ANDINI NOVRIANTI. Analysis of The Relation of Foreign Debt and Fiscal Policy in Indonesia (guided by DEDI BUDIMAN HAKIM).
Indonesia is one of many developing countries that use foreign debt in its development. Foreign debt is one of aspects in fiscal policy. Accumulation of foreign debt every year has a relation with fiscal policy instruments such as government expenditure and tax revenue. Foreign debt also affected by economic growth and international interest rate. This research will discuss the analysis of the relation of foreign debt and fiscal policy in Indonesia.
RINGKASAN
ANDINI NOVRIANTI. Analisis Hubungan Pinjaman Luar Negeri dan Kebijakan Fiskal di Indonesia (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).
Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara berkembang yang telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar negeri merupakan salah satu aspek dari kebijakan fiskal. Akumulasi pinjaman luar negeri yang semakin meningkat setiap tahunnya memiliki hubungan dengan instrumen kebijakan fiskal seperti pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak. Pinjaman luar negeri juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga internasional. Penelitian ini akan membahas analisis mengenai hubungan pinjaman luar negeri dan kebijakan fiskal di Indonesia.
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara berkembang yang telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar negeri baik dalam bentuk pinjaman bank maupun pinjaman resmi adalah bentuk instrumen utang negara peminjam, dan harus dibayar kembali jumlah pokok pinjaman ditambah bunga apapun ekonominya (Parasmala, 2005). Pinjaman luar negeri merupakan salah satu aspek kebijakan fiskal yang dimanfaatkan pemerintah untuk menutupi keterbatasan penerimaan pemerintah. Dalam kebijakan fiskal, terkandung anggapan bahwa rumah tangga negara atau pemerintah tidak dapat disamakan dengan rumah tangga individu (Rahayu, 2010). Pada rumah tangga individu, apabila penerimaan individu menurun, maka individu tersebut akan mengurangi pengeluarannya. Sedangkan pada pemerintah, apabila penerimaan pemerintah menurun, maka pemerintah tidak harus mengurangi pengeluarannya, karena tindakan mengurangi pengeluaran akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan masyarakat. Untuk menghindari berkurangnya pendapatan masyarakat, maka diperlukan pemanfaatan pinjaman luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, dan juga menjadi pilihan untuk menghindari pembebanan bagi warga negara apabila kekurangan dana tersebut ditutupi melalui penarikan pajak.
2
pembangunan tahun 1969, pendapatan perkapita Indonesia masih rendah, hanya sekitar 50 dolar Amerika, dan tingkat kemiskinan yang tinggi sekitar 65 persen dari jumlah populasi, serta sektor-sektor ekonomi dalam keadaan stagnansi dan tabungan domestik dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek-proyek yang bertujuan untuk kelangsungan pembangunan ekonomi dan sosial di dalam negeri. Proyek-proyek yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri pada era Orde Lama seperti bendungan, irigasi, tenaga pembangkit listrik, fasilitas telekomunikasi, jembatan, jalan raya, sarana transportasi, fasilitas pendidikan, serta berbagai program pengentasan kemiskinan (Harinowo, 2002).
Pemanfaatan pinjaman luar negeri memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan perkapita Indonesia yang terus meningkat hingga mencapai 3.005 dolar Amerika pada tahun 2010. Hingga sekarang ini, pinjaman luar negeri masih digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi tiga defisit, yaitu defisit anggaran pemerintah, defisit tabungan investasi, dan defisit transaksi berjalan.
miliyar dolar Amerika, dan meningkat 9,8 persen pada tahun berikutnya sehingga pinjaman luar negeri pada tahun 2008 mencapai 155,08 miliyar dolar Amerika. Pada tahun 2009, pinjaman luar negeri meningkat 17,791 miliyar dolar Amerika dari tahun sebelumnya, hingga tahun 2010 pinjaman luar negeri mencapai 202,413 miliyar dolar Amerika. Pergerakan perkembangan pinjaman luar negeri tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1 yang menunjukkan grafik perkembangan pinjaman luar negeri dari tahun 2001 hingga tahun 2010.
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 2011 (diolah)
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Pinjaman Luar Negeri Tahun 2001 – 2010 Berdasarkan kelompok peminjamnya, pinjaman luar negeri dilakukan oleh pemerintah pusat, bank sentral dan kelompok swasta, seperti bank swasta, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan-perusahaan lainnya. Dalam Gambar 1.2 ditunjukkan persentase pinjaman luar negeri pada tahun 2010 menurut kelompok peminjamnya, dari total pinjaman luar negeri pada tahun 2010 sebesar 202,413 miliyar dolar Amerika. Pinjaman luar negeri pemerintah pusat sebesar 53 persen dari total pinjaman luar negeri pada tahun 2010, atau mencapai 106,860 miliyar dolar Amerika. Pinjaman tersebut
0 50 100 150 200 250
2001 2002 2003 2004 2005 2005 2007 2008 2009 2010
Miliyar Dolar
Am
erika
digunakan dibiayai mencukup pembiayaa yang digu pada tahun negeri yan pada tahun 2010. Sumber: K Gamba 1.2. Pe Pin Indonesia penerimaa maupun ja n pemerinta oleh pener pi besarnya
an lain sep unakan oleh n 2010, yai ng digunak n 2010 atau
Kementerian K
ar 1.2 Persen
erumusan M njaman lua . Melalui in an pajak, pi angka panja 41%
h untuk me rimaan paj a pengelua perti pinjam h bank sentr itu sebesar kan kelompo
u sebesar 41
Koordinator
ntase Pinjam
Masalah ar negeri m nstrumen ke injaman lua ang terhadap 6% Pinjama embiayai pe jak, namun aran pemer man luar ne
ral hanya 6 11,764 mili ok swasta s 1 persen dar
Bidang Pere
man Luar N
memiliki hu ebijakan fisk ar negeri da
p instrumen 5 an Luar Neg
ngeluaran p n besarnya rintah, seh geri. Sedan persen dar iyar dolar A sebesar 83, ri total pinja
ekonomian, 2
Negeri menu
ubungan d kal seperti p apat berpeng n fiskal terse 53% geri Tahun pemerintah a penerima hingga dip ngkan pinja ri total pinja Amerika, da 789 miliya aman luar n
2010 (diolah) urut Kelomp dengan keb pengeluaran garuh dalam ebut. Dalam n 2010 yang seharu aan pajak erlukan su aman luar n aman luar n an pinjaman ar dolar Am negeri pada
)
pok Peminja
ijakan fisk n pemerinta m jangka pe m jangka pe
pinjaman luar negeri dapat digunakan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, dimana besarnya penerimaan pemerintah yang berasal dari penerimaan pajak tidak mampu membiayai besarnya pengeluaran pemerintah, sehingga pemanfaatan pinjaman luar negeri digunakan lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dengan tertutupnya defisit anggaran pemerintah, maka pinjaman luar negeri dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, dalam jangka panjang pinjaman luar negeri justru dapat meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk pengeluaran yang kurang produktif karena adanya tambahan pengeluaran pemerintah untuk membiayai cicilan pokok pinjaman beserta bunganya. Keterkaitan antara pinjaman luar negeri dan pengeluaran pemerintah dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Sumber: World Development Indicator, 2011 (diolah)
Gambar 1.3 Grafik Perkembangan Pengeluaran Pemerintah, Pajak dan Pinjaman Luar Negeri Tahun 1991 – 2010 (2000=100)
Gambar 1.3 menunjukkan indeks perkembangan pengeluaran pemerintah yang cenderung searah dengan pertumbuhan pinjaman luar negeri. Peningkatan
0 100 200 300 400 500 600 700
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Persen
Tahun
Pengeluaran Pemerintah, Pajak dan Pinjaman Luar Negeri
6
pengeluaran pemerintah ini dapat disebabkan karena pemerintah harus mengeluarkan biaya untuk pembangunan, maupun tambahan pengeluaran untuk membiayai cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri.
Selain berhubungan terhadap pengeluaran pemerintah, pinjaman luar negeri juga berhubungan dengan penerimaan pajak. Dalam Gambar 1.3 juga ditunjukkan perkembangan penerimaan pajak dengan pinjaman luar negeri, dimana penerimaan pajak meningkat karena penetapan pajak yang terus meningkat seiring dengan peningkatan pengeluaran pemerintah. Pinjaman luar negeri menyebabkan penetapan pajak yang lebih besar pada masa akan datang. Hal ini karena pinjaman luar negeri yang digunakan untuk menghindari pembebanan kepada masyarakat melalui penetapan pajak yang lebih tinggi untuk membiayai pembangunan saat ini, namun akan menimbulkan masalah pada penetapan pajak yang lebih besar di masa akan datang. Penetapan pajak yang lebih besar di masa akan datang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik untuk pembangunan maupun pengeluaran yang kurang produktif seperti cicilan pokok dan bunga dari pinjaman luar negeri.
Sumber: World Development Indicator, 2011 (diolah)
Gambar 1.4 Grafik Perkembangan Produk Domestik Bruto dan Pinjaman Luar Negeri Tahun 1991 – 2010 (2000=100)
Gambar 1.4 menunjukkan indeks perkembangan PDB yang cenderung searah dengan perkembangan pinjaman luar negeri. Dari tahun 1991 ke 1997 perkembangan PDB searah dengan perkembangan pinjaman luar negeri, namun pada tahun 1998 ke 2000 perkembangan PDB tidak searah dengan perkembangan pinjaman luar negeri dimana pinjaman luar negeri meningkat dan perkembangan PDB menurun. Penurunan tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun berikutnya yaitu tahun 2001 hingga tahun 2010 perkembangan PDB Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya akumulasi pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai pembangunan-pembangunan yang telah direncanakan.
Akumulasi pinjaman luar negeri harus digunakan untuk investasi-investasi yang produktif yang dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang positif atau menguntungkan. Tingkat pengembalian yang positif diharapkan untuk dapat
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Persen
Tahun
Produk Domestik Bruto dan Pinjaman Luar Negeri
8
membayar kembali pinjaman tersebut, karena apabila investasi tidak dapat menghasilkan nilai positif yang lebih besar dari nilai pinjaman itu sendiri, maka hal ini dapat membuat pemerintah tidak mampu membayar cicilan pinjaman beserta bunganya.
Salah satu faktor yang memengaruhi pinjaman luar negeri adalah suku bunga internasional. Suku bunga internasional atau London Inter Bank Offer Rate (LIBOR) adalah suku bunga pada pinjaman luar negeri. Pergerakan suku bunga internasional cenderung fluktuatif setiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh kondisi pasar keuangan dunia. Dengan rendahnya tingkat suku bunga internasional, maka pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri lebih banyak, karena tingkat pengembalian pinjaman akan lebih kecil dibanding saat tingkat suku bunga internasional tinggi. Gambar 1.5 menunjukkan indeks hubungan pergerakan suku bunga internasional yang negatif dengan pergerakan pinjaman luar negeri.
Sumber: Econstats dan World Development Indicators, 2011(diolah)
Gambar 1.5 Grafik Perkembangan Suku Bunga Internasional dan Pinjaman Luar Negeri Tahun 1991 – 2010 (2000=100)
-100 -50 0 50 100 150
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Persen
Tahun
Pinjaman Luar Negeri dan Suku Bunga Internasional
Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor yang memengaruhi pinjaman luar negeri di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh guncangan yang berasal dari instrumen kebijakan fiskal terhadap pinjaman luar negeri di Indonesia?
3. Bagaimana respon dari pinjaman luar negeri akibat adanya guncangan dari Produk Domestik Bruto dan suku bunga internasional di Indonesia?
4. Bagaimana kontribusi dari variabel kebijakan fiskal, Produk Domestik Bruto, dan suku bunga internasional terhadap pinjaman luar negeri?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pinjaman luar negeri di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh guncangan yang berasal dari instrumen kebijakan fiskal terhadap pinjaman luar negeri di Indonesia.
3. Menganalisis respon dari pinjaman luar negeri akibat adanya guncangan dari Produk Domestik Bruto dan suku bunga internasional di Indonesia.
10
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran yang terkait dengan hubungan antara pinjaman luar negeri dan kebijakan fiskal di Indonesia, serta faktor-faktor lain yang memengaruhi pinjaman luar negeri. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi serta rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
2.1. Pinjaman Luar Negeri
2.1.1. Pengertian Pinjaman Luar Negeri
Menurut Tribroto (2001), pinjaman luar negeri dapat diartikan dari aspek yang berbeda-beda. Berdasarkan aspek materiil, pinjaman luar negeri merupakan arus modal dari luar negeri ke dalam negeri yang dapat digunakan sebagai penambahan modal di dalam negeri. Berdasarkan aspek formal, pinjaman luar negeri merupakan penerimaan atau pemberian yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi yang berguna untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan aspek fungsinya, pinjaman luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunan.
Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Menteri Negara/Ketua Bappenas No. 185/KMI.03/1995 dan No. Kep-031/KET/5/1995 tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan atau Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman atau Hibah Luar Negeri dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
12
2.1.2. Jenis - Jenis Pinjaman Luar Negeri
Jenis pinjaman luar negeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, yaitu berdasarkan bentuk pinjaman yang diterima, sumber dana pinjaman, jangka waktu pinjaman, status penerimaan pinjaman, dan persyaratan pinjaman (Triboto, 2001).
Berdasarkan bentuk pinjaman yang diterima, pinjaman luar negeri dibagi atas tiga jenis pinjaman, antara lain:
1. Bantuan proyek, yaitu bantuan luar negeri dengan cara memasukkan barang modal, barang dan jasa, yang digunakan untuk keperluan proyek pembangunan.
2. Bantuan teknik, yaitu pemberian bantuan melalui tenaga-tenaga terampil atau ahli.
3. Bantuan program, yaitu bantuan yang dimaksudkan untuk pembiayaan bagi tujuan yang bersifat umum sehingga penerimanya bebas dalam menentukan penggunaannya.
Berdasarkan sumber dana pinjaman, pinjaman luar negeri dibagi atas dua jenis pinjaman, antara lain:
1. Pinjaman dari lembaga internasional, yaitu pinjaman berbunga ringan yang berasal dari lembaga-lembaga internasional seperti World Bank dan Asia Development Bank.
2. Pinjaman dari negara-negara anggota IGGI/IGI, yaitu pinjaman yang berasal dari lembaga internasional dari negara-negara bilateral anggota IGGI/IG.
1. Pinjaman jangka pendek, yaitu pinjaman dengan jangka waktu sampai dengan 5 tahun.
2. Pinjaman jangka menengah, yaitu pinjaman dengan jangka waktu 5 sampai 15 tahun.
3. Pinjaman jangka panjang, yaitu pinjaman dengan jangka waktu di atas 15 tahun.
Berdasarkan status penerimaan pinjaman, pinjaman luar negeri dibagi atas dua jenis pinjaman, antara lain:
1. Pinjaman pemerintah, yaitu pinjaman yang dilakukan oleh pihak pemerintah, dengan persyaratan yang berlaku di pasar dan tanpa ada penjaminan dari lembaga penjamin kredit ekspor.
2. Pinjaman swasta, yaitu pinjaman yang dilakukan oleh pihak swasta, maupun yang dimiliki oleh penduduk berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian lainnya, termasuk kas dan simpanan dan kewajiban lainnya terhadap bukan penduduk.
Berdasarkan persyaratan pinjaman, pinjaman luar negeri dibagi atas tiga jenis pinjaman, antara lain:
14
2. Pinjaman komersial, yaitu pinjaman yang bersumber dari bank atau lembaga keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional. Tingkat bunga yang berlaku di pasar internasional yaitu suku bunga internasional (LIBOR) ditambah margin sekitar 0,5 sampai 1,5 persen.
3. Pinjaman setengah lunak, yaitu pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman yang sebagian lunak dan sebagian komersial.
2.2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal memiliki peranan penting, karena melalui kebijakan fiskal pemerintah menetapkan pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat sebagai wajib pajak. Penetapan pajak dalam jumlah tertentu akan meningkatkan penerimaan pemerintah sehingga pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan (Sudirman, 2011).
Kebijakan fiskal dapat bersifat ekspansif dan juga bersifat kontraktif (Hady, 2004). Kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif dilakukan dengan cara pemerintah menaikkan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak, dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri, menaikkan pendapatan masyarakat dan mendorong peningkatan impor. Kebijakan fiskal yang bersifat kontraktir dilakukan dengan cara pemerintah menurunkan pengeluaran pemerintah atau menaikkan pajak, dengan tujuan untuk mengurangi produksi dalam negeri, menurunkan pendapatan masyarakat dan menurunkan impor.
2.2.1. Pengeluaran Pemerintah
16
negara pada tahap awal perkembangan, tahap menengah pembangunan, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, diperlukan pengeluaran pemerintah yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, dan pendidikan. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Kemudian pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.
yang semakin meningkat karena adanya tambahan pengeluaran untuk membayar kembali pinjaman luar negeri.
2.2.2. Pajak
Pajak merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal sebagai alternatif pembiayaan yang digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah untuk memenuhi kebutuhan produksi barang-barang publik. Menurut Andriani (2005), pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.
Pajak mempunyai kelebihan dibandingkan dengan alternatif pembiayaan pengeluaran pemerintah lainnya, seperti pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri merupakan tindakan memindahkan pajak yang seharusnya terhitung saat ini menjadi pajak di masa akan datang, karena di masa datang akan ada penarikan pajak yang digunakan untuk membayar cicilan bunga pinjaman (Wagner dalam Rosdiana, 2005).
2.3. Pertumbuhan Ekonomi
18
Pertumbuhan ekonomi tidak dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat secara langsung, namun dapat memperlancar proses pembangunan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan kondisi perekonomian suatu negara yang terdapat lebih banyak output tanpa melihat ada atau tidaknnya perubahan-perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan output yang lebih banyak (Irawan dan Suparmoko, 1999). Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya dalam jangka panjang.
Menurut Boediono (1989), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Perekonomian dapat dikatakan tumbuh apabila kenaikan output per kapita terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, walaupun pada suatu saat bisa juga terjadi penurunan, maka dapat dikatakan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi.
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah penjumlahan dari seluruh pembelanjaan barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara dalam satu tahun (Gorman, 2009). Rumus untuk PDB adalah:
PDB = C + I + G + (X - M) dimana:
C = total konsumsi I = total investasi
G = total pengeluaran pemerintah X – M = ekspor neto (ekspor – impor)
Konsumsi merupakan pengeluaran untuk barang atau jasa yang berasal dari pendapatan rumah tangga, karena masyarakat akan membelanjakan pendapatannya. Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk investasi dalam peralatan produksi yang bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk pembelanjaan barang dan jasa, serta pembayaran transfer yang mencakup jaminan sosial, perawatan kesehatan, asuransi pengangguran, program kesejahteraan dan subsidi. Ekspor neto merupakan nilai dari perdagangan internasional dimana total ekspor dikurangi total impor.
20
• Jika konsumsi meningkat, dimana masyarakat atau rumah tangga membeli lebih banyak barang atau jasa, maka PDB akan meningkat, sehingga perekonomian tumbuh.
• Jika investasi meningkat, dimana perusahaan atau swasta berinvestasi untuk membeli peralatan baru dan bahan baku yang lebih banyak, maka PDB akan meningkat, sehingga perekonomian tumbuh.
• Jika pengeluaran pemerintah meningkat, dimana lebih banyak pengeluaran yang ditujukan untuk proyek-proyek pembangunan dan penyediaan barang publik, maka PDB akan meningkat, sehingga perekonomian tumbuh.
2.4. Tinjauan Teoritis 2.4.1. Teori Three Gap Model
Pinjaman sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, dibutuhkan untuk menutupi tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi, defisit anggaran pemerintah, dan defisit transaksi berjalan. Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori three gap model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional (Basri, 1997), yaitu: Sisi Pengeluaran
Y = C + I + G + (X – M) ………. (1.1) Sisi Pendapatan
Y = C + S + T ……….. (1.2) dimana:
X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa C = konsumsi masyarakat I = investasi swasta S = tabungan domestik
T = penerimaan pajak pemerintah
Sisi pengeluaran dan sisi pendapatan merupakan identitas pendapatan nasional. Jika kedua identitas pendapatan nasional tersebut digabung, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
(M – X) = (I – S) + (G – T) ………. (1.3) dimana:
M – X = defisit transaksi berjalan G – T = defisit anggaran pemerintah I – S = defisit tabungan investasi
Dari persamaan (1.3) dapat diasumsikan bahwa defisit transaksi berjalan sama dengan penjumlahan dari defisit tabungan investasi dan defisit anggaran pemerintah. Ketiga defisit tersebut memiliki hubungan dengan pinjaman luar negeri, dimana peningkatan atau penurunan dari pinjaman luar negeri dapat dipengaruhi oleh ketiga defisit tersebut. Hubungan antara pinjaman luar negeri dan ketiga defisit tersebut dapat dilihat dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran, yaitu:
Dt = (M –X)t + Dst – NFLt + Rt + NOLT ……… (1.4) dimana:
22
(M –X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t
Dst = pembayaran beban pinjaman
NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t Rt = cadangan otoritas moneter tahun t
NOLT = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain pada tahun t
Persamaan identitas neraca pembayaran menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran pinjaman, cadangan otoritas moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal keluar jangka pendek seperti capital flight. Saat persamaan (1.3) disubstitusikan ke persamaan (1.4), maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut:
Dt = (I – S)t + (G – T)t + Dst – NFLt + Rt + NOLT ………. (1.5) Persamaan (1.5) menunjukan bahwa pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit tabungan investasi dan defisit anggaran pemerintah. Sehingga dari persamaan (1.4) dan persamaan (1.5) menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, defisit anggaran pemerintah, dan defisit tabungan investasi.
pemerintah, sehingga diperlukan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit tersebut. Begitu pula dengan penurunan pajak, maka akan meningkatkan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit anggaran karena kurangnya sumber penerimaan pemerintah.
2.4.2. Teori Kurva Laffer Utang
Teori Kurva Laffer Utang atau Debt Laffer Curve menggambarkan efek akumulasi pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Menurut teori ini, pinjaman luar negeri diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan pinjaman luar negeri akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut, pinjaman luar negeri merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun pada saat stok pinjaman luar negeri telah melebihi batas tersebut maka penambahan pinjaman mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan akumulasi pinjaman yang tinggi dapat berakibat buruk terhadap perekonomian melalui tereduksinya kemampuan membayar pinjaman luar negeri (Batiz dan Batiz, 1994).
Expected Debt Overhang Debt C
Repayment B D
A Debt Stock Sumber: Pattillo, 2002
24
Kurva Laffer menunjukkan dua bagian dari kurva, yaitu “good side” pada bagian kiri dari kurva dan “wrong side” pada bagian kanan dari kurva. Pada bagian “good side” menunjukkan kondisi peningkatan nilai pembayaran pinjaman luar negeri, sedangkan bagian “wrong side” menunjukkan kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar pinjaman secara penuh dan pembayaran aktual tergantung pada pelaksanaan kebijakan ekonomi.
2.4.3. Ricardian Equivalence
Menurut pandangan Ricardian yang disebut ekuivalensi Ricardian (Ricardian equivalence), pemotongan pajak yang didanai oleh pinjaman luar negeri tidak mendorong pengeluaran konsumen karena sumber daya konsumen tidak meningkat secara keseluruhan. Pemotongan pajak tersebut hanya akan menunda penarikan pajak yang seharusnya dilakukan saat ini menjadi penarikan pajak pada masa akan datang.
26
2.4.4. Konsep Suku Bunga Internasional
Suku bunga internasional atau London Inter Bank Offer Rate (LIBOR), yaitu rate atau tingkat bunga pinjaman yang berlaku antarbank di London yang menjadi patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional. Suku bunga internasional memiliki jangka waktu antara lain satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dan satu tahun. Bank-bank di dunia jika jenis surat atau jenis tabungan itu didominasi oleh mata uang asing atau dalam bentuk dolar Amerika. Suku bunga yang diberikan atas jenis tabungan atau surat berharga ini juga akan diukur sesuai denga pergerakan nilai dolar Amerika.
Suku bunga internasional memiliki hubungan yang negatif terhadap pinjaman luar negeri. Hal ini dijelaskan dalam Gambar 2.2 yang menunjukkan tingkat suku bunga internasional dalam perekonomian terbuka kecil.
Tingkat S Bunga Riil
Surplus NX
r*2
r*1 I(r)
Defisit NX
Investasi, Tabungan Sumber: Mankiw, 2006
Gambar 2.2 Kurva Suku Bunga Internasional
perdagangan (Defisit NX) dimana investasi (I) melebihi tabungan (S), maka untuk menutupi defisit neraca perdagangan, pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri lebih besar. Saat tingkat suku bunga internasional tinggi atau berada pada titik r*2, akan terjadi surplus neraca perdagangan (Surplus NX) dimana
tabungan (S) melebihi investasi (I), sehingga pemerintah akan mengurangi pinjaman luar negeri. Saat tingkat suku bunga rendah pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri lebih besar dibanding saat suku bunga internasional tinggi, karena tingkat pengembalian pinjaman akan lebih kecil.
2.5. Teori VAR - VECM
Model Vector Auto Regression (VAR) merupakan rangkaian time series multivariat yang dikembangkan sebagai generalisasi model autoregrasi univariat (AR). Sims (1980) mengusulkan model VAR untuk menghindari pembatasan identifikasi dari model ekonometrika struktural. Model VAR menjadi alat analisis yang penting dalam makroekonomi empiris. Johansen (1990) dan Juselius (1992) memperluas model VAR pada data variabel ekonometrika time series yang tidak stasioner dengan menerapkan konsep kointegrasi dan koreksi kesalahan untuk menganalisis hubungan antara variabel yang tidak stasioner dalam jangka panjang. Metodologi ini dikenal sebagai model Vector Error Correction Model (VECM).
28
1. Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja berdasarkan data, dimana tidak perlu melihat variabel yang bersifat endogen dan variabel yang bersifat eksogen.
2. Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam sebuah persamaan.
3. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat variabel yang relevan tidak dimasukkan.
4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang bersifat endogen.
5. Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model persamaan simultan yang lebih kompleks.
6. Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur.
Namun, metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Ascarya (2009), beberapa kekurangan dari metode VAR adalah:
1. Model VAR sering disebut model yang tidak struktural, karena dianggap a-teoritis dengan menggunakan lebih sedikit informasi dari teori-teori terdahulu. 2. Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih
3. Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan mengurangi degree of freedom.
4. Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam transformasi.
5. Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock pada error term.
Vector Error Correction Model (VECM) adalah bentuk VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang tidak stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). VECM digunakan untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang apabila data yang diperoleh memiliki derajat stasioneritas.
2.6. Studi Penelitian Terdahulu
30
dan defisit anggaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap utang luar negeri.
Penelitian Atmadja (2000) mengenai perkembangan dan dampak dari pinjaman luar negeri pemerintah Indonesia menunjukkan dalam jangka pendek pinjaman luar negeri sangat membantu pemerintah untuk menutupi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, sehingga laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai target yang telah ditetapkan. Tetapi dalam jangka panjang, pinjaman luar negeri menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia, seperti pada masa krisi ekonomi, pemerintah Indonesia harus menambah pinjaman luar negeri untuk membayar pinjaman luar negeri yang telah jatuh tempo.
Penelitian Sihombing (2010) menujukkan pengaruh pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah krisis dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel pinjaman luar negeri dan variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pinjaman luar negeri dan krisis ekonomi (dummy) memilki pengaruh nyata dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitan Hernatasa (2004) menunjukkan pinjaman luar negeri berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk periode 1970 - 2003. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan investasi dan lag pendapatan per kapita berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi dan keterbukaan ekonomi merupakan faktor yang signifikan memacu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan lag pendapatan per kapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terms of trade berpengaruh positif meskipun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pinjaman luar negeri memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai titik batas akumulasi pinjaman.
Penelitian Adi (2003) menunjukkan pengaruh pertumbuhan pinjaman luar negeri pemerintah dan pinjaman luar negeri swasta terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 1975 - 1998. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek pinjaman luar negeri swasta yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan pada jangka panjang, pinjaman luar negeri pemerintah dan pinjaman luar negeri swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
32
suatu pengelolaan dana pinjaman yang ada sehingga dapat digunakan dengan baik dan dapat dirasakan manfaat oleh masyarakat Indonesia secara langsung.
Penelitian Arfina (2007) menganalisis pengaruh pinjaman luat negeri dan variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1993 - 2006. Dari hasil estimasi persamaan jangka panjang diketahui bahwa variabel investasi dan tabungan masyarakat memiliki pengaruh positif dan signifikan, pinjaman luar negeri memiliki pengaruh negatif dan signifikan, dan variabel net export memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari hasil estimasi persamaan jangka pendek diketahui bahwa variabel investasi dan net export memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel pinjaman luar negeri dan tabungan masyarakat memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian Hakim (2005) menunjukkan pengaruh pinjaman luar negeri, kebijakan fiskal terhadap konsumsi masyarakat dalam Ricardian equivalence pada tahun 1990 - 2004. Hasil penelitian secara umum mendukung teori Ricardian equivalence dimana pinjaman luar negeri memiliki pengaru terhadap konsumsi masyarakat. Namun tidak sesuai dengan teori Ricardian equivalence yang mengatakan bahwa kebijakan fiskal tidak berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat, karena dari hasil penelitian kebijakan fiskal memiliki pengaruh yang kuat terhadap konsumsi masyarakat.
tersebut menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan yaitu pinjaman luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per PDB mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN, yaitu Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Sedangkan hasil estimasi model fixed effect menunjukkan bahwa antara variabel pinjaman luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per PDB tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
2.7. Kerangka Pemikiran
34
disebabkan oleh pergerakan suku bunga internasional, dimana suku bunga internasional yang rendah menyebabkan aliran pinjaman luar negeri yang masuk akan semakin besar.
[image:36.595.113.503.279.633.2]Sesuai dengan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka dalam skema pada Gambar 2.3 ingin memperlihatkan hubungan antara pinjaman luar negeri, instrumen kebijakan fiskal, pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan suku bunga internasional.
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal
Pengeluaran
Pemerintah Pajak
Pinjaman Luar Negeri LIBOR Pertumbuhan
2.8. Hipotesis
Berdasarkan konsep teori dan penelitian-penelitian terdahulu, dapat ditentukan beberapa hipotesis sebagai berikut:
1. Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap pinjaman luar negeri. Dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah, maka pinjaman luar negeri akan meningkat untuk membiayai defisit anggaran pemerintah. 2. Penerimaan pajak memiliki pengaruh yang negatif terhadap pinjaman luar
negeri. Dengan menurunnya penerimaan pajak, maka pinjaman luar negeri akan meningkat untuk membiayai defisit anggaran pemerintah.
3. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang positif terhadap pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
4. Suku bunga internasional memiliki pengaruh negatif terhadap pinjaman luar negeri. Dengan menurunnya suku bunga internasional, maka pinjaman luar negeri akan meningkat.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,
Produk Domestik Bruto riil, dan suku bunga internasional. Data diperoleh dari
laporan World Development Indicators 2011 yang diakses melalui situs World
Bank dan Econstats yang diakses melalui situs Econstats. Literatur tambahan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diakses melalui situs
Bank Indonesia, Departemen Keuangan, serta studi kepustakaan melalui jurnal,
artikel dan skripsi yang terkait. Data dalam penelitian merupakan data tahunan
dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2010.
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Adapun variabel dan definisi operasional variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Foreign Debt (FD) adalah total pinjaman luar negeri Indonesia, baik pinjaman luar negeri pemerintah, pinjaman luar negeri bank sentral, dan pinjaman luar
negeri swasta. Data variabel FD merupakan data dalam dolar Amerika.
2. Government expenditure (G) adalah total pengeluaran pemerintah Indonesia yang digunakan untuk pembelian barang dan jasa, serta pertahanan dan
keamanan nasional. Data variabel G merupakan data dalam dolar Amerika.
3. Tax (T) adalah penerimaan pajak pemerintah pusat yang digunakan untuk
4. Gross Domestic Product (GDP) adalah Produk Domestik Bruto (PDB) riil yang menjadi indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Data variabel GDP merupakan data konstan dalam dolar Amerika pada tahun
dasar 2000.
5. London Inter Bank Offer Rate (LIBOR) adalah suku bunga internasional yang
digunakan sebagai suku bunga pinjaman luar negeri. Data variabel LIBOR
merupakan data dalam persen.
3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Granger
Causality (Kausalitas Granger), Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) dalam mengelolah beberapa data time series.
3.3.1. Metode Granger Causality (Kausalitas Granger)
Studi kausalitas ditujukan untuk mengukur kekuatan hubungan antar
variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat, dimana X menyebabkan
Y, Y menyebabkan X, atau X menyebabkan Y dan Y menyebabkan X. Uji
kausalitas Granger dipercaya jauh lebih bermakna dari uji korelasi biasa (Ascarya,
2009). Dengan melakukan uji kausalitas Granger dapat diketahui beberapa hal,
sebagai berikut:
• Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X, atau hubungan X dan Y
timbal balik.
• Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini
38
• Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut
waktu yang memiliki kovarians linier yang stasioner
Secara matematis, persamaan kausalitas Granger ini dapat dituliskan
sebagai berikut:
Yt = ∑ aiYt-i + ∑ bjXt-j + vt ; X → Y jika bj > 0
Yt = ∑ ciYt-i + ∑ djXt-j + ut ; Y → X jika dj > 0
3.3.2. Metode Vector Auto Regression (VAR)
Metode VAR merupakan rangkaian model time series multivariat yang
dikembangkan oleh Sims (1980), dimana VAR adalah suatu sistem persamaan
yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai
lag dari peubah-peubah yang ada dalam sistem. Metode VAR digunakan jika data stasioner atau tidak mengandung unit root pada level. Dalam model VAR, semua
variabel yang digunakan dalam analisis dianggap berpotensi menjadi variabel
endogen, dengan mengabaikan pemisahan antara variabel eksogen dan endogen.
Model umum VAR sebagai berikut (Achsani et al, 2005):
Xt = µt + ∑ Ai + Xt-1 + t
dimana,
Xt = vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1),
µt = vektor dari variabel eksogen, termasuk konstanta (intersep) dan tren,
Ai = koefisien matriks dimensi (n x n),
3.3.3. Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Data stasioner atau tidak mengandung unit root merupakan syarat pertama
dalam metode VAR. Namun pada umumnya, data time series tidak stasioner pada
level, dan baru stasioner pada perbedaan pertama atau first difference, yang
menyebabkan hilangnya informasi jangka panjang. Model VECM dapat
digunakan untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang, dan apabila
terdapat minimal satu persamaan yang terkointegrasi.
Model umum VECM sebagai berikut (Achsani et al, 2005):
∆Xt = µt + πXt-1 + ∑ Гi∆Xt-i + t
Dimana π dan Г merupakan fungsi dari Ai (pada model umum VAR). Matriks π
dapat dipecah menjadi dua matriks dan β dengan dimensi (n x r). π = βτ,
dimana merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vector kointegrasi, dan τ
merupakan rank kointegrasi.
3.3.4. Pengujian Pra Estimasi 3.3.4.1.Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas data atau sering disebut dengan unit root test, merupakan
langkah awal yang dilakukan untuk mengestimasi sebuah model yang akan
digunakan. Unit root test dapat dilakukan dengan uji Augmented Dicky-Fuller
(ADF) dan menggunakan taraf nyata lima persen. Menurut Gujarati (2003), ADF
dapat diuji dengan persamaan sebagai berikut:
∆Yt = β1 + β2t + δYt-1 + αi∑ ∆Yt-1 + t ;
40
Selain itu, perlu dilakukan juga ujia nilai t-statistik dari estimasi δ, untuk
mengetahui apakah data time series bersifat stasioner atau tidak. Uji statistik
memiliki rumus sebagai berikut:
thit = δ / Sδ
Dengan pengujian hipotesis yaitu H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis
alternatifnya yaitu H1 = δ < 0 (stasioner). Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari
nilai statistik ADF, maka hasil yang didapat adalah tolak H0. Dimana, jika H0
ditolak dan menerima H1, maka data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak
mengandung unit root , dan begitu juga sebaliknya.
3.3.4.2.Uji Lag Optimal
Uji ini dilakukan untuk membentuk model VAR yang baik dengan
penentuan panjang lag yang optimal yang digunakan dalam model. Penentuan
jumlah lag optimal yang akan digunakan dalam model VAR dapat ditentukan
berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information
Criterion (SC) dan Hannan Quinnon Criterion (HQ). Menurut Gujarati (2003), lag yang akan dipilih adalah model dengan nilai yang paling kecil. Karena, jika terlalu banyak panjang lag, maka akan mengurangi degree of freedom atau derajat
bebas, sehingga lag yang lebih kecil disarankan untuk dapat memperkecil
spesifikasi error.
Rumus untuk menghitung nilai AIC, SC dan HQ adalah:
AIC = - 2 (
/ T ) + 2 (
/ T )
SC = - 2 (
/ T ) +
log(T) / T
3.3.4.3.Uji Stabilitas VAR
Metode analisis yang akan digunakan untuk melakukan analisis hubungan
guncangan variabel kebijakan fiskal seperti pengeluaran pemerintah dan pajak,
pertumbuhan ekonomi, dan suku bunga internasional terhadap pinjaman luar
negeri adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi
ragam galat (FEVD). Kedua analisis tersebut dapat digunakan setelah uji stabilitas
VAR dilakukan. Melalui VAR stability condition check, dengan menghitung
akar-akar fungsi polinominal atau roots of characteristic polinominal. Jika semua akar-akar
dari fungsi polinominal tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai
absolutnya lebih kecil dari 1, maka model VAR tersebut dianggap stabil, sehingga
IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Windarti, 2004).
3.3.5. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk menentukan kointegrasi antar variabel
yang tidak stasioner, dimana kombinasi linear dari dua atau lebih variabel yang
tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner, sesuai dengan konsep
kointegrasi yang dikemukakan oleh Engle dan Granger dalam Enders (2004).
Kointegrasi ini dapat diinterpretasikan sebagai hubungan jangka panjang antar
variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana
semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat 1, I(1). Uji
kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, secara
matematis ditunjukkan dengan persamaan berikut:
42
Dengan pengujian hipotesis yaitu H0 = non-kointegrasi dengan hipotesis
alternatifnya yaitu H1 = kointegrasi, dimana jika trace statistic > critical value,
maka akan tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. Analisis
Vector Error Correction Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui.
3.3.6. Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) merupakan salah satu instrumen VECM yang digunakan untuk melihat hasil analisis. Menurut Pindyk dan Rubinfeld
dalam Ayuniyyah (2010), IRF adalah suatu metode yang digunakan untuk
menentukan respon suatu variabel endogen terhadap guncangan tertentu karena
sebenarnya guncangan variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap
variabel ke-i itu saja tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya
melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR.
Analisis Impulse Response Function (IRF) dalam penelitian ini dilakukan
untuk menilai respon dinamis dari variabel FD jika terjadi guncangan (shock)
pada variabel G, T, GDP, dan LIBOR.
3.3.7. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Instrumen kedua dari VECM adalah analisis Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). FEVD berfungsi untuk memprediksi kontribusi setiap variabel terhadap guncangan atau perubahan variabel tertentu (Ascarya, 2009).
Metode FEVD mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR, dimana
variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD menghasilkan informasi
mengenai relatif pentingnya masing-masing inovasi acak atau seberapa kuat
komposisi dari peranan variabel tertentu terhadap variabel lainnya (Hasanah
dalam Ayuniyyah, 2010).
3.4. Mekanisme Analisis Olah Data
Proses analisis VAR dan VECM dapat dilihat pada Gambar 3.1.
[image:45.595.106.500.230.739.2]Sumber: Ascarya, 2009
Gambar 3.1 Proses Analisis VAR dan VECM
S-term L-term
(K-1)
S-term No
No Yes
Yes
L-term
Cointegration Test Data Transformation
(Natural Log) Data Exploration
Stationary at First Difference [I(1)] Stationary at
Level [I(0)] Unit Root Test
Var Level VECM VAR 1stdifference
Optimal Order
Cointegration Rank
Innovation Accounting
44
Proses analisis VAR dan VECM dilakukan melalui beberapa tahap. Pada
tahap pertama, saat data dasar telah siap, data ditransformasi ke bentuk logaritma
natural (ln). Kemudian, dilakukan uji awal yaitu unit roots test, untuk mengetahui
apakah data stasioner atau masih mengandung tren. Jika data stasioner di level,
maka VAR dapat dilakukan pada level dan dapat mengestimasi hubungan jangka
panjang antar variabel. Jika data tidak stasioner pada level, maka data harus
diturunkan pada tingkat pertama (first difference) yang mencerminkan data selisih
atau perubahan. Keberadaan kointegrasi antar variabel pada data dapat diuji jika
data stasioner pada turunan pertama. Jika tidak ada kointegrasi antar variabel,
maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya dan hanya dapat
mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel, sehingga innovation
accounting tidak akan bermakna untuk hubungan antar variabel dalam jangka panjang. Sedangkan, jika ada kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat
dilakukan menggunakan data tingkat pertama untuk mengestimasi hubungan
jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel. Innovation accounting
untuk VAR dan VECM akan bermakna untuk hubungan jangka panjang (Ascarya,
3.5. Model Penelitian
Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian sebagai
berikut:
Model umum:
FDt = f (Gt, Tt, GDPt, LIBORt)
Model dalam bentuk matriks:
Ln_FD a0 a11a12a13a14a15 Ln_FDt-i e1t Ln_G b0 a21a22a23a24a25 Ln_Gt-i e2t Ln_T = c0 + a31a32a33a34a35 Ln_Tt-i + e3t Ln_GDP d0 a41a42a43a44a45 Ln_GDPt-i e4t
LIBOR e0 a51a52a53a54a55 LIBORt-i e5t dimana,
Ln_FD = Pinjaman luar negeri (dolar Amerika) Ln_G = Pengeluaran pemerintah (dolar Amerika) Ln_T = Penerimaan pajak (rupiah)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengujian Pra Estimasi 4.1.1. Kestasioneran Data
Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series
untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel sehingga
hubungan antar variabel dalam persamaan menjadi valid, dan tidak menghasilkan
spurious regression atau regresi palsu. Spurious regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara
statistik, namun pada kenyataannya tidak signifikan. Regresi yang bersifat
spurious biasanya memiliki R-squared yang tinggi dan t-statistik yang terlihat signifikan, akan tetapi hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara ekonomi.
Pengujian kestasioneran data dilakukan melalui uji Augmented Dickey Fuller
(ADF). Kriteria uji dalam ADF membandingkan antara nilai statistik dengan nilai
kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari
nilai Mc Kinnon Critical, maka data bersifat stasioner. Sedangkan apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai Mc Kinnon Critical, maka data bersifat tidak
stasioner.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : δ = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root)
H1 : δ < 0 (data stasioner atau tidak mengandung unit root)
Keputusan dalam uji ADF adalah tolak H0 yang berarti data stasioner atau
tidak mengandung unit root dan terima H0 yang berarti data tidak stasioner atau
level dan first difference. Hasil uji ADF pada setiap variabel pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Uji Unit Root pada Tingkat Level
Variabel Nilai ADF Nilai Mc Kinnon Critical Keterangan
1% 5% 10%
Ln_FD -1,568338 -3,857386 -3,040391 -2,660551 Tidak Stasioner
Ln_G -0,150603 -3,831511 -3,029970 -2,655194 Tidak Stasioner
Ln_T -0,583697 -3,831511 -3,029970 -2,655194 Tidak Stasioner
Ln_GDP -0,390690 -3,831511 -3,029970 -2,655194 Tidak Stasioner
LIBOR -1,752221 -3,857386 -3,040391 -2,660551 Tidak Stasioner
Sumber: Lampiran 1, data diolah
Berdasarkan hasil uji stasioneritas data pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa
data pinjaman luar negeri (FD), pengeluaran pemerintah (G), penerimaan pajak
(T), Produk Domestik Bruto (GDP), dan suku bunga internasional (LIBOR) tidak
stasioner atau mengandung unit root pada tingkat level karena nilai ADF kelima
variabel tersebut lebih besar dari nilai Mc Kinnon Critical baik untuk tingkat kritis
1 persen, 5 persen dan 10 persen. Kelima variabel yang tidak stasioner perlu
dilanjutkan pada uji unit root pada tingkat first difference. Hasil uji ADF setiap
variabel pada tingkat first diffenrence dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Uji Unit Root pada Tingkat First Diffenrence
Variabel Nilai ADF Nilai Mc Kinnon Critical Keterangan
1% 5% 10%
Ln_FD -2,131382 -2,699769 -1,961409 -1,606610 Stasioner
Ln_G -4,335194 -3,857386 -3,040391 -2,660551 Stasioner
Ln_T -3,791593 -3,857386 -3,040391 -2,660551 Stasioner
Ln_GDP -3,101880 -3,857386 -3,040391 -2,660551 Stasioner
LIBOR -3,433284 -3,959148 -3,081002 -2,681330 Stasioner
48
Berdasarkan hasil uji stasioneritas data pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa
kelima variabel stasioner atau tidak mengandung unit root pada tingkat first
difference, karena nilai ADF kelima varibel tersebut lebih kecil dibanding nilai Mc Kinnon Critical untuk tingkat kritis 5 persen dan 10 persen. Dari hasil pengujian kestasioneran data, semua data bersifat stasioner pada tingkat first
difference.
4.1.2. Pengujian Lag Optimal
Pengujian panjang lag optimal merupakan tahap penting karena berkaitan
dengan keakuratan informasi yang akan dihasilkan oleh estimasi model VAR dan
untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Jumlah lag yang
optimal didasarkan oleh tiga kriteria, yaitu nilai Akaike Information Criteria
(AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan Hannan-Quin criterion (HQ)
yang terkecil atau minimum. Dari ketiga kriteria nilai tersebut, didapatkan hasil
lag optimal untuk variabel-variabel yang ingin diestimasi adalah pada lag satu, yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Uji Lag Optimal
Lag AIC SC HQ
0 2,054190 2,302727 2,096252
1 -6,054796* -4,563576* -5,802422*
4.1.3. Uji Stabilitas Vector Auto Regression (VAR)
Pengujian stabilitas VAR dilakukan pada hasil estimasi sistem persamaan
VAR yang telah terbentuk. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR
dilakukan melalui pengecekan kondisi VAR stability berupa roots of characteristic
polynomial. Persamaan VAR dapat dikatakan stabil jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial lebih kecil dari 1. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat hasil dari pengujian stabilitas VAR.
Tabel 4.4. Uji Stabilitas VAR
Root Modulus 0,984892 0,984892
0,783981 – 0,285984i 0,834513
0,783981 + 0,285984i 0,834513
0,416444 – 0,246923i 0,484146
0,416444 + 0,246923i 0,484146
Sumber: Lampiran 3, data diolah
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa sistem VAR yang
digunakan bersifat stabil. Hal ini dapat dilihat dari 5 root yang diuji memiliki
modulus lebih kecil dari 1, yaitu pada kisaran 0,984892 – 0,484146.
4.2. Uji Kointegrasi
Adanya variabel yang tidak stasioner meningkatkan potensi adanya
hubungan kointegrasi antara variabel. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Pengujian
kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil
antar variabel yang telah memenuhi persyaratan untuk proses integrasi.
50
derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Salah satu cara untuk menguji
kointegrasi yaitu dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen.
Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen
dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value yang
digunakan, yaitu 5 persen. Jika trace statistic lebih besar dari critical value 5
persen, maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji
kointegrasi berdasarkan uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi
Hypothesized No.
Of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic Critical Value 5%
None * 0,911583 99,56290 60,06141
At most 1 * 0,777986 55,90039 40,17493
At most 2* 0,580931 28,81015 24,27596
At most 3 * 0,512240 13,15519 12,32090
At most 4 0,012829 0,232420 4,129906
Sumber: Lampiran 4, data diolah
Hasil tes kointegrasi Johansen dengan menggunakan taraf nyata sebesar 5
persen, menunjukkan terdapat empat persamaan yang terkointegrasi. Hal itu dapat
diketahui karena nilai trace statistic lebih besar dari pada nilai kritis 5 persen.
Model yang akan digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM),
karena terdapat persamaan yang terkointegrasi.
4.3. Hasil Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat di
antara variabel-variabel yang ada dalam model (Firdaus, 2011). Hipotesis awal
alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Untuk menolak atau
tidak menolak hipotesis awal atau H0 digunakan nilai probabilitas.
Uji kausalitas pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger
Causality Test dengan taraf nyata 10 persen. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai taraf nyata 10 persen, maka kita mempunyai cukup bukti untuk
menolak Ho dan menyimpulkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh
signifikan terhadap variabel lain tertentu. Hasil dari pengujian kausalitas di dalam
model dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Uji Kausalitas Granger
Variabel Probabilitas does not Granger Cause
FD G T GDP LIBOR
FD 0,9474 0,8210 0,6772 0,2703
G 0,0991 0,7390 0,1351 0,0007
T 0,4975 0,1477 0,1717 0,0222
GDP 0,1024 0,1343 0,0843 0,0015
LIBOR 0,7237 0,3477 0,7992 0,4028
Sumber: Lampiran 5, data diolah
Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger pada Tabel 4.6, didapatkan hasil
bahwa tidak terdapat hubungan dua arah, namun terdapat hubungan satu arah
antara beberapa variabel. Hipotesis awal yang mengatakan FD tidak memengaruhi
G, T, GDP, dan LIBOR tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga
dapat disimpulkan pinjaman luar negeri tidak memiliki pengaruh terhadap
pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, Produk Domestik Bruto, dan suku
bunga internasional. Hipotesis awal yang mengatakan G tidak memengaruhi FD
dan LIBOR ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan
52
suku bunga internasional. Sedangkan untuk hipotesis awal yang mengatakan G
tidak memengaruhi T dan GDP tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen,
sehingga dapat disimpulkan pengeluaran pemerintah tidak memiliki pengaruh
terhadap penerimaan pajak dan Produk Domestik Bruto. Hipotesis awal yang
mengatakan T tidak memengaruhi FD, G, dan GDP tidak ditolak pada tingkat
signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan penerimaan pajak tidak
memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, dan
Produk Domestik Bruto. Hipotesis awal yang mengatakan T tidak memengaruhi
LIBOR ditolak pada taraf signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan
penerimaan pajak memiliki pengaruh terhadap suku bunga internasional.
Hipotesis awal yang mengatakan GDP tidak memengaruhi FD dan G tidak ditolak
pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan Produk Domestik
Bruto tidak memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri dan pengeluaran
pemerintah. Sedangkan untuk hipotesis awal yang mengatakan GDP tidak
memengaruhi T dan LIBOR ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga
dapat disimpulkan Produk Domestik Bruto memiliki pengaruh terhadap
penerimaan pajak dan suku bunga internasional. Hipotesis awal yang mengatakan
LIBOR tidak memengaruhi FD, G, T, dan GDP tidak ditolak pada tingkat
signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan suku bunga internasional tidak
memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah,
4.4. Hasil Penelitian
4.4.1. Hasil Estimasi Faktor - Faktor yang Memengaruhi Pinjaman Luar Negeri
Hasil estimasi VECM pada model penelitian ini memperlihatkan
hubungan variabel jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel dependen
pada estimasi di dalam model adalah pinjaman luar negeri, sedangkan variabel
independennya adalah pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, Produk
Domestik Bruto, dan suku bunga internasional.
Model VECM pinjaman luar negeri menunjukkan bahwa persamaan yang
terkointegrasi mempunyai dugaan parameter error correction -0,392765 dan
secara statistik signifikan pada tingkat 10 persen, sehingga dugaan parameter
error correction dapat digunakan untuk mengoreksi persamaan jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil estimasi model VECM menyatakan bahwa dalam
jangka pendek terdapat satu variabel yang signifikan terhadap pinjaman luar
negeri, dan terdapat empat variabel yang signifikan terhadap pinjaman luar negeri
[image:55.595.111.510.565.730.2]dalam jangka panjang. Hasil estimasi model VECM dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM
Variabel Koefisien T-statistik Jangka Pendek
CointEq1 -0,392765 -1,68211**
D(LNFD(-1)) 0,5144622 1,94528**
Jangka Panjang
LNGDP(-1) 2,294936 11,8463*
LNG(-1) -0,458419 -8,02105*
LNT(-1) -0,178357 -5,19905*
LIBOR(-1) -0,031087 -4,89295* Sumber: Lampiran 6, data diolah
54
Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel FD lag
pertama berpengaruh positif dan signifikan terhadap FD pada tingkat 10 persen,
yakni ketika terjadi kenaikan pinjaman luar negeri sebesar satu persen, maka akan
terjadi peningkatan pinjaman luar negeri itu sendiri sebesar 0,5144622 persen. Hal
ini menyatakan bahwa pinjaman luar negeri dipengaruhi oleh pinjaman luar negeri
pada tahun sebelumnya. Pengaruh dari pinjaman luar negeri pada tahun
sebelumnya akan meningkatkan pemanfaatan pinjaman luar negeri pada tahun
berikutnya, karena pinjaman luar negeri dapat memberikan dampak yang positif
terhadap perekonomian, sehingga pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar
negeri lebih besar dari tahun sebelumnya sebagai modal untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi.
Pada Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat
empat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap FD pada tingkat 5 persen,
yaitu variabel GDP, G, T, dan LIBOR. Hasil estimasi VECM menunjukkan
bahwa variabel GDP lag pertama berpengaruh positif dan signifikan terhadap FD
dalam jangka panjang, yakni ketika terjadi kenaikan Produk Domestik Bruto
sebesar satu persen, maka akan meningkatkan pinjaman luar negeri sebesar
2,294936 persen. Hal ini sesuai dengan Teori Kurva Laffer Utang yang
menyatakan bahwa pinjaman luar negeri merupakan kebutuhan normal setiap
negara, termasuk Indonesia. Pinjaman luar negeri diperlukan pada tingkat yang
wajar. Produk Domestik Bruto merupakan salah satu indikator pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memerlukan sumber pembiayaan pembangunan
yang cukup, yang salah satunya berasal dari pinjaman luar negeri. Untuk
yang berasal dari pinjaman luar negeri, sehingga dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi maka akan diperlukan sumber pembiayaan yang lebih
besar. Penambahan pinjaman luar negeri akan memberikan dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau ambang batas tertentu.
Namun jika penambahan pinjaman luar negeri telah mencapai ambang batas atau
debt overhang, maka pinjaman luar negeri tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun. Selain hal tersebut, peningkatan pinjaman luar
negeri akan seiring dengan peningkatan pada tingkat pengembalian pinjaman luar
negeri. Untuk mencegah terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang terus
meningkat, maka pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri lebih besar
untuk menutupi tingkat pengembalian pinjaman tahun sebelumnya.
Variabel G berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FD dalam jangka
panjang, yakni ketika terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar satu
persen, maka pinjaman luar negeri akan menurun sebesar 0,458419 persen. Hal ini
berbeda dengan Teori Three Gap Model yang menjelaskan bahwa pinjaman luar
negeri akan digunakan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah. Defisit
anggaran pemerintah akan terjadi apabila pengeluaran pemerintah melebihi
penerimaan pemerintah. Meningkatnya pengeluaran pemerintah dengan asumsi
penerimaan pajak tetap, maka akan menyebabkan terjadinya defisit anggaran
pemerintah, dan pinjaman luar negeri meningkat untuk membiayai defisit
anggaran pemerintah tersebut. Namun, dari hasil estimasi VECM yang didapat
peningkatan pengeluaran pemerintah justru akan menurunkan pinjaman luar
negeri. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan data time series dalam penelitian,
56
penerimaan pajak. Dari data yang digunakan dalam penelitian menunjukkan
penerimaan pajak yang terus meningkat setiap tahunnya. Penerimaan pajak
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, sehingga pemerintah tidak
perlu memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk membiayai pengeluaran
pemerintah dan besarnya pinjaman luar negeri akan menurun. Hal ini berkaitan
dengan Teori Peacock dan Wiseman mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah menjelaskan bahwa salah satu pengeluaran pemerintah adalah untuk
membiayai cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri, sehingga pengeluaran
pemerintah besarnya akan meningkat untuk mengembalikan pinjaman luar negeri
yang digunakan pemerintah. Dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah,
maka akumulasi pinjaman luar negeri akan semakin berkurang, dan kenaikan tarif
pajak yang dibebankan kepada masyarakat dapat diterima masyarakat.
Variabel T berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FD dalam jangka
panjang, yakni ketika terjadi kenaikan penerimaan pajak sebesar satu persen,
maka pinjaman luar negeri akan meningkat sebesar 0,178357 persen. Hal ini
menyatakan bahwa penerimaan pajak memiliki pengaruh negatif terhadap
pinjaman luar negeri. Dalam Teori Three Gap Model yang menjelaskan bahwa
pinjaman luar negeri akan digunakan untuk membiayai defisit anggaran
pemerintah, yang salah satunya disebabkan oleh penurunan pajak, sehingga akan
menyebakan pinjaman luar negeri akan meningkat. Begitu pula sebaliknya,
apabila terjadi peningkatan penerimaan pajak, maka tidak terjadi defisit anggaran
pemerintah, karena pengeluaran pemerintah akan dibiayai sepenuhnya oleh
penerimaan pajak, sehingga pinjaman luar negeri akan menurun. Dalam Ricardian
digunakan untuk membiayai pengembalian pinjaman luar negeri yang digunakan
untuk menutupi kekurangan dana akibat penurunan pajak pada saat ini.
Variabel LIBOR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FD dalam
jangka panjang, yakni ketika terjadi kenaikan suku bunga internasional sebesar
satu persen, maka akan menurunkan pinjaman luar negeri sebesar 0,031087
persen. Hal ini sesuai dengan konsep suku bunga internasional yang berhubungan
negatif dengan pinjaman luar negeri, dimana saat tingkat suku bunga internasional
rendah atau menurun, maka pemerintah akan meningkatkan pemanfaatan
pinjaman luar negeri sebagai sumber penerimaan pemerintah untuk menutupi
defisit neraca perdagangan sebagai akibat dari investasi yang melebihi tabungan.
Saat tingkat suku bunga internasional rendah, maka tingkat pengembalian
pinjaman akan lebih kecil dibanding saat tingkat suku bunga internasional tinggi.
4.4.2. Analisis Respon Pinjaman Luar Negeri
Analisis Impulse Response Function (IRF) akan menjelaskan dampak dari
guncangan variabel-variabel dalam penelitian terhadap pinjaman luar negeri.
Dengan analisis IRF dapat dilihat respon dari pinjaman luar negeri, baik dalam
jangka pendek, maupun dalam beberapa tahun ke depan sebagai informasi jangka
panjang.
Dalam analisis IRF digunakan variabel kebijakan fiskal, pertumbuhan