ABSTRAK
Subiyanto.
Simulasi Propagasi Impuls pada Sel Saraf Terkopel Menggunakan Model
FitzHugh-Nagumo. Dibimbing oleh
Dr. Agus Kartono
dan
Dr.Ir. Irzaman, M.Si
.
Skripsi ini membuat sebuah model matematika untuk sel saraf terkopel. Model ini
merupakan modifikasi dari model FitzHugh-Nagumo. Hasil simulasi model ini dapat
menjelaskan perilaku sel saraf dalam menghantarkan impuls. Hasil simulasi dua sel saraf
terkopel menunjukan bahwa arus minimal agar impuls dapat direspon oleh tubuh yaitu
0,41
μA
, untuk model tiga sel saraf 0,47
μA
, model empat sel saraf 0,54
μA
, model
delapan sel saraf 0,81
μA
, dan model delapan belas sel saraf 1,4
μA
. Dari hasil simulasi
sel saraf ini didapatkan bahwa setiap penambahan satu sel saraf akan menambah arus
minimal yang dapat direspon oleh tubuh itu sekitar 0,06
μA
. Oleh karena itu, dengan
menganggap bahwa jumlah sel saraf dalam tubuh yang berperan dalam penghantaran
impuls itu sekitar satu juta sel saraf maka dapat diprediksi arus minimal yang dapat
direspon oleh tubuh dalam penjalaran impuls sekitar 0,06
A
, sedangkan arus yang kurang
dari itu tidak akan mendapat respon dari tubuh.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang berfungsi untuk menyampaikan rangsangan yang dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Sistem saraf terdiri atas banyak sel saraf, yang biasa disebut dengan neuron. Sel saraf berfungsi mengirimkan pesan yang berupa rangsangan atau tanggapan dari badan sel menuju ke dendrit. Setelah menerima berjuta-juta rangsangan informasi yang berasal baik dari luar maupun dari
dalam tubuh, rangsangan tersebut
diintegrasikan dan kemudian digunakan untuk menentukan respon apa yang akan
diberikan oleh tubuh.1 Penjalaran atau
propagasi serta proses integrasi impuls sel saraf merupakan hal yang menarik untuk dipelajari.
Model matematika dinamika impuls pada satu sel saraf pertama kali dinyatakan oleh model Hodgkin-Huxley dan model
FitzHugh-Nagumo.2,3,4 Model
Hogkin-Huxley berbentuk sistem persamaan
diferensial biasa nonlinear dengan empat variabel yang menggambarkan dinamika dari sel saraf, sedangkan model FitzHugh-Nagumo mempunyai bentuk yang lebih sederhana, yaitu dalam bentuk sistem persamaan diferensial biasa dengan dua
variabel yang otonom (autonomous).5,6
Pada tugas akhir ini akan dibuat sebuah model matematika untuk sel saraf terkopel dengan cara memodifikasi model sel saraf dari FitzHugh-Nagumo. Untuk mengetahui model sel saraf terkopel yang dibuat tersebut memiliki perilaku yang mendekati perilaku sel saraf sebenarnya, maka terlebih dahulu dibuat simulasi model
satu sel saraf FitzHugh-Nagumo.
Selanjutnya dibuat simulasi model sel saraf terkopel untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil simulasi satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan sel saraf terkopel tersebut dibandingkan. Apabila perilakunya sudah
sesuai, maka dilanjutkan dengan
menganalisis arti fisis dari model sel saraf terkopel tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membuat model matematika untuk sel saraf terkopel.
2. Membuat simulasi dari model sel saraf terkopel yang telah dibuat.
3. Mempelajari dan menganalisis
penjalaran atau propagasi impuls pada model sel saraf terkopel yang telah dibuat.
1.3 Perumusan Masalah
1. Bagaimana hasil simulasi dari model sel saraf terkopel yang telah dibuat ? 2. Apakah manfaat dari model tersebut ?
1.4 Hipotesis
1. Hasil simulasi dari model sel saraf terkopel lebih mendekati perilaku sel saraf sebenarnya dibandingkan dengan hasil simulasi satu sel saraf.
2. Model ini dapat digunakan untuk
memperkirakan arus eksternal minimal
yang dapat direspon oleh sel saraf terkopel.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Saraf
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara
receptor dan efector. Receptor adalah satu
atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya
yang berfungsi mengenali rangsangan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang berfungsi untuk menyampaikan rangsangan yang dideteksi dan direspon oleh tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Sistem saraf terdiri atas banyak sel saraf, yang biasa disebut dengan neuron. Sel saraf berfungsi mengirimkan pesan yang berupa rangsangan atau tanggapan dari badan sel menuju ke dendrit. Setelah menerima berjuta-juta rangsangan informasi yang berasal baik dari luar maupun dari
dalam tubuh, rangsangan tersebut
diintegrasikan dan kemudian digunakan untuk menentukan respon apa yang akan
diberikan oleh tubuh.1 Penjalaran atau
propagasi serta proses integrasi impuls sel saraf merupakan hal yang menarik untuk dipelajari.
Model matematika dinamika impuls pada satu sel saraf pertama kali dinyatakan oleh model Hodgkin-Huxley dan model
FitzHugh-Nagumo.2,3,4 Model
Hogkin-Huxley berbentuk sistem persamaan
diferensial biasa nonlinear dengan empat variabel yang menggambarkan dinamika dari sel saraf, sedangkan model FitzHugh-Nagumo mempunyai bentuk yang lebih sederhana, yaitu dalam bentuk sistem persamaan diferensial biasa dengan dua
variabel yang otonom (autonomous).5,6
Pada tugas akhir ini akan dibuat sebuah model matematika untuk sel saraf terkopel dengan cara memodifikasi model sel saraf dari FitzHugh-Nagumo. Untuk mengetahui model sel saraf terkopel yang dibuat tersebut memiliki perilaku yang mendekati perilaku sel saraf sebenarnya, maka terlebih dahulu dibuat simulasi model
satu sel saraf FitzHugh-Nagumo.
Selanjutnya dibuat simulasi model sel saraf terkopel untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil simulasi satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan sel saraf terkopel tersebut dibandingkan. Apabila perilakunya sudah
sesuai, maka dilanjutkan dengan
menganalisis arti fisis dari model sel saraf terkopel tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membuat model matematika untuk sel saraf terkopel.
2. Membuat simulasi dari model sel saraf terkopel yang telah dibuat.
3. Mempelajari dan menganalisis
penjalaran atau propagasi impuls pada model sel saraf terkopel yang telah dibuat.
1.3 Perumusan Masalah
1. Bagaimana hasil simulasi dari model sel saraf terkopel yang telah dibuat ? 2. Apakah manfaat dari model tersebut ?
1.4 Hipotesis
1. Hasil simulasi dari model sel saraf terkopel lebih mendekati perilaku sel saraf sebenarnya dibandingkan dengan hasil simulasi satu sel saraf.
2. Model ini dapat digunakan untuk
memperkirakan arus eksternal minimal
yang dapat direspon oleh sel saraf terkopel.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Saraf
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara
receptor dan efector. Receptor adalah satu
atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya
yang berfungsi mengenali rangsangan
Gambar 1. Bagian sel saraf 7
Pada bagian luar akson terdapat
lapisan lemak disebut myelin yang
merupakan kumpulan sel schwann yang
menempel pada akson. Sel schwann adalah
sel yang membentuk selubung lemak di
seluruh serabut saraf myelin. Membran
plasma sel schwann disebut neurilemma.
Fungsi myelin adalah melindungi dan
memberi nutrisi pada akson. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut
nodus ranvier.1
2.2 Model Hodgkin-Huxley
Alan Lloyd Hodgkin dan Andrew Fielding Huxley 2,8,9 melakukan percobaan yang bertujuan untuk menghitung fluks ionik dan perubahan permeabilitas membran pada mekanisme molekuler. Kemudian pada percobaan tersebut dikembangkan sebuah model deskripsi kinetik empiris yang cukup sederhana untuk membuat perhitungan praktis dari respon elektrik, namun cukup sesuai untuk memprediksi konduksi dari suatu rangsangan. Model tersebut tidak hanya terdiri dari persamaan matematika tetapi juga menunjukkan fitur utama dari
mekanisme gerbang membran. Model
tersebut kemudian disebut sebagai model Hodgkin-Huxley (model HH).
Model HH menjelaskan bahwa pada membran terdapat saluran-saluran khusus
yang hanya dapat dimasuki oleh ion tertentu. Dua saluran utama membran yaitu saluran potasium (ion K+) dan saluran sodium (ion
Na+) yang bisa menyebabkan potensial aksi,
seperti yang terlihat pada Gambar 2. Kedua saluran tersebut secara hipotesis dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu m, h dan n. Variabel m merupakan peluang terbukanya satu rapidly activating channels untuk natrium, sedangkan h adalah peluang terbukanya satu slowly activating channels untuk kalium dan
variabel n yang merupakan peluang
terbukanya satu slowly activating channels untuk natrium.
Gambar 2. Skema potensial aksi 10
Dari grafik hasil simulasi parameter
Hodgkin-Huxley 11 diketahui bahwa m
berubah secara cepat sehingga berpengaruh
terhadap terjadinya depolarisasi
(depolarization) potensial aksi. Kemudian diikuti dengan variabel n yang menyebabkan potensial aksi mencapai puncak, Pada saat
ini, potensial aksi mengalami
hyper-polarization. Variabel h merupakan variabel
yang paling lambat berubah, Variable ini
memiliki peranan sebagai penyebab
potensial aksi turun melebihi batas potensial istirahat.
Sistem persamaan empat variabel dari
Hodgkin-Huxley 2,8,12 adalah sebagai
berikut:
m hg E E n g E E g E E I
dt dV
L L
K K
Na
Na
3 4
3 1
... (1)
n
n dtdn
n
n
1 ... (2)
m
m
dt
dm
m
m
1
... (3)
h
h
dt
dh
h
h
Keterangan :
V adalah potensial membran.
I adalah arus ionik total yang melewati membran.
m adalah probabilitas salah satu dari tiga partikel aktivasi yang diperlukan untuk berkontribusi dalam aktivasi gerbang Na.
m3 adalah probabilitas ketiga partikel
aktivasi yang telah menghasilkan sebuah channel terbuka.
h adalah probabilitas satu partikel yang tidak aktif yang tidak menyebabkan gerbang Na menutup.
adalah konduktansi sodium maksimal.
E adalah potensial membran total.
ENa adalah potensial membran Na.
n adalah probabilitas salah satu dari empat
partikel aktivasi yang telah
mempengaruhi keadaan dari gerbang K.
adalah konduktansi potassium maksimal.
EK adalah potensial membran K.
adalah maksimal leakage conductance.
EL adalah potensial membran leakage.
αm adalah kontanta untuk partikel yang tidak
mengaktifkan gerbang.
βm adalah konstanta untuk partikel yang
mengaktifkan gerbang.
2.3 Model FitzHugh-Nagumo
Richard FitzHugh dan Nagumo
membuat suatu model dengan cara
menyederhanakan sistem empat variabel model HH tersebut menjadi sistem dua variabel sehingga lebih mudah untuk dianalisa. Sifat model ini mirip dengan model Hodgkin-Huxley secara kualitatif.
Model FitzHugh-Nagumo dapat
diaproksimasikan secara kualitatif. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut:
x
y
I
f
dt
dx
... (5)
y
bx
dt
dy
... (6)
x
x
a
x
x
1
f
... (7)dengan 0 < a <1 dan b, adalah konstanta
positif.5 Berdasarkan aproksimasi ini
FitzHugh 3 membuat persamaan yang
berasal dari persamaan umum osilasi teredam, yaitu:
0
2 2
x
dt dx k dt
x
d ... (8)
k merupakan konstanta redaman
FitzHugh menggunakan persamaan Van der
Pool 13 yaitu merubah konstanta damping
dengan fungsi kuadrat:
21
0
2 2
x
dt
dx
x
c
dt
x
d
... (9)
c merupakan konstanta positif.
Untuk mendapatkan sistem dua variabel dilakukan transformasi dengan metode
Lienard 14, dan didapatkan model
FitzHug-Nagumo sebagai berikut :
c y x x I
dt dx
3 3
... (10)
x
a
by
c
dt
dy
... (11)
Keterangan :
a dan b merupakan konstanta positif.
Variabel x berperan sebagai potensial
membran V pada model HH
Variabel y berperan sebagai variabel m, n, dan h pada model HH
2.4 Model Matematika Sel Saraf Terkopel
Model saraf terkopel yang penulis gunakan ini berdasarkan model matematika
dari Hindmarsh-Rose 15, dimana pada model
Hindmarsh-Rose menambahkan fungsi
kopel pada salah satu sistem persamaan diferensialnya, seperti terlihat di bawah ini:
nj
j ij s s i j
i
x
x
V
g
c
x
x
h
1
,
... (12)
Dimana
merupakan kopel dari sinapsisyang dimodelkan dengan fungsi sigmoid
dengan memiliki ambang batas potensial aksi di setiap sel saraf.
s j j
x
x
exp
1
1
... (13)
adalah batas ambang yang dicapai setiap potensial aksi sel saraf. Sel saraf seharusnya identik dan sinapsis yang cepat. Pada model
Hindmarsh-Rose parameter = 0.17 sesuai
dengan kekuatan kopling dari sinapsis.
Karena sinapsis merupakan exitatory maka
potensial pembalik ( ) harus lebih besar
daripada untuk semua nilai i dan t.
n
j
j ij s s i i
i i
i c y x x I x V g c x
dt dx
1 3
3
... (14)
x a by
cdt dy
i i
i ... (15)
j s j
x
x
exp
1
1
... (16)
adalah matrik penghubung yang
elemennya memenuhi syarat sebagai berikut:
jika i dan j saling terhubung
jika i dan j tidak saling terhubung
i = 1,2,3...,n, j = 1,2,3....,n
Pada model ini diasumsikan arah
perambatan impuls itu bidirection yaitu
impuls bisa merambat dua arah. Misalkan rangsangan terjadi pada bagian tengah kumpulan sel saraf, maka arah impuls bisa ke kanan dan ke kiri. Tetapi fokus perambatan yang dipelajari dalam model ini hanya dari efector menuju receptor. Seperti perambatan dari ujung garis (dalam hal ini efector) yang tersusun dari kumpulan beberapa sel saraf ke ujung satunya (receptor ).
2.5 Mekanisme Penghantar Impuls 2.5.1 Penghantaran Impuls Melalui Sel
Saraf
Penghantaran impuls yang berupa rangsangan atau tanggapan melalui serabut saraf dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel saraf. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Rangsangan pada indra
manusia menyebabkan terjadinya
pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat, perubahan potensial ini terjadi berurutan sepanjang serabut saraf. Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut sel saraf tidak dapat dilalui oleh impuls lagi, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu sekitar 0,001 sampai 0,002 detik.16
Rangsangan yang kurang kuat atau dibawah batas ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik, atau dengan kata lain tubuh tidak merespon rangsangan tersebut. Tetapi bila kekuatan rangsangan
tersebut di atas threshold maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung sel saraf.
2.5.2 Penghantaran Impuls Melalui
Sinapsis
Titik pertemuan antara terminal akson salah satu sel saraf dengan sel saraf
lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal
akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam sitoplasma tonjolan
sinapsis terdapat struktur kumpulan
membran kecil berisi neurotransmitter yang
disebut vesikula sinapsis. Sel saraf yang
berakhir pada tonjolan sinapsis disebut
neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk
sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls
sampai pada ujung sel saraf, maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran
pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan
melepaskan neurotransmitter berupa
asetilkolin. Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat menyeberangkan
impuls dari neuron pra-sinapsis ke
post-sinapsis. Neurontransmitter ada
bermacam-macam misalnya asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin
berdifusi melewati celah sinapsis dan
menempel pada receptor yang terdapat pada
membran post- sinapsis. Penempelan
asetilkolin pada receptor menimbulkan
impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya
maka akan diuraikan oleh enzim
asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh
membran post-sinapsis.16
2.6 Metode Ode45
Persamaan diferensial biasa pada MATLAB bisa diselesaikan dengan metode ode45. Metode ini merupakan implementasi dari Runge-Kutta dengan variabel waktu sebagai iterasi.
Metode Runge-Kutta 17 secara umum
... (17)
Pendekatan solusi dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde-4 adalah :
... (18)
Sedangkan untuk mendapatkan nilai yang lebih baik untuk solusi tersebut digunakan metode Runge-Kutta orde 5 sebagai berikut:
... (19)
Sedangkan untuk metode ode45 18 sintak
umum pada MATLAB sebagai berikut :
[t, y] = ode45(„fname‟, tspan, y0);
Keterangan :
Fname : Nama fungsi dari Mfile yang digunakan, biasanya didefinisikan sebagai berikut : function dydt = fname(t, y)
tspan : dua elemen vektor yang
mendefinisikan rentang dari
waktu awal dan waktu akhir.
y0 : vektor dari kondisi awal untuk
variabel y
Simpan dengan nama file
subinagumo.m, untuk mejalankan program tersebut ketik pada command window :
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, FMIPA, IPB dari bulan September 2010 sampai Januari 2011.
[t, s] = ode45(„subinagumo‟, [1 30], [0 0]);
Plot (t, s(:,1));
Hasil simulasinya adalah sebagai berikut :
0 5 10 15 20 25 30
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Contoh program model satu sel saraf sebagai berikut :
function dsdt =subinagumo(t,s)
dsdt = zeros(size(s));
% parameter
a = 0.7; b = 0.8; c = 3; I = -0.35;
x = s(1); % kondisi awal x
y = s(2); % kondisi awal y
% persamaan diferensialnya
dsdt(1) = c*(x+y-x^3/3+I); % pers 22
... (17)
Pendekatan solusi dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde-4 adalah :
... (18)
Sedangkan untuk mendapatkan nilai yang lebih baik untuk solusi tersebut digunakan metode Runge-Kutta orde 5 sebagai berikut:
... (19)
Sedangkan untuk metode ode45 18 sintak
umum pada MATLAB sebagai berikut :
[t, y] = ode45(„fname‟, tspan, y0);
Keterangan :
Fname : Nama fungsi dari Mfile yang digunakan, biasanya didefinisikan sebagai berikut : function dydt = fname(t, y)
tspan : dua elemen vektor yang
mendefinisikan rentang dari
waktu awal dan waktu akhir.
y0 : vektor dari kondisi awal untuk
variabel y
Simpan dengan nama file
subinagumo.m, untuk mejalankan program tersebut ketik pada command window :
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, FMIPA, IPB dari bulan September 2010 sampai Januari 2011.
[t, s] = ode45(„subinagumo‟, [1 30], [0 0]);
Plot (t, s(:,1));
Hasil simulasinya adalah sebagai berikut :
0 5 10 15 20 25 30
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Contoh program model satu sel saraf sebagai berikut :
function dsdt =subinagumo(t,s)
dsdt = zeros(size(s));
% parameter
a = 0.7; b = 0.8; c = 3; I = -0.35;
x = s(1); % kondisi awal x
y = s(2); % kondisi awal y
% persamaan diferensialnya
dsdt(1) = c*(x+y-x^3/3+I); % pers 22
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah laptop dengan
processor AMD Turion X-2 (2.2 GHz), 3
GB RAM. Software yang digunakan dalam
penelitian ini adalah MS. Office 2007 dan MATLAB R2010b. Pada penelitian ini
penulis menggunakan sumber pustaka
berupa jurnal-jurnal ilmiah neuron dan
buku-buku tentang neuron.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah
pembuatan sebuah program simulasi
sederhana dari model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo (persamaan 10 dan 11)
menggunakan software MATLAB R2010b.
Selanjutnya membuat model matematika sel saraf terkopel beserta simulasinya. Setelah itu simulasi ini dibandingkan dengan simulasi satu sel saraf FitzHugh-Nagumo, apabila perilakunya sudah sama selanjutnya dianalisis sifat fisis dari penjalaran impuls pada sel saraf terkopel tersebut.
3.3.1 Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk
memahami proses dinamika impuls dalam sel saraf sehingga memudahkan perancangan program simulasinya. Kemudian melihat hubungan antara grafik-grafik yang akan dihasilkan dalam simulasi dengan sifat fisis dari sel saraf itu sendiri. Adanya studi pustaka ini akan membantu penulis dalam menganalisa hasil yang di dapat dalam simulsi sel saraf tersebut.
3.3.2 Analisa numerik
Analisa ini dilakukan karena model yang didapatkan pada perancangan model sel saraf ini merupakan sistem dua
persamaan diferensial autonomous, dimana
pada persamaan ini sangat sulit untuk diselesaikan secara analitik. Model yang dibuat berbentuk persamaan diferensial biasa, sehingga metode numerik yang akurat adalah Runge Kutta orde 45 atau ode45.
3.3.3 Analisa sifat fisis model yang telah dibuat
Analisa ini dilakukan dengan melihat hasil simulasi yang diperoleh dari model yang telah dibuat tersebut. Ini dilakukan untuk mengetahui penjalaran impuls yang sebenarnya. Selain itu juga digunakan untuk
memperkirakan arus eksternal yang dapat
direspon oleh tubuh.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Simulasi Model Satu Sel Saraf
Hasil simulasi model satu sel saraf dari Fitzhugh-Nagumo untuk I = 0 samapai
0,35 μA dapat dilihat pada Gambar 3 sampai
7. Nilai parameter a = 0,7; b = 0,8; dan c =
3, nilai parameter ini dipilih sama dengan
nilai pada simulasi yang dilakukan
Fitzhugh.3
Gambar 3. Hasil simulasi model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan I = 0 μA.
Gambar 3 menunjukan simulasi sebelum ada arus eskternal, terlihat tidak ada impuls yang menjalar sehingga berakibat potensial aksi dari sel saraf lama-kelamaan akan menuju ke keadaan istirahat atau sering di sebut potensial istirahat. Hal ini dapat dijelaskan seperti tubuh manusia yang tidak mendapatkan rangsang dari luar maka tubuh juga tidak akan melakukan respon apapun. Oleh karena itu, simulasi ini sudah bisa menjelaskan keadaan normal dari tubuh manusia yang belum mendapatkan rangsang dari luar.
Gambar 4. Hasil simulasi model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan I = 0,2 μA.
0 5 10 15 20 25 30
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah laptop dengan
processor AMD Turion X-2 (2.2 GHz), 3
GB RAM. Software yang digunakan dalam
penelitian ini adalah MS. Office 2007 dan MATLAB R2010b. Pada penelitian ini
penulis menggunakan sumber pustaka
berupa jurnal-jurnal ilmiah neuron dan
buku-buku tentang neuron.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah
pembuatan sebuah program simulasi
sederhana dari model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo (persamaan 10 dan 11)
menggunakan software MATLAB R2010b.
Selanjutnya membuat model matematika sel saraf terkopel beserta simulasinya. Setelah itu simulasi ini dibandingkan dengan simulasi satu sel saraf FitzHugh-Nagumo, apabila perilakunya sudah sama selanjutnya dianalisis sifat fisis dari penjalaran impuls pada sel saraf terkopel tersebut.
3.3.1 Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk
memahami proses dinamika impuls dalam sel saraf sehingga memudahkan perancangan program simulasinya. Kemudian melihat hubungan antara grafik-grafik yang akan dihasilkan dalam simulasi dengan sifat fisis dari sel saraf itu sendiri. Adanya studi pustaka ini akan membantu penulis dalam menganalisa hasil yang di dapat dalam simulsi sel saraf tersebut.
3.3.2 Analisa numerik
Analisa ini dilakukan karena model yang didapatkan pada perancangan model sel saraf ini merupakan sistem dua
persamaan diferensial autonomous, dimana
pada persamaan ini sangat sulit untuk diselesaikan secara analitik. Model yang dibuat berbentuk persamaan diferensial biasa, sehingga metode numerik yang akurat adalah Runge Kutta orde 45 atau ode45.
3.3.3 Analisa sifat fisis model yang telah dibuat
Analisa ini dilakukan dengan melihat hasil simulasi yang diperoleh dari model yang telah dibuat tersebut. Ini dilakukan untuk mengetahui penjalaran impuls yang sebenarnya. Selain itu juga digunakan untuk
memperkirakan arus eksternal yang dapat
direspon oleh tubuh.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Simulasi Model Satu Sel Saraf
Hasil simulasi model satu sel saraf dari Fitzhugh-Nagumo untuk I = 0 samapai
0,35 μA dapat dilihat pada Gambar 3 sampai
7. Nilai parameter a = 0,7; b = 0,8; dan c =
3, nilai parameter ini dipilih sama dengan
nilai pada simulasi yang dilakukan
Fitzhugh.3
Gambar 3. Hasil simulasi model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan I = 0 μA.
Gambar 3 menunjukan simulasi sebelum ada arus eskternal, terlihat tidak ada impuls yang menjalar sehingga berakibat potensial aksi dari sel saraf lama-kelamaan akan menuju ke keadaan istirahat atau sering di sebut potensial istirahat. Hal ini dapat dijelaskan seperti tubuh manusia yang tidak mendapatkan rangsang dari luar maka tubuh juga tidak akan melakukan respon apapun. Oleh karena itu, simulasi ini sudah bisa menjelaskan keadaan normal dari tubuh manusia yang belum mendapatkan rangsang dari luar.
Gambar 4. Hasil simulasi model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan I = 0,2 μA.
0 5 10 15 20 25 30
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Gambar 5. Hasil simulasi model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan I = 0,3 μA.
Gambar 6. Hasil simulasi model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo dengan I = 0,35 μA.
Ketika arus eksternal diterapkan ke dalam sel saraf tubuh, impuls (rangsangan) tersebut akan direspon oleh sel saraf tubuh atau tidak direspon oleh sel saraf tubuh, tergantung dari berapa besar arus yang diterapkan. Seperti seseorang yang dipukul sangat keras pasti akan memberikan respon
pada rangsangan itu, tetapi lain halnya jika orang yang tertepa angin yang sangat pelan belum tentu orang tersebut merespon rangsangan tersebut. Atau dengan kata lain ada batas minimal dari arus yang dapat direspon oleh seseorang. Berdasarkan hasil simulasi ini terlihat bahwa ketika arus yang
diterapkan itu sebesar 0.2 μA maka
penjalaran impuls itu belum terjadi seperti pada Gambar 4. Ketika arus yang diterapkan itu 0.3 μA sudah ada sedikit osilasi tapi masih dalam bentuk osilasi teredam seperti Gambar 5, artinya rangsangan ini belum mendapat respon dari tubuh. Tetapi ketika arusnya sebesar 0.35 μA mulai terjadi osilasi yang tidak teredam, hal ini menunjukan impuls itu mulai menjalar dan rangsangan sebesar ini dapat direspon oleh tubuh. Tetapi sebenarnya yang mempengaruhi respon terhadap rangsang itu tidak hanya arus dari luar tubuh saja, kondisi tubuh juga sangat berpengaruh, misalkan orang yang sakit dengan yang sehat akan mengalami respon yang berbeda, tetapi dalam simulasi ini hanya dibahas pengaruh arus saja. Mungkin
untuk penelitian lebih lanjut bisa
ditambahkan faktor-faktor tersebut.
4.2 Model Matematika Sel Saraf Terkopel
4.2.1 Model Dua Sel Saraf Terkopel
Matriks
0
1
1
0
2
C
Sistem persamaan diferensial terkopel yang terbentuk:
2 1
3 1 1 1 1
exp 1
1 17
. 0
3 I x V x
x x y c dt dx
s
s
x a by
cdt dy
1 1
1
1 2
3 2 2 2 2
exp 1
1 17
. 0
3 I x V x
x x y c dt dx
s
s
x a by
c dtdy
2 2
2 ... (20)
0 5 10 15 20 25 30
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
4.2.2 Model Tiga Sel Saraf Terkopel Matriks
0
1
1
1
0
1
1
1
0
3C
Sistem persamaan diferensial terkopel yang terbentuk :
3 2 1 3 1 1 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x
x x y c dt dx s s s
x a by
cdt dy
1 1
1
3 1 2 3 2 2 2 2 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x
x x y c dt dx s s s
x a by
cdt dy
2 2
2
2 1 3 3 3 3 3 3 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x
x x y c dt dx s s s
x a by
c dtdy
3 3
3 ... (21)
4.2.3 Model Empat Sel Saraf Terkopel
Matriks
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
4C
Sistem persamaan diferensial terkopel yang terbentuk :
4 3 2 1 3 1 1 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x x
x x y c dt dx s s s s
x a by
c dtdy
1 1
1
4 3 1 2 3 2 2 2 2 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x x
x x y c dt dx s s s s
x a by
c dtdy
2 2
4 2 1 3 3 3 3 3 3 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x x
x x y c dt dx s s s s
x a by
c dtdy
3 3
3
3 2 1 4 3 4 4 4 4 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 03 I x V x x x
x x y c dt dx s s s s
x a by
cdt dy
4 4
4
... (22)
4.2.4 Model Delapan Sel Saraf Terkopel
Matriks
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8C
Sistem persamaan diferensial terkopel yang terbentuk :
8 7 6 5 4 3 2 1 3 1 1 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s
x a by
c dtdy
1 1
1
8 7 6 5 4 3 1 2 3 2 2 2 2 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s
x a by
cdt dy
2 2
s s s s s s s s s x x x x x x x V x I x x y c dt dx 8 7 6 5 4 2 1 3 3 3 3 3 3 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3
x a by
c dtdy
3 3
3
7 6 5 4 3 2 1 8 3 8 8 8 8 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s
x a by
c dtdy
8 8
8
... (23)
4.2.5 Model Enam Belas Sel Saraf Terkopel
Matriks C16 adalah sebagai berikut :
Sistem persamaan diferensial terkopel yang terbentuk : 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 3 1 1 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x x x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s s s s s s s s s
x a by
cdt dy
1 1
1
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 1 2 3 2 2 2 2 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x x x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s s s s s s s s s
x a by
cdt dy
2 2
2
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 2 1 3 3 3 3 3 3 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x x x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s s s s s s s s s
x a by
cdt dy
3 3
3
15 14 13 12 11 10 9 8 4 3 2 1 16 3 16 16 16 16 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 exp 1 1 17 . 0 3 x x x x x x x x x x x x V x I x x y c dt dx s s s s s s s s s s s s s
x a by
cdt dy
16 16
16
4.3 Hasil Simulasi Model Sel Saraf Terkopel
Hasil simulasi model sel saraf terkopel ( Persamaan 20 sampai 24 ) dapat dilihat pada Gambar 7 sampai 9 untuk model dua sel saraf terkopel, Gambar 10 sampai 12 untuk model tiga sel saraf terkopel, Gambar 13 sampai 15 untuk model empat sel saraf terkopel, Gambar 16 sampai 18 untuk model delapan sel saraf terkopel, Gambar 19 sampai 21 untuk model enam belas sel saraf terkopel. Nilai parameter a=0,7; b=0,8; c =
3; =2 mV; dan =-0,25 mV, nilai
parameter ini diambil berdasarkan simulasi yang dilakukan Fitzhugh 3 dan Belykh.17
4.3.1 Hasil simulasi dua sel saraf terkopel
Gambar 7. Hasil simulasi model dua sel saraf terkopel dengan I = 0 μA.
Gambar 8. Hasil simulasi model dua sel saraf terkopel dengan I = 0,4 μA.
Gambar 9. Hasil simulasi model dua sel saraf terkopel dengan I = 0,41 μA.
Hasil simulasi dua sel saraf terkopel yang telah dibuat memiliki bentuk grafik yang sama dengan model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat sudah bisa memenuhi perilaku sel saraf. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan analisa hasil simulasinya. Hasil simulasi model dua sel saraf terkopel ini dapat dilihat pada Gambar 7 sampai 9, dimana ketika tidak ada arus eksternal impuls tidak menjalar seperti pada Gambar 7. Ketika arus yang diterapkan 0,4
μA, impuls sudah terjadi sedikit osilasi teredam. Artinya rangsangan dengan arus sebesar ini belum mendapatkan respon dari tubuh. Ketika arus yang diterapkan 0,41 μA
impuls mulai menjalar dan hal ini
menunjukan bahwa rangsangan dengan arus sebesar itu telah direspon oleh tubuh.
4.3.2 Hasil Simulasi Tiga Sel Saraf Terkopel
Gambar 10. Hasil simulasi model tiga sel saraf terkopel dengan I = 0 μA.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
Gambar 11. Hasil simulasi model tiga sel saraf terkopel dengan I = 0,4 μA.
Gambar 12. Hasil simulasi model tiga sel saraf terkopel dengan I = 0,47 μA.
Gambar 10 menunjukan tidak ada arus eksternal dan impuls belum menjalar. Ketika arus yang diterapkan 0,4 μA, impuls belum menjalar. Artinya rangsangan dengan arus sebesar ini belum mendapatkan respon dari tubuh.Ketika arus yang diterapkan 0,47
μA impuls mulai menjalar seperti Gambar
12. Hal ini menunjukan bahwa rangsangan dengan arus sebesar itu telah direspon oleh tubuh.
4.3.3 Hasil Simulasi Empat Sel Saraf Terkopel
Gambar 13. Hasil simulasi model empat sel saraf terkopel dengan I = 0 μA.
Gambar 14. Hasil simulasi model empat sel saraf terkopel dengan I = 0,5 μA
Gambar 15. Hasil simulasi model empat sel saraf terkopel dengan I = 0,54 μA.
Gambar 13 menunjukan tidak ada arus eksternal dan impuls belum menjalar. Ketika arus yang diterapkan 0,5 μA, impuls belum menjalar.Ketika arus yang diterapkan
0,54 μA impuls mulai menjalar seperti
Gambar 15. Hal ini menunjukan bahwa rangsangan dengan arus sebesar itu telah direspon oleh tubuh.
4.3.4 Hasil Simulasi Delapan Sel Saraf Terkopel
Gambar 16. Hasil simulasi model delapan sel saraf terkopel dengan I = 0 μA.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
Waktu(ms)
P
ot
en
si
al
a
ks
i(m
V
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
Gambar 17. Hasil simulasi model delapan sel saraf terkopel dengan I = 0,55 μA.
Gambar 18. Hasil simulasi model delapan sel saraf terkopel dengan I = 0,81 μA.
Gambar 16 menunjukan tidak ada arus eksternal dan impuls belum menjalar. Ketika arus yang diterapkan 0,55μA, impuls belum menjalar. Ketika arus yang diterapkan
0,81 μA impuls mulai menjalar seperti
Gambar 18. Hal ini menunjukan bahwa arus minimal yang dapat direspon oleh tubuh adalah 0,81 μA.
4.3.5 Hasil Simulasi Enam Belas Sel Saraf Terkopel
Gambar 19. Hasil simulasi model enam belas sel saraf terkopel dengan I = 0 μA.
Gambar 20. Hasil simulasi model enam belas sel saraf terkopel dengan I = 1 μA.
Gambar 21. Hasil simulasi model enam belas sel saraf terkopel dengan I = 1,4 μA.
Gambar 19 menunjukan tidak ada arus eksternal dan impuls belum menjalar. Ketika arus yang diterapkan 1 μA, impuls belum menjalar.Ketika arus yang diterapkan
1,4 μA impuls mulai menjalar seperti
Gambar 21. Hal ini menunjukan bahwa rangsangan dengan arus sebesar itu telah direspon oleh tubuh.
4.4 Analisa Model Sel Saraf Terkopel
Berdasarkan simulasi sel saraf
terkopel yang diperoleh terlihat bahwa semakin banyak sel saraf terkopel maka arus minimal yang dapat direspon tubuh juga semakin bertambah besar. Dari model yang telah dibuat didapatkan hasil simulasi untuk menentukan arus minimal yang dapat direspon oleh tubuh. Dari hasil simulasi dua sel saraf terkopel sampai enam belas sel saraf terkopel terlihat kenaikan arus minimal yang dapat direspon tubuh itu sekitar 0,06
μA. Hal ini bisa digunakan untuk
memperkirakan arus minimal yang dapat direspon tubuh pada sel saraf sebenarnya. Misalkan pada tubuh jumlah sel saraf yang bekerja pada penghataran impuls ada satu juta, maka dapat dicari arus minimalnya agar dapat direspon oleh tubuh. Hal ini dapat
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -1.5
-1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -0.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
)
Waktu(ms)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Waktu(ms)
P
o
te
n
s
ia
l
a
k
s
i(
m
V
dianalogikan jika untuk satu sel saraf arus minimalnya 0,06 μA, maka untuk satu juta sel saraf sekitar 0,06 A. Jadi rangsangan yang datang dari luar tubuh yang memiliki
arus sebesar 0,06 A akan direspon oleh
tubuh, sedangkan rangsangan yang arusnya kurang dari itu tidak akan direspon oleh tubuh.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Model matematika untuk sel saraf terkopel yang dibuat telah sesuai dengan perilaku sel saraf. Hal ini dapat dilihat dari hasil simulasi model sel saraf terkopel tersebut memiliki hasil simulasi yang sama dengan model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo. Model FitzHugh-Nagumo ini yang menjadi acuan model yang dibuat pada skripsi ini, karena model FitzHugh-Nagumo ini telah diakui oleh banyak ilmuwan.
Simulasi satu sel saraf ini hanya bisa menjelaskan perilaku satu sel saraf, karena di dalam tubuh yang berperan dalam penjalaran impuls itu tidak hanya satu sel saraf saja, melainkan banyak sel saraf. Oleh karena itu, model sel saraf terkopel yang dibuat lebih bisa menjelaskan perilaku sel
saraf sebenarnya dalam merespon
rangsangan.
Hasil simulasi satu sel saraf terkopel menunjukan bahwa arus minimal agar
impuls dapat direspon yaitu 0,35 μA.
Sedangkan hasil simulasi untuk sel saraf terkopel menujukan hasil arus yang semakin besar dengan semakin banyak model sel saraf yang digunakan. Untuk model dua sel saraf terkopel arus minimal agar impuls dapat direspon yaitu 0,41 μA, untuk model tiga sel saraf terkopel arus minimalnya yaitu
0,47 μA, untuk model empat sel saraf
terkopel arus minimalnya yaitu 0,54 μA,
untuk model delapan sel saraf terkopel
membutuhkan arus minimal 0,81 μA agar
bisa merespon impuls tersebut, sedangkan untuk model enam belas sel saraf terkopel
membutuhkan arus minimal 1,4 μA untuk
meresponnya.
Hasil simulasi sel saraf terkopel ini menunjukan peningkatan arus minimal agar bisa merespon impuls tersebut. Dimana peningkatan arus ini sekitar 0,06 μA setiap
penambahan satu sel saraf. Oleh karena itu dengan menganggap bahwa jumlah sel saraf
dalam tubuh yang berperan dalam
penghantaran impuls itu sekitar satu juta sel saraf maka dapat diprediksi arus minimal agar impuls dapat direspon oleh tubuh sekitar 0,06 A, sedangkan arus yang kurang dari itu tidak akan mendapat respon dari tubuh.
5.2 Saran
Simulasi ini hanya membahas mekanisme respon saraf secara umum, yaitu dalam merespon rangsang dari luar sel saraf dalam kondisi sama untuk semua tubuh
manusia. Pada simulasi ini tidak
memperhitungkan kondisi tubuh manusia itu, misalkan tubuh dalam keadaan sehat atau tidak. Karena kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan kurang sehat akan merespon rangsang secara berbeda. Untuk
penelitian selanjutnya bisa membuat
simulasi model saraf dengan memperhatikan
faktor-faktor tersebut. Sehingga akan
didapatkan sebuah simulasi yang lebih komplek dan banyak mewakili peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk melakukan simulasi ini
minimal digunakan komputer dengan
processor pentium 4, 1GB RAM. Untuk mendapatkan grafik yang lebih bagus pada
MATLAB R2010b disarankan
menggunakan komputer dengan processor
diatas pentium 4, 2GB RAM. Hal ini selain bisa mendapatkan grafik yang lebih bagus juga memepercepat running program.
DAFTAR PUSTAKA
1. Oswari, S. (2008). Model
Matematika Penjalaran Impuls Saraf pada Satu Sel Saraf di Subthalamik Nukleus. Bandung, 1-3.
2. Hodgkin, A. L. & Huxley, A. F.
(1952). A Quantitative Description Of Membranecurrent and Application to Conduction and Excitation in Nerve. J. Physiol, 117, 500-544.
3. FitzHugh, R. (1961). Impuls and
Physiology States in Theoritical
Models of Nerve Membran.
Biophysical, 1, 445-447.
4. Izhikevich, E. M. (2002). Dynamical
System in Neuroscience : The
SIMULASI PROPAGASI IMPULS PADA SEL SARAF
TERKOPEL MENGGUNAKAN MODEL
FITZHUGH-NAGUMO
SUBIYANTO
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
dianalogikan jika untuk satu sel saraf arus minimalnya 0,06 μA, maka untuk satu juta sel saraf sekitar 0,06 A. Jadi rangsangan yang datang dari luar tubuh yang memiliki
arus sebesar 0,06 A akan direspon oleh
tubuh, sedangkan rangsangan yang arusnya kurang dari itu tidak akan direspon oleh tubuh.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Model matematika untuk sel saraf terkopel yang dibuat telah sesuai dengan perilaku sel saraf. Hal ini dapat dilihat dari hasil simulasi model sel saraf terkopel tersebut memiliki hasil simulasi yang sama dengan model satu sel saraf FitzHugh-Nagumo. Model FitzHugh-Nagumo ini yang menjadi acuan model yang dibuat pada skripsi ini, karena model FitzHugh-Nagumo ini telah diakui oleh banyak ilmuwan.
Simulasi satu sel saraf ini hanya bisa menjelaskan perilaku satu sel saraf, karena di dalam tubuh yang berperan dalam penjalaran impuls itu tidak hanya satu sel saraf saja, melainkan banyak sel saraf. Oleh karena itu, model sel saraf terkopel yang dibuat lebih bisa menjelaskan perilaku sel
saraf sebenarnya dalam merespon
rangsangan.
Hasil simulasi satu sel saraf terkopel menunjukan bahwa arus minimal agar
impuls dapat direspon yaitu 0,35 μA.
Sedangkan hasil simulasi untuk sel saraf terkopel menujukan hasil arus yang semakin besar dengan semakin banyak model sel saraf yang digunakan. Untuk model dua sel saraf terkopel arus minimal agar impuls dapat direspon yaitu 0,41 μA, untuk model tiga sel saraf terkopel arus minimalnya yaitu
0,47 μA, untuk model empat sel saraf
terkopel arus minimalnya yaitu 0,54 μA,
untuk model delapan sel saraf terkopel
membutuhkan arus minimal 0,81 μA agar
bisa merespon impuls tersebut, sedangkan untuk model enam belas sel saraf terkopel
membutuhkan arus minimal 1,4 μA untuk
meresponnya.
Hasil simulasi sel saraf terkopel ini menunjukan peningkatan arus minimal agar bisa merespon impuls tersebut. Dimana peningkatan arus ini sekitar 0,06 μA setiap
penambahan satu sel saraf. Oleh karena itu dengan menganggap bahwa jumlah sel saraf
dalam tubuh yang berperan dalam
penghantaran impuls itu sekitar satu juta sel saraf maka dapat diprediksi arus minimal agar impuls dapat direspon oleh tubuh sekitar 0,06 A, sedangkan arus yang kurang dari itu tidak akan mendapat respon dari tubuh.
5.2 Saran
Simulasi ini hanya membahas mekanisme respon saraf secara umum, yaitu dalam merespon rangsang dari luar sel saraf dalam kondisi sama untuk semua tubuh
manusia. Pada simulasi ini tidak
memperhitungkan kondisi tubuh manusia itu, misalkan tubuh dalam keadaan sehat atau tidak. Karena kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan kurang sehat akan merespon rangsang secara berbeda. Untuk
penelitian selanjutnya bisa membuat
simulasi model saraf dengan memperhatikan
faktor-faktor tersebut. Sehingga akan
didapatkan sebuah simulasi yang lebih komplek dan banyak mewakili peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk melakukan simulasi ini
minimal digunakan komputer dengan
processor pentium 4, 1GB RAM. Untuk mendapatkan grafik yang lebih bagus pada
MATLAB R2010b disarankan
menggunakan komputer dengan processor
diatas pentium 4, 2GB RAM. Hal ini selain bisa mendapatkan grafik yang lebih bagus juga memepercepat running program.
DAFTAR PUSTAKA
1. Oswari, S. (2008). Model
Matematika Penjalaran Impuls Saraf pada Satu Sel Saraf di Subthalamik Nukleus. Bandung, 1-3.
2. Hodgkin, A. L. & Huxley, A. F.
(1952). A Quantitative Description Of Membranecurrent and Application to Conduction and Excitation in Nerve. J. Physiol, 117, 500-544.
3. FitzHugh, R. (1961). Impuls and
Physiology States in Theoritical
Models of Nerve Membran.
Biophysical, 1, 445-447.
4. Izhikevich, E. M. (2002). Dynamical
System in Neuroscience : The
Brusting. London: The MIT Press Cambridge, 89-157.
5. Yuanita, D. (2009). Dinamika Impuls
pada Satu Sel Saraf dengan
Akupuntur sebagai Stimulus.
Bandung, 12-13.
6. Alatas, H. (2009). Fisika Nonlinear : Dinamika Sistem. edisi 1. Bogor. 7. Faisal. “ Jaringan Saraf Tiruan.”
Blogspot. 09 Oktober 2010. Web. 20 Oktober 2010.
<http://im- balance.blogspot.com/2010/10/ann-artificial-neural-network.html>.
8. Nagumo, J. (1962). An Active Pulse
Transmission Line Simulating Nerve Axon. Proc. IRE, 501, 2061-2063.
9. Hodgkin, A. L. & Huxley, A. F.
(1952). The Components of
Membrane Conductance in The Giant Axon of Loligo. J. Physiol, 116, 473-496.
10. Bay02pisay. “Nerve impulse
transmission”.
Wordpress. 15 Januari 2009. Web. 20 Oktober 2010.
<http://bayo2pisay.wordpress.com/20
09/01/15/nerve-impulse-transmission/>.
11. Hodgkin, A. L. & Huxley, A. F.
(1952). Currents Caried by Sodium
and Potasium Ion Through The Membrane of The Giant Axon of Loligo. J. Physiol, 116, 449-472.
12. Corson, N. & Aziz, A. (2006).
Dynamics and Complexity of
Hindmarsh-Rose Neuronal System.
Encyclopedia of Mathematical
Physics: Elsevier, 5, 213-226.
13. Pol, V. D. (1926). On Relaxation
Oscillation. Phil. Mag, 2, 978-979.
14. Minorsky, N. (1947). Introduction to
Nonlinear Mechanics, Edward
Brother. Inc, 105-110.
15. Lange, E., Belykh, I. & Hasler, M. (2004). Synchronization of Bursting Neurons: What matters in the Network Topology. EPLF, Switzerland.
16. Anonim. “Sistem Saraf.” Web. 20 oktober 2010.
<http://en.wikipedia.org/wiki/Neuron >
17. Mathews, J. H. & Fink, K. D. (1999).
Numerical Method Using Matlab. Prentice Hall, 458-474.
18. Shampine, L. F., Gladwell, I. &
Thompson, S. (2003). Solving ODEs
with MATLAB. Cambridge
SIMULASI PROPAGASI IMPULS PADA SEL SARAF
TERKOPEL MENGGUNAKAN MODEL
FITZHUGH-NAGUMO
SUBIYANTO
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Subiyanto.
Simulasi Propagasi Impuls pada Sel Saraf Terkopel Menggunakan Model
FitzHugh-Nagumo. Dibimbing oleh
Dr. Agus Kartono
dan
Dr.Ir. Irzaman, M.Si
.
Skripsi ini membuat sebuah model matematika untuk sel saraf terkopel. Model ini
merupakan modifikasi dari model FitzHugh-Nagumo. Hasil simulasi model ini dapat
menjelaskan perilaku sel saraf dalam menghantarkan impuls. Hasil simulasi dua sel saraf
terkopel menunjukan bahwa arus minimal agar impuls dapat direspon oleh tubuh yaitu
0,41
μA
, untuk model tiga sel saraf 0,47
μA
, model empat sel saraf 0,54
μA