• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Antimikroba Plantaricin dari Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Asal Daging Sapi Lokal terhadap Staphylococcus aureus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme Antimikroba Plantaricin dari Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Asal Daging Sapi Lokal terhadap Staphylococcus aureus."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME ANTIMIKROBA PLANTARICIN DARI Lactobacillus

plantarum IIA-1A5 ASAL DAGING SAPI LOKAL TERHADAP

Staphylococcus aureus

ASTRI YUNENI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mekanisme Antimikroba Plantaricin dari Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Asal Daging Sapi Lokal terhadap Staphylococcus aureus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ASTRI YUNENI. Mekanisme Antimikroba Plantaricin dari Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Asal Daging Sapi Lokal terhadap Staphylococcus aureus. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan CAHYO BUDIMAN.

Plantaricin IIA-1A5 merupakan senyawa peptida yang memiliki aktivitas antimikroba dan diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum IIA-1A5. Tujuan penelitian ini adalah melakukan purifikasi plantaricin dan menganalisis mekanisme perusakan sel S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5 melalui pengujian aktivitas antimikroba. Hasil elektroforesis menggunakan SDS page menunjukkan bobot molekul plantaricin IIA-1A5 yang telah dipurifikasi adalah 6.41 kDa. Berdasarkan uji antagonistik dengan metode cakram, plantaricin IIA-1A5 memiliki diameter zona hambat pertumbuhan S. aureus yang lebih besar daripada kontrol (P<0.05). Kemampuan plantaricin IIA-1A5 dalam merusak membran sel sama dengan triton X-100, tetapi lebih baik dari etanol, kloroform, hexana, metanol, dan SDS (P<0.05). Berdasarkan hasil uji kebocoran sel, suspensi S. aureus yang diberi perlakuan plantaricin memiliki nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm yang lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol (P<0.05). Mikroskopik analisis dengan SEM (scanning electron microscope) memperlihatkan kerusakan dinding sel S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5.

Kata kunci: antimikroba, kerusakan sel, Lactobacillus plantarum IIA-1A5, plantaricin IIA-1A5, Staphylococcus aureus.

ABSTRACT

ASTRI YUNENI. Antimicrobial Mechanism of Plantaricin from Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Isolated from Local Beef Against Staphylococcus aureus. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and CAHYO BUDIMAN.

Plantaricin IIA-1A5 is a peptide compound produced by Lactobacillus plantarum IIA-1A5 lactic acid bacteria displaying antimicrobial activities. The purpose of this study is to analyze the mode of action of plantaricin and Staphylococcus aureus disruption by plantaricin IIA-1A5 through testing antimicrobial activities. Results showed the molecular weight of plantaricin IIA-1A5 was 6.41 kDa. Based on the antagonistic test using paper disc method, plantaricin IIA-1A5 have the diameter of growth inhibition zone to S. aureus larger than that of control (P<0.05). Ability of plantaricin IIA-1A5 to distrupt cell membrane same as triton X-100, but better than that of ethanol, chloroform, methanol, hexana, and SDS (P<0.05). Based on cell leakage test, S. aureus suspension treated with plantaricin displayed higher absorbance value compared to that of controls (P<0.05). SEM analysis showed remarkable cell leakage of S. aureus by plantaricin IIA-1A5.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

MEKANISME ANTIMIKROBA PLANTARICIN DARI Lactobacillus

plantarum IIA-1A5 ASAL DAGING SAPI LOKAL TERHADAP

Staphylococcus aureus

ASTRI YUNENI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Mekanisme Antimikroba Plantaricin dari Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Asal Daging Sapi Lokal terhadap Staphylococcus aureus. Nama : Astri Yuneni

NIM : D14090134

Disetujui oleh

Dr Irma Isnafia Arief SPt MSi Pembimbing I

Cahyo Budiman SPt MEng PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri MAgrSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Mekanisme Antimikroba Plantaricin dari Lactobacillus plantarum IIA-1A5 Asal Daging Sapi Lokal terhadap Staphylococcus aureus dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan dari Januari 2013 sampai Juli 2013 dengan dukungan dana hibah dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) tahun 2013.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi dan Cahyo Budiman, SPt MEng PhD selaku pembimbing skripsi, serta Bramada Winiar Putra, SPt MSi selaku pembimbing akademik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Suryahadi, DEA dan Zakiah Wulandari, STP MSi selaku dewan penguji. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Devi Murtini, SPt dan Dwi Febriantini yang telah banyak membantu dalam teknis penelitian. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suami, ibu, dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya, serta teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat serta dapat digunakan sebagai pendukung perkembangan ilmu pengetahuan baru, khususnya dalam bidang mikrobiologi dan pangan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 3

Purifikasi Plantaricin 3

Elektroforesis SDS Page 4

Analisis Kerusakan Sel oleh Plantaricin IIA-1A5 4

Rancangan dan Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Purifikasi Plantaricin IIA-1A5 6

Analisis Kerusakan Sel Bakteri oleh Plantaricin IIA-1A5 8 Uji Antagonistik Plantaricin terhadap Bakteri S. aureus 8 Efek Detergen dan Pelarut Organik serta Plantaricin IIA-1A5 terhadap

Kerusakan Sel S. aureus 8

Analisis Kebocoran Sel Bakteri S. aureus 10

Analisis Perubahan Morfologi Sel Bakteri dengan Menggunakan SEM 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Diameter zona hambat plantaricin terhadap bakteri S. aureus 8 2 Efek detergen dan pelarut organik serta plantaricin IIA-1A5 terhadap

kerusakan sel S. aureus 8

3 Uji kebocoran sel S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5 9

DAFTAR GAMBAR

1 SDS-page plantaricin IIA-1A5 7

2 Grafik persamaan fungsi untuk menentukan MW plantaricin IIA-1A5 hasil SDS-page dengan persamaan garis: Y = -2.0881 X + 2.3103, R2 =

0.8456 7

3 Mikroskopis analisis terhadap perbedaan morfologi S. aureus tanpa perlakuan (kontrol) dan dengan perlakuan plantaricin IIA-1A5 dengan

menggunakan SEM 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kromatografi menggunakan kolom kromatografi pertukaran kation

HiTrap SP XL 5 mL 12

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakteriosin merupakan senyawa peptida yang diproduksi oleh bakteri asam laktat dan memiliki aktivitas antimikroba. Senyawa antimikroba ini bersifat tidak toksik bagi manusia, mudah didegradasi oleh enzim proteolitik, tidak membahayakan mikroflora usus karena mudah dicerna oleh enzim-enzim pencernaan serta stabil terhadap perubahan pH dan suhu (Hata et al. 2010). Oleh sebab itu, bakteriosin dapat digunakan sebagai biopreservatif pada produk pangan segar maupun olahan.

Lactobacillus plantarum merupakan salah satu bakteri asam laktat penghasil bakteriosin yang dikenal sebagai plantaricin. L. plantarum IIA-1A5 merupakan strain bakteri asam laktat indigenus asal daging sapi lokal Indonesia yang berhasil diidentifikasi menggunakan reaksi polimerase berantai (PCR, polymerase chain reaction) dan analisis sekuens 16s rRNA (Arief 2011). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui fungsi dan karakteristik dari plantaricin. Plantaricin terbukti dapat didegradasi oleh enzim protease tripsin, mampu bertahan pada suhu 80 ºC dan 121 ºC masing-masing selama 30 dan 15 menit, tetap aktif pada kisaran pH 4 sampai 9 (Arief dan Andreas 2012), serta terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella Typhimurium, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus (Arief et al. 2010).

S. aureus merupakan bakteri yang sering ditemukan pada makanan-makanan yang mengandung protein tinggi terutama pada produk asal ternak seperti daging, telur, susu, dan berbagai macam produk olahannya. Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan karena mampu memproduksi enterotoksin. Enterotoksin yang diproduksi oleh S. aureus bersifat tahan panas dan masih aktif setelah dipanaskan pada suhu 100 ºC selama 30 menit ( Fardiaz 1989). Bakteri ini tidak diharapkan terdapat dalam produk pangan terutama produk asal ternak, namun keberadaannya sangat sulit dihindari.

Pemanfaatan bakteriosin seperti plantaricin IIA-1A5 sebagai biopreservatif alami yang mengandung senyawa antimikroba diharapkan dapat merusak dan membunuh bakteri patogen seperti S. aureus. Plantaricin IIA-1A5 diduga memiliki karakteristik yang baik sebagai biopreservatif alami, namun sejauh ini belum diketahui bagaimana mekanisme kerjanya. Plantaricin IIA-1A5 diduga menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan merusak membran sel. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis bagaimana mekanisme perusakan sel bakteri patogen terutama S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5 agar karakteristik bakteriosin ini dapat diketahui secara keseluruhan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

plantaricin IIA-1A5 terhadap kerusakan sel bakteri S. aureus, serta analisis mikroskopis dengan menggunakan scanning elektron microscope (SEM).

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup purifikasi bakteriosin untuk mendapatkan plantaricin murni dari bakteri L. plantarum IIA-1A5 dan menganalisis mekanisme kerusakan sel bakteri S. aureus yang disebabkan antimikroba plantaricin.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 hingga bulan Juli 2013. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah isolat Lactobacillus plantarum IIA-1A5 dan bakteri indikator, yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923. Media yang digunakan antara lain, de Man Rogosa and SharpeBroth (MRSB), de Man Rogosa and Sharpe Agar (MRSA), yeast extract (YE) 3%, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), NaCl 0.85%, larutan standar McFarlan II (populasi 8.0x108 cfu/ml), dan Mueller Hinton Agar (MHA). Selain itu juga digunakan alkohol, aquadest, aquabidest, NaOH 1 N, amonium sulfat, bufer potassium phosphate, etanol 20%, akrilamida, 1.5 M Tris-HCl pH 8.8, 1.5 M Tris HCl pH 6.8, 10% SDS, 10% ammonium persulfate (APS), tetramethylethylenediamine (TEMED), low molecular weight marker proteins, loading dye, comassie briliant blue (CBB), dan asam asetat 10 % (v/v).

Alat

(13)

3 Prosedur

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu: (1) purifikasi plantaricin; (2) analisis kerusakan sel bakteri S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5.

Purifikasi Plantaricin

Purifikasi plantaricin untuk mendapatkan plantaricin murni meliputi beberapa tahap, antara lain tahap purifikasi parsial dengan menggunakan amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation.

Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Amonium Sulfat (Modifikasi Hata

et al. 2010). Sebanyak 1000 mL media MRSB ditambah yeast extract 3% yang

telah diinokulasi dengan 10% kultur L. plantarum IIA-1A5, diinkubasi, dan disimpan pada refrigerator selanjutnya disentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 ºC untuk mendapatkan supernatan bebas sel (SBS). Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disaring dengan menggunakan membran saring Minisart diameter 0.20 µm, demikian juga NaOH 1 N yang akan digunakan untuk menetralkan pH supernatan. pH awal supernatan bebas sel yang telah disaring selanjutnya diukur dan dinetralkan dengan NaOH 1 N sehingga mencapai pH netral yaitu antara pH 5.8-6.2. Seluruh tahapan ini dilakukan pada suhu dingin. Pengukuran konsentrasi protein dalam supernatan bebas sel masing-masing ulangan dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 280 nm. SBS selanjutnya dievaporasi dengan menggunakan Heidolph VV micro evaporator sampai volumenya menjadi setengah dari volume awal. Pada masing-masing ulangan supernatan ditambah serbuk amonium sulfat sambil dihomogenkan perlahan-lahan sampai 90% penjenuhan pada suhu 4 ºC. Proses penjenuhan dilakukan secara bertahap mulai dari 20%, 40%, 60%, 80%, dan 90% untuk mendapatkan endapan protein yang disebut presipitat bakteriosin. Presipitat dikoleksi pada labu erlenmeyer steril.

Dialisis (Hata et al. 2010). Presipitat bakteriosin yang telah didapat selanjutnya didialisis dengan menggunakan membran dialisis berdiameter 20 µm dan bufer potassium phosphate selama 12 jam untuk menghilangkan amonium sulfat yang bercampur dengan endapan protein. Bufer diganti sebanyak 3 kali yaitu pada jam kedua, keempat dan keenam. Proses dialisis ini dilakukan pada suhu 4 ºC. Hasil yang didapat dari proses ini adalah ekstrak kasar bakteriosin dari L. plantarum yang disebut plantaricin. Konsentrasi protein dari plantaricin hasil dialisis diamati menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 280 nm.

(14)

4

pembilas, sampel, maupun larutan elusi dengan kecepatan alir sekitar 0.8 mL/menit. Kolom dicuci kembali berturut-turut dengan menggunakan bufer, aquabidest, dan terakhir dengan etanol 20%, masing-masing sebanyak tiga kali volume kolom atau 15 mL. Seluruh tahap ini dilakukan pada suhu dingin. Plantaricin yang diperoleh dari tahap ini disimpan pada suhu 4 ºC untuk jangka pendek dan -20 °C sampai -30 °C untuk jangka panjang. Konsentrasi plantaricin hasil kromatografi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 280 nm. Plantaricin murni ini selanjutnya siap untuk dianalisis sifat dan karakteristiknya.

Elektroforesis SDS Page (Hata et al. 2010)

Elektroforesis dilakukan untuk mengetahui protein plantaricin murni hasil fraksinasi dengan melihat masa molekul protein dari tiap-tiap fraksi. Elektroforesis SDS Page ini menggunakan konsentrasi polyacrilamide 5% pada stacking gel (gel penggertak) dan 15% pada resolving gel (gel pemisah). Sampel plantaricin murni sebelum dielektroforesis dicampur dengan dua kali sampel bufer (loading dye), kemudian dipanaskan dalam air mendidih sekitar 5 menit agar proteinnya terdenaturasi sempurna. Elektroforesis dilakukan selama 80 menit (20 menit dengan arus tetap 30 mA pada gel penggertak dan 60 menit dengan arus tetap 70 mA pada gel pemisah). Gel selanjutnya diwarnai (staining) dengan larutan comassie brilliant blue selama 1 jam dan dibilas 3 kali (destaining) dengan asam asetat 10% (v/v) masing-masing selama 15 menit agar pita (band) protein hasil elektroforesis dapat terlihat. Band yang muncul dibandingkan dengan marker dan diukur sehingga akan diketahui bobot molekul protein dan fraksi yang mengandung plantaricin murni.

Analisis Kerusakan Sel Bakteri oleh Plantaricin IIA-1A5

Uji Antagonistik (Konfrontasi) Plantaricin terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus (Harimurti et al. 2007). Bakteri Staphylococcus aureus disegarkan pada

(15)

5 diberi perlakuan berbeda yaitu ditambah sodium dodecyl sulfate (SDS) 2% dan triton X-100 2% (detergen), methanol 80%, ethanol 80%, hexan 80% dan choloroform 80% (pelarut organik) serta plantaricin IIA-1A5. Suspensi yang telah diberi perlakuan divortex dan dipanaskan pada suhu 60 ºC selama 15 menit. Suspensi tersebut selanjutnya disentrifugasi, dan diukur kembali nilai absorbansinya, selisih nilai absorbansi awal dan akhir dinilai sebagai protein sel S. aureus yang keluar dari dalam sel akibat kerusakan membran sel.

Analisis Kebocoran Sel Bakteri S. aureus (Atrih et al. 2001). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana plantaricin IIA-1A5 menembus membran sel. Analisis spektograf kebocoran sel dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 280 nm dan 260 nm. Panjang gelombang 280 nm digunakan untuk mengukur kandungan protein dalam sel, sedangkan panjang gelombang 260 nm digunakan untuk mengukur kandungan DNA dalam sel. Kultur Staphylococcus aureus sebanyak 2 mL disentrifugasi selama 5 menit. Supernatan dibuang dan endapan sel ditambah dengan bufer potassium phosphate kemudian divortex sampai larutan sel homogen. Plantaricin IIA-1A5 ditambahkan dan dibiarkan selama 24 jam, selanjutnya larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Larutan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan sel dengan supernatan. Larutan supernatan selanjutnya dicek menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm. Larutan supernatan yang dijadikan sebagai kontrol adalah larutan sel tanpa penambahan plantaricin IIA-1A5.

Analisis Perubahan Morfologi Sel Bakteri dengan Menggunakan Scanning

Electron Microscope. Analisis perubahan morfologi sel dilakukan untuk

mengkaji perubahan struktur sel akibat penggunaan plantaricin IIA-1A5 yang meliputi kerusakan morfologi sel dan struktur bakteri, seperti kerusakan dinding sel. Bakteri Staphylococcus aureus disuspensikan ke dalam plantaricin kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 °C. Larutan disentrifugasi, supernatan dibuang, ditambahkan glutaraldehyde 2% dan direndam beberapa jam. Larutan disentrifugasi, supernatan dibuang, ditambahkan larutan tannic acid 2% dan direndam beberapa jam. Larutan disentrifugasi, larutan fiksatif dibuang, ditambahkan bufer caccodylate dan direndam selama 20 menit. Larutan disentrifugasi, bufer dibuang, ditambahkan osmium tetra oksida 1% dan direndam selama 1 jam. Larutan disentrifugasi, supernatan dibuang, ditambahkan alkohol 50% dan direndam 20 menit. Selanjutnya berturut-turut ditambahkan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95% dan alkohol absolut masing-masing 20 menit. Larutan disentrifugasi kembali, alkohol dibuang, ditambahkan butanol, direndam 20 menit, disentrifugasi, butanol dibuang, dibuat suspensi dalam butanol kembali. Potongan cover slip dibekukan, ulasan suspensi dibuat pada cover slip, dikeringkan dengan freeze drier dan selanjutnya preparat S. aureus tersebut diamati dengan menggunakan SEM. Hasil pengamatan didokumentasikan dan dianalisis secara deskriptif.

Rancangan dan Analisis Data

(16)

6

Yij = µ + Pi + εij

Keterangan :

Yij : Variabel respon akibat perlakuan plantaricin IIA-1A5 ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai rata-rata absorbansi larutan bakteri

Pi :Pengaruh perlakuan plantaricin ke-i terhadap kerusakan sel bakteri S. aureus

εij : Pengaruh galat percobaan pada perlakuan plantaricin ke-i pada ulangan ke-j

Data analisis antimikroba yaitu analisis efek pelarut organik, detergen dan plantaricin terhadap kerusakan sel S. aureus serta analisis kebocoran sel S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5 diuji kenormalan, keaditifan dan kehomogenan terlebih dahulu. Data yang memenuhi asumsi diolah dengan uji ragam atau analysis of variance (ANOVA). Bila didapatkan hasil yang berbeda akan dilakukan uji lanjut melalui uji Tukey (Steel dan Torrie 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Purifikasi Plantaricin IIA-1A5

Bakteriosin jenis plantaricin IIA-1A5 dipurifikasi dari 1 L kultur cair L. Plantarum IIA-1A5 yang ditumbuhkan pada suhu 30 °C selama 24 jam. Supernatan bebas sel (SBS) merupakan bagian dari kultur cair bakteri yang telah dipisahkan dari bagian sel melalui proses sentrifugasi dan penyaringan. SBS yang dihasilkan memiliki pH cenderung rendah (asam), yaitu sekitar 4.08, sehingga dilakukan penambahan sejumlah basa kuat NaOH 1N agar kodisi pH SBS menjadi pada kisaran pH 5.9 sampai 6.2. Hal ini dilakukan karena pada kondisi tersebut aktivitas bakteriosin yang terkandung dalam SBS dapat optimal. Aktivitas antimikroba yang optimal 90%-100% dari plantaricin PASM1 asal L. plantarum A-1 ditunjukan pada kisaran pH 5.5 hingga pH 7 (Hata et al. 2010).

(17)

7 Elektroforesis SDS-page dilakukan untuk mengetahui bobot molekul atau molecular weight (MW) plantaricin 1A5. Bobot molekul plantaricin IIA-1A5 yang diperoleh berdasarkan elektroforesis SDS-page adalah 6.41 kDa. Perhitungan dilakukan berdasarkan perbandingan jarak pita-pita marker protein dan pita-pita plantaricin IIA-1A5 yang muncul pada SDS-page seperti yang tampak pada Gambar 1 sehingga diperoleh persamaan garis seperti yang terdapat dalam Gambar 2 di bawah ini. Pita-pita plantaricin pada Gambar 1 ditunjukkan oleh tanda panah berwarna merah. Berdasarkan bobot molekulnya, plantaricin IIA-1A5 termasuk jenis bakteriosin kelas IIa. Bakteriosin kelas II berukuran kecil (<10 kDa) dan bersifat relatif stabil terhadap panas (Zacharof dan Lovitt2012).

Gambar 1 SDS-page plantaricin IIA-1A5

(18)

8

Analisis Kerusakan Sel Bakteri oleh Plantaricin IIA-1A5

Uji Antagonistik Plantaricin terhadap Bakteri S. aureus

Uji antagonistik dilakukan untuk mengetahui aktivitas antimikroba plantaricin IIA-1A5. Pengujian aktivitas antimikroba ini dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat plantaricin terhadap pertumbuhan S. aureus menggunakan metode cakram. Berdasarkan hasil analisis statistik seperti yang terdapat dalam Tabel 1, diameter zona hambat plantaricin IIA-1A5 dengan kontrol memiliki perbedaan yang nyata. Plantaricin IIA-1A5 memiliki zona hambat yang besar terhadap pertumbuhan S. aureus. Aktivitas antimikroba bakteriosin ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat bening dan zona yang berbeda dari area sekitar cawan yang ditumbuhi bakteri indikator yang digunakan (Sapatnekar et al. 2010). Besarnya diameter zona hambat plantaricin IIA-1A5 terhadap S. aureus berkisar antara 8.59 mm hingga 12.19 mm. Aktivitas antimikroba bakteriostatik atau menghambat pertumbuhan mikroba ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat semu, sedangkan aktivitas antimikroba bakterisidal atau membunuh mikroba ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat bening (Syahniar 2009).

Tabel 1 Diameter zona hambat plantaricin terhadap bakteri S. aureus

Perlakuan Diameter zona hambat (mm)

Kontrol 0.00±0.00b

Plantaricin 10.39±1.80a

a, b Huruf yang berbeda pada angka-angka di kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

Efek Detergen dan Pelarut Organik serta Plantaricin IIA-1A5 terhadap Kerusakan Sel S. aureus

(19)

9 L.plantarum C19 yang diisolasi dari ketimun yang difermentasi. Perbedaan kemampuan dalam merusak sel ini dapat disebabkan bakteri indikator yang digunakan berbeda yaitu L. grayi dan S. aureus.

Triton X-100 dan SDS sama-sama termasuk jenis detergen. Namun, keduanya memiliki kemampuan yang berbeda dalam merusak membran sel (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena sifat kedua detergen tersebut berbeda. SDS tergolong ke dalam detergen yang bersifat ionik sedangkan triton X-100 tergolong ke dalam non-ionik detergen (Chae et al. 2010). SDS merupakan detergen yang mampu mengganggu ikatan kovalen protein sehingga protein terdenaturasi dan kehilangan konformasi asli serta fungsi dari protein tersebut. SDS akan mengikat protein dan menambah muatan negatif semua protein dalam sampel meskipun sampel protein berada dalam titik isoelektrik (Suzuki dan Terada 1988).

Tabel 2 Efek detergen dan pelarut organik serta plantaricin IIA-1A5 terhadap kerusakan sel S. aureus

Perlakuan Absorbansi di λ280 Absorbansi di λ260 Pelarut organik :

a, ab, b Huruf yang berbeda pada angka-angka di kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

(20)

10

Analisis Kebocoran Sel Bakteri S. aureus

Berdasarkan hasil analisis statistik, diperoleh hasil yang berbeda nyata (P<0.05) antara kontrol dengan perlakuan. Nilai absorbansi protein maupun DNA yang keluar dari membran sel S. aureus yang diberi perlakuan plantaricin jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan adanya aktivitas bakterisidal dari plantaricin. Molekul bakteriosin akan menempel di permukaan membran sel bakteri dan akan membentuk pori-pori sehingga sitoplasma menjadi tidak selektif. Banyak molekul-molekul kecil dan ion-ion yang melewati membran, akibatnya proses metabolisme sel akan terganggu, seperti penghambatan sintesis ATP dan terganggunya sistem transport sel. Hal tersebut akan menyebabkan kematian sel dan sel akan lisis (Garcia et al. 2010).

Tabel 3 Uji kebocoran sel S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5

Perlakuan Absorbansi di λ280 Absorbansi di λ260

Kontrol 0.56±0.02b 1.50±0.04b

Plantaricin 16.19±3.86a 20.58±4.10a

a, b Huruf yang berbeda pada angka-angka di kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

Analisis Perubahan Morfologi Sel Bakteri dengan Menggunakan Scanning Electron Microscope

(21)

11 Analisis perubahan morfologi sel bakteri oleh plantaricin dilakukan secara mikroskopis dengan menggunakan SEM dengan perbesaran 10000 kali dan voltase 20 kV. Gambar 3 menunjukkan sel S. aureus yang tidak diberi perlakuan plantaricin (kontrol). Sel-sel S. aureus tampak bulat dan masih utuh dan sel-sel yang tidak bulat dan berbentuk lebih memanjang seperti yang diberi tanda panah menunjukkan bahwa sel-sel tersebut sedang membelah diri. Gambar 3 menunjukkan sel S. aureus yang sobek dan pecah akibat penambahan plantaricin dalam suspensi bakteri. Garcia et al. (2010) menyatakan bahwa bakteriosin akan menempel pada membran sel sehingga permeabilitas membran akan terganggu dan kemudian akan terbentuk pori sehingga akan mengakibatkan ketidakseimbangan proton dan menyebabkan sel pecah dan mati.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Purifikasi plantaricin IIA-1A5 menghasilkan peptida dengan ukuran berat molekul 6.41 kDa. Plantaricin IIA-1A5 mempunyai aktivitas antimikroba terhadap S. aureus dengan mekanisme merusak dan membocorkan membran sel yang mengakibatkan materi protein dan DNA keluar dari sel. Plantaricin IIA-1A5 dan triton X-100 memiliki kemampuan yang sama dalam merusak membran sel. Kemampuan plantaricin IIA-1A5 dan triton X-100 lebih baik jika dibandingkan dengan pelarut organik yaitu etanol, kloroform, hexana, metanol, dan detergen yaitu SDS. Hasil pengamatan mikroskopis dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa plantaricin IIA-1A5 mampu membocorkan membran sel sehingga isi sel keluar, bentuk sel tidak bulat dan membran sel sobek.

Saran

Pengujian terhadap bakteri indikator lain perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh plantaricin IIA-1A5 terhadap bakteri patogen lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arief II. 2011. Karakteristik bakteri asam laktat indigenus asal daging sapi sebagai probiotik dan identifikasinya dengan analisis urutan basa gen 16S rRNA. (disertasi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arief II, Andreas E. 2012. Isolation, purification and characterization plantaricin : bacteriocin produced by Indonesian lactic acid bacteria Lactobacillus plantarum strains. (ID): ITSF Seminar Program.

Arief II, Jenie BSL, Astawan M, Witarto A, Fujiyama K. 2010. Identification Indonesian lactic acid bacteria using sequencing 16S rRNA gene. [research report]. Osaka (JP): Osaka University.

(22)

12

bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum C19. Sheffield (GB). IJF Microbiol. 86: 93-104.

Chae P, Rasmussen S, Rana R, Gotfryd K, Chandra R, Goren M. 2010. Maltose-neopentyl glycol (MNG) amphiphiles for solubilization, stabilization and crystallization of membrane proteins. Nat Methods. 7:1003-8.

Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Garcia P, Rodriguez L, Rodriguez A, Martinez B. 2010. Food Biopreservation: promising strategies using bacteriocins bacteriophages and endolysins. Spain (ES). F Sci Tech. 21: 373-382.

Harimurti S, Rahayu AS, Nasroedin, Kurniasih. 2007. Lactic acid bacteria Isolated from the gastro-intestinal tract of chicken: potential use as probiotic. Yogyakarta (ID). J Anml Product. 9(2):82-91.

Hata T, Rie T, Sadahiro O. 2010. Isolation and characterization of plantaricin ASM 1 : a new bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum A-1. Tokyo (JP). IJF Microbiol 137:94-99.

Jack RW, Ray B, Tagg JR. 1995. Bacteriocin of gram positive bacteria. Microbiol. Rev. 59: 1416-1429.

Sapatnekar NM, Patil SN, Aglave BA. 2010. Extraction of bacteriocin and study of its antagonistic assay. IJ Biotech Biochem. (6): 865-870.

Suzuki H, Terada T. 1988. Removal of dodecyl sulfate from protein solution. Anal Biochem. 172:259-63.

Syahniar TM. 2009. Produksi dan karakterisasi bakteriosin asal Lactobacillus plantarum 1A5 serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tokuyasu K, Ono H, Hayasi K, Mori Y. 1996. Purification and characterization of extracellular chitin deacetylase from Colletotricum lindemuthianum. Biosc Biotech Biochem. 10: 1598-1603.

Zacharof MP, Lovitt RW. 2012. Bacteriocins produced by lactic acid bacteria. Bangkok (TH). Procedia APCBEE. 2: 50-56.

LAMPIRAN

(23)

1

13

Lampiran 2 Nilai absorbansi hasil fraksinasi kromatografi kolom

(24)
(25)

1 Lampiran 3 Zona hambat plantaricin IIA-1A5 terhadap bakteri S. aureus

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 April 1989 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Saido (alm.) dan Ibu Basiem.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Pusaka Jaya dan diselesaikan pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMP Negeri 1 Banjarsari. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Ciamis. Penulis selanjutnya bekerja di CV. Uni Teknologi Indonesia Karawang Jawa Barat dari tahun 2007 sampai 2009.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis mendapatkan beasiswa Provinsi Jawa Barat dari tahun 2009 sampai 2013. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis mengikuti beberapa organisasi yaitu di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (Himaproter), Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Famm Al-An’am dan Organisasi Mahasiswa Daerah yaitu Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) serta aktif mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan seperti Kontes Ayam Pelung Nasional 2010, Seminar Qur’an dan Sains Peternakan (SQSP) pertama, dan SQSP kedua. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti pelatihan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) dan pernah mengikuti kegiatan magang di BIB Lembang Bandung serta PT D-Farm Agriprima.

Gambar

Gambar 1 SDS-page plantaricin IIA-1A5
Tabel 3 Uji kebocoran sel S. aureus oleh plantaricin IIA-1A5

Referensi

Dokumen terkait

(2013) bahwa kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru. dalam mengelola pembelajan peserta didik serta kemampuan

Tahapan preparasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terkandung dalam serbuk kayu randu, tahap pengadukan dengan stirrer bertujuan untuk melepaskan

Selain itu, organisasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan, dalam hal ini diperlukan adanya peran organisasi

This study is limited to analysing formulaic expressions in the students‟ interactions such as collocations, idioms, lexical bundles, inserts, and binomial

Tingkat signifikansi variabel ukuran perusahaan yaitu sebesar 0,000 &lt; 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan terhadap

Siswa memiliki perilaku yang mencerminkan sikap pembelajar sejati sepanjang hayat sesuai dengan perkembangan anak, yang diperoleh dari pengalaman pembelajaran dan pembiasaan

Snakes and Ladders Terhadap Kompetensi Pengetahuan Matematika Siswa 104 Problem solving adalah model mengajar yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang meliputi

path coefficient diff sebesar 0,027 yang menunjukkan arah hubungan positif. Dengan demikian hipotesis H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh moderasi jenis kelamin