• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kompetensi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta: kasus di Kelurahan Balumbang jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kompetensi pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta: kasus di Kelurahan Balumbang jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN

KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA

(Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

NOVA NISA NINDIKA I34061213

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

NOVA NISA NINDIKA. Relationship of Facilitator Competency on “Program Keluarga Harapan (PKH)” with the Sustainable of Children‟s Education Participants. A Case of Village Kelurahan Balumbang Jaya, Sub-district of Bogor Barat, Bogor Municipality. (Supervised by SITI AMANAH).

The Family Hope Programme known as Program Keluarga Harapan (PKH) is one of poverty reduction program from Indonesian government for Millennium Development Goals. In this program, government provides cash assistance, to support education of the children and health components of the family. Educational component in PKH is developed to improve the participation for ensure achievement nine years basic education. PKH involves facilitator to help the participants of program. Facilitator of community must have a competency. Facilitator should have a certain aspects of the competency in order to assist the participants of the community.

The purposes of the study are as follows (1) to analyse the PKH in increasing school participation of children participants, (2) the important role of PKH’s for a sustainability children's education participants, and 3) competence of PKH’s facilitator for sustainability of children's education participants.

Research site was Balumbang Jaya village, sub-district Bogor Barat, Bogor Municipality. Site selection is done by purposive sampling, was based on socio-economic conditions of society in transition from rural communities to urban communities. The population in this study were 191 participants of PKH, and the sampel of this research is 66 people. Data collected in this study consisted of primary data and secondary data. Instrumentation used were a questionnaire, interviews, and observation. Questionnaire tested for validity and reliability with validity test Pearson Product Moment correlation and reliability test split half coefficient. Data processed by the frequency distribution table, Chi Square analysis and Spearman Rank correlation test supported by SPSS Program for Windows version 17,0.

Not all characteristics have significant relationship. Socio-economic conditions are not proven to have significant and close relationship with the sustainable of children's education participants (p>0,05). The relationship of competency and the role of facilitator with the sustainable of children’s education participants is low. The role of facilitator have significantly associated with the sustainable of children's education participants only for the role as facilitator and as the motivator with the level of mother’s supervision role (p<0,05). Competency of facilitator (knowing of region condition and sustainability of school children) very have significant relationship with build networks (p<0,05).

(3)

RINGKASAN

NOVA NISA NINDIKA. Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta. Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. (Di bawah bimbingan SITI AMANAH).

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program Pemerintah Indonesia dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) sekaligus pula pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dimana dilakukan uji coba di 7 provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 387.928 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Program ini dicanangkan pemerintah pada tanggal 23 Juli 2007 dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan setidaknya hingga tahun 2015. Program Keluarga Harapan merupakan program pemberdayaan keluarga bertujuan untuk membebaskan suatu keluarga dari belenggu kemiskinan melalui upaya mandiri keluarga itu. Dalam PKH, pemerintah memberikan bantuan tunai pada komponen pendidikan dan kesehatan.

Program Keluarga Harapan memiliki pendamping yang merupakan pelaksana jalannya program dan mendampingi masyarakat dalam setiap kegiatan program. Seorang pendamping masyarakat harus mempunyai kompetensi dan penguasaan strategi dalam membantu masyarakat mendapat akses terhadap komponen pendidikan dan kesehatan PKH tersebut. Pendamping PKH selain harus dapat menjadi seorang fasilitator yang baik, pendamping pun harus dapat memotivasi peserta PKH. Selain itu, pendamping dituntut memiliki keahlian dalam pengawasan dan evaluasi, juga harus mampu menggerakan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam program.

Tujuan dari penelitian ini antara lain, 1) menganalisis peran PKH dalam meningkatkan partisipasi sekolah anak peserta, 2) menganalisis pentingnya peran pendamping PKH bagi keberlanjutan pendidikan anak peserta, dan 3) menganalisis kompetensi pendamping PKH dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta.

Tempat penelitian di Kecamatan Bogor Barat, sedangkan peserta yang dijadikan populasi penelitian adalah masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja, didasarkan atas kondisi sosial ekonomi masyarakat yang mengalami transisi dari masyarakat pedesaan ke masyarakat perkotaan. Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode penelitian survai, sedangkan pendekatan kualitatif hanya digunakan untuk menggali informasi mendalam tentang keadaan yang didapatkan dalam penelitian survai. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 191 peserta PKH penerima bantuan, dengan jumlah responden yang diambil sebanyak 66 orang peserta. Responden dipilih dengan teknik simple random sampling.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi dan kuesioner. Sebelum digunakan untuk penelitian, kuesioner diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari 60 pernyataan maupun pertanyaan yang diajukan terdapat 15

(4)

diperoleh untuk peran dan kompetensi pendamping sudah reliabel dengan nilai sebesar 0.702, dan 0.730. Sedangkan untuk keberlanjutan pendidikan anak peserta kurang reliabel dengan nilai sebesar 0.496. Pertanyaan yang tidak reliabel akan diganti dengan pertanyaan yang lebih dapat dipercaya.

Analisis statistik dilakukan dengan uji Chi Square dan uji korelasi Rank Spearman yang diolah dengan menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows versi 17.0. Jenis data nominal akan dianalisis menggunakan uji statistik Chi Square. Sedangkan uji statistik Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan jenis data yang berbentuk ordinal. Hubungan kompetensi dan peran pendamping dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta dinilai rendah. Kondisi sosial ekonomi tidak terbukti memiliki hubungan yang signifikan dan erat dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta (p>0,05). Pada umumnya, peserta memiliki tingkat pendidikan yang rendah yakni hanya mengenyam pendidikan SD. Mayoritas pekerjaan peserta Program Keluarga Harapan adalah sebagai buruh. Jumlah tanggungan rata-rata peserta kurang dari 3 orang. Penghasilan keluarga peserta pun mayoritas sebesar seratus ribu rupiah samapai empat ratus ribu rupiah. Hanya terdapat beberapa variabel yang memiliki hubungan berdasarkan hasil uji Rank Spearman dan uji Chi Square.

Peran pendamping berhubungan signifikan dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta hanya untuk peran sebagai facilitator dan motivator dengan tingkat peran pengawasan orang tua (p<0,05). Tabel frekuensi hasil survai digunakan untuk memberikan gambaran sejauhmana tingkat peran pendamping. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH dinyatakan dimana mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai fasilitator PKH sudah baik. Kemudian kategori tingkat peran pendamping sebagai motivator menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sudah baik. Untuk kategori tingkat peran pendamping sebagai dinamisator mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai dinamisator sangat rendah. Menurut hasil survai yang dilakukan kepada peserta PKH terlihat bahwa mayoritas peserta PKH menilai bahwa peran pendamping sebagai monev sangat rendah.

(5)

HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING

PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA

(Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

NOVA NISA NINDIKA I34061213

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

ii

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nova Nisa Nindika

Nomor Pokok : I34061213

Judul : Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta.

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. NIP. 19670903199212 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, M.S. NIP. 19550630 198103 1 003

(7)

iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“HUBUNGAN KOMPETENSI PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DENGAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN ANAK PESERTA (KASUS DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KOTA BOGOR)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2011

(8)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Indramayu, 04 November 1988 sebagai anak tertua dari dua bersaudara. Anak dari pasangan Sutikno, SH dan Hj. Ani Hariyani. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMAN 1 Indramayu pada tahun 2006. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB, penulis memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB sebagai jurusan mayor. Untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki, penulis mengambil program SC (Supporting Course) dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

(9)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan dan rakhmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan Kompetensi Pendamping Program Keluarga Harapan dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta (Kasus di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program yang diluncurkan oleh Pemerintah. Program Keluarga Harapan adalah suatu program yang memberikan Bantuan Tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sampai tahun 2015. Saat ini PKH berada di 13 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Salah satu tujuan program PKH yakni pada bidang pendidikan khususnya membantu meringankan kebutuhan sekolah anak. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara kompetensi pendamping dengan pendidikan dari anak peserta Program Keluarga Harapan. Khusunya untuk mengetahui peran dan kemampuan pendamping dalam PKH.

Terdapat sejumlah pihak yang berperan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, karena itu perkenankan penulis untuk berterima kasih kepada mereka, khususnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. selaku dosen pembimbing, yang telah begitu sabar dalam memberikan bimbingan sekaligus pinjaman atas sejumlah buku teks yang menjadi sumber dalam penulisan.

2. Kedua orang tua kandung saya, Ayahanda Sutikno, khususnya Ibunda tercinta Ani Hariyani, penulis persembahkan skripsi ini untuk beliau yang telah memberikan kasih sayangnya sehingga penulis tidak merasa kekurangan sesuatu apapun, juga penulis persembahkan untuk Bapak Dede Dachwana dan Ibu Yuli sebagai orang tua kedua penulis.

3. Pendamping PKH yang telah membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan materi penelitian ini, antara lain: Bapak Kevin, Ibu Isti, Ibu Eva, Bapak Irman, Ibu ella, Ibu Yuni, dan Bapak Ade.

4. Masyarakat Desa Balumbang Jaya khususnya peserta PKH yang telah bersedia meluangkan waktunya, sehingga penulis dapat memperoleh data guna menyelesaikan penelitiannya.

5. Amel KPM 42 dan Indah Biologi 43 yang merupakan teman seperjuangan dan secara tidak sadar memberikan penulis semangat untuk melanjutkan turun lapang serta terimakasih atas waktu luang yang telah diberikan dalam menemani penulis turun lapang ke desa.

6. Tika KPM 43 atas motivasi, waktu luang dan bantuannya dalam mengajarkan input data uji validitas dan reliabilitas ke dalam SPSS, serta terima kasih sebesar-sebesarnya karena telah banyak membantu mengajarkan penulis tentang hal yang tidak diketahui mengenai penulisan skripsi ini.

(10)

vi

8. Sahabat-sahabat S2S (Sweet To Six): Sekar Mega P, Evi Novi Yanti, Tianah, Kartika dan Citra Y.N yang merupakan sumber dukungan dan semangat selama menyelesaikan penulisan skripsi.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan mutu penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak terkait, terutama dalam pengembangan Program Keluarga Harapan di masa depan.

Bogor, Januari 2011

(11)

vii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Implementasi Prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat ... 8

2.1.1 Belajar Orang Dewasa ... 9

2.2 Pemberdayaan Masyarakat ... 10

2.2.1 Elemen Pemberdayaan Masyarakat ... 11

2.2.1.1 Partisipasi ... 11

2.2.1.2 Kemandirian ... 12

2.3 Program Keluarga Harapan (PKH) ... 13

2.3.1 Ketentuan Penerima Program Keluarga Harapan ... 17

2.3.2 Pendidikan Anak Peserta ... 18

2.4 Pendampingan ... 19

2.4.1 Peran Pendamping ... 19

2.4.2 Kompetensi Pendamping ... 22

(12)

viii

2.5 Kerangka Pemikiran ... 28

2.6 Hipotesis Penelitian ... 30

2.7 Definisi Operasional ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Metode Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Teknik Pemilihan Sampel ... 39

3.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 40

3.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 42

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 44

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya ... 44

4.1.1 Kondisi Geografis dan Sumberdaya Alam ... 44

4.1.2 Kondisi Demografi ... 45

4.1.3 Pendamping Program Keluarga Harapan Kelurahan Balumbang Jaya ... 48

4.1.3.1 Pelayan Pendidikan ... 57

4.1.3.2 Pelayan Kesehatan ... 60

4.1.3.3 Sistem Pengaduan Masyarakat ... 61

BAB V KONDISI SOSIAL EKONOMI PESERTA PKH ... 64

5.1 Gambaran Umum Kondisi Sosial Ekonomi Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya ... 64

5.1.1 Usia Responden Peserta PKH ... 64

5.1.2 Pekerjaan Responden Peserta PKH ... 65

5.1.3 Pendidikan Terakhir Responden Peserta PKH ... 66

5.1.4 Pendidikan Non Formal Responden Peserta PKH ... 67

(13)

ix

5.1.6 Jumlah Penghasilan Rumahtangga Responden Peserta PKH ... 70 5.2 Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)

Peserta PKH di Kelurahan Balumbang Jaya dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 72 BAB VI PERAN PENDAMPING BAGI KEBERLANJUTAN

PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH ... 75 6.1 Hubungan Peran Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak

Peserta PKH ... 75 6.1.1 Hubungan Peran Pendamping sebagai Fasilitator dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 77 6.1.2 Hubungan Peran Pendamping sebagai Motivator dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 79 6.1.3 Hubungan Peran Pendamping sebagai Dinamisator dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 82 6.1.4 Hubungan Peran Pendamping sebagai Pengevaluasi dan

Pemantau (Monev) dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 84 BAB VII KOMPETENSI PENDAMPING DALAM MEMFASILITASI

PENDIDIKAN ANAK PESERTA PKH ... 88 7.1 Hubungan Kompetensi Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan

Anak Peserta PKH ... 88 7.1.1 Hubungan Kemampuan Berkomunikasi Efektif dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 90 7.1.2 Hubungan Kemampuan Memahami Wilayah dengan Keberlanjutan

Pendidikan Anak Peserta PKH ... 93 7.1.3 Hubungan Kemampuan Membangun Jejaring Kerja dengan

Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 95 7.1.4 Hubungan Kemampuan Menerapkan Teknik Pembelajaran Orang

(14)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Skenario Bantuan PKH ... 18 Tabel 2 Jenis Data yang Dibutuhkan, Sumber Data dan Metode Pengumpulan

Data ... 40 Tabel 3 Analisis Hubungan Variabel yang Diteliti dengan Uji Korelasi

Rank Spearman dan Chi Squre ... 41 Tabel 4 Jumlah dan Persentase Luas Lahan menurut Penggunaan Lahan, di

Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ... 45 Tabel 5 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ... 46 Tabel 6 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan, di Kelurahan

Balumbang Jaya, 2008 ... 47 Tabel 7 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan, di

Kelurahan Balumbang Jaya, 2008 ... 47 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kategori

Usia, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 64 Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jenis

Pekerjaan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 66 Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Tingkat

Pendidikan Terakhir, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 67 Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Kesertaan

Pendidikan Non Formal, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 68 Tabel 12 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH menurut Jumlah

Tanggungan, di Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 69 Tabel 13 Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden Peserta PKH

menurut Kategori Jumlah Penghasilan, di Kelurahan Balumbang Jaya,

2010 ... 71 Tabel 14 Analisis Koefisien Korelasi Kondisi Sosial Ekonomi RTSM Peserta

PKH dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 73 Tabel 15 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta, Kelurahan

(15)

xi

Tabel 16 Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Peran Pendamping

dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta PKH ... 76 Tabel 17 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Fasilitator, Kelurahan

Balumbang Jaya, 2010 ... 79 Tabel 18 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Motivator, Kelurahan

Balumbang Jaya, 2010 ... 81 Tabel 19 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Dinamisator, Kelurahan

Balumbang Jaya, 2010 ... 83 Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Peran Pendamping Sebagai Monev, Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 86 Tabel 21 Nilai Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Kompetensi

Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta

PKH ... 88 Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Kompetensi Pendamping Berkomunikasi Efektif,

Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 90 Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut

Kategori Variabel Kompetensi Pendamping Memahami Wilayah,

Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 94 Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Kompetensi Pendamping Membangun Jejaring Kerja,

Kelurahan Balumbang Jaya, 2010 ... 96 Tabel 25 Jumlah dan Persentase Responden Peserta PKH Menurut Kategori

Variabel Kompetensi Pendamping Menerapkan Teknik Pembelajaran

(16)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Gambar Struktur Kelembagaan Program Keluarga

Harapan ... 17

Gambar 2 Kerangka Pemikiran ... 30

Gambar 3 Peserta Program Keluarga Harapan ... 116

Gambar 4 Pertemuan Kelompok PKH ... 116

(17)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Jadwal Rencana Penelitian ... 106 Lampiran 2 Hasil Uji Validitas ... 107 Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas ... 108 Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman dan Chi Square Hubungan

Kondisi Sosial Ekonomi dengan Keberlnjutan Pendidikan

Anak Peserta ... 110 Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Peran Pendamping

dengan Keberlanjutan Pendidikan Anak Peserta ... 111 Lampiran 6 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan Kompetensi

Pendamping dengan Keberlanjutan Pendidikan

Anak Peserta ... 112 Lampiran 7 Tabel Frequensi Peran Pendamping, Kompetensi Pendamping dan

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah pokok yang hampir dihadapi oleh semua negara, termasuk Indonesia. Kemiskinan sebagai sebuah masalah sosial merupakan sebuah masalah kompleks, karena tidak saja berkaitan dengan rendahnya pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, tapi juga berkaitan dengan kurangnya kesempatan untuk memperoleh akses pendidikan dan kesehatan, rendahnya kemampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kurangnya jaminan dari ketidakberdayaan (Sumodiningrat, 1999). Sampai saat ini, pemerintah melakukan berbagai macam strategi, kebijakan dan program pembangunan. Hal tersebut diupayakan agar terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini. Berbagai permasalan tersebut yakni, masalah kemiskinan, gizi buruk dan kesejahteraan masyarakat.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia rata-rata meningkat setiap tahunnya. Seperti yang diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik dimana jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebesar 36,10 juta jiwa dan meningkat menjadi sebesar 39,30 juta jiwa pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 menjadi sebesar 37,17 juta jiwa, namun masih lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2005 yang hanya sekitar 35,10 juta jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada selang tahun 2004-2006 yakni sebanyak 3,2 juta jiwa, dan sebanyak 2,07 juta jiwa antara selang tahun 2005-2007 (BPS, 2009). Untuk itu pemerintah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

(19)

2

biasa dijalani dengan kehidupan yang lebih berkualitas (quality of life) sehingga masyarakat mampu mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Mekanisme pemberdayaan telah dilakukan cukup lama di Indonesia. Dilakukan oleh berbagai lembaga-lembaga swadaya masyarakat, instansi swasta maupun pemerintah. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat inilah, diharapkan upaya masing-masing untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok akan tercapai (Susanto dan Adhikerana, 2000).

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2008 sebesar 942,204 jiwa dengan total jumlah rumahtangga sebesar 198,250 kepala keluarga (BPS Bogor, 2009). Dengan kepadatan penduduk 7.951 jiwa per Km² (BPS Bogor, 2006). Maka dari itu, Pemerintahan Kota Bogor memiliki tantangan besar dalam menghadapi masalah sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Salah satunya dengan adanya program pemerintah dalam mengatasi masalah sosial ekonomi, kesehatan dan pendidikan yakni dengan Program Keluarga Harapan.

(20)

3

Program Keluarga Harapan mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dimana dilakukan uji coba di tujuh provinsi dengan jumlah sasaran program sebanyak 387.928 RTSM. Ketujuh provinsi tersebut adalah: Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2008 ditambah sebanyak enam provinsi yaitu NTB, Banten, DI Yogyakarta, NAD, Kalimantas Selatan, Sumatera Utara sebanyak 244.121 RTSM.

(21)

4

(22)

5 1.2 Perumusan Masalah

Kota Bogor sebagai kota yang berkembang sangat pesat memiliki persoalan sosial, ekonomi, pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan. Proporsi penduduk miskin Kota Bogor tahun 2007 sekitar 16,7 persen dari total jumlah penduduk Bogor seluruhnya dan jumlah keluarga miskin sebanyak 41.398 keluarga. Jumlah total anak putus sekolah berdasarkan tingkat pendidikan yaitu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA adalah sebesar 463 orang pada tahun 2008. Sebagian besar alasan mereka putus sekolah adalah karena tidak adanya biaya. Kemudian masalah anak jalanan di Kota Bogor juga memerlukan perhatian. Jumlah anak jalanan pada tahun 2002 hingga 2006 mengalami fluktuasi dan ada penurunan jumlah yang signifikan terjadi pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2008 terdapat sekitar 17.288 pencari kerja dan 45.083 pengangguran di Kota Bogor. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan kerja di Kota Bogor sangat terbatas. Fenomena pengangguran yang parah dapat berdampak pada timbulnya permasalahan sosial di Kota Bogor (Amanah et al., 2009).

(23)

6

lapang masih banyak peserta PKH yang belum dapat mengelola bantuan dan menaati ketentuan tersebut secara tepat sasaran (Johanes, 2010). Hal tersebut dapat berhubungan dengan peran dan kompetensi pendamping. Sesuai dengan perannya sebagai pendamping dengan tugas-tugasnya dalam membimbing peserta agar pelaksanaan program sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan kompetensi pendamping yang dimiliki akan sesuai dengan perannya sehingga mampu digunakan pada pelaksanaan kegiatan PKH. Untuk melihat peran dan kompetensi pendamping dalam mengawasi jalannya program khususnya pada komponen pendidikan yakni dalam hal ini peningkatan partisipasi sekolah anak peserta. Beberapa pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Apakah partisipasi sekolah anak peserta “PKH” berlanjut setelah keluarga memperoleh dana “PKH”?

2. Sejauh manakah pendamping “PKH” memainkan peran dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta?

3. Bagaimanakah kompetensi pendamping “PKH” dalam keberlanjutan pendidikan anak peserta?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji keberlanjutan sekolah anak peserta Program Keluarga Harapan.

2. Menganalisis peran pendamping “PKH” dalam memastikan keberlanjutan pendidikan anak peserta.

(24)

7 1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi: 1. Aspek Teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya aspek inovasi pembelajaran untuk pemberdayaan serta dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Aspek Praktis:

a. Bagi peneliti, sebagai ajang berlatih mengkaji fenomena sosio-ekonomi peserta PKH pada penelitian ini.

b. Bagi PKH, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dan kebijakan Program Keluarga Harapan selanjutnya. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil dapat lebih tepat guna memberdayakan peserta PKH.

(25)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat

Pendidikan orang dewasa adalah proses pendidikan yang diorganisasikan isi atau pesannya sedemikian rupa dimana metode penyampaiannya maupun pelaksanaannya di lapangan, terutama ditujukan untuk dapat melanjutkan maupun menggantikan pendidikan disekolah. Tujuan pendidikan orang dewasa adalah agar terjadi proses perubahan perilaku menuju ke arah yang lebih baik dan menguntungkan bagi kehidupan sasaran didik (Setiana, 2005).

Pendidikan orang dewasa menurut Bartin (2006) adalah satuan pendidikan yang cenderung non formal dengan peserta didiknya adalah orang dewasa (dewasa dalam pengertian biologis, psikologis ekonomi, hukum, dan sosial), bertujuan untuk membantu orang dewasa belajar menciptakan dan mengembangkan minat baru, pengembangan pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan perbaikan sikap mental sesuai dengan keadaan lingkungan. Pendidikan orang dewasa sekarang cenderung ke arah kelompok diskusi yang terlaksana dalam satuan pendidikan non formal seperti kelompok belajar dengan tema memecahkan masalah pekerjaan, individu, keluarga, daerah, nasional, dan internasional. Diskusi kelompok ini semakin meluas kurikulumnya dan makin besar jumlah pesertanya. Misalnya kegiatan pendidikan orang dewasa dalam bentuk lokakarya, seminar, diklat, kursus dan sebagainya.

(26)

9

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan menggunakan model fasilitasi belajar. Dalam penerapan model fasilitasi belajar, agen perubahan atau pengelola program mempelajari langkah-langkah praktis yang dilandasi oleh alasan-alasan filosofis. Model ini berupaya memberdayakan masyarakat dari ketidakmampuan menjadi mampu. Agen perubahan perlu melibatkan anggota kelompok sasaran dalam semua langkah kegiatan pembelajaran mulai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengevaluasian (Saepudin, 2006).

2.1.1 Belajar Orang Dewasa

Belajar menurut Syah (2003) merujuk pada Hintzman (1978) adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Susanto (2006) mengemukakan suatu contoh landasan belajar bagi orang dewasa yakni, sebagai makhluk sosial yang memiliki akal dan budi setiap individu berhak mengembangkan

dirinya dari „saya‟ („I‟) sekarang menjadi „saya yang baru‟ („Me‟) kelak setelah

menjalani proses belajar tertentu. Saya „yang baru‟ mengandung konotasi yang

berperilaku lebih baik, lebih kompeten, dan lebih bermartabat serta lebih berkepribadian.

Houle (1961) seperti dikutip Bartin (2006) menekankan tujuan pendidikan orang dewasa adalah pada penyesuaian minat dan kebutuhan serta membangun kepemimpinan secara formalitas. Tujuan orang dewasa belajar adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, Susanto (2006) merujuk pada Adler (1989)

mengatakan: “Tujuan dari proses belajar adalah pertumbuhan, tidak seperti tubuh kita

(27)

10

live)”. Pengertian belajar disini bisa berarti „belajar apa saja‟, artinya proses belajar tidak senantiasa harus berlangsung tatkala seseorang duduk di bangku sekolah atau bangku kuliah, melainkan dimana saja ia berada.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Moeljarto (1996) adalah proses pematahan atau breakdown dari hubungan atau relasi antara subyek dengan obyek. Proses tersebut melihat pentingnya mengalirnya daya (flow of power) dari subjek ke obyek. Pengaliran daya termasuk didalamnya pemberian kuasa, kebebasan dan pengakuan dari subjek ke objek dengan memberinya kesempatan untuk meningkatkan hidupnya. Dalam pengertian lebih luas, mengalirnya daya merupakan upaya atau cita-cita untuk mereintegrasikan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih luas. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga relasi sosial akan bercirikan dengan relasi antar subjek dengan objek yang lain.

Nasdian (2006) merujuk pendapat Payne (1979) bahwa tujuan proses pemberdayaan (empowerment) adalah untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

(28)

11

mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan paket yang tidak bisa dipisahkan dari tujuan comunity development. Masyarakat atau komunitas sasaran ditempatkan sebagai pihak yang akan menerima kekuatan (daya/power) atau sebagai pihak yang diberdayakan, dan bersamaan dengan itu sebuah program atau proyek atau pelaku pelaksana program pendampingan, disebut sebagai pemberdaya.

2.2.1 Elemen Pemberdayaan Masyarakat

Elemen pemberdayaan memberikan gambaran kepada peneliti mengenai unsur yang harus ada dalam sebuah program pemberdayaan. Peneliti mengkaitkannya dengan program pendampingan yang sedang diteliti. Elemen pemberdayaan tersebut yakni partisipasi dan terciptanya kemandirian masyarakat (Fauziah, 2007).

2.2.1.1Partisipasi

Nasdian (2006) merujuk pendapat Curties (1978) menyatakan bahwa partisipasi berkaitan dengan pendistribusian kekuasaan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, yakni: pertama, menekankan keterlibatan masyarakat pada segala aspek dalam pembangunan. Kedua, bahwa partisipasi berkaitan erat dengan pemberdayaan. Dimana dalam partisipasi terdapat distribusi kekuasaan yang setara. Kekuasaan tersebut mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumberdaya yang penting.

(29)

12

Kemudian Van Den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan partisipasi semua pihak sebagai alat yang dapat digunakan untuk menciptakan perubahan dalam program pemberdayaan.

“... Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir manusia. Perubahan dalam tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan ini tidak akan bertahan lama jika menuruti saran-saran agen

penyuluhan dengan patuh daripada bila mereka ikut bertanggung jawab”.

Berdasarkan pernyataan dapat ditarik kesimpulan, agar masyarakat merasa bertanggung jawab terhadap program, masyarakat harus diikutsertakan baik dalam aspek kontrol dan akses terhadap program pemberdayaan. Sehingga perubahan-perubahan yang diinginkan lebih cepat tercipta. Oleh karena itu pendamping harus menekankan partisipasi warga dalam setiap kegiatan.

2.2.1.2Kemandirian

Kemandirian merupakan elemen lain dari pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996) bahwa memberdayakan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.

Pemberdayaan adalah memberi energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri. Dalam hal ini, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi (Sumodiningrat et al., 2005).

(30)

13

kemandirian manajemen. Kemandirian material merupakan kemampuan produktif guna memenuhi materi dasar untuk bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar pengetahuan yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi dari pihak luar. Kemandirian manajemen adalah kemampuan untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif.

Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri (Setiana, 20005).

2.3 Program Keluarga Harapan (PKH)

(31)

14

Pemilihan RTSM berdasarkan 14 kriteria kemiskinan yakni: (1) ukuran rumah kurang dari 8 m2 / orang; (2) lantai rumah yang terbuat dari tanah, bambu, kayu dan semen; (3) tembok yang terbuat dari bambu, kayu, daun rumbia, dan batu bata; (4) Tidak mempunyai fasilitas sanitasi; (5) tidak memiliki sumberdaya listrik; (6) sumberdaya air yang digunakan berupa sumur, sungai, air terjun, dan tidak menggunakan saluran pipa; (7) bahan bakar memasak yakni kayu, minyak tanah, dan arang; (8) frekuensi untuk makan daging dan susu yakni kurang dari atau sekali dalam seminggu; (9) membeli baju baru hanya kurang dari atau hanya sekali dalam setahun; (10) frekuensi makan: kurang dari atau dua kali sehari; (11) kemampuan mengakses pusat kesehatan; (12) jenis pekerjaan utama yaitu petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha, buruh peternakan, buruh nelayan, buruh konstruksi, atau pengangguran; (13) tingkat pendidikan tertinggi yakni SD, tidak lulus SD atau tidak pernah sekolah; dan (14) memiliki nilai kekayaan dari tabungan atau lainnya dengan nilai maksimum Rp500.000,00.

Komponen PKH difokuskan pada sektor kesehatan dan pendidikan, karena pada kedua sektor inilah inti untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. PKH mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2007 dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sampai tahun 2015. Saat ini PKH berada di 13 provinsi yang tersebar diseluruh Indonesia yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatra Barat, Jawa Barat, NTT, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Banten, D.I Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

(32)

15

penduduk miskin dan kelaparan, pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan pusat adalah pelaksana program yang berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan bertugas untuk merancang serta mengelola persiapan dan pelaksanaan program. Selain itu, UPPKH pusat juga melakukan pengawasan terhadap perkembangan di tingkat daerah dan menyediakan bantuan yang dibutuhkan. Sedangkan orang-orang yang bekerja di UPPKH pusat terdiri dari pegawai Departemen Sosial RI, tim asistensi, tenaga ahli, dan praktisi/narasumber yang ahli dibidangnya, serta tenaga pendukung berupa tenaga operator komputer dan tehnical support.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan daerah adalah pelaksana program yang memantau semua kegiatan PKH di tingkat provinsi serta untuk memastikan komitmen daerah terkait dengan PKH terpenuhi. Tim koordinasi PKH di tingkat daerah terdiri dari tim koordinasi PKH provinsi dan tim koordinasi PKH kabupaten dan kota.

Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan kabupaten/kota adalah pelaksana program yang bertugas untuk mempersiapkan dan memenuhi tanggung jawab kabupaten/kota terhadap pelaksana PKH dalam mengelola serta mengawasi kinerja pendamping. Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kabupaten/Kota merupakan kunci untuk mensukseskan pelaksanaan PKH dan akan menjadi saluran informasi terpenting antara UPPKH kecamatan dengan UPPKH pusat serta tim koordinasi provinsi dan tim koordinasi kabupaten/kota.

(33)

16

dengan peserta PKH. Personel UPPKH kecamatan terdiri atas pendamping PKH. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, UPPKH kecamatan bertanggung jawab kepada UPPKH kabupaten/kota dan berkoordinasi dengan camat. UPPKH kecamatan secara umum bertugas untuk melakukan pendampingan kepada RTSM peserta PKH.

Pelaksanaan PKH, terdapat tim koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi. PT Pos bertugas untuk menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan, dan sebagainya, serta bantuan ke tangan peserta PKH. Di samping itu, ada lembaga di luar struktur, yang berperan penting dalam pelaksanaan PKH, yakni lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan disetiap kecamatan dimana PKH dilaksanakan.

(34)

17

Gambar 1. Struktur Kelembagaan Program Keluarga Harapan Keterangan:

: garis koordinasi --- : garis komando

2.3.1 Ketentuan Penerima Program Keluarga Harapan

Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Calon penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan:

1. Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar;

2. Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur

UPPKH Kabupaten/Kota Kantor Pos

(35)

18

3. Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi ibu hamil.

Tabel 1. Skenario Bantuan PKH

Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per Tahun (Rp)

Bantuan tetap 200.000 Bantuan bagi RTSM yang memiliki:

a. Anak usia di bawah 6 tahun 800.000 b. Ibu hamil/menyusui 800 000 c. Anak usia SD/MI 400.000 d. Anak usia SMP/MTs 800.000 Rata-rata bantuan per RTSM 1.390.000 Bantuan minimum per RTSM 600.000 Bantuan maksimum per RTSM 2.200.000 Sumber: Pedoman Umum PKH 2008

2.3.2 Pendidikan Anak Peserta

(36)

19

anak. Pengalokasian dana untuk biaya pendidikan diwajibkan bagi peserta agar bantuan tidak disalah gunakan untuk keperluan lain. Peserta yang sadar akan pentingnya pendidikan anak akan berkomiten terhadap kewajiban tersebut. Oleh karena itu, keberlanjutan PKH dapat dilihat dari komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH. Komponen keberlanjutan pendidikan anak peserta dapat dilihat dari tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan pengalokasian dana dari peserta, dan keberlanjutan sekolah anak ke jenjang yang lebih tinggi (Pedoman Operasional PKH, 2008).

2.4 Pendampingan

Dewi (2008) merujuk pendapat Matias (2008) yang mengatakan bahwa pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik.

Pendampingan ditujukan untuk membantu masyarakat meningkatkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk miskin di desa tertinggal (Sumodiningrat et al., 1999).

2.4.1 Peran Pendamping

Suranto (1997) mengatakan bahwa peran pendamping dalam pelaksanaan program IDT sangat menentukan. Peran utama seorang pendamping adalah membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok masyarakat sebagai wadah peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dalam proses pembentukan dan pengembangan kelompok, ada tiga peran utama yang dapat dijalankan pendamping, yaitu sebagai pemelancar, pendorong motivasi, dan penghubung. Pendamping program IDT identik dengan penyuluh lapangan yang mencerminkan diri sebagai agen pembaruan.

(37)

20

kredibilitas penyuluh pertanian. Hal ini sesuai bahwa peran dan kredibilitas penyuluh sangat menentukan dalam suatu program pemberdayaan.

Suranto (1997) merujuk pendapat Rogers dan Shoemaker (1986), agen pembaruan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam sistem sosial. Dia adalah tenaga profesional (petugas) yang mewakili lembaga pembaruan yakni instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan jalan menyebarkan ide-ide baru. Seorang agen pembaru adalah petugas yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial untuk menerima suatu inovasi dalam rangka melaksakan program yang telah ditetapkan oleh lembaga atau instansi tempatnya bekerja.

Yusri (1999), mengatakan bahwa peran penyuluh pertanian bukan hanya sekedar menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian kepada petani. Lebih luas adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru sehingga mampu bertani dan berusahatani lebih baik dan lebih menguntungkan.

Definisi peranan agen penyuluhan pertanian secara garis besar di atas terangkum dalam pernyataan Van Den Ban dan Hawkins (1999), bahwa dalam membantu petani untuk mencapai tujuan dengan cara sebagai berikut:

1. Memberi nasihat secara tepat waktu guna menyadarkannya tentang suatu masalah; 2. Menambahkan kisaran alternatif yang dapat menjadi pilihan;

3. Memberikan informasi mengenai konsekuensi yang dapat diharapkan dari masing-masing alternatif;

(38)

21

5. Membantu dalam mengambil keputusan secara sistematis baik secara perorangan maupun berkelompok;

6. Membantu belajar dari pengalaman dan dari pengujicobaan; dan 7. Mendorongnya untuk tukar-menukar informasi dengan rekan petani.

Secara umum, peran pendamping adalah memperlancar proses dialog, membantu menghidupkan dan mengembangkan kelompok dalam masyarakat, mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial untuk menerima suatu inovasi, menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian, mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan, dan menerapkan teknologi baru juga memfasilitasi dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat miskin tanpa berusaha untuk menggurui masyarakat yang diberdayakan.

Undang-undang Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengamanatkan bahwa jabatan penyuluh adalah jabatan profesi, artinya seorang penyuluh harus mengabadikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan penyuluhan karena dirinya merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan sebagai penyuluh. Menurut Sumodiningrat et al. (1999), pendamping bertugas antara lain: pertama, membina penduduk miskin dan kelompok masyarakat sehingga menjadi suatu kebersamaan yang beriorentasi pada perbaikan upaya kehidupan. Kedua, sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator).

(39)

22

miliki. Sedangkan menurut Primahendra (2002), pada dasarnya pendamping memiliki tiga peran dasar, yaitu:

1. Penasehat kelompok

Pendamping memberikan berbagai masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh kelompok dalam menghadapi masalah. Pendamping tidak memutuskan apa yang perlu dilakukan, akan tetapi, kelompoklah yang nantinya membuat keputusan. 2. Trainer participatoris

Pendamping memberikan berbagai kemampuan dasar yang diperlukan oleh kelompok seperti mengelola rapat, pembukuan, administrasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagainya.

3. Link person

Peran pendamping adalah menjadi penghubung masyarakat dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan bagi pengembangan kelompok.

2.4.2 Kompetensi Pendamping

Kompetensi menurut Mugniesyah (2005) adalah spesifikasi pengetahuan dan keterampilan dan aplikasi keduanya (dalam suatu industri atau dalam pekerjaan industri atau tingkat industri) terhadap standar kinerja yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Dalam konsep yang luas, kompetensi harus: a) berhubungan dengan praktek di tempat kerja yang realistik dan b) harus diekspresikan sebagai hasil (outcomes). Terdapat 4 tahapan kompetensi yakni unconscious incompetence, conscious incompetence, conscious-competence, unconscious-competence.

(40)

23

kompetensi yakni kompetensi yang merujuk pada area pekerjaan atau peranan, dan kompetensi yang merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak dibalik kinerja yang kompeten (Prihadi, 2004).

Nuryanto (2008) mengambil 10 dimensi kompetensi yang dirasa harus dimiliki oleh penyuluh, yakni: kemampuan penyuluh berkomunikasi secara efektif, kemampuan penyuluh menggunakan media internet untuk pengembangan kompetensi, kemampuan penyuluh membangun jejaring kerja secara sinergis, kemampuan penyuluh mengakses informasi terkait dengan bidang tugasnya, kemampuan penyuluh dalam penguasaan inovasi tepat guna, kemampuan penyuluh bekerjasama dalam tim, kemampuan penyuluh menganalisis masalah, kemampuan penyuluh berpikir secara sistem/logis, kemampuan penyuluh memahami potensi wilayah, dan kemampuan penyuluh memahami kebutuhan petani. Selanjutnya, kesepuluh kompetensi tersebut dijadikan peubah/indikator dalam penelitian untuk menentukan tingkat kompetensi penyuluh dalam pembangunan. Oleh karena itu, berdasarkan ke sepuluh kompetensi di atas yang telah diambil sesuai dengan penelitian ini yaitu: 1) keefektifan komunikasi/sosialisasi, 2) membangun jejaring kerja, 3), dan pemahaman terhadap wilayah.

2.4.3 Teknik-Teknik Pendampingan

(41)

24

dimana persepsi, desain, dan instrumen lebih banyak dikembangkan oleh mereka yang berada di atas (top down). Pendamping dalam metode top-down dilihat sebagai perantara pemerintah dalam menggerakan masyarakat. Masyarakat hanya dipandang sebagai objek yang pasif tanpa diberi kesempatan untuk berperan serta dalam mengembangkan dirinya sendiri. Sedangkan bottom-up adalah suatu metode yang lebih menekankan partisipasi masyarakat. Ide-ide dalam pengembangan suatu komunitas berasal dari masyarakat itu sendiri. Pendamping hanya sebagai fasilitator yang memfasilitasi masyarakat. Penyuluh dibentuk bukan hanya untuk memiliki seperangkat keterampilan teknis tetapi perlu memiliki kiat menyuluh dan sikap yang profesional (Nuryanto, 2008).

Agar peranan seorang pendamping dalam program pemberdayaan sesuai dengan prinsip dan konsep belajar orang dewasa dengan tetap memperhatikan peran serta masyarakat, maka harus terdapat unsur power dan akses yang setara dalam pemberdayaan. Tugas seorang pendamping adalah memastikan agar masyarakat memiliki akses dan power tersebut. Berikut ini merupakan tahapan yang dapat digunakan pendamping menurut Lippitt et al. (1958):

1. Tahap pengembangan kebutuhan akan perubahan (unfreezing);

(42)

25

memerlukan hadirnya agen perubahan (change agen) dari luar sistem untuk membantu dan menstimulasi mereka untuk memikirkan apa yang mereka butuhkan.

2. Tahap pemantapan relasi kerja dengan agen perubahan (dalam hal ini community worker) merupakan isu utama pada fase ini;

Pengembangan relasi ini dibutuhkan karena adanya keterbatasan dari community worker dan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (sistem klien) melalui masyarakat sendiri (self determination). Hal yang sangat penting pada fase kedua adalah ketika sistem klien mulai memikirkan tentang agen perubahan mereka yang potensial. Pembentukan dan pembinaan relasi dengan warga masyarakat sangat diperlukan untuk dapat bekerjasama dengan mereka ke arah perubahan yang direncanakan. Pembinaan relasi akan sangat membantu untuk dapat memperoleh data akurat mengenai kebutuhan dan sumberdaya sistem klien. Serta membentuk kepercayaan warga yang ikut aktif melakukan perubahan dalam masyarakat.

3. Tahap klarifikasi/diagnosis masalah sistem klien;

Pada saat data telah terkumpul, masalah yang semula tampaknya sederhana, kemungkinan bertambah rumit, karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok-kelompok yang menolak pembaharuan, masalah-masalah ketergantungan terhadap lembaga tersebut. Pada tahap ini community worker harus mengklarifikasi dan menganalisis hakekat permasalahan sistem klien.

4. Tahap pengkajian alternatif jalur dan tujuan perubahan, serta penentuan tujuan program dan kehendak untuk melakukan tindakan;

(43)

26

dalam kaitan dengan upaya mengembangkan kegiatan untuk bertindak, komunitas lokal kadangkala mempunyai kendala yang terkait dengan aspek kognitif dan motivasionalnya. Kelompok yang sudah dibentuk untuk mempelajari masalah yang dihadapi masyarakat mungkin sudah mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah mereka, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa gagasan mengenai apa yang akan dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya akan otomatis muncul mengikuti proses sebelumnya.

5. Tahap transformasi kehendak ke dalam upaya perubahan yang nyata;

Tahap ini merupakan tahapan yang memfokuskan pada upaya mentransfer perencanaan program (program planning) menjadi pelaksanaan program dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang nyata (action program). Kunci keberhasilan dari fase ini sangat ditentukan kepada kemampuan masyarakat dan community worker untuk melakukan kegiatan secara efisien dan efektif. Untuk mengatahui ketidakefisienan kerja, agen perubahan dan sistem klien harus melakukan pemantauan secara progresif, guna mempertahankan atau mencapai kinerja yang mereka butuhkan. Keberhasilan dari program kerja diukur dari bagaimana suatu rencana dan kehendak dapat ditransformasikan kedalam bentuk pencapaian yang aktual (actual achievement).

6. Tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan; dan

(44)

27

7. Tahap terminasi merupakan akhir dari suatu relasi perubahan.

Berakhirnya suatu relasi perubahan dapat terjadi karena waktu bertugas sudah berakhir atau karena masyarakat itu sudah siap untuk mandiri (mempunyai keterampilan teknis) untuk dapat terus mengembangkan kegiatan yang ada. Dalam proses pengembangan masyarakat, terminasi yang diharapkan adalah siapnya masyarakat untuk mandiri, sehingga tidak lagi diperlukan kehadiran community worker di daerah tersebut. Hal ini dapat terjadi kalau warga masyarakat diikutsertakan sejak tahap awal upaya perubahan berencana. Akan tetapi dalam kenyataan yang ada tidak jarang terminasi terjadi karena adanya keterbatasan dana dari lembaga yang ingin memberikan bantun, dan bukan karena masyarakat sudah mandiri.

Pendamping dapat menggunakan falsafah penyuluhan yang telah lama di kembangkan di Amerika Serikat sebagai salah satu teknik pendampingan untuk digunakan dalam pemberdayaan masyarakat. Falsafah tersebut dikenal dengan istilah 3T, yaitu Teach (Pendidikan), Truth (Kebenaran/Keyakinan), Trust (Kepercayaan). Artinya, 1) Bahwa pendidikan adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan, 2) Membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri, oleh karenanya harus ada kepercayaan dari masyarakat sasaran, 3) Belajar sambil melakukan sesuatu, sehingga ada keyakinan atas kebenaran terhadap apa yang diajarkan. Sehubungan dengan falsafah penyuluhan, terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan (Setiana, 2005):

1. Penyuluh harus bekerja sama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat;

(45)

28

3. Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat; dan

4. Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu, kelompok, dan masyarakat umumnya.

2.5 Kerangka Pemikiran

Pemerintah melakukan berbagai macam upaya berupa program pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengurangi kemiskinan. Salah satu program tersebut adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan yang akan diberikan terkait dengan komponen kesehatan dan pendidikan. Komponen pendidikan tersebut dilihat dari keberlanjutan sekolah dari anak peserta program. Pendampingan akan dilihat dari peran dan kompetensi pendamping yang mempengaruhi tercapainya sasaran PKH. Sasaran tersebut khususnya dilihat dari komponen pendidikan yakni apabila partisipasi sekolah anak peserta program mengalami peningkatan. Program Keluarga Harapan menyertakan pendampingan pada peserta program. Penyertaan pendamping tersebut adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap terlaksananya PKH secara berkelanjutan. Pelaksanaan PKH dipengaruhi oleh kualitas dari pendamping itu sendiri.

(46)

29

(47)

30

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan :

= Hubungan

= Menunjukan 1 kelompok variabel yg hubungannya tidak akan diteliti

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan positif antara kondisi sosial ekonomi peserta PKH, yaitu kategori usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak; 2. Terdapat hubungan positif antara peran pendamping, yaitu pendamping sebagai

fasilitator, motivator, dinamisator, serta monev (pengevaluasi dan pemantau) dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran

X3. Kompetensi Pendamping (Kemampuan)

(48)

31

pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak; dan

3. Terdapat hubungan positif antara kompetensi pendamping, yaitu kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa dengan keberlanjutan pendidikan anak peserta PKH yang meliputi tingkat peran pengawasan orang tua, ketepatan alokasi dana, serta keberlanjutan sekolah anak.

2.7 Definisi Operasional

1. Kondisi Sosial Ekonomi RTSM meliputi: kategori usia peserta, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan terakhir, kesertaan pendidikan non formal, jumlah tanggungan serta kategori jumlah penghasilan rumahtangga.

a. Kategori usia adalah tahun lahir responden sejak dilahirkan sampai penelitian ini dilakukan, usia merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kategori yang dibuat oleh Mugniesyah (2006), yaitu: (1) dewasa awal 18-29 tahun, (2) dewasa pertengahan 30-50 tahun, (3) dewasa tua 50 tahun keatas.

b. Jenis pekerjaan adalah posisi/kedudukan responden untuk melakukan pekerjaan dalam menjalankan unit usahanya masing-masing. Peubah ini diukur dengan skala nominal. Berdasarkan turun lapang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) buruh, (2) ibu rumahtangga, (3) pedagang, (4) pembantu rumahtangga. c. Tingkat pendidikan terakhir merupakan jumlah tahun sukses yang telah

(49)

32

d. Kesertaan pendidikan non formal merupakan frekuensi/jumlah kesertaan (kali) responden dalam pendidikan luar sekolah berupa pelatihan atau kursus, merupakan jenis data ordinal. Untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu rendah, sedang, tinggi. Tinggi apabila peserta pernah mengikuti lebih dari tiga kali keikutsertaan dalam pendidikan non formal. Sedang apabila peserta pernah mengikuti satu sampai dua kali pendidikan non formal. Rendah apabila peserta tidak pernah mengikuti pendidikan formal apapun.

e. Jumlah tanggungan merupakan jumlah keseluruhan anggota keluarga responden (anak/keponakan/cucu yang masuk kategori balita atau anak usia sekolah SD/SMP) yang belum berpenghasilan atau sebagian kebutuhan sehari-harinya masih ditanggung oleh peserta PKH. Indikator ini termasuk jenis data ordinal, dimana untuk keperluan statistik deskriptif maka akan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kurang dari tiga orang, (2) antara tiga sampai lima orang, (3) lebih dari lima orang.

f. Kategori jumlah penghasilan rumahtangga adalah besarnya jumlah penerimaan dalam bentuk yang dapat diuangkan responden dalam sebulan (rupiah). Diukur dengan pendekatan penghasilan yang diterima oleh rumahtangga dan melalui pendekatan pengeluaran. Penghasilan merupakan jenis data ordinal, dimana untuk keperluan analisis statistik deskriptif, penghasilan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Rp100.000,00–Rp400.000,00 (2) Rp450.000– 750.000,00 (3) Rp 800.000,00-Rp1.600.000,00.

(50)

33

pengevaluasi dan pemantau diambil berdasarkan data yang diperoleh dari prasurvai yang dilakukan dilapangan, jenis data diukur dengan skala ordinal. dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah.

a. Fasilitator adalah pendamping sebagai pemandu dalam PKH bagi masyarakat. Dilihat dari berdasarkan intensitas pendamping berada ditengah-tengah peserta program untuk memberikan pemahaman program. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila ≥ tiga kali setahun, (2) tinggi apabila dua kali setahun, (3) rendah apabila hanya sekali dalam setahun, (4) sangat rendah apabila tidak ada pertemuan sama sekali.

b. Motivator adalah pendamping mampu memberikan motivasi atau sugesti positif kepada peserta program. Dilihat dari segi intensitas pendamping memberikan nasihat dan peringatan. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila sering di pantau

dan diingatkan pendamping (≥ tiga kali), (2) tinggi apabila katanya dipantau dan

diingatkan tapi tidak pernah melihat secara langsung (dua kali), (3) rendah apabila kadang-kadang dipantau atau hanya sekali diingatkan, (4) sangat rendah apabila tidak ada pemantauan maupun peringatan dari pendamping.

(51)

34

ragu-ragu atau kadang-kadang, dan ketua kelompok memperbolehkan. (4) Sangat rendah apabila dijawab dengan tidak mendengar sama sekali, tidak mengetahui dan ragu-ragu.

d. Pengevaluasi dan pemantau (monev) adalah pendamping mampu memberikan pengawasan terhadap capaian PKH terutama mengenai pendidikan anak peserta PKH. Dilihat dari segi pengarahan, pengawasan dan evaluasi. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila dijawab dengan pendamping memberikan pengarahan secara lengkap, iya, menanyakan peserta yang tidak hadir karena ada absen, dan diminta sesudah pencairan setiap semester. (2) Tinggi apabila dijawab pendamping memberikan pengarahan salah satu komponen saja, tidak diminta, tidak menanyakan peserta yang tidak hadir karena tidak ada absen, dan diminta sesudah pencairan setiap 1 tahun sekali. (3) Rendah apabila dijawab tidak tahu atau ragu-ragu. (4) Sangat rendah apabila dijawab tidak memberikan arahan dan tidak diminta maupun ditanya.

3. Kompetensi pendamping adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendamping PKH. Dilihat dari indikator: kemampuan berkomunikasi efektif, memahami wilayah, membangun jejaring kerja dan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa. Kemampuan menerapkan teknik pembelajaran orang dewasa diambil berdasarkan data yang diperoleh dari prasurvai yang dilakukan di lapangan. Masing-masing data yang diperoleh diukur dengan skala ordinal dan dikelompokan dalam tiga kelas yaitu tinggi, sedang dan sangat rendah.

(52)

35

tinggi apabila mengetahui apa itu PKH, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak tahu.

b. Memahami wilayah yakni kemampuan pendamping dalam mengetahui dan mengenal kondisi wilayah tempatnya bekerja. Dilihat dari pemahaman kondisi fisik/lingkungan, sosial budaya. Dikategorikan: (1) tinggi apabila menurut peserta pendamping mengetahui lokasi sekolah maupun Posyandu, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak tahu.

c. Membangun jejaring kerja adalah kemampuan pendamping dalam menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang terkait dengan PKH secara sinergis. Dilihat dari segi kemampuan berkoordinasi dengan pihak/lembaga yang terkait dengan PKH khususnya sekolahan dan Posyandu, juga kepuasan peserta terhadap kerjasama tersebut. Dikategorikan: (1) tinggi apabila mengetahui hal-hal mengenai PKH, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak.

d. Menerapakan teknik pembelajaran orang dewasa adalah kemampuan yang diterapkan pendamping sebagai bentuk perlakuan menghargai peserta sebagai orang dewasa. Dilihat ketika pendamping menghargai pendapat peserta dan keakraban dengan peserta PKH. Dikategorikan: (1) tinggi apabila peserta menjawab iya, (2) sedang apabila menjawab ragu-ragu, (3) rendah apabila menjawab tidak.

(53)

36

e. Tingkat peran pengawasan orang tua adalah ketika peserta PKH mampu memberikan perhatian kepada anak/keponakan/cucu yang terdaftar sebagai anggota keluarga peserta PKH. Pengawasan dilihat dari segi membimbing, mendampingi dan mengawasi anak. Dikategorikan: (1) sangat tinggi apabila menjawab dapat bersekolah hingga jenjang kuliah, iya dan lebih dari empat kali, peserta membantu ketika ada tugas sekolah, dan menanyakan pada guru. (2) tinggi apabila menjawab hingga jenjang SMA, iya kurang dari empat kali, dan hanya melakukan kedua hal dari tiga hal tersebut. (3) rendah apabila menjawab hingga jenjang SMP, iya tetapi anggota keluarga lain selain ibu, dan hanya melakukan satu hal dari ketiga hal tersebut. (4) sangat rendah apabila menjawab hingga jenjang SD, tidak pernah, dan tidak melakukan ketiga hal tersebut.

(54)

37

apabila menjawab tidak karena untuk membeli kebutuhan tertier, tidak mencukupi, dan setuju untuk membeli kebutuhan tertier.

(55)

38 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode penelitian survai. Penelitian survai menurut Singarimbun dan Effendi (2006) adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Penelitian survai dipilih karena diharapkan dapat menggambarkan kondisi populasi peserta PKH dan keberhasilan pendamping dalam memberdayakan masyarakat yang dilihat melalui keberlanjutan pendidikan anak peserta. Serta untuk dapat mengetahui peran dan kompetensi pendamping dalam PKH. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam tentang keadaan yang didapatkan dalam penelitian survai.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar

Tabel 17 Jumlah  dan  Persentase  Responden   Peserta  PKH  Menurut  Kategori
Gambar 1. Struktur Kelembagaan Program Keluarga Harapan
Tabel 1. Skenario Bantuan PKH
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi hasil dan analisis penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data yang dimiliki sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji pada penelitian yaitu

Lebar efektif (We) dapat dihitung untuk pendekat dengan pulau lalulintas, seperti pada Gambar 3.1 dan untuk pendekat tanpa pulau lalulintas bagian kanan dari Gambar 3.1.... dalam

Menurut Pudiastuti (2012), Rukiyah dan Yulianti (2010) perencanaan asuhan pada kasus abortus inkomplit yaitu pendekatan pada klien dengan komunikasi terapeutik,

Dari percobaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama waktu pembakaran cangkang kelapa sawit, semakin sedikit volume asap cair yang dihasilkan, sehingga

Permasalahan yang timbul dari kedua program pemerintah yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang ada

Dari 12 progeni yang mempunyai jumlah cabang banyak, 11 progeni menunjukkan jumlah cabang lebih besar dari pada rata-rata kedua tetuanya dengan nilai heterobeltiosis antara

Dengan hormat kami beritahukan bahwa, dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga yang berperan untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga

Kecemasan yang terjadi pada mahasiswa program studi Psikologi UBM sebelum dan saat melakukan presentasi dikarenakan persiapan yang kurang, bingung menyampaikan