• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak (Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak (Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POSISI PEREMPUAN DALAM STATUS SOSIAL KELUARGA PAKPAK

(Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Sosiologi

SURYANI TINENDUNG 070901055

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Suryani Tinendung NIM : 070901055

Departemen : Sosiologi

Judul : Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak Masyarakat

(Studi kasus pada Keluarga Etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang)

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

Dra. Ria Manurung, M. Si Dra. Lina Sudarwati, M. Si NIP. 196 603 181 989 032 001 NIP. 196 603 181 989 032 001

Dekan,

(3)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak” studi kasus pada Keluaga Etnis Pakpak Di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang dilatar belakangi dari banyaknya kasus ketimpangan gender yang terjadi pada perempuan etnis Pakpak. Mereka terdiskriminasikan, semua ketimpangan gender berawal dari sistem patriaki yang sudah membudaya yang menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari semua aspek kehidupan dalam keluarga . Perempuan juga tidak memiliki hak dalam warisan, hanya mendapatkan harta apabila ada belas kasihan dari turangnya (saudara laki-laki), padahal perempuan mendapatkan beban kerja yang lebih dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan analisis dan informan dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis adalah keluarga etni pakpak yang mengalami ketimpangan gender dan yang menjadi informan adalah keluarga yang terlibat langsung dan mengalami ketimpngan tersebut. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap kali turun kelapangan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SAW karena berkat dan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial keluarga Pakpak” di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, maka skripsi ini tidak terselesaikan dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari penulisan proposal saat penelitian dan sampai selesainya skripsi ini, yaitu :

1. Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta, “SITI SAKDIAH ANGKAT DAN NURDIN TINENDUNG” yang selalu memberikan do’a, semangat, nasehat dan masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada ibunda yang telah membesarkan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang serta selalu memberikan didikan dan disiplin sejak penulis masih kecil.Tiada kata yang mewakili ucapan Terimakasih anakmu ini atas pengorbanan yang Ibu dan Ayah selama ini berikan. Teristimewa kepada ibunda you’re the best in my life.

(5)

3. Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, ibu Drs. Lina Sudarwati, M.Si memberikan apresiasi dan dukungan dalam penyelesaian skripsi saya.

4. Sekretaris jurusan bapak Drs. T. Ilham Saladin, M. SP

5. Teristimewa buat Ibu Dra.Ria manurung, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan, meluangkan waktu, memberikan pengetahuan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau yang telah memberikan pengajaran yang sangat berarti bagi saya.

6. Kepada ibu Dra. Rosmiani, MA. Terima selama ini telah menjadi dosen Wali saya. Selalu memberikan pengarahan dan motivasi kepada saya. Terima kasih sudah seperti menjadi ibu bagi saya selama dikampus.

7. Kepada seluruh staf pengajar di departemen sosiologi dan tak lupa buat kak Feny, kak Beti dan seluruh pegawai di FISIP USU terima kasih atas bantuannya dan pengetahuannya selama menjalani studi di FISIP USU

8. Kepada Lurah Sidiangkat, seluruh perangkat desa dan para informan atas kerjasamanya memberikan masukan informasi yang menunjang penulisan ini.

(6)

mulia kita untuk membahagiakan kedua orang tua tercapai. Penulis sangat menyayangi kalian semua.

10.Buat keponakanku yang lucu-lucu, cantik, tampan dan cerdas. NURUL SALSABILA, ASYA HAFIZAH, ZAHRA, RIZA, RIZKI, ANZA, REFA dan menyusul yang lainn. Smoga kelak menjadi anak yang soleh dan sholeha.

11.Kepada Yahya Yuan terima kasih atas dukungan, kasih sayang, motivasi, dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. Smoga Allah SWT selalu memberi Rahmatnya untuk kita.

12.Buat temen teman baikku di kampus Agustina si baik hati, Puteri Atikah Alias Mimi, Desti Ariani Si Sepatu Butut, Ninda Ovtika Alias Muup, Romaito Siregar Alias Itog, Dini Saputri, Nanda Alias Wak Labu, Fakrurozi, Maya, Leo , Lia, Lona. Semua kelompok PKL di sijago-jago pokoknya dan temen-teman seperjuangan di sosiologi sos 07 yang telah berjuang bersama menempuh hujan badai dan berbagai hala rintangan dalam penyelesaian skripsi masing-masing. Smoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan hasil yang setimpal pula.

13.Terima kasih kepada para abang, kakak, dan adek-adek selaku Mahasiswa di Departemen Sosiologi yang selama ini mengisi hari-hari saya dikampus.

(7)

dan belum sempurna. Oleh karena itu dengan rendah hati, penulis menerima segala saran, masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Untuk itu penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pihak yang memerlukannya, baik langsung maupaun tidak langsung

Medan, Desember 2011 Penulis

(8)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Posisi Perempuan dalam Status Sosial Keluarga Pakpak” studi kasus pada Keluaga Etnis Pakpak Di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang dilatar belakangi dari banyaknya kasus ketimpangan gender yang terjadi pada perempuan etnis Pakpak. Mereka terdiskriminasikan, semua ketimpangan gender berawal dari sistem patriaki yang sudah membudaya yang menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari semua aspek kehidupan dalam keluarga . Perempuan juga tidak memiliki hak dalam warisan, hanya mendapatkan harta apabila ada belas kasihan dari turangnya (saudara laki-laki), padahal perempuan mendapatkan beban kerja yang lebih dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan analisis dan informan dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis adalah keluarga etni pakpak yang mengalami ketimpangan gender dan yang menjadi informan adalah keluarga yang terlibat langsung dan mengalami ketimpngan tersebut. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap kali turun kelapangan.

(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patriakat. Patriakat adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak sistem patrilinieal, dimana laki-laki pada sistem ini sangat dominan, dan menjadi tokoh penting dalam keluarga juga dalam berbagai bidang, baik dalam masyarakat adat, kekuasaan, maupun akses terhadap bidang ekonomi.,

Nilai patriaki yang ada dalam masyarakat masih menjadi referensi masalah relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam nilai patriaki, kedudukan laki-laki ditempatkan lebih tinggi dari perempuan dalam aspek kehidupan. Perempuan dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki dan masih dimarginalkan. Kedudukan seperti ini menyebabkan otoritas mengambil keputusan berada di tangan laki-laki.

(10)

dipedulikan dan dihargai oleh masyarakat maupun adat yang berlaku dimana perempuan tersebut tinggal.

Mayarakat Pakpak menganut sistem patriakat dimana kedudukan perempuan dalam keluarga dan adat selalu dinomorduakan serta tidak mempunyai hak dalam harta warisan. Nilai budaya yang menganut bahwa perempuan harus tunduk kepada suami maupun saudara laki-laki, kurangnya peran serta perempuan dalam pengambilan keputusan dan perempuan mengutamakan urusan domestik merupakan suatu bukti dari rendahnya kedudukan perempuan Pakpak.

Kebudayaan yang telah dianut dan di implementasikan dalam kehidupan masyarakat tersebut sampai saat ini, antara lain adalah bahwa hanya anak laki-laki saja yang dapat meneruskan marga ayahnya dan hanya anak laki-laki jugalah yang menjadi ahli waris dan mendapat bahagian yang sama. Masyarakat Pakpak sangat membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam struktur sosialnya (Berutu: 2002). Pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Pakpak.

(11)

Dalam upacara adat kedudukan perempuan pakpak selalu di nomor duakan atau dibawah laki-laki misalkan dalam juru bicara dari setiap upacara selalu laki-laki, sedangkan kedudukan perempuan dijadikan objek atau berada dibawah laki-laki. Dalam pengambilan keputusan adatpun atau dalam memberi wejangan atau nasihat didominasi oleh keputusan pihak laki-laki. sedangkan perempuan selalu duduk dibagian belakang dan hanya diam atau dibagian dapur memasak untuk acara pesta (perkebbas)

Didalam pembagian kerja, perempuan memiliki beban kerja yang berat. Mereka harus mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti ; memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga dan merawat adik yang masih kecil. Anak perempuan juga banyak membantu orang tua bekerja disawah atau diladang dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan juga harus dapat membantu biaya sekolah saudara laki-lakinya dengan bekerja dikota atau diluar daerah. Dan hasil kerja dikirim ke kampung untuk biaya kehidupan keluarga dan juga biaya pendidikan saudara laki-lakinya yang sedang sekolah.

Perempuan diharuskan menghormati saudara laki-lakinya (turangnya), karena saudara laki-laki merupakan kula-kula yang harus dihormati dan dihargai, jika kula-kula tidak dihargai dan dihormati maka rejeki saudara perempuan dipercaya akan berkurang dan mungkin akan mendapatkan malapetaka seperti tidak mendapat keturunan dan tanaman yang ditanam tidak berhasil atau gagal panen dan sebagainya.

(12)

sebagai bentuk tanda terima kasih telah membiayainya sewaktu sekolah. Hal ini terjadi karena konsep ”anak” dalam budaya pakpak masih mengacu pada anak laki-laki sehingga berimplikasi pada sistem pewarisan dimana secara normatif tidak menempatkan seorang perempuan sebagai ahli waris dari orang tua maupun suaminya. Anak perempuan pakpak tidak menjadi ahli waris secara normatif karena, pertama: berkaitan dengan persinabul( juru bicara keluarga) yang mengacu pada anak laki-laki oleh sebab itu laki-laki dipandang sebagai penanggung jawab untuk meneruskan keturunan ayah dan marganya. Kedua: anak perempuan dianggap sebagai anggota marga lain. ketiga: mencegah penguasaan tanah yang terlalu luas oleh pihak marga penumpang (suami dari anak perempuan) (Berutu,2002: 42). Jika menyangkut perawatan orang tua pada usia lanjut atau sakit dibebankan sepenuhnya kepada anak perempuan.

(13)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana posisi perempuan dalam meningkatkan status sosial keluarga dalam masyarakat Etnis Pakpak?

2. Apa yang menjadi tanggung jawab perempuan dalam meningkatkan status sosial?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksaan penelitian arah pelaksanaan penelitian, yang menguraikan apa yang akan dicapai dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan peneliti tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui posisi perempuan dalam meningkatkan status sosial keluarga dalam masyarakat Etnis Pakpak?

2. Untuk mengetahui yang menjadi tanggung jawab perempuan dalam meningkatkan status sosial?

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini , diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1 Manfaat Teoritis

(14)

1.4.2 Manfaat Praktis

Untuk memberikan masukan-masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang terjadi dan dapat menjadi referensi untuk kajian atau penelitian selanjutnya.

1.5 Defenisi konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Defenisi konsep adalah abstrak mengenai fenomena yang dirumuskan atas generalisasi dari sejumlah karakter, kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.

Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah:

Nilai Ganda adalah nilai yang menunjuk kepada

tidak sama kepada semua

Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. kondisi ketidakadilan yang lahir dari pembedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. Pada umumnya dari perempuan menjadi korban dari ketimpangan gender.

Patriarkhi adalah sebuah system sosial dimana dalam keluarga sang ayah (laki-laki) menguasai semua anggota keluargannya atau system sosial yang lebih mengutamakan laki-laki.

(15)

perempuan. Jadi gender tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui sosialisasi dari anak-anak hingga dewasa. Gender dapat disesuaikan dan diubah.

Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang di tentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misal, laki-laki memiliki penis dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui.

Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi. Pertalian antara suami dan istri adalah perkawinan, ada hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah, dan kadangkala adopsi; berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan social.

Konflik Keluarga adalah permasalahan yang dihadapi seseorang dalam keluarga, persoalan itu dapat terjadi dengan orang tua, adik, kakak atau anggota keluarga lainnya. Konflik ini dapat mengakibatkan stress dan depresi mental ataupun luntur atau hilangnya ikatan keluarga.

Etnis pakpak adalah salah satu etnis bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia dan tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yaki di Kabupaten Dairi,Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan( Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Sabulusalam (Prov.Aceh.Etnis Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah Pakpak Silima suak yang terdiri dari :

1. Pakpak Klasen (Kab. Humbang Hasundutan Sumut]

2.

(16)

4.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender

Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan. Pembedaan itu sangat penting, karena selama ini sering kali mencampur-adukkan cirri-ciri manusia yang bersifat kodrat dan tidak berubah dengan ciri-ciri manusia yang bersifat gender yang sebenarnya bisa berubah.

Pembedaan peran gender ini sangat membantu untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan untuk membangun gambaran tentang realitas relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis yang lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

(18)

Anggapan bahwa sikap perempuan feminim dan laki-laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya. Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki – laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex.

Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing – masing jenis kelamin, laki – laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.

Di lain pihak, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Jelaslah analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan perempuan serta akibat yang ditimbulkannya.

2.2 Penerapan Sistem Patriarki pada Masyarakat

(19)

Budaya dan ideologi di bentuk oleh manusia dan disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam budaya Indonesia, seperti juga di banyak negara dunia ketiga lain, budaya patriarki masih sangat kental. Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam budaya, keadaan ketimpangan, asimetris dan subordinatif terhadap perempuan tampak sangat jelas. Dalam kondisi yang seperti itu proses marjinalisasi terhadap perempuan terjadi pada gilirannya perempuan kehilangan otonomi atas dirinya. Eksploitasi serta kekerasan terjadi terhadap perempuan, baik di wilayah domestik maupun publik.

(20)

2.3 Ketimpangan Gender didalam Masyarakat Patriarki

Sesungguhnya perbedaan gender (gender differences) tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun persoalannya adalah tidak sesederhana yang difikirkan, ternyata perbedaan gender tersebut melahirkan berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum lelaki dan perempuan menjadi korban dari sistem itu.

Aplikasi gender di masyarakat belum sesuai dengan yang diharapkan, karena masih sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya setempat. Ketimpangan gender melahirkan ketidakadilan (gender inqualities). Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidak adilan, misalnya: subordinasi, marginalisasi, beban kerja lebih banyak, stereotip dan lain-lain. Manfaat dan dampak dari aspek terhadap kualitas lelaki dan perempuan sebagai sumber daya pembangunan, bahwa pola sosialisasi yang berbeda antar laki-laki dan perempuan dapat menimbulkan kesenjangan gender. Bentuk-bentuk yang dapat diamati munculnya gejala-gejala ketertinggalan, subordinasi, marjinalisasi dan diskriminasi.

(21)

Dalam hukum waris pengaruh adat dan agama tidak dapat diabaikan. Salah satu aturan gender dalam adat dapat kita lihat dalam soal pewarisan di tiga bentuk system masyarakat adat, yakni patrilineal, matrilineal dan bilateral. Dalam masyarakat patrilineal, seperti diwakili pakpak anak laki-laki akan tetap menuntut rumah keluarga sebagai bagian warisan. Sekalipun dalam kenyataannya saudara perempuanlah yang mengurus rumah, bahkan ikut bekerja keras membantu orang tua guna menghidupi saudara lakilakinya, termasuk membiayai sekolah/ perantauannya sedangkan dalam masyarakat matrilineal, yang diwakili oleh suku Minangkabau, warisan "pusaka tinggi" diwariskan kepada anggota keluarga menurut garis ibu. Sekalipun demikian mamaklah (paman laki-laki) yang memiliki kekuasaan pengaturannya. Seringkali mamak juga ikut mengambil bagian dari warisan tersebut, dan bahkan menguasainya. Patriaki telah melahirkan ketimpangan dan ketidakadilan gender dalam berbagai bidang.

2.3.1 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang berakar dalam sejarah, adat, norma, ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.

(22)

Bentuk – bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi itu meliputi : 1. Gender dan marginalisasi perempuan

Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan. Hal-hal yang membuat kaum perempuan termarginalkan seperti kebijakan pemerintah, keyakinan tradisi, tafsiran agama, kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

2. Gender dan subordinasi perempuan

Subordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Ada pandangan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Misalkan saja apabila suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga) dia bisa mengambil keputusan sendiri sedangkan istri yang hendak tugas belajar harus seizin suami.

3. Gender dan streotip

(23)

4. Gender dan kekerasan

Kekerasan (violence) adalah suatu serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang bersumber anggapan gender ”gender-reated violence”, yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Kekerasan terhadap perempuan sering terjadi karena budaya dominasi laiki-laki terhadap perempuan. Kekerasan digunakan laki-laki untuk memenangkan pendapat dan menyatakan rasa tidak puas, dan seringkali hanya untuk menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan. Pada dasarnya kekerasan yang berbasis gender adalah refleksi dari sistem patriarkhi yang berkembang dimasyarakat.

5. Gender dan beban ganda

(24)

2.4 Teori Struktural Fungsional

Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur- unsur tersebut dalam masyarakat.

Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Ratna Megawangi, 1999: 56).

Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar (Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau tumpang tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami ketidakseimbangan. Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi semula.

(25)

sebagainya. Kunci untuk memahami konsep struktur adalah konsep status (posisi yang ditentukan secara sosial, yang diperoleh baik karena kelahiran (ascribed

status maupun karena usaha (achieved status) seseorang dalam masyarakat). Setiap status memiliki aspek dinamis yang disebut dengan peran (role) tertentu, misalnya seorang yang berstatus ayah memiliki peran yang berbeda dengan seseorang yang berstatus anak

Kedudukan seseorang dalam keluarga akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan, tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Tentunya, struktur dan fungsi ini tidak akan pemah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi, 2001)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Parsons dengan Bales, mereka membuat kesimpulan bahwa institusi keluarga serta kelompok-kelompok kecil lainnya, dibedakan (didiferensiasikan) oleh kekuasaan atau dimensi hierarkis. Umur dan jenis kelamin biasanya dijadikan dasar alami dari proses diferensiasi ini. Parsons menekankan pula pentingnya diferensiasi peran dalam kesatuan peran instrumental-ekspresif. Dalam keluarga harus ada alokasi kewajiban tugas yang harus dilakukan agar keluarga sebagai sistem dapat tetap ada .

(26)

tangga adalah yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru.

Struktur sosial sebagai hubungan antara entitas yang berbeda atau pola-pola hubungan relatif yang penekanannya pada ide bahwa masyarakat adalah kelompok yang termasuk ke dalam struktur hubungan kelompok yang telah disetting oleh aturan-aturan dengan membedakan fungsi-fungsinya, makna serta tujuan. Sebagai contoh struktur sosial misalnya ide tentang tingkatan sosial

(social stratification), yang mana idenya adalah membedakan masyarakat ke

dalam strata-strata, termasuk ras, kelas, dan gender. Social treatment dari masing-masing individu dengan berbagai macam struktur sosial akan dapat dimengerti jika dihubungkan dengan menempatkan individu-individu atau kelompok ke dalam tingkatan (strata) sosial.

Masyarakat yang berfungsi adalah masyarakat yang stabil, harmoni dan

(27)

Teori yang dikembangkan oleh Parsons (1964), dan Parsons dan Bales (1956) adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang meluntumya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modemisasi. Bahkan menu rut Parsons, fungsi keluarga pada zaman modem, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa penting.

Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam masyarakat. Keluarga dalam subsistem masyarakat juga tidak akan Jepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomipendidikan dan agama. Dengan interaksinya dengan subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan.

2.5Nilai Ganda

Nilai ganda menunjuk kepada

kepada semua Ketika menyangkut pada nilai atau hal menguntungkan bagi laki maka hal tersebut adalah milik laki-laki. Dan apabila mengarah pada tanggung jawab adalah milik perempuan. Contohnya di pada pembagian kerja dibeberapa daerah sebagai laki-laki seorang bagaikan ‘raja’ sehingga ‘enggan’ melakukan pekerjaan domestik, seperti mencuci, memasak dan mengasuh anak.

(28)

domestik. Ini terjadi karena pemahaman yang hanya berdasarkan sudut pandang (memandang sesuatu berdasarkan prasangka) laki-laki sebagai ‘pemimpin’. Perempuan memiliki tanggung jawab mencari nafkah dan mengurus rumah tangga. Sedangkan dalam pembagian harta warisan anak laki-lakilah yang mendapatkan lebih banyak. Nilai dapat berubah dan selalu mementingkan kepentingan laki-laki karena budaya patriakat.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini merupakan metode yang berusaha menggambarkan, memahami, dan menafsirkan makna suatu peristiwa tingkah laku manusia dalam situasi tertentu serta menginterpretasikan objek sesuai apa yang ada.

Pendekatan kualitatif sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati oleh peneliti. Mengungkapkan sesuatu dibalik fenomena, mendapatkan wawasan dari penelitian. Alasan menggunakan penelitian kualitatif agar di dalam pencarian makna dibalik fenomena dapat dilakukan pengkajian secara komphrehensif, mendalam, mendetail. Dimana di dalam penelitian ini, penelitian kualiltatif dimaksudkan untuk mendiskripsikan persoalan nilai ganda pada masyarakat patriakat di kelurahan Sidiangkat Kec. Sidikalang.

3.2Lokasi Penelitian

(30)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut “unit of analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, sosial. Unit analisis data adalah satuan tertentu yang di perhitungkan sebagai subjek penelitian.

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga etnis Pakpak di Kelurahan Sidiangkat, khususnya yang mengalami ketimpangan gender.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini adalah: Keluarga yang terlibat atau yang menjadi pelaku langsung dalam masalah penelitian. Keluarga yang memiliki pengalaman dan yang lahir dan berada di daerah tersebut dan orang-orang yang memahami budaya pak-pak seperti tokoh adat.

Adapun yang menjadi informan adalah: 1. Perempuan yang sudah menikah

(31)

4. Anak laki-laki yang sudah menikah dan yang belum menikah 5. Tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:

a. Observasi

Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan.

b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung ataupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang posisi perempuan dalam status sosial keluarga pada etnis pakpak.

3.4.2 Data Sekunder

(32)

data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, , majalah, jurnal, dan data-data dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

(33)

BAB IV

HASIL DAN INTERPRETASI DATA 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Kelurahan Sidiangkat

Kelurahan Sidiangkat tidak diketahui tahun berapa terbentuk. Menurut masyarakat setempat, sebelum Belanda datang menjajah ke daerah tersebut desa Sidiangkat sudah ada. Menurut bapak M. Matanari selaku tokoh masyarakat setempat mengatakan: “dikatakan Desa Sidiangkat karena penduduk awal desa ini adalah bernama Angkat. Angkat memiliki 2 saudara yaitu Bintang dan Ujung.

Mereka disebut si Tellu kodin. Mereka akhirnya dipisah oleh ayahnya Angkat di

tempatkan di daerah Sidiangkat, Ujung wilayah kekuasaannya di Sidikalang kota,

dan Bintang wilayah kekuasaannya di Desa bintang. Itulah sebabnya disebut

Sidiangkat. Angkat memiliki keturunan yaitu yang menjadi marga Angkat, dan

marga Angkat menjadi penduduk asli di kelurahan ini. Sebelum menjadi

kelurahan, Sidiangkatnya sebelumnya adalah sebuah desa. Dan kepala desa

pertama adalah Riah angkat yang dingkat kepala desa oleh Belanda.”

Dari hasil wawancara dengan staf kelurahan, Sidiangkat berubah dari Desa menjadi kelurahan salah satu alasannya karena luas wilayah yang cukup luas yaitu sekita 2000 HA. Karena Sidiangkat jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Sumatera Utara dan Aceh maka banyak penduduk yang datang dan pindah di Desa ini. Sidiangkat juga daerah perbatasan dengan Aceh Selatan ( Subulussalam/Singkil).

(34)

Belanda di daerah ini adalah adanya rumah-rumah Belanda yang lengkap dengan cerobong asap dan daerah ini disebut Basecamp. Sekarang rumah di Basecamp sudah di tempati oleh penduduk meski banyak perubahan bentuk rumah, tetapi corak khas rumah belanda masih tetap ada.

4.1.2 Letak Lokasi Dan Keadaan Alam

Kelurahan Sidiangkat terletak di kecamatan sidikalang kabupaten dairi, dengan luas wilayah 2000 HA. Tipe wilayah dikecamatan Sidiangkat adalah dataran tinggi dimana kelurahan Sidiangkat beriklim tropis, ketinggian 1300 s/d 1400 M dengan suhu 15 s/d 18̊ C

Luas dan batas wilayah Kelurahan Sidiangkat: Sebelah Utara berbatasan dengan Pakpak Bharat Sebelah Selatan berbatasan dengan Batang Beruh Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Karing

Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Panji Dabutar

Kelurahan Sidiangkat terdiri dari areal pemukiman, ladang, persawahan, hutan, jalan dan lain-lain. Jika dibanding kelurahan lain yangberada di kecamatan Sidikalang, kelurahan Sidiangkat merupakan yang paling luas. Jarak antara kelurahan dan kecamatan berkisar 5 menit dengan lama tempuh sekitar 10 menit dengan jalan yang sudah diaspal dimana di sepanjang kiri dan kanan perjalanan terdapat rumah penduduk dan ladang. Kelurahan Sidiangkat merupakan jalan lintas provinsi ke Nanggroe Aceh Darussalam dan lintas kabupaten ke Pakpak Bharat.

(35)

daerah ini dilalui angkutan umum dan bagi yang memiliki kendaraan roda dua dapat memakainya menuju kecamatan (pusat kota).

Jarak dari kelurahan keibukota provinsi sekitar 138 km, dengan jarak ini masyarakat yang ingin ke ibukota harus menggunakan transportasi umum seperti : DATRA( Dairi Transport), SAMPRI (Samosir Pribumi), BTN (Bintang Tani Jaya), dan PAS (Pas Transport). Waktu yang diperlukan ke Medan dari kelurahan Sidiangkat sekitar 4-5 jam.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di kelurahan merupakan gambaran dari berbagai lapisan masyarakat Pakpak di kabupaten Dairi. Penduduk Sidiangkat terdiri dari 8 lingkungan. Lingkungan I terdiri dari 151 kk, lingkungan kedua II terdiri dari 80 kk, lingkungan ke III terdiri dari 132 kk, lingkungan IV terdiri dari 277 kk, lingkungan ke V terdiri dari 130 kk, lingkungan ke VI terdiri dari 80 kk, lingkungan VII terdiri dari – kk, dan lingkungan VIII terdiri dari – kk. Jumlah penduduk keseluruhan 4339 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1891 jiwa dan perempuan 2448 jiwa. Suku mayoritas di daerah ini adalah suku pakpak, dan suku lainnya adalah batak toba, karo, nias, minang, jawa. Warga negara indonesia laki-laki 2233 jiwa dan perempuan 2103 jiwa dan warga negara asing laki-laki 2 jiwa dan perempuan 1 orang.

Tabel 4.1 Pendidikan Penduduk Kelurahan Sidiangkat

(36)

tinggi pada umumnya memilki pola berpikir yang lebih maju dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah

Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase Tidak pernah sekolah 3 0.475%

Tamat SD 123 19.492%

Tamat SLTP 135 21.395

Tamat SLTA 168 26.624

Tamat DIPLOMA 186 29.477

Tamat S1 13 2.060

Tamat S2 3 0.475

Tamat S3 - -

Jumlah 631 100%

Sumber: Data Statistik Kantor Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Dari tabel 4.1 diatas tingkat pendidikan di kelurahan Sidiangkat umumnya tamatan diploma sebanyak 29.4 % dan SMA sebanyak 26,6%. Dari pemaparan sangat banyak masyarakat yang hanya berpindidikan sampai SMP dengan persentase 21,5 % dan SD sebanyak 19,4 % saja, bahkan ada beberapa yang tidak pernah mengecap pendidikan sebanyak 0,4 %. Dari tabel diatas terlihat pendidikan di kelurahan sidiangkat masih rendah.

(37)
[image:37.595.152.388.194.367.2]

Tabel 4.2 Agama Penduduk di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011 Agama yang dianut masyarakat umumnya adalah agama modren. Seperti agama islam, khatolik, protestan dan budha. Berikut ini adalah persentase agama yang dianut masyarakat di kelurahan Sidiangkat:

No Agama Frekuensi Persentase 1 Islam 1500 49.358 2 Protestan 1305 42.941 3 Katholik 231 7.601

4 Budha 3 0.098

Jumlah 3039 100

Sumber: Data statistik kantor kelurahan sidiangkat tahun 2011

Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa masyarakat etnis Pakpak kelurahan Sidiangkat umumnya menganut agama Islam terlihat dengan persentase 49.3 %, agama protestan sebanyak 42,9 %, agama katholik sebanyak 7,6 % dan agama minoritas adalah agama budha dengan persentase 0,09 %. Selama observasi dan wawancara rumah ibadah agama islam terdapat 3 mesjid dan 1 musholla. Gereja terdapat 3 buah yaitu gereja PENTAKOSTA, gereja HKBP dan gereja GKPP. 4.1.4 Mata Pencaharian Penduduk Dikelurahan Sidiangkat

(38)

pertanian seperti sayur-sayuran, jagung dan lainnya dibawa ke pasar bila hari pekan (ari onan) untuk dijual, sedangkan kopi dan jeruk langsung dibeli oleh para agen pengumpul dan akan di jemput oleh agen besar.

Harga-harga hasil pertanian juga tergantung pada pasar dan agen pengumpul. Jika hasil pertanian melimpah dan banyak dapat dipastikan harga akan sangat rendah dan sebaliknya. Masyarakat tergantung pada harga yang ditetapkan oleh para tengkulak. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini:

“mella ombas kopi marang suan-suan diri hargana pasti mlukah, mella cituk

lumayan maharga. I pe oda jelas. Karina i tergantung kan tokke nai ngo oe(A br

Padang,41 tahun,perempuan)

Artinya: kalau kopi panen atau tanaman lainnya sedang panen raya pasti murah, kalau hasil pertanian sedikit lumayan mahal. Itu juga belum tentu. Semua itu tergantung harga dari toke.

Dari hasil observasi Cara bercocok tanaman masyarakat masih bersifat manual dan tidak ada teknik khusus dalam penggarapan lahan pertanian dan perawatan pertanian. Hanya berdasarkan pengalaman semata, sehingga tingkat ekonomi penduduk Sidiangkat masih sangat rendah.

Selama di observasi dilapangan terlihat yang bekerja di ladang dominan adalah para perempuan khususnya ibu-ibu. Ibu-ibu berkumpul dan bergotong royong untuk menyelesaikan satu pekerjaan di kebun temannya atau miliknya sendiri. Apabila satu lahan telah selesai maka berlanjut ke ladang teman berikutnya sampai pada gilirannya, biasanya masyarakat setempat menyebut kegiatan ini adalah “urup-urupen” yang artinya “saling membantu”

(39)

tidak pernah bekerja dan sangat jarang datang memberikan penyuluhan bagi masyarakat. Bahkan banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa ada penyuluh di daerah tersebut.

4.1.5 Pola Pemukiman

Masyarakat Sidiangkat mengenal sistem kesatuan hidup yang disebut dengan kuta atau istilah sekarang sering disebut dengan perkampungan, yang merupakan tempat atau lokasi masyarakat mendirikan tempat tinggal menetap yang disebut dengan sapo, kuta atau lokasi perkampungan merupakan tempat masyarakat Pakpak untuk beristirahat disaat mereka telah selesai melaksanakan aktivitas sehari-hari. Sapo merupakan tempat keluarga inti yang terdiri dari ayah,ibu dan anaknya.

4.1.6 Sarana dan Prasarana 4.1.6.1 Sarana Pendidikan

(40)
[image:40.595.107.524.156.328.2]

Tabel 4.3 Sarana Pendidikan Di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011

Sumber: Data Statistik Kantor Kelurahan Sidiangkat tahun 2011 Sarana pendidikan SD negeri terdapat 2 buah dan 1 Madrasah Ibtida’iah . SD negeri ini terdapat di lingkuan 5 dan SD yang satu lagi terdapat di kuta Batu Kapur. Pada umumnya anak-anak berjalan kaki beramai-ramai untuk bersekolah setiap harinya dan ada satu pesantren untuk tingkatan SD (Ibtida’iah), SMP ( Muhammadiyah) dan SMA (Aliyah). Ibtida’iah, Muhammadiyah dan Aliyah berada dalam satu pemondokan. Umumnya siswanya berasal dari luar daerah, dan sangat jarang penduduk Sidiangkat bersekolah disana. Mereka lebih memilih bersekolah di kecamatan yang jaraknya lebih jauh, dengan alasan mutu pendidikan disana kurang baik dan tidak bisa untuk umum. Anak-anak yang bersekolah ke kota Sidikalang biasanya menggunakan transportasi umum yang biasa disebut sudako.

Kondisi bangunan Sekolah Dasar Inpres sudah sangat memadai dengan gedung sekolah yang permanen dibangun diatas lahan seluas satu hektar dengan sarana perpustakaan dan tenaga Guru-guru yang cukup banyak untuk kelancaran Lembaga pendidikan Frekuensi Persentase

TK/ PAUD 2 unit 28.571

SD/sederajat 3 unit 42.857

SLTA/sederajat 1 unit 14.285

SLTA/ sederajat 1 unit 14.285

(41)

buruk dibuktikan bangunan terbuat dari kayu yang sudah sangat rusak dan atap yang bocor dan siswanya banyak yang sakit kudis (gatal-gatal) itu sebabnya penduduk asli tidak berkenan menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut. 4.1.6.2 Sarana Ibadah

Kelurahan Sidiangkat menyediakan rumah ibadah bagi umatnya. Sarana ibadah umat Islam terdapat 4 buah yaitu 3 mesjid dan 1 musholla. Masing-masing mesjid terdapat di kuta Padang, kuta Delleng Amal, dan mesjid pesantren dan musholla terdapat di daerah Puncak sidiangkat. Sedangkan gereja terdapat 3 yaitu gereja HKBP terdapat di kuta Barisan, GKPP di delleng amal, gereja PENTAKOSTA di Sidiangkat pesantren. Selama observasi Ibu-ibu yang beragama Islam biasanya seminggu sekali mengadakan pengajian atau perwiritan. Pengajian dilakukan di rumah anggota dari ibu-ibu perwiritan dan akan mendapat giliran masing-masing untuk menjadi tuan rumah. Pengajian ibu-ibu dilakukan sore hari di akhir pekan. Ada juga pengajian bapak-bapak yang beragama Islam. Kegiatan ini hampir sama seperti yang dilakukan ibu-ibu, hanya saja pengajian bapak-bapak diadakan pada malam hari.

Sedangkan ibu-ibu untuk agama kristen ada yang melakukan perkumpulan setiap hari kamis dan hari minggu. Mereka melakukan kegiatan kerohanian baik di gereja maupun di rumah anggota perkumpulan. Hal tersebut dilakukan secara bergiliran dirumah setiap anggota juga.

4.1.6.3 Sarana Kesehatan

(42)

tinggal di tempat yang tidak jauh dari puskesmas dia tinggal bersama keluarganya.kedua bidan tersebut bukan dari etnis Pakpak tetapi suku Jawa dan menikah dengan lelaki dari etnis Pakpak setempat.

4.1.6.4 Sarana Transportasi

Sarana transportasi untuk ke daerah ini umumnya masyarakat menggunakan angkutan umum yang sering disebut masyarakat setempat adalah sudako dan becak. Banyak juga masyarakat yang memiliki transportasi pribadi seperti sepeda motor. Selama observasi penumpang di sudako umumnya adalah para perempuan sedangkan laki-laki lebih banyak menggunakan sepeda motor.

4.1.7 Latar Belakang Sosial Budaya 4.1.7.1 Bahasa

Bahasa yang digunakan masyarakat desa ini dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Pakpak hanya sebagian kecil yang memakai bahasa Batak Toba. Bahasa Pakpak digunakan oleh setiap masyarakat dalam pergaulan sehari-hari untuk berkomunikasi, anak-anak juga sudah diajarkan oleh orang tuanya untuk mengunakan bahasa Pakpak dengan baik dan benar dalam pergaulan mereka dilingkungan keluarga maupun dilingkungan bermain mereka.

Lain halnya dengan bahasa Indonesia hanya digunakan oleh anak-anak usia sekolah di tempat menimba ilmu saja, Dalam bahasa pengantardalam antor kelurahan Sidiangkat diwajibkan untuk memakai bahasa Indonesia meski demikian banyak juga para pegawai yang memakai bahasa Pakpak atau Bahasa Toba dalam percakapan dinas.

(43)

ada. Hanya apabila etnis pakpak jika ingin berbicara dengan suadara atau sanak famili disarankan memakai sebutan yang ada di dalam bahasa Pakpak ada misal: paman (puhun), nampuhun (istri paman),turang, nantonga dan lain-lain. Hal ini biasa disebut dengan “tutur”. Meski berbahasa Indonesia tetapi penggunakan tutur tetap memakai bahasa Pakpak.

4.1.7.2 Seni

Untuk upacara kematian maupun perkawinan masyarakat Pakpak dikelurahan ini sering memakai alat musik tradisional yaitu Genderang tetapi pengrajin asli genderang di Sidiangkat ini sudah tidak ada lagi, dikarenakan para pengrajin dahulu tidak mewariskan kepada anak- anaknya.

Genderang yang dipakai adalah genderang yang di sewa atau dipinjam dari luar kelurahan sidiangkat. Selain genderang masyarakat juga sering menggunakan keyboard sebagai pengiring dalam acara adat. Dalam kesenian perempuan umumnya sebagai penari dan penyanyi, sedangkan yang memainkan alat musik adalah laki-laki. Sangat sulit ditemukan perempuan yang ahli dalam memainkan musik.

Bentuk asli rumah adat Pakpak tidak ada lagi di jumpai di kelurahan ini karena seiring berkembangnya kemajuan teknologi masyarakat sudah membuat rumah dengan arsitektur rumah modern

4.1.6.3 Religi

(44)

lain.

Masyarakat juga percaya akan adanya jimat dalam bahasa setempat disebut Tabas-tabas yaitu adanya suatu kekuatan supranatural atau gaib yang dapat melindungi orang dari hal-hal yang dapat membahayakan jiwa atau menghalangi orang lain yang ingin berbuat jahat sama orang tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa orang di desa ini yang masih memegang jimat untuk melindungi diri dan juga untuk mengobati orang lain yang terkena Guna-guna.

Laki-laki dan perempuan ada yang menggunakan jimat tersebut. Umumnya orang yang bertindak sebagai dukun adalah laki-laki, meski ada perempuan tetapi sangat sedikit.

4.1.7 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak berdasarkan adanya pertalian darah yang ditarik menurut garis keturunan ayah (Geonologis Patrilineal) dan pertalian perkawinan pihak pemberi gadis (Peranak) dan pihak penerima gadis (Berru). Jadi setiap Laki-laki dan perempuan pakpak akan menarik garis keturunan melalui garis ayah dengan memakai marga ayah. Maka anak perempuan harus kawin dengan marga lain, karena dalam masyarakat Pakpak tidak diperbolehkan untuk kawin dengan satu marga.

Sistem kekerabatan terkecil pada masyarakat pakpak disebut “Sapo” yang merupakan satu keluarga inti (Nuclear Family) terdiri dari Bapa (ayah), Inang

(45)

ayah, ibu dan anak-anak laki-laki yang telah menikah dan tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya. Kelompok yang lebih luas dari sada bapa adalah

Sada Empung (Satu Kakek /Nenek) kelompok kekerabatan yang terdiri dari

keluarga-keluarga beberapa anak laki-laki yang satu sama lain paralel cousin. Anggota-anggota sapo yang sama sehingga dalam kegiatan upacara adat kematian maupun perkawinan anggota dari Sada Empung ini saling membantu, sedangkan dari luarsada empung tidak memiliki rasa saling tolong menolong satu sama lain.

Keluarga batih atau keluarga inti merupakan kesatuan adat dan kesatuan ekonomi, dalam masyarakat pakpak kaum laki-laki lebih diutamakan pendidikannya dan dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam usaha perekonomian, hubungan pemerintahan dan kemasyarakatan. Sedangkan kaum perempuan disamping bertugas untuk mengurus rumah tangga dan juga membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada masyarakat pakpak kedudukan kaum laki-laki sangat penting dalam sistem kekerabatan penempatan laki-laki pada tempat yang penting, karena anak laki-laki sebagai penerus keturunan dan pewaris harta.

Pada masyarakat Pakpak yang menjadi struktur kekerabatan dalam masyarakat ada pihak yang di sebut dengan “Sulang Silima” (Lima kekerabatan yang saling membantu ). Sulang Silima adalah lima kekerabatan fungsional adat masyarakat pakpak yang termasuk didalamnya adalah

a. Peranak (Daholi) yaitu :Kelompok keluarga dari istri dan

saudara-saudaranya (kelompok pemberi anak gadis).

b. Sibeltek Situaen yaitu :Saudara semarga anak pertama.

(46)

d. Sibeltek siampunen yaitu : Saudara satu marga yang paling bungsu.

e. Berru yaitu : Pihak atau golongan penerima anak gadis.

Kelima pihak ini disebut dengan ( Lima kelompok kekerabatan yang saling membantu). Demikian juga dalam pelaksanaan upacara adat kelima unsur ini harus hadir dan berperan sesuai kedudukan masing-masing. Tanpa kehadiran salah satu dari kelompok ini mengakibatkan suatu pesta upacara adat perkawinan maupun upacara kematian (kerja njahat) tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. Dalam setiap upacara peran perempuan sangatlah penting meski peran perempuan hanya di belakang atau di bagian dapur. Setiap kegiatan upacara baik upacara perkawinan atau kematian perempuan harus duduk dibagian belakang dari para kula-kulanya dan laki-laki harus duduk dibagian depan.

4.1.8 Organisasi Sosial

Organisasi sosial yang masyarakat Sidiangkat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu : Organisasi sosial yang bersifat formal dan non formal. Organisasi formal seperti PKK organisasi persatuan para ibu-ibu yang mengadakan kegiatan yang sudah terencana dan mempunyai tujuan untuk memberikan pembinaan maupun pelatihan sebagai suatu pengembangan potensi bagi para ibu untuk dapat terampil menghadapi masalah yang berkaitan dengan masalah kesejahtraan keluarga.

(47)

diantara anggota, seperti pesta pernikahan upacara kematian, dan sebagainya. Masyarakat desa yang menjadi anggota STM akan membantu secara bergotong royong seperti menyiapkan makanan pesta yang dikerjakan para Ibu- ibu dan mengambil kayu bakar, memasang tenda dan memotong hewan sebagai lauk pesta dilakukan oleh kaum Bapak, serta adanya sumbangan beras yang wajib diberikan oleh setiap kepala kepada yang mengadakan pesta tersebut. Selain STM diatas ini juga terdapat organisasi Simatah Daging yaitu organisasi pemuda-pemudi Gereja generasi muda Pakpak yang diawasi oleh penetua Gereja, juga adanya arisan Ibu-ibu satu Gereja, arisan satu marga. Sedangkan untuk umat muslim terdapat organisasi muda-mudi mesjid, perwiritan ibu-ibu dan perwiritan kaum bapak-bapak. Umat Muslim juga melakukan kegiatan bila ada hari raya besar umat muslim dan solat jumat setiap hari jumat bagi kaum laki-laki.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Keluarga Ibu M br Angkat dan Bapak P.Berutu

(48)

bekerja sebagai PNS. Salah satu dari saudara perempuannya tamat SMP dan juga bekerja sebagai petani.

Bapak Sy yang merupakan orang tua laki-laki informan yang sudah lama meninggal, ketika itu informan masih berusia 19 tahun sedangkan ibu nya meninggal 3 tahun yang lalu. Semenjak ayah informan meninggal, informan membantu ibu informan untuk mencari nafkah keluarga. Ibu informan menghabiskan sisa usianya di rumah anak perempuannya yaitu dirumah ibu M. Angkat. Anak perempuannya lah yang merawat orang tua mereka. Menurut informan ibu Sm (orang tua perempuan) tidak senang di rumah anak laki-lakinya karena dia tidak nyaman dengan menantunya. Padahal menurut adat pakpak merawat orang tua jika sudah tua merupakan kewajiban anak laki-laki. Khususnya anak laki-laki paling bungsu.

(49)

Dulu sewaktu orang tua masih hidup anak laki-laki yang sudah berkeluarga ini, saudara laki-lakinya juga sering meminta keluarga agar menjual sebagian tanah warisan untuk modal usaha menantunya yang sering bangkrut, untuk membangun rumahnya,untuk membayar hutang, sedangkan ibu M dan saudara perempuannya hanya bisa menasihati dan tidak bisa berbuat banyak karena saudara laki-laki adalah kula-kula yang harus dihormati.

Hasil pernikahan informan dengan suaminya mereka memiliki anak 4 orang anak. Dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Ke 4 anak dari pasangan ibu M angkat dan bapak P berutu ini masing-masing sudah menikah dan jumlah keseluruhan cucu mereka sebanyak 7 orang. Ibu M.angkat menyekolahkan anak laki-lakinya sampai ke perguruan tinggi di salah satu Universitas Negeri Di Medan. Anak laki-lakinya tamatan Sarjana dan sekarang kedua anak laki-laki tersebut bekerja sebagai PNS sedangkan anak perempuan informan hanya tamatan SMA saja dan bekerja sebagai petani dan satu lagi sebagai wiraswasta.

(50)

sama. Akhirnya Diah dan Siti membanting tulang ke ladang guna membantu orang tua mencari nafkah untuk keluarga dan biaya kuliah untuk saudara laki-lakinya.

Menurut pengakuan dari Diah ayahnya pernah berkata kalau anak perempuan itu tidak masalah jika harus tamat SMA saja, karena nantinya akan ikut suami, mengurus marga orang lain sedangkan, kalau anak laki-laki itu sangat penting karena nantinya akan membawa martabat keluarga, penerus marga, kepala keluarga dan nantinya adalah sebagai tempat menjaga keluarga. Jadi harus pintar agar tidak ditipu oleh orang lain.

Untuk mendapatkan kesempatan kerja ibu M masih mengutamakan anak laki-lakinya untuk menjadi PNS. Terbukti kedua anak laki-laki ibu M menjadi PNS. Sekarang diah dan saudara-saudaranya belum mendapatkan warisan karena di adat pakpak sesuatu yang tabu jika melakukan pembagian warisan apabila kedua orang tua masih hidup.

4.2.2 Keluarga Bapak A. Limbong dan Ibu W. Angkat.

Bapak A limbong berusia 50 tahun dan ibu W. Angkat perempuan berusia 45 tahun. Sehari-hari pekerjaan suami istri ini adalah petani. Rumah dari keluarga ini terlihat sangat sederhana. Rumah yang terlihat tua tersebut adalah rumah warisan dari orang tua dari informan. Informan anak laki-laki paling bungsu dari keluarganya.

(51)

beserta isi dan 4 petak tanah ladang dan 1 sawah, sedangkan kedua saudara perempuannya mendapatkan 1 petak tanah.

Tanah warisan yang 4 petak (jumlah keseluruhan lebih kurang 1 hektar) tersebutlah dikelola informan untuk menafkahi keluarganya. Di ladang informan menanam kopi ateng sayur-sayuran, terung belanda dan disawah informan menanam padi. Sedangkan dari istrinya ia tidak mendapatkan harta berupa tanah sedikitpun, hanya mendapatkan baju dari orang tua dan beberapa oles dan mandar

(sarung) menurut informan istrinya dulu keluarga yang miskin juga, tanah warisan hanya cukup untuk saudara laki-laki dari istrinya.

Bapak A.Limbong pendidikan terakhir SMEA sedangkan istrinya sendiri hanya tamat SD. Menurut informan pendidikan istri yang rendah mengakibatkan kewalahan istri dalam mendidik anak, sedangkan suami ketika sudah lelah dari ladang sudah tidak bisa mengajari anak-anaknya lagi. Mereka memiliki anak 6 orang anak, 3 sudah menikah dan 2 masih bersekolah dan 1 anak mereka menganggur tamat SMP dan tinggal bersama dirumah dan sehari-hari keladang membantu orang tua.

Menurut informan anak perempuannya jauh lebih telaten dan rajin dalam keluarga. Anak perempuannya sepulang sekolah langsung keladang membantu mereka bekerja dan pulang dari ladang anak perempuan langsung membagi tugas untuk memasak, memcuci da membenahi isi rumah. Sedangkan anak laki-laki mereka sangat malas jika disuruh keladang, lebih suka bersama teman-temannya di kedai kopi.

(52)

diladang. Sepulang dari ladang anak laki-lakinya pasti menonton atau langsung bermain kembali bersama teman-temannya. Datang kerumah hanya tiba waktu untuk makan saja. Menurut bapak A. Limbong anak perempuan jauh lebih penurut dan tidak membantah seperti anak laki-laki.

4.2.3 Keluarga Bapak M. Sinamo dan Ibu U. Angkat.

Bapak M. Sinamo laki-laki yang berusia 45 tahun dan sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri. Informan sehari-hari bekerja mengajar murid- murid di SD salah satu sekolah di Sidikalang. Kampung asli informan adalah di daerah Pakpak Bharat. Informan tinggal di tempat ini sejak ditugaskan bekerja di kelurahan ini dan menikah dengan ibu U.br angkat yang merupakan penduduk asli di Kelurahan Sidiangkat ini.

Ibu U perempuan yang berusia 40 tahun dan memiliki 3 orang anak hasil dari perkawinannya dengan bapak M Sinamo. Informan adalah perempuan yang sehari-hari bekerja diladang, diladang informan menanam kopi dan sayuran, cabai, guna menambah perekonomian keluarga karena gaji dari bapak M sinamo yang bekerja sebagai guru tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anak. Apalagi menurut pengakuan ibu U gaji suami informan sudah sebagian ke bank guna membayar hutang-hutang yang diakibatkan oleh suami informan yaitu untuk membayar hutang judi suaminya. Keluarga ini memiliki 3 orang anak, 2 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan.

(53)

sangat buruk anak sulung tersebut juga sudah malas sekolah dan memutuskan untuk bekerja saja. Anak ini sampai sekarang belum berkeluarga. Penghasilannya hanya cukup untuk biaya rokok dan bergaul pada teman-temannya. Sedangkan makan masih tetap ditanggung oleh keluarga.

Anak kedua dari pasangan ini adalah perempuan berusia 25 tahun bernama Rasidah , informan dulu ingin bersekolah tetapi keadaan ibu U pada saat itu sedang tidak baik, ibu U dulu sering sakit-sakitan kata dokter ibu U dulu mengidap penyakit TBC. Dulu sebelumnya penyakit dari ibu informan dianggap terkena guna-guna. Banyak biaya keluar untuk pergi ke orang pintar yang satu dan yang lainnya.

Anak perempuan mereka inilah yang mengurusi ibu mereka selama sakit dan mengubur dalam-dalam impiannya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Selain mengurus ibu anak perempuan ini juga keladang membantu perekonomian keluarga karena gaji ayah mereka tidak cukup dan selalu untuk membayar hutang-hutang saja. Kedua saudara laki-lakinya tidak telaten mengurus rumah tangga dan ibunya. Apalagi sewaktu itu rasidah memiliki adik laki-laki yang masih bersekolah di bangku SMP sehingga membuat rasidah tidak tega untuk meninggalkan rumah.

(54)

Anak ketiga adalah Anto laki-laki berusia 18 tahun baru saja tamat SMA. Anto belum melanjutkan pendidikan. Sewaktu SNPTN Anto kalah dan memutuskan untuk menganggur setahun dulu. Sehari-hari Anton ikut rasidah keladang itupun kalau Anton mau apabila dipaksa keladang setiap hari anton sering marah-marah dan mengamuk dan malam harinya tidak akan tidur dirumah dan menginap dirumah temannya. Dan membuat beban bagi keluarga karena harus mencarinya. Menurut Rasidah yang sebagai tulang punggung keluarga akan memperjuangkan agar Anton tetap Sekolah supaya ada yang kuliah dan bisa menjadi pegawai dan bisa nantinya membanggakan keluarga, bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan mengangkat martabat keluarga .

4.2.4 Ibu A Padang

Ibu A br Padang perempuan berusia 41 tahun. Informan dulu menikah dengan bapak N. Kabeaken (alm). Informan ini sudah cukup lama tinggal di Sidiangkat. Informan lahir di desa Sidiangkat tahun 1970 di Kuta Padang Kelurahan Sidiangkat Kabupaten Dairi. Pendidikan terakhir informan hanya sampai SMP saja. Informan adalah seorang janda dengan 5 orang anak. Anak pertama perempuan berusia 25 tahun, anak kedua perempuan berusia 21 tahun, anak ketiga perempuan berusia15 tahun, anak keempat perempuan berusia 13 tahun dan yang paling bungsu laki-laki berusia 10 tahun. Suami informan meninggal ketika si bungsu masih berumur 5 bulan. Almarhum meninggal diakibatkan kecelakaan bus yang di tumpangi jatuh ke jurang sewaktu informan ingin ke Aceh Singkil untuk mencari “Wallet”

(55)

orang tuanya sepulang sekolah. Selama menjawab pertanyaan informan terlihat sangat antusias meski terlihat wajah kelelahan, informan baru saja pulang dari ladang padahal waktu sudah menunjukkan 18.45 . Sepulang dari ladang informan langsung mandi di sungai yang dekat dengan kebunnya. Pulang dari kebun informan terlihat membawa biji kopi yang belum dikupas kulitnya, dijunjung di atas kepalanya dan terlihat ember di tangan kanannya membawa kain basah sedangkan anak perempuannya terlihat membawa biji kopi di di goni dan ember di tangan kiri yang berisi sayur-sayuran untuk makan malam nanti. Ternyata sebelum keladang mereka membawa pakaian kotor dan sepulang dari ladang mereka menyempatkan mencuci dan mandi di sungai. Sesampai di rumah anak perempuan langsung membereskan rumah dan memasak. Tidak terlihat anak laki-laki informan, menurut pengakuan informan anak laki-laki-laki-lakinya sepulang sekolah langsung les bahasa inggris dan matematika ke kota. Dan sampai sekarang belum pulang.

(56)

nanti dia yang akan menggantikan bapaknya sehingga bisa mengangkat martabat keluarga.

Mereka tidak mendapatkan sedikitpun warisan dari keluarga ayah, semenjak ayah mereka meninnggal harta warisan dikuasai penuh oleh saudara laki-laki tertua dan paling bungsu dari keluarga ayah. Tidak diketahui kenapa alasan mereka tidak mendapatkan harta sedikitpun. Menurut ibu A. Padang seandainya suaminya masih hidup pasti mereka masih dihargai dan mendapatkan warisan. Dari orang tua ibu A. Padang sendiri informan tidak mendapatkan harta selain oles dan pakeen (pakaian) dari ibunya saja.

Semenjak itu informan harus bekerja keras untuk memenuhi nafkah bagi anak-anaknya dan dibantu oleh anak perempuannya. Ia mengolah tanah hasil yang mereka beli dulu bersama almarhum suaminya. Menurut Ibu A.padang tanah tersebut tidak terlalu luas tapi cukup untuk menanam kopi “sigalar utang”. Informan mengatakan kopi sigalar utang artinya cukup untuk melunasi hutang-hutang di warung. Sebelum kopi panen mereka bisa mengutang dulu pada toke (agen) atau warung yang dekat dengan rumah, karena 2 minggu sekali pasti mereka panen kopi dan hasilnya cukup untuk melunasi hutang dan makan sehari-hari.

4.2.5. Keluarga Bapak M. Bancin

(57)

Pemko sidikalang. Istri informan dan merupakan seorang guru SD di salah satu sekolah dasar di Sidikalang. Terlihat kehidupan mereka yang cukup baik dan keadaan ekonomi yang lumayan baik. Pasangan ini memiliki 3 orang anak 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Ketiga anak-anak mereka masih bersekolah.

Informan adalah anak laki-laki paling bungsu dalam keluarganya. Semenjak kedua orangtuanya meninggal ia mendapatkan rumah tempat tinggal orang tuannya, perhiasaan, perlengkapan dapur peninggalan orang tuannya beserta isi perabot rumah dan tanah warisan. Menurut bapak informan sewaktu melakukan pembagian warisan informan hanya berdiskusi dengan para kula-kula (saudara laki-laki) dan pengetuai kuta (tetua dikampung) apa yang akan mereka dapat dan apa yang akan mereka berikan pada kelompok berru. Disepakati bahwa anak laki-laki mendapat bahagian tanah jauh lebih banyak dibanding berru (anak perempuan). Dalam diskusi pembagian warisan anak perempuan hanya duduk dan tidak dapat berkomentar banyak.

(58)

membuat malu jika nantinya meninggal di rumah anak perempuan. Upacara adat dilakukan dirumah anak laki-laki paling bungsu.

Informan memiliki 4 orang bersaudara. Anak pertama adalah perempuan bernama S seorang petani, anak kedua adalah perempuan bernama D seorang petani , anak ke tiga adalah bapak Z seorang pegawai negeri sipil, dan yang terakhir adalah bapak M Bancin sebagai anak bungsu. Bapak M bancin tidak menampik bahwa saudara perempuannya cukup banyak berkorban dalam pendidikan dan membantunya dalam merawat orang tuannya. Dulu kakak informan membantu orang tua mereka ke ladang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan anak laki-laki keduannya kuliah di Medan.

4.3 Posisi Perempuan Pakpak Dalam Sistem Kekerabatan.

Dalam sistem kekerabatan Pakpak kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa aspek,

Pertama, karena laki-laki berperan sebagai penerus marga atau klen

(patrineal);

Kedua, laki-laki berperan sebagai penanggung jawab keluarga (fakta

dilapangan relatif)

Ketiga, laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta,

terutama harta pusaka.

Keempat, laki-laki berperan utama dalam dalam aktifitas adat dan wakil

keluarga dalam setiap aktifitas adat.

(59)

marga suaminya bukan marga ayahnya. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya (silsilah). Akibatnya sering sekali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan kelompok kerabat yang lebih luas. Seperti yang diungkapkan informan di bawah ini; (A.Padang, 41 tahun, perempuan)

Tikkan i dukak pertama sakat 4 daberru, kadeh ma ngo ni akap i bas

ukur diri i. Eda dekket simatua lalap kisuruh asa kuberre bapak kalak en

sijahe sekali nai. Berat kalon ngo kuakap, jadi kubaen mo adatku

menjalo sodip , kuberre mangan dekket oles akka kula-kula asa i

sodipken kalak i ma asa meranak aku. Anak si keteken en daholi mang

keppe, lias ate mo bana Tuhan enggo i jalo sodip nami (Arti: Dulu anak

pertama sampai keempat adalah anak perempuan, saya sangat tertekan saat itu. Dari keluarga suami selalu membujuk saya agar bapak menikah lagi. Sangat berat rasanya, maka saya lalukan acara adat,kuberikan mereka makanan (spesial) dan oles meminta restu pada kula-kula semoga di saya direstui punya anak laki. Akhirnya anak ke lima anak laki-laki. Saya sangat bersyukur pada Tuhan dan kula-kula sudah menerima doa kami).

(60)

Pentingnya anak laki-laki di perkuat oleh ungkapan informan berikut, yaitu seorang ibu yang melahirkan anak laki-laki; (M.Angkat, 55 tahun, perempuan)

“waktu menubuhken dukak daholi toko senangna aq, bapa kalak en pe

senang ma karna enggo lot nahan denganna nina. Langsung merembah

nakan simatuaku, eda-edaku pe bagi ma..” (Arti: waktu melahirkan anak

laki-laki saya sangat bahagia, suamipun demikian karena nanti dia sudah memiliki teman. Mertua saya langsung membawakan makanan (khas Pakpak). Ipar perempuan juga demikian).

Pentingnya anak laki-laki juga di benarkan oleh informan berikut selaku tokoh adat setempat; (M.Angkat, 55 tahun, perempuan)

“ anak i dalam adat pakpak penting kalon, nan asa lot ki atur akka

turang-turangna, kiterusken diri, mella lot acara adat asa mi jolo ma

giam” (Arti: kehadiran anak laki-laki dalam adat pakpak sangatlah

penting, agar nanti ada yang mengatur (penanggung jawab) para saudara perempuannya. Meneruskan marga, kalau ada acara adat biar bisa di posisi depan).

Hal yang sama juga di katakan informan berikut ; (M. Matanari, 65 tahun, laki-laki)

Yahhh,, bakune pe anak en ma ngo harus i pejolo dah ( biar bagaimanapun

(61)

4.3.1 Posisi Perempuan Dalam Upacara Adat

Seperti halnya etnis lain di dunia, budaya etnis pakpak juga mengenal berbagai upacara. Mulai dari kandungan hingga akhir hayat manusia, etnis Pakpak mengalami dan melakukan berbagai jenis upacara. Jika diamati kedudukan perempuan dalam berbagai upacara adat selalu dinomorduakan atau dibawah laki-laki. Misalnya yang menjadi pemimpin, pelaksana utama dan juru bicara dari setiap upacara selalu laki-laki, sedangkan perempuan selalu dijadikan objek atau berada dibawah laki-laki. Contohnya dalam upacara perkawinan dimana istri hanya berperan sebagai pendamping para suami sehingga dalam proses pengambilan keputusan tentang bentuk dan jenis pesta berada di pihak laki-laki, dan tempat duduk perempuanpun harus berada dibelakang. Demikian juga juru bicara dan pemimpin upacara adat selalu laki-laki. Juru bicara (perkata-kata) dalam upacara-upacara adat pakpak sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh perempuan. hal ini sama seperti yang diucapkan salah satu tokoh adat masyarakat setempat; (M.Matanari, 65 tahun, laki-laki)

“selama ngeluhku madeng pernah kubettoh daberru gabe perkata-kata

mella lot ulan marang pesta” (Arti: selama aku hidup belum pernah

kutahu perempuan jadi juru bicara dalam upacara maupun pesta)

Istilah-istilah adatpun banyak yang menggambarkan lemahnya kedudukan perempuan, misalnya istilah tokor berru dan mengkata utang dalam perkawinan seolah-olah perempuan barang dagangan. Seperti yang diungkapkan informan sebagai berikut: (M.Angkat, 55 tahun, perempuan)”

“mella naing sijahe berru kennah mengkata utang lebbe asa i bettoh

sadike tokor berru na nan. Asa boi langung pesta. Mella kisijaheken berru

(62)

diri makin mantap dok deba” (Arti: kalau ingin menikahkan anak perempuan harus “mengkata utang” (berbicara berapa hutang yang harus dibayar jika ingin menikahi anak gadis orang) agar tau berapa nanti harganya. Kalau sesuai bisa langsung pesta. Kalau kita menikahkan anak perempuan, langsung berapa harganya ditanya orang (famili, rekan, tetangga dll) kalau harga anak gadis kita mahal maka semakin baik dilihat orng. Semacam mendapat pujian.

Contoh lainnya dalam memberikan kata-kata nasihat atau wejangan pada saat upacara perkawinan maupun kematian selalu didominasi oleh laki-laki atau minimal yang pertama tampil adalah laki-laki. Hal tersebut juga terlihat ketika peneliti mengikuti salah satu upacara adat perkawinan di lokasi penelitian. Upacara adat dianggap sebagai dunia laki-laki, pada kenyataannya tanpa peran perempuan dalam upacara adat maka upacara tersebut tidak akan terlaksana. Perempuan atau berru sangat berperan utama dalam menyumbangkan tenaga dan uangnya kepada kula-kulanya. Berikut hasil wawancara dengan informan;

(M.Angkat, 55 tahun, perempuan)

“mella lot ulan, kami akka berru i blakang ngo merdakan, marsigugu asa

sakat pesta i nan. Mella kula-kula ijolo mo kalak i dah..” (Arti: kalau ada

acara, kami pihak perempuan dibelakanguntuk memasak, mengumpulkan dana agar berjalannya pesta. Kalau kula-kula di depan mereka seharusnya).

4.3.2 Posisi Perempuan Dalam Sistem Pembagian Harta Warisan

(63)

laki-laki yang mewarisi harta peninggalan orangtuannya. Pada zaman dahulu sejumlah tanah yang diwariskan kepada kelompok berru, disebut dengan istilah rading

berru. Ada juga yang disebut dengan pengeseang, yakni sejumlah perhiasan atau

uang yang diberikan kepada anak perempuan; pakeen, yakni pakaian dan perhiasan yang diberikan pada saat anak perempuan hendak menikah.

Seperti yang diucapkan informan berikut ini; (M.Matanari, 65 tahun, laki-laki)

“ Mella daberru naing sijahe ikkon ni berre ngo pakeenna, sibong dekket

kepeng cituk. Mella pembagian warisan daberru dapetten rading berru

imi pakeen dekket emas kan inangna nai. Ale oda harta pusako, i kennah

mi peranak ngi” (Arti: kalau anak perempuan ingin menikah, sebaiknya

haru

Gambar

Tabel 4.2 Agama Penduduk di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011
Tabel 4.3  Sarana Pendidikan Di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, yang dilakukan oleh informan untuk menyiasati kesulitan hidup pasca- kenaikan harga BBM adalah problem-solving focused coping , di mana mereka secara aktif

Tujuan kajian ini adalah mengetahui kondisi kehidupan dan permasalahan keluarga PHK dalam memenuhi pendapatan rumah tangganya, mengetahui peran- ekonomi perempuan dan faktor-faktor

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana ibu yang menjadi orang tua tunggal menjalankan peran ganda nya sebagai ayah dan sebagai ibu dalam

Pertunjukan sebagai sandiwara yang dilakukan remaja perempuan yang sedang melakukan diet di lingkungan rumah kontrakan jalan Watugong 35, seperti para remaja perempuan

Tesis ini berjudul “EKSISTENSI UANG PANAI’ TERHADAP STATUS SOSIAL LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM TRADISI PERKAWINAN MASYARAKAT BUGIS (Studi Kasus, di Desa Tompo Kecamatan