PERBEDAAN BIODIVERSITAS FAUNA KRIPTIK PADA
KARANG MATI
Pocillopora
sp. DI KEPULAUAN SERIBU,
JAKARTA DAN PEMUTERAN, BALI
NOVIANTO HARY ADIATMAJA
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbedaan Biodiversitas Fauna kriptik Pada Karang Mati Pocillopora sp. di Kepulauan Seribu, Jakarta dan Pemuteran, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
NOVIANTO HARY ADIATMAJA. Perbedaan Biodiversitas Fauna Kriptik Karang Mati Pocillopora sp. Di Kepulauan Seribu, Jakarta Dan Pemuteran, Bali Dibimbing oleh HAWIS H. MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN.
Fauna kriptik adalah fauna samar yang biasanya memiliki kekerabatan yang dekat dan sulit dibedakan. Fauna kriptik banyak menghuni karang mati di ekosistem terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komunitas dan kelimpahan biodiversitas fauna kriptik yang terdapat pada karang mati Pocillopora sp. di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu dan Pemuteran, Bali. Metode yang digunakan adalah dengan pengambilan karang mati Pocillopora sp. sebanyak 4 koloni pada masing-masing lokasi pengambilan sampel. Fauna kriptik pada karang mati tersebut lalu diidentifikasi sampai taksa yang tertinggi. Volume rata-rata 8 koloni karang mati adalah 1,57±0,23 Liter. Jumlah individu yang ditemukan adalah 343 individu, yaitu 145±8,71 individu di Pulau Pari, dan 198±15,09 individu di Pemuteran. Kelimpahan individu di Pulau Pari adalah 36±8,71 individu per Liter, sedangkan di Pemuteran, sebanyak 49±15,09 individu per Liter. Jumlah famili di Pulau Pari 7±0,47 famili per karang mati, sedangkan di Pemuteran 11±1,37 famili per karang mati. Jumlah Genus di Pulau Pari 12±1,68 genus per karang mati, sedangkan di Pemuteran 14±1,60 genus per karang mati. Jumlah Spesies di Pulau Pari 14±2,39 spesies per karang mati, sedangkan di Pemuteran, 16±2,12 spesies per karang mati. Indeks komunitas pada kedua lokasi masuk kedalam kategori yang sama, yaitu keanekaragaman sedang, dominasi rendah dan keseragaman tertekan. Nilai individu, famili, genus dan spesies pada kedua lokasi berbeda, namun secara uji statistika nilai tersebut tidak berbeda.
ABSTRACT
NOVIANTO HARY ADIATMAJA. Biodiversity differences of cryptic fauna from dead coral head Pocillopora sp. at Thousand Islands, Jakarta and Pemuteran, Bali Supervised by HAWIS H. MADDUPPA and BEGINER SUBHAN.
Cryptic fauna is similiar fauna which usually have a close kinship and difficult to distinguish. Many cryptic fauna inhabit in dead coral ecosystems. This study aimed to determine differences in community and abundance of cryptic biodiversity of fauna found on dead coral Pocillopora sp. in the Pari Island, Thousand Islands and Pemuteran, Bali. The method used is taking dead coral Pocillopora sp. by 4 colonies at each sampling site. Cryptic fauna in the dead coral taxa were identified to the highest. Volume average of 8 dead colonies was 1.57 ± 0.23 Liter. Number of individuals found were 343 people, ie 145 ± 8.71 individuals in Pari Island, and 198 ± 15.09 individuals in Pemuteran. Abundance of individuals in Pari Island was 36 ± 8.71 individuals per liter, while in Pemuteran, 49 ± 15.09 individuals per liter. Number of families in Pari Island 7 ± 0.47 families per corals die, whereas in Pemuteran 11 ± 1.37 per coral dead relatives. Number of Genus in Pari Island 12 ± 1.68 per dead coral genus, whereas 14 ± 1.60 in Pemuteran coral genera per die. Number of species in Pari Island 14 ± 2.39 species per coral death, while in Pemuteran, 16 ± 2.12 species per coral death. Community indices at both locations into the same category, moderate diversity, low dominance and uniformity depressed. Value of individual, family, genus and species differ in both locations, but the statistically test obtain the different values.
Keywords: Pocillopora, Pari, Pemuteran, Cryptic Fauna
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
PERBEDAAN BIODIVERSITAS FAUNA KRIPTIK PADA
KARANG MATI
Pocillopora
sp. DI KEPULAUAN SERIBU,
JAKARTA DAN PEMUTERAN, BALI.
ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Perbedaan Biodiversitas Fauna Kriptik Pada Karang Mati Pocillopora sp. Pada Kepulauan Seribu, Jakarta dan Pemuteran, Bali
Nama : Novianto Hary Adiatmaja
NIM : C54080082
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui oleh
Dr. Hawis H. Madduppa, S.Pi, M.Si. Beginer Subhan, S.Pi, M.Si. Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Biodiversitas Cryptofauna Kriptik Dari Karang Mati “Pocillopora sp.” Di Kepulauan Seribu, Jakarta dan Pemuteran, Bali” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih dengan tulus dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1 Kedua orang tua saya, Bapak Maryanto dan Ibu Ida serta Adik saya, Arya, Koko dan Rangga yang selalu memberikan motivasi dan doanya;
2 Dr. Hawis H. Madduppa, S.Pi, M.Si dan Beginer Subhan, S.Pi, M.Si selaku pembimbing I dan II atas bimbingan, pengetahuan, dan nasehat yang telah diberikan;
3 Indonesian Biodiversity Research Center atas kerjasama dan bimbingannya; 4 Seluruh teman-teman ITK atas dukungan, kerjasama dan perjuangannya; 5 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam memberikan
sumbangan saran, bimbingan dalam penelitian, pengolahan data, dan penyusunan skripsi secara sukarela.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis sendiri sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapan. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
Indeks Keanekaragaman ... 5
DAFTAR TABEL
1. Data Sheet Hasil Perolehan Data di Lapangan ... 5
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi Penelitian ... 32. Diagram Alir Prosedur Penelitian ... 4
3. Ilustrasi Pengambilan Sampel ... 5
4. Kelimpahan rata-rata Individu per karang mati (rata-rata ± SE) ... 8
5. Kelimpahan rata-rata Famili per karang mati (rata-rata ± SE) ... 8
6. Kelimpahan rata-rata Genus per karang mati (rata-rata ± SE) ... 8
7. Kelimpahan rata-rata Spesies per karang mati (rata-rata ± sd) ... 9
8. Keanekaragaman (H’), Dominasi (C) dan Keseragaman (E) ... 10
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto-foto Fauna Kriptik ... 132. Foto Karang Mati ... 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia), sehingga membentuk habitat yang menguntungkan bagi banyak organisme laut (Tomascik et al. 1997). Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar (Tomascik et al. 1997) dan sebagai pusat keanekaragaman hayati laut (Myers et al. 2000, Roberts et al. 2000, Allen 2008, Allen dan Werner 2002). Berbagai penelitian telah mengisyaratkan bahwa Indonesia dan wilayah sekitarnya merupakan hotspot keanekaragaman hayati untuk terumbu karang (Hughes et al. 2002), dan ikan (Randall 1998). Jenis terumbu karang di Indonesia sekitar 590 jenis karang (Veron 2002) dan lebih dari 2000 spesies ikan karang (Allen dan Adrim 2003), menempatkan Indonesia di pusat keanekaragaman terumbu karang di dunia, yang sering disebut dengan Coral Triangle. Alasan untuk keragaman yang tinggi dari Coral Triangle tetap menjadi subyek perdebatan ilmiah (Hoeksema 2007).
Biodiversitas sering didefinisikan sebagai berbagai bentuk kehidupan, dari gen ke spesies dengan skala luas ekosistem (Gaston 1996). Keragaman spesies adalah ukuran dari jumlah spesies yang terjadi dalam tingkat taksonomi dalam suatu wilayah geografis. Keragaman spesies tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Biodiversitas terumbu karang masih perlu terus dikaji karena meskipun terumbu karang hanya mewakili kurang dari 0,2% dari luas wilayah laut, mereka adalah yang paling beragam dari semua ekosistem laut per basis area, dan mungkin benar jika laut dalam merupakan repositori utama dari keanekaragaman hayati laut (Sala and Knowlton 2006). Peningkatan kesadaran dari masalah ini dalam komunitas ilmiah telah menyebabkan beberapa inisiatif dalam skala besar untuk menginventarisasi keanekaragaman hayati terumbu karang. Ini termasuk penyelidikan moluska di Kaledonia Baru (Bouchet et al. 2002), survei kelautan keanekaragaman hayati Guam dan Mariana (Paulay 2003), Ekspedisi Santo di Vanuatu (http://www.santo2006.org).
2
cryptofauna merupakan sumber makanan penting untuk karnivora karang tertentu, termasuk ikan (Vivien dan Peyrot- Clausade 1974), gastropoda, moluska (Nybakken 1975) dan gurita (Ambrose 1986).
Terumbu karang di Indonesia mengalami tekanan baik dari alam maupun dari aktivitas manusia, tekanan tersebut akan berdampak terhadap kelangsungan ekosistem pesisir, salah satunya ekosistem terumbu karang yang termasuk ke dalam kategori baik di wilayah itu hanya tinggal 23% dan sisanya berada dalam kategori buruk (Burke et al. 2002). Tekanan dari alam seperti pemanasan global merupakan fenomena yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini merupakan salah satu faktor yang membuat banyak dari terumbu karang di dunia mengalami pemutihan, selain itu pencemaran dari daratan, penggunaan alat penangkapan ikan, serta eksploitasi pada terumbu karang juga akan memberikan efek kerusakan pada ekosistem terumbu karang. Ketika sebuah koloni karang yang telah mati, maka kerangka kapurnya penuh dengan retakan, gua-gua kecil dan terowongan, dan akan menjadi habitat sempurna untuk spesies invertebrata (banyaknya bagaikan serangga di permukaan), yang akan menjadi sebagian besar keanekaragaman hayati di lautan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komunitas dan kelimpahan biodiversitas fauna kriptik yang terdapat pada karang mati Pocillopora spp. di perairan Pulau Pari, Kep. Seribu dan Pemuteran, Bali.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 2 sampai 6 Oktober 2012 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu untuk pengambilan sampel dan di Pemuteran, Bali pada 2011. Pengambilan data 2012 di Pulau Pari dilakukan oleh Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) dan Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan IPB dalam kegiatan “Biodiversity and Molecular Ecology Course”, sedangkan data 2011 diambil oleh Indonesian Biodiversity Research Center. Peta lokasi Penelitian ditampilkan pada Gambar 1 dan 2.
3
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Karang Mati Di Pulau Pari, Kep. Seribu (A) dan Pemuteran, Bali (B)
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dasar selam, kamera dan mikroskop untuk dokumentasi, palu dan martil untuk mengambil sampel koloni karang mati Pocillopora Sp. di alam, minyak cengkeh untuk memingsankan biota yang kemudian akan di foto, Ethanol 96% berguna untuk proses pengawetan sampel.
Klasifikasi
4
Prosedur Penelitian
Tahapan kegiatan penelitian dapat dilihat pada skema yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir tahapan prosedur penelitian Pengambilan Sampel
Alat alat yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu sebelum turun lapang untuk melakukan pengambilan sampel. Penyusunan pos-pos dilakukan untuk mempermudah tahap demi tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Pengambilan sampel dilakukan di daerah terumbu karang dengan menggunakan peralatan selam, pahat, martil, plastik dan ember. Sampel karang mati Pocillopora spp. yang ditemukan di alam akan merekat kuat pada substrat sehingga akan dibutuhkan pahat dan martil untuk melepaskannya dari substrat. Sebelum di lepaskan, koloni karang mati dibungkus dengan plastik agar biota yang ada di dalamnya tidak hilang. Setelah itu tutup rapat plastik dan simpan dalam ember guna mempermudah pengangkatan sampel.
Persiapan Alat dan Bahan
Pengambilan Sampel (Karang Mati Pocillopora Spp.)
5
Gambar 3. Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel fauna kriptik
Koleksi Dan Sortir Biota
Sampel yang telah dibawa ke darat akan diairasi guna mencegah kematian biotanya. Pecahkan sampel secara perlahan agar biota yang bersembunyi pada celah-celah karang bisa diambil dan di sortir kedalam wadah plastik per individu. Kemudian setiap sampel diidentifikasi sampai taksa tertinggi berdasarkan panduan pada buku Crustacea Guide Of The World. Setelah itu akan dilakukan pencelupan pada minyak cengkeh supaya biota tersebut pingsan, dan sehingga dokumentasi bisa diproses dengan baik. Dokumentasi fauna kriptik menggunakan Kamera Nikon DSLR dengan Lensa Camera AF micro Nikkor 60mm 1:2.8D dan Mikroskop Motic, K-Series 700L Zoom Microscope serta didukung dengan Software Camera Control Pro. Biota yang sudah difoto kemudian disimpan kedalam botol koleksi yang berisi ethanol 96%.
Analisis Data
Data analisis yang akan dihitung berupa volume dari karang mati, keanekaragaman setiap taksa, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominasi dan kerapatan jenis.
Volume karang mati
6
Indeks Keanekaragaman
Perhitungan keanekaragaman jenis ini dilakukan dengan menggunakan indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener yang didasarkan pada logaritma basis dua (Wilhm dan Doris, 1986; Insafitri 2010) dengan formula:
H’
= -
��−1�
�log
�
�…………..(1)
Keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
�
� : �/N� : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu seluruh jenis S : Jumlah jenis
Dengan kriteria :
H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah
1 < H’ < 3 = Keanekaragaman jenis sedang
H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi
Indeks Keseragaman
Nilai indeks keseragaman digunakan untuk menggambarkan komposisi individu setiap spesies yang terdapat dalam satu komunitas, yang dihitung dengan menggunakan petunjuk Krebs (1989), sebagai berikut :
E=
H′� ��
………(
2)
Keterangan :
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
�
�� : log SNilai indeks dominasi digunakan untuk menggambarkan ada tidaknya dominansi suatu jenis dalam satu komunitas, yang dihitung dengan menggunakan Indeks dominansi Simpson (Magurran, 1988), sebagai berikut :
C =
��−1�
�2………..(3)
Keterangan :7
�
� : �/N� : Jumlah individu jenis ke-i
N : Jumlah total individu seluruh jenis S : Jumlah jenis
Xi : Kerapatan jenis ke-i ( ind/liter)
� : Jumlah total individu jenis ke-i (ind) V : Volume (liter)
Analisis Statistik
Perbedaan nilai jumlah individu, famili, genus dan spesies dianalisis menggunakan uji statistik mengunakan Anova (Analysis ovariance) dengan menggunakan software MS Excell dengan penambahan toolpack.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata volume karang mati yang didapat dari 8 karang mati adalah 1,57±0,23 Liter. Fauna kriptik yang ditemukan pada karang mati
Pocillopora sp. di Pulau Pari terdiri dari 145±8,71 individu, serta didapatkan kelimpahan sebesar 36±8,71 individu per Liter dari 4 karang mati dan terdiri dari 10 Famili, yaitu Alpheidae, Galathidae, Hippolytidae, Majoidae, Paguroidae, Palaemonidae, Pilumnidae, Porcellanidae, Trapezidae dan Xantidae. Di Pemuteran, Bali ditemukan 198±15,09 individu, serta kelimpahan 49±15,09 individu per Liter yang terdiri dari 17 Famili, yaitu Alpheidae, Bopyridae, Diogenidae, Epialtidae, Galathidae, Gonodactylidae, Inachidae, Majoidae, Ophiuroidae, Paguroidae, Palaemonidae, Pilumnidae, Porcellanidae, Portunidae, Sphaermonidae, Trapezidae dan Xantidae.
8
Gambar 4. Kelimpahan individu fauna kriptik per koloni karang mati (rata-rata ± SE)
Jumlah famili yang ditemukan di Pulau Pari 7±0,47 famili per karang mati. Di Pemuteran, Bali 11±1,37 famili per karang mati. Nilai rata-rata famili antara kedua lokasi tersebut berbeda nyata (df=7 ; F=7,52 ; P =0,03).
Gambar 5. Kekayaan famili per karang mati (rata-rata ± SE)
9
Gambar 6. Kekayaan genus per karang mati (rata-rata ± SE)
Jumlah Spesies yang ditemukan di Pulau Pari 14±2,39 spesies per karang mati. Di Pemuteran, Bali 16±12 spesies per karang mati. Nilai rata-rata jumlah spesies antara kedua lokasi tersebut tidak berbeda nyata berbeda nyata (df=7 ; F=0,49 ; P =0,50).
Gambar 7. Kekayaan spesies per karang mati (rata-rata ± SE)
Indeks Komunitas
10
Gambar 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Dominasi (C) dan Keseragaman (E)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Biodiversitas fauna kriptik yang ditemukan pada kedua lokasi hanya memiliki perbedaan pada tingkat famili. Kelimpahan individu fauna kriptik yang ditemukan pada Pulau Pari 42,35%, sedangkan di Pemuteran, sebanyak 57,65%. Jumlah famili yang ditemukan di Pulau Pari 38,89%, sedangkan di Pemuteran, Bali 61,11%. Jumlah Genus yang ditemukan pada Pulau 46,15%, sedangkan di Pemuteran, Bali 53,85%. Jumlah Spesies yang ditemukan di Pulau Pari 46,67%, sedangkan di Pemuteran, Bali 53,33%. Indeks komunitas pada kedua lokasi masuk kedalam kategori yang sama, yaitu keanekaragaman sedang, dominasi rendah dan keseragaman tertekan, sehingga bisa disimpulkan bahwa indeks komunitas pada kedua lokasi tidak berbeda. Jumlah individu, famili, genus dan spesies pada kedua lokasi berbeda, yaitu jumlah yang didapatkan pada Pemuteran, Bali lebih besar , namun secara uji statistika nilai tersebut tidak berbeda.
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Allen GR. 2008. Conservation Hotspots of Biodiversity and Endemism For Indo-Pasific Coral Reef Fishes. Aquatic Conservation : Marine and Freshwater Ecosystems. 18: 541-556.
Allen GR, Adrim M. 2003. Coral Reef Fishes of Indonesia. Zoological Studies 42 : 1-72.
Allen GR, Wener TB. 2002. Coral Reef Fish Assessment in the ‘Coral Triangle’ of Southeastern Asia. Environmental Biology of Fishes 65: 209-214.
Ambrose RF. 1986. Octopus Predation and Community Structure of Subtidal Rocky Reefs at Santa Catalina Island, California. Ph.D. Thesis, University of California, Los Angeles, CA, USA.
Bouchet P, Lozouet P, Maestrati P, Heros V. 2002. Assessing the magnitude of species richness in tropical marine environments: exceptionally high numbers of molluscs at a New Caledonia site. Biol J Linn Soc 75:421–436. Burke, L., Selig, E. and Spalding, M. 2002. Reefs at risk in Southeast Asia. World
Resources Institute, www.wri.org, Washington D.C.72 p.
Dahuri, Rokhim. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia, Jakarta. Gaston, K. J. (ed). 1996. Biodiversity: a biology of numbers and difference,
Oxford: Blackwell.
Hoeksema, B.W. 2007. Delineation of the Indo-Malayan Centre of Maximum Marine Biodiversity: the Coral Triangle. Chapter 5 In: Renema, W. (ed). Biogeography, Time and Place: Distributions, Barriers and Islands., 117-178. Springer Publishing.
Hughes T, Bellwood D, Connolly S. 2002. Biodiversity Hotspots, Center of Endemecity, and the Conservation of Coral Reefs. Ecological Letters 5: 775-784.
Hutchings, P. 1983. Cryptofaunal communities of coral reefs. In ‘Perspectives on Coral Reefs’. (Ed. D. J. Barnes.) pp. 200–208. (Australian Institute of Marine Science: Townsville.)
Knowlton N, Brainard RE, Fisher R, Moews M, Plaisance L, Caley MJ. 2010. Coral reef biodiversity. In: McIntyre AD (ed) Life in the world's oceans. Diversity, distribution and abundance. Blackwell Publishing Ltd., pp 65-77.
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher. New York: 654 h.
Magurran, A.E. 1988. Ecological diversity and Its Measurement. Pricetown Press. New Jersey: 185 h.
Myers N, Mittermeier RA, Mittermeier CG, da Fonseca GAB, Kent J. 2000. Biodiversity Hotspots For Conservation Priorities. Nature 403: 853-858. Nontji A. 1993.Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Norse, Elliot A. 1993. Global Marine Biological Diversity: A Strategy for Building Conservation Into Decision Making. Island Press, Washington, D.C. 384 pp.
12
Plaisance L., Knowlton N, Pauley G, et al. 2009. Reef - associated crustacean fauna: biodiversity estimates using semi - quantitative sampling and DNA barcoding . Coral Reefs 28, 977 – 986 .
Randall JE. 1998. Zoogeography of Shore Fishes of the Indo Pasific Region. Zoological Studies 37: 227-268.
Roberts CM, McClean CJ, Veron JEN, Hawkins JP, Allen GR, McAllister DE, Mittermeier CG, Schueler FW, Spalding M, Wells F, Vynee C, Werner TB. 2002. Marine Biodiversity Hotspots and Conservation Priorities Fot Tropical Reefs. Science 295: 1280-1284.
Sala E, Knowlton N. 2006. Global marine biodiversity trends. Annu Rev Environ Resour 31:93–122.
Sorokin Y. 1993. Plankton in coral reef waters. In: Coral Reef Ecology: Ecological Studies Vol. 102 (eds Lange OL, MooneyHA, Remmert H). Springer-Verlag, New York, pp. 73–155.
Thorne-Miller, Boyce, and J. Catena. 1991. The Living Ocean: Understanding and Protecting Marine Biodiversity. Island press, Washington D.C.180 pp. Tomascik T, Mah A, Nontji A, Moosa M. 1997. The Ecology of Indonesian Seas.
Part II. Periplus Edition Ltd.
Vivien, M. L., and Peyrot-Clausade, M. 1974. A comparative study of the feeding behaviour of three coral reef fishes (Holocentridae), with special reference to the polychaetes of the reef cryptofauna as prey. In ‘Proceedings of the 2nd International Coral Reef Symposium Brisbane, Vol. 1’. Great Barrier Reef Committee. (Eds A. M. Cameron, B. M. Cambell, A. B. Cribb, R. Endean, J. S. Jell, O. A. Jones, P. Mather and F. H.Talbot.) pp. 179–192. Wilhm, J. L, and T.C. Doris. 1986. Biological Parameter for Water Quality
Criteria. BioScience 18(6): 477-481.
13
14
20
Lampiran 3 Tabel Pengolahan
Keterangan P.Pari Bali
21
40 Pilumnidae Chlorodiella xishaensis 1 1
41 Pilumnidae Viaderiana 1
42 Pilumnidae sp 1 4 6 7 3 7 12 9
43 porcellaneidae sp 1 1 4 15 9 1 3
44 porcellaneidae A sp 2 3
45 porcellaneidae B sp 3 2
46 porcellaneidae C sp 4 1 3
47 Portunidae Thalamitoides 1 1
48 Sphaeromidae sp 1 1
49 Trapezidae Trapezia 1 4
50 Trapezidae Trapezia cymodoce 1 1 1
51 Trapezidae Trapezia speciosa 1
52 Xanthidae Liomera 1
53 Xanthidae Lybia 1
54 Xanthidae Pilodius 3 2 1
55 Xanthidae Tetralia 1
56 Xanthidae sp 1 1 1 5 2 7
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri, 10 November 1989 dari Bapak Maryanto dan Ibu Ida Hari Wastiningsih. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2005 – 2008 Penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 2 Cibinong. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan kesempatan sebagai asisten mata kuliah Metode Observasi Bawah Air (2012). Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi, seperti anggota Marine Biology Club dan Naarboven Diving Club.
Penulis aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di dalam kampus, salah satunya adalah Pelatihan Biodiversity and Molecular Ecology, pada 2012 yang diselenggarakan oleh Indonesian Biodiversity Research Center.