara tidak terbatas 15.916 0,39
Perairan 2.108 0,05
Daerah lain 234.460 5,69
Tidak ada data 7.678 0,19
Sumber : Dephut (2007)
Keterangan : *) Jumlah gajah diperkirakan 2.400 - 2.800 ekor.
2.1.3. Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau
Gajah di Provinsi Riau dapat ditemukan di beberapa lokasi yang disebut
kantong-kantong distribusi populasi gajah. Kantong-kantong distribusi populasi
gajah di Provinsi Riau, yaitu sekitar daerah Bina Fitri/Tapung/Petahapan/Batu
Gajah, Rambah Hilir/Danau Lancang, utara dari Dam Koto Panjang, Koto
Tangah, Mahato/daerah perbatasan Provinsi Sumatera Utara, Balai Raja/Rangau,
Giam Siak Kecil, Bagan Siapi-api, Siabu/sebelah timur SM. Bukit Rimbang Bukit
Baling/sebelah tenggara Bukit Bungkuk, Kuntu/sebelah timur dan tenggara SM.
Bukit Rimbang Bukit Baling, bagian barat daya Tesso Nilo, bagian utara Tesso
Nilo, bagian tenggara Tesso Nilo, Serangge/sebelah barat Taman Nasional Bukit
Tigapuluh (TNBT) dan daerah Pemayungan/sebelah selatan TNBT Provinsi
Tabel 2 Distribusi dan populasi gajah di Provinsi Riau
Tahun Kantong Distribusi Populasi
(ekor)
Keterangan
1985 Torgamba, Tanjung Medan, Riau Tengah bagian utara, Koto Panjang, Lipat Kain, Langgam, Riau Tengah bagian selatan, Riau Selatan, Buatan, Siak Kecil dan dataran rendah Rokan.
1.067 - 1.617 Gajah tersebar di 11 kantong distribusi populasi gajah.
1999 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; SM. Kerumutan; SM. Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan.
709 Gajah tersebar di 16 kantong distribusi populasi gajah.
2003 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; SM. Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan.
350 - 430 Gajah diperkirakan tidak ada lagi di HPT. Sungai, Gansal, Keritang dan SM. Kerumutan.
2007 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Batu Gajah; dan HP. Tanjung Medan.
174 - 246 Gajah tersebar di 9 kantong distribusi populasi gajah. Gajah diperkirakan tidak ada lagi di Rokan
Hilir, SM. Kerumutan, Koto Panjang, SM. Bukit Rimbang Bukit Baling, Tanjung Pauh dan Bukit Suligi. Sumber : BKSDA Riau (2006b)
2.1.4. Habitat
1) Pengertian Habitat
Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik dan biotik
sebagai satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta
berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 1990). Persyaratan habitat yaitu variasi
pakan, cover dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan oleh suatu jenis satwaliar
untuk melangsungkan hidupnya dan keberhasilan perkembangbiakannya. Habitat
gajah merupakan kesatuan wilayah yang luas meliputi hutan, tempat terbuka,
daerah pengembaraan gajah yang sangat luas sehingga menggunakan lebih dari
satu tipe habitat.
2) Tipe Habitat
Habitat Gajah sumatera tersebar pada tipe hutan hujan pegunungan,
hutan primer dan hutan sekunder. Widowati (1985) menyatakan habitat yang ideal
bagi Gajah sumatera yaitu kombinasi antara tipe hutan Dipterocarpaceae dataran
rendah (tipe antropogen yaitu hutan sekunder yang tidak terganggu) dan hutan
rawa tidak tergenang air payau. Gajah umumnya lebih menyukai hutan rawa pada
musim kemarau dan akan berpindah ke hutan pegunungan atau hutan primer pada
musim hujan. Perpindahan ini disebakan oleh kondisi pakan di hutan pegunungan
atau hutan primer mencukupi kebutuhan gajah.
Tabel 3 Tipe habitat gajah
No. Tipe Habitat Vegetasi Keterangan
1. Hutan rawa (swamp forest) Melaleuca cajuputi, Campnosperma auriculata, Campnosperma Macrophylla, Alstonia spp., Eugenia spp. dan Gluta renghas.
Berupa rawa padang rumput, rawa primer atau rawa sekunder yang didominasi oleh Melaleuca cajuputi. 2. Hutan rawa gambut (peat
swamp forest)
Gonystyllus bancanus, Licuala spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., Eugenia spp. dan Dyera costulata.
3. Hutan hujan dataran rendah (lowland dipterocarp forest)
Famili Dipterocarpaceae, Koompasia malaccensis,
Palaquium gutta, Dyera costulata, Intsia bijuga dan Schima wallichii.
Terletak di ketinggian 0-750 mdpl. Umumnya kawasan hutan produksi. 4. Hutan hujan pegunungan
dataran rendah (lowland montain dipterocarp forest)
Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., Castanopsis spp. dan Altingia excelsa.
Terletak di ketinggian 750 -1.500 mdpl. Sumber : Santiapillai (2001)
Widowati (1985) menyebutkan komponen penentu pemilihan habitat
gajah sebagai berikut :
a. Ketersediaan pakan, sumber air dan garam mineral.
b. Ketersediaan cover atau pelindung.
c. Ketersediaan tempat untuk berperilaku kesukaan dan pergerakan.
d. Tingkat gangguan.
Kondisi pakan, sumber air, garam mineral, cover dan ruang yang mampu
memenuhi kebutuhan gajah di habitatnya akan mengurangi beban daerah
3) Komponen Habitat
a. Pakan
Gajah merupakan satwa herbivor yang membutuhkan pakan hijauan di
habitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon sebagai
pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan mineral seperti Kalsium untuk
memperkuat tulang, gigi dan gading. Satu ekor Gajah sumatera diperkirakan
menghabiskan lebih dari 300 kg tumbuhan segar setiap harinya (Poniran 1974).
Gajah memakan semak muda dan daun-daunan dari berbagai jenis pohon
yang berserat halus seperti daun waru dan dadap. Gajah juga menyukai jenis-jenis
tanaman budidaya seperti tebu, padi, jagung, kacang tanah dan kelapa. Bagian
tanaman yang dimakan gajah sangat bervariasi mulai dari buah muda sampai buah
masak, umbut, pelepah, kulit batang, pucuk, daun muda dan tua beserta durinya
dan bunga (Widowati 1985).
Jenis pakan Gajah sumatera antara lain Artocarpus integer, Artocarpus kemando, Sloetia elongata, Musa acuminata, Oncosperma tigilarium, Licuala vallida, Ficus grossularioides, Mangifera macrophylla, Garcinia parviflora, Garcinia maingayi, Nephelium cuspidatum, Baccaurea spp., Calamus spp., Durio sp. dan Artocarpus sp. (LIPI 2003).
b. Air
Kebutuhan minum Gajah asia tidak kurang dari 200 liter per hari
(Lekagul dan Mc Neely 1977). Kebutuhan minum Gajah sumatera menurut
perkiraan Poniran (1974) adalah 20 - 50 liter per hari.
c. Garam mineral
Gajah memiliki kebiasaan memakan gumpalan tanah yang mengandung
garam-garam mineral seperti Kalium, Kalsium dan Magnesium. Kebiasaan ini
dikenal dengan sebutan salt licking (mengasin). Tempat mengasin gajah dapat
berupa tebing sungai besar atau sungai kecil dengan kelerengan bervariasi dari
sangat landai sampai sangat curam, dasar dan tepi rawa-rawa kecil atau rawa-rawa
lebar dan lantai hutan (Widowati 1985).
d. Naungan
Gajah termasuk binatang berdarah panas. Gajah akan bergerak mencari
lingkungannya ketika cuaca panas. Tempat yang sering digunakan sebagai
naungan pada siang hari yaitu vegetasi hutan yang lebat.
e. Ruang atau wilayah jelajah (home range)
Wilayah jelajah adalah areal penjelajahan normal sebagai aktivitas
rutinnya (Jewell 1966 diacu dalam Widowati 1985). Luasan wilayah jelajah akan
bervariasi tergantung dari ketersediaan pakan, cover dan tempat berkembangbiak.
Luas wilayah jelajah untuk Gajah sumatera belum diketahui secara pasti namun
Santiapillai (2001) menyebutkan luas wilayah jelajah Gajah asia yaitu 32,4 km² -
166,9 km². Wilayah jelajah gajah di hutan primer mempunyai ukuran dua kali
lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan sekunder.
Sub spesies Gajah asia lainnya seperti di India memiliki ukuran wilayah
jelajah yang sangat bervariasi. Luas wilayah jelajah gajah di India Selatan untuk
kelompok betina yaitu 600 km² dan kelompok jantan 350 km² (Baskaran et al.
1995 diacu dalam Dephut 2007).Luas wilayah jelajah gajah di India Utara untuk
kelompok betina 184 km² - 320 km² dan kelompok jantan 188 km² - 408 km²
(Williams et al. 2001 diacu dalam Dephut 2007).
Gajah jantan hidup secara sendiri (soliter) atau bergabung dengan jantan
lainnya membentuk kelompok jantan. Kelompok jantan memiliki daerah jelajah
yang tumpang tindih atau bersinggungan dengan daerah jelajah kelompok betina
atau jantan lainnya.
f. Keamanan dan kenyamanan
Gajah membutuhkan suasana yang aman dan nyaman agar perilaku
kawin (breeding) tidak terganggu dan proses reproduksinya dapat berjalan dengan
baik. Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian sehingga
aktivitas pengusahaan yang tinggi dan penggunaan alat-alat berat dalam
penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH (Hak Pengusahaan
Hutan) dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan gajah.
2.1.5. Perilaku 1) Perilaku Sosial
a. Hidup berkelompok
Gajah hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok yang
berkelompok ini merupakan perilaku sosial yang sangat penting peranannya
dalam melindungi anggota kelompoknya. Besarnya anggota setiap kelompok
dipengaruhi oleh musim dan kondisi sumber daya di habitatnya terutama pakan
dan luas wilayah jelajah yang tersedia. Kelompok gajah di hutan hujan Malaysia
dan Sumatera umumnya 5 - 6 ekor (Olivier 1978 diacu dalam Hariady 1992).
Studi di India menunjukkan satu populasi gajah dapat terbentuk dari beberapa
klan (kelompok) dan memiliki pergerakan musiman berkelompok dalam jumlah
50 - 200 ekor (Sukumar 1989 diacu dalam Dephut 2007).
Gajah melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan pakan, air dan
sumber mineral (garam). Pergerakan kelompok gajah ini dipimpin oleh gajah
betina tua dan diikuti oleh betina lainnya serta anak-anaknya. Gajah jantan
mengikuti dari belakang dengan jarak beberapa puluh meter dari kelompoknya
(Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah jantan dewasa hanya bergabung pada
periode tertentu untuk kawin dengan beberapa betina dalam kelompok tersebut.
Gajah jantan tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti
kelompoknya dan gajah jantan muda yang sudah beranjak dewasa dipaksa
meninggalkan kelompoknya atau pergi dengan suka rela untuk bergabung dengan
kelompok jantan lain. Gajah betina muda tetap menjadi anggota kelompok dan
bertindak sebagai bibi pengasuh pada kelompok "taman kanak-kanak" atau
kindergartens. b. Menjelajah
Gajah melakukan penjelajahan secara berkelompok mengikuti jalur yang
tetap dalam satu tahun penjelajahan. Jarak jelajah gajah mencapai 7 km per hari
dan mampu mencapai 15 km per hari ketika musim kering atau musim
buah-buahan. Kecepatan gajah berjalan dan berlari di hutan (untuk jarak pendek) dan di
rawa melebihi kecepatan manusia di medan yang sama. Gajah juga mampu
berenang menyeberangi sungai yang dalam dengan menggunakan belalainya
sebagai "snorkel" atau pipa pernapasan.
c. Kawin
Masa kopulasi dan konsepsi gajah terjadi sepanjang tahun. Frekuensi
perkawinan mencapai puncaknya pada bulan-bulan tertentu umumnya bersamaan
oleh kondisi lingkungan, ketersediaan sumber daya pakan dan faktor ekologinya
(misalnya kepadatan populasi).
Gajah jantan dewasa (jarang yang betina) baik liar ataupun jinak
mendapat gangguan kegilaan (maniac) secara periodik yang disebut musht. Gajah
mempunyai temperamen jelek seperti berkelahi dengan jantan lain pada masa
musth (Hariady 1992). Hasil sekresi berupa minyak akan terlihat keluar dari kelenjar yang terletak di tengah-tengah antara mata dan saluran telinga sebelum
memasuki masa musht. Minyak ini berwarna hitam dan berbau merangsang.
Gejala seperti ini datang setiap tahun atau dapat tertunda beberapa waktu. Musht
terjadi 3 - 5 bulan sekali selama 1 - 4 minggu saat musim panas atau musim
kering. Perilaku musht sering dihubungkan dengan musim birahi namun tidak ada
bukti penunjang (Altevogt dan Kurt 1975).
2) Perilaku Individu
a. Makan
Gajah dewasa menghabiskan waktu 18 - 24 jam dalam satu hari untuk
mencari pakan (Altevogt dan Kurt 1975). Aktivitas makan dilakukan dengan
gerak berpindah tempat untuk mencapai sumber pakan. Gajah sumatera
melakukan aktivitas makan pada pagi hari (pukul 4.10 WIB - 11.55 WIB) dan
sore hari (15.00 WIB - 2.00 WIB) (Abdullah 2008).
Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung
meninggalkan banyak sisa pakan apabila terdapat pakan yang lebih baik. Banyak
bagian pakan yang telah direnggut oleh belalainya tidak dimasukkan ke mulut tapi
hanya ditebarkan ke tempat lain atau ditaburkan ke punggungnya sendiri. Perilaku
pakan seperti ini mengakibatkan kerusakan pada habitat di sekitarnya.
b. Minum
Aktivitas minum dilakukan siang dan malam hari ketika gajah
menjumpai rawa atau sungai dalam pengembaraannya mencari sumber pakan.
Gajah menggunakan belalainya untuk menghisap air dan menuangkan ke
mulutnya. Gajah mampu menghisap air mencapai 9 liter dalam satu kali hisapan.
Gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum ketika berendam di sungai atau
rawa dan melakukan penggalian air sedalam 50 - 100 cm di dasar-dasar sungai
yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya ketika
c. Berkubang
Gajah umumnya berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari
saat mencari minum. Gajah juga melakukan aktivitas berkubang di kolam-kolam
sampai air menjadi keruh. Perilaku berkubang merupakan suatu cara untuk
mendinginkan suhu tubuh dan melindungi kulit dari gigitan serangga dan ekto
parasit.
d. Mengasin (salt licking)
Gajah mencari garam mineral saat makan ketika hari hujan atau setelah
hujan turun. Gajah melakukan penggalian pada lantai hutan yang keras dengan
gading dan atau kaki depannya kemudian dihisap dengan belalai. Gajah
kadang-kadang mengeruhkan sumber air dengan cara berguling-guling atau meruntuhkan
tebing agar garam mineral larut dalam air kemudian di minum dengan mulutnya.
Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya sehingga dapat menjilat darahnya
yang mengandung garam.
e. Beristirahat
Gajah tidak tahan terhadap kondisi panas sehingga pada siang hari gajah
umumnya dijumpai di tempat yang teduh (Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah
tidur dua kali sehari yaitu malam dan siang hari. Malam hari gajah tidur dengan
merebahkan diri kesamping tubuhnya dengan menggunakan "bantal" yang terbuat
dari tumpukan rumput, jika sudah sangat lelah terdengar bunyi dengkuran yang
keras. Siang hari gajah tidur dengan berdiri di bawah pohon yang rindang.
Perbedaan perilaku ini diperkirakan berkaitan dengan kondisi keamanan
lingkungan. Gajah akan memilih tidur berdiri dalam kondisi lingkungan yang
kurang aman untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan.
2.2. Konflik Manusia dan Gajah (KMG)
Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut
Permenhut No. 48 Tahun 2008 adalah segala interaksi antara manusia dan
satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia,
ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau pada
lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya dan memasuki
Konflik manusia dan gajah merupakan konsekuensi langsung dari
hilangnya habitat. Foead (2001) menjelaskan terjadinya konflik manusia dan
gajah dipengaruhi oleh :
1) Kawasan budidaya (pertanian atau perkebunan) yang diserang
merupakan lahan hutan yang menjadi habitat gajah sehingga terjadi
tumpang tindih kawasan budidaya dan daerah jelajah gajah.
2) Tidak terjadi tumpang tindih tetapi gajah yang tinggal di sekitar kawasan
budidaya (pertanian atau perkebunan) lebih menyukai pakan yang
tumbuh di kawasan budidaya tersebut.
3) Sumberdaya pakan tidak mencukupi kebutuhan gajah karena hutan
ditebang dengan intensitas yang sangat tinggi.
4) Aktivitas manusia di dalam hutan intensitasnya tinggi sehingga gajah
merasa tidak aman dan ke luar dari hutan (terutama terhadap kelompok
yang memiliki anak).
Gangguan satwaliar sering terjadi di desa-desa, pemukiman penduduk
atau lahan perkebunan yang lokasinya berdekatan atau berbatasan dengan cagar
alam, suaka margasatwa, taman nasional atau habitat-habitat lainnya. Lokasi
kawasan budidaya seperti ini merupakan lokasi sumber pakan alternatif yang
terdekat bagi satwa jika terjadi kekurangan pakan di habitat aslinya (Alikodra
1993).
Dampak konflik manusia dan gajah, yaitu :
1) Kerusakan material.
2) Kerusakan moril, yaitu gangguan terhadap mental manusia seperti
trauma, takut, was-was dan penurunan semangat kerja.
3) Kerusakan fisik tubuh, yaitu rasa sakit, kecelakaan ringan/berat,
korban jiwa baik manusia ataupun gajah.
WWF Indonesia-Program Riau bekerjasama dengan Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Riau telah berupaya mengurangi konflik manusia dan gajah di
Tesso Nilo melalui penerapan beberapa teknik salah satunya dikenal dengan nama
”Flying Squad”. Flying Squad merupakan salah satu teknik pengurangan
(mitigasi) konflik manusia dan gajah dengan menggunakan gajah terlatih. Gajah
terlatih digunakan untuk mengusir dan menggiring gajah-gajah liar yang ke luar
Tim Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah (dua jantan dan dua betina) beserta delapan orang pelatih (mahout). Bentuk kerja dari Tim Flying
Squad yaitu patroli dengan gajah, patroli dengan kendaraan dan pengusiran gajah liar. Tim Flying Squad menggunakan alat bantu penghasil bunyi seperti meriam
yang terbuat dari pipa paralon untuk membantu saat melakukan pengusiran atau
penggiringan gajah.
Tujuan pengoperasian Tim Flying Squad, yaitu :
1) Mengurangi gangguan gajah di masyarakat melalui pengusiran gajah
agar kembali ke habitatnya dan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat cara-cara pengurangan gangguan gajah.
2) Membantu pengelolaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo melalui
monitoring batas kawasan dari kegiatan pembalakan liar.
3) Mendayagunakan gajah tangkap yang dipelihara oleh pemerintah
menjadi gajah Flying Squad.
4) Upaya persuasif kepada masyarakat agar memiliki kemampuan dan
kepercayaan diri untuk melindungi kawasan pertanian mereka secara
swadaya.
2.3. Penilaian Ekonomi 2.3.1. Konsep Nilai
Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek (barang atau jasa) pada
tempat dan waktu tertentu. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang atau uang
yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau
jasa yang diinginkannya.
Davis (1989) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaiannya, yaitu :
1) Nilai pasar (market value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi
pasar.
2) Nilai kegunaan (value in use), yaitu nilai bagi individu tertentu (induce
value).
3) Nilai sosial (social value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan,
2.3.2. Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana
Penilaian (valuasi) yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan
konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Pendekatan dalam
menilai kerugian bencana, yaitu :
1) Pendekatan pasar , yaitu dengan menggunakan pendekatan nilai pasar
(based market methode).
2) Pendekatan non-pasar, yaitu menilai kerugian jiwa atau yang tidak
memiliki pasar (market is non-existence).
Klasifikasi kerugian bencana, yaitu :
1) Kerugian langsung, yaitu kerusakan fisik langsung akibat bencana.
2) Kerugian tidak langsung, yaitu konsekuensi dampak fisik dari suatu
[image:32.612.109.506.333.654.2]bencana.
Tabel 4 Penilaian kerugian bencana
Pengukuran Kerugian Langsung Kerugian Tidak Langsung
1) Pasar (market) a. Kerusakan struktur bangunan dan isinya b. Kerusakan kendaraan c. Kerusakan bangunan
publik dan isinya d. Kerusakan infrastruktur e. Kehilangan tanaman dan
pepohonan f. Biaya penanganan
a. Kehilangan nilai tambah karena tidak berjalannya
industri, perdagangan eceran, distribusi dan jasa
b. Peningkatan biaya dalam mempertahankan produksi
c. Peningkatan biaya dalam penyelenggaraan alternatif layanan publik d. Peningkatan biaya
perjalanan dan transportasi
e. Tambahan biaya terkait dengan layanan kedaruratan selama terjadi bencana 2) Bukan pasar (non-market) a. Kematian dan kecelakaan
b. Kehilangan barang-barang bersejarah
c. Kerusakan situs-situs budaya dan peninggalan sejarah
d. Kerusakan ekologis e. Kehilangan plasma nutfah
a. Gangguan kehidupan selama evakuasi b. Sakit dan kematian yang
diakibatkan stress c. Trauma
d. Hilangnya komunitas e. Non-use values dari
kehilangan situs bersejarah dan
lingkungan Sumber : Syaukat (2008)
Sumberdaya yang hilang atau rusak akibat bencana dapat dinilai secara
1) Analisis Biaya - Manfaat (Benefit - Cost Analysis)
Teknik ini menilai sumberdaya dengan membandingkan antara manfaat
dan biaya yang terkait dengan suatu proyek/program terkait dengan
intervensi sosial dalam upaya menghindari “market failure”.
2) Teknik Berdasarkan Pasar (Market Based Technique)
Manfaat yang dihasilkan oleh sumberdaya harus dapat dibeli dan dijual
di pasar.
3) Teknik Pilihan Terungkap (Revealed Preference Techniques)
a. Teknik pengeluaran preventif (Preventive expenditure technique)
Nilai sumberdaya dihitung dari apa yang disiapkan oleh orang atau
sekelompok orang untuk pencegahan (preventif) yang menyebabkan
kerusakan sumberdaya.
b. Avertive behaviour technique (AB)
Penghitungan nilai eksternalitas dilakukan dengan menghitung berapa
biaya yang disiapkan seseorang untuk menghindari dampak negatif dari
kerusakan sumberdaya. Misalnya pindah ke daerah yang kualitas
lingkungannya lebih baik sehingga akan ada biaya pindah. Jika
kepindahan menyangkut tempat kerja maka biaya transportasi ke tempat
kerja yang baru juga merupakan biaya ekternalitas.
c. Teknik biaya pengganti (Replacement cost technique)
Teknik ini mengestimasi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk
mengganti kerugian hilangnya sumberdaya dengan substitusi yang lain.
d. Teknik fungsi produksi (Production function technique)
Sumber daya yang terkena dampak dari perubahan lingkungan
merupakan input pada produksi yang memanfaatkan lingkungan tersebut.
Misalnya pencemaran tanah, maka nilai panen komoditas pertanian dapat
digunakan sebagai estimasi nilai sumberdaya.
e. Teknik harga hedonik (Hedonic pricing technique)
Pada teknik ini hubungan antara harga pasar dari barang atau jasa
dengan faktor-faktor terkait sumberdaya digunakan untuk mengestimasi
f. Metode biaya pengobatan (Cost of illness)
Metode ini digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat
perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya
dihitung baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
yaitu dengan mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakuan
penderita lain, seperti perawatan di rumah sakit, perawatan selama
penyembuhan, pelayanan kesehatan yang lain dan obat-obatan. Secara
tidak langsung yaitu mengukur nilai kehilangan produktivitas akibat
seseorang menderita sakit, melalui penggandaan upah oleh kehilangan
waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit
yang diderita dan biaya penderitaannya sendiri.
Syaukat (2008) menjelaskan empat prinsip penghitungan dalam penilaian
kerugian bencana. Keempat prinsip tersebut adalah :
1) Kerugian dihitung dari semua komponen masyarakat (all members of the
society) bukan kerugian individual perusahaan atau rumah tangga.
2) Nilai sebenarnya (true value) bagi masyarakat digambarkan dengan
menggunakan harga pasar (market prices).
3) Wilayah yang dinilai kerugian ekonominya memiliki batas-batas yang
jelas.
4) Kerugian dihitung menggunakan pendekatan dengan dan tanpa bencana
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian mengenai nilai ekonomi konflik manusia dan gajah
dilaksanakan selama 2 bulan mulai dari bulan Juli hingga Agustus 2009.
Pengambilan data lapangan dilaksanakan di Desa Lubuk Kembang Bunga,
Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan , Provinsi Riau.
[image:35.612.116.507.242.606.2]Sumber : WWF Indonesia-Program Riau
Gambar 2 Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga.
3.2. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peta penyebaran dan
menulis, GPS, kamera, kalkulator dan program excel. Objek penelitian yaitu
masyarakat, gajah , Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu.
3.3. Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum Taman Nasional
Tesso Nilo, Desa Lubuk Kembang Bunga, Gajah sumatera di Taman Nasional
[image:36.612.105.504.236.714.2]Tesso Nilo serta konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga .
Tabel 5 Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga
No. Jenis Data Metode
Pengumpulan Data
Informasi yang Dikumpulkan
A. Kondisi umum Taman Nasional Tesso Nilo
1. Sejarah kawasan Studi pustaka a. Sejarah penetapan Taman Nasional Tesso Nilo
2. Kondisi fisik Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) dan luas kawasan
b. Batas kawasan c. Aksesibilitas
d. Topografi (kelerengan) e. Tanah
f. Iklim g. Hidrologi
3. Kondisi biologi Studi pustaka a. Jenis flora dan fauna
4. Kondisi sosial ekonomi sekitar kawasan
Studi pustaka a. Aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan
b. Penggunaan lahan di dalam kawasan B. Kondisi umum Desa Lubuk Kembang Bunga
1. Kondisi fisik Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) dan luas wilayah
b. Batas wilayah c. Topografi d. Iklim 2. Kondisi sosial
ekonomi masyarakat
Studi pustaka a. Jumlah penduduk b. Tingkat pendidikan c. Mata pencaharian d. Tata guna lahan e. Pola usahatani C. Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo
1. Gajah sumatera Studi pustaka dan wawancara
a. Tinjauan umum mengenai Gajah sumatera (klasifikasi, status konservasi, distribusi, populasi, habitat dan perilaku)
b. Kondisi habitat
c. Penyebaran dan pergerakan di TNTN D. Konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga
1. Konflik manusia dan gajah
Studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapang
a. Kedatangan gajah liar di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 (waktu, lokasi dan karakteritik kelompok gajah (jumlah, struktur umur dan sex ratio))
Tabel 5 (Lanjutan)
No. Jenis Data Metode
Pengumpulan Data
Informasi yang Dikumpulkan
c. Kerusakan akibat konflik pada
manusia Tahun 2007 - 2008 (tanaman, bangunan dan fisik tubuh (korban jiwa/kecelakaan))
d. Upaya pencegahan (penjagaan, pengontrolan, patroli dan pembuatan penghalang)
e. Upaya penanggulangan (pengusiran, penggiringan dan penangkapan) f. Nilai ekonomi konflik manusia dan
gajah (pendapatan yang hilang , biaya berobat, biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian, biaya pengendalian konflik (pencegahan dan penanggulangan))
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara
dan pengamatan lapangan. Berikut dijelaskan mengenai metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian.
1) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dan Desa Lubuk Kembang Bunga serta
tinjauan umum mengenai Gajah sumatera di TNTN. Studi pustaka juga digunakan
untuk mengumpulkan data mengenai masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga
yang terkena konflik Tahun 2007 - 2008 (sumber : WWF Indonesia-Program
Riau). Studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku laporan dari
pihak pengelola (Taman Nasional Tesso Nilo) dan institusi terkait (WWF
Indonesia-Program Riau), majalah, brosur dan dokumen terkait dengan judul
penelitian.
2) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan panduan
wawancara (Lampiran 1). Responden yang diwawancarai adalah masyarakat
berkonflik Tahun 2007 - 2008 (14 KK) dan Tim Flying Squad.
3) Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk pencocokan (verifikasi) jumlah
[image:37.612.122.504.98.292.2]n
VKMG
=
∑
Ka a=1terutama dilakukan untuk menganalisis konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk
Kembang Bunga.
3.5. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan
metode kuantitatif.
1) Analisis Deskriftif
Analisis secara deskriftif digunakan untuk mengetahui kondisi sosial
ekonomi masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB), mengidentifikasi
kelompok gajah yang memasuki LKB serta mengidentifikasi jenis dan jumlah
kerusakan pada manusia akibat konflik manusia dan gajah. Unsur-unsur lain yang
dianalisis secara deskriftif, yaitu kondisi habitat gajah, populasi gajah, penyebaran
dan pergerakan gajah, pintu masuk gajah, lokasi kedatagan gajah dan upaya
pengendalian konflik.
2) Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai ekonomi konflik
manusia dan gajah. Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah dihitung dengan
menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat
(cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi
pertanian dan biaya pengendalian konflik (pencegahan dan penanggulangan).
Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah yaitu nilai kerugian langsung
(kerusakan fisik tubuh, kerusakan bangunan, kerusakan pertanian dan biaya
penanggulangan) dan tidak langsung (pendapatan yang hilang, biaya mengungsi
dan biaya pencegahan) pada manusia akibat konflik manusia dan gajah dalam
satuan rupiah.
Keterangan :
Vkmg : nilai konflik manusia dan gajah (Rp)
K : nilai kerugian konflik manusia dan gajah (Rp)
n
Vph
=
∑
(Jhtk x Ph)i i=1n
Vkft =
∑
(Jhb x Bb)i i=1Komponen kerugian konflik manusia dan gajah, yaitu :
1) Pendapatan yang hilang
Hilangnya pendapatan masyarakat karena konflik manusia dan gajah
dihitung berdasarkan Cost of Time. Cost of Time adalah kerugian yang ditanggung oleh seseorang karena hilangnya waktu untuk bekerja.
Kerugian masyarakat tidak masuk kerja pada saat terjadi konflik
atau pasca terjadinya konflik dihitung berdasarkan tingkat pendapatan
perhari.
Keterangan :
Vph : nilai pendapatan yang hilang (Rp)
Jhtk : jumlah hari tidak kerja
Ph : pendapatan per hari (Rp)
i : responden ke i
2) Kerusakan fisik tubuh
Kerusakan fisik tubuh akibat konflik dihitung berdasarkan biaya yang
dikeluarkan untuk berobat.
Keterangan :
Vkft : nilai kerusakan fisik tubuh (Rp)
Jhb : jumlah hari berobat
Bb : biaya berobat (Rp)
i : responden ke i
3) Kerusakan bangunan
Kerusakan bangunan diklasifikasikan berdasarkan kriteria kerusakan,
yaitu :
a. Rusak berat :
n
Vb
=
∑
(Bpb)i i=1n
Vm =
∑
(Jhmx B
m)i i=1Tidak bisa berdiri tegak/roboh.
b. Rusak sedang :
Kehilangan 35 % - 60 % bagian bangunan.
c. Rusak ringan :
Kehilangan < 35 % bagian bangunan.
Kerusakan bangunan akibat konflik dihitung berdasarkan biaya yang
dikeluarkan untuk memperbaiki bangunan.
Keterangan :
Vb : nilai kerusakan bangunan (Rp)
Bpb : biaya perbaikan (Rp) i : responden ke i
4) Biaya Mengungsi
Biaya mengungsi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan selama
mengungsi.
Keterangan :
Vm : nilai biaya mengungsi (Rp)
Jhm : jumlah hari mengungsi
Bm : biaya mengungsi (Rp)
i : responden
5) Kerusakan pertanian
Kerusakan komoditas perkebunan (kelapa sawit dan karet ) dihitung
berdasarkan nilai hasil produksi yang hilang ditambah biaya produksi
yang dikeluarkan sampai umur tanaman terjadi kerusakan. Nilai ekonomi
kerusakan komoditas tanaman pangan dan buah-buahan dihitung
n
Vpt =
∑
{(LkTQ) + (LkC)} i=1
n
Vc =
∑
(B
c)i i=1Komponen biaya produksi perkebunan, yaitu :
a. Biaya pengolahan tanah, yaitu biaya dalam mengupayakan terbentuknya
lahan siap tanam (imas, tumbang, pembakaran/spraying/cincang perun
dan pembersihan jalur).
b. Biaya pengadaan bibit.
c. Biaya penanaman (pancang, lubang dan tanam).
d. Biaya pemeliharaan (pemupukan dan penyemprotan) sampai umur
tanaman rusak.
Penghitungan nilai ekonomi kerusakan tanaman perkebunan
menggunakan persamaan :
Keterangan :
Vpt : nilai kerusakan pertanian (Rp)
Lk : luas kerusakan (ha)
Lk = jarak tanam x jumlah tanaman rusak
luas lahan
T : hasil panen perhektar (kg)
Q : harga jual (Rp/kg)
C : biaya tanaman per ha (Rp)
6) Biaya Pencegahan
Biaya pencegahan dihitung berdasarkan jumlah uang untuk mencegah
masuknya gajah ke lahan pertanian dan pemukiman. Komponen biaya
pencegahan yaitu biaya alat , biaya transportasi dan biaya tenaga kerja.
Keterangan :
Vc : nilai upaya pencegahan (Rp)
Bc : biaya pencegahan (Rp)
n
Vp =
∑
(B
p)ii=1 7) Biaya Penanggulangan
Biaya penanggulangan dihitung berdasarkan jumlah uang untuk
melakukan pengusiran. Komponen biaya penanggulangan yaitu biaya
alat, biaya trasportasi dan biaya tenaga kerja.
Keterangan :
Vp : nilai upaya penanggulangan (Rp)
Bp : biaya penanggulangan (Rp)
Gambar 3 Sistematika penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.
JENIS DATA Kondisi Umum TN. Tesso Nilo : - Sejarah kawasan
- Kondisi fisik - Kondisi biologi
- Kondisi sosial dan ekonomi sekitar kawasan
Kondisi Umum Desa Lubuk Kembang Bunga :
- Kondisi fisik - Kondisi sosial dan
ekonomi
- Pola penggunaan lahan
- Pola usahatani
Kondisi Umum Gajah Sumatera di TN. Tesso Nilo :
- Kondisi habitat - Populasi - Penyebaran - Pergerakan
Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga : - Lokasi dan waktu gangguan - Jenis dan jumlah kerusakan - Tingkat gangguan gajah - Upaya pengendalian
PENGUMPULAN DATA :
- Studi pustaka
- Wawancara terstruktur - Pengamatan lapangan
ANALISIS DATA :
Analisis Kuantitatif dan Analisis Deskriftif
(1) Pendapatan yang hilang (Cost of
Time) (2) Biaya berobat (Cost of Illnnes) (3) Biaya perbaikan bangunan (4) Biaya mengungsi (5) Biaya produksi pertanian (6) Biaya pencegahan dan penanggulangan
NILAI EKONOMI KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH (Elephas maximus sumatranus
[image:43.612.105.530.69.638.2]KONDISI UMUM KAWASAN
4.1. Taman Nasional Tesso Nilo 4.1.1. Sejarah Kawasan
Hutan Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional Tanggal 19 Juli
2004 melalui Surat Keputusan No. 255/Menhut-II/2004. Taman Nasional Tesso
Nilo (TNTN) sebelumnya merupakan areal HPH PT. Inhutani IV (eks HPH PT.
Dwi Marta) yang telah dicabut ijinnya oleh Menteri Kehutanan sebagai persiapan
[image:44.612.143.469.256.637.2]penunjukan Kawasan Konservasi Tesso Nilo.
Gambar 4 Kronologis penunjukan Taman Nasional Tesso Nilo.
4.1.2. Letak dan Luas
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berada di dua kabupaten, yaitu
Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Luas kawasan TNTN yaitu 38.576
hektar. TNTN terletak pada 0°08'8,6" LU - 0°21'15,2" LS dan 101°03'20,7" BT -
101°51'43,6" BT. Batas kawasan TNTN, yaitu :
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004 Tanggal 19 Juli 2004 memutuskan sebagian kawasan di HPT Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas ± 38.576 ha
menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.
Gubernur Riau melalui Surat No.522.2/EK/1006 Tanggal 30 April 2001 dan Surat No.522.51/EK/1678 Tanggal 31 Juli 2002 mengusulkan HP Tesso Nilo seluas 188.000 ha yang terletak di Kabupaten Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi sebagai kawasan konservasi gajah.
1) Bagian timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau dan PT. Inti
Indosawit Subur.
2) Bagian barat berbatasan dengan PT. Nanjak Makmur.
3) Bagian utara berbatasan dengan PT. RAPP, Desa. Lubuk Kembang
Bunga dan Desa Air Hitam.
4) Bagian selatan berbatasan dengan PT. Putri Lindung Bulan, PT. Rimba
Lazuardi dan PT. Peranap Indah (Gambar 5).
[image:45.612.128.508.207.432.2]Sumber : WWF Indonesia-Program Riau
Gambar 5 Batas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.
4.1.3. Aksesibilitas
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dapat ditempuh dengan kendaraan
roda dua ataupun roda empat. Aksesibilitas untuk menuju kawasan TNTN, yaitu :
1) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui – Air Hitam – Lubuk
Kembang Bunga, ± 25,5 km.
2) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui – Bagan Limau, ± 15,9 km.
3) Jalan Raya Taluk Kuant