POTENSI TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI SUMBER
P A U N TAR'IBARAN UNTUK MENINGKATKAN KXBUGAIL4N
PARASITOID Diadegi~ra
sei~ziclaiisuitt
HELLE
N
(HYMENOPTERA :-ICHNEUhlONIDAE)
OLEH :
SRI NUR ARTINAH NGATIMIN
PROGRAR.1 PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
SRI NUR AMINAH NGATIMIN. Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai
Sumber Pakan Tambahan Untuk Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma
semiclausum Hellen (Hymenoptera : Ichneumonidae). Dibimbing oleh UTOMO
KARTOSUWONDO dan DAMAYANTI BUCHORI.
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh kehadiran tumbuhan berbunga
terhadap populasi P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum, mempelajari
preferensi D. semiclausum pada berbagai macam tumbuhan berbunga, mempelajari
pengaruh sumber pakan dan larva P. xylostella terhadap kebugaran D. semiclausum
betina serta mengetahui jenis tumbuhan berbunga yang menunjang lama hidup dan kemampuan reproduksi parasitoid D. semiclausum. Penelitian ini meliputi percobaan lapangan dan laboratorium bertempat di Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge, Cianjur dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor mulai Desember 2000 sampai
Oktober 2001. Di lapangan kubis ditanam pada dua tempat terpisah be~jarak sekitar
500 meter. Pada tempat pertama kubis ditanam secara turnpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga yaitu : B. juncea, N. indicum, G. pawzj7ora. L. crustacea,
0. barrelieri, 0. corniculata, C. hirsuta, C. microphylla dan C. rutidosperma. Pada tempat kedua kubis ditanam secara monokultur. Di laboratorium dilakukan percobaan preferensi D. semiclausum betina menggunakan berbagai macam tumbuhan berbunga, percobaan pengaruh sumber pakan dan larva P. xylostella yang diberikan secara bersamaan terhadap kebugaran D. semiclausum betina serta percobaan
pengaruh tumbuhan berbunga terhadap lama hidup dan kemampuan reproduksi D.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
Potensi Turnbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk
Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen
(Hymenoptera : Ichneumonidae)
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 28 Mei 2002
Sri Nur Aminah Ngatimin
POTENSI TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI SUMBER PAKAN TAMBAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEBUGARAN
PARASITOID Diadegma semiclausum HELLEN
(HYMENOPTERA : ICHNEUMONIDAE)
Oleh :
SRI NUR AMINAH NGATIMIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi / Fitopatologi
PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber
Pakan Tambahan untuk Meningkatkan Kebugaran
Parasitoid Diadegma sernicIausum Hellen
(Hymenoptera : Ichneumonidae)
Nama Mahasiswa : Sri Nur Aminah Ngatimin
NRP
99 193Program Studi Entomologi / Fitopatologi
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
V
Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
RIWAYAT HIDUP
Sri Nur Aminah Ngatimin dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 29
Agustus 1972 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Ibu H. Sardina Dg.
Ngai dan Ayah Prof. Dr. dr. H. M. Rusli Ngatimin, MPH.
Penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada SMA Kartika
Chandra Kirana Ujung Pandang tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis diterima
di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin melalui jalur SIPENMARU. Tahun 1995 memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada fakultas yang sama. Mulai tahun ajaran 199912000 penulis mendapat
beasiswa dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui BPPS (Biaya
Pendidikan Program Pascasarjana) untuk mengikuti Program Magister Sains di
Program Pascasarjana IPB.
Sejak tahun 1998 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tanggal 1 April 1995 penulis menikah dengan Firnas Bohari, SH dan telah
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat
dan ridho-Nya maka penelitian dan penulisan tesis yang berjudul : Potensi
Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk Meningkatkan
Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera :
Ichneumonidae) dapat diselesaikan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr.
Ir. Utomo Kartosuwondo, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan telah
membantu pendanaan dan fasilitas saat penelitian, kepada Ibu Dr. It-. Damayanti Buchori, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas birnbingan selama proses
penelitian sampai penulisan tesis. Terima kasih untuk Ketua Program Studi
EntomologdFitopatologi dan staf pengajar Program Pascasarjana IPB yang telah
memberikan bimbingan saat penulis mengikuti pendidikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian
& Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan izin d m
menugaskan penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada
Program Pascasarjana IPB, kepada Direktur Program Pascasarjana IPB yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan tersebut. Terima kasih kepada
Pengelola Biaya Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS), Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan biaya yang telah
diberikan sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat berjalan dengan lancar.
Terima kasih untuk Dian Sugiri, laboradanggota Lab. Pengendalian Hayati,
Jurusan HPT-IPB dan seluruh anggota Himpunan Mahasiswa Pascasarjana
EntomologdFitopatologi atas dukungannya selama ini. Terima kasih sangat khusus
penulis sampaikan kepada suami tercinta dan kedua buah hatiku atas ketabahan dan
kesabaran selama penulis mengikuti pendidikan. Terima kasih kepada Ibu, Papi, Ibu
dan Bapak mertua serta adikkakak yang selalu mendoakan kesehatan dan kesuksesan
penulis. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat.
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR TABELDAFTAR GAMBAR
...
DAFTAR LAMPIRAN
...
PENDAHULUAN
...
Latar Belakang
...
...
Tujuan Penelitian
...
Kegunaan PenelitianTINJAUAN PUSTAKA
...
Bioekologi Plutella xylostella Linn
...
Bioekologi Diadegma semiclausum Hellen
...
Pemanfaatan Tumbuhan Berbunga oleh Parasitoid HyrnenopteraTumbuhan Berbunga yang ditemui di Sekitar Lahan Kubis
...
Famili Asteraceae
...
Galinsoga pawzyora Cav
...
Famili Brassicaceae...
Brassica juncea (L.) Cosson
...
Cardamine hirsuta L
...
Nasturtium indicum (L.) DC
...
Famili Capparidaceae...
Cleome rutidosperma DC
...
...
Famili Lythraceae
Cuphea microphylla H
.
B.
& K...
Famili Oxalidaceae...
...
Oxalis barrelieri L
Oxalis corniculata L
...
Famili Scrophulariaceae...
Lindernia crustacea F.v.M.
...
...
METODOLOGI PENELITIANTempat dan Waktu
...
...
Serangga Uji untuk Percobaan Laboratorium
...
Sumber Tumbuhan Berbunga...
Percobaan 1
.
Pengaruh Tumbuhan Berbunga Terhadap PopulasiPlutella xylostella dan Parasitoid Diadegma semiclausum pada Dua Pola Pertanaman Kubis di Lapang
...
Percobaan 2.
Preferensi Parasitoid Diadegma semiclausum Betinapada Berbagai Macam Tumbuhan Berbunga dan Madu
...
Percobaan 3
.
Pengaruh Sumber Pakan dan Larva Plutella xylostellaTerhadap Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Betina
...
Percobaan 4
.
Pengaruh Tumbuhan Berbunga Terhadap Lama Hidupdan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Diadegma semiclausum
Betina
...
Analisis Data
...
HASIL DAN PEMBAHASAN
...
...
Hasil
Pengaruh Tumbuhan Berbunga Terhadap Populasi Plutella
xylostella dan Parasitoid Diadegma semiclausum pada Dua Pola Pertanaman Kubis di Lapang
...
Preferensi Diadegma semiclausum Betina pada Berbagai Macam
Tumbuhan Berbunga dan Madu
...
Pengaruh Sumber Pakan dan Larva Plutella xylostella Terhadap
Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum
...
Pengaruh Sumber PakanTerhadap Lama Hidup dan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Diadegma semiclausum
...
...
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
...
DAFTAR TABEL
1 Tumbuhan berbunga yang digunakan dalam percobaan
...
2 Kisaran lama waktu berdiam parasitoid Diadegma semiclausum
...
pada sembilan macam tumbuhan berbunga
3 Kisaran lama waktu berdiam parasitoid Diadegma semiclausum
pada madu dan sembilan macam tumbuhan berbunga
...
4 Pengaruh sumber pakan terhadap kebugaran parasitoid
Diadegma semiclausum
...
5 Lama hidup parasitoid Diadegma semiclausum pada berbagai
...
sumber pakan tambahan6 Rata-rata lama perkembangan Diadegma semiclausum
pada berbagai surnber pakan tambahan
...
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Denah percobaan lapang
...
2 Total individu Plutella xylostella pada kubis monokultur.. (a)
.
dan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga (b) selama satu musim tanam...
3 Rata-rata jumlah telur Plutella xylostella pada dua pola
pertanaman kubis selama satu musim tanam
...
4 Rata-rata jumlah larva Plutella xylostella pada dua pola
...
pertanaman kubis selama satu musim tanam
5 Persentase parasitisasi parasitoid Diadegma semiclausum pada
dua pola pertanaman kubis selama satu musim tanam
...
6 Rata-rata jumlah pupa Plutella xylostella pada dua pola
...
pertanaman kubis selama satu musim tanam
7 Pengaruh sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap preferensi
Diadegma semiclausum betina
...
8 Pengaruh madu dan sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap
preferensi parasitoid Diadegma semiclausum betina
...
9 Pengaruh madu, tanpa pakan dan sembilan macam tumbuhan ber-
bunga terhadap lama hidup parasitoid Diadegma semiclausum
...
4010 Pengaruh madu, tanpa pakan dan sembilan macam tumbuhan ber-
bunga terhadap persentase parasitisasi, pembentukan kokon dan
jumlah betina parasitoid Diadegma semiclausum
...
421 1 Pengaruh madu, tanpa pakan dan sembilan macam tumbuhan ber-
bunga terhadap jumlah telur diletakkan, sisa telur dalam ovari
dan masa kesiapan reproduksi parasitoid Diadegma semiclausum
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Berbagai macam tumbuhan berbunga : Brassicaceae : Nasturtium
indicum (a), Brassica juncea (b), Cardamine hirsuta (c), Lythraceae :
Cuphea microphylla (d), Asteraceae : Galinsoga parviflora (e),
Capparidaceae : Cleome rutidosperma (0, Scrophulariaceae :
Lindernia crustacea (g), Oxalidaceae : Oxalis barrelieri (h), Oxalis
...
corniculata (i) 5 6
2 Kubis turnpangsari dengan berbagai macam tumbuhan berbunga
(a) dan kubis monokultur (b)
...
5 73 Kotak perbanyakan larva Plutella xylostella (a), kurungan per-
banyakan imago parasitoid Diadegma semiclausum dan imago Plutella
xylostella (b) serta daun caisin sebagai sumber pakan larva Plutella
xylostella (c)
...
5 74 Larva Plutella xylostella sehat (a), pupa Plutella xylostella (b), imago
Plutella xylostella (c), larva terparasit (d), kokon Diadegma semiclausum
(e), imago parasitoid Diadegma semiclausum ( 0
...
585 Pengaruh sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap preferensi
parasitoid Diadegma semiclausum betina
...
5 96 Pengaruh madu dan sembilan macam tumbuhan berbunga terhadap
preferensi parasitoid Diadegma semiclausum betina
...
5 97 Pengaruh sumber pakan terhadap lama hidup, persentase parasitisasi
pembentukan kokon dan jumlah betina parasitoid Diadegma
semiclausum
...
608 Penganrh sumber pakan terhadap jumlah telur yang diletakkan
sisa telur dalam ovari dan masa kesiapan reproduksi parasitoid
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sesuai kondisi saat ini, strategi pengendalian hama hams memenuhi
persyaratan yang ada hubungannya dengan keamanan lingkungan tanpa efek
samping. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah memanfaatkan proses
alami dan interaksi biologi yang menguntungkan dalam proses produksi pertanian.
Plutella xylostella Linn. (Lepidoptera : Yponomeutidae) adalah serangga
herbivora penting yang menyerang tanaman famili Brassicaceae dan serangannya
tinggi saat musim kemarau (Kalshoven 1981). Pengendalian P. xylostella saat ini
lebih ditekankan dengan memanfaatkan parasitoid sebagai salah satu komponen
agens hayati. Parasitoid merupakan serangga yang hidup dan berkembang pada inang
yang berupa serangga dan mematikan inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
Istilah parasitoid pertama kali digunakan oleh Reuter pada tahun 1913. Umumnya
serangga parasitoid didominansi oleh ordo Hymenoptera, Diptera dan Strepsiptera
(Quicke 1997). Untuk aplikasi di lapang, parasitoid banyak digunakan dalarn
pengendalian serangga harna (Waage & Hassell 1982).
Pengendalian P. xylostella dengan parasitoid di Indonesia secara berhasil
dilakukan tahun 1950 dengan introduksi parasitoid A. cerophaga Grav. (D.
eucerophaga Horstm / D. semiclausum Hellen) berasal dari Selandia Baru yang
beriklim hangat (Vos 1953). Introduksi ini berhasil karena parasitoid tersebut
berkembang baik utamanya di daerah Jawa Barat dengan tingkat parasitisasi
2
Hymenoptera famili Trichogrammatidae yang menyerang telur P. xylostella yaitu
Trichogrammatoidea cojuangcoi, Trichogrammatoidea armigera Nagaraja dan
TrichogrammaJIandersi (Meilin 1999).
Parasitoid Hymenoptera mempunyai dua fase berbeda dalam
perkembangannya. Pradewasa mendapatkan nutrisi dari inang yang ditempatinya
seperti yang terjadi pada parasitoid telur dan larva, dan dewasanya mendapatkan
nutrisi dalam bentuk nektar dan tepung sari dari tumbuhan berbunga (Jervis et al.
1993). Adanya perbedaan kebutuhan nutrisi terhadap kedua fase pertumbuhan
parasitoid menyebabkan perlunya diteliti potensi tumbuhan berbunga yang berada di
sekitar lahan tanaman budidaya tempat parasitoid bennukim. Idris dan Grafius (1995)
melaporkan nektar tumbuhan Brassica kaber dan Daucus carota dapat meningkatkan
lama hidup dan keperidian parasitoid D. insulare (Hym : Ichneumonidae). Selain
menyediakan nektar dan tepung sari, tumbuhan berbunga menghasilkan embun
madu yang merupakan produk kutu daun yang hidup pada turnbuhan tersebut.
Parasitoid Lysiphlebus testaceipes Cress (Hym : Braconidae) dewasa yang memarasit
kutu daun famili Aphididae dan Coccidae mendapat pakan tambahan lewat embun
madu. Pradewasanya mendapatkan nutrisi lewat nimfa kutu daun sebagai inangnya.
Sumber pakan tambahan lain bagi parasitoid dewasa adalah mengisap sedikit cairan
tubuh inangnya (host feeding) seperti Pimpla turionellae (Hym : Ichneurnonidae)
yang memarasit larva Galleria mellonella (Lepidoptera : Pyralidae). Pada inang yang
sama terjadi dua proses kehidupan yaitu peletakan telur dan host feeding (Sandlan
3
Beberapa peneliti mulai memperhatikan pentingnya habitat untuk menunjang
keberhasilan pengendalian hayati dalam percobaan lapangan maupun laboratorium.
Baggen dan Gurr (1998) melaporkan bunga tumbuhan liar famili Umbelliferae,
Borginaceae dan Fabaceae dapat memperpanjang lama hidup, meningkatkan
keperidian dan tingkat parasitisasi parasitoid Copidosoma koehleri (Hym :
Encyrtidae), musuh alami dari hama kentang Pthorimaea operculella (Lepidoptera :
Gelechiidae). Banyak pelepasan parasitoid ke lapangan menemui kegagalan karena
tidak terdapat pakan tambahan. Takasu dan Lewis (1995) melaporkan parasitoid
Microplitis croceipes (Hym : Braconidae) yang diberi pakan tambahan sebelum
dilepas menunjukkan peningkatan daya mencari inang (searching capacity) dan
persentase parasitisasi secara nyata. Berdasarkan fakta yang telah disebutkan perlu
dilakukan percobaan mengenai potensi tumbuhan berbunga sebagai sumber pakan
tambahan untuk meningkatkan kebugaran parasitoid Diadegma semiclausum Hellen
(Hymenoptera : Ichneumonidae).
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian adalah :
1. Mengetahui pengaruh kehadiran tumbuhan berbunga terhadap populasi
P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum.
2. Mempelajari preferensi parasitoid D. semiclausum betina pada berbagai macam
turnbuhan berbunga.
3. Mempelajari pengaruh sumber pakan dan larva P. xylostella terhadap kebugaran
4. Mengetahui jenis tumbuhan berbunga yang menunjang lama hidup dan
kemampuan reproduksi parasitoid D. semiclausum.
Kegunaan Penelitian
Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai landasan upaya
konservasi parasitoid D. semiclausum dan pengelolaan habitat pada sentra
TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Plutella xylostella Linn.
P. xylostella dikenal dengan nama Diamondback Moth karena pada sayapnya
terdapat pola gambaran menyerupai bentuk berlian dengan pinggiran berenda.
Seringkali disebut pula sebagai hama putih karena saat makan daun kubis, larva
hanya meninggalkan serpihan epidermis berwarna putih pada bagian daun yang
diserangnya. Pada pustaka terdahulu dinamakan P. maculipennis Curtis. Larva
memakan daun famili Brassicaceae (Kalshoven 198 1).
P. xylostella merupakan herbivora penting karena menyerang tanaman
sayuran : kubis, sawi, lobak, mustard dan berbagai jenis Brassicaceae lainnya. Selain
sayuran yang telah disebutkan sebelurnnya, larva P. xylostella juga menyerang selada
air (Nasturtium officinale) dan tumbuhan liar Alyssum sp. Tanaman hias seperti
Mathiola sp juga disukai oleh P. xylostella (Sastrosiswoyo 1987).
Penyebaran serangga P. xylostella cukup luas dan dapat ditemukan pada
pertanaman kubis di Amerika, Eropa, Australia dan Selandia Baru. Untuk Afrika
Selatan, Inggris dan Belanda, P. xylostella dikendalikan dengan sejurnlah parasitoid.
Selain daerah-daerah yang telah disebutkan, penyebaran P. xylostella ditemukan di
Fiji, Jamaika, Hawai dan Indonesia. Khusus di Indonesia penyebarannya meliputi :
Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera (Sastrosiswoyo 1987). Untuk wilayah Indonesia,
hama P. xylostella dapat menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman kubis
terutama yang berada di daerah pegunungan atau pertanaman kubis dataran tinggi
6
Telur P. xylostella berbentuk oval, berwarna putih kekuningan dengan
panjang berkisar 0,25
mm
sampai 0,50 mm. Umumnya telur ini berada pada bagianbawah daun sepanjang tulang daun dan tepi dam. Peletakan telur dapat secara tunggal maupun berkelompok Warna telur menjadi bertambah gelap saat akan
menetas (Kalshoven 198 1). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago selama hidupnya
adalah 92 hingga 130 butir (Vos 1953). Jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina P. xylostella berbeda jurnlahnya dan sangat tergantung pada kandungan nutrisi
pakan. Saat imago betina P. xylostella meletakkan telur pada tanaman sawi maka
jumlah telurnya 160 butir per betina dan mengalami penurunan saat bertelur pada
tanaman kubis. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan alil-isotiosianat yang berada pada
tanaman (Gupta & Thorsteinson 1960). Serangga P. xyIostella akan memilih
meletakkan telur pada permukaan daun yang kasar dibandingkan dengan permukaan
daun yang halus dan pengaruh perbedaan kandungan sinigrin pada jenis daun
tersebut. Sinigrin merupakan rnetabolit sekunder yang bersifat racun pada beberapa
spesies serangga. Adapun serangga hama yang mampu beradaptasi pada famili
Brassicaceae karena mempunyai enzim glukosinolase yang bersifat detoksifikasi
terhadap sinigrin. Manfaat sinigrin adalah mengtundari kolonisasi serangga polifag
pada tanaman famili Brassicaceae (Sastrosiswoyo 1987).
Larva P. xylostella terdiri dari empat instar. Biasanya larva yang baru menetas
dari telur akan masuk ke dalam jaringan daun dan meninggalkan epidermis daun
yang dimakannya, Larva berwarna hijau muda lalu menjadi hijau tua saat mencapai
7
Lebar kapsul kepala untuk tiap instar berbeda dan biasanya lebar kapsul
kepala ini akan tetap bertahan selama satu instar. Hasil penelitian Vos (1953)
menunjukkan bahwa lebar kapsul kepala rata-rata 0,16 mm untuk larva instar
pertama, 0,24 mm untuk larva instar kedua, 0,37 mm untuk larva instar ketiga dan
0,59 mm untuk larva instar keempat. Stadium larva pada masing-masing instar
tersebut berturut-turut adalah 4 hari, 2 hari, 3 hari dan 3 hari. Kalshoven (1981)
mengemukakan bahwa larva instar terakhir sebelum berkepompong terlebih dahulu
memintal benang yang akan dibuat kokon yang urnumnya terdapat pada sisi bawah
daun. Kokon tersebut dibuat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Imago berupa ngengat kecil yang benvarna cokelat keabu-abuan. Ciri khas
ngengat P. xylostella adalah sayapnya mempunyai pola gambaran menyerupai bentuk
berlian dan terlihat sangat jelas saat beristirahat. Pola tersebut ditemukan lebih gelap
pada ngengat betina dibandingkan dengan ngengat jantan. Panjang ngengat kurang
lebih 8 mm. Sifat lain ngengat adalah aktif pada senja dan malam hari untuk mencari
makan dan bertelur. Pada siang hari ngengat hinggap pada permukaan daun sebelah
bawah (Sastrosiswoyo 1987). Pakan ngengat adalah nektar bunga dan bertelur pada
dam bagian bawah tanaman Brassicaceae (Kalshoven 198 1).
Suhu udara sangat berpengaruh bagi perkembangan P. xylostella.
Sastrosiswoyo (1987) mengemukakan bahwa batas suhu udara maksimal untuk
perkembangan P. xylostella adalah 40°C dan batas minimal 10°C. Kelembaban nisbi
(RH) kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan serangga P.
lingkungan saat telur berkembang menjadi imago. Telur yang diletakkan berkurang
pada tempat yang bersuhu udara tinggi. Suhu udara yang tinggi mempengaruhi
kondisi fisik serangga sehingga perkembangannya sering terharnbat pada dataran
rendah (Vos 1953). Faktor lain yang cukup berperan adalah curah hujan. Curah hujan
dapat berpengaruh terhadap jarak terbang imago dan oviposisi betina P. xylostella.
Biasanya curah hujan yang deras membuat jarak terbang imago lebih pendek dan
mencuci larva dari permukaan daun serta meningkatkan kelembaban nisbi udara di
atmosfir (Sastrosiswoyo 1987).
Bioekologi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen
Musuh alarni P. xylostella yang cukup terkenal adalah parasitoid larva D.
semiclausum Hellen yang berkembang baik di daerah dataran tinggi. Menurut Borror
et al. (1992) D. semiclausum diklasifikasikan dalam Kelas : Insekta, Ordo :
Hymenoptera, Sub ordo : Apocrita, Super famili : Ichneumonoidea, Famili :
Ichneumonidae.
Penggunaan parasitoid dalam pengendalian P. xylostella dimulai tahun 1928
dengan menggunakan Diadegma (Angitia) fenestralis Holmg. (Hymenoptera :
Ichneumonidae) dari Belanda, tapi gaga1 dibiakkan dalarn laboratorium karena
perbedaan iMim yang terlalu besar (Kalshoven 1981). Tahun 1938 spesies lain
parasitoid yaitu D. eucerophaga Horstm. (Angitia cerophaga Grav.) yang berasaldari
Inggris dimasukkan ke Selandia Baru bagian selatan yang beriklim subtropis dan
berkembang dengan baik pada tempat tersebut. Kemudian parasitoid menyebar dan
9
tahun 1950 oleh Vos (1953) dimasukkan spesies D. eucerophaga (D. semiclausum
Hellen) sebagai usaha kedua yang ternyata berhasil. Pada tahun yang sama parasitoid
tersebut yang berhasil dikembangkan di Pacet (Jawa Barat) dilepaskan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera (Kalshoven 1981). Sifat parasitoid ini
spesifik karena hanya menyerang larva
P.
xylostella. Parasitoid tersebut sampai luniternyata dapat menekan populasi P. xylostella dan telah berkembang baik terutama di
Jawa Barat dengan tingkat parasitisasi antara 5 hingga 86 %. Khusus di daerah Tanah
Karo (Sumatera Utara) parasitoid D. semiclausum tidak dapat berkembang dengan
baik akibat tingginya pemakaian pestisida (Sastrosiswoyo 1987). Ooi (1992)
melaporkan di Malaysia D. semiclausum dapat berkembang secara memuaskan dan di
Taiwan persentase parasitisasinya mencapai di atas 50 %.
Parasitoid D. semiclausum bersifat endoparasit dan dapat bertelur pada semua
instar larva P. xylostella. Walaupun larva inang telah terparasit, ia tetap hidup karena
larva parasitoid mengikuti perkembangan inangnya. Akhirnya larva yang terparasit
tidak dapat membentuk pupa karena mati oleh larva parasitoid yang langsung
membentuk kokon di dalam kokon inangnya (Kalshoven 1981).
Kartosuwondo (1987) mengemukakan bahwa telur parasitoid yang diletakkan
di dalam tubuh inang berbentuk hymenopterifonn seperti umumnya bentuk telur
Hymenoptera dan berwarna putih transparan. Setelah diletakkan dalam tubuh inang,
telur mengalami perkembangan. Dari saat peletakan telur sampai 30 jam kemudian,
telur bertambah besar ukurannya karena menyerap cairan tubuh inangnya. Selain itu
10
sebelum memintal kokon. Seperti kebanyakan serangga Hymenoptera lainnya imago
parasitoid D. semiclausum mengisap nektar dari tumbuhan berbunga sebagai sumber
makanannya (Tooker & Hanks 2000).
Pengendalian secara biologi dengan parasitoid D. semiclausum merupakan
komponen utama dari PHT hama kubis P. xylostella. Telah diketahui bahwa dalam
pengendalian P. xylostella, tanaman kubis tidak pernah lepas dari penggunaan
insektisida. Penggunaan insektisida yang sangat intensif pada pertanaman kubis
dataran tinggi dapat memusnahkan populasi parasitoid D. semiclausum. Berdasarkan
survei pada beberapa daerah pertanaman sayuran dataran tinggi, parasitoid D.
semiclausum berkurang populasinya dan jarang ditemukan bila tanaman kubis
diperlakukan insektisida dengan sangat intensif (Sastrosiswoyo 1987).
Pemanfaatan tumbuhan berbunga oleh parasitoid Hymenoptera
Tumbuhan liar (wild plant) yang tumbuh di sekitar lahan yang ditanami
dengan tanaman budidaya dapat berstatus gulma jika secara langsung atau tidak
langsung mengganggu tanaman utama. Gulma mempunyai beberapa pengertian yaitu
(1) tumbuhan yang tidak tumbuh pada tempatnya, (2) tumbuhan yang belum
diketahui kegunaan atau manfaatnya dan (3) tumbuhan yang mempunyai nilai negatif
(Deptan 1983). Tumbuhan berbunga yang menghasilkan produk berupa tepung sari
dan nektar sebagai sumber nutrisi bagi kebanyakan imago Hymenoptera (Tooker &
Hanks 2000). Nektar bunga dapat meningkatkan lama hidup, keperidian dan
11
Tumbuhan berbunga di sekitar lahan tanaman budidaya berperan sebagai
sumber nektar, tepung sari dan menjadi tempat tinggal inang alternatif bagi parasitoid
yang hidup pada tempat tersebut. Jika beberapa jenis tanaman pertanian menyediakan
nektar dan tepung sari, biasanya ketersediaannya dalam waktu yang sangat terbatas.
Alternatif lain, adanya kutu daun pada tanaman tertentu dapat menjadi sumber pakan
tambahan parasitoid karena ia menghasilkan produk berupa embun madu. Hal ini
dijumpai pada famili Aphididae dimana imago parasitoid Lysiphlebus testaceipes
Cress (Hym : Braconidae) mendapatkan sumber pakan tambahan dari inangnya
(Sandlan 1979 dalam Godfray 1994). Jika tidak terdapat tumbuhan berbunga pada
suatu lahan, parasitoid yang berada pada daerah tersebut dapat berpindah ke tempat
lain. Perpindahan ini menurunkan efektivitas parasitisasi karena energi dan waktu
banyak terbuang (Powell 1986). Secara tidak langsung ketiadaan tumbuhan berbunga
menurunkan populasi parasitoid Hymenoptera pada suatu tempat. Contoh yang
menarik adalah tumbuhan Nasturtium spp. (Brassicaceae) dapat menjadi reservoir
bagi larva P. xylostella bila lahan belum ditanami dengan kubis atau famili
Brassicaceae lainnya. Hal ini dikarenakan Brassicaceae liar daunnya menjadi pakan
P. xylostella dan bunganya menjadi sumber nektar bagi imago P. xylostella dan D.
semiclausum. Kondisi ini memungkinkan parasitoid D. semiclausum yang ada pada
tempat tersebut dapat tetap hidup dan memarasit inangnya. Upaya ini menunjang
tindakan konservasi musuh alami pada lahan pertanian (Kartosuwondo 1987).
Lama hidup serangga parasitoid sangat menentukan dalam pengendalian
serangga hama. Saat pelepasan diharapkan imago betina parasitoid dapat hidup lama.
12
mengkonsumsi nektar buckwheatflower dan imago jantan hanya bertahan sehari. Saat
diberikan campuran madu-air 20 % (honey-water) maka parasitoid betina dapat
bertahan hingga 12 hari dan parasitoid jantan 3 hari (Baggen & Gurr 1998). Hal ini terjadi karena nektar bunga banyak mengandung glukosa dan asam amino yang dapat
meningkatkan metabolisme serangga parasitoid (Idris & Grafius 1995).
Selain lama hidup, nektar bunga dapat meningkatkan keperidian imago
parasitoid betina. Peningkatan tersebut tidak hanya berasal dari tumbuhan berbunga
sebagai sumber nektar tapi juga berasal dari kutu daun yang menyediakan embun
madu sebagai sumber pakan tambahan. Berdasarkan hasil penelitian Idris dan Grafius
(1995) tanaman Chenopodia album (Chenopodiaceae) dan Sonchus awensis
(Asteraceae) yang dihuni oleh kutu dam sebagai penghasil embun madu dapat
meningkatkan keperidian D. insulare (Hym : Ichneumonidae). Telur D. insulare
betina berjurnlah 70 butir bila memakan embun madu dari tanaman C. album dan 60
butir saat makan embun madu dari tanaman S. awensis. Dalam ha1 ini kehadiran kutu
daun pada tanaman memberikan dampak positif terhadap peningkatan keperidian
imago parasitoid Hymenoptera.
Beberapa imago parasitoid dari famili Ichneumonidae pergerakannya selalu
aktif dalam mencari nektar dan larvanya hidup pada larva inang Lepidoptera yang
merupakan hama perusak tanaman pertanian (DeLima 1980 dalam Pickett & Bugg
1998). Idris dan Grafius (1 995) melaporkan bahwa persentase parasitisasi D. insulare
pada P. xylostella meningkat akibat mengkonsumsi nektar yang dihasilkan dari bunga
tanaman brokoli yang dikenal sebagai tanaman budidaya. Secara urnum tanaman
13
vegetatif, kecuali saat panen disisakan beberapa tanaman untuk menjadi sumber
benih untuk musim tanam berikutnya. Sebelum menghasilkan benih biasanya
tanaman menghasilkan bunga yang dimanfaatkan kehadirannya sebagai sumber
pakan tambahan. Baggen dan Gurr (1998) melaporkan bahwa persentase parasitisasi
C. koehleri berkorelasi positif dengan jarak sumber pakan tambahan. Pada jarak 1
meter persentase parasitisasi C. koehleri terhadap larva P. operculella (Lepidoptera :
Gelechiidae) sebesar 55 % dan pada jarak 16 meter sebesar 39 %. Persentase
parasitisasi serangga Hymenoptera meningkat pada lahan yang ditanami dengan plot
tumbuhan berbunga (Nentwig 1991 dalam Pickett & Bugg 1998).
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa kehadiran tumbuhan berbunga
di pertanaman memberikan manfaat yang nyata dalam usaha konservasi musuh alami.
Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah tumbuhan liar penghasil bunga yang
bermanfaat untuk musuh alami dapat ditanam di pinggiran lahan tanaman budidaya
(Nentwig 1991 dalam Pickett & Bugg 1998).
Tumbuhan berbunga yang ditemui di sekitar lahan kubis Famili Asteraceae
Galinsoga pamiflora Cav.
Sinonim dengan Wollastana zollingeriana auct.non Sch.-Bip yang berasal dari
Peru lalu menyebar ke daerah tropis. Pertama kali ditemukan di Jawa sebelum 1890
lalu menyebar ke seluruh Indonesia kecuali Kalimantan dan Maluku. Hidup pada tepi
sawah, hutan, taman, tepi jalan dan perkebunan dengan ketinggian 300-2500 meter
dpl (Soerjani et al. 1987). Tanaman tegak dengan tinggi 20-60 cm dan mempunyai
14
panjang 1,5-5,O rnrn dengan kedua permukaan tertutup bulu. Bunga berkelamin dua,
mempunyai tabung mahkota dengan panjang 1-2 mm dan berwarna kuning. Bijinya
pipih dan akan diterbangkan oleh angin saat kering (Everaarst 198 1).
Famili Brassicaceae (Cruciferae)
Brassica juncea (L.) Cosson
Berasal dari Asia Selatan lalu menyebar ke Indonesia dan negara Asia
lainnya. Dikenal sebagai sawi hijau (caisin) yang biasa dibudidayakan sebagai
tanaman sayur pada pekarangan, sela-sela pertanaman kubis, bawang daun dan jenis-
jenis sayuran lainnya. Hidup pada ketinggian 0-1000 meter dpl. Daunnya berbentuk
roset dan membentuk kanopi yang menutupi permukaan tanah. Panjang dam 15-30
cm dengan permukaan halus dan ujungnya tajam. Bunga berwarna kuning,
bergerombol dan berada pada ujung batang. Menghasilkan polong berukuran 7 cm
dan lebarnya 3-5 rnm. Satu polong menghasilkan biji sebanyak 10-25 butir. Biji akan
terlempar keluar saat polong masak (Opena 1988).
Cardamine hirsuta L.
Menyebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada ketinggian 700 -
2600 meter dpl. Hidup pada tepi selokan dan tempat lembab lainnya. Tanaman tegak
dengan tinggi 5-35 cm. Daun tersebar 5-11 helai tiap cabang. Bunga berada pada
puncak tanaman. Mahkota bunga warna kuning. Menghasilkan polong yang akan
melontarkan bijinya saat masak. Biji berwarna cokelat kemerahan berbentuk lonjong
Nasturtium indicum (L.) DC
Sinonirn dengan Rorippa indica (L.) Hiern.; R. atrovirens (Hornem.) Ohwi &
Hara.; R. sinapsis (Burm.f.) Ohwi & Hara. Berasal dari Asia menyebar ke Afiika dan
Indonesia. Hidup pada tanah lembab sepanjang aliran air dengan ketinggian 0-2000
meter dpl. Tanaman setahun yang tegak dengan tinggi 10-50 cm, batang seringkali
bercabang dari dasarnya. Daun bersilangan bentuk lonjong dengan ukuran 4-10 cm.
Menghasilkan banyak bunga pada ujung tanaman dengan panjang 5-10 cm. Mahkota
bunga warna kuning. Menghasilkan polong yang ramping dengan panjang 15-25 mm.
Biji warna cokelat kemerahan dan akan menyebar saat polong masak atau lewat
aliran air (Soe rjani et al. 1987).
Farnili Capparidaceae
Cleome rutidosperma DC
Sinonim dengan C. czliata Schurn. & Thonn. Berasal dari Afrika Barat
menyebar ke Angola lalu diintroduksi ke Karibia. Pertama kali dilaporkan tahun 1920
di Medan (Sumatera Utara) dan Jawa (Jakarta) tahun 1958. Ditemukan di Singapura
dan Thailand tahun 1946 d m Burma tahun 1948. Hidup pada dataran rendah,
pekarangan dan persawahan pada ketinggian 0-1 000 meter dpl. Tanamannya tegak,
seringkali bercabang dengan tinggi 15-100 cm. Batangnya bentuk persegi. Daunnya
berjari tiga, berbentuk oval atau lonjong. Bunga berkelarnin dua berada pada ketiak
daun dan menyebar secara tunggal. Mahkota bunga warna ungu muda sering
bercampur warna merah muda. Buah bentuk polong dengan panjang 4-10 rnrn. Biji
berwarna cokelat atau hitam d m akan terlempar keluar saat polong masak (Soerjani
Famili Lythraceae
Cuphea microphylla H.B.& K.
Berasal dari Arnerika tropis dan menyebar ke Indonesia kecuali Irian Jaya.
Tumbuh di tarnan, tepi jalan dengan ketinggian 0-1000 meter dpl. Biasa dijadikan
sebagai tanaman hias. Merupakan tanaman tegak, banyak percabangan dengan tinggi
10-40 cm. Batang segiempat dengan daun bersilangan berbentuk lonjong. Bunga
berkelamin dua turnbuh pada ketiak daun, kadang menyebar tunggal atau
bergerombol. Mahkota bunga berwarna ungu atau putih. Berkembang biak dengan
potongan bagian tanaman (Steenis 1988).
Famili Oxalidaeeae
Oxalis barrelieri L.
Sinonim dengan
0.
sepium A. St.-Hill. var. picta Prog. Berasal dari Arnerika Selatan dan menyebar ke negara-negara tropis seperti Indonesia. Khusus Indonesiaditemukan di sekitar Bogor (Jawa Barat) untuk pertama kali pada tahun 1888. Saat
ini penyebarannya telah sampai ke Sumatera, Jawa dan Irian Jaya. Ditemukan di
sekitar taman, sepanjang jalan, tepi sungai d m padang rumput dengan ketinggian 0-
1500 meter dpl. Herba tegak dengan tinggi diatas 0,5 meter tanpa stolon. Batangnya
bercabang, daun bersilangan dan satu tangkai terdiri dari 3 helai daun. Bunga
berkelamin dua, mahkota bunga wama merah muda, sebagian kehijauan dengan
17
Oxalis corniculata L.
Daerah asalnya tidak diketahui dengan pasti tapi bersifat kosmopolitan di
daerah tropis dan sub tropis. Khusus Indonesia ditemukan di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur dengan ketinggian di bawah 3000 meter dpl. Ditemukan
pada semua jenis tanah, tepi selokan, padang rumput, tembok rumah dan tepi sawah
(Everaarst 1981). Tanaman tahunan dengan panjang 5-35 cm, bercabang banyak,
ramping dan berakar pada tiap mas. Batang bulat dan berambut. Daunnya terdiri 3
helai. Bunga berada pada ketiak daun, berkelamin dua dengan mahkota berwama
kuning dan gelap pada dasar bunga. Buah terdiri dari 5 bilik berbentuk segilima
dengan biji wama cokelat kemerahan saat masak. Penyebaran biji lewat serangga dan
terlempar saat masak (Soe rjani et al. 1987).
Famili Scrophulariaceae
Linderrtia crustacea (L.) F.v.M.
Sinonim dengan L. rninuta Koord. ; Mimulus javanicus Bl.; Torenia crustacea
Hassk.;
T.
minuta Bl.; Vandellia crustacea Benth.; V. minuta Miq. Berasal dari Asiatropis lalu menyebar ke Indonesia. Turnbuh pada tanah lembab, lapangan, taman,
bebatuan sumur dan tanah keras. Kebanyakan pada ketinggian dibawah 1500 meter
dpl. Tanaman tahunan yang tegak dengan banyak percabangan pada dasar perakaran.
Batangnya berukuran panjang 4-20 cm dengan tinggi di bawah 8 cm. Batang
segiempat dengan daun bersilangan, lonjong dan mempunyai banyak gerigi. Bunga
18
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian meliputi percobaan lapangan dan laboratorium bertempat di Kebun
Percobaan IPB Pasir Sarongge, Cianjur, dan Laboratorium Pengendalian Hayati,
Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai Desember 2000
sampai Oktober 2001. Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge mempunyai ketinggian
1070 meter dpl, rata-rata curah hujan 3042 mmltahun, suhu udara minimum dan
maksimum rata-rata adalah 16" C dan 24" C serta kelembaban nisbi udara rata-rata
88 %. Sebelum percobaan lapang telah dilakukan survei awal pada dua tempat
berjarak 500 m yang akan ditanami kubis. Hasil survei menunjukkan pola pertanaman
kubis kedua tempat tersebut sama dan persentase parasitisasi D. semiclausum relatif
rendah. Selma penelitian berlangsung, keadaan suhu minimum dan maksimum
ruangan laboratorium rata-rata 22" C dan 29" C, kelembaban nisbi minimum dan
maksimum rata-rata 61 % dan 88 %.
Serangga uji untuk percobaan laboratorium
P. xylostella yang dibiakkan massal dalam laboratorium berasal dari
pertanaman kubis di daerah Cipanas dan Pasir Sarongge. Pupa dan larva diambil
dengan kuas lalu ditaruh dalam kotak terpisah. Di laboratorium larva dipelihara
dalam kotak plastik (diameter 22 cm, tinggi 7 cm) yang bertutup kain kasa. Sumber
pakan berupa dam caisin bebas pestisida. Bagian dasar kotak di alas dengan kertas
20
kasa, diberi madu 10 % yang diserapkan pada kapas dan setangkai daun caisin segar
sebagai tempat peletakan teiur. Daun berisi telur dipelihara dalam kotak terpisah.
Kokon D. semiclausum dikumpulkan dari pertanaman kubis yang sama
dengan inangnya. Kokon dipelihara dalam kurungan kasa yang berisi daun caisin dan
larva P. xylostella
untuk
diparasit dan diberi campuran madu 10 %. Setiap hari larvadiganti dan larva terparasit dipelihara &lam kotak terpisah.
Sumber tumbuhan berbunga
Tumbuhan berbunga yang akan digunakan sebagai surnber nektar bagi
D. semiclausum di dapatkan dari pertanaman kubis yang sama dengan sumber serangga uji. Berdasarkan uji pendahuluan didapatkan sembilan macam tumbuhan
berbunga (Tabel 1).
Tabel 1. Tumbuhan berbunga yang digunakan dalam percobaanl)
Farnili Spesies
Brassicaceae Brassica juncea (L.) Cosson / caisin Bangkok
Oxalidaceae
Capparidaceae Asteraceae Scrophulariaceae Lythraceae
Nasturtium indicum DC (Rorippa indica L.)
Cardamine hirsuta L.
Oxalis barrelieri L.
Oxalis corniculata L.
Cleome rutidosperma DC
Galinsoga paw flora Cav.
Lindernia crustacea (L.) F.v.M
Cuphea microphylla H.B.& K
' ) ~ n t u k identifikasi digunakan : Everaarst (1981), Soerjani et al. (1987)
Masing-masing tumbuhan berbunga diambil dengan akarnya lalu ditanam pada
polibag terpisah. Tumbuhan berbunga yang menghasilkan polong diambil polongnya
[image:114.601.131.540.433.591.2]2 1
kandang, dipelihara da'lam rumah kaca dan bebas insektisida. Setelah menghasilkan
bunga (umur 15-25 hari) siap digunakan untuk percobaan.
Percobaan 1. Pengaruh tumbuhan berbunga terhadap populasi P. xylostella dan
parasitoid D. semiclausum pada dua pola pertanaman kubis di lapang
Tujuan percobaan adalah mengetahui pengaruh kehadiran tumbuhan berbunga
terhadap populasi P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum. Percobaan dilakukan
pada dua tempat terpisah berjarak sekitar 500 meter dan bebas insektisida. Tipe lahan
pertama : kubis ditanam dengan jarak 25cm x 25cm pada petak 5m x 3m (40
tanaman) sebanyak 9 petak. Tumbuhan berbunga hasil uji pendahuluan ditanam
dengan jarak lOcmxlOcm pada 4 petak berukuran 20m x 0,5m. Tipe lahan kedua :
kubis ditanam secara monokultur (tanpa tumbuhan berbunga) dengan jarak tanam
sama (Gambar 1). Pengamatan kedua lahan dimulai saat kubis berumur 14 HST
dengan mengamati 10 sampel secara acak dengan sistem nomor pada tiap petak.
Pengamatan selanjutnya hingga yang ke-enam dengan selang 14 hari sampai saat
panen. Peubah yang diamati pada kubis adalah : rata-rata jumlah telur, larva dan
pupa P. xylostella yang terbentuk pada tiap petak dan persentase parasitisasi D.
semiclausum. Persentase parasitisasi dihitung dari jumlah larva parasitoid (hasil
pembedahan larva terparasit) dan jumlah kokon D. semiclausum dibagi total larva
yang diamati ditambah jumlah kokon kali 100% (van Driesche 1983). Diamati pula
keberadaan artropoda khususnya dari ordo Homoptera yang mengeluarkan embun
madu pada kedua pertanaman tersebut secara visual. Percobaan disusun dalam RAK
berbunga dan kubis monokultur digunakan uji t dari sembilan ulangan (Steel & Torrie 1995).
Gambar 1. Denah percobaan lapang : petakan sembilan macam tumbuhan berbunga
(a) dan kubis (b)
Percobaan 2. Preferensi parasitoid D. semiclausum betina pada berbagai macam tumbuhan berbunga dan madu
Tujuan percobaan adalah mempelajari preferensi D. semiclausum betina pada
sembilan macam tumbuhan berbunga. Prosedurnya adalah : ke dalam kurungan
berkerangka kayu dengan penutup kain batis (90cmx90cmx90cm) dimasukkan
masing-masing 5 polibag tumbuhan B. juncea, N. indicum, 0. barrelieri, 0.
corniculata, L. crustacea, C. microphylla, G. pawzjlora, C. hirsuta dun C. rutidosperma yang telah berbunga. Selanjutnya dimasukkan seekor D. semiclausum
betina umur 24 jam. Pengamatan dilakukan selama 30 menit dengan mencatat peubah
yaitu berapa lama parasitoid berdiam pada tumbuhan berbunga yang dipilih sebagai
[image:116.588.126.520.144.321.2]23
dengan prosedur sama ditambahkan gumpalan kapas berisi madu dan diulang 10 kali.
Peubah yang diamati sama dengan percobaan yang hanya menggunakan tumbuhan
berbunga. Percobaan disusun dalam RAK dan diuji lanjut dengan selang berganda
Duncan (Steel & Tonie 1995).
Percobaan 3. Pengaruh sumber pakan dan lawa P. xylostella terhadap
kebugaran D. semiclausum betina
Tujuan percobaan adalah melihat pengaruh surnber pakan dan larva P.
xylostella terhadap kebugaran D. semiclausum betina. Percobaan ini mempunyai
prosedur sama dengan percobaan preferensi dan menggunakan 40 ekor larva P.
xylostella instar I11 yang ditaruh pada daun caisin dan dimasukkan pada kurungan
yang berisi tumbuhan berbunga. Ke dalam kurungan percobaan dimasukkan sepasang
imago D. semiclausum umur 24 jam dan dibiarkan berkopulasi. Setelah 24 jam imago
jantan dikeluarkan. Tumbuhan berbunga dan larva diganti setiap hari sampai imago
betina mati dan percobaan diulang 10 kali. Peubah yang diamati : lama hidup,
persentase parasitisasi, jumlah kokon yang terbentuk dan jumlah betina yang muncul.
Sebagai pembanding ditambahkan kapas berisi madu yang dimasukkan ke dalam
kurungan berisi tumbuhan berbunga dan larva P. xylostella dengan prosedur yang
sama. Peubah yang diamati sama seperti percobaan sebelumnya. Percobaan disusun
24
Percobaan 4. Pengaruh sumber pakan terhadap lama hidup dan kemampuan
reproduksi parasitoid D. semiclausum
Tujuan percobaan adalah mengetahui jenis tumbuhan berbunga yang
menunjang lama hidup dan kemampuan reproduksi parasitoid D. semiclausum betina.
Percobaan terdiri dari 2 tahap yaitu : percobaan tanpa pembedahan dan percobaan
dengan pembedahan larva P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum betina.
Percobaan tanpa pembedahan prosedurnya adalah : ke dalam kurungan
berkerangka kayu dengan penutup kain batis (40cmx40cmx40cm) dimasukkan 5
polibag tumbuhan B. juncea yang telah berbunga. Selanjutnya dimasukkan sepasang
imago D. semiclausum umur 24 jam dan 40 ekor larva P. xylostella instar 111. Setelah
24 jam imago jantan dikeluarkan. Setiap hari tumbuhan berbunga dan larva P.
xylostella diganti sampai imago betina mati. Prosedur yang sama diulang untuk
masing-masing tumbuhan N. indicum, 0. barrelieri, 0. corniculata, L. crustacea, C.
microphylla, G. parviflora, C. hirsuta dan C. rutidosperma. Setiap perlakuan dengan
tumbuhan berbunga diulang 10 kali. Peubah yang diamati untuk masing-masing
tumbuhan berbunga adalah : lama hidup, persentase parasitisasi, jumlah kokon
terbentuk dan jumlah betina yang muncul. Sebagai pembanding ditambahkan kapas
berisi madu dengan prosedur yang sama dengan tumbuhan berbunga. Peubah yang
diamati sama dengan percobaan diatas. Untuk melihat kemampuan bertahan hidup
(survival) D. semiclausum tanpa pakan dilakukan satu percobaan dengan prosedur
25
disusun dalam R4K dan diuji lanjut dengan selang berganda Duncan (Steel & Torrie 1995).
Percobaan pembedahan prosedurnya sama dengan percobaan tanpa
pembedahan yang menggunakan tumbuhan berbunga, madu dan tanpa pakan.
Pembedahan larva P. xylostella dilakukan untuk melihat perkembangan telur
parasitoid di dalam tubuh inang dan imago D. serniclausurn betina dibedah untuk
menghitung jumlah telur dalam ovari. Masing-masing perlakuan dengan tumbuhan
berbunga, madu dan tanpa pakan diulang 10 kali. Peubah yang diamati adalah :
jumlah telur diletakkan, sisa telur dalam ovari, lama perkembangan dan masa
kesiapan reproduksi. Khusus untuk percobaan bertahan hidup (survival) lama
perkembangan parasitoid dalam tubuh inang tidak diamati. Percobaan disusun dalam
R4K dan diuji lanjut dengan selang berganda Duncan (Steel & Torrie 1995).
Cara mengamati peubah masing-masing sebagai berikut:
1. Preferensi (menit)
Data diperoleh dengan mengamati pemilihan imago parasitoid betina terhadap
perlakuan yang dipilihnya sebagai sumber pakan.
2. Lama hidup = LH (hari)
Data diperoleh dengan menwtung lamanya imago betina hidup sejak mulai
dimasukkan ke dalam kurungan percobaan sampai imago tersebut mati.
3. Jumlah telur diletakkan = JTD (butir)
Data diperoleh dengan menghitung jumlah telur yang diletakkan parasitoid
26
menggunakan jarum mikro dan air sebagai media di bawah mikroskop binokuler dan
dihitung jumlahnya.
4. Sisa telur dalam ovari = ST0 (butir)
Data diperoleh dengan membedah ovari pada abdomen imago betina yang
digunakan untuk tiap perlakuan dengan menggunakan jarum mikro d m air sebagai
media di bawah mikroskop binokuler lalu dihitung jumlahnya.
5. Lama perkembangan = LP (hari)
Data diperoleh dengan membedah larva inang tiap hari untuk melihat
perkembangan larva parasitoid.
6. Persentase parasitisasi = PP (%)
Data diperoleh dengan menghitung jumlah larva inang yang terparasit untuk
tiap perlakuan.
7. Pembentukan kokon = PK (%)
Data diperoleh dengan menghitung persentase pembentukan kokon parasitoid
8. Jumlah betina yang muncul = JB (%)
Data diperoleh dengan menghitung jumlah betina yang muncul
9. Masa kesiapan reproduksi = MKR (butir)
Data diperoleh dengan menghitung jumlah telur yang ada pada ovari imago
betina dengan cara memberi makan imago betina selama 24 jam dengan sumber
dibedah sebelum terjadi peletakan telur dengan menggunakan j a m mikro dan air
sebagai media di bawah mikroskop binokuler lalu jurnlah telur dihitung.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan memakai program Statistic Analysis
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Pengaruh tumbuhan berbunga terhadap populasi P. xylostella dan parasitoid D. semiclausum pada dua pola pertanaman kubis di lapang
Berdasarkan hasil pengamatan pada kedua lahan percobaan ditemukan total
telur P. xylostella untuk seluruh ulangan pada kubis monokultur sebanyak 71 butir
saat 2 MST. Jumlah telur terus meningkat dan mencapai puncaknya pada 12 MST
sebanyak 251 butir. Pada kubis tumpangsari total telur P. xylostella sebanyak 66
butir saat 2 MST dan mencapai puncaknya saat 8 MST dengan total telur 159 butir.
Memasuki 10 MST total telur P. xylostella mengalami penurunan menjadi 145 butir
dan tetap stabil hingga 12 MST (Gambar 2). Total larva P. xylostella untuk seluruh
ulangan yang diamati pada kubis monokultur sebanyak 126 ekor saat 2 MST dan
meningkat terus hingga 8 MST dengan total larva 225 ekor. Saat 10 MST total larva
menurun menjadi 194 ekor lalu meningkat lagi saat 12 MST sebanyak 206 ekor. Pada
lahan kubis tumpangsari total larva P. xylostella saat 2 MST sebanyak 69 ekor dan
mencapai 156 ekor saat 8 MST. Memasuki 10 MST jumlah larva menjadi 141 ekor
dan tetap stabil hingga 12 MST (Gambar 2). Total pupa P. xylostella untuk seluruh
ulangan pada kubis monokultur 53 ekor saat 2 MST dan mencapai puncaknya saat 8
MST sebanyak 282 ekor. Saat 10 MST hingga 12 MST mengalami p e n m a n
menjadi 221 ekor dan 192 ekor. Kubis tumpangsari saat 2 MST total pupa P.
xylostella yang teramati sebanyak 15 ekor dan terus meningkat hingga 8 MST
menjadi 180 ekor. Memasuki 10 MST mengalami p e n m a n menjadi 127 ekor dan
2 4 6 8 1 0 1 2
Minggu ke-
I
Larva
1 2 3 4 5 6
Minggu ke-
[image:123.782.73.702.47.406.2]Telur Larva
Gambar 2. Total individu P. xylostella pada kubis monokultur (a) dan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan
Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh rata-rata jumlah telur P. xylostella
pada petakan kubis monokultur dan kubis tumpangsari pada 2 MST sangat rendah
yaitu 7,8 butir dan 7,3 butir. Saat 6 MST mulai terlihat adanya peningkatan jumlah
telur P. xylostella pada kubis monokultur dan kubis tumpangsari yaitu 17,3 butir dan 15,7 butir. Dapat dikatakan bertambahnya umur tanaman menyebabkan terjadinya
peningkatan populasi P. xylostella pada kedua lahan percobaan tersebut (Gambar 3).
30
z c
4) '3
*
3 25I
s e
-
20€
g
.=$ 15 Kubis tumpangsari
a
ca-
8
10 dengan 9 macam3 "
52
02 4 6 8 10 12
[image:124.591.84.517.271.615.2]Minggu ke-
3 1 Secara visual di awal pengamatan tumbuhan berbunga yang ditanam pada
lahan kubis tumpangsari belum banyak menghasilkan bunga sehingga tidak
memperlihatkan perbedaan rata-rata jumlah telur walaupun untuk total telur
keseluruhan pada kedua lahan percobaan menunjukkan hasil yang berbeda. Dapat
dikatakan populasi P. xylostella mengalami keseimbangan untuk fase telur saat
pengamatan memasuki 2 MST dan 4 MST.
Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata jumlah larva P. xylostella pada
kubis monokultur saat 2 MST sebanyak 14,2 ekor. Jumlah larva terus meningkat
hingga 8 MST sebanyak 25,O ekor. Saat 10 MST terjadi penurunan jumlah larva
sebanyak 21,5 ekor lalu meningkat lagi saat memasuki 12 MST menjadi 22,9 ekor.
Sebaliknya pada lahan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan
berbunga saat 2 MST rata-rata jumlah larva P. xylostella sebanyak 7,6 ekor. Jumlah
larva terus meningkat hingga 8 MST. Saat pengamatan pada 10 MST terjadi
penurunan jumlah larva sebanyak 15,6 ekor dan jumlah tersebut tetap stabil saat
diamati pada 12 MST (Gambar 4).
Persentase parasitisasi pada kubis monokultur saat 2 MST sebesar 4,4 %
sedangkan kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan berbunga sebesar
28,8 %. Memasuki 4 MST hingga 6 MST telah banyak larva yang terparasit dan mernbent.uk kokon pada kubis tumpangsari dengan sembilan macam tumbuhan
berbunga. Persentase parasitisasi kubis dengan sistem tumpangsari terus meningkat
saat pengamatan memasuki 8 MST hingga 12 MST. Pada minggu yang sama terjadi
penurunan persentase parasitisasi pada lahan yang hanya ditanami kubis monokultur
Gambar 4. Rata-rata jurnlah larva P. xylostella pada dua pola pertanaman kubis selama satu musim tanam.
k
I
2 4
6
8 1 0 1 2
2 4 6 8 10 12
Minggu ke-
1
Kubis monokulturMinggu
ke-
Kubis monokultur
H
Kubis
I 1
H Kubis tumpangsari dengan 9 macam tumbuhan bunga
tum pangsari
I
dengan 9 macam
Itumbuhan
berbunga
Gambar 5. Persentase parasitisasi parasitoid D. semiclausum pada dua pola
pertanaman kubis selama satu musim tanam
[image:126.588.108.529.104.440.2] [image:126.588.86.530.305.644.2]Berdasarkan hasil analisis ragam dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah larva P.
xylostella pada kedua lahan percobaan menunjukkan hasil berbeda nyata. Karena D.
semiclausum merupakan parasitoid larva yang spesifik maka terdapat korelasi positif
antara ketersediaan nektar tumbuhan berbunga dengan efektivitas penekanan larva P.
xylostella oleh parasitoid tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Idris dan Grafius
(1995) yang mengemukakan bahwa parasitoid Hymenoptera memilih nektar bunga karena banyak mengandung protein dan asam amino untuk meningkatkan
kebugarannya.
Berdasarkan hasil analisis ragam rata-rata jumlah pupa P. xylostella pada
kedua lahan percobaan telah memperlihatkan perbedaan di awal pengamatan. Saat 2
MST rata-rata jumlah pupa P. xylostella pada kubis monokultur sebanyak 5,8 ekor
dan jumlahnya terus meningkat hingga 8 MST menjadi 31,3 ekor. Saat 10 MST
terjadi penurunan pupa P. xylostella menjadi 24,s ekor dan terus menurun hmgga
pengamatan memasuki 12 MST. Pada lahan kubis tumpangsari dengan sembilan
macam tumbuhan berbunga rata-rata jumlah pupa P. xylostella yang terbentuk
sebanyak 1,6 ekor. Jumlah pupa terus meningkat hingga 8 MST menjadi 20 ekor.
Saat 10 MST jumlah pupa P. xylostella mengalami penurunan menjadi 14,l ekor dan
Kubis monokultur
Ku bis tumpangsari dengan 9 macam
I
Minggu ke-I
[image:128.588.111.531.58.286.2]1 I
Gambar 6 . Rata-rata jumlah pupa P. xylostella pada dua pola pertanaman kubis
selama satu musim tanam.
Preferensi D.