PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI
PEMBANGUNAN
(Studi Pada PNPM Mandiri Perdesaan Di Desa Hilimo’asio Kecamatan Idanogawo, Kabupaten Nias)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun oleh :
JOHNI ELVIS HURA
070903029
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur buat Tuhan Yesus Kristus buat penyertaan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif
Administrasi Pembangunan (Studi Pada PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Hilimo’asio Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias)”.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala keterbatasan kemampuan, pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Demi
penyempurnaannya, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari semua pihak yang
berkompeten dalam bidang ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberikan motivasi dan dukungan baik melalui kata-kata
penguatan,dukungan moril maupun materil. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. H. M Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utama
3. Ibu Dra. Nurlela Ketaren, M.SP selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu dan membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar hingga
selesainya skripsi ini
4. Ibu Dra. Beti Nasution, M.si selaku dosen pembimbing magang.
5. Seluruh Dosen Administrasi Negara, terimakasih buat ilmu dan pengetahuan yang telah
diberikan kepada saya.
6. Kak Mega dan Kak Dian yang telah membantu dalam proses administrasi selama masa
7. Kepada perangkat pemerintahan kecamatan Idanogawo dan pemerintahan desa
Hilimo’asio yang telah dengan senag hati menyambut kehadiran penulis dan membantu
penulis dalam segala urusan administrasi.
8. Buat keluarga besarku, bapak dan mama serta kakak, abang dan adek-adekku yang sangat
kukasihi dan kucinta yang selalu mendukungku untuk menyiapkan skripsi, selalu
memberi semangat dan meyakinkan aku kalau aku pasti bisa.
9. Buat teman-temanku Hiking & main futsal; Afandi, Juli, Doro, Parda, Paul, Gunawan,
Tommy, Nandez, Hotdin n’ Bobby f, pengalaman bersama teman-teman takkan
terlupakan menjelajah alam bebas serta kumpul-kumpulnya yang kata orang kajol dan
buang-buang waktu, banyak orang ngk tau kalo kita orang-orang yang sangat berpotensi
Heheheheh.
10.Teman-teman UKM Bola Fisip USU, b’ dhany, b’topan, b’ hendra, b’ipin b’franklin
(Gattuso) n katua Junjung Manik, yang bersama-sama menyalurkan hobi, meningkatkan
skill main bola dengan tensi tinggi dalam turnamen tuk memperjuangkan nama
departemen serta tak lupa tradisi ke buah habis latihannya yaaa .
11.Sahabat-sahabat ku Adrey, Wilfried, Sonya, Erny, Laura, Roma, Yuni, Gita, Mala, Wirda,
Maria, Tere, Hilda, Erma makasih buat segala semangatnya selama penyusunan skripsi
ini.
12.Buat seluruh teman-teman AN 07, Terima kasih buat bantuannya selama perkuliahan.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini tidak terlepas dari
keterbatasan-keterbatasan dalam penulisannya oleh karena itu penulis mengharapkan akan adanya kritik
dan saran yang membangun. Akhir kata, besar harapan bagi penulis bahwa skripsi ini akan
membawa manfaat baik bagi kalangan akademisi, masyarakat maupun bagi ilmu administrasi
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL ... iv
ABSTRAK ... vii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1Latar Belakang ...1
1.2Rumusan Masalah ...12
1.3Tujuan Penelitian ...12
1.4Manfaat Penelitian ...13
1.5Kerangka Teori ...13
1.5.1 Pemberdayaan ...14
1.5.1.1 Pengertian Pemberdayaan ...14
1.5.1.2 Pemberdayaan Masyarakat ...16
1.5.1.3 Indikator Pemberdayaan ...17
1.5.2 Administrasi Pembangunan ...20
1.5.2.1 Administrasi ...20
1.5.2.2 Pembangunan ...21
1.5.2.3 Paradigma Pembangunan ...24
1.5.2.4 Administrasi Pembangunan ...28
1.5.3 Pembangunan Desa ...36
1.5.3.1 Ruang Lingkup Pembangunan Desa ...38
1.5.3.2 Tiga Prinsip Pokok Pembangunan Desa...38
1.5.3.3 Tujuan Pembangunan Desa ...39
1.5.4 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa ...40
1.5.5 PNPM Mandiri Pedesaan ...43
1.5.5.1 Defenisi PNPM Mandiri Pedesaan ...43
1.5.5.2 Visi, Misi, dan Tujuan PNPM Mandiri Pedesaan ...44
1.5.5.2 Prinsip Dasar PNPM Mandiri Pedesaan ...45
1.5.5.4 Ketentuan Dasar PNPM Mandiri Pedesaan ...47
1.5.5.5 Komponen Program Pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan ...52
1.5.5.6 Strategi PNPM Mandiri Pedesaan ...54
1.5.5.7 Pendekatan PNPM Mandiri Pedesaan ...55
1.5.5.8 Kategori Program PNPM ...55
1.5.5.9 Ruang Lingkup PNPM ...56
1.6 Defenisi Konsep ...57
1.7 Sistematika Penulisan ...58
BAB II METODOLOGI PENELITIAN ...59
2.1 Bentuk Penelitian ...59
2.2 Lokasi Penelitian ...59
2.3 Informan Penelitian ...59
2.4 Teknik Pengumpulan Data ...61
2.5 Teknik Analisa Data ...62
BAB III DESKRIPSI LOKASI...63
3.1 Deskripsi Wilayah ...63
3.2 Keadaan Demografi ...64
3.3 Organisasi Pemerintahan Desa ...67
BAB IV PENYAJIAN DATA ...79
4.2 Data Variabel Penelitian ...82
4.2.1 Pelaksaan PNPM Mandiri Pedesaan ...82
BAB V ANALISA DATA ...114
5.1 Peranan Pemerintah Daerah Khususnya Pemerintahan Desa Dalam Melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan Desa Hilimoasio ...116
5.2 Peranan Program PNPM Perdesaan Mandiri Desa Hilimoasio ...117
5.3 Kondisi Masyarakat Desa Hilimoasio ...118
5.4 Implementasi PNPM Mandiri Perdesaan Desa Hilimoasio ...121
BAB VI PENUTUP ...130
6.1 Kesimpulan ...130
6.2 Saran ...131
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pengklasifikasian Luas Wilayah di Desa Hilimo’asio ... 61
Tabel 3.2 Tabel Klasifikasi Penduduk Desa Hilimo’asio Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kepala Keluarga ... 62
Tabel 3.3 Tabel Jumlah Penduduk di Desa Hilimo’asio Berdasarkan Agama ... 63
Tabel 3.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Hilimo’asio ... 63
Tabel 3.5 Distribusi Penduduk berdasarkan Pekerjaan di Desa Hilimo’asio ... 64
Tabel 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 77
Tabel 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 77
Tabel 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Usia... 78
Tabel 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan ... 78
Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden Mengenai PNPM Mandiri Perdesaan dalam memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat ... 95
Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keberadaan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan...96
Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Visi Misi Kepala Desa Dalam Melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan ... Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Tentang Komitmen Kepala Desa Dalam Pembangunan ... 98
Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keputusan Dan Arahan Kepala Desa ... 100
Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keputusan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan ... 101
Tabel 4.11 Distribusi Jawaban Responden Tentang Berlaku Adilnya Kepala Desa Bagi Masyarakatnya Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan ... 102
Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Musyawarah Yang Dipimpin Oleh Kepala Desa Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan ... 103
Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pemahaman Mengenai PNPM Mandiri Perdesaan ... 104
Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Mengetahui Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perdesaan ... 105
Tabel 4.15 Distribusi Jawaban Responden Tentang Disiplin Dalam Pelaksanakan Program PNPM Mandiri Perdesaan Selalu Dilaksanakan ... 105
Dan Prasarana di Desa Hilimoasio ... 107 Tabel 4.18 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sosialisasi
PNPM Mandiri Perdesaan Oleh Pemerintah ... 107 Tabel 4.19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Peranan
Perangkat Desa Dalam Mensukseskan Program
PNPM Mandiri Perdesaan ... 108 Tabel 4.20 Distribusi Jawaban Responden Mengenai PNPM Mandiri
Pedesaan Menjadi Program Pemerintah Dalam
Mengentaskan Kemiskinan ... 109 Tabel 4.21 Distribusi Jawaban Responden Tentang
Jalannya Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan
Sesuai Dengan Rencana ... 110 Tabel 4.22 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ada Peningkatan
Kinerja PNPM Mandiri Perdesaan ... 111 Tabel 4.23 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan
PNPM Mandiri Perdesaan Menimbulkan
ABSTRAK
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI NEGARA
(Studi Pada PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Hilimo’asio Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias)
Nama : Johni Elvis Hura
NIM : 070903029
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Pembimbing : Dra. Nurlela Ketaren, M.SP
Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Pemecahan masalah kemiskinan memerlukan pendekatan terpadu, terencana, berkesinambungan, dan menuntut keterlibatan berbagai pihak. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan Pemberdayaan Masyarakat melalui PNPM Mandiri Perdesaan yang meliputi kegiatan pembimbingan, penyuluhan, pelayanan, pelatihan dan pemfasilitasan kepada masyarakat yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan tujuan administrasi pembangunan dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti kesehatan, pendapatan, pendidikan dan konsumsi sehari-hari.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Administrasi Pembangunan yang dilakukan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Hilimo’asio Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peranan PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam perspektif Administrasi Negara di desa tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data-data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan menyebarkan angket/kuesioner kepada responden sebanyak 50 responden
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia,
sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini
sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial,
ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di
belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan Negara berkembang. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan,
kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan
kekerasan dan kejahatan.
Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu
masalah yang sangat serius, karena saat ini kemiskinan, membuat banyak masyarakat
Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Persoalan
kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat yang mengalami
pengangguran dalam bekerja. Pengangguran yang dialami sebagian masyarakat inilah yang
membuat sulitnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga angka kemiskinan selalu
ada.
Angka statistik selalu memberikan informasi bahwa masih banyaknya jumlah penduduk
miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia yang di kategorikan supermiskin oleh World
Bank pada tahun 2007 mencapai 39 juta orang atau 17,75 persen dari total populasi. Badan
pusat statistik (BPS) mencatat, bahwa pada tahun 2007 jumlah orang miskin di Indonesia
mencapai 37,17 juta dari seluruh penduduk Indonesia. Dan pada tahun 2008 jumlah orang
miskin mencapai 34,96 juta atau 15 persen dari total penduduk Indonesia. Dan pada tahun
penduduk Indonesia. Meski menunjukkan angka penurunan, bukan berarti upaya pengentasan
kemiskinan yang dilakukan pemerintah sudah berhasil secara maksimal karena angka
kemiskinan sering bergerak secara fluktuatif dari tahun ke tahun1
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak
secara bersama dan terkoordinasi. Namun penangannya selama ini cenderung parsial dan
tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.
Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting
pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu
diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.
.
Dalam buku karangan Remi dan Tjiptoherijanto (2002) yang berjudul Kemiskinan dan
Ketidakmerataan di Indonesia disebutkan bahwa penyebab utama kemiskinan suatu rumah
tangga adalah rendahnya pendapatan yang mereka terima. Sedangkan karakteristik penduduk
miskin tersebut antara lain adalah memiki rata-rata jumlah tanggungan yang banyak. Jumlah
anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau
ketidakmiskinannya rumah tangga. Tingkat pendidikan juga jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin.
2
Program-program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilakukan di berbagai negara.
Di Indonesia sendiri sudah banyak program-progam penanggulangan kemiskinan
dilaksanakan, seperti Inpres desa tertinggal, pemberian BLT, raskin, kompensasi BBM
pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan
dan berbagai program lain. Hingga saat ini bangsa Indonesia juga belum benar-benar terlepas
dari kemiskinan sejak krisis berkepanjangan. Disamping itu, terlepas dari kemiskinan
dapat dikurangi. Menurut program ini,akar permasalahan kemiskinan adalah pada manusia itu
sendiri sehingga upaya penanggulanggannya pun tentu harus menitik beratkan pada
pengembangan dan pemberdayaan manusia itu sendiri, yakni mendorong manusia agar dapat
menemukan kembali jati dirinya sebagai pengelola alam semesta. Dengan adanya
pemberdayaan demikian manusia tersebut akan memiliki keahlian dalam melakukan sesuatu
yang dapat memperbaiki kehidupannya.
Menurut Ritonga3
3
http://www.duniaesai.com/direktori/esai/37-ekonomi/114-mengapakemiskinan-di-indonesia-menjadi-masalah-berkelanjutan.html di akses pada tanggal 12/03/2011
pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan
kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan
sosial untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan
yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan
ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah
ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk
orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif
dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak,
program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.
Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah,
seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya
biaya-biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Faktor kedua yang dapat
mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya
pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga
program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang
Berdasarkan penjelasan Ritonga di atas bahwa penyebab kegagalan program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini disebabkan penanggulang yang tidak bersifat
pemberdayaan, dan kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu
sendiri. Batten (dalam Ndraha 1990:110) menyatakan bahwa pembangunan masyarakat
adalah suatu proses dimana masyarakat membahas dan merumuskan kebutuhan mereka,
merencanakan usaha pemenuhannya, dan melaksanakan rencana itu sebaik-baiknya. Proses
ini dapat diringkas dengan nama partisipasi. Maka dalam setiap program yang bertujuan
menciptakan kehidupan yang layak bagi masyarakat harus melibatkan masyarakat itu sendiri
dalam setiap tahapan dan proses dalam kegiatan tersebut. Karena peran masyarakat sangat
penting dimana masyarakat yang tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat
tersebut.
Untuk mengatasi penyebab kemiskinan tersebut, terdapat tiga pendekatan dalam
pemberdayaan masyarakat miskin yaitu : pertama, pendekatan yang terarah, artinya
pemberdayaan masyarakat masyarakat tersebut harus terarah yakni harus berpihak kepada
orang/ masyarakat miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk
memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi.ketiga, pendekatan pendampingan, artinya
selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu di
dampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan
dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian (Soetomo,
2006:283)4
Program-program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilakukan di berbagai negara
yang terbukti dengan adanya Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang upaya, sasaran
dan target-target pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan yang terkenal dengan
4
nama Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000 yang di ikuti oleh 189
negara di dunia. Deklarasi itu pada intinya merupakan komitmen bersama untuk menurunkan
tingkat kemiskinan global, dengan sejumlah tujuan yang ingin dicapai pada tahun 2015.5
Pembangunan nasional Indonesia mengambil konsep dasar pembangunan sesuai
dengan kondisi terkini dari negara bangsa Indonesia, yaitu adanya keragaman dari potensi,
kecakapan, keinginan dari setiap daerah di Indonesia, dan telah disepakatinya desentralisasi
sebagai pola penyelenggaraan pembangunan, di mana otonomi daerah diletakkan pada
tingkat Kabupaten dan Kota. Pemerintah Kabupaten dan Kota melaksanakan sesuai dengan
potensi, kecakapan, dan aspirasinya. Pemerintah propinsi bertugas untuk menjadi
pendamping dan penyelaras pembangunan antar daerah otonom tersebut. Tugas pendamping
dari pemerintah propinsi didukung oleh departemen teknis yang terkait dengan sektor yang
dibangun di daerah.
Pembangunan nasional adalah berpola kepada rakyat, untuk rakyat. Peran pemerintah
adalah menjaga agar proses pembangunan dengan pola ini berjalan dengan baik.
Pembangunan nasional berbasiskan partisipasi dan pemberdayaan. Partisipasi adalah kunci
dari keberhasilan yang berkesinambungan, sebab pihak yang berhasil mencapai keberhasilan
dari usahanya sendiri. Pemberdayaan adalah suatu proses awal untuk menjadikan mereka
yang belum mampu berpartisipasi (dalam pembangunan) untuk menjadi mampu
berpartisipasi. Pemberdayaan adalah konsep pemihakan kepada mereka yang tertinggal dan
dilakukan secara aktif oleh pemerintah dan mereka yang lebih maju (intervensi)
6
Mengingat konsep dasar pembangunan tersebut, maka strategi pembangunan nasional
Indonesia disusun oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah menyusun secara rinci secara
sektoral strategi-strategi pembangunan di mana setiap daerah (otonom) dapat memilih sektor
5
.
6
serta strateginya sesuai dengan potensi, kecakapan, dan aspirasi lokal. Jadi ibaratnya, strategi
pembangunan nasional adalah “menu” yang lengkap untuk diberikan kepada masyarakat
membangun di daerah untuk dapat memilih sesuai prioritas pembangunan di daerahnya
masing-masing. secara sektoral, bidang-bidang pembangunan adalah ekonomi, politik, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Di luar itu, sesuai dengan U No. 32 Tahun 2004, maka
terdapat beberapa sektor pembangunan yang masih dilakukan oleh pusat (nasional), yaitu
hubungan luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal, hukum, dan agama.
Pembangunan nasional hanya akan memberikan hasil optimal jika diselenggarakan
secara bersama-sama oleh warga negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Jadi
pembangunan perlu kesatuan dan kesatuan. Pada akhirnya, fondasi pembangunan sebagai
bagian dari proses berkehidupan bersama dalam wadah negara bangsa Indonesia harus
kembali kepada kesepakatan paling dasar dari dasar kehidupan bersama yang paling
universal, yaitu demokrasi yang berarti dari-oleh-untuk rakyat, kembali kepada landasan
pembangunan yang paling alami yaitu partisipasi dan pemberdayaan, serta landasan
kesepakatan hidup bersama dari rakyat Indonesia.
Sejalan dengan disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
perencanaan pembangunan dan pelaksanannya harus berorientaasi ke bawah dan melibatkan
masyarakat luas. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dimulai pelaksanaannya
sejak tahun 1998, semakin dewasa belajar dari pengalaman untuk melakukan transisi
pengelolaan program pemberdayaan secara bertahap kepada pemerintah daerah. Sebagai
sebuah program pemberdayaan, PPK telah menjadi sarana belajar bagi setiap stakeholder di
daerah, khususnya Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan
yang bertumpu pada perencanaan dari bawah bukan lagi perencanaan dari atas. Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi
Selain Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Pemerintah Indonesia sejak tahun 2007
juga mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM MANDIRI).
(Departemen Dalam Negeri. 2007. PTO PNPM-PPK. Jakarta : Tim Koordinasi PNPM-PPK).
Pendekatan PNPM Mandiri merupakan pengembangan dari Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapata
bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektifitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan
kebersamaan dan partisipasi masyarakat.
Penyempurnaan program terus dilakukan oleh Pemerintah dan pada 1 September 2006
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dirubah menjadi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat dan terakhir pada tanggal 30 April 2007 disempurnakan menjadi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang mengadopsi
mekanisme dan skema PPK. PNPM Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan untuk
masyarakat daerah Kabupaten, PNPM Mandiri Perkotaan untuk masyarakat daerah Kota,
PNPM Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus, PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan, dan
PNPM Mandiri Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah. Oleh karena itu PNPM Mandiri
diharapkan dapat menjadi suatu sistem pembangunan yang dapat diakses secara adil dan
merata oleh semua komponen bangsa ini karena program ini mengusung sistem
pembangunan follow up planning.
Program PNPM-MP yang dirancang sebagai bagian dari proses percepatan
penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat dan
aparat, dengan memberikan modal usaha untuk pengembangan usaha ekonomi produktif dan
pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan ekonomi pedesaan. Program
melalui proses kegiatan pengambilan keputusan yang demokratis, baik dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pelestarian kegiatan.
Pengelolaan program ini diberikan secara langsung kepada masyarakat. Dengan model
pengelolaan seperti itu diharapkan kelompok masyarakat sasaran, dapat melaksanakannya
secara optimal. Disamping program seharusnya dapat dilaksanakan secara total dengan
menggerakkan segala bentuk upaya dan cara yang mendukung kesuksesan program,
diantaranya yang penting adalah kejelasan tugas dan fungsi dalam pelaksanaan program.
Masyarakat di Desa Hilimo’asio sebagian besar mengandalkan tanah ladang di desanya
dan tanah sawah di desa lain sebagai sumber mata pencahariannya. Oleh karena itulah, Desa
Hilimo’asio memiliki wilayah seluas 987 ha yang diperuntukkan untuk perladangan. Selain
tanah ladang, sebagian masyarakat lain mengandalkan tanah sawah yang berada di luar desa
hilimo’asio yang dikarenakan kontur tanah di Desa Hilimo’asio tidak sesuai untuk
menggarap sawah yang berada di daerah pegunungan sehingga mayoritas dari penduduk
tersebut bergantung pada hasil pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Hanya sedikit
masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan sebagai buruh atau pegawai di
desa ini.
Kehidupan masyarakat di Hilimo’asio yang terletak di Kecamatan Idanogawo,
Kabupaten Nias, Sumatera Utara tidak lebih baik dibandingkan desa lainnya di Kecamatan
Idanogawo. Hal ini disebabkan Desa Hilimo’asio merupakan desa yang bisa dikatakan sedikit
terisolir yang disebabkan tidak adanya moda transportasi yang bisa melewati desa ini untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Masalah ini disebabkan oleh faktor alam dan
kondisi wilayah dimana desa ini berada. Untuk masuk ke wilayah Desa Hilimo’asio ini harus
melewat sungai yang cukup lebar dengan arus yang cukup deras dan tidak adanya jembatan
yang menyambungkan desa ini ke desa lainnya. Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa
geliat ekonomi yang signifikan. Namun, seiring dengan adanya program PNPM Mandiri
Perdesaan yang telah menjalankan fungsinya yang salah satunya dengan pembangunan
infrastruktur berupa pengerasan jalan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat desa.
Desa Hilimo’asio memiliki potensi alam yang cukup baik untuk peningkatan ekonomi
masyarakatnya. Dengan kehadiran PNPM Mandiri Pedesaan, kemampuan masyarakat dalam
mengolah sumber daya alam tersebut seyogianya akan semakin baik, sehingga berpengaruh
pula terhadap peningkatan taraf hidup masyarakatnya.
Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan secara umum masalah yang sering terjadi
yang menyebabkan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan tidak berjalan dengan baik yakni
adanya kendala pada rendahnya partisipasi dari masyarakat yang terlibat didalamnya,
kemudian pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO)
Berdasarkan uraian-uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Administrasi
Pembangunan Studi pada PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Hilimo’asio, Kecamatan
Idanogawo, Kabupaten Nias”.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting dalam suatu penelitian agar diketahui arah jalannya
penelitian tersebut. Arikunto (1993:17) menguraikan bahwa agar penelitian dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga
jelas dari mana memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
“Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Administrasi Pembangunan Studi pada PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Hilimo’asio, Kecamatan Idanogawo,
Kabupaten Nias?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam
proses penyelenggaraannya. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Peranan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan di Desa Hilimo’asio.
2. Untuk mengetahui Peranan Pemerintah Daerah Khususnya Pemerintahan Desa dalam
melaksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Hilimoasio.
3. Untuk mengetahui kondisi kehidupan masyarakat di Desa Hilimo’asio.
4. Untuk mengetahui implementasi/pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kecamatan Idanogawo khususnya Desa
Hilimo’asio.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi diri sendiri
maupun pihak lain yang berkepentingan yaitu:
1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir
ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah
berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan
pemikiran bagi Pemerintah serta masyarakat luas mengenai pengentasan kemiskinan
melalui program pemberdayaan masyarakat, terutama bagi masyarakat Kabupaten Nias.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara
langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi
Negara.
1.5. Kerangka Teori
Kerangka teori ini diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab itu merupakan
pedoman berpikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seseorang peneliti harus terlebih dahulu
memiliki suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut
mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Kerangka teori adalah serangkaian asumsi,
konsep dan konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial
secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.7
Beberapa ahli di bawah mengemukakan defenisi pemberdayaan dilihat dari tujuan,
proses, dan cara-cara pemberdayaan
Berdasarkan rumusan di atas, maka dalam kerangka teori ini penulis akan
mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik landasan berpikir dalam
penelitian ini.
1.5.1 Pemberdayaan
1.5.1.1 Pengertian Pemberdayaan
8
1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau
tidak beruntung (lfe, 1995)
:
7
Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. Metode Penelitian survey. Yogyakarta : LP3ES, 1997, hal. 37
8
2. Pemberdayaan adalah suatu proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk
berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap,
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan
menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang
cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Parsons, et.al., 1994).
3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui
pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987).
4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984).
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui
penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan,
Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan9
1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.
:
2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.
3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak
tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu
menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus
9
mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang
ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan, dan kemampuan dalam memenuhi hidupnya baik
yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti yang memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai matapencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.10
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, pemberdayaan masyarakat memiliki
makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan di desa ditujukan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat malalui penetapan kebijakan,
program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi dan prioritas kebutuhan masyarakat. Pada
dasarnya pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, Kartasasmita mengungkapkan
pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. 1.5.1.2 Pemberdayaan Masyarakat
11
Kartasasmita mengungkapkan pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
adalah perwujudan capita building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber daya manusia
10
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, hal. 61.
11
melalui pengembangan kelembagaan, pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, sarana dan
prasarana, serta pengembangan 3P, yaitu:12
1. Pendampingan, yang dapat menggerakaan partisipasi total masyarakat.
2. Penyuluhan, yang dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang terjadi di
masyarakat, dan
3. Pelayanan, yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketetapan distribusi aset sumber
daya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat.
1.5.1.3 Indikator Pemberdayaan
Sculer, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang
mereka sebut sebagai empowerment index pemberdayaan. Keberhasilan pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi,
kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek
tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: kekuasaan di dalam (power
within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan
(power with), yakni sebagai berikut:13
1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempet
tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga.
Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.
2. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli
barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu),
kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, shampo). Individu
12
Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang berakar pada Masyarakat, Jakarta: Bappenas, 1996, Hal. 249.
13
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika dia dapat membuat keputusan
sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dia dapat membeli barang-barang
tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
3. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli
barang-barang sekunder atau tersier seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian
keluarga. Seperti halnya indikator diatas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang
dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dia dapat
membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, mampu membuat
keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan
keluarga misalnya, mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternakan,
memperoleh kredit usaha.
5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu
tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang,
tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya, yang melarang mempunyai anak atau melarang
bekerja di luar rumah.
6. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintahan
desa/kelurahan, seorang anggota DPRD setempat, nama presiden, mengetahui pentingnya
memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.
7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seorang dianggap berdaya jika dia
terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap
suami yang memukul istri, istri yang mengabaikan suami dan keluarganya, gaji yang
tidak adil, penyalahgunaan bantuan sosial, atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan
8. Jaminan ekonomi dalam kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, aset produktif,
tabungan, seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika dia memiliki aspek-aspek tertentu
secara sendiri atau terpisah dar pasangannya.
1.5.2 Administrasi Pembangunan
1.5.2.1 Administrasi
Istilah administrasi berasal dari bahasa latin yaitu “Ad” dan “ministrate” yang artinya
pemberian jasa atau bantuan, yang dalam bahasa Inggris disebut “Administration” artinya
“To Serve”, yaitu melayani dengan sebaik-baiknya.
Pengertian administrasi dapat dibedakan menjadi 2 pengertian yaitu :
1. Administrasi dalam arti sempit. Menurut Soewarno Handayaningrat mengatakan:
Administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu
meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, keti-mengetik,
agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan”(1988:2). Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan
ketatausahaan yang meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan
pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi
serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.
2. Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie mengatakan “Administrasi secara
luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu
kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu”(1980:9). Administrasi secara luas dapat
disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama yaitu adanya
kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta mencapai tujuan yang
Pendapat lain mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang P. Siagian
mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2 orang atau
lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya” (1994:3). Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil
kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama
dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
1.5.2.2 Pembangunan
Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh para sarjana dan pembuat
kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan negara-negara dunia
ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata development. Kata
development ini diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial.
Menurut Sondang P. Siagian pembangunan didefenisikan sebagai rangkaian usaha
mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar dalam rangka
pembinaan bangsa.14
Pembangunan menurut Alexander adalah proses perubahan yang mencakup seluruh
sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan
teknologi, kelembagaan, dan budaya. Portes mendefenisiskan pembangunan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Deddy
T. Tikson bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi
ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah
yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui
14
peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga
kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.15
Menurut Todaro pembangunan merupakan suatu proses berdimensi jamak yang
melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan
kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut.16
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan. Menurut Todaro defenisi di atas
memberikan beberapa implikasi bahwa:
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti:
a. Life sustenance: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
b. Self-Esteem: kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri
dan tidak diisap orang lain.
c. Freedom From Servitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam
hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.
Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini
menjadi popular, yaitu:
1. Capacity: hal ini yang menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau
produktivitas.
2. Equity: hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan
masyarakat dan daerah.
3. Enpowerment: hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif
dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.
15
2011 jam 07:05 WIB
16
4. Suistanable: hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan.
Esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya dapat dilihat dari sisi pengertian dan
defenisi tetapi dapat juga beranjak dari segi tujuan pembangunan tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gant seperti yang dikutip oleh Arifin17
17
M. Arifin NST, Perencanaan Pembangunan Daerah,(Medan:FISIP USU Press), hal 42
yang melihat makna pembangunan
tersebut. Dalam hal ini Gant menyebutkan tujuan pembangunan ada dua tahap. Tahap
pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk mengapuskan kemiskinan. Apabila
tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan
kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.
Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa pembangunan memiliki tujuan yang luas
dan mulia yang menyangkut pada kesempatan pada keseluruhan kebutuhan manusia dalam
mewujudkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas baik dalam bentuk materi
maupun non materi.
1.5.2.3 Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan
yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik
sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia
dan kesejahteraan rakyat. Paradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan
sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu negara, sebagai upaya
meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang
benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan
rakyat merupakan salah satu perwujudan good governance yang diagendakan dalam
Dalam perkembangannya, pembangunan bangsa-bangsa di dunia mengalami beberapa
pergeseran pola atau model atau paradigma pembangunan mulai dari paradigma
pertumbuhan, paradigma kesejahteraan, paradigma neo - ekonomi, paradigma dependencia
sampai paradigma pembangunan manusia. Dalam tulisan ini secara terbatas dilakukan
pengkajian pada tiga paradigma saja yang dipandang cukup dominan, khususnya di negara
kita, yaitu :
a. Paradigma Pertumbuhan(Growth Paradigm)
Pelaksanaan pembangunan dinegara berkembang (developing countries), penekanannya
pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan pendapatan nasional.
Penerapan paradigma pertumbuhan dalam pelaksanaan pembangunan berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi. Dalam hubungan ini PBB mencanangkan dasawarsa pembangunan
pertama berlangsung pada dasawarsa 1960-1970 dengan strategi pertumbuhan ekonomi
negara berkembang sebesar 5% pertahun. Pada periode ini ternyata mengabaikan masalah
distribusi pendapatan nasional, sehingga timbul masalah kemiskinan, penganguran dan
kesenjangan pembagian pendapatan, urbanisasi dan kerusakan lingkungan.
Melihat kenyataan itu terjadilah pergeseran dari strategi pertumbuhan ekonomi menjadi
strategi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Selanjutnya timbul pemikiran paradigma
baru yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm)
b. Paradigma Kesejahteraan(welfare paradigm):
Pada awal dasawarsa 1970 – an muncul pemikiran baru dalam pelaksanaan
pembangunan yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm) yang orientasinya ingin
mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial dalam waktu sesingkat
mungkin.
Pada periode dasawarsa pembangunan kedua (1971-1980) pelaksanaan pembangunan
pemerataan pembangunan (growth and equity of strategy development) menuju industrialisasi
dengan strategi pertumbuhan ekonomi sebesar 6% pertahun dengan tujuan pemerataan
pembangunan di bidang pendapatan, kesehatan, keadilan, pendidikan, kewirausahaan,
keamanan, kesejahteraan sosial termasuk pelestarian dan penyelamatan lingkungan dari
kerusakan. Dalam dasawarsa ini ternyata juga belum mampu merubah ketergantungan negara
berkembang terhadap negara maju ditandai dengan ketergantungan investasi, bantuan dan
pinjaman luar negeri.
Penerapan paradigma kesejahteraan ini cenderung pelaksanaan pembanagunan bersifat
sentralistik (top down) sehingga cenderung menumbuhkan hubungan ketergantungan antara
rakyat dan proyek-proyek pembangunan (birokrasi pemerintah) yang dilakukan oleh
pemerintah. Pada gilirannya dapat membahayakan keberlanjutan proyek pembangunan itu,
karena pembangunan sifatnya tidak menumbuhkan pemberdayaan (disempowering) rakyat
agar mampu menjadi subyek dalam pembangunan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan dengan orientasi pada
pertumbuhan ekonomi menjadikan paradigma pertumbuhan menjadi semakin dominan. Akan
tetapi keberhasilan itu tidak terlepas dari berbagai resiko negatif yang terjadi. Sebagaimana
dinyatakan oleh Tjokrowinoto (1999:10) bahwa paradigma pertumbuhan cenderung
menciptakan efek negatif tertentu yang akibatnya menurunkan derajat keberlanjutan
pembangunan. Selanjutnya muncul gagasan baru dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keberlanjutan pembangunan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustained
development).
Strategi pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) ini belajar dari
pengalaman pelaksanaan pembangunan pada dasawarsa ketiga dengan munculnya konsep
tata ekonomi dunia baru sebagai upaya perbaikan sosial ekonomi negara berkembang dengan
proses pembangunan berkaitan dengan masalah kependudukan yang meningkat pesat
(population boom), urbanisasi, kemiskinan, kebodohan, partisipasi masyarakat, organisasi
sosial politik, kerusakan lingkungan dan masyarakat pedesaan. Dalam dasawarsa ini masih
manghadapi masalah yakni pelaksanaan pembangunan tidak berdemensi pada pembangunan
manusia, sehingga pada gilirannya berpengaruh pada timbulnya masalah ketidak adilan,
kelangsungan hidup dan ketidak terpaduan pembangunan.
c. Paradigma Pembangunan Manusia (People Centered Development Paradigm)
Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara
berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)
didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai
dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui
pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi,
sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping
itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya,
kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development)
dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi
aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, kemandirian dan etos kerja.
Fokus perhatian dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini (people
centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth),
kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi
pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced human
ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan
dalam Tjokrowinoto, 1999:218) . Dalam paradigma pembangunan manusia yang
mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah :
a. Pelayanan sosial (social service);
b. Pembelajaran sosial (social learning);
c. Pemberdayaan (empowerment);
d. Kemampuan (capacity);
e. Kelembagaan (institutional building).
1.5.2.4 Administrasi Pembangunan
Dr. Mustopadidjaya (1997:7) menyatakan administrasi pembangunan adalah ilmu dan
seni tentang bagaimana pembangunan suatu sistem administrasi tersebut mampu
menyelenggarakan berbagai fungsi pemerintahan dan pembangunan secara efektif dan
efisien.
Pengertian pembangunan dapat ditinjau dari berbagai segi. Kata pembangunan secara
sederhana sering diartikan sebagai proses perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. Seperti
dikatan oleh Seers (1969) di sini ada pertimbangan nilai (value judgment). Atau menurut
Riggs (1966) ada orientasi nilai yang menguntungkan (favourable value orientation).
Namun, ada perbedaan antara arti pembangunan dan perkembangan. Pembangunan
adalah perubahan ke arah kondisi yang lebih melalui upaya yang dilakukan secara terencana,
sedangkan perkembangan adalah perubahan yang dapat lebih baik atau lebih buruk, dan tidak
perlu ada upaya tertentu. Adanya upaya yang diselenggarakan secara berencana, merupakan
unsur penting dalam pembangunan.
Tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia (UI Haq, 1995
dalam Nurlela 2008)18
18
Nurlela Ketaren, 2008. Buku Ajar Administrasi Pembangunan, FISIP USU, Hal 218
kemampuan/kapabilitas manusia, seperti tercemin dalam kesehatan, pengetahuan, dan
keahlian yang meningkat. Kedua, penggunaan kemampuan yang telah dipunyai untuk
bekerja, untuk menikmati kehidupan, atau untuk aktif dalam kegiatan kebudayaan, sosial dan
politik. Paradigma pembangunan manusia yang disebut sebagai sebuah konsep yang holistik
ini mempunyai 4 unsur penting, yakni: (1) peningkatan produktivitas, (2) pemerataan
kesempatan, (3) kesinambungan pembangunan, dan (4) pemberdayaan manusia.
Konsep ini diprakarsai dan ditunjang oleh United Nation Development Program
(UNDP), yang mengembangkan Indeks Pembangunan Manusia dan Human Devlopment
Index (HDI). Indeks ini merupakan indikator komposit/gabungan yang terdiri dari 3 ukuran,
yaitu: kesehatan (sebagai ukuran longevity), pendidikan (sebagai ukuran knowledge), dan
tingkatan pendapatan riil (sebagai ukuran living standards).
Administrasi pembangunan tidak lain adalah administrasi negara juga (yang lebih
ditujukan) untuk mendukung proses pembangunan. Administrasi pembangunan lebih bersifat
pembaharuan, merintis atau mempelopori sehingga terjadi proses perubahan yang
dikehendaki (inovatif, degree of pioneering). Agar administrasi pembangunan lebih
mendukung proses pembangunan, maka pada umumnya terikat hubungannya dengan
perencanaan pembangunan. Administrasi pembangunan oleh karena itu adalah pembangunan
administrasi negara dan penyempurnaan administrasi bagi penyelenggaraan proses
pembangunan.
Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan di negara-negara
yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga-lembaga dan pranata-pranata
sosial, politik, dan ekonominya, agar pembangunan dapat berhasil. Dari sudut praktik, dan
ekonominya, agar pembangunan merangkum dua kegiatan besar dalam satu kesatuan
Administrasi pembangunan bersumber dari administrasi negara. Dengan demikian,
kaidah-kaidah umum administrasi negara berlaku pula pada administrasi pembngunan.
Namun administrasi pembangunan memberi perhatian lebih luas daripada hanya membahas
penyelenggaraan administrasi pemerintahan dalam pengertian umum, seperti memelihara
keamanan, hukum dan ketertiban, mengumpulkan pajak, memberikan pelayanan publik, dan
menyelenggarakan hubungan dengan negara lain. Administrasi pembangunan bersifat
dinamis dan inovatif, karena menyangkut upaya mengandalkan perubahan-perubahan sosial.
Dalam upaya itu administrasi pembangunan sangat berkepentingan dan terlibat dalam
pengerahan sumber daya dan pengalokasiannya untuk kegiatan pembangunan (Katz, 1971).
Perbedaan tersebut kini tidak terlalu tajam lagi karena pada dasarnya administrasi
negara modern juga menghendaki perubahan dalam dirinya dan ingin memprakarsai
pembaharuan lingkungan sosialnya, seperti tercermin dalam paradigma administrasi negara
baru. Perbedaannya mungkin terletak pada di mana diterapkannya konsep itu. Administrasi
pembangunan adalah untuk negara berkembang, dan umumnya tidak diterapkan di negara
maju, meskipun administrasi negara di negara maju juga secara aktif terlibat dalam upaya
memperbaiki diri dan kehidupan masyarakatnya.
Pentingnya Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
Semua konsep pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Namun, kesejahteraan tersebut ingin dicapai dengan membangun
harkat dan sesuai dengan martabat kemanusiaan. Karena, pada dasarnya manusia
berkeinginan untuk membangun kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya dengan
berlandaskan pada kemampuannya dan dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan pandangan tersebut, pemerintah Indonesia mengembangkan konsep
Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang
berpihak pada kepentingan rakyat tidak berarti akan menghambat upaya mempertahankan
atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan akan berkesinambungan
dalam jangka panjang jika sumber utamanya berasal dari rakyat sendiri, baik itu produktifitas
rakyat maupun sumber daya yang berkembang melalui penguatan ekonomi rakyat.
Dalam rangka pemikiran itulah dikembangkan konsep pemberdayaan masyarakat
sebagai sebuah strategi untuk membangun kesejahteraan sebagai upaya yang
berkesinambungan dan berkeadilan19
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris, empowerment. Jika dirincikan akan cukup
banyak sumber yang dapat menghasilkan power, yaitu kekayaan, pendidikan , status sosial,
legitimasi sosial, penguasaan atas informasi, dan pengetahuan, ketrampilan kekuatan fisik
dan sebagainya. Di bidang ekonomi kemampuan untuk memperoleh akses dan menguasai
akses produktif seperti modal, lahan, teknologi dan sebagainya merupakan sumber kekuatan.
Di bidang politik, keabsahan karena kekuasaan formal juga menjadi sumner kekuatan.
Banyaknya pengikut juga akan memberi kekuatan. Di bidang sosial, taraf pengetahuan dsan
pendidikan bahkan juga kesehatan fisik dapat merupakan unsur yang menjadi sumber
kekuatan.20 Demikian uraian mengenai empowerment atau pemberdayaan sebagai konsep
pembangunan, yang mencoba memecahkan masalah pembangunan untuk menghasilkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan dan berkesinambungan21
Pembangunan masyarakat dan pemberdayaan rakyat tidak mungkin dipisahkan dari
arena konteks dimana ia beroperasi. Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari
strategi dan program pembangunan kesejahteraan sosial. Keberhasilan pemberdayaan .
19
Agus R. Sarjono, 1999, Pembebasan Budaya-budaya Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Hal. 191
20
Ibid, Hal. 194
21
masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi,
kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis22
Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai sebuah gagasan yang tidak
jauh beda dari gagasan Biestek yang dikenal di bidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial
dengan nama “Self-Determination” yang dikenal sebagai salah satu prinsip dasar dalam
bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Prinsip ini pada intinya mendorong klien
untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukan dalam kaitan dengan upaya dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan
penuh dalam membentuk hari depannya
.
23
Kebijaksanaan langsung diarahkan pada pemberdayaan masyarakat secara nasional
dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan dasar berupa
pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan, peningkatan produktifitas dan
pendapatan khusus bagi masyarakat yang berpendapatan rendah .
24
1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin,
.
Indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program-program
pemberdayaan masyarakat mencakup:
2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin
dengan memanfatkan sumber daya yang tersedia,
3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga
miskin di lingkungannya,
22
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, Hal. 1
23
Isbandi Rukminto Andi,2003. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, Jakarta: Universitas Indonesia, Hal. 55.
24
4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang di tandai dengan semakin berkembangnya
usaha produktif anggota dan kelompok, semakin kuatnya permodalan kelompok, semakin
rapinya sistem administrasi kelompok, serta semakin luasnya interaksi kelompok dengan
kelompok lain di dalam masyarakat, serta
5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang di tandai oleh
peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan
kebutuhan sosial dasarnya25.
Secara nasional, strategi pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan penciptaan
kesempatan kerja dan peluang berusaha yang memberikan pendapatan yang memadai bagi
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring
dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan
kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang
berkelanjutan26
1. Pembangunan/Penyempurnaan Administrasi Negara
.
Fungsi Administrasi Pembangunan :
a. Kepemimpinan administratif, kepemimpinan inovatif dan administrator
pembangunan.
b. Pendayagunaan kelembagaan (organisasi-organisasi pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan).
c. Pendayagunaan kepegawaian (pengadaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan).
d. Pendayagunaan ketatalaksanaan (jika dikaitkan dengan organisasi disebut masalah
organisasi dan tata laksana termasuk prosedur dan tata kerja)
25
Ibid, Hal. 138-139
26
2. Penyempurnaan administrasi bagi penyelenggaraan proses pembangunan
a. Administrasi perencanaan dan pemrograman pembangunan (misalnya kemampuan
dan mekanisme analisa dan pembentukan kebijaksanaan pembangunan, sistem
perencanaan dan penganggaran).
b. Administrasi pembiayaan pembangunan (penyaluran biaya untuk berbagai macam
kegiatan pembangunan yang berbeda-beda sifatnya).
c. Administrasi/ manajemen program dan proyek pembangunan, termasuk berbagai cara
koordinasinya.
d. Administrasi/ sistem pengendalian dan pengawasan (pengawasan atasan langsung
fungsional).
1.5.3. Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan sangat penting dilakukan untuk Indonesia karena sebagian
besar penduduk Indonesia, yaitu kurang lebih 60% melakukan kegiatan pertanian sebagai
mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan. Pembangunan atau pengembangan
pedesaan meurut Mosher yang dikuti oleh Jayadinata dan Pramandika27
Maksud pembangunan pedesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai
hambatan dalam kehidupan sosial-ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan,
kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Sasaran dari program pembangunan pedesaan
adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga petani sehingga
mereka mendapat kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam , dapat mempunyai
tujuan yaitu pertumbuhan sektor pertanian, integrasi nasional yaitu membawa seluruh
penduduk suatu negeri ke dalam pola utama kehidupan yang sesuai, dan keadilan ekonomi
yakni bagaimana pendapatan itu dibagi-bagi kepada seluruh penduduk.
27
pemenuhan kebutuhan material (makanan-minuman, pakaina, perumahan, alat-alat, dsb) dan
kebutuhan spiritualnya (pendidikan, agama, ilmu, keamanan, kepercayaan terhadap diri
sendiri, dsb).
Pembangunan desa harus dilihat sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan
melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat dan upaya
mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh.28
1. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan (meliputi pengairan, jaringan jalan,
lingkungan pemukiman dan lainnya).
Tujuan pembangunan
desa jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung
melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan
pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah
meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional. Sedangkan tujuan jangka
pendeknya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sasaran pembangunan desa adalah
terciptanya peningkatan produkti dan produktivitas, percepatan pertumbuhan desa,
peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan kerja dan
lapangan usaha produktif, peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dan perkuatan
kelembagaan. Pembangunan pedesaan seharusnya menerapkan prinsi-prinsip yaitu
transparansi, partisipasi, dapat dinikmati masyarakat, dapat dipertanggung jawabkan, dan
berkelanjutan. Pembangunan desa yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang
dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat pedesaan.
1.5.3.1 Ruang Lingkup Pembangunan Pedesaan
Pengembangan pedesaan mempunyai ruang lingkup, yaitu:
28
2. Pemberdayaan masyarakat.
3. Pengolahan sumber daya alam (SDA), dan sumber daya manusia (SDM).
4. Penciptaan lapangan kerja, kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan (khususnya
terhadap kawasan-kawasan miskin).
5. Penataan keterkaitan antar kawasan-kawasan dengan kawasan perkotaan (inter
rural-urban relationship)
1.5.3.2 Tiga Prinsip Pokok Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral (holistic),
partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi dan
selaras dan sinergi sehingga tercapai optimalitas. Ada tiga prinsip pokok pembangunan
pedesaan, yaitu:
1. Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada pencapaian
Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas
yang sehat dan dinamis, diterapkan di sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah
dan antar wilayah secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu.
2. Pembangunan desa dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih
mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Di
samping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas, memanfaatkan modal
fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin.
3. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi, debirokratisasi, dan
1.5.3.3 Tujuan Pembangunan Desa
Salah satu faktor pembentuk kemampuan untuk untuk mewujudkan masa depan yang
direncanakan menurut Bryant & White (1987:24) adalah empowerment. Dengan
empowerment masyarakat mempunyai kesempatan untuk terus mengembangkan kemampuan
dan peranannya dalam merencanakan dan melaksanakan sendiri perubahan-perubahan yang
mereka kehendaki untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Pembangunan yang
terkait dengan empowerment adalah pembangunan desa, yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dan lembaga desa secara simultan. Dengan tujuan itu pembangunan
desa dirancang untuk menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan daerah dan
pembangunan nasional, selain itu pembangunan desa juga diharapkan dapat menjadi
pembangunan yang berwawasan masa depan dan berkelanjutan.
1.5.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Tjokroamidjojo (1984:224)
merupakan bagian yang integral yang harus ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan
menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of
responsibility) dari masyarakat secara sadar, bergairah dan bertanggung jawab, karena
partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai
kemampuan setiap orang.
Partisipasi masyarakat menurut Adisasmita (2006:41) adalah pemberdayaan
masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan, dan implementasi
program/proyek pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan
masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program
pembangunan. Dan agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna, Adisasmita