DAN KANKER PROSTAT DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN, PERIODE 2008-2009
OLEH :
MOHD LOKMAN HAMAWI
070100252
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAN KANKER PROSTAT DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN, PERIODE 2008-2009
KARYA TULIS ILMIAH
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
OLEH :
MOHD LOKMAN HAMAWI
070100252
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Hasil Penelitian dengan Judul :
Gambaran Histopatologi Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan Kanker Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum pusat
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, periode 2008-2009.
Yang dipersiapkan oleh :
Mohd Lokman Hamawi 070100252
Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk disampaikan ke
Ujian KTI.
Medan, 14 Desember, 2010 Disetujui, Dosen Pembimbing
………
Tanda Tangan (dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA)
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Histopatologi Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan Kanker Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Periode 2008-2009
Nama : Mohd Lokman Hamawi Bin Mohd NIM : 070100252
Pembimbing Penguji I
(dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA) (dr. Mutiara Indah Sari, M.Kes) NIP: 196202121989111001 NIP: 197310152001122002
Penguji II
(dr. Rina Amelia, M.A.R.S) NIP: 197604202003122002
Medan, 14 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Dekan
ABSTRAK
Latar Belakang: Benign Prostatic Hyperplasia dan Kanker Prostat merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia, baik dari segi insiden maupun mortalitasnya. Untuk itu diperlukan suatu gambaran secara histopatologi penderita BPH dan Kanker prostat sehingga dapat dilakukan tindakan deteksi dini dan pengobatan sesegera mungkin.
Lokasi: Lokasi penelitian adalah di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, medan, setelah melihat akan jumlah kasus serta lokasi ini yang menjadi pusat rujukan terhadap penyakit-penyakit yang ada di daerah Sumatera Utara.
Objektif: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang gambaran histopatologi penderita BPH dan Kanker Prostat di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2009.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional
dengan memaparkan data retrospektif penderita BPH dan Kanker Prostat dari tahun 2008 sampai dengan 2009 yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan penderita BPH adalah paling banyak jika dibandingkan Kanker Prostat yaitu sebanyak 56 (73%) kasus dan 21 (27%) kasus masing-masing penyakit. Adenokarsinoma adalah yang paling banyak ditemukan yaitu 61,9% berbanding transisional karsinoma yang hanya 38,1%.
ABSTRACT
Background: Benign Prostatic Hyperplasia and prostate cancer are global heath problems, in either incidence occurrences or mortality. So, in order for early diagnosis and therapy, requires histopathologic features of BPH and prostate cancer.
Location: Location of the study is at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik,Medan. It is choosen due to the number of cases available and to take account that this hospital is one of the centre of reference from parts of Sumatera Utara on several diseases.
Objective: This study is to determine the feature of histopathologic findings of BPH and prostate cancer patients in Pathology Anatomy laboratorium in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan from the year 2008-2009.
Method: This study is a cross-sectional descriptive study which shows retrospective data of BPH and prostate cancer patients from 2008 to 2009 in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
Result: The result of the study is that BPH patients are more dominant prostate cancer patients with 56 cases (73%) compared to prostate cancer patients with 21 cases (27%). Adenocarcinoma is the most histopathologic findings with 61.9% of cases compared to transitional carcinoma with only 38,1%.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “Gambaran Histopatologi Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) dan Kanker Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum pusat Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Periode 2008-2009”
berhasil diselesaikan.
Di dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini ternyata penulis mendapat
banyak bantuan baik dari segi moral, materil dan spiritual dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada :
1.Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr.
Gontar A. Siregar, Sp. PD. KGEH atas izin penelitian yang telah
diberikan.
2.Dr. T. Ibnu Alferally, SpPA, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama
menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
3.Tenaga kerja di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik atas izin dan
segala bantuan yang telah diberikan semasa menjalankan penelitian ini.
4.Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis
baik bersifat materi maupun non materi.
5.Teman-teman penulis yang ikut memberi ide dan saling memberi
motivasi sehingga dapat selesaikan tepat pada waktunya.
Penulis sadar bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sarana dan kritik yang bersifat
membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Demikian dan terima
kasih.
2.3.1 Pengertian Kanker Prostat...14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...25
5.1 Hasil Penelitian...31
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian...31
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel...32
5.1.3 Deskripsi Sampel Pasien Yang Menderita BPH Dan Kanker Prostat Period2008-2009...32
5.1.4 Deskripsi Usia Sampel Pasien yang Menderita BPH dan Kanker Prostat periode 2008-2009...33
5.1.5 Deskripsi Sampel Penderita BPH Secara Histopatologi Periode (2008-2009) ...34
5.1.6 Deskripsi Sampel Penderita Kanker Prostat Menurut Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi...35
5.2 Pembahasan...37
BAB 6...41
6.1 Kesimpulan...41
6.2 Saran...42
DAFTAR PUSTAKA...43
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tumour Node Metastasis 2002...17
Tabel 2.2 Staging Kanker Prostat...19
Tabel 2.3 Klasifikasi Whitmore-Jewett...19
Tabel 2.4 Sistem Gleason untuk Tahapan Adenokarsinoma
Prostat...22
Tabel 3.1 Definisi Operasional... 26
Tabel 5.1 Distribusi Penderita Penyakit BPH dan Kanker Prostat periode (2008-2009)... 33
Tabel 5.2 Distribusi Penderita BPH Menurut Usia periode (2008-2009) 32
Tabel 5.3 Distribusi Penderita Kanker Prostat Menurut Usia
Periode (2008-2009)...33
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Penderita BPH MenurutUsia dan
Gambaran Histopatologi...34
Tabel 5.5 Distribusi 21 Sampel Penderita Kanker Prostat Berdasarkan
Jenis Kanker...35
Tabel 5.6 Distribusi 13 Sampel Penderita Adenokarsinoma Prostat
Menurut Usia...36
Tabel 5.7 Distribusi 13 Sampel Penderita Adenokarsinoma Menurut
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kalenjar Prostat ... 5
Gambar 2.2 Tiga Bagian dari Kalenjar Prostat...6
Gambar 2.3 Histopatologi BPH Menunjukkan adanya Terjadi Pembesaran Nodular Kalenjar... ...8
Gambar 2.4 Kalenjar Prostat yang Membesar... ...9
Gambar 2.5 Menunjukkan corpora amylacea di dalam Salah
Satu Kalenjar Prostat... 10
Gambar 2.6 Pewarnaan Sel Basal pada Hiperplasia Atipikal dengan
Stratumcorneumkeratin...11
Gambar 2.7 Sel Atrofi dan Posatrofi pada Kalenjar Hiperplasia yang
dilabel secara radioaktif... 13
Gambar 2.8 Tahapan Berdasarkan Sistem Gleason... 21
Gambar 2.9 Menunjukkan Gred 2+1 memberikan skor Gleason 3 ...21
Gambar 2.10 Menunjukkan Gred 2+2 memberikan skor
Gleason...23
Gambar 2.11 Menunjukkan Gred 3+3 memberikan skor Gleason 6...24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Halaman Riwayat Hidup
Lampiran 2: Halaman Surat Ethical Clearance
Lampiran 3: Halaman Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang: Benign Prostatic Hyperplasia dan Kanker Prostat merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia, baik dari segi insiden maupun mortalitasnya. Untuk itu diperlukan suatu gambaran secara histopatologi penderita BPH dan Kanker prostat sehingga dapat dilakukan tindakan deteksi dini dan pengobatan sesegera mungkin.
Lokasi: Lokasi penelitian adalah di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, medan, setelah melihat akan jumlah kasus serta lokasi ini yang menjadi pusat rujukan terhadap penyakit-penyakit yang ada di daerah Sumatera Utara.
Objektif: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data tentang gambaran histopatologi penderita BPH dan Kanker Prostat di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2009.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional
dengan memaparkan data retrospektif penderita BPH dan Kanker Prostat dari tahun 2008 sampai dengan 2009 yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan penderita BPH adalah paling banyak jika dibandingkan Kanker Prostat yaitu sebanyak 56 (73%) kasus dan 21 (27%) kasus masing-masing penyakit. Adenokarsinoma adalah yang paling banyak ditemukan yaitu 61,9% berbanding transisional karsinoma yang hanya 38,1%.
ABSTRACT
Background: Benign Prostatic Hyperplasia and prostate cancer are global heath problems, in either incidence occurrences or mortality. So, in order for early diagnosis and therapy, requires histopathologic features of BPH and prostate cancer.
Location: Location of the study is at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik,Medan. It is choosen due to the number of cases available and to take account that this hospital is one of the centre of reference from parts of Sumatera Utara on several diseases.
Objective: This study is to determine the feature of histopathologic findings of BPH and prostate cancer patients in Pathology Anatomy laboratorium in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan from the year 2008-2009.
Method: This study is a cross-sectional descriptive study which shows retrospective data of BPH and prostate cancer patients from 2008 to 2009 in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
Result: The result of the study is that BPH patients are more dominant prostate cancer patients with 56 cases (73%) compared to prostate cancer patients with 21 cases (27%). Adenocarcinoma is the most histopathologic findings with 61.9% of cases compared to transitional carcinoma with only 38,1%.
BAB 1
2009). Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut
usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan
seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah
meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya
meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa
sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histologi
penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan
meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 .
Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua
setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya,
diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun,
dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit
PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam
lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih
bilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang
berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah
dengan sarana yang makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara
pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003)
Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat jinak belum di dapat,
tetapi secara prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS
Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang
dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617
kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini dapat menunjukkan
bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan banyak
ditemukan.
Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim
berlaku dan lebih ganas berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran
jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan bilangan dan presentase
terjadinya kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya.
Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih
kurang 220,900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29,000
daripadanya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH,
kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah
itu bukan merupakan suatu yang abnormal.
Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,
insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang,
yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan
hati .
Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari
kedua penyakit, yakni BPH dan kanker prostat, penulis tertarik untuk mengetahui
dengan lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini terutama berdasarkan
gambaran secara histopalogi memandangkan tiada penelitian khusus yang setakat
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yang menjadi rumusan
dalam penelitian ini yaitu “bagaimanakah gambaran histopatologi penyakit
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan kanker prostat di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Adam Malek, Medan, periode 2008-2009”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara histopatologi penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan kanker prostat di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Adam Malik, Medan, periode 2008-2009
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran secara histopatologi penyakit BPH dan
kanker prostat di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Adam Malik,
periode 2008-2009.
2. Untuk melihat perubahan karakteristik diagnostik penyakit BPH dan
kanker prostat menurut gambaran histopatologi di Laboratorium Patologi
Anatomi RSUP Adam Malik, periode 2008-2009.
3. Untuk melihat pola penyakit BPH dan kanker prostat secara gambaran
histopatologi di Laboratorium patologi Anatomi RSUP Adam Malik,
periode 2008-2009.
4. Untuk melihat perubahan pola penyakit menurut usia penyakit BPH dan
kanker prostat secara gambaran histopatologi di Laboratorium RSUP Adam
Malik, periode 2008-2009.
Malik, Medan dalam waktu 2 tahun, yakni dari 2008-2009, dan
bagaimana penyakit-penyakit ini didistribusikan berdasarkan usia,
gambaran histopatologi serta klasifikasinya.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berguna buat
penelitian kesihatan terutama penelitian mengenai BPH dan Kanker
Prostat.
3. Tinjauan pustaka telah diperjelas ulang dengan lebih dalam di mana dan
diambil dari pelbagai referensi dan disusun menggunakan susunan kata
yang mudah dipahami, diharapkan dengan ini dapat memberikan
pembaca gambaran yang lebih jelas mengenai BPH dan Kanker
Prostat dan seterusnya membantu para dokter dalam membuat diagnosa,
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Histologi Prostat
Sebelum melanjutkan perbahasan secara lebih dalah mengenai penyakit BPH dan
kanker prostat, harus dilihat terlebih dahulu prostat itu sendiri secara normal.
Histologi prostat penting diketahui supaya mudah dalam melihat perbedaan apabila
adanya kelainan pada gambaran mikroskopik prostat.
Secara umumnya, kalenjar prostat terbentuk dari glandular fibromaskuler dan
juga stroma, di mana, prostat berbentuk piramida, berada di dasar musculofascial
pelvis dimana dan dikelilingi oleh selaput tipis dari jaringan ikat (gbr 2.1) (McNeal
1988, Dixon et al, 1999).
Gambar 2.1: Kalenjar Prostat
Lanjutan dari yang di atas, secara histologinya, prostat dapat dibagi menjadi 3
bagian atau zona yakni perifer, sentral dan transisi. Zona perifer, memenuhi hampir
70% dari bagian kalenjar prostat di mana ia mempunyai duktus yang menyambung
dengan urethra prostat bagian distal. Zona sentral atau bagian tengah pula mengambil
25% ruang prostat dan juga seperti zona perifer tadi, ia juga memiliki duktus akan
tetapi menyambung dengan uretra prostat di bagian tengah, sesuai dengan bagiannya.
Zona transisi, atau bagian yang terakhir dari kalnjar prostat terdiri dari dua lobus, dan
juga seperti dua zona sebelumnya, juga memiliki duktus yang mana duktusnya
menyambung hampir ke daerah sphincter pada urethra prostat dan menempati 5% ruangan prostat. Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel sekretori
kolumnar dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang berasal dari
membrana basal (gbr 2.2) (Blacklock 1974; McNeal 1988; Dixon et al. 1999).
Gambar 2.2: Tiga bagian dari kalenjar prostat (zona perifer, sentral dan transisi)
2.2 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Sebelumnya, sudah dijelaskan secara umum tentang histologi prostat.
Selanjutnya akan dibahas mengenai kelainan yang sering terjadi pada prostat yakni
benign prostatic hyperplasia (BPH). BPH adalah merupakan suatu kelainan di mana terjadinya pembesaran jinak pada prostat, akan tetapi ini tidak akan berlanjut menjadi
ganas. Untuk mengetahui dengan lebih dalam, kita terlebih dahulu akan membahas
mengenai pengertian dari BPH itu sendiri melalui beberapa sumber, patogenesis dan
juga secara histopatologi, sesuai dengan penelitian yang akan dijalankan yaitu melihat
gambaran histopatologi penyakit ini.
2.2.3 Pengertian BPH
BPH, secara umumnya boleh dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak. Maka
jelas dari pengertian secara umum sebelumnya, terdapatnya seuatu yang
menyebabkan prostat membesar. Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu
jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel yang membentuknya.
Maka dapat kita nyatakan bahwa hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat
yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertrofi prostat, namun secara histologi yang dominan
adalah hiperplasia dibanding hipertrofi (Anonim, 2009).
Sebagaimana wujudnya perbedaan dalam nama BPH itu sendiri,
pengertiannya turut ikut berbeda dan ini didasarkan atas bagaimana BPH itu
dipahami. BPH dapat didefenisikan secara histologi dan juga secara klinikal.
Masing-masing pengertian akan dapat dinyatakan secara khusus selanjutnya.
Secara histologi, BPH dapat didefenisikan sebagai pembesaran nodular
secara regional dengan kombinasi poliferasi stroma dan glandular yang berbeda
(Berry SJ, 1984). Ini dapat kita dinyatakan secara khusus, bahwa BPH ini
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan sel epitel dan
Gambar 2.3: Histopatologi BPH menunjukkan adanya terjadi pembesaran nodular kalenjar prostat.
(Dikutip dari: http://library.med.utah.edu/WebPath/MALEHTML/MALE072.html)
Pengertian BPH secara klinikal, menurut NCI: Definition of Cancer Terms,
BPH adalahsuatu pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh hiperplasia
beberapa atau semua komponen dari prostat yang meliputi jaringan dari kalenjar
maupun jaringan fibromuskuler yang menyebabkan terjadinya penyumbatan
uretra prostat dan brsifat non-kanker.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah
pembesaran yang terjadi pada kelenjar prostat yang dapat menyebabkan prostat
membesar, jika dilihat secara patologi anatomi, pembesaran ini menganggu baik
kalenjar itu sendiri dan boleh berpoliferasi dan membesar ke bagian bersebelahan.
2.2.4 Etiologi dan Patogenesis BPH
Sebenarnya, sedikit yang diketahui mengenai etiologi dan patogenesis BPH, maka
sebab itu, penulis menggabungkan keduanya dan membahasnya secara umum.
Sehingga kini, setakat yang diketahui, terdapat dua faktor penyebab penyakit BPH
Sebagaimana dinyatakan pada pernyataan sebelum ini, usia mungkin
menjadi faktor penyebab terjadinya BPH, akan tetapi ini tidak berlaku pada pria
yang menjalani tindakan kastrasi prapubertas (A.K. Abbas et al, 2005). Oleh karena itu maka faktor usia dan hormon androgen sangat berpengaruh
menyebabkan terjadinya BPH.
(Gambar 2.4: Kalenjar prostat yang membesar, di mana normalnya adalah cuma sebesar 3 hingga 4 cm.)
(Dikutip dari: http://library.med.utah.edu/WebPath/jpeg1/MALE041.jpg) Secara khususnya, pria memproduksi hormon terpenting di dalam
reproduksi, yakni hormon testosteron dan sedikit hormon estrogen (Edwards JE et al, 2002). Pada saat seseorang pria itu mulai berumur, maka jumlah testosteron yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen meningkat. Peningkatan
ini ditambah pula dengan substansi lainnya dipercayai mempercepat pertumbuhan
sel pada kalenjar prostat dan sehingga pada akhirnya menybabkan terjadinya BPH
(Gambar 2.5: Menunjukkan corpora amylacea di dalam salah satu kalenjar prostat)
(Dikutip dari: Wheather's Functional Histology: A text and Colour Atlas 5th Edition)
Secara histopatologi pula, prostat ada mensekresi kan produk dimana ia
memenuhi hampir separuh dari volume cairan seminal. Cairan ini merupakan
cairan halus yang kaya dengan asam sitrat beserta enzim proteolitik termasuk
fibrinolisin yang bertindak mencairkan kembali semen yang berkoagulasi setelah
dilepaskan ke dalam vagina. Akan tetapi, sisa cairan ini yang tersisa dan mungkin
tidak dilepaskan akan terkumpul di dalam beberapa kalenjar untuk membentuk
apa yang dinamakan sebagai corpora amylacea, yang mana meningkat sejalan usia dan bisa terjadinya kalsifikasi (gbr 2.3) (Young Barbara et al, 2006).
2.2.5 Imunohistokimiawi
Perbahasan secara histopatologi merupakan lanjutan dari subtopik sebelumnya, ini
dalam mengetahui dengan lanjut akan reaksi bagian dalam prostat terhadap
antibodi yang diberikan, beserta karakteristik el tersbut secara umum.
Setelah dilakukan proses imunohistokimia, kita dapat lihat pada bagian
fibroleiomyomatous BPH, menunjukkan reaksi yang kuat dengan antibodi
terhadap vimentin, desmin dan aktin. Lapisan sel basal dapat digambarkan dengan
adanya terjadi reaksi keratin strata-korneum. Ekspresi antigen spesifik prostat
(PSA) dan fosfatase asam prostat spesifik (PAP) akan memberikan hasil negatif
pada lapisan sel basal. Sel-sel sekretori pula menunjukkan menunjukkan yang
sebaliknya. PSA dan PAP menunjukkan pewarnaan yang kuat. Kadang-kadang
chromogranin A-sel endokrin menunjukkan hasil yang positif, akan tetapi antara
epitel kelenjar sekretori hiperplastik terdeteksi negatif. Pewarnaan lapisan sel
basal oleh reaksi lapisan korneum-keratin telah ditemukan terjadi satu perbedaan
yang signifikan antara indeks diagnostik khas hiperplasia dan atipikal serta
neoplasia intraepitel prostat (PIN) dari nilai moderat dan parah, dan antara kanker
prostat kelenjar. Pola ekspresi stratum corneumkeratin menjadi lebih merata
dengan peningkatan atypia dan akhirnya menghilang, sesuai dengan
menghilangnya lapisan sel basal dan di dalam kasus karsinoma (gbr 2.5), sel
basal hiperplasia prostat ditandai oleh ekspresi dari stratum corneumkeratin yang
kuat (M 903) dan dengan kurangnya pewarnaan PSA atau PAP (Helpap B, 1980).
Intranuklear estrogen (ER) dan progesteron (PR) reseptor tidak ditemukan
dalam sel sekretori. Namun, sel-sel basal dalam prostat hiperplastik dapat
mengekspresikan reseptor ini. Reseptor seringnya dapat ditemukan dalam sel-sel
stroma periglandular (Helpap B, 1980). Menurut hasil terbaru reseptor androgen
ditemukan dalam sel-sel sekretori, pola imunohistokimia dari bagian-bagian
hiperplastik, stroma, dan kelenjar prostat dari hiperplastik tidak berbeda dari yang
dari prostat normal. Dalam hiperplasia sel basal, hampir kesemua sel basal
mengungkapkan reseptor estrogen dalam inti (Svanholni, H., B. Nielsen, 1989).
Lapisan tunggal epitel sekresi, terletak di bagian lumen kelenjar, namun, negatif.
Dengan memanfaatkan marker proliferasi Ki 67, sel-sel yang aktif berpoliferasi
dapat ditunjukkan dalam hiperplasia sel basal (Sar, M., D. B. Lubahn, 1990).
Sel-sel otot berserat dan halus dalam stroma dapat dicirikan oleh vimentin filamen
intermediate dan desmin.
Dalam nodul stroma yang mengandung banyak sel yang belum matang,
beberapa sel yang berlabel dapat ditunjukkan menggunakan kaedah
imunohistokimia Ki 67. Pada sel stroma yang berada di dalam keadaan stasioner,
tiada sel terwarnakan oleh Ki antibodi 67. Hal ini berkorelasi dengan baik dengan
kinetik-autoradiographical sel dengan 3H-thymidan. Sel stroma aktif secara
radioaktif sangat jarang terlihat. Oleh karena itu, indeks sel yang berlabel sangat
rendah yakni berada di bawah 0,01%. Keadaan ini tidak berubah secara signifikan
dalam pembentukan apa yang disebut sebagai mesenkim bintil merah. Dalam
kasus hiperplasia sel basal dan khususnya pada hiperplasia postatrophic, indeks
Gambar 2.7: Sel atrofi dan postatrofi pada kalenjar hiperplasia yang dilabel secara radioaktif.
(Dikutip dari: https://www.graminex.com.au/)
2.2.6 Klasifikasi dan Penamaan Prostat Hiperplasia
Diagnosa hiperplasia prostat secara jelas dapat diproleh melalui pemeriksaan
klinik, akan tetapi jika di lihat dari morfologinya ia sebenarnya memberi
gambaran yang berbeda. Pentingnya jika di lihat dari keadaan histopatologi,
yakni dari proses poliferasi sel yang terjadi membawa kepada penamaan penyakit
ini secara berlainan. Istilah hipertrofi dan adenoma sering diguna pakai dalam
konteks klinik, akan tetapi harus dilihat, oleh karena proses hiperplastik
merupakan suatu yang dinilai secara morfologi, yakni secara imunohistokimia,
yakni seperti yang dijelaskan sebelum ini, sitometri DNA, sebenarnya istilah
hipertrofi dan adenoma tidak lagi relevan untuk diteruskan penggunaannya
(Helpap B., 1989).
Klasifikasi menurut Elbadawi adalah dinyatakan berdasarkan pemeriksaan
histologi secara lebih dalam (Elbadawi, 1980). Beliau mengasingkan
stroma-glandular hiperplasia pada nodular paraurethra dari hiperplasia duktus;
kalenjar prostat pada hiperplasia juvenil, telah infak prostat, inflamasi dan juga
dibedakan. Termasuk di dalam hiperplasia primer adalah, hiperplasia sederhana,
adenomatosa glandular kecil, cribriform dan hiperplasia papiler. Di bawah atrofi
pula, yang tergolong dibawahnya adalah atrofi sederhana, atrofi kistik, hiperplasia
nodular pasca-atrofi dan juga hiperplasia pasca-sklerotik (Dhoni G., 1979).
2.3 Kanker Prostat
Kanker prostat, sedikit sebanyak latar belakang secara epidemiologi telah
dibahaskan pada bab 1, yakni di latar belakang penyakit kanker prostat.
Perbahasan mengenai penyakit ini akan dilanjutkan dengan lebih dalam, dan
seperti sebelumnya, kita akan membahas akan pengertian penyakit, etiologi dan
akan disinggung juga klasifikasi serta kaedah grading kanker prostat secara histopatologi.
2.3.1 Pengertian Kanker Prostat
Kanker prostat adalah merupakan sejenis kanker yang terbentuk didalam jaringan
prostat (NCI: Definition of Cancer Terms, 2009), di mana prostat seperti yang telah dibahaskan sebelum ini, adalah merupakan kalenjar di dalam sistem
reproduksi pria yang mana dapat ditemukan di bawah kandung kemih dan berada
di hadapan rektum.
2.3.2 Etiologi Kanker Protat
etiologinya belum terbuktikan, dan boleh saja berupa multifaktorial. Perbahasan
mengenai etiologi kanker prostat ini akan dibuat berdasarkan beberapa faktor dari
hasil penelitian yang didapatkan yakni antara lain adalah faktor genetik,
pekerjaan, diet, dan faktor hormonal.
2.3.2.1 Faktor Genetik
Kanker disebabkan oleh suatu proses yang kompleks dan secara jelas masih belum
dipahami mengenai interaksi di antara herediter dan lingkungan. Apa yang
menjadi antara dasar faktor genetik dimasukkan menjadi faktor yang
menyebabkan kanker prostat ini adalah menurut beberapa penelitian yang dibuat,
resiko mendapatkan kanker prostat dilihat meningkat dari 2% hingga 9% (Negri
E., 1997), pada pasien yang sebelumnya memiliki riwayat keluarga yang turut
menderita penyakit yang sama.
Maka, oleh karena itu, setakat yang penulis ketahui, lokasi gen atau
beberapa gen yang terpengaruh masih di dalam penelitian. Akan tetapi menurut
Theodorescu D., (2009), kehilangan lengan panjang pada kromosom 10 dan 7
serta kehilangan kromosom 1, 2, 3, dan Y mungkin menjadi antara penyebab yang
mempengaruhi.
2.3.2.1 Pekerjaan
Menurut penelitian yang dibuat mengenai hubungan di antara pekerjaan dan
kanker prostat (Bosland MC., 1990)(Élise, 2001), di dalam penelitian tersebut,
terdapat beberapa pekerjaan mungkin dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
kanker prostat, di mana antara pekerjaan tersebut adalah petani, pekerja yang
berhubungan dengan penggunaan logam berat, serta pekerjaan melibatkan industri
pembuatan mobil.
Secara umumnya, walaupun tidak secara langsung bisa menyebabkan
pekerja berhubungan dengan logam berat dan petani. Ini karena kadar pada pupuk,
kadar kadmium dan agen yang bisa mengubah kadar hormon tubuh adalah tinggi
(Élise, 2001).
2.3.2.2 Diet
Kanker prostat juga sering dikaitkan dengan kadar pengambilan lemak. Di mana,
baik lemak dari tumbuhan maupun lemak dari hewan. Akan tetapi, harus
diingatkan bahwa tidak semua lemak punya kecenderungan untuk menyebabkan
kanker prostat.
Ini adalah berdasarkan hasil studi yang dijalankan pada orang Jepang
yang tinggal di Jepang dan orang Jepang yang tinggal di Amerik, dari hasil
penelitian yang dijalankan, di lihat bahwa yang tinggal di Amerik lebih tinggi
prevalensi menderita kanker prostat dibanding orang Jepang yang memang tinggal
di Jepang. Hasil kultur sel menunjukkan bahwa asam lemak omega-6 merupakan
stimulan positif terhadap pertumbuhan sel kanker prostat (McLaughlin, 1990),
manakala asam lemak omega-3 menunjukkan sebaliknya. Ini dapat menunjukkan
bahwa lemak ini menunjukkan dampak dengan mempengaruhi hormon seks atau
faktor pertumbuhan dan kesan langsung terhadap 5-alpha reductase (O Reilly,
1999).
2.3.2.3 Faktor Hormonal
Faktor hormon juga telah dinyatakan sebagai antara faktor penyebab terjadinya
kanker prostat, namun demikian, dari beberapa penelitian yang dibaca, belum
terdapatnya kesimpulan yang pasti berhubung bagaimana hormon mempengaruhi
terjadinya kanker prostat.
Dari penelitian yang dibaca, menurut O Reilly (1990), perbedaan dari
setiap hasil studi yang mana, ada yang menyatakan bahwa adanya keterkaitan di
antara keduanya dan dari studi yang lainnya menyatakan sebaliknya, ini mungkin
jumlah sampel yang kurang adekuat untuk menguatkan hasil statistik.
Secara umumnya, banyak penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan di
antara faktor hormonal dan kanker prostat, dan ini dikaitkan dengan adanya
riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus, sirosis dan sebagainya yang mana
mengganggu keeseimbangan hormon secara tidak langsung (Giovannucci, 2001)
2.3.3 Klasifikasi dan Penilaian Tahap Kanker Prostat
Klasifikasi dan grading kanker prostat sangat penting dilakukan, ini adalah bagi mengetahui keparahan penyakit serta membedakan jenis kanker prostat. Secara
histopatologi, adenokarsinoma adalah antara yang tersering. Kaedah klasifikasi
yang sehingga kini dipakai adalah TNM (Tumour Node Metastasis) di mana klasifikasi ini membedakan kanker prostat berdasarkan keadaan tumor, nodul dan
juga tahapan metastasis, kaedah lain adalah melalui sistem Whitmore-Jewett di
mana keduanya akan dibahaskan selanjutnya. Grading atau penilaian tahap kanker prostat pula menggunakan kaedah histopatogi, dengan meletakkan kanker
prostat ke dalam 5 tahapan, ini juga akan dibahaskan selanjutnya.
2.3.3.1 Klasifikasi menurut TNM 2002
Secara ringkasnya, klasifikasi yang kini diguna pakai adalah sistem TNM
yang mana sistem ini adalah seperti yang secara umum telah dinyatakan
sebelumnya. Hasil dari klasifikasi berdasarkan ketiga komponen dari sistem ini
tadi kemudiannya dapat digabung ke dalam 4 stage.
Tabel 2.1: Tumour Node Metastasis 2002 ( TNM)
Primary tumor (T)
TX: Primary tumor cannot be assessed T0: No evidence of primary tumor
T1: Clinically inapparent tumor not palpable nor visible by imaging T1a: Tumor incidental histologic finding in 5% or less of tissue
resected
T1c: Tumor identified by needle biopsy (e.g., because of elevated
PSA)
T2: Tumor confined within prostate*
T2a: Tumor involves one-half of 1 lobe or less
T2b: Tumor involves more than one-half of 1 lobe but not both
lobes
T2c: Tumor involves both lobes
T3: Tumor extends through the prostate capsule**
T3a: Extracapsular extension (unilateral or bilateral) T3b: Tumor invades seminal vesicle(s)
T4: Tumor is fixed or invades adjacent structures other than seminal
vesicles: bladder neck, external sphincter, rectum, levator muscles,and/or pelvic wall
٭ Note: Tumor found in one or both lobes by needle biopsy. But not palpable or reliably visible by imagine, is classified as T1c.
٭ Note: Invasion of the prostate apex or into (but not beyond) the prostatic capsule is not classified as T3, but as T2.
Regional lymph nodes (N)
NX: Regional lymph nodes were not assessed
N0: No regional lymph node metastasis (lymph nodes confined to the true
pelvis)
N1: Metastasis in regional lymph node(s) Distant metastasis (M)*
MX: Distant metastasis cannot be assessed (not evaluated by any modality) M0: No distant metastasis
M1: Distant metastasis
M1a: Nonregional lymph node(s) M1b: Bone(s)
M1c: Other site(s) with or without bone disease
(Dikutip dari: American Joint Committee on Cancer.: AJCC Cancer Staging
Hasil dari penilaian, kemudiannya seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil ini akan dikombinasikan ke dalam 4 stage (tbl 2.2).
Tabel 2.2 : Staging Kanker Prostat
(Dikutip dari: American Joint Committee on Cancer.: AJCC Cancer Staging
Manual. 6th edition )
2.3.3.2 Klasifikasi Menurut Whitmore-Jewett
Sistem klasifikasi ini sudah tidak lagi diguna pakai tetapi masih ada yang masih
menganutinya, sistem ini hampir sama, tetapi terdapat sedikit perbedaan di mana
sistem ini lebih ringkas dan tidak rinci seperti sistem TNM yang mana sudah
Tabel 2.3: Klasifikasi Menurut Whitmore-Jewett
A: tumor is present, but not detectable clinically; found incidentally
A1: tissue resembles normal cells; found in a few chips from one lobe
A2: more extensive involvement
B: the tumor can be felt on physical examination but has not spread outside the prostatic capsule
BIN: the tumor can be felt, it does not occupy a whole lobe, and is surrounded by normal tissue
B1: the tumor can be felt and it does not occupy a whole lobe
B2: the tumor can be felt and it occupies a whole lobe or both lobes
C: the tumor has extended through the capsule
C1: the tumor has extended through the capsule but does not involve the seminal vesicles
C2: the tumor involves the seminal vesicles
D: the tumor has spread to other organs
(Dikutip dari:
http://www.cornellurology.com/prostate/evaluation/pathology.shtml)
2.3.3.3 Sistem Gleason
Sistem Gleason ini, merupakan yang tersering diguna pakai dalam penelitian dan
dalam diagnosis sehari-hari. Sistem ini sepenuhnya berdasarkan susunan secara
histologi sel-sel karsinoma (Gleason DF, 1990). Perbahasan mengenainya juga
akan dibahaskan dengan lebih mendalam sesuai dengan kepentingan penelitian ini
dalam mengetahui secara histopatologi akan kanker prostat.
pola histologi dari pertumbuhan sel kanker di bawah pembesaran yang relatif
rendah (X10-40). Sembilan pola pertumbuhan sel kanker ini dikonsolidasi ke
dalam 5 tahapan dan ini dapat di lihat di dalam gambar 2.8 (Gleason DF, 1992).
(Gambar 2.8: Tahapan Berdasarkan Sistem Gleason)
( Dikutip dari: Gleason DF. Histologic grading of prostate cancer: a perspective, 1992)
Kaedah untuk sistem ini adalah, lima tahapan pola pertumbuhan tadinya
digunakan untuk menghasilkan apa yang dinamakan sebagai skor histologi, di
mana skor ini dapat di antara 2 hingga 10. Cara mendapatkan skor ini adalah
dengan menambahkan gred pola primer dan pola sekunder. Dinyatakan sebagai
hanya satu gred yang ditemukan dalam satu-satu sampel jaringan, maka gred
tersebut dikalikan dengan dua untuk memperoleh skor Gleason (Humphrey PA,
2003).
Interpretasi hasil dari skor Gleason adalah, apabila skor yang di dapat
adalah 2-4, maka karsinoma dinyatakan mempunyai perbedaan yang jelas; 5-7
dinyatakan sebagai perbedaan sedang; 8-10 dinyatakan sebagai perbedaan sangat
sulit.
Tabel 2.4: Sistem Gleason untuk Tahapan Adenokarsinoma Prostat
(Dikutip dari: Mostofi FK, 1975. Grading of Prostatic Carcinoma)
Prinsip dari sistem ini mudah sebenarnya, di mana hanya perlu mengenal
pasti grading seperti yang dinyatakan di gambar 2.8, kemudiannya mengenal pasti yang mana terbanyak dan yang kedua terbanyak, dan setelah itu dijumlahkan
untuk mendapatkan skor Gleason. Supaya dapat lebih memahami kaedah menilai
dan memberikan skor berdasarkan sistem ini, bisa dilihat pada gambar di bawah
(Gambar 2.9: Menunjukkan gred 2+1 memberikan skor tiga adenokarsinoma prostat)
(Dikutip dari: Gleason DF. Histologic grading of prostate cancer: a perspective, 1992)
(Gambar 2.10: Menunjukkan gred 2+2 memberikan skor empat adenokarsinoma prostat)
(Gambar 2.11: Menunjukkan gred 3+3 memberikan skor enam adenokarsinoma prostat)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat diketahui bahwa penelitian ini
ingin mengetahui gambaran histopatologi penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) dan kanker prostat yang dilihat berdasarkan usia dan klasifikasi penyakit.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional sangat dibutuhkan untuk membatasi ruang atau
pengertian variabel-variabel penelitian dan akan memudahkan untuk
mengukurnya. Definisi operasional variabel adalah rumusan pengertian
variabel-variabel yang diamati, diteliti dan berikan batasan (Notoatmodjo, 2002). Adapun
definisi operasional dalam penelitian ini digambarkan di sebagai berikut:
BAB 4
METODE PENELITlAN
.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif, yaitu suat
umetode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh penderita BPH dan kanker
prostat yang ada di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Adam Malek selama
periode 2008-2009.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1998).
Dalam penelitian ini pengambilan sampel adalah berdasarkan jumlah keseluruhan
sampel yang ada dan ditemukan pada saat penelitian berlangsung, adapun sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh penderita BPH dan kanker prostat yang ada di
Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Adam Malek selama periode (2008-2009).
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah
Sakit Umum Pusat H. Adam Malek, Medan. Waktu yang digunakan pada penelitian
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Alat Pengumpulan data (Instrumen Penelitian)
Menurut (Notoatmodjo, 2002) instrumen penelitian adalah alat-alat yang
akan digunakan dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini penulis
Pengolahan data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Editing
Adalah untuk memastikan apakah data sudah terisi dengan lengkap atau belum,
serta dapat dibaca dengan relevan atau tidak.
2. Coding
Setelah data diedit langkah berikutnya adalah mengkoding data, yaitu memberi
kode terhadap setiap data yang diambil. Tujuannya untuk memudahkan klasifikasi
data, menghindari terjadinya pencampuran data yang bukan jenis dan kategorinya.
Juga untuk memudahkan pada saat analisis data dan proses entry dengan bantuan
perangkat lunak komputer.
1. Entery Data
Dilakukan dengan cara memasukan data yang telah dicoding ke dalam komputer.
2. Cleaning Data
Cleaning data bertujuan untuk membersihkan data dari kemungkinan data yang
tidak memenuhi syarat atau missing.
4.5.2 Analisis Data
gambaran dari variabel yang diteliti.
Setelah nilai prosentase dari masing-masing kelompok pengamatan (materi)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 28
Agustus 2010 sampai 13 September 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan,
dengan total sampel sejumlah 77 orang. Berdasarkan data-data rekam medis yang
telah dikumpulkan dan dianalisa, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam
paparan di bawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan didukung oleh 1955
orang tenaga yang terdiri dari 790 orang tenega medis dari berbagai spesialisasi
dan subspesialisasi, 604 orang paramedis perawatan, 298 orang paramedis non
perawatan dan 263 orang tenaga non medis serta ditambah dengan Dokter Brigade
Siaga Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas
pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap,
perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan
penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi,
radiologi, rehabilitasi medik, kardiovaskular,
mikrobiologi,nefrologi,endokrinologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi
gizi, farmasi, Central Sterilization Supply Depart (CSSD), bioelektro medik, Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non
medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil, pemulasaran jenazah).
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel penelitian adalah semua penderita Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) dan Kanker Prostat yang mana hasil biopsi telah didiagnosa secara
histopatologi oleh Instalasi Patologi Anatomi, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik, Medan. Jumlah populasi tersebut diambil dari rekam medis yang terdapat
di Instalasi Patologi Anatomi, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan.
Terdapat seramai 77 orang yang menderita BPH dan Kanker Prostat. Dari
keseluruhan sampel yang diperoleh mengenai kedua penyakit ini meliputi: jumlah
penderita yang menderita BPH dan kanker Prostat, Usia penderita, gambaran
histopatologi BPH, dan klasifikasi Kanker Prostat.
5.1.3 Deskripsi Sampel Pasien Yang Menderita BPH Dan Kanker Prostat Periode 2008-2009
Sampel yang diperoleh selama kurun waktu 28 Agustus 2010 sampai 13
September 2010 sebesar 77 sampel. Semua data sampel diambil dari data
sekunder, yaitu rekam medis pasien yang terdapat di Instalasi Penyakit Dalam,
RSUP H. Adam Malik, Medan dari tanggal 01 Agustus 2008 sehingga 31
desember 2009 untuk BPH dan 01 September 2008 sehingga 31 Desember 2009
untuk Kanker Prostat. Distribusi sampel pasien yang menderita BPH dan Kanker
Prostat dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Penderita Penyakit BPH dan Kanker Prostat periode 2008-2009.
Jenis Penyakit %
BPH 73
Dari Tabel 5.1di atas, dapat dilihat bahawa jumlah keseluruhan penderita adalah
seramai 77 orang. Penderita BPH adalah seramai 56 (73%) orang, manakala
penderita Kanker Prostat adalah seramai 21 (27%) orang.
5.1.4 Deskripsi Usia Sampel Pasien yang Menderita BPH dan Kanker Prostat periode 2008-2009
Distribusi usia pasien yang menderita BPH dan Kanker Prostat dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5.2. Distribusi Penderita BPH Menurut Usia periode 2008-2009
Secara keseluruhan jika dilihat dari total kesemua 56 sampel penderita
BPH, rerata usia penderita adalah 67.02 tahun. Usia termuda menderita BPH
adalah 49 tahun, manakala penderita tertua berusia 107 tahun. Bilangan sampel
paling sedikit didapatkan adalah pada rentang usia 91-100 dan 101-100 tahun
dimana masing-masing satu sampel. Rentang usia paling tinggi didapatkan
menderita BPH adalah 61 hingga 70 tahun (46.43%) seramai 26 sampel penderita,
diikuti dengan usia 71 hingga 80 tahun (25.00%).
Tabel 5.3. Distribusi Penderita Kanker Prostat Menurut Usia Periode 2008-2009
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, total sampel penderita Kanker Prostat
adalah sebanyak 21 orang dan rerata usia pada penderita adalah 57.06 tahun. Usia
penderita termuda adalah 20 tahun, manakala penderita tertua adalah 79 tahun.
Dekade usia ke 4 hingga 8 merupakan usia penderita paling tinggi iaitu
masing-masing 9 sampel, 41 hingga 60 tahun (42.86 %) dan 61 hingga 80 tahun
(42.86%). Usia dari 20 hingga 40 tahun paling sedikit yaitu hanya dengan 3
sampel (14.29%).
5.1.5 Deskripsi Sampel Penderita BPH Secara Histopatologi Periode (2008- 2009)
Distribusi sampel penderita BPH secara histopatologi periode (2008-2009) dapat
dilihat berdasarkan tabel di bawah ini:
Umur Frekuensi %
20-40 3 14.29
41-60 9 42.86
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Penderita BPH Menurut Usia dan Gambaran Histopatologi
Semua hasil gambaran histopatologi yang mana menunjukkan proliferasi
predominan pada stroma melibatkan penderita di bawah usia 70 tahun. Corpora
Amylacea dapat dili hat pada dekade usia ke 5 yakni 44.4% dan meningkat ke
100% pada dekade ke 7 dan dekade usia yang selanjutnya. Kalenjar dilatasi kistik
juga menunjukkan korelasi dengan meningkatnya usia ( dari dekade 5 hingga 8)
dari 55.6% ke 100%. Proliferasi kedua glandular dan dapat dilihat pada semua
sampel yang didapatkan.
5.1.6 Deskripsi Sampel Penderita Kanker Prostat Menurut Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi
Melalui data sampel yang didapatkan, klasifikasi penyakit Kanker Prostat secara
histopatologi yakni melalui skor gleason dan distribusi jenis Kanker Prostat adalah
seperti yang berikut:
Kelompok Tahun Usia
Gambaran Histopatologi
41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100101-110
Tabel 5.5 Distribusi 21 Sampel Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Jenis Kanker
Tabel 5.5 di atas menunjukkan distribusi sampel penderita Kanker Prostat
berdasarkan jenis kanker. Terdapat 21 orang total penderita yang didiagnosa
menderita Kanker Prostat dan dari jumlah tersebut 13 orang didiagnosa sebagai
Kanker Prostat jenis adenokarsinoma dan seramai 8 orang didiagnosa sebagai
Kanker Prostat jenis karsinoma transisional dimana jika dibuatkan dalam bentuk
presentase, masing-masing 61.9% dan 38.1%.
Tabel 5.6 Distribusi 13 Sampel Penderita Adenokarsinoma Prostat Menurut Usia
Tabel 5.6 di atas menunjukkan distribusi 13 sampel penderita Adenokarsinoma
Prostat menurut usia. Usia penderita termuda adalah 27 tahun dan usia penderita
tertua adalah 79 tahun. Sampel penderita yang didiagnosa Adenokarsinoma
Prostat terbanyak adalah pada rentang usia 41 hingga 60 tahun dan paling
sedikitnya sampel pada usia 20 hingga 40 tahun, yakni 53,8% dan 15,4%
Tabel 5.7 Distribusi 13 Sampel Penderita Adenokarsinoma Menurut Skor Gleason
Berdasarkan Tabel 5.7 di atas, hasil pemeriksaan histopatologi penderita adenokarsinoma prostat dengan Gleason score 2/10 tidak ditemukan (0%),
Gleason score 3/10 adalah sebanyak 2 orang (15,4%), Gleason score 4/10 adalah
sebanyak 2 orang (15,4%), Gleason score 5/10 adalah sebanyak 4 orang (30,8%),
Gleason score 6/10 adalah sebanyak 3 orang (23,1%), Gleason score 7/10 adalah
sebanyak 1 orang (7,7%), Gleason score 8/10 tidak juga ditemukan (0%) dan
Gleason score 9/10 adalah 1orang (7,7%), sedangkan Gleason score 10/10 tidak
ditemukan (0%).
5.2 Pembahasan
Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan Kanker Prostat adalah antara penyakit yang melibatkan prostat yang tersering menyerang laki-laki lanjut usia.
BPH secara histopatologi merupakan pembesaran nodular secara regional dengan
kombinasi poliferasi stroma dan glandular yang berbeda (Berry SJ, 1984). Kanker
Prostat dalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat dimana sel-sel
kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Menerusi penelitian ini,
dilihat pola gambaran histopatologi pada BPH, pola penyakit BPH dan Kanker
Prostat menurut usia, dan juga klasifikasi Kanker Prostat dengan skor gleason.
bagi periode tahun 2008 hingga 2009, 56 dari mereka menderita BPH dan 21
prostat dan gangguan pada saluran kemih, dan hanya sepertiga dari mereka yang
berkonsultasi dan menceritakan permasalahan mereka kepada dokter yang
merawat. (Naslund MJ, 2007). Ini mungkin menjadi antara salah satu limitasi
kepada penulis yang pada awalnya mendapatkan 121 total rekam medis penderita
akan tetapi dari jumlah tersebut, hanya 77 sampel yang dapat diambil datanya,
yang mana selebihnya kebanyakannya tidak lengkap dan kebanyakannya
merupakan diagnosa awal dan tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Bilangan penderita BPH berdasarkan hasil penelitian ini jika dilihat pada
Tabel 5.2, dari 56 sampel yang diteliti, rentang usia 61 hingga 70 tahun memiliki
jumlah penderita BPH paling tinggi iaitu sebanyak 26 sampel (46.43%), ini sesuai
dengan penelitian yang dijalankan dalam melihat patogenesa terjadinya BPH
dimana secara normal seorang pria memproduksi hormon terpenting di dalam
reproduksi, yakni hormon testosteron dan sedikit hormon estrogen (Edwards JE et al, 2002). Pada saat seseorang pria itu mulai berumur, maka jumlah testosteron yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen meningkat. Peningkatan
ini ditambah pula dengan substansi lainnya dipercayai mempercepat pertumbuhan
sel pada kalenjar prostat dan sehingga pada akhirnya menybabkan terjadinya BPH
(Rachman, 2009).
Pemeriksaan jaringan prostat secara histopatologi amat diperlukan dalam
menegakkan diagnosa klinik (Mazhar D et al,2002). Menurut anggaran, kurang dari 5% dari semua kasus Kanker Prostat bersifat herediter (Hayes RB et al, 1995). Pada Tabel 5.3, hasil penelitian menemukan rerata usia penderita Kanker
20 tahun manakala yang tertua berusia 79 tahun. Rentang usia 20 tahun hinggga
40 tahun merupakan usia yang paling rendah ditemukan penderita dengan Kanker
Prostat ini dan paling tinggi dari usia 40 hingga 80 tahun. Usia merupakan antara
faktor resiko penting terjadinya Kanker Prostat. Kanker Prostat jarang terjadi pada
usia di bawah 40 tahun tetapi meningkat insidensinya secara eksponensial
terhadap usia (Parker SL et al., 1997). Dalam penelitian ini ditemukan hanya 3 kasus, akan tetapi sebaliknya pada usia di atas 40 tahun, yaitu sebanyak 18 kasus.
Penelitian ini, berdasarkan Tabel 5,4, secara tidak langsung menemukan
hubungan dalam gambaran histopatologi pada biopsi jaringan penderita BPH
terhadap usia. Pola proliferasi glandulostromal adalah paling sering terjadi pada
hiperplasia dan proliferasi stromal secara predominan dapat jelas dilihat pada
penderita yang berada di dalam kelompok usia muda. Dengan ini dapat dinyatakan
bahawa proliferasi stroma ini menunjukkan terjadi perubahan dari hiperplasia
nodular dan menjadi pemicu kepada BPH (Rosai J., 1996). Perkara yang sama
jika dilihat pada terbentuknya corpora amylacea, banyaknya dapat dilihat pada sampel penderita yang lebih berusia dibandingkan pada penderita yang lebih
muda. Menurut penelitian yang didapat, pada usia melebihi enam puluh tahun,
sebagian besar organ yang berdifusi ikut terlibat dalam proses atrofi corpora
amylacea, yang tebentuk akibat tahanan dan sumbatan hasil sekresi, dan ini akan
berkembang sesuai meningkatnya usia seseorang pria itu (Boyd W, 1970). Selain
itu, kalenjar yang berdilatasi dengan massa kistik juga dapat kita lihat berdasarkan
hasil penelitian, sedikit ditemukan pada kelompok usia yang lebih rendah dan
meningkat bilangannya secara progresif dengan meningkatnya usia. Infiltrasi
limfosit menjadi satu lagi gambaran histopatologi yang lebih banyak ditemukan
berbanding kalsifikasi. Jika dilihat pada hasil penelitian berdasarkan tabel,
gambaran ini ditemukan paling tinggi pada kelompok usia 81 hingga 90 tahun.
Ini merupakan perubahan degeneratif yang mana merupakan ciri kepada proses
Kanker Prostat jenis transisional. Ia merupakan jenis kanker yang tidak
melibatkan kulit yang paling sering pada laki-laki yang berusia lanjut (Botswick
et al.,2004). Menerusi literatur ini, maka jelas dari hasil penelitian pada Tabel 5.5, yang menunjukkan bahwa adenokarsinoma, bilangan kasusnya lebih banyak
(61.9%) berbanding transisional karsinoma (38.1%).
Penderita adenokarsinoma prostat dijumpai paling banyak kasus pada
rentang umur 41 tahun hingga 81 tahun. Ini sesuai dengan literatur (Pusat Data &
Informasi PERSI, 2004) bahwa perlu dilakukan deteksi dini untuk keganasan
prostat mulai umur 50 tahun. Berdasarkan Tabel 5.6, Penderita adenokarsinoma
prostat terbanyak dijumpai pada kelompok umur 41-60 tahun (53,8%) dan paling
sedikit pada kelompok umur 20 hingga 40 tahun (15.,4%). Ini menunjukkan
insiden adenokarsinoma prostat bertambah sesuai dengan pertambahan umur.
Pada pemeriksaan histopatologi jaringan prostat yang didiagnosa dengan
adenokarsinoma, jika dilihat berdasarkan Tabel 5,7, dijumpai Gleason score 5
yang terbanyak (30.8%) diikuti dengan Gleason score 6 (23,1%), sedangkan
Gleason score 2, 10 dan 8 tidak ada (0%).Ini menunjukkan Gleason grade yang
sering dijumpai pada penelitian ini adalah 5 dan 6 serta differensiasinya adalah
moderately differentiated. Sedangkan untuk yang well differentiated maupun
poorly differentiated memiliki persentasefrekuensi relatif sama. Pada penelitian ini
dijumpai Gleason score 3 sebesar 15,4% dan Gleason score 4 sebesar 15,4%. Ini
menunjukkan kemungkinan secara insidentil dijumpainya adenokarsinoma prostat
pada pemeriksaan histopatologi jaringan prostat. Penentuan grade pada penderita
adenokarsinoma prostat sangat mempengaruhi prognosis penyakit, selain
klasifikasi TNM dan tingkat kadar PSA di dalam serum. Untuk itu sangat
diperlukan ketelitian dan objektifitas seorang patologis untuk menentukan skor
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan sepanjang penelitian yang dijalankan selama dari 28 Agustus 2010
sehingga 13 September 2010 membabitkan sebanyak total 77 sampel penderita,
kesimpulan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Dari keseluruhan sampel penderita Benign Prostatic Hyperplasia BPH dan Kanker, Prostat, 56 kasus adalah BPH dan 21 kasus selebihnya adalah Kanker
Prostat. Ini mungkin dapat disimpulkan bahwa ramai penderita melakukan
pemeriksaan setelah mendapat gejala gangguan saluran kemih bagian bawah
untuk BPH, dan Kanker Prostat ditemukan secara insidentil setelah
prostatectomy dengan diagnosis BPH.
2. Hasil penelitian berdasarkan gambaran histopatologi pada BPH dapat
disimpulkan adanya hubungan secara tidak langsung dengan proses penuaan,
terutama jika dilihat pada pola proliferasi predominan stromal yang lebih
banyak terjadi pada kelompok usia di bawah 70 tahun. Pembentukan Corpora
amylacea, pembesaran kalenjar dengan kistik ditemukan pada kelompok usia
lebih tua yakni di atas dekade usia ke 5.
3. Penderita Kanker Prostat, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rentang
usia 41-60 memiliki kasus adenokarsinoma Prostat paling banyak yaitu 7
kasus. Ini mungkin dapat disimpulkan bahwa pada rentang usia ini, lebih
ramai yang mengalami keluhan dan memeriksakannya pada dokter.
(23,1%). Akan tetapi pada penelitian ini dijumpai Gleason score 3 sebesar
15,4% dan Gleason score 4 sebesar 15,4%. Ini menunjukkan kemungkinan
secara insidentil dijumpainya adenokarsinoma prostat pada pemeriksaan
histopatologi jaringan prostat.
6.2 Saran
Penyusunan data rekam medis mungkin dapat dibuat dengan lebih khusus
karena telah menjadi limitasi pada penelitian ini, sebagai contoh PTCA atau
prosedur angioplasti pada jantung dikoding di bawah C61 yakni koding bagi
Kanker Prostat.
Sebaiknya, pemeriksaan awal terjadinya pembesaran prostat ataupun
keganasan dilakukan pada usia 50 tahun dan ke atas, terutama kelompok usia 61
hingga 70 tahun.
Edukasi dan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya melakukan
pemeriksaan prostat pada dekade usia ke 5 dan ke atas amat diperlukan. Ini karena
jika BPH ataupun Kanker Prostat tidak dideteksi dengan lebih awal, maka dapat
DAFTAR PUSTAKA
A. K. Abbas; Nelson Fausto, D; Richard Mitchell, (2005, May). Robbins Basic Pathology (7th ed.). Saunders.
Anonim, 2009. Benigna Prostatic Hiperplasia atau Pembesaran Prostat Jinak atau BPH atau PPJ. Posted on April 24, 2010 by dokterugm. Available from:
hiperplasia-atau-pembesaran-prostat-jinak-atau-bph-atau-ppj/
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian (edisi revisi V).Jakarta: Rineka Cipta.
Berry, SJ. (1984). The development of human benign prostatic hyperplasia with age. 132 (3), 474- 479.
Birowo,Ponco. "Pembesaran Prostat Jinak .
"http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-3.h (accessed Apr 14,
2010).
Blacklock NJ (1974) Anatomical factors in prostatitis. Br J Urol 46: 47–54.
Bosland MC, Prinsen MK, Dirksen TJ, et al (1990): Characterization of adenocarcinomas of the dorsolateral prostate induced in Wistar rats by /V-methyl-Afnitrosourea, 7,12-dimethylbenz(a)anthracene, and dimethyl-4-aminobiphenyl, following sequential treatment with cyproterone acetate and testosterone propionate. Cancer Res; 50:700-9.
Boyd W. The Male Reproductive System. In: A Textbook of Pathology. 8th edn. Philadelphia: Lea & Febiger, 1970: 950-966.
Definition of Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: http://www.cancer.gov/dictionary/?CdrID=44373. Last accessed 11 April
2010.
Dhoni, G.: neoplastic changes of the prostate. J. Pathol. 63 (1979) 218-231.
Dixon JS, Chow PH & Gosling JA (1999) Anatomy and function of the prostate gland. In: Nickel JC (ed) Textbook of prostatitis. Isis Medical Media Ltd, Oxford, UK. P 39–46.
Edwards JE, Moore RA. Finasteride in the treatment of clinical benign prostatic hyperplasia: a systematic review of randomised trials. BMC Urol
2002;2:14.
Elbadawi, A.: Benign proliferative lesions of the prostate gland. In: Spring-Mills, E., E. S. E. Hafez (eds.); Male accessory sex glands. Biology and
pathology. Elsevier, North Holland Biomedical Press (1980) (pp.
408).
Furqan (2003). evaluasi biakan urin pada penderita bph setelah pemasangan kateter menetap pertama kali.
Gleason DF, Histologic grading of prostate cancer: a perspective. Hum Pathol 1992;23:273-279
Gleason DF. (1990) : Histologic grading of prostatic carcinoma. In: Bostwick DG (ed). Pathology of the Prostate. Churchill Livingstone: New York, (pp
93).
Hayes RB, Liff JM, pottern LM et al. Prostate cancer risk in US blacks and
whites with a family history of cancer. Int j cancer 1995; 60:361.
Helpap B. (1991) : Atypical hyperplasia interaepithelial neoplasia and incidental carcinoma of the prostate. In Altwein, J. E., P. Faul, W. Schneider (eds.): Incidental carcinoma of the prostate. Springer, Berlin. (pp.75-91).
Helpap B. (1980): The biological significance of atypical hyperplasia of the prostate. Virchows Arch. Abt. A 387. 307-317.
Helpap B. (1989):Typical hyperplasia of the prostate: morphologic, cell kinetic, and immunchistochernical aspects. WId. J. Urol. 6:I – 8.
Humphrey PA. Gleason grading and prognostic factors in carcinoma of the prostate. Modern Pathology (2003) 17, 292-306.
Mangunkusumo R. Frequency of malignant tumors in Indonesia, a pathological base observation. Presented at the 4th Continuing Medical Education on Early Detection and Prevention of Cancer. Medical Faculty, University