DINA MURNIATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
and The Nutritional Status of Elementary Students at Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Bogor City. Under direction of Clara M. Kusharto and Yekti Hartati Effendi.
The objective of this research were to study the knowledge, attitude and practice (KAP) of breakfast eating habit and the nutritional status of elementary students at Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Bogor City. The research design of this research was cross sectional study. It was conducted from May until July 2010. The study showed that the students knowledge about breakfast eating habit was low (33.3%). And there were 25.8% students with negative attitude and 19.7% students still had poor practice of breakfast eating habit. In terms of nutritional status, there were 22.7% students belong to thin, overweight (6.1%) and obese (4.5%). Based on observation only 43.8% mothers had good knowledge, and 18.8% mothers had low knowledge. No one of mothers (0%) had the negative attitude. The statistical analysis proved that there were significant correlations in the attitude and practice with the knowledge; and the attitude with practice of breakfast eating habit. However, no correlation exist between the knowledge, attitude and practice with the nutritional status of students. And no correlation between mother’s knowledge and attitude with the nutritional status of students.
Gizi Siswa Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2 Bogor. Dibimbing olehClara M. Kusharto,danYekti Hartati Effendi.
Tujuan umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari pengetahuan, sikap dan praktik tentang kebiasaan sarapan dan status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor. Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain: (1) Mengidentifikasi karakteristik siswa meliputi; umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, besaran uang saku dan karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi; pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua dan besar keluarga.(2) Mempelajari pengetahuan, sikap dan praktik siswa kelas 5 dan 6 tentang kebiasaan sarapan. (3) Mempelajari pengetahuan dan sikap ibu terhadap kebiasaan sarapan siswa kelas 5 dan 6. (4) Mengukur status gizi siswa kelas 5 dan 6 (5) Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dengan praktik siswa tentang kebiasaan sarapan serta status gizi siswa kelas 5 dan 6. (6) Menganalisis hubungan pengetahuan dengan sikap ibu terhadap kebiasaan sarapan serta status gizi siswa kelas 5 dan 6.
Desain penelitian ini adalahcross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor, pada bulan Mei-Juli 2010. Cara pengambilan contoh dengan purposive sampling. Jumlah contoh dalam penelitian ini yaitu 66 siswa, Sejumlah orangtua siswa (ibu) diambil dari masing-masing kelas 5 dan 6 yaitu 8 orang ibu, total ibu yaitu 16 orang.
Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data pengetahuan siswa dan ibu, data sikap siswa dan ibu, dan data praktik siswa tentang kebiasaan sarapan diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data jenis kelamin dikelompokan menjadi 2 (laki-laki dan perempuan). Data umur yang dikelompokan berdasarkan sebaran contoh, Data status gizi contoh dihitung dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks masa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U). Klasifikasi status gizi yang digunakan adalah menurut WHO (2007), terdiri atas 5 kategori yaitu : sangat kurus (<-3SD), kurus (-3 ≤ SD < -2), normal (-2 ≤ SD <1), overweight (1≤ SD <2) dan obese ((2≤ SD <3). Data besaran uang saku contoh terdiri dari rendah, sedang dan tinggi (Slamet 1993). Data pendidikan orangtua dikelompokan berdasarkan sebaran contoh yaitu SD/ sederajat, SMP/ sederajat, SMA/ sederajat, PT (Perguruan Tinggi)/ sederajat. Data pekerjaan orangtua dikelompokan berdasarkan sebaran contoh yaitu PNS, Swasta, Petani/Buruh tani, Wiraswasta dan Lainnya. Data tingkat pendapatan orangtua diklasifilkasikan berdasarkan miskin dan tidak miskin (BPS 2009). Menurut Hurlock (1999), data besar keluarga dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang).
Data pengetahuan siswa (12 pertanyaan) dan ibu (10 pertanyaan) tentang kebiasaan sarapan diukur dengan penilaian masing-masing pertanyaan akan diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh menjawab salah.Total skor pengetahuan siswa diperoleh maksimum adalah 12 dan minimum adalah 0 dan total skor pengetahuan ibu siswa maksimum adalah 10 dan minimum adalah 0.
dengan 9 pertanyaan, penilaian tindakan positif akan di beri skor 2 (jawaban “ya”), skor 1 (jawaban “kadang-kadang” dan skor 0 (jawaban “tidak”) dan tindakan negatif akan diberi nilai 0 (jawaban “ya”), skor 1 (jawaban “kadang-kadang” dan skor 2 (jawaban “tidak”) sehingga skor total praktik siswa terhadap kebiasaan sarapan pagi maksimum 18 dan minimum 0. Dari total nilai pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan, dikategorikan menjadi tiga. (Khomsan 2000).
Lebih dari separuh siswa berjenis kelamin perempuan sebesar 56.1% sedangkan laki-laki sebesar 43.9%. umur siswa berkisar antara 9–13 tahun dan tersebar pada umur 10 tahun (40.9%), Dari hasil penelitian dapat dilihat rata-rata uang saku siswa berkisar Rp1000-Rp3000 yaitu (48.5%). Pada siswa kelas 5 jumlah ayah yang berpendidikan SD dan SMP masih cukup tinggi yaitu sebesar (30.6%) dibanding pendidikan ayah siswa kelas 6, ayah yang berpendidikan SD (23.3%) dan SMP (26.7%). Jumlah ibu yang berpendidikan SD dan SMP masih cukup tinggi yaitu sebesar (30.0%). pada siswa kelas 5 sebagian besar bekerja sebagai buruh (38.9%) dan siswa kelas 6 bekerja sebagai wiraswasta (40.0%). Pendapatan perkapita keluarga siswa perbulan sebagian besar adalah tergolong miskin (<Rp 223.218) yaitu 74.2%. Jumlah anggota keluarga siswa baik kelas 5 (47.2%) maupun kelas 6 (46.7%) tergolong keluarga sedang.
Pada siswa kelas 5, pengetahuan tentang kebiasaan sarapan lebih rendah dari kelas 6. pada siswa kelas 5 dan kelas 6 sikap siswa terhadap kebiasaan sarapan pagi yang tergolong negatif berturut-turut 25.0% dan 26.7% dan masih terdapat siswa yang praktik kebiasaan sarapannya tergolong kurang (19.7%) dan cukup (52.8%). 43.8% ibu-ibu memiliki pengetahuan yang tergolong baik, masih ada sebagian kecil ibu siswa yang berpengetahuan kurang (18.8%) dan tergolong pengetahuan sedang (37.5%), tidak ada satu orang ibu siswa yang memiliki sikap negatif terhadap kebiasaan sarapan siswa. Siswa memiliki status gizi normal (66.7%), status gizi kurus (22.7%) dan sebagian kecil siswa yang memiliki status gizi overweight (6.1%) dan obese (4.5%).
Hasil uji statistik dengan uji korelasi Pearson menunjukkan, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap, pengetahuan dengan praktik serta sikap dengan praktik kebiasaan sarapan siswa. Hasil uji statistik dengan korelasi rank Spearman menunjukkan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktik siswa dengan status gizi siswa dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktik ibu dengan status gizi siswa.
DINA MURNIATI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Nama : Dina Murniati
NRP : I14086026
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof.Dr.Drh. Clara M. Kusharto, MSc NIP. 19510719 198403 2 001
dr. Yekti Hartati Effendi NIP. 19471029 197901 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga sehingga skripsi yang bejudul “Pengetahuan, Sikap Dan Praktik Tentang Kebiasaan Sarapan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2 Bogor” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana gizi pada Mayor Ilmu Gizi, departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikan nya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat
2. Prof. Dr. Drh. Clara M.Kusharto selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi serta dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pembimbing yang selalu mengarahkan dan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksananakan penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hj. Siti Madanijah selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
4. Kedua orangtua, Pak Uwo dan Ibu yang selalu memberikan do’a, dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak ada seuntai kata yang bisa melukiskan semua jasamu untuk hidupku, hanya ucapan terimakasih yang dalam dan tulus aku persembahkan untukmu.
5. Abang, kakak dan adik serta kanda yang selalu setia memberikan motivasi. 6. Seluruh teman-teman dan civitas akademik yang selalu memberikan
dukungan moril dan pendapat serta saran yang membangun, dan seluruh pihak yang membantu dalam penyelesain usulan penelitian ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Januari 2011
Provinsi Riau, pada tanggal 30 Januari 1986 dari pasangan H. Darwis dan Mardiana (alm). Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Pendidikan penulis dimulai di SD Negeri 008 Sedinginan Kec.Tanah Putih, Kab. Rokan Hilir, Provinsi Riau pada tahun 1992-1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di MTs Al-Kholidiyah, Sedinginan Kec.Tanah Putih, Kab. Rokan Hilir, Provinsi Riau hingga tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Tanah Putih Kec.Tanah Putih, Kab. Rokan Hilir, Provinsi Riau hingga tahun 2004.
DAFTAR ISI
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Sarapan .. 13
Jenis Makanan Sarapan ... 13
Status Gizi ... 14
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 15
KERANGKA PEMIKIRAN... 16
METODE PENELITIAN ... 18
Desain, Tempat dan Waktu ... 18
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 18
Pengolahan dan Analisis Data ... 20
Definisi Operasional ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN... 25
Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 25
Karakteristik Contoh . ... 25
Jenis Kelamin Siswa ... ... 25
Besaran Uang Saku ... 26
Karakteristik Keluarga... 27
Pendidikan Orangtua ... 27
Pekerjaan Orangtua ... 28
Pendapatan Keluarga ... 28
Besar Keluarga ... 29
Pengetahuan, Sikap dan Praktik kebiasaan Sarapan ... 29
Pengetahuan Siswa ... 29
Sikap Siswa ... 31
Praktik Siswa ... 33
Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Kebiasaan Sarapan ... 37
Pengetahuan Ibu... 37
Sikap Ibu... 38
Status Gizi Siswa ... 39
Hubungan antar Variabel... 40
Pengetahuan Siswa dengan Sikap terhadap Kebiasaan Sarapan Siswa ... 40
Pengetahuan dengan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa ... 40
Sikap dengan Praktik terhadap Kebiasaan Sarapan ... 40
Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa dengan Status Gizi Siswa ... 41
Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kebiasaan Sarapan Siswa dengan Status Gizi Siswa ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN………. ... 42
Kesimpulan... 42
Saran... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Cara pengumpulan data penelitian ... 19
2. Kelompok dan kategori variabel penelitian... 22
3. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan umur……….. 26
4. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan uang saku………. 26
5. Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikan …... 27
6. Sebaran orangtua siswa berdasarkan pekerjaan………... 28
7. Sebaran orangtua siswa berdasarkan Pendapatan keluarga/kap/bulan……….. 29
8. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan besar keluarga…………. 29
9. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan pengetahuan tentang kebiasaan sarapan ……….. 30
10. Sebaran pertanyaan pengetahuan pengetahuan tentang kebiasaan sarapan dijawab benar oleh siswa kelas 5 dan 6………… 31 11. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan sikap terhadap kebiasaan sarapan ……… 32 12. Sebaran pertanyaan sikap terhadap kebiasaan sarapan yang dijawab benar oleh siswa kelas 5 dan 6……….. 33 13. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan praktik kebiasaan sarapan……… 33 14. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan kebiasaan sarapan……... 34
15. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan frekuensi sarapan selama seminggu... 35
16. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan alasan tidak sarapan... 35
17. Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan jenis makanan sarapan.... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pemikiran pengetahuan, sikap dan praktik
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Karakteristik siswa kelas 5………….……… 48
2. Karakteristik siswa kelas 6………. 49
3. Kebiasaan sarapan siswa kelas 5..……….………. 50
4. Kebiasaan sarapan siswa kelas 6..……….………. 51
5. Karakteristik orangtua………... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan. Kualitas SDM yang baik salah satunya didukung dengan status gizi seseorang, salah satu faktor adalah konsumsi pangan yang baik, yaitu memenuhi kaidah beragam, bergizi dan berimbang. Bagi Indonesia, kesepakatan untuk memperhatikan anak merupakan upaya yang secara falsafah terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Kebijaksanaan ini tersurat dan tersirat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai hakikat pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Upaya mewujudkan manusia Indonesia berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaan manusia sejak usia dini, yaitu sejak masa anak-anak. Anak merupakan sumber potensi dan penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar (BPS 2001).
Siswa Sekolah Dasar (SD) merupakan SDM yang kelak akan meneruskan pembangunan di Indonesia. Sebagaimana generasi penerus tentunya harus selalu dipertahankan bahkan ditingkatkan kualitasnya dari segi kesehatan maupun tingkat kecerdasannya, sebagai golongan dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan antara lingkungan rumah dengan lingkungan sekolah dan masyarakat luas (Winarno 2004). Menurut Khomsan (2010), sumberdaya manusia yang berkualiatas dicirikan oleh tumbuh kembang anak yang baik, sehingga terbentuk generasi yang sehat dan cerdas baik secara intelegensia maupun emosi dan spritualnya. Ini semua tidak terlepas dari peran gizi yang sejauh ini diyakini berkontribusi penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
pengetahuan gizi dan minimnya usaha dalam menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 2003).
Dalam hal ini anak sekolah merupakan sasaran strategis dari peningkatan gizi masyarakat. Sebagai usaha memenuhi peningkatan gizi tersebut pertama-tama anak sekolah perlu diberi pengetahuan tentang pemenuhan gizi yaitu manfaat makanan bagi tubuh, manfaat makan tercakup dalam tri guna makanan yang meliputi : (1) Memberi energi agar dapat belajar dengan baik dan melakukan aktivitas lain seperti olahraga, membuat kerajinan tangan dan praktik kerja secara optimal (2) Membangun agar anak tumbuh serta lincah dan pintar, serta (3) Mengatur dan melindungi badan agar tidak mudah sakit. (Depkes RI Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat 2001).
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa secara kuantitas dan kualitas bila hanya satu atau dua kali waktu makan setiap hari, mungkin sekali akan terjadi kekurangan kebutuhan gizinya. Terutama bagi remaja yang kebutuhan energi dan zat gizinya meningkat karena terjadi pertumbuhan yang pesat pada masa itu. Namun, masih banyak remaja yang frekuensi makannya kurang dari tiga kali sehari dengan waktu makan yang sering ditinggalkan adalah sarapan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Djusmaidar (1991) sebanyak 18.8% anak SD tidak melakukan sarapan sebelum berangkat sekolah, hal tersebut menunjukkan belum semua siswa sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Sarapan merupakan hal penting bagi seorang anak, manfaat sarapan menyediakan karbohidrat dan zat gizi lainnya seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh sehingga berdampak positif terhadap prestasi akademik di sekolah (Khomsan 2005). Menurut Husaini (1993) dalam Rohayati (2001), perilaku makan pagi anak sekolah harus mendapat perhatian yang serius karena hal ini berkaitan erat dengan status gizi dan kesehatan.
Perumusan Masalah
Rendahnya pengetahuan tentang kebiasaan sarapan akan mendorong pada perilaku meninggalkan kebiasaan sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Perilaku makan yang tidak baik terutama dalam hal melewatkan sarapan merupakan masalah yang penting. Melewatkan sarapan dapat menyebabkan tubuh kekurangan glukosa (gula darah) dan akan mengakibatkan tubuh menjadi lemah karena tidak ada suplai energi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi. Penelitian ini secara umum ingin menjawab pertanyaan bagaimana pengetahuan, sikap dan praktik tentang kebiasaan sarapan pada siswa sekolah dasar.
Tujuan Penelitian Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari pengetahuan, sikap dan praktik tentang kebiasaan sarapan dan status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor.
Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi karakteristik siswa meliputi; umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, besaran uang saku dan karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi; pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua dan besar keluarga.
2. Mempelajari pengetahuan, sikap dan praktik siswa kelas 5 dan 6 tentang kebiasaan sarapan.
3. Mempelajari pengetahuan dan sikap ibu terhadap kebiasaan sarapan siswa kelas 5 dan 6.
4. Mengukur status gizi siswa kelas 5 dan 6.
5. Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dengan praktik siswa tentang kebiasaan sarapan serta status gizi siswa kelas 5 dan 6.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Usia Sekolah
Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan sebagai bekal penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk anak sekolah dasar yaitu periode kritis karena masa ini merupakan motivasi untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan untuk berusaha mencapai sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan tersebut akan terus dibawa sampai dewasa (Nasoetion 1991).
Golongan anak usia sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas diluar rumah, sehingga waktu makan pagi (sarapan) sering dilupakan. Sarapan sangat perlu diperhatikan untuk mencegah hipoglikemia dan agar anak lebih mudah untuk menerima pelajaran (Almatsier 1994).
Pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak ini mulai masuk kedalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan orang-orang diluar keluarganya, dan dia mulai mengenal suasana dan lingkungan baru dalam hidupnya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut kalau terlambat tiba disekolah, menyebabkan anak ini sering meyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji 1980) .
Anak-anak usia SD 6-12 tahun adalah kelompok yang memiliki interaksi yang intensif dengan lingkungan sekolah, teman, media massa dan program pemasaran perusahaan. Mereka pada dasarnya memiliki karakter yag sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya termasuk dalam memilih makanan. Anak-anak belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk memilih makanan yang baik bagi mereka, sehingga belum menjadi konsumen yang kritis dan bijaksana, mereka akan mudah menerima dan menyukai makanan yang juga disukai teman-temannya (Sumarwan 2007).
yang mudah menerima upaya pendidikan gizi melalui sekolahnya (Sediaoetama 2008).
Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi dengan baik dan cukup, ternyata ada beberapa masalah yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi untuk anak. Contoh masalah gizi masyarakat mencakup berbagai defisiensi zat gizi atau zat makanan. Seorang anak juga dapat mengalami defisiensi zat gizi tersebut yang berakibat pada berbagai aspek fisik maupun mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara cepat, jangka pendek dan jangka panjang serta dapat dicegah oleh masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi dampak defisiensi zat gizi antara lain melalui pengaturan makan yang benar (Santoso 2004).
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007).
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Selain itu juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suharjo 1989).
fakta-fakta yang diperlukan sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan.
Pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan, dan kebiasaan makan sehari-harinya. Tercukupinya kebutuhan gizi individu merupakan hasil akhir yang diharapakan akan meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan gizi (Pranadji 1988).
Anak sekolah perlu diajar memilih dan menikmati bermacam-macam bahan pangan secara baik dan memberi pengertian adanya hubungan antara pangan dengan pertumbuhan badan serta kesehatan. Dengan demikian setelah menguasai pengetahuan tersebut siswa akan senantiasa menjaga kesehatan dan juga status gizinya, memiliki kebiasaan pangan yang baik, bersikap positif terhadap pangan-pangan bergizi, mempunyai keterampilan gizi serta mampu berperan sebagai “Agent of change” terhadap kebiasaan makan keluarganya (Pranadji 1991).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test).
Instrumen ini merupakan bentuk test objektif yang paling sering digunakan.
Kelebihan multiple choice test ini adalah bahwa bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan
mengurangi kesempatan menebak. Kelemahannya adalah tes ini hanya
mengukur apa yang diketahui /dipahami oleh responden (Khomsan 2000).
Sikap
Sikap dapat diartikan sikap terhadap objek tertentu yang merupakan
sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan
kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan objek atau sikap dan kesediaan
beraksi terhadap suatu hal (Gerungan 1996).
Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi masih merupakan
suatu pre-disposisi tingkah laku. Sikap dalam hal ini adalah suatu kecendrungan
untuk bereaksi terhadap stimulus yang menghendaki adanya respon yang
didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu.
Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2007) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo 2007).
Tingkatan sikap antara lain :
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap adalah :
Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang itu.
Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek.
Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh orang.
Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam cara :
Adopsi : kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu
Diferensiasi : dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang
tadi nya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari
jenisnya.
Integrasi : Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan sautu hal
tertentu.
Trauma : Adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan (Purwanto
1998).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan secara langsung, maupun
tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung adalah dengan menanyakan
pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak
langsung, dapat dialakukan dengan pernyatan-pernyataan hipotesis, kemudian
ditanyakan kepada responden (Notoatmodjo 2007).
Praktik
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (cover
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi sutu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari
pihak lain (Notoatmodjo 2007).
Praktik terdiri atas berbagai tingkatan yaitu sebagai berikut:
Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
Respon terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan Sesutu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah di modifikasinya sendiri tanpa
mengurangi tindakannya tersebut.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan adalah pola perilaku yang diperoleh dari praktek yang terjadi
berulang-ulang. Sedangkan kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku
konsumsi pagan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan
juga dikaitkan dengan cara individu dan kelompok individu memilih,
mengkonsumsi menggunakan makanan yag tersedia, yang didasarkan pada
faktor-faktor psikologik dan sosial, budaya dimana ia hidup (Harper, Deaton dan
Driskel 1986). Selain itu, menurut Khumaidi (1989) kebiasaan makan adalah
tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan makan meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.
Kebiasaan makan terbentuk dari empat komponen yaitu (1) Konsumsi
makanan (pola konsumsi), meliputi jumlah, jenis frekuensi, dan proporsi
makanan yang dikonsumsi atau komposisis makanan; (2) Preferensi terhadap
makanan. Mencakup sikap terhadap makanan (suka atau tidak suka terhadap
makanan); (3) ideologi atau pengetahuan terhadap makanan, terdiri atas
kepercayaan dan tabu terhadap makanan; dan (4) sosial budaya makanan,
meliputi umur, asal pendidikan, kebiasaan membaca, besar keluarga, susunan
keluarga, mata pencaharian atau pekerjaan, luas pemilikan lahan dan
ketersediaan makanan (Sanjur 1982). Menurut Suhardjo (2003), dalam
hubungannya dengan perubahan kebiasaan makan, pendidikan gizi sangat
diperlukan, karena dapat membentuk sikap mental dan perilaku positif terhadap
gizi.
Bentuk penerapan dari kebiasaan makan adalah perilaku konsumsi
makan. Perilaku konsumsi makan seperti halnya perilaku lainnya pada diri
seseorang, satu keluarga atau masyarakat dipengaruhi oleh wawasan dan cara
pandang dan faktor lain yang berhubungan dengan tindakan yang tepat. Oleh
karena itu apabila ditelusuri lebih lanjut, sistem nilai tindakan itu dipengaruhi oleh
pengalaman pada masa lalu, berkaitan dengan informasi tentang makanan dan
Kebiasaan Sarapan Pengertian Sarapan
Sarapan (makan pagi) adalah suatu kegiatan yang penting sebelum
melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Alasan remaja tidak sarapan pagi yaitu
tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak
sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera makan, maupun
ingin diet supaya berat badan bisa cepat turun (Khomsan 2005).
Menurut berbagai kajian, frekuensi makan yang baik adalah tiga kali
dalam sehari. Tidak mungkin seseorang apalagi anak-anak, memenuhi
kebutuhan gizinya hanya dari satu atau dua kali makan setiap hari. Secara
kuantitas dan kualitas kalau hanya satu atau dua kali makan setiap hari, maka
konsumsi pangan anak-anak mungkin sekali kurang, karena keterbatasan
kapasitas lambungnya. Namun demikian pada kenyataannya masih banyak
anak-anak yang frekuensi makannya kurang dari tiga kali sehari. Waktu makan
yang sering ditinggalkan oleh anak pada umumnya adalah makan pagi
(Madanijah 1994).
Berdasarkan hasil penelitian gizi pada anak SD di Bogor dan Jakarta
tahun 1998, 90% anak SD menyatakan dirinya melakukan sarapan pagi sebelum
berangkat kesekolah. Tetapi setelah ditanya ulang dengan pertanyaan yang lebih
rinci, ternyata hanya 55% dari anak yang menyatakan dirinya melakukan sarapan
pagi. Mereka mengartikan makan pagi apabila makan nasi dengan lauk pauk
yang diperkirakan memberikan 20-30% kebutuhan energi untuk sehari
(Soekirman 2000).
Manfaat Sarapan
Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat
menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat
dilakukan antara pukul 06.00-08.00 namun waktu ini bukan acuan keharusan.
Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme
dimulainya aktivitas pagi. Sedangkan menurut Martianto (2006), sarapan
dilakukan teratur setiap hari pukul 06.00-09.00. Idealnya sarapan memenuhi
seperempat hingga setengah kebutuhan energi dan zat gizi sehari.
Ada dua manfaat yang bisa diambil dari sarapan pagi. Pertama, sarapan
pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan
kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah
meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan
memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga
untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2005).
Melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga
akan menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Dengan demikian,
dapat menurunkan gairah belajar, kecepatan reaksi, serta kesulitan dalam
menerima pelajaran dengan baik. Padahal, fungsi glukosa adalah sebagai
sumber energi utama bagi otak. Jika hal ini terjadi, maka tubuh akan
membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan lemak tubuh (Khomsan
2005).
Tidak mengkonsumsi makanan di waktu pagi hari dapat menyebabkan
kekosongan lambung selama 10 -11 jam, karena makanan terakhir yang masuk
ke tubuh jam 19.00 (Khomsan 2005). Hal ini berarti kurang lebih jam 22.00,
semua makanan sudah meninggalkan lambung. Sekiranya dalam waktu tidur,
sama sekali kita tidak mengeluarkan energi (tidak ada pembakaran) sehingga
kadar glukosa masih bisa dipertahankan. Tetapi, keadaan yang sebenarnya
tidaklah demikian, walaupun dalam keadaan tidur masih terjadi pembakaran
untuk menghasilkan energi. Hal ini berfungsi untuk menggerakkan jantung,
paru-paru, dan alat-alat fungsional lainnya. Pembakaran ini tentu akan mempengaruhi
kadar glukosa darah, sehingga pada waktu bangun pagi kadar glukosa sudah
berada pada batas minimal yang ditandai dengan timbulnya rasa lapar (Moehji
1992).
Martianto (2006) menjelaskan bahwa kadar glukosa darah anak yang
tidak terbiasa sarapan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sarapan.
Glukosa darah adalah satu-satunya penyalur energi bagi otak untuk bekerja
optimal. Bila glukosa darah anak rendah, terutama bila sampai dibawah 70 mg/dl
(hipoglikemia), maka akan terjadi penurunan konsentrasi belajar atau daya ingat,
tubuh melemah, pusing dan gemetar.
Manfaat lain dari sarapan adalah mengurangi kemungkinan jajan di
sekolah dan mengurangi risiko intik bahan tambahan makanan berbahaya,
seperti zat pewarna, pengawet, pemanis, penyedap, dan sebagainya. Sarapan
bergizi seimbang dan cukup mengandung karbohidrat kompleks dari serealia
juga akan mengurangi kemungkinan makan siang dan malam lebih banyak
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan sarapan
Menurut Madanijah (1994), faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan
kebiasaan makan pagi anak sekolah dasar adalah pendidikan formal orang tua
(ayah atau ibu), pengetahuan gizi ibu, dan pola kebiasaan makan keluarga.
Dengan pendidikan formal orang tua yang tinggi disertai pengetahuan gizi ibu
yang baik maka anak akan memperoleh pembinaan kebiasaan yang baik pula.
Selanjutnya kebiasaan makan pagi yang dilakukan dalam keluarga dan
merupakan pola kebiasaan makan keluarga, berhubungan dan berpengaruh
terhadap kebiasaan makan pagi anak sekolah. Hal ini karena biasanya anak
mencontoh perilaku makan yang biasa dilakukan dalam keluarganya.
Menurut Khumaidi (1994) dalam Rohayati (2001), faktor yang
mempengaruhi sarapan pagi yaitu faktor ekstrinsik (lingkungan alam, sosial,
budaya, dan ekonomi) dan faktor intrinsik yang terdiri dari asosiasi emosional,
keadaan jasmani, kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap
mutu makanan.
Kebiasaan tidak sarapan dapat disebabkan antara lain karena tidak ada
nafsu makan, terbiasa tidak sarapan pagi, dan tidak mempunyai waktu yang
cukup untuk melakukannya. Selain itu dapat juga disebabkan oleh hidangan
yang tampak kurang menarik sehingga tidak dapat menimbulkan selera makan
(Efendi 1993 dalam Andri 2007).
Jenis makanan sarapan
Jenis makanan untuk sarapan dapat dipilih dan disusun sesuai dengan
keadaan dan akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber tenaga, sumber
zat pembangun dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang.
Khomsan (2005) menjelaskan bahwa bila sarapan dengan aneka ragam pangan,
yang terdiri dari nasi, sayur/buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi
kebutuhan akan vitamin dan mineral.
Dari hasil penelitian Hermina et all di desa Ciheuleut pada tahun 2000, menyebutkan ada sebagian murid (35.0%) membeli sendiri makanan jajanan
disekolah dan dikonsumsi sebelum masuk kelas (pukul 06.00-07.00), jenis
makanan yang dikonsumsi untuk sarapan biasanya berupa bubur nasi, nasi
uduk, bihun goreng, buras/lontong, dan gorengan. Namun bagi murid yang tidak
tahu memilih makanan jajanan untuk sarapannya, makanan yang mereka pilih
pada pagi hari adalah cilok, es atau chiki dan sejenisnya yang kandungan
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat
diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang
maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status
gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006).
Status gizi merupakan gambaran mengenai keseimbangan antara asupan
dengan kebutuhan zat-zat gizi untuk proses tumbuh kembang anak. Anak yang
keadaan gizi baik cenderung lebih mempunyai daya tahan terhadap infeksi, lebih
bersemangat, lebih cerdas, lebih tekun dan lebih mampu untuk bekerja keras
daripada anak yang kurang gizi, sebaliknya anak yang kurang gizi cenderung
mudah terkena infeksi, efisiensi kerja menurun dan pertumbuhan terhambat serta
perubahan perilaku karena kerusakan struktur jaringan (Nursyantuet al1992).
Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara
makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh
(nutrient output) akan zat gizi tersebut. Status gizi seseorang juga merupakan
keadaan kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan serta penggunaan
oleh tubuh. Untuk menentukan status gizi seseorang atau sekelompok penduduk
atau masyarakat perlu dilakukan pengukuran untuk menilai berbagai tingkat
kurang gizi yang ada. Pengukuran yang dipakai biasanya menunjukan kepada
indikator atau parameter yang beragam sebagai indeks untuk menunjukan
tingkat status gizi dan kesehatan yang berbeda (Suhardjo 2003).
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status
gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi
menjadi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Ditinjau dari sudut pandang epidemiologi masalah gizi sangat dipengaruhi
oleh faktor penjamu, agens dan lingkungan. Faktor penjamu meliputi fisiologi,
metabolisme dan kebutuhan zat gizi. Faktor agen meliputi karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral sedangkan faktor lingkungan meliputi bahan
makanan, pengolahan, penyimpanan, higiene dan sanitasi makanan (Supriasa
Menurut Almatsier (2001) faktor yang menyebabkan gangguan gizi ada
dua yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah susunan
makanan seseorang salah dalam kualitas dan kuantitasnya disebabkan oleh
kurangnya penyediaan pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan
yang salah.
Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi
tidak sampai ke sel-sel tubuh, setelah makanan dikonsumsi karena
tergantungnya pencernaan adanya infeksi juga memperburuk taraf gizi yang
buruk akibat infeksi tersebut akan kemampuan anak untuk melawan infeksi
KERANGKA PEMIKIRAN
Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan.
Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja,
anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik
jenis, jumlah dan mutunya. Masalah makan yang sering ditemui pada anak
sekolah antaralain tidak sarapan, dengan berbagai alasan. Kebiasaan tidak
sarapan di rumah mendorong anak untuk membeli makanan di sekolah.
Makanan yang dibeli di luar rumah khususnya di sekitar sekolah belum tentu
aman dan bergizi. Oleh karena itu anak-anak perlu mengetahui pentingnya
makanan yang aman dan bergizi bagi pertumbuhannya.
Pengetahuan siswa akan menentukan sikap serta praktiknya sehingga
terbentuk suatu perilaku dalam memilih makanan yang bergizi dan aman.
Berdasarkan teori Bloom (1908) diacu dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dibagi
menjadi pengetahuan (knowledge), sikap (atitude) dan praktik (practice). Perilaku
makan yang mencerminkan kebiasaan makan pada dasarnya bertumpu pada
dorongan yang diperoleh melalui proses belajar serta proses sosialisasi dalam
keluarga, sekolah maupun sumber lain. Perilaku dalam memberikan respon
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Faktor tersebut dapat
berupa faktor internal dari siswa itu sendiri (umur, jenis kelamin, besaran uang
saku) dan faktor eksternal berupa sosial ekonomi keluarga (pendidikan,
pekerjaan, besar keluarga dan tingkat pendapatan keluarga), serta pengetahuan,
sikap dan praktik orangtua, yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi
Keterangan:
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang Tidak Diteliti
Gambar 1 Kerangka pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Pagi dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar Negri Kebon Kopi 2 Bogor
Karakteristik Individu: Umur
Jenis kelamin Besaran uang saku
Karakteristik sosial ekonomi keluarga: Pendidikan
Pekerjaan Pendapatan Besar keluarga
Konsumsi pangan
kebiasaan sarapan pada siswa
Pengetahuan dan sikap ibu tentang kebiasaan sarapan
pada siswa
Pengetahuan
Praktik Sikap
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu
Desain penelitian ini adalahcross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor. Penentuan lokasi SDN
Kebon Kopi 2 ini dengan alasan karena sekolah ini rata-rata pendapatan
orangtuanya tergolong golongan bawah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei-Juli 2010. Penelitian ini mengkaji pengetahuan, sikap dan praktik tentang
kebiasaan sarapan dan status gizi siswa SDN Kebon Kopi 2 Bogor.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di sekolah yang terpilih
yaitu sebesar 215 orang. Cara pengambilan contoh denganpurposive sampling, menggunakan kriteria siswa tercatat sebagai siswa kelas 5 dan 6, dengan
pertimbangan siswa telah dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik
dan siswa yang telah cukup mendapatkan pendidikan mengenai gizi di tingkat
sekolah dasar. Contoh yang memenuhi kriteria selama penelitian berlangsung
diambil sebagai contoh. Jumlah calon contoh adalah 68 siswa dan jumlah contoh
dalam penelitian ini adalah 66 siswa, dua siswa tidak diikutsertakan karena
datanya tidak lengkap.
Sejumlah orangtua siswa (ibu) diambil dari masing-masing kelas 5 dan 6
yaitu 8 orang, total ibu yaitu 16 orang, berdasarkan pertimbangan ibu tersebut
dapat mewakili kelompok umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer ini meliputi data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, tempat
dan tanggal lahir, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan jumlah uang saku).
Data karakteristik orangtua (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar
keluarga, dan pendapatan). Data pengetahuan, sikap dan praktik siswa tentang
kebiasaan sarapan. Data pengetahuan dan sikap ibu terhadap kebiasaan
sarapan siswa. Data sekunder yaitu data keadaan umum lokasi penelitian.
Pengumpulan data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, tempat dan
tanggal lahir, dan jumlah uang saku) serta data karakteristik orangtua
(pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendapatan)
diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data status gizi diperoleh dengan
metode antropometri dengan menimbang berat badan contoh menggunakan alat
minimum 50 gram, sedangkan data tinggi badan diperoleh dengan cara
mengukur tinggi badan contoh dengan alat microtoise (HEIGHT kapasitas 200
cm).
Data pengetahuan siswa tentang kebiasaan sarapan diperoleh dengan
menggunakan kuesioner tentang kebiasaan sarapan pagi yang berisi 12
pertanyaan meliputi; kebersihan individu dan makanan, pengertian makanan
bergizi, jenis dan fungsi zat gizi, pengertian sarapan, fungsi sarapan, alasan tidak
sarapan, dampak tidak sarapan bagi tubuh. Data sikap siswa terhadap kebiasaan
sarapan diperoleh dengan menggunakan kuesioner tentang kebiasaan sarapan
yang berisi 12 pertanyaan meliputi; kebersihan individu, makanan yang aman
dan bergizi serta kebiasaan sarapan. Data praktik kebiasaan sarapan siswa
diperoleh dengan menggunakan kuesioner tentang kebiasaan sarapan yang
berisi 13 pertanyaan meliputi; kebersihan individu dan makanan, makanan yang
aman dan bergizi, kebiasaan sarapan dan kebiasaan membawa bekal.
Data pengetahuan ibu, tentang kebiasaan sarapan diperoleh dengan
menggunakan kuesioner tentang kebiasaan sarapan siswa yang berisi 10
pertanyaan meliputi; kebersihan individu dan makanan, pengertian makanan
bergizi, jenis dan fungsi zat gizi, pengertian sarapan, fungsi sarapan, alasan tidak
sarapan, dampak tidak sarapan bagi tubuh. Data sikap ibu terhadap kebiasaan
sarapan siswa diperoleh dengan menggunakan kuesioner tentang kebiasaan
sarapan yang berisi 10 pertanyaan meliputi; kebersihan individu, makanan yang
aman dan bergizi serta kebiasaan sarapan.
Rincian cara pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1. dibawah ini:
Tabel 1 Cara pengumpulan data penelitian
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan
perangkat lunak microsoft exell 2007 dan program SPSS versi 16.0for windows dengan analisa deskriptif. Proses pengolahan meliputiediting, coding, entry, dan analisis.
Data karakteristik contoh meliputi : data jenis kelamin dikelompokan
menjadi 2 (laki-laki dan perempuan). Data umur yang dikelompokan berdasarkan
sebaran contoh, data status gizi contoh dihitung dengan metode antropometri
melalui perhitungan indeks masa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U).
Klasifikasi status gizi yang digunakan adalah menurut WHO (2007) yang
mengkategorikan status gizi menjadi 5 kategori yaitu : sangat kurus (<-3SD),
kurus (-3 ≤ SD < -2), normal (-2 ≤ SD <1), overweight (1≤ SD <2) dan obese ((2≤
NR = nilai terendah (Slamet 1993)
Data karakteristik keluarga yang disajikan meliputi; data pendidikan
orangtua dikelompokan berdasarkan sebaran contoh yaitu SD/ sederajat, SMP/
sederajat, SMA/ sederajat, PT (Perguruan Tinggi)/ sederajat. Data pekerjaan
orangtua dikelompokan berdasarkan sebaran contoh yaitu PNS, Swasta,
Petani/Buruh tani, Wiraswasta dan Lainnya. Data tingkat pendapatan orangtua
akan diolah dengan cara mentabulasi pendapatan yang diperoleh oleh
responden dalam sebulan yang berasal dari gaji dan berbagai sumber lain. Hasil
tabulasi akan digunakan untuk menghitung pendapatan perkapita per bulan.
Dimana pendapatan perkapita per bulan merupakan hasil dari pembagian jumlah
pendapatan orangtua setiap bulannya dengan jumlah anggota keluarga. Hasil
yang diperoleh kemudian diklasifilkasikan berdasarkan miskin dan tidak miskin.
Menurut Hurlock (1999), data besar keluarga dikelompokan menjadi tiga
kelompok yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan
Data pengetahuan siswa (12 pertanyaan) dan ibu (10 pertanyaan)
tentang kebiasaan sarapan diukur dengan penilaian masing-masing pertanyaan
akan diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh menjawab
salah.Total skor pengetahuan siswa diperoleh maksimum adalah 12 dan
minimum adalah 0 dan total skor pengetahuan ibu maksimum adalah 10 dan
minimum adalah 0. Selanjutnya total nilai pengetahuan siswa dan ibu tentang
kebiasaan sarapan dikategorikan menjadi pengetahuan kurang yaitu jika skor
<60%, pengetahuan sedang jika skor 60% - 80% dan pengetahuan baik jika skor
>80% (Khomsan 2000).
Data sikap siswa (12 pernyataan) dan ibu (10 pernyataan) terhadap
kebiasaan sarapan. Cara penilaian pernyataan “positif” dan “negatif”, yaitu untuk
penyataan “positif” akan diberi skor 1 apabila setuju, akan diberi skor 0 apabila
tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan “negatif” akan diberi skor 0 apabila
setuju, akan diberi skor 1 apabila tidak setuju. Total skor sikap siswa diperoleh
maksimum adalah 12 dan minimum adalah 0 serta total skor sikap ibu maksimum
10 dan minimum 0. Selanjutnya total nilai sikap siswa dan ibu terhadap
kebiasaan sarapan akan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) sikap negatif,
apabila skor <60% dari total jawaban yang benar,(2) sikap netral, apabila skor
60%-80% dari total jawaban yang benar, serta (3)sikap positif, apabila skor >80%
dari total jawaban yang benar (Khomsan 2000). Data praktik siswa terhadap
kebiasaan sarapan diukur dengan 9 pertanyaan, penilaiatindakan positif akan di
beri skor 2 (jawaban “ya”), skor 1 (jawaban “kadang-kadang” dan skor 0 (jawaban
“tidak”) dan tindakan negatif akan diberi nilai 0 (jawaban “ya”), skor 1 (jawaban
“kadang-kadang” dan skor 2 (jawaban “tidak”) sehingga skor total praktik siswa
terhadap kebiasaan sarapan pagi maksimum 18 dan minimum 0. Dari total nilai
praktik kebiasaan sarapan pagi siswa, dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1)
praktik tergolong kurang jika skor <60% dari total jawaban yang benar,(2) praktik
tergolong cukup apabila skor 60%-80% dari total jawaban yang benar, serta (3)
praktik tergolong baik, apabila skor >80% dari total jawaban yang benar
Untuk lebih jelasnya, rincian pengelompokan dan pengkategorian variabel
penelitian dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kelompok dan kategori variabel penelitian
No. Variabel Kategori dan kelompok Sumber
1. Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan 2. Besaran uang saku Rp 1000- Rp 3000
>Rp 3000- 5000 >Rp 5000
Slamet (1993)
3. Pendidikan orang tua Tamat SD/sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat perguruan Tinggi
4. Pekerjaan orang tua PNS/TNI/POLRI Swasta
Petani /buruh tani Wiraswasta Lainnya
5. Pendapatan orang tua Miskin <Rp223.218 Tidak miskin ≥Rp223.218
BPS (2009)
6. Besar keluarga Kecil (≤4 orang)
Sedang (5-6orang) Besar >7 orang
Hurlock (1999)
7. Pengetahuan Kurang yaitu jika skor <60%, Sedang jika skor 60% - 80% Baik jika skor >80%
Khomsan (2000).
8. Sikap Negatif jika skor <60%,
Netral jika skor 60% - 80% Positif jika skor >80%
Khomsan (2000).
9. Praktik Kurang yaitu jika skor <60%,
Cukup jika skor 60% - 80% Overweight (1≤ SD <2) dan Obese ((2≤ SD <3).
WHO (2007)
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
versi 16,0 for windows. Uji satistik yang dilakukan antara lain: Uji korelasi
Pearson dan rank Spearman untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan, sikap dengan praktik kebiasaan sarapan pada siswa SD serta
Definisi Operasional
Contoh adalah siswa kelas 5 dan 6 yang bersekolah di SDN kebon kopi 2 Bogor
Karakteristik Contoh adalah cirik has yang dimiliki siswa berupa umur, jenis kelamin, berat badan, Tinggi badan, besaran uang saku.
Karakteristik sosial ekonomi keluargaadalah ciri khas yang dimiliki keluarga berupa pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, pendapatan orangtua
dan besar keluarga.
Pendapatan orangtuaadalah jumlah pendapatan keluarga yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan dalam bentuk uang dalam
sebulan.
Besar keluargaadalah banyaknya orang yang tinggal dirumah dan tercantum dalam kartu keluarga. Besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu
kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7
orang).
Pengetahuan kebiasaan sarapan adalah pemahaman siswa dan orangtua tentang kebersihan individu dan makanan, pengertian makanan bergizi,
jenis dan fungsi zat gizi, pengertian sarapan, fungsi sarapan, alasan tidak
sarapan, dampak tidak sarapan bagi tubuh, yang diukur dari skor jawaban
terhadap pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner.
Sikap terhadap kebiasaan sarapanadalah kecendrungan tingkah laku siswa terhadap kebiasaan sarapan : kebersihan individu dan makanan,
pengertian makanan bergizi, jenis dan fungsi zat gizi, pengertian sarapan,
fungsi sarapan, alasan tidak sarapan, dampak tidak sarapan bagi tubuh,
yang diukur dari skor jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan dalam
kuesioner.
Praktik kebiasaan sarapan adalah tindakan yang dilakukan berhubungan dengan kebiasaan sarapan meliputi : kebersihan individu dan makanan,
pengertian makanan bergizi, jenis dan fungsi zat gizi, pengertian sarapan,
fungsi sarapan, alasan tidak sarapan, dampak tidak sarapan bagi tubuh,
yang diukur dari skor jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan dalam
Sarapan adalah kegiatan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang dan memenuhi 25%-30% dari kebutuhan energi total dalam
sehari yang dilakukan pada pagi hari oleh siswa sebelum kegiatan belajar
disekolah.
Status gizi yaitu keadaan tubuh contoh yang ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U), mengacu pada
WHO (2007) yang diklasifikasikan menjadi5 kategori, yaitu sangat kurus
(<-3 SD), kurus (-3≤ SD <-2 ), normal (-2≤ SD <+1), overweight (1≤ SD
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum sekolahSDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi
Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor
Tengah. Berdiri pada tahun 1973 dan beroperasi tahun 1974. Sekolah ini
memiliki tenaga pendidik yang berjumlah 13 orang, terdiri dari 3 orang S1, 4
orang D2, 1 orang D1, 2 orang SPG dan 2 orang SMA serta 1 orang SLTP.
Jumlah siswa sebanyak 215 orang terdiri dari 32 orang siswa kelas 1, 39
orang siswa kelas 2, 34 orang kelas 3, 43 orang siswa kelas 4, 32 orang siswa
kelas 5, dan 35 orang siswa kelas 6. Jumlah kelas ada sebanyak 6 kelas. Siswa
memulai pelajaran pukul 07.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB untuk kelas 5 dan 6.
Fasilitas yang tersedia terdiri dari ruang belajar, ruang kepala sekolah dan ruang
guru, ruang komputer, perpustakaan, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), rumah
dinas guru dan penjaga sekolah, mushola, WC, sarana air bersih dan listrik
berasal dari PDAM dan PLN. SDN Kebon Kopi 2 ini tidak memiliki kantin, karena
bangunan untuk kantin direnovasi dan dijadikan ruang belajar. Dana operasi dan
perawatan berasal dari dana BOS dan SD gratis.
Karakteristik contoh Jenis kelamin siswa
Lebih dari separuh siswa berjenis kelamin perempuan sebesar 56.1%
sedangkan laki-laki sebesar 43.9%. Siswa yang berjenis kelamin perempuan di
kelas 5 terdapat 55.6% dan 44.4% siswa berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan
di kelas 6 siswa yang berjenis kelamin perempuan sebesar 56,7% dan berjenis
kelamin laki-laki sebesar 43.3%.
Umur siswa
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa secara umum, umur siswa kelas 5 dan
6 berkisar antara 9–13 tahun dan tersebar pada umur 10 tahun (40.9%), begitu
pula pada siswa kelas 5 (72.2%) sedangkan siswa kelas 6, kebanyakan siswa
berumur 11 tahun (60.0%). Anak sekolah dasar atau anak usia sekolah adalah
anak yang berusia 6 -12 tahun. Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai akhir
masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai
tiba saatnya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi anak
Tabel 3 Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan umur
mencapai dewasa dan merupakan generasi yang perlu mendapatkan perhatian
dalam konsumsi pangannya. Pola makan pada masa ini perlu mendapat
perhatian khusus, karena pola konsumsi saat ini akan terbawa terus sampai
dewasa.
Besaran uang saku
Dari hasil penelitian dapat dilihat rata-rata uang saku siswa kelas 5 dan 6
sehari berkisar Rp1000-Rp3000 yaitu (48.5%). Uang saku siswa kelas 5 lebih
rendah dibanding siswa kelas 6, jika dilihat pada data pekerjaan ayah, pada
siswa kelas 5 ayah banyak yang bekerja sebagai buruh sedangkan kelas 6
sebagai wiraswasta. Besaran uang saku siswa kelas 5 dan 6 ditampilkan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan uang saku
Jenis kelamin Kelas 5 Kelas 6 Total
n % n % n %
Rendah (Rp1000-Rp3000) 23 63.9 9 30.0 32 48.5
Sedang (>Rp3000-Rp5000) 8 22.2 16 53.3 24 36.4
Tinggi (>Rp5000) 5 13.9 5 16.7 10 15.2
Total 36 100 30 100 66 100
Anak sekolah pada umumnya memiliki sejumlah uang yang diberikan
orangtua untuk keperluan jajan dan keperluan lainnya yang biasa disebut uang
saku.
Oleh siswa uang saku ini digunakan untuk jajan dan menabung disekolah.
Menurut Napitu (1994) dalam Adhistiana (2009), bahwa pemberian uang saku
kepada anak dapat mempengaruhi anak untuk belajar bertanggung jawab atas
pengalokasian pendapatan keluarga kepada anak untuk keperluan
harian,mingguan atau bulanan, baik untuk keperluan jajan atau keperluan nya
seperti membeli alat tulis, menabung dan sebagainnya. Besar uang saku yang
dimiliki tiap anak sangat beragam tergantung pada faktor-faktor yang
mendukungnya.
Karakteristik keluarga Pendidikan orangtua
Pendidikan ayah dan ibu dibagi menjadi lima kategori tamat SD/
sederajat, SD/ sederajat, SMP/ sederajat, SMA/ sederajat, PT (Perguruan
Tinggi)/ sederajat. Tabel 6 menunjukkan pada siswa kelas 5 jumlah ayah yang
berpendidikan SD dan SMP masih cukup tinggi yaitu sebesar (30.6%) dibanding
pendidikan ayah siswa kelas 6, ayah yang berpendidikan SD (23.3%) dab SMP
(26.7%). Jumlah ibu yang berpendidikan SD dan SMP masih cukup tinggi yaitu
sebesar (30.0%). Pendidikan ibu pada siswa kelas 5 lebih rendah daripada
pendidikan ibu kelas 6.
Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan
prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan
kesehatan anak (Rahmawati 2006). Sebaran tingkat pendidikan orangtua siswa
berdasarkan kelas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran orangtua siswa berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu
Kategori pendidikan
Kelas 5 Kelas 6 Kelas 5 Kelas 6
n % n % n % n %
Pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh
kembang anak karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama cara pengasuhan anak yang baik,
cara menjaga kesehatan anak, pendidikan anak dan sebagainya Soetjiningsih
(1995). Selain itu menurut Suhardjo (2003), orang yang berpendidikan tinggi
dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan anak sejak kecil
sehingga kebutuhan gizinya dapat terpenuhi dengan baik.
Pekerjaan orangtua
Jenis pekerjaan berhubungan erat dengan pendapatan yang diterima.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pekerjaan orangtua (ayah) ternyata
cukup beragam, pada siswa kelas 5 sebagian besar bekerja sebagai buruh
(38.9%) dan siswa kelas 6 bekerja sebagai wiraswasta (40.0%). Bayaknya ayah
yang bekerja sebagai buruh pada siswa kelas 5 bisa dilihat juga pada pendidikan
ayah siswa kelas 5 masih banyak yang berpendidikan tamat SD dan SMP
dibandingkan dengan kelas 6. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap kualitas
hidup dalam berbagai hal. Misalkan pekerjaan tersedia, seseorang yang memiliki
pendidikan biasanya dapat masuk kegolongan pekerjaan yang diupah lebih tinggi
dibandingkan orang yang tidak memiliki pendidikan (Soehardjo 1989).
Sedangkan untuk pekerjaan ibu, hampir keseluruhan ibu sebagai ibu rumah
tangga baik pada siswa kelas 5 (88.9%) maupun pada siswa kelas 6 (93.3%).
Sebaran orangtua siswa berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran orangtua siswa berdasarkan jenis pekerjaan
Kategori pekerjaan
Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu
Kelas 5 Kelas 6 Kelas 5 Kelas 6
n % n % n % n %
PNS (guru) 1 2.8 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Swasta (pedagang, karyawan) 9 25.0 8 26.7 1 2.8 1 3.3
Buruh 14 38.9 8 26.7 2 5.6 0 0.0
Wiraswasta 7 19.4 11 36.7 1 2.8 1 3.3
Lainnya (supir, serabutan) 5 13.9 3 10.0 0 0 0 0
Ibu Rumah Tangga 0 0 0 0 32 88.9 28 93.3
Total 36 100 30 100 36 100 30 100
Pendapatan keluarga
Tabel 7 menunjukkan sebaran keluarga siswa berdasarkan tingkat
pendapatan perkapita perbulan. Pendapatan perkapita keluarga siswa perbulan
sebagian besar adalah tergolong miskin (<Rp 223.218) yaitu 74.2%. hal ini
dikarenakan pekerjaan orongtua siswa masih banyak yang tergolong buruh.
Pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan. Menurut Harper, Deaton & Driskel (1986), pendapatan
seseorang atau keluarga akan menentukan daya beli terhadap pangan. Semakin
susunan menunya setiap hari. Tingkat pendapatan yang tinggi dapat
memberikan peluang yang lebih besar bagi anggota keluarga untuk memilih
pangan yang lebih baik berdasarkan jumlah dan jenisnya.
Tabel 7 Sebaran orangtua siswa berdasarkan pendapatan keluarga/kap/bulan
Pendapatan/kapita/bulan
(Rp) nKelas 5% nKelas 6% n Total %
Miskin (<Rp 223.218) 23 63.9 26 86.7 49 74.2
Tidak miskin (<Rp.223.218) 13 36.1 4 13.3 17 25.8
Total 36 100 30 100 66 100
Besar keluarga
Jumlah anggota keluarga siswa baik kelas 5 (47.2%) maupun kelas 6
(46.7%) tergolong keluarga sedang. Sebaran besar keluarga siswa berdasarkan
kelas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan besar keluarga
Besar keluarga Kelas 5 Kelas 6 Total
n % n % n %
≤4 (kecil) 13 36.1 12 40.0 25 37.9
5-6 (sedang) 17 47.2 14 46.7 31 47.0
≥7 (besar) 6 16.7 4 13.3 10 15.2
Total 36 100 30 100 66 100
Menurut Sediaoetama (1989) pengaturan pengeluaran umtuk pangan
sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini
menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga
tidak mencukupi kebutuhan.
Pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan siswa Pengetahuan siswa
Secara umum pengetahuan siswa kelas 5 dan 6 tentang kebiasaan
sarapan yang tergolong kurang masih cukup tinggi yaitu (33.3%), rata-rata nilai
skor pengetahuan siswa yaitu 68,31. Pada siswa kelas 5, pengetahuan tentang
kebiasaan sarapan lebih rendah dari kelas 6. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata
nilai skor pengetahuan pada siswa kelas 5 yaitu 61.1 dan kelas 6 sebesar 76,9.
Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan pengetahuan tentang kebiasaan
Tabel 9 Sebaran siswa kelas 5 dan 6 berdasarkan pengetahuan tentang kebiasaan sarapan
Kategori pengetahuan Kelas 5 Kelas 6 Total
n % n % n %
Kurang (<60%) 17 47.2 5 16.7 22 33.3
Sedang (60%-80%) 14 38.9 14 46.7 28 42.4
Baik (>80%) 5 13.9 11 36.7 16 24.2
Total 36 100 30 100 66 100
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo 2007).
Menurut Pranadji (1994), pengetahuan mengenai jenis-jenis makanan
yang akan dikonsumsi pada diri anak-anak, sangat erat hubungannya dengan
nilai-nilai dan kepercayaan terhadap makanan yang diperolehnya melalui
pendidikan baik di sekolah maupun di rumah.
Tabel 10 menjelaskan mengenai presentase jawaban dari setiap
pertanyaan yang dijawab benar oleh siswa kelas 5 dan 6. Sebagian pertanyaan
telah dapat dipahami siswa dengan baik hal ini dapat dilihat dari persentase
jawaban yang lebih dari >80% yaitu pertanyaan tentang kebiasaan cuci tangan,
sarapan yang sehat dan bergizi, makanan yang bergizi dan aman untuk sarapan,
mengapa perlu sarapan dan kebiasaan sarapan setiap hari serta akibat makanan
dan minuman yang tidak bersih dan sehat. Persentase jawaban 60%-80% yaitu