• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma sernicIausum Hellen (Hymenoptera : Ichneumonidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma sernicIausum Hellen (Hymenoptera : Ichneumonidae)"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)

POTENSI TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI SUMBER

P A U N TAR'IBARAN UNTUK MENINGKATKAN KXBUGAIL4N

PARASITOID Diadegi~ra

sei~ziclaiisuitt

HELLE

N

(HYMENOPTERA :-ICHNEUhlONIDAE)

OLEH :

SRI NUR ARTINAH NGATIMIN

PROGRAR.1 PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(84)

ABSTRAK

SRI NUR AMINAH NGATIMIN. Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai

Sumber Pakan Tambahan Untuk Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma

semiclausum Hellen (Hymenoptera : Ichneumonidae). Dibimbing oleh UTOMO

KARTOSUWONDO dan DAMAYANTI BUCHORI.

Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh kehadiran tumbuhan berbunga

terhadap populasi P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum, mempelajari

preferensi D. semiclausum pada berbagai macam tumbuhan berbunga, mempelajari

pengaruh sumber pakan dan larva P. xylostella terhadap kebugaran D. semiclausum

betina serta mengetahui jenis tumbuhan berbunga yang menunjang lama hidup dan kemampuan reproduksi parasitoid D. semiclausum. Penelitian ini meliputi percobaan lapangan dan laboratorium bertempat di Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge, Cianjur dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor mulai Desember 2000 sampai

Oktober 2001. Di lapangan kubis ditanam pada dua tempat terpisah be~jarak sekitar

500 meter. Pada tempat pertama kubis ditanam secara turnpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga yaitu : B. juncea, N. indicum, G. pawzj7ora. L. crustacea,

0. barrelieri, 0. corniculata, C. hirsuta, C. microphylla dan C. rutidosperma. Pada tempat kedua kubis ditanam secara monokultur. Di laboratorium dilakukan percobaan preferensi D. semiclausum betina menggunakan berbagai macam tumbuhan berbunga, percobaan pengaruh sumber pakan dan larva P. xylostella yang diberikan secara bersamaan terhadap kebugaran D. semiclausum betina serta percobaan

pengaruh tumbuhan berbunga terhadap lama hidup dan kemampuan reproduksi D.

(85)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Potensi Turnbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk

Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen

(Hymenoptera : Ichneumonidae)

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 28 Mei 2002

Sri Nur Aminah Ngatimin

(86)

POTENSI TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI SUMBER PAKAN TAMBAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEBUGARAN

PARASITOID Diadegma semiclausum HELLEN

(HYMENOPTERA : ICHNEUMONIDAE)

Oleh :

SRI NUR AMINAH NGATIMIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi / Fitopatologi

PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(87)

Judul Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber

Pakan Tambahan untuk Meningkatkan Kebugaran

Parasitoid Diadegma sernicIausum Hellen

(Hymenoptera : Ichneumonidae)

Nama Mahasiswa : Sri Nur Aminah Ngatimin

NRP

99 193

Program Studi Entomologi / Fitopatologi

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

V

Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

(88)

RIWAYAT HIDUP

Sri Nur Aminah Ngatimin dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 29

Agustus 1972 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Ibu H. Sardina Dg.

Ngai dan Ayah Prof. Dr. dr. H. M. Rusli Ngatimin, MPH.

Penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada SMA Kartika

Chandra Kirana Ujung Pandang tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis diterima

di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas

Hasanuddin melalui jalur SIPENMARU. Tahun 1995 memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada fakultas yang sama. Mulai tahun ajaran 199912000 penulis mendapat

beasiswa dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui BPPS (Biaya

Pendidikan Program Pascasarjana) untuk mengikuti Program Magister Sains di

Program Pascasarjana IPB.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tanggal 1 April 1995 penulis menikah dengan Firnas Bohari, SH dan telah

(89)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat

dan ridho-Nya maka penelitian dan penulisan tesis yang berjudul : Potensi

Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk Meningkatkan

Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera :

Ichneumonidae) dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.

Ir. Utomo Kartosuwondo, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan telah

membantu pendanaan dan fasilitas saat penelitian, kepada Ibu Dr. It-. Damayanti Buchori, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas birnbingan selama proses

penelitian sampai penulisan tesis. Terima kasih untuk Ketua Program Studi

EntomologdFitopatologi dan staf pengajar Program Pascasarjana IPB yang telah

memberikan bimbingan saat penulis mengikuti pendidikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian

& Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan izin d m

menugaskan penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada

Program Pascasarjana IPB, kepada Direktur Program Pascasarjana IPB yang telah

memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan tersebut. Terima kasih kepada

Pengelola Biaya Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS), Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan biaya yang telah

diberikan sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat berjalan dengan lancar.

Terima kasih untuk Dian Sugiri, laboradanggota Lab. Pengendalian Hayati,

Jurusan HPT-IPB dan seluruh anggota Himpunan Mahasiswa Pascasarjana

EntomologdFitopatologi atas dukungannya selama ini. Terima kasih sangat khusus

penulis sampaikan kepada suami tercinta dan kedua buah hatiku atas ketabahan dan

kesabaran selama penulis mengikuti pendidikan. Terima kasih kepada Ibu, Papi, Ibu

dan Bapak mertua serta adikkakak yang selalu mendoakan kesehatan dan kesuksesan

penulis. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat.

(90)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

PENDAHULUAN

...

Latar Belakang

...

...

Tujuan Penelitian

...

Kegunaan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

...

Bioekologi Plutella xylostella Linn

...

Bioekologi Diadegma semiclausum Hellen

...

Pemanfaatan Tumbuhan Berbunga oleh Parasitoid Hyrnenoptera

Tumbuhan Berbunga yang ditemui di Sekitar Lahan Kubis

...

Famili Asteraceae

...

Galinsoga pawzyora Cav

...

Famili Brassicaceae

...

Brassica juncea (L.) Cosson

...

Cardamine hirsuta L

...

Nasturtium indicum (L.) DC

...

Famili Capparidaceae

...

Cleome rutidosperma DC

...

...

Famili Lythraceae

Cuphea microphylla H

.

B

.

& K

...

Famili Oxalidaceae

...

...

Oxalis barrelieri L

Oxalis corniculata L

...

Famili Scrophulariaceae

...

Lindernia crustacea F.v.M.

...

...

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

...

...

(91)

Serangga Uji untuk Percobaan Laboratorium

...

Sumber Tumbuhan Berbunga

...

Percobaan 1

.

Pengaruh Tumbuhan Berbunga Terhadap Populasi

Plutella xylostella dan Parasitoid Diadegma semiclausum pada Dua Pola Pertanaman Kubis di Lapang

...

Percobaan 2

.

Preferensi Parasitoid Diadegma semiclausum Betina

pada Berbagai Macam Tumbuhan Berbunga dan Madu

...

Percobaan 3

.

Pengaruh Sumber Pakan dan Larva Plutella xylostella

Terhadap Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Betina

...

Percobaan 4

.

Pengaruh Tumbuhan Berbunga Terhadap Lama Hidup

dan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Diadegma semiclausum

Betina

...

Analisis Data

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

...

Hasil

Pengaruh Tumbuhan Berbunga Terhadap Populasi Plutella

xylostella dan Parasitoid Diadegma semiclausum pada Dua Pola Pertanaman Kubis di Lapang

...

Preferensi Diadegma semiclausum Betina pada Berbagai Macam

Tumbuhan Berbunga dan Madu

...

Pengaruh Sumber Pakan dan Larva Plutella xylostella Terhadap

Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum

...

Pengaruh Sumber PakanTerhadap Lama Hidup dan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Diadegma semiclausum

...

...

Pembahasan

KESIMPULAN DAN SARAN

...

(92)

DAFTAR TABEL

1 Tumbuhan berbunga yang digunakan dalam percobaan

...

2 Kisaran lama waktu berdiam parasitoid Diadegma semiclausum

...

pada sembilan macam tumbuhan berbunga

3 Kisaran lama waktu berdiam parasitoid Diadegma semiclausum

pada madu dan sembilan macam tumbuhan berbunga

...

4 Pengaruh sumber pakan terhadap kebugaran parasitoid

Diadegma semiclausum

...

5 Lama hidup parasitoid Diadegma semiclausum pada berbagai

...

sumber pakan tambahan

6 Rata-rata lama perkembangan Diadegma semiclausum

pada berbagai surnber pakan tambahan

...

Halaman

(93)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Denah percobaan lapang

...

2 Total individu Plutella xylostella pada kubis monokultur.. (a)

.

dan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga (b) selama satu musim tanam

...

3 Rata-rata jumlah telur Plutella xylostella pada dua pola

pertanaman kubis selama satu musim tanam

...

4 Rata-rata jumlah larva Plutella xylostella pada dua pola

...

pertanaman kubis selama satu musim tanam

5 Persentase parasitisasi parasitoid Diadegma semiclausum pada

dua pola pertanaman kubis selama satu musim tanam

...

6 Rata-rata jumlah pupa Plutella xylostella pada dua pola

...

pertanaman kubis selama satu musim tanam

7 Pengaruh sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap preferensi

Diadegma semiclausum betina

...

8 Pengaruh madu dan sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap

preferensi parasitoid Diadegma semiclausum betina

...

9 Pengaruh madu, tanpa pakan dan sembilan macam tumbuhan ber-

bunga terhadap lama hidup parasitoid Diadegma semiclausum

...

40

10 Pengaruh madu, tanpa pakan dan sembilan macam tumbuhan ber-

bunga terhadap persentase parasitisasi, pembentukan kokon dan

jumlah betina parasitoid Diadegma semiclausum

...

42

1 1 Pengaruh madu, tanpa pakan dan sembilan macam tumbuhan ber-

bunga terhadap jumlah telur diletakkan, sisa telur dalam ovari

dan masa kesiapan reproduksi parasitoid Diadegma semiclausum

(94)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Berbagai macam tumbuhan berbunga : Brassicaceae : Nasturtium

indicum (a), Brassica juncea (b), Cardamine hirsuta (c), Lythraceae :

Cuphea microphylla (d), Asteraceae : Galinsoga parviflora (e),

Capparidaceae : Cleome rutidosperma (0, Scrophulariaceae :

Lindernia crustacea (g), Oxalidaceae : Oxalis barrelieri (h), Oxalis

...

corniculata (i) 5 6

2 Kubis turnpangsari dengan berbagai macam tumbuhan berbunga

(a) dan kubis monokultur (b)

...

5 7

3 Kotak perbanyakan larva Plutella xylostella (a), kurungan per-

banyakan imago parasitoid Diadegma semiclausum dan imago Plutella

xylostella (b) serta daun caisin sebagai sumber pakan larva Plutella

xylostella (c)

...

5 7

4 Larva Plutella xylostella sehat (a), pupa Plutella xylostella (b), imago

Plutella xylostella (c), larva terparasit (d), kokon Diadegma semiclausum

(e), imago parasitoid Diadegma semiclausum ( 0

...

58

5 Pengaruh sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap preferensi

parasitoid Diadegma semiclausum betina

...

5 9

6 Pengaruh madu dan sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap

preferensi parasitoid Diadegma semiclausum betina

...

5 9

7 Pengaruh sumber pakan terhadap lama hidup, persentase parasitisasi

pembentukan kokon dan jumlah betina parasitoid Diadegma

semiclausum

...

60

8 Penganrh sumber pakan terhadap jumlah telur yang diletakkan

sisa telur dalam ovari dan masa kesiapan reproduksi parasitoid

(95)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sesuai kondisi saat ini, strategi pengendalian hama hams memenuhi

persyaratan yang ada hubungannya dengan keamanan lingkungan tanpa efek

samping. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah memanfaatkan proses

alami dan interaksi biologi yang menguntungkan dalam proses produksi pertanian.

Plutella xylostella Linn. (Lepidoptera : Yponomeutidae) adalah serangga

herbivora penting yang menyerang tanaman famili Brassicaceae dan serangannya

tinggi saat musim kemarau (Kalshoven 1981). Pengendalian P. xylostella saat ini

lebih ditekankan dengan memanfaatkan parasitoid sebagai salah satu komponen

agens hayati. Parasitoid merupakan serangga yang hidup dan berkembang pada inang

yang berupa serangga dan mematikan inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya.

Istilah parasitoid pertama kali digunakan oleh Reuter pada tahun 1913. Umumnya

serangga parasitoid didominansi oleh ordo Hymenoptera, Diptera dan Strepsiptera

(Quicke 1997). Untuk aplikasi di lapang, parasitoid banyak digunakan dalarn

pengendalian serangga harna (Waage & Hassell 1982).

Pengendalian P. xylostella dengan parasitoid di Indonesia secara berhasil

dilakukan tahun 1950 dengan introduksi parasitoid A. cerophaga Grav. (D.

eucerophaga Horstm / D. semiclausum Hellen) berasal dari Selandia Baru yang

beriklim hangat (Vos 1953). Introduksi ini berhasil karena parasitoid tersebut

berkembang baik utamanya di daerah Jawa Barat dengan tingkat parasitisasi

(96)

2

Hymenoptera famili Trichogrammatidae yang menyerang telur P. xylostella yaitu

Trichogrammatoidea cojuangcoi, Trichogrammatoidea armigera Nagaraja dan

TrichogrammaJIandersi (Meilin 1999).

Parasitoid Hymenoptera mempunyai dua fase berbeda dalam

perkembangannya. Pradewasa mendapatkan nutrisi dari inang yang ditempatinya

seperti yang terjadi pada parasitoid telur dan larva, dan dewasanya mendapatkan

nutrisi dalam bentuk nektar dan tepung sari dari tumbuhan berbunga (Jervis et al.

1993). Adanya perbedaan kebutuhan nutrisi terhadap kedua fase pertumbuhan

parasitoid menyebabkan perlunya diteliti potensi tumbuhan berbunga yang berada di

sekitar lahan tanaman budidaya tempat parasitoid bennukim. Idris dan Grafius (1995)

melaporkan nektar tumbuhan Brassica kaber dan Daucus carota dapat meningkatkan

lama hidup dan keperidian parasitoid D. insulare (Hym : Ichneumonidae). Selain

menyediakan nektar dan tepung sari, tumbuhan berbunga menghasilkan embun

madu yang merupakan produk kutu daun yang hidup pada turnbuhan tersebut.

Parasitoid Lysiphlebus testaceipes Cress (Hym : Braconidae) dewasa yang memarasit

kutu daun famili Aphididae dan Coccidae mendapat pakan tambahan lewat embun

madu. Pradewasanya mendapatkan nutrisi lewat nimfa kutu daun sebagai inangnya.

Sumber pakan tambahan lain bagi parasitoid dewasa adalah mengisap sedikit cairan

tubuh inangnya (host feeding) seperti Pimpla turionellae (Hym : Ichneurnonidae)

yang memarasit larva Galleria mellonella (Lepidoptera : Pyralidae). Pada inang yang

sama terjadi dua proses kehidupan yaitu peletakan telur dan host feeding (Sandlan

(97)

3

Beberapa peneliti mulai memperhatikan pentingnya habitat untuk menunjang

keberhasilan pengendalian hayati dalam percobaan lapangan maupun laboratorium.

Baggen dan Gurr (1998) melaporkan bunga tumbuhan liar famili Umbelliferae,

Borginaceae dan Fabaceae dapat memperpanjang lama hidup, meningkatkan

keperidian dan tingkat parasitisasi parasitoid Copidosoma koehleri (Hym :

Encyrtidae), musuh alami dari hama kentang Pthorimaea operculella (Lepidoptera :

Gelechiidae). Banyak pelepasan parasitoid ke lapangan menemui kegagalan karena

tidak terdapat pakan tambahan. Takasu dan Lewis (1995) melaporkan parasitoid

Microplitis croceipes (Hym : Braconidae) yang diberi pakan tambahan sebelum

dilepas menunjukkan peningkatan daya mencari inang (searching capacity) dan

persentase parasitisasi secara nyata. Berdasarkan fakta yang telah disebutkan perlu

dilakukan percobaan mengenai potensi tumbuhan berbunga sebagai sumber pakan

tambahan untuk meningkatkan kebugaran parasitoid Diadegma semiclausum Hellen

(Hymenoptera : Ichneumonidae).

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian adalah :

1. Mengetahui pengaruh kehadiran tumbuhan berbunga terhadap populasi

P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum.

2. Mempelajari preferensi parasitoid D. semiclausum betina pada berbagai macam

turnbuhan berbunga.

3. Mempelajari pengaruh sumber pakan dan larva P. xylostella terhadap kebugaran

(98)

4. Mengetahui jenis tumbuhan berbunga yang menunjang lama hidup dan

kemampuan reproduksi parasitoid D. semiclausum.

Kegunaan Penelitian

Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai landasan upaya

konservasi parasitoid D. semiclausum dan pengelolaan habitat pada sentra

(99)

TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Plutella xylostella Linn.

P. xylostella dikenal dengan nama Diamondback Moth karena pada sayapnya

terdapat pola gambaran menyerupai bentuk berlian dengan pinggiran berenda.

Seringkali disebut pula sebagai hama putih karena saat makan daun kubis, larva

hanya meninggalkan serpihan epidermis berwarna putih pada bagian daun yang

diserangnya. Pada pustaka terdahulu dinamakan P. maculipennis Curtis. Larva

memakan daun famili Brassicaceae (Kalshoven 198 1).

P. xylostella merupakan herbivora penting karena menyerang tanaman

sayuran : kubis, sawi, lobak, mustard dan berbagai jenis Brassicaceae lainnya. Selain

sayuran yang telah disebutkan sebelurnnya, larva P. xylostella juga menyerang selada

air (Nasturtium officinale) dan tumbuhan liar Alyssum sp. Tanaman hias seperti

Mathiola sp juga disukai oleh P. xylostella (Sastrosiswoyo 1987).

Penyebaran serangga P. xylostella cukup luas dan dapat ditemukan pada

pertanaman kubis di Amerika, Eropa, Australia dan Selandia Baru. Untuk Afrika

Selatan, Inggris dan Belanda, P. xylostella dikendalikan dengan sejurnlah parasitoid.

Selain daerah-daerah yang telah disebutkan, penyebaran P. xylostella ditemukan di

Fiji, Jamaika, Hawai dan Indonesia. Khusus di Indonesia penyebarannya meliputi :

Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera (Sastrosiswoyo 1987). Untuk wilayah Indonesia,

hama P. xylostella dapat menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman kubis

terutama yang berada di daerah pegunungan atau pertanaman kubis dataran tinggi

(100)

6

Telur P. xylostella berbentuk oval, berwarna putih kekuningan dengan

panjang berkisar 0,25

mm

sampai 0,50 mm. Umumnya telur ini berada pada bagian

bawah daun sepanjang tulang daun dan tepi dam. Peletakan telur dapat secara tunggal maupun berkelompok Warna telur menjadi bertambah gelap saat akan

menetas (Kalshoven 198 1). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago selama hidupnya

adalah 92 hingga 130 butir (Vos 1953). Jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina P. xylostella berbeda jurnlahnya dan sangat tergantung pada kandungan nutrisi

pakan. Saat imago betina P. xylostella meletakkan telur pada tanaman sawi maka

jumlah telurnya 160 butir per betina dan mengalami penurunan saat bertelur pada

tanaman kubis. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan alil-isotiosianat yang berada pada

tanaman (Gupta & Thorsteinson 1960). Serangga P. xyIostella akan memilih

meletakkan telur pada permukaan daun yang kasar dibandingkan dengan permukaan

daun yang halus dan pengaruh perbedaan kandungan sinigrin pada jenis daun

tersebut. Sinigrin merupakan rnetabolit sekunder yang bersifat racun pada beberapa

spesies serangga. Adapun serangga hama yang mampu beradaptasi pada famili

Brassicaceae karena mempunyai enzim glukosinolase yang bersifat detoksifikasi

terhadap sinigrin. Manfaat sinigrin adalah mengtundari kolonisasi serangga polifag

pada tanaman famili Brassicaceae (Sastrosiswoyo 1987).

Larva P. xylostella terdiri dari empat instar. Biasanya larva yang baru menetas

dari telur akan masuk ke dalam jaringan daun dan meninggalkan epidermis daun

yang dimakannya, Larva berwarna hijau muda lalu menjadi hijau tua saat mencapai

(101)

7

Lebar kapsul kepala untuk tiap instar berbeda dan biasanya lebar kapsul

kepala ini akan tetap bertahan selama satu instar. Hasil penelitian Vos (1953)

menunjukkan bahwa lebar kapsul kepala rata-rata 0,16 mm untuk larva instar

pertama, 0,24 mm untuk larva instar kedua, 0,37 mm untuk larva instar ketiga dan

0,59 mm untuk larva instar keempat. Stadium larva pada masing-masing instar

tersebut berturut-turut adalah 4 hari, 2 hari, 3 hari dan 3 hari. Kalshoven (1981)

mengemukakan bahwa larva instar terakhir sebelum berkepompong terlebih dahulu

memintal benang yang akan dibuat kokon yang urnumnya terdapat pada sisi bawah

daun. Kokon tersebut dibuat dalam waktu kurang dari 24 jam.

Imago berupa ngengat kecil yang benvarna cokelat keabu-abuan. Ciri khas

ngengat P. xylostella adalah sayapnya mempunyai pola gambaran menyerupai bentuk

berlian dan terlihat sangat jelas saat beristirahat. Pola tersebut ditemukan lebih gelap

pada ngengat betina dibandingkan dengan ngengat jantan. Panjang ngengat kurang

lebih 8 mm. Sifat lain ngengat adalah aktif pada senja dan malam hari untuk mencari

makan dan bertelur. Pada siang hari ngengat hinggap pada permukaan daun sebelah

bawah (Sastrosiswoyo 1987). Pakan ngengat adalah nektar bunga dan bertelur pada

dam bagian bawah tanaman Brassicaceae (Kalshoven 198 1).

Suhu udara sangat berpengaruh bagi perkembangan P. xylostella.

Sastrosiswoyo (1987) mengemukakan bahwa batas suhu udara maksimal untuk

perkembangan P. xylostella adalah 40°C dan batas minimal 10°C. Kelembaban nisbi

(RH) kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan serangga P.

(102)

lingkungan saat telur berkembang menjadi imago. Telur yang diletakkan berkurang

pada tempat yang bersuhu udara tinggi. Suhu udara yang tinggi mempengaruhi

kondisi fisik serangga sehingga perkembangannya sering terharnbat pada dataran

rendah (Vos 1953). Faktor lain yang cukup berperan adalah curah hujan. Curah hujan

dapat berpengaruh terhadap jarak terbang imago dan oviposisi betina P. xylostella.

Biasanya curah hujan yang deras membuat jarak terbang imago lebih pendek dan

mencuci larva dari permukaan daun serta meningkatkan kelembaban nisbi udara di

atmosfir (Sastrosiswoyo 1987).

Bioekologi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen

Musuh alarni P. xylostella yang cukup terkenal adalah parasitoid larva D.

semiclausum Hellen yang berkembang baik di daerah dataran tinggi. Menurut Borror

et al. (1992) D. semiclausum diklasifikasikan dalam Kelas : Insekta, Ordo :

Hymenoptera, Sub ordo : Apocrita, Super famili : Ichneumonoidea, Famili :

Ichneumonidae.

Penggunaan parasitoid dalam pengendalian P. xylostella dimulai tahun 1928

dengan menggunakan Diadegma (Angitia) fenestralis Holmg. (Hymenoptera :

Ichneumonidae) dari Belanda, tapi gaga1 dibiakkan dalarn laboratorium karena

perbedaan iMim yang terlalu besar (Kalshoven 1981). Tahun 1938 spesies lain

parasitoid yaitu D. eucerophaga Horstm. (Angitia cerophaga Grav.) yang berasaldari

Inggris dimasukkan ke Selandia Baru bagian selatan yang beriklim subtropis dan

berkembang dengan baik pada tempat tersebut. Kemudian parasitoid menyebar dan

(103)

9

tahun 1950 oleh Vos (1953) dimasukkan spesies D. eucerophaga (D. semiclausum

Hellen) sebagai usaha kedua yang ternyata berhasil. Pada tahun yang sama parasitoid

tersebut yang berhasil dikembangkan di Pacet (Jawa Barat) dilepaskan di Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera (Kalshoven 1981). Sifat parasitoid ini

spesifik karena hanya menyerang larva

P.

xylostella. Parasitoid tersebut sampai luni

ternyata dapat menekan populasi P. xylostella dan telah berkembang baik terutama di

Jawa Barat dengan tingkat parasitisasi antara 5 hingga 86 %. Khusus di daerah Tanah

Karo (Sumatera Utara) parasitoid D. semiclausum tidak dapat berkembang dengan

baik akibat tingginya pemakaian pestisida (Sastrosiswoyo 1987). Ooi (1992)

melaporkan di Malaysia D. semiclausum dapat berkembang secara memuaskan dan di

Taiwan persentase parasitisasinya mencapai di atas 50 %.

Parasitoid D. semiclausum bersifat endoparasit dan dapat bertelur pada semua

instar larva P. xylostella. Walaupun larva inang telah terparasit, ia tetap hidup karena

larva parasitoid mengikuti perkembangan inangnya. Akhirnya larva yang terparasit

tidak dapat membentuk pupa karena mati oleh larva parasitoid yang langsung

membentuk kokon di dalam kokon inangnya (Kalshoven 1981).

Kartosuwondo (1987) mengemukakan bahwa telur parasitoid yang diletakkan

di dalam tubuh inang berbentuk hymenopterifonn seperti umumnya bentuk telur

Hymenoptera dan berwarna putih transparan. Setelah diletakkan dalam tubuh inang,

telur mengalami perkembangan. Dari saat peletakan telur sampai 30 jam kemudian,

telur bertambah besar ukurannya karena menyerap cairan tubuh inangnya. Selain itu

(104)

10

sebelum memintal kokon. Seperti kebanyakan serangga Hymenoptera lainnya imago

parasitoid D. semiclausum mengisap nektar dari tumbuhan berbunga sebagai sumber

makanannya (Tooker & Hanks 2000).

Pengendalian secara biologi dengan parasitoid D. semiclausum merupakan

komponen utama dari PHT hama kubis P. xylostella. Telah diketahui bahwa dalam

pengendalian P. xylostella, tanaman kubis tidak pernah lepas dari penggunaan

insektisida. Penggunaan insektisida yang sangat intensif pada pertanaman kubis

dataran tinggi dapat memusnahkan populasi parasitoid D. semiclausum. Berdasarkan

survei pada beberapa daerah pertanaman sayuran dataran tinggi, parasitoid D.

semiclausum berkurang populasinya dan jarang ditemukan bila tanaman kubis

diperlakukan insektisida dengan sangat intensif (Sastrosiswoyo 1987).

Pemanfaatan tumbuhan berbunga oleh parasitoid Hymenoptera

Tumbuhan liar (wild plant) yang tumbuh di sekitar lahan yang ditanami

dengan tanaman budidaya dapat berstatus gulma jika secara langsung atau tidak

langsung mengganggu tanaman utama. Gulma mempunyai beberapa pengertian yaitu

(1) tumbuhan yang tidak tumbuh pada tempatnya, (2) tumbuhan yang belum

diketahui kegunaan atau manfaatnya dan (3) tumbuhan yang mempunyai nilai negatif

(Deptan 1983). Tumbuhan berbunga yang menghasilkan produk berupa tepung sari

dan nektar sebagai sumber nutrisi bagi kebanyakan imago Hymenoptera (Tooker &

Hanks 2000). Nektar bunga dapat meningkatkan lama hidup, keperidian dan

(105)

11

Tumbuhan berbunga di sekitar lahan tanaman budidaya berperan sebagai

sumber nektar, tepung sari dan menjadi tempat tinggal inang alternatif bagi parasitoid

yang hidup pada tempat tersebut. Jika beberapa jenis tanaman pertanian menyediakan

nektar dan tepung sari, biasanya ketersediaannya dalam waktu yang sangat terbatas.

Alternatif lain, adanya kutu daun pada tanaman tertentu dapat menjadi sumber pakan

tambahan parasitoid karena ia menghasilkan produk berupa embun madu. Hal ini

dijumpai pada famili Aphididae dimana imago parasitoid Lysiphlebus testaceipes

Cress (Hym : Braconidae) mendapatkan sumber pakan tambahan dari inangnya

(Sandlan 1979 dalam Godfray 1994). Jika tidak terdapat tumbuhan berbunga pada

suatu lahan, parasitoid yang berada pada daerah tersebut dapat berpindah ke tempat

lain. Perpindahan ini menurunkan efektivitas parasitisasi karena energi dan waktu

banyak terbuang (Powell 1986). Secara tidak langsung ketiadaan tumbuhan berbunga

menurunkan populasi parasitoid Hymenoptera pada suatu tempat. Contoh yang

menarik adalah tumbuhan Nasturtium spp. (Brassicaceae) dapat menjadi reservoir

bagi larva P. xylostella bila lahan belum ditanami dengan kubis atau famili

Brassicaceae lainnya. Hal ini dikarenakan Brassicaceae liar daunnya menjadi pakan

P. xylostella dan bunganya menjadi sumber nektar bagi imago P. xylostella dan D.

semiclausum. Kondisi ini memungkinkan parasitoid D. semiclausum yang ada pada

tempat tersebut dapat tetap hidup dan memarasit inangnya. Upaya ini menunjang

tindakan konservasi musuh alami pada lahan pertanian (Kartosuwondo 1987).

Lama hidup serangga parasitoid sangat menentukan dalam pengendalian

serangga hama. Saat pelepasan diharapkan imago betina parasitoid dapat hidup lama.

(106)

12

mengkonsumsi nektar buckwheatflower dan imago jantan hanya bertahan sehari. Saat

diberikan campuran madu-air 20 % (honey-water) maka parasitoid betina dapat

bertahan hingga 12 hari dan parasitoid jantan 3 hari (Baggen & Gurr 1998). Hal ini terjadi karena nektar bunga banyak mengandung glukosa dan asam amino yang dapat

meningkatkan metabolisme serangga parasitoid (Idris & Grafius 1995).

Selain lama hidup, nektar bunga dapat meningkatkan keperidian imago

parasitoid betina. Peningkatan tersebut tidak hanya berasal dari tumbuhan berbunga

sebagai sumber nektar tapi juga berasal dari kutu daun yang menyediakan embun

madu sebagai sumber pakan tambahan. Berdasarkan hasil penelitian Idris dan Grafius

(1995) tanaman Chenopodia album (Chenopodiaceae) dan Sonchus awensis

(Asteraceae) yang dihuni oleh kutu dam sebagai penghasil embun madu dapat

meningkatkan keperidian D. insulare (Hym : Ichneumonidae). Telur D. insulare

betina berjurnlah 70 butir bila memakan embun madu dari tanaman C. album dan 60

butir saat makan embun madu dari tanaman S. awensis. Dalam ha1 ini kehadiran kutu

daun pada tanaman memberikan dampak positif terhadap peningkatan keperidian

imago parasitoid Hymenoptera.

Beberapa imago parasitoid dari famili Ichneumonidae pergerakannya selalu

aktif dalam mencari nektar dan larvanya hidup pada larva inang Lepidoptera yang

merupakan hama perusak tanaman pertanian (DeLima 1980 dalam Pickett & Bugg

1998). Idris dan Grafius (1 995) melaporkan bahwa persentase parasitisasi D. insulare

pada P. xylostella meningkat akibat mengkonsumsi nektar yang dihasilkan dari bunga

tanaman brokoli yang dikenal sebagai tanaman budidaya. Secara urnum tanaman

(107)

13

vegetatif, kecuali saat panen disisakan beberapa tanaman untuk menjadi sumber

benih untuk musim tanam berikutnya. Sebelum menghasilkan benih biasanya

tanaman menghasilkan bunga yang dimanfaatkan kehadirannya sebagai sumber

pakan tambahan. Baggen dan Gurr (1998) melaporkan bahwa persentase parasitisasi

C. koehleri berkorelasi positif dengan jarak sumber pakan tambahan. Pada jarak 1

meter persentase parasitisasi C. koehleri terhadap larva P. operculella (Lepidoptera :

Gelechiidae) sebesar 55 % dan pada jarak 16 meter sebesar 39 %. Persentase

parasitisasi serangga Hymenoptera meningkat pada lahan yang ditanami dengan plot

tumbuhan berbunga (Nentwig 1991 dalam Pickett & Bugg 1998).

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa kehadiran tumbuhan berbunga

di pertanaman memberikan manfaat yang nyata dalam usaha konservasi musuh alami.

Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah tumbuhan liar penghasil bunga yang

bermanfaat untuk musuh alami dapat ditanam di pinggiran lahan tanaman budidaya

(Nentwig 1991 dalam Pickett & Bugg 1998).

Tumbuhan berbunga yang ditemui di sekitar lahan kubis Famili Asteraceae

Galinsoga pamiflora Cav.

Sinonim dengan Wollastana zollingeriana auct.non Sch.-Bip yang berasal dari

Peru lalu menyebar ke daerah tropis. Pertama kali ditemukan di Jawa sebelum 1890

lalu menyebar ke seluruh Indonesia kecuali Kalimantan dan Maluku. Hidup pada tepi

sawah, hutan, taman, tepi jalan dan perkebunan dengan ketinggian 300-2500 meter

dpl (Soerjani et al. 1987). Tanaman tegak dengan tinggi 20-60 cm dan mempunyai

(108)

14

panjang 1,5-5,O rnrn dengan kedua permukaan tertutup bulu. Bunga berkelamin dua,

mempunyai tabung mahkota dengan panjang 1-2 mm dan berwarna kuning. Bijinya

pipih dan akan diterbangkan oleh angin saat kering (Everaarst 198 1).

Famili Brassicaceae (Cruciferae)

Brassica juncea (L.) Cosson

Berasal dari Asia Selatan lalu menyebar ke Indonesia dan negara Asia

lainnya. Dikenal sebagai sawi hijau (caisin) yang biasa dibudidayakan sebagai

tanaman sayur pada pekarangan, sela-sela pertanaman kubis, bawang daun dan jenis-

jenis sayuran lainnya. Hidup pada ketinggian 0-1000 meter dpl. Daunnya berbentuk

roset dan membentuk kanopi yang menutupi permukaan tanah. Panjang dam 15-30

cm dengan permukaan halus dan ujungnya tajam. Bunga berwarna kuning,

bergerombol dan berada pada ujung batang. Menghasilkan polong berukuran 7 cm

dan lebarnya 3-5 rnm. Satu polong menghasilkan biji sebanyak 10-25 butir. Biji akan

terlempar keluar saat polong masak (Opena 1988).

Cardamine hirsuta L.

Menyebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada ketinggian 700 -

2600 meter dpl. Hidup pada tepi selokan dan tempat lembab lainnya. Tanaman tegak

dengan tinggi 5-35 cm. Daun tersebar 5-11 helai tiap cabang. Bunga berada pada

puncak tanaman. Mahkota bunga warna kuning. Menghasilkan polong yang akan

melontarkan bijinya saat masak. Biji berwarna cokelat kemerahan berbentuk lonjong

(109)

Nasturtium indicum (L.) DC

Sinonirn dengan Rorippa indica (L.) Hiern.; R. atrovirens (Hornem.) Ohwi &

Hara.; R. sinapsis (Burm.f.) Ohwi & Hara. Berasal dari Asia menyebar ke Afiika dan

Indonesia. Hidup pada tanah lembab sepanjang aliran air dengan ketinggian 0-2000

meter dpl. Tanaman setahun yang tegak dengan tinggi 10-50 cm, batang seringkali

bercabang dari dasarnya. Daun bersilangan bentuk lonjong dengan ukuran 4-10 cm.

Menghasilkan banyak bunga pada ujung tanaman dengan panjang 5-10 cm. Mahkota

bunga warna kuning. Menghasilkan polong yang ramping dengan panjang 15-25 mm.

Biji warna cokelat kemerahan dan akan menyebar saat polong masak atau lewat

aliran air (Soe rjani et al. 1987).

Farnili Capparidaceae

Cleome rutidosperma DC

Sinonim dengan C. czliata Schurn. & Thonn. Berasal dari Afrika Barat

menyebar ke Angola lalu diintroduksi ke Karibia. Pertama kali dilaporkan tahun 1920

di Medan (Sumatera Utara) dan Jawa (Jakarta) tahun 1958. Ditemukan di Singapura

dan Thailand tahun 1946 d m Burma tahun 1948. Hidup pada dataran rendah,

pekarangan dan persawahan pada ketinggian 0-1 000 meter dpl. Tanamannya tegak,

seringkali bercabang dengan tinggi 15-100 cm. Batangnya bentuk persegi. Daunnya

berjari tiga, berbentuk oval atau lonjong. Bunga berkelarnin dua berada pada ketiak

daun dan menyebar secara tunggal. Mahkota bunga warna ungu muda sering

bercampur warna merah muda. Buah bentuk polong dengan panjang 4-10 rnrn. Biji

berwarna cokelat atau hitam d m akan terlempar keluar saat polong masak (Soerjani

(110)

Famili Lythraceae

Cuphea microphylla H.B.& K.

Berasal dari Arnerika tropis dan menyebar ke Indonesia kecuali Irian Jaya.

Tumbuh di tarnan, tepi jalan dengan ketinggian 0-1000 meter dpl. Biasa dijadikan

sebagai tanaman hias. Merupakan tanaman tegak, banyak percabangan dengan tinggi

10-40 cm. Batang segiempat dengan daun bersilangan berbentuk lonjong. Bunga

berkelamin dua turnbuh pada ketiak daun, kadang menyebar tunggal atau

bergerombol. Mahkota bunga berwarna ungu atau putih. Berkembang biak dengan

potongan bagian tanaman (Steenis 1988).

Famili Oxalidaeeae

Oxalis barrelieri L.

Sinonim dengan

0.

sepium A. St.-Hill. var. picta Prog. Berasal dari Arnerika Selatan dan menyebar ke negara-negara tropis seperti Indonesia. Khusus Indonesia

ditemukan di sekitar Bogor (Jawa Barat) untuk pertama kali pada tahun 1888. Saat

ini penyebarannya telah sampai ke Sumatera, Jawa dan Irian Jaya. Ditemukan di

sekitar taman, sepanjang jalan, tepi sungai d m padang rumput dengan ketinggian 0-

1500 meter dpl. Herba tegak dengan tinggi diatas 0,5 meter tanpa stolon. Batangnya

bercabang, daun bersilangan dan satu tangkai terdiri dari 3 helai daun. Bunga

berkelamin dua, mahkota bunga wama merah muda, sebagian kehijauan dengan

(111)

17

Oxalis corniculata L.

Daerah asalnya tidak diketahui dengan pasti tapi bersifat kosmopolitan di

daerah tropis dan sub tropis. Khusus Indonesia ditemukan di Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur dengan ketinggian di bawah 3000 meter dpl. Ditemukan

pada semua jenis tanah, tepi selokan, padang rumput, tembok rumah dan tepi sawah

(Everaarst 1981). Tanaman tahunan dengan panjang 5-35 cm, bercabang banyak,

ramping dan berakar pada tiap mas. Batang bulat dan berambut. Daunnya terdiri 3

helai. Bunga berada pada ketiak daun, berkelamin dua dengan mahkota berwama

kuning dan gelap pada dasar bunga. Buah terdiri dari 5 bilik berbentuk segilima

dengan biji wama cokelat kemerahan saat masak. Penyebaran biji lewat serangga dan

terlempar saat masak (Soe rjani et al. 1987).

Famili Scrophulariaceae

Linderrtia crustacea (L.) F.v.M.

Sinonim dengan L. rninuta Koord. ; Mimulus javanicus Bl.; Torenia crustacea

Hassk.;

T.

minuta Bl.; Vandellia crustacea Benth.; V. minuta Miq. Berasal dari Asia

tropis lalu menyebar ke Indonesia. Turnbuh pada tanah lembab, lapangan, taman,

bebatuan sumur dan tanah keras. Kebanyakan pada ketinggian dibawah 1500 meter

dpl. Tanaman tahunan yang tegak dengan banyak percabangan pada dasar perakaran.

Batangnya berukuran panjang 4-20 cm dengan tinggi di bawah 8 cm. Batang

segiempat dengan daun bersilangan, lonjong dan mempunyai banyak gerigi. Bunga

(112)

18

(113)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian meliputi percobaan lapangan dan laboratorium bertempat di Kebun

Percobaan IPB Pasir Sarongge, Cianjur, dan Laboratorium Pengendalian Hayati,

Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai Desember 2000

sampai Oktober 2001. Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge mempunyai ketinggian

1070 meter dpl, rata-rata curah hujan 3042 mmltahun, suhu udara minimum dan

maksimum rata-rata adalah 16" C dan 24" C serta kelembaban nisbi udara rata-rata

88 %. Sebelum percobaan lapang telah dilakukan survei awal pada dua tempat

berjarak 500 m yang akan ditanami kubis. Hasil survei menunjukkan pola pertanaman

kubis kedua tempat tersebut sama dan persentase parasitisasi D. semiclausum relatif

rendah. Selma penelitian berlangsung, keadaan suhu minimum dan maksimum

ruangan laboratorium rata-rata 22" C dan 29" C, kelembaban nisbi minimum dan

maksimum rata-rata 61 % dan 88 %.

Serangga uji untuk percobaan laboratorium

P. xylostella yang dibiakkan massal dalam laboratorium berasal dari

pertanaman kubis di daerah Cipanas dan Pasir Sarongge. Pupa dan larva diambil

dengan kuas lalu ditaruh dalam kotak terpisah. Di laboratorium larva dipelihara

dalam kotak plastik (diameter 22 cm, tinggi 7 cm) yang bertutup kain kasa. Sumber

pakan berupa dam caisin bebas pestisida. Bagian dasar kotak di alas dengan kertas

(114)

20

kasa, diberi madu 10 % yang diserapkan pada kapas dan setangkai daun caisin segar

sebagai tempat peletakan teiur. Daun berisi telur dipelihara dalam kotak terpisah.

Kokon D. semiclausum dikumpulkan dari pertanaman kubis yang sama

dengan inangnya. Kokon dipelihara dalam kurungan kasa yang berisi daun caisin dan

larva P. xylostella

untuk

diparasit dan diberi campuran madu 10 %. Setiap hari larva

diganti dan larva terparasit dipelihara &lam kotak terpisah.

Sumber tumbuhan berbunga

Tumbuhan berbunga yang akan digunakan sebagai surnber nektar bagi

D. semiclausum di dapatkan dari pertanaman kubis yang sama dengan sumber serangga uji. Berdasarkan uji pendahuluan didapatkan sembilan macam tumbuhan

berbunga (Tabel 1).

Tabel 1. Tumbuhan berbunga yang digunakan dalam percobaanl)

Farnili Spesies

Brassicaceae Brassica juncea (L.) Cosson / caisin Bangkok

Oxalidaceae

Capparidaceae Asteraceae Scrophulariaceae Lythraceae

Nasturtium indicum DC (Rorippa indica L.)

Cardamine hirsuta L.

Oxalis barrelieri L.

Oxalis corniculata L.

Cleome rutidosperma DC

Galinsoga paw flora Cav.

Lindernia crustacea (L.) F.v.M

Cuphea microphylla H.B.& K

' ) ~ n t u k identifikasi digunakan : Everaarst (1981), Soerjani et al. (1987)

Masing-masing tumbuhan berbunga diambil dengan akarnya lalu ditanam pada

polibag terpisah. Tumbuhan berbunga yang menghasilkan polong diambil polongnya

[image:114.601.131.540.433.591.2]
(115)

2 1

kandang, dipelihara da'lam rumah kaca dan bebas insektisida. Setelah menghasilkan

bunga (umur 15-25 hari) siap digunakan untuk percobaan.

Percobaan 1. Pengaruh tumbuhan berbunga terhadap populasi P. xylostella dan

parasitoid D. semiclausum pada dua pola pertanaman kubis di lapang

Tujuan percobaan adalah mengetahui pengaruh kehadiran tumbuhan berbunga

terhadap populasi P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum. Percobaan dilakukan

pada dua tempat terpisah berjarak sekitar 500 meter dan bebas insektisida. Tipe lahan

pertama : kubis ditanam dengan jarak 25cm x 25cm pada petak 5m x 3m (40

tanaman) sebanyak 9 petak. Tumbuhan berbunga hasil uji pendahuluan ditanam

dengan jarak lOcmxlOcm pada 4 petak berukuran 20m x 0,5m. Tipe lahan kedua :

kubis ditanam secara monokultur (tanpa tumbuhan berbunga) dengan jarak tanam

sama (Gambar 1). Pengamatan kedua lahan dimulai saat kubis berumur 14 HST

dengan mengamati 10 sampel secara acak dengan sistem nomor pada tiap petak.

Pengamatan selanjutnya hingga yang ke-enam dengan selang 14 hari sampai saat

panen. Peubah yang diamati pada kubis adalah : rata-rata jumlah telur, larva dan

pupa P. xylostella yang terbentuk pada tiap petak dan persentase parasitisasi D.

semiclausum. Persentase parasitisasi dihitung dari jumlah larva parasitoid (hasil

pembedahan larva terparasit) dan jumlah kokon D. semiclausum dibagi total larva

yang diamati ditambah jumlah kokon kali 100% (van Driesche 1983). Diamati pula

keberadaan artropoda khususnya dari ordo Homoptera yang mengeluarkan embun

madu pada kedua pertanaman tersebut secara visual. Percobaan disusun dalam RAK

(116)

berbunga dan kubis monokultur digunakan uji t dari sembilan ulangan (Steel & Torrie 1995).

Gambar 1. Denah percobaan lapang : petakan sembilan macam tumbuhan berbunga

(a) dan kubis (b)

Percobaan 2. Preferensi parasitoid D. semiclausum betina pada berbagai macam tumbuhan berbunga dan madu

Tujuan percobaan adalah mempelajari preferensi D. semiclausum betina pada

sembilan macam tumbuhan berbunga. Prosedurnya adalah : ke dalam kurungan

berkerangka kayu dengan penutup kain batis (90cmx90cmx90cm) dimasukkan

masing-masing 5 polibag tumbuhan B. juncea, N. indicum, 0. barrelieri, 0.

corniculata, L. crustacea, C. microphylla, G. pawzjlora, C. hirsuta dun C. rutidosperma yang telah berbunga. Selanjutnya dimasukkan seekor D. semiclausum

betina umur 24 jam. Pengamatan dilakukan selama 30 menit dengan mencatat peubah

yaitu berapa lama parasitoid berdiam pada tumbuhan berbunga yang dipilih sebagai

[image:116.588.126.520.144.321.2]
(117)

23

dengan prosedur sama ditambahkan gumpalan kapas berisi madu dan diulang 10 kali.

Peubah yang diamati sama dengan percobaan yang hanya menggunakan tumbuhan

berbunga. Percobaan disusun dalam RAK dan diuji lanjut dengan selang berganda

Duncan (Steel & Tonie 1995).

Percobaan 3. Pengaruh sumber pakan dan lawa P. xylostella terhadap

kebugaran D. semiclausum betina

Tujuan percobaan adalah melihat pengaruh surnber pakan dan larva P.

xylostella terhadap kebugaran D. semiclausum betina. Percobaan ini mempunyai

prosedur sama dengan percobaan preferensi dan menggunakan 40 ekor larva P.

xylostella instar I11 yang ditaruh pada daun caisin dan dimasukkan pada kurungan

yang berisi tumbuhan berbunga. Ke dalam kurungan percobaan dimasukkan sepasang

imago D. semiclausum umur 24 jam dan dibiarkan berkopulasi. Setelah 24 jam imago

jantan dikeluarkan. Tumbuhan berbunga dan larva diganti setiap hari sampai imago

betina mati dan percobaan diulang 10 kali. Peubah yang diamati : lama hidup,

persentase parasitisasi, jumlah kokon yang terbentuk dan jumlah betina yang muncul.

Sebagai pembanding ditambahkan kapas berisi madu yang dimasukkan ke dalam

kurungan berisi tumbuhan berbunga dan larva P. xylostella dengan prosedur yang

sama. Peubah yang diamati sama seperti percobaan sebelumnya. Percobaan disusun

(118)

24

Percobaan 4. Pengaruh sumber pakan terhadap lama hidup dan kemampuan

reproduksi parasitoid D. semiclausum

Tujuan percobaan adalah mengetahui jenis tumbuhan berbunga yang

menunjang lama hidup dan kemampuan reproduksi parasitoid D. semiclausum betina.

Percobaan terdiri dari 2 tahap yaitu : percobaan tanpa pembedahan dan percobaan

dengan pembedahan larva P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum betina.

Percobaan tanpa pembedahan prosedurnya adalah : ke dalam kurungan

berkerangka kayu dengan penutup kain batis (40cmx40cmx40cm) dimasukkan 5

polibag tumbuhan B. juncea yang telah berbunga. Selanjutnya dimasukkan sepasang

imago D. semiclausum umur 24 jam dan 40 ekor larva P. xylostella instar 111. Setelah

24 jam imago jantan dikeluarkan. Setiap hari tumbuhan berbunga dan larva P.

xylostella diganti sampai imago betina mati. Prosedur yang sama diulang untuk

masing-masing tumbuhan N. indicum, 0. barrelieri, 0. corniculata, L. crustacea, C.

microphylla, G. parviflora, C. hirsuta dan C. rutidosperma. Setiap perlakuan dengan

tumbuhan berbunga diulang 10 kali. Peubah yang diamati untuk masing-masing

tumbuhan berbunga adalah : lama hidup, persentase parasitisasi, jumlah kokon

terbentuk dan jumlah betina yang muncul. Sebagai pembanding ditambahkan kapas

berisi madu dengan prosedur yang sama dengan tumbuhan berbunga. Peubah yang

diamati sama dengan percobaan diatas. Untuk melihat kemampuan bertahan hidup

(survival) D. semiclausum tanpa pakan dilakukan satu percobaan dengan prosedur

(119)

25

disusun dalam R4K dan diuji lanjut dengan selang berganda Duncan (Steel & Torrie 1995).

Percobaan pembedahan prosedurnya sama dengan percobaan tanpa

pembedahan yang menggunakan tumbuhan berbunga, madu dan tanpa pakan.

Pembedahan larva P. xylostella dilakukan untuk melihat perkembangan telur

parasitoid di dalam tubuh inang dan imago D. serniclausurn betina dibedah untuk

menghitung jumlah telur dalam ovari. Masing-masing perlakuan dengan tumbuhan

berbunga, madu dan tanpa pakan diulang 10 kali. Peubah yang diamati adalah :

jumlah telur diletakkan, sisa telur dalam ovari, lama perkembangan dan masa

kesiapan reproduksi. Khusus untuk percobaan bertahan hidup (survival) lama

perkembangan parasitoid dalam tubuh inang tidak diamati. Percobaan disusun dalam

R4K dan diuji lanjut dengan selang berganda Duncan (Steel & Torrie 1995).

Cara mengamati peubah masing-masing sebagai berikut:

1. Preferensi (menit)

Data diperoleh dengan mengamati pemilihan imago parasitoid betina terhadap

perlakuan yang dipilihnya sebagai sumber pakan.

2. Lama hidup = LH (hari)

Data diperoleh dengan menwtung lamanya imago betina hidup sejak mulai

dimasukkan ke dalam kurungan percobaan sampai imago tersebut mati.

3. Jumlah telur diletakkan = JTD (butir)

Data diperoleh dengan menghitung jumlah telur yang diletakkan parasitoid

(120)

26

menggunakan jarum mikro dan air sebagai media di bawah mikroskop binokuler dan

dihitung jumlahnya.

4. Sisa telur dalam ovari = ST0 (butir)

Data diperoleh dengan membedah ovari pada abdomen imago betina yang

digunakan untuk tiap perlakuan dengan menggunakan jarum mikro d m air sebagai

media di bawah mikroskop binokuler lalu dihitung jumlahnya.

5. Lama perkembangan = LP (hari)

Data diperoleh dengan membedah larva inang tiap hari untuk melihat

perkembangan larva parasitoid.

6. Persentase parasitisasi = PP (%)

Data diperoleh dengan menghitung jumlah larva inang yang terparasit untuk

tiap perlakuan.

7. Pembentukan kokon = PK (%)

Data diperoleh dengan menghitung persentase pembentukan kokon parasitoid

8. Jumlah betina yang muncul = JB (%)

Data diperoleh dengan menghitung jumlah betina yang muncul

9. Masa kesiapan reproduksi = MKR (butir)

Data diperoleh dengan menghitung jumlah telur yang ada pada ovari imago

betina dengan cara memberi makan imago betina selama 24 jam dengan sumber

(121)

dibedah sebelum terjadi peletakan telur dengan menggunakan j a m mikro dan air

sebagai media di bawah mikroskop binokuler lalu jurnlah telur dihitung.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan memakai program Statistic Analysis

(122)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pengaruh tumbuhan berbunga terhadap populasi P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum pada dua pola pertanaman kubis di lapang

Berdasarkan hasil pengamatan pada kedua lahan percobaan ditemukan total

telur P. xylostella untuk seluruh ulangan pada kubis monokultur sebanyak 71 butir

saat 2 MST. Jumlah telur terus meningkat dan mencapai puncaknya pada 12 MST

sebanyak 251 butir. Pada kubis tumpangsari total telur P. xylostella sebanyak 66

butir saat 2 MST dan mencapai puncaknya saat 8 MST dengan total telur 159 butir.

Memasuki 10 MST total telur P. xylostella mengalami penurunan menjadi 145 butir

dan tetap stabil hingga 12 MST (Gambar 2). Total larva P. xylostella untuk seluruh

ulangan yang diamati pada kubis monokultur sebanyak 126 ekor saat 2 MST dan

meningkat terus hingga 8 MST dengan total larva 225 ekor. Saat 10 MST total larva

menurun menjadi 194 ekor lalu meningkat lagi saat 12 MST sebanyak 206 ekor. Pada

lahan kubis tumpangsari total larva P. xylostella saat 2 MST sebanyak 69 ekor dan

mencapai 156 ekor saat 8 MST. Memasuki 10 MST jumlah larva menjadi 141 ekor

dan tetap stabil hingga 12 MST (Gambar 2). Total pupa P. xylostella untuk seluruh

ulangan pada kubis monokultur 53 ekor saat 2 MST dan mencapai puncaknya saat 8

MST sebanyak 282 ekor. Saat 10 MST hingga 12 MST mengalami p e n m a n

menjadi 221 ekor dan 192 ekor. Kubis tumpangsari saat 2 MST total pupa P.

xylostella yang teramati sebanyak 15 ekor dan terus meningkat hingga 8 MST

menjadi 180 ekor. Memasuki 10 MST mengalami p e n m a n menjadi 127 ekor dan

(123)

2 4 6 8 1 0 1 2

Minggu ke-

I

Larva

1 2 3 4 5 6

Minggu ke-

[image:123.782.73.702.47.406.2]

Telur Larva

Gambar 2. Total individu P. xylostella pada kubis monokultur (a) dan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan

(124)

Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh rata-rata jumlah telur P. xylostella

pada petakan kubis monokultur dan kubis tumpangsari pada 2 MST sangat rendah

yaitu 7,8 butir dan 7,3 butir. Saat 6 MST mulai terlihat adanya peningkatan jumlah

telur P. xylostella pada kubis monokultur dan kubis tumpangsari yaitu 17,3 butir dan 15,7 butir. Dapat dikatakan bertambahnya umur tanaman menyebabkan terjadinya

peningkatan populasi P. xylostella pada kedua lahan percobaan tersebut (Gambar 3).

30

z c

4) '3

*

3 25

I

s e

-

20

g

.=$ 15 Kubis tumpangsari

a

ca

-

8

10 dengan 9 macam

3 "

5

2

0

2 4 6 8 10 12

[image:124.591.84.517.271.615.2]

Minggu ke-

(125)

3 1 Secara visual di awal pengamatan tumbuhan berbunga yang ditanam pada

lahan kubis tumpangsari belum banyak menghasilkan bunga sehingga tidak

memperlihatkan perbedaan rata-rata jumlah telur walaupun untuk total telur

keseluruhan pada kedua lahan percobaan menunjukkan hasil yang berbeda. Dapat

dikatakan populasi P. xylostella mengalami keseimbangan untuk fase telur saat

pengamatan memasuki 2 MST dan 4 MST.

Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata jumlah larva P. xylostella pada

kubis monokultur saat 2 MST sebanyak 14,2 ekor. Jumlah larva terus meningkat

hingga 8 MST sebanyak 25,O ekor. Saat 10 MST terjadi penurunan jumlah larva

sebanyak 21,5 ekor lalu meningkat lagi saat memasuki 12 MST menjadi 22,9 ekor.

Sebaliknya pada lahan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan

berbunga saat 2 MST rata-rata jumlah larva P. xylostella sebanyak 7,6 ekor. Jumlah

larva terus meningkat hingga 8 MST. Saat pengamatan pada 10 MST terjadi

penurunan jumlah larva sebanyak 15,6 ekor dan jumlah tersebut tetap stabil saat

diamati pada 12 MST (Gambar 4).

Persentase parasitisasi pada kubis monokultur saat 2 MST sebesar 4,4 %

sedangkan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga sebesar

28,8 %. Memasuki 4 MST hingga 6 MST telah banyak larva yang terparasit dan mernbent.uk kokon pada kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan

berbunga. Persentase parasitisasi kubis dengan sistem tumpangsari terus meningkat

saat pengamatan memasuki 8 MST hingga 12 MST. Pada minggu yang sama terjadi

penurunan persentase parasitisasi pada lahan yang hanya ditanami kubis monokultur

(126)

Gambar 4. Rata-rata jurnlah larva P. xylostella pada dua pola pertanaman kubis selama satu musim tanam.

k

I

2 4

6

8 1 0 1 2

2 4 6 8 10 12

Minggu ke-

1

Kubis monokultur

Minggu

ke-

Kubis monokultur

H

Kubis

I 1

H Kubis tumpangsari dengan 9 macam tumbuhan bunga

tum pangsari

I

dengan 9 macam

I

tumbuhan

berbunga

Gambar 5. Persentase parasitisasi parasitoid D. semiclausum pada dua pola

pertanaman kubis selama satu musim tanam

[image:126.588.108.529.104.440.2] [image:126.588.86.530.305.644.2]
(127)

Berdasarkan hasil analisis ragam dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah larva P.

xylostella pada kedua lahan percobaan menunjukkan hasil berbeda nyata. Karena D.

semiclausum merupakan parasitoid larva yang spesifik maka terdapat korelasi positif

antara ketersediaan nektar tumbuhan berbunga dengan efektivitas penekanan larva P.

xylostella oleh parasitoid tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Idris dan Grafius

(1995) yang mengemukakan bahwa parasitoid Hymenoptera memilih nektar bunga karena banyak mengandung protein dan asam amino untuk meningkatkan

kebugarannya.

Berdasarkan hasil analisis ragam rata-rata jumlah pupa P. xylostella pada

kedua lahan percobaan telah memperlihatkan perbedaan di awal pengamatan. Saat 2

MST rata-rata jumlah pupa P. xylostella pada kubis monokultur sebanyak 5,8 ekor

dan jumlahnya terus meningkat hingga 8 MST menjadi 31,3 ekor. Saat 10 MST

terjadi penurunan pupa P. xylostella menjadi 24,s ekor dan terus menurun hmgga

pengamatan memasuki 12 MST. Pada lahan kubis tumpangsari dengan sembilan

macam tumbuhan berbunga rata-rata jumlah pupa P. xylostella yang terbentuk

sebanyak 1,6 ekor. Jumlah pupa terus meningkat hingga 8 MST menjadi 20 ekor.

Saat 10 MST jumlah pupa P. xylostella mengalami penurunan menjadi 14,l ekor dan

(128)

Kubis monokultur

Ku bis tumpangsari dengan 9 macam

I

Minggu ke-

I

[image:128.588.111.531.58.286.2]

1 I

Gambar 6 . Rata-rata jumlah pupa P. xylostella pada dua pola pertanaman kubis

selama satu musim tanam.

Preferensi D.

Gambar

Tabel 1. Tumbuhan berbunga yang digunakan dalam percobaanl)
Gambar 1. Denah percobaan lapang : petakan sembilan macam tumbuhan berbunga (a) dan kubis (b)
Gambar 2. Total individu P. xylostella pada kubis monokultur (a) dan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga (b) selama satu musim tanam
Gambar 3. Rata- rata jumlah telur P. xylostella pada dua pols! pertanaman kubis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya jika dilihat pada kanaikan konsentrasi perekat kanji dari 4% menjadi 7% terlihat adanya kenaikan nilai kalor beriket, dimana pada gaya tekan 2 tonf

Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan dan dukungan keluarga dengan asupan protein pasien gagal ginjal kronik dengan

Teras reaktor terdiri dari banyak kanal bahan bakar dan dideretkan berbentuk kisi kubus di dalam tangki kalandria, bahan pendingin mengalir masing-masing di dalam pipa tekan,

[r]

OPerator Jadwal

berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Lengkap tidaknya buku-buku di perpustakaan ikut menentukan kualitas suatu sekolah. Dengan memberikan fasilitas

77 o C dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121 o C selama 60 menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh

Varietas Walet dapat ditanam dalam pola tumpangsari 3 baris dan 7 baris karena menghasilkan jumlah biji yang lebih banyak dibandingkan monokultur, sedangkan varietas