ANALISIS KEANEKARAGAMAN 23 GENOTIPE CABAI
(Capsicum
sp.) BERDASARKAN PENAMPAKAN
FENOTIPIK SERTA KETAHANANNYA TERHADAP
PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum
sp.)
NENI HARIATI
A34402042
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS KEANEKARAGAMAN 23 GENOTIPE CABAI
(Capsicum
sp.) BERDASARKAN PENAMPAKAN
FENOTIPIK SERTA KETAHANANNYA TERHADAP
PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum
sp.)
NENI HARIATI
A34402042
Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
NENI HARIATI. Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) Berdasarkan Penampakan Fenotipik serta Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.). (Di bimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan WIDODO).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola pengelompokan dan
keanekaragaman 23 genotipe cabai (Capsicum sp.) berdasarkan penampakan fenotipik serta ketahanannya terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.) isolat BRB 17.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2006 yang bertempat di
kebun pribadi Cibeureum dengan ketinggian ± 250 m dpl, Laboratorium Klinik
Tanaman Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman
Departemen Agronomi dan Hortikultura. Tanaman yang digunakan adalah 23
genotipe cabai yaitu IPB C-1, IPB C-2, IPB C-3, IPB C-4, IPB C-5, IPB C-7,
IPB C-8, IPB C-9, IPB C-10, IPB C-14, IPB C-15, IPB C-18, IPB C-19,
IPB C-28, IPB C-31, IPB C-34, IPB C-37, IPB C-64, IPB C-66, IPB C-67,
IPB C-68, IPB C-69 dan IPB C-70. Pengamatan dilakukan terhadap 41 karakter
meliputi karakter kuantitatif dan kualitatif. Keanekaragaman dianalisis dengan
menggunakan metode analisis komponen utama, analisis gerombol dan analisis
biplot. Ketahanan penyakit dianalisis dengan skoring persentase kejadian penyakit
dan analisis ragam diameter serangan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan analisis komponen utama, tiga komponen utama me njelaskan
44.22% dari keragaman total. Komponen I terdiri dari 14 peubah yaitu warna
buku batang, tipe pertumbuhan tanaman, tipe percabangan, bentuk daun, bulu
daun, panjang daun, posisi bunga, bentuk tepi kelopak, panjang buah, lebar buah,
bobot buah, panjang tangkai buah dan tebal daging buah. Komponen II terdiri dari
7 peubah yaitu tinggi batang utama, warna daun, calyx annular constriction,
antocyanin spots or stripes, fruit set, permukaan buah dan leher di pangkal buah. Komponen III hanya terdiri dari satu peubah saja yaitu warna
dan KU III terdapat 6 kelompok serta KU II dan KU III terdapat 7 kelompok.
Berdasarkan analisis gerombol maka didapat 5 gerombol dengan tingkat
kemiripan 80%. Gerombol I, II dan III terdiri dari dua genotipe yaitu IPB C-8 dan
IPB C-10 untuk gerombol I, genotipe IPB C-15 dan IPB C-34 untuk gerombol II
dan gerombol III yaitu genotipe IPB C-28 dan IPB C-37. Gerombol IV terdiri dari
16 genotipe yaitu IPB C-3, IPB C-19, IPB C-1, IPB C-66, IPB C-2, IPB C-70,
IPB C-68, IPB C-69, IPB C-9, IPB C-67, IPB C-64, IPB C-14, IPB C-31,
IPB C-7, IPB C-18 dan IPB C-5. Gerombol V hanya terdiri dari satu genotipe
yaitu IPB C-4.
Hasil analisis biplot menjelaskan bahwa gerombol 1 dicirikan dengan jelas
oleh warna buku batang dan bulu daun. Gerombol 3 dicirikan dengan panjang dan
bobot buah. Gerombol 4 dicirikan dengan panjang batang utama. Gerombol 5
dicirikan oleh warna semburat pada mahkota bunga dan warna tangkai sari.
Gerombol 2 tidak dicirikan secara jelas oleh peubah yang diamati.
Dua puluh tiga genotipe yang diuji menunjukkan sifat ketahanan yang
berbeda terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. isolat BRB 17. Semua genotipe yang diuji tergolong rentan dan sangat rentan
kecuali untuk genotipe IPB C-18, IPB C-66, IPB C-2 dan IPB C-15. Berdasarkan
persentase kejadian penyakit, genotipe IPB C-18 bersifat sangat tahan pada hari
ke 5, tahan pada hari ke 7 dan sangat rentan pada hari ke 12. Genotipe IPB C-66
bersifat tahan pada hari ke 5 dan ke 7 dan bersifat moderat pada hari ke 12.
Genotipe IPB C-2 dan IPB C-15 bersifat tahan pada hari ke 5 serta bersifat
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) Berdasarkan Penampakan Fenotipik serta Ketahanannya
terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.) Nama : Neni Hariati
NRP : A34402042
Program Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Muhamad Syukur, SP. MSi. Dr. Ir. Widodo, MS.
NIP : 132 258 034 NIP : 131 476 605
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr.
NIP : 130 422 698
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 30 Januari 1984.
Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak
Lasiman Suropawiro dan Ibu Eka Kartini.
Tahun 1996 Penulis lulus dari SDN Sudimampir I kemudian pada tahun
1999 penulis telah menyelesaikan studi di SLTPN 1 Padalarang. Selanjutnya
penulis lulus dari SMUN 2 Cimahi pada tahun 2002.
Penulis diterima di IPB pada tahun 2002 melalui jalur USMI di Program
Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis aktif berorganisasi di Himpunan
Mahasiswa Agronomi pada tahun 2003-2004 dan bergabung di Paguyuban
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) Berdasarkan Penampakan Fenotipik serta Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa
(Colletotrichum sp.)”. sebagai tugas akhir mahasiswa Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Bapak, Ibu, Mama, Teteh, Aa, Rayi dan seluruh keluarga besar Maksudi
atas doa, dorongan dan dukungannya
2. Muhamad Syukur, SP. MSi. dan Dr. Ir. Widodo, MS. selaku pembimbing
skripsi atas bimbingan dan arahan kepada penulis selama skripsi ini
disusun.
3. Dr. Ir. Yudiwanti W.E.K, MSi. selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan saran dan masukannya.
4. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr sebagai pembimbing akademik atas
bimbingan dan arahan selama penulis melaksanakan studi di IPB.
5. Seluruh dosen PMTTB khususnya dan Dosen AGH atas nasehat dan ilmu
yang bermanfaat.
6. Mbak Eca, Teh Mawi, Fifin dan Endah atas masukan dan sarannya.
7. Mukh. Nasrul Abadi untuk segala doa, perhatian, bantuan, dukungan dan
kasih sayangnya.
8. PF Cantique (Niuyh, Riku, Nana, Andrie, Melinda, Ieka, Chiput, Iera,
Deedee, Nura, Enchi, Devi, Vivi, Ufi dan Sofi) atas keceriaan, semangat
dan kebersamaan.
9. WIC crew (Cici, Emi, Atin, Eev, Endang), Maya, Iis, Anita, Wela, Ng2,
Yayu, dan teman-teman PMTTB untuk keceriaan dan kebersamaannya.
10.Aik, Ayu, Astie atas senyum dan persahabatannya.
11.Semua pihak yang telah membantu selama studi dan penelitian yang tidak
Penulis berharap hasil yang didapat dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukan.
Bogor, Januari 2007
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA ...3
Botani dan Budidaya Cabai. ...3
Antraknosa (Colletotrichum sp.) pada Cabai ...4
Pemuliaan Tanaman Cabai...7
BAHAN DAN METODE ...9
Waktu dan Tempat ...9
Bahan dan Alat ...9
Metode Penelitian ...9
Pelaksanaan Penelitian ...10
Percobaan di Lapangan ...10
Percobaan di Laboratorium ...11
Pengamatan ...12
Percobaan di Lapangan ...12
Percobaan di Laboratorium ...15
Analisis Data ...16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...18
Kondisi Umum . ...18
Karakter Morfolo gi Tanaman. ...19
Karakter Kuantitatif ...19
Karakter Kualitatif ...20
Hubungan Kekerabatan 23 Genotipe Cabai...25
Analisis Komponen Utama ...25
Analisis Gerombol ...28
Analisis Biplot ...30
Ketahanan Terhadap Penyakit Antraknosa ...31
Heritabilitas Sifat Ketahanan Penyakit ...36
Korelasi Berbagai Karakter terhadap Sifat Kerentanan ...37
KESIMPULAN DAN SARAN ...39
DAFTAR PUSTAKA ...41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kelas Ketahanan Berdasarkan Kejadian Penyakit . ...16
2.Deskripsi Statistika 23 Genotipe Cabai ...19
3.Deskripsi Bulu Batang, Tipe Percabangan, Bulu Daun, Leaf Density, Mandul Jantan, Pigmen Kelopak Bunga, Calyx Annual Constriction, Leher Pada Tangkai Buah dan Fruit Blossom End Appendage Pada 23 Genotipe Cabai ... 21
4.Deskripsi Warna Buku Batang, Warna Daun, Warna Mahkota Bunga, Warna Bercak Mahkota Bunga, Warna Kotak Sari, Warna Tangkai Sari, Warna Buah Pada Tahap Intermediet dan Warna Buah Matang 23 Genotipe Cabai ...22
5. Deskripsi Bentuk Batang, Bentuk Daun, Bentuk Mahkota Bunga, Bentuk Buah, Bentuk Pangkal Buah, Fruit Set at Blossom End, Permukaan Buah dan Kepadatan Buah 23 Genotipe Cabai ...23
6.Deskripsi Bentuk Tepi Kelopak, Stigma Exertion, Jumlah Bunga per Axil, Tipe Pertumbuhan dan Warna Bunga 23 Genotipe Cabai ... 24
7.Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 5 ...33
8.Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 7 ...34
9.Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 12 ...35
10.Nilai Komponen Ragam dan Heritabilitas Arti Luas pada Genotipe yang Diuji terhadap Sifat Ketahanan Penyakit ...36
11.Koefisien Korelasi Sifat Kerentana n dengan Peubah Kua litatif dan Kuantitatif yang Diamati ...37
Lampiran
1. Nilai Akar Ciri Komponen Utama Berdasarkan Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Cabai ...45
ANALISIS KEANEKARAGAMAN 23 GENOTIPE CABAI
(Capsicum
sp.) BERDASARKAN PENAMPAKAN
FENOTIPIK SERTA KETAHANANNYA TERHADAP
PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum
sp.)
NENI HARIATI
A34402042
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS KEANEKARAGAMAN 23 GENOTIPE CABAI
(Capsicum
sp.) BERDASARKAN PENAMPAKAN
FENOTIPIK SERTA KETAHANANNYA TERHADAP
PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum
sp.)
NENI HARIATI
A34402042
Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
NENI HARIATI. Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) Berdasarkan Penampakan Fenotipik serta Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.). (Di bimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan WIDODO).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola pengelompokan dan
keanekaragaman 23 genotipe cabai (Capsicum sp.) berdasarkan penampakan fenotipik serta ketahanannya terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.) isolat BRB 17.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober 2006 yang bertempat di
kebun pribadi Cibeureum dengan ketinggian ± 250 m dpl, Laboratorium Klinik
Tanaman Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman
Departemen Agronomi dan Hortikultura. Tanaman yang digunakan adalah 23
genotipe cabai yaitu IPB C-1, IPB C-2, IPB C-3, IPB C-4, IPB C-5, IPB C-7,
IPB C-8, IPB C-9, IPB C-10, IPB C-14, IPB C-15, IPB C-18, IPB C-19,
IPB C-28, IPB C-31, IPB C-34, IPB C-37, IPB C-64, IPB C-66, IPB C-67,
IPB C-68, IPB C-69 dan IPB C-70. Pengamatan dilakukan terhadap 41 karakter
meliputi karakter kuantitatif dan kualitatif. Keanekaragaman dianalisis dengan
menggunakan metode analisis komponen utama, analisis gerombol dan analisis
biplot. Ketahanan penyakit dianalisis dengan skoring persentase kejadian penyakit
dan analisis ragam diameter serangan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan analisis komponen utama, tiga komponen utama me njelaskan
44.22% dari keragaman total. Komponen I terdiri dari 14 peubah yaitu warna
buku batang, tipe pertumbuhan tanaman, tipe percabangan, bentuk daun, bulu
daun, panjang daun, posisi bunga, bentuk tepi kelopak, panjang buah, lebar buah,
bobot buah, panjang tangkai buah dan tebal daging buah. Komponen II terdiri dari
7 peubah yaitu tinggi batang utama, warna daun, calyx annular constriction,
antocyanin spots or stripes, fruit set, permukaan buah dan leher di pangkal buah. Komponen III hanya terdiri dari satu peubah saja yaitu warna
dan KU III terdapat 6 kelompok serta KU II dan KU III terdapat 7 kelompok.
Berdasarkan analisis gerombol maka didapat 5 gerombol dengan tingkat
kemiripan 80%. Gerombol I, II dan III terdiri dari dua genotipe yaitu IPB C-8 dan
IPB C-10 untuk gerombol I, genotipe IPB C-15 dan IPB C-34 untuk gerombol II
dan gerombol III yaitu genotipe IPB C-28 dan IPB C-37. Gerombol IV terdiri dari
16 genotipe yaitu IPB C-3, IPB C-19, IPB C-1, IPB C-66, IPB C-2, IPB C-70,
IPB C-68, IPB C-69, IPB C-9, IPB C-67, IPB C-64, IPB C-14, IPB C-31,
IPB C-7, IPB C-18 dan IPB C-5. Gerombol V hanya terdiri dari satu genotipe
yaitu IPB C-4.
Hasil analisis biplot menjelaskan bahwa gerombol 1 dicirikan dengan jelas
oleh warna buku batang dan bulu daun. Gerombol 3 dicirikan dengan panjang dan
bobot buah. Gerombol 4 dicirikan dengan panjang batang utama. Gerombol 5
dicirikan oleh warna semburat pada mahkota bunga dan warna tangkai sari.
Gerombol 2 tidak dicirikan secara jelas oleh peubah yang diamati.
Dua puluh tiga genotipe yang diuji menunjukkan sifat ketahanan yang
berbeda terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. isolat BRB 17. Semua genotipe yang diuji tergolong rentan dan sangat rentan
kecuali untuk genotipe IPB C-18, IPB C-66, IPB C-2 dan IPB C-15. Berdasarkan
persentase kejadian penyakit, genotipe IPB C-18 bersifat sangat tahan pada hari
ke 5, tahan pada hari ke 7 dan sangat rentan pada hari ke 12. Genotipe IPB C-66
bersifat tahan pada hari ke 5 dan ke 7 dan bersifat moderat pada hari ke 12.
Genotipe IPB C-2 dan IPB C-15 bersifat tahan pada hari ke 5 serta bersifat
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) Berdasarkan Penampakan Fenotipik serta Ketahanannya
terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.) Nama : Neni Hariati
NRP : A34402042
Program Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Muhamad Syukur, SP. MSi. Dr. Ir. Widodo, MS.
NIP : 132 258 034 NIP : 131 476 605
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr.
NIP : 130 422 698
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 30 Januari 1984.
Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak
Lasiman Suropawiro dan Ibu Eka Kartini.
Tahun 1996 Penulis lulus dari SDN Sudimampir I kemudian pada tahun
1999 penulis telah menyelesaikan studi di SLTPN 1 Padalarang. Selanjutnya
penulis lulus dari SMUN 2 Cimahi pada tahun 2002.
Penulis diterima di IPB pada tahun 2002 melalui jalur USMI di Program
Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis aktif berorganisasi di Himpunan
Mahasiswa Agronomi pada tahun 2003-2004 dan bergabung di Paguyuban
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) Berdasarkan Penampakan Fenotipik serta Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa
(Colletotrichum sp.)”. sebagai tugas akhir mahasiswa Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Bapak, Ibu, Mama, Teteh, Aa, Rayi dan seluruh keluarga besar Maksudi
atas doa, dorongan dan dukungannya
2. Muhamad Syukur, SP. MSi. dan Dr. Ir. Widodo, MS. selaku pembimbing
skripsi atas bimbingan dan arahan kepada penulis selama skripsi ini
disusun.
3. Dr. Ir. Yudiwanti W.E.K, MSi. selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan saran dan masukannya.
4. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr sebagai pembimbing akademik atas
bimbingan dan arahan selama penulis melaksanakan studi di IPB.
5. Seluruh dosen PMTTB khususnya dan Dosen AGH atas nasehat dan ilmu
yang bermanfaat.
6. Mbak Eca, Teh Mawi, Fifin dan Endah atas masukan dan sarannya.
7. Mukh. Nasrul Abadi untuk segala doa, perhatian, bantuan, dukungan dan
kasih sayangnya.
8. PF Cantique (Niuyh, Riku, Nana, Andrie, Melinda, Ieka, Chiput, Iera,
Deedee, Nura, Enchi, Devi, Vivi, Ufi dan Sofi) atas keceriaan, semangat
dan kebersamaan.
9. WIC crew (Cici, Emi, Atin, Eev, Endang), Maya, Iis, Anita, Wela, Ng2,
Yayu, dan teman-teman PMTTB untuk keceriaan dan kebersamaannya.
10.Aik, Ayu, Astie atas senyum dan persahabatannya.
11.Semua pihak yang telah membantu selama studi dan penelitian yang tidak
Penulis berharap hasil yang didapat dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukan.
Bogor, Januari 2007
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA ...3
Botani dan Budidaya Cabai. ...3
Antraknosa (Colletotrichum sp.) pada Cabai ...4
Pemuliaan Tanaman Cabai...7
BAHAN DAN METODE ...9
Waktu dan Tempat ...9
Bahan dan Alat ...9
Metode Penelitian ...9
Pelaksanaan Penelitian ...10
Percobaan di Lapangan ...10
Percobaan di Laboratorium ...11
Pengamatan ...12
Percobaan di Lapangan ...12
Percobaan di Laboratorium ...15
Analisis Data ...16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...18
Kondisi Umum . ...18
Karakter Morfolo gi Tanaman. ...19
Karakter Kuantitatif ...19
Karakter Kualitatif ...20
Hubungan Kekerabatan 23 Genotipe Cabai...25
Analisis Komponen Utama ...25
Analisis Gerombol ...28
Analisis Biplot ...30
Ketahanan Terhadap Penyakit Antraknosa ...31
Heritabilitas Sifat Ketahanan Penyakit ...36
Korelasi Berbagai Karakter terhadap Sifat Kerentanan ...37
KESIMPULAN DAN SARAN ...39
DAFTAR PUSTAKA ...41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kelas Ketahanan Berdasarkan Kejadian Penyakit . ...16
2.Deskripsi Statistika 23 Genotipe Cabai ...19
3.Deskripsi Bulu Batang, Tipe Percabangan, Bulu Daun, Leaf Density, Mandul Jantan, Pigmen Kelopak Bunga, Calyx Annual Constriction, Leher Pada Tangkai Buah dan Fruit Blossom End Appendage Pada 23 Genotipe Cabai ... 21
4.Deskripsi Warna Buku Batang, Warna Daun, Warna Mahkota Bunga, Warna Bercak Mahkota Bunga, Warna Kotak Sari, Warna Tangkai Sari, Warna Buah Pada Tahap Intermediet dan Warna Buah Matang 23 Genotipe Cabai ...22
5. Deskripsi Bentuk Batang, Bentuk Daun, Bentuk Mahkota Bunga, Bentuk Buah, Bentuk Pangkal Buah, Fruit Set at Blossom End, Permukaan Buah dan Kepadatan Buah 23 Genotipe Cabai ...23
6.Deskripsi Bentuk Tepi Kelopak, Stigma Exertion, Jumlah Bunga per Axil, Tipe Pertumbuhan dan Warna Bunga 23 Genotipe Cabai ... 24
7.Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 5 ...33
8.Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 7 ...34
9.Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 12 ...35
10.Nilai Komponen Ragam dan Heritabilitas Arti Luas pada Genotipe yang Diuji terhadap Sifat Ketahanan Penyakit ...36
11.Koefisien Korelasi Sifat Kerentana n dengan Peubah Kua litatif dan Kuantitatif yang Diamati ...37
Lampiran
1. Nilai Akar Ciri Komponen Utama Berdasarkan Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Cabai ...45
3. Metode Aglomeratif Berdasarkan Analisis Gerombol Berdasarkan
Teknik Hierarki 23 Genotipe Cabai ...47
4. Rataan Panjang Batang, Diameter Batang, Panjang Daun dan Lebar Daun 23 Genotipe Cabai ...48
5. Rataan Panjang Buah, Diameter Bua h, Bobot Buah, Panjang Tangkai Buah dan Tebal Daging Buah 23 Genotipe Cabai ...49
6. Nilai Rataan Peubah Untuk Setiap Gerombol ...50
7. Matrix Proximity Berdasarkan Jarak Euclid 23 Genotipe Cabai ...51
8. Nama dan Asal 23 Genotipe Cabai ...52
9. Sidik Ragam Karakter Diameter Serangan Pada Hari ke 5 ...53
10.Sidik Ragam Karakter Diameter Serangan Pada Hari ke 7 ...53
11.Sidik Ragam Karakter Diameter Serangan Pada Hari ke 12 ...53
12.Sidik Ragam Karakter Kejadian Penyakit Pada Hari ke 5...53
13.Sidik Ragam Karakter Kejadian Penyakit Pada Hari ke 7...53
14.Sidik Ragam Karakter Kejadian Penyakit Pada Hari ke 12...53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halama n
Teks
1. Konidia Beberapa Spesies Colletotrichum. ...4
2. Siklus Penyakit Antraknosa yang Disebabkan Oleh Colletotrichum sp. ...5
3. Gejala Serangan Antraknosa pada Beberapa Bagian Tanaman ...6
4. Tipe Pertumbuhan Tanaman ...12
5. Bentuk Daun ...12
6. Posisi Bunga ...13
7. Bentuk Tepi Kelopak ...13
8. Calyx Annular Contriction...13
9. Bentuk Buah...14
10.Bentuk Pangkal Buah...15
11.Leher Di Pangkal Buah ...15
12.Fruit Blossom End Appendage ...15
13.Gejala Serangan Trips ...18
14.Gejala Serangan Layu Bakteri ...18
15.Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Berdasarkan KU I dan KU II ...26
16.Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Berdasarkan KU I dan KU III...27
17.Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Berdasarkan KU II dan KU III ...27
18.Dendrogram Hasil Analisis Gerombol 23 Genotipe Cabai (Capsicum sp.) ...29
19.Hasil Analisis Biplot Gerombol 23 Genotipe Cabai ...30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu sayuran penting yang identik dengan aroma
dan rasanya yang pedas. Beberapa varietas cabai mempunyai keunikan dalam
bentuk dan warna yang dapat digunakan sebagai tanaman hias. Disamping
kontribusi aroma dan rasanya, cabai merupakan sumber pro-vitamin A dan
vitamin C. Cabai juga digunakan sebagai obat terutama di Afrika dan penduduk
asli Amerika Latin.
Kebutuhan cabai di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Data statistik menunjukan bahwa kebutuhan cabai dalam negeri pada tahun 2003
sebesar 176.264 ton dan meningkat menjadi 194.588 ton pada tahun 2004 (Badan
Pusat Statistik, 2006). Menurut Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2001)
produktivitas cabai merah di Indonesia termasuk rendah, yaitu 4.2 ton/ha.
Nawangsih et al. (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor penghalang keberhasilan budidaya cabai pada umumnya ialah adanya gangguan hama dan
penyakit.
Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang cabai di
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan (Colletotrichum sp.) yang distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif tinggi (AVRDC 1988). Penyakit
antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman
cabai berbuah, dan merupakan masalah utama pada buah masak, serta berakibat
serius terhadap penurunan hasil dan penyebaran penyakit. Berdasarkan laporan
Balai Penelitian Hortikultura Lembang (1993), kehilangan hasil pada pertanaman
cabai akibat serangan antraknosa dapat mencapai 50-100% pada saat musim
hujan. Pengendalian penyakit yang umum dilakukan petani adalah dengan
aplikasi pestisida. Ashari (1995) menyatakan bahwa penggunaan pestisida yang
berlebihan dapat menimbulkan banyak dampak negatif antara lain meningkatkan
biaya produksi, resistensi patogen terhadap pestisida, residu pestisida dan
kematian musuh alami. Oleh karena itu, penggunaan varietas unggul yang tahan
Untuk mendapatkan varietas cabai yang unggul dan tahan tersebut
diperlukan serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman. Langkah awal yang harus
dilakukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah pembentukan populasi dasar
dengan keragaman yang tinggi (Poespodarsono, 1988). Genotipe-genotipe yang
telah dikoleksi kemudian dikarakterisasi dan dilakukan studi keanekaragaman
serta evaluasi hubungan kekerabatan antar genotipe tersebut untuk memudahkan
dalam kegiatan peningkatan keragaman genetik. Menurut Mangoendidjojo (2003)
persilangan antar genotipe yang berkerabat jauh (dalam satu spesies) akan
menghasilkan keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan
genotipe-genotipe yang berkerabat dekat.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola pengelompokan dan
keanekaragaman 23 genotipe cabai (Capsicum sp.) berdasarkan penampakan fenotipik serta ketahanannya terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.) isolat BRB 17.
Hipotesis
Terdapat genotipe yang tahan terhadap penyakit antraknosa
(Colletotrichum sp.) isolat BRB 17.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Budidaya Cabai
Cabai (Capsicum sp.) termasuk famili Solanaceae. Genus capsicum ini terdiri atas sekurang-kurangnya 25 spesies liar dan 5 spesies domestifikasi.
Spesies domestifikasi yang dikenal yaitu C. annuum, C. baccatum, C. chinense, C. fructescens dan C. pubescens (Bosland dan Votaya, 2000). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) cabai merupakan tanaman herba dimana sebagian besar
menjadi berkayu pada pangkal batangnya dan beberapa jenis menjadi lir-semak.
Cabai adalah tanaman tahunan tropika yang biasanya ditanam sebagai tanaman
setahun. Pada umumnya tanaman tumbuh tegak, sangat bercabang dan tinggi
0.5-1.5 m. Akar tunggang kuat dan dalam dengan perakaran pada umumnya
berkembang sempurna. Daun yang relatif halus dengan bulu jarang adalah daun
tunggal dan tipis, dengan ukuran yang bervariasi, dengan helaian daun lanset dan
bulat telur lebar.
Bunga dan buah umumnya bersifat tunggal pada setiap buku. Warna
mahkota bervariasi dari putih hingga putih kehijauan dan putih keunguan hingga
ungu. Warna kepala sari adalah biru, ungu dan kuning sedangkan warna biji
kuning muda, coklat atau hitam. Bunga tunggal atau soliter berwarna putih
tumbuh pada percabangan di bawah ketiak daun serta merupakan bunga sempurna
(hermaprodite), dan merupakan tanaman menyerbuk sendiri walau demikian cabai
memiliki persentase penyerbukan silang di lapang berkisar 7.6 – 36.8% dengan
rata-rata 16.5% (Greenleaf, 1986). Persilangan sering terjadi pada bunga yang
memiliki tangkai putik yang panjang dan kepala putik lebih tinggi daripada
benang sari.
Cabai dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi,
daerah tropik maupun subtropik. Menurut Sumarni (1996), suhu yang umum
untuk pertumbuhan dan pembungaan tanaman cabai adalah 21-27ºC. Suhu untuk
pembentukan buah maksimum berada pada kisaran 15.5-21ºC. Suhu yang tinggi
di siang hari (23ºC) menyebabkan tanaman layu dan bunga gugur, selain itu
viabilitas serbuk sari akan berkurang pada suhu di atas 30ºC (Poulos, 1994). Suhu
aphids. Selain itu cabai memerlukan kelembaban relatif 80% dan sirkulasi udara
yang lancar untuk pertumbuhannya (Prajnanta, 2002). Menurut sumarni (1996)
curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai sekitar 600-1250 mm
per tahun.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) tanah yang cocok untuk
pertanaman cabai adalah tanah yang berdrainase baik, karena tanaman sangat
peka terhadap genangan. Tanaman yang tergenang cenderung mengalami
kerontokan daun dan terserang penyakit akar. Cabai tanggap terhadap
pemupukan. Pupuk nitrogen tambahan diberikan sebelum tanam dan diberikan
lagi sebelum pembungaan pertama. Keasaman (pH) tanah yang paling sesuai
berkisar antara 6.5 dan 7.0.
Antraknosa (Colletotrichum sp.) pada Cabai
Terdapat lima patogen yang menyebabkan penyakit antraknosa, yaitu
Colletotrichum piperatum, C. capsici (Syd and Bisb), C. gloeosporioides (Penz) Sacc., C. acutatum Simm dan C. coccodes (Wailr.) Huges (Chupp dan Sherf, 1960). Menurut Agrios (1997) cendawan ini termasuk ke dalam divisi
Amastigomycotina, sub divisi Deuteromycotyna, Kelas Coelomycetes, ordo
Melanconiales, famili Melanconiaceae dan genus Colletotrichum. Bentuk konidia
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Konidia Beberapa Spesies Colletotrichum. A. Konidia
Patogen ini menyerang buah cabai baik yang masih hijau maupun yang
telah masak, kadang-kadang juga dapat menginfeksi batang dan daun tanaman.
Penyakit antraknosa menimbulkan gejala busuk buah yang dicirikan oleh adanya
bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, yang selanjutnya meluas menjadi
busuk lunak, pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang
terdiri dari sekelompok seta dan konidium jamur. Pada serangan yang berat dapat
menyebabkan buah mengering dan keriput sehingga buah yang seharusnya
berwarna merah menjadi seperti jerami (Semangun, 2000). Cendawan tersebut
bereproduksi dengan membentuk massa konidia dalam aservulus (Gambar 2).
Gambar 2. Siklus Penyakit Antraknosa yang Disebabkan Oleh Colletotrichum sp. (Modifikasi Agrios, 1997)
Serangan yang terjadi pada biji akan menyebabkan kegagalan biji untuk
lanjut dapat menyebabkan busuk kering pada batang (Suryaningsih et al., 1996). Gejala serangan antraknosa pada buah, daun dan batang dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Gejala Serangan Antraknosa pada Beberapa Bagian Tanaman.1. Daun; 2. Buah Matang; 3. Buah Hijau; 4. Batang
Suryaningsih et al. (1996) menyatakan bahwa cendawan penyebab antraknosa dapat bertahan baik pada biji, sisa-sisa tanaman yang terinfeksi
maupun pada inang lain. Di pertanaman, konidia dapat disebarkan oleh angin, air
hujan atau terbawa pada alat pertanian. Spora akan cepat berkecambah apabila
menemukan inang dan gejala serangan akan tampak lima hari setelah terjadinya
infeksi. Kelembaban relatif udara 95% yaitu pada saat cuaca berkabut dan
berembun dengan suhu udara rata-rata 32ºC akan sangat membantu inisiasi infeksi
dan perkembangan penyakit selanjutnya. Cendawan ini menyerang buah cabai
baik yang masih hijau maupun yang telah masak. Suhu, kelembaban relatif, dan
curah hujan yang tinggi pada saat terjadinya proses pemasakan buah akan
memacu infeksi dan sering menyebabkan epidemik yang merusak (Agrios, 1997).
Menurut Semangun (2000) ketahanan terhadap penyakit dapat
dikelompokkan ke dalam ketahanan struktural dan fungsional. Ketahanan
struktural adalah ketahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh struktur
tanaman itu sendiri yang menyebabkan patogen tidak menyukai atau tidak
mampu menyerang tanaman tersebut seperti tebal dan kerasnya lapisan epidermis,
adanya lignin pada dinding sel, adanya duri-duri halus pada permukaan organ 1
3 4
vegetatif atau adanya lapisan lilin pada permukaan buah. Ketahanan fungsional
adalah ketahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh adanya reaksi biokimia
tanaman sehingga perkembangan patogen dapat terhambat. Tanaman inang
mempunyai sistem fungsional yang memproduksi senyawa antimikrobal
fitoalexin (capsaicin) yang bersifat racun dan dapat menghambat perkembangan
patogen. Mekanisme ketahanan tanaman cabai diduga berasal dari adanya reaksi
hipersensitif, detoksifikasi patogen, ketahanan secara terus menerus dari substansi
pertumbuhan serta enzim dan toleransi tanaman (Agrios, 1997).
Ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa bersifat kuantitatif dan
dikendalikan secara poligenik, serta diketahui sekurang-kurangnya dikendalikan
oleh tujuh gen (Sanjaya, Herison, dan Suryotomo, 2001). Faktor lingkungan
sangat berperan terhadap tingkat ketahanan tanaman di lapang karena sifat
ketahanan ini bersifat poligenik. Selain itu seleksi secara konvensional
memerlukan populasi yang sangat besar.
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat
tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi di alam.
Menurut Poehlman (1979) pemuliaan tanaman dapat diartikan sebagai seni dan
ilmu dalam mengubah dan meningkatkan sifat mewaris pada tanaman. Tahapan
awal dalam pemuliaan tanaman adalah evaluasi plasma nutfah yang ditujukan
pada perbaikan kualitas dan daya hasil dengan mengkoleksi keragaman dari
tanaman itu sendiri.
Pemuliaan cabai diarahkan dalam pembentukan hasil produksi yang tinggi
juga banyak ditujukan agar tahan terhadap penyakit seperti antraknosa
(Colletotrichum sp.), potato mosaic virus (PMV), cucumber mosaic virus (CMV) dan lain- lain. Menurut Allard (1960) dasar dari pembentukan varietas yang tahan
penyakit adalah pengetahuan tentang kemampuan patogen organisme parasitnya
dan perbedaan spesies yang tahan pada infeksi penyakit. Intensitas suatu penyakit
merupakan hasil interaksi dari virulensi patogen dengan derajat kerentanan
tumbuhan inang yang ditentukan oleh banyak faktor yang mengadakan interaksi
dilakukan dengan evaluasi berbagai plasma nutfah cabai dan seleksi genotipe
yang memiliki gen ketahanan terhadap penyakit antraknosa.
Persilangan merupakan salah satu kegiatan pemuliaan tanaman dimana
persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya diharapkan
menghasilkan kombinasi genetik yang diinginkan. Poespodarsono (1988)
menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan persilangan
maka perlu adanya pemilihan tetua sesuai dengan sifat yang akan dimuliakan.
Tetua yang digunakan dapat berasal dari varietas lokal, varietas introduksi
maupun varietas hasil pemuliaan sebelumnya.
Evaluasi hubungan kekerabatan antar genotipe perlu dilakukan untuk
mempermudah melakukan persilangan antar genotipe. Evaluasi tersebut dapat
dilakukan melalui studi keragaman tanaman yang akan dimuliakan. Studi
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2006.
Bertempat di kebun pribadi Cibeureum dengan ketinggian ± 250 m dpl,
Laboratorium Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium
Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 23 genotipe cabai
(IPB C-1, IPB C-2, IPB C-3, IPB C-4, IPB C-5, IPB C-7, IPB C-8, IPB C-9, IPB
IPB C-10, IPB C-14, IPB C-15, IPB C-18, IPB C-19, IPB C-28, IPB C-31, IPB
IPB C-34, IPB C-37, IPB C-64, IPB C-66, IPB C-67, IPB C-68, IPB C-69 dan
IPB C-70) dengan keterangan genotipe pada Lampiran 8, sarana produksi untuk
budidaya cabai, inokulum dari biakan murni cendawan Colletrotichum sp. (isolat BRB 17), PDA (Potato Dextrose Agar), alkohol, air steril dan tissue.
Alat yang digunakan adalah alat budidaya cabai pada umumnya, meteran,
jangka sorong, laminar air flow, gelas L, gelas kimia, haemocytometer, jarum suntik (syringe) ukuran 22, kain saring, mikroskop elektrik, timbangan elektrik OHAUS dan bak plastik.
Metode Penelitian
1. Analisis Keanekaragaman 23 genotipe cabai
Percobaan ini menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Peubah
kualitatif dideskripsikan dengan skoring dan peubah kuantitatif dengan
menghitung rata-rata dari setiap peubah.
2. Evaluasi ketahanan terhadap penyakit antraknosa
Percobaan ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak faktor tunggal yaitu 23 genotipe cabai
terdiri dari 3 ulangan. Rancangan ini dapat ditulis dengan model matematika
Yij = µ + ai + ßj + eij
Keterangan:
i = 1,2,3; j = 1,2,3,…,23.
Yij = Nilai pengamatan pengaruh faktor ulangan ke- i, genotipe ke-j.
µ = Rataan umum.
ai = Nilai tambah pengaruh faktor ulangan ke- i.
ßj = Nilai tambah faktor genotipe ke-j.
eijk = Galat percobaan.
Buah yang diuji adalah buah dari 23 genotipe hasil panen di lapangan
masing- masing sebanyak 3 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari ± 20
buah cabai yang masih hijau dan telah mencapai ukuran maksimum.
Pelaksanaan Penelitian Percobaan di Lapangan
Persemaian dan Penanaman
Sebelum dilakukan persemaian, benih direndam dengan air hangat selama
± 24 jam kemudian dikecambahkan pada tissue lembab dalam plastik dan diinkubasi pada suhu 30 ºC. Setelah berkecambah (± 14 hari) kemudian ditanam
pada media steril sampai bibit memiliki 4 helai daun sempurna (± 4 minggu) lalu
ditanam di lapang.
Setelah lahan disiapkan sesuai rancangan penelitian, satu minggu sebelum
penanaman dibuat lubang tanam dengan jarak 50 cm x 50 cm dengan kedalaman
± 30 cm dan jarak antar bedeng 50 cm. Bedengan kemudian ditutup dengan mulsa
plastik hitam perak dan dibuat lubang yang disesuaikan dengan jarak tanam.
Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang dosis 40 ton/ha.
Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah diberi furadan 3G untuk
mencegah lalat bibit dan hama tanah lainnya kemudian diberi ajir bambu untuk
mencegah tanaman rebah.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman,
pewiwilan, penyiangan serta pengendalian ha ma dan penyakit.
gandasil D 2 g/L dilakukan seminggu sekali. Pupuk diaplikasikan dalam bentuk
cair dengan dosis 250 ml per tanaman. Pewiwilan cabang air bertujuan untuk
mengatur pertumbuhan dan distribusi fotosintat sehingga pertumbuhan generatif
tidak terhambat. Penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali disekitar tanaman
dan antar bedeng. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan seminggu sekali
menggunakan insektisida Curacron (2 cc/L) dan fungisida Dithane M-45, Benlate
dan Antracol (2 g/L).
Percobaan di Laboratorium Pra inokulasi
Pembuatan isolat dilakukan dengan menyiapkan potongan dari konidia
(biakan murni) kemudian dibiakan pada media PDA dalam cawan petri kemudian
disimpan pada suhu 28 ºC dengan intensitas cahaya 12 jam/hari selama 5-7 hari.
Konidia dipanen dengan memasukkan air sebanyak 20 ml ke dalam cawan
kemudian permukaan isolat digosok perlahan dengan menggunakan gelas L.
Suspensi konidia tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring
dan dihitung kerapatannya dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop elektrik. Suspensi tersebut kemudian diencerkan sampai 5x105 /ml.
Buah cabai yang akan digunakan untuk diinokulasi adalah cabai yang
sehat kemudian dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan.
Inokulasi
Metode inokulasi yang digunakan adalah metode suntik. Inokulasi
dilakukan dengan menyuntikkan inokulum cendawan Colletrotichum sp. berupa suspensi konidia ke permukaan buah cabai. Buah cabai yang telah diinokulasi
disimpan di atas anyaman kawat di dalam bak plastik yang sebelumnya sudah
disterilisasi dan dialasi dengan tissue basah kemudian dibungkus dengan plastik untuk menjaga kelembaban dalam bak plastik kemudian ditutup dengan plastik
Pengamatan Percobaan di Lapangan
Peubah yang diamati merujuk pada IPGRI Chili Descriptor, meliputi: 1. A2 = Warna batang diamati pada bibit sebelum ditransplanring,
2. A3 = Warna buku batang, diamati setelah panen pertama,
3. A4 = Bentuk batang diamati setelah panen pertama,
4. A5 = Bulu batang, diamati setelah panen pertama
5. A7 = Tipe pertumbuhan tanaman, diamati pada waktu 50% tanaman
berbuah,
Gambar 4. Tipe Pertumbuhan Tanaman
6. A9 = Tinggi batang utama (cm), diukur setelah panen pertama,
7. A10 = Diameter batang (cm), diukur di tengah batang utama setelah
panen pertama,
8. A11 = Tipe percabangan,
9. A13 = Leaf density, diamati setelah panen pertama, 10.A14 = Warna daun,
11.A15 = Bentuk daun,
Gambar 5. Bentuk Daun
Menyebar
Tegak Agak tegak
12.A17 = Bulu daun,
13.A18 = Panjang daun, diamati pada daun dewasa,
14.A19 = Lebar daun, diamati pada daun dewasa,
15.B2 = Jumlah bunga per axil
16.B3 = Posisi bunga, diamati pada saat anthesis,
Gambar 6. Posisi Bunga
17.B4 = Warna mahkota bunga,
18.B5 = Warna semburat pada mahkota bunga,
19.B6 = Bentuk mahkota bunga,
20.B8 = Warna kotak sari, diamati setelah bunga mekar tapi belum
terjadi anthesis,
21.B10 = Warna tangkai sari, diamati setelah anthesis,
22.B12 = Stigma exsertion, 23.B13 = Mandul jantan,
24.B14 = Pigmen kelopak bunga,
25.B15 = Bentuk tepi kelopak,
Gambar 7. Bentuk Tepi Kelopak
26.B16 = Calyx annular constriction,
Gambar 8. Calyx Annular Constriction Tidak tegak Semi tegak Tegak
Rata Agak bergerigi bergerigi
27.C2 = Antocyanin spots or stripes, 28.C3 = Warna buah tahap intermediet,
29.C4 = Fruit set, diamati sebelum panen, 30.C6 = Warna buah matang
31.C7 = Bentuk buah,
Gambar 9. Bentuk Buah
32.C8 = Panjang buah (cm), rataan dari 2 ulangan masing- masing 10
buah masak,
33.C9 = Lebar buah (cm), diukur dari bagian pangkal, tengah dan ujung
terdiri dari 2 ulangan masing- masing 10 buah masak,
34.C10 = Bobot buah (g), rataan dari 2 ulangan masing- masing 10 buah
masak,
35.C11 = Panjang tangkai buah (cm), rataan dari 2 ulangan masing-
masing 10 buah masak,
36.C12 = Tebal daging buah (cm), rataan dari 2 ulangan masing- masing
10 buah masak,
37.C13 = Bentuk pangkal buah,
elongate
Almost round
triangular
Gambar 10. Bentuk Pangkal Buah
38.C14 = Leher di pangkal buah,
Gambar 11. Leher di Pangkal Buah
39.C15 = Bentuk ujung buah,
40.C16 = Fruit blossom end appendage,
Gambar 12. Fruit Blossom End Appendage
41.C19 = Permukaan buah.
Setiap karakter kualitatif diukur berdasarkan skor masing- masing.
Percobaan di Laboratorium
Pengamatan meliputi:
1. Kejadian Penyakit (KP), dihitung berdasarkan persentase buah yang
terkena serangan. Identifikasi buah yang terserang dengan melihat ada
bercak atau tidak pada 5, 7 dan 12 hari setelah inokulasi, dengan
persamaan:
KP = n / N x 100%
Keterangan:
KP : Kejadian penyakit
n : Buah terserang
N : Jumlah buah total
1 0
Buah dianggap terserang jika diameter bercak = 4 mm. Persentase yang
dihasilkan setiap genotipe yang diuji kemudian ditentukan kelas ketahanannya
berdasarkan Park (2005) yang dimodifikasi (Tabel 1) sebagai berikut:
Tabel 1. Kelas ketahanan Berdasarkan Kejadian Penyakit
Persentase Skor Kelas Ketahanan
0 = KP = 10
2. Diameter bercak (DB), ditentukan dengan cara menghitung diameter
bercak pada pangkal dan ujung buah yang terserang setelah diinokulasi.
Analisis Data
Metode yang digunakan untuk analisis data keanekaragaman adalah
Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis atau PCA). Dendrogram berdasarkan Analisis Gerombol untuk mengetahui pola
pengelompokan dan keanekaragaman antar genotipe menggunakan software SPSS versi 11.5 serta Analisis Biplot dengan menggunakan software SAS versi 6.12.
Metode yang digunakan untuk uji ketahanan adalah Analisis Korelasi dan
Analisis Sidik Ragam pada taraf nyata 5 %, bila terdapat beda nyata antar
perlakuan, akan diuji dengan uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf nyata
Pendugaan heritabilitas arti luas (h2bs) untuk ketahanan berdasarkan persamaan :
h2bs = (s2g/ s2p) x 100 %
s2g = (KTg-KTe)/r
s2p = (s2g +s2e)
s2e = KTe/r
keterangan : KTg = kuadrat tengah genotipe
KTe = kuadrat tengah galat
r = ulangan
Pengelompokan nilai h2bs (Stansfield, 1983)
h2bs rendah = h2bs < 0.2
h2bs sedang = 0.2 = h2bs < 0.5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2006, bertempat
di kebun pribadi Cibeureum. Menurut Sumarni (1996) waktu pertanaman cabai
merah yang tepat untuk lahan beririgasi teknis adalah pada musim hujan
(Maret-April) atau pada awal musim hujan (Mei-Juni). Pada persemaian dilakukan di
dalam ruangan karena bibit tidak tahan terhadap intensitas cahaya matahari yang
tinggi. Pertanaman di lapang dikelilingi oleh dinding sehingga untuk serangan
hama sedikit yaitu serangan trips (Gambar 13) pada beberapa genotipe dan
serangga pemakan daun. Pertanaman cabai juga tidak terlepas dari serangan
penyakit. Penyakit yang menyerang adalah layu bakteri yang disebabkan oleh
Pseudomonas solanacearum (Gambar 14) dan layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Untuk pengendalian hama dan penyakit tersebut, dilakukan penyemprotan pestisida setiap minggunya. Pemberian mulsa dapat
mengendalikan gulma di lapang sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap
pertanaman cabai.
Karakter Morfologi Tanaman Karakter Kuantitatif
Pada penelitian ini, karakter kuantitatif yang diamati pada pertumbuhan
vegetatif tanaman adalah tinggi dikotomus, diameter batang serta panjang dan
lebar daun. Tinggi dikotomus tanaman cabai berkisar antara 13.50-31.00 cm
dengan tinggi dikotomus tertinggi dimiliki oleh genotipe IPB C-64 dan terendah
dimiliki oleh IPB C-28 sedangkan untuk rataan tinggi batang utama seluruh
genotipe yang diuji adalah 23.94 cm. Untuk diameter batang berkisar antara
0.80-1.60 cm dimana genotipe IPB C-14 memiliki diameter batang terbesar
sedangkan IPB C-2 dan IPB C-8 memiliki diameter batang terendah. Nilai rataan
untuk diameter batang pada genotipe yang diuji adalah 1.15 cm.
Panjang daun tanaman terendah adalah 5.92 cm dimiliki oleh genotipe
IPB C-10 dan tertinggi 10.81 cm dimiliki oleh genotipe IPB C-5. Nilai rataan
panjang daun pada genotipe yang diuji adalah 8.59 cm. Genotipe yang memiliki
lebar daun terbesar adalah IPB C-67 sebesar 5.32 cm dan terkecil adalah IPB C-70
sebesar 2.54 cm. Untuk rataan lebar daun pada genotipe yang diuji sebesar
3.62 cm. Deskripsi statistik karakter kuantitatif 23 genotipe cabai yang diuji
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Statistika 23 Genotipe Cabai
Peubah Minimum Maksimum Rata-rata
Tinggi dikotomus (cm)
Diameter batang (cm)
Panjang daun (cm)
Panjang tangkai buah (cm)
Karakter kuantitatif yang diamati pada pertumbuhan generatif yaitu bobot,
panjang dan diameter buah, tebal daging serta panjang tangkai buah. Untuk
ukuran bobot, panjang dan diameter buah terkecil dengan nilai berturut-turut
0.91 g, 2.62 cm dan 0.59 cm dimiliki oleh genotipe IPB C-10, sedangkan bobot
dan diameter buah terbesar dimiliki oleh genotipe IPB C-28 dengan nilai 13.24 g
untuk bobot dan 1.43 cm untuk diameter buah. Panjang buah terbesar dimiliki
oleh genotipe IPB C-37 dengan nilai 16.07 cm. Rataan dari bobot buah, panjang
buah dan diameter buah berturut-turut adalah 5.32 g, 9.45 cm dan 0.98 cm.
Genotipe IPB C-19 dan IPB C-28 memiliki tebal daging buah terbesar
yaitu 0.20 cm dan terkecil sebesar 0.04 cm dimiliki oleh genotipe IPB C-10 dan
rataan tebal daging buah adalah 0.14 cm. Panjang tangkai buah terbesar yaitu 6.09
cm dimiliki oleh genotipe IPB C-28 dan terkecil sebesar 3.54 cm dimiliki oleh
genotipe IPB C-15 dengan rataan untuk seluruh genotipe yang diuji sebesar
4.44 cm.
Karakter Kualitatif
Karakter kualitatif menunjukan perbedaan antar genotipe yang diuji
kecuali pada peubah bentuk dan bulu batang, jumlah bunga per axil, warna dan
bentuk mahkota bunga, mandul jantan, fruit blossom end appendage, warna dan bentuk buah yang sama pada setiap genotipenya. Deskripsi karakter kualitatif
Tabel 3. Deskripsi Bulu Batang, Tipe Percabangan, Bulu Daun, Leaf Density, Mandul Jantan, Pigmen Kelopak Bunga, Calyx Annual Constriction, Leher Pada Tangkai Buah dan Fruit Blossom End Appendage Pada 23 Genotipe Cabai
Keterangan: 0=tidak ada; 1=ada; 3=jarang; 5=sedang; 7=padat.
Tabel 4. Deskripsi Warna Buku Batang, Warna Daun, Warna Mahkota Bunga, Warna Bercak Mahkota Bunga, Warna Kotak Sari, Warna Tangkai Sari, Warna Buah Pada Tahap Intermediet dan Warna Buah Matang 23 Genotipe Cabai
Tabel 5. Bentuk Batang, Bentuk Daun, Bentuk Mahkota Bunga, Bentuk Buah, Bentuk Pangkal Buah, Bentuk Ujung Buah, Permukaan
IPB C-1 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-2 silindris lanceolate rotate elongate tumpul pointed agak kasar tinggi
IPB C-3 silindris lanceolate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-4 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin intermediet
IPB C-5 silindris ovate rotate elongate runcing pointed licin tinggi
IPB C-7 silindris ovate rotate elongate tumpul sunken agak kasar intermediet
IPB C-8 silindris deltoid rotate elongate runcing pointed licin intermediet
IPB C-9 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-10 silindris deltoid rotate elongate runcing pointed licin intermediet
IPB C-14 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-15 silindris deltoid rotate elongate tumpul pointed kasar rendah
IPB C-18 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed agak kasar rendah
IPB C-19 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-28 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed agak kasar tinggi
IPB C-31 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-34 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin intermediet
IPB C-37 silindris lanceolate rotate elongate tumpul pointed agak kasar tinggi
IPB C-64 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed kasar tinggi
IPB C-66 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
IPB C-67 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed agak kasar tinggi
IPB C-68 silindris ovate rotate elongate tumpul pointed licin intermediet
IPB C-69 silindris lanceolate rotate elongate tumpul pointed licin tinggi
Tabel 6. Deskripsi Bentuk Tepi Kelopak, Stigma Exertion, Jumlah Bunga per Axil, Tipe Pertumbuhan dan Warna Bunga 23 Genotipe
Tanaman Warna Batang
IPB C-1 bergerigi di dalam satu semi tegak agak tegak hijau
IPB C-2 bergerigi di luar satu semi tegak agak tegak hijau
IPB C-3 agak bergerigi sejajar satu semi tegak agak tegak hijau
IPB C-4 agak bergerigi di luar satu semi tegak agak tegak hijau
IPB C-5 agak bergerigi di dalam satu tidak tegak agak tegak hijau
IPB C-7 agak bergerigi di dalam satu tidak tegak agak tegak hijau dengan garis ungu
IPB C-8 bergerigi di luar satu tegak tegak hijau
IPB C-9 agak bergerigi di luar satu semi tegak agak tegak hijau
IPB C-10 bergerigi di luar satu tegak tegak hijau
IPB C-14 bergerigi di luar satu semi tegak agak tegak hijau dengan garis ungu
IPB C-15 bergerigi di luar satu semi tegak tegak hijau
IPB C-18 bergerigi di luar satu semi tegak agak tegak hijau dengan garis ungu
IPB C-19 agak bergerigi di dalam satu semi tegak agak tegak hijau dengan garis ungu
Analisis Keanekaragaman 23 Genotipe Cabai
Analisis Komponen Utama
Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan salah satu metode yang
sering digunakan untuk mereduksi sekumpulan peubah asal menjadi peubah baru
tanpa menghilangkan informasi yang penting. Berdasarkan AKU, terdapat 11
komponen hasil reduksi dari 33 peubah yang dapat menerangkan keragaman
sebesar 88.37% (Tabel Lampiran 1). Ke 11 komponen tersebut digunakan karena
memiliki akar ciri (eugenvalues) di atas satu. Nilai akar ciri menunjukkan kepentingan relatif masing- masing komponen dalam menghitung keragaman
seluruh variabel yang dianalisis. Nilai akar ciri di bawah satu tidak digunakan
dalam menghitung jumlah komponen yang terbentuk.
Dalam analisis data untuk mengetahui pola pengelompokan 23 genotipe
cabai tersebut digunakan 3 Komponen Utama (KU) yang dapat menjelaskan
44.22% dari variabilitas 33 peubah asal tersebut (Tabel Lampiran 1). Nilai vektor
ciri menunjukkan besar koefisien korelasi dan distribusi 33 peubah pada KU I,
KU II dan KU III dimana nilai korelasi terbesar (>0.5) menunjukan peubah
tersebut sebagai bagian dari KU.
Berdasarkan nilai vektor ciri pada Tabel Lampiran 2. , komponen I terdiri
dari 14 peubah yaitu warna buku batang, tipe pertumbuhan tanaman, tipe
percabangan, bentuk daun, bulu daun, panjang daun, posisi bunga, bentuk tepi
kelopak, panjang buah, lebar buah, bobot buah, panjang tangkai buah dan tebal
daging buah. Komponen II terdiri dari 7 peubah yaitu tinggi batang utama, warna
daun, calyx annular constriction, antocyanin spots or stripes, fruit set, permukaan buah dan leher di pangkal buah. Komponen III hanya terdiri dari satu peubah saja
REGR factor score 1 for analysis 1
Gambar 15. Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Berdasarkan KU I dan KU II
Berdasarkan pengelompokkan KU I dan KU II (Gambar 15.) dengan
proporsi keragaman total sebesar 35.49%, genotipe yang diuji dapat
dikelompokkan menjadi 5 kelo mpok. Kelompok I terdiri dari 14 genotipe yaitu
IPB C-1, IPB C-3, IPB C-19, IPB C-66, IPB C-70, IPB C-68, IPB C-69,
IPB C-67, IPB C-64, IPB C-14, IPB C-7, IPB C9, IPB C5 dan IPB C-4. kelompok
II dan III masing- masing terdiri dari 2 genotipe. Kelompok II yaitu IPB C-37 dan
IPB C-28, kelompok III yaitu IPB C-8 dan IPB C-10. Kelompok IV terdiri dari 4
genotipe yaitu IPB C-2, IPB C-31, IPB C-18 dan IPB C-34. Kelompok V hanya
terdiri dari satu genotipe saja yaitu IPB C-15.
Berdasarkan KU I dan KU III dengan proporsi keragaman total sebesar
31.71% pada Gambar 16. terbentuk 6 kelompok. Kelompok I terdiri dari 15
genotipe yaitu IPB C-1, IPB C-2, IPB C-3, IPB C-4, IPB C-9, IPB C-14,
IPB C-15, IPB C-18, IPB C-19, IPB C-34, IPB C-66, IPB C-67, IPB C-68,
IPB C-69 dan IPB C-70. Kelompok II dan III masing- masing hanya terdiri dari
satu genotipe yaitu berturut-turut IPB C-7 dan IPB C-31. Kelompok IV, V dan VI
terdiri dua genotipe. Kelompok IV yaitu IPB C-37 dan IPB C-5, Kelompok V
yaitu IPB C-4 dan IPB C-28, kelompok VI yaitu IPB C-8 dan IPB C-10. I
III
II IV
REGR factor score 3 for analysis 1
Gambar 16. Analisis Komponen Utama 23 Genotipe Berdasarkan KU I dan KU III
REGR factor score 2 for analysis 1
Berdasarkan KU II dan KU III yang terlihat pada Gambar 17. di atas
dengan proporsi keragaman total sebesar 21.26%, genotipe yang diuji membentuk
7 kelompok dimana kelompok I terdiri dari 12 genotipe antara lain IPB C-1,
IPB C-3, IPB C-9, IPB C-14, IPB C-19, IPB C-64, IPB C-66, IPB C-67,
IPB C-68, IPB C-69, IPB C-5 dan IPB C-70. Kelompok II dan III masing- masing
terdiri tiga genotipe yaitu untuk kelompok II adalah IPB C-4, IPB C-8 dan
IPB C-10, kelompok III adalah IPB C-2, IPB C-34 dan IPB C-37. Kelompok IV
terdiri dari 2 genotipe yaitu IPB C-28 dan IPB C-31. Sedangkan kelompok V, VI
dan VII hanya terdiri dari satu genotipe saja, yaitu bertur ut-turut IPB C-15,
IPB C-18 dan IPB C-7.
Analisis Gerombol
Tujuan dari analisis gerombol adalah untuk mengelompokkan data
pengamatan ke dalam beberapa kelas sehingga anggota di dalam satu kelas lebih
homogen (serupa) dibandingkan anggota di luar kelas lain. Analisis gerombol ini
telah berhasil mengelompokkan 23 genotipe cabai dengan membentuk semacam
pohon atau kelompok besar dimana ada hirarki (tingkatan) yang jelas antar
genotipe dengan skala kemiripan tertentu, untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 18.
Dalam pengujian keanekaragaman antar genotipe cabai dan pola
pengelompokannya berdasarkan dendogram tersebut terbentuk 5 gerombol pada
tingkat kemiripan 80%. Gerombol I, II dan III terdiri dari 2 genotipe. Gerombol I
yaitu IPB C-8 dan IPB C10, gerombol II yaitu IPB C-15 dan IPB C-34, gerombol
III yaitu IPB C-28 dan IPB C-37. Gerombol IV terdiri dari 16 genotipe yaitu
IPB C-3, IPB C-19, IPB C-1, IPB C-66, IPB C-2, IPB C-70, IPB C-68, IPB C-69,
IPB C-9, IPB C-67, IPB C-64, IPB C-14, IPB C-31, IPB C-7, IPB C-18 dan
IPB C-5. Gerombol V hanya terdiri dari satu genotipe yaitu IPB C-4.
Berdasarkan jarak Euclid yang digunakan sebagai nisbah ketidakmiripan antar genotipe yang diuji, terdapat genotipe yang memiliki hubungan paling dekat
dibandingkan dengan genotipe lain yaitu antara IPB C-8 dan IPB C-10 jarak
untuk peubah panjang dan diameter batang utama yaitu 29.3 cm dan 1.2 cm
sedangkan C-8 yaitu 26 cm dan 0.8 cm. Untuk peubah panjang dan lebar daun,
IPB C-8 memiliki nilai lebih besar yaitu 6.54 cm dan 3.57 cm sedangkan
IPB C-10 yaitu 5.92 cm dan 3.13 cm.
Analisis Biplot
Lima kelompok yang terbentuk dalam analisis gerombol dapat diketahui
posisinya dalam dua dimensi dengan menggunakan analisis biplot. Menurut
Diyarti (2003) analisis biplot yang dikenalkan oleh Gabriel (1971) merupakan
teknik statistika deskriptif dimensi ganda yang dapat menyajikan secara simultan
segugus objek pengamatan dan peubah dalam suatu grafik pada suatu bidang dua
dimensi sehingga ciri-ciri peubah dan objek pengamatan serta posisi relatif antara
objek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis.
Berdasarkan data analisis biplot, keragaman yang diterangkan oleh sumbu
utama 1 sebesar 66.38% dan sumbu utama 2 sebesar 23.95% sehingga secara
keseluruhan keragaman yang dapat diterangkan oleh kedua sumbu tersebut
sebesar 90.33%.
Gambar 19. Hasil Analisis Biplot Gerombol 23 Genotipe Cabai
Menurut Jurusan Statistika FMIPA IPB (2003), panjang vektor peubah
sebanding dengan keragaman peubah tersebut sedangkan arah garis menunjukkan
bentuk dan besarnya korelasi. Bobot buah (C10) dan panjang buah (C8) memiliki
korelasi yang besar dan positif, hal ini dapat dilihat dari sudut yang dibentuk
rendah dengan tinggi batang utama (A9), hal ini dapat dilihat pula pada besar
sudut yang dibentuk kedua garis tersebut yang hampir tegak lurus. Tinggi batang
utama (A9) berkorelasi negatif dengan panjang (C8) dan bobot buah (C10), hal ini
dapat dilihat pada sudut yang dibentuk tumpul.
Berdasarkan hasil analisis biplot terlihat bahwa rata-rata ragam peubah
yang diamati sedang sampai rendah, dapat dilihat pada Gambar 19. dimana
peubah-peubah tersebut berkumpul di daerah nol. Tinggi batang utama (A9),
bobot buah (C10) dan panjang buah (C8) memiliki keragaman tertinggi
dibandingkan dengan peubah lain. Terlihat jelas pada Gambar 19. setiap gerombol
menyebar dan saling berjauhan satu sama lain.
Gerombol 1 dicirikan dengan jelas oleh warna buku batang (A3) dan bulu
daun (A17). Gerombol 3 dicirikan dengan panjang (C8) dan bobot buah (C10).
Gerombol 4 dicirikan dengan panjang batang utama (A9). Gerombol 5 dicirikan
oleh warna semburat pada mahkota bunga (B5) dan warna tangkai sari (B10).
Gerombol 2 tidak dicirikan secara jelas oleh peubah yang diamati.
Ketahanan Terhadap Penyakit Antraknosa
Penyakit tanaman timbul sebagai hasil interaksi antara patogen, tanaman
inang, waktu dan kondisi lingkungan yang mendukung. Kallo (1988) menyatakan
bahwa evaluasi ketahanan terhadap suatu penyakit menunjukkan seberapa tahan
suatu genotipe terhadap penyakit yang menyerang. Ketahanan dapat bersifat
tinggi, sedang atau rendah. Menurut Gultom (2005) kejadian penyakit sangat baik
untuk dijadikan referensi dari sisi ekonomi karena memperhitungkan seberapa
besar kehilangan buah dari serangan antraknosa. Sastrosumardjo (2003)
menambahkan bahwa kejadian penyakit menunjukkan parameter terbaik untuk
dijadikan tolak ukur klasifikasi tingkat ketahanan.
Berdasarkan data sidik raga m diameter serangan dapat diketahui bahwa
faktor genotipe berpengaruh nyata terhadap besarnya diameter serangan pada hari
ke 5 dan ke 12 sedangkan pada hari ke 7 tidak berpengaruh nyata. Berikut ini
Gambar 20. Konidia Spesies Colletotrichum sp. isolat BRB 17 (Tanda Panah).
Berdasarkan hasil perhitungan persentase kejadian penyakit pada hari ke 5,
genotipe IPB C-18 memiliki sifat sangat tahan, sedangkan genotipe IPB C-2, IPB C-15 dan IPB C-66 memiliki sifat tahan. Selain genotipe tersebut di atas
bersifat moderat, rentan dan sangat rentan. Menurut Suryaningsih et al (1996) spora akan cepat berkecambah apabila menemukan inang dan gejala serangan
akan tampak 5 hari setelah terjadi infeksi. Diameter serangan pada hari ke 5
berkisar antara 0.04-1.14 cm. Genotipe IPB C-18 memiliki diameter serangan
terkecil sedangkan diameter serangan terbesar dimiliki oleh genotipe IPB C-31
yang termasuk genotipe sangat rentan. Untuk persentase kejadian penyakit dan
Tabel 7. Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 5
Genotipe
Pada hari ke 7 berdasarkan persentase kejadian penyakit, genotipe
IPB C-18 menjadi tahan dan IPB C-66 masih bersifat tahan sedangkan untuk
genotipe IPB C-2 dan IPB C-15 bersifat tahan menjadi moderat. Genotipe lainnya
bersifat moderat, rentan dan sangat rentan. Diameter serangan pada hari ke 7
berkisar antara 0.26-1.69 cm tidak berbeda nyata pada setiap genotipenya. Untuk
informasi persentase kejadian penyakit dan diameter serangan tiap genotipe yang
Tabel 8. Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 7
Genotipe
Sifat ketahanan setiap genotipe pada hari ke 12 semakin menurun, hal ini
dapat dilihat dari persentase kejadian penyakit dimana genotipe yang diuji bersifat
moderat, rentan dan sangat rentan. Perubahan drastis terjadi pada genotipe
IPB C-18 yang bersifat sangat rentan sedangkan untuk genotipe IPB C-66,
IPB C-2 dan IPB C-15 bersifat moderat. Diameter serangan pada hari ke 12
semakin luas yaitu antara 0.50-3.10 cm. Faktor genotipe memiliki pengaruh yang
nyata terhadap diameter serangan tersebut. Genotipe yang me miliki diameter
serangan terluas adalah IPB C-37 bersifat sangat rentan dan terkecil dimiliki oleh
IPB C-15 dan IPB C-66. Besarnya persentase kejadian penyakit dan diameter
Tabel 9. Nilai Ketahanan Penyakit dan Diameter Serangan Antraknosa (Colletotrichum sp.) Isolat BRB 17 pada Hari ke 12
Genotipe
Genotipe tahan dan sangat tahan ini diduga memiliki sifat ketahanan
terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp. isolat BRB 17 karena metode yang digunakan adalah dengan menyuntikkan inokulum
langsung ke dala m buah sehingga pada penelitian ini hanya memperlihatkan
ketahanan fungsional dan tidak memperlihatkan sifat ketahanan struktural pada
cabai. Menurut Latief (2000) tanaman inang yang rentan tidak mempunyai gen
ketahanan untuk melawan patogen. Tanaman inang ini menyediakan substrat yang
ideal untuk terjadi dan berkembangnya infeksi baru selain didukung oleh kondisi
Heritabilitas Sifat Ketahanan Penyakit
Heritabilitas merupakan besarnya pengaruh genotipik yang menentukan
karakter fenotipik yang terbentuk pada lingkungan yang berbeda (Stansfield,
1983). Semakin tinggi nilai heritabilitas berarti semakin besar keragaman yang
disebabkan oleh perbedaan potensi genetik di dalam populasi tersebut. Nilai
ragam dan heritabilitas untuk sifat ketahanan penyakit pada genotipe yang diuji
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Komponen Ragam dan Heritabilitas Arti Luas pada Genotipe yang Diuji terhadap Sifat Ketahanan Penyakit
Diameter serangan
Ragam
Heritabilitas (H2bs) (%)
Kelas H2bs Genotipe Lingkungan Fenotipe
Hari ke 5 6.88 8.40 15.28 45.04 Sedang
Hari ke 7 0.00 9.97 8.46 0.00 Rendah
Hari ke 12 5.54 8.90 14.43 38.40 Sedang
Berdasarkan informasi Tabel 10, bahwa heritabilitas untuk kejadian
penyakit pada hari ke 5 dan ke 12 tergolong sedang, masing- masing dengan nilai
45.04% dan 38.40% sedangkan pada hari ke 7 tergolong rendah dengan nilai
0.00%. Haeruman et al. (1990) menyatakan bahwa peubah yang memiliki ragam genetik nol berarti bahwa fenotipe peubah tersebut sangat dipengaruhi oleh
lingkungan. Hal ini menunjukkan pengaruh lingkungan yang besar terhadap sifat
ketahanan tanaman terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh