• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRES ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRES ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Ari Saadah Az Zahro 1, Mustikasari 2

(Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia1, Program Studi Ilmu Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu2 Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia)

Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424, Indonesia

E-mail: ari.zahra@gmail.com

Abstrak

Orang tua merupakan orang terdekat anak yang menjadi pendidik, pelindung, dan penanggung jawab anak. Orang tua yang memiliki anak down syndrome memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang tua tanpa anak down syndrome. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak down syndrome yang tergabung dalam POTADS (Persatuan Orang Tua dengan Anak Down syndrome) sebanyak 64 orang dengan menggunakan teknik total sampling dan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan 37 responden (57,8%) memiliki tingkat stres yang rendah, sedangkan 27 responden (42,2%) memiliki tingkat stres yang tinggi. Orang tua disarankan untuk bergabung di POTADS dan mencari informasi serta belajar mengenai penyakit yang diderita anak.

Kata kunci: down syndrome, orang tua, stres, POTADS

Abstract

Stress Level of Parents with Down Syndrome Children. As children’s closest kin, parents are their educators,

protectors, and guardians. Parents with children who suffer from Down syndrome thus have a higher rate of stress compared to parents without them. This research aims to understand the stress rate of parents who have children with Down syndrome. The design of this research is descriptive quantitative. Using the total sampling technique, the sample of this research is parents of children with Down syndrome who are 64 members of the Down Syndrome’s Parents Association (POTADS) and use univariat analiyse. The research found that 37 respondents (57.8%) have a low rate of stress, while 27 respondents (42.2%) have a high stress rate. Parents are advised to join in POTADS community and look for information and study about the child’s ill.

Keywords: down syndrome, parents, stress, POTADS

Pendahuluan

Hasil estimasi WHO (2011), di tahun 2010, sekitar 15% dari penduduk dunia mengalami disabilitas. Sedangkan menurut Global Burden

Disease (2004), anak (0-14 tahun) yang

mengalami disabilitas sekitar 95 juta (5,1%), dimana 13 juta (0,7%) anak mengalami disabilitas berat. Pertumbuhan angka anak dengan disabilitas mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pravelensi angka anak disabilitas di Indonesia menurut hasil Riskedas

tahun 2007 dan sensus nasional 2010 antara 2-4 % dari jumlah penduduk Indonesia saat itu. Sekitar 1,5-3 juta anak Indonesia mengalami disabilitas (unicefindonesia.org). Anak yang mengalami disabilitas khususnya dengan down

syndrome, diseluruh dunia mencapai 8 juta

anak (Duhita, 2012, www.potads.or.id). Di Amerika Serikat ada sekitar 400.000 anak

down syndrome dengan angka kelahiran bayi down syndrome setiap tahunnya mencapai

6000 anak dengan perbandingan 1:691 kelahiran bayi (National Down syndrome

(2)

lahir dengan down syndrome di Belanda 16 per 10.000 bayi hidup sekitar 8-25% (Weijerman, et al, 2007). Sedangkan di Middle Eastren Country prevalensi usia ibu meningkatkan kelahiran anak dengan down

syndrome mencapai 41,6%. Di Indonesia

sendiri prevelensi anak down syndrome mencapai 300.000 jiwa dengan perbandingan 1:1000 kelahiran bayi (Riskesdas, 2010). Menurut Weijrman, et al. (2007) dan Roizen (2003), semakin bertambah usia ibu peningkatan angka kelahiran bayi dengan

down syndrome juga semakin tinggi. Usia ibu

diatas 35 tahun kemungkinan akan melahirkan bayi down syndrome dengan perbandingan 1:700 kelahiran bayi.

Anak Down syndrome memiliki tiga karakter yang khas, yaitu memiliki IQ yang rendah, keterbelakangan secara fisik dan mental, dan memiliki daya tahan tubuh yang lemah (Zan, Janiwarti, & Saragih, 2011). Selain masalah perkembangan psikomotor, anak down syndrome biasanya juga berisiko tinggi

mengalami congenital defeacts dan organic

disorder seperti celiac disease, hipertiroidism,

gastrointestinal defeacts, dan masalah

pendengaran (Eyzawiah et al, 2013; National

Down syndrome Society,2012; Roizen &

Patterson, 2003).

Besarnya stigma dan steriotip yang ada di masyarakat terhadap anak disabilitas membuat orang tua/keluarga dengan anak disabilitas memiliki stresor yang lebih besar dan kondisi/situasi yang lebih beragam (Lessen berry and Rehfeldt, 2004; Mangunsong, 2011). Stres pada orang tua dengan anak intellectual disabilitas lebih berfokus pada hubungan karakteristik anak, seperti masalah perilaku dan emosi (Herring et al., 2006), dan jenis diagnosa apa yang diterima anak (Sander and Morgan, 1997). Tidak hanya masalah hambatan, stres pada orang tua dengan anak disabilitas (autis, down syndrome, cerebal

palsy) memiliki beragam kekhawatiran yang

berhubungan dengan masa depan anak, termasuk masalah finansial, kemandirian fisik,

pendidikan, pernikahan, pekerjaan, dan kebutuhan personal anak (Heiman, 2002; Oyston, Machin fosh, Myers, 2011; Mangunsong, 2011; Rondal & Quartino, 2007).

Selain itu, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan orang tua menjadi faktor yang dapt mempengaruhi tingkat stres yang dialami orang tua dyang memiliki anak

down syndrome (Bourke et al., 2008). Stres

pada orang tua yanag memiliki anak down

syndrome terjadi bukan karena bencana

melainkan terjadi sebagai akabat konsekuensi tanggungjawab sehari-hari yang berhubungan dengan perawatan anak (Mangunsong, 2011). Sarafino (2002), menjelaskan bahwa sumber stres orang tua juga berasal dari individu, keluarga, dan masyarakat/komunitas. Perlu adanya dukungan dari lingkungan di sekitar untuk mengurangi tingkat kecemasan orang tua. Menurut Dunn, Bowers & Tantleff-Dunn (2011), orang tua yang memiliki anak disabilitas akan menunjukan tanda stres dan depresi yang lebih sedikit ketika mereka mendapatkan dukungan sosial.

Data hasil wawancara informal dengan orang tua yang tergabung di POTADS mengatakan bertemu, berkumpul, berbagi cerita bersama dengan orang tua yang memiliki anak down

syndrome tentang kondisi anak dan

pengalaman merawat anak membuat stres yang dialami berkurang. Dukungan sosial dari orang tua yang senasib menjadi cara yang efektif untuk mengurangi stres yang dialami orang tua. Belum teridentifiksinya tingkat stres yang dialami orang tua yang tergabung di POTADS ini membuat peneliti ingin mengetahui bagaiamana gambaran tingkat stres yang dialami orang tua yang memiliki anak down

syndrome yang tergabung di POTADS.

Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data melalui kuisioner untuk mengetahui gambaran tingkat stres orang tua yang memiliki anak

(3)

Metode

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif sederhana dengan pendekatan purposive sampling dan teknik pengambilan sampel berupa total sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 64 orang dengan kriteria inklusi: orang tua yang tergabung di POTADS yang memiliki anak usia 6-12 tahun, sehat jasmani dan rohani, serta bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuisioner yang dikembangkan oleh Berry & Jones (1995) yaitu Parenting Stress Scale (PSS). Kuisioner terdiri dari dua bagian. Bagian A berisi isian tentang data demografi (inisial nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan jumlah anak). Bagian B berisi pernyataan tentang perasaan dan pengalaman orang tua mengenai kehadiran anak yang berkebutuhan khusus (own

syndrome).

Uji reliabilitas terhadap instrumen telah dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada 30 responden. Setelah data terkumpul, hasilnya diolah dengan menggunakan komputerisasi dan didapatkan hasil reliabilitas 0,883. Hasil uji validitas didapatkan nilai 0,54 sampai dengan 0,791. Uji analisis yang dignakan yaitu analisis univariat.

Hasil

1.Karakteristik responden

Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia dan Jumlah Anak

Variable Mean SD Manimum-Maksimum 95% CI Usia 43,30 7,173 29-58 41,51-45,09 Jumlah Anak 3,09 1,530 1-10 2,71-3,48

Tabel 1 menjelaskan bahwa usia rata-rata orang tua yaitu 43,3 tahun dan jumlah anak yang dimiliki orang tua rata-rata 3,09.

Tabel 2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Pekerjaan

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase %

Laki-laki 3 4,7 Perempuan 61 95,3 Total 64 100 Tingkat Pendidikan SD 9 14,1 SMP 11 17,2 SMA 24 37,5 Sarjana 20 31,2 Total 64 100 Pekerjaan Pegawai negeri 2 3,1 Pegawai swasta 8 12,5 Wiraswasta 17 26,6

Ibu rumah tangga 37 57,8

Total 64 100

Tabel 2 menjelaskan bahwa jenis kelamin orang tua yang terlibat dalam penelitian mayoritas perempuan yaitu 61 orang (95,3%). Tingkat pendidikan orang tua paling banyak SMA sebanyak 24 orang (37,5%). Sebanyak 37 orang tua 57,8%) bekerja sebagai ibu rumah tangga.

2.Tingkat Stres Tabel 3. Tingkat Stres.

Tingkat Stres Frekuensi Persentase (%)

Rendah 37 57,8

Tinggi 27 42,2

Total 64 100

Tabel 3 menjelaskan bahwa sebanyak 37 orang (57,8%) orang tua mengalami tingkat stres rendah.

Pembahasan

Rentang usia orang tua yang terlibat dalam penelitian ini berada pada masa dewasa tengah.

(4)

Masa dewasa tengah dipenuhi oleh tanggung jawab berat, peran yang banyak dan sulit, menjalankan rumah tangga, persiapan anak meninggalkan rumah, dan lain-lainnya, yang mana orang tua masih mengharapkan peningkatan dalam hidupnya. Hasil penelitian berbeda yang dilakukan Shamsuddin dan Norizan (2010) pada ibu yang memiliki anak

down syndrome di Malaysia, menyatakan

bahwa usia orang tua tidak berpengaruh terhadap tingkat stres yang dialami ibu.

Jenis kelamin yang terlibat dalam penelitian mayoritas perempuan. Perempuan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi daripada ayah, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Matricardi et al. (2012) bahwa ibu mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan ayah, berkaitan dengan peranannya sebagai orang tua yang merawat anak.

Tingkat pendidikan orang tua yang terlibat penelitian paling banyak yaitu SMA. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka semakin rendah tingkat stres yang dialami orang tua. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Mangunsong (2011), yaitu orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang baik akan mencari tahu keadaan anaknya melalui berbagai media baik secara online, surat kabar, berkonsultasi pada tenaga kesehatan, maupun melalui buku-buku yang dibaca.

Penelitian yang dilakukan di Swedia oleh Ollson dan Hwang (2006), menyatakan bahwa ibu yang memiliki anak intellektual disabalitas yang menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya dan memiliki sedikit waktu untuk pekerjaan memiliki tingkat stres yang lebih rendah. hal in sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimana orang tua yang terlibat dalam penelitian ini mayoritas bekerja sebagai ibu rumah.

Wong (2008) menyatakan bahwa masuknya satu anggota baru (kelahiran) dalam keluarga akan menimbulkan stres. Hasil penelitian

menunjukan bahwa orang tua yang memiliki anak lebih dari 3 mengalami tingkat stres yang tinggi. hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sarafino (2002), yaitu kelahiran bayi dalam keluarga menimbulkan stres sebab orang tua arus bertanggung jawab untuk merawat dan membesarkan anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres yang dialami orang tua yang tergabung di POTADS memiliki tingkat stres yang rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jones & Passey menyatakan bahwa dukungan sosial yang baik yang diterima orang tua yang memiliki anak disabilitas menjadi salah satu cara untuk mengurangi stres orang tua (Sarafino, 2002; Wong, 2008). Membantu keluarga mengembangkan pekerjaan tepat dan menemukan perilaku koping yang sesuai merupakn bentuk dukungan sosial yang bisa diberikan agar orang tua dapat memahami kebutuhan dirinya dan menemukan kebutuhan anak (Stoneman et al., 2007). Orang tua bisa saling bercerita, berbagi pengalaman, dan mengungkapkan perasaannya mengenai kondisi anak jika mereka saling bertemu dengan orang tua yang senasib (Hallahan 2009 dalam Mngunsong, 2011). Hal ini munjukan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang baik untuk mengurangi stres orang tua. Faktor lain yang mempengaruhi stres orang tua seperti status pernikahan, kepuasan, penyesuaian orang tua, koping yang digunakan keluarga, perilaku anak, dan disabilitas yang diderita anak (Herring et al., 2006; Mangunsong, 2011; Papilia, Olds, & Filedman, 2009; Shamsuddin & Novariza, 2010). Ketersediaannya dukungan sosial yang adekuat bagi orang tua menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengurangi tingkat stres yang dialami orang tua. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dijadikan dasar POTADS untuk meningkatkan dukungan sosial bagi anggotanya.

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian yaitu keterbatasan jumlah sampel

(5)

dan penyebaran sampel yang tidak merata, seperti jenis kelamin yang didomiasi perempuan dan jenis pekerjaan orang tua yang didominasi oleh ibu rumah tangga. Selain itu, usia anak yang memiliki rentang terlalu jauh membuat hasil penelitian bisa menjadi bias terkait tingkat stres yang dialami orang tua. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih komprehensif dalam meneliti setiap aspek faktor yang berpengaruh terhadap tingkat stres orang tua.

Kesimpulan

Secara umum, orang tua yang memiliki anak

down syndrome yang tergabung di POTADS

memiliki tingkat stres yang rendah. Peneliti mengharapkan adanya peningkatan dukungan sosial yang diberikan POTADS untuk membantu mengurangi stres yang dialami orang tua. Perawat diharapkan dapat menjadi konselor dan edukator bagi orang tua untuk mengurangi stres.

Referensi

Down’s Syndrome Association. (2010). Early Support: Helping every child succed.

Information for parents Down syndrome.

Nottingham: DCSF Publication.

Jones, J. & Passey, J.. Family Adaption, Coping, and Resources: Parentof children with developmental disabilities and behavior problem. Journal on Developmental Disabilities, volume 11 number 1.

Herring, S., et al. (2006). Behavioural problems in toddler with developmental disorder and developmental delay: Associations with parental mental health and family functioning. Journal of

Intellectual Disability Research, 50 (12), 874-882.

Khamis, Vivian. (2006). Psychological distress among parents of children with mental retardation in the United Arab Emirates. United Arab Emirates University, Al-Ain, Abu Dhabi, UAE, Elsevier, St. Louis, 28 November 2006.

Mangunsong, F.. (2011). Psikologi dan

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kedua. Depok: LPS3 Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia.

National Down syndrome Society. (2012).

What is Down syndrome?. Maret 4, 2013.

http://www.ndss.org/Down-Syndrome/What-Is-Down-Syndrome/ Roizen, NJ & Patterson, D. (2003). Down’s

Syndrome. Lancet 361:1281-89.

Stoneman, Z.. (2007). Examining the down syndrome advantage: Mothers and fathers of young children with disabilities.

Journal of Intellectual Disabilities

Research, 51 912), 1006-1017.

Van der Veek, Shelly M.C., Kraaij, V., and Garnefski, N.. (2009). Cognitive Coping Strategies and Stress in Parents with Down Syndrome: A prospective study.

American Association on Intellectual and Developmental Disabilities Vol. 47, No. 4: 259-306.

Wiejiman, et al. (2008). Prevalence Neonatal Characteristic and First Year Mortality of

Down Syndrome. Journal of Pediatrics.

Wong, Donna L. et al.. (2008). Buku ajar

keperawatan pediatrik. Edisi 6, Vol.1.

(Egi Komara Yudha et al., penerjemah). Jakarta: EGC.

Zan, Pieter H., Janiwarti, B., Saragih, M.. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk

Keperawatan. Jakarta: Kencana Media

Gambar

Tabel  1  menjelaskan  bahwa  usia  rata-rata  orang  tua  yaitu  43,3  tahun  dan  jumlah  anak  yang dimiliki orang tua rata-rata 3,09

Referensi

Dokumen terkait

Maka, peneliti membatasi masalah hanya terpaut mengenai persepsi mahasiswa Pendidikan Teknik Bangunan yang mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di semester

FENNY YUTIKA SELI, 2014, The Effectiveness of Using Social Networking Site in Teaching Writing of recount text at Tenth Grade Students of SMA Negeri 87 Jakarta, Skripsi,

Kapasitas adsorpsi terbesar pada kedua adsorben diperoleh pada konsentrasi awal metilen biru 100 ppm, yaitu sebesar 4,895 mg/g oleh adsorben SSzM dan 4,924 mg/g oleh adsorben SSzC

Pada hasil partisipasi aktif siswa, siswa telah berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran dan keaktifan siswa pada proses pembelajan berlangsung dapat dilihat

Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) SOIna adalah satu-satunya organisasi di Indonesia yang menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga bagi

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi berjudul Evaluasi

Demikian pengumuman disampaikan untuk dapat diketahui, dan atas perhatiannya disampaikan terima kasih. Polewali, 14

Ada sebagian orang yang senang sekali membatasi hidup orang lain berdasarkan warna yang dia gunakan, misalnya mengatakan “kamu sih suka baju warna hitam,