Sosiologi
Ekonomi
oleh
Pheni Chalid
Center for Social Economic Studies
Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Pheni Chalid
Sosiologi Ekonomi/Pheni Chalid Edisi 2, Cet. 2
Jakarta: Center for Social Economic Studies (CSES) Press, 2009
ISBN 979-922 19-1-0
Hak Cipta 2009 pada Penulis
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk cara penggunaan mesin fotocopy, tanpa izin dari penerbit.
Cetakan Pertama, April 2005 Cetakan Kedua, Februari 2009 Cetakan Ketiga, March 2016
Hak Penerbitan pada Center for Social Economic Studies (CSES) Press
Penulis Drs. Pheni Chalid, SF, MA, Ph.D
CSES Press
Gedung Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Kata Pengantar
Pada awalnya buku ini merupakan catatan-catatan yang disarikan dari materi kuliah sosiologi ekonomi yang disampaikan oleh penulis kepada mahasiswa di Fakultas Ekonomi jurusan akuntansi dan manajemen serta mahasiswa pasca sarjana bidang studi ekonomi Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pembahasan sosiologi masih terbilang langka dalam ranah ekonomi dan buku ini mencoba memberikan spektrum yang lebih luas terhadap persoalan ekonomi, tidak hanya dilihat dari dalam tapi juga berusaha melihat persoalan ekonomi dari luar, dengan memperhatikan variabel-variabel sosial yang sesungguhnya melekat (embedded) dalam aktivitas ekonomi.
Buku ini mencoba memberikan perspektif bahwa memisahkan aspek sosial dari aspek ekonomi apalagi mendikotomikan antara keduanya merupakan perspektif yang kurang tepat dalam menganalisis fenomena ekonomi. Hal tersebut terlihat dari pembahasan mengenai trust. Sebagai teori
yang ‘besar’ dalam konteks sosiologi ekonomi, trust
merupakan produk sosial yang sarat dengan perhitungan-perhitungan rasional ekonomis dan terbentuk melalui interaksi sosial yang berulang-ulang.
iv
seperti faktor-faktor produksi atau teori permintaan dan penawaran, kecuali dengan menyertakan variabel-variabel sosial. Dalam konteks inilah sosiologi ekonomi mengisi ruang kosong kurang bisa diisi oleh ekonomi.
Edisi ini merupakan edisi revisi dan mengalami perbaikan materi. Buku ini dapat hadir dihadapan pembaca tidak lepas dari peran Kurniawan Zein dan Isniati Kuswini yang menulis ulang materi kuliah yang disampaikan kepada para mahasiswa. Akhir kata, tentunya, berbagai kritikan dan masukan dari pembaca diperlukan untuk lebih memperbaiki kekurangan yang ada.
Jakarta, March 2016
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel dan Gambar
Bab 1.
Pendahuluan 1
Bab 2.
Embeddedness Faktor Sosial dan Perilaku
Dalam Perilaku Ekonomi 22
Bab 3.
Trust dan Interaksi Ekonomi 53
Bab 4.
Gender, Perdagangan dan Etnis 70
Bab 5. Social Capital dan
Sumber Daya Ekonomi 95
Bab 6.
vi Bab 7.
Moral Ekonomi 136
Bab 8.
Sosiologi Uang 164
Bab 9.
Ekonomi Informal 192
Daftar Pustaka
Daftar Tabel dan Gambar
Tabel 1. Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan di
Negara Industri 87
Tabel 2. Gender dan Pilihan Kerja 88
Tabel 3. Gender dan Pilihan Komoditas
Perdagangan 91
Tabel 4. Tipe dan Karaktristik Modal Sosial 98
Tabel 5. Stratifikasi Negara Berdasarkan Tingkat
Pendidikan 106
Gambar 1. Tipe Masyarakat dan Model Pertukaran 128
Bab 1
Pendahuluan
iskursus sosiologi ekonomi berangkat dari dua disiplin ilmu sosial yang sama-sama mapan, masing-masing memiliki perspektif, metodologi dan teori dalam cara melihat dan mempelajari perilaku individu, kelompok dan masyarakat.
Ilmu ekonomi melihat dan mempelajari indvidu, kelompok dan masyarakat dari aspek produksi, konsumsi dan
distribusi. Tiga kata kunci ini merupakan konsep dasar yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi dalam ranah sosial. Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap pakai. Tujuan produksi adalah menciptakan atau menghasilkan barang. Sedangkan distribusi merupakan rangkaian kegiatan untuk mengantarkan barang yang selesai diolah dan siap pakai ke tangan konsumen. Hal ini dapat dilakukan secara langsung kepada konsumen atau melalui pasar1. Terakhir, konsumsi yaitu kegiatan menggunakan barang hasil produksi sesuai dengan kebutuhan.
1 Pasar dalam konteks ini dibatasi pada pengertian pasar sebagai
locus (market place), bukan pasar pengertian sebagai sebuah sistem-pertukaran/transaksi.
Sosiologi Ekonomi
Berdasarkan tiga kata kunci produksi, konsumsi dan
distribusi, ilmuwan ekonomi menformulasikan berbagai asumsi
dan teori tentang berbagai permasalahan di seputar produksi, seperti teori penawaran dan permintaan (supply and demand) yang membicarakan lalu-lintas barang yang dipengaruhi oleh tingkat penawaran dan permintaan.
Hubungan antara produksi, distribusi dan konsumsi berlangsung dalam hubungan yang kompleks dan sangat bervariasi. Penawaran dan permintaan merupakan hubungan timbal-balik yang menjadi mekanisme utama dalam
bertransaksi. Dari mekanisme transaksional tersebut
kemudian tercipta mekanisme tentang harga. Mekanisme penawaran dan permintaan dan mekanisme harga bukanlah variabel yang masing-masing berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasi dalam media yang disebut dengan mekanisme pasar
(market mechanism).
Sementara ilmu sosiologi melihat dan mempelajari individu, kelompok dan masyarakat dari aspek: perilaku,
Sosiologi Ekonomi
3
dirinya. Pola ini dapat terlihat dalam hubungan kelompok seumur (peer group).
Variabel Sosial dalam Ekonomi
Berbagai pola dan sistem interaksi ekonomi tersebut sesungguhnya berawal dari hubungan yang sederhana antara individu dan masyarakat (interaksi sosial) dalam rangka memenuhi kebutuhan terhadap hasil produksi atau jasa. Kelangkaan barang yang dibutuhkan (scarcity) menjadi motor utama di balik interaksi yang menggerakkan proses ekonomi ini; mulai dari tingkatan yang sederhana dalam bentuk kegiatan ekonomi subsisten, seperti penjualan langsung kepada pemakai di area produksi, atau transaksi antara pembeli dan penjual di sebuah warung kecil, hingga bergerak menjadi tingkatan yang sangat maju, seperti ekspor-impor antarnegara.
Apabila proses ekonomi sesungguhnya berawal dari interaksi sosial, maka terdapat beberapa pertanyaan mendasar. Apakah ekonomi itu sesungguhnya adalah fenomena sosial atau semata-mata gejala ekonomi dan terpisah dari aspek sosialnya? Atau saling berkaitan satu dengan lainnya?
Sosiologi Ekonomi
Keduanya dinilai sebagai satu kesatuan. Pada saat ilmu semakin terspesifikasi dan terspesialisasi, ilmu ekonomi mulai terpisah dari ilmu sosial lainnya. Pemisahan ini berimplikasi dalam melihat individu sebagai pelaku ekonomi yang diisolasi dari sosialitasnya serta dianalisis sebagai agen yang teratomisasi (berdaulat untuk dan dalam dirinya sendiri).
Perspektif neoklasik menjelaskan bahwa agen ekonomi adalah individu yang independen dan rasional ketika mengejar kepentingan diri (self-interest), dalam rangka memaksimalkan manfaat atau keuntungan.2 Jika demikian halnya, lalu bagaimana individu diperlakukan dan dianalisis dalam konteks ekonomi? Jawabannya adalah uang. Uang menjadi satu-satunya alat analisis untuk menjelaskan individu dalam konteks ekonomi. Meskipun penjelasan yang diberikan hanyalah menyentuh aspek materil dari ekonomi akan tetapi dengan uang hasil analisis menjadi eksak dan terukur.
Uang sebagai alat analisis ekonomi memang dapat memberikan penjelasan analisis ekonomi yang eksak dan terukur. Hanya saja uang sebagai alat analisis ekonomi akan sulit digunakan untuk mencari jawaban atas orientasi dan perilaku ekonomi masyarakat. Seperti bagaimana persepsi dan perilaku masyarakat tentang kerja, perubahan pola dan
2 David Dequech, Uncertainty and Economic Sociology: a Preliminary Discussion
Sosiologi Ekonomi
5
distribusi kerja dalam masyarakat pra dan pasca industri. Dengan kata lain bahwa terdapat variabel-variabel sosial yang lebih dapat digunakan untuk menjelaskan permasalahan ekonomi secara komprehensif. Keberadaan aspek-aspek sosial dalam menganalisis proses ekonomi perlu dipahami sebagai hal yang given bahwa ekonomi tidak dapat dilepas dari aspek-aspek nonekonomi. Keynes3 ketika membuat
sistem keseimbangan memperhitungkan beberapa hal sebagai sesuai yang given dari aspek nonekonomi, seperti kondisi sosial politik terkini, keterampilan tenaga kerja, level perangkat teknologi, tingkat persaingan, pola selera konsumen, sikap penduduk terhadap pekerjaan, dan struktur sosial.
Ilmu Ekonomi dan Analisis Sosiologis
Apabila variabel sosial dapat menjadi alat analisis ekonomi, maka bagaimana sosiologi mendaftar, menformulasi dan menerapkan veriabel-variabel tersebut dalam menjelaskan fenomena ekonomi? Pada batas apa sosiologi beririsan dengan ilmu ekonomi? Sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu memiliki perangkat-perangkat dan wilayah analisis yang berbeda dengan ilmu ekonomi, meski manusia sebagai individu dan sekaligus anggota masyarakat merupakan obyek
3 J. Smelser, The Sociology of Economic Life, New Jersey: 1976, Prentice-Hall,
Sosiologi Ekonomi
material bersama dari kedua disiplin tersebut. Sosiologi berusaha memberikan kategorisasi, diferensiasi, simplifikasi, dan generalisasi terhadap fakta sosial yang diamati. Dengan demikian dapat disusun variabel-variabel yang dapat dioperasionalisasikan dalam analisis. Regularitas, orientasi sosial individu dan kelompok, struktur sosial, sanksi-sanksi, norma-norma, dan nilai-nilai merupakan elemen-elemen observasi sosiologi terhadap fakta-fakta sosial.4 Hubungan dari aneka variabel itulah yang kemudian membentuk pola-pola hubungan sosial yang berbeda satu sama lainnya. Variasi inilah yang kemudian dijadikan objek kajian Sosiologi.
Berbeda dengan ekonomi, variabel yang
dikembangkan sosiologi tidaklah sederhana, ‘lempeng’ dan
garis lurus. Karena itu, saat menghubungkan antara variabel dalam sosiologi memiliki titik rawan yang berlainan tatanannya. Untuk setiap variabel terikat (dependent), kemungkinan jumlah dan jenis yang menjadi variabel bebas yang dapat mempengaruhinya sangatlah besar dan bervariasi.
Bila ekonomi melihat dalam konteks ekonomi masyarakat dari aspek produksi, distribusi, dan konsumsi, sosiologi melihat masyarakat dalam konteks ekonomi dalam spektrum yang lebih luas. Sebab fokus sosiologi terarah kepada aspek perilaku sosial yang bergerak dalam pola-pola yang bermakna. Dengan kata lain, sosiologi sering
Sosiologi Ekonomi
7
memusatkan perhatiannya kepada orientasi individual terhadap lingkungannya dan bagaimana cara-cara orientasi tersebut mempengaruhi perilaku.
Untuk memperjelas perbedaan sudut pandang antara ekonomi dan sosiologi ketika melihat individu dalam konteks ekonomi, dapat diilustrasikan melalui perilaku individu dalam kelompok kerja. Kapabilitas dan mobilitas seseorang ketika melaksanakan tugas dalam tatanan kelompok kecil, umpamanya dalam subunit kerja di perusahaan, lazim dalam ekonomi dikaitkan secara langsung dengan kecerdasan, latihan dan motivasi. Walau demikian, sosiologi tidak merasa cukup dan membatasi hal yang mempengaruhi kapabilitas dan mobilitas tersebut pada tiga faktor itu saja. Lebih jauh, sosiologi mengembangkan analisisnya bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kapabilitas dan mobilitas seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seperti tingkat harmoni dan konflik dirinya dengan lingkungan kerja, referensi dan disposisi, kehadiran dan ketidakhadiran, perilaku orang lain yang memberikan tugas, dan lain-lain.
Studi Robert Michels yang memperbandingkan antara partai politik dan serikat buruh dapat menjadi contoh kompleksitas sosiologis dalam mendaftar dan menentukan variabel-variabel ekonomi yang dianalisis.5 Kajian ini berangkat dari permasalahan sistem wewenang oligarki yang
Sosiologi Ekonomi
dikembangkan organisasi-organisasi besar. Menurut dia, terdapat tiga set variabel yang menciptakan oligarki. Pertama, ciri-ciri teknis dan administratif organisasi yang tidak memungkinkan komunikasi dan koordinasi langsung terhadap keputusan yang diambil banyak orang. Akibatnya, beban tanggung jawab hanya ada pada kelompok kecil orang. Kedua, kecenderungan psikologis massa yang mengidolakan pemimpin. Ketiga, intelektualitas dan kultur pemimpin itu sendiri. Konsekuensi oligarki, menurut Michels, adalah sentralisasi kekuasaan. Hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan model kepemimpinan oligarki yang pada saat berkuasa, berusaha mendapatkan akses kepada sumber daya, menganggap dirinya sangat diperlukan dan menganggap bahwa jabatan sebagai hal yang perlu dan suci.
Variabel-Variabel Sosial
Agama dan Nilai-nilai Tradisional
Sosiologi Ekonomi
9
Beberapa penelitian tentang agama dan nilai-nilai tradisional dan budaya lokal memperlihatkan betapa kedua hal tersebut menjadi pendorong bagi kemunculan kapitalisme. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Weber dalam bukunya
Economic and Society, dan secara gamblang dalam bukunya
Christian Ethics and the Spirit of Capitalism. Dalam buku terakhir ini Weber memperlihatkan reifikasi dari agama Kristen kepada kerja keras
Kerja keras dan hidup hemat merupakan etika protestan dalam sekte Calvinis (tidak untuk sekte lainnya seperti Luther atau Zwing Lie). Dua kata kunci itulah, menurut Weber, yang menjadi spirit kemunculan kapitalisme. Ajaran Kristen dipahami oleh sekte Calvin mengandung ajaran untuk selalu bekerja keras di dunia ini dan berlaku hemat atas apa yang telah didapat. Atas dasar dua variabel tersebut, Weber membangun hipotesis bahwa agama memiliki peran mendorong kemunculan semangat kapitalisme.
Sosiologi Ekonomi
ekonomi adalah batu loncatan kepada masa depan yang memprasaranai kemajuan.6
Di Jepang, agama Tokugawa dan nilai-nilai tradisional memberikan kontribusi terhadap akselerasi pembangunan ekonomi di sana. Proses industrialisasi di Jepang pertama kali digerakkan bukan oleh kelas pedagang ataupun industriawan, melainkan oleh kaum samurai. Terdapat suatu etika dalam tradisi samurai yang memungkinkan nilai-nilai tradisional tersebut dapat beradaptasi dan dapat pula dijadikan modal utama dalam proses industrialisasi. Etika samurai menekankan pengoperasian semua bentuk usaha dengan memegang teguh janji demi negara, dan memberikan spirit
untuk bekerja keras dan tangguh dengan tetap
memperhatikan kepentingan dan rasa orang lain.7
Di Indonesia, kelas industriawan dan wiraswastawan pada awalnya muncul dari kalangan santri, yang memiliki keyakinan dan taat dalam menjalankan ajaran Islam. Industri Batik di Solo dan Yogyakarta awalnya banyak dikerjakan oleh kalangan santri, bukan dari kalangan priyayi. Dalam persepsi kaum santri8, mandiri dalam ekonomi dengan cara berdagang
5 Patrick Aspers, The Economic Sociology of Alfred Marshall: An Overview,
American Journal of Economics and Sociology, October, 1999.
7 Robert. N. Bellah, Religi Tokugawa; Akar-akar Budaya Jepang,
Jakarta: 1992, Gramedia Pustaka Utama, hal. 92
8 Begitu pula industri batik di Pekalongan hingga tahun 80-an
Sosiologi Ekonomi
11
merupakan bagian dari ajaran Islam. Persepsi ini terbentuk merujuk kepada sosok Nabi Muhammad s.a.w. sebagai pedagang. Selain itu, dalam Islam terdapat ajaran yang menunjukkan ke arah pencapaian ekonomis tertentu mengiringi berbagai kewajiban, seperti zakat yang hanya dapat dilakukan jika seseorang telah mencapai kekayaan dalam jumlah tertentu dan kewajiban haji hanya berlaku bagi mereka yang mampu, di antaranya dalam bidang ekonomi.
Selera konsumen merupakan satu variabel yang dipakai oleh Keynes dalam membuat sistem keseimbangan antara minat untuk memakai barang tertentu dengan tingkat ketersediaannya. Selain itu, dari selera konsumen yang berlaku dalam suatu masyarakat juga dapat diketahui alasan yang menyebabkan pilihan jenis komoditas yang diproduksi di suatu wilayah. Seperti jagung yang menjadi bahan pokok makanan masyarakat Madura, menyebabkan jagung menjadi komoditas utama yang ditanam untuk memenuhi kebutuhan itu. Hal ini berimplikasi pada pembentukan pasar dan lokasi yang jelas dalam pendistribusian jagung megikuti alur permintaan dan penawaran.
Sosiologi Ekonomi
rasionalitas tertentu yang menjadi referensi dalam tindakan ekonomi di antara mereka, seperti rasionalitas kelompok. Sebagai contoh, dalam masyarakat petani pilihan terhadap teknologi yang mendukung produksi pertanian didasari oleh logika dan rasionalisasinya sendiri. Pilihan terhadap penggunaan cangkul oleh petani di wilayah Jawa sebagai alat bercocok tanam dan pupuk kandang merupakan pilihan yang dipengaruhi atas logika dan rasionalisasi yang berlaku di antara mereka pada masa itu, yaitu karena keterbatasan pilihan teknologi dan kemudahan mendapatkan pupuk kandang. Ini merupakan pilihan rasionalitas masyarakat.
Sosiologi Ekonomi
13
Ikatan Kekeluargaan
Selain agama dan tradisi, kelompok solider (solidarity group) yang bersumber dari ikatan kekeluargaan (kinship) juga merupakan faktor sosial yang berhubungan dengan ekonomi9. Ikatan kekeluargaan merepresentasikan hubungan sosial-afektif yang amat dalam berdasarkan fakta biologis kelahiran dan hukum perkawinan, yang kemudian diikuti intensitas hubungan yang tercipta antara sesama anggota keluarga.
Jenis peran dan aktivitas seseorang dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan posisinya dalam keluarga. Lebih kentara pada masyarakat tradisional, peranan seseorang secara ekonomis acap tersubordinasi ke dalam pertimbangan keluarga, yang di dalamnya tugas-tugas tertentu diberikan sesuai dengan tingkatan usia anggota keluarga dan distribusi kerja. Tanggung jawab lebih banyak diberikan berdasarkan jenis kelamin (domestic division of labor). Meskipun telah terjadi perubahan secara besar-besaran tentang fungsi seseorang berdasarkan gender dan tingkat umur, pola tersebut masih terus berlangsung, sekalipun dalam masyarakat modern. Anak-anak yang masih tergolong muda tidak diperkenankan bekerja, sebagian pekerjaan dengan spesifikasi tertentu untuk anak laki-laki dan selebihnya untuk perempuan.
9 Slater dan Tonkiss, Market Society, Market and Modern Social Theory,
Sosiologi Ekonomi
Gambaran mengenai pengaruh signfikan ikatan kekeluargaan terhadap perkembangan ekonomi dapat dijejaki dari bagaimana Familiisme10 atau sumberdaya keluarga11 memiliki kontribusi terhadap perkembangan ekonomi seperti kelahiran kapitalisme di Cina. Melalui sistem famili yang dipegang teguh, seorang pemilik industri pemintalan kapas akan memperoleh keuntungan ekonomis secara cuma-cuma dengan cara mempertahankan tenaga kerja yang disuplai dari sistem kekeluargaan pada usaha industri. Apabila terjadi kebangkrutan atau kemunduran dalam satu usaha, dengan sistem hubungan kerja paternalisme tersebut, pekerja akan menarik diri secara individual dengan memilih untuk mengundurkan diri daripada melakukan tindakan kolektif, seperti pemogokan masal yang jauh lebih merugikan.
Selain berfungsi sebagai aktiva positif terhadap
perkembangan ekonomi, ikatan kekeluargaan juga
memberikan efek negatif terhadap kemajuan ekonomi. Sebab, ikatan kekeluargaan sering meletakkan individu ke dalam suatu jaringan loyalitas. Penerapan cara ini akan membuat mandul kalkulasi rasional ekonomi yang seharusnya selalu menyertai setiap tindakan ekonomi. Struktur bisnis dengan sistem keluarga di Prancis pada awal perkembangan kapitalisme di sana tidak dapat berkembang karena tidak
10 Suwarsono dan Alvin Y.So, Perubahan Sosial dan Pembangunan,
LP3ES: 1991. hal. 56
Sosiologi Ekonomi
15
memberikan kesempatan bagi keluarga untuk mencari modal dari luar. Padahal, pengembangan usaha selalu membutuhkan investasi. Selain itu, tidak ada pemisahan antara anggaran keluarga dengan perusahaan.
Dengan rekruitmen pegawai, perusahaan yang dikembangkan dengan sistem keluarga di Prancis kerap tidak didasarkan atas kompetensi bisnis yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Di berbagai negara Asia terdapat kecenderungan –meski tidak dapat digeneralisir– anggota keluarga tidak dilibatkan dalam aktivitas usaha. Alasan yang melatari kondisi ini adalah bahwa keluarga dipandang berpotensi memunculkan kecemburuan sosial di antara pekerja lain, memiliki tingkat kepatuhan yang rendah terhadap majikan, serta terlalu banyak tuntutan.
Sosiologi Ekonomi
Etnis
Sebagai bagian dari fakta sosial, etnisitas menjadi bagian dari interaksi sosial tradisional. Etnisitas dapat
dimengerti sebagai pengelompokan manusia karena
perbedaan bawaan dan kelahiran dari aspek warna kulit, bahasa, lingkungan, yang kesemuanya itu merupakan ciri-ciri bawaan. Para sosiolog menggunakan istilah etnis untuk menyebutkan setiap bentuk kelompok – baik kelompok ras atau bukan kelompok ras – yang secara sosial dianggap berada dan telah mengembangkan subkulturnya sendiri.12
Interaksi anggota-anggota dalam satu etnis yang sama berlangsung intensif dan relatif lebih tinggi daripada interaksi dengan anggota etnik yang berbeda. Pertimbangan etnisitas dijadikan kriteria inisasi untuk seleksi. Seperti dalam hubungan perkawinan terdapat kecenderungan untuk lebih memilih dari kelompok atau golongan yang sama. Suatu hal yang alami bahwa penilaian stereotip dan prejudice mewarnai bentuk penilaian hubungan antar individu atau kelompok dengan etnis yang berbeda.
Tingkat interaksi dalam kolompok etnis tertentu
berpengaruh langsung terhadap akses dan derajat
pengetahuan anggotanya tentang fluktuasi pasar. Untuk
12 Paul. B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi (terj.), Jakarta, 1992,
Sosiologi Ekonomi
17
menyiasati agar tidak terlalu mahal dalam membeli sesuatu komoditas atau memilih jasa, masyarakat cenderung berpaling kepada anggota dari kelompok etnis yang sama, kerena terdapat kepercayaan tradisional yang relatif lebih besar terhadap sesama mereka. Koherensi etnis dalam interaksi ekonomi selanjutnya berkembang menjadi sebuah jaringan kerja sesama etnis yang memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan ekonomi.
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa aspek agama dan nilai- nilai tradisional dalam budaya dapan menjadi variabel yang memberikan kontribusi terhadap tindakan-tindakan ekonomi.
Struktur dan Stratifikasi
Sosiologi Ekonomi
sosialnya, seperti struktur agama, struktur pendidikan, dan struktur ekonomi.
Stratifikasi hadir dalam masyarakat, menurut Talcott Parson (1966, 1977), sebagai bagian dari proses evolusi sosial. Masyarakat memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan stratifikasi merupakan strategi masyarakat untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan mereka. Menurut Parson, apabila setiap orang diperlakukan dengan derajat yang sama, peran-peran seperti kepemimpinan yang bertujuan untuk mengatasi tantangan dan permasalahan sosial tidaklah dibutuhkan. Adanya stratifikasi menyebabkan peran
kepemimpinan dibutuhkan dan berkonsekuensi
Sosiologi Ekonomi
19
menurut Lenski, yang menjadi sebab stratifikasi adalah surplus produksi ekonomi.
Surplus ekonomi dalam perspektif Lenski, didorong oleh kemajuan teknologi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peralihan teknologi dari masyarakat agraris ke masyarakat industrialis menyebabkan surplus ekonomi yang
menyebabkan perebutan di antara individu yang
berkonsekuensi masyakarat menjadi terstratifikasi. Stratifikasi juga terdapat dalam masyarakat pra-industri dalam derajat yang berbeda. Pertanyaan yang muncul dari teori Lenski adalah, apa yang mendorong masyarakat atau individu menggunakan teknologi untuk mendatangkan surplus ekonomi? Lalu bagaimana apabila tidak terjadi surplus? Dan, bagaimana memulainya?
Michael Harner (1970), Morton Fried (1967), dan Rasser Blumberg (1978) memiliki kesamaan perspektif bahwa tekanan penduduk telah menghilangkan apa yang dinamakan dengan kepemilikan bersama, dan perbedaan akses terhadap sumber daya menjadi tak terelakkan. Suatu kelompok pada akhirnya memaksa kelompok lain bekerja lebih keras untuk
menghasilkan surplus ekonomi melebihi apa yang
Sosiologi Ekonomi
masyarakat semakin real. Proses ini berjalan dalam kontinum waktu yang terus menerus. Pemikiran Michael Harner, Morton Fried, dan Rasser Blumberg merupakan deviasi terhadap teori kelangkaan (scarcity).
Stratifikasi dalam struktur ekonomi menunjukkan perbedaan pola dan tingkat produksi, serta pendapatan. Perbedaan tersebut terjadi merupakan determinasi dari penguasaan teknologi dan keahlian yang dimiliki. Pada masyarakat agraris, proses produksi berlangsung lamban dan tidak terorganisir. Daya dukung yang dimiliki, seperti teknologi, juga dilakukan dengan cara-cara yang masih sederhana dan padat karya-bahkan hingga saat ini tentunya berpengaruh langsung terhadap pendapatan masyarakat agraris yang memiliki tingkat pendapatan rendah dan hasil produksi yang terbatas.
Sosiologi Ekonomi
21
Stratifikasi dalam masyarakat agraris bersifat sederhana dan belum bervariasi sebagaimana stratifikasi dalam masyarakat industri. Namun bagi Karl Marx, masyarakat petani tidak dapat dikatakan telah menciptakan kelas sosial tersendiri karena tidak ada petani yang hidup dalam pola produksi pertanian yang bersifat individual, terpisah dari yang lain. Penolakan atas stratifikasi dalam masyarakat agraris bertumpu pada pandangan Marx terhadap penguasaan atas faktor produksi yang masih belum terindividualisasi. Sedangkan stratifikasi dalam masyarakat industri banyak ditentukan oleh prestasi individu dalam mengambil bagian dalam aneka penawaran pekerjaan dan pengisian pos-pos pekerjaan yang muncul dalam proses produksi, karena industrialisasi telah melahirkan beragam jenis pekerjaan yang dapat dimasuki oleh setiap anggota masyarakat yang memiliki kualfikasi keahlian. ‘Booming’
Daftar Pustaka
Auster, Carol J., 1996. Sociology of Work, California, 1996, Pine Grass Forga Press
Beckert, Jens, Economic Action and Embeddedness: The Problem of Structure Action, John F. Kennedy Institute, 1999. Bellah, Robert N., 1992. Religi Tokugawa; Akar-akar Budaya
Jepang, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Bendix, Richard dan Seymour Martin Lipset, (ed.), 1966.
Class, Status, and Power; Social Stratification in Comparative Prespectives, New York, The Press Collier McMillan Publishing.
Budiman, Arief, 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita dalam Masyarakat, Jakarta PT Gramedia.
____________, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama
Burt, Ronald S., 1992. Structural Holes: The Social Structure of Competition. Cambridge, Harvard University Press. Chalid, Pheni, 2005. Keuangan Daerah, Investasi, dan
Desentralisasi: Tantangan dan Hambatan, Jakarta, Kemitraan
Damsar, 1997. Sosiologi Ekonomi, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Duncan, Hugh Dalziel, 1997. Sosiologi Uang (terj.), Yogyakarta, Pustaka Pelajar
212
Durkheim, Emile, 1933, The Division of Labor in Society (trans.), by G. Simpson, New York.
Fukuyama, Francis, 1995, The Social Virtues and The Creation of Properity, London, Hamish Hamilton London. Gorz, A. 1978. The Division of Labor: the Labor Process and Class
Struggle in Modern Capitalism. Sussex, Harvester. Granovetter, Mark dan Richard Swedberg (ed.), 1992. The
Sociology of Economic Life, San Francisco, Westview Press.
Hatta, Mohammad, 1985, Pengantar ke Jalan Sosiologi Ekonomi, Jakarta, Inti Dayu Press.
Hefner, Robert W., (ed.), 2001. Budaya Pasar, Jakarta, LP3ES. Hirsh, Fred, 1977. Social Limits to Growth, London, Routledge
and Kegan Paul Ltd.
Koentjaraningrat, 1985. Women, Work and Ideology in the Third World. London, Tavistock Publications.
Maliki, Abdurrahman, 2001. Politik Ekonomi Islam (terj.), Bangil, Al-Izzah.
Mannan, M. Abdul, 1995. Teori dan Praktek Ekonomi Islam
(terj.), Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf.
Manulang, M., 1985. Pengantar Teori Ekonomi Moneter, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Omori, Takashi, 2003. Economic Effects of Social Capital,
Economic and Social Research Institute, Cabinet Office, Government of Japan.
Sayer, Andrew, 2004. Market, Embeddedness and Trust: Problem of Polysemy and Idealism, Centre for Research on Innovation and Competition, University of Manchaster.
Sanderson, Stephen K., 1991. Makro Sosiologi, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial (terj.), Jakarta, PT Raja Grafindo.
Sen, Amartya, 2001. Masih Adakah Bagi Kaum Miskin (terj.), Bandung, Mizan.
Slater, Don dan Fran Tonkiss, 2000. Market Society, Market and Modern Social Theory, Cambridge, United of Kingdom, Polity Press.
Smelser, Neil J, 1976. The Sociology of Economic Life, New Jersey, Prentice-Hall.
Smelser, Neil J dan Richard Swedberg, ed, 1994, The Handbook of Economic Sociology, West Sussex, Princeton University Press.
Suwarsono dan Alvin Y. So, 1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan, Jakarta LP3ES.
Suparlan, Parsudi (peny.), 1995. Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
214
Jurnal/Hasil Penelitian
Aspers, Patrick, 1999. The Economic Sociology of Alfred Marshall: An Overview, American Journal of Economics and Sociology, October.
Chalid, Pheni, 2004. Ekonomi Informal Pasca Jumatan dan Majelis Taklim, Laporan Penelitian, Jakarta, Center of Social Economic Studies (CSES).
Dequech, David, 2003. Uncertainty and Economic Sociology: A Preliminary Discussion – Focus on Economic Sociology, American Journal of Economics and Sociology, July. Deflem, Mathieu, 2003. The Sociology of The Sociology of Money: Simmel and The Contemporary Battle of The Classic; Journal of Classical Sociology, Vol. 3.
Evers, Hans Dieter, 1991. Ekonomi Bayangan, Produksi Subsisten dan Sektor Informal, Jakarta, Prisma, Vol. 5. Subangun, Emmanuel, 1991. Sektor Informal di Indonesia Dari
Titik Pandang Non-Akademik, Jakarta, Prisma, Vol. 5. Uslaner, Eric M., Trust and Economic Growth in The Knowledge
Society, University of Maryland, www.bsos.umd.edu/gypt/uslaner