• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah alur dalam novel MADA "sebuah nama yang terbalik" Karya Abdullah Wong dan Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Masalah alur dalam novel MADA "sebuah nama yang terbalik" Karya Abdullah Wong dan Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra indonesia"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

MASALAH ALUR DALAM NOVEL

MADA, SEBUAH NAMA YANG TERBALIK KARYA

ABDULLAH WONG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nur Laela Sari

1111013000061

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah Swt atas segala

limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini. Salawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan untuk Nabi besar

Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan umatnya.

Penulis menyusun penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat

mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan

penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan

semangat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Makyun Subuki, M.Hum., ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.

3. Dona Aji Karunia, M.A., sekertaris jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.

4. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar

membimbing dan memberikan dorongan untuk segera merampungkan

penelitian ini.

5. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu selaku orang tua yang sangat luar biasa memberikan

semangat untuk segera merampungkan penelitian ini dan segera meraih

gelar Sarjana.

7. Abdullah Wong yang telah berkenan meluangkan waktu untuk

diwawancarai penulis, untuk memberikan informasi sebagai data

penunjang penelitian ini, dan memberikan izin untuk melakukan

penelitian terhadap novel ini.

(6)

8. Rizki Kurnia Sari, Raudhah, Yuanita Tala, Maimunah, Redita Dwi

Pinasti, Desi Komalasari, dan Fenty Yanuarti, sahabat terdekat penulis

yang selalu memberikan dukungan, saran, dan motivasi kepada penulis.

9. Mochamad Irwansyah, sahabat, teman berbagi, dan pendamping

terhebat bagi penulis. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, kasih

sayang, dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu

berkat dukungan dan motivasi yang diberikan.

10. Teman-teman PBSI angkatan 2011, khususnya kelas B yang senantiasa

menemani tidak hanya selama perkuliahan tapi diwaktu-waktu

senggang lainnya.

Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kalian semua. Penulis

mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan

penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat

bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.

Jakarta, 03 Oktober 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 4

C. Batasan Masalah 5

D. Rumusan Masalah 5

E. Tujuan Penelitian 5

F. Manfaat Penelitian 5

G. Metode Penelitian 6

1. Pendekatan 6

2. Subjek dan Objek Penelitian 6

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 7

4. Teknik Analisis atau Pengolahan Data 7

5. Teknik Penulisan 8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Novel 9

1. Pengertian Novel 9

2. Jenis-Jenis Novel 12

a. Novel Populer 12

b. Novel Serius 13

B. Alur 15

C. Pembelajaran Sastra di Sekolah 20

D. Penelitian Relevan 24

(8)

BAB III ANALISIS

A. Unsur Intrinsik 28

1. Tema 28

2. Tokoh dan Penokohan 30

3. Latar dan Setting 41

4. Alur 46

5. Bahasa 48

6. Sudut Pandang 49

7. Amanat 50

B. Alur 53

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran 107

BAB V PENUTUP A. Simpulan 109

B. Saran-saran 110

DAFTAR PUSTAKA... 111

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biografi Pengarang dan Sinopsis Novel

Lampiran 2 Sekuen Peristiwa

Lampiran 3 Bagan Alur

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biografi Penulis dan Sinopsis Novel

Lampiran 2 Sekuen Peristiwa

Lampiran 3 Tabel Alur

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 5 Surat Uji Referensi

Lampiran 6 Lembar Uji Referensi

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barangkali juga keanehan yang

mungkin tidak dapat dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan lainnya,

karena memiliki objek utama penelitian yang tidak tentu.1 Kata sastra dapat ditemukan dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda-beda satu dengan

yang lainnya. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra bukan hanya istilah

untuk menyebutkan fenomena yang sederhana dan gamblang. Sastra

merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang

berbeda-beda.2 Sastra adalah kristalisasi keyakinan, nilai-nilai, dan norma- norma yang disepakati masyarakat. Setidaknya begitulah yang terjadi di zaman

lampau ketika kepengarangan tidak dimasalahkan dan berbagai jenis tradisi

lisan dimiliki beramai-ramai oleh masyarakat, tidak oleh individu.3 Sastra berasal dari kata sas (sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar,

memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi secara

leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku

pengajaran yang baik.4

Sastra merupakan sebuah sarana yang memiliki nilai seni yang sarat

akan nilai-nilai kehidupan manusia yang dapat mengarahkan, mengajarkan,

dan memberi petunjuk bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-

hari agar menjadi manusia yang lebih baik kedepannya.

Karya sastra merupakan gabungan antara kenyataan dan khayalan.

Seorang pengarang mengungkapkan semua pengalaman dan pengetahuan

yang didapatkannya dari lingkungan kehidupan sehari-hari, kemudian diolah

dengan kemampuan imajinasinya.

1

A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984), h.21.

2

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, “Pegangan Guru Pengajar Sastra”,

(Yogyakarta, Kanisius, 1988), h.9.

3

Robert Escarpit, Sosiologi Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.viii.

4

Nyoman Kutha Ratna, S.U “Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta”,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.4.

(11)

Imajinasi menjadi alat bantu sastra dalam mereplikakan pencitraan

kenyataan. Hal ini dibutuhkan bagi manusia sebagai makhluk sosial dalam

berhubungan dengan kenyataan yang ditemui sehari-hari. Oleh karena itu,

imajinasi dalam sastra menjadi suatu sarana bagi manusia untuk memahami

berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi.5

Sastra dipandang sebagai suatu gejela sosial. Sastra dapat ditulis pada

suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat

istiadat zaman itu. Pengarang menggubah karyanya selaku seorang warga

masyarakat tersebut.6

Berdasarkan penjabaran di atas, menjadi landasan yang kuat bahwa

karya sastra merupakan bentuk nyata dari kehidupan yang dituangkan oleh

seorang pengarang ke dalam bentuk imajiner, maka tidak jarang ideologi

seorang pengarang mempengaruhi isi karya sastra. Adanya pengaruh tersebut,

timbullah perbedaan gaya dari masing-masing karya sastra. Perbedaan

tersebut dapat dilihat melalui permasalahan yang diangkat, pelukisan tokoh

dan penokohan, penggunaan gaya bahasa yang digunakan, amanat yang

hendak disampaikan, dan cara pengarang mengemas rangkaian peristiwa di

dalam cerita.

Novel adalah sejenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, dan

latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang

pengarang dan mengandung nilai kehidupan.7

Alur ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan

peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan yang

diakibatkan atau dialami pelaku.8 Alur merupakan salah satu unsur penting yang membangun sebuah cerita. Analisis terhadap alur yang terdapat di dalam

novel dapat memberikan pengetahuan bahwa pada dasarnya sebuah cerita

5

Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.25.

6

Jan van Luxemburg, dkk, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), cet.2, h.23.

h.136.

7

Abdul Rozak Zaidan, dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.3,

8

(12)

3

tidak hanya tersusun secara urutan waktu, akan tetapi juga terdapat hubungan

sebab-akibat yang mendasari terbentuknya sebuah cerita.

Alur dianggap sebagai bagian penting dalam struktur cerita. Hal ini

dikarenakan pemahaman terhadap suatu cerita bergantung kepada alur yang

digunakan pengarang dalam menampilkan cerita. Secara sederhana, dalam

sebuah cerita, peristiwa diceritakan berdasarkan urutan waktu. Peristiwa yang

satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain, permasalahan dalam

sebuah cerita lebih ditekankan pada kelanjutan sebuah peristiwa. Akan tetapi,

peristiwa juga dapat ditampilkan secara tidak kronologis, karena urutan waktu

dapat ditampilkan secara maju, mundur, sorot balik, dan campuran. Selain

ditampilkan secara kronologis, permasalahan sebuah alur juga lebih

ditekankan pada kelogisan hubungan antarperistiwa yang dikisahkan.

Kelogisan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan akan memiliki hubungan

yang saling bersebab-akibat. Peristiwa yang satu hadir disebabkan karena ada

peristiwa lain yang muncul di dalam sebuah cerita. Bahasan mengenai alur

sangat tepat dikaji dengan menggunakan pendekatan objektif. Melalui

pendekatan ini, analisis akan berfokus pada karya sastra. Karya sastra

dipandang sebagai sesuatu yang mandiri.

Alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama yang

Terbalik karya Abdullah Wong merupakan salah satu keunikan yang dimiliki

dalam novel ini. Abdullah Wong menyuguhkan peristiwa-peristiwa yang

sangat menarik dengan menggunakan alur yang unik. Selain itu, novel MADA

memiliki lebih dari satu alur cerita atau dikenal dengan alur ganda, yakni

terdiri dari terdiri atas plot utama dan subplot. Plot utama dalam novel ini

adalah petualangan Mada dan kawan-kawannya dalam mencari Buku

Gunadarma. Sedangkan, subplot dalam novel ini adalah bagian yang

menceritakan kisah kehidupan Mada dan kawan-kawannya.

Kajian terhadap alur dalam novel ini juga ditunjukan sebagai sarana

untuk pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. Terlebih, dalam

(13)

memahami mengenai tahapan alur yang tersusun berdasarkan urutan waktu,

sebab-akibat yang menjadi dasar terjadinya sebuah peristiwa, dan kelogisan

sebuah peristiwa yang terdapat di dalam sebuah novel. Selain itu, sebagai

lembaga pendidikan, sekolah bertugas memberikan pembelajaran moral,

agama, dan sosial kepada para peserta didik. Pembelajaran ini bisa dilakukan

dengan memberikan pembinaan melalui karya sastra. Pada hakikatnya, novel

MADA merupakan novel yang berisi cerita yang baik dan menarik yang turut

memberikan pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan

watak, prilaku, dan kepribadian anak. Berdasarkan latar belakang tersebut,

penulis tertarik untuk menganalisis masalah alur yang terkandung di dalam

sebuah karya sastra, khususnya novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik

karya Abdullah Wong.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjabaran yang melatarbelakangi diambilnya judul

mengenai “Masalah Alur yang terdapat di dalam novel MADA, Sebuah Nama

yang Terbalik”, identifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut:

1. Peserta didik mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi lebih

lanjut mengenai unsur-unsur intrinsik di dalam sebuah karya

sastra.

2. Sulitnya memahami alur novel MADA, Sebuah Nama yang

Terbalik.

3. Kurangnya pemahaman mengenai analisis alur pada pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. Masalah alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik

karya Abdullah Wong belum adanya implikasi terhadap kajian

(14)

5

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan

diteliti agar pembahasan lebih terarah, spesifik, dan sistematik. Untuk

menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan, maka penelitian ini

akan memberikan penjelasan secara deskriptif mengenai “Masalah Alur

dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.

D. Rumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan

berikut:

1. Apa masalah alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah

Nama yang Terbalik Karya Abdullah Wong?

2. Bagaimana implikasi penelitian yang akan dilakukan terhadap

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan masalah alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah

Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.

2. Mendeskripsikan hasil penelitian dan implikasinya terhadap

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang terkait, terutama bagi pihak-pihak berikut ini:

1. Manfaat Akademis

a) Penelitian ini menjadi sebuah kajian yang menarik dalam

menempatkan novel sebagai salah satu media untuk memperoleh

pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan pembaca dalam

(15)

b) Penelitian ini dapat menambah khazanah juga referensi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan sastra.

2. Manfaat Praktis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

menambah wawasan pendidikan sastra bagi mahasiswa.

b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan ajar guru Bahasa

dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan analisis

siswa dalam pembelajaran sastra.

c) Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan

peserta didik untuk memahami sebuah karya sastra lebih kritis.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan analisis isi (content analysis) yang sering kali digunakan

untuk mengkaji pesan-pesan. Metode ini bertujuan untuk mencari makna

kata maupun kalimat serta makna tertentu yang terkandung dalam sebuah

karya sastra. Melalui metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi ini

bertujuan untuk mengetahui masalah alur yang terdapat di dalam novel

MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.

Penulisan ini menekankan pada analisis masalah alur yang

terdapat dalam novel MADA dengan menggunakan pendekatan tekstual,

yaitu mengacu kepada teks yang terdapat di dalam karya tersebut. Penulis

mencoba menguraikan masalah alur yang terdapat di dalam novel.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dan objek penelitian berkaitan dengan tempat memperoleh

data. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah masalah

alur dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah

(16)

7

Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong terbitan Makkatana, Jakarta,

tahun 2013.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

metode simak yang diikuti dengan teknik lanjutan catat, karena datanya

berupa teks. Teknik catat ini dilakukan dengan mencatat beberapa bentuk

yang relevan bagi penelitian.9 Penulis mencari data-data mengenai hal atau variabel yang sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra,

dalam hal ini analisis masalah alur. Langkah-langkah pengumpulan data,

yakni membaca novel MADA secara cermat dan berulang-ulang. Setelah

itu, dilakukan analisis secara mendalam mengenai masalah alur yang

terdapat dalam novel MADA dengan menganalisis kronologis dan

kelogisan setiap peristiwa yang terdapat di dalam novel dengan disertai

sekuen peristiwa dan tabel alur.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi teks, yakni dengan cara mengamati data-data yang terdapat

dalam novel MADA.

b. Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data berupa

buku penelitian, buku pendidikan, dan buku teori sastra.

4. Teknik Analisis atau Pengolahan Data

Menurut Bogdan, analisis data dalam penelitian kualitatif adalah

proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang

lain.10 Pada tahap pengolahan data, peneliti menganalisis unsur intrinsik

yang difokuskan pada masalah alur yang terdapat dalam novel MADA.

9

Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.94.

10

(17)

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan menggunakan buku panduan dari FITK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2011/2012, yakni Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Penulis membagi dalam empat bab

yang dapat dilihat dalam sistematika penulisan di bawah ini.

Bab I Pendahuluan, terbagi atas; latar belakanng masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II Kajian Teori terbagi atas; novel, alur, pembelajaran sastra

di sekolah, dan penelitan relevan.

Bab III Analisis terbagi atas, analisis unsur intrinsik, analisis

masalah alur, dan implikasi terhadap pembelajaran.

(18)

BAB II LANDASAN

TEORI

A. Novel

1. Pengertian Novel

Novel merupakan sastra yang cukup tua di samping puisi dalam

perjalanan sejarah kesusastraan Indonesia kalau dibandingkan dengan

bentuk-bentuk karya sastra lainnya seperti cerpen, esai atau kritik, dan

drama.1

Kata novel berasal dari bahasa Latin, yakni novellus yang dalam

bahasa Inggris novies yang berarti “baru”. Pengertian “baru” merujuk

pada jenis-jenis sastra lain, seperti puisi, drama, dan lain-lainnya yang

lebih dulu muncul dibandingkan novel.2

Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, dan

latar rekaan yang menceritakan kehidupan manusia atas dasar sudut

pandang pengarang dan mengandung nilai kehidupan yang diolah dengan

teknik lisan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulis.3 Novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada

saat novel itu ditulis dan bersifat realistis.4 Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis sengat

meyakinkan), sebagai cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup

seseorang dan zamannya.5

Novel merupakan salah salah satu genre sastra yang mengangkat

problematika kehidupan yang dialami oleh seorang tokoh dengan teknik

penceritaan mengalir dan penggunaan latar yang ada di dalam cerita oleh

seorang pengarang. Cerita yang ada merupakan perpaduan pengalaman

65-67.

h.180.

1

Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), cet.2, h.

2

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h.167.

3

Abdul Rozak Zidan, dkk. Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet.3,

4

Rene wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.282.

5Ibid,

h.276.

(19)

kehidupan yang dialami oleh seorang pengarang dengan proses imajinatif

yang dimiliki pengarang, sehingga novel sarat akan makna yang dapat

bermanfaat bagi kehidupan pembacanya.

Novel merupakan sebuah karya totalitas yang bersifat artistik

yang dihasilkan oleh pengarang. Sebagai sebuah totalitas, novel memiliki

unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang berfungsi

membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik

dan ekstrinsik.

Menurut Burhan Nurgiantoro dalam bukunya Teori Pengkajian

Fiksi, novel dibangun oleh unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik

adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-

unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra,

unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.6

a. Tema, yaitu gagasan sentral dalam suatu karya sastra. Dalam novel,

tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam sebuah

plot.7

b. Alur, yaitu rentetan peristiwa yang biasanya bersebab-akibat atau

berkaitan secara kronologis. Alur terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap

perkenalan, tahap pertikaian, tahap akhir. Pada tahap perkenalan

dilukiskan tempat, waktu, dan tokoh pada tempat dan saat tertentu.

Pada tahap pertikaian dilukiskan munculnya pertikaian yang

berkembang menuju puncak atau klimaks. pertikaian dapat berupa

konflik batin dalam diri sendiri, antartokoh dalam suatu keluarga atau

masyarakat. Pada tahap akhir dilukiskan penyelesaian konflik masalah

yang dihadapi.8

c. Latar, yaitu lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

6

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), cet.10, h. 9.

7

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.75.

8

(20)

11

berlangsung. Latar dapat berwujud dekor atau tempat. Selain itu, latar

juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun),

cuaca, atau satu periode sejarah. Penggunaan latar penting di dalam

cerita untuk membuat pembaca merasa penasaran dengan inti cerita

yang ada di dalam novel.9 d. Tokoh dan penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau

berlakuan dalam berbagai peristiwa di dalam cerita. Selain terdapat

tokoh utama (protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting

adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk

mengimbangi tokoh utama. Tokoh-tokoh lain yang fungsinya hanya

melengkapi disebut tokoh bawahan.10 Sedangkan, penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat, atau

kebiasaan tokoh dalam pemeran suatu cerita. Watak dan sifat tokoh itu

terlihat dalam lakuan fisik (tindakan dan ujaran) dan lakuan rohani

(renungan atau pikiran).11 e. Sudut pandang

Sudut pandang adalah cara bercerita yang digunakan oleh pengarang

dari titik pandang mana atau siapa cerita itu dikisahkan. Pusat

pengisahan menerangkan “siapa yang bercerita”.12

f. Amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada

pembaca baik secara tersurat maupun tersirat yang disampaikan

melalui karyanya.13

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pengaruh luar dan unsur

lahiriah yang terdapat dalam karya sastra.14 Unsur ekstrinsik berkaitan

35.

9

Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stantion, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.28-

10

Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan

Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), cet.2, h.86.

11

Abdul Rozak Zaidan, dkk, op cit, h.206.

12

Rahmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya,

(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008), cet.5, h.75.

13

(21)

dengan keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,

keyakinan, dan pandangan hidup. Unsur biografi pengarang akan turut

menentukan corak karya sastra yang dihasilkan. Unsur psikologi

pengarang sangat berpengaruh dari ekonomi, politik, dan sosial.15

Dapat dikatakan, unsur ekstrinsik juga sangat mempengaruhi

jalannya cerita di dalam sebuah novel. Terlebih dalam proses penciptaan

sebuah karya sastra, yakni novel. Seorang pengarang selain memadukan

pengalaman hidupnya dengan proses imajinasinya, juga menuangkan

pemikiran dan pandangan hidupnya.

2. Jenis Novel

a. Novel Populer

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan

banyak penggemarnya, khususnya pembaca dari kalangan remaja.

Novel jenis ini selalu menampilkan permasalahan yang aktual sesuai

dengan zamannya. Novel populer pada umumnya hanya bersifat

sementara sehingga jenis novel populer biasanya mudah dilupakan

untuk orang terlebih apabila muncul novel-novel baru yang lebih

populer pada masa berikutnya. Contoh novel populer seperti Karmila

dan Badai Pasti Berlalu (Marga T).16

Novel populer memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Bertemakan asmara dengan ceritanya pria tampan dan wanita

cantik dengan kehidupan yang bersuasana mewah;

2) Plot sengaja dibuat lancar dan sederhana;

3) Perwatakan tokoh tidak dikembangkan sehingga terasa dangkal;

4) Menggunakan bahasa yang aktual, lincah, dan gaya cerita yang

sentimental.

h.101.

14

Suparman Natawidjaja, Apresiasi Sastra & Budaya, (Jakarta: PT Intermasa, 1982), cet.2,

15

Burhan Nurgiantoro, op cit, h.9.

16 Ibid,

(22)

13

5) Bertujuan untuk menghibur sehingga cerita yang disuguhkan

dengan cara yang mengasyikan dan ringan, namun memiliki

ketegangan, penuh aksi, warna, dan humor.

6) Bersifat komersial dan komunikatif.

Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa novel

populer adalah jenis novel yang bersifat komersial, tidak begitu

mementingan nilai atau mutu karya itu sendiri, tetapi lebih

kepada penjualan novelnya semata karena tema cerita yang

sesuai dengan zamannya yang disuguhkan secara ringan dengan

bahasa yang komunikatif sehingga pembaca seakan larut dalam

alur ceritanya. Bahasa yang ringan dan mudah dipahami menjadi

nilai lebih untuk jenis novel ini karena pembaca tidak

menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca jenis novel

ini.

b. Novel Serius

Novel serius adalah novel bermutu sastra atau disebut juga

novel literer. Novel serius menyajikan persoalan-persoalan

kehidupan manusia secara serius. Contohnya, novel Gairah untuk

Hidup dan untuk Mati, Pada Sebuah Kapal, Burung-burung Manyar,

Para Priyayi, Saman, dan Supernova.17 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius memiliki fungsi sosial, yakni novel

berfungsi untuk membina masyarakat menjadi manusia. Novel serius

cenderung melakukan penggalian dan eksplorasi dalam berbagai

unsur, yakni tema, plot, tokoh, konflik, gaya bahasa, dan lain-lain.

Adapun tema percintaan dan asmara di dalam novel serius hanyalah

sebuah pelengkap. Kisah cinta diungkapkan dengan perspektif yang

berbeda dan baru.

Novel serius memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

17

(23)

1) Temanya mengetengahkan persoalan kehidupan manusia yang

universal, seperti persoalan atau kejadian dalam kehidupan

manusia yang serius, berat dan dalam. Kejadian tersebut

dialami, sudah dialami, atau akan dialami manusia kapan saja

dan di mana saja;

2) Penggarapan cerita dikupas secara mendalam. Hal ini

diungkapkan karena kematangan pribadi pengarangnya sebagai

intelektual yang kaya dengan ide-ide, gagasan, dan petuah-

petuah tentang kehidupan;

3) Menuntut aktivitas pembaca secara lebih serius, menuntut

pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya;

4) Isi cerita penuh dengan inovasi, segar, dan baru;

5) Bahasanya standar dan terpelihara, banyak inovasi, dan gaya

bahasanya menarik;

6) Mementingkan tema, karakteristik, plot, dan unsur-unsur cerita

lainnya dalam membangun cerita.

Dari ciri-ciri tersebut, jelas bahwa novel serius adalah novel

yang mengutamakan mutu dan kualitas dari novel itu sendiri.

pembaca tidak hanya disuguhkan cerita yang hanya sebatas

menghibur saja, tetapi juga dapat memperoleh makna di balik

ceritanya. Pembaca dapat mengambil pesan dari cerita yang ada.

Alur cerita yang bermutu ini tentunya tidak terlepas dari peran

pengarang dalam membuat novel ini yang tidak hanya sekedar

membuat, akan tetapi juga menggabungkan ide, gagasan, dan

pengalaman yang dimiliki sehingga menghasilkan novel yang

berkualitas.

Berdasarkan penggolongan jenis-jenis novel berdasarkan

Burhan Nurgiantoro, menurut asumsi peneliti bahwa novel MADA,

Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong dapat

dikategorikan ke dalam jenis novel serius karena mengangkat tema

(24)

15

dan penggarapan cerita yang dikupas secara mendalam dengan

kemasan yang menarik dan dibangun dengan unsur-unsur intrinsik

yang kuat.

B. Alur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), alur adalah

rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan

menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke arah klimaks dan

penyelesaian untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh

hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab-

akibat).18

Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung

secara kausal. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau

menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena

akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Alur merupakan tulang punggung

cerita. berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya

sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah

cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman

terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas,

dan keberpengaruhannya. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan

akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam

kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.19 Selain kausalitas, pengarang juga menggambarkan peristiwa secara

pararel dan kemiripan di antara tokoh, situasi, dan peristiwa. Hal ini dicapai

dengan cara sedemikian rupa sehingga novel yang tercipta memiliki

koherensi, sekalipun alurnya tidak tersusun berdasarkan hubungan-hubungan

18

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia “Edisi Keempat”, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), h.45.

19

(25)

kronologis dan kausalitas. Sebuah novel dapat pula dibentuk oleh tokoh atau

peristiwa yang serupa.20

Hal ini tentunya berkaitan dengan kreatifitas seorang pengarang dalam

menghasilkan sebuah karya sastra. Seorang pengarang dengan sekreatif

mungkin mengemas setiap peristiwa agar menjadi daya tarik bagi pembaca.

Salah satunya ialah dengan menggunakan alur yang tidak kronologis

bentuknya. Akan tetapi, penggunaan alur yang tidak kronologis dapat

membuat jalan cerita menjadi kabur namun bagaimana pun bentuknya

penggunaan alur dalam sebuah novel oleh seorang pengarang, tetap saja

menjadi salah satu unsur penting dalam membentuk suatu jalan cerita yang

utuh.

Alur yang tersusun secara kronologis ialah urutan peristiwa yang

diceritakan berdasarkan urutan kewaktuan. Tersusun berdasarkan urutan

waktu kapan peristiwa tersebut terjadi. Misalnya hari-hari sebelumnya, pagi

ini pun Yeni bangun pukul 05.00 WIB. Ini merupakan prestasi yang telah

biasa dialaminya dan jarang terlambat. Kesadarannya segera membayangkan

pada berbagai kegiatan rutin yang telah biasa dialaminya. Dimulai dari

menyucikan diri, sembahyang, mandi, sarapan pagi, dan akhirnya berangkat

ke sekolah dengan sepedanya. Di sekolah kegiatan yang tidak kalah

rutinitasnya, siap menunggu. Yeni menjalani semua itu dengan perasaan yang

biasa-biasa saja tanpa perasaan bosan. Ia menjalaninya begitu saja dengan

kawan dan seluruh kegiatannya itu untuk menunggu bel jam pulang. Peristiwa

yang terjadi pada contoh di atas merupakan suatu peristiwa yang terjadi

secara rutin dan telah menjadi kebiasaan. Apa yang terjadi kemudian tidak

disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Peristiwa-peristiwa

tersebut muncul secara berurutan berdasarkan keterangan waktu.

Berbeda dengan contoh berikut ini, beberapa orang yang mengajar

pagi di jam pertama sering kali menyindir, bahkan ada yang lebih dari itu,

Nita yang selalu datang terlambat. Jika dihitung dengan waktu,

20

(26)

17

keterlambatannya berkisar antara 5 sampai 30 menit. Akan tetapi, herannya,

Nita sendiri seperti tidak perduli. Maka tidak jarang dosen yang rajin

mempertimbangkan faktor nonakademis, tetapi penting untuk pembentukan

karakter, akan mempertimbangkan sekali lagi kelulusannya. Hari Senin yang

lalu pun ia terlambat hampir 25 menit. Ternyata hal itu telah diduga oleh sang

dosen yang mengajar di kelasnya jam 07.00 WIB, karena pada malam

harinya, menjelang tengah malam, suatu hal yang lain dari biasanya, sang

dosen yang keluar rumah mencari angin segar, melihat Nita berjalan rapat dan

nyaris menggelendot dengan seorang laki-laki di sebrang jalan. Kejadian

tersebut yang dilakukan oleh orang yang sama bukanlah pemandangan baru

bagi dosen tersebut. Berbeda dengan contoh sebelumnya, contoh di atas

merupakan suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kaitan sebab-akibat.

Artinya, kemunculan peristiwa-peristiwa sebelumnya akan menyebabkan

munculnya peristiwa-peristiwa selanjutnya.

Peristiwa ialah peralihan dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain.

Peristiwa dapat bersifat fungsional atau tidak. Peristiwa yang bersifat

fungsional ialah peristiwa yang mempengaruhi perkembangan alur. Selain itu,

terdapat juga peristiwa-peristiwa yang mengaitkan peristiwa-peristiwa

penting. Contohnya, perpindahan dari lingkungan yang satu ke lingkungan

lain, penampilan pelaku baru, adegan-adegan singkat bila tidak terjadi sesuatu

yang penting. Sekalipun peristiwa tersebut terlihat sepele, namun sangat

penting dalam sebuah cerita untuk mengendurkan perhatian pembaca agar

tidak terus-menerus ditegangkan oleh peristiwa-peristiwa yang terdapat di

dalam cerita. Selain itu, banyak peristiwa yang secara tidak langsung

berpengaruh bagi perkembangan sebuah alur, tidak turut menggerakkan jalan

cerita, tetapi mengacu kepada unsur-unsur lain, seperti bagaimana watak

seseorang, bagaimana suasana yang meliputi para pelaku, dan sebagainya.21 Subplot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi

bagian dari alur utama, namun memiliki ciri khas tersendiri. Satu subplot bisa

21

(27)

memiliki bentuk yang pararel dengan subplot lain. Salah satu bentuk subplot

yang lazim dikenal adalah naratif bingkai. Sesuai dengan namanya, subplot

ini membingkai dan membungkus naratif utama sehingga akan menghasilkan

cerita dalam cerita.22

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.

setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak

jelas) hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter

dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi

satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik

utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatan-

kekuatan tertentu, seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan

pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi. Konflik

semacam inilah yang menjadi inti struktur cerita. sebuah cerita mungkin

mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah

yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik

utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita.23

Peristiwa-peristiwa pokok yang terdapat di dalam alur ialah situasi

awal, komplikasi dan penyelesaian. Dengan berbagai cara situasi-situasi itu

dapat dikombinasikan dan diulang dalam satu alur. Sedangkan, bagian besar

alur ialah komplikasi. Secara global komplikasi dapat berupa kemajuan dan

kemunduran, sejauh pelaku utama maju atau mundur. Berbagai peristiwa

pada taraf abstraksi yang lebih rendah dapat juga dicirikan sebagai kemajuan

atau kemuduran, perbaikan atau pemburukan. Alur tidak dapat dilepaskan

dari hubungan antara para pelaku yang mengakibatkan atau mengalami

berbagai peristiwa.24

Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan

waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu,

dalam sebuah cerita, tentu ada awal kejadian, kejadian berikutnya, dan

22

Robert Stanton, op cit,h.27.

23

Robert Stanton, op cit, h.31-32.

24

(28)

19

barangkali pula ada akhirnya. Namun, alur sebuah karya fiksi sering kali tidak

menyajikan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajiannya

yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa

adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan

kejadian akhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal

cerita atau di bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana

pun.25

Tahap awal, sebuah cerita pada umumnya berisi sejumlah informasi

penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-

tahap berikutnya, yaitu berupa penunjukkan dan pengenalan latar serta

pengenalan tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerita. Tahap tengah,

menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan

pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan.

Tahap akhir, menampilkan peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai

akibat klimaks. Bagian ini mengisahkan kesudahan cerita atau menyarankan

pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita.26

Tahap-tahap alur yang telah dikemukakan di atas dapat pula

digambarkan dalam bentuk diagram. Diagram struktur yang dimaksud

biasanya didasarkan pada urutan kejadian dan atau konflik secara kronologis.

Sebenarnya lebih menggambarkan struktur alur jenis progresif-konvensional-

teoretis. Misalnya, diagram yang digambarkan oleh Jones seperti ditunjukkan

berikut ini.27

25

Burhan Nurgiantoro, op cit, h.141.

26 Ibid,

h.141-146.

27 Ibid,

(29)

Klimaks

Inciting Forces +)

*) **) Pemecahan

Awal Tengah Akhir

Keterangan : *) konflik diimunculkan dan semakin ditingkatkan

*) konflik dan ketegangan dikendorkan

+) Inciting forces menyarankan pada hal-hal yang semakin

meningkatkan konflik sehingga akhirnya tercapai klimaks.

C. Pembelajaran Sastra di Sekolah

Horatius seorang penyair besar Romawi (65-8 SM) berpandangan

bahwa karya sastra harus bertujuan dan berfungsi dulce et utile, yakni

menghibur dan bermanfaat. Bermanfaat karena pembaca dapat mengambil

pelajaran yang berharga ketika membaca karya sastra, yang mungkin bisa

menjadi pegangan hidupnya. Mungkin juga karena karya sastra mengisahkan

hal-hal yang tidak terpuji, tetapi pembaca masih bisa menarik pelajaran dari

karya sastra tersebut karena dalam membaca dan menyimak karya sastra,

pembaca dapat mengingat dan sadar untuk tidak berbuat hal yang dialami

oleh tokoh di dalam cerita. Selain itu, sastra harus bisa memberi nikmat

melalui keindahan isi dan gaya bahasanya.28

Hakikat pendidikan ialah membina anak didik ke arah

pertumbuhannya menjadi manusia yang dapat bermasyarakat dengan baik.29 Yus Rusyana mengatakan, untuk kepentingan pendidikan, tujuan pengajaran

sastra merupakan bagian dari tujuan pendidikan secara keseluruhan, karena

28

Partini Sardjono Pratokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.5-6.

29

(30)

21

proses belajar dan mengajarkan sastra merupakan bagian dari proses

pendidikan. Tujuan pengajaran menentukan komponen pengajaran lainnya.

Jadi, pengajaran sastra sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan.30 Tujuan pengajaran sastra merupakan tolak ukur tujuan pendidikan,

karena sebuah penciptaan karya sastra yang sarat akan nilai-nilai kehidupan

dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Selain mengangkat cerita yang

dapat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, suatu karya sastra juga sarat

akan nilai-nilai yang menyinggung berbagai sisi dalam kehidupan yang

tentunya dapat bermanfaat dalam proses mendidik siswa dan proses

pembelajaran di sekolah.

Sastra dapat membukakan mata pembaca untuk mengetahui realitas

sosial, politik, dan budaya dalam bingkai moral dan estetika. Melalui karya

sastra para pembaca akan menikmati realitas imajinasi pengarang melalui

tokoh, peristiwa, dan latar yang disajikan. Belajar sejarah tidak harus

membaca buku sejarah. Dengan membaca tokoh, peristiwa, dan latar sastra

yang berlatarkan peristiwa tertentu, pembaca akan diajak berpikir dan

bersentuhan dengan sejarah.31

Karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia

pendidikan secara nyata. Kinayati Djoyosuroto mengatakan bahwa sastra

bukan hanya sumber nilai moral ataupun sumber pengetahuan, akan tetapi

sastra dapat mempertajam kesadaran sosial dan religiusitas pembacanya.

Menurut Suminto A Sayuti, terdapat korelasi positif antara pembelajaran

sastra dan pembelajaran bidang studi lain. Pembelajaran sastra dilaksanakan

dengan kreatif, dengan pilihan bahan yang mampu merangsang daya kritis

siswa, serta sastra juga merupakan sarana yang mampu mengantarkan siswa

ke jenjang kedewasaan.32

30

Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV. Dipenogoro, 1984), h.313.

31

Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), h.77-78.

32 Ibid,

(31)

Pendidikan dapat diterapkan pula melalui sebuah karya sastra. Secara

umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam

kurikulum 2004 yang pertama adalah, peserta didik mampu menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas

wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa. Tujuan yang kedua adalah, peserta didik menghargai dan

membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual

manusia Indonesia. Tujuan itu pula dijabarkan ke dalam kompetensi

mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Sebetulnya,

kompetensi yang akan dikembangkan sudah cukup baik. Terkadang, yang

terjadi di lapangan tidak selalu sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Kompetensi ini dijabarkan di dalam buku pembelajaran, isinya masih berkisar

pada pembahasan tema, tokoh, watak, alur, sudut pandang, latar, gaya

bahasa, nilai-nilai, dan amanat pada pembelajaran prosa. Pembelajaran sastra

sebenarnya dapat ditingkatkan lagi dengan pendidikan melalui sastra. Melalui

sastra kita dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal

keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, dan

kinestika. Pengembangan kecakapan hidup, belajar sepanjang hayat, serta

pendidikan menyeluruh dan kemitraan.33

Suwardi Endraswara memaparkan mengenai pembelajaran sastra yang

mengarah kepada pembelajaran KBK bahwa orientasi pembelajaran sastra

tidak harus bertele-tele dengan banyaknya teori yang disampaikan. Akan

tetapi dapat melakukan action research yang berupa kerjasama guru untuk

merancang pembelajaran sastra yang bernuansa KBK. Selain itu, dalam

pembelajaran sastra peserta didik diperkenalkan untuk mengapresiasi sesuai

dunia remaja. Pertama, peserta didik diajak untuk mencermati hakikat puisi

dengan menyimpulkan sendiri apa itu puisi. Kedua, peserta didik diajak untuk

mengenali imaji, tanggap terhadap lingkungan, dan alam secara estetis.

Ketiga, peserta didik selalu dimotivasi untuk terus mencoba dan berlatih.

33

(32)

23

Keempat, peserta didik diajak untuk belajar seni merangkai kata, bercerita

lewat puisi. Melalui langkah demikian, pembelajaran sastra memiliki

kegunaan spiritual, khususnya untuk keseimbangan emosi. Pembelajaran

puisi akan menjadi wahana menghaluskan rasa humanis.34

Apresiasi berkaitan dengan penghargaan dan penilaian. Langkah dasar

untuk mengapreasiasi karya sastra adalah dengan membaca. Selain itu,

pembaca harus melakukan serangkaian kegiatan, yakni penafsiran, analisis,

dan penilaian untuk dapat mengapresiasi sebuah karya sastra.35

Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, terdapat relevansi

antara sastra dengan pendidikan, yakni berkaitan dengan kegiatan

mengapreasiasi sebuah karya sastra. Peserta didik melakukan serangkaian

kegiatan yang berkaitan untuk mengenal sebuah karya sastra hingga akhirnya

dapat memahami secara mendalam sebuah karya sastra.

Peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami,

menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Dengan

pendidikan sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan

menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan

kenyataan yang ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan

sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini akan

mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan peserta

didik.36

Berdasarkan hal yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan

bahwa sastra dan pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Sastra

bukan hanya sebuah bahan bacaan, akan tetapi proses peciptaan karya sastra

juga berfungsi untuk menghibur dan memberikan manfaat bagi pembacanya,

yakni melalui nilai-nilai positif yang ada di dalam cerita dan melalui peristiwa

yang dialami oleh tokoh di dalam cerita. Terlebih, tujuan pengajaran sastra

34

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan

Aplikasi, (Jakarta: CAPS, 2013), h.193.

35

Heru Kurniawan, Sastra Anak: dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika,

hingga Penulisan Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), cet.2, h.7-13.

36

(33)

yang merupakan tolak ukur tujuan pendidikan dapat bermanfaat bagi proses

pembelajaran dan mendidik siswa di sekolah. Dengan pendidikan sastra,

peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan menganalisis

berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan kenyataan yang

ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan sikap postif

terhadap karya sastra. Pendidikan sastra mampu mengembangkan

kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan peserta didik. Sastra juga

bukan hanya sumber nilai moral ataupun sumber pengetahuan, akan tetapi

sastra dapat mempertajam kesadaran sosial dan religiusitas pembacanya.

Banyak jenis karya sastra yang dapat diapresiasi oleh peserta didik

untuk pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah novel. Novel yang dapat

dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra adalah novel MADA, Sebuah

Nama yang Terbalik, karena novel ini mengangkat cerita yang sesuai dengan

dunia remaja dan memiliki unsur-unsur pembangun yang menarik untuk

dianalisis oleh peserta didik di sekolah.

D. Penelitian Relevan

Berdasarkan penelusuran penulis pada koleksi skripsi di Perpustakaan

Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa penelitian

terhadap Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong

belum pernah ada yang meneliti. Akan tetapi, penelitian yang berkaitan

dengan analisis alur pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah

sebagai berikut.

1) Ahmad Darmawan, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Maritim Raja Ali Haji, tahun 2013. Mengangkat skripsi dengan

judul “Analisis Karakter Tokoh dan Alur dalam Novel

Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya

Ashadi Zain & Moh Dat Molok”. Hasil dari penelitian ini adalah

beberapa tokoh dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian

(34)

25

Hang Jebat memiliki watak teguh berpendirian, pemarah, adil,

penyayang, jujur, pemberani, tegas, semangat juang, tidak

sombong, penolong, bijak, terpercaya, berterima kasih, religius,

dan penasaran. 2) Hang Tuah memiliki watak taat kepada raja. 3)

Hang Lekir memiliki watak pemarah. 4) Hang Katsuri memiliki

watak pemarah. 5) Sultan Malaka memiliki watak sombong dan

kejam. 6) Kerma Wijaya memiliki watak kejam. 7) Puteri Laila

memiliki watak sakti. 8) Adinda Sultan Salahuddin memiliki watak

penyayang dan religius. 9) Sultan Salahuddin memiliki watak

bimbang dan religius. Terdapat 20 tokoh protagonis dan 6 tokoh

antagonis di dalam novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian

Meretas Zaman. Alur yang terdapat dalam novel Pengembaraan

Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman karya Ashadi Zain dan Moh

Dat Molok adalah alur progresif. Alur maju terdapat 18 alur yang

menceritakan perjalanan pengembaraan Hang Jebat dari awal ia

berguru hingga ia ditugaskan Sang Persata Nala gurunya

mengembara dari zaman ke zaman untuk menumpas kebatilan dan

menegakan keadilan. Alur mundur terdapat 24 alur yang

menceritakan perjalanan Hang Jebat menembus lorong waktu yang

ditugaskan oleh Sang Persata Nala gurunya dari zaman Sultan

Hasanuddin sampai ke zaman negeri Malaka. Alur campuran

terdapat 26 alur yang menceritakan perjalanan Hang Jebat dari

zaman ke zaman kelantan, zaman kerajaan Sultan Hasanuddin,

hingga ia kembali ke zaman Malaka.37

2) Bunga Pramita, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Mengangkat skripsi

dengan judul “Analisis Plot (Hubungan Kausalitas) Novel Lalita

37

Skripsi Ahmad Darmawan, Analisis Karakter Tokoh dan Alur dalam Novel Pengembaraan Hang Jebat Pencarian Meretas Zaman Karya Ashadi Zain & Moh Dat Molok,

(35)

Karya Ayu Utami dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di

Sekolah”. Hasil dari penelitian ini adalah analisis objektif terhadap

novel Lalita menjelaskan makna pokok atau gagasan dasar yang

terkandung dalam keseluruhan novel Lalita, yaitu proses

menemukan kesadaran sejati. Berdasarkan urutan waktu kejadian,

peristiwa yang ditampilkan novel Lalita menggunakan teknik

pengembangan plot yang bersifat progresif. Jika dianalisis

berdasarkan kriteria jumlah, plot Lalita menggunakan teknik cerita

berbingkai. Analisis tokoh dalam kajian ini ditentukan berdasarkan

perannya dalam pengembangan plot. Oleh karena itu, dapat

ditentukan tokoh utama novel ini adalah Lalita. Dalam

menggambarkan tokoh-tokohnya, pengarang menggunakan metode

analitik, yakni penggambaran tokoh dengan memaparkan secara

langsung sifat-sifat lahir (fisik) dan batik (perasan, hasrat, pikiran)

kepada pembaca. Pendeskripsian latar dalam novel ini merupakan

jenis latar tipikal karena disertai deskripsi sifat khas tertentu yang

menonjol pada sebuah latar baik yang menyangkut unsur tempat,

waktu, maupun sosial. Penggunaan beberapa jenis gaya bahasa di

antaranya majas metafora, pleonasme, dan polisendenton.

Penggunaan sudut pandang orang ketiga mahatahu memberi

kemudahan kepada pembaca untuk memahami detail cerita. dengan

teknik ini, pembaca seolah diajak untuk terlibat langsung dan

merasakan kedekatan emosional dengan cerita. Dengan demikian,

kesimpulan akhir yang diperoleh bahwa novel Lalita mempunyai

struktur bangunan yang kokoh bila dilihat dari unsur-unsur

pembangun yang saling menguatkan satu sama lain. Analisis

hubungan kausalitas akan membawa kita pada kaidah

pengembangan plot yang mencakup unsur plausabilitas, suspense,

surprise, dan unity. Berdasarkan hasil analisis hubungan kausalitas,

persepsi awal penulis bahwa novel ini bertema spiritual dan saint

(36)

27

menunjukkan hubungan antar peristiwa dengan makna yang ingin

disampaikan pengarang, yakni tentang pencapaian “kesadaran

sejati” tersebut. Implikasi analisis plot (hubungan kausalitas)

terhadap pembelajaran sastra adalah melatih peserta didik untuk

berpikir logis dan memperoleh pengetahuan baru bahwa unsur yang

terkandung dalam sebuah plot bukan hanya terdapat hubungan

temporal atau kronologis, seperti pengetahuan mereka pada

umumnya yang hanya mengenal urutan waktu dalam kegiatan

analisis plot, tetapi terdapat juga unsur lain, yaitu hubungan

kausalitas atau sebab akibat yang diciptakan kelogisan dalam setiap

kemunculan peristiwa.38

3) Fahmi Nur Muzaqi, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Mengangkat skripsi

dengan judul “Analisis Alur Novel Orb Karya Galang Lufityanto

suatu Tinjauan Semiotik Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di SMA”. Hasil dari penelitian ini adalah

tahapan alur yang digunakan pengarang dimulai dari eksposisi –

penurunan – konflik – eksposisi – konflik – eksposisi – klimaks-

eksposisi – konflik – klimaks – peleraian – penyelesaian – konflik.

Beberapa keunikan alur novel Orb, yaitu 1) Orb karya Galang

Lufityanto digambarkan seperti gelombang. Pengarang sering kali

memasukkan tahap eksposisi di tengah-tengah konflik. 2) Terdapat

dua klimaks dalam novel ini. 3) Tahap penyelesaian alur dalam

novel ini tidak dijadikan akhir sebuah cerita dalam novel melainkan

diletakkan menjelang berakhirnya cerita. Implikasi penelitian ini

terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas, yakni

analisis alur novel Orb karya Galang Lufityanto bisa dijadikan

sebagai salah satu media dalam melaksanakan pembelajaran

38

Bunga Pramita, Analisis Plot (Hubungan Kausalitas) Novel Lalita Karya Ayu Utami dan

(37)

Bahasa Indonesia pada kelas X di materi teks prosedur kompleks.

Guru dapat menjadikan novel ini sebagai bahan diskusi siswa

dengan referensi yang berbobot. Melalui proses penelaahan unsur

intrinsik ini siswa dapat mengambil nilai-nilai penting melalui

prosesnya seperti menghargai perbedaan argumen masing-masing

siswa dan juga membuat siswa lebih kritis dalam membaca novel.39

39

Fahmi Nur Muzaqi, Analisis Alur Novel Orb Karya Galang Lufityanto suatu Tinjauan

Semiotik Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, Universitas UIN

(38)

BAB III

PEMBAHASAN

Sebuah karya fiksi merupakan bentuk atau hasil imajinasi seorang

pengarang yang direalisasikan melalui bentuk nyata, yakni berupa sebuah karya.

Sebuah karya sastra yang dibangun dengan unsur-unsur yang memiliki keterkaitan

satu dengan yang lainnya merupakan unsur yang dapat membangun karya

tersebut. Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra tersebut adalah unsur

intrinsik dan unsur ekstrinsik.

A. Unsur Intrinsik

Berikut akan disajikan analisis struktural yang dibatasi hanya unsur

tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, bahasa, sudut pandang, dan amanat

dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong.

1. Tema

Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah

karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara

berulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara

tidak langsung atau implisit.1

Tema yang terdapat dalam novel MADA ialah mengenai petualangan

Mada dan kawan-kawannya untuk mencari Buku Gunadarma yang

merupakan petualangan untuk mencari jati diri mereka sesungguhnya. “Nia apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu, Tentang kelanjutan cerita itu?”

“Sudah, tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita gunadarma. Tapi kalo tidak salah, ayahku pernah bilang,

Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia

“Oh ya? Semua kembali berbinar ceria. “di manakah desa itu, Nia?”

“Entahlah, mungkin tersimpan di sebuah Taman Bacaan, Pasti, nanti aku tanyakan kepada ayahku,” jawab Nia Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?”

Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya

1

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), cet.10, h. 9.

(39)

Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”2

Awal kisah novel MADA adalah ketika Mada dan kawan-kawannya

mendengarkan cerita mengenai Gunadarma yang disampaikan oleh ibu

guru Aminah Mukhlas ketika pelajaran berlangsung di dalam kelas.

Gunadarma adalah seorang anak laki-laki yang baik hati. Ia suka

menolong orang lain tanpa pamrih. Gunadarma adalah seorang anak yatim

yang pada akhirnya hidup sebatang kara karena ditinggalkan oleh orang-

orang yang ia cintai. Akan tetapi, ia selalu sabar dan tabah dalam

menghadapi kehidupannya. Gunadarma adalah seorang pembelajar yang

pemberani dan tangguh.

Melalui cerita Gunadarma yang disampaikan oleh ibu guru Aminah

Mukhlas tersebut, anak-anak merasa kagum terhadap sosok Gunadarma.

Mereka ingin menjadi seperti Gunadarma. Hal tersebut yang menjadi

alasan Mada dan kawan-kawannya untuk melakukan petualangan mencari

Buku Gunadarma.

“Nia, apakah kamu tidak pernah bertanya kepada ayahmu, Tentang kelanjutan cerita itu?”

“Sudah, tapi ayahku juga tidak tahu akhir cerita Gunadarma. Tapi kalau tidak salah, ayahku pernah bilang,

Di Desa Jumeneng tersimpan buku Gunadarma,” jawab Nia

...Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?!”

Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”3

Setelah kesepakatan yang telah diambil bersama, Mada dan

kawan-kawannya sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku

Gunadarma ke sebuah Taman Bacaan yang terletak di Desa Jumeneng.

Sebuah petualangan yang melewati berbagai macam rintangan yang

106.

2

Abdullah Wong, MADA, Sebuah Nama Yang Terbalik, (Jakarta: Makkatana, 2013), h.105-

3 Ibid,

(40)

30

pada kenyataannya Buku Gunadarma yang mereka cari tidak pernah

ada.

“Ternyata, semua petualangan adalah rangkaian dari pesan- Pesan

Pesan yang sejatinya telah dihamparkan Tuhan Segala pesan itu begitu luas tak bisa dibayangkan

Kecuali dengan kerendahan hati untuk mau belajar dengan Penuh kesabaran.”4

Kutipan tersebut merupakan akhir dari kisah petualangan Mada

dan kawan-kawannya dalam mencari Buku Gunadarma. Kisah

Gunadarma yang diceritakan oleh ibu guru Aminah Mukhlas ternyata

merupakan cerita yang sering ia dengar dari ayahnya semasa ia kecil.

Tokoh Gunadarma itu sendiri pada hakikatnya sudah tercermin dalam

diri Mada dan kawan-kawannya yang memiliki keberanian dalam

melakukan petualangan untuk mencari Buku Gunadarma yang

menghadapi berbagai macam rintangan.

2. Tokoh dan Penokohan

Istilah tokoh merujuk kepada pelaku cerita. Sedangkan,

penokohan sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan.5 Tokoh dapat dikatakan orang yang berperan dalam cerita dan

penokohan adalah karakter yang berkaitan dengan sikap, sifat, dan

kepribadian yang dimiliki oleh tokoh tersebut.

Penokohan dalam novel MADA didasarkan dalam bentuk metode

analitis (metode ekspositori). Metode analitis adalah pelukisan tokoh

cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau

penjelasan secara langsung. Pengarang menghadirkan tokoh ke hadapan

pembaca dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan menyampaikan

secara langsung mengenai sifat, sikap, watak, tingkah laku, atau bahkan

4

Abdullah Wong, op cit, h.219.

5

(41)

ciri fisikya.6 Berikut penjabaran mengenai tokoh dan penokohan yang

terdapat dalam novel MADA.

a. Mada

Mada bernama lengkap Ahmad Mustofa. Mada merupakan

tokoh utama dalam novel. Penggunaan nama Mada sebagai tokoh

utama memiliki keterkaitan dengan judul novel. Nama Mada yang

apabila dibaca terbalik menjadi Adam. Adam merupakan seorang

nabi yang melanggar larangan dengan memakan buah Khuldi

hingga akhirnya ia diusir dari surga dan menjadi manusia pertama

yang ada di bumi. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan nama

Mada sebagai judul novel memiliki keterkaitan yang menjelaskan

bahwa secara keseluruhan novel ini menceritakan petualangan dan

kisah hidup seorang anak Adam bernama Mada untuk mencari

Buku Gunadarma sebagai petualangan untuk menemukan jati

dirinya sendiri melalui rintangan-rintangan yang dihadapi.

Mada digambarkan sebagai seorang anak yang nakal, usil,

congkak, dan penuh ambisi.

“Mada ingat benar bagaimana dirinya ketika masih kecil Ia dikenal orang sebagai anak nakal dan usil

Bahkan seringkali congkak, penuh ambisi dan degil”.7

Kutipan tersebut secara langsung melukiskan penokohan

Mada. Penokohan yang dimiliki Mada semasa kecil menjadi dasar

terbentuknya kepribadian Mada hingga dewasa. Penggambaran

sikap usil Mada semasa kecil membentuk Mada sebagai seorang

anak yang mudah bergaul hingga memiliki banyak teman dan

digemari oleh teman-temannya. Sikap Mada yang nakal dan penuh

ambisi membuatnya menjadi sosok yang tidak memiliki rasa takut

terhadap segala macam rintangan. Hal ini yang membuatnya

6

Abdullah Wong, op cit, h.279-280.

7 Ibid,

Referensi

Dokumen terkait

sosial dalam novel Jala karya Titis Basino tinjauan sosiologi sastra.

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE LIYE: KAJIAN..

Defense Mechanism Tokoh Utama dalam Novel Piwelinge Puranti Karya Tiwiek SA (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Penelitian ini beranjak dari masalah yaitu bagaimana fakta sejarah dalam novel Saman karya Ayu Utami dideskripsikan serta bagaimana implikasi fakta sejarah dalam novel Saman karya

Objek Kajian Dalam Penelitian Ini Yakni Objek Material Berupa Novel Jermal Karya Yokie Adityo Dan Objek Formal Berupa Unsur Intrinsik Yang Meliputi Alur, Tokoh,

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kondisi sosial dan politik eksil di Prancis dalam novel Pulang karya Leila S.. Chudori dan implikasi pada pembelajaran sastra di

KRISTI AYU WULANDARI, NIM: 1111109223, Skripsi: Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Relasi Anak dan Lingkungan Sekitarnya dalam Teks “Akhi > Ash-Shaghi>r Yamsyi> ” Karya Hasan Abdullah (Kajian Psikologi Sastra). Skripsi Program Studi Sastra