• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan studi kasus pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan studi kasus pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH

TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU

Oleh :

MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO A24062297

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ii

PENGELOLAAN SAGU (

Metroxylon sagu

Rottb.)

DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KAB. KEPULAUAN

MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH

TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO

A24062297

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO. Pengelolaan Sagu (Metroxylon sagu rottb.) di P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus Pengaruh Teknik Persemaian dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. BINTORO DJOEFRIE, M. Agr.)

Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari teknik budidaya sagu dan

meningkatkan pengetahuan serta wawasan mengenai pengelolaan perkebunan

se-cara teknis maupun manajerial. Kegiatan magang dilaksanakan pada bulan

Feb-ruari hingga bulan Agustus 2010 di Perkebunan sagu PT. National Sago Prima,

Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Aspek khusus yang diamati dalam magang

ini adalah pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap

pertumbuhan bibit sagu.

Metode yang digunakan dalam kegiatan magang yaitu metode langsung

dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan melaksanakan kegiatan

teknis di lapang yaitu pelorongan, pengendalian gulma secara teknis maupun

kimia, sensus tanaman, penjarangan anakan (thinning out), kegiatan pembibitan yang meliputi kegiatan pembuatan rakit, pencarian bibit, persemaian, dan

pe-nyulaman. Selain itu, dilakukan percobaan pengaruh teknik persemaian kanal,

kolam, polibag, dan jenis tanaman induk berduri, tanaman induk tidak berduri

ter-hadap pertumbuhan vegetatif bibit tersebut. Metode tidak langsung dilakukan

me-lalui wawancara dan diskusi dengan staf serta studi pustaka untuk mendapatkan

informasi yang mendukung. Data primer yang diperoleh dari percobaan

persemai-an dipersemai-analisis dengpersemai-an uji DMRT pada taraf 5%.

PT. National Sago Prima menerapkan teknik persemaian bibit secara

ter-apung pada kanal (saluran air berukuran lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit

disemai di kanal dengan menggunakan rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1

m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah kering. Kriteria bibit sehat dan layak

untuk disemai adalah bibit masih segar dengan pelepah masih hijau, bibit sudah

tua yang dicirikan dengan bonggol sudah keras, pelepah dan pucuk masih hidup,

(4)

iv

Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan

sebe-lum persemaian, lama penyimpanan bibit, teknik persemaian yang digunakan dan

jenis tanaman induk. Terdapat berbagai teknik persemaian yaitu persemaian rakit,

kolam dan polibag. Bobot bibit yang digunakan umumnya 2-4 kg. Berdasarkan

hasil percobaan dengan parameter pertumbuhan panjang petiol, jumlah daun,

jumlah anak daun, dan persentasi kematian, bibit dengan perlakuan teknik

per-semaian rakit dari tanaman induk yang tidak berduri menghasilkan pertumbuhan

(5)

Judul :

PENGELOLAAN SAGU (

Metroxylon sagu

Rottb.)

DI PT.NATIONAL SAGO PRIMA, KAB.

KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI

KASUS PENGARUH TEKNIK PERSEMAIAN DAN

JENIS TANAMAN INDUK TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT SAGU

Nama : MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO NRP : A24062297

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.

NIP. 19480108 197403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr

NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batang, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 29

Desember 1987. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Teguh Budiarto dan

Ibu Sukeningsih.

Penulis lulus dari SD Negeri Kauman 3 pada tahun 2000, kemudian

me-lanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu SLTP Negeri 3 Batang

dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1

Pe-kalongan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur

USMI. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima sebagai salah satu

maha-siswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus

dan diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007-2008 penulis menjadi

peng-urus organisasi mahasiswa daerah IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan

sekitarnya). Dari tahun 2007-2009 penulis menjadi pengurus Unit Kegiatan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan

Karunia-Nya sehingga magang yang berjudul Pengelolaan Sagu (Metroxylon sagu

rottb.) Di P.T.National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus

Pengaruh Teknik Persemaian dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan

Bibit Sagu dapat diselesaikan. Kegiatan magang tersebut merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. selaku pembimbing

skrip-si yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran untuk

pelaksana-an magpelaksana-ang dpelaksana-an pembuatpelaksana-an laporpelaksana-an akhir ini.

2. Bapak, Ibu, Sari, Asti, dan keluarga besar atas dukungan, doa, dan

se-mangat yang diberikan.

3. Dr. Ir. Sugiyanta, MS. selaku pembimbing akademik yang telah

mem-bimbing penulis selama menjalani studi.

4. Agung, dan Iksani atas kerja sama dan bantuannya selama kegiatan

ma-gang berlangsung hingga penulisan laporan.

5. Pak Erwin, Pak Habib, Pak Nasrudin, Pak Pandu, Pak Budi, Pak Kornelis,

Pak Igun, Bang Asrori, Bang Wiyadi dan seluruh keluarga besar PT.

National Sago Prima atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan

ma-gang berjalan.

6. Pak Susilo, Pak Gia, Ibu Ruri, selaku tim Riset and Develpment PT. Sampoerna atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian dan

magang sehingga dapat berjalan dengan baik.

7. Ibu Sulis, Pak Harsono, Pak Eko, Pak Budi, Pak Husen, Pak Adit dan

seluruh keluarga besar PT. Prima Kelola atas bantuan sarana dan prasarana

sehingga kegiatan magang dan penelitian berjalan dengan baik.

8. Teman-teman “Sukijo Group” Mas Malik, Mas Shohib, Mas Bowo, Iyud,

(8)

viii

9. Semua teman AGH 43 atas semangatnya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Tanaman Sagu ... 4

Metroxylon rumphiiMartius ... 4

Metroxylon saguRottbol... 4

Syarat Tumbuh Sagu ... 5

Budidaya Sagu ... 6

Pembibitan ... 6

Penanaman di Lapang ... 7

Pemeliharaan ... 7

Pemupukan... 7

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 8

Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Sagu (Thinning out) ... 8

METODOLOGI ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Metode Magang ... 10

Analisis Data dan Informasi ... 14

KONDISI UMUM KEBUN... 15

Sejarah Kebun... 15

Letak Geografis dan Administratif ... 15

Keadaan Tanah... 16

Topografi dan Iklim ... 17

Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 17

Areal Konsesi Dan Pertanaman ... 18

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 19

Pengorganisasian Kebun... 19

Deskripsi Kerja Karyawan ... 20

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG... 25

Aspek Teknis ... 25

Pembibitan ... 25

Penyeleksian Bibit ... 25

Persemaian ... 27

Persiapan Lahan ... 28

Pemancangan Ajir Lubang Tanam ... 28

(10)

x

Pembuatan Lubang Tanam... 30

Pengelolaan Air... 31

Penyulaman... 35

Pemeliharaan... 37

Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan ... 37

Pengendalian Gulma ... 39

PEMBAHASAN... 41

Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu ... 41

Pengaruh Sistem Persemaian Dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu... 44

Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu (Metroxylonspp.)... 44

Panjang Petiol Daun ... 44

Jumlah Daun dan Anak Daun Bibit Sagu ... 47

Tingkat Persentase Kematian ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

Kesimpulan ... 51

Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Sensus Produksi Divisi I Blok I29, H28, K28, ... 34

2. Rekapitulasi Hasil PenyulamanSuckerpada Blok I28 Divisi I Selama Tiga Hari ... 37

3. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Daun 1 dan 2 Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 45

4. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu

Selama Masa Persemaian ... 47

5. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian ... 49

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Rakit Tempat Pesemaian... 12

2. Teknik Persemaian Rakit ... 13

3. Teknik Persemaian Kolam ... 13

4. Teknik Persemaian Polibag Biasa... 13

5. Sucker Berbentuk “L” (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidak berbentuk “L” ... 26

6. PenyusunanSuckerTerseleksi di Rakit ... 27

7. Pemancangan Ajir Lubang Tanam pada Blok K28 Divisi I... 28

8. Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan ... 29

9. Lubang Tanam Yang Disesuaikan Ukuran Bibit... 30

10. Pendalaman Kanal dengan Alat Berat Ekskavator TipeShort Arm EX 200... 32

11.Water Levelyang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I ... 33

12. Penanaman Bibit Sagu ... 36

13. Pengendalian Gulma Secara Kimia Pada Perkebunan Sagu ... 40

14. Pertumbuhan Panjang Petiol Ke-2 ... 46

15. Pertumbuhan Jumlah Anak Daun Pertama... 48

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Lokasi Magang ... 56

2. Peta Lokasi Kebun PT. National Sago Prima... 57

3. Struktur Organisasi Kebun ... 58

4. Form Sensus Produksi... 59

5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Bibit Sagu Selama Masa Persemaian ... 61

6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Petiol Bibit Sagu Selama Masa Persemaian ... 62

7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 63

8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 63

9. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Anak Daun Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 64

10. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Jumlah Anak Daun Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 65

11. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian ... 66

12. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian ... 66

13. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2008 (BMKG) ... 67

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, masyarakat Indonesia masih menggunakan beras sebagai bahan

pangan utama. Produksi beras di Indonesia dengan rata-rata produksi 6 ton/ha

tidak akan dapat memenuhi permintaan pangan penduduk Indonesia pada

be-berapa tahun ke depan. Hal tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya

jumlah penduduk di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan tanaman lain sebagai

bahan pangan alternatif bagi masyarakat Indonesia.

Tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan

pa-ngan alternatif dan bahan baku industri baik industri papa-ngan maupun nonpapa-ngan.

Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat tertinggi per satuan luasnya.

Dalam satu batang sagu terdapat 200-400 kg pati kering. Selain itu, sagu mampu

menghasilkan pati kering hingga 25 ton/ha. Kadar pati kering dalam sagu diatas

kadar pati beras yang hanya 6 ton per ha. Djoefrie (1999) menyatakan bahwa pati

sagu dapat digunakan sebagaimana tepung beras, jagung, gandum, tapioka, dan

kentang sebagai bahan baku industri pangan. Sagu digunakan sebagai bahan baku

pembuatan makanan seperti kue kukus, kue bolu, kue lapis, papeda, dan cendol.

Sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti, biskuit, mie,

sohun, bihun, dan kerupuk. Sebagai bahan baku industri nonpangan, pati sagu

dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik organik yang dapat terurai

dan bahan perekat dalam industri kayu lapis. Selain itu, sagu dapat dimanfaatkan

sebagai bahan energi dengan mengolah pati sagu menjadi etanol (Baker, 1980

dalamHaryanto dan Pangloli, 1992).

Sebenarnya sampai saat ini luas areal sagu di Indonesia belum diketahui

secara pasti. Berdasarkan perkiraan Haryanto dan Pangloli (1992) luas areal sagu

di Indonesia sekitar 716 000 ha. Sementara itu, menurut Flach (1997) areal sagu di

Indonesia merupakan areal sagu terbesar di dunia, yaitu sekitar 1.2 juta ha atau

51.3 % dari 2.201 juta ha areal sagu dunia.

Tanaman sagu sangat menguntungkan secara ekologis karena tanaman

sagu dapat tumbuh dengan baik pada lahan-lahan marjinal seperti lahan tergenang

(15)

toleran terhadap pH 3.5-6.5. Menurut Flachet al (1986) tanaman sagu tahan ter-hadap salinitas sampai 10 ms/cm. Sagu juga dapat tumbuh di tanah bergambut.

Tampubolon dan Hamzah (1987) menambahkan bahwa top soil tempat tumbuh

sagu merupakan lapisan gambut yang berwarna coklat sampai coklat ke

hitam-hitaman dengan kedalaman 80 – 110 cm dengan pH 3.5 serta selama musim

peng-hujan tidak tergenang tetapi air tanah dangkal.

Teknik budidaya yang baik sangat diperlukan dalam perkebunan sagu.

Teknik budidaya pada perkebunan sagu meliputi persiapan tanam dan

pemelihara-an tpemelihara-anampemelihara-an. Persiappemelihara-an tpemelihara-anam meliputi pembukapemelihara-an lahpemelihara-an dpemelihara-an persiappemelihara-an bahpemelihara-an

tanaman. Pemeliharaan pada perkebunan sagu meliputi pembuatan kanal,

pem-berantasan gulma, pemupukan, pemangkasan, pempem-berantasan hama dan penyakit,

serta penjarangan anakan. Salah satu kegiatan yang harus diperhatikan untuk

men-dapatkan tanaman sagu yang baik adalah persemaian.

Kegiatan persiapan bahan tanaman meliputi kegiatan persiapan bibit dan

persemaian. Bahan tanaman dapat diperoleh melalui perbanyakan generatif

mau-pun vegetatif. Pada umumnya bahan tanaman sagu diperoleh secara vegetatif

me-lalui anakan, hal ini dikarenakan bahan tanaman vegetatif mudah diperbanyak dan

bibit yang diperoleh dari anakan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan bibit

dari proses generatif. Penyeleksian bibit bertujuan untuk memperoleh bibit yang

sehat dan mempunyai daya tumbuh yang tinggi. Dari bibit hasil seleksi tersebut

dilakukan kegiatan persemaian yang bertujuan untuk menyeleksi ulang bibit yang

akan ditanam. Bibit hasil persemaian harus mempunyai daya tahan hidup yang

baik sehingga tidak mudah mati saat dipindahkan ke lapang. Menurut Watanabe

(1986) tanaman sagu dapat berkembang biak alami secara vegetatif dengan

mem-bentuk tunas-tunas yang nantinya akan menjadi tanaman sagu yang lainnya. Hal

ini mengakibatkan panen sagu dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman

ulang.

Di Indonesia teknik persemaian yang masih banyak digunakan adalah

teknik persemaian dengan menggunakan rakit. Teknik persemaian rakit

mem-punyai kemampuan hidup yang tinggi yaitu sekitar 90% saat di persemaian tetapi

lebih dari 40% bibit mati pada saat dipindahtanamkan. Oleh karena itu, perlu

(16)

3

tanaman sagu yang sulit berkembang biak dengan cepat serta daur hidupnya yang

panjang, diperlukan tindakan pengadaan bahan tanam yang efisien untuk

men-dapatkan kualitas dan kuantitas batang sagu yang diharapkan. Salah satu teknik

persemaian yang mungkin dilakukan yaitu teknik persemaian dengan polibag.

Selain itu juga mungkin dilakukan teknik persemaian kolam dengan

meng-gunakan polibag sebagai modifikasi dari teknik kolam lumpur yang ada pada

Departemen Pertanian Malaysia khususnya di Serawak. Persemaian anakan sagu

yang dilakukan Lembaga Pembangunan dan Lindungan Tanah (Pelita) Serawak,

Malaysia menggunakan teknik kolam yang berlumpur. Persemaian dilakukan

kurang lebih 3-5 bulan. Sucker yang dapat dipindahkan ke lahan merupakan

suckeryang telah memiliki 3-5 daun yang terbuka sempurna (Flachet al., 1992).

Tujuan

Tujuan umum pelaksanaan magang ini adalah :

1. memperoleh keterampilan kerja, pengalaman, wawasan, dan

penge-tahuan dalam pengelolaan perkebunan khususnya perkebunan sagu.

2. menambah kemampuan manajerial khususnya dalam pengelolaan

se-buah perkebunan.

3. sebagai studi perbandingan antara pengetahuan yang diperoleh pada

saat kuliah dengan keadaan sebenarnya di lapang.

Tujuan khusus pelaksanan magang ini adalah :

1. untuk memperoleh informasi teknik budidaya tanaman sagu ( Metro-xylonspp.) khususnya aspek pembibitan.

2. untuk mempelajari pengaruh teknik persemaian bibit sagu dan jenis

tanaman induk sagu, serta interaksi keduanya terhadap pertumbuhan

(17)

Botani Tanaman Sagu

Lima marga palma yang kandungan patinya banyak dimanfaatkan, yaitu

Metroxylonspp, Arengasp, Coriphasp, Euqeissonasp,danCariotasp (Ruddleet al., 1976). Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) termasuk tanaman monokotil dari famili Palmae, genusMetroxylon dan ordo Spadiciflorae merupakan jenis tanam-an ytanam-ang menyimptanam-an pati pada bagitanam-an battanam-angnya (Harytanam-anto dtanam-an Ptanam-angloli, 1992).

Tanaman sagu secara botani digolongkan menjadi dua, yaitu tanaman sagu yang

berbunga dan berbuah satu kali (Hapaxanthic) dan tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Pleonanthic). Golongan yang pertama sangat penting nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi (Haryanto dan

Pangloli, 1992). Jenis sagu yang termasuk dalam golongan tersebut adalah M. rumphii Mart., M. sagu Rottb., M. silvester Mart., M. longispinumMart., danM. micracantum Mart. Pada perkebunan sagu PT Nasional Sago Prima, tanaman yang ada diduga berasal dari jenis M. rumphiiMart. danM. saguRottb.

Metroxylon rumphiiMartius

Jenis sagu Metroxylon rumphii Martius biasa disebut dengan sagu tuni. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) di Pulau Seram dan Ambon, sagu tersebut

dikenal dengan namaLapia Tuniyang berarti sagu murni. Menurut penduduk se-tempat jenis sagu tuni adalah yang asli. Menurut Bintoro (2008) sagu tuni

me-miliki ciri-ciri sebagai berikut: tinggi batangnya 10-18 m, daunnya berwarna hijau

tua, panjang pelepah daunnya 5-9 m, memiliki duri dengan panjang 1-4 cm, warna

patinya putih, dan setiap pohon dapat menghasilkan sekitar 500 kg pati basah.

Sagu tuni merupakan jenis sagu yang paling besar ukuran batangnya

dibanding-kan dengan jenis yang lainnya.

Metroxylon saguRottbol

(18)

5

Di Ternate, sagu ini dikenal dengan nama hanai putih, sedangkan di Sulawesi Tenggara dikenal dengan namasago roe.

Sagu molat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tinggi batangnya sekitar

10-14 m, tidak memiliki duri pada kulit batangnya, bunganya bunga majemuk yang

berwarna sawo matang kemerah-merahan, dan setiap pohon menghasilkan pati

basah sekitar 800 kg atau 200 kg pati kering (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Syarat Tumbuh Sagu

Sagu merupakan palma penting penghasil tepung dan pati yang secara

alami tanaman sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur

sampai ke India di sebelah Barat (90º-180º BT) dan dari Mindanau di sebelah

Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan (10º LU- 10ºLS) (Johnson dalam

Djoefrie, 1999).

Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10o LS- 15o LU dan 90º-180º BT

pada ketinggian 0-700 m dpl. Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian

400 m dpl ke bawah (Manan dan Supangkat, 1984). Hutan sagu ditemukan di

lahan-lahan di sepanjang dataran rendah tepi pantai hingga ketinggian 1000 m di

atas permukaan laut (m dpl), di sepanjang tepi sungai, dan di sekitar danau atau

rawa (Djoefrie, 1999). Jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka

pertumbuhannya akan terhambat dan produksinya rendah (Bintoro et al., 2010). Derajat kemasaman (pH) yang dikehendaki oleh tanaman sagu berkisar antara

3.7-6.5.

Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh tanaman sagu sangat luas, jika

hanya dilihat dari kemungkinan hidup, tanaman sagu dapat hidup pada daerah

yang tergenang sampai yang tidak tergenang asalkan kelembaban tanah cukup

tinggi. Pertumbuhan sagu pada daerah tergenang tetap pada tahap semai masih

baik, akan tetapi pada tahap pembentukan batang laju pertumbuhannya sangat

lambat (Djoefrie, 1999).

Tanaman sagu menghendaki tanah berlumpur dan kaya dengan mineral

dan bahan organik. Sagu juga dapat hidup pada tanah berpasir asalkan mempunyai

kandungan bahan organik yang tinggi. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah

(19)

hidro-morfik. Secara alami tanaman sagu merupakan vegetasi yang mendominasi lahan

berawa (Djoefrie, 1999).

Suhu udara terendah bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu 15o C dan

pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 25o C dengan kelembaban udara sekitar

90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm2/hari

(Bintoroet al., 2010)

Budidaya Sagu Pembibitan

Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman adalah bibit yang telah matang

atau tua. Bibit sagu umumnya dapat ditemukan pada kebun yang sudah dipanen

3-4 kali terhadap pohon induknya. Bibit yang baik dengan berat 2-5 kg, sedangkan

bentuk yang baik dengan bonggol bentuk ”L”.

Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang ber-asal dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flachdalam

Haryanto dan Pangloli, 1992). Bahan tanam (sucker) yang digunakan untuk pem-biakan secara vegetatif harus berasal dari tunas atau anakan sagu dari induk yang

mempunyai produksi pati yang tinggi.

Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian

rakit. Pesemaian rakit dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit bisa

terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman dewasa. Keuntungan menggunakan

teknik persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta

pemelihara-an tpemelihara-anampemelihara-an spemelihara-angat sedikit. Dalam satu rakit berukurpemelihara-an 3 x 1 meter dapat

disemai-kan 60 – 100 anadisemai-kan sagu tergantung pada ukuran bonggolnya dan anadisemai-kan sagu

diatur searah dengan rakit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa

dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian

dengan menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut

(Bintoro, 2008).

Waktu dan lamanya bibit di persemaian selama tiga bulan. Persemaian

yang terlalu lama akan menyebabkan bibit menjadi besar dan akan menyulitkan

(20)

7

bibit dalam rakit akan tenggelam dalam air karena terlalu berat sehingga

me-nyebabkan kematian pada bibit.

Penanaman di Lapang

Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu pelepah daun dipangkas untuk

me-ngurangi penguapan daun. Dalam pengangkutan, bibit yang akan ditanam dibawa

dengan tidak menggenggam ujung pelepah muda (daun tombak) untuk

meng-hindari luka/patah pada bibit sehingga menyebabkan bibit tersebut mati. Teknik

penanaman bibit adalah segi empat dengan jarak tanam 8 m x 8 m atau 10 m x 10

m, dengan ukuran lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Penanaman sebaiknya

dilakukan pada musim hujan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman sagu di perkebunan adalah pemupukan,

pe-ngendalian hama dan penyakit tanaman, penyulaman, penjarangan anakan, dan

penanggulangan kebakaran (Irawan, 2004). Selain itu, penting untuk dilakukan

pengendalian gulma karena keberadaan gulma diperkebunan sagu sangat

merugi-kan karena amerugi-kan berkompetisi dengan tanaman sagu dalam hal mendapatmerugi-kan sinar

matahari terutama pada saat awal pertumbuhan (Jong, 2007).

Pemupukan

Flach et al (1986) menyatakan jika tanaman sagu setiap tahun dipanen sekitar 136 batang per ha unsur hara yang akan terkuras pada areal kebun

sebanyak 100 kg N, 30 kg P, 200 kg K, 200 kg Ca, dan 50 kg Mg. Untuk

mengembalikan kondisi kesuburan tanah yang baik agar tetap memberikan hasil

optimum, perlu dilakukan pemupukan setiap tahun. Bintoro (2008) menambahkan

bahwa tanaman sagu rakyat tidak pernah dipupuk. Kebanyakan tanaman sagu

yang mempunyai pertumbuhan dan produksi yang rendah disebabkan adanya

defisiensi berbagai macam hara yang dikarenakan keadaan tanah yang tidak subur

(Jong, 2007). Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu,

(21)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Menurut pengamatan yang dilaksanakan oleh Gumbek dan Jong dalam

Djoefrie (1999) pada tanaman sagu yang diusahakan secara intensif di Serawak

dijumpai Botryionopa grandis Baly yang menyerang daun muda, Coptotermes

spp. (rayap) di kawasan gambut dan seranggaRhyncoporus spp. yang menyerang daun dan batang sagu. Hama lain yang menyerang adalah tikus, kera, dan babi

yang seringkali menyerang tanaman sagu muda. Meskipun demikian, keberadaan

hama dan penyakit tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman sagu.

Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Sagu (Thinning out)

Pemangkasan adalah pemotongan bagian tanaman seperti cabang dan

tunas atau bagian tanaman yang sudah mati. Pemangkasan berfungsi untuk

men-jaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman baru, membentuk tanaman,

memelihara ukuran tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi

per-tumbuhan dan perkembangan tanaman (Bintoro, 2008). Kegiatan pemangkasan

yang biasa dilakukan di kebun sagu yaitu kegiatan pemotongan pelepah yang

sudah tua. Kegiatan tersebut dilakukan karena pelepah tersebut menyebabkan

kondisi kebun menjadi kurang rapi sehingga susah untuk dilakukan pemeliharaan

lanjutan. Pelepah yang dipotong diletakkan di lorongan kotor.

Suryana (2007) menyatakan bahwa salah satu bentuk pemeliharaan

tanam-an ytanam-ang dilakuktanam-an pettanam-ani adalah penjartanam-angtanam-an tanam-anaktanam-an. Pertumbuhtanam-an tanam-anaktanam-an sagu

yang terlalu banyak menyebabkan rumpun menjadi semak sehingga dapat

meng-ganggu pertumbuhan dan perkembangan pohon induk. Hal ini terjadi karena

ada-nya kompetisi baik kompetisi antar anakan maupun kompetisi pohon induk

dengan anakan dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang

tumbuh. Persaingan tersebut dapat menyebabkan kandungan pati dalam batang

sagu berkurang dan menghambat pertumbuhan pohon induk. Penjarangan anakan

sagu berfungsi untuk mengurangi persaingan pertumbuhan antar anakan untuk

meningkatkan produktivitasnya. Jong (2007) menambahkan penjarangan anakan

(22)

9

Suryana (2007) menyatakan bahwa penjarangan anakan dilakukan dengan

mengeluarkan anakan yang tidak produktif dan mengurangi anakan yang kurang

produktif, sehingga dalam satu rumpun hanya tumbuh satu pohon induk dan

empat anakan sagu. Penjarangan anakan yang dilakukan pada tanaman sagu yang

berumur kurang dari 2 tahun yaitu semua anakannya dibuang atau dipotong

de-ngan menggunakan parang/ dodos. Penjarade-ngan anakan yang dilakukan pada

tanaman sagu yang berumur 2 tahun yaitu anakan yang ada disisakan 1 anakan

selebihnya dipotong, sedangkan yang berumur lebih dari 2 tahun setiap 2 tahun

berikutnya disisakan 1 anakan sehingga diperkirakan jumlah anakan yang ada

sampai pohon induk sebanyak 5 sampai 6 anakan. Dengan demikian, dalam setiap

rumpun sagu dapat dipanen sekali dalam 2 tahun. Kriteria anakan yang

(23)

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan di perkebunan sagu milik PT. National

Sago Prima, Selat Panjang, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan

Meranti, Propinsi Riau (Lampiran 1). Kegiatan magang dilaksanakan selama 6

bulan mulai bulan Februari hingga Agustus 2010.

Metode Magang

Kegiatan magang dilaksanakan selama enam bulan dengan menggunakan

dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung

yaitu melaksanakan kegiatan teknis budidaya sagu di lapangan. Kegiatan teknis

budidaya yang dilakukan yaitu pelorongan, pengendalian gulma secara teknis

maupun kimia, sensus tanaman, penjarangan anakan (thinning out), kegiatan pem-bibitan yang meliputi kegiatan pembuatan rakit, pencarian bibit, persemaian, dan

penyulaman. Data yang didapatkan adalah prestasi kerja standar perusahaan,

karyawan, mahasiswa, serta hambatan dalam pelaksanaan kegiatan teknis tersebut.

Metode tidak langsung dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara

terhadap karyawan perusahaan untuk memperoleh informasi yang mendukung.

Adapun informasi yang didapatkan adalah lokasi, letak geografis kebun, keadaan

tanah, iklim, luas areal, norma kerja di lapang dan organisasi perusahaan serta

manajerialnya.

Pada saat magang dilakukan, fokus kegiatan perusahaan adalah

penyulam-an. Hal ini dikarenakan dari 12.000 ha kebun yang sudah ditanami, kurang lebih

hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik. Dengan adanya

pe-nyulaman, diharapkan kebun bisa berproduksi secara berkelanjutan. Salah satu

ke-giatan yang harus dilaksanakan untuk memenuhi jumlah bibit yang akan

diguna-kan untuk penyulaman adalah pembibitan. Teknik pembibitan rakit yang ada

sekarang ini dinilai kurang efektif karena lebih dari 40% bibit mati saat

(24)

11

tentang pengaruh jenis tanaman induk dan teknik persemaian terhadap

partum-buhan bibit sagu.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

(RKLT) dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah teknik persemaian

dengan tiga taraf yaitu Rakit, Kolam, dan Polibag biasa (Gambar 2, 3, dan 4).

Faktor kedua jenis tanaman induk dengan dua taraf yaitu tanaman sagu berduri

dan tanaman sagu tidak berduri.

Pada percobaan ini terdapat enam kombinasi perlakuan dengan tiga

ulang-an sehingga terdapat 18 satuulang-an percobaulang-an. Setiap satuulang-an percobaulang-an terdiri atas 20

bibit sagu. Jadi percobaan ini dilakukan dengan menggunakan 360 bibit sagu.

Susunan perlakuan sebagai berikut:

R1 = bibit tidak berduri di kanal

R2 = bibit berduri di kanal

K1 = bibit tidak berduri di kolam

K2 = bibit berduri di kolam

P1 = bibit tidak berduri di polibag

P2 = bibit berduri di polibag

Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk= µ + Ui+ Kj+ Pk+ (KP)jk+ åijk

Keterangan :

Yijk = Respon perlakuan

µ = Nilai tengah umum

Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3)

Kj = Pengaruh teknik persemaian ke-j (j=1,2,3)

Pk = Pengaruh jenis tanaman induk ke-k (k=1,2)

(KP)jk = Pengaruh interaksi teknik persemaian ke-j, jenis tanaman induk ke-k

åijk = Pengaruh galat ulangan ke-i, teknik persemaian ke-j, jenis tanaman

induk ke-k

Dalam melakukan analisis hasil percobaan/ penelitian, asumsi-asumsi

yang mendasari analisis ragam haruslah terpenuhi. Asumsi-asumsi yang perlu

di-perhatikan agar pengujian menjadi sahih yaitu : galat percobaan memiliki ragam

(25)

normal. Galat percobaan memiliki ragam yang homogen yaitu komponen galat

yang berasal dari perlakuan harus menduga ragam populasi yang sama. Galat

per-cobaan saling bebas yaitu galat dari salah satu pengamatan yang mempunyai nilai

tertentu haruslah tidak tergantung dari nilai-nilai galat untuk pengamatan yang

lain. Asumsi galat percobaan menyebar normal berlaku terutama untuk uji-uji

nyata (pengujian hipotesis) dan tidak diperlukan pada pendugaan komponen

ragam.

Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali dengan peubah yang

di-amati yaitu panjang petiol, jumlah anak daun, dan persentase kematian bibit.

Panjang petiol diukur mulai dari titik tumbuh hingga ujung pelepah, baik ketika

masih berupa pelepah maupun setelah berubah menjadi daun. Jumlah anak daun

dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan anak daun yang ada pada tiap daun.

Pengamatan persentase kematian yaitu perhitungan jumlah bibit yang mati dari

jumlah semua bibit yang digunakan untuk setiap satuan percobaan.

(26)

13

Gambar 2. Teknik Persemaian Rakit

Gambar 3. Teknik Persemaian Kolam

(27)

Analisis Data dan Informasi

Data-data yang telah didapatkan pada kegiatan magang dianalisis dengan

metode analisis deskriptif, yaitu pemaparan data yang menggambarkan seluruh

kegiatan yang telah dilaksanakan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan

standar dan aturan kerja perusahaan.

Hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F).

Apabila hasil analisis ragam menunjukan pengaruh nyata, dilakukan uji lanjut

(28)

15

KONDISI UMUM KEBUN

Sejarah Kebun

PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan dari

ke-lompok usaha Sampoerna Biofuel yang termasuk dalamholdingSampoerna Agro. PT. National Sago Prima dulunya bernama PT. National Timber. PT. National

Timber berdiri pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2 yang

dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat di

Pekan Baru dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan keputusan

nomor J.A.S/4/1971 pada tanggal 7 Januari 1971. Pada tanggal 24 Desember

1970, nama PT. National Timber diubah menjadi PT. National Timber and Forest

Product dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad Said

Tadjoedin, notaris di Jakarta. Selanjutnya, akte notaris diubah dengan akte notaris

Singgih Susilo SH. No 59 tanggal 12 Juni 1987.

Pada tahun 2009 nama P.T National Timber and Forest Product berubah

menjadi PT. National Sago Prima sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. SK

380/MENHUT-II/2009 Tanggal 25 Juni 2009. SK tersebut berisi tentang

Perubah-an Atas KeputusPerubah-an Menteri KehutPerubah-anPerubah-an Nomor SK 353/MENHUT-II/2008

Tanggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil

hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu)

kepada PT. National Timber And Forest Product atas areal hutan produksi seluas

± 21.620 Ha di provinsi Riau.

Letak Geografis dan Administratif

Lokasi Hutan Tanaman Insdustri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima

secara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan

Meranti, Propinsi Riau. Arealnya mencakup beberapa desa seperti Desa Sungai

Tohor, Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu

Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan Desa Kepau Baru. Lokasi PT. National

(29)

dan Sungai Buntal. Secara geografis, PT. National Sago Prima terletak pada

koordinat 0031’ LU-1008’ LU dan 101043’ BT – 103008’ BT.

Kebun PT. National Sago Prima sebelah Barat berbatasan dengan PT.

Unisraya, di Selatan berbatasan dengan Desa Kampung Baru dan Desa Teluk

Buntal, di Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai,

dan di sebelah Utara berbatasan dengan PT. Lestari Unggul Makmur. PT.

National Sago Prima telah membudidayakan sagu pada 12 divisi (satu divisi

ter-diri atas 20 blok, satu blok luasnya 50 hektar). Lokasi dari divisi tersebut adalah

sebagai berikut: Divisi 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung

Baru. Divisi 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Areal Divisi 5 dan 7 terletak

di Desa Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal divisi 9, 10, dan 11 terletak di

Desa Sungai Pulau (Lampiran 2).

Keadaan Tanah

Susunan batuan di areal HTI sagu PT. National Sago Prima (NSP) terdiri

atas jenis batuan endapan alluvium muda berumur holosem dengan litologi

lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut. Hal tersebut

didasarkan pada hasil pengukuran planimetris pada peta geologi 1:100 000. Tanah

yang terdapat di seluruh areal HTI sagu PT. National Sago Prima adalah jenis

tanah organosol dan alluvial. Tanah organosol terdapat di seluruh kelompok hutan

Teluk Kepau dengan luas 19 820 hektar (99.60%) dan jenis tanah alluvial dengan

luas 80 hektar (0.40%).

Tanah organosol memiliki solum dalam (> 100 cm) dengan kandungan

bahan organik lebih dari 20%. Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan

lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan sampai tingkat

me-nengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong

sangat masam dengan pH 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif tinggi, namun

mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan terjadi erosi

rendah.

Tanah organosol (tanah gambut) adalah tanah yang terbentuk oleh

ling-kungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir

(30)

17

ha terdapat di Sumatera, sementara 4.044 juta ha diantaranya terdapat di Provinsi

Riau. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) diperkirakan gambut

di Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton, yang jika tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca.

Topografi dan Iklim

Secara umum, areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT.

National Sago Prima sebagian besar mempunyai topografi datar dengan

ketinggi-an tempat ketinggi-antara 0-5 m di atas permukaketinggi-an laut (dpl) yketinggi-ang termasuk kelas

ke-lerengan 0-5%. Hal ini berdasarkan hasil penafsiran peta topografi Daerah Tingkat

I Riau skala 1:250 000 dan pemeriksaan lapang.

Menurut teknik klasifikasi Schmidt dan fergusson (1951) areal Hutan

Tanaman Industri (HTI) PT. National Sago Prima termasuk tipe iklim B dengan

Q=33,3%. Curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 1 409 mm dengan jumlah hari

hujan 65 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan

terendah pada bulan Agustus. Hal ini berdasarkan pengukuran curah hujan yang

tercatat oleh BMKG pada tahun 2008. Suhu udara areal Hutan Tanaman Industri

(HTI) Sagu PT. National Sago Prima berdasarkan data yang diambil dari laporan

Poyry yaitu antara 22.3 0C sampai 31.4 0C dengan kelembaban udara 85% dan

kecepatan angin 2-4 m/s.

Latar Belakang Pengusahaan Sagu

Sumberdaya alam berupa tanaman sagu (Metroxylonspp.) yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat besar dan masih belum dimanfaatkan secara

optimal. Sagu adalah tanaman penghasil karbohidrat yang tinggi sehingga sangat

penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tanaman sagu juga merupakan

tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri.

Sebagai bahan baku indstri sagu dapat digunakan sebagai bioetanol. PT.

National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan Sampoerna Agro

yang di dalamnya juga terdapat Sampoerna Biofuel yang bergerak dalam bidang

(31)

bioetanol dibutuhkan bahan baku yang mengandung pati, sehingga diharapkan

PT. National Sago Prima dapat menyediakan kebutuhan bahan baku tersebut.

Tanaman sagu adalah tanaman yang dapat tumbuh di lahan marjinal

de-ngan ketersedian hara minimal. Propinsi Riau memiliki areal lahan gambut yang

besar. Lahan gambut yang terdapat disana mencapai 45% dari total luas Proponsi

Riau sehingga pengusahaan sagu pada daerah tersebut sangat mungkin untuk

di-kembangkan.

Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan PT. National

Sago Prima untuk mengembangkan industri pengolahan sagu agar dapat

di-manfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan dan peningkatan pendapatan

penduduk setempat pada khususnya dan demi kemajuan ekonomi dan

pem-bangunan nasional pada umumnya dengan landasan manajemen hutan

ber-kelanjutan.

Areal Konsesi Dan Pertanaman

Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi

yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan

hasil panen dan pemasaran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian

nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974, PT. National National

Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau

dengan luas areal konsesi 100 000 ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21

tahun.

Pada tahun 1995, PT. National Timber and Forest Product memperoleh

Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Surat Menteri Kehutanan

no-mor 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 juli 1995. Surat tersebut menyatakan

bahwa areal yang disetujui untuk dijadikan HTI Sagu oleh P.T. National Timber

and Forest Product adalah areal di kelompok hutan Teluk Kepau seluas 19 900

hektar. Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya

mengajukan izin penebangan kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor

17/Kpts/HUT/1996.

Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah

(32)

tanam-19

an industri (sagu). PT. National Timber and Forest Product juga harus

memper-tahankan hutan konservasi seluas 10% dan melakukan penanaman tanaman

ung-gulan setempat yaitu geronggang (Cratoxylon spp.), dan tanaman kehidupan yang antara lain berupa tanaman kelapa (Cocos nuciferaLinn.).

PT. National Sago Prima memiliki luas areal pertanaman 21 620 ha sesuai

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 jo

SK.353/MENHUT-II /2008. Areal yang baru ditanami seluas 13.044 ha yang

ter-bagi menjadi 12 divisi. Luas areal pertanaman untuk setiap divisi seluas 1 000 ha

yang terbagi menjadi 19-24 blok dengan luas areal tiap blok 50 ha. Kondisi

per-tanaman untuk tiap divisi dibedakan berdasarkan tahun tanam Pada saat ini areal

yang menjadi fokus kerja perusahaan yaitu Divisi 1-4, hal ini karena pada areal

tersebut kondisi tanaman sudah memasuki fase panen sehingga diperlukan

pe-meliharaan yang baik. Divisi 5-8 merupakan divisi-divisi yang baru akan

dilaku-kan penyulaman dan pemeliharaan.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Pengorganisasian Kebun

Sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat vital dalam

men-jalankan suatu perkebunan. Dengan berbekal manajemen sumberdaya manusia

yang baik, maka perusahaan akan berjalan dengan baik. Perencanaan,

pelaksana-an, dan kontrol yang bagus harus dilaksanakan jika perusahaan tersebut ingin

maju.

Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh seorang

general manager (GM). General manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung

ter-hadap kinerja kebun. General manager membawahi kepala TU, koordinator divisi,

hubungan luar dan tim teknis (Lampiran 3).

Kepala tata usaha bertanggung jawab langsung kepada GM dan bertugas

untuk mengontrol semua kegiatan administrasi. Kepala tata usaha membawahi

empat bagian yaitu bagian administrasi, bagian pembukuan, bagian umum, dan

(33)

laporan tenaga kerja, membuat laporan perpajakan, membuat laporan cuti

kar-yawan, membuat laporan gaji dan insentif, serta membuat surat-surat. Bagian

pembukuan bertugas membuat dan membukukan transaksi, membuat voucher

pembayaran dan penerimaan, menerima pelaporan hasil kerja tiap divisi.

Pem-bukuan dilakukan setiap hari. Bagian umum dibagi menjadi dua tempat yaitu di

camp utama Tanjung Bandul dan kantor Selat Panjang. Bagian umum bertugas

mengatur sarana dan prasarana penunjang kegiatan kantor, mengatur pembelian

barang dan membuat ekspedisi pengiriman barang ke Tanjung Bandul. Bagian

gudang bertugas untuk merekap keluar masuknya barang. Gudang terletak di

kantor utama Tanjung Bandul. Gudang berfungsi sebagai tempat transit barang

dan sebagai tempat penampungan sementara sebelum sampai ke lapangan.

Koordinator divisi bertanggung jawab secara langsung kepada GM.

Koordinator divisi bertugas mengawasi semua kegiatan di lapangan. Koordinator

divisi membawahi empat divisi dan pengadaan bahan baku. Setiap divisi dipimpin

oleh asisten divisi. Setiap divisi memiliki tanggung jawab atas areal pertanaman

seluas 1 000 ha. Dalam pelaksanaannya, asisten divisi membawahi dan menerima

pertanggungjawaban dari mandor I dan krani, serta mandor lapangan secara

lang-sung. Bagian pengadaan bahan baku bertugas mengadakan bahan baku untuk

pabrik.

Tim teknis bertanggung jawab secara langsung kepada GM. Tim teknis

adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan pada

se-luruh kegiatan kebun. Selain itu, tim teknis juga bertugas untuk membantu

pe-kerjaan dari GM. Tim teknis terdiri atas ketua tim teknis, mandor 1, mandor, dan

krani.

Deskripsi Kerja Karyawan

Pengelolaan tenaga kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas

per-usahaan. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam suatu perusahaan. Teknik tenaga kerja yang diterapkan oleh

per-usahaan adalah buruh harian lepas, karyawan harian tetap, tenaga kerja bulanan,

(34)

21

1. Buruh Harian Lepas (BHL)

Buruh harian lepas adalah tenaga kerja yang tidak terikat oleh perusahaan.

Buruh harian lepas mulai bekerja pada pukul 06.30, tetapi pekerja harus

ber-kumpul pada pukul 06.15 untuk mengisi daftar hadir dan mendengarkan instruksi

dari mandor tentang pekerjaan mereka. Pada pukul 12.00-13.00 pekerja

men-dapatkan waktu untuk istirahat dan pada pukul 14.30 waktu bekerja buruh harian

lepas selesai. Setelah itu pekerja berkumpul lagi di kantor tiap divisi untuk

meng-isi daftar pulang. Pada teknik kerja tersebut pekerja bekerja selama tujuh jam kerja

selama enam hari kerja dalam satu minggu dengan hari libur yaitu hari jum’at.

Buruh harian lepas digunakan dalam melaksanakan kegiatan teknis kebun.

Pada saat magang berlangsung, teknik BHL digunakan dalam pelaksanaan

kegiat-an pemotongkegiat-an pelepah ykegiat-ang sudah kering, pengendalikegiat-an gulma secara kimia

(chemical weeding), penebasan gulma pinggir blok, dan sensus produksi.

Upah yang diperoleh buruh harian lepas sebesar Rp. 40 640,00/hari yang

dibayarkan sesuai jumlah hari orang tersebut bekerja dengan waktu pembayaran

dua minggu sekali. Pada teknik tenaga kerja BHL pengawasan terhadap

pe-laksanaan kerja BHL menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan sulitnya

me-nentukan target bagi pekerja. Pekerja hanya bekerja berdasarkan pemenuhan jam

kerja yang telah ditentukan.

Masa kerja maksimal buruh harian lepas adalah tiga bulan kerja, apabila

pekerja tersebut telah bekerja selam 3 bulan secara terus menerus tanpa ada hari

libur, maka pada bulan keempat pekerja diangkat menjadi karyawan harian tetap.

2. Karyawan Harian Tetap

Karyawan harian tetap adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang

merupa-kan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Karyawan harian tetap

di PT. National Sago Prima yaitu bagian keamanan, bagian mesin, dan

pelaksana-an kegiatpelaksana-an teknis kebun. Pelakspelaksana-anapelaksana-an kegiatpelaksana-an teknis kebun hampir sama dengpelaksana-an

kegiatan pada buruh harian lepas. Jam kerja karyawan harian tetap sama dengan

(35)

Gaji yang diperoleh karyawan harian tetap dibayarkan setiap bulan sekali.

Gaji yang diperoleh sama dengan pendapatan buruh harian lepas yang bekerja satu

bulan penuh. Bedanya, karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama 4

hari dalam satu bulan. karyawan harian tetap juga mendapatkan tunjangan beras

serta tunjangan kesehatan.

Apabila karyawan harian tetap telah bekerja selama 3 bulan secara terus

menerus tanpa ada hari libur dan hasil pekerjaan dinilai baik menurut perusahaan

serta pengetahuannya telah meningkat baik dari segi manajemen ataupun teknis di

kebun, maka pekerja tersebut akan dipromosikan untuk menjadi tenaga kerja

bulanan dan mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan keputusan perusahaan.

3. Tenaga Kerja Bulanan

Tenaga kerja bulanan juga merupakan tenaga kerja tetap perusahaan yang

merupakan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Tenaga kerja

bulanan meliputi kepala tata usaha, tim teknis, mandor atau pengawas, krani atau sekretaris divisi, asisten divisi, bagian personalia, bagian gudang, dan bagian

umum.

Tim teknis adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan

pe-ngontrolan pada seluruh kegiatan kebun. Dalam perencanaan, tim teknis harus

melakukan pengecekan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh divisi. Hasil dari

pengecekan tersebut kemudian dibuat laporan berupa berita acara pemeriksaan

(BAP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada kepala tata usaha sebagai acuan

untuk menentukan besarnya pembayaran. Setelah itu tim teknis membuat surat

perjanjian kerja (SPK) agar hasil pekerjaan sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan. Pengecekan hasil kerja dilakukan setelah pe-kerjaan tersebut selesai dilakukan. Hasil dari pengecekan harus sesuai surat

per-janjian kerja (SPK) kemudian hasil tersebut dibuat berita acara pemeriksaan

(BAP) yang selanjutnya diserahkan kepada kepala tata usaha guna dilakukan

pem-bayaran.

Mandor mempunyai tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan teknis di

kebun, selain itu mandor juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan

(36)

23

pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan oleh BHL, mandor mempunyai

peranan yang sangat penting, mandor harus menegur pekerja apabila pekerjaan

yang dihasilkan tidak sesuai atau tidak baik.

Mandor I dan krani mempunyai tugas untuk membuat pelaporan hasil

kerja divisi baik harian, mingguan maupun bulanan. Mandor I merekap seluruh

hasil kerja dari mandor pengawas yang kemudian diserahkan kepada kerani untuk

dibuat laporan. Selain itu, krani juga harus merekap daftar hadir pekerja. Laporan

dan daftar hadir tersebut diserahkan kepada bagian pembukuan di kantor Tanjung

Bandul.

Asisten divisi mempunyai tugas mengelola seluruh kegiatan teknis di

lapang. Asisten divisi juga bertanggung jawab atas areal pertanaman dengan luas

1 000 ha yang terbagi menjadi ± 20 blok tanaman. Tugas asisten divisi meliputi

perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapang yang nantinya dibantu

oleh mandor I dan kerani dalam pelaksanaannya.

Pada teknik tersebut karyawan bekerja setiap harinya 7 jam kerja yang

dimulai pukul 07.00-15.00 tetapi pada pukul 12.00-13.00 istirahat,dengan jumlah

hari kerja setiap bulannya 26 hari karena teknik libur menggunakan cuti bulanan.

Waktu cuti dibagi menjadi tiga kali dalam satu bulan. Pembagian waktu cuti bagi

karyawan dilakukan secara bertahap dengan waktu 4 hari/ 1 orang untuk setiap

divisi pada tiap minggunya. kondisi tersebut digunakan agar tidak terjadi

ke-kosongan SDM. Pada perusahaan tidak terdapat teknik lembur kecuali jika ada

surat perintah lembur dari GM.

4. Tenaga Kerja Kontrak Borongan

Sistem tenaga kerja kontrak diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan kebun

tertentu seperti penebasan lorong dan gawangan hidup, serta membersihkan

piringan pada tanaman sagu. Sistem tersebut dilaksanakan dengan kesepakatan

antara perusahaan dengan kontraktor yang membawahi tenaga kerja kontrak.

Kesepakatan dilegalkan dengan surat perjanjian kerjasama (SPK) yang telah

di-sepakati oleh kedua belah pihak.

Kontraktor dapat mengepalai satu atau lebih rombongan pekerja, dengan

(37)

pe-nebasan pada satu blok tanaman. Perusahaan tidak memperbolehkan lebih dari

satu rombongan dengan kontraktor yang sama pada satu divisi. Pada sistem

ter-sebut tidak ada target baik waktu atau hasil dalam satu hari. Perusahaan akan

membayar pekerjaan setelah pekerjaan selesai dilakukan.

Untuk pekerjaan pembuatan gawangan hidup dan pembersihan piringan

sagu, upah yang diterima oleh kontraktor tergantung pada kondisi kebun. Jika

kondisinya ringan maka upah yang diterima berkisar Rp. 200 000,00/ ha. Hal

ter-sebut tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dengan kontraktor. Untuk

areal dengan kondisi sedang maka upah yang diterima berkisar sebesar Rp. 300

000,00/ ha sedangkan jika kondisinya berat maka upah yang akan diterima

kontraktor berkisar Rp. 400 000,00. Upah yang diterima pekerja tidak sebesar

yang diberikan perusahaan karena ada pemotongan dari kontraktor sesuai dengan

(38)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima

adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan

pemeliharaan tanaman. Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan

adalah penyulaman. Hal ini dikarenakan dari 12.000 ha kebun yang sudah

di-tanami, kurang lebih hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik.

Berikut penjelasan mengenai masing-masing teknis budidaya yang dilakukan di

kebun.

Pembibitan

Pembibitan merupakan kegiatan pengadaan bahan tanaman yang

diper-gunakan oleh kebun untuk menanami kebun terebut. Kegiatan dalam pembibitan

meliputi kegiatan penyeleksian bibit dan persemaian. Pembibitan bertujuan untuk

mendapatkan bibit yang berkualitas baik sehingga mempunyai persentase hidup

yang tinggi saat ditanam nantinya. Pada kegiatan pembibitan, PT National Sago

Prima bekerja sama dengan PT Prima Kelola. PT Prima kelola adalah perusahaan

swasta milik Institut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan PT Sampoerna

untuk menanami seluruh areal PT. National Sago Prima.

Penyeleksian Bibit

Bahan tanam (sucker) diperoleh dari kebun yang dimiliki perusahaan dan dari kebun sagu petani dari daerah di sekitar lokasi perusahaan PT. National Sago

Prima atau dari daerah lain. Bibit yang akan disemai, diseleksi terlebih dahulu

oleh asisten PT. Prima Kelola, mandor PT. Prima Kelola dan pengawas

pembibit-an dari PT. National Sago Prima.

Bibit diseleksi berdasarkan bentuk, ukuran, bobot dan kesegaran bibit.

Kriteria bibit yang sehat dan berkualitas adalah: bibit masih segar dengan pelepah

(39)

pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, bobot bibit berkisar antara

2- 4 kg, serta diutamakan bibit dengan bonggol berbentuk “L” karena anakan yang

[image:39.595.172.441.143.343.2]

dihasilkan berjauhan dari induknya (Gambar 5).

Gambar 5. Sucker Berbentuk “L” (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidak berbentuk “L”

Sistem kerja yang diterapkan oleh PT. Perima Kelola dalam kegiatan

pen-carian anakan yaitu sistem borongan. Perusahaan membayar upah kepada pekerja

sesuaisuckeryang didapatkan. Harga satusuckeryang diambil dari kebun sendiri sebesar Rp. 1 000,00/sucker dan dengan ketentuan bahwa sucker yang diambil tidak boleh menempel pada induk sagu, sisa potongan harus ditutup dengan tanah,

dan dalam satu rumpun harus disisakan minimal empat anakan yang paling besar.

Jika pekerja ketahuan melanggar ketentuan tersebut maka upah mereka dipotong

Rp. 50 000,00. Sucker yang berasal dari kebun petani dihargai Rp. 2 000,00/

sucker. Tambahan upah sebesar Rp 200,00 diperoleh pekerja jika sekaligus dilakukan persemaian.

Prestasi kerja pengambilan bibit yang dilakukan oleh pekerja borongan

yaitu 80 bibit/ hari. Prestasi kerja pengambilan bibit yang dilakukan oleh buruh

harian lepas yaitu 40 bibit/ hari, sedangkan prestasi kerja mahasiswa dalam

peng-ambilan bibit yaitu 20 bibit/ bibit. Kecepatan pengpeng-ambilan sucker dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu besar sucker, letak sucker, banyaknya

(40)

27

Persemaian

PT. National Sago Prima menggunakan teknik persemaian rakit di kanal.

Persemaian tersebut menjadi tanggung jawab PT. Perima Kelola. Rakit dibeli dari

dari masyarakat setempat dengan harga Rp 6 500/ rakit. Rakit berukuran panjang

3 m dengan lebar 1 m yang terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Sebuah

rakit dapat memuat 80-100 bibit tergantung ukuran bibit. Rakit yang telah selesai

dibuat selanjutnya diletakkan di lokasi Pembibitan. Adapun syarat untuk lokasi

pembibitan yaitu pembibitan dilakukan di kanal dengan air yang mengalir, lokasi

mudah didatangi sehingga pengawasan dapat berjalan dengan baik, dan jauh dari

sumber hama dan penyakit.

Sucker yang telah siap selanjutnya direndam dalam larutan fungisida

dithane m-45 dengan dosis 2 g/l sebelum disusun di rakit agar terhindar dari serangan cendawan.Sucker yang telah dipotong daunnya hingga tinggi pelepah ± 40 cm dari banir disusun di rakit secara rapat dengan posisi rhizome tegak di

bawah (Gambar 6). Ketinggian air dijaga hingga batas pelepah dan rhizome harus

terendam dalam air. Pembibitan dilakukan selama 3-4 bulan. Bibit dapat ditanam

di lapang setelah bibit tersebut memiliki 3-4 helai daun, tumbuh akar nafas, dan

[image:40.595.135.465.483.717.2]

memiliki perakaran yang baik.

(41)

Persiapan Lahan

Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan adalah

pe-nyulaman untuk divisi I-IV. Persiapan lahan dilakukan terkait dengan

dilakukan-nya penyulaman dan penanaman di areal perusahaan tersebut. Penyiapan lahan

tersebut meliputi pemancangan ajir lubang tanam, pembuatan jalur tanam,

pe-lorongan, dan pembuatan lubang tanam.

Pemancangan Ajir Lubang Tanam

Pemancangan ajir lubang tanam untuk penyulaman dilaksanakan

bersama-an dengbersama-an sensus hidup-mati. Menurut Bintoro (2008) pbersama-ancbersama-ang ajir lubbersama-ang tbersama-anam

berguna sebagai tanda titik yang ditanami bibit sesuai dengan jarak tanam yang

digunakan. Pemberian ajir dilakukan dengan arah Utara-Selatan, sesuai dengan

jalur tanaman/ lorong tanaman.

Dalam pemancangan dan sensus hidup-mati biasanya dilakukan oleh dua

orang BHL dan seorang mandor. Buruh harian lepas bertugas untuk mencari ajir

dan menancapkan ke daerah yang dijadikan lubang tanam (Gambar 7). Mandor

bertugas sebagai pengawas kegiatan pengajiran sekaligus melakukan sensus

hidup-mati. Ajir yang digunakan biasanya dari pelepah sagu dengan tinggi 2.5-3.0

m. Hal ini dilakukan agar saat dilakukan penanaman, sebagian dari pelepah sagu

tersebut bisa digunakan untuk sampiang. Target yang harus dicapai dalam

kegiatan pancang ajir yaitu 8 jalur tanam/regu/HK untuk areal kategori berat,

sedangkan untuk areal kategori ringan target yang harus dicapai 16 jalur tanam/

regu/HK.

(42)

29

Pelorongan

Pelorongan dalam kegiatan penyulaman berupa pembuatan jalur tanaman

dan pembuatan lorongan bersih. Pelorongan dilakukan untuk membuat jalur atau

lorong tanaman dengan arah utara-selatan. Pelorongan dilakukan secara manual

dengan menggunakan chainsaw dan parang. Biasanya kendala yang dijumpai dalam kegiatan pelorongan yaitu sering dijumpai akar-akar, tunggul, dan kayu

bekas logging yang merintangi lorong sehingga banyak lorong yang tidak lurus.

Pembuatan jalur tanam dilakukan jika banyak tanaman yang harus ditanam

dalam satu blok tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan waktu, tenaga,

dan biaya. Jalur tanam biasanya mempunyai lebar 1.5-2.0 m dan panjangnya

se-suai dengan panjang blok tersebut. Pembuatan jalur tanam dilakukan oleh tenaga

borongan. Harga yang diberikan berkisar Rp. 200 000,00 - Rp. 300 000,00/Ha.

Pembuatan lorongan bersih bisanya dilakukan jika tanaman yang hidup

lebih banyak daripada tanaman yang mati. Pelaksanaan pembuatan lorongan

bersih hampir sama dengan pembuatan jalur tanam. Pembuatan lorongan bersih

[image:42.595.143.449.427.654.2]

dilakukan secara manual oleh tenaga borongan (Gambar 8).

Gambar 8. Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan

Pada borongan pembuatan lorongan bersih biasanya dilakukan juga

pembuatan piringan pada pertanaman sagu. lebar penebasan piringan 1.0 m

(43)

gulma 5.0 cm di atas permukaan tanah. Sampah-sampah penebasan dan pelepah

kering di sekeliling tanaman selanjutnya diletakkan di gawangan mati.

Pengendalian gulma di piringan bermaksud untuk memudahkan proses

pemupukan, sehingga pupuk yang diberikan ke tanaman dapat terserap

sepenuhnya. Ongkos pembuatan lorongan bersih dan piringan berkisar Rp. 200

000,00 untuk areal dengan kategori ringan. Untuk areal dengan kondisi sedang,

upah yang diberikan berkisar sebesar Rp. 300 000,00/ ha sedangkan jika

kondisi-nya berat, upah yang diberikan berkisar Rp. 400 000,00/ha.

Pembuatan Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam digunakan untuk penanaman bibit sagu yang

telah disemai. Pembuatan lubang tanam di perusahaan disesuaikan dengan ukuran

bibit (Gambar 9). Lubang tanam dibuat pada pancang ajir lubang tanam dengan

kedalaman tertentu hingga menyentuh permukaan air tanah. Pembuatan lubang

tanam sebaiknya dilakukan pada waktu yang tidak jauh berbeda dengan

penyulaman bibit. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penutupan lubang

tanam kembali oleh tanah akibat hujan lebat.

Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam harus dibersihkan dari

kotoran atau daun-daun untuk mengurangi resiko terjangkitnya penyakit. Apabila

permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali sampai kedalaman 60 cm.

Setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit bisa segera ditanam. Pembuatan

lubang tanam dilakukan oleh tenaga borongan. Prestasi kerja tenaga borongan

tersebut 150 lubang/HK.

(44)

31

Pengelolaan Air

Air merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman sagu

merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah banyak. Tingkat

ke-dalaman air tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman sagu. Oleh karena

itu, dalam budidaya sagu kedalaman air tanah harus dipertahankan dan muka air

tanah harus dikendalikan.

Kanal merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam

menun-jang kegiatan kebun. Sistem kanal yang digunakan perusahaan terdiri atas kanal

utama atau primer (main canal), kanal sekunder (collector canal) dan kanal tersier. Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar

divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 5 m dan dalam 3 m yang berfungsi sebagai kanal penghubung antara kanal cabang

dan kanal utama. Kanal tersebut juga berfungsi sebagai jalur transportasi serta

se-bagai isolasi jika terjadi kebakaran. Kanal tersier/ kanal cabang adalah kanal yang

memiliki ukuran lebar 3-4 m dan dalam 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas

pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran.

Salah satu kegiatan dalam pengelolaan air adalah pendalaman kanal.

Pen-dalaman kanal dilakukan untuk menunjang fungsi kanal tersebut supaya tetap

optimal. Pendalaman kanal dilakukan untuk memperbaiki kanal yang sudah

mengalami pendangkalan. Kegiatan tersebut dilakuksan dengan menggunakan alat

berat jenis Ekskavator tipe Short Arm EX 200 (Gambar 10). Pendalaman kanal

di-lakukan dengan mengangkat gumpalan tanah pada dasar kanal dengan

meng-gunakan alat pengeruk ekskavator. Pengangkatan harus dilakukan secara perlahan

agar gumpalan tanah di dasar kanal tidak pecah dan dapat terangkat, karena jika

gumpalan tanah tersebut pecah maka kanal tersebut akan cepat mengalami

pen-dangkalan kembali karena yang terangkat hanyalah lumpur.

Alat berat yang digunakan merupakan alat berat yang disewa dari

kontrak-tor. Setiap ekskavator dioperasikan oleh dua orang pekerja. Satu orang bekerja

sebagai operator dan seorang lainnya sebagai pembantu operator (helper). Setiap ekskavator bekerja 10 jam/hari. Sistem sewa yang diterapkan dihitung dengan

(45)

biaya sewa Rp. 400 000,00 /BU. Prestasi kerja pencucian kanal setiap harinya

sekitar 180 m/HK. Pengawasan dalam mengawasi jalannya alat tersebut sangat

penting agar alat tersebut dapat mencapai target pada satu hari kerja. Pengawasan

tersebut dilakukan oleh mandor tiap-tiap divisi.

Gambar 10. Pendalaman Kanal dengan Alat Berat Ekskavator TipeShort Arm EX 200

Selain pendalaman kanal, perusahaan harus melakukan pengamatan

ter-hadap tinggi muka air kanal. Ketinggian muka air kanal diukur dengan melihat

jarak antara muka tanah dan muka air di saluran. Keadaan muka air dari

permukaan tanah untuk tanaman sagu perlu diamati dan diukur secara rutin untuk

mengetahui status keberadaan air pada areal pertanaman sagu. Salah satu cara

untuk melakukan monitoring ketinggian air yaitu dengan menggunakan alatwater level(Gambar 11).

Untuk mengetahui ketinggian air kanal, perusahaan menggunakan alat

water level. Ketinggian air tersebut diukur dari permukaan tanah. Skala 0 cm sejajar dengan permukaan tanah dengan bagian ukuran negatif di bagian bawah

dan ukuran positif di bagian atas. Dari alat tersebut diperoleh data mengenai

ketinggian muka air kanal yang kemudian dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

(46)
[image:46.595.208.408.79.332.2]

33

Gambar 11.Water Levelyang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I

Sensus Tanaman

Sensus tanaman merupakan kegiatan inventarisasi kebun sebagai acuan

untuk melaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Sensus tanaman terdiri atas

sensus hidup-mati, sensus produksi, dan sensus anakan. Sensus hidup-mati

tanam-an yaitu sensus ytanam-ang dilakuktanam-an untuk melihat persentase ttanam-anamtanam-an ytanam-ang hidup dtanam-an

mati dalam blok tersebut, dengan tujuan untuk pelaksanaan penyulaman. Sensus

hidup mati yang dilakukan perusahaan adalah sensus 100% karena perusahaan

akan melakukan penyulaman terhadap semua blok yang ada di perusahaan

ter-sebut.

Kegiatan sensus produksi dilaksanakan oleh masing-masing divisi. Peubah

yang diamati dalam kegiatan sensus produksi adalah tinggi batang tanaman yaitu

jumlah tanaman dengan kriteria tinggi sebagai berikut: 0.00-2.61 m, 2.61-3.48 m,

3.48-4.35 m, 4.35-5.22 m, 5.22-6.09 m, dan > 6.09 m, nyorong, dan berbunga.

Selain itu, dalam sensus produksi juga dihitung jumlah dari anakan dengan berat

3-5 kg, 5-10 kg, dan > 10 kg (Lampiran 4). Berdasarkan peubah tersebut

didapat-kan data tanaman yang dapat dipanen.

Sensus produksi yang dilakukan perusahaan adalah sensus 50%.

(47)

blok. Untuk Blok genap, sensus dimulai dari jalur tanaman ke-1 dan ke-2,

sementara itu untuk Blok ganjil sensus dimulai dari jalur tanaman ke-3 dan ke-4.

Pengambilan contoh diharapkan dapat mewakili tanaman secara keseluruhan.

Sensus produksi dilakukan perusahaan untuk memperkirakan jumlah

tanaman yang dapat dipanen pada tahun sekarang ini dan tahun-tahun berikutnya.

Sensus produksi dilakukan perusahaan terkait dengan akan didirikannya pabrik

pengolahan sagu. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengetahui jumlah bahan

baku yang berasal dari kebun sendiri sebagai acuan dalam menentukan kapasitas

pabrik.

Sensus produksi yang dilakukan pada Divisi I di Blok I29, H28, K28, dan

L28, didapatkan hasil bahwa pohon sagu yang dapat dipanen pada tahun 2010

se-banyak 1216 pohon. Sementara itu, sese-banyak 1432 batang pohon sagu dapat

di-panen pada tahun 2011 dan sebanyak 1866 batang sagu dapat didi-panen pada tahun

2012 pada ke empat blok tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sensus Produksi Divisi I Blok I29, H28, K28, dan L28

Blok

DIVISI I

Ank 0

-2.61 2.61 - 3.48 3.48 - 4.35 4.35 - 5.22 5.22

- 6.09 > 6.09 NY BB S/A <5 kg 5.-10 >10kg

I29 2945 1318 1593 462 269 266 167 130 127 39 44 20

H28 2027 1854 3971 450 355 383 363 264 323 272 164 123

K28 3410 1873 2484 851 562 577 467 249 207 175 99 15

L28 2324 1455 1659 530 398 513 434 290 59 122 98 9

Jumlah 10706 6500 9707 2293 1584 1739 1431 933 716 608 405 167

Pelaksanaan sensus produksi dilakukan di setiap lorong untuk satu blok

tanaman. Pada lorong yang sudah dilakukan pengendalian gulma, sensus cukup

dilakukan oleh satu orang untuk mengamati dua jalur tanaman pada lorong

ter-sebut, sedangkan pada lorong yang belum dilakukan pengendalian gulma sensus

dilakukan oleh dua orang yang bertugas sebagai penebas dan pengamat.

Kecepat-an penyensus untuk menyensus satu lorong dipengaruhi oleh jumlah tKecepat-anamKecepat-an dKecepat-an

kondisi lorong. Lorong yang jumlah tanamannya lebih banyak membutuhkan

waktu sensus lebih lama daripada lorong yang jumlah tanamannya sedikit. Pada

(48)

35

pelepah kering, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dari lorong yang belum

di-lakukan pengendalian gulma dan banyak tunggul serta pelepah kering. Prestasi

kerja karyawan untuk jalur yang sudah di lakukan pengendalian gulma adalah 16

jalur tanaman/ HK, sedangkan prestasi mahasiswa 12 jalur tanaman/ HK. Apabila

jalur tersebut belum dilakukan pengendalian gulma prestasi karyawan 10 jalur

tanaman/ HK, sedangkan prestasi mahasiswa 8 jalur tanaman / HK.

Selain sensus hidup-mati tanaman dan sensus produksi, dalam kegiatan

perusahaan juga terdapat sensus anakan. Sensus anakan dilakukan sebelum

ke-giatan penjarangan ta

Gambar

Gambar 5. Sucker Berbentuk “L” (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidakberbentuk “L”
Gambar 6. Penyusunan Sucker Terseleksi di Rakit
Gambar 8. Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan
Gambar 11. Water Level yang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan peredam kebisingan merupakan bangunan penghalang pada jalur perambatan suara dengan bentuk dan bahan tertentu yang diperuntukkan sebagai alat menurunkan

pembangunan kapal selam memiliki kekurangan berupa kekuatan tawar menawar pemerintahan Indonesia, khususnya KKIP maupun Industri Pertahanan yang terlibat dalam program

Hipotesis tindakan adalah penerapan model pembelajaran Imajinatif dapat meningkatkan keterampilan mengarang dalam Bahasa Indonesia siswa kelas V SDN Banyuagung II Surakarta

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari intensi menggunakan sebagai variabel mediasi terhadap variabel

Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Produk, Harga, Promosi, dan Distribusi terhadap variabel terikatnya Keputusan

mendekatkan diri dengan Al-Quran dan tentunya kepada penciptanya, lalu subjek menyatakan bahwa kebahagiaan orangtua adalah alasan lain mereka untuk mengikuti

Jika tanaman roboh, biasanya petani akan memanen padi pada saat masih muda, hal ini untuk menghindari adanya padi yang tumbuh dalam genangan air dan agar petani tetap

Another application area where grid representations are currently studied is (indoor) navigation, where routes are computed along which persons, robots, or drones are moving