Oleh:
lntan Sari Swara
NIJ\11: 103070029051
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATUL.LAH
JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikc>logi
Pembimbing I
NIP. 150 215 283
Oleh:
INTAN SARI SWARA NIM.103070029051
Di Bawah Bimbingan
M.Si
mbimbing II
NIP. 150 277 469
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME telah diujilcan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 November 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 29 November 2007
Sidang Munaqasyah (
Ketua Mercjngkap Anggota
OセセN@
/11\
>Ora. Nettvl il!artati M.Si
NIP. 150
2
51938
"\,_j
Pembimbing I
dイ。fセセmNsゥ@
NIP. 150 215 283
Penguji I
M.Si
Sekretaris Merangkap Anggota
Pe imbing II
r Diana Mutiah, M.Si
NIP. 150 277 469
Pe uji II
r Dian::t Mutiah, M.Si
Batu yang harus clijauhkan, tapi
T anta11ga11 aclalal1 T angga menuju
Kesuksesan.
J
aclikanlah Shalat clan Sal)ar sebagai
satu-satunya Pe11olong E:agim11.
(C) lntan Sari Swara
(B)
29
November2007
(D) Dinamika Sikap Penerimaan Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome
(E) Halaman
129
+ 5 Lampiran(F) Sikap penerimaan merupakan dasar bagi setiap orang untuk menerima segala sesuatu kenyataan walaupun baik atau buruk. Dengan kata lain seseorang membutuhkan penerimaan tanpa disertai persyaratan dan hal tersebut dapat dicapai bila seseorang merasa diterirna apa adanya tanpa persyaratan tertentu. Begitu juga sikap peneriman orang tua yang memiliki anak yang terdeteksi down syndrome mereka met1galami gangguan dilihat dari fisik mereka yang sangat berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya salah satunya adalah mereka memiliki wajah yang sangat mirip antara satu dengan yang lain meskipun diantara mereka tidak mempunyai ikatan saudara.
Mereka mengalami keterlambatan dalam hal kognitif dan perkembangan, dan dari segi psikis mereka pun juga berbeda dengan anak normal pada umumnya. Dalam hal ini sering kali orang tua tidal< dapat menerima keadaan anak mereka yang terdeteksi down syndrome dan membuat mereka merasa malu, sedih, dan bahkan kecewa !<arena memiliki anal< yang terdeteksi down syndrome.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana d1namika sikap penerimaan orang tua terhadap anaknya yang terdeteksi o'own syndrome. Penelitian ini dilakukan mulai dari pertengahan bulan Agustus yang tepatnya pada tanggal
22
yang berakhir pada awal Septerr:ber tepatnya pada tanggal 32007.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena pende:<atan kualitatif merupakan pendekatan yang berusaha memahami gejala tingkah laku manusia menurut sudut pandang subjek penelitian. Dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Pe1nelitian ini
menggunakan tiga orang subjek untuk dijadikan responden. Mereka yaitu orang tua yang memiliki anak yang terdeteksi down syndrome dan pada penelitian ini peneliti memilih ibu sebagai responden, sebab dikarenakan ibu yang lebih sering berinteraksi dengan anak dibandingkan ayah, selain itu karena ibulah yang lebih dominan menjaga dan merawat anak pada umumnya. Penelitian ini dilakukan ditempat yang berbeda yaitu; anak
dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh anak mereka serta menyekolahkan anak mereka untuk kemajuannya. Dan dua orang tua lainnya menerima anak mereka dengan proses selama beberapa bulan yaitu satu sampai enam bulan, meskipun begitu mereka tetap
melaksanakan tugas meraka sebagai mana ッイ。ョセQ@ tua pada umumnya selama proses penerimaan terhadap anak mereka yang terdeteksi down syndrome.
(G) Daftar bacaan: 19 Buku + 2 Skripsi (H) Berdasarkan penelitian ini disarankan:
(1) Keluarga atau orang tua hendaknya melakukan konsultasi dengan dokter anak atau mencari informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya berkaitan dengan gangguan yang diderita anaknya, agar dapat memperoleh penanganan atau perawatan yang baik.
(2) Para ahli seperti psikiater atau psikolog atau pun pihak-pihak lain yang tertarik dengan gangguan pada anak terutama down syndrome
diharapkan untuk lebih meningkatkan sosialisasi tentang down syndrome kepada masyarakat melalui media atau mendirikan perkumpulan yang membahas tentang down syndrome dan lain sebagainya. Karena ternyata sampai saat ini masih ada orang tua yang tidak mengetahui apa itu down syndrome.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang berkuasa atas semua yang berada di bumi maupun di langit, syukur yang tiada henti-hentinya atas segala nikmat yang telah diberikan dan atas kehendakNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, para pengikutnya yang tetap istiqomah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan dan keikhlasan, baik secara moril maupun materil dari semua pihak oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada kedua orang tuaku almarhum Bapak Syamsur M dan lbu Hj. Yarnizon Syamsur yang sudah mengorbankan segalanya dan yang telah memberikan kasih sayang yang tulus dan ikhlas serta memberikan yang terbaik bagi penulis dalam mengenyam pendidikan dan mengarungi kehidupan ini. Terima kasih, ya Allah lindungilah dan sayangilah kedua orang tuaku, amin. Ma, saya sangat menyayangi mama dan saya akan membahagiakan serta rnemberikan yang terbaik untukmu.
2. Dekan Fakultas Psikologi, lbu Hj. Ora. Netty Hartati, 1\11.Si, ibu Hj. Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku pembantu dekan I biclang akademik, dan seluruh dosen serta seluruh staf Fakultas Psikologi yang telah
memberikan kemudahan dalam setiap urusan penulis.
3. Bapak Ors Jaisy Prasodjo dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan, serta nasehat yang diberikan kepada penulis. Dan kepada ibu Sholiha atas bimbingan proposal yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. lbu Ora. Fadhilah Suralaga, M.Si, pembimbing I dan ibu Diana Mutiah, M. Si, pembimbing II, yang penulis hormati dan sudah banyak meluangkan waktunya serta kesabaran dalam membimbing dan memberi arahan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Kedua kakak dan adik penulis yang tercinta Uni Ningsih, Abang lwa, dan Riki. Kalian selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis terutama disaat penulis malas mengerjakan skripsi. Dan tidak lupa juga kepada kakak ipar penulis Uda lzul yang juga selalu memberikan
semangat clan dorongannya kepada penulis untuk mHnyelesaikan skripsi ini.
6. My honey bunny sweety Aditya Dwi Martanto yang seセャ。ャオ@ membantu dan memberikan motivasi, serta cinta dan kasih sayangnya selama ini kepada penulis. Semoga Allah menyatukan kita jika waktunya tibB nanti. Amin. 7. My best friends yang selalu baik Vita, makasih atas judulnya ya, Dian imut
ramadhan cepet gede ya sayang dan jangan nakal yaaaaaa.
9. Untuk Aryo UI, thanks banget atas bantuan dan tape recordernya, jangan kapok ya buat minjemin lagi, cepet lulus juga pastinya.
1 O. Teman-teman kelompok KKL PT Pelita Air service Rini, Yeti, Hana, Ayu. Terima kasih atas kerja sama dan berbagi pengalamannya semoga kita jadi HRD beneran yaaa. Amin.
11. Kepala Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syari1f Hidc.yatullah Jakarta, Bapak Haidir yang telah memberikan pelayanan terbaiknya di fakultas Psikologi.
12. Untuk bu Syariah terima kasih atas kesabaran dan pelayanan terbaiknya selama ini kepada penulis.
13. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2003 terntarna kelas B Hung, Dian A dan K, Ida, Ila, Fadly, Herlin, Ayu Konsah, clan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu.
14. Kepala sekolah SLB C PTN Lebak Bulus Bapak Supardimin, S.P.d dan kepala sekolah SLB C Frobel Montesory Condet Jakarta Timur Bapak Daryanto, S.P.d. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengambil data.
15. Ketiga responden yang telah memberikan informasi dan kepen::ayaannya kepada peneliti untuk diwawancarai.
16.Novandra makasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini, so rajin-rajin kuliahnya va.
17. Bi Wati makasih ya, dah menghibur penulis dan selalu membuat penulis tertawa disaat penulis berada dirumah. Dan buat Nurul, dede 1(3cu clan dede Yudi yang dah menjadi teman sehari-hari penulis kalian jangan nakal-nakal ok.
18. Terakhirterima kasih buat semua teman-teman dan saudara-saudaraku yang telah berjasa membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 29 November 2007
Ha lam an Judul ... . Halaman Persetujuan ... . Halaman Pengesahan ... . Motto ... .
Abstract . . . ii
Kata Pengantar . ... . ... . ... ... ... .. ... .... .... ... ... .. .... ... .. ... .. .. .... ... .. iv
Daftar lsi .. . . .. . . .. .. .. . . .. . . .. . . .. . . ... . . .. .. . .. ... ... . .. . ... . . .. . ... . vi
Daftar Tabel dan Gambar ... :.... ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. Latar Belakang Masalah ... . ldentifikasi Masalah ... . Pembatasan dan Perumusan Masalah ... . Tujuan dan Manfaat Penelitian ... . Sistematika Penulisan ... . 1 5 5 7 8BAB 2 KAJIAN PUST AKA
2.1. Pengertian Sikap ... . 102.1.1. Definisi Sikap... .. . . .. . . .. . . .. . .. . . . .. 10
2.2. Sikap Penerimaan .... ... .. .... .... ... ... ... .... ... ... ... 11
2.2.1. Definisi Sikap Penerimaan... ... ... .. ... 11
2.2.2. faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Penerimaan ... ... .. ... 12
2.2.3. Komponen-komponen Sikap Penerimaan .. . 13
2.2.4. Penerimaan dalam Islam... 15
f
2.3.1. Definisi Orang Tua ... .
2.3.2. Peran Orang Tua ... .
2.3.3. Karakteristik Perkembangan Orang Tua ... .
2.3.4. Tugas Perkembangan Orang Tua... 2'1
2.3.5. Reaksi Emosional Orang Tua... 23
2.4. Down Syndrome... 25
2.4.1. Definisi Down Syndrome... 25
2.4.2. Ciri-ciri Anak Down Syndrome... 26
2.4.3. Karakteristik Perkembangan Anak Down Syndrome... 31
2.4.4. Faktor-faktor yang menyebabkan down syndrome.. . . .. .. . .. . .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 34
2.5. Kerangka Berpikir... ... .. 42
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN
3.1. Jen is Penelitian... .... . .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. . 453. 1 . 1. Pendekatan Penelitian... .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. .. . .. .. . 45
3.1.2. Metode Penelitian... .. .. . .. .. .. .. .. .. .. . . .. .. .. .. .. 4 7 3.2. Subjek Penelitian... ... .. ... .... .... .. . .. . .. .. 48
3.2.1. Karakteristik Penelitian ... 48
3.2.2. Jumlah Subjek ... 49
3.2.3. Teknik Pemilihan Subjek... ... 49
3.3. Pengumpulan Data ... 50
3.3.1. Metode Pengumpulan Data ... 50
3.3.2. lnstrumen Penelitian... ... ... .. .. . .. .. . .. ... ... ... 52
3.5 Tehnik Analisa Data ... 54
BAB 4 ANALISA ANT AR KASUS
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... ... ... . 564.2. Analisa Antar Kasus... .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. 57
4.2.1. Analisa Kasus Orang Tua 0 ... :... 57
4.2.2. Analisa Kasus Orang Tua
J... .. ...
654.2.3. Analisa Kasus Orang Tua E... ... .... .... 73
4.3. Analisa Antar Kasus... ... ... ... ... ... .... 80
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... 835.2. Diskusi... 85
5.3. Saran... 87
[image:11.595.18.421.78.498.2]Tabel Tabel Tabel
4.1 Data orang tua 4.2 Data anak
4.3 Sikap penerimaan orang tua
Gambar 4.1 Skema dinamika sikap penerimaan orang tua
52
53
77
[image:12.595.43.432.110.489.2]PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kelahiran anak merupakan hal yang umumnya dinanti-nantikan oleh orang tua, karena anak merupakan penerus tradisi keluarga yang sekaligus dapat mempererat hubungan suami-istri. Dengan kehadiran anak, kehidupan
berumah tangga dapat dikatakan lebih sempurna atau utuh. Orang tua sendiri menaruh harapan-harapan yang besar pada anaknya clan memiliki rencana-rencana yang terbaik untuk diberikan kepada anaknya, misalnya rencana-rencana yang berkaitan dengan pendidikan, pengasuhan, dan sebagainya. Orang tua biasanya bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi anak.
Setiap orang ketika menantikan kelahiran anaknya pasti mengharapkan anaknya terlahir normal, tidak ada satu orang tua pun yang menghenclal<i anaknya terlahir tidak normal. Namun ketika anak terdiagnosa down
menginginkan yang terbaik bagi anaknya walaupun anak terdeteksi down syndrome, namun dalam proses ke arah yang lebih baik orang tua
mempunyai peran dan tanggung jawab untuk dapat menerima keadaan anaknya dengan apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai persyaratan atau penilaian. Selain itu juga tetap menghargai dan memahaminya sebagai individu yang berbeda dan mendukung perkembangannya. Sikap penerimaan orang tua ini akan sangat berpengaruh terhadap keadaan psikologis anak. Menerima anak berarti menyadari anak sebagai seorang individu yang memiliki perasaan, keinginan, dan kebutuhan yang sarna dengan anak-anak lainnya (Frida, 1998).
Anak penyandang down syndrome adalah anak yang memiliki
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul "Gambaran Makna Hidup pada Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome" (dalam Tuti Kurniasih, 2005: 92-93), orang tua yang memiliki anak down syndrome dalam
mengubah hidup tanpa makna menjadi hidup yang lebih bermakna membutuhkan proses dari tidak bisa menerima sama sekali sarnp8i pada akhirnya menerima anak dengan apa adanya. Komponen yang
menyebabkan orang tua dapat berhasil mengubah penghayatan hidup dari tidak bermakna menjadi bermakna tidal< sama pada semua orang, dan komponen yang paling berperan adalah pengubahan sikap dari yang tidak menerima sampai menerima, dukungan sosial, dan spiritual. Dengan kata lain bahwa ketiga komponen ini adalah beberapa penunjang sikap
penerimaan diri orang tua yang memiliki anal< down syndrome.
Secara praktis anak down syndrome tentu memerlukani tindakan yang
khusus, seperti perhatian yang ekstra khusus, memasukkan anal< tersebut ke sekolah yang khusus pula, intervensi dini, dan sebagainya. Tindakan ini perlu dilakukan karena inteligensi dan kemampuannya yang berbeda yaitu di
bawah rata-rata, sehingga membutuhkan bantuan khusus seperti
pengasuhan yang khusus, baik dari orang tua maupun pengasuh. Sebagai konsekuensinya hal ini akan meningkatkan pengeluaran yang dapat
Sikap penerimaan orang tua terhadap anaknya yang terdeteksi down syndrome mungkin akan berbeda dengan anak yang normal atau tidak terdeteksi down syndrome. Dinamika yang dialami oleh orang tua yang mempunyai anak down syndrome mulai dari rasa stress, shock, sedih, marah, dan rasa tidak percaya hingga mencoba memulai untuk menerima anaknya yang terkena down syndrome dengan lapang dada walaupun secara perlahan-lahan. Bisa juga ada orang tua yang sama sekali tidak mau
menerima anaknya yang terdeteksi down syndrome sehingga mengurungnya dalam rumah ataupun dititipkan di Panti Asuhan.
Berbagai kemungkinan terjadi dalam sikap penerimaan orang tua terhadap anaknya seperti telah dikemukakan di alas tentu berimplikasi terhadap anaknya.
judul "DJNAMIKA SIKAP PENERIMAAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME".
1.2.
ldentifikasi Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap pienerimaan orang tua yang memiliki anak down syndrome?
2. Bagaimanakah sikap pertama orang tua pada saat mengetahui anaknya terdeteksi down syndrome?
3. Apakah orang tua dapat menerima anaknya yang terdeteksi down syndrome?
4. Bagaimanakah dinamika sikap penerimaan orang tua terhadap anaknya yang terdeteksi down syndrome?
1.3.
Pembatasan Masalah
dan
Rumusan Masalah
1.3.1. Batasan Masalah
Agar penelitian tidak meluas dan Jebih terarah, penelitian ini akan diberi batasan, sebagai berikut:
1. Sikap penerimaan adalah dasar bagi setiap orang untuk dapat menerima kenyataan hidup baik atau buruk. Dengan kata Jain seseorang
dapat dicapai bila seseorang merasa diterima apa adanya tanpa ada persyaratan tertentu.
2. Down syndrome adalah salah satu sindroma bawaan pada saat kelahiran seorang anak. Kata sindroma mengacu pada suatu kondisi yang berbeda yang disebabkan oleh munculnya sekumpulan ciri-Giri ketidaknormalan pada aspek-aspek antara lain seperti: wajah, kepala bagian belakang sedikit rata, hidung yang kecil, telinga yang kecil, rongga mulut, gigi yang kecil dan memiliki bentuk dan posisi yang abnormal, rambut yang lemas dan Jurus, leher yang pendek dan Jebar, tangan cenderung kecil dan Jebar dengan jari-jari yang pendek, telapak tangan hanya memiliki satu garis lengkung horisontal atau bila ada dua garis, keduanya mungkin
memanjang melintasi tangan, kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang Jebar antara ibu jari dan telunjuk, kulit tubuh biasanya kering, tonus yang rendah (hipotonia), tinggi badan Jebih rendah dari rata-rata, kualitas suara rendah, keterlambatan dalam bicara, dan sulit untuk
3. Orang tua yang dimaksud adalah pasangan suami--istri yang tinggal serumah dan termasuk dalam kategori yang memasuki dewasa madya, · dan tinggal bersama anaknya yang down syndrom19. Dengan demikian,
maka interaksi orang tua dengan anak dapat dilihat, sehingga
mempermudah pemahaman peneliti akan sikap penerimaan orang tua kepada anaknya yang menyandang down syndrome.
1.3.2. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah dinamika sikap
penerimaan orang tua terhadap anaknya yang terdetel<si down syndrome?
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika sikap penerimaan orang tua terhadap anaknya yang terdetel<si down syndrome.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bennanfaat bagi pengembangan teori-teori psikologi terutama yang berkaitan dengan informasi mengenai anak yang mengalami down syndrome.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat mernberikan konstribusi pemikiran umumnya bagi masyarakat tentang permasalahan-masalahan yang berkaitan dengan down syndrome, terutama menambah wawasan bagi orang tua yang memiliki anak down syndrome.
1.5. Sistematika Penulisan Skripsi
Agar dalam pembahasan ini lebih terarah dan sisternatis, maka skripsi penulis susun sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab Ill Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang pendekatan penelitian,
subjek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengurnpulan data, instrument pengumpulan data, serta teknis analisis data.
Bab IV, bab ini berisi hasil penelitian yaitu gambaran umum subjek penelitian, analisi kasus dan antar kasus.
Bab V, bab ini berisi tentang kesimpulan yang mengemukakan uraian tentang pernyataan mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas tujuan dan
2.1.
Pengertian Sikap
2.1.1. Definisi Sikap
Sikap merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, atau kejadian, baik secara positif maupun negatif.
Sikap dapat dilihat secara spesifik terhadap objek: tertentu yang dapat merupakan pandangan atau perasaan, disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap itu (Frida, 1998).
Menurut Thurstone dan Likert, "Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung dan memihak (favourable) ataupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable) pada obyek tersebuf' (Az:war, 2005: 4-5).
Menurut Chaplin, definisi sikap (attitude) adalah satu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus menerus untuk
bertingkah laku atau untuk merespon dengan satu cara tertentu terhadap
pribadi lain, atau persoalan tertentu (Chaplin, 2006: 43).
2.2.
Sikap Penerimaan
2.2.1. Definisi Sikap Penerimaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap penerimaan adalah: proses
untuk berbuat dan menerima, serta bersikap terhadap seseorang atau
individu lainnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000: 1183).
Sedangkan menurut Chaplin, sikap penerimaan (Acceptance) ditandai dengan sikap positif atau menolak kepada individu lainnya berupa tingkah
laku baik dengan keterkaitan emosi maupun tanpa keterkaitan emosi
(Chaplin, 2006: 4).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap penerimaan
merupakan dasar bagi setiap orang untuk menerima segala sesuatu
kenyataan walaupun baik atau buruk. Dengan kata lain seseorang
membutuhkan penerimaan tanpa disertai persyaratan dan hal tersebut dapat
tertentu. Jadi secara khusus sikap penerirnaan orang tua adalah kesiapan
orang tua untuk bertindak dan rnelakukan sesuatu dalarn menerima anaknya
dalam kondisi apapun tanpa persyaratan tertentu dengan lapang dada.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mernpengaruhi Pernbentukan Sikap Penerirnaan
Pernbentukan sikap penerirnaan tidak terjadi begitu saja, rnelainkan terbentuk
melalui suatu proses tetentu, yaitu berupa interaksi yang dilakukan oleh
individu dengan individu lainnya atau dengan lingkungannya.
Menurut Syaifudin Az.war (2005: 30), faktor-faktor yang mernpengaruhi
terbentuknya sikap penerimaan adalah:
a. Faktor intern, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang
bersangkutan, yang berupa selektivitasnya sendiri, daya pilihnya
sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor-faktor yang terdapat diluar individu yang
bersangkutan, diantaranya seperti: orang lain yang dianggap penting
oleh individu tersebut, pengaruh budaya, pengaruh lembaga
Menurut Gerungan (2004), pembentukan sikap penerimaan tidak terjadi
dengan sendirinya. Pembentukan sikap penerimaan itu biasanya terjadi
dalam interaksi manusia dan berkaitan dengan objek tertentu. lnteraksi sosial
di dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat membentuk sikap
penerimaan yang baru. Yang di maksud dengan interaksi di luar kelompok
adalah interaksi dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya
melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku, dan
risalah. Faktor-faktor lain yang memegang peranan adalah faktor-faktor
internal di dalam diri manusia, yaitu selektivitasnya sendiri, daya pilihnya
sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya.
2.2.3. Komponen-Komponen Sikap Penerimaan
Sikap penerimaan terbentuk dari komponen-komponen yang saling
menunjang satu dengan yang lainnya yaitu: komponen kognitif, komponen
afektif, dan komponen konatif.
Mann (dalam Azwar, 2005: 24-27), menjelaskan tentang komponen kognitif,
a. Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, yang dimiliki individu
mengenai sesuatu, komponen ini seringkali diartikan sebagai opini
terutama bila menyangkut problem atau masalah yang kontroversial.
Misalnya seperti pandangan terhadap anak down syndrome, namun begitu kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat,
kadangkala kepercayaan ini terbentuk justru dikarenakan kurang atau
tidak adanya informasi mengenai objek yang 、ゥセQ。、。ーゥョケ。N@
b. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap
penerimaan dan menyangkut masalah emosi.
Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap penerimaan dan merupakan aspel< yang paling
bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah
sikap seseorang.
Sikap penerimaan afektif positif seperti ikhlas dan lapang dada,
sedangkan sikap penerimaan afektif negatif seperti stress, shock,
cemas, dan lain-lain.
c. Komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku, bertindak atau
bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu terhadap objek
Sikap penerimaan konatif positif seperti menyekolahkan, merawat, menjaga, dan lain-lain, sedangkan sikap penerimaan negatif konatif seperti mengucilkan, membuang, tidak peduli dan lain-lain.
Ketiga komponen itu merupakan dasar seseorang b13reaksi atau merespon terhadap hal-hal tertentu, walaupun belum tentu berakhir pada tindakan nyata atau perilaku, karena sikap penerimaan disini merupakan predisposisi untuk berperilaku.
2.2.4. Sikap Penerimaan dalam Islam
"Harta dan anak ada/ah perhiasan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan" (QS. Al Kahfi : 46).
Jil<a hal tersebut menimpa seorang muslim mal<a hendal<nya menjadil<an salat dan sabar sebagai penolong seperti dalam surat Al Baqarah ayat 153.
' ' ','f,\
セN@\
セ@-:.µ'
\'
セセ@\ \
0{o セᄋ@
I
)L..4 AJ>J r I ""' o W _j ' '" '1 ll
I.... ....,, , J • • • " .
"Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang sa/at'' (QS. Al Baqarah : 153).
Selain itu sebagai seorang muslim hendal<nya l<etil<a di timpa musibah menyerahl<an semuanya l<epada Allah dan menerima l<eadaan tersebut dengan hati yang lapang dan berharap hanya l<epada Allah, !<arena Allah tidal< al<an menguji l<aumnya sampai batas l<emampuan dirinya seperti dalam hadist yang diriwayatl<an Tirmidzi yang artinya :
yang dilakukan telah dikerjakan serta meyakini bahwa apapun yang terjadi
adalah yang terbaik dari Allah untuk umatnya.
2.3.
Orang Tua
2.31. Definisi Orang Tua
Menurut Hurlock, Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul
tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal
kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya (Hurlock,
1999).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ibu didefinisik:m sebagai
sebutan seorang perempuan yang telah melahirkan, wanita yang sudah
bersuami (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2000:
364).Menurut Conni Marshall, seorang ayah adalah orang yang bertanggung
jawab, dan yang memberikan nafkah kepada istri dan anaknya, berbagi
perasaan, berkomunikasi dengan penuh kasih sayang dan memiliki
hubungan yang sama halnya seperti juga seorang ibu (Conni Marshall,
1999:
2.3.2. Peran Orang Tua
Menjadi orang tua berarti mengambil suatu peran penting dalam kehidupan baru. Oalam bulan-bulan saat kelahiran bayi, para calon orang tua merumuskan dan menyesuaikan cara hidup mereka agar cocok dengan tuntutan selama membesarkan anak, mereka menyesuaikan lagi gaya hidup mereka, pola kerja mereka, persepsi pribadi mereka, dan cara mereka berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Laura Lein (1989: 31-32), kelahiran seorang bayi merupakan titik perpindahan yang sangat penting yaitu dimana seseorang mulai mempunyai tanggung jawab sebagai orang tua dengan menjaga dan merawat anak yang pada masa-masa sebelumnya tidak pernah dilakuka:n, dan oleh beberapa orang ahli ilmu jiwa bahkan disebut sebagai suatu masa krisis dalam kehidupan orang dewasa karena pada masa-masa ini orang tua dituntut untuk lebih siap dalam mengasuh dan merawat seorang anak. Memasuki dunia orang tua menandai bahwa hampir segala sesuatu mengalami perubahan di dalam kehidupan seseorang.
mereka dan dalam melewati tahun pertama, dari senyum pertama sampai
langkah pertama bayi mereka yang tertatih-tatih. Salah satu hal yang
bertentangan pada saat menjadi orang tua adalah pada satu sisi hal ini
merupakan suatu pengalaman yang sangat pribadi karena hal seperti ini tidak
pernah ada pada masa-masa sebelumnya, tetapi di lain sisi merupakan
pengalaman yang sangat umum disebabkan karena setiap orang dewasa
yang mempunyai anak, sehingga mereka akani disebut orang tua.
Mempunyai bayi tidak hanya mengubah apa yang berlangsung dalam lingkup
keluarga, tetapi juga mengubah hubungan antara kel:uarga yang bertambah
besar dengan dunia l'Jar, karena beban emosi dan fisik, yang dialami pada
waktu merawat bayi, jadi hanya sedikit dari orang tua baru yang terpaksa
harus merawat sendiri anak mereka.
Pada saat menjadi orang tua baru biasanya mereka membutuhkan bantuan
orang lain, bahkan melebihi waktu-waktu biasa selama hidup mereka sebagai
orang dewasa. Para ibu dan ayah baru, banyak menggantungkan diri pada
pertolongan dan nasehat dari orang-orang yang mereka percayai, termasuk
sanak keluarga, tetangga, teman, maupun tenaga-tenaga profesional
misalnya: dokter kandungan, dokter anak, dan lain-lain.
Dalam Islam mengasuh dan merawat serta menjaga anak adalah salah satu
walaupun anak itu rnerniliki kekurangan sebagairnana firrnan Allah dalarn Al
Quran surat Al Baqarah Ayat 233.
"Para ibu hendak/ah menyusukan anak-analmya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempumakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya" (Al
Baqarah : 233).
2.3.3. Karakteristik Perkembangan Dewasa
a. Perubahan Fisik dan psikis
Menurut Zahrotun (2006: 119), sebagian besar perubahan fisik orang
dewasa tidak lagi menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan fisik,
tetapi mernasuki masa-rnasa akhir dewasa awal menuju dewasa madya,
perubahan fisik rnulai menurun sedikit demi sedikit.
Sedangkan Hurlock (1980 :249), rnengatakan secara psikis pada rnasa
dewasa awal ini banyak orang dewasa mengalami perubahan psikis
seperti ketegangan emosional dikarenakan pada rnasa ini orang dewasa
serta memulai kehidupan baru dengan pasangan hidupnya yang pada masa-masa sebelumya tidak pernah dialaminya.
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Zahrotun, 2006: 119), seora.ng remaja dan dewasa berpikir dengan cara yang sama. Namun beberapa ahli perkembangan percaya bahwa pada masa dewasalah individu mengatur pemikiran operasional formal mereka, sehingga mereka mungkin merencanakan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti masa remaja tetapi menjadi lebih sistematik ketika menghadapi masalah sebagai orang dewasa.
c. Perkembangan Psikososial
Menurut Zahrotun (2006: 120), orang dewasa yang masih muda akan menghadapi krisis, tugas perkembangannya dipusatkan pada usaha untuk mengadakan suatu relasi afektif yang tetap dan mendalam dengan pasangannya. Pada masa ini individu dapat mengembangkan rasa tanggung jawab yang kuat bagi keluarganya sendiri.
2.3.4. Tugas Perkembangan Orang Tua
menjalani periode di dalam kehidupan. Tugas perkembangan ini akan dapat dijalani individu dengan baik, bila individu telah memiliki kesiapan (mature)
secara fisik dan psikologis, serta adanya dukungan dari lingkungan sosial. Beberapa tugas perkembangan yang harus dilalui pada masa ini, yaitu :
1. Mulai memilih teman hidup (sebagai calon suami atau istri). 2. Belajar menjalani kehidupan bersama.
3. Berlatih untuk mampu mengasuh anak. 4. Mengelola rumah tangga.
5. Bertanggung jawab dengan keluarga. 6. Bertanggung jawab dengan pekerjaan.
Sedangkan menurut Hurlock (1999: 246), tugas perkembangan orang tua merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan, harapan-harapan sosial baru dan bisa menjalani peran baru seperti peran sebagai suami atau istri, sebagai orang tua dan pencari nafkah.
2.3.5. Reaksi Emosional Orang Tua
Orang tua memunculkan beragam reaksi emosional ketika mengetahui
bahwa anaknya terdiagnosa down syndrome. Setiap orang tua pasti berbeda-beda reaksi emosionalnya waktu pertama mengeitahui diagnosis down syndrome tentang anaknya. Bagaimanapun reaksi emosional yang dimunculkan oleh para orang tua adalah wajar dan alamiah.
Menurut Triantoro (2005: 19-24), ada beberapa reaksi emosional yang sering dimunculkan oleh para orang tua seperti :
a. Shock perasaan yang umum dirasakan oleh para orang tua ketika mengetahui bahwa anaknya terdiagnosa down syndrome. Perasaan
shock ini merupakan keterkejutan dari orang tua yang tidak menghendaki anaknya terdiagnosa down syndrome.
b. Penyangkalan atau merasa tidak percaya. Perasaan lain yang sering
dimunculkan oleh para orang tua adalah perasaan tid3k percaya
atau menyangkal bahwa anaknya terdiagnosis down syndrome.
Sering kali orang tua merasa tidak percaya bahwa anaknya
terdiagnosa down syndrome hingga menolak diagnosis dokter atau ahli.
c. Perasaan sedih adalah perasaan yang pasti dialami oleh orang tua
d. Perasaan terlalu melindungi atau kecemasan setelah menerima
diagnosis bagi anaknya, biasanya banyak orang tua terutama ibu
yang mencemaskan anaknya secara berlebih-lebihan.
e. Perasaan menolak keadaan, kadang-kadang orang tua memiliki
perasaan yang kuat menolak keadaan ini. Perasaan ini
kadang-kadang tanpa di sadari dilampiaskan pada pasangan atau anak,
sehingga membuat beban bertambah dalam keluarga jika emosi ini
tidak segara dilepaskan.
f. Perasaan tidak mampu dan malu, perasaan ini ditunjukan bagi diri
sendiri karena tidak mampu melahirkan anak yang normal.
g. Perasaan marah, banyak orang tua merasa marah ketika
mengetahui anaknya terdiagnosa down syndrome dan sering kali kemarahan itu berlanjut sehingga membuat perasaan menjadi peka
dan sensitif.
h. Perasaan bersalah dan berdosa ditunjukkan kepada dirinya sendiri
dengan menimpakan semua kesalahan pada diri sendiri.
i. Melangkah setahap demi setahap. Perlu diingat bagi orang tua yang
memiliki anak down syndrome untuk tidak terlalu jauh merencanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan anal<nya, dan jangan pula
2.4.
Down Syndrome
2.4.1 Definisi Down Syndrome
Menurut Santrock Down syndrome merupakan bentuk keterbelakangan mental yang secara genetis paling umum diturunkan, disebabkan a/eh
munculnya suatu kromosom tambahan yaitu kromosom ke 47. (Santrock, 2002: 87)
Menu rut Soetjiningsih (1995: 211 ), John Longdon adalah seorang dokter dari lnggris yang pertama kali menemukan kumpulan gejala down syndrome pada tahun 1866. Sumbangan Down yang terbesar adalah kemampuannya untuk mengenali karakter fisik yang spesifik dan deskripsinya yang jelas tentang keadaan ini, yang secsra keseluruhan berbeda denga11 anak normal. Karena matanya yang khas seperti bangsa mongol maka clulu disebut juga sebagai 'Mongoloid' tetapi sekarang istilah ini sudah ticlak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa.
suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan
perkembangan fisik dan susunan saraf pusat.
Down syndrome dapat terjadi pada semua ras, dikatakan demikian karena angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam,
tetapi perbedaan ini tidak begitu berarti. Sedangkan angka kejadian pada
berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
Dowshen, Steven A (2002: 246-247), mengatakan bahwa sebenarnya Down syndrome adalah salah satu dari kondisi yang palinu umum muncul, yang terkait dengan ketidaknormalan kromosom. Biasanya, terdapat 46 kromosom
23 pasang dengan salah satu dari tiap-tiap pasang, diturunkan dari
masing-masing orang tua. Kromosom berisi seluruh informasi genetik yang
dibutuhkan sel dalam tubuh agar berfungsi secara tepat. Hampir seluruh
anak yang mengalami down syndrome memiliki sel yang tidak berisi 46 tetapi 47 kromosom.
2.4.2. Ciri-ciri Anak Down Syndrome
Dowshen, Steven A (2002: 247), mengatakan bahwa gejala-gejala dan
b. Mata sipit ke atas c. Telinga pendek d. Lidah keluar e. Leherpendek
f. Kulit yang lurus melipat melintasi telapak tan(Jan g. Lengan dan kaki yang pendek
h. Sifat otot yang lemah (bayi tampak 'terkulai' saat diangkat).
Anak-anak penderita down syndrome juga mengalarni cacat mental, mulai dari tingkat ringan sampai berat. Pada satu dari tiga anak penderita down syndrome juga memiliki ketidaknormalan jantung, biasanya menderita lubang pada dinding yang memisahkan ruang utama jantung sebelah kiri dan kanan
(ventricular septa/ defect)
Sedangkan menurut Frida (1998: 120), ciri-ciri yang langsung terlihat pada anak down syndrome adalah:
a. Telinga yang kecil
b. Tengkorak kepala yang pendek c. Kepala bagian belakang yang rata
f. Pada garis telapak tangannya juga ada perbedaan. Pada anak normal, horizantal ada dua buah sedangkan pada anak mongol hanya satu g. Jari kelingking kelihatan lebih pendek dan melengkung.
h. Belahan antara jempol kaki dan jari kedua lebih dalam
i. Mata miring karena bagian luar mata agak tertarik ke atas dibandingkan dengan bagian dalam.
J.
Wajah yang ratak. Terdapat lipatan pada mata
I. Rambut yang kaku dan sendi-sendi yang menutup satu dengan yang lainnya.
Pada umumnya anak-anak mongol memang lemas dan lemah sekali, tubuh anak down syndrome dapat dilipat dan dilengkungkan dengan mudah. Padahal anak-anak yang sehat tidak dapat melakukan hal ini. 30 sampai 40% anak-anak mongol menderita kelainan jantung yang parah. Karena itu banyak anak-anak dengan kelainan semacam ini meninggal dengan usia muda, tetapi jika mereka sudah dapat mencapai usia 5 tahun, biasanya mereka dapat hidup terus-menerus sampai 40 tahunan seperti anak-anak normal lainnya.
Santrock mengatakan bahwa seseorang yang mengalami down syndrome
sepanjang kelopak mata, lidah yang menonjol keluar, tungkai dan lengan
yang pendek, dan keterbelakangan kemampuan motorik dan mental
(Santrock,
2002: 87).
Menu rut Kartini Karto110
(1972: 60-61 ),
ciri-ciri um um dari anak mongolisme adalah:a. Otaknya tidak tumbuh dengan sempurna, sebabnya adalah kerusakan
pada alat pernapasan, pembengkakan yang mengandung air pada
otak sehingga sistem syaraf mengalami kerusakan. Ada disfungsi
pada kelenjar thyroid, kurang zat-zat lendir atau terlampau banyak zat
lendir.
b. Kepalanya kecil dan bulat (brachicephaly) serta ceper tidak sempurna. c. Ubun-ubunnya tidak cepat tertutup menjadi keras, bahkan sering tidak
bisa tertutup sama sekali.
d. 75% dari mereka bermata miring, lubang matanya sempit dan sipit.
e. Sering juling, mengalami hypermetropia (bisa melihat pada jarak pendek), astigmasi yaitu, melihat benda tapi, tangnggapannya tidak
sama dengan penglihatan (deformed); terdapat katarak yaitu mata berair dan pandangannya menjadi kabur dan kosong, mata lya
f. Lidahnya tebal dan besar tetapi lunak, biasanya selalu terjulur keluar. Kadang lidahnya kecil sekali dan runcing, kasar juga terbelah.
g. Tangannya lunak, Jebar besar seperti mengandung air, dan biasanya ibu jari dan kelingkingnya kecil sekali.
h. Telapak tangannya kisut dan terlipat-lipat tidak normal.
1. Hidungnya pendek dan lebar.
J.
Bentuk gigi yang abnormal.k. Tulang rusuk dan tulang punggung sering rnen9alarni kelainan.
I. Bibir tebal atau surnbing.
rn. Kuping luar biasanya besar atau kecil berupa sebuah kutil.
n. Kulitnya kering dan kasar, sering pula lernbut dan lunak seperti kulit bayi, dan pipinya kemerah-merahan.
o. Seringkali belahan antara ibu jari dengan jari telunjuk sangat dalarn sekali.
p. Telapak kakinya datar, perutnya buncit, dan pusarnya rnenonjol keluar. q. Sendi dan otot-ototnya kaku.
r. Alat kelarninnya kecil dan tidak sernpurna
s. Bagi anak down syndrome yang perernpuan rnengalarni keterlarnbatan pada rnenstruasinya.
u. Bernafasnya dangkal dan tidak teratur.
v. Suaranya kasar yaitu suara tenggorokan eskplosif bunyinya.
Sedangkan menurut Glade B, Curtis, gejala dari down syndrome tampak sampai tingkat tertentu terutama pada semua bayi yang dilahirkan dengan sindroma ini, gejala ini termasuk keterbelakangan mental, dahi miring, tangan yang pendek melebar dengan satu lipatan telapak tangan, hidung datar, atau tidal< terdapat tulang llidung, letak telinga rendah dan umumnya mempunyai bentuk fisik yang pendek (Glade B, Curtis, 1999: 213).
2.4.3. Karakteristik Perkembangan Anal< Down Syndrome
Karakteristik perkembangan fisik maupun mental anak-anak mongol pada umumnya sangat lamban karena adanya gangguan yang terjadi pada kondisi fisik, psikis, kognitif, psikososial, seksual, dan religius pada diri anal< down syndrome
a. Perkembangan Fisik Anak Down Syndrome.
Menurut Frida (1998: 121), perkembangan fisik anak down syndrome
terlihat, tetapi mereka dapat belajar dengan cara rnereka sendiri. Misalnya
diajarkan tentang kebersihan, berbicara, berjalan, dan hal-hal lainnya
dengan sabar.
Sedangkan menurut Soetjiningsih (1995: 214-21!5), perkembangan fisik
anak down syndrome mempunyai keanekaragaman faktor biologis yang terdapat pada manusia yang normal, juga terdapat pada anak dengan
down syndrome. Sehingga anak dengan kelainan ini juga terdapat variasi yang luas pada semua aspek kehidupannya. Pola pertumbuhan fisiknya
dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sannpai yang tinggi diatas
rata-rata, dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas.
b. Perkembangan Psikis dan Psikosoial Anak Down Syndrome.
Frida (1998: 121), mengatakan tentang perkembangan psikis dan
psikososial anak down syndrome pada umumnya anak-anak mongol ini sering tertawa dan cepat melekat pada seseorang serta ramah tamah.
Mereka kadang-kadang dapat menjadi sedih dan marah, tetapi pada
umumnya suasana hati semacam ini cepat hilang. Merel<a memang
anak-anak yang gembira dan bisa lebih gembira ャ。セjゥ@ bila berada dalam
c. Perkembangan Kognitif Anak Down Syndrome
Sedangkan menurut Soetjiningsih (1995: 214-:215), beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlamabatan perkembangan kognitif, motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri. Pada umumnya anal< dengan down syndrome, lebih lambat dari anak yang normal.
d. Perkembangan Seksual Anak Down Syndrome.
Frida (1998: 121), mengemukakan tentang perkembangan SE;ksual anak
down syndrome, mereka tidak mengenal seksualitas dan tidal< mengenal masa pubertas yang biasanya sering kali mengganggu, msreka tidak dihinggapi perasaan-perasaan yang bertentangan, dan tidak mengalami perwujudan perasaan yang menuju kedewasaan.
e. Perkembangan Keagamaan Anak Down Syndrome.
Frida (1998: 121), mengatakan tentang perkembangan keagamaan anak
2.4.4. Faktor yang Menyebabkan down Syndrome
Kemiripan karakteristik antar generasi dibawa oleh gen, dan setiap gen mengandung informasi tentang satu detil karakteristik warisan yang dimiliki seseorang.
Menurut Charlish Anne (2005: 52-53), bahwa embrio yang ada dalam rahim, adalah data yang terdapat dalam gen berfungsi sebagai intruksi: data-data tersebut memerintahkan organ-organ yang sedang tumbuh untuk mengorganisasikan semua sel agar berkembang dan menjadi janin. Data-data tersebut membuat janin tadi menjadi satu individu, dengan serangkaian karakteristik unik yang diwarisi dari orang tuanya. Gen-gen ini bertanggung jawab atas keadaan bayi saat dilahirkan. Gen menentukan detil-detil fisik, seperti postur tubuh, warna rambut, dan karakteristik wajah, gen juga mengatur kecenderungan-kecenderungan alamiah, baik atau buruk. Dalam setiap sel tubuh manusia terdapat serangkaian gen yang lengkap.
manusia mewarisi 23 kromosom dari ayahnya (melalui sel kelamin dalam sel
telur), gabungannya bersifat acak dan unik dari sejak terjadinya pembuahan.
Setiap anak dalam keluarga mendapatkan gabungan 46 kromosom berbeda
pula, itulah mengapa kakak beradik dalam keluarga tidak pernah benar-benar
serupa. Salinan kromosom terdapat di dalam sel kelamin, siap untuk
diteruskan ke generasi berikutnya, namun kadang kala terdupat dalam
proses penyalinan bisa saja tidak akan menimbulkan efek apapun, atau
mungkin juga menghasilkan ketidaknormalan yang muncul sebagai suatu
penyakit pada generasi berikutnya. Jika penyakit tersebut tidak fatal, dan
orang yang terpengaruh mutasi gen itu tumbuh dewasa dan mempunyai
anak, gen yang mengalami mutasi tadi mungkin akan diteruskan bersama
gen lainnya. Sehingga penyakit tersebut ada di dalam generasi-generasi
selanjutnya, jadi suatu penyakit warisan yang mewakili sebuah kerusakan
kecil dalam susunan genetik seseorang yang hidup beberapa generasi
sebelumnya. Kerusakan tersebut diwariskan melalrJi peluang, dengan cara
yang alami, dan sekarang kerusakan itu telah menjadi karakteristik tetap
dalam susunan genetik beberapa orang keturunannya.
Selain itu, ada kelainan lain yang bisa mempengaruhi proses genetik.
kromosom secara keseluruhan, beberapa kelainan kromosom mengakibatkan keguguran karena hilangnya beberapa bagian informasi genetik yang penting. Memang ada beberapa kelainan kromosom yang tidak berakibat fatal atau menyebabkan kematian, tapi dapat mengakibatkan munculnya penyakit atau kelainan medis pada anak. Seperti down syndrome,
yang terjadi ketika embrio mewarisi sebuah kromosom ekstra, sehingga ia memiliki 47 kromosom, bukan 46 kromosom seperti yang seharusnya. Kelainan kromosom tidak diwariskan, kelainan warisan terjadi jika semua informasi genetik telah diteruskan embrio, tetapi kebutulan salah satu karakteristik di dalamnya mengalami kelainan atau kerusakan sacara kebetulan, dilihat dari sudut pandang kesehatan.
Di pihak lain, kelainan kromosom terjadi ketika proses penyampaian informasi genetik mengalami kekacauan pada saat pembuahan. Jadi, kelainan krornosom adalah kecelakaan genetik, bukan kondisi yang diwarisi dari orang tua, kelainan ini jarang terjadi, yaitu sekitar satu dari 1 (IQ kelahiran
mengalami kelainan gen semacam itu dan ketidaknormalan kromosom terjadi pada satu dari setiap 150 kelahiran.
Menurut Dowshen, Steven A, bahwasanya salah :satu penyebab down syndrome adalah wanita yang menjalani masa ke hamilan pada usia 35
tahun ke atas rnerniliki resiko tinggi rnelahirkan bayi yang rnengidap down syndrome (Dowshen, 2002: 247).
2.4.5. Mendiagnosa Down syndrome sebelurn Lahir
Wanita yang menjalani kehamilan pada usia 35 tahun ke atas sangat rentan
memiliki bayi yang akan dilahirkannya terkena down syndrome oleh sebab itu ada baiknya pendiagnosaan pada rnasa keharnilan supaya dapat diketahui
apakah anak yang dikandung terkena down syndrome atau tidak.
Menurut Glade B, Curtis (1999: 211-212), harnpir setiap wanita yang
rnenjalani keharnilan rnendapatkan inforrnasi エ・ョエ。ョセj@ down syndrome bila usia ibu diatas 35 tahun maka akan ditawarkan berbagai tes untuk
mendiagnosa apakah janin yang sedang dikandung terkena down syndrome.
Jika ternyata tes tersebut rnenunjukkan bahwa ibu atau janin yang dikandung
itu ternyata terkena down syndrome rnaka ia akan ditawarkan tes-tes untuk rnendiagnosanya lebih lanjut. Ada banyak perneriksaan yang dapat
membantu mendiagnosa down syndrome pada janin yang sedang berkernbang. Perneriksaan ini tidak ditawarkan pada setiap wanita yang
hamil; perneriksaan tersebut biasanya ditawarkan pada wanita yang beresiko
tinggi atau rnereka yang berusia lebih dari 35 tahun. Perneriksaan atau tes
yang dilakukan untuk mengetahui apakah janin yang dikandung terkena
a. Tes alfa-fetoprotein maternal. b. Amniosentesis.
c.
chorionic villus sampling (CVS).d. Uji skrin triple (pengkajian HCG, estriol-takterikat, alfa-fetoprotein dan inhibin-A).
e. Ultrasonografi
Sedangkan menurut Dowshen, Steven.A (2002: 248), ada beberapa cara untuk melihat adanya down syndrome sebelum bayi dilahirkan. Triple screen test dan a/pha-fetoprotein (AFP) test, yang biasanya dilakukan pada 16
sampai
18
minggu kehamilan, mengukur jumlah bahan tertentu di dalam darah ibu yang mengindikasikan bahwa janin menderita down syndrome.Namun satu kali tes dengan hasil positif tidak selalu berarti bahwa bayi menderita down syndrome. Diperlukan tes-tes berikutnya untuk memastikan apakah bayi menderita kondisi down syndrome tersebut.
Demikian juga, tes dapat memberikan hasil negatif, yang berarti tidak ada indikasi adanya down syndrome meskipun sebenarnya janin mengidap penyakit tersebut. Kadar bahan yang disebut alpha-fetoprotein rendah pada darah ibu memberikan gambaran adanya kemungkinan down syndrome,
namun tes tersebut mendeteksi hanya 35 persen kasus. Tripe/ screen test,
Wanita hamil yang lebih dari 35 tahun dan mereka yang memiliki hasil positif dari tes skrining dapat diuji dengan amniocen tesis atau chorionic villus sampling (CVS), di mana sampel diambil dari suatu jaringan atau cairan pada sekitar bayi. Kromosom dari jaringan ini selanjutnya di periksa, tes-tes tersebut akan memberikan jawaban yang jelas, meskipun ada sedikit resiko keguguran janin yang berkaitan dengan adanya kedua prosedur di atas.
Sampling chorionic villus biasanya dilakukan antara 8 sampai
11
m;nggu kehamilan; amniocentesis biasanya dilakukan antara14
sampai18
minggu masa kehamilan.2.4.6. Pendidikan bagi Anak Down Syndrome
Anal< dengan down syndrome juga sama seperti anak-anak normal yang lainnya berhak mendapatkan pendidikan yang layak untuk orann lain pada
umumnya dan terutama untuk diri mereka sendiri.
Soetjiningsih (1995: 218-219), mengatakan bahwa ternyata anak dengan
down syndrome mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program intervensi dini, taman kanak-kanak, dan melalui pendidikan khusus yang
positif akan berpengaruh terhadap tumbuh kernbang anal< secara
menyeluruh.
a. lntervensi Dini
Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan down syndrome
dan keluarganya, rnenyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai
oleh mereka yang tidal< mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini,
terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman
bagi orang tua untuk memberikan lingkungan ケ。ョAセ@ memadai bagi anak
dengan down syndrome makin meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yan9 mencakup aktivitas
motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anal< mampu berbahasa.
Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri,
seperti belajar makan, belajar buang air besar maupun kecil, mandi,
disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting dari
pada jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun
mental anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang
spesifik.
b. Taman Bermain atau Taman Kanak-kanak
Taman bermain atau taman kanak-kanak juga rnempunyai peranan yang
cukup penting pada awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh
manfaat berupa peningkatan keterampilan motorik kasar dan halus
melalui bermain dengan temannya, anak juga dapat melakukan interaksi
sosial dengan temannya. Dengan memberi kesempatan bergaul dengan
lingkungan diluar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam
dunia yang lebih luas.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Program pendidikan khusus pada anak dengan down syndrome akan
membantu anal< melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk
mengembangkan diri dan bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah
akan membantu mereka memperoleh perasaan tentang identitas
personal, harga diri dan kesenangan, lingkungan sekolah memberi
kepada anak dasar kehidupan dalam ー・イォ・ュ「。ョセQ。ョ@ keterampilan fisik,
akademis, dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberi
lain, serta mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif,
kebanyakan anak dengan down Syndrome adalah mampu didik. Selama dalam pendidikan anak diajari untuk biasa bekmja dengan baik dan
menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya, sehingga anak
akan mengerti mana yang salah mana yang benar, serta bagaimana
harus bergaul dengan masyarakat.
2.5.
Kerangka Berfikir
Salah satu syarat terbentuknya suatu keluarga adalah adanya unsur orang
tua dalam keluarga tersebut. Orang tua adalah figur utama dalam keluarga
pada umunya, orang tua diartikan sebagai ayah atau ibu, namun dapat juga
diartikan sebagai individu dewasa lain yang dianggap mampu mengasuh,
mendidik, dan membesarkan anak. Orang tua sebagai orang yang telah
menghadirkan seorang anak di dunia, memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap tumbuh kembang anak.
Adalah suatu kebahagiaan dalam keluarga tatkala diberikan kesempatan
untuk mendapatkan keturunan yang baik dan sehat jasmani se.:rta rohani,
namun tidak sedikit pula orang tua yang mendapatkan keturunan atau anak
dengan gangguan-gangguan tertentu, seperti down syndrome. Karena pada dasarnya tidak ada satupun orang tua yang menginginkan anaknya
mengalami kelainan dalam tingkah laku seperti anak de11gan down syndrome.
Namun dalam proses kearah sana orang tua mempunyai tang:;iung jawab
untuk dapat menerima keadaan anak dengan apa adanya karena
penerimaan orang tua ini akan sangat berpengaruh terhadap keadaan baik
fisik maupun psikologis mereka. Disebabkan dalam ha! ini orang tua harus
lebih ekstra lagi memberikan perhatian, dan pemahaman yang baik sehingga
terjalin hubungan yang baik antara anak, orang tua dan lingkungan.
Tetapi, masing-masing orang tua dalam menerima keadaan ini tentunya
berbeda-beda dan reaksi pertama ketika tahu bahwa anaknya tidak normal,
orang tua ada yang terkejut, bahkan ada yang menolak dan ada pula yang
menerima keadaan anaknya baik itu secara setahap demi setahap dengan
waktu yang lama maupun dengan waktu yang sebentar sebagai proses untuk
menerima keadaan anaknya yang terdeteksi down syndrome.
Perlu diingat bahwa ketika orang tua mengetahui anaknya terdeteksi down syndrome, dibutuhkan langkah setahap demi setahap untuk mengikuti perkembangan anak yang mengarah pada perbaikan dengan berbagai
macam cara seperti : menyekolahkannya pada sekolah luar biasa,
terapi-te1·api khusus untuk anak down syndrome, serta lebih sabar lagi dalarn menghadapi tingkah laku yang dilakukan oleh anak clalam kesehariannya, dan lain-lain.
Orang Tua
SKEMA
Sikap
Penerimaan
Positif
- Menerima
-Merawat
Negatif
- Perasaan
- Menolak
- Malu
-Marah
- Merasa Bersalah
- Shock
-Kecewa
Dalam bab ini dibahas mengenai pendekatan kualitatif yang dipilih sebagai pendekatan umum dan alasan pemilihan pendekatan ini. Karena pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang berusaha memahami gejala tingkah laku manusia menurut sudut pandang subjek penelitian. Pemilihan
pendekatan kualitatif ini memungkinkan peneliti memahami gejala sebagai mana subjek mengalaminya, mengfokuskan pada proses-proses yang terjadi dalam individu, dan memandang individu serta lingkun9annya sebagai satu kesatuan. Hal ini penting agar dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan subjek yang merupakan gambaran utuh dari penghayatan subjek terhadap keadaan yang dialaminya.
3. 1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif seba(Jai pendekatan um um yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti
observasi terstruktur dan tidak terstruktur dan interaksi komunikatif sebagai alat pengumpulan data, terutama wawancara mendalam dan pedoman
(dalam Moleong, 2004:5), mengatakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada individu tersebut secara utuh, jadi individu atau subjek
penelitian dipandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2004:3), mengatakan bahwa
pendekatan ini juga dikenal dengan inkuiri naturalistic atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, dan deskriptif. David Williams (dalam Moleong,
2004:4) mengemukakan penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah atau ilmiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.
Dengan dasar penelitian kualitatif diatas peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam dan menernukan semua variabel yang penting yang melatar belakangi timbulnya serta ーQ・イォ・ュ「。ョセQ。ョ@ variabel tersebut. Untuk mengetahui sikap penerimaan orang tua yang memiliki anak
down syndrome, peneliti juga berusaha mengumpulkan data-data yang menyangkut individu atau unit yang dipelajari mengenai gejala yang ada pada saat penelitian dilakukan, pengalaman masa lalu, lingkungan
3.2
Subjek Penelitian
3.2.1
Karakteristik SubjekSubjek atau responden yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Subjek penelitian adalah Orang tua kandung yang memiliki anak down syndrome.
b. Subjek bertempat tinggal di Jakarta Pusat, Timur dan Selatan
c. Pendidikan orang tua yang memiliki anak down syndrome minimal SD, atau dapat membaca dan menulis. kriteria ini dirnaksudkan agar dapat rnengerti maksud pertanyaan yang diajukan dan dapat rnernberikan jawaban yang jelas serta dapat dimengerti oleh peneliti.
3.2.2
Jumlah Subjekmendatangi sekolah-sekolah luar biasa dan menghubungi pihak sekolah yang didalamnya terdapat anak dengan down syndrome, selain menghubungi sekolah-sekolah luar biasa diluar itu peneliti juga mencari informasi tentang orang tua yang memiliki anak down syndrome untuk dijadikan responden.
3.2.3 Teknik Pemilihan Subjek
Teknik pemilihan subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling (sampel bertujuan). Dimana sampel yang dipilih bukan berdasarkan alas status strata, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Maksud sampling dalam penelitian kualitatif adalah untuk menjaring
sebanyak mungkin informasi yang didapat dari berbagai macam sumber, dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada 。、。ョセイ。@
3.3
Pengumpulan Data
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini metode pengumpulan
data menggunakan wawancara dan observasi.
a. Wawancara
Wawancara atau interview adalah percakapan 、・ョセQ。ョ@ maksud tertentu,
dan percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan subjek yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Vi/awancara
kualitatif dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan tentan!-J
makna-makna subjektif yang difahami individu yang berkenaan dengan topik
yang diteliti dan bemaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut,
dan suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2004:1990),
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan kepada terwawancara, hal ini bertujuan agar wawancara tidak
Dalam melakukan wawancara ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses wawancara diantaranya adalah penggunaaan pedoman wawancara, agar wawancara dapat berjalan dengan baik dan menggunakan rapport yaitu suatu situasi dimana telah terjadi hubungan psikologis antara interviewer dan interviewee yang terjalin hubungan baik sehingga tidak ada rasa curi9a dari responden. Selain itu diharapkan interviewer memiliki sikap netral, adil serta ramah kepada interviewee.
b. Observasi
lstilah observasi diarahkan pada kegiatan memperlihatkan secara akurat mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dan fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis dapat berlangsung dalam konteks
1. Observasi fisik yaitu penampilan umum yang berupa penampilan fisik secara keseluruhan, selain itu dapat jug a dengan mengobservasi cara berpakaian, cara penataan rambut yang mencerminkan bagaimana subjek dalam lingkungan sosial dan bagaimana subjek memandang diri sendiri.
2. Reaksi emosi yang diperlihatkan subjek ketika wawancara. 3. Bicara, berupa gaya bicara, nada bica;a dan ·1ainnya.
Metode observasi seperti tersebut di atas digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui reaksi spontan dari subjek penelitian.
3.3.2 lnstrumen Penelitian
lnstrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara diperlukan sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara yang dirancang sesuai dengan tujuan p1:melitian dan landasan teoritis sehingga jalannya wawancara lebih terarah dengan apa yang ingin diteliti oleh peneliti.
2. Pedoman observasi
sikap subjek terhadap pewawancara, sikap subjek sebelum wawancara dan sebagainya.
3. Tape recorder atau alat perekam.
3.4
Prosedur Penelitian
3.4.1 Tahap Pralapangan
a. Menyusun instrumen pengumpulan data yang berupa pedoman wawancara dan observasi
b. Memilih lapangan penelitian atau lokasi penelitian yang akan clijadikan sumber untuk mendapatkan data yang dibutuhkan clalam penelitian. c. Menyelesaikan administrasi perizinan penelitian
d. Menyiapkan perlengkapan penelitian, seperti pensil, pena, kertas, buku catatan, alat perekam atau tape recorder dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan penelitian.
3.4.2 Tahap Pengambilan Data
a. Menentukan sampel penelitian dan melakukan konfirmasi dengan pihak yang bersangkutan.
c. Melaksanakan pengambilan data dengan menggunakan dan merealisasikan konsep-konsep dalam pedoman wawancara da:i observasi.
3.4.3 Tahap Pengolahan Data
a. Membaca dan memberikan kode pada data-data yang telah didapatkan. b. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis berdasarkan teori.
3.5
Teknik analisa Data
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah tahap analisa data. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2004:248) analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Menurut Janice Mc Drury (Collaborative Group Analysis of Data, 1999) (dalam moleong, 2004:248) tahapan analisis data kualitatif sebagai berikut:
1. Membaca dan mempelajari data, menandai kata··kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
3. Kading yang telah dilakukan
4. Menuliskan model yang ditemukan.
Menurut Patton (dalam Darmiah, 2005) analisa data adalah proses untuk mengatur, urutan data. mengorganisasikannya kedalarn suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Adapun prosedur dalam analisa data adalah
sebagai berikut:
a. Membuat transkrip hasil wawancara dan membacanya berulang-ulang untuk menemukan makna dari jawaban responden.
b. Melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok permasalahan. c. Mengelompokan data-data dengan memberikan kode-kode.
Dalam bab