• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Mengenai Ketidaksesuaian Antara Label Harga Elektronik (Barcode) Dengan Harga Promosi Dalam Transaksi Jual-Beli Dihubungkan Dengan pasal 378 kitab Undang-Undang Hukum Pidana JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Tra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Mengenai Ketidaksesuaian Antara Label Harga Elektronik (Barcode) Dengan Harga Promosi Dalam Transaksi Jual-Beli Dihubungkan Dengan pasal 378 kitab Undang-Undang Hukum Pidana JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Tra"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam kesempatan ini saya akan mempresentasikan karya tulis saya yang berjudul : ... LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi yang semakin maju, yaitu

Merupakan salah satu bentuk pembangunan nasional dalam hal memajukan perekonomian dalam bidang ite.

barcode, yaitu suatu kumpulan data optik atau code batang yang dapat di baca oleh mesin

Penggunaan label harga elektrik , yaitu

Merupakan sistem yang dipakai pada prosses jual beli dalam hal pembayaran yang dilakukan secara modern agar cepat dan efisien

Semakin tingginya teknologi menimbulkan permasalahan

Salah satunya pada penggunaan label harga elektrik yang menimbulkan permasalahan seperti ketidaksesuain antara label harga elektrik dengan harga promosi dalam transaksi jual-beli yang terjadi di sulawesi utara (manado) di sebuah hypermarket terkenal.

IDENTIFIKASI MASALAH

Bagaimana Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mengatur tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli ?

Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana penipuan pada butir 1 di atas ?

SIMPULAN

1. Pasal 378 KUHP dapat diterapkan terhadap tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian antara label harga elektrik (barcode) dengan harga promosi dalam transaksi jual beli karena sudah memenuhi unsur subjektif dan objektif. 2. Tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku pada kasus penipuan

termaksud antara lain dengan menjeratnya secara pidana melalui Pasal 378 KUHP dengan pembuktian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tindakan hukum tersebut juga tidak terlepas dari upaya-upaya pendekatan, baik pendekatan secara teknologi, pendekatan sosial budaya-etika dan pendekatan hukum.

SARAN

(2)

Law Analysis About Unconformability Between Electrical Price Lables (Barcode) With The Price Of Promotion In Transaction of Sells-BuysRelated With Section 378 Criminal Codes Juncto

Law Number11 year 2008 About Information And Electronic Transaction

BACKGROUND

The development of increasingly advanced technology: Isone form ofnational development interms ofpromotingeconomyinite.

Electrical Price Lables (Barcode):is, acollection ofopticaldataorcodethatcanstemread by machine

The use of electric price:,Is thesystemusedinbuying and sellingprossesinpayment, which is conducted forfastandefficientmodern

Higher technology more trouble:One wastheuse ofelectricprice tagsthatcauseproblems such asuncormability betweenelectricprice tagwithpricepromotionsin thebuy-sell transactionsthatoccurredinnorthernSulawesi(Manado) inafamoushypermarket.

PROBLEM IDENTIFICATION

How to Article 378 the Criminal Penal Code and Law No. 11 Year 2008 About Information And Electronic Transactions criminalize fraud on the price tag mismatch electrically (Barcode) with promotional price of goods at a sale and purchase transaction?

What legal action can be done against criminal fraud in item 1 above?

RESUME

1. Article378of the Criminal Codeapplicableto thecrime offraudon thediscrepancybetween the electricprice tag(barcode) withpricepromotions on thesale and purchase transaction because itmeetsthe subjectiveandobjectiveelements.

2. Legal actionthat can bedoneagainstthe perpetratorsoffraudcasesreferred to, among others withacriminaltrick thembyArticle378of the Criminal Codewithevidenceas stipulatedinthe draftCriminal Procedure Code(KUHAP) in conjunction with Article5 paragraph(1) andparagraph(2) LawNumber11Year2008About theInformationand Electronic Transactions. Legal actionisalsoinseparable fromthe efforts ofthe approach, both approachesaretechnological,socio-cultural approach toethicalandlegal approaches.

RECOMENDATION

1. In order to combatcriminalmisuseof information technologywith themodeasin thecase above,requiredadequate legalprovisionsthatArticle378the CriminalPenal Codeshould be correctedbecause itno longer appropriateto the needswithinthe framework of

implementation of lawsagainstcrimeswith themodeof technologymisuseof such information,according TheoryofLegal Development.

Prof. MochtarKusumaatmadja. 2. The need forsocializationonthe legalprovisionsapplicabletothe crimeswithmodes

(3)

19

BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG LABEL HARGA ELEKTRIK

(

BARCODE)

DAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM

TRANSAKSI JUAL BELI

A. Tinjauan Teori Mengenai Label Harga Elektrik (Barcode)

Pembahasan tentang barcode tidak terlepas dari definisi dan ruang lingkup simbologi sebagai suatu teknik melakukan encoding untuk memperoleh suatu bentuk data yang sulit diketahui oleh banyak orang. Hasil encoding tersebut kemudian diterjemahkan kembali menjadi bentuk semula. Barcode merupakan salah satu teknik simbologi yang sering dipergunakan. Ada tiga bagian pokok pembagian set karakter yakni 1:

1. karakter numerik, dalam hal ini karakter-karakter yang ada hanya berupa angka saja;

2. karakter abjad dan numerik berupa huruf dan angka;

3. karakter ASCII, dalam hal ini meliputi seluruh karakter ASCII yang memiliki bobot 0 sampai 127.

Barcode atau disebut pula kode batang yang selanjutnya dapat digunakan sebagai label harga elektrik adalah suatu kumpulan data optik yang dapat dibaca oleh mesin. Barcode mengumpulkan data dalam lebar (garis) dan spasi garis pararel yang disebut simbol linear atau 1D (satu dimensi), memiliki bentuk persegi, titik, heksagon serta bentuk geometri

1

www.legalitas.com, diakses 20 Desember 2010, pukul 20.00 wib.

(4)

20

lainnya dalam gambar yang disebut kode matrik atau simbologi 2D (dua dimensi)2.

Barcode merupakan salah satu teknik simbologi yang digunakan dalam industri. Simbologi adalah teknik yang mana suatu data dapat di encoding untuk memperoleh suatu bentuk data yang sulit diketahui oleh banyak orang. Hasil encoding tersebut kemudian diubah dan diterjemahkan kembali menjadi bentuk data yang semula. Secara umum terdapat dua jenis tipe simbologi barcode, yakni 3:

1. Simbologi diskrit (discrit symbologi) yaitu jenis simbologi yang mana masing-masing karakter dapat diinterprestasikan secara terpisah tanpa tergantung pada sisa kode barcode yang lain. Pada simbologi ini masing-masing karakter dipisahkan oleh spasi yang diantara karakter, dalam hal ini spasi tidak mengandung arti namun hanya memisahkan antara karakter satu dengan karakter lainnya.

2. Simbologi kontinyu (continuous symbology) yaitu jenis simbologi yang mana masing-masing karakter tidak dapat diinterprestasikan secara terpisah Pada umumnya sebuah karakter diawali oleh sebuah garis dan diakhiri oleh sebuah spasi. Simbologi kontinyu biasanya memiliki urutan garis khusus sebagai penutup data yang terdapat pada barcode, yang disebut termination bar

Selain itu simbologi dapat juga dibagi berdasarkan lebar encode yang terdapat dalam barcode yakni :

2

Agus Rahardjo, Op.Cit. 3

(5)

21

1. simbologi two-width yang memiliki spasi dan garis yang lebar atau sempit, yang memungkinkan adanya toleransi yang besar pada saat pencetakan barcode, sekalipun dengan printer berkualitas rendah. 2. simbologi multiple-width, yang memiliki garis dan spasi dengan

berbagai variasi.

Di samping itu, ada juga pembagian simbologi berdasarkan panjang data yaitu :

1. simbologi dengan panjang data yang tetap atau memiliki jumlah karakter atau digit yang tetap.

2. simbologi dengan panjang data yang bervariasi, dalam hal ini memuat informasi data dalam barcode dengan panjang yang tidak ditetapkan.

Selain pembagian di atas, ada pula pembagian simbologi berdasarkan kemampuan untuk memeriksa diri sendiri. Selanjutnya ada pembagian simbologi berdasarkan barcode yang dipergunakan, antara lain simbologi yang hanya menggunakan numerik serta simbologi yang menggunakan alfanumerik. Pembagian lain atas suatu simbologi dapat dilakukan berdasarkan penggunaan kode 39 sebagai generasi pertama simbologi alfanumerik yang masih dipergunakan secara luas terutama di luar bidang perdagangan.

(6)

22

Berbicara mengenai jual beli tidak terlepas dari perjanjian, karena setiap proses jual beli pasti akan diawali dengan sebuah kesepakatan, yang mana kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 Burgerlijke Wetboek (selanjutnya disebut BW) , disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih. Perjanjian dapat dilakukan oleh para pihak sesuai kehendaknya masing-masing baik dari segi bentuk, macam maupun isinya, hal ini merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Namun demikian sebebas apapun seseorang membuat perjanjian tetap harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian seperti termuat dalam ketentuan pasal 1320 BW, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 1320 BW mengatur bahwa syarat sahnya perjanjian terdiri dari :

1. Kesepakatan para pihak

2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

(7)

23

mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Menurut Pasal 1330 BW juncto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan seseorang dikatakan dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya. Sementara itu seseorang dikatakan sehat mentalnya berarti orang tersebut tidak berada dibawah pengampuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 juncto Pasal 433 BW. Orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curatornya. Sementara itu, orang yang tidak dilarang oleh undang-undang maksudnya orang tersebut tidak dalam keadaan pailit sesuai isi Pasal 1330 BW juncto Undang-Undang Kepailitan. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 BW, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.

(8)

24

Perjanjian jual beli yang terjadi antara penjual dengan pembeli terkadang dibuat dalam bentuk perjanjian standar atau klausula baku yang isinya ditetapkan secara sepihak oleh penjual. Berdasarkan ketentua Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, telah ditegaskan bahwa penjual dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap perjanjian yang :

1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen;

4. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen;

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;

6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;

(9)

25

8. menyatakan bahwa konsumen atau pembeli memberi kuasa kepada pelaku usaha atau penjual untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pelaku usaha atau penjual tidak diperkenankan membuat klausula baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Apabila ketentuan tersebut diatas dilanggar, maka klausula baku termaksud dinyatakan batal demi hukum.

Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya. Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya hanya merupakan kehendak dari salah satu pihak saja. Perjanjian seperti itu dikenal dengan sebutan Perjanjian Baku (standard of contract). Pada suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang dapat diterapkan antara lain :

1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat

2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian

(10)

26

4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum

5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan

6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian

7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya

8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 BW yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.

(11)

27

Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan

Berdasarkan azas konsensualisme, perjanjian dianggap ada seketika setelah ada keta sepakat, artinya dalam hal ini pada saat kedua pihak setuju tentang barang dan harga, yang menyebabkan lahirlah perjanjian jual beli secara sah. Sifat konsensual dari jual beli ditegaskan dalam Pasal 1458 BW yang menyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua pihak, seketika setelah orang-orang mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut berikut harganya, walaupun kebendaan itu belum diserahkan dan harga belum dibayarkan.

Selain apa yang telah diuraikan diatas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam transaksi jual beli yaitu :4

1. unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang dilakukan jual beli secara elektronik

2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.

3. unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi

barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan

(12)

28

Jual beli menurut BW hanya merupakan perjanjian obligatoir saja, dalam arti para pihak hanya meletakkan hak dan kewajibannya saja dan belum memindahkan hak milik atas suatu barang. Hak milik atas suatu barang dapat berpindah dari pihak penjual kepada pihak pembeli apabila telah terjadi levering/penyerahan. Pelaksanaan jual beli antara penjual dan pembeli tentu tidak terlepas dari risiko bagi kedua pihak. Risiko merupakan kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh kejadian atau peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak.5 Dengan demikian masalah risiko pun harus diatur secara jelas dalam suatu perjanjian termasuk perjanjian jual beli secara elektronik.

Jual beli merupakan perjanjian timbal balik, yang mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, dan pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga barang yang dimaksud. Berdasarkan istilah Belanda, jual beli berasal dari kata koop en verkoopt yang berarti satu pihak menjual (verkoopt) dan pihak lainnya membeli (koop).6

Pada kontrak jual beli para pelaku yang terkait didalamnya yaitu penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda. Kewajiban penjual dalam suatu perjanjian jual beli adalah sebagai berikut :

1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan, yang mana kewajiban ini meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan dari penjual kepada pembeli

2. Kewajiban menanggung kenikmatan tentram menanggung cacat tersembunyi, merupakan konsekuensi dari jaminan yang diberikan

5Ibid, hlm.24

6 Syamsu Gandapermana, Belanda Belanda Hukum Dasar, Bandung : Sekolah Tinggi

(13)

29

oleh penjual kepada pembeli, bahwa barang yang dijual dan diserahkan adalah miliknya sendiri yang bebas dari suatu beban atau tuntutan dari hak apapun dan siapapun. Kewajiban ini direalisasikan dengan memberikan ganti kerugian kepada pembeli karena gugatan pihak ketiga. Kewajiban untuk menanggung cacat-cacat tersebunyi, artinya bahwa penjual diwajibkan menanggung cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya, yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai oleh pembeli atau mengurangi kegunaan barang itu, sehingga akhirnya pembeli mengetahui cacat-cacat tersebut.

3. Memperlakukan pembeli secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

4. Memberi informasi tentang barang dan/atau jasa yang dijual secara benar, jujur dan jelas, dan sebagainya.

Selain kewajiban, penjual juga memiliki hak dalam proses jual beli antara lain :

1. Menentukan dan menerima harga permbayaran atas penjualan barang, yang kemudian harus disepakati oleh pembeli.

(14)

30

Selain hak dan kewajiban penjual, ada juga hak dan kewajiban pembeli sebagai pihak dalam perjanjian jual beli. Kewajiban pembeli juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pembeli sebagai konsumen mempunyai kewajiban dalam proses jual beli sebagai berikut :

1. Membaca informasi dan mengikuti prosedur atau petunjuk tentang penggunaan barang dan atau jasa yang dibelinya.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa tersebut.

(15)

31

lainnya ditanggung oleh pembeli, kecuali diperjanjikan sebaliknya. Selain harga pembayaran dalam suatu proses jual beli diatur pula mengenai waktu dan tempat dilakukannya pembayaran, biasanya pembayaran dilakukan di tempat dan pada saat diserahkannya barang yang diperjual belikan atau pada saat levering, sebagaimana diatur dalam Pasal 1514 BW yang menyebutkan bahwa apabila pada saat perjanjian jual beli dibuat tidak ditentukan waktu dan tempat pembayaran maka pembayaran ini harus dilakukan ditempat dan pada waktu penyerahan barang.

4. Biaya akta-akta jual beli serta biaya lainnya ditanggung oleh pembeli.

5. Mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut apabila timbul sengketa dari proses jual beli termaksud.

Selain kewajiban yang harus dilakukannya, pembeli yang dianggap sebagai konsumen juga memiliki hak dalam proses jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.

2. Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan atau jasa dengan kondisi yang sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Hak untuk mendapatkan informasi secara benar, jujur, dan jelas mengenai barang dan atau jasa yang diperjualbelikan

(16)

32

5. Hak untuk didengarkan pendapatnya atau keluhannya atas kondisi barang dan atau jasa yang dibelinya.

6. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara patut apabila dari proses jual beli tersebut timbul sengketa.

7. Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang dan atau jasa yang dibelinya tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

Dengan demikian hak dan kewajiban penjual dan pembeli sebagai para pihak dalam perjanjian jual beli harus dilaksanakan dengan benar dan lancar, apabila para pihak memperhatikan dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diatas, berlaku juga dalam transaksi jual beli secara elektronik, walaupun antara penjual dan pembeli tidak bertemu langsung, namun tetap ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli ini harus tetap ditaati.

C. Tinjauan Hukum Mengenai Tindak Pidana Penipuan Berdasarkan Hukum Pidana Di Indonesia

(17)

33

atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.7

Profesor Simons merumuskan tindak pidana seperti diatas adalah karena8:

1. untuk adanya suatu strafbaar feit itu diisyaratkan bahwa harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dalam hal ini pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;

2. agar sesuatu itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam undang-undang;

3. setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) meliputi unsur-unsurnya, yang dibagi menjadi dua macam yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.9

Unsur subjektif terdiri dari10:

7PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,

1997, hlm 185

8Ibid., hlm 10-11 9Ibid., hlm 193

(18)

34

1. hal dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terhadap perbuatan yang telah dilakukan;

2. kesalahan seseorang.

Sementara itu, unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku itu harus dilakukan.11 Dikatakan unsur objektif, jika unsur tersebut terdapat diluar si pembuat yang dapat berupa12:

1. suatu perbuatan, perbuatan mana dapat berupa berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu;

2. suatu akibat;

3. masalah-masalah, keadaan-keadaan, yang semuanya itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang

Bab XXV Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menggunakan perkataan penipuan karena dalam bab tersebut diatur sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dimana oleh pelaku dipergunakan perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau dipergunakan tipu muslihat.

Tindak pidana penipuan atau bedrog, juga disebut oplichting dalam bentuk pokok, diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

Barangsiapa dengan maksud menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melanggar hukum, baik dengan memakai nama atau kedudukan palsu, baik dengan perbuatan-perbuatan tipu muslihat maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang lain supaya menyerahkan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang,

(19)

35

dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun

Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Padana (KUHP) terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut13:

1. unsur subjektif : a. dengan maksud atau met het oogmerk

b. untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain c. secara melawan hukum atau wederrechtelijk 1. unsur-unsur objektif : a. barangsiapa;

b. menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut;

c. menyerahkan suatu benda;

d. mengadakan suatu perikatan utang; e. meniadakan suatu piutang

f. dengan memakai : 1) sebuah nama palsu 2) kedudukan palsu 3) tipu muslihat

4) rangkaian kata-kata bohong

Kata dengan maksud atau met het oogmerk itu harus diartikan sebagai maksud dari pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum bahwa keuntungan yang diperoleh dan cara memperoleh

(20)

36

keuntungan tersebut oleh pelaku bersifat bertentangan dengan kepatutan dalam pergaulan masyarakat. Menurut van bemmelen-van hattum yang dimaksud dengan melawan hukum atau wederrechtelijk ialah bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat, sementara itu, menguntungkan diri adalah perbuatan menambah harta kekayaan seseorang daripada harta kekayaan semula.14

Unsur objektif pertama dari tindak pidana penipuan ialah barangsiapa, kata barangsiapa menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana penipuan maka ia dapat disebut pelaku atau dader dari tindak pidana penipuan tersebut.

Unsur objektif kedua ialah iemand bewegen atau menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut15:

1. mau menyerahkan sesuatu benda, atau

2. mau mengadakan perikatan utang atau meniadakan suatu piutang

Perbuatan untuk menggerakkan orang lain ini tidak diisyaratkan dipakainya upaya-upaya berupa janji, penyalahgunaan kekuasaan, ancaman kekerasan, dan sebagainya, melainkan dengan menggunakan tindakan-tindakan baik berupa perbuatan-perbuatan atau perkataan-perkataan yang bersifat menipu. Kata menyerahkan suatu benda ialah setiap tindakan memisahkan suatu benda dengan cara apapun dan dalam keadaan apapun dari orang yang menguasai benda tersebut untuk diserahkan kepada siapapun. Benda yang dimaksud adalah benda berwujud dan benda bergerak. Penyerahan dalam hal ini merupakan suatu unsur konstitutif dari

(21)

37

tindak pidana penipuan, sehingga penyerahan tersebut tidak perlu dilakukan secara langsung kepada pelaku, hal ini berarti bahwa pelaku dapat menyuruh orang yang ditipu untuk menyerahkan benda tersebut kepada seorang perantara atau kepada beberapa orang peratara yang dikirimkan oleh pelaku untuk menerima penyerahan benda yang bersangkutan.

Unsur objektif ketiga adalah sarana penipuan yang salah satu diantaranya dipakai oleh pelaku. Sarana penipuan tersebut diantaranya :

1. memakai nama palsu 2. memakai kedudukan palsu

3. dengan memakai tipu muslihat, atau 4. memakai serangkaian kebohongan

Menurut Satauchid Kartanegara, suatu nama palsu itu harus merupakan nama seseorang. Nama tersebut dapat merupakan nama yang bukan merupakan nama dari pelaku sendiri, atau memang merupakan nama dari pelaku sendiri akan tetapi yang tidak diketahui secara umum.16 Kata kedudukan palsu tidak perlu merupakan jabatan, pangkat atau sesuatu pekerjaan yang resmi seperti hakim, jaksa, penyidik dan sebagainya, melainkan juga keberadaan dalam suatu keadaan tertentu sehingga orang mempunyai hak-hak tertentu.

Tipu muslihat ialah tindakan-tindakan yang sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan kepercayaan orang atau memberikan kesan pada orang yang digerakkan, seolah-olah keadaannya sesuai dengan kebenaran. Kata-kata bohong adalah Kata-kata-Kata-kata dusta atau Kata-kata-Kata-kata yang bertentangan

(22)

38

dengan kebenaran, sedangkan rangkaian kata-kata bohong ialah serangkaian kata-kata yang terjalin demikian rupa, sehingga kata-kata tersebut mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain dan dapat menimbulkan kesan seolah-olah kata yang satu itu membenarkan kata-kata yang lain, padahal semuanya itu sesungguhnya tidak sesuai dengan kebenaran.

Berdasarkan Pasal 10 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya, termasuk tindak pidana penipuan melalui penyalahgunaan label harga elektrik (barcode). Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan pula bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, apabila belum ada aturan secara khusus mengenai penipuan yang dilakukan melalui label harga elektrik (barcode) tersebut, maka hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian menghadapi kasus-kasus di atas hakim dapat menggunakan penafsiran hukum gramatikal, sistematis dan ekstensif terhadap peraturan perundang-undangan yang masih relevan dengan kasus penipuan sebagaimana diatur dalam hal ini Pasal 378 KUHP.

(23)

39

terdakwa. Oleh karena itu, hakim harus berhati-hati, cermat, teliti dalam menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Hakim harus meneliti sampai sejauh mana batas minimal kekuatan pembuktian dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Mengenai alat bukti di pengadilan diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu terdiri dari :

1 Keterangan saksi, dalam Pasal 185 ayat 1 KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan dalam persidangan. Berdasarkan penjelasan KUHAP dinyatakan bahwa dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain. Pasal 1 angka 27 KUHAP menyatakan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia lihat sendiri dan dialami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

(24)

40

yang diberikan seseorang berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang dikuasainya.

3 Surat, sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 KUHAP. Pasal 187 membedakan atas empat macam surat, yaitu :

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan tentang keterangan itu;

b. Surat yang dibuat menurut peraturan undang-undang atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; dan

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

(25)

41

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

6. Keterangan terdakwa, menurut Pasal 189 ayat 1 KUHAP adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri dan alami sendiri. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat, yaitu :

a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan; dan b. Mengaku ia bersalah

Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengatur secara tegas bahwa Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Sementara itu, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya di atas merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini tentunya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Berbicara mengenai alat bukti petunjuk, tidak terlepas dari ketentuan Pasal 188 (2) KUHAP yang membatasi kewenangan hakim dalam memperoleh alat bukti petunjuk, yang secara limitatif hanya dapat diperoleh dari :

1. keterangan saksi; 2. surat;

3. keterangan terdakwa.

(26)

42

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menimbulkan berbagai dampak pada kehidupan manusia. Dampak positif yang muncul antara lain memberi kemudahan bagi manusia untuk melakukan interaksi antara sesama manusia, karena perkembangan dunia teknologi informasi dewasa ini telah membawa manusia kepada era globalisasi yang memberikan kebebasan kepada setiap orang di dunia untuk saling bersosialisasi dengan siapapun dan di manapun mereka berada. Internet merupakan media utama yang dapat digunakan, karena melalui media internet seseorang dapat terhubung dengan teman atau bahkan dengan orang asing yang sama sekali tidak dikenal dan berdomisili di luar negeri.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, namun di sisi lain menjadi sarana efektif perbuatan melanggar hukum. Teknologi informasi dan komunikasi juga telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global, dan menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless), serta menimbulkan perubahan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan beragam jasa di bidang teknologi informasi dan komunikasi dengan berbagai fasilitasnya, dalam hal ini internet merupakan bagian dari kemajuan teknologi informasi tersebut, yang memberi kemudahan dalam berinteraksi tanpa harus berhadapan secara langsung satu sama lain.

(28)

2

Bangsa Indonesia yang sedang tumbuh dan berkembang menuju masyarakat industri yang berbasis teknologi informasi, dalam beberapa hal masih tertinggal. Kondisi ini disebabkan karena masih relatif rendahnya sumber daya manusia di Indonesia dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini, termasuk kemampuan dalam menghadapi masalah hukum yang timbul. Salah satu dampak negatif yang timbul adalah tingginya tingkat kejahatan di berbagai bidang dengan beragam modus operandinya.

Perkembangan teknologi informasi berdampak pada revolusi bentuk kejahatan yang konvensional menjadi lebih modern. Jenis kegiatannya mungkin sama, namun dengan media yang berbeda yaitu dalam hal ini internet, suatu kejahatan akan lebih sulit diusut, diproses, dan diadili. Kejahatan yang seringkali berhubungan dengan internet antara lain penipuan yang dilakukan melalui ketidakbenaran informasi harga barang pada suatu promosi dengan label harga elektrik (barcode) pada suatu transaksi jual beli. Kondisi tersebut menggambarkan kejahatan yang dapat dilakukan melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal ini melalui penyalahgunaan media internet. Barcode atau disebut pula kode batang yang selanjutnya dapat digunakan sebagai label harga elektrik adalah suatu kumpulan data optik yang dapat dibaca oleh mesin. Barcode mengumpulkan data dalam lebar (garis) dan spasi garis pararel yang disebut simbol linear atau 1D (satu dimensi), memiliki bentuk persegi, titik, heksagon serta bentuk geometri lainnya dalam gambar yang disebut kode matrik atau simbologi 2D (dua dimensi)1.

1

(29)

3

Pada mulanya semua kejahatan yang terjadi harus dapat diakomodasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada, dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan lainnya di bidang hukum pidana, walaupun kejahatan yang dilakukan melalui media internet tidak diatur dalam peraturan-peraturan di atas. Pada praktiknya terhadap kejahatan melalui internet diberlakukan peraturan yang mengatur kejahatan konvensional dan hakim dituntut dapat melakukan penemuan hukum sendiri sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, terkadang hakim pun mengusahakan pemecahannya melalui yurisprudensi, yang merupakan suatu keharusan2. Namun demikian, kenyataan yang terjadi, lebih mengarah pada pembentukan hukum baru dengan asumsi KUHP tidak akan mampu mengatur kejahatan di atas, sehingga menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan advokat) untuk mengatasi kondisi tersebut.

Ketika berhadapan dengan tindak pidana penipuan melalui modus di atas dapat menimbulkan masalah baru yang akan muncul, terutama menyangkut barang bukti. Hal ini disebabkan dalam hukum acara pidana yang berlaku tidak diatur mengenai alat bukti elektronik. Namun demikian, saat ini telah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjunya disebut Undang-Undang ITE) yang di dalamnya mengatur berbagai aktivitas yang dilakukan dan terjadi di dunia maya (cyberspace), termasuk pelanggaran hukum yang terjadi. Salah satu pelanggaran hukum tersebut adalah tindak pidana penipuan sebagai akibat

2

(30)

4

dari ketidakbenaran informasi harga barang dengan label harga elektrik (barcode) pada suatu transaksi jual beli. Undang-Undang ITE telah mengatur tentang pembuktian yang menyangkut teknologi informasi temasuk internet, tetapi masih banyak kendala-kendala dalam kenyataannya, sehingga seringkali pelaku tindak pidana penipuan dengan modus tersebut lolos dari hukuman. Ada beberapa kasus penipuan dengan modus serupa yang terjadi di masyarakat sekitar kita, seperti kasus yang terjadi di daerah Manado di awal tahun 2010, dalam hal ini ada sebuah Hypermarket terkemuka menyampaikan promosi atas beberapa barang yang dijual di hypermarket tersebut dengan harga promosi yang selanjutnya menimbulkan animo yang sangat besar pada masyarakat untuk membeli barang-barang termaksud. Namun pada kenyataannya banyak konsumen yang kecewa sekaligus merasa dirugikan karena harga yang tertera dan yang terhitung dari barcode tidak sama dengan harag yang dipromosikan, sehingga hal ini menimbulkan masalah hukum dan akhirnya dilaporkan sejumlah konsumen yang merasa dirugikan tersebut ke Polda Sulawesi Utara dan secara perdata dituntut pula kepada Badan penyelesaian Sengketa Konsumen daerah Manado dan sampai saat ini masih dalam proses persidangan.

(31)

5

Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik .

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan beberapa permasalahan hukum yaitu :

1. Bagaimana Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mengatur tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli ?

2. Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana penipuan pada butir 1 di atas ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan atas tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli melalui Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

(32)

6

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya mengenai tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli.

2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberika masukan bagi pihak yang berwenang dalam membuat dan atau memperbaharui peraturan perundang-undangan mengenai alat bukti dan pembuktian pada proses peradilan pidana serta masukan bagi para penegak hukum dalam mengadili pelaku tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli.

E. Kerangka Pemikiran

(33)

7

Pada dasarnya masyarakat Indonesia harus mendapat perlindungan secara hukum dari dampak yang diakibatkan oleh berbagai kejahatan yang terjadi baik secara nyata maupun di dunia maya, termasuk tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli. Perlindungan terhadap masyarakat tersebut terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang menyebutkan bahwa :

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, .

Amanat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut merupakan konsekuensi hukum yang mengharuskan pemerintah tidak hanya melaksanakan tugas pemerintahan saja, melainkan juga kesejahteraan sosial melalui pembangunan nasional. Selain itu juga merupakan landasan perlindungan hukum kepada masyarakat , karena kata melindungi mengandung asas perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia untuk mencapai keadilan. Pada dasarnya, Indonesia telah berusaha mengantisipasi adanya dampak dari tindak pidana perjudian terhadap masyarakat, melalui beberapa tindakan baik secara preventif, antisipatif maupun secara represif.

(34)

8

dan Advokat) terus dijalin dalam mengatasi semua permasalahan hukum baik di bidang perdata, pidana, tata usaha negara dan lingkup peradilan lainnya. Sampai saat ini, tingkat kejahatan di Indonesia terus melaju cepat seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang semakin canggih. Pesatnya teknologi informasi dan telekomunikasi ini selain memberikan manfaat bagi masyarakat di satu sisi, sering pula disalahgunakan sehingga menimbulkan perbuatan melawan hukum, tidak terkecuali pada tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli.

Tindakan sengaja membuat kondisi adanya ketidaksesuaian antara label harga elektrik (barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli ini dapat dianggap sebagai suatu perbuatan yang layak dipidana, karena terlihat bahwa pelaku tersebut telah melakukan rangkaian kata bohong yang dapat merugikan pihak lain, dengan demikian terdapat unsur pertanggungjawaban pidana di dalamnya. Perbuatan penipuan melalui modus di atas tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP).

(35)

9

boleh ditolak untuk diadili dengan alasan tidak ada aturannya atau belum lengkap aturannya, karena dalam hal ini hakim wajib menggali nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, termasuk diantaranya melakukan penemuan hukum (kecuali analogi tidak diperkenankan untuk kasus pidana). Dengan demikian kasus-kasus penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli dapat saja dijerat dan dikenakan ketentuan Pasal 378 KUHP dan atau pasal lain dalam Undang-Undang ITE, antara lain Pasal 30 ayat (2) UU ITE yang menegaskan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Barcode atau disebut pula kode batang yang selanjutnya dapat digunakan sebagai label harga elektrik adalah suatu kumpulan data optik yang dapat dibaca oleh mesin. Barcode mengumpulkan data dalam lebar (garis) dan spasi garis pararel yang disebut simbol linear atau 1D (satu dimensi), memiliki bentuk persegi, titik, heksagon serta bentuk geometri lainnya dalam gambar yang disebut kode matrik atau simbologi 2D (dua dimensi)3.

Barcode merupakan salah satu teknik simbologi yang digunakan dalam industri. Simbologi adalah teknik yang mana suatu data dapat di encoding untuk memperoleh suatu bentuk data yang sulit diketahui oleh banyak orang. Hasil encoding tersebut kemudian diubah dan diterjemahkan kembali

3

(36)

10

menjadi bentuk data yang semula. Secara umum terdapat dua jenis tipe simbologi barcode, yakni 4:

1. Simbologi diskrit (discrit symbologi) yaitu jenis simbologi yang mana masing-masing karakter dapat diinterprestasikan secara terpisah tanpa tergantung pada sisa kode barcode yang lain. Pada simbologi ini masing-masing karakter dipisahkan oleh spasi yang diantara karakter, dalam hal ini spasi tidak mengandung arti namun hanya memisahkan antara karakter satu dengan karakter lainnya.

2. Simbologi kontinyu (continuous symbology) yaitu jenis simbologi yang mana masing-masing karakter tidak dapat diinterprestasikan secara terpisah Pada umumnya sebuah karakter diawali oleh sebuah garis dan diakhiri oleh sebuah spasi. Simbologi kontinyu biasanya memiliki urutan garis khusus sebagai penutup data yang terdapat pada barcode, yang disebut termination bar.

Transaksi jual beli yang terjadi dewasa ini, kebanyakan tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional dalam penghitungan harga jual yang harus dibayar pembeli, namun telah menggunakan teknologi mesin kasir. Beberapa fungsi lainnya dari mesin kasir/ cash register juga digunakan untuk mencatatkan komponen pajak dalam penjualan. Saat ini beberapa mesin kasir elektronik (Electronic Cash Register) bisa disambungkan dengan perangkat bantu lainnya seperti timbangan digital, barcode scanner juga pembaca kartu kredit atau kartu debit.dan perkembangannya saat ini menagarah pada penggunaan mesin kasir yang berbasiskan komputer (PC

4

(37)

11

Based Cash Register/Point of Sale (PoS). Mesin kasir yang berbasiskan komputer biasanya juga dilengkapi dengan software/ piranti lunak baik yang berbasiskan sistem operasi DOS,Windows, Linux maupun Unix dimana data tersimpan dalam database baik di mesin kasir tersebut maupun di server induknya. dan umumnya banyak Mesin kasir yang berbasiskan komputer ini memiliki konfigurasi jaringan lokal (LAN)5. Keunggulan Mesin kasir dibandingkan dengan sekedar software penjualan biasa adalah pada sistem keamanannya karena selain dari sistem perangkatnya pun dilengkapi dengan kunci pengaman.

Pada sistem manajemen penjualan (PoS), dengan menggunakan barcode informasi yang didaatkan sangat terperinci dan mutakhir daripada label harga konvensional. Oleh karena itu ada beberapa manfaat menggunakan barcode ini antara lain 6:

1. Proses penjualan cepat sehingga dapat mengidentifikasi secara cepat dan tepat pula serta dapat melakukan pemesanan kembali (re-order ) barang dari supplier dengan cepat dan mampu mengimbangi tingkat permintaan barang oleh konsumen.

2. Mampu mengetahui barang yang terjual lebih lambat (slow moving) sehingga dapat mencegah pemesanan barang yang tidak bergerak dan menguntungkan bagi aliran dana (cash flow) perusahaan.

3. Pergerakan penjualan produk dapat dimonitor dari kecepatan perputarannya serta tingkat profitabilitasnya dan memungkinkan untuk produk tersebut mendapat ruang yang tepat untuk dijual.

5

Agus Rahardjo, Op.Cit.,Hlm. 21.

6

(38)

12

4. Catatan data penjualan secara periodik dapat digunakan untuk memprediksi perubahan penjualandalam waktu tertentu.

5. Informasi mengenai jenis produk dapat diketahui di tempat penyimpanan barang yang akan dijual/rak apabila ada harga promo maupun kenaikan harga.

6. Memberikan identifikasi yang jelas pada proses pengemasan dan pengepakan produk yang selesai di produksi

7. Database yang ada dapat dihubungkan (link) dengan nomor identifikasi di atas sehingga memungkinkan untuk mempermudah mendapatkan informasi tentang barang baik contoh nomor order, isi, jumlah, tujuan pengiriman akhir dan sebagainya.

8. Informasi data tersebut dapat dipadukan dengan sistem komunikasi sehingga pengolahan data secara elektonik dapat dimanfaatkan oleh riteler/ pengecer sebagai informasi untuk pemesanan barang dan kedatangan barang yang dipesan.

9. Hasil penelusuran pengiriman barang akan dapat dikirimkan pada pusat pendistribusian barang sebelum terkirim ke tujuan akhir pengiriman.

10. Ketika pengiriman sampai ke tempat akhir (tujuan) maka simbol barcode di scan dan dapat diketahui asal pengirim isi dari kemasan tersebut, serta berapabiaya pembayarannya.

11. Mempermudah sistem kerja dan mengurangi biaya, karena mampu bekerja lebih efesien. Tingkat akurasiannya sangat tinggi.

(39)

13

banyak kemudahan, namun juga sering menimbulkan masalah, apabila terjadi ketidaksesuaian antara label harga elektrik (barcode) tersebut dengan harga promosi yang disampaikan kepada konsumen, dan tidak sedikit kondisi ini dilakukan pihak terkait dengan sengaja sehingga dapat dianggap sebagai suatu tindak pidana penipuan. Perbuatan seperti ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi konsumen yang membeli barang termaksud. Pasal 378 KUHP dimungkinkan untuk diterapkan pada pelaku perbuatan tersebut, disertai penafsiran hukum.

Penafsiran hukum yang dapat digunakan antara lain penafsiran hukum gramatikal yaitu penafsiran isi undang-undang berdasarkan arti kata dalam kamus yang berkaitan dan penafsiran hukum ekstensif yakni penafsiran isi undang yang dengan cara memperluas arti kata dari isi undang-undang tersebut. Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok, diatur dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi:

(40)

14

Berdasarkan Pasal 378 KUHP tersebut, terdapat unsur-unsur sebagai berikut7 :

1. unsur subjektif :

a. dengan maksud atau met het oogmerk

b. untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain c. secara melawan hukum atau wederrechtelijk

2. unsur-unsur objektif : a. barangsiapa

b. menggerakkan orang lain agar orang lain : 1) menyerahkan suatu benda

2) mengadakan suatu perikatan utang 3) meniadakan suatu piutang

c. dengan memakai : 1) sebuah nama palsu 2) kedudukan palsu 3) tipu muslihat

4) rangkaian kata-kata bohong

Berdasarkan Pasal 10 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan

7

PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,

(41)

15

wajib untuk memeriksa dan mengadilinya, termasuk tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli. Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan pula bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, apabila belum ada aturan secara khusus mengenai penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli, maka hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian dalam menghadapi kasus-kasus penipuan dengan modus seperti itu, hakim dapat menggunakan penafsiran hukum gramatikal dan ekstensif terhadap peraturan perundang-undangan yang masih relevan dengan kasus phishing, dalam hal ini Pasal 378 KUHP.

F. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan metode-metode sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

(42)

16

lain Pasal 378 Kitab Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, kemudian data sekunder bahan hukum sekunder yaitu pendapat para ahli yang berkaitan dengan tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli serta data sekunder bahan hukum tertier seperti kamus hukum.

2. Metode Pendekatan

(43)

17

ekstensif dengan cara memperluas arti kata dala suatu ketentuan peraturan perundang-undangan tertentu.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini dilakukan teknik pengumpulan data dengan beberapa cara yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan (library research), dalam hal ini Peneliti melakukan penelitian terhadap data sekunder bahan hukum primer seperti Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; kemudian data sekunder bahan hukum sekunder yaitu pendapat para ahli yang berkaitan dengan tindak pidana penipuan atas ketidaksesuaian label harga elektrik (Barcode) dengan harga promosi barang pada suatu transaksi jual beli serta data sekunder bahan hukum tertier seperti kamus hukum.

(44)

18

4. Metode Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif, maksudnya bahwa analisis dilakukan dengan memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan agar peraturan yang satu tidak bertentangan dengan peraturan lainnya, untuk mencapai kepastian hukum juga menggali hukum yang hidup di masyarakat, baik hukum yang tertulis meupun hukum yang tidak tertulis.

5. Lokasi Penelitian

(45)

BAB III

KETIDAKSESUAIAN ANTARA LABEL HARGA ELEKTRIK

(

BARCODE

) DENGAN HARGA PROMOSI DALAM

TRANSAKSI JUAL BELI

A. Proses Penentuan Dan Pembuatan Label Harga Secara Elektrik (Barcode)

Salah satu unsur penting dalam transaksi jual beli adalah harga barang yang akan dijual. Harga barang merupakan suatu hal yang turut menentukan ketertarikan konsumen untuk membeli dan selanjutnya bertransaksi dengan penjual. Penentuan harga barang ditentukan oleh berbagai faktor. Turun naiknya harga barang dipengaruhi pula oleh berbagai faktor baik secara internal penjual maupun faktor eksternal, termasuk situasi dan kondisi perekonomian dan keamanan negara.

Kondisi perekonomian di Indonesia yang fluktuatif, terkadang naik atau turun turut mempengaruhi harga barang yang dijual menjadi fluktuatif juga. Seringnya harga yang berubah-ubah, membuat pelaku usaha dalam hal ini pengelola hypermarket/swalayan sering pula mengubah label harganya. Hal ini menyebabkan tidak efisiennya waktu kerja, karena harus rutin mengecek dan mengubah label harga yang ada. Atas kondisi ini tentunya juga biaya opersional swalayan tersebut bertambah, karena ada label-label yang dibuang dan harus diganti dengan yang baru.

Pada praktiknya, para pelaku usaha dalam hal ini penjual barang senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menarik minat masyarakat

(46)

44

membeli produk-produk yang dijualnya, sekaligus menjadi strategi marketing penjualan bagi pengusaha tersebut. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah melakukan promosi yang berkaitan dengan pemberian harga tertentu atau harga khusus pada beberapa produk barang yang disampaikan kepada masyarakat sebagai calon pembeli melalui pengiklanan di media cetak atau media elektronik, dengan harapan dapat menarik minat masyarakat untuk membeli produk tersebut.

Metode penetapan harga atas suatu produk tidak dapat dilakukan tanpa disertai dasar penentuan harga suatu produk tertentu, meliputi biaya produksi, biaya pengangkutan, biaya marketing dan sebagainya. Ada beberapa pedoman yang digunakan pelaku usaha dalam penentuan harga barang yang akan dijual kepada masyarakat, antara lain 1:

1. Berdasarkan persepsi pembeli terhadap nilai barang yang ditawarkan. 2. Berdasarkan upaya merebut nilai persepsi, harga agar produk yang

memiliki kesan lebih bergengsi.

3. Secara psikologis, agar konsumen merasa bahwa harga sebenarnya di atas dari harga yang dibayarnya.

Selain itu, biasanya pelaku usaha melakukan strategi penetapan harga dengan beberapa cara yakni :

1. Penetapan harga geografis

a. Penetapan harga dengan kondisi pembeli membiayai sendiri ongkos angkutnya.

1

(47)

45

b. Penetapan harga seragam, dengan cara penambahan ongkos angkut yang sama pada semua konsumen

c. Penetapan harga tanpa memandang lokasi. d. Penetapan harga menurut daerah

e. Penetapan harga dengan lokasi tertentu f. Penetapan harga tanpa beban ongkos angkut. 2. Penetapan harga dengan potongan, meliputi :

a. Potongan tunai b. Potongan jumlah c. Potongan musiman d. Adanya keringanan harga

3. Penetapan harga promosi, antara lain :

a. Harga yang menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha b. Harga pada peristiwa khusus

c. Rabat untuk pembayaran tunai d. Metode waktu tertentu

e. Diskon psikologis.

(48)

46

mungkin saja mengandung unsur-unsur pidana khususnya tindak pidana penipuan, dengan modus media promosi namun mengandung rangkaian kata bohong yang disampaikan pelaku usaha kepada konsumen, baik dilakukan sepengetahuan pelaku usaha ataupun adanya oknum pegawai dari suatu perusahaan retail seperti swalayan atau hypermarket ini.

Informasi harga barang oleh pelaku usaha kepada pembeli dapat dilakukan melalui proses pelabelan harga termasuk label harga secara elektrik (barcode). Label harga tersebut beraneka ragam jenisnya. Ada pelaku usaha yang menempelkan label harganya di produk itu langsung, namun ada juga yang hanya menempelkannya di rak display dan ada pula yang memanfaatkan label harga (barcode) yang disimpan pada produk tersebut. Melalui barcode pembeli dapat mengecek harganya melalui alat barcode reader yang dipasang di titik-titik tertentu di toko/swalayan/hypermarket tersebut.

(49)

47

atau orang yang mengoperasikan komputer server tersebut. Semuanya otomatis dijalankan oleh program di komputer server, mulai dari saat menerima gambar barcode, mengolahnya menjadi kode produk, sampai mengirimkan feedback ke pembeli tersebut, berupa harga, secara terperinci atas produk yang diinginkan (komposisi, pembuat, sinopsis dan sebagainya). Pengiriman feedback juga dilakukan sama seperti saat proses pengiriman gambar barcode di atas dengan menggunakan Bluetooth ataupun Wi-Fi. Komputer server tersebut harus memiliki spesifikasi minimal yakni device Bluetooth / Wi-Fi (bisa internal / external). Apabila terjadi perubahan harga, dilakukan penggantian database di komputer server.

B. Beberapa Contoh Kasus Ketidaksesuaian Harga Promosi Barang Dengan Label Harga Elektrik (Barcode).

Penentuan harga barang melalui promosi tidak selalu sama dengan label harga untuk barang tersebut, pada saat konsumen akan membelinya. Ketidaksesuaian seperti ini sering terjadi dan menimbulkan kerugian pada pembeli serta terdapat indikasi adanya rangkaian kata bohong sebagai salah satu unsur tindak pidana penipuan. Kondisi seperti ini pada kenyataannya banyak terjadi di masyarakat dalam proses jual beli yang terjadi di hypermarket atau swalayan.

(50)

48

Ir Sutami Sukaberenang terhadap konsumen dengan menaikkan label harga pada print out komputer berbuntut panjang. Salah seorang konsumen yang menjadi korbannya yakni Hamzah Jasman, warga yang tinggal di perumahan Kuantan Indah. Hal tersebut sudah tiga kali dialaminya dengan kejadian yang sama, yaitu harga yang tertera di label beda dengan harga yang tercantum di komputer..

Akibat kerugian yang telah dialaminya itu, lantas korban melaporkan kasus tersebut kepada pihak Polresta Tanjungpinang pada Jumat (7/11) lalu dengan nomor Pol : LP/B.190/K/XI/2008 tentang peristiwa penipuan yang dilakukan oleh pasar swalayan Bintan 21. Hamzah juga menyebutkan, akibat penipuan tersebut manajemen pasar swalayan Bintan 21 telah melanggar Pasal 378 KUHP dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

Adanya laporan ini, Polisi diharapkan dapat segera tanggap untuk menangani serta menuntaskannya, sehingga tidak terjadi lagi peristiwa pembohongan publik yang dilakukan swalayan seperti itu. Sementara itu, harga penjualanan barang yang sudah tertera pada labelisasi tidak boleh dinaikkan tanpa dasar yang jelas.

(51)

49

(52)

50

BAB IV

ANALISIS HUKUM TENTANG KETIDAKSESUAIAN ANTARA

LABEL HARGA ELEKTRIK (

BARCODE)

DENGAN HARGA

PROMOSI DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DIHUBUNGKAN

DENGAN PASAL 378 KUHP JUNCTO UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Penerapan Pasal 378 KUHP Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Atas Ketidaksesuaian Antara Label Harga Elektrik (Barcode) Dengan Harga Promosi Dalam Transaksi Jual Beli

Eksistensi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam menghadapi bentuk kejahatan baru diantaranya menggunakan kemajuan teknologi informasi saat ini belum sepenuhnya dapat teratasi. Hal ini mengingat bahwa penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dahulu tidak pernah membayangkan bahwa dimasa yang akan datang akan muncul jenis kejahatan baru yang menyalahgunakan teknologi informasi tersebut. Oleh sebab itu wajar jika dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada satu pasal pun yang mengatur secara khusus mengenai kejahatan dengan modus seperti itu. Namun demikian, hal ini bukan berarti ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dapat diterapkan sama sekali terhadap kejahatan melalui penyalahgunaan teknologi informasi tersebut.

(53)

51

beli tidak dapat dijerat oleh hukum, akan tetapi hal tersebut tetaplah sebuah kejahatan, oleh karena itu, harus dikenakan sebuah ketentuan hukum yang pasti dan tegas untuk melindungi kepentingan konsumen dan ketertiban umum. Apabila ditinjau dari substansi tindak pidana tersebut, maka pelakunya dapat dijerat dengan rumusan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sekalipun pada saat ini belum ada ketentuan yang mengatur tindak pidana penipuan dengan modus di atas secara khusus, bukan berarti tindak pidana termaksud dapat lolos dari hukum, karena masih ada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat diterapkan terhadap kejahatan tersebut.

Tindak pidana penipuan atau bedrog, juga disebut oplichting dalam bentuk pokok, diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

Barangsiapa dengan maksud menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melanggar hukum, baik dengan memakai nama atau kedudukan palsu, baik dengan perbuatan-perbuatan tipu muslihat maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang lain supaya menyerahkan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun

(54)

52

1. unsur subjektif :

a. dengan maksud atau met het oogmerk

b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain c. secara melawan hukum atau wederrechtelijk

2. unsur-unsur objektif : a. barangsiapa;

b. menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut : 1) menyerahkan suatu benda

2) mengadakan suatu perikatan utang 3) meniadakan suatu piutang

c. dengan memakai : 1) sebuah nama palsu 2) kedudukan palsu 3) tipu muslihat

4) rangkaian kata-kata bohong

(55)

53

Unsur objektif pertama dari tindak pidana penipuan termaksud ialah barangsiapa, kata barangsiapa menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana penipuan tersebut maka ia dapat disebut pelaku tindak pidana penipuan.

Unsur objektif kedua ialah iemand bewegen atau menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut :

1. mau menyerahkan sesuatu benda, atau

2. mau mengadakan perikatan utang atau meniadakan suatu piutang Perbuatan untuk menggerakkan orang lain ini tidak diisyaratkan dipakainya upaya-upaya berupa janji, penyalahgunaan kekuasaan, ancaman kekerasan, dan sebagainya, melainkan dengan menggunakan tindakan-tindakan baik berupa perbuatan-perbuatan atau perkataan-perkataan yang bersifat menipu. Pada tindak pidana penipuan ini, pelaku menggunakan perkataan-perkataan untuk membohongi konsumen/korban melalui harga promosi yang dimanipulasi

Unsur objektif ketiga adalah sarana penipuan yang salah satu diantaranya dipakai oleh pelaku. Sarana penipuan tersebut diantaranya :

1. memakai nama palsu 2. memakai kedudukan palsu

3. dengan memakai tipu muslihat, atau 4. memakai serangkaian kebohongan

(56)

54

tidak diketahui secara umum. Pada kasus tindak pidana yang terjadi, para pelaku menggunakan keadaan palsu dalam melakukan kejahatannya, dalam hal ini menggunakan istilah harga promo sebagai bentuk pembohongan pada masyarakat/konsumen.

Tipu muslihat ialah tindakan-tindakan yang sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan kepercayaan orang atau memberikan kesan pada orang yang digerakkan, seolah-olah keadaannya sesuai dengan kebenaran. Kata-kata bohong adalah Kata-kata-Kata-kata dusta atau Kata-kata-Kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran, sedangkan rangkaian kata-kata bohong ialah serangkaian kata-kata yang terjalin demikian rupa, sehingga kata-kata tersebut mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain dan dapat menimbulkan kesan seolah-olah kata yang satu itu membenarkan kata-kata yang lain, padahal semuanya itu sesungguhnya tidak sesuai dengan kebenaran.

Berdasarkan rumusan unsur-unsur diatas maka perbuatan yang dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, tinjauan hukum pidana Islam terhadap cyber crime dalam bentuk phising menurut Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Pasal 263 ayat 1 dan 2 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Mengenai pemalsuan data komputer, diatur dalam Pasal 35 Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa “Setiap orang

hal tersebut yang mendasari pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang

Skripsi ini berjudul “Prostitusi Online Dilihat Dari Instrumen Hukum Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik” , merupakan tugas akhir

Pada Pasal 1 angka 1 UU ITE disebutkan definisi transaksi elektronik sebagai, “perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, dan/atau media elektronik

Maqhfirotul Latifah Putri, 2023: Jual beli followers instagram menurut undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan kompilasi

Transaksi elektronik adalah hubungan hukum yang dilakukan melalui komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya Transaksi elektronik memiliki cakupan yang sangat luas,