• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kepuasan konsumen Kafetaria "X"

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kepuasan konsumen Kafetaria "X""

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN KAFETARIA “X”

Oleh

MARGARETHA ELISABET

H24087085

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

i

RINGKASAN

MARGARETHA ELISABET. H24087085. Analisis Kepuasan Konsumen

Kafetaria “X”. Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI

Kota Bogor adalah kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat dan salah satu kota jajanan yang terkenal memiliki beraneka jenis makanan. Kafetaria “X” adalah salah satu kafetaria yang menjadi tenant (penyewa) di area foodcourt di Plaza Ekalokasari yang terkemuka di Kota Bogor. Pihak Kafetaria “X” perlu mengetahui pendapat konsumen mengenai perasaan puas atau tidaknya setelah mengkonsumsi produk dan jasa dari Kafetaria “X”. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui dan mengidentifikasi karakteristik konsumen Kafetaria “X”, (2) Mengidentifikasi hubungan karakteristik konsumen dengan tingkat kepuasan konsumen, (3) Mengidentifikasi tingkat kepuasan konsumen terhadap Kafetaria “X”.

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tak berpeluang (nonprobability sampling). Teknik pengambilan sampel adalah dengan metode convenience sampling. Jumlah respoden yang diambil adalah 90 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada konsumen yang sedang makan di Kafetaria “X”. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), dan Khi Kuadrat.

Hasil analisis Karakteristik responden Kafetaria “X” yang paling dominan adalah responden berjenis kelamin wanita, beralamat di Bogor, status belum menikah, usia 15-25 tahun, berpendidikan akhir diploma/akademi, bekerja sebagai pelajar/mahasiswa, pendapatan/uang saku per bulan berkisar Rp.500.000-Rp.1.500.000 dan pengeluaran per bulan berkisar Rp.500.000-Rp.500.000-Rp.1.500.000. Hasil dari analisis pengetahuan dan pengalaman responden didapatkan bahwa sebagian besar konsumen makan di luar rumah setiap hari, mengetahui Kafetaria “X” ini lebih dari satu tahun yang lalu, mengkonsumsi menu atau produk Kafetaria “X” lebih dari satu bulan sekali, mengetahui Kafetaria “X” pada saat kebetulan lewat di depannya, tertarik untuk mengkonsumsi produk Kafetaria “X” karena rasa makanannya, dan berniat untuk mengkonsumsinya kembali di lain waktu.

Berdasarkan hasil dari IPA yang dapat dilihat pada Digram Importance Performance Matrix, atribut yang perlu dipertahankan adalah: rasa makanan dan minuman, jaminan produk, peralatan makan dan minum serta ruangan yang bersih, pramusaji bersikap ramah dan sopan dalam melayani konsumen, keramahan dan kesopanan pramusaji (saat menawarkan produk). Atribut yang perlu diperbaiki antara lain: harga terjangkau, kecepatan pelayanan, kesigapan pramusaji, cepat dan tanggap merespon keluhan, informasi yang didapatkan dari pramusaji. Nilai CSI yang didapat adalah 72,51 persen yang menunjukkan keseluruhan konsumen puas dengan kinerja Kafetaria “X”.

(3)

ii

Judul Skripsi : Analisis Kepuasan Konsumen Kafetaria ”X” Nama : Margaretha Elisabet

NIM : H24087085

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Farida Ratna Dewi, SE, MM

NIP 19710307 200501 2001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc

NIP 19610123 198601 1002

(4)

iii

RIWAYAT HIDUP

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Kepuasan Konsumen Kafetaria “X” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik konsumen, tingkat kepentingan dan kinerja serta tingkat kepuasan konsumen terhadap Kafetaria “X”.

Namun demikian, penulis menyadari kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran untuk skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2011

(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, waktu, dan kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Wita Juwita Ermawati, STP, MM dan Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran yang sangat berarti bagi penulis.

3. Ibu Hardiana Widyastuti, S. Hut, MM yang telah menjadi pembimbing akademik serta seluruh dosen dan staf Program Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen IPB.

4. Bapak Deddy Cahyadi Sutarman, STP, MM yang telah membantu dalam pengolahan data.

5. Orangtua, adik, dan keluarga besar tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

6. Bapak C.Pasaribu dan staf yang telah membantu dalam kelancaran penelitian. 7. Rekan-rekan Manajemen Angkatan 5 atas semangat dan sharing selama

perkuliahan hingga dalam masa penelitian.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan doanya.

Bogor, Januari 2011

(7)

vi

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Ruang Lingkup ... 3

II. TINJAUANPUSTAKA ... 4

2.1. Rumah Makan (Restoran) ... 4

2.2. Penyewa (Tenant) ... 5

2.3. Definisi dan Karakteristik Konsumen ... 6

2.4. Kepuasan Konsumen... 7

3. 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...21

3. 2. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian ...23

3. 3. Data dan Sumber Data ...23

3. 4. Jumlah dan Metode Penarikan Sampel ...23

3. 5. Metode Pengumpulan Data ...24

3. 6. Pengolahan dan Analisis Data ...24

3.6.1 Analisis Deskriptif ...25

3.6.2 Importance Performance Analysis (IPA) ...25

3.6.3 Customer Satisfaction Index ...27

3.6.4 Uji Khi Kuadrat (Chi Square) ...28

(8)

vii

IV. HASILDANPEMBAHASAN ...30

4. 1. Gambaran Umum Perusahaan ...30

4.1.1 Segmentation, Targetting, Positioning ...31

4.1.2 Strategi Produk ...31

4.1.3 Strategi Harga ...31

4.1.4 Strategi Tempat...32

4.1.5 Strategi Promosi ...32

4.1.6 Strategi Sumber Daya Manusia ...32

4.1.7 Strategi Bukti Fisik ...32

4.1.8 Strategi Proses ...33

4. 2. Uji Instrumen Penelitian ...33

4.2.1 Uji Validitas ...33

4.2.2 Uji Reliabilitas ...34

4. 3. Karakteristik Konsumen ...35

4.3.1 Karakteristik Demografi...35

4.3.2 Pengalaman dan Pengetahuan Konsumen ...41

4.3.3 Hubungan Antara Karakteristik Konsumen dengan Tingkat Kepuasan Konsumen ...44

4. 4. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Kafetaria “X” ...47

4. 5. Tingkat Kesesuaian Atribut-atribut yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Kafetaria “X” ...50

4. 6. Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen Kafetaria “X” ...54

4. 7. Indeks Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Kafetaria “X” ...59

4. 8. Implikasi Manajerial ...61

KESIMPULAN DAN SARAN ...64

1. Kesimpulan ...64

2. Saran ...65

DAFTAR PUSTAKA ...66

(9)

viii

DAFTAR TABEL

No

1. Skor penilaian kinerja dan kepentingan konsumen ... 25 2. Kriteria nilai Customer Satisfaction Index (CSI) ... 28 3. Penilaian responden terhadap tingkat kepentingan atribut produk dan atribut

pelayanan Kafetaria “X” ... 47 4. Penilaian responden terhadap tingkat kinerja atribut produk dan atribut

pelayanan Kafetaria “X” ... 49 5. Perhitungan rata-rata dari penilaian kinerja dan kepentingan atribut Kafetaria

“X” ... 51 6. Perhitungan tingkat kesesuaian antara penilaian kinerja dan kepentingan dari

atribut-atribut kepuasan konsumen Kafetaria “X” ... 53 7. Perhitungan indeks kepuasan konsumen atribut Kafetaria “X” ... 60

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

No

1.Jumlah restoran di kota Bogor (Dinas Informasi Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor,

2009) ... 1

2. Empat komponen P dalam bauran pemasaran (Kotler, 2005) ... 13

3. Kerangka pemikiran penelitian ... 22

4. Diagram Kartesius (Supranto, 1997) ... 26

5. Jumlah kunjungan responden... 35

6. Karakteristik jenis kelamin responden ... 36

7. Karakteristik usia responden ... 37

8. Karakteristik alamat responden... 37

9. Karakteristik status pernikahan responden ... 38

10. Karakteristik pendidikan terakhir responden ... 38

11. Karakteristik pekerjaan responden ... 39

12. Karakteristik rata-rata pendapatan per bulan ... 40

13. Karakteristik rata-rata pengeluaran per bulan ... 40

14. Frekuensi makan di luar rumah ... 41

15. Lama waktu konsumen mengetahui Kafetaria “X”... 42

16. Frekuensi konsumsi menu Kafetaria “X” ... 42

17. Sumber informasi konsumen Kafetaria “X” ... 43

18. Alasan konsumen memilih makan di Kafetaria “X” ... 44

19. Niat konsumen untuk mengunjungi Kafetaria “X” di lain waktu ... 44

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

(12)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Bogor adalah kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kota ini adalah salah satu kota jajanan yang terkenal memiliki beraneka jenis makanan, bahkan menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, Drs. Ade Syarif Hidayat, pada tahun 2009 sektor wisata kuliner merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Bogor. Dari total PAD Kota Bogor yang mencapai Rp 45,5 miliar pertahun, wisata kuliner menyumbang pendapatan terbesar yakni Rp 13,5 miliar per tahun (megapolitanpos.com, 2009). Bisnis makanan kemudian semakin berkembang di kota kuliner ini. Berbagai variasi tempat makan mulai bermunculan di Bogor, mulai dari kafe, kedai makan, restoran biasa hingga restoran mewah yang menyajikan menu makanan yang cukup banyak. Jumlah rumah makan di Kota Bogor dari tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jumlah restoran di kota Bogor (Dinas Informasi Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2009)

Ramainya bisnis makanan di Bogor menyebabkan persaingan antar pelaku bisnis semakin ketat karena konsumen memiliki lebih banyak pilihan tempat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman. Pelaku bisnis di bidang makanan

2004

2005

2006

2007

2008

2009 64

86 91 93

88 92

(13)

dituntut untuk dapat menentukan konsumen yang dibidik agar bidang usaha yang dikelola bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, tempat usaha juga harus ditata agar menimbulkan stimuli yang tepat, sehingga konsumen dapat menangkap secara tepat mengenai apa sebenarnya yang menjadi produk dari suatu rumah makan atau restoran.

Untuk mengetahui apakah usahanya tersebut sudah dapat diterima dengan baik atau belum, pelaku bisnis juga perlu mengetahui kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu hak konsumen yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 adalah bahwa konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan (Sumarwan, 2004). Menurut Sumarwan (2004), setelah mengkonsumsi produk atau jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya, perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut. Menurut Owen (2006), seorang konsumen yang tidak puas diperkirakan memberitahu sampai 10 konsumen lainnya tentang pengalaman buruknya.

Kafetaria “X” adalah salah satu kafetaria yang menjadi tenant (penyewa) di area foodcourt di Plaza Ekalokasari yang terkemuka Kota Bogor. Kafetaria yang didirikan pada tahun 2005 ini juga memiliki pesaing sejenis di lokasi bisnisnya, seperti Gaya Tunggal, Mie Ayam Baso Apollo, dan Cafe Seberang. Pihak Kafetaria “X” perlu mengetahui pendapat konsumen mengenai perasaan puas atau tidaknya setelah mengkonsumsi produk dan jasa dari Kafetaria “X”. Banyaknya restoran pesaing menuntuk pihak Kafetaria “X” untuk selalu memperhatikan mutu produk dan pelayanannya agar konsumennya tidak beralih ke restoran lain. Dengan mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu produk dan pelayanan Kafetaria “X”, pihak kafetaria ini dapat mengevaluasi dan meningkatkan kinerjanya untuk dapat meningkatkan kepuasan konsumennya.

(14)

makan bagi konsumen, serta rasa puas atau tidaknya konsumen, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti kepuasan konsumen Kafetaria “X”.

1.2. Perumusan Masalah

Ramainya bisnis makanan di Bogor semakin memaksa Kafetaria “X” untuk berupaya meningkatkan kualitas produk dan pelayanan agar dapat meningkatkan kepuasan konsumennya. Pengukuran kepuasan konsumen sangat baik untuk dilakukan, agar Kafetaria “X” mengetahui sisi pelayanan ataupun produk yang masih dianggap kurang memuaskan bagi konsumen kemudian memperbaikinya, dan mengetahui pelayanan dan produk yang telah dianggap baik oleh konsumen agar dapat dipertahankan dan lebih ditingkatkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik konsumen Kafetaria “X”?

2. Bagaimana hubungan karakteristik konsumen dengan tingkat kepuasan konsumen?

3. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap Kafetaria “X”?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan mengidentifikasi karakteristik konsumen Kafetaria “X”. 2. Mengidentifikasi hubungan karakteristik konsumen dengan tingkat kepuasan

konsumen.

3. Mengidentifikasi tingkat kepuasan konsumen terhadap Kafetaria “X”.

1.4. Ruang Lingkup

(15)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Makan (Restoran)

Rumah makan di Indonesia disebut juga sebagai restoran. Restoran berasal dari kata ”restaurer” yaitu bahasa Perancis yang berarti ”memulihkan”. Rumah makan adalah istilah umum untuk menyebut usaha gastronomi (gastronomi: ilmu akan makanan yang baik) yang menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan itu serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan pelayanannya. Walaupun umumnya rumah makan menyajikan makanan di tempat, tetapi ada juga rumah makan yang menyediakan layanan take-out dining dan delivery service untuk melayani konsumennya. Rumah makan biasanya memiliki spesialisasi dalam jenis makanan yang dihidangkannya, misalnya rumah makan Chinese food, rumah makan Padang, rumah makan cepat saji (fast food restaurant) dan sebagainya (www.wikipedia.org, 2010).

Menurut Torsina dalam Akbar (2009), terdapat sepuluh jenis restoran orisinil:

1) Family Continental: yaitu restoran tradisi keluarga, mementingkan masakan enak, suasana dan harga bersahabat. Biasanya pelayanan dan dekorasi biasa-biasa saja.

2) Fast Food: yaitu eat-in (makan di restoran) dan take-out (dibungkus untuk makan di luar restoran), menu siap atau segera tersedia, agak terbatas dalam jenis, ruang dengan dekorasi warna-warna utama dan terang, harga tidak mahal dan mengutamakan banyak pelanggan.

3) Cafetaria: biasanya terdapat di dalam gedung-gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan, sekolah, pabrik-pabrik, dan lain-lain. Menu agak terbatas dan bisa berganti-ganti setiap harinya dan berharga lebih ekonomis.

(16)

5) Etnic: menyajikan masakan tradisional yang berasal dari daerah (suku atau negara) yang spesifik, misalnya masakan Jawa Timur, Manado, India, Cina, dan lain-lain. Dekorasi biasanya disesuaikan etnik yang bersangkutan bahkan termasuk seragam para karyawannya.

6) Buffet: ciri utamanya adalah satu harga untuk makanan sepuasnya apa yang disajikan pada buffet. Peragaan dan display makanan sangat penting karena langsung menjual produk makanannya.

7) Coffee shop: jenis ini ditandai dengan cepatnya pelayanan makanan pergantian tempat duduk. Banyak seating menempati counter service untuk menekan suasana informal. Lokasi utamanya di gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan.

8) Snack bar: ruangan biasanya lebih kecil dan hanya cukup untuk melayani orang-orang yang ingin makanan kecil atau jajanan.

9) Drive in/ thru or parking: para pembeli yang memakai mobil tidak perlu turun dari mobilnya. Pesanan di antar langsung hingga ke mobil untuk konsumen eat in dan take away (sementara parkir). Jenis makanan harus dikemas secara praktis. Restoran harus menyediakan tempat parkir mobil atau motor.

10) Specialty Restaurant: jenis restoran yang terletak jauh dari keramaian, tetapi menyajikan masakan khas yang menarik dan bermutu. Ditujukan kepada turis atau keluarga dalam suasana khas yang lain dari pada yang lain.

Kafetaria “X” merupakan restoran yang termasuk jenis kafetaria karena berada di dalam pusat perbelanjaan, dan menu yang disajikan berharga lebih ekonomis.

2.2. Penyewa (Tenant)

(17)

2.3. Definisi dan Karakteristik Konsumen

Menurut Sumarwan (2004), istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu; konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Misalnya membeli pakaian, sepatu, dan sabun. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang akan digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi, atau digunakan oleh seluruh anggota keluarga, misalnya televisi, furniture, rumah, dan mobil. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian digunakan langsung oleh individu dan sering disebut sebagai “pemakai akhir” atau “konsumen akhir”. Jenis kedua adalah konsumen organisasi, yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit).

Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, serta karakteristik demografi. Beberapa karakteristik demografi yang penting untuk memahami konsumen antara lain usia, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan, lokasi geografi, kelas sosial. Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan menyebabkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek (Sumarwan, 2004).

(18)

menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya (Sumarwan, 2004).

Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan toko, tempat pendidikan, dan tempat berlibur dari seorang konsumen. Status pekerjaan akan menentukan kelas sosial seseorang. Status sosial seseorang akan ditentukan oleh keluarga di mana ia tinggal (Sumarwan, 2004).

2.4. Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler (2005)a kepuasan didefinisikan di sini sebagai evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan ketidakpuasan tentu saja adalah hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif. Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapannya.

Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2, yaitu:

a) kepuasan fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk. Misal: karena makan membuat perut kita kenyang. b) kepuasan psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang

bersifat tidak berwujud. Misal: perasaan bangga karena mendapat pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah.

Menurut Sumarwan (2004), teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut.

Ada empat alat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: a) Sistem keluhan dan saran

(19)

Sejumlah perusahaan yang berpusat pada pelanggan menyediakan nomor telepon bebas pulsa hot lines. Perusahaan juga menggunakan situs web dan e-mail untuk komunikasi dua arah yang cepat.

b) Survei kepuasan konsumen

Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survei secara berkala. Sambil mengumpulkan data pelanggan perusahaan tersebut juga perlu bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang dan mengukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek ke orang lain.

c) Belanja siluman (ghost shopping)

Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan bersangkutan. Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing.

d) Analisis kehilangan konsumen

Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya. Perusahaan seharusnya menganalisa dan memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi produknya.

Menurut Tjiptono (2008), metode survei merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan konsumen. Metode tersebut dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti “Ungkapkan seberapa puas Saudara terhadap pelayanan PT.Chandra pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas” (directly reported satisfaction).

2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfaction).

(20)

4. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performance ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis.

Singh dalam Tjiptono (2008) menyatakan bahwa konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja ada pula yang melakukan komplain terhadap ketidakpuasan. Berkaitan dengan hal ini, ada tiga kategori tanggapan atau komplain terhadap ketidakpuasan, yaitu:

a. Voice response

Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun kepada distributornya.

b. Private response

Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalaman dengan produk atau perusahaan yang bersangkutan.

c. Third-party response

Tindakan yang dilakukan adalah meminta ganti rugi secara hukum; mengadu lewat media massa (misalnya menulis di Surat Pembaca); atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya.

Paling tidak ada empat faktor yang mempengaruhi apakah seorang konsumen yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak. Keempat faktor tersebut adalah:

1. Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan, yaitu menyangkut derajat pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, serta social visibility.

(21)

3. Tingkat kesulitan mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu penyelesaian masalah, gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya.

4. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.

2.5. Segmentation, Targetting, Positioning

Segmentation atau segmentasi pasar menurut Kotler (2005)a adalah mengidentifikasi dan memilah-milah kelompok pembeli yang berbeda-beda yang mungkin meminta produk dan/atau bauran pemasaran tersendiri. Segmen pasar terdiri dari kelompok pelanggan yang memiliki seperangkat keinginan yang sama. Pemasar tidak menciptakan segmen, tugas pemasar adalah mengidentifikasi segmen dan memutuskan yang mana yang dibidik. Beberapa variabel utama untuk dapat mengsegmentasikan pasar adalah geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. Segmentasi geografis seperti negara, propinsi, dan kota. Segmentasi demografis seperti usia, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial. Segmentasi psikografis meliputi gaya hidup atau kepribadian. Segmentasi perilaku meliputi pengetahuan, sikap, pemakaian, atau tanggapan mereka terhadap produk tertentu.

Segmentasi pasar itu harus dilakukan secara periodik karena segmen-segmen pasar berubah. Agar dapat berguna, segmen-segmen-segmen-segmen pasar haruslah:

1. Dapat diukur: ukuran, daya beli, dan profil segmen dapat diukur.

2. Besar: segmen cukup besar dan menguntungkan untuk dilayani. Segmen tersebut harus merupakan kelompok homogen yang paling besar yang paling mungkin, yang berharga sehingga memungkinkan diraih dengan program pemasaran yang dirancang khusus.

3. Dapat diakses: segmen dapat dijangkau dan dilayani secara efektif.

4. Dapat dibedakan: segmen-segmen secara konseptual dapat dipisah-pisahkan dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap unsur dan program bauran pemasaran yang berbeda.

5. Dapat dilaksanakan: program-program yang efektif dapat dirumuskan untuk menarik dan melayani segmen-segmen tersebut.

(22)

yang akan dibidik atau dengan kata lain yang akan menjadi target pasar (targetting). Dalam mengevaluasi segmen pasar yang berbeda perusahaan harus melihat dua faktor yaitu daya tarik pasar secara keseluruhan serta tujuan dan sumber daya perusahaan (Kotler, 2005)a. Dalam menetapkan target pasar perusahaan dapat mempertimbangkan lima pola, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Single Segment Concentration

Single Segment Concentration maksudnya adalah perusahaan dapat memilih satu segmen saja. Perusahaan lebih bisa mencapai posisi yang kuat pada satu segmen, dengan pengetahuan yang baik terhadap kebutuhan segmen sehingga bisa diperoleh keuntungan. Namun, konsentrasi pada satu segmen mempunyai potensi resiko yang cukup besar, sehingga alasan inilah yang mendasari perusahaan untuk memilih lebih dari satu segmen.

2. Selective Specialization

Selective Specialization maksudnya adalah perusahaan menyeleksi beberapa segmen. Segmen yang dipilih mungkin tidak saling berhubungan atau membentuk sinergi, tetapi masing-masing segmen menjanjikan uang. Strategi ini lebih dipilih oleh perusahaan untuk menghindari kerugian, walaupun salah satu segmennya tidak produktif, tetapi perusahaan tetap memperoleh pendapatan dari segmen yang lain.

3. Product Specialization

Product Specialization maksudnya perusahaan berkonsentrasi membuat produk khusus atau tertentu. Melalui cara ini, perusahaan membangun reputasi yang kuat di produk yang spesifik. Namun resikonya tetap ada, yaitu apabila terjadi kekurangan bahan untuk pembuatan produknya atau keterlambatan melakukan perubahan teknologi.

4. Market Specialization

(23)

5. Full Market Coverage

Full Market Coverage maksudnya adalah perusahaan berusaha melayani semua kelompok dengan produk yang dibutuhkan. Namun, hanya perusahaan besar yang bisa melakukannya. Untuk menciptakan kepuasan konsumen, pemasar dapat melakukan diferensiasi dan menghasilkan lebih banyak penjualan daripada tidak melakukan diferensiasi, namun diferensiasi dapat meningkatkan biaya perusahaan. Secara umum, hal ini tetap akan bermanfaat khususnya apabila dikaitkan dengan strategy profitability, namun demikian perusahaan sebaiknya berhati-hati agar tidak terjadi over segmenting.

Penetapan posisi atau positioning adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (di antara para pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya. Hasil akhir penetapan posisi adalah keberhasilan penciptaan proposisi nilai yang berfokus pada pelanggan, yaitu alasan yang meyakinkan mengapa pasar sasaran harus membeli produk itu (Kotler, 2005)a.

2.6. Bauran Pemasaran

(24)

Gambar 2. Empat komponen P dalam bauran pemasaran (Kotler, 2005a)

1. Product (Produk)

Adalah segala sesuatu yang dapat dipasarkan ke suatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan. Variabel-variabel pemasaran produk diantaranya adalah keragaman produk, kualitas, desain, ciri, nama merek, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, imbalan, dan sebagainya.

2. Price (Harga)

Dengan variabel-variabel pemasaran harga diantaranya adalah harga, diskon/rabat, potongan harga khusus, syarat kredit, periode pembayaran, dan sebagainya. Harga merupakan salah satu elemen pemasaran yang paling fleksibel.

3. Place (Tempat)

Merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan konsumen dapat dengan mudah memperoleh suatu produk. Variabel-variabel pemasaran tempat diantaranya

(25)

adalah saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokkan, lokasi, persediaan, transportasi, dan sebagainya.

4. Promotion (Promosi)

Bauran promosi meliputi berbagai metode, yaitu iklan, promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, hubungan masyarakat, pemasaran langsung, dan sebagainya. Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat produknya dan untuk meyakinkan pelanggan agar membeli produk tersebut.

Pendekatan Empat P sering berhasil untuk produk barang, tetapi di dalam bisnis jasa beberapa elemen tambahan perlu diperhatikan, antara lain:

1. Orang (People), adalah semua partisipan yang memainkan sebagian penyajian jasa, yaitu peran selama proses dan konsumsi jasa berlangsung dalam waktu riil jasa, oleh karenanya dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Yang dimaksud dengan partisipan ini antara lain adalah staf perusahaan, pelanggan dan pelanggan lain dalam lingkungan jasa tersebut.

2. Bukti fisik (Physical Evidence), adalah suatu lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan pelanggannya berinteraksi, dan setiap komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut.

3. Proses (Process), mencerminkan bagaimana semua elemen pemasaran jasa dikoordinasikan untuk menjamin kualitas dan konsistensi jasa yang diberikan kepada pelanggan. Dengan demikian, pemasaran harus dilibatkan ketika desain proses jasa dibuat, karena pemasaran juga sering terlibat di dalam atau bertanggung jawab terhadap pengawasan kualitas jasa.

2.7. Produk

Menurut Kotler (2005)b produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut daya tahan dan wujudnya:

(26)

2. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang berwujud yang biasanya tetap bertahan walaupun sudah digunakan berkali-kali. Produk ini biasanya memerlukan penjualan dan pelayanan yang lebih pribadi, mempunyai marjin yang lebih tinggi, dan memerlukan lebih banyak garansi dari penjual. 3. Jasa (services), yaitu produk yang tidak berwujud, tidak terpisahkan, dan

mudah habis.

2.8. Jasa

Menurut Kotler (2005)b jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik.

Kotler (2005)b mengemukakan bahwa komponen jasa dapat berupa bagian kecil atau bagian utama dari tawaran suatu perusahaan ke pasar. Dapat dibedakan ada lima kategori tawaran:

1. Barang berwujud murni: Tawaran tersebut terutama terdiri atas barang berwujud seperti sabun, pasta gigi, atau garam. Tidak satu pun jasa menyertai produk tersebut.

2. Barang berwujud yang disertai jasa: Tawaran tersebut terdiri atas barang berwujud yang disertai oleh satu atau beberapa jasa.

3. Campuran: Tawaran tersebut terdiri atas barang dan jasa dengan bagian yang sama. Misalnya, orang pergi ke restoran untuk mendapatkan makanan maupun pelayanan.

4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa yang sangat kecil: Tawaran tersebut terdiri atas jasa utama bersama jasa tambahan atau barang pendukung. 5. Jasa murni: tawaran tersebut terutama terdiri atas jasa. Contohnya mencakup

penjagaan bayi, psikoterapi, pijat.

Tjiptono (2008) mengutarakan bahwa jasa memiliki empat karakteristik utama yaitu:

1. Intangibility

(27)

usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya bisa dikonsumsi tetapi tidak dimiliki. Meskipun sebagian besar jasa dapat berkaitan dan didukung oleh produk fisik misalnya telepon dalam jasa telekomunikasi, pesawat dalam jasa angkutan udara, makanan dalam jasa restoran, esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang diberikan oleh produsen kepadanya.

Jasa bersifat intangible, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Konsep intangible pada jasa memiliki dua pengertian, yaitu:

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.

b. Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.

Dengan demikian, orang tidak dapat menilai kualitas jasa sebelum ia merasakannya/mengkonsumsinya sendiri. Bila pelanggan membeli suatu jasa, ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan yang bersangkutan tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian, para pelanggan akan memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut.

Mereka akan menyimpulkan kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication materials), simbol, dan harga yang mereka amati. Oleh karena itu, tugas pemasar jasa adalah “manage the evidence” dan “tangibilize the intangible”. Dalam hal ini, pemasar jasa menghadapi tantangan untuk memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran abstraknya. 2. Inseparability

(28)

demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya.

3. Variability

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih. Dalam hal ini penyedia jasa dapat melakukan tiga tahap dalam pengendalian kualitasnya, yaitu:

a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik. b. Melakukan standardisasi proses pelaksanaan jasa (service performance

process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyiapkan suatu cetak biru (blue-print) jasa yang menggambarkan peristiwa dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut.

c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan, survai pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.

4. Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi kereta api yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik seorang dokter, akan berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan di waktu yang lain. Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya.

(29)

Menurut Parasuraman dalam Tjiptono (2008), dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut, yaitu:

1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.

5. Empati (emphaty) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.9. Penelitian Terdahulu

(30)

swasta, pendapatan/ uang saku per bulan berkisar Rp 500.000 – Rp 1.500.000 dan di atas Rp 4.500.000. Hasil analisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen restoran Papa Ron’s Pizza Bogor, dalam pengenalan kebutuhan yang paling tinggi jumlah respondennya yaitu alasan membeli karena kecepatan penyajian dan sebagai makanan selingan. Pencarian informasi yang paling tinggi jumlah respondennya yaitu dari papan nama, promosi penjualan yang paling berpengaruh adalah paket promosi, dan promosi membuat responden tertarik. Evaluasi alternatif yang paling tinggi jumlah respondennya yaitu pertimbangan mengunjungi restoran karena cita rasa masakan. Keputusan pembelian yang paling tinggi jumlah respondennya yaitu mendadak, pada hari libur yaitu pada sore hari. Hasil pembelian yang paling tinggi jumlah respondennya yaitu tetap membeli walaupun ada kenaikan 10-40 persen, responden akan datang kembali dan tingkat kepuasan responden adalah puas.

(31)
(32)

III.

METODE PENELITIAN

3. 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Ramainya bisnis makanan di Bogor menyebabkan persaingan antar pelaku bisnis semakin ketat karena konsumen memiliki lebih banyak pilihan tempat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman. Pelaku bisnis di bidang makanan dituntut untuk dapat menentukan konsumen yang dibidik agar bidang usaha yang dikelola bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Untuk mengetahui apakah usahanya tersebut sudah dapat diterima dengan baik atau belum, pelaku bisnis juga perlu mengetahui kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu hak konsumen yang tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 adalah bahwa konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan (Sumarwan, 2004). Dalam upaya meningkatkan kepuasan konsumen, pelaku bisnis restoran harus mengetahui karakteristik konsumennya agar dapat benar-benar mengerti apa yang diinginkan konsumen.

(33)

Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian

Metode Importance Performance

Analysis (IPA)

Kota Bogor adalah kota yang terkenal memiliki

beraneka jenis makanan

Menilai kepuasan konsumen Kafetaria

“X”

Pelaku bisnis di bidang makanan semakin

bertambah

Kafetaria “X”

Karakteristik konsumen

Kafetaria “X”

Penilaian konsumen terhadap

Kafetaria “X”

Pengukuran tingkat kinerja

Pengukuran tingkat

kepentingan

Analisis Deskriptif

dan uji Chi Square

Metode Customer

Satisfaction Index (CSI)

(34)

3. 2. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai Nopember 2010. Penelitian dilaksanakan di Kafetaria “X” yang berada di Plaza Ekalokasari Kota Bogor.

3. 3. Data dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari:

a. Data primer adalah data yang didapat langsung dari responden melalui wawancara dengan penasehat Kafetaria “X” dan supervisor pendamping, serta melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden. Adapun data primernya meliputi:

1. Karakteristik konsumen 2. Tingkat kepuasan konsumen

b. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari narasumber lain yang terpercaya, seperti internet dan buku-buku yang relevan.

3. 4. Jumlah dan Metode Penarikan Sampel

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tak berpeluang (nonprobability sampling). Sampel tak berpeluang adalah teknik pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi tidak diketahui peluang atau kemungkinan untuk terpilih sebagai sampel.

Teknik pengambilan sampel adalah dengan metode convenience sampling, yang merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden dijadikan sampel. Sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu pernah berkunjung di Kafetaria “X” minimal satu kali, berusia 15 tahun atau lebih.

Dari hasil wawancara dengan supervisor pendamping, didapatkan bahwa rataan jumlah konsumen per bulan adalah 600 orang. Jumlah responden yang diambil sebanyak 90 responden. Jumlah sampel tersebut didapatkan melalui perhitungan Slovin berikut:

n =

(35)

dimana: n = jumlah contoh N = jumlah populasi

e = tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir (10 persen)

Jumlah populasi (N) pada penelitian ini adalah 600, tingkat kesalahan 0,10 atau sepuluh persen. Hasil yang didapatkan untuk jumlah contoh (n) adalah 85,714 akan tetapi dibulatkan menjadi 90.

8 5,714 = 6 00

(1 + (600 × 0,1 )

3. 5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data untuk penelitian ini adalah dengan survei melalui kuesioner yang diberikan kepada responden, pada saat responden sedang duduk dan telah menyelesaikan makannya. Pertanyaan kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden hanya memilih jawaban yang dianggap paling sesuai. Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak terdapat dalam daftar jawaban, sehingga responden memberikan pendapatnya. Selain kuesioner, peneliti akan melakukan metode wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan penelitian ini, untuk mendapat data yang menunjang penelitian.

3. 6. Pengolahan dan Analisis Data

(36)

kepuasan konsumen, dan Uji Khi Kuadrat atau Chi Square untuk mengetahui hubungan antara karakteristik konsumen dengan kepuasan. Data dianalisis secara deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17 dan Microsoft Office Excel 2007.

3.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran karakteristik konsumen secara keseluruhan berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner. Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2003). Analisis deskriptif dilakukan dengan membuat tabulasi frekuensi sederhana berdasarkan jawaban responden. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik konsumen.

3.6.2 ImportancePerformance Analysis

Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen digunakan metode Importance Performance Analysis (IPA). Metode IPA digunakan untuk mengukur tingkat kinerja dan kepentingan atribut yang mempengaruhi kepuasan responden. Penilaian kinerja diwakili oleh huruf X, sedangkan untuk penilaian kepentingan/harapan ditunjukkan oleh huruf Y. Penilaian kinerja dan kepentingan responden menggunakan skala lima tingkat (skala Likert) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Skor penilaian kinerja dan kepentingan konsumen

Skor Kinerja (X) Kepentingan (Y)

Skor 1 Sangat tidak baik Sangat tidak penting Skor 2 Tidak baik Tidak penting Skor 3 Cukup baik Cukup penting

Skor 4 Baik Penting

Skor 5 Sangat baik Sangat penting Sumber: Simamora dalam Akbar (2009)

Berdasarkan penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut kualitas jasa Kafetaria “X”.

(37)

= × 100 ... (2) dimana:

Tki = tingkat kesesuaian konsumen Xi = skor penilaian kinerja perusahaan Yi = skor penilaian kepentingan pelanggan

Dari perhitungan tersebut dapat dilihat atribut apa saja yang dianggap penting dan tidak penting oleh konsumen, serta atribut apa yang memiliki kinerja baik dan tidak baik. Hasil analisis ini ditampilkan dalam bentuk diagram Kartesius seperti pada Gambar 4.

Prioritas Utama A

Pertahankan Prestasi B

C

Prioritas Rendah D

Berlebihan

Gambar 4. Diagram Kartesius (Supranto, 1997) Keterangan:

A.Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan sehingga mengecewakan/tidak puas.

B.Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.

Tingkat

Kepentingan

(38)

C.Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan.

D.Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan.

Sumbu mendatar (X) dari Diagram Kartesius diisi oleh skor rataan tingkat kinerja atribut, sedangkan sumbu tegak (Y) diisi oleh skor rataan tingkat kepentingan atribut. Skor rata-rata sumbu X dan sumbu Y diperoleh melalui rumus berikut:

= ∑ = ∑ ... (3) dimana:

= skor rata-rata tingkat kinerja Y = skor rata-rata tingkat kepentingan = jumlah responden

Diagram Kartesius tersebut dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik ( , ) dimana merupakan rataan dari skor rata-rata tingkat kinerja seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan merupakan rataan dari skor rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Skor dan dapat dihitung dengan rumus:

= ∑ = ∑ ... (4) dimana K = banyaknya atribut kualitas jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan

pelanggan.

3.6.3 Customer SatisfactionIndex

(39)

1. Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh antribut yang diuji, sehingga didapatkan total weighting factors sebesar 100 persen.

2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata tingkat kinerja/kepuasan masing-masing atribut dengan weighting factors masing-masing atribut.

3. Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut kualitas jasa.

4. Menghitung satisfaction index, yaitu perhitungan dari weighted total dibagi skala maksimal atau highest scale yang digunakan (dalam penelitian ini skala maksimal adalah lima), kemudian dikali 100 persen. Tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan atau konsumen, dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria nilai Customer Satisfaction Index (CSI)

Nilai CSI Kriteria CSI

0,81 – 1,00 Sangat Puas

0,66 – 0,88 Puas

0,51 – 0,65 Cukup Puas

0,35 – 0,50 Kurang Puas

0,00 – 0,34 Tidak Puas

Sumber: Panduan survei kepuasan konsumen PT Sucofindo dalam Akbar (2009)

3.6.4 Uji Khi Kuadrat (Chi Square)

(40)

H0 : kedua variabel tidak memiliki hubungan/tidak berkorelasi

H1 : kedua variabel memiliki hubungan/berkorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai Chi Square hitung dengan Chi Square tabel. Hipotesis nol ditolak jika nilai Chi Square hitung lebih besar atau sama dari nilai Chi Square tabel. Dengan demikian, hipotesis nol diterima jika Chi Square hitung lebih kecil daripada nilai Chi Square tabel. Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian adalah sebesar 10 persen. Rumus Chi Square yang digunakan adalah:

2

=

( − )

2

... (5) dimana,

X2 = nilai Chi Square

(41)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Gambaran Umum Perusahaan

Kafetaria “X” mulai dijalankan pada tahun 2005. Pemilik Kafetaria “X” mendirikan usaha ini sebagai upaya untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, pada awalnya, kafetaria ini didirikan hanya dalam bentuk kafetaria yang sederhana yang berlokasi di depan Hero Padjajaran, Bogor. Pada tahun 2008, Kafetaria “X” mulai mengalami perkembangan, dan lokasinya dipindah ke Plaza Ekalokasari di Jalan Siliwangi no.123 Bogor, sebagai salah satu tenant di area foodcourt di plaza tersebut. Lokasi ini cukup strategis mengingat plaza tersebut berada di tempat yang strategis dan ramai pengunjung, serta termasuk mall terkemuka di Kota Bogor. Posisi Plaza Ekalokasari yang berada tidak jauh dari pusat Kota Bogor membuat mall ini banyak dikunjungi oleh warga Bogor (bogorguide.com, 2008) Lokasi ini termasuk lokasi yang mudah dijangkau karena berada dekat jalur kendaraan umum, dan merupakan lokasi yang tepat untuk mendirikan usaha, baik usaha di bidang makanan, maupun toko seperti toko sepatu dan baju. Hal tersebut akan memudahkan konsumen untuk berbelanja dan mencari tempat makan yang diinginkan.

Menu yang disajikan oleh Kafetaria “X” ini adalah menu yang disukai oleh berbagai kalangan. Menu yang disajikan antara lain, bakso yang juga dihadirkan dalam beberapa variasi seperti bakso urat, bakso campur, dan bakso gepeng. Selain itu ada juga pempek kapal selam besar dan kecil, pempek lenggang, otak-otak, siomay, nasi goreng spesial, dan batagor. Menu minuman juga bervariasi, mulai dari teh botol, kopi hitam, teh tarik, aneka juice, susu soda, milkshake, hingga menu minuman yang unik yaitu avocado negro.

(42)

4.1.1 Segmentation, Targetting, Positioning

Segmentation atau segmentasi pasar Kafetaria “X” secara geografis adalah kota Bogor. Segmentasi secara demografis yaitu pria dan wanita, usia remaja (13-18 tahun), dewasa (19-35 tahun), dan separuh baya (36-50), dan dari segi pendapatan termasuk kalangan menengah ke atas. Berdasarkan segmen tersebut dapat diketahui bahwa target pasar utama konsumen Kafetaria “X” adalah masyarakat yang memiliki usia 13-50 tahun, dengan status ekonomi menengah ke atas yang memiliki daya beli yang baik terhadap produk Kafetaria “X”. Segmen ini ditentukan dengan alasan harga produk yang ditetapkan Kafetaria “X” termasuk harga yang cukup bersaing dengan kafetaria yang menyajikan menu atau produk yang sama.

Positioning Kafetaria “X” adalah kualitas produk dan pelayanan yang baik. Kafetaria “X” memiliki menu makanan yang disukai berbagai kalangan dan terjaga kualitasnya baik dari segi rasa maupun jaminan produk yaitu kehalalan dan kebersihan.

4.1.2 Strategi Produk

Produk adalah segala sesuatu yang dapat dipasarkan ke suatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen. Kafetaria “X” menyajikan produk yang berkualitas meskipun memiliki pesaing dengan usaha sejenis. Makanan dan minuman yang ada pada daftar menu Kafetaria “X” adalah makanan yang memiliki rasa yang baik namun tetap memiliki perbedaan dengan produk pesaing, dan produk tersebut halal untuk dikonsumsi. Meskipun terdapat menu minuman yang merupakan hasil kreasi sendiri, seperti avocado negro, namun telah dipastikan bahwa komposisinya halal, dan yang pasti tidak membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membuatnya.

4.1.3 Strategi Harga

(43)

4.1.4 Strategi Tempat

Tempat merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Kafetaria “X” ini merupakan tenant di area foodcourt di Plaza Ekalokasari di Jalan Siliwangi no.123 Bogor, Botani Square di Jalan Raya Padjajaran, dan Bogor Trade Mall di Jalan. Ir. H. Juanda no. 68. Pemilihan lokasi dianggap dekat dengan akses jalan utama di Kota Bogor dan dekat dengan pusat aktivitas masyarakat.

4.1.5 Strategi Promosi

Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat produknya dan untuk meyakinkan pelanggan agar membeli produk tersebut. Promosi Kafetaria “X” untuk saat ini hanya menggunakan tenaga penjualan yaitu pramusaji yang menawarkan produk langsung ke konsumen yang lewat.

4.1.6 Strategi Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah semua partisipan yang memainkan sebagian penyajian jasa, yaitu peran selama proses dan konsumsi jasa berlangsung dalam waktu riil jasa, oleh karenanya dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Yang dimaksud dengan partisipan ini antara lain adalah staf perusahaan, pelanggan dan pelanggan lain dalam lingkungan jasa tersebut. Sumber daya manusia pada Kafetaria “X” memiliki peran yang penting. Pramusaji sangat berperan penting untuk memasarkan produk Kafetaria “X” mengingat promosi yang dilakukan dengan menggunakan tenaga pramusaji yang menawarkan langsung produk Kafetaria “X” kepada konsumen. Pramusaji Kafetaria “X” diberikan pengarahan sebelum memulai kerja dan pelatihan langsung sambil bekerja (on the job training) bagi pramusaji baru.

4.1.7 Strategi Bukti Fisik

(44)

Ekalokasari merupakan tempat yang terstrategis yaitu berada di dekat bioskop dan area makan bagi perokok dan non perokok.

4.1.8 Strategi Proses

Proses mencerminkan bagaimana semua elemen pemasaran jasa dikoordinasikan untuk menjamin kualitas dan konsistensi jasa yang diberikan kepada pelanggan. Kerjasama yang baik antara pemilik Kafetaria “X” dengan para karyawan, yaitu kasir dan pramusaji, sangat penting dalam elemen proses.

4. 2. Uji Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kusioner. Kuesioner ini harus diuji terlebih dahulu sebelum disebarkan kepada konsumen. Uji instrumen ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 17.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Uji kuesioner bertujuan untuk menentukan apakah alat ukur ini benar-benar dapat digunakan dan mampu dipahami responden dan benar-benar andal. Uji kuesioner terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas.

4.2.1 Uji Validitas

Uji validitas dimaksudkan untuk menguji pertanyaan kuesioner untuk memastikan bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar mampu dipahami dengan baik oleh responden, sehingga responden tidak mengalami kesalahpahaman terhadap pertanyaan kuesioner. Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Uji validitas dilakukan kepada 30 responden. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas kuesioner adalah teknik korelasi Product Moment Pearson dengan rumus:

= ( ∑ ) –( ∑ ∑ )

[ ∑ ( ∑ ) ][ ∑ ( ∑ ) ] ... (6)

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara gejala x dan gejala y x = skor butir item

(45)

Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriteria (skor total) serta korelasinya tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r =0,300. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,300 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid (guruvalah.20m.com, 2010). Hasil uji validitas kepentingan dan kinerja seluruh atribut lebih besar dari 0,300 dan dengan demikian dinyatakan valid. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.2.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk memastikan bahwa jawaban responden terhadap pertanyaan dalam kuesioner adalah konsisten. Uji reliabilitas dilakukan kepada 30 responden Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas berasal dari skor-skor dari pertanyaan pada kuesioner yang valid. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach. Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrument dengan menggunakan Alpha Cronbach adalah sebagai berikut

=

( ) [1

∑ ] ... (7)

Keterangan:

r = koefisien reliabilitas instrument (Alpha Cronbach) k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

σ = total varians butir

σ = total varians

(46)

4. 3. Karakteristik Konsumen

4.3.1 Karakteristik Demografi

a. Pengelompokan Konsumen

Pada penelitian ini, karakteristik konsumen dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, alamat atau lokasi tempat tinggal, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, rata-rata pendapatan per bulan, rata-rata pengeluaran per bulan. Pada penelitian ini juga dapat dilihat jumlah konsumen yang baru berkunjung satu kali dan jumlah konsumen yang berkunjung dua kali atau lebih ke Kafetaria “X”. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner, didapat bahwa jumlah konsumen baru yang berkunjung ke Kafetaria “X” adalah sebanyak 33 persen (30 orang) dan yang berkunjung dua kali atau lebih sebanyak 67 persen (60 orang), yang berarti sudah menjadi pelanggan Kafetaria “X”. Responden diberikan kuesioner saat setelah makan sehingga konsumen sudah dapat menilai tingkat kinerja Kafetaria “X” dan membandingkannya dengan tingkat kepentingan. Konsumen yang baru pertama kali berkunjung ke Kafetaria “X” juga dapat menilai kepuasan mereka terhadap kinerja Kafetaria “X”. Untuk melihat perbandingan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Jumlah kunjungan responden

satu kali 33% dua kali

(47)

b. Jenis Kelamin

Konsumen berjenis kelamin pria sebanyak 48 persen (43 orang) dan konsumen berjenis kelamin wanita sebanyak 52 persen (47 orang). Hal ini berarti jumlah konsumen wanita lebih banyak daripada konsumen pria. Lebih banyaknya konsumen wanita dibandingkan pria dikarenakan penyebaran kuesioner dengan metode convinience sampling. Untuk melihat perbandingan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik jenis kelamin responden

c. Usia

Konsumen Kafetaria “X” yang menjadi responden dalam penelitian ini didominasi oleh konsumen berusia 15-25 tahun, yaitu sebanyak 85 persen (76 orang). Konsumen berusia 26-35 tahun adalah sebanyak 10 persen (9 orang), usia 36-45 tahun sebanyak 3 persen (3 orang), dan usia 46-55 tahun sebanyak 2 persen (2 orang) Hal ini dikarenakan pada umumnya konsumen yang berusia 15-25 tahun lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah, lebih sering menghabiskan waktu dengan teman, dan cenderung lebih suka untuk mencoba hal-hal baru. Penyebaran usia konsumen dapat dilihat pada Gambar 7.

pria, 48% w anit a,

(48)

Gambar 7. Karakteristik usia responden

d. Alamat

Konsumen Kafetaria “X” ini didominasi oleh konsumen yang beralamat di Kota Bogor, yaitu sebanyak 91 persen (82 orang). Hal ini dikarenakan alamat responden dekat dengan lokasi Kafetaria “X”. Konsumen yang beralamat di Jakarta sebanyak 6 persen (5 orang), Depok 2 persen (2 orang), dan Tangerang 1 persen (1 orang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8. Konsumen dari wilayah Jakarta sebanyak 6 persen (5 orang) adalah konsumen yang sering datang ke Bogor bersama rekannya.

Gambar 8. Karakteristik alamat responden

e. Status Pernikahan

Konsumen Kafetaria “X” yang menjadi responden dalam penelitian ini didominasi oleh orang yang belum menikah yaitu sebanyak 98 persen atau sebanyak 88 orang. Hal ini disebabkan oleh kecendrungan orang yang masih lajang untuk makan di luar dan beraktivitas di luar rumah lebih tinggi daripada orang yang sudah menikah. Konsumen yang belum

15-25 85% 26-35

10% 36-45

3% 46-55

2%

Jakart a 6% Depok

2%

Bogor 91%

(49)

menikah adalah sebanyak 2 persen atau sebanyak 2 orang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Karakteristik status pernikahan responden

f. Pendidikan Terakhir

Jumlah konsumen terbanyak adalah konsumen dengan latar belakang pendidikan diploma/akademi, yaitu sebanyak 60 persen (54 orang), dan sebanyak 21 persen (19 orang) merupakan konsumen dengan latar belakang pendidikan sarjana. Hal ini dapat disebabkan karena di Kota Bogor terdapat banyak mahasiswa dari suatu perguruan tinggi negeri yang ternama yaitu Institut Pertanian Bogor. Konsumen dengan pendidikan terakhir SMA adalah sebanyak 18 persen atau 16 orang dan pascasarjana sebanyak 1 persen atau 1 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Karakteristik pendidikan terakhir responden

g. Pekerjaan

Konsumen Kafetaria “X” yang menjadi responden dalam penelitian ini didominasi oleh pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 60 persen (54 orang). Hal tersebut disebabkan karena mahasiswa juga masih sering

belum menikah

98% sudah

menikah 2%

SM A 18%

Diplom a/ Ak ademi

60% Sarjana

21%

(50)

makan di luar rumah, dan menyukai menu yang disajikan Kafetaria “X”. Responden kedua terbanyak adalah pegawai swasta sebanyak 20 persen (18 orang). Konsumen yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 9 persen (8 orang). Konsumen yang bekerja sebagai pegawai negeri sebanyak 7 persen (7 orang), dan pekerjaan lainnya 3 persen (3 orang). Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa seringkali pegawai swasta juga meluangkan waktu untuk bersantai pada weekend, namun ada juga yang menikmati menu Kafetaria “X” setelah jam kerja. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Karakteristik pekerjaan responden

h. Rata-rata Pendapatan per Bulan

(51)

Gambar 12. Karakteristik rata-rata pendapatan per bulan

i. Rata-rata Pengeluaran per Bulan

Konsumen terbanyak pada penelitian ini adalah konsumen dengan rata-rata pengeluaran per bulan Rp.500.000-Rp.1.500.000 (48 persen atau 43 orang). Pada posisi kedua terbanyak adalah konsumen dengan rata-rata pengeluaran per bulan Rp.1.500.0001-Rp.2.500.000 (28 persen atau 25 orang). Hal ini dikarenakan sebagian besar konsumen Kafetaria “X” ini masih berstatus pelajar/mahasiswa. Konsumen dengan rata-rata pengeluaran per bulan kurang dari Rp.500.000 adalah 18 persen (16 orang), Rp.2.500.001-Rp.3.500.000 sebanyak 1 persen (1 orang), lebih dari Rp.3.500.000 sebanyak 5 persen (5 orang). Lebih jelasnya penyebaran rata-rata pengeluaran per bulan dari konsumen dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Karakteristik rata-rata pengeluaran per bulan

(52)

4.3.2 Pengalaman dan Pengetahuan Konsumen

a. Frekuensi Konsumen Makan di Luar Rumah

Konsumen yang makan di luar rumah dengan persentase paling besar adalah konsumen yang setiap hari makan di luar rumah (57 persen atau 51 orang). Hal tersebut dapat diakibatkan oleh sebagian besar konsumen yang masih berstatus sebagai pelajar/mahasiswa. Sebanyak 31 persen (28 orang) konsumen makan di luar rumah dua kali dalam seminggu, 8 persen (7 orang) satu minggu sekali, dan 4 persen (4 orang) dua sampai tiga minggu sekali. Lebih jelasnya penyebaran frekuensi konsumen makan di luar rumah dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Frekuensi makan di luar rumah

b. Lama Waktu Konsumen Mengetahui Kafetaria “X”

Pada Gambar 15 dapat dilihat persentase lama waktu konsumen mengetahui Kafetaria “X”. Persentase tertinggi adalah 43 persen (39 orang) yaitu 6 bulan-1 tahun yang lalu. Persentase tertinggi kedua adalah 41 persen (37 orang) yaitu lebih dari 1 tahun yang lalu. Kafetaria “X” ini sudah ada di Plaza Ekalokasari selama 3 tahun dan hal ini dapat membuktikan bahwa Kafetaria “X” ini sudah cukup lama dikenal oleh konsumennya. Sebanyak 12 persen (11 orang) konsumen mengetahui Kafetaria “X” 3-6 bulan yang lalu, 4 persen (3 orang) mengetahui Kafetaria “X” kurang dari 3 bulan yang lalu.

set iap hari 57% > 2x 1

M inggu 31%

1 m inggu sekali

8%

2-3 minggu sekali

(53)

Gambar 15. Lama waktu konsumen mengetahui Kafetaria “X”

c. Frekuensi Konsumsi Menu Kafetaria “X”

Pada Gambar 16 dapat dilihat persentase frekuensi konsumsi menu Kafetaria “X”. Persentase tertinggi adalah lebih dari 1 bulan sekali (43 persen atau 39 orang). Hal tersebut disebabkan karena konsumen yang sebagian besar terdiri dari pelajar/mahasiswa dan masih suka mencoba hal-hal baru dan menu makanan yang bervariasi. Sebanyak 28 persen (25 orang) konsumen mengkonsumsi menu Kafetaria “X” sebanyak satu kali dalam sebulan, 10 persen (9 orang) lebih dari satu kali dalam seminggu, 9 persen (8 orang) dua sampai tiga minggu sekali, 8 persen (7 orang) satu minggu sekali, 2 persen (2 orang) setiap hari.

Gambar 16. Frekuensi konsumsi menu Kafetaria “X”

Gambar

Gambar 1. Jumlah restoran di kota Bogor (Dinas Informasi Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2009)
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1. Skor penilaian kinerja dan kepentingan konsumen
Gambar 4. Diagram Kartesius (Supranto, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dari apa yang diungkapkan di atas, dalam praktik penyelesaian perkara pidana, utamanya dengan proses diversi, keterlibatan tokoh masyarakat yang

Hasil analisa terhadap kedua faktor tersebut diperoleh masukan bahwa: (a) mahasiswa yang menyatakan sikap biasa saja bila memperoleh nilai C sebagian besar juga

Seperti yang diungkapkan Sugiyono (2012:11) “metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi penelitianmelakukan

Pada leguminosa herba petani menjadi tertarik dalam beberapa hal, antara lain: (1) Hijauan pakan ini mampu meningkatkan kesuburan lahan setelah penanaman

Karena pada prinsipnya kelima agama tersebut yakni; agama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu dan Budha, menentang keras tentang adanya perkawinan beda agama

Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain

Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, maka akan diperoleh enam belas macam pengetahuan yang disebut ñana, diantaranya dapat mengetahui atau melihat nama (batin) dan rupa

Hubungan dalam organisasi tidak menjadi faktor stres karena dari wawancara diketahui bahwa keadaan organisasi baik- baik saja, hubungan dengan pimpinan dan rekan