• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Dan Evaluasi Sediaan Gastroretentif Antasida Dari Film Alginat-Kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Dan Evaluasi Sediaan Gastroretentif Antasida Dari Film Alginat-Kitosan"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN

GASTRORETENTIF ANTASIDA DARI FILM ALGINAT

KITOSAN

Oleh:

MARIADI

NIM 117014012

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN

GASTRORETENTIF ANTASIDA DARI FILM

ALGINAT-KITOSAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MARIADI

NIM 117014012

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN

GASTRORETENTIF ANTASIDA DARI FILM

ALGINAT-KITOSAN

Oleh: MARIADI NIM 117014012

Medan, Agustus 2014 Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 195504241983031003

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195201171980031002

Mengetahui: Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Mariadi Nomor Induk Mahasiswa : 117014012

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pembuatan Dan Evaluasi Sediaan Gastroretentif Antasida Dari Film Alginat-Kitosan

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Rabu tanggal dua puluh tujuh bulan Agustus tahun dua ribu empat belas.

Mengesahkan :

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Karsono, Apt.

Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt.

: Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Mariadi

Nomor Induk Mahasiswa : 117014012

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Gastroretentif Antasida dari Film Alginat-Kitosan

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Agustus 2014

Yang membuat pernyataan,

Mariadi

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Gastroretentif Antasida dari Film Alginat-Kitosan, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terimakasih yang tiada terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K).

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., yang telah menyediakan fasilitas bagi penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

4. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., dan Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku Pembimbing yang tiada hentinya membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan dan semangat dengan penuh kesabaran sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., sebagai Ketua Peneliti Hibah Pasca Sarjana yang mendapatkan dana untuk penelitian ini yang berasal dari DIPA Universitas Sumatera Utara tahun 2014.

(7)

7. Bapak Drs. David Sinurat, M.Si., Apt., Kepala Laboratorium Farmasi Fisik beserta staf.

8. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Effendi De Lux Putra, S.U., Apt., Koordinator Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU beserta staf.

9. Bapak Dr. Darwin Yunus, M.S., Kepala Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara beserta staf.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada hentinya kepada istri tercinta Nurhidayah, Ayahanda Ali Akbar dan Ibunda Erniati, serta Bapak mertua M. Usman dan Ibunda Marimar, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas dan memberi dukungan dan motivasi bagi kesuksesan penulis, serta kepada saudaraku Marli Effendi, Mardison, Sofyan Sofany, Syafrianto dan Siti Nazly. Serta kepada teman-teman seperjuangan yang sudah banyak membantu Vonna, Denny, Fitri, Heny, Yade, Erik, Ali, Fredy, Putri, Lasni, kak Ade, dan buat semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2014 Penulis,

(8)

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN GASTRORETENTIF ANTASIDA DARI FILM ALGINAT-KITOSAN

ABSTRAK

Sediaan antasida konvensional memiliki durasi kerja yang singkat sekitar 2-3 jam karena proses pengosongan lambung. Bentuk sediaan gastroretentif antasida diperlukan karena penyembuhan penyakit asam lambung terjadi bila selama 24 jam pH rata-rata dijaga di atas 3 – 4.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula gastroretentif antasida menggunakan basis film alginat-kitosan yang mampu menetralisir asam lambung untuk waktu yang lebih lama.

Sediaan film gastroretentif antasida dibuat menggunakan alginat, kitosan dan gliserin dalam rasio yang berbeda-beda. Campuran dari alginat, kitosan dan gliserin yang mengandung antasida diratakan di atas objek gelas (2 cm x 5 cm) dan dikeringkan pada temperatur ruangan. Sifat pembentangan (unfolding) dan keutuhan (integrity) dari film di evaluasi menggunakan alat disolusi USP. Profil netralisasi ditentukan melalui simulasi sekresi asam lambung. Simulasi dilakukan dengan meneteskan 10 ml/jam larutan HCl 0,1 N ke dalam 30 ml larutan HCl 0,1 N yang mengandung film antasida. Sifat mukoadhesif diuji menggunakan mukosa lambung tikus dengan tensiometer DuNoy, dan sifat pengembangan dalam larutan HCl 0,1 N ditentukan berdasarkan pertambahan luas dan berat film.

Hasil menunjukkan bahwa film yang mengandung 1,5 g larutan alginat 4%; 2 g larutan kitosan 4%; 4 tetes gliserin; dan 300 mg serbuk Al(OH)3 memberikan karakteristik yang baik sebagai sistem penyampaian obat gastroretentif. Waktu pembentangan film adalah 5 - 10 menit, film masih tetap utuh selama 7 jam. Pada simulasi sekresi asam lambung, mempertahankan pH pada pH 3 - 3,5 sekitar 6 jam. Nilai mukoadhesif dari film adalah 107,47 ± 7,38 dyne/cm dan index swelling

Hasil penelitian menunjukkan bahwa film alginat-kitosan adalah potensial untuk diaplikasikan sebagai suatu

adalah 111,30 %.

sistem penyampaian obat gastroretentif antasida.

(9)

FORMULATION AND EVALUATION OF

GASTRORETENTIVE ANTACID

ALGINATE-CHITOSAN FILM

USING

ABSTRACT

The conventional antacid dosage forms have a short duration of action for about 2-3 hours due to gastric emptying process. A gastroretentive dosage form of antacid is needed since the healing of gastric ulcers occurs when gastric pH is kept above 3 - 4 during 24 hours.

The aim of this study was to formulate a gastroretentive film of antacid using alginate-chitosan based which is able to neutralize gastric acid for longer time.

The gastroretentive films of antacid were prepared using alginate, chitosan and glycerin in various ratio. The mixtures of alginate, chitosan and glycerin containing antacid were then flattened on a glass object (2 cm x 5 cm) and allowed to dry at room temperature. Unfolding and integrity behaviors of the films were evaluated using the USP dissolution tester. Neutralization profile was determined by simulating gastric acid secretion. The simulation was carried out by droping 10 ml/h of 0.1 N HCl solution to 30 ml of 0.1 N HCl solution containing film of antacid. Mucoadhesive property was tested using rats stomach by DuNoy tensiometer, and swelling properties in 0.1 HCl solution was determined based on the increase of film size.

The results showed that film containing 1.5 g of 4% alginate solution, 2 g of 4% chitosan solution, 4 drops of glycerin and 300 mg of Al(OH)3

The result indicates that alginate-chitosan film is potential to apply as a gastroretentive drug delivery system of antacid.

gave good characteristics as a gastroretentive drug delivery system. The unfolding time of the film was 5 - 10 minutes, the film was intact for about 7 hours. On simulating gastric acid secretion, the maintenence pH was found at pH 3 - 3.5 was about 6 hours. The mucoadhesive value of the film was 107.47 ± 7.38 dyne/cm and the swelling index was 111.30%.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENGESAHAN TESIS ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Ulkus ... 11

2.2 Antasida ... 15

2.3 Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS) ... 17

(11)

2.5 Kitosan ... 25

2.6 Interaksi antara alginat dengan kitosan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Alat dan Bahan ... 27

3.2 Pembuatan Pereaksi ... 28

3.3 Pembuatan Sediaan Film Alginat-Kitosan ... 28

3.4 Uji Variasi Ketebelan dan Berat Film ... 29

3.5 Uji Sifat Pembentangan (Unfolding behaviour) in vitro ... 29

3.6 Uji Integritas (keutuhan) Sediaan Film ... 30

3.7 Penentuan Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Sediaan Film Alginat-Kitosan Secara in vitro ... 31

3.8 Uji pelepasan Ion Aluminium secara in vitro ... 32

3.9 Uji Sifat Pengembangan ... 37

3.10 Uji Bioadhesif secara in vitro ... 37

3.11 Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Sediaan Film Alginat-Kitosan ... 40

4.2 Sifat Pembentangan film (Unfolding behaviour) ... 43

4.3 Keutuhan film (Integrity properties) ... 47

4.4 Profil Netralisasi secara in vitro ... 49

(12)

4.6 Sifat Bioadhesif secara in vitro ... 65

4.7 Pelepasan Ion Aluminium ... 66

4.8 Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ... 10

Gambar 2.1.Faktor-faktor penyebab ulkus ... 14

Gambar 2.2 GDDS dengan sistem pengembangan dan pembesaran ... 19

Gambar 2.3 GDDS dengan sistem bio/muko-adhesif ... 20

Gambar 2.4 GDDS dengan sistem floating ... 21

Gambar 2.5 GDDS dengan sistem berdensitas tinggi (High Density Systems) ... 22

Gambar 2. 6 Struktur Kimia Alginat ... 25

Gambar 2.7 Struktur Kimia Kitosan ... 26

Gambar 2. 8 Reaksi antara Alginat dan Kitosan ... 26

Gambar 3.1 Ilustrasi sediaan gastrorentif antasida film alginat-kitosan ... 30

Gambar 3.2 Netralisasi Asam ... 32

Bagan Rancangan Alat untuk Menentukan Profil Gambar 3.3 Bagan Rancangan Alat Uji Bioadhesif dengan Modivikasi Tensiometer ... 38

Gambar 4.1 Sediaan F4, F7, dan F8 yang tidak bisa membentuk film ... 41

Gambar 4.2 Sediaan F1, F2, F3, F5, F6 dan F9 yang bisa membentuk Film ... 42

(14)

Gambar 4.4 Sediaan film alginat yang mengandung antasida

(tidak bisa membentang) dalam medium asam ... 46 Gambar 4.5 Integritas/keutuhan sediaan film F6 ... 48 Gambar 4.6 Grafik Profil perubahan pH air versus waktuoleh

serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 Al(OH)

dan kombinasi

3 dan Mg(OH)2 ... 50 Gambar 4.7Grafik Profil serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2

Al(OH)

, dan Kombinasi

3 dan Mg(OH)2 dalam 30 ml HCl 0,1 N ... 51 Gambar 4.8Profil netralisasi HCl 0,1 N oleh serbuk Al(OH)3

Mg(OH)

, 2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

dalam simulasi sekresi asam lambung ... 53 Gambar 4.9 Grafik profil netralisasi HCl 0,1 N oleh sediaan film dalam

simulasi sekresi asam(penambahan HCl 0,1 N 10 ml/jam) ... 56 Gambar 4.10 Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Sediaan F6

dalam simulasi sekresi asam lambung

berbanding serbuk antasida ... 59 Gambar 4.11Grafik profil netralisasi sediaan F6 dalam berbagai

Pendekatan ... 61 Gambar 4.12Grafik daya pengembangan sediaan film (A) Pendekatan

luas, dan (B) pendekatan berat ... 63 Gambar 4.13 Contoh daya pengembangan sediaan film alginat kitosan ... 64 Gambar 4.14 Grafik kurva kalibrasi aluminium ... 66 Gambar 4.15 Kurva % kumulatif pelepasan aluminium sediaan F6

(A)dan profil netralisasi sediaan F6 (B) ... 68

Gambar 4.16 Ilustrasi pelepasan ion aluminium melalui reaksi

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran1. Perhitungan Laju Infus HCl 0,1 N pada Penentuan Profil

Netralisasi dalam Simulasi Sekresi Asam ... 77

Lampiran 2. Data Spesifikasi film alginat kitosan yang mengandung Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2 ... 78

Lampiran 3. Data Sifat Pembentangan (Unfolding behaviour) ... 81

Lampiran 4. Data Sifat Integritas film ... 83

Lampiran 5. Data Hasil Pengukuran Profil Netralisasi Serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH) dalam 30 ml Air ... 84

2 Lampiran 6. Data Pengukuran Profil Netralisasi 30 ml HCl 0,1 N oleh Serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 kombinasi Al(OH) dan 3 dan Mg(OH)2 ... 85

Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH) dan Mg(OH) 3 2 dalam Simulasi Sekresi Asam Lambung ... 86

Lampiran 8. Data Hasil Pengukuran Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Sediaan Film dalam Simulasi Sekresi Asam Lambung ... 88

Lampiran 9. Data Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Sediaan F6 dalam Simulasi Sekresi Asam dengan tanpa akumulasi penambahan larutan HCl 0,1 N ... 90

Lampiran 10. Data Profil Netralisasi 30 ml HCl 0,1 N oleh Sediaan F6 (tanpa penambahan Infus HCl 0,1 N 10 ml/jam) ... 91

Lampiran 11. Data Pengukuran Profil Netralisasi Sediaan F6 dalam Air ... 92

Lampiran 12. Data Pengukuran Sifat Pengembangan (swelling) Sediaan Film ... 93

Lampiran 13. Data Pengukuran Sifat Bioadhesif secara in vitro ... 95

Lampiran 14. Data Pengukuran Kurva Kalibrasi Aluminium ... 96

Lampiran 15. Data Perhitungan Persamaan Regresi Aluminium ... 97

(16)

Lampiran 17. Data Pelepasan ion Alumium (Al) dari Sediaan Film ... 102 Lampiran 18. Contoh Perhitungan pelepasan logam aluminium

dalam sediaan film ... 106 Lampiran 19. Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom ... 105 Lampiran 20. Gambar Rangkaian Alat Uji Profil Netralisasi ... 108

Lampiran 21. Gambar Alat Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 109

(17)

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN GASTRORETENTIF ANTASIDA DARI FILM ALGINAT-KITOSAN

ABSTRAK

Sediaan antasida konvensional memiliki durasi kerja yang singkat sekitar 2-3 jam karena proses pengosongan lambung. Bentuk sediaan gastroretentif antasida diperlukan karena penyembuhan penyakit asam lambung terjadi bila selama 24 jam pH rata-rata dijaga di atas 3 – 4.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula gastroretentif antasida menggunakan basis film alginat-kitosan yang mampu menetralisir asam lambung untuk waktu yang lebih lama.

Sediaan film gastroretentif antasida dibuat menggunakan alginat, kitosan dan gliserin dalam rasio yang berbeda-beda. Campuran dari alginat, kitosan dan gliserin yang mengandung antasida diratakan di atas objek gelas (2 cm x 5 cm) dan dikeringkan pada temperatur ruangan. Sifat pembentangan (unfolding) dan keutuhan (integrity) dari film di evaluasi menggunakan alat disolusi USP. Profil netralisasi ditentukan melalui simulasi sekresi asam lambung. Simulasi dilakukan dengan meneteskan 10 ml/jam larutan HCl 0,1 N ke dalam 30 ml larutan HCl 0,1 N yang mengandung film antasida. Sifat mukoadhesif diuji menggunakan mukosa lambung tikus dengan tensiometer DuNoy, dan sifat pengembangan dalam larutan HCl 0,1 N ditentukan berdasarkan pertambahan luas dan berat film.

Hasil menunjukkan bahwa film yang mengandung 1,5 g larutan alginat 4%; 2 g larutan kitosan 4%; 4 tetes gliserin; dan 300 mg serbuk Al(OH)3 memberikan karakteristik yang baik sebagai sistem penyampaian obat gastroretentif. Waktu pembentangan film adalah 5 - 10 menit, film masih tetap utuh selama 7 jam. Pada simulasi sekresi asam lambung, mempertahankan pH pada pH 3 - 3,5 sekitar 6 jam. Nilai mukoadhesif dari film adalah 107,47 ± 7,38 dyne/cm dan index swelling

Hasil penelitian menunjukkan bahwa film alginat-kitosan adalah potensial untuk diaplikasikan sebagai suatu

adalah 111,30 %.

sistem penyampaian obat gastroretentif antasida.

(18)

FORMULATION AND EVALUATION OF

GASTRORETENTIVE ANTACID

ALGINATE-CHITOSAN FILM

USING

ABSTRACT

The conventional antacid dosage forms have a short duration of action for about 2-3 hours due to gastric emptying process. A gastroretentive dosage form of antacid is needed since the healing of gastric ulcers occurs when gastric pH is kept above 3 - 4 during 24 hours.

The aim of this study was to formulate a gastroretentive film of antacid using alginate-chitosan based which is able to neutralize gastric acid for longer time.

The gastroretentive films of antacid were prepared using alginate, chitosan and glycerin in various ratio. The mixtures of alginate, chitosan and glycerin containing antacid were then flattened on a glass object (2 cm x 5 cm) and allowed to dry at room temperature. Unfolding and integrity behaviors of the films were evaluated using the USP dissolution tester. Neutralization profile was determined by simulating gastric acid secretion. The simulation was carried out by droping 10 ml/h of 0.1 N HCl solution to 30 ml of 0.1 N HCl solution containing film of antacid. Mucoadhesive property was tested using rats stomach by DuNoy tensiometer, and swelling properties in 0.1 HCl solution was determined based on the increase of film size.

The results showed that film containing 1.5 g of 4% alginate solution, 2 g of 4% chitosan solution, 4 drops of glycerin and 300 mg of Al(OH)3

The result indicates that alginate-chitosan film is potential to apply as a gastroretentive drug delivery system of antacid.

gave good characteristics as a gastroretentive drug delivery system. The unfolding time of the film was 5 - 10 minutes, the film was intact for about 7 hours. On simulating gastric acid secretion, the maintenence pH was found at pH 3 - 3.5 was about 6 hours. The mucoadhesive value of the film was 107.47 ± 7.38 dyne/cm and the swelling index was 111.30%.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit utama dari lambung dan duodenum adalah, gastritis (radang

lambung), ulkus lambung (gastric ulcer), duodenitis (radang usus) dan ulkus

duodenum (duodenal ulcer), yang semuanya dalam beberapa cara berkaitan

dengan cedera yang dimediasi oleh asam (Gregory, 2000

Patofisiologi dari penyakit ulkus dapat digambarkan sebagai

ketidakseimbangan antara faktor-faktor pertahanan mukosa (bikarbonat, mukus,

prostaglandin, NO, peptida-peptida dan faktor-faktor pertumbuhan) dengan

injurious factors (misalnya: asam dan pepsin). Kondisi ).

produksi mukus yang

terlalu sedikit atau sekresi asam yang terlalu banyak dalam lambung akan

menyebabkan erosi di lapisan mukosa lambung. Berbagai kondisi dapat

menyebabkan gangguan ini. Bakteri H. pylory dan agen eksogen seperti obat

anti-inflamasi non steroid berinteraksi secara kompleks dalam menyebabkan ulkus.

Aspirin adalah asam, yang secara langsung mengganggu atau mengikis lapisan

mukosa lambung (Wallace, 2011; Corwin, 2008).

Dalam kondisi normal, pH lambung adalah sekitar 1,2 - 1,8. Pada siang

hari, makanan yang merangsang sekresi asam juga menetralisirnya dan menjaga

pH lambung sekitar 3 - 5. Namun, ketika perut kosong, sekitar 2 - 3 jam setelah

makan, pH kembali turun, dan penderita ulkus cenderung untuk mengalami rasa

sakit yang hilang dengan makan atau minum antasida. Rasa nyeri yang dimediasi

asam terjadi ketika pH lambung berada di bawah 2 (Gregory, 2000; Perigard,

(20)

Suatu ciri penting dari sekresi asam basal adalah rithme hariannya

(circadian rhythm), bahwa sekresi asam tinggi antara jam 22.00 sampai tengah

malam dan rendah pada jam 04.00 sampai jam 08.00 pagi. Inilah yang menjadi

alasan pasien cenderung untuk bangun sekitar tengah malam dengan dispepsia dan

nyeri ulu hati (heartburn). Ini menunjukkan bahwa pH lambung cenderung turun

menjadi 1 atau 2, karena sekresi asam relatif tinggi dan tidak dinetralkan oleh

makanan (Gregory, 2000; Tolman, 2000

Penggunaan antasida pada penyakit tukak lambung berdasarkan

kemampuannya menetralkan asam lambung dan ).

mencegah konversi pepsinogen

menjadi pepsin. Pepsinogen merupakan prekursor yang diubah menjadi pepsin

aktif dengan HCl bebas dan oleh proses autokatalitik. Pepsin adalah enzim

proteolitik yang diperkirakan memediasi cedera jaringan atau degradasi mukus

dan mukosa pada penyakit ulkus (Tolman, 2000).

Ada perbedaan pada jenis antasida dalam hal kapasitas netralisasi, durasi

kerja, dan efek samping. Penyebab kurang efektifnya pengobatan dengan sediaan

antasida konvensional dapat terjadi karena frekuensi pengobatan tidak adekuat,

pemilihan sediaan tidak tepat, dan sediaan antasida konvensional durasi kerjanya

singkat. Dalam kondisi perut kosong antasida mempunyai waktu tinggal di

lambung sekitar 30 menit. Jika diberikan ketika makanan di lambung, aksi

penyangga akan berlangsung selama 2 jam dan tambahan dosis 3 jam setelah

makan akan memperpanjang waktu penyangga 1 jam (Wallace, 2011; Tolman,

2000

Masa tinggal obat antasida konvensional yang singkat di lambung

menyebabkan ).

(21)

sel-sel parietal untuk periode waktu yang lama. Antasida ideal adalah yang

memiliki kapasitas penetralan yang besar, memiliki durasi kerja yang panjang,

memberikan aksi mempertahankan pH (buffering action) terus menerus dan tidak

menyebabkan efek lokal maupun sistemik yang merugikan (Tolman, 2000).

Penyembuhan penyakit asam lambung terjadi bila pH rata-rata 24 jam

dijaga di atas 3 - 4. pH tersebut dapat ditingkatkan dengan baik oleh penetral asam

(antasida) atau penghambat sekresi lambung (antagonis H2-reseptor atau inhibitor

pompa proton) (Tolman, 2000

Penyampaian obat dengan sistem gastroretentif (Gastroretentive Drug

Delivery Systems/GDDS) merupakan suatu solusi untuk memperpanjang masa

tinggal obat di lambung dan mengatasi durasi kerja antasida konvensional yang

singkat. Sistim gastroretentif ).

adalah sebuah pendekatan untuk memperpanjang

waktu tinggal obat di lambung, menargetkan pelepasan spesifik

Perpanjangan waktu tinggal dalam lambung dari sediaan obat dapat

meningkatkan bioavailabilitas, mengontrol lamanya pelepasan obat. Disamping

itu juga akan bermanfaat bagi kerja lokal obat di bagian atas saluran pencernaan

terutama untuk pengobatan ulkus peptik (Nayak, et al., 2010).

ke lambung dan

melepaskan obatnya secara terus menerus dan terkontrol dalam waktu yang lebih

lama, sehingga akan bermanfaat untuk meningkatkan efikasi dari obat (Nayak, et

al., 2010).

Beberapa contoh desain dan pengembangan dari sistem gastroretentif

meliputi; sistem penyampaian obat mukoadhesif yang melekat pada permukaan

mukosa; sistem pengembangan (swelling) yaitu sediaan ketika kontak dengan

(22)

pilorus sehingga sediaan tetap berada dalam lambung untuk beberapa waktu

tertentu; sistem pengapungan (floating system) yaitu sistem penyampaian dengan

menggunakan sediaan dengan densitas rendah sehingga dapat mengapung dan

bertahan dalam lambung untuk beberapa waktu, dan selanjutnya sediaan dengan

densitas tinggi yang ditahan pada dasar lambung (Ami, et al., 2012; Nayak, et al.,

2010).

Beberapa penelitian telah menjelaskan tentang penggunaan

alginat-kitosan dalam formulasi pelepasan obat terkontrol, sediaan film dan sediaan

gastroretentif, seperti formulasi mikropartikel alginat-kitosan sebagai

mukoadhesif yang mengandung prednisolon untuk pelepasan terkontrol (Wittaya,

et al., 2006), sediaan floating dan mukoadhesif dari bead alginat-kitosan yang

mengandung amoksisilin sebagai gastroretentif mampu memperpanjang pelepasan

obat selama lebih dari 6 jam dalam lambung (Sahasathian, et al., 2010). Evaluasi

fisika-kimia film alginat/kitosan yang mengandung natamycin sebagai agen

antimikroba

Selanjutnya suatu sediaan antasida dengan masa tinggal yang

diperpanjang di lambung (Antacid Compositions With Prolonged Gastric

Residence Time) telah ditemukan dan dipatentkan oleh Spickett, et al., (1994), (Silvaa, et al., 2005), dan Lilian, et al, (2011), membuat campuran

film kitosan kationik dengan ekstrak protein quinoa anionik yang dapat digunakan

sebagai edibel film untuk tujuan pengemasan dalam industri makanan.

produk antasida ini meliputi campuran 10-70 % vesikel lipid dengan partikulat

base yang mengandung antasida dalam bentuk koloid, suspensi, atau produk

kering. Fase lipid dibentuk dari gliserol monostearat (GMS), kolesterol, dan cetyl

(23)

negatif, dan tween 60 sebagai surfakatan yang menunjukkan bahwa pada waktu

enam jam sebagian besar dari vesikel lipid masih dipertahankan

Sediaan antasida dengan durasi diperpanjang (Extended duration antacid

product) juga telah dipatentkan oleh Wallach, et al., (1996).

di lambung.

Penemuan ini

meliputi sediaan padat oral dua fase dengan aktivitas antasida yang diperpanjang.

Fase internal terdiri dari campuran serbuk yang mengandung bahan aktif antasida

dan bahan tambahan yang dapat diterima (acceptable) secara farmasetika dan

fase eksternal mengandung suatu zat hidrofobik organik, seperti: ester dari

gliserol dengan asam palmitat atau stearat, polialkena dihidroksilasi dan

emulsifier

non-Sementara sediaan gastroretentif bentuk matriks film dengan

menggunakan

ionik.

HPMC dan eudragit sebagai polimer dan dibutil ftalat sebagai

plastisizer menunjukkan bahwa sediaan film mampu bertahan dalam lambung

hingga 6 ± 0,5 jam dalam kondisi puasa dan 8 jam dalam keadaan makan (

Alginat merupakan suatu polisakarida yang dihasilkan dari ganggang coklat

(Phaeophyceae) dan bakteri. Alginat adalah kopolimer anionik linier yang terdiri

dari residu asam β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat dalam ikatan 1,4.

Kelebihan yang paling penting dari natrium alginat sebagai matriks untuk

formulasi pelepasan terkontrol adalah karena sifatnya yang biodegradabel dan

biokompatibel (Sachan, et al., 2009).

Sathish,

et al., 2013).

Kitosan merupakan derivat kitin adalah biopolimer kedua terbanyak yang

terdapat di alam sesudah sellulosa. Terdapat pada hewan khususnya

(24)

lemah, bersifat basa lemah dengan pKa dari residu D-glukosamine kira-kita 6,2 -

7,0 dan oleh karena itu tidak larut dalam pH netral dan alkali tetapi larut dalam

asam encer membentuk gel. Kitosan bersifat non toksik, membentuk film (film

former), biokompatibel, biodegradable

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk merancang suatu

sediaan antasida model baru dengan sistem penyampaian obat gastroretentif,

dengan bentuk sediaan berupa film yang digulung, kemudian dimasukkan ke

dalam cangkang kapsul, dan saat kapsul hancur di lambung, film akan

membentang kembali, sehingga

dan bersifat mukoadhesif. Mekanisme

kerja mukoadhesif terjadi melalui interaksi ionik antara gugus amino kitosan yang

bermuatan positif dengan muatan negatif asam sialat yang terdapat dalam mukus.

Selain itu, polimer hidrofilik ini menarik cairan dari lapisan gel mukus yang

terdapat pada permukaan epitel dan akan mengembang dalam suasana asam (Felt,

et al., 1998; Yogeshkumar, et al., 2013).

memperpanjang waktu tinggal obat di lambung,

Kitosan dan alginat adalah polimer yang digunakan untuk formulasi

sediaan gastroretentif berbentuk film dalam penelitian ini, serta gliserin sebagai

plastisizer. Kedua polisakarida bermuatan berlawanan ini akan membentuk

kompleks polielektrolit yang memiliki karakteristik menarik untuk aplikasi

pelepasan terkontrol (Yan, et al., 2001).

dan melepaskan obatnya secara terus menerus dan terkontrol dalam waktu yang

lebih lama.

Sifat-sifat dan kemampuan kitosan membentuk film, bersifat mukoadhesif,

(25)

alginat yang mengontrol pelepasan obat dan bertahan di lambung sebagai sediaan

gastroretentif.

Magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida dalam penelitian ini

adalah sebagai model obat. Magnesium hidroksida memiliki aksi yang cepat

dalam penetralan asam, yang juga bersifat pencahar dan dapat menyebabkan

diare. Aluminium hidroksida memiliki tindakan yang relatif lebih lambat dan

cenderung menyebabkan sembelit. Kombinasi senyawa magnesium dan

aluminium dapat digunakan untuk saling meminimalkan efek samping,

Penelitian ini meliputi pembuatan sediaan film alginat-kitosan yang

mengandung Al(OH)

kombinasi

ini banyak dipilih oleh para ahli (Neal, 2002; Wallace, 2011).

3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

1.2 Perumusan Masalah

, evaluasi

dan karakterisasi sediaan, serta uji in vitro.

1. Apakah Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

2. Apakah bentuk sediaan gastroretentif film alginat-kitosan yang

mengandung Al(OH)

dapat

diformulasi dalam bentuk film alginat-kitosan sebagai sediaan

Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS)?

3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

sebagai antasida mampu mempertahankan pH 3 sampai 4 dalam waktu

yang lebih lama dibandingkan sediaan konvesional yang diuji secara in

(26)

1.3Hipotesis

1. Alginat-kitosan merupakan suatu polimer yang dapat berinterakasi

membentuk kompleks polielektrolit yang dapat diaplikasikan terhadap

Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

2. Sediaan GDDS dari film alginat-kitosan yang mengandung Al(OH) sebagai suatu

sediaan film yang bertahan lebih lama dalam lambung/GDDS.

3,

Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

1.4 Tujuan Penelitian

sebagai antasida yang

dilipat dan dimasukkan dalam kapsul mempunyai sifat elastis dan akan

membentang kembali ketika kapsul hancur di lambung sehingga mencegah

obat melewati pilorus, ditambah lagi dengan kitosan yang bersifat

mukoadhesif serta mengembang dalam suasana asam akan lebih

membantu sediaan tertahan di lambung dan menjaga pH 3 - 4 dalam waktu

yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional yang diuji secara in

vitro.

1. Untuk membuat formula film alginat-kitosan yang dapat diformulasikan

dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

2. Untuk mengetahui kemampuan sediaan gastroretentif film alginat-kitosan

yang mengandung Al(OH)

sebagai

suatu sediaan antasida dalam bentuk film yang mampu bertahan lebih lama

dalam lambung/GDDS.

3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan

Mg(OH)2 tertahan di lambung dan menjaga pH antara 3 - 4 dalam durasi

yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional yang diuji secara in

(27)

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi dan kontribusi dalam pengembangan

Sistem Penyampaian Obat/Drug Delivery System (DDS) terutama dalam teknologi

sediaan obat-obat yang tertahan di lambung (Gastroretentive Drugs Delivery

System (GDDS). Sediaan GDDS dapat mengontrol lamanya pelepasan obat dalam

(28)

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian

Profil Netralisasi HCL 0,1 N secara

in vitro

Pelepasan ion logam dari sediaan film

secara in vitro Sifat Bioadhesif Meliputi:

- Variasi tebal & berat film

- Sifat pembentangan (Unfolding

behaviour) - Keutuhan film

(Integrity properties) - SEM Efektivitas Sediaan Film Alginat-Al(OH)3 Film Alginat- Mg(OH)2 Film Kitosan-Al(OH)3 Film Kitosan- Mg(OH)2 Film Alginat-Al(OH)3 dan Mg(OH)2 Film Kitosan-Al(OH)3 dan Mg(OH)2 Film Alginat- Kitosan-Al(OH)3 dan

Mg(OH)2 Formulasi Gastroretentif film Alginat-Kitosan yang mengandung Antasida (Al(OH)3, Mg(OH)2, dan kombinasi Al(OH)3, dan Mg(OH)2)

Karakteristik Sediaan

Sifat Pengembangan (swellingproperties) Durasi Kerja

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ulkus

Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan

mukosa di mana saja di saluran pencernaan, namun biasanya mengacu pada erosi

di lambung atau duodenum. Ada dua penyebab utama ulkus: terlalu sedikit

produksi mukus atau terlalu banyak asam yang diproduksi dalam lambung atau

dikirim ke usus

2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mukus

(Corwin, 2008).

Ulkus umumnya berkembang ketika sel-sel mukosa usus tidak

menghasilkan mukus yang cukup untuk melindungi terhadap pencernaan asam.

Penyebab penurunan produksi mukus dapat mencakup apa saja yang menurunkan

aliran darah ke usus, menyebabkan hipoksia lapisan mukosa dan cedera atau

kematian sel-sel yang memproduksi mukus. Jenis ulkus ini disebut ulkus iskemik.

Penurunan aliran darah terjadi dengan semua jenis shock. Suatu jenis tertentu dari

ulkus iskemik yang berkembang setelah luka bakar parah disebut ulkus Curling

(Corwin, 2008).

Penyebab utama penurunan produksi mukus berhubungan dengan infeksi

bakteri H. pylori. H. pylori menginfeksi sel-sel yang mensekresi mukus lambung

dan duodenum, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk menghasilkan

mukus. Sekitar 90% dari pasien yang memiliki ulkus duodenum dan 70% dari

pasien yang memiliki ulkus lambung disebabkan infeksi H. pylori. Penurunan

produksi mukus dalam duodenum juga dapat terjadi sebagai akibat dari

(30)

Aktivitas mereka dihambat oleh stimulasi simpatis, stimulasi simpatis meningkat

dengan stres kronis. Sehingga menjadi suatu rangkaian antara stres kronis dan

pengembangan ulkus

2.1.2 Dampak kelebihan produksi asam di lambung

(Corwin, 2008).

Secara fisiologis produksi asam di lambung diperlukan untuk aktivasi

enzim pencernaan lambung. Asam klorida (HCl) yang diproduksi oleh sel-sel

parietal sebagai respon terhadap makanan tertentu, obat-obatan, hormon

(termasuk gastrin), histamin, dan stimulasi parasimpatis. Makanan dan

obat-obatan seperti kafein dan alkohol merangsang sel-sel parietal untuk menghasilkan

asam. Beberapa individu mungkin over-reaktif dalam respon parietal mereka

untuk zat atau makanan, atau mereka mungkin memiliki lebih banyak sel parietal

dari normal dan karena itu melepaskan asam berlebih (Corwin, 2008).

Ada dua jenis sekresi asam, sekresi asam yang distimulasi (acid

secretion stimulated) dan sekresi asam basal (acid secretion basal). Sekresi asam

melalui stimulasi terjadi sebagai respon terhadap penglihatan, penciuman, dan

konsumsi makanan. Hal ini diatur terutama oleh hormon gastrin, yang dilepaskan

dari antrum lambung sebagai respon terhadap peningkatan pH (misalnya saat

makan). Ketika konsumsi makanan berhenti, pH di lambung turun, dan sekresi

gastrin berhenti, menyebabkan sekresi asam berkurang. Dengan cara ini makan

mengatur rangsangan sekresi asam (Gregory, 2000).

Selain itu, sekresi gastrin dirangsang oleh pelepasan peptida yang

melepaskan gastrin dari saraf pleksus submukosa sebagai akibat dari stimulasi

parasimpatis. Karena gastrin merangsang produksi asam, apapun yang

(31)

Contoh utama dari kondisi ini disebut sindrom Zollinger-Ellison, penyakit yang

ditandai dengan tumor sel endokrin yang mensekresi gastrin. Penyebab lain

kelebihan asam mencakup stimulasi vagus yang berlebihan pada sel-sel parietal

yang terlihat setelah cedera otak parah atau trauma. Ulkus yang berkembang

dalam keadaan ini disebut ulkus Cushing. Stimulasi vagus yang berlebihan selama

stres psikologis juga dapat menyebabkan kelebihan produksi HCl (Corwin,

2008).

Sekresi asam basal terjadi terus menerus dan independen dari rangsangan

eksternal (tidak dipengaruhi oleh ransangan dari luar). Hal ini dimediasi terutama

oleh asetilkolin, neurotransmitter dari saraf vagus. Suatu karakterisitk penting dari

sekresi asam basal adalah ritme hariannya (circadian rhythm), bahwa sekresi

asam rendah di siang hari namun relatif tinggi di malam hari, umumnya

memuncak antara jam 22.00 dan tengah malam. Baik sekresi asam yang

dirangsang gastrin dan asetilkolin, terutama dengan merangsang sel-sel

enterochromatin (ECL) di bagian bodi lambung. Sel ECL akan melepaskan

histamin yang merangsang sel-sel parietal yang berdekatan untuk mensekresikan

asam. Jalur akhir yang umum dari sekresi asam adalah pompa proton H+, K+

ATPase yang menukar ion hidrogen dengan ion kalium (Gregory, 2000; Tolman,

2000).

Pada umumnya, ulkus terjadi setiap kali ada peningkatan sekresi asam

atau penurunan ketahanan mukosa, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Sebaliknya,

penyakit asam lambung dapat ditangani dengan baik dengan menurunkan asam

atau meningkatkan ketahanan mukosa. pH tersebut dapat ditingkatkan dengan

(32)

H2-reseptor atau inhibitor pompa proton). Ketahanan mukosa dapat ditingkatkan

dengan analog prostaglandin (Tolman, 2000).

Peningkatan aliran asam ke duodenum dapat menyebabkan ulkus

duodenum. Gerakan yang terlalu cepat dari isi lambung ke duodenum dapat

membanjiri lapisan mukus pelindung duodenum. Hal ini terjadi pada iritasi

lambung oleh makanan tertentu atau mikroorganisme, serta oleh kelebihan sekresi

[image:32.595.156.488.271.472.2]

gastrin (Corwin, 2008).

Gambar 2.1.Faktor-faktor penyebab ulkus (Liu dan Crawford, 2005)

2.1.3 Cairan lambung (Gastric Juice)

Cairan lambung (Gastric juice) adalah campuran heterogen dari cairan

jernih, flocculent, dan mukus jernih. Konstituen utama dari cairan lambung

(gastric juice) adalah asam hidroklorida, protease lambung (pepsin dan

gastricsin), faktor hematopoietic (faktor intrinsik dan pengikat vitamin B12),

hormon lambung, dan mucosubstance (aminopolysaccharides, mucopolyuronides,

mucoids, dan mucoproteins). Protease lambung yang utama adalah pepsin dan

gastricsin, pepsinogen adalah prekursor yang diubah menjadi pepsin aktif oleh

(33)

Pengujian fungsi lambung biasanya dilakukan pada sampel asam lambung

yang dikumpulkan melalui intubasi langsung (direct intubation) ke dalam

lambung. Kandungan lambung dalam puasa (normal, 20 – 30 ml) dan sekresi

lambung tersebut dikumpulkan dalam keadaan basal, atau setelah stimulasi oleh

pemberian oral kafein-benzoat atau alkohol, atau pemberian histamin parenteral,

insulin, atau hormon pentagastrin. Sampel dikumpulkan melalui aspirasi terus

menerus dan dianalisis untuk keasaman dan aktivitas protease lambung pada

berbagai interval waktu (Dressman, 1998; Perigard, 2000).

Keasaman dapat ditentukan dengan pengukuran pH secara sederhana dan

konversi ke mEq H+ atau dengan titrasi asam lambung. Asam lambung yang

keluar (basal acid output ) adalah sekitar 1 mEq/jam pada kondisi normal dan 2

sampai 4 mEq pada pasien ulkus duodenum. Puncak keluaran asam (peak acid

output/PAO) setelah stimulasi histamin adalah 10 sampai 20 mEq/jam dalam

normal dan 40 sampai 50 mEq/jam dalam ulkus duodenum, PAO setelah stimulasi

pentagastrik mirip dengan histamin (Perigard, 2000

2. 2 Antasida

).

Antasida digunakan secara luas untuk menghilangkan rasa panas/nyeri ulu

hati (heartburn) dan dispepsia (keluhan pada perut bagian atas seperti kembung,

cepat kenyang/sebah, mual, atau bersendawa yang dipicu oleh makanan), serta

berbagai macam gejala GI nonspesifik. Peran utama antasida dalam penanganan

gangguan asam lambung adalah menghilangkan rasa sakit.

Antasida biasanya digunakan dalam kombinasi. Perbedaan dalam

campuran menjelaskan perbedaan relatif dalam kapasitas netralisasi dan efek

(34)

efektivitas antasida tersebut. Untuk tujuan praktis, bagaimanapun, keberhasilan

diperoleh dengan meningkatkan pH lambung menjadi 3,5 atau lebih besar. Hal ini

dicapai dengan mudah oleh antasida modern (Tolman, 2000).

Mekanisme kerja antasida bersifat kompleks. Mekanisme yang

diusulkan adalah pencegahan difusi balik ion hidrogen di mukosa GI. Umumnya

diterima bahwa meningkatkan pH lambung sekitar 4 mencegah stres ulkus, yang

diduga diperantarai oleh difusi asam kembali. Tindakan lain antasida adalah untuk

mencegah konversi pepsinogen lambung menjadi pepsin bentuk aktif. Ini adalah

enzim proteolitik diperkirakan memediasi cedera jaringan pada penyakit ulkus.

Pepsinogen mengalami inaktivasi ireversibel pada pH 5. Dengan demikian

mungkin diperlukan untuk meningkatkan pH sampai 5 untuk mencapai manfaat

maksimal dari antasida. Antasida juga dapat meningkatkan sitoproteksi di

lambung, memberikan manfaat terapeutik dengan menonaktifkan garam empedu,

yang diperkirakan refluks dari duodenum ke lambung dan memainkan beberapa

peran dalam penyakit asam lambung (Tolman, 2000

2.2.1 Kapasitas penetralan asam dan efektivitas relatif antasida

).

Antasida konvensional (sediaan antasida dengan pelepasan segera)

dibandingkan secara kuantitatif dalam hal ”Kapasitas Penetralan Asam” (

acid-neutralizing capacity/ANC), didefinisikan sebagai jumlah miliekuivalen asam

klorida yang diperlukan untuk mempertahankan 1 ml suspensi antasida pada pH 3

selama 2 jam secara in vitro (Tolman, 2000).

Efektivitas relatif dari sediaan antasida konvensional dinyatakan sebagai

miliekuivalen kapasitas penetralan asam (didefinisikan sebagai jumlah

(35)

sesuai dengan persyaratan FDA, antasida harus memiliki kapasitas netralisasi

minimal 5 mEq per dosis (Wallace, 2000).

Untuk ulkus tanpa komplikasi, antasida diberikan secara oral 1 dan 3

jam setelah makan dan sebelum tidur. Rejimen ini, memberikan - 120 mEq dari

kombinasi Mg-Al per dosis, mungkin hampir sama efektifnya dengan dosis

konvensional dengan antagonis reseptor H2. Untuk gejala berat atau refluks tidak

terkontrol, antasida dapat diberikan sesering setiap 30 - 60 menit (Wallace, 2000).

Secara umum, antasida diberikan dalam bentuk suspensi karena ini

mungkin memiliki kapasitas netralisasi lebih besar dari bentuk bubuk atau sediaan

tablet. Jika tablet yang digunakan, mereka harus benar-benar dikunyah untuk efek

maksimum, namun antasida dibersihkan dari perut kosong dalam 30 menit,

dengan adanya makanan cukup untuk meningkatan pH lambung sampai 5 selama

1 jam dan untuk memperpanjang efek netralisasi antasida selama 2 - 3 jam

(Wallace, 2000

2.3Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS)

).

Kandidat obat yang sesuai untuk sediaan yang tertahan di lambung atau

gastroretentif (Garg dan Gupta, 2008; Swetha, et al., 2012):

a. Obat-obat untuk aksi lokal dalam lambung misalnya: misoprostol, antasida,

dan antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi Helicobacter pylori.

b. Obat-obat yang kelarutan rendah dalam pH alkalis misalnya: furosemida,

diazepam, verapamil, dan klordiazepoksida.

c. Obat-obat yang terutama diabsorbsi dalam lambung atau bagian atas dari

(36)

d. Obat-obat yang mempunyai rentang absorpsi sempit dalam saluran

pencernaan misalnya: siklosporin, metotreksat, levodopa, dan riboflavin.

e. Obat-obat yang diabsorbsi cepat dari saluran pencernaan misalnya:

metronidazol, dan tetrasikilin.

f. Obat-obat yang tidak stabil dan terdegradasi didalam kolon misalnya

ranitidin, metronidazol, dan metformin HCl.

g. Obat-obat yang mengganggu mikroba kolon misalnya antibiotik untuk

Helicobacter pylori.

Kelebihan sediaan gastroretentif (Swetha, et al., 2012):

a. Digunakan untuk aksi lokal dalam lambung.

b. Dalam pengobatan dari penyakit ulkus peptikum.

c. Digunakan untuk penghantaran obat-obat dengan rentang absorbsi yang

sempit.

d. Mengurangi frekuensi pemberian.

e. Meningkatkan bioavailabilitas obat.

f. Digunakan untuk obat-obat yang tidak stabil di dalam cairan usus.

g. Digunakan untuk menahan penghantaran obat.

h. Digunakan untuk mempertahankan konsentrasi obat sistemik dalam rentang

terapeutik.

Kekurangan sediaan gastroretentif (Swetha, et al., 2012):

a.Memerlukan jumlah yang cukup besar cairan lambung, bagi sistem untuk

mengapung dan bekerja efisien.

b.Tidak cocok untuk obat-obat dengan masalah stabilitas dan kelarutan dalam

(37)

2.3.1 Jenis-jenis Gastroretentif

Pendekatan untuk sistem penghantaran obat tertahan di lambung secara

umum terdiri dari:

1. Sistem pengembangan dan pembesaran (swelling and expandable system).

Ini merupakan bentuk sediaan yang setelah ditelan, dalam lambung

mengembang pada taraf tertentu yang mencegah mereka keluar dari pilorus,

seperti terlihat pada Gambar 2.2. Akibatnya, bentuk sediaan masih dipertahankan

dalam lambung untuk jangka waktu yang panjang. Formulasi tersebut dirancang

untuk tertahan di lambung (gastric retention) dan pelepasan obat dikontrol dalam

[image:37.595.214.347.360.463.2]

rongga lambung (Kumar, 2012).

Gambar 2.2 GDDS dengan sistem pengembangan dan pembesaran (Kumar, 2012)

2. Sistem bioadhesif (bioadhesive systems).

Sistem bioadhesif digunakan sebagai perangkat penyampaian obat untuk

meningkatkan absorpsi di tempat spesifik (site specific) dalam lambung.

Pendekatan ini melibatkan penggunaan polimer bioadhesif, yang dapat menempel

pada permukaan epitel di lambung. Beberapa eksipien yang paling menjanjikan

yang telah umum digunakan di sistem ini meliputi polycarbophil, karbopol,

kitosan dan gliadin (Kumar, 2012). Sistem bio/muko-adhesif dapat dilihat pada

(38)
[image:38.595.200.387.76.240.2]

Gambar 2.3 GDDS dengan sistem bio/muko-adhesif (Al-Qadi, et al., 2012)

Mekanisme bioadhesif/mukoadhesif untuk berikatan antara polimer

dengan permukaan mukus/epitel dapat dibagi menjadi tiga kategori:

a.Adhesi yang dimediasi oleh Hidrasi

Polimer hidrofilik tertentu memiliki kecenderungan untuk menyerap

sejumlah besar air dan menjadi lengket, sehingga memperoleh sifat bioadhesif.

Gastroretensi yang diperpanjang dari sistem pengiriman bio/muko-adhesi

selanjutnya dikendalikan oleh laju disolusi polimer.

b.Adhesi yang dimediasi oleh ikatan

Adhesi polimer pada mukus/permukaan sel epitel melibatkan berbagai

mekanisme ikatan. Ikatan fisik atau mekanik dapat dihasilkan dari deposisi dan

masuknya bahan perekat di celah-celah mukosa tersebut. Ikatan kimia sekunder,

berkontribusi terhadap sifat bioadhesif, seperti interaksi van der Walls dan

interaksi ikatan hidrogen. Gugus fungsional hidrofilik yang bertanggung jawab

untuk membentuk ikatan hidrogen adalah hidroksil (-OH) dan gugus karboksilat

(39)

c.Adhesi yang dimediasi oleh reseptor

Polimer tertentu memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor spesifik

pada permukaan sel. Peristiwa yang dimediasi reseptor berfungsi sebagai

pendekatan potensial dalam bio/muco-adhesi, sehingga meningkatkan retensi

lambung dari bentuk sediaan (Kumar, 2012).

3.Sistem pengapungan (floating systems)

Sistem ini memiliki kerapatan massa yang kurang dari cairan lambung

sehingga mengapung di lambung tanpa mempengaruhi tingkat pengosongan

lambung untuk jangka waktu lama, obat dilepaskan perlahan pada tingkat yang

diinginkan dari sistem. Setelah pelepasan obat, sistem residual dikosongkan dari

lambung. Sistem floating dapat dibagi ke dalam sistem effervescent dan

non-effervescent (Kumar, 2012). Sistem floating dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 GDDS dengan sistem floating (Kumar, 2012)

4.Sistem berdensitas tinggi (high density systems)

Sedimentasi telah digunakan sebagai mekanisme retensi untuk pelet yang

cukup kecil untuk disimpan dalam lipatan lambung dekat daerah pilorus, yang

merupakan bagian dari organ dengan posisi terendah dalam postur tegak. Pelet

padat (sekitar 3 g/cm-3) terjebak dalam lipatan juga cenderung untuk menahan

gerakan peristaltik dari dinding lambung, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Waktu

transit GI dapat diperpanjang rata-rata 5,8 - 25 jam, tergantung pada kepadatan

(40)

seng oksida, titanium dioksida dan serbuk besi. Bahan-bahan ini meningkatkan

kepadatan hingga 1,5 - 2,4g/cm-3 (Kumar, 2012).

Gambar 2.5 GDDS dengan sistem berdensitas tinggi (High Density Systems) (Kumar, 2012)

2.3.2 Penelitian terdahulu tentang GDDS dan sediaan gastroretentif di pasaran

Penelitian terdahulu telah menjelaskan tentang sistem penyampaian

obat-obat yang tertahan di lambung (Gastroretentive Drugs Delivery

System/GDDS), diantaranya sebagai berikut:

a. Sediaan gastroretentif dengan pembawa

- Formulasi

alginat-kitosan:

mikropartikel alginat-kitosan sebagai mukoadhesif yang

mengandung prednisolon untuk pelepasan terkontrol (

-Wittaya, et al., 2006).

Sediaan floating dan mukoadhesif dari bead alginat-kitosan yang mengandung

amoksisilin sebagai gastroretentif mampu memperpanjang pelepasan obat

selama lebih dari 6 jam dalam lambung (

- Sediaan mikrobead dari campuran natrium alginat dengan natrium NaCMC

dan disalut enterik dengan kitosan untuk tujuan pelepasan terkontrol dari

amoksisilin di dalam lambung (Angadi, et al., 2012).

Sahasathian, et al., 2010).

- Pengembangan jenis baru dari floating beads inner berpori. Bead dibuat

dengan tetesan larutan busa ke dalam larutan CaCl2, larutan busa terdiri dari

berbagai gelembung mikro dengan poloxamer 188 sebagai agen pembusa, dan

(41)

b. Sediaan gastroretentif dari bahan lainnya:

- Nayak, et al., (2012), pembuatan sistem keseimbangan hidrodinamis

ofloksasin menggunakan laktosa, HPMC K4M, PVP K 30, dan parafin cair,

yang dapat meningkatkan waktu tinggal dalam lambung, dan memungkinkan

dapat melepaskan obat maksimal di lokasi penyerapan untuk meningkatkan

bioavailabilitas oral.

c. Sediaan gastroretentif antasida:

- Sediaan antasida dengan masa tinggal yang diperpanjang di lambung

(Antacid Compositions With Prolonged Gastric Residence Time) telah

ditemukan dan dipatentkan oleh Spickett, et al., (1994 ). Sediaan ini memiliki

fase internal antasida yang padat (serbuk, tablet) dan dikelilingi oleh

excipient dengan fase eksternal padat yang mengandung suatu substansi

hidrofobik seperti ester dari gliserol dengan asam palmitat atau stearat,

polialkena hidroksilasi dan emulsifier non-ionik.

- Sediaan antasida dengan durasi diperpanjang (Extended duration antacid

product) juga dipatentkan oleh Wallach, et al., (1996), merupakan suatu

produk antasida yang memiliki masa tinggal diperpanjang dalam lambung

dan sistem pencernaan bagian atas. Produk antasida ini memuat campuran 10

- 70% nonfosfolipid dalam bentuk vesikel lipid. Penelitian ini menunjukkan

bahwa selama enam jam dari sediaan masih dipertahankan dalam lambung.

d. Sediaan gastroretentif dengan bentuk film.

- Sediaan gastroretentif bentuk matriks film dengan menggunakan HPMC dan

(42)

bahwa sediaan film mampu bertahan dalam lambung hingga 6 ± 0,5 jam

dalam kondisi puasa dan 8 jam dalam keadaan makan (

Sediaan gastroretentif di pasaran

Sathish, et al., 2013).

Berkembangnya bentuk sediaan gastroretentif merupakan suatu upaya

dalam memaksimalkan teknologi sistem penyampaian obat, terutama dalam

teknologi penyampaian obat-obat untuk tujuan lokal dan spesifik di lambung

dengan pelepasan lambat (sustained release). Beberapa contoh sediaan

[image:42.595.121.511.332.658.2]

gastroretentif yang ada di pasaran, dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah.

Tabel 2.1 Produk-produk sediaan gastroretentif yang tersedia di pasaran

Nama dagang Obat (dosis) Bentuk sediaan Negara

Cifran OD ® Ciprofloxacin (500 mg & 1 g )

Gas-generating floating tablet

Ranbaxy, India Madopar ® Levodopa (l00 mg),

benserazide (25 mg)

Floating controlled release capsule

Produk Roche, US Valrelease ® Diazepam (15 mg) Floating capsule

Hoffmann-La Roche, US

Topalkan ® Al(OH)3, Mg(OH) Floating liquid alginate preparation

2 Pierre

Fabre Drug, Perancis

Oflin OD® Ofloxacin (400 mg) Gas-generating floating tablet Ranbaxy, India Liquid Gaviscon® Al(OH)3

Mg carbonate (358 mg)

(95 mg), Raft-forming liquid alginate preparation

GlaxoSmith Kline, India

Conviron® Ferrous sulfate gel-forming

floating system

Ranbaxy, India

Cytotec® Misoprostol Gas-generating

floating tablet Bilayer floating capsule Pharmacia, US

(43)

2.4Natrium alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang

diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah

(Grasdalen, et al., 1979). Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera,

Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum. Alginat merupakan bahan yang non

toksik, non alergi (biokompatibel) dan biodegradabel (Rehm, 2009).

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu

β-D-mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang

membentuk rantai linear. Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4

dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu

blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, et al., 1981). Struktur alginat

dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Struktur Kimia Alginat (Thom, et al., 1981)

2.5 Kitosan

Kitosan merupakan aminopolisakarida hasil deasetilasi dari kitin, kitosan

terdapat dalam cangkang crustacea seperti udang, lobster dan kepiting. Kitosan

menunjukkan sifat polimer biomedis seperti nontoksik, biokompatibel dan

biodegradabel (Felt, et al., 1998). Kitosan merupakan biopolimer yang linear,

tidak bercabang, polimer yang dibangun dari monomer-monomer glukosamin dan

N-asetilglukosamin yang terikat pada pola β-(1-4). Struktur kimia dari kitosan

[image:43.595.124.502.419.501.2]
(44)

Gambar 2 .7 Struktur Kimia Kitosan (Felt, et al., 1998)

2.6Interaksi antara alginat dengan kitosan

Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan yang merupakan

polikationik dapat berinteraksi melalui gugus asam karboksilat dari alginat dan

gugus amino dari kitosan membentuk kompleks polielektrolit dari muatan mereka

yang berlawanan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan

aplikasi farmasetika yang lebih baik karena keunikan struktur dan sifatnya

(Takahashi, et al., 1990).

[image:44.595.119.512.447.517.2]
(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi pembuatan

sediaan film alginat-kitosan yang mengandung Al(OH)3, Mg(OH)2, dan

kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

3.1 Alat dan Bahan

, evaluasi dan karakterisasi sediaan, dan uji in

vitro. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi

USU, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dan Laboratorium Terpadu

LIDA USU.

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca listrik (Boeco),

alat-alat gelas, magnetic stirrer, pelat kaca, rangkaian alat infus, statif dan klem,

lumpang, stamper, penangas air, lemari asam, desikator, pH meter (Hanna), hot plate,

Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi (Z-2000), dan Scanning Electron

Microscopy (SEM).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah, kitosan (Wako

Pure Chemical Industries, Ltd Japan), natrium alginat 500~600 (Wako Pure

Chemical Industries, Ltd. Japan), gliserin (Merck), cangkang kapsul 00 (PT.

Bratachem), magnesium hidroksida (Mg(OH)2, dan aluminium hidroksida

(Al(OH)3. Pereaksi yang digunakan: asam klorida (HCl) 98%, asam asetat 98%,

(46)

aluminium 1000 ppm. Semua pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini

berkualitas pro analisa keluaran E.Merck.

3.2 Pembuatan Pereaksi

1. Larutan kitosan 4% (b/v).

Ditimbang 4 gram serbuk kitosan, kemudian dilarutkan dalam 100 ml asam

asetat 1%.

2. Larutan alginat 4% (b/v).

Ditimbang 4 gram serbuk natrium alginat (500-600), kemudian ditaburkan

dalam 100 ml air suling, diaduk sampai homogen, dibiarkan mengembang

selama 24 jam

3. Larutan HNO3

Larutan HNO

5 N (v/v)

3

4. Larutan HCl 0,1 N

65 % sebanyak 346,5 ml diencerkan dengan air suling hingga

1000 ml (Ditjen POM, 1979).

Larutan asam klorida (p) sebanyak 8,3 ml diencerkan dengan air suling sampai

1000 ml

3.3 Pembuatan Sediaan Film Alginat-Kitosan

Ditimbang larutan kitosan, larutan alginat, serbuk Al(OH)3 dan serbuk

Mg(OH)2 sesuai dengan formula yang terdapat padaTabel 3.1. Disiapkan cetakan

film dari objek gelas yang telah dilumasi dengan silikon. Kemudian serbuk

Al(OH)3 dan larutan kitosan digerus dalam lumpang sampai homogen,

ditambahkan serbuk Mg(OH)2 dan larutan alginat digerus sampai homogen,

ditambahkan gliserin dan dihomogenkan. Setelah itu campuran diratakan di atas

(47)

yang datar dan dikeringkan pada suhu kamar selama 48 jam. Film yang sudah

kering dilepas dari objek gelas secara hati-hati dan disimpan dalam desikator,

yang selanjutnya siap untuk dimasukkan ke dalam kapsul ukuran 00 dengan cara

digulung.

Tabel 3.1 Formula sediaan film alginat-kitosan yang mengandung antasida

No Jenis Formula

Pembawa Zat Aktif

Gliserin Alginat

(lart. 4%)

Chitosan (lart. 4%)

Al(OH) Mg(OH)

3

2

1 F1 2,5 g - 300 mg - 2 tts

2 F2 2,5 g - 300 mg 2 tts

3 F3 - 2,5 g 300 mg - 2 tts

4 F4 - 2,5 g - 300 mg 2 tts

5 F5 1 g 2 g 300 mg - 4 tts

6 F6 1,5 g 2 g 300 mg - 4 tts

7 F7 2 g 2 g 200 mg 200 mg 4 tts

8 F8 3 g 1 g 200 mg 200 mg 4 tts

9 F9 3,5 g 0,5 g 200 mg 200 mg 4 tts

3.4 Uji Variasi Ketebalan dan Berat Film

Ketebalan film diukur dengan menggunakan jangka sorong mikro meter.

Pengukuran dilakukan pada 5 posisi yang berbeda dari permukaan film dan

dihitung nilai rata-rata. Sedangkan untuk berat, ditimbang berat film untuk setiap

formulasi dalam tiga kali ulangan, dan dihitung nilai rata-ratanya.

3.5 Uji Sifat Pembentangan (Unfolding behaviour) Sediaan Film secara in vitro

Uji sifat pembentangan film (Unfolding) dilakukan untuk melihat

elastisitas dan kemampuan membentang kembali dari sediaan film yang

dimasukkan ke dalam kapsul setelah digulung ketika kapsul telah hancur dalam

lambung, seperti ilustrasi pada Gambar 3.1. Uji sifat pembentangan dilakukan

menggunakan alat disolusi dalam 900 ml asam klorida pH 1,2 pada 37ºC ± 0,5ºC

(48)

Pada waktu 0, 5, 10, 15, 30, 60, 120, 360 dan 720 menit diamati sifat

pembentangan dari sediaan film. Setiap formula dilakukan tiga kali ulangan, dan

[image:48.595.119.510.181.398.2]

dihitung standart deviasi rata-rata.

Gambar 3.1 Ilustrasi sediaan gastrortentif antasida film alginat-kitosan

3.6 Uji Integritas (keutuhan) Sediaan Film

Uji integritas sediaan film dilakukan untuk mengukur berapa lama

sediaan film tetap utuh dalam lambung. Keutuhan film dilihat dari ketahanan dan

tidak hancurnya sediaan film dalam rentang waktu yang diamati. Uji integritas

dilakukan menggunakan alat disolusi metode basket dalam 900 ml asam klorida

pH 1,2 pada 37ºC ± 0,5ºC dengan putaran 100 rpm.

Pada waktu 0, 30, 60, 120, 360 dan 720 menit diamati keutuhan dari

sediaan film. Setiap formula dilakukan tiga kali ulangan, dan dihitung standart

deviasi rata-rata.

Cangkang Kapsul

Sediaan Gastroretentif Antasida

Film Alginat- Kitosan Al(OH)3 dan Mg(OH)2

Sediaan film yg digulung

Sediaan Gastroretentif Antasida dalam larutan Asam Lambung

(49)

3.7Penentuan Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Sediaan Film Alginat-Kitosan dalam Simulasi Sekresi Asam Lambung secara in vitro

Belum ada metode dalam literatur, text book ataupun jurnal untuk

menentukan profil netralisasi terhadap sekresi asam di lambung secara in vitro.

Metode dalam penelitian ini dirancang berdasarkan kondisi fisiologis lambung,

yaitunya kandungan asam lambung dalam puasa (normal) sekitar 20 - 30 ml, asam

lambung yang keluar (basal acid output ) adalah sekitar 1 mEq/jam

Pengukuran profil netralisasi terhadap asam

pada kondisi

normal (Dressman, 1998; Perigard, 2000).

ditentukan dengan

pengukuran pH secara sederhana. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat

kemampuan sediaan film dalam mempertahankan pH 3 - 4 dan menetralisir

penambahan/asam klorida yang keluar berkesinambungan dari sel-sel parietal

untuk periode waktu yang lebih lama.

3.7.1 Persiapan Rancangan Alat

Alat untuk uji dirakit secara lokal dengan rancangan alat terdiri dari

rangkaian wadah gelas 250 ml yang dilengkapi dengan pengatur suhu (37 ± 0,5

o

C) dan pengaduk (100 rpm). Wadah gelas ini akan dihubungkan dengan

serangkaian selang alat infus yang berisi larutan HCl 0.1 N. Dari rangkaian alat

infus ini akan mensuplai HCl 0,1 N ke dalam wadah gelas 250 ml yang dapat

diatur laju pelepasannya. Wadah gelas berfungsi sebagai tempat alat uji

sampel/sediaan, seperti pada Gambar 3.2. Gambar Rangkaian Alat Uji Profil

(50)

Gambar 3.2Bagan Rancangan Alat untuk menentukan Profil Netralisasi Asam

Laju pelepasan HCl 0,1 N di sini menggambarkan kondisi fisiologis

pengeluaran asam lambung, pada kondisi normal sekitar 1 mEq/jam setara dengan

10 ml/jam HCl 0,1N atau dalam praktik sekitar 10 tetes/menit HCl 0,1N dengan

menggunakan infus tetes mikro (60 tetes/ml). Perhitungan laju tetesan infus HCl

0,1 N untuk uji profil netralisasi asam dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.7.2 Penentuan Profil Netralisasi Serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 dan Kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

3.7.2.1 Penentuan Profil perubahan pH air versus waktu oleh serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)

Dipipet 30 ml akuades ke dalam wadah sampel, kemudian diatur suhu

medium 37 ± 0,5

2

o

C. Diatur setingan laju tetesan air ke dalam wadah sampel 10

tetes/menit (infus tetes mikro: 60 tetes/ml). Kemudian diukur pH medium dengan

pH meter (sebagai pH awal). Dimasukkan serbuk antasida (Al(OH)3, Mg(OH)2,

dan kombinasi (Al(OH)3 dan Mg(OH)2) ke dalam wadah sampel dan secara

(51)

tetes/menit. Kemudian diukur perubahan pH larutan pada 15, 30, 60, 120, 180,

240, 300, 360, 420, 480, 540, 600, 660, dan 720 menit dengan pH meter.

3.7.2.2 Penentuan Profil Netralisasi 30 ml HCl 0,1 N oleh Serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2

Dipipet 30ml asam klorida 0.1 N ke dalam wadah sampel, kemudian

diatur suhu medium 37 ± 0,5oC. Kemudian diukur pH medium dengan pH meter

(sebagai pH awal). Dimasukkan serbuk antasida (Al(OH)3, Mg(OH)2, dan

kombinasi (Al(OH)3 dan Mg(OH)2) ke dalam wadah sampel dan secara

bersamaan diaduk dengan kecepatan 100 rpm dan laju tetesan HCl 0,1 N dalam

kondisi off. Kemudian diukur perubahan pH larutan pada 15, 30, 60, 120, 180,

240, 300, 360, 420, 480, 540, 600, 660, dan 720 menit dengan pH meter.

3.7.2.3Penentuan Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh serbuk Al(OH)3, Mg(OH)2 dan kombinasi Al(OH)3 dan Mg(OH)2 dalam simulasi sekresi asam lambung (penambahan HCl 0,1 N 10 ml/jam)

Dipipet 30 ml asam klorida 0.1 N ke dalam wadah sampel, kemudian

diatur suhu medium 37 ± 0,5oC. Diatur setingan laju tetesan larutan HCl 0,1 N ke

dalam wadah sampel 10 tetes/menit (infus tetes mikro: 60 tetes/ml). Kemudian

diukur pH medium dengan pH meter (sebagai pH awal). Dimasukkan serbuk

antasida (Al(OH)3, Mg(OH)2, dan kombinasi (Al(OH)3 dan Mg(OH)2) ke dalam

wadah sampel dan secara bersamaan diaduk dengan kecepatan 100 rpm dan

diaktifkan laju tetesan HCl 0,1 N 10 tetes/menit. Kemudian diukur dan dicatat

perubahan pH larutan pada 15, 30, 60, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480, 540,

600, 660, dan 720 menit dengan pH meter. Selanjutnya setiap 2 jam berikutnya

(52)

3.7.3 Penentuan Profil Netralisasi Sediaan Film Alginat-Kitosan

3.7.3.1 Penentuan Profil Netralisasi Sediaan Film Alginat-Kitosan dalam Air

Dipipet 30 ml akuades ke dalam wadah sampel, kemudian diatur suhu

medium 37 ± 0,5o

3.7.3.2 Penentuan Profil Netralisasi HCl 0,1 N oleh Sediaan Film Alginat-Kitosan dalam Simulasi Sekresi Asam Lambung (penambahan HCl 0,1 N 10 ml/jam)

C. Diatur setingan laju tetesan air ke dalam wadah sampel 10

tetes/menit (infus tetes mikro: 60 tetes/ml). Kemudian diukur pH medium dengan

pH meter (sebagai pH awal). Dimasukkan kapsul yang mengandung sediaan film

ke dalam wadah sampel dan secara bersamaan diaduk dengan kecepatan 100 rpm

dan diaktifkan laju tetesan air 10 tetes/menit. Kemudian diukur perubahan pH

larutan pada 15, 30, 60, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480, 540, 600, 660, dan 720

menit dengan pH meter.

Dipipet 30 ml asam klorida 0.1 N ke dalam wadah sampel, kemudian

diatur suhu medium 37 ± 0,5oC. Diatur setingan laju tetesan larutan HCl 0,1 N ke

dalam wadah sampel 10 tetes/menit (infus tetes mikro: 60 tetes/ml). Kemudian

diukur pH medium dengan pH meter (sebagai pH awal). Dimasukkan kapsul yang

mengandung sediaan film ke dalam wadah sampel dan secara bersamaan diaduk

dengan kecepatan 100 rpm dan diaktifkan laju tetesan HCl 0,1 N 10 tetes/menit.

Kemudian diukur dan dicatat perubahan pH larutan pada 15, 30, 60, 120, 180,

240, 300, 360, 420, 480, 540, 600, 660, dan 720 menit dengan pH meter.

Selanjutnya setiap 2 jam berikutnya dipipet 20 ml larutan dan dikeluarkan dari

Gambar

Gambar 2.1.Faktor-faktor penyebab ulkus (Liu dan Crawford, 2005)
Gambar 2.2 GDDS dengan sistem pengembangan dan pembesaran
Gambar 2.3 GDDS dengan sistem bio/muko-adhesif (Al-Qadi, et al., 2012)
Tabel 2.1 Produk-produk sediaan gastroretentif yang tersedia di pasaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelepasan obat dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan diuji dengan metode dialisis dalam medium lambung buatan pH 1,2 untuk amoksisilin dan medium NaCl 0,9% untuk bovine

Sediaan ini memiliki fase internal antasida yang padat (serbuk, tablet) dan dikelilingi oleh excipient dengan fasa eksternal padat yang mengandung suatu substansi

Tujuan penelitian ini untuk membuat sediaan antasida dalam bentuk beads yang dapat meningkatkan asam lambung, memperlama waktu tinggal obat dan untuk mengetahui efek penyembuhan

Gambar 4.5 Grafik plot model Higuchi pengaruh penambahan kitosan pada matriks sediaan gastroretentif terhadap pelepasan dari ranitidin hidroklorida dalam medium cairan lambung

Apakah sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat menggunakan bahan matriks alginat-kitosan menghasilkan profil disolusi lepas lambat ( sustained release ) dan lebih

Hasil uji kuat tarik ( tensile strength ) edible film Ca-alginat dengan variasi konsentrasi plasticizer pada konsentrasi kitosan tetap, sebagai berikut

Berkembangnya bentuk sediaan gastroretentif merupakan suatu upaya dalam memaksimalkan teknologi sistem penyampaian obat, terutama dalam teknologi penyampaian obat-obat untuk

sebagai antasida yang dilipat dan dimasukkan dalam kapsul mempunyai sifat elastis dan akan membentang kembali ketika kapsul hancur di lambung sehingga mencegah obat