• Tidak ada hasil yang ditemukan

Economic Values of Human and Elephant Conflict (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Economic Values of Human and Elephant Conflict (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU

RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

(Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) DI DESA

LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU

RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Di bawah bimbingan NYOTO SANTOSO dan TUTUT SUNARMINTO

Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan. Konflik manusia dan gajah ini berdampak negatif, baik berupa penurunan populasi gajah di habitat alaminya maupun berupa kerugian materil, moril serta kerusakan fisik tubuh pada manusia.

Laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo yang meningkat menyebabkan meningkatnya frekuensi terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian masyarakat semakin meningkat sehingga meningkatkan reaksi masyarakat dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan nilai ekonomi akibat konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki wilayah desa, mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan serta menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.

Penelitian dilaksanakan bulan Juli - Agustus 2009 di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kec. Ukui, Kab. Pelalawan, Prov. Riau. Objek penelitian adalah masyarakat, gajah, Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapangan. Metode penghitungan nilai ekonomi konflik manusia dan gajah menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat (cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian dan biaya pengendalian konflik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pola usahatani di Desa Lubuk Kembang Bunga yang mendorong terjadinya konflik manusia dan gajah. Konflik terjadi pada lahan pertanian masyarakat yang menempati jalur pergerakan wilayah jelajah gajah dan berdekatan dengan hutan (TNTN), pintu keluar gajah serta sungai yang digunakan gajah untuk memenuhi kebutuhannya. Lokasi lahan pertanian tersebut berada di Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, Jalan RAPP/Elang Mas dan Jalan Pemda. Kelompok gajah yang memasuki lahan pertanian masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga merupakan kelompok gajah yang berada di bagian Selatan Hutan Tesso Nilo. Kelompok gajah ini terdiri atas gajah tunggal dan gajah grup.

(4)

diperoleh nilai sebesar Rp. 52.082.197,64. Upaya pengendalian konflik oleh masyarakat berupa penjagaan dan pengontrolan kebun, pembuatan penghalang dan pengusiran. Sementara itu, upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad berupa patroli kawasan, pengusiran dan penggiringan gajah liar. Upaya pengendalian konflik hanya mampu mengurangi kerugian sebesar Rp.14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp.764.200.000. Penghitungan seluruh komponen kerugian masyarakat dan upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad diperoleh nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga pada Tahun 2007 - 2008 sebesar Rp. 816.282.197,64.

(5)

RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Economic Values of Human and Elephant Conflict (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province. Under the supervisions of NYOTO SANTOSO and TUTUT SUNARMINTO

The utilization of elephant movement area by humans, causing competition space which triggered the conflict between humans and elephants, as in Lubuk Kembang Bunga Village, which surround the Tesso Nilo National Park (TNTN). Agricultural land and residential communities occupying territory cruise line movement, which periodically and traditionally traveled by elephant, and does not change despite the changing shape of the region. Human and elephant conflicts have a negative effect, either in the form of an elephant population decline in its natural habitat, or loss of material, moral and body physical damage the human being.

The rate of deforestation which increases in the Tesso Nilo Forest, causing increased frequency of human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village. Loss of society increased thus increasing the public's reaction to face of conflict. Such conditions need to calculate the economic value due to human elephant conflicts as part of the consideration to obtain the conflict resolution efforts. This study aims to find out socio-economic condition of the community, identify the elephant entered the village area, identify the type and value of the damage and calculate the economic value of human loss due to human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village.

A study was conducted in July - August 2009 in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province. Object of research is public, elephants, Flying Squad Team, and agricultural land affected. Data collected through the literature study, interviews and field observations. Method of calculating the economic value of human and elephant conflicts using the lost revenue approach (cost of time), medical expenses (cost of illness), the cost of building repairs, the cost to evacuate, the cost of agricultural production, and control costs of conflict.

The results showed a change in farming patterns in Lubuk Kembang Bunga Village which triggered human and elephant conflicts. The conflict occurred in the community farm, which occupies the movement path of elephants roaming the area and adjacent to the forest (TNTN), the exit of elephants, and the river which is used by elephants to meet their needs. Location of agricultural land is located in Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, RAPP Street/Elang Mass and Jalan Pemda. Group of elephants which is entered the farm community in Lubuk Kembang Bunga Village is a group of elephants which are in the Southern part of Tesso Nilo Forest. This consisting of a single elephant and the elephant group.

(6)

expulsion, and the convoy of wild elephants. The efforts to control this conflicts able to reduce losses of Rp. 14,648,118.09 only. This value is not comparable with costs to control the conflict, which amounted to Rp. 764,200,000. Calculating the losses of all components of society and the efforts made by the Flying Squad Team, obtained the economic value of human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village in the Year 2007 - 2008 amounting to Rp. 816,282,197.64.

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Nilai

Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil kerja saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2010

(8)

sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Nama : Rizki Ratna Ayu Paramita Sari

NIM : E34050095

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nyoto Santoso, MS Ir. Tutut Sunarminto, M.Si NIP : 19620315 198603 1 002 NIP : 19640228 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP : 19580915 198403 1 003

(9)

Penulis dilahirkan di Garut pada Tanggal 19

Desember 1986. Penulis adalah putri pertama dari dua

bersaudara, pasangan Bapak Dedi Kuswandi dan Ibu

Nurtitawulan.

Penulis telah menempuh pendidikan di SD Negeri I

Bayongbong lulus pada Tahun 1999, kemudian melanjutkan

sekolah di SLTP Negeri 1 Bayongbong lulus pada Tahun 2002. Pada Tahun 2005

penulis lulus dari SMU Negeri 1 Garut dan melanjutkan pendidikan di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam kegiatan Kelompok

Pemerhati Kupu-kupu (KPK) “Sarpedon” HIMAKOVA. Semasa kuliah penulis

telah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH

Cemara Indramayu – Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC),

Kuningan Jawa Barat pada Tahun 2007, penulis juga telah mengikuti Praktek

Umum Konservasi Eksitu Satwaliar (PUKES) di Taman Sringganis dan Taman

Mini Indonesia Indah pada Tahun 2008. Pada Tahun 2009 penulis mengikuti

kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Tesso Nilo,

Riau. Kegiatan lapang lain yang pernah diikuti penulis adalah Studi Konservasi

Lingkungan “SURILI” HIMAKOVA di Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung – Sulawesi Selatan pada Tahun 2007 dan SURILI di Taman

Nasional Bukit Baka Bukit Raya – Kalimantan Barat pada Tahun 2008.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas

Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi dengan judul Nilai Ekonomi

(10)

Alhamdulillaahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang atas anugerah berupa kesehatan dan kesempatan

sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak

yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang

akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah

SWT, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Keluarga besar penulis : Daday Suhendar (Bapak), Nurtitawulan (Ibu) dan

Novan Fahmi Arsyad (adik).

2. Dosen pembimbing : Bapak Ir. Nyoto Santoso, MS (Pembimbing I) dan

Bapak Ir. Tutut Sunarminto, M.Si (Pembimbing II).

3. Dosen-dosen penguji : Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. (DTHH), Dr. Ir. Arum

Sekar Wulandari, MS dan Dr. Ir. Herry Purnomo, M. Comp. (DMNH).

4. Pimpinan dan staf WWF Indonesia-Program Riau, khususnya Bapak Syamsuardi selaku Flying Squad officer.

5. Tim Flying Squad : Bang Edi Putra, Bang Fikri Pohan, Bang Amdani, Bang Andre, Bang Iwan, Susilo, Bang Jungjung Daulay dan Bapak Erwin Daulay

selaku pembimbing lapang.

6. Pimpinan dan staf Balai Taman Nasional Tesso Nilo, khususnya Bapak Drh.

Hayani Suprahman, M.Sc selaku Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo.

7. Bapak Tengku Effendi selaku Kepala Desa Lubuk Kembang Bunga.

8. Kepala dan seluruh staf TU DKSHE IPB.

9. Keluarga besar Tarsius 42 KSHE, Fakultas Kehutanan IPB

10. Mahar Cita yang selalu menjadi “traffic light” penulis.

11. Merzyta Septiani, Bobi Riharno, Lina Kristina Dewi, Mutia Ramadhani,

sahabat penulis, atas dukungan dan semangat yang diberikan.

12. Semua pengalaman yang sangat berharga dan akan selalu dikenang untuk :

Nuskan Syarif, Eka Septayudha, Heri Tarmizi, Karno, Ucok, Bang Arsyad,

Mas Lutfie dan Afri Yondra.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu

(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Penulis mengucapkan puji syukur dan terimakasih kepada

Allah SWT atas selesainya karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian

yang dilakukan penulis sejak Juli hingga Agustus 2009, yang diberi judul “Nilai

Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau”.

Pembukaan hutan untuk kepentingan pembangunan dalam meningkatkan

kesejahteraan hidup manusia merupakan faktor utama berkurangnya habitat gajah.

Dampak dari situasi ini adalah menurunnya populasi gajah dan meningkatnya

konflik antara manusia dan gajah karena terjadinya persaingan ruang dalam

memanfaatkan lahan hutan yang tersisa. Kerugian ekonomi yang diderita

masyarakat akan terus meningkat seiring meningkatnya frekuensi konflik yang

terjadi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap respon masyarakat dalam

menghadapi konflik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pengelolaan Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo dan upaya

penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta menjadi dasar

pertimbangan dalam pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terkena

konflik.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan.

Namun demikian, penulis berharap karya ini tetap dapat memberikan manfaat

bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya dalam upaya konservasi

sumberdaya alam hayati pada kawasan konservasi di Indonesia.

Bogor, Februari 2010

(12)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 3

1.4 Batasan Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Gajah Sumatera ... 5

2.1.1 Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera ... 5

2.1.2 Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera ... 6

2.1.3 Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau ... 6

2.1.4 Habitat ... 7

2.1.5 Perilaku ... 10

2.2 Konflik Manuisa dan Gajah (KMG) ... 13

2.3 Penilaian Ekonomi ... 15

2.3.1 Konsep Nilai ... 15

2.3.2 Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana ... 16

III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 19

3.2 Alat dan Objek Penelitian ... 19

3.3 Jenis Data ... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.5 Analisis Data ... 22

IV KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Taman Nasional Tesso Nilo ... 28

4.1.1 Sejarah Kawasan ... 28

4.1.2 Letak dan Luas ... 28

4.1.3 Aksesibilitas ... 29

4.1.4 Kondisi Fisik dan Biologi ... 30

4.1.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 31

4.2 Lubuk Kembang Bunga ... 32

4.2.1 Kondisi fisik ... 32

4.2.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 32

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Tesso Nilo ... 39

5.1.1 Habitat Gajah Sumatera ... 39

5.1.2 Kondisi Habitat ... 41

5.2 Populasi Gajah Sumatera di Hutan Tesso Nilo ... 43

5.3 Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 44

5.3.1 Lokasi Gangguan ... 44

(13)

 

5.3.3 Tingkat Gangguan ... 47

5.3.4 Jenis, Jumlah Kerusakan ... 47

5.3.4.1 Jenis Kerusakan ... 47

5.3.4.2 Jumlah Kerusakan ... 49

5.3.5 Pola Usahatani Terhadap Gangguan Gajah ... 50

5.3.6 Respon Masyarakat Terhadap Gangguan Gajah ... 51

5.4 Nilai Ekonomi Kerusakan Pertanian dan Bangunan ... 52

5.5 Upaya Pengendalian Konflik ... 52

5.5.1 Pencegahan Konflik ... 52

5.5.2 Penanggulangan Konflik ... 58

5.5.3 Nilai Ekonomi Upaya Pengendalian Konflik ... 59

5.6 Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah ... 61

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(14)

  iii

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status

kawasan hutan ... 6

2. Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau ... 7

3. Tipe habitat gajah ... 8

4. Penilaian kerugian bencana ... 16

5. Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 20

6. Kondisi fisik dan biologi Taman Nasional Tesso Nilo ... 30

7. Penggunaan lahan di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 33

8. Jumlah sekolah umum, kelas, guru dan murid di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 ... 33

9. Jumlah keluarga berdasarkan sumber penghasilan utama di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 34

10. Blok hutan di Provinsi Riau yang menjadi habitat Gajah sumatera di Provinsi Riau berdasarkan tipe hutan dan ketersediaan faktor habitat ... 39

11. Luas lahan di Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan kelerengan ... 40

12. Pemanfaatan kawasan oleh perambah di Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya ... 41

13. Pergerakan kelompok gajah di Hutan Tesso Nilo ... 43

14. Lokasi kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2005 - 2008 ... 44

15. Kerugian masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akibat konflik dengan gajah Tahun 1997 - 2006 ... 50

16. Jumlah kematian manusia dan gajah akibat konflik manusia dan gajah di Provinsi Riau Tahun 2000 - 2009 ... 51

17. Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh masyarakat ... 60

18. Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad . 60

19. Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh masyarakat Tahun 2007 - 008 ... 60

20. Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad Tahun 2007 - 2008 ... 60

(15)

 

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 4

2. Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga ... 19

3. Sistematika penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 27

4. Kronologis penunjukan Taman Nasional Tesso Nilo ... 28

5. Batas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo ... 29

6. Luas lahan pertanian terganggu berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 45

7. Grafik intensitas kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 46

8. Diagram intensitas kedatangan gajah berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 47

9a. Kerusakan akibat dimakan gajah ... 48

9b. Kerusakan akibat direnggut gajah ... 48

9c. Kerusakan akibat diinjak gajah ... 48

10a. Pondok jaga rusak berat ... 49

10b. Pondok jaga rusak sedang ... 49

10c. Pondok jaga rusak ringan ... 49

11a. Tanaman kelapa sawit dipagari kawat berduri ... 51

11b. Tanaman kelapa sawit diolesi racun ... 51

12. Diagram nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 52

13a. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan jejak ... 53

13b. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan bolus/kotoran ... 53

13c. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan kerusakan tanaman ... 53

14. Pagar kayu pada lahan kelapa sawit ... 54

15a. Perangkat pagar listrik/strom gajah : battery fencer ... 55

15b. Perangkat pagar listrik/strom gajah : accu kering 150 watt ... 55

15c. Perangkat pagar listrik/strom gajah : calcium battery ... 55

16. Parit gajah ... 56

17. Parit yang sesuai dengan daerah rawa, daerah dataran rendah dan daerah bertopografi tinggi ... 57

18a. Alat pengusiran : meriam karbit ... 58

18b. Alat pengusiran : obor ... 58

(16)

 

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Panduan wawancara ... 69 2. Peta tutupan hutan lahan kering di Provinsi Riau berdasarkan

ketersediaan faktor habitat bagi Gajah sumatera ... 71 3. Peta distribusi gajah di Hutan Tesso Nilo ... 73 4. Rekapitulasi data konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang

(17)

1.1. Latar Belakang

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dinyatakan sebagai salah

satu jenis satwa dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar No.

266 Tahun 1931 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Jenis Tumbuhan dan Satwa. Gajah sumatera terdaftar dalam Red List Book IUCN

(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan

status terancam punah (endangered species).

Hutan dataran rendah Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan alam

tersisa di Provinsi Riau yang menjadi habitat bagi Gajah sumatera. Kelestarian

habitat gajah telah menghadapi ancaman seiring meningkatnya laju deforestasi di

Hutan Tesso Nilo. Kajian lanskap Tesso Nilo – Bukit Tigapuluh – Kampar,

menunjukkan 90 % terjadinya deforestasi disebabkan oleh pembukaan kawasan

hutan alam untuk tanaman akasia dan perkebunan sawit. Aktivitas masyarakat

sekitar hutan dalam memanfaatkan lahan hutan turut mendorong laju deforestasi

Hutan Tesso Nilo. Kegiatan pemanfaatan cenderung melakukan perusakan dengan

membuka kawasan hutan untuk lahan pemukiman dan pertanian.

Pembukaan wilayah hutan untuk lahan pemukiman, pertanian dan Hutan

Tanaman Industri (HTI) menyebabkan habitat alami gajah terfragmentasi menjadi

kantong-kantong habitat yang sempit dan berakibat pada menyempitnya ruang

gerak gajah. Haryanto dan Santoso (1988) menyatakan pembukaan wilayah hutan

terutama pengembangan daerah pemukiman dan pertanian serta praktek

perladangan berpindah mengakibatkan terpotongnya jalur jelajah gajah.

Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan

persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di

Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo

(TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur

pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah

dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan.. Masuknya gajah

(18)

fasilitas lahan pertanian serta pemukiman. Kondisi ini memicu reaksi yang reaktif

dari masyarakat terhadap gajah dengan memburu dan membunuhnya.

Konflik manusia dan gajah mengakibatkan kelestarian populasi gajah

menurun di habitat alaminya. Konflik juga mengakibatkan kerugian materil, moril

dan kerusakan fisik tubuh pada manusia yang dapat diketahui nilainya dengan

penggunaan parameter rupiah. Kerugian materil yang sering terjadi yaitu kerugian

akibat kerusakan tanaman (crop raiding). Survei WWF (World Wide Fund for

Nature) Indonesia terhadap kerugian masyarakat akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga (Juli 2005 - Juli 2006) sebesar 80 juta rupiah.

Peningkatan laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo meningkatkan frekuensi

terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian

masyarakat semakin meningkat dan berpengaruh terhadap reaksi masyarakat

dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan

nilai ekonomi konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk

memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian tentang nilai ekonomi

konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga diharapkan dapat

memberikan masukan bagi pengelolaan Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso

Nilo dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta menjadi

dasar pertimbangan dalam pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terkena

konflik.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian :

1) Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat.

2) Mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki wilayah desa (jumlah

individu, struktur umur dan sex ratio).

3) Mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan pada manusia akibat konflik

manusia dan gajah.

4) Menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik

(19)

1.3. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelola Taman

Nasional Tesso Nilo dan pemerintah daerah dalam pengelolaan Gajah sumatera

dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta dalam

menetapkan kompensasi bagi masyarakat yang terkena konflik dengan keadaan

tertentu.

1.4. Batasan Penelitian

Istilah-istilah yang digunakan untuk memperjelas dan membatasi ruang

lingkup penelitian, adalah sebagai berikut :

1) Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut

Permenhut No. 48 Tahun 2008 yaitu segala interaksi antara manusia dan

satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial

manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau

pada lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya

dan memasuki lahan pertanian serta pemukiman masyarakat.

2) Masyarakat berkonflik

Masyarakat yang mengalami kerugian materil, moril dan kerusakan fisik

tubuh akibat konflik manusia dan gajah.

3) Nilai ekonomi kerusakan

Nilai kerugian fisik langsung akibat konflik manusia dan gajah dalam

satuan rupiah, yaitu kerusakan pertanian, bangunan dan fisik tubuh pada

manusia.

4) Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah

Nilai kerugian langsung dan tidak langsung pada manusia akibat konflik

manusia dan gajah dalam satuan rupiah. Kerugian langsung, yaitu

kerusakan fisik tubuh, kerusakan bangunan, kerusakan pertanian dan

biaya penanggulangan. Kerugian tidak langsung, yaitu pendapatan yang

hilang, biaya mengungsi dan biaya pencegahan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan kawasan hutan yang menjadi habitat gajah oleh manusia

mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan

(20)

memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuka kawasan hutan untuk lahan

pemukiman, pertanian dan HTI. Kebutuhan manusia akan lahan cukup tinggi,

sedangkan gajah membutuhkan jangkauan wilayah yang luas sebagai wilayah

jelajah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Konflik manusia dan gajah mengakibatkan kerugian materil, moril dan

kerusakan fisik tubuh pada manusia. Masyarakat juga harus mengeluarkan biaya

pengendalian untuk mencegah masuknya gajah dan meminimalisir kerusakan

akibat gajah pada lahan pemukiman dan pertaniannya. Kondisi ini memicu reaksi

yang reaktif dari masyarakat terhadap gajah dengan memburu dan membunuhnya

sehingga menurunkan populasi gajah di habitat alaminya.

 

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Lahan pertanian Hutan Tanaman Industri

Konflik manusia dan gajah Lahan pemukiman

Penurunan populasi gajah Kerugian materil, moril

dan kerusakan fisik tubuh pada manusia

Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah Pemanfaatan hutan yang menjadi

(21)

2.1. Tinjauan Umum Gajah Sumatera

2.1.1. Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera

Gajah sumatera merupakan sub spesies dari Gajah asia (Elephas

maximus) yang diperkenalkan oleh Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847. Taksonomi Gajah sumatera, yaitu :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Proboscidea

Family : Elephantidae

Genus : Elephas

Species : Elephas maximus Linnaeus, 1758

Sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847.

Gajah asia (Elephas maximus) terbagi kedalam tiga sub spesies, yaitu

Elephas maximus maximus di Srilangka, Elephas maximus indicus di anak Benua India dan Asia Tenggara termasuk Kalimantan dan Elephas maximus sumatranus

di Sumatera. Gajah asia (Elephas maximus) di Indonesia hanya ditemukan di

Sumatera dan Kalimantan bagian timur. Gajah asia terdaftar dalam Red List Book

IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources)

dengan status terancam punah (endangered species). Gajah asia (Elephas

maximus) dinyatakan sebagai satwa dilindungi Undang-undang dan hampir punah di Indonesia sejak Tahun 1931 melalui Ordonansi Perlindungan Binatang Liar.

Selanjutnya CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of

Fauna and Flora/Konvensi tentang Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan) mengategorikan Gajah asia kedalam kelompok Appendix I. sehingga

(22)

2.1.2. Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera

Gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan

Lampung. Tahun 1980 dilakukan survei gajah di seluruh Sumatera dengan

menggunakan metode penaksiran secara cepat (rapid assessment survey). Hasil

survei memperkirakan populasi Gajah sumatera 2.800 - 4.800 ekor dan tersebar di

44 lokasi (Blouch dan Simbolon 1985). Estimasi sementara populasi Gajah

sumatera yaitu 2.400 - 2.800 ekor (Dephut 2007).

Tabel 1 Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status kawasan

hutan *)

Status Kawasan Luas Kawasan (hektar) Persentase (%)

Hutan konversi 386.829 9,39

Hutan produksi terbatas 1.648.654 40,03

Hutan konservasi 619.988 15,05

Hutan produksi 709.145 17,22

Hutan lindung 494.088 12,00

Hutan negara tidak terbatas 15.916 0,39

Perairan 2.108 0,05

Daerah lain 234.460 5,69

Tidak ada data 7.678 0,19

Sumber : Dephut (2007)

Keterangan : *) Jumlah gajah diperkirakan 2.400 - 2.800 ekor.

2.1.3. Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau

Gajah di Provinsi Riau dapat ditemukan di beberapa lokasi yang disebut

kantong-kantong distribusi populasi gajah. Kantong-kantong distribusi populasi

gajah di Provinsi Riau, yaitu sekitar daerah Bina Fitri/Tapung/Petahapan/Batu

Gajah, Rambah Hilir/Danau Lancang, utara dari Dam Koto Panjang, Koto

Tangah, Mahato/daerah perbatasan Provinsi Sumatera Utara, Balai Raja/Rangau,

Giam Siak Kecil, Bagan Siapi-api, Siabu/sebelah timur SM. Bukit Rimbang Bukit

Baling/sebelah tenggara Bukit Bungkuk, Kuntu/sebelah timur dan tenggara SM.

Bukit Rimbang Bukit Baling, bagian barat daya Tesso Nilo, bagian utara Tesso

Nilo, bagian tenggara Tesso Nilo, Serangge/sebelah barat Taman Nasional Bukit

Tigapuluh (TNBT) dan daerah Pemayungan/sebelah selatan TNBT Provinsi

(23)

Tabel 2 Distribusi dan populasi gajah di Provinsi Riau

Tahun Kantong Distribusi Populasi

(ekor)

Keterangan

1985 Torgamba, Tanjung Medan, Riau Tengah bagian utara, Koto Panjang, Lipat Kain, Langgam, Riau Tengah bagian selatan, Riau Selatan, Buatan, Siak Kecil dan dataran rendah Rokan.

1.067 - 1.617 Gajah tersebar di 11 kantong distribusi populasi gajah.

1999 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; SM. Kerumutan; SM. Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan.

709 Gajah tersebar di 16 kantong distribusi populasi gajah.

2003 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; SM. Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan.

350 - 430 Gajah diperkirakan tidak ada lagi di HPT. Sungai, Gansal, Keritang dan SM. Kerumutan.

2007 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Batu Gajah; dan HP. Tanjung Medan.

174 - 246 Gajah tersebar di 9 kantong distribusi populasi gajah. Gajah diperkirakan tidak ada lagi di Rokan

Hilir, SM. Kerumutan, Koto Panjang, SM. Bukit Rimbang Bukit Baling, Tanjung Pauh dan Bukit Suligi. Sumber : BKSDA Riau (2006b)

2.1.4. Habitat

1) Pengertian Habitat

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik dan biotik

sebagai satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta

berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 1990). Persyaratan habitat yaitu variasi

pakan, cover dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan oleh suatu jenis satwaliar

untuk melangsungkan hidupnya dan keberhasilan perkembangbiakannya. Habitat

gajah merupakan kesatuan wilayah yang luas meliputi hutan, tempat terbuka,

(24)

daerah pengembaraan gajah yang sangat luas sehingga menggunakan lebih dari

satu tipe habitat.

2) Tipe Habitat

Habitat Gajah sumatera tersebar pada tipe hutan hujan pegunungan,

hutan primer dan hutan sekunder. Widowati (1985) menyatakan habitat yang ideal

bagi Gajah sumatera yaitu kombinasi antara tipe hutan Dipterocarpaceae dataran

rendah (tipe antropogen yaitu hutan sekunder yang tidak terganggu) dan hutan

rawa tidak tergenang air payau. Gajah umumnya lebih menyukai hutan rawa pada

musim kemarau dan akan berpindah ke hutan pegunungan atau hutan primer pada

musim hujan. Perpindahan ini disebakan oleh kondisi pakan di hutan pegunungan

atau hutan primer mencukupi kebutuhan gajah.

Tabel 3 Tipe habitat gajah

No. Tipe Habitat Vegetasi Keterangan

1. Hutan rawa (swamp forest) Melaleuca cajuputi, Campnosperma auriculata, Campnosperma Macrophylla, Alstonia spp., Eugenia spp. dan Gluta renghas.

Berupa rawa padang rumput, rawa primer atau rawa sekunder yang didominasi oleh Melaleuca cajuputi. 2. Hutan rawa gambut (peat

swamp forest)

Gonystyllus bancanus, Licuala spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., Eugenia spp. dan Dyera costulata.

3. Hutan hujan dataran rendah (lowland dipterocarp forest)

Famili Dipterocarpaceae, Koompasia malaccensis,

Palaquium gutta, Dyera costulata, Intsia bijuga dan Schima wallichii.

Terletak di ketinggian 0-750 mdpl. Umumnya kawasan hutan produksi. 4. Hutan hujan pegunungan

dataran rendah (lowland montain dipterocarp forest)

Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., Castanopsis spp. dan Altingia excelsa.

Terletak di ketinggian 750 -1.500 mdpl. Sumber : Santiapillai (2001)

Widowati (1985) menyebutkan komponen penentu pemilihan habitat

gajah sebagai berikut :

a. Ketersediaan pakan, sumber air dan garam mineral.

b. Ketersediaan cover atau pelindung.

c. Ketersediaan tempat untuk berperilaku kesukaan dan pergerakan.

d. Tingkat gangguan.

Kondisi pakan, sumber air, garam mineral, cover dan ruang yang mampu

memenuhi kebutuhan gajah di habitatnya akan mengurangi beban daerah

(25)

3) Komponen Habitat

a. Pakan

Gajah merupakan satwa herbivor yang membutuhkan pakan hijauan di

habitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon sebagai

pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan mineral seperti Kalsium untuk

memperkuat tulang, gigi dan gading. Satu ekor Gajah sumatera diperkirakan

menghabiskan lebih dari 300 kg tumbuhan segar setiap harinya (Poniran 1974).

Gajah memakan semak muda dan daun-daunan dari berbagai jenis pohon

yang berserat halus seperti daun waru dan dadap. Gajah juga menyukai jenis-jenis

tanaman budidaya seperti tebu, padi, jagung, kacang tanah dan kelapa. Bagian

tanaman yang dimakan gajah sangat bervariasi mulai dari buah muda sampai buah

masak, umbut, pelepah, kulit batang, pucuk, daun muda dan tua beserta durinya

dan bunga (Widowati 1985).

Jenis pakan Gajah sumatera antara lain Artocarpus integer, Artocarpus kemando, Sloetia elongata, Musa acuminata, Oncosperma tigilarium, Licuala vallida, Ficus grossularioides, Mangifera macrophylla, Garcinia parviflora, Garcinia maingayi, Nephelium cuspidatum, Baccaurea spp., Calamus spp., Durio sp. dan Artocarpus sp. (LIPI 2003).

b. Air

Kebutuhan minum Gajah asia tidak kurang dari 200 liter per hari

(Lekagul dan Mc Neely 1977). Kebutuhan minum Gajah sumatera menurut

perkiraan Poniran (1974) adalah 20 - 50 liter per hari.

c. Garam mineral

Gajah memiliki kebiasaan memakan gumpalan tanah yang mengandung

garam-garam mineral seperti Kalium, Kalsium dan Magnesium. Kebiasaan ini

dikenal dengan sebutan salt licking (mengasin). Tempat mengasin gajah dapat

berupa tebing sungai besar atau sungai kecil dengan kelerengan bervariasi dari

sangat landai sampai sangat curam, dasar dan tepi rawa-rawa kecil atau rawa-rawa

lebar dan lantai hutan (Widowati 1985).

d. Naungan

Gajah termasuk binatang berdarah panas. Gajah akan bergerak mencari

(26)

lingkungannya ketika cuaca panas. Tempat yang sering digunakan sebagai

naungan pada siang hari yaitu vegetasi hutan yang lebat.

e. Ruang atau wilayah jelajah (home range)

Wilayah jelajah adalah areal penjelajahan normal sebagai aktivitas

rutinnya (Jewell 1966 diacu dalam Widowati 1985). Luasan wilayah jelajah akan

bervariasi tergantung dari ketersediaan pakan, cover dan tempat berkembangbiak.

Luas wilayah jelajah untuk Gajah sumatera belum diketahui secara pasti namun

Santiapillai (2001) menyebutkan luas wilayah jelajah Gajah asia yaitu 32,4 km² -

166,9 km². Wilayah jelajah gajah di hutan primer mempunyai ukuran dua kali

lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan sekunder.

Sub spesies Gajah asia lainnya seperti di India memiliki ukuran wilayah

jelajah yang sangat bervariasi. Luas wilayah jelajah gajah di India Selatan untuk

kelompok betina yaitu 600 km² dan kelompok jantan 350 km² (Baskaran et al.

1995 diacu dalam Dephut 2007).Luas wilayah jelajah gajah di India Utara untuk

kelompok betina 184 km² - 320 km² dan kelompok jantan 188 km² - 408 km²

(Williams et al. 2001 diacu dalam Dephut 2007).

Gajah jantan hidup secara sendiri (soliter) atau bergabung dengan jantan

lainnya membentuk kelompok jantan. Kelompok jantan memiliki daerah jelajah

yang tumpang tindih atau bersinggungan dengan daerah jelajah kelompok betina

atau jantan lainnya.

f. Keamanan dan kenyamanan

Gajah membutuhkan suasana yang aman dan nyaman agar perilaku

kawin (breeding) tidak terganggu dan proses reproduksinya dapat berjalan dengan

baik. Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian sehingga

aktivitas pengusahaan yang tinggi dan penggunaan alat-alat berat dalam

penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH (Hak Pengusahaan

Hutan) dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan gajah.

2.1.5. Perilaku 1) Perilaku Sosial

a. Hidup berkelompok

Gajah hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok yang

(27)

berkelompok ini merupakan perilaku sosial yang sangat penting peranannya

dalam melindungi anggota kelompoknya. Besarnya anggota setiap kelompok

dipengaruhi oleh musim dan kondisi sumber daya di habitatnya terutama pakan

dan luas wilayah jelajah yang tersedia. Kelompok gajah di hutan hujan Malaysia

dan Sumatera umumnya 5 - 6 ekor (Olivier 1978 diacu dalam Hariady 1992).

Studi di India menunjukkan satu populasi gajah dapat terbentuk dari beberapa

klan (kelompok) dan memiliki pergerakan musiman berkelompok dalam jumlah

50 - 200 ekor (Sukumar 1989 diacu dalam Dephut 2007).

Gajah melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan pakan, air dan

sumber mineral (garam). Pergerakan kelompok gajah ini dipimpin oleh gajah

betina tua dan diikuti oleh betina lainnya serta anak-anaknya. Gajah jantan

mengikuti dari belakang dengan jarak beberapa puluh meter dari kelompoknya

(Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah jantan dewasa hanya bergabung pada

periode tertentu untuk kawin dengan beberapa betina dalam kelompok tersebut.

Gajah jantan tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti

kelompoknya dan gajah jantan muda yang sudah beranjak dewasa dipaksa

meninggalkan kelompoknya atau pergi dengan suka rela untuk bergabung dengan

kelompok jantan lain. Gajah betina muda tetap menjadi anggota kelompok dan

bertindak sebagai bibi pengasuh pada kelompok "taman kanak-kanak" atau

kindergartens. b. Menjelajah

Gajah melakukan penjelajahan secara berkelompok mengikuti jalur yang

tetap dalam satu tahun penjelajahan. Jarak jelajah gajah mencapai 7 km per hari

dan mampu mencapai 15 km per hari ketika musim kering atau musim

buah-buahan. Kecepatan gajah berjalan dan berlari di hutan (untuk jarak pendek) dan di

rawa melebihi kecepatan manusia di medan yang sama. Gajah juga mampu

berenang menyeberangi sungai yang dalam dengan menggunakan belalainya

sebagai "snorkel" atau pipa pernapasan.

c. Kawin

Masa kopulasi dan konsepsi gajah terjadi sepanjang tahun. Frekuensi

perkawinan mencapai puncaknya pada bulan-bulan tertentu umumnya bersamaan

(28)

oleh kondisi lingkungan, ketersediaan sumber daya pakan dan faktor ekologinya

(misalnya kepadatan populasi).

Gajah jantan dewasa (jarang yang betina) baik liar ataupun jinak

mendapat gangguan kegilaan (maniac) secara periodik yang disebut musht. Gajah

mempunyai temperamen jelek seperti berkelahi dengan jantan lain pada masa

musth (Hariady 1992). Hasil sekresi berupa minyak akan terlihat keluar dari kelenjar yang terletak di tengah-tengah antara mata dan saluran telinga sebelum

memasuki masa musht. Minyak ini berwarna hitam dan berbau merangsang.

Gejala seperti ini datang setiap tahun atau dapat tertunda beberapa waktu. Musht

terjadi 3 - 5 bulan sekali selama 1 - 4 minggu saat musim panas atau musim

kering. Perilaku musht sering dihubungkan dengan musim birahi namun tidak ada

bukti penunjang (Altevogt dan Kurt 1975).

2) Perilaku Individu

a. Makan

Gajah dewasa menghabiskan waktu 18 - 24 jam dalam satu hari untuk

mencari pakan (Altevogt dan Kurt 1975). Aktivitas makan dilakukan dengan

gerak berpindah tempat untuk mencapai sumber pakan. Gajah sumatera

melakukan aktivitas makan pada pagi hari (pukul 4.10 WIB - 11.55 WIB) dan

sore hari (15.00 WIB - 2.00 WIB) (Abdullah 2008).

Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung

meninggalkan banyak sisa pakan apabila terdapat pakan yang lebih baik. Banyak

bagian pakan yang telah direnggut oleh belalainya tidak dimasukkan ke mulut tapi

hanya ditebarkan ke tempat lain atau ditaburkan ke punggungnya sendiri. Perilaku

pakan seperti ini mengakibatkan kerusakan pada habitat di sekitarnya.

b. Minum

Aktivitas minum dilakukan siang dan malam hari ketika gajah

menjumpai rawa atau sungai dalam pengembaraannya mencari sumber pakan.

Gajah menggunakan belalainya untuk menghisap air dan menuangkan ke

mulutnya. Gajah mampu menghisap air mencapai 9 liter dalam satu kali hisapan.

Gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum ketika berendam di sungai atau

rawa dan melakukan penggalian air sedalam 50 - 100 cm di dasar-dasar sungai

yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya ketika

(29)

c. Berkubang

Gajah umumnya berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari

saat mencari minum. Gajah juga melakukan aktivitas berkubang di kolam-kolam

sampai air menjadi keruh. Perilaku berkubang merupakan suatu cara untuk

mendinginkan suhu tubuh dan melindungi kulit dari gigitan serangga dan ekto

parasit.

d. Mengasin (salt licking)

Gajah mencari garam mineral saat makan ketika hari hujan atau setelah

hujan turun. Gajah melakukan penggalian pada lantai hutan yang keras dengan

gading dan atau kaki depannya kemudian dihisap dengan belalai. Gajah

kadang-kadang mengeruhkan sumber air dengan cara berguling-guling atau meruntuhkan

tebing agar garam mineral larut dalam air kemudian di minum dengan mulutnya.

Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya sehingga dapat menjilat darahnya

yang mengandung garam.

e. Beristirahat

Gajah tidak tahan terhadap kondisi panas sehingga pada siang hari gajah

umumnya dijumpai di tempat yang teduh (Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah

tidur dua kali sehari yaitu malam dan siang hari. Malam hari gajah tidur dengan

merebahkan diri kesamping tubuhnya dengan menggunakan "bantal" yang terbuat

dari tumpukan rumput, jika sudah sangat lelah terdengar bunyi dengkuran yang

keras. Siang hari gajah tidur dengan berdiri di bawah pohon yang rindang.

Perbedaan perilaku ini diperkirakan berkaitan dengan kondisi keamanan

lingkungan. Gajah akan memilih tidur berdiri dalam kondisi lingkungan yang

kurang aman untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan.

2.2. Konflik Manusia dan Gajah (KMG)

Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut

Permenhut No. 48 Tahun 2008 adalah segala interaksi antara manusia dan

satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia,

ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau pada

lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya dan memasuki

(30)

Konflik manusia dan gajah merupakan konsekuensi langsung dari

hilangnya habitat. Foead (2001) menjelaskan terjadinya konflik manusia dan

gajah dipengaruhi oleh :

1) Kawasan budidaya (pertanian atau perkebunan) yang diserang

merupakan lahan hutan yang menjadi habitat gajah sehingga terjadi

tumpang tindih kawasan budidaya dan daerah jelajah gajah.

2) Tidak terjadi tumpang tindih tetapi gajah yang tinggal di sekitar kawasan

budidaya (pertanian atau perkebunan) lebih menyukai pakan yang

tumbuh di kawasan budidaya tersebut.

3) Sumberdaya pakan tidak mencukupi kebutuhan gajah karena hutan

ditebang dengan intensitas yang sangat tinggi.

4) Aktivitas manusia di dalam hutan intensitasnya tinggi sehingga gajah

merasa tidak aman dan ke luar dari hutan (terutama terhadap kelompok

yang memiliki anak).

Gangguan satwaliar sering terjadi di desa-desa, pemukiman penduduk

atau lahan perkebunan yang lokasinya berdekatan atau berbatasan dengan cagar

alam, suaka margasatwa, taman nasional atau habitat-habitat lainnya. Lokasi

kawasan budidaya seperti ini merupakan lokasi sumber pakan alternatif yang

terdekat bagi satwa jika terjadi kekurangan pakan di habitat aslinya (Alikodra

1993).

Dampak konflik manusia dan gajah, yaitu :

1) Kerusakan material.

2) Kerusakan moril, yaitu gangguan terhadap mental manusia seperti

trauma, takut, was-was dan penurunan semangat kerja.

3) Kerusakan fisik tubuh, yaitu rasa sakit, kecelakaan ringan/berat,

korban jiwa baik manusia ataupun gajah.

WWF Indonesia-Program Riau bekerjasama dengan Balai Konservasi

Sumber Daya Alam Riau telah berupaya mengurangi konflik manusia dan gajah di

Tesso Nilo melalui penerapan beberapa teknik salah satunya dikenal dengan nama

”Flying Squad”. Flying Squad merupakan salah satu teknik pengurangan

(mitigasi) konflik manusia dan gajah dengan menggunakan gajah terlatih. Gajah

terlatih digunakan untuk mengusir dan menggiring gajah-gajah liar yang ke luar

(31)

Tim Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah (dua jantan dan dua betina) beserta delapan orang pelatih (mahout). Bentuk kerja dari Tim Flying

Squad yaitu patroli dengan gajah, patroli dengan kendaraan dan pengusiran gajah liar. Tim Flying Squad menggunakan alat bantu penghasil bunyi seperti meriam

yang terbuat dari pipa paralon untuk membantu saat melakukan pengusiran atau

penggiringan gajah.

Tujuan pengoperasian Tim Flying Squad, yaitu :

1) Mengurangi gangguan gajah di masyarakat melalui pengusiran gajah

agar kembali ke habitatnya dan memberikan pengetahuan kepada

masyarakat cara-cara pengurangan gangguan gajah.

2) Membantu pengelolaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo melalui

monitoring batas kawasan dari kegiatan pembalakan liar.

3) Mendayagunakan gajah tangkap yang dipelihara oleh pemerintah

menjadi gajah Flying Squad.

4) Upaya persuasif kepada masyarakat agar memiliki kemampuan dan

kepercayaan diri untuk melindungi kawasan pertanian mereka secara

swadaya.

2.3. Penilaian Ekonomi 2.3.1. Konsep Nilai

Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek (barang atau jasa) pada

tempat dan waktu tertentu. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang atau uang

yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau

jasa yang diinginkannya.

Davis (1989) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaiannya, yaitu :

1) Nilai pasar (market value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi

pasar.

2) Nilai kegunaan (value in use), yaitu nilai bagi individu tertentu (induce

value).

3) Nilai sosial (social value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan,

(32)

2.3.2. Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana

Penilaian (valuasi) yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan

konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Pendekatan dalam

menilai kerugian bencana, yaitu :

1) Pendekatan pasar , yaitu dengan menggunakan pendekatan nilai pasar

(based market methode).

2) Pendekatan non-pasar, yaitu menilai kerugian jiwa atau yang tidak

memiliki pasar (market is non-existence).

Klasifikasi kerugian bencana, yaitu :

1) Kerugian langsung, yaitu kerusakan fisik langsung akibat bencana.

2) Kerugian tidak langsung, yaitu konsekuensi dampak fisik dari suatu

[image:32.612.109.506.333.654.2]

bencana.

Tabel 4 Penilaian kerugian bencana

Pengukuran Kerugian Langsung Kerugian Tidak Langsung

1) Pasar (market) a. Kerusakan struktur bangunan dan isinya b. Kerusakan kendaraan c. Kerusakan bangunan

publik dan isinya d. Kerusakan infrastruktur e. Kehilangan tanaman dan

pepohonan f. Biaya penanganan

a. Kehilangan nilai tambah karena tidak berjalannya

industri, perdagangan eceran, distribusi dan jasa

b. Peningkatan biaya dalam mempertahankan produksi

c. Peningkatan biaya dalam penyelenggaraan alternatif layanan publik d. Peningkatan biaya

perjalanan dan transportasi

e. Tambahan biaya terkait dengan layanan kedaruratan selama terjadi bencana 2) Bukan pasar (non-market) a. Kematian dan kecelakaan

b. Kehilangan barang-barang bersejarah

c. Kerusakan situs-situs budaya dan peninggalan sejarah

d. Kerusakan ekologis e. Kehilangan plasma nutfah

a. Gangguan kehidupan selama evakuasi b. Sakit dan kematian yang

diakibatkan stress c. Trauma

d. Hilangnya komunitas e. Non-use values dari

kehilangan situs bersejarah dan

lingkungan Sumber : Syaukat (2008)

Sumberdaya yang hilang atau rusak akibat bencana dapat dinilai secara

(33)

1) Analisis Biaya - Manfaat (Benefit - Cost Analysis)

Teknik ini menilai sumberdaya dengan membandingkan antara manfaat

dan biaya yang terkait dengan suatu proyek/program terkait dengan

intervensi sosial dalam upaya menghindari “market failure”.

2) Teknik Berdasarkan Pasar (Market Based Technique)

Manfaat yang dihasilkan oleh sumberdaya harus dapat dibeli dan dijual

di pasar.

3) Teknik Pilihan Terungkap (Revealed Preference Techniques)

a. Teknik pengeluaran preventif (Preventive expenditure technique)

Nilai sumberdaya dihitung dari apa yang disiapkan oleh orang atau

sekelompok orang untuk pencegahan (preventif) yang menyebabkan

kerusakan sumberdaya.

b. Avertive behaviour technique (AB)

Penghitungan nilai eksternalitas dilakukan dengan menghitung berapa

biaya yang disiapkan seseorang untuk menghindari dampak negatif dari

kerusakan sumberdaya. Misalnya pindah ke daerah yang kualitas

lingkungannya lebih baik sehingga akan ada biaya pindah. Jika

kepindahan menyangkut tempat kerja maka biaya transportasi ke tempat

kerja yang baru juga merupakan biaya ekternalitas.

c. Teknik biaya pengganti (Replacement cost technique)

Teknik ini mengestimasi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengganti kerugian hilangnya sumberdaya dengan substitusi yang lain.

d. Teknik fungsi produksi (Production function technique)

Sumber daya yang terkena dampak dari perubahan lingkungan

merupakan input pada produksi yang memanfaatkan lingkungan tersebut.

Misalnya pencemaran tanah, maka nilai panen komoditas pertanian dapat

digunakan sebagai estimasi nilai sumberdaya.

e. Teknik harga hedonik (Hedonic pricing technique)

Pada teknik ini hubungan antara harga pasar dari barang atau jasa

dengan faktor-faktor terkait sumberdaya digunakan untuk mengestimasi

(34)

f. Metode biaya pengobatan (Cost of illness)

Metode ini digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat

perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya

dihitung baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung

yaitu dengan mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakuan

penderita lain, seperti perawatan di rumah sakit, perawatan selama

penyembuhan, pelayanan kesehatan yang lain dan obat-obatan. Secara

tidak langsung yaitu mengukur nilai kehilangan produktivitas akibat

seseorang menderita sakit, melalui penggandaan upah oleh kehilangan

waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit

yang diderita dan biaya penderitaannya sendiri.

Syaukat (2008) menjelaskan empat prinsip penghitungan dalam penilaian

kerugian bencana. Keempat prinsip tersebut adalah :

1) Kerugian dihitung dari semua komponen masyarakat (all members of the

society) bukan kerugian individual perusahaan atau rumah tangga.

2) Nilai sebenarnya (true value) bagi masyarakat digambarkan dengan

menggunakan harga pasar (market prices).

3) Wilayah yang dinilai kerugian ekonominya memiliki batas-batas yang

jelas.

4) Kerugian dihitung menggunakan pendekatan dengan dan tanpa bencana

(35)

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai nilai ekonomi konflik manusia dan gajah

dilaksanakan selama 2 bulan mulai dari bulan Juli hingga Agustus 2009.

Pengambilan data lapangan dilaksanakan di Desa Lubuk Kembang Bunga,

Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan , Provinsi Riau.

[image:35.612.116.507.242.606.2]

Sumber : WWF Indonesia-Program Riau

Gambar 2 Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga.

3.2. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peta penyebaran dan

(36)

menulis, GPS, kamera, kalkulator dan program excel. Objek penelitian yaitu

masyarakat, gajah , Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu.

3.3. Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum Taman Nasional

Tesso Nilo, Desa Lubuk Kembang Bunga, Gajah sumatera di Taman Nasional

[image:36.612.105.504.236.714.2]

Tesso Nilo serta konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga .

Tabel 5 Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga

No. Jenis Data Metode

Pengumpulan Data

Informasi yang Dikumpulkan

A. Kondisi umum Taman Nasional Tesso Nilo

1. Sejarah kawasan Studi pustaka a. Sejarah penetapan Taman Nasional Tesso Nilo

2. Kondisi fisik Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) dan luas kawasan

b. Batas kawasan c. Aksesibilitas

d. Topografi (kelerengan) e. Tanah

f. Iklim g. Hidrologi

3. Kondisi biologi Studi pustaka a. Jenis flora dan fauna

4. Kondisi sosial ekonomi sekitar kawasan

Studi pustaka a. Aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan

b. Penggunaan lahan di dalam kawasan B. Kondisi umum Desa Lubuk Kembang Bunga

1. Kondisi fisik Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) dan luas wilayah

b. Batas wilayah c. Topografi d. Iklim 2. Kondisi sosial

ekonomi masyarakat

Studi pustaka a. Jumlah penduduk b. Tingkat pendidikan c. Mata pencaharian d. Tata guna lahan e. Pola usahatani C. Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo

1. Gajah sumatera Studi pustaka dan wawancara

a. Tinjauan umum mengenai Gajah sumatera (klasifikasi, status konservasi, distribusi, populasi, habitat dan perilaku)

b. Kondisi habitat

c. Penyebaran dan pergerakan di TNTN D. Konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga

1. Konflik manusia dan gajah

Studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapang

a. Kedatangan gajah liar di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 (waktu, lokasi dan karakteritik kelompok gajah (jumlah, struktur umur dan sex ratio))

(37)

Tabel 5 (Lanjutan)

No. Jenis Data Metode

Pengumpulan Data

Informasi yang Dikumpulkan

c. Kerusakan akibat konflik pada

manusia Tahun 2007 - 2008 (tanaman, bangunan dan fisik tubuh (korban jiwa/kecelakaan))

d. Upaya pencegahan (penjagaan, pengontrolan, patroli dan pembuatan penghalang)

e. Upaya penanggulangan (pengusiran, penggiringan dan penangkapan) f. Nilai ekonomi konflik manusia dan

gajah (pendapatan yang hilang , biaya berobat, biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian, biaya pengendalian konflik (pencegahan dan penanggulangan))

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara

dan pengamatan lapangan. Berikut dijelaskan mengenai metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian.

1) Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dan Desa Lubuk Kembang Bunga serta

tinjauan umum mengenai Gajah sumatera di TNTN. Studi pustaka juga digunakan

untuk mengumpulkan data mengenai masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga

yang terkena konflik Tahun 2007 - 2008 (sumber : WWF Indonesia-Program

Riau). Studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku laporan dari

pihak pengelola (Taman Nasional Tesso Nilo) dan institusi terkait (WWF

Indonesia-Program Riau), majalah, brosur dan dokumen terkait dengan judul

penelitian.

2) Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan panduan

wawancara (Lampiran 1). Responden yang diwawancarai adalah masyarakat

berkonflik Tahun 2007 - 2008 (14 KK) dan Tim Flying Squad.

3) Pengamatan Lapangan

Pengamatan lapangan dilakukan untuk pencocokan (verifikasi) jumlah

[image:37.612.122.504.98.292.2]
(38)

n

VKMG

=

Ka a=1

terutama dilakukan untuk menganalisis konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk

Kembang Bunga.

3.5. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan

metode kuantitatif.

1) Analisis Deskriftif

Analisis secara deskriftif digunakan untuk mengetahui kondisi sosial

ekonomi masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB), mengidentifikasi

kelompok gajah yang memasuki LKB serta mengidentifikasi jenis dan jumlah

kerusakan pada manusia akibat konflik manusia dan gajah. Unsur-unsur lain yang

dianalisis secara deskriftif, yaitu kondisi habitat gajah, populasi gajah, penyebaran

dan pergerakan gajah, pintu masuk gajah, lokasi kedatagan gajah dan upaya

pengendalian konflik.

2) Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai ekonomi konflik

manusia dan gajah. Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah dihitung dengan

menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat

(cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi

pertanian dan biaya pengendalian konflik (pencegahan dan penanggulangan).

Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah yaitu nilai kerugian langsung

(kerusakan fisik tubuh, kerusakan bangunan, kerusakan pertanian dan biaya

penanggulangan) dan tidak langsung (pendapatan yang hilang, biaya mengungsi

dan biaya pencegahan) pada manusia akibat konflik manusia dan gajah dalam

satuan rupiah.

Keterangan :

Vkmg : nilai konflik manusia dan gajah (Rp)

K : nilai kerugian konflik manusia dan gajah (Rp)

(39)

n

Vph

=

(Jhtk x Ph)i i=1

n

Vkft =

(Jhb x Bb)i i=1

Komponen kerugian konflik manusia dan gajah, yaitu :

1) Pendapatan yang hilang

Hilangnya pendapatan masyarakat karena konflik manusia dan gajah

dihitung berdasarkan Cost of Time. Cost of Time adalah kerugian yang ditanggung oleh seseorang karena hilangnya waktu untuk bekerja.

Kerugian masyarakat tidak masuk kerja pada saat terjadi konflik

atau pasca terjadinya konflik dihitung berdasarkan tingkat pendapatan

perhari.

Keterangan :

Vph : nilai pendapatan yang hilang (Rp)

Jhtk : jumlah hari tidak kerja

Ph : pendapatan per hari (Rp)

i : responden ke i

2) Kerusakan fisik tubuh

Kerusakan fisik tubuh akibat konflik dihitung berdasarkan biaya yang

dikeluarkan untuk berobat.

Keterangan :

Vkft : nilai kerusakan fisik tubuh (Rp)

Jhb : jumlah hari berobat

Bb : biaya berobat (Rp)

i : responden ke i

3) Kerusakan bangunan

Kerusakan bangunan diklasifikasikan berdasarkan kriteria kerusakan,

yaitu :

a. Rusak berat :

(40)

n

Vb

=

(Bpb)i i=1

n

Vm =

(Jhm

x B

m)i i=1

Tidak bisa berdiri tegak/roboh.

b. Rusak sedang :

Kehilangan 35 % - 60 % bagian bangunan.

c. Rusak ringan :

Kehilangan < 35 % bagian bangunan.

Kerusakan bangunan akibat konflik dihitung berdasarkan biaya yang

dikeluarkan untuk memperbaiki bangunan.

Keterangan :

Vb : nilai kerusakan bangunan (Rp)

Bpb : biaya perbaikan (Rp) i : responden ke i

4) Biaya Mengungsi

Biaya mengungsi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan selama

mengungsi.

Keterangan :

Vm : nilai biaya mengungsi (Rp)

Jhm : jumlah hari mengungsi

Bm : biaya mengungsi (Rp)

i : responden

5) Kerusakan pertanian

Kerusakan komoditas perkebunan (kelapa sawit dan karet ) dihitung

berdasarkan nilai hasil produksi yang hilang ditambah biaya produksi

yang dikeluarkan sampai umur tanaman terjadi kerusakan. Nilai ekonomi

kerusakan komoditas tanaman pangan dan buah-buahan dihitung

(41)

n

Vpt =

{(LkTQ) + (LkC)} i=1

n

Vc =

(B

c)i i=1

Komponen biaya produksi perkebunan, yaitu :

a. Biaya pengolahan tanah, yaitu biaya dalam mengupayakan terbentuknya

lahan siap tanam (imas, tumbang, pembakaran/spraying/cincang perun

dan pembersihan jalur).

b. Biaya pengadaan bibit.

c. Biaya penanaman (pancang, lubang dan tanam).

d. Biaya pemeliharaan (pemupukan dan penyemprotan) sampai umur

tanaman rusak.

Penghitungan nilai ekonomi kerusakan tanaman perkebunan

menggunakan persamaan :

Keterangan :

Vpt : nilai kerusakan pertanian (Rp)

Lk : luas kerusakan (ha)

Lk = jarak tanam x jumlah tanaman rusak

luas lahan

T : hasil panen perhektar (kg)

Q : harga jual (Rp/kg)

C : biaya tanaman per ha (Rp)

6) Biaya Pencegahan

Biaya pencegahan dihitung berdasarkan jumlah uang untuk mencegah

masuknya gajah ke lahan pertanian dan pemukiman. Komponen biaya

pencegahan yaitu biaya alat , biaya transportasi dan biaya tenaga kerja.

Keterangan :

Vc : nilai upaya pencegahan (Rp)

Bc : biaya pencegahan (Rp)

(42)

n

Vp =

(B

p)i

i=1 7) Biaya Penanggulangan

Biaya penanggulangan dihitung berdasarkan jumlah uang untuk

melakukan pengusiran. Komponen biaya penanggulangan yaitu biaya

alat, biaya trasportasi dan biaya tenaga kerja.

Keterangan :

Vp : nilai upaya penanggulangan (Rp)

Bp : biaya penanggulangan (Rp)

(43)

Gambar 3 Sistematika penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.

JENIS DATA Kondisi Umum TN. Tesso Nilo : - Sejarah kawasan

- Kondisi fisik - Kondisi biologi

- Kondisi sosial dan ekonomi sekitar kawasan

Kondisi Umum Desa Lubuk Kembang Bunga :

- Kondisi fisik - Kondisi sosial dan

ekonomi

- Pola penggunaan lahan

- Pola usahatani

Kondisi Umum Gajah Sumatera di TN. Tesso Nilo :

- Kondisi habitat - Populasi - Penyebaran - Pergerakan

Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga : - Lokasi dan waktu gangguan - Jenis dan jumlah kerusakan - Tingkat gangguan gajah - Upaya pengendalian

PENGUMPULAN DATA :

- Studi pustaka

- Wawancara terstruktur - Pengamatan lapangan

ANALISIS DATA :

Analisis Kuantitatif dan Analisis Deskriftif

(1) Pendapatan yang hilang (Cost of

Time) (2) Biaya berobat (Cost of Illnnes) (3) Biaya perbaikan bangunan (4) Biaya mengungsi (5) Biaya produksi pertanian (6) Biaya pencegahan dan penanggulangan

NILAI EKONOMI KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH (Elephas maximus sumatranus

[image:43.612.105.530.69.638.2]
(44)

KONDISI UMUM KAWASAN

4.1. Taman Nasional Tesso Nilo 4.1.1. Sejarah Kawasan

Hutan Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional Tanggal 19 Juli

2004 melalui Surat Keputusan No. 255/Menhut-II/2004. Taman Nasional Tesso

Nilo (TNTN) sebelumnya merupakan areal HPH PT. Inhutani IV (eks HPH PT.

Dwi Marta) yang telah dicabut ijinnya oleh Menteri Kehutanan sebagai persiapan

[image:44.612.143.469.256.637.2]

penunjukan Kawasan Konservasi Tesso Nilo.

Gambar 4 Kronologis penunjukan Taman Nasional Tesso Nilo.

4.1.2. Letak dan Luas

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berada di dua kabupaten, yaitu

Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Luas kawasan TNTN yaitu 38.576

hektar. TNTN terletak pada 0°08'8,6" LU - 0°21'15,2" LS dan 101°03'20,7" BT -

101°51'43,6" BT. Batas kawasan TNTN, yaitu :

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004 Tanggal 19 Juli 2004 memutuskan sebagian kawasan di HPT Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas ± 38.576 ha

menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.

Gubernur Riau melalui Surat No.522.2/EK/1006 Tanggal 30 April 2001 dan Surat No.522.51/EK/1678 Tanggal 31 Juli 2002 mengusulkan HP Tesso Nilo seluas 188.000 ha yang terletak di Kabupaten Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi sebagai kawasan konservasi gajah.

(45)

1) Bagian timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau dan PT. Inti

Indosawit Subur.

2) Bagian barat berbatasan dengan PT. Nanjak Makmur.

3) Bagian utara berbatasan dengan PT. RAPP, Desa. Lubuk Kembang

Bunga dan Desa Air Hitam.

4) Bagian selatan berbatasan dengan PT. Putri Lindung Bulan, PT. Rimba

Lazuardi dan PT. Peranap Indah (Gambar 5).

[image:45.612.128.508.207.432.2]

Sumber : WWF Indonesia-Program Riau

Gambar 5 Batas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.

4.1.3. Aksesibilitas

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dapat ditempuh dengan kendaraan

roda dua ataupun roda empat. Aksesibilitas untuk menuju kawasan TNTN, yaitu :

1) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui – Air Hitam – Lubuk

Kembang Bunga, ± 25,5 km.

2) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui – Bagan Limau, ± 15,9 km.

3) Jalan Raya Taluk Kuant

Gambar

Tabel 4  Penilaian kerugian bencana
Gambar 2  Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga.
Tabel 5   Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di  Desa Lubuk Kembang Bunga
Tabel 5  (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan demikian, mengingat urgensi dari budaya daerah jatilan, maka para pemuda yang masih tergolong remaja dan menjadi subjek untuk mempertahankan dan

Mengukur TTV dan memberikan pesan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas yaitu: uterus lembek/tidak berkontraksi, perdarahan pervaginam &gt;500 cc, sakit kepala

Alam memberikan segala yang manusia butuhkan dan manusia tinggal memetik hasilnya, sebagai timbale baliknya, manusia harus merawat alam, merawat lingkungan agar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan jenis penelitian deskriptif untuk mengetahui pengaruh penyuluhan perpajakan terhadap peningkatan

elektronik/internet pada tanggal 16 Desember 2011; Bahwa hal yang sama juga terjadi pada objek sengketa dalam perkara a quo sesuai dengan bukti yang diajukan

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam

Sebagai induk dari lembaga-lembaga bidang pertanian yang dinaunginya, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan ( BP4K ) dalam kurun waktu 6 tahuan telah