i
LEMBAR PERSETUJUAN
Tugas Akhir dengan Judul :
PERGESERAN KONSEP BANTUAN HUKUM SETELAH TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DAN PERBANDINGAN KONSEP DENGAN BANTUAN HUKUM
MENURUT HUKUM ISLAM
Oleh : KHAERUDDIN NIM : 09120023 / 09400300
Telah disetujui oleh Pembimbing untuk dilakukan ujian Skripsi Pada Tanggal 27 Januari 2014
Disetujui Oleh Dosen Pembimbing
Menyetujui.
Pembimbing I Pembimbing II
Moh. Najih. S.H, M.Hum. Dra. Sunkanah, S.H., M.Hum.
Mengetahui
Dekan Fakultas Agama Islam Dekan Fakultas Hukum
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Penulisan Hukum
Pergeseran Konsep Bantuan Hukum Setelah Terbentuknya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan Perbandingan Konsep
Dengan Bantuan Hukum Menurut Hukum Islam
Disusun dan diajukan Oleh:
Khaeruddin
Nim: 09120023/ 09400300
Telah dipertahankan di depan majelis penguji penulisan hukum
Pada Tanggal: 27 Januari 2014
Susunan Majelis Penguji
Ketua Majelis Sekretaris Majelis
Dra. Sunkanah, SH, M,Hum Sofyan Arief, SH, M.Kn
Anggota Majelis
Ahda Bina Afiyanto, Lc, M,Hi Dr. Surya Anoraga, SH, MH
Mengetahui
Dekan Fakultas Agama Islam Dekan Fakultas Hukum
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Khaeruddin
Nim : 09120023/09400300
Program Studi : Fakultas Agama Islam dan Fakultas Hukum (Twining Program)
Fakultas :Agama Islam/Hukum
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa tugas akhir penulisan hukum dengan judul PERGESERAN KONSEP BANTUAN HUKUM SEBELUM TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG NOMOR
16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DAN
PERBANDINGAN KONSEP DENGAN BANTUAN HUKUM MENURUT HUKUM ISLAM
1. Adalah hasil karya saya dan dalam naskah tugas akhir penulisan hukum ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian atau keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. 2. Apabila ternyata didalam tugas akhir penulisan hukum ini dapat
dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia tugas akhir penulisan hukum ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN
3. Tugas akhir penulisan hukum ini dapat dijadikan sumber pustaka yang
merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON EKSLUSIF
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Malang, 27 Januari 2014 Yang menyatakan
iv MOTTO
“Jadikanlah kekecewaan masa lalu menjadikan senjata sukses dimasa depan”
&
“Bila anda lunak terhadap diri anda maka kehidupan akan keras terhadap anda, dan bila anda keras terhadap diri anda maka kehidupan akan lunak
v
PERSEMBAHAN
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang sangat luar biasa, mulai dari nikmat kesehatan, nikmat hidup, nikmat berfikir dan nikmat lainnya yang tak terhitung berapa banyaknya. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada semulia-mulia menusia, Muhammad SAW yang telah memberikan jalan menuju kemulian dan jalan yang lurus kepada semua kaum muslimin dan muslimah dimanapun berada. Dengan keikhlasan hati dan rasa hormat penulis mempersembahkan hasil skripsi kepada:
1. Ibu saya yang mendoakan saya agar menjadi manusia yang sukses, dan berguna bagi nusa dan bangsa serta agama.
2. Almarhum Bapak saya yang telah memberikan banyak pelajaran kepada saya, walaupun beliu meninggalkan saya diumur balita, tapi saya tetap bersykur karena itu merupakan ketetapan Allah SWT, dan saya harus mengambil hikmah dari itu semua.
3. Kakak-kakas saya, yang telah mendukung saya dalam menimbah ilmu pengetahuan, baik secara materi muapun moral, saya ucapkan banyak terimah kasih, dan berharap semoga kebaikan kalian semua di balas setimpal disisi Allah SWT.
4. Kelurga-keluarga saya, semoga apa yang diberikan kepada saya selama ini, menjadikan saya lebih dewasa dan membalas kebaikan keluargaku dengan prestasi.
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul Skripsi:
PERGESERAN KONSEP BANTUAN HUKUM SEBELUM TERBENTUKNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN
HUKUM DAN PERBANDINGAN KONSEP DENGAN BANTUAN HUKUM
MENURUT HUKUM ISLAM. Karya ilmiah ini merupakan hasil akhir dalam
memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah Fakultas
Agama Islam dan Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum di Universitas
Muhammadiyah Malang.
Dalam menyelesaikan skripsi, penulis mendapat banyak sumbangsih dukungan
baik dukungan moril maupun dukungan bimbingan dan pandangan dalam
menyelasaikan skiripsi penulis ini, maka dari itu saya mengucapkan terimah kasih
yang sangat luar biasa kepada:
1. Bapak Dr. Muhajir Efendi,M.AP Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Malang
2. Bapak Drs. Faridi,MS.i sebagai Dekan Fakultas Agama Islam
3. Bapak Sulardi, SH.M.Si sebagai Dekan Fakultas Hukum
4. Pak Azhar Muttaqin,. M.Ag sebagai Kepala Jurusan Syaria’ah
5. Bapak Moh. Najih, SH, M.Hum sebagai pembimbing 1
6. Dra. Sunkanah,. SH., M.Hum sebagai pembimbing II
7. Bapak dan Ibu dosen syari’ah dan Fakultas Hukum yang telah ikhlas
vii
Semoga ilmu yang bapak dan ibu sekalian berikan kepada penulis
mendapat ganjaran yang setimpal di sisi Allah SWT, dan penulis minta
maaf yang sebesar-besarnya seandainya selama menimbah ilmu terdapat
hal tidak berkenan di hati bapak ibu sekalin. Maka saran dan kritikan
selalu penulis harapkan demi kesempurnaan hasil karya dan semoga
bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa penelitian dan
penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan
kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan-perbaikan dalam penelitian
dan penulisan karya ilmiah berikutnya.
Semoga hasil karya ilmiah penulis ini dapat bermanfaat untuk kita semua,
baik bagi Penulis, Mahasiswa dan bagi masyarakat pada umumnya.
Amin ya robbal ‘amin
Malang 27 januari, 2014
Penulis
viii ABSTRAK
PERGESERAN KONSEP BANTUAN HUKUM SEBELUM TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DAN PERBANDINGAN KONSEP DENGAN BANTUAN HUKUM
MENURUT HUKUM ISLAM
Khaeruddin, Jurusan Syari’ah dan Fakultas hukum, Nim 09120023, dan 09400300, Twining Program, UMM.
Bantuan hukum dulunya diberikan oleh para ahli hukum (pengacara) dan diberikan secara tradisional (Individual). Bantuan hukum merupakan suatu hak dasar yang harus diberikan oleh Negara kepada rakyatnya, terutama masyarakat yang tidak mampu dan buta hukum. Bantuan hukum merupakan kewajiban Negara sebagaiman diatur dalam Konstisusi kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945 pasal 28 (d) ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dimata hukum”. Sebagai hak Konstitusional, maka bantuan hukum diatur dalam undang-undang nomor 16 tahun 2011. Tujuan penelitian penulis adalah mencari konsep mana yang tepat dalam pemberian bantuan hukum di Indonesia apakah bantuan hukum Tradisional, bantuan hukum Konstitusional, bantuan hukum Struktural, atau bantuan hukum Responsef dan mencari perbandingan dengan bantuan hukum menurut hukum Islam.
Rumusan masalah yang menulis angkat adalah pergeseran konsep bantuan hukum sebelum terbentuknya undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum dan perbandingan konsep dengan bantuan hukum dalam hukum Islam. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis. Dari segi yuridis memandang hukum sebagai gejala sosial yang terjadi di masyarakat sesuai dengan norma-norma yang ada sebagaimana tertuang dalam perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pendekatan sosiologis digunakan untuk mengkaji berlakunya aturan hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan ketika diterapkan dimasyarakat atau melihat realita yang terjadi dimasyarakat.
Dari hasil penelitian penulis menemukan, telah terjadi pergeseran konsep bantuan hukum dari konsep bantuan hukum tradisional ke bantuan hukum konstitusional dan konsep bantuan hukum responsif, kemudian dalam membadingkan dengan bantuan hukum dalam hukum Islam penulis menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antara bantuan hukum dalam hukum Positif dan bantuan hukum dalam hukum Islam
Kata Kunci:
ix
ABSTRACT
SHIFT CARBON CONCEPT OF LEGAL ASSISTANCE BEFORE LAW NUMBER 16 OF 2011 ON LEGAL AID AND COMPARISON WITH THE
CONCEPT OF LEGAL ASSISTANCE UNDER ISLAMIC LAW
Khaeruddin, Department of the Faculty of Shariah and law, Nim 09120023, and 09400300, Twining Program, UMM.
Legal aid formerly given by legal experts (lawyers) and traditionally given (Individual). aw is a basic right that must be granted by the State to the people, especially people who are not able and legally blind. Legal aid is an obligation of the State as represented in the set we are Konstisusi Constitution (Constitution) of the Republic of Indonesia 1945 section 28 (d) of paragraph 1 states that "every person has the right to recognition, security, protection and legal certainty and equal treatment in the eyes of law ". As a Constitutional right, then the legal aid stipulated in Law No. 16 of 2011. The purpose of the study authors is to find which one is the right concept in the provision of legal aid in Indonesia, whether traditional legal aid, legal aid Constitutional, Structural legal assistance, or legal assistance Responsef and seek legal aid by comparison with Islami.
Formulation of the problem is the shift in the concept of writing adopted before the establishment of legal aid law number 16 of 2011 on legal assistance and legal aid comparison with the concepts of Islamic law. The research method that I use in this study was Juridical Sociologist. In terms of the juridical view of law as a social phenomenon that occurred in the community in accordance with the existing norms as set forth in the applicable legislation, while the sociological approach is used to examine the enactment of the law contained in the legislation as applied to the community or see reality that occur in the community.
From the research, the authors found, there has been a shift in the concept of legal aid from the traditional concept of legal aid to support the concept of constitutional law and legal assistance responsive, then in comparing with the help of law in Islamic law authors found some similarities and differences between legal aid and assistance in legal Positive law in Islamic law
Keywords:
x
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Surat Pernyataan... iii
Lembar Persembahan dan Motto ... iv
Kata Pengantar ... vi
Abstraksi ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Metode Penelitian... 11
1. Metode Pendekatan... 11
2. Jenis Penelitian ... 11
3. Wawancara ... 12
4. Jenis Sumber Data ... 12
5. Teknik Pengumpulan Data ... 13
6. Analisa Data ... 14
F. Sistematika Kepenulisan ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
A. Pengertian dan Sejarah Bantuan Hukum ... 16
1. Pengertian Bantuan Hukum ... 16
2. Sejarah Bantuan Hukum ... 18
a. Sejarah bantuan hukum di Indonesia ... 18
b. Sejarah bantuan hukum Islam ... 23
B. Bantuan Hukum Sebagai Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan persamamaan didepan hukum (equality before the law) dalam hukum Islam ... 26
1. Bantuan hukum sebagai hak konstitusional dan Hak asasi manusia .... 26
xi
b. Bantuan hukum sebagai hak asasi manusia (HAM) ... 28
2. Persamaan di depan Hukum (equality before the law) dalam Hukum Islam ... 30
C. Dasar hukum mengenai Bantuan Hukum ... 31
1. Dasar hukum dalam hukum positif Indonesia ... 31
a. Herziene Inlandsch Reglemen (H.I.R) ... 31
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ... 32
c. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ... 33
d. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 Bantuan Hukum ... 34
2. Dasar hukum bantuan hukum menurut bantuan hukum dalam hukum Islam ... 37
a. Al-qur,an ... 37
b. Sunnah ... 38
c. Ijtihad ... 41
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Pergeseran Konsep bantuan hukum bagi orang tidak mampu setelah berlakunya undang-undang nomor 16 tahun 2011 ... 42
1. Konsep bantuan hukum dan perkembangannya ... 42
2. Pergeseran konsep bantuan hukum... 51
B. Perbandingan konsep bantuan hukum dalam hukum islam dan perbandingan dengan bantuan hukum menurut undang-undang nomor 16 tahun 2011 ... 57
1. perkembangan teori-teori bantuan hukum dalam hukum Islam ... 57
xii
b. Periode Khalifah... 50
2. Perbandingan antara konsep bantuan hukum dengan bantuan hukum dalam hukum Islam ... 64
BAB IV PENUTUP ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
xiii
DAFTAR TABEL
1. Persamaan antara Bantuan Hukum dan Bantuan Hukum dalam Hukum
Islam ... 65
2. Pebedaan antara Bantuan Hukum dan Bantuan Hukum dalam Hukum
1 BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Bantuan hukum di Indonesia dari zaman ke zaman telah mengalami
banyak perubahan, mulai dari zaman penjajahan, zaman kemerdekaan hingga
zaman Reformasi. Bahkan bantuan hukum sebenarnya sudah dilaksanakan
pada masyarakat Barat sejak zaman Romawi, dimana pada waktu itu bantuan
hukum berada dalam bidang moral dan lebih dianggap sebagai pekerjaan yang
mulia khususnya untuk menolong orang-orang tanpa mengharapkan imbalan
atau honorarium.1
Setelah meletus Revolusi Prancis yang monumental itu, bantuan hukum
kemudian mulai menjadi bagian dari kegiatan hukum atau kegiatan yuridik,
dengan lebih menekankan pada hak yang sama bagi warga masyarakat untuk
mempertahankan kepentingan-kepentingan di muka pengadilan. Hingga awal
abad ke 20 kiranya bantuan hukum ini lebih banyak dianggap sebagai
pekerjaan memberi jasa dibidang hukum tanpa imbalan.2
Bantuan hukum khususnya rakyat kecil yang tidak mampu dan buta
hukum tanpaknya merupakan hal yang dapat kita katakan relatif baru di
negara-negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum
sebagai legal institutnion (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem
hukum tradisional, dia baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau
1
Bambang Sunggono, dan Aries Harianto, 1994. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Bandung: Mandar Maju. Hal.11 2
2
diperlakukannya sistem hukum barat di Indonesia. Namun demikian, bantuan
hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara cuma-cuma kepada
masyarakat miskin dan buta hukum dalam dekade terakhir ini tanpak
menunjukkan perkembangan yang amat pesat di Indonesia.
Dalam tulisannya, Buyung Nasution menyatakan bahwa bantuan hukum secara formal di Indonesia sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, hal ini bermula pada tahun 1848 ketika di Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan firman Raja tanggal 16 Mai 1848 No 1, perundang-undang baru di Negeri Belanda tersebut juga diberlakukan buat Pemerintah (waktu itu bernama Hindia Belanda), antara lain peraturan tentang susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Pengadilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der justitie) atau yang lazim disingkat dengan RO. Mengingat baru dalam peraturan hukum itulah diatur pertama kalinya “lembaga Advokat” maka dapat di perkiraakn bahwa bantuan hukum dalam arti yang formal baru mulai berlaku di Indonesia di awal-awal kemerdekan, dan hal itupun baru terbatas bagi orang-orang Eropa saja di dalam peradilan Road van Justite. Sementara itu advokat pertama bangsa Indonesia adalah Mr. Besar Mertokoesoemo yang baru membuka kantornya di Tegal dan Semarang pada sekitar tahun 1923.3
Lebih tegas lagi dalam hukum positif Indonesia masalah bantuaan
hukum ini diatur dalam pasal 250 ayat (5) dan (6) Het Herziene Indonesische
Reglemen (HIR/Hukum acara perdata lama) dengan cakupan yang terbatas,
artinya pasal ini dalam perakteknya hanya lebih mengutamakan bangsa
Belanda daripada bangsa Indonesia yang waktu itu lebih populer disebut
Inlanders. Di samping itu, daya laku pasal ini hanya terbatas apabila para
advokat yang bersedia membela mereka yang dituduh dan diancam hakuman
mati dan atau hukuman seumur hidup.4
3
Ibid, hal 12 4
3
Gambaran diatas terjadi karena di zaman kolonial Belanda seperti yang
kita ketahui dikenal adanya dua sistem peradialn yang terpisah satu dengan
yang lainnya. Pertama, satu hirarki peradilan untuk orang-orang Eropa dan
yang dipersamakan (Residentie Gerecht, Raad Van Justitie, dan Hoge
Rechtshof). Kedua, hirarki peradilan untuk orang-orang Indonesia dan yang
dipersamakan (Districtgecht Regentschaps Gerecht, dan Landraad).5
Meskipun daya laku HIR terbatas, bisa ditafsirkan sebagai awal mula
pekambangan bantuan hukum kedalam hukum positif kita. Meskipun HIR
tidak diperlakukan secara penuh tetapi HIR adalah pedoman yang nampaknya
diterima dalam praktek. Undang-undang baru mengenai hukum acara belum
lagi dilahirkan dan agaknya HIR ini masih tetap dianggap sebagai pedoman
sampai dilahirkannya undang-undang nomor 14 tahun 1970 mengenai
Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, dimana hak untuk mendapatkan
bantuan hukum itu dijamin melalui pasal 35,36, dan 37.6
UU No. 14 Tahun 1970 dianggap sebagai milestone (Kejadian Penting )
dalam sejarah bantuan hukum dalam pemerintahan Indonesia terutama pada
pemerintah Orde Baru, masih belum sepenuhnya bisa dilakukan karena belum
dikelurkan peraturan pelaksananya. Dalam kalangan ahli hukum saat itu timbul
pertanyaan apa yang menentukan hak mendapatkan bantuan hukum itu.
Undang-undang ataukah peraturan pelaksananya? Apakah tidak aneh bila tidak
ada peraturan pelaksanaannya itu membuat undang-undang tidak berlaku.
5 Ibid.
6
4
Ada kesan bahwa pemerintah juga menyadari hal ini dan ini bisa
dibuktikan dengan adanya pertemuan penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
dan Kehakiman) yang menghasilkan kesepakatan Cibogo yang pada prinsipnya
menegaskan kembali tekad Pemerintah untuk memberikan terdakwa hak untuk
mendapatkan bantuan hukum semaksimal mungkin. Kalangan advokat
Indonesia menyambut baik kesepakatan ini, sayangnya kesepakatan ini tinggal
sebagai kesepakatan.7 Karena menurut hemat penulis dengan tidak
dicantumkan peraturan pelaksana, maka kesepakatan tersebut tidak mempunya
kekuatan hukum yang pasti dan mengikat.
Dalam menghadapi kekosongan peraturan pelaksana tersebut sudah
banyak langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah berupa pernyataan
bersama penegak hukum tertinggi Instruksi dan keputusan Menteri. Tetapi
semua itu tidak memmenuhi harapan masyarakat pencari keadilan mengenai
pelaksanaan bantuan hukum. Undang-undang pelaksanaan bantuan hukum
belum juga muncul meskipun sudah didambahkan masyarakat hingga lahirlah
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada akhir tahun 1981
yang lalu.8
KUHAP yang berlaku sekarang ini, meskipun bukan sebagai
undang-undang khusus tentang bantuan hukum, namun didalamnya memuat beberapa
pasal dan ayat yang mengatur tentang bantuan hukum, terutama dalam Bab
VII pasal 69 sampai dengan 74. Ayat tentang KUHAP yang mengatur tentang
bantuan hukum tersebut, maka isinya penjabaran ketiga pasal undung-undang
7
Ibid. Hal. 6 8
5
pokok Kekuasaan Kehakiman.9 Hal tersebut di terjadi karena nilai-nilai yang
ada di KUHAP diambil dari undang-undang No. 14 tahun 1970.
Setelah bebarapa dekade kemudian munculah undang-undang nomor 18
tahun 2003 tentang Avokat, dengan adanya undang-undang ini, para pencari
keadilan lebih terjamin haknya dimata hukum (equlity bifore the law).
Sebagaimana terdapat dalam Bab VI ayat 22, dimana dalam pasal tersebut
seperti pada pasal 22 ayat (1) menyatakan bahwa advokat berkewajiban
memberi pelayanan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) kepada
masyarakat tidak mampu. Akan tetapi undang-undang tersebut masih belum
bisa dilaksanakan karena belum ada peraturan pelaksananya sebagaimana
disebutkan dalam pasal 22 ayat (2). Kemudian sekitar 2008 Peraturan
Pemerintah nomor 83 tahun 2008 tantang tentang persyaratan dan tata cara
pemberian bantuan hukum di terbitkan yang membawah angin segar terhadap
pencari keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Pada saat ini Bantuan hukum merupakan suatu keharusan bagi setiap
Negara dalam menjamin hak Konstitusional masyarakatnya, sesui pasal 28 d
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945:
“Negara menjamin setiap orang dianggap sama dihadapan hukum (supremasi hukum) dan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Aturan hukum diatas menyatakan bahwa negara menjamin bahwa
setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam mengakses hukum tanpa
9
6
terkecuali dan tanpa pandang bulu. Serta mendapat perlakuan yang sama
dimata hukum tanpa melihat strata sosialnya.
Bahkan dalam Islam juga ada bantuan hukum Islam dari zaman nabi
Muhammad Saw sampai Zaman Khulafatul Rasyidin bantuan hukum sudah
dikenal dan dilaksanakan, bantuan hukum terjadi pada awal masa Islam yang
meliputi dua bidang yaitu bantuan hukum dalam kasus pidana dan kasus
perdata, dimana orang yang berselisih dengan istrinya (kasus syiqaq) dibutukan
bantuan hukum yang melaksanakan yuridisnya sebebut dengan hakam.10
Dalam tradisi Islam, penyeleseian dan persengketaan dengan mediasi
dikenal sebagai tahkim, dengan hakam sebagai juru damai atau mediator,
pranata tahkim itu memiliki landasan yang sangat kuat di dalam al-Qur’an surat
Annisa ayat 35, yang artinya:
“dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Pranata tahkim itu ditransformasikan ke dalam ketentuan pasal 76
undang-undang Nomor 7 tahun 1989, yang mengatur gugatan percereian yang
didasarkan atas alasan pertengkaran (syiqaq). Muculnya penasehat perkawinan
dan mengembangnya organisasi dibidang itu, misalnya Badan Penasehat
Perkawinan, Perselisihan dan Percereian (BP4),” dapat dipandang sebagai
perwujudan Pranata tahkim dalam bentuk organisasi, yang melibatkan tokoh
10
7
masyarakat sebagai juru damai dalam kegiatan penasehat perkawinan,
perselisiahan, dan perceraian bagi pasangan suami istri yang beragama Islam.11
Tahkim (menjadikan sebagai hakim) yaitu pelindung dua pihak yang
bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui, serta rela
menerima keputusan untuk penyeleseian sengketa mereka. Dapat juga
dikatakan bahwa tahkim yaitu pelindung dua pihak yang bersengketa kepada
orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan penyeleseian
perselisihan yang terjadi diantara mereka. Kedua definisi tersebut
menunjukkan bahwa pemelihan pengangkatan juru damai (hakam) dilakukan
secara sukarela oleh kedua belah pihakyang terlibat persengketaan.
Ada beberapa peristiwa perselisihan yang tercatat dalam sejarah yang
diselesaikan dengan menggunakan juru damai atau hakam, peristiwa tersebut
yaitu: Pertama, peristiwa yang terjadi antara kedua suami istri yang terlibat
percekcokan datang ke Sayyadiana Ali r.a yang diikuti oleh keluargaanya,
kemudian Ali berkata kepada mereka, buatlah hakim dari masing-masing
keluargamu, kemudian Ali berkata kepada kedua wali tersebut:’ bagaimana
pendapat kalian tentang suami istri yang bersengketa kalau kalian memandang
baiknya itu rujuk maka rujuklah dan apabiala baiknya berpisah maka pisahlah”,
peristiwa tersebut terjadi pada saat kepemimpinan Sayyidina Ali. Kedua,
perselisihan yang terjadi antara Sa’id bin Robi’ dan anak perempuannya
Muhammad bin Salamah yang ditampar suaminya Sa’id bin Robi’ karena tidak
mau menuruti kewajiban suami istri, lalu anak perempuannya Muhammad bin
11
8
Salamah menuntut Nabi Muhammad Saw untuk Mengqishas suaminya
tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada masa kepermimpinan Nabi Muhammad
Saw. Dan ketiga, perselisihan yang terjadi antara Alqamah dan Amr bin Tufail
yang memperebutkan posisi jabatan sebagai kepala suku. Untuk penyeleseian
perselisihan mereka meminta kepala suku lain untuk diangkat sebagai
Hakam.12
Dari ketiga contoh kasus di atas jelaslah bahwa bantuan hukum dalam
Islam sudah ada dalam kepemimpinan Nabi Muhammad Saw, Khulafaur
Rasyidin dan seterusnya.
Begitu juga dalam Konstitusi kita sudah menjamin hak yang sama di
mata hukum akan tetapi fakta yang terjadi masih banyak sekali ketimpangan
hukum, mulai dari hukum yang tumpang tindih, penegakannya yang berat
sebelah, budaya suap menyuap yang masih tinggi dan masih banyak kasus
terdakwa tanpa didampingi penasehat hukum. Dalam rangka mengakses
Bantuan hukum terutama terhadap masyarakat yang tidak mampu maka
dibentuklah Undang-undang 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Semoga
dengan adanya undang-undang bantuan hukum semakin mempermudah akses
rakyat miskin yang ingin mencari keadialan tanpa memikirkan biaya. Karena
biaya ditanggung oleh Negara dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Dana lainnya yang tidak mengikat.
Sebelum diatur dalam nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum,
sudah banyak aturan yang mengatur terkait Bantuan Hukum tersebut seperti;
12
9
Reglemen Acara Perdata, (Reglement op de Rechtsvordering), Undang-undang
nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor
8 tahun 1981tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pindana (KUHAP),
Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Sekalipun sudah banyak atuaran yang mengatur tentang bantuan
hukum mulai dari diatur dalam konstitusi, undang-undang, sampai peraturan
pemerintah akan tetapi sosialisasi dan informasi yang diterima masyarakat
dirasa sangat kurang. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus masyarakat
yang tidak mampu mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma. Dengan
memperhatiakan latar belakang diatas maka penulis tertarik mengambil judul
skispi “PERGESERAN KONSEP BANTUAN HUKUM SEBELUM
TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG BANTUAN HUKUM DAN PERBANDINGAN KONSEP
DENGAN BANTUAN HUKUM MENURUT HUKUM ISLAM.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, penulis akan pengkaji lebih lanjut
dalam rumusan masalah agar lebih terarah dan fokus mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1. Apakah terjadi pergeseran konsep bantuan hukum bagi orang tidak mampu
setelah berlakunya undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan
Hukum?
2. Bagaimana perbandingan konsep bantuan hukum menurut hukum Islam
10 C.Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin disampaikan penulis dalam penelitian sesuai dengan
permasalahan yang dikemukakan di atas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah terjadi pergeseran konsep bantuan hukum setelah
dibentuknya undang-undang nomor 16 tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
di Indonesia
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi perbandingan konsep antara bantuan
hukum menurut hukum Islam dengan bantuan hukum menurut
undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum
D.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari menulisan dalam penelitian antara lain:
1. Sudut pandang Teoritis
Peneliti diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahun dibidang penegakan hukum khususnya
mengenai bantuan hukum terhadap masyarakat tidak mampu dan dapat
menjadi referensi baik praktisi maupun akademisi yang mau
mengembangkan lebih jauh tentang bantuan hukum secara cuma-cuma.
2. Sudut pandang Praktis
a. Bagi Penulis
Untuk memperkaya wawasan peneliti dibidang bantuan hukum
secara cuma-cuma, perbandingan konsep bantuan hukum positif dan
11
akademis guna mencapai gelar keserjanaan di bidang hukum Islam dan
hukum positif
b. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi bagi masyarakat tidak mampu untuk
mendapatkan layanan hukum secara maksimal karena bantuan hukum
sudah dilaksanakan sejak lama, tanpa dipungut biaya sepeserpun karena
dana yang digunakan untuk membiayai perkara adalah berasal dari uang
rakyat itu sendiri yang dianggarkan di APBN serta sebagai serana
sosialisasi kepada masyarakat yang masih tidak mengetahui adanya
bantuan hukum secara cuma-cuma dan prosesnya..
E.Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis. Dari segi yuridis yang memandang hukum sebagai gejala sosial
yang terjadi dimasyarakat sesuai dengan norma-norma yang ada
sebagaimana tertuang dalam perundang-undangan yang berlaku, sedangkan
pendekatan sosiologis digunakan untuk mengkaji berlakunya aturan hukum
yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan ketika diterapkan
dimasyarakat atau melihat realita yang terjadi dimasyarakat.13
2. Jenis Penelitian
Dalam menyusun skipsi ini, jenis penelitian yang digunakan penulis
adalah jenis penelitian Kualitatif, yaitu jenis penelitian yang hanya
13
12
berbentuk Rangkean Kata-kata, yang dalam hal ini tidak menggunakan
angka-angka secara langsuang.14
Dalam studi ini data dianalisis secara induktif berdasarkan data
langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu pengumpulan dan analisis
data dilakukan secara bersama, tidak terpisah sebagaimana penelitian
kuantitaf dimana data dikumpulkan terlebih dahulu, baru kemudian
dianalisa.
3. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi wawancara di kantor
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) yang berada di kota Surabaya
yang kemudian pihak yang akan diwawancarai adalah Kepala Kantor LBHI
Surabaya, untuk dianalisa sejauh mana pergeseran konsep bantuan hukum
sebelum berlakunya UU Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan
perbandingan kansep dengan bantuan hukum dalam Hukum Islam.
4. Jenis Sumber Data
Dalam penelitian ini, terdapat dua sumber data, yaitu: data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama,15 dan data
skunder adalah sumber yang menjadi bahan penunjang melengkapi suatu
analisa.16
a. Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti yang mengikat. Bahan
penelitian tersebut terdiri dari undang-undang nomor 8 tahun 1981
14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001., hal.2.
15
Aminudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hal. 30. 16
13
tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Reglemen Acara
Perdata, (Reglement op de Rechtsvordering), Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, undang-undang nomor 16 tahun
2003 tentang Advokat, undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang
Bantuan Hukum, Al-Qur’an, Hadist, dan sumber hukum Islam lainnya
serta sumber lain yang terkait.
b. Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan mengenai bahan
penelitian primer. Bahan penelitian tersebut terdiri dari hasil-hasil
penelitian terdahulu, dokumemen-dokumen tentang bantuan hukum,
majalah, jurnal, makalah, artikel dan bahan hukum lain yang mendukung.
5. Teknik Pengumpulan data
a. Dokumentasi Studi Kepustakaan
Dokumentasi studi kepustakaan adalah suatu metode
pengumpulan data dengan cara membaca atau mempelajari buku,
peratunan perundang-undangan dan sumber lain yang berhubungan
dengan objek penelitian. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan
data primer mengenai permasalahan yang ada sesuai dengan objek yang
diteliti
b. Wawancara
Metode wawancara merupakan metode tanya jawab dan tatap muka
secara langsung dengan responden guna memperolah fakta-fakta,
14
diteliti, yang akan penulis wawancarai adalah kepala LBHI Surabaya dan
akan dilakukan di kantor LBHI Surabaya.
6. Analisa Data
Analisa bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa kualitatif. Analisa Kualitatif pada dasarnya berarti
penyorotan terhadap masalah serta usaha memecahkannya yang
bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.17
menganalisis data penelitian ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan artikel akan diuraikan dan
dihubungkan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang
lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang bersifat umum
terhadap permasalahan yang telah dirumuskan.
Selanjutnya bahan yang dianalisis untuk melihat bagaimana
pergeseran konsep bantuan hukum setelah diundangkannya
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan
perbandingan konsep dengan bantuan hukum dalam hukum Islam
F. Sistematika Penulisan
Dalam rangka membahas pembahasan yang penulis angkat agar menjadi suatu
kesatuan dalam suatu susunan yang baik dan benar serta runtut, makan penulis
menggunakan sistematiaka penulisan sebagai berikut:
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2010, Penelitian Hukum Normatif: suatu tinjauan singkat,
15 BAB I : PENDAHULUAN
Pada Bab ini penulis Uraikan mengenai Latar belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Metode yang digunakan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian bantuan hukum, sejarah
bantuan hukum dan sejarah bantuan hukum Islam, bantuan hukum sebagai hak
Konstitusional dan hak asasi manusia (HAM) dan persamaan didepan hukum
dalam hukum Islam, landasan yuridis bantuan hukum dan bantuan hukum
dalam Islam..
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan
apakah terjadi pergeseran konsep bantuan hukum di Indonesia setelah
dibentuknya undang-undang nomor 16 tahun 2011 dan perbandingan konsep
dengan bantuan hukum dalam hukum Islam, serta akan diperbandingkan
dengan bantuan hukum dalam perspektif hukum Islam.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bagian ini berisi kesimpulan dan hasil analisa hukum dan pembahasan
terkait penelitian yang dilakukan serta saran yang memuat rekomendasi kepada