MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH
TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU
Oleh :
MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO A24062297
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
ii
PENGELOLAAN SAGU (
Metroxylon sagu
Rottb.)
DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KAB. KEPULAUAN
MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI KASUS PENGARUH
TEKNIK PERSEMAIAN DAN JENIS TANAMAN INDUK
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO
A24062297
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO. Pengelolaan Sagu (Metroxylon sagu rottb.) di P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus Pengaruh Teknik Persemaian dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. BINTORO DJOEFRIE, M. Agr.)
Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari teknik budidaya sagu dan
meningkatkan pengetahuan serta wawasan mengenai pengelolaan perkebunan
se-cara teknis maupun manajerial. Kegiatan magang dilaksanakan pada bulan
Feb-ruari hingga bulan Agustus 2010 di Perkebunan sagu PT. National Sago Prima,
Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Aspek khusus yang diamati dalam magang
ini adalah pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap
pertumbuhan bibit sagu.
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang yaitu metode langsung
dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan melaksanakan kegiatan
teknis di lapang yaitu pelorongan, pengendalian gulma secara teknis maupun
kimia, sensus tanaman, penjarangan anakan (thinning out), kegiatan pembibitan yang meliputi kegiatan pembuatan rakit, pencarian bibit, persemaian, dan
pe-nyulaman. Selain itu, dilakukan percobaan pengaruh teknik persemaian kanal,
kolam, polibag, dan jenis tanaman induk berduri, tanaman induk tidak berduri
ter-hadap pertumbuhan vegetatif bibit tersebut. Metode tidak langsung dilakukan
me-lalui wawancara dan diskusi dengan staf serta studi pustaka untuk mendapatkan
informasi yang mendukung. Data primer yang diperoleh dari percobaan
persemai-an dipersemai-analisis dengpersemai-an uji DMRT pada taraf 5%.
PT. National Sago Prima menerapkan teknik persemaian bibit secara
ter-apung pada kanal (saluran air berukuran lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit
disemai di kanal dengan menggunakan rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1
m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah kering. Kriteria bibit sehat dan layak
untuk disemai adalah bibit masih segar dengan pelepah masih hijau, bibit sudah
tua yang dicirikan dengan bonggol sudah keras, pelepah dan pucuk masih hidup,
iv
Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan
sebe-lum persemaian, lama penyimpanan bibit, teknik persemaian yang digunakan dan
jenis tanaman induk. Terdapat berbagai teknik persemaian yaitu persemaian rakit,
kolam dan polibag. Bobot bibit yang digunakan umumnya 2-4 kg. Berdasarkan
hasil percobaan dengan parameter pertumbuhan panjang petiol, jumlah daun,
jumlah anak daun, dan persentasi kematian, bibit dengan perlakuan teknik
per-semaian rakit dari tanaman induk yang tidak berduri menghasilkan pertumbuhan
Judul :
PENGELOLAAN SAGU (
Metroxylon sagu
Rottb.)
DI PT.NATIONAL SAGO PRIMA, KAB.
KEPULAUAN MERANTI, RIAU, DENGAN STUDI
KASUS PENGARUH TEKNIK PERSEMAIAN DAN
JENIS TANAMAN INDUK TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT SAGU
Nama : MUHAMMAD ANGGORO WIBISONO NRP : A24062297Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.
NIP. 19480108 197403 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batang, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 29
Desember 1987. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Teguh Budiarto dan
Ibu Sukeningsih.
Penulis lulus dari SD Negeri Kauman 3 pada tahun 2000, kemudian
me-lanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu SLTP Negeri 3 Batang
dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1
Pe-kalongan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur
USMI. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima sebagai salah satu
maha-siswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus
dan diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007-2008 penulis menjadi
peng-urus organisasi mahasiswa daerah IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan
sekitarnya). Dari tahun 2007-2009 penulis menjadi pengurus Unit Kegiatan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga magang yang berjudul Pengelolaan Sagu (Metroxylon sagu
rottb.) Di P.T.National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus
Pengaruh Teknik Persemaian dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan
Bibit Sagu dapat diselesaikan. Kegiatan magang tersebut merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. selaku pembimbing
skrip-si yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran untuk
pelaksana-an magpelaksana-ang dpelaksana-an pembuatpelaksana-an laporpelaksana-an akhir ini.
2. Bapak, Ibu, Sari, Asti, dan keluarga besar atas dukungan, doa, dan
se-mangat yang diberikan.
3. Dr. Ir. Sugiyanta, MS. selaku pembimbing akademik yang telah
mem-bimbing penulis selama menjalani studi.
4. Agung, dan Iksani atas kerja sama dan bantuannya selama kegiatan
ma-gang berlangsung hingga penulisan laporan.
5. Pak Erwin, Pak Habib, Pak Nasrudin, Pak Pandu, Pak Budi, Pak Kornelis,
Pak Igun, Bang Asrori, Bang Wiyadi dan seluruh keluarga besar PT.
National Sago Prima atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan
ma-gang berjalan.
6. Pak Susilo, Pak Gia, Ibu Ruri, selaku tim Riset and Develpment PT. Sampoerna atas bantuan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian dan
magang sehingga dapat berjalan dengan baik.
7. Ibu Sulis, Pak Harsono, Pak Eko, Pak Budi, Pak Husen, Pak Adit dan
seluruh keluarga besar PT. Prima Kelola atas bantuan sarana dan prasarana
sehingga kegiatan magang dan penelitian berjalan dengan baik.
8. Teman-teman “Sukijo Group” Mas Malik, Mas Shohib, Mas Bowo, Iyud,
viii
9. Semua teman AGH 43 atas semangatnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya.
Bogor, Februari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Botani Tanaman Sagu ... 4
Metroxylon rumphiiMartius ... 4
Metroxylon saguRottbol... 4
Syarat Tumbuh Sagu ... 5
Budidaya Sagu ... 6
Pembibitan ... 6
Penanaman di Lapang ... 7
Pemeliharaan ... 7
Pemupukan... 7
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 8
Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Sagu (Thinning out) ... 8
METODOLOGI ... 10
Waktu dan Tempat ... 10
Metode Magang ... 10
Analisis Data dan Informasi ... 14
KONDISI UMUM KEBUN... 15
Sejarah Kebun... 15
Letak Geografis dan Administratif ... 15
Keadaan Tanah... 16
Topografi dan Iklim ... 17
Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 17
Areal Konsesi Dan Pertanaman ... 18
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 19
Pengorganisasian Kebun... 19
Deskripsi Kerja Karyawan ... 20
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG... 25
Aspek Teknis ... 25
Pembibitan ... 25
Penyeleksian Bibit ... 25
Persemaian ... 27
Persiapan Lahan ... 28
Pemancangan Ajir Lubang Tanam ... 28
x
Pembuatan Lubang Tanam... 30
Pengelolaan Air... 31
Penyulaman... 35
Pemeliharaan... 37
Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan ... 37
Pengendalian Gulma ... 39
PEMBAHASAN... 41
Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu ... 41
Pengaruh Sistem Persemaian Dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu... 44
Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu (Metroxylonspp.)... 44
Panjang Petiol Daun ... 44
Jumlah Daun dan Anak Daun Bibit Sagu ... 47
Tingkat Persentase Kematian ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
Kesimpulan ... 51
Saran... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Hasil Sensus Produksi Divisi I Blok I29, H28, K28, ... 34
2. Rekapitulasi Hasil PenyulamanSuckerpada Blok I28 Divisi I Selama Tiga Hari ... 37
3. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Daun 1 dan 2 Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 45
4. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu
Selama Masa Persemaian ... 47
5. Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian ... 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Rakit Tempat Pesemaian... 12
2. Teknik Persemaian Rakit ... 13
3. Teknik Persemaian Kolam ... 13
4. Teknik Persemaian Polibag Biasa... 13
5. Sucker Berbentuk “L” (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidak berbentuk “L” ... 26
6. PenyusunanSuckerTerseleksi di Rakit ... 27
7. Pemancangan Ajir Lubang Tanam pada Blok K28 Divisi I... 28
8. Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan ... 29
9. Lubang Tanam Yang Disesuaikan Ukuran Bibit... 30
10. Pendalaman Kanal dengan Alat Berat Ekskavator TipeShort Arm EX 200... 32
11.Water Levelyang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I ... 33
12. Penanaman Bibit Sagu ... 36
13. Pengendalian Gulma Secara Kimia Pada Perkebunan Sagu ... 40
14. Pertumbuhan Panjang Petiol Ke-2 ... 46
15. Pertumbuhan Jumlah Anak Daun Pertama... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Lokasi Magang ... 56
2. Peta Lokasi Kebun PT. National Sago Prima... 57
3. Struktur Organisasi Kebun ... 58
4. Form Sensus Produksi... 59
5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Pertumbuhan Petiol Bibit Sagu Selama Masa Persemaian ... 61
6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Petiol Bibit Sagu Selama Masa Persemaian ... 62
7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 63
8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 63
9. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Jumlah Anak Daun Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 64
10. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Jumlah Anak Daun Bibit Sagu Selama Masa Persemaian... 65
11. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persemaian Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian ... 66
12. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Jenis Tanaman Induk Terhadap Persentase Kematian Bibit Selama Masa Persemaian ... 66
13. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2008 (BMKG) ... 67
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, masyarakat Indonesia masih menggunakan beras sebagai bahan
pangan utama. Produksi beras di Indonesia dengan rata-rata produksi 6 ton/ha
tidak akan dapat memenuhi permintaan pangan penduduk Indonesia pada
be-berapa tahun ke depan. Hal tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya
jumlah penduduk di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan tanaman lain sebagai
bahan pangan alternatif bagi masyarakat Indonesia.
Tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan
pa-ngan alternatif dan bahan baku industri baik industri papa-ngan maupun nonpapa-ngan.
Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat tertinggi per satuan luasnya.
Dalam satu batang sagu terdapat 200-400 kg pati kering. Selain itu, sagu mampu
menghasilkan pati kering hingga 25 ton/ha. Kadar pati kering dalam sagu diatas
kadar pati beras yang hanya 6 ton per ha. Djoefrie (1999) menyatakan bahwa pati
sagu dapat digunakan sebagaimana tepung beras, jagung, gandum, tapioka, dan
kentang sebagai bahan baku industri pangan. Sagu digunakan sebagai bahan baku
pembuatan makanan seperti kue kukus, kue bolu, kue lapis, papeda, dan cendol.
Sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti, biskuit, mie,
sohun, bihun, dan kerupuk. Sebagai bahan baku industri nonpangan, pati sagu
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik organik yang dapat terurai
dan bahan perekat dalam industri kayu lapis. Selain itu, sagu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan energi dengan mengolah pati sagu menjadi etanol (Baker, 1980
dalamHaryanto dan Pangloli, 1992).
Sebenarnya sampai saat ini luas areal sagu di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Berdasarkan perkiraan Haryanto dan Pangloli (1992) luas areal sagu
di Indonesia sekitar 716 000 ha. Sementara itu, menurut Flach (1997) areal sagu di
Indonesia merupakan areal sagu terbesar di dunia, yaitu sekitar 1.2 juta ha atau
51.3 % dari 2.201 juta ha areal sagu dunia.
Tanaman sagu sangat menguntungkan secara ekologis karena tanaman
sagu dapat tumbuh dengan baik pada lahan-lahan marjinal seperti lahan tergenang
toleran terhadap pH 3.5-6.5. Menurut Flachet al (1986) tanaman sagu tahan ter-hadap salinitas sampai 10 ms/cm. Sagu juga dapat tumbuh di tanah bergambut.
Tampubolon dan Hamzah (1987) menambahkan bahwa top soil tempat tumbuh
sagu merupakan lapisan gambut yang berwarna coklat sampai coklat ke
hitam-hitaman dengan kedalaman 80 – 110 cm dengan pH 3.5 serta selama musim
peng-hujan tidak tergenang tetapi air tanah dangkal.
Teknik budidaya yang baik sangat diperlukan dalam perkebunan sagu.
Teknik budidaya pada perkebunan sagu meliputi persiapan tanam dan
pemelihara-an tpemelihara-anampemelihara-an. Persiappemelihara-an tpemelihara-anam meliputi pembukapemelihara-an lahpemelihara-an dpemelihara-an persiappemelihara-an bahpemelihara-an
tanaman. Pemeliharaan pada perkebunan sagu meliputi pembuatan kanal,
pem-berantasan gulma, pemupukan, pemangkasan, pempem-berantasan hama dan penyakit,
serta penjarangan anakan. Salah satu kegiatan yang harus diperhatikan untuk
men-dapatkan tanaman sagu yang baik adalah persemaian.
Kegiatan persiapan bahan tanaman meliputi kegiatan persiapan bibit dan
persemaian. Bahan tanaman dapat diperoleh melalui perbanyakan generatif
mau-pun vegetatif. Pada umumnya bahan tanaman sagu diperoleh secara vegetatif
me-lalui anakan, hal ini dikarenakan bahan tanaman vegetatif mudah diperbanyak dan
bibit yang diperoleh dari anakan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan bibit
dari proses generatif. Penyeleksian bibit bertujuan untuk memperoleh bibit yang
sehat dan mempunyai daya tumbuh yang tinggi. Dari bibit hasil seleksi tersebut
dilakukan kegiatan persemaian yang bertujuan untuk menyeleksi ulang bibit yang
akan ditanam. Bibit hasil persemaian harus mempunyai daya tahan hidup yang
baik sehingga tidak mudah mati saat dipindahkan ke lapang. Menurut Watanabe
(1986) tanaman sagu dapat berkembang biak alami secara vegetatif dengan
mem-bentuk tunas-tunas yang nantinya akan menjadi tanaman sagu yang lainnya. Hal
ini mengakibatkan panen sagu dapat berkelanjutan tanpa melakukan penanaman
ulang.
Di Indonesia teknik persemaian yang masih banyak digunakan adalah
teknik persemaian dengan menggunakan rakit. Teknik persemaian rakit
mem-punyai kemampuan hidup yang tinggi yaitu sekitar 90% saat di persemaian tetapi
lebih dari 40% bibit mati pada saat dipindahtanamkan. Oleh karena itu, perlu
3
tanaman sagu yang sulit berkembang biak dengan cepat serta daur hidupnya yang
panjang, diperlukan tindakan pengadaan bahan tanam yang efisien untuk
men-dapatkan kualitas dan kuantitas batang sagu yang diharapkan. Salah satu teknik
persemaian yang mungkin dilakukan yaitu teknik persemaian dengan polibag.
Selain itu juga mungkin dilakukan teknik persemaian kolam dengan
meng-gunakan polibag sebagai modifikasi dari teknik kolam lumpur yang ada pada
Departemen Pertanian Malaysia khususnya di Serawak. Persemaian anakan sagu
yang dilakukan Lembaga Pembangunan dan Lindungan Tanah (Pelita) Serawak,
Malaysia menggunakan teknik kolam yang berlumpur. Persemaian dilakukan
kurang lebih 3-5 bulan. Sucker yang dapat dipindahkan ke lahan merupakan
suckeryang telah memiliki 3-5 daun yang terbuka sempurna (Flachet al., 1992).
Tujuan
Tujuan umum pelaksanaan magang ini adalah :
1. memperoleh keterampilan kerja, pengalaman, wawasan, dan
penge-tahuan dalam pengelolaan perkebunan khususnya perkebunan sagu.
2. menambah kemampuan manajerial khususnya dalam pengelolaan
se-buah perkebunan.
3. sebagai studi perbandingan antara pengetahuan yang diperoleh pada
saat kuliah dengan keadaan sebenarnya di lapang.
Tujuan khusus pelaksanan magang ini adalah :
1. untuk memperoleh informasi teknik budidaya tanaman sagu ( Metro-xylonspp.) khususnya aspek pembibitan.
2. untuk mempelajari pengaruh teknik persemaian bibit sagu dan jenis
tanaman induk sagu, serta interaksi keduanya terhadap pertumbuhan
Botani Tanaman Sagu
Lima marga palma yang kandungan patinya banyak dimanfaatkan, yaitu
Metroxylonspp, Arengasp, Coriphasp, Euqeissonasp,danCariotasp (Ruddleet al., 1976). Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) termasuk tanaman monokotil dari famili Palmae, genusMetroxylon dan ordo Spadiciflorae merupakan jenis tanam-an ytanam-ang menyimptanam-an pati pada bagitanam-an battanam-angnya (Harytanam-anto dtanam-an Ptanam-angloli, 1992).
Tanaman sagu secara botani digolongkan menjadi dua, yaitu tanaman sagu yang
berbunga dan berbuah satu kali (Hapaxanthic) dan tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Pleonanthic). Golongan yang pertama sangat penting nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi (Haryanto dan
Pangloli, 1992). Jenis sagu yang termasuk dalam golongan tersebut adalah M. rumphii Mart., M. sagu Rottb., M. silvester Mart., M. longispinumMart., danM. micracantum Mart. Pada perkebunan sagu PT Nasional Sago Prima, tanaman yang ada diduga berasal dari jenis M. rumphiiMart. danM. saguRottb.
Metroxylon rumphiiMartius
Jenis sagu Metroxylon rumphii Martius biasa disebut dengan sagu tuni. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) di Pulau Seram dan Ambon, sagu tersebut
dikenal dengan namaLapia Tuniyang berarti sagu murni. Menurut penduduk se-tempat jenis sagu tuni adalah yang asli. Menurut Bintoro (2008) sagu tuni
me-miliki ciri-ciri sebagai berikut: tinggi batangnya 10-18 m, daunnya berwarna hijau
tua, panjang pelepah daunnya 5-9 m, memiliki duri dengan panjang 1-4 cm, warna
patinya putih, dan setiap pohon dapat menghasilkan sekitar 500 kg pati basah.
Sagu tuni merupakan jenis sagu yang paling besar ukuran batangnya
dibanding-kan dengan jenis yang lainnya.
Metroxylon saguRottbol
5
Di Ternate, sagu ini dikenal dengan nama hanai putih, sedangkan di Sulawesi Tenggara dikenal dengan namasago roe.
Sagu molat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tinggi batangnya sekitar
10-14 m, tidak memiliki duri pada kulit batangnya, bunganya bunga majemuk yang
berwarna sawo matang kemerah-merahan, dan setiap pohon menghasilkan pati
basah sekitar 800 kg atau 200 kg pati kering (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Syarat Tumbuh Sagu
Sagu merupakan palma penting penghasil tepung dan pati yang secara
alami tanaman sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur
sampai ke India di sebelah Barat (90º-180º BT) dan dari Mindanau di sebelah
Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan (10º LU- 10ºLS) (Johnson dalam
Djoefrie, 1999).
Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10o LS- 15o LU dan 90º-180º BT
pada ketinggian 0-700 m dpl. Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian
400 m dpl ke bawah (Manan dan Supangkat, 1984). Hutan sagu ditemukan di
lahan-lahan di sepanjang dataran rendah tepi pantai hingga ketinggian 1000 m di
atas permukaan laut (m dpl), di sepanjang tepi sungai, dan di sekitar danau atau
rawa (Djoefrie, 1999). Jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka
pertumbuhannya akan terhambat dan produksinya rendah (Bintoro et al., 2010). Derajat kemasaman (pH) yang dikehendaki oleh tanaman sagu berkisar antara
3.7-6.5.
Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh tanaman sagu sangat luas, jika
hanya dilihat dari kemungkinan hidup, tanaman sagu dapat hidup pada daerah
yang tergenang sampai yang tidak tergenang asalkan kelembaban tanah cukup
tinggi. Pertumbuhan sagu pada daerah tergenang tetap pada tahap semai masih
baik, akan tetapi pada tahap pembentukan batang laju pertumbuhannya sangat
lambat (Djoefrie, 1999).
Tanaman sagu menghendaki tanah berlumpur dan kaya dengan mineral
dan bahan organik. Sagu juga dapat hidup pada tanah berpasir asalkan mempunyai
kandungan bahan organik yang tinggi. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah
hidro-morfik. Secara alami tanaman sagu merupakan vegetasi yang mendominasi lahan
berawa (Djoefrie, 1999).
Suhu udara terendah bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu 15o C dan
pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 25o C dengan kelembaban udara sekitar
90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm2/hari
(Bintoroet al., 2010)
Budidaya Sagu Pembibitan
Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman adalah bibit yang telah matang
atau tua. Bibit sagu umumnya dapat ditemukan pada kebun yang sudah dipanen
3-4 kali terhadap pohon induknya. Bibit yang baik dengan berat 2-5 kg, sedangkan
bentuk yang baik dengan bonggol bentuk ”L”.
Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang ber-asal dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilannya, terutama dalam perkecambahan biji (Flachdalam
Haryanto dan Pangloli, 1992). Bahan tanam (sucker) yang digunakan untuk pem-biakan secara vegetatif harus berasal dari tunas atau anakan sagu dari induk yang
mempunyai produksi pati yang tinggi.
Teknik pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian
rakit. Pesemaian rakit dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit bisa
terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman dewasa. Keuntungan menggunakan
teknik persemaian rakit adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta
pemelihara-an tpemelihara-anampemelihara-an spemelihara-angat sedikit. Dalam satu rakit berukurpemelihara-an 3 x 1 meter dapat
disemai-kan 60 – 100 anadisemai-kan sagu tergantung pada ukuran bonggolnya dan anadisemai-kan sagu
diatur searah dengan rakit. Selain menggunakan rakit, persemaian juga bisa
dilakukan dengan menggunakan teknik kolam dan polibag. Pada persemaian
dengan menggunakan polibag digunakan tanah gambut ke dalam polibag tersebut
(Bintoro, 2008).
Waktu dan lamanya bibit di persemaian selama tiga bulan. Persemaian
yang terlalu lama akan menyebabkan bibit menjadi besar dan akan menyulitkan
7
bibit dalam rakit akan tenggelam dalam air karena terlalu berat sehingga
me-nyebabkan kematian pada bibit.
Penanaman di Lapang
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu pelepah daun dipangkas untuk
me-ngurangi penguapan daun. Dalam pengangkutan, bibit yang akan ditanam dibawa
dengan tidak menggenggam ujung pelepah muda (daun tombak) untuk
meng-hindari luka/patah pada bibit sehingga menyebabkan bibit tersebut mati. Teknik
penanaman bibit adalah segi empat dengan jarak tanam 8 m x 8 m atau 10 m x 10
m, dengan ukuran lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm. Penanaman sebaiknya
dilakukan pada musim hujan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman sagu di perkebunan adalah pemupukan,
pe-ngendalian hama dan penyakit tanaman, penyulaman, penjarangan anakan, dan
penanggulangan kebakaran (Irawan, 2004). Selain itu, penting untuk dilakukan
pengendalian gulma karena keberadaan gulma diperkebunan sagu sangat
merugi-kan karena amerugi-kan berkompetisi dengan tanaman sagu dalam hal mendapatmerugi-kan sinar
matahari terutama pada saat awal pertumbuhan (Jong, 2007).
Pemupukan
Flach et al (1986) menyatakan jika tanaman sagu setiap tahun dipanen sekitar 136 batang per ha unsur hara yang akan terkuras pada areal kebun
sebanyak 100 kg N, 30 kg P, 200 kg K, 200 kg Ca, dan 50 kg Mg. Untuk
mengembalikan kondisi kesuburan tanah yang baik agar tetap memberikan hasil
optimum, perlu dilakukan pemupukan setiap tahun. Bintoro (2008) menambahkan
bahwa tanaman sagu rakyat tidak pernah dipupuk. Kebanyakan tanaman sagu
yang mempunyai pertumbuhan dan produksi yang rendah disebabkan adanya
defisiensi berbagai macam hara yang dikarenakan keadaan tanah yang tidak subur
(Jong, 2007). Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu,
Pengendalian Hama dan Penyakit
Menurut pengamatan yang dilaksanakan oleh Gumbek dan Jong dalam
Djoefrie (1999) pada tanaman sagu yang diusahakan secara intensif di Serawak
dijumpai Botryionopa grandis Baly yang menyerang daun muda, Coptotermes
spp. (rayap) di kawasan gambut dan seranggaRhyncoporus spp. yang menyerang daun dan batang sagu. Hama lain yang menyerang adalah tikus, kera, dan babi
yang seringkali menyerang tanaman sagu muda. Meskipun demikian, keberadaan
hama dan penyakit tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman sagu.
Pemangkasan (Pruning) dan Penjarangan Anakan Sagu (Thinning out)
Pemangkasan adalah pemotongan bagian tanaman seperti cabang dan
tunas atau bagian tanaman yang sudah mati. Pemangkasan berfungsi untuk
men-jaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman baru, membentuk tanaman,
memelihara ukuran tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi
per-tumbuhan dan perkembangan tanaman (Bintoro, 2008). Kegiatan pemangkasan
yang biasa dilakukan di kebun sagu yaitu kegiatan pemotongan pelepah yang
sudah tua. Kegiatan tersebut dilakukan karena pelepah tersebut menyebabkan
kondisi kebun menjadi kurang rapi sehingga susah untuk dilakukan pemeliharaan
lanjutan. Pelepah yang dipotong diletakkan di lorongan kotor.
Suryana (2007) menyatakan bahwa salah satu bentuk pemeliharaan
tanam-an ytanam-ang dilakuktanam-an pettanam-ani adalah penjartanam-angtanam-an tanam-anaktanam-an. Pertumbuhtanam-an tanam-anaktanam-an sagu
yang terlalu banyak menyebabkan rumpun menjadi semak sehingga dapat
meng-ganggu pertumbuhan dan perkembangan pohon induk. Hal ini terjadi karena
ada-nya kompetisi baik kompetisi antar anakan maupun kompetisi pohon induk
dengan anakan dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang
tumbuh. Persaingan tersebut dapat menyebabkan kandungan pati dalam batang
sagu berkurang dan menghambat pertumbuhan pohon induk. Penjarangan anakan
sagu berfungsi untuk mengurangi persaingan pertumbuhan antar anakan untuk
meningkatkan produktivitasnya. Jong (2007) menambahkan penjarangan anakan
9
Suryana (2007) menyatakan bahwa penjarangan anakan dilakukan dengan
mengeluarkan anakan yang tidak produktif dan mengurangi anakan yang kurang
produktif, sehingga dalam satu rumpun hanya tumbuh satu pohon induk dan
empat anakan sagu. Penjarangan anakan yang dilakukan pada tanaman sagu yang
berumur kurang dari 2 tahun yaitu semua anakannya dibuang atau dipotong
de-ngan menggunakan parang/ dodos. Penjarade-ngan anakan yang dilakukan pada
tanaman sagu yang berumur 2 tahun yaitu anakan yang ada disisakan 1 anakan
selebihnya dipotong, sedangkan yang berumur lebih dari 2 tahun setiap 2 tahun
berikutnya disisakan 1 anakan sehingga diperkirakan jumlah anakan yang ada
sampai pohon induk sebanyak 5 sampai 6 anakan. Dengan demikian, dalam setiap
rumpun sagu dapat dipanen sekali dalam 2 tahun. Kriteria anakan yang
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang dilaksanakan di perkebunan sagu milik PT. National
Sago Prima, Selat Panjang, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Propinsi Riau (Lampiran 1). Kegiatan magang dilaksanakan selama 6
bulan mulai bulan Februari hingga Agustus 2010.
Metode Magang
Kegiatan magang dilaksanakan selama enam bulan dengan menggunakan
dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung
yaitu melaksanakan kegiatan teknis budidaya sagu di lapangan. Kegiatan teknis
budidaya yang dilakukan yaitu pelorongan, pengendalian gulma secara teknis
maupun kimia, sensus tanaman, penjarangan anakan (thinning out), kegiatan pem-bibitan yang meliputi kegiatan pembuatan rakit, pencarian bibit, persemaian, dan
penyulaman. Data yang didapatkan adalah prestasi kerja standar perusahaan,
karyawan, mahasiswa, serta hambatan dalam pelaksanaan kegiatan teknis tersebut.
Metode tidak langsung dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara
terhadap karyawan perusahaan untuk memperoleh informasi yang mendukung.
Adapun informasi yang didapatkan adalah lokasi, letak geografis kebun, keadaan
tanah, iklim, luas areal, norma kerja di lapang dan organisasi perusahaan serta
manajerialnya.
Pada saat magang dilakukan, fokus kegiatan perusahaan adalah
penyulam-an. Hal ini dikarenakan dari 12.000 ha kebun yang sudah ditanami, kurang lebih
hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik. Dengan adanya
pe-nyulaman, diharapkan kebun bisa berproduksi secara berkelanjutan. Salah satu
ke-giatan yang harus dilaksanakan untuk memenuhi jumlah bibit yang akan
diguna-kan untuk penyulaman adalah pembibitan. Teknik pembibitan rakit yang ada
sekarang ini dinilai kurang efektif karena lebih dari 40% bibit mati saat
11
tentang pengaruh jenis tanaman induk dan teknik persemaian terhadap
partum-buhan bibit sagu.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah teknik persemaian
dengan tiga taraf yaitu Rakit, Kolam, dan Polibag biasa (Gambar 2, 3, dan 4).
Faktor kedua jenis tanaman induk dengan dua taraf yaitu tanaman sagu berduri
dan tanaman sagu tidak berduri.
Pada percobaan ini terdapat enam kombinasi perlakuan dengan tiga
ulang-an sehingga terdapat 18 satuulang-an percobaulang-an. Setiap satuulang-an percobaulang-an terdiri atas 20
bibit sagu. Jadi percobaan ini dilakukan dengan menggunakan 360 bibit sagu.
Susunan perlakuan sebagai berikut:
R1 = bibit tidak berduri di kanal
R2 = bibit berduri di kanal
K1 = bibit tidak berduri di kolam
K2 = bibit berduri di kolam
P1 = bibit tidak berduri di polibag
P2 = bibit berduri di polibag
Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk= µ + Ui+ Kj+ Pk+ (KP)jk+ åijk
Keterangan :
Yijk = Respon perlakuan
µ = Nilai tengah umum
Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3)
Kj = Pengaruh teknik persemaian ke-j (j=1,2,3)
Pk = Pengaruh jenis tanaman induk ke-k (k=1,2)
(KP)jk = Pengaruh interaksi teknik persemaian ke-j, jenis tanaman induk ke-k
åijk = Pengaruh galat ulangan ke-i, teknik persemaian ke-j, jenis tanaman
induk ke-k
Dalam melakukan analisis hasil percobaan/ penelitian, asumsi-asumsi
yang mendasari analisis ragam haruslah terpenuhi. Asumsi-asumsi yang perlu
di-perhatikan agar pengujian menjadi sahih yaitu : galat percobaan memiliki ragam
normal. Galat percobaan memiliki ragam yang homogen yaitu komponen galat
yang berasal dari perlakuan harus menduga ragam populasi yang sama. Galat
per-cobaan saling bebas yaitu galat dari salah satu pengamatan yang mempunyai nilai
tertentu haruslah tidak tergantung dari nilai-nilai galat untuk pengamatan yang
lain. Asumsi galat percobaan menyebar normal berlaku terutama untuk uji-uji
nyata (pengujian hipotesis) dan tidak diperlukan pada pendugaan komponen
ragam.
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali dengan peubah yang
di-amati yaitu panjang petiol, jumlah anak daun, dan persentase kematian bibit.
Panjang petiol diukur mulai dari titik tumbuh hingga ujung pelepah, baik ketika
masih berupa pelepah maupun setelah berubah menjadi daun. Jumlah anak daun
dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan anak daun yang ada pada tiap daun.
Pengamatan persentase kematian yaitu perhitungan jumlah bibit yang mati dari
jumlah semua bibit yang digunakan untuk setiap satuan percobaan.
13
Gambar 2. Teknik Persemaian Rakit
Gambar 3. Teknik Persemaian Kolam
Analisis Data dan Informasi
Data-data yang telah didapatkan pada kegiatan magang dianalisis dengan
metode analisis deskriptif, yaitu pemaparan data yang menggambarkan seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan
standar dan aturan kerja perusahaan.
Hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F).
Apabila hasil analisis ragam menunjukan pengaruh nyata, dilakukan uji lanjut
15
KONDISI UMUM KEBUN
Sejarah Kebun
PT. National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan dari
ke-lompok usaha Sampoerna Biofuel yang termasuk dalamholdingSampoerna Agro. PT. National Sago Prima dulunya bernama PT. National Timber. PT. National
Timber berdiri pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2 yang
dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat di
Pekan Baru dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan keputusan
nomor J.A.S/4/1971 pada tanggal 7 Januari 1971. Pada tanggal 24 Desember
1970, nama PT. National Timber diubah menjadi PT. National Timber and Forest
Product dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad Said
Tadjoedin, notaris di Jakarta. Selanjutnya, akte notaris diubah dengan akte notaris
Singgih Susilo SH. No 59 tanggal 12 Juni 1987.
Pada tahun 2009 nama P.T National Timber and Forest Product berubah
menjadi PT. National Sago Prima sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. SK
380/MENHUT-II/2009 Tanggal 25 Juni 2009. SK tersebut berisi tentang
Perubah-an Atas KeputusPerubah-an Menteri KehutPerubah-anPerubah-an Nomor SK 353/MENHUT-II/2008
Tanggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu)
kepada PT. National Timber And Forest Product atas areal hutan produksi seluas
± 21.620 Ha di provinsi Riau.
Letak Geografis dan Administratif
Lokasi Hutan Tanaman Insdustri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima
secara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Propinsi Riau. Arealnya mencakup beberapa desa seperti Desa Sungai
Tohor, Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu
Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan Desa Kepau Baru. Lokasi PT. National
dan Sungai Buntal. Secara geografis, PT. National Sago Prima terletak pada
koordinat 0031’ LU-1008’ LU dan 101043’ BT – 103008’ BT.
Kebun PT. National Sago Prima sebelah Barat berbatasan dengan PT.
Unisraya, di Selatan berbatasan dengan Desa Kampung Baru dan Desa Teluk
Buntal, di Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai,
dan di sebelah Utara berbatasan dengan PT. Lestari Unggul Makmur. PT.
National Sago Prima telah membudidayakan sagu pada 12 divisi (satu divisi
ter-diri atas 20 blok, satu blok luasnya 50 hektar). Lokasi dari divisi tersebut adalah
sebagai berikut: Divisi 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung
Baru. Divisi 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Areal Divisi 5 dan 7 terletak
di Desa Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal divisi 9, 10, dan 11 terletak di
Desa Sungai Pulau (Lampiran 2).
Keadaan Tanah
Susunan batuan di areal HTI sagu PT. National Sago Prima (NSP) terdiri
atas jenis batuan endapan alluvium muda berumur holosem dengan litologi
lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut. Hal tersebut
didasarkan pada hasil pengukuran planimetris pada peta geologi 1:100 000. Tanah
yang terdapat di seluruh areal HTI sagu PT. National Sago Prima adalah jenis
tanah organosol dan alluvial. Tanah organosol terdapat di seluruh kelompok hutan
Teluk Kepau dengan luas 19 820 hektar (99.60%) dan jenis tanah alluvial dengan
luas 80 hektar (0.40%).
Tanah organosol memiliki solum dalam (> 100 cm) dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20%. Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan
lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan sampai tingkat
me-nengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong
sangat masam dengan pH 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif tinggi, namun
mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan terjadi erosi
rendah.
Tanah organosol (tanah gambut) adalah tanah yang terbentuk oleh
ling-kungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir
17
ha terdapat di Sumatera, sementara 4.044 juta ha diantaranya terdapat di Provinsi
Riau. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) diperkirakan gambut
di Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton, yang jika tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca.
Topografi dan Iklim
Secara umum, areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT.
National Sago Prima sebagian besar mempunyai topografi datar dengan
ketinggi-an tempat ketinggi-antara 0-5 m di atas permukaketinggi-an laut (dpl) yketinggi-ang termasuk kelas
ke-lerengan 0-5%. Hal ini berdasarkan hasil penafsiran peta topografi Daerah Tingkat
I Riau skala 1:250 000 dan pemeriksaan lapang.
Menurut teknik klasifikasi Schmidt dan fergusson (1951) areal Hutan
Tanaman Industri (HTI) PT. National Sago Prima termasuk tipe iklim B dengan
Q=33,3%. Curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 1 409 mm dengan jumlah hari
hujan 65 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan
terendah pada bulan Agustus. Hal ini berdasarkan pengukuran curah hujan yang
tercatat oleh BMKG pada tahun 2008. Suhu udara areal Hutan Tanaman Industri
(HTI) Sagu PT. National Sago Prima berdasarkan data yang diambil dari laporan
Poyry yaitu antara 22.3 0C sampai 31.4 0C dengan kelembaban udara 85% dan
kecepatan angin 2-4 m/s.
Latar Belakang Pengusahaan Sagu
Sumberdaya alam berupa tanaman sagu (Metroxylonspp.) yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sangat besar dan masih belum dimanfaatkan secara
optimal. Sagu adalah tanaman penghasil karbohidrat yang tinggi sehingga sangat
penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tanaman sagu juga merupakan
tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri.
Sebagai bahan baku indstri sagu dapat digunakan sebagai bioetanol. PT.
National Sago Prima merupakan salah satu anak perusahaan Sampoerna Agro
yang di dalamnya juga terdapat Sampoerna Biofuel yang bergerak dalam bidang
bioetanol dibutuhkan bahan baku yang mengandung pati, sehingga diharapkan
PT. National Sago Prima dapat menyediakan kebutuhan bahan baku tersebut.
Tanaman sagu adalah tanaman yang dapat tumbuh di lahan marjinal
de-ngan ketersedian hara minimal. Propinsi Riau memiliki areal lahan gambut yang
besar. Lahan gambut yang terdapat disana mencapai 45% dari total luas Proponsi
Riau sehingga pengusahaan sagu pada daerah tersebut sangat mungkin untuk
di-kembangkan.
Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan PT. National
Sago Prima untuk mengembangkan industri pengolahan sagu agar dapat
di-manfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan dan peningkatan pendapatan
penduduk setempat pada khususnya dan demi kemajuan ekonomi dan
pem-bangunan nasional pada umumnya dengan landasan manajemen hutan
ber-kelanjutan.
Areal Konsesi Dan Pertanaman
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi
yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan
hasil panen dan pemasaran. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974, PT. National National
Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau
dengan luas areal konsesi 100 000 ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21
tahun.
Pada tahun 1995, PT. National Timber and Forest Product memperoleh
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Surat Menteri Kehutanan
no-mor 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 juli 1995. Surat tersebut menyatakan
bahwa areal yang disetujui untuk dijadikan HTI Sagu oleh P.T. National Timber
and Forest Product adalah areal di kelompok hutan Teluk Kepau seluas 19 900
hektar. Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya
mengajukan izin penebangan kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor
17/Kpts/HUT/1996.
Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah
tanam-19
an industri (sagu). PT. National Timber and Forest Product juga harus
memper-tahankan hutan konservasi seluas 10% dan melakukan penanaman tanaman
ung-gulan setempat yaitu geronggang (Cratoxylon spp.), dan tanaman kehidupan yang antara lain berupa tanaman kelapa (Cocos nuciferaLinn.).
PT. National Sago Prima memiliki luas areal pertanaman 21 620 ha sesuai
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 380/MENHUT-II/2009 jo
SK.353/MENHUT-II /2008. Areal yang baru ditanami seluas 13.044 ha yang
ter-bagi menjadi 12 divisi. Luas areal pertanaman untuk setiap divisi seluas 1 000 ha
yang terbagi menjadi 19-24 blok dengan luas areal tiap blok 50 ha. Kondisi
per-tanaman untuk tiap divisi dibedakan berdasarkan tahun tanam Pada saat ini areal
yang menjadi fokus kerja perusahaan yaitu Divisi 1-4, hal ini karena pada areal
tersebut kondisi tanaman sudah memasuki fase panen sehingga diperlukan
pe-meliharaan yang baik. Divisi 5-8 merupakan divisi-divisi yang baru akan
dilaku-kan penyulaman dan pemeliharaan.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Pengorganisasian Kebun
Sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat vital dalam
men-jalankan suatu perkebunan. Dengan berbekal manajemen sumberdaya manusia
yang baik, maka perusahaan akan berjalan dengan baik. Perencanaan,
pelaksana-an, dan kontrol yang bagus harus dilaksanakan jika perusahaan tersebut ingin
maju.
Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh seorang
general manager (GM). General manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung
ter-hadap kinerja kebun. General manager membawahi kepala TU, koordinator divisi,
hubungan luar dan tim teknis (Lampiran 3).
Kepala tata usaha bertanggung jawab langsung kepada GM dan bertugas
untuk mengontrol semua kegiatan administrasi. Kepala tata usaha membawahi
empat bagian yaitu bagian administrasi, bagian pembukuan, bagian umum, dan
laporan tenaga kerja, membuat laporan perpajakan, membuat laporan cuti
kar-yawan, membuat laporan gaji dan insentif, serta membuat surat-surat. Bagian
pembukuan bertugas membuat dan membukukan transaksi, membuat voucher
pembayaran dan penerimaan, menerima pelaporan hasil kerja tiap divisi.
Pem-bukuan dilakukan setiap hari. Bagian umum dibagi menjadi dua tempat yaitu di
camp utama Tanjung Bandul dan kantor Selat Panjang. Bagian umum bertugas
mengatur sarana dan prasarana penunjang kegiatan kantor, mengatur pembelian
barang dan membuat ekspedisi pengiriman barang ke Tanjung Bandul. Bagian
gudang bertugas untuk merekap keluar masuknya barang. Gudang terletak di
kantor utama Tanjung Bandul. Gudang berfungsi sebagai tempat transit barang
dan sebagai tempat penampungan sementara sebelum sampai ke lapangan.
Koordinator divisi bertanggung jawab secara langsung kepada GM.
Koordinator divisi bertugas mengawasi semua kegiatan di lapangan. Koordinator
divisi membawahi empat divisi dan pengadaan bahan baku. Setiap divisi dipimpin
oleh asisten divisi. Setiap divisi memiliki tanggung jawab atas areal pertanaman
seluas 1 000 ha. Dalam pelaksanaannya, asisten divisi membawahi dan menerima
pertanggungjawaban dari mandor I dan krani, serta mandor lapangan secara
lang-sung. Bagian pengadaan bahan baku bertugas mengadakan bahan baku untuk
pabrik.
Tim teknis bertanggung jawab secara langsung kepada GM. Tim teknis
adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan pada
se-luruh kegiatan kebun. Selain itu, tim teknis juga bertugas untuk membantu
pe-kerjaan dari GM. Tim teknis terdiri atas ketua tim teknis, mandor 1, mandor, dan
krani.
Deskripsi Kerja Karyawan
Pengelolaan tenaga kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas
per-usahaan. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam suatu perusahaan. Teknik tenaga kerja yang diterapkan oleh
per-usahaan adalah buruh harian lepas, karyawan harian tetap, tenaga kerja bulanan,
21
1. Buruh Harian Lepas (BHL)
Buruh harian lepas adalah tenaga kerja yang tidak terikat oleh perusahaan.
Buruh harian lepas mulai bekerja pada pukul 06.30, tetapi pekerja harus
ber-kumpul pada pukul 06.15 untuk mengisi daftar hadir dan mendengarkan instruksi
dari mandor tentang pekerjaan mereka. Pada pukul 12.00-13.00 pekerja
men-dapatkan waktu untuk istirahat dan pada pukul 14.30 waktu bekerja buruh harian
lepas selesai. Setelah itu pekerja berkumpul lagi di kantor tiap divisi untuk
meng-isi daftar pulang. Pada teknik kerja tersebut pekerja bekerja selama tujuh jam kerja
selama enam hari kerja dalam satu minggu dengan hari libur yaitu hari jum’at.
Buruh harian lepas digunakan dalam melaksanakan kegiatan teknis kebun.
Pada saat magang berlangsung, teknik BHL digunakan dalam pelaksanaan
kegiat-an pemotongkegiat-an pelepah ykegiat-ang sudah kering, pengendalikegiat-an gulma secara kimia
(chemical weeding), penebasan gulma pinggir blok, dan sensus produksi.
Upah yang diperoleh buruh harian lepas sebesar Rp. 40 640,00/hari yang
dibayarkan sesuai jumlah hari orang tersebut bekerja dengan waktu pembayaran
dua minggu sekali. Pada teknik tenaga kerja BHL pengawasan terhadap
pe-laksanaan kerja BHL menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan sulitnya
me-nentukan target bagi pekerja. Pekerja hanya bekerja berdasarkan pemenuhan jam
kerja yang telah ditentukan.
Masa kerja maksimal buruh harian lepas adalah tiga bulan kerja, apabila
pekerja tersebut telah bekerja selam 3 bulan secara terus menerus tanpa ada hari
libur, maka pada bulan keempat pekerja diangkat menjadi karyawan harian tetap.
2. Karyawan Harian Tetap
Karyawan harian tetap adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang
merupa-kan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Karyawan harian tetap
di PT. National Sago Prima yaitu bagian keamanan, bagian mesin, dan
pelaksana-an kegiatpelaksana-an teknis kebun. Pelakspelaksana-anapelaksana-an kegiatpelaksana-an teknis kebun hampir sama dengpelaksana-an
kegiatan pada buruh harian lepas. Jam kerja karyawan harian tetap sama dengan
Gaji yang diperoleh karyawan harian tetap dibayarkan setiap bulan sekali.
Gaji yang diperoleh sama dengan pendapatan buruh harian lepas yang bekerja satu
bulan penuh. Bedanya, karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama 4
hari dalam satu bulan. karyawan harian tetap juga mendapatkan tunjangan beras
serta tunjangan kesehatan.
Apabila karyawan harian tetap telah bekerja selama 3 bulan secara terus
menerus tanpa ada hari libur dan hasil pekerjaan dinilai baik menurut perusahaan
serta pengetahuannya telah meningkat baik dari segi manajemen ataupun teknis di
kebun, maka pekerja tersebut akan dipromosikan untuk menjadi tenaga kerja
bulanan dan mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan keputusan perusahaan.
3. Tenaga Kerja Bulanan
Tenaga kerja bulanan juga merupakan tenaga kerja tetap perusahaan yang
merupakan bagian dalam perusahaan dan terikat oleh perusahaan. Tenaga kerja
bulanan meliputi kepala tata usaha, tim teknis, mandor atau pengawas, krani atau sekretaris divisi, asisten divisi, bagian personalia, bagian gudang, dan bagian
umum.
Tim teknis adalah tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan
pe-ngontrolan pada seluruh kegiatan kebun. Dalam perencanaan, tim teknis harus
melakukan pengecekan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh divisi. Hasil dari
pengecekan tersebut kemudian dibuat laporan berupa berita acara pemeriksaan
(BAP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada kepala tata usaha sebagai acuan
untuk menentukan besarnya pembayaran. Setelah itu tim teknis membuat surat
perjanjian kerja (SPK) agar hasil pekerjaan sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan. Pengecekan hasil kerja dilakukan setelah pe-kerjaan tersebut selesai dilakukan. Hasil dari pengecekan harus sesuai surat
per-janjian kerja (SPK) kemudian hasil tersebut dibuat berita acara pemeriksaan
(BAP) yang selanjutnya diserahkan kepada kepala tata usaha guna dilakukan
pem-bayaran.
Mandor mempunyai tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan teknis di
kebun, selain itu mandor juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
23
pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan oleh BHL, mandor mempunyai
peranan yang sangat penting, mandor harus menegur pekerja apabila pekerjaan
yang dihasilkan tidak sesuai atau tidak baik.
Mandor I dan krani mempunyai tugas untuk membuat pelaporan hasil
kerja divisi baik harian, mingguan maupun bulanan. Mandor I merekap seluruh
hasil kerja dari mandor pengawas yang kemudian diserahkan kepada kerani untuk
dibuat laporan. Selain itu, krani juga harus merekap daftar hadir pekerja. Laporan
dan daftar hadir tersebut diserahkan kepada bagian pembukuan di kantor Tanjung
Bandul.
Asisten divisi mempunyai tugas mengelola seluruh kegiatan teknis di
lapang. Asisten divisi juga bertanggung jawab atas areal pertanaman dengan luas
1 000 ha yang terbagi menjadi ± 20 blok tanaman. Tugas asisten divisi meliputi
perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapang yang nantinya dibantu
oleh mandor I dan kerani dalam pelaksanaannya.
Pada teknik tersebut karyawan bekerja setiap harinya 7 jam kerja yang
dimulai pukul 07.00-15.00 tetapi pada pukul 12.00-13.00 istirahat,dengan jumlah
hari kerja setiap bulannya 26 hari karena teknik libur menggunakan cuti bulanan.
Waktu cuti dibagi menjadi tiga kali dalam satu bulan. Pembagian waktu cuti bagi
karyawan dilakukan secara bertahap dengan waktu 4 hari/ 1 orang untuk setiap
divisi pada tiap minggunya. kondisi tersebut digunakan agar tidak terjadi
ke-kosongan SDM. Pada perusahaan tidak terdapat teknik lembur kecuali jika ada
surat perintah lembur dari GM.
4. Tenaga Kerja Kontrak Borongan
Sistem tenaga kerja kontrak diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan kebun
tertentu seperti penebasan lorong dan gawangan hidup, serta membersihkan
piringan pada tanaman sagu. Sistem tersebut dilaksanakan dengan kesepakatan
antara perusahaan dengan kontraktor yang membawahi tenaga kerja kontrak.
Kesepakatan dilegalkan dengan surat perjanjian kerjasama (SPK) yang telah
di-sepakati oleh kedua belah pihak.
Kontraktor dapat mengepalai satu atau lebih rombongan pekerja, dengan
pe-nebasan pada satu blok tanaman. Perusahaan tidak memperbolehkan lebih dari
satu rombongan dengan kontraktor yang sama pada satu divisi. Pada sistem
ter-sebut tidak ada target baik waktu atau hasil dalam satu hari. Perusahaan akan
membayar pekerjaan setelah pekerjaan selesai dilakukan.
Untuk pekerjaan pembuatan gawangan hidup dan pembersihan piringan
sagu, upah yang diterima oleh kontraktor tergantung pada kondisi kebun. Jika
kondisinya ringan maka upah yang diterima berkisar Rp. 200 000,00/ ha. Hal
ter-sebut tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dengan kontraktor. Untuk
areal dengan kondisi sedang maka upah yang diterima berkisar sebesar Rp. 300
000,00/ ha sedangkan jika kondisinya berat maka upah yang akan diterima
kontraktor berkisar Rp. 400 000,00. Upah yang diterima pekerja tidak sebesar
yang diberikan perusahaan karena ada pemotongan dari kontraktor sesuai dengan
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima
adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan
pemeliharaan tanaman. Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan
adalah penyulaman. Hal ini dikarenakan dari 12.000 ha kebun yang sudah
di-tanami, kurang lebih hanya 4000 ha kebun yang tanamannya tumbuh dengan baik.
Berikut penjelasan mengenai masing-masing teknis budidaya yang dilakukan di
kebun.
Pembibitan
Pembibitan merupakan kegiatan pengadaan bahan tanaman yang
diper-gunakan oleh kebun untuk menanami kebun terebut. Kegiatan dalam pembibitan
meliputi kegiatan penyeleksian bibit dan persemaian. Pembibitan bertujuan untuk
mendapatkan bibit yang berkualitas baik sehingga mempunyai persentase hidup
yang tinggi saat ditanam nantinya. Pada kegiatan pembibitan, PT National Sago
Prima bekerja sama dengan PT Prima Kelola. PT Prima kelola adalah perusahaan
swasta milik Institut Pertanian Bogor yang bekerja sama dengan PT Sampoerna
untuk menanami seluruh areal PT. National Sago Prima.
Penyeleksian Bibit
Bahan tanam (sucker) diperoleh dari kebun yang dimiliki perusahaan dan dari kebun sagu petani dari daerah di sekitar lokasi perusahaan PT. National Sago
Prima atau dari daerah lain. Bibit yang akan disemai, diseleksi terlebih dahulu
oleh asisten PT. Prima Kelola, mandor PT. Prima Kelola dan pengawas
pembibit-an dari PT. National Sago Prima.
Bibit diseleksi berdasarkan bentuk, ukuran, bobot dan kesegaran bibit.
Kriteria bibit yang sehat dan berkualitas adalah: bibit masih segar dengan pelepah
pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, bobot bibit berkisar antara
2- 4 kg, serta diutamakan bibit dengan bonggol berbentuk “L” karena anakan yang
[image:39.595.172.441.143.343.2]dihasilkan berjauhan dari induknya (Gambar 5).
Gambar 5. Sucker Berbentuk “L” (Diterima Perusahaan) dan Sucker tidak berbentuk “L”
Sistem kerja yang diterapkan oleh PT. Perima Kelola dalam kegiatan
pen-carian anakan yaitu sistem borongan. Perusahaan membayar upah kepada pekerja
sesuaisuckeryang didapatkan. Harga satusuckeryang diambil dari kebun sendiri sebesar Rp. 1 000,00/sucker dan dengan ketentuan bahwa sucker yang diambil tidak boleh menempel pada induk sagu, sisa potongan harus ditutup dengan tanah,
dan dalam satu rumpun harus disisakan minimal empat anakan yang paling besar.
Jika pekerja ketahuan melanggar ketentuan tersebut maka upah mereka dipotong
Rp. 50 000,00. Sucker yang berasal dari kebun petani dihargai Rp. 2 000,00/
sucker. Tambahan upah sebesar Rp 200,00 diperoleh pekerja jika sekaligus dilakukan persemaian.
Prestasi kerja pengambilan bibit yang dilakukan oleh pekerja borongan
yaitu 80 bibit/ hari. Prestasi kerja pengambilan bibit yang dilakukan oleh buruh
harian lepas yaitu 40 bibit/ hari, sedangkan prestasi kerja mahasiswa dalam
peng-ambilan bibit yaitu 20 bibit/ bibit. Kecepatan pengpeng-ambilan sucker dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu besar sucker, letak sucker, banyaknya
27
Persemaian
PT. National Sago Prima menggunakan teknik persemaian rakit di kanal.
Persemaian tersebut menjadi tanggung jawab PT. Perima Kelola. Rakit dibeli dari
dari masyarakat setempat dengan harga Rp 6 500/ rakit. Rakit berukuran panjang
3 m dengan lebar 1 m yang terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Sebuah
rakit dapat memuat 80-100 bibit tergantung ukuran bibit. Rakit yang telah selesai
dibuat selanjutnya diletakkan di lokasi Pembibitan. Adapun syarat untuk lokasi
pembibitan yaitu pembibitan dilakukan di kanal dengan air yang mengalir, lokasi
mudah didatangi sehingga pengawasan dapat berjalan dengan baik, dan jauh dari
sumber hama dan penyakit.
Sucker yang telah siap selanjutnya direndam dalam larutan fungisida
dithane m-45 dengan dosis 2 g/l sebelum disusun di rakit agar terhindar dari serangan cendawan.Sucker yang telah dipotong daunnya hingga tinggi pelepah ± 40 cm dari banir disusun di rakit secara rapat dengan posisi rhizome tegak di
bawah (Gambar 6). Ketinggian air dijaga hingga batas pelepah dan rhizome harus
terendam dalam air. Pembibitan dilakukan selama 3-4 bulan. Bibit dapat ditanam
di lapang setelah bibit tersebut memiliki 3-4 helai daun, tumbuh akar nafas, dan
[image:40.595.135.465.483.717.2]memiliki perakaran yang baik.
Persiapan Lahan
Pada saat magang berlangsung, fokus kegiatan perusahaan adalah
pe-nyulaman untuk divisi I-IV. Persiapan lahan dilakukan terkait dengan
dilakukan-nya penyulaman dan penanaman di areal perusahaan tersebut. Penyiapan lahan
tersebut meliputi pemancangan ajir lubang tanam, pembuatan jalur tanam,
pe-lorongan, dan pembuatan lubang tanam.
Pemancangan Ajir Lubang Tanam
Pemancangan ajir lubang tanam untuk penyulaman dilaksanakan
bersama-an dengbersama-an sensus hidup-mati. Menurut Bintoro (2008) pbersama-ancbersama-ang ajir lubbersama-ang tbersama-anam
berguna sebagai tanda titik yang ditanami bibit sesuai dengan jarak tanam yang
digunakan. Pemberian ajir dilakukan dengan arah Utara-Selatan, sesuai dengan
jalur tanaman/ lorong tanaman.
Dalam pemancangan dan sensus hidup-mati biasanya dilakukan oleh dua
orang BHL dan seorang mandor. Buruh harian lepas bertugas untuk mencari ajir
dan menancapkan ke daerah yang dijadikan lubang tanam (Gambar 7). Mandor
bertugas sebagai pengawas kegiatan pengajiran sekaligus melakukan sensus
hidup-mati. Ajir yang digunakan biasanya dari pelepah sagu dengan tinggi 2.5-3.0
m. Hal ini dilakukan agar saat dilakukan penanaman, sebagian dari pelepah sagu
tersebut bisa digunakan untuk sampiang. Target yang harus dicapai dalam
kegiatan pancang ajir yaitu 8 jalur tanam/regu/HK untuk areal kategori berat,
sedangkan untuk areal kategori ringan target yang harus dicapai 16 jalur tanam/
regu/HK.
29
Pelorongan
Pelorongan dalam kegiatan penyulaman berupa pembuatan jalur tanaman
dan pembuatan lorongan bersih. Pelorongan dilakukan untuk membuat jalur atau
lorong tanaman dengan arah utara-selatan. Pelorongan dilakukan secara manual
dengan menggunakan chainsaw dan parang. Biasanya kendala yang dijumpai dalam kegiatan pelorongan yaitu sering dijumpai akar-akar, tunggul, dan kayu
bekas logging yang merintangi lorong sehingga banyak lorong yang tidak lurus.
Pembuatan jalur tanam dilakukan jika banyak tanaman yang harus ditanam
dalam satu blok tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan waktu, tenaga,
dan biaya. Jalur tanam biasanya mempunyai lebar 1.5-2.0 m dan panjangnya
se-suai dengan panjang blok tersebut. Pembuatan jalur tanam dilakukan oleh tenaga
borongan. Harga yang diberikan berkisar Rp. 200 000,00 - Rp. 300 000,00/Ha.
Pembuatan lorongan bersih bisanya dilakukan jika tanaman yang hidup
lebih banyak daripada tanaman yang mati. Pelaksanaan pembuatan lorongan
bersih hampir sama dengan pembuatan jalur tanam. Pembuatan lorongan bersih
[image:42.595.143.449.427.654.2]dilakukan secara manual oleh tenaga borongan (Gambar 8).
Gambar 8. Pelorongan Secara Manual oleh Tenaga Kerja Borongan
Pada borongan pembuatan lorongan bersih biasanya dilakukan juga
pembuatan piringan pada pertanaman sagu. lebar penebasan piringan 1.0 m
gulma 5.0 cm di atas permukaan tanah. Sampah-sampah penebasan dan pelepah
kering di sekeliling tanaman selanjutnya diletakkan di gawangan mati.
Pengendalian gulma di piringan bermaksud untuk memudahkan proses
pemupukan, sehingga pupuk yang diberikan ke tanaman dapat terserap
sepenuhnya. Ongkos pembuatan lorongan bersih dan piringan berkisar Rp. 200
000,00 untuk areal dengan kategori ringan. Untuk areal dengan kondisi sedang,
upah yang diberikan berkisar sebesar Rp. 300 000,00/ ha sedangkan jika
kondisi-nya berat, upah yang diberikan berkisar Rp. 400 000,00/ha.
Pembuatan Lubang Tanam
Pembuatan lubang tanam digunakan untuk penanaman bibit sagu yang
telah disemai. Pembuatan lubang tanam di perusahaan disesuaikan dengan ukuran
bibit (Gambar 9). Lubang tanam dibuat pada pancang ajir lubang tanam dengan
kedalaman tertentu hingga menyentuh permukaan air tanah. Pembuatan lubang
tanam sebaiknya dilakukan pada waktu yang tidak jauh berbeda dengan
penyulaman bibit. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penutupan lubang
tanam kembali oleh tanah akibat hujan lebat.
Sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam harus dibersihkan dari
kotoran atau daun-daun untuk mengurangi resiko terjangkitnya penyakit. Apabila
permukaan air tanah sangat dalam, lubang tanam digali sampai kedalaman 60 cm.
Setelah lubang tanam selesai dibuat maka bibit bisa segera ditanam. Pembuatan
lubang tanam dilakukan oleh tenaga borongan. Prestasi kerja tenaga borongan
tersebut 150 lubang/HK.
31
Pengelolaan Air
Air merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman sagu
merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah banyak. Tingkat
ke-dalaman air tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman sagu. Oleh karena
itu, dalam budidaya sagu kedalaman air tanah harus dipertahankan dan muka air
tanah harus dikendalikan.
Kanal merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam
menun-jang kegiatan kebun. Sistem kanal yang digunakan perusahaan terdiri atas kanal
utama atau primer (main canal), kanal sekunder (collector canal) dan kanal tersier. Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar
divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 5 m dan dalam 3 m yang berfungsi sebagai kanal penghubung antara kanal cabang
dan kanal utama. Kanal tersebut juga berfungsi sebagai jalur transportasi serta
se-bagai isolasi jika terjadi kebakaran. Kanal tersier/ kanal cabang adalah kanal yang
memiliki ukuran lebar 3-4 m dan dalam 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas
pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran.
Salah satu kegiatan dalam pengelolaan air adalah pendalaman kanal.
Pen-dalaman kanal dilakukan untuk menunjang fungsi kanal tersebut supaya tetap
optimal. Pendalaman kanal dilakukan untuk memperbaiki kanal yang sudah
mengalami pendangkalan. Kegiatan tersebut dilakuksan dengan menggunakan alat
berat jenis Ekskavator tipe Short Arm EX 200 (Gambar 10). Pendalaman kanal
di-lakukan dengan mengangkat gumpalan tanah pada dasar kanal dengan
meng-gunakan alat pengeruk ekskavator. Pengangkatan harus dilakukan secara perlahan
agar gumpalan tanah di dasar kanal tidak pecah dan dapat terangkat, karena jika
gumpalan tanah tersebut pecah maka kanal tersebut akan cepat mengalami
pen-dangkalan kembali karena yang terangkat hanyalah lumpur.
Alat berat yang digunakan merupakan alat berat yang disewa dari
kontrak-tor. Setiap ekskavator dioperasikan oleh dua orang pekerja. Satu orang bekerja
sebagai operator dan seorang lainnya sebagai pembantu operator (helper). Setiap ekskavator bekerja 10 jam/hari. Sistem sewa yang diterapkan dihitung dengan
biaya sewa Rp. 400 000,00 /BU. Prestasi kerja pencucian kanal setiap harinya
sekitar 180 m/HK. Pengawasan dalam mengawasi jalannya alat tersebut sangat
penting agar alat tersebut dapat mencapai target pada satu hari kerja. Pengawasan
tersebut dilakukan oleh mandor tiap-tiap divisi.
Gambar 10. Pendalaman Kanal dengan Alat Berat Ekskavator TipeShort Arm EX 200
Selain pendalaman kanal, perusahaan harus melakukan pengamatan
ter-hadap tinggi muka air kanal. Ketinggian muka air kanal diukur dengan melihat
jarak antara muka tanah dan muka air di saluran. Keadaan muka air dari
permukaan tanah untuk tanaman sagu perlu diamati dan diukur secara rutin untuk
mengetahui status keberadaan air pada areal pertanaman sagu. Salah satu cara
untuk melakukan monitoring ketinggian air yaitu dengan menggunakan alatwater level(Gambar 11).
Untuk mengetahui ketinggian air kanal, perusahaan menggunakan alat
water level. Ketinggian air tersebut diukur dari permukaan tanah. Skala 0 cm sejajar dengan permukaan tanah dengan bagian ukuran negatif di bagian bawah
dan ukuran positif di bagian atas. Dari alat tersebut diperoleh data mengenai
ketinggian muka air kanal yang kemudian dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
33
Gambar 11.Water Levelyang Diletakkan Pada Kanal Utama Divisi I
Sensus Tanaman
Sensus tanaman merupakan kegiatan inventarisasi kebun sebagai acuan
untuk melaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Sensus tanaman terdiri atas
sensus hidup-mati, sensus produksi, dan sensus anakan. Sensus hidup-mati
tanam-an yaitu sensus ytanam-ang dilakuktanam-an untuk melihat persentase ttanam-anamtanam-an ytanam-ang hidup dtanam-an
mati dalam blok tersebut, dengan tujuan untuk pelaksanaan penyulaman. Sensus
hidup mati yang dilakukan perusahaan adalah sensus 100% karena perusahaan
akan melakukan penyulaman terhadap semua blok yang ada di perusahaan
ter-sebut.
Kegiatan sensus produksi dilaksanakan oleh masing-masing divisi. Peubah
yang diamati dalam kegiatan sensus produksi adalah tinggi batang tanaman yaitu
jumlah tanaman dengan kriteria tinggi sebagai berikut: 0.00-2.61 m, 2.61-3.48 m,
3.48-4.35 m, 4.35-5.22 m, 5.22-6.09 m, dan > 6.09 m, nyorong, dan berbunga.
Selain itu, dalam sensus produksi juga dihitung jumlah dari anakan dengan berat
3-5 kg, 5-10 kg, dan > 10 kg (Lampiran 4). Berdasarkan peubah tersebut
didapat-kan data tanaman yang dapat dipanen.
Sensus produksi yang dilakukan perusahaan adalah sensus 50%.
blok. Untuk Blok genap, sensus dimulai dari jalur tanaman ke-1 dan ke-2,
sementara itu untuk Blok ganjil sensus dimulai dari jalur tanaman ke-3 dan ke-4.
Pengambilan contoh diharapkan dapat mewakili tanaman secara keseluruhan.
Sensus produksi dilakukan perusahaan untuk memperkirakan jumlah
tanaman yang dapat dipanen pada tahun sekarang ini dan tahun-tahun berikutnya.
Sensus produksi dilakukan perusahaan terkait dengan akan didirikannya pabrik
pengolahan sagu. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengetahui jumlah bahan
baku yang berasal dari kebun sendiri sebagai acuan dalam menentukan kapasitas
pabrik.
Sensus produksi yang dilakukan pada Divisi I di Blok I29, H28, K28, dan
L28, didapatkan hasil bahwa pohon sagu yang dapat dipanen pada tahun 2010
se-banyak 1216 pohon. Sementara itu, sese-banyak 1432 batang pohon sagu dapat
di-panen pada tahun 2011 dan sebanyak 1866 batang sagu dapat didi-panen pada tahun
2012 pada ke empat blok tersebut (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sensus Produksi Divisi I Blok I29, H28, K28, dan L28
Blok
DIVISI I
Ank 0
-2.61 2.61 - 3.48 3.48 - 4.35 4.35 - 5.22 5.22
- 6.09 > 6.09 NY BB S/A <5 kg 5.-10 >10kg
I29 2945 1318 1593 462 269 266 167 130 127 39 44 20
H28 2027 1854 3971 450 355 383 363 264 323 272 164 123
K28 3410 1873 2484 851 562 577 467 249 207 175 99 15
L28 2324 1455 1659 530 398 513 434 290 59 122 98 9
Jumlah 10706 6500 9707 2293 1584 1739 1431 933 716 608 405 167
Pelaksanaan sensus produksi dilakukan di setiap lorong untuk satu blok
tanaman. Pada lorong yang sudah dilakukan pengendalian gulma, sensus cukup
dilakukan oleh satu orang untuk mengamati dua jalur tanaman pada lorong
ter-sebut, sedangkan pada lorong yang belum dilakukan pengendalian gulma sensus
dilakukan oleh dua orang yang bertugas sebagai penebas dan pengamat.
Kecepat-an penyensus untuk menyensus satu lorong dipengaruhi oleh jumlah tKecepat-anamKecepat-an dKecepat-an
kondisi lorong. Lorong yang jumlah tanamannya lebih banyak membutuhkan
waktu sensus lebih lama daripada lorong yang jumlah tanamannya sedikit. Pada
35
pelepah kering, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dari lorong yang belum
di-lakukan pengendalian gulma dan banyak tunggul serta pelepah kering. Prestasi
kerja karyawan untuk jalur yang sudah di lakukan pengendalian gulma adalah 16
jalur tanaman/ HK, sedangkan prestasi mahasiswa 12 jalur tanaman/ HK. Apabila
jalur tersebut belum dilakukan pengendalian gulma prestasi karyawan 10 jalur
tanaman/ HK, sedangkan prestasi mahasiswa 8 jalur tanaman / HK.
Selain sensus hidup-mati tanaman dan sensus produksi, dalam kegiatan
perusahaan juga terdapat sensus anakan. Sensus anakan dilakukan sebelum
ke-giatan penjarangan ta