• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dan Atas Nama Orang Lain Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dan Atas Nama Orang Lain Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata Material, Jilid II, Jakarta : Pradnya Paramita, 1984

Arifin P. Soeria Atmadja, Transformasi Status Hukum Uang Negara Sebagai Teori Keuangan Publik Yang Berdimensi Penghormatan Terhadap Badan Hukum,

Jakarta : Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI, 2007

Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, Bandung : Alumni, 1993

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002

Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997.

Fuady, Munir, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas (Baru) Tahun 1995 No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995

(2)

Pedoman Penggunaan Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM),

Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996

Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit,

Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001

Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I bagian kedua, 1958.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung : Apabeta, 2005 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Medan : PPs-USU, Disertasi, , 2002

Tirtodiningrat, Mr. KRMTD, Ichtiar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta : PT. Pembangunan, 1960

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004

Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2004 Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta :

Rajawali Pers, 1999

Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Perdata, Menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, Penerbit Djambatan, 1999;

(3)

88

B. Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Huum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asas Manusia Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Nomor M.01.HT.01.10 Th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

A. Internet

http://pihilawyers.com/blog/?p=30%20

(4)

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN KEPEMILIKAN SAHAM DARI MASING-MASING PEMEGANG SAHAM

A. Persyaratan Kepemilikan Saham

Pada prinsipnya setiap individu (subjek hukum pribadi) yang memiliki

kecakapan untuk bertindak dalam hukum, dan atau badan hukum mandiri yang tidak

dikecualikan berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan tertentu dapat

menjadi pemegang saham perseroan.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam kerangka undang-undang penanaman

modal, pihak-pihak, baik individu asing maupun badan hukum asing dibatasi

kepemilikan sahamya dalam Perseroan. Bahkan dalam ketentuan Undang-Undang

Perbankan misalnya, untuk menjadi pemegang saham Perseroan yang bergerak dalam

bidang usaha perbankan, yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan dan lulus

uji kelayakan (fit and proper test) terlebih dahulu sebelum seseorang dapat menjadi

pemegang saham Perseroan yang bergerak dalam bidang perbankan tersebut.59

Pada umunya syarat-syarat menjadi pemegang saham Perseroan diatur dalam

Anggaran Dasarnya, dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh

instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.60

59

Gunawan Widjaya, Op.Cit, hal. 37

60

(5)

Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dan tidak dipenuhi,

pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dipenuhi, pihak yang

memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku

pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus

dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.61

Sebagai suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka setelah

perseroan memiliki status sebagai badan hukum pun, pemegang saham Perseroan

Terbatas tetap dibatasi hingga sekurang-kurangnya dua orang atau badan hukum.

Dalam hal pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu

paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang

bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain. Jika jangka

waktu tersebut telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang,

pemegang saham bertanggng jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian

Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat

membubarkan Perseroan-Perseroan tersebut.62

Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih

tidak berlaku bagi :

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara

61

lihat Pasal 48 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

62

(6)

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga

penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam

Undang-undang tentang Pasar Modal.63

B. Hak Dan Kewajiban Dari Masing-Masing Pemilik Saham

Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam :

a. Hak individual yaang melekat pada diri pemegang saham, dan

b. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif

(derivatif suit atau derivative action).64

Hak individual pemegang saham dalam Perseroan Terbatas adalah hak yang

melekat pada diri pemegang saham, yang dimilikinya, yang terkait dengan :

a. Hak untuk memperoleh saham dari penerbitan saham selanjutnya (first right of refusal)65

b. Hak mendahulu untuk ditawarkan dan membeli saham dari pemegang saham

lainnya yang hendak menjual sahamnya

c. Hak untuk memanggil RUPS

d. Hak untuk hadir dan bersuara dalam RUPS

e. Hak untuk memperoleh dividen66

63

lihat Pasal 7 ayat 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

64

Gunawan Widjaya, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 37

65

Lihat Pasal 51 Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas

66

(7)

f. Hak untuk memperoleh pembayaran sisa hasil likuidasi

g. Hak untuk menjaminkan saham-saham tersebut sebagai jaminan utang

h. Hak untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila

dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan

wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan atau/Dewan Komisaris.

i. Berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar

apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan

pemegang saham atau Perseroan, berupa :

1) Perubahan Anggaran Dasar

2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih

dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan, atau

3) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.67

j. Hak untuk exit atau keluar (menjual atau mengalihkan sahamya kepada pihak

lain) dari Perseroan Terbatas.68

Dalam UUPT, hak-hak individual, yang dimiliki oleh pemegang saham adalah

sebagaimana yang diatur dalam :

a. Pasal 43 ayat (1) UUPT, yaitu hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah

saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama,

manakala Perseroan Terbatas bermaksud mengeluakan saham baru dengan kelas

saham yang sama,

67

Lihat Pasal 62 butir (1) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas

68

(8)

b. Pasal 43 ayat (2) UUPT jika saham yang akan dikeluarkan untuk penambah

modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan,

pemegang saham yang ada berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh

pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumah saham yang dimilikinya.

c. Pasal 51 jo 48 ayat (1) UUPT tentang hak untuk memperoleh setiap lembar saham

yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas,

d. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang

dimiliki olehnya sebagaimana diatur dalam pasal 56 UUPT

e. Dalam hal diatur dalam Anggaran Dasar, hak untuk ditawarkan terlebih dahulu

jumlah saham seimbang dengan pemilihan saham untu klasifikasi saham yang

sama, manakala ada pemegang saham yang bermaksud untuk menjual sahamnya

(Pasal 57 ayat (1) UUPT)

f. Pasal 60 ayat (2) UUPT, yang menyatakan bahwa saham dapat diagunkan dengan

gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar

g. Pasal 61 ayat (1) UUPT yng secara tegas memberikan hak kepada setiap

pemegang saham untuk mengajukan gugutan terhadap Perseroan ke Pengadilan

Negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan

tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan

Komisaris.

h. Pasal 62 ayat (1) UUPT, yaitu hak untuk meminta kepada Perseroan agar

(9)

menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan,

berupa :

1) Perubahan Anggaran Dasar

2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih

dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan.,

3) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan

i. Pasal 71 UUPT terkait dengan pembagian dividen dan Pasal 72 terkait dengan

dividen interim.

j. Pasal 79 ayat (2) UUPT terkait dengan hak 1 (satu) orang atau lebih pemegang

saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah

seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu

jumlah yang lebih kecil untuk meminta penyelenggaran RUPS.

k. Pasal 80 ayat (1) UUPT, terkait dengan keadaan di mana Direksi atau Dewan

Komisris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang

ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat

mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada

pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

l. Pasal 82 ayat (4) UUPT, mengenai hak untuk meminta salinan bahan RUPS dari

perseroan secara cuma-Cuma.

m. Pasal 85 ayat (1) UUPT, memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau

(10)

seluruh saham dengan hak suara, berhak mengajukan usul pembubaran Perseroan

kepada RUPS.

Selain itu hak-hak tersebut di atas, hak pemegang saham juga dapat

dikategorikan juga ke dalam :

a. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap Perseroan Terbatas

b. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap Perseroan Terbatas

Hak yang disebutkan terdahulu berlaku bagi pemegang saham mayoritas (atau

pemegang saham pengendali) dan hak yang disebut terakhir pada umumnya dinikmati

oleh pemegang saham minoritas (non – pengendali).

Ada dua hak derivatif yang dikenal dalam UUPT, yaitu :

a. Hak untuk atas nama Perseroan, yang dimiliki oleh pemegang saham yang

mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap

anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian

pada perseoran .

b. Hak untuk atas nama perseroan, yang dimiliki oleh pemegang saham yang

memiliki paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara dapat menggugat anggota dewan komisaris yang karena

kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan ke Pengadilan

(11)

Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku perseroan,

dengan ketentuan bahwa ;

a. Pembagian dividen interim tersebut hanya dapat dilakukan apabila jumlah

kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal di

tempatkan dan di setorditambah cadangan wajib, dan

b. Pembagian dividen interim tersebut tidak boleh menganggu atau menyebabkan

perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau menganggu

kegiatan Perseroan.

Pembagian dividen interim dilakukan berdasarkan keputusan Direksi setelah

memperoleh persetujan Dewan Komisaris.

Jika setelah tahun buku terakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen

interm yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada

Perseroan. Dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen

interim yang telah diterimanya tersebut, maka Direksi dan Dewan Komisaris

bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan.

Daftar pemegang saham suatu daftar yang diselenggarakan dan disimpan oleh

Direksi Perseroan, yang sekurang-kurangnya wajib memuat

c. Nama dan alamat pemegang saham

d. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan

klasifiksiya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifiksi saham

(12)

f. Nama dan alat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak

gadai atas saham atau sebagai penerima jamina fidusia saham dan tanggal

perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut

g. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain selain tunai

Pengalihan hak milik atas saham dapat terjadi dengan berbagai macam cara yang

memungkinkan terjadinya peralihan hak milik atas benda lainnya. Pada umumnya

peralihan hak milik dapat terjadi karena :

h. Perjanjian, misalnya dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah

i. Undang-Undang, misalnya dalam hal terjadinya pewarisan

j. Karena keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap atau yang dipersamakan

dengan itu, seperti halnya melalui pelelangan.

Selanjutnya oleh karena saham adalah :

a. Bukti penyertaan pemegang saham dalam Perseroan Terbatas, yang

memberikan hak tagih atas sisa hasil pembubaran Perseroan Terbatas,, yang

merupakan piutang atas nama.

b. Bukti pemilihan harga bersama yang terikat dalam Perseroan Terbatas, yang

keberadaanya telah melalui mekanisme pendaftaran di MENHUKHAM.

Maka peralihan hak milik atas saham wajib memenuhi persyaratan :

a. Dibuat dalam bentuk akta yang bertujuan untuk mengalihkan hak atas saham,

misalnya akta jual beli, akta tukar menukar, akta hibah, akta pembagian dan

(13)

b. Wajib dicatatkan akta pemindahan hak atas saham tersebut, tanggal, dan hari

pemindahan hak tersebut ke dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus,

dan

c. Memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk

dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak tanggal pencatatan pemindahan hak dilaporkan ke MENHUKHAM dan

selanjutnya didaftarkan dalam Daftar Perseroan.

UUPT selanjutnya menentukan bahwa jika saham yang hendak dialihkan adalah

saham dalam Perseroan Terbatas tertutup, maka dalam Anggaran Dasar Perseroan

Terbatas dapat diatur adanya ketentuan yang :

a. Mewajibkan dilakukannya penawaran kepada pemegang saham dalam

Perseroan Terbatas terlebih dahulu sebelum saham perseroan Terbatas

tersebut dijual kepada pihak ketiga.

Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual

menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi

tertentu atau pemegang sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi

tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham

tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan

menjual sahamnya kepada pihak ketiga.

Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya

(14)

waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut. Kewajiban menawarkan kepada

pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain tersebut hanya

berlaku 1 (satu) kali.

b. Mensyaratkan diperlukannya persetujuan orang Perseroan Terbatas, pada

umumnya Rapat Umum Pemegang Saham Pemberian persetujuan

pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan

atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling

lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan

menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Dalam jangka

waktu tersebut telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan

tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham

tersebut.

Dalam hal pemindahan hak-hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan,

pemindahan hak harus dilakukan dalam jangka Waktu paling lama 90

(sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.

c. Mensyaratkan diperolehnya persetujuan/izin instansi yang berwenang terlebih

dahulu.

Jika perseroan terbatas tersebut adalah Perseroan Terbatas yang terbuka, maka

berlakulah ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan dalam bidang

Pasar Modal, termasuk Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan Bapepam

(15)

Pada umumnya semua subjek yang dapat bertindak atau orang perorangan

yang cakap bertindak dalam hukum dapat membeli atau memiliki saham

dalam satu Perseroan Terbatas, dengan ketentuan bahwa bagi Perseroan

Terbatas itu sendiri, yang bermaksud untuk membeli kembali saham yang

telah dikeluarrkan harus memenuhi persyratan sebagai berikut :

k. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan

menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan

wajib yang telah disisihkan.

l. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai

saham atau jaminan fidusia atau saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri

dan/atau Perseroan yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki

oleh Perseroan, tidak melebihi 10%(sepuluh persen) dari jumlah modal yang

ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam Peraturan Perundang-

Undangan di bidang Pasar Modal.

Pembelian kembali saham oleh Perseroan Terbatas sendiri, baik langsung

maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan hal tersebut batal karena hukum.

Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang

diderita pemegang yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali saham

oleh perseroan yang batal karena hukum. Saham yang dibeli kembali Perseroan hanya

(16)

Dalam hal anggaran dasar menentukan adanya hak pre empritve dalam penjualan saham perseroan terbatas, atau hak mendahulu dari pemegang saham lain

dalam Perseroan Terbatas untuk membeli setiap lembar saham yang hendak dijual

oleh pemegang saham perseroan, maka pemegang saham yang akan menjual

sahamnya wajib untuk menawarkan terlebih dahulu sahamnya yang hendak dijual

tersebut kepada pemegang saham dan klasifikasi tertentu (sesuai dengan kelas

sahamnya) atau pemegang saham lain (dalam hal tidak ada kelas saham atau

pemegang kelas sahamnya sudah tidak ada lagi yang berminat). Kewajiban

menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain

tersebut hanya berlaku 1 (satu) kali. Penawaran dilakukan terus menerus secara

proporsional menurut imbangan besarnya kepemilikan saham masing-masing

pemegang saham yang ada dalam perseroan, hingga tidak ada lagi pemegang saham

dalam perseroan yang bermaksud membeli saham tersebut.

Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal

penawaran terakhir yang dilakukan ternyata pemegang saham yang ditawarkan

tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual

sahamnya kepada pihak ketiga. Walau demikian tidak menutup kemungkinan bahwa

setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya untuk

menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh)

hari, manakalah tidak ada pemegang saham yang berminat untuk membeli.

Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan

(17)

jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh hrai terhitung sejak tanggal Organ

Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Jika jangka

waktu tersebut terlewati dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis,

Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.

Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan

pemindahan hak harus dilakukan dalam bentuk akta pemindahan hak dan dilakukan

dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal

persetujuan diberikan.

C. Perlindungan Modal

Menurut Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengenai

Undang-Undang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah

seluruh harta kekayaan perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai

dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam)

bulan terakhir. Pembelian kembali saham Perseroan tidak menyebabkan pengurangan

modal, kecuali apabila saham tersebut ditarik kembali.69

Jumlah minimal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai

saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan atau

perseroan lain yang sahamnya secara langsung tidak langsung dimiliki oleh

perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen dari jumlah modal yang ditempatkan

69

(18)

dalam perseroan, keuali diatur lain dalam peratiran Perundang-Undangan dibidang

pasar modal.70

Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada

kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi juga mungkin

merugikan pribadi pemegang saham tertentu yang dapat pula menggugat perseroan

untuk kepentingan pribadinya. Jadi, seorang pemegang saham dapat menuntut atas

nama dirinya sendiri dan atau beserta pemegang saham lain, kecuali pemegang saham

yang dituntut atau digugat.

Hak perseorangan adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham (minoritas) untuk menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan akibat tindakan/perbuatan perseroan. Dengan demikian, pemegang saham minoritas dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela kepentingannya bila ada tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham tersebut.71

Menurut C. Asser’s, hak perorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:72

1. Hak atas suatu hubungan, jadi secara langsung ditujukan kepada suatu barang. 2. Terdapat suatu hubungan antara seorang dengan orang lain.

3. Selaku seorang yang berpiutang berhadapan dengan seorang si berutang 4. Suatu barang memegang peranan, meskipun demikian barang tersebut tidak

merupakan objek langsung dari hak melainkan merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan.

5. Memberikan kekuasaan atas seseorang

6. Dari segi pasif, pada hak perseorangan adalah orang yang dikuasai, dibebani dan terikat.

(19)

Hak perseorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan. Dalam hubungan

dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, hak ini timbul dari ketentuan Pasal 1

butir 1 dan Pasal 7 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Pasal 1 butir 1 menyatakan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut

Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan

berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Kemudian Pasal 7 ayat (1)

menyatakan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris

yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan di atas menegaskan bahwa Perseroan Terbatas sebagai suatu badan

hukum dibentuk berdasarkan perjanjian dan karena itu memiliki lebih dari 1 (satu)

orang pemegang saham. Perjanjian adalah sumber dari hak dan kewajiban. Dengan

demikian, hubungan antara pemegang saham dan perseroan lebih didasarkan pada

hubungan perikatan yang bersumber pada hak dan kewajiban yang diatur dalam

Peraturan Perundang-Undangan dan yang diperjanjikan sebagaimana tertuang dalam

Anggaran Dasar perseroan.

Hak yang dilahirkan dari perikatan ialah hak untuk memperoleh suatu

penunaian prestasi dari seseorang. Sebaliknya, hak kebendaan memberikan

kekuasaan langsung atas suatu barang yang ditujukan kepada suatu barang. Pada hak

perseorangan terdapat suatu hubungan antara seseorang dan orang lain, pada hak

kebendaan mewujudkan suatu hubungan antara seseorang dengan barang. Ada

(20)

demikian, barang tersebut bukan merupakan objek langsung dari hak; melainkan,

merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan. Bahwa

pemegang saham memiliki pula hak kebendaan, jelas terlihat dari ketentuan dalam

Pasal 54 ayat (1) UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan

Pasal 60 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan saham merupakan

benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.73

Dalam memori penjelasan pasal di atas dijelaskan bahwa soal kepemilikan

atas saham sebagai benda yang bergerak memberikan suatu hak kebendaan kepada

pemegangnya hak kebendaan berarti “zakelijk recht” berbeda dari suatu persoonlijik recht. Hak kebendaan ini berlaku terhadap semua orang, dan semua orang harus menghormati adanya hak kepemilikan atau kebendaan atas saham ini.74

Selanjutnya Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1) menyatakan Direksi

bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa

Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk

kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty). Akan tetapi, dalam praktek mungkin saja seorang anggota Direksi melakukan perbuatan/tindakan yang

merugikan perseroan dan atau pemegang saham. Bila yang dirugikan adalah

kelompok pemegang saham mayoritas, kelompok ini dengan mudah dapat meminta

pertanggungjawaban Direksi atau memberhentikannya melalui mekanisme RUPS

73

Chatamarrasjid Ais.,Op. Cit., hal. 28.

74

(21)

(bila pemegang saham mayoritas dapat memenuhi kuorum Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS)). Sebaliknya, tanpa dukungan pemegang saham mayoritas, maka

pemegang saham minoritas tidak dapat meminta pertanggungjawaban Direksi melalui

mekanisme RUPS tersebut.

Di antara tindakan Direksi yang dapat merugikan pemegang saham minoritas

adalah transaksi self dealing dan ajaran corporate opportunity. Transaksi self dealing

mengandung unsur conflict of interest, yaitu antara kepentingan pribadi Direksi dan kepentingan perseroan. Transaksi antara pribadi Direksi dan perseroan, membuka

kemungkinan (bila tidak fair), akan merugikan perseroan, dan dengan sendirinya merugikan pemegang saham. Ajaran corporate opportunity menyatakan bahwa Direksi atau organ perusahaan lainnya, tidak diperbolehkan mengambil kesempatan

untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut

sebenarnya dapat diberikan kepada perseroan.75

Dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan ataupun

sesama anak perusahaan, pemegang saham minoritas perlu dilindungi dari

tindakan-tindakan pemegang saham mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui

transfer keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahaan ke anak perusahaan

lainnya, umpamanya melalui:76

1. Transaksi pembelian yang mahal atau penjualan yang murah antar anak perusahaan.

2. Kegiatan yang menguntungkan pada 1 (satu) anak perusahaan dialihkan kepada anak perusahaan yang lain.

75

Chatamarrasjid Ais., Op. Cit., hal. 29.

76

(22)

3. Dana dari suatu anak perusahaan digunakan untuk mengatasi krisis keuangan anak perusahaan yang lain yang mengalami kerugian karena kegiatan yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dewan Komisaris atau Komisaris juga dapat melakukan tindakan yang

merugikan perseroan atau pemegang saham, yaitu bila dalam melakukan pengawasan

atas kepengurusan Direksi, walau mengetahui bahwa perbuatan Direksi akan

merugikan perseroan, tetap memberikan persetujuannya atau membiarkan perbuatan

itu tetap berlangsung.77

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta

susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan,

harus dicantumkan dalam Akta Pendirian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10

UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 12 UUPT

Nomor 40 Tahun 2007, yaitu:

(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian

(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.

(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan Notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian perseoan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan.

77

(23)

Modal dasar adalah modal maksimum suatu perseroan terbatas, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, suatu perseroan terbatas sekurangnya harus memiliki modal dasar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan catatan bahwa undang-undang lainnya yang mengatur secara khusus kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar.78

D. Kekayaan Perseroan Terbatas

Yang dimaksud dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua barang baik

bergerak maupun tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik

Perseroan.79

Yang dimaksud dengan tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan

Perseroan, misalnya penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat

berharga antar bank, dan penjualan barabg dagangan (inventory) oleh perusahaan

distribusi atau perusahaan perdagangan 80

Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib

melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya

pada perseroan tersebut dan perseroan lain.

UUPT juga mengatur tentang kewajiban Direksi dalam hubungannya dengan

peralihan dan penjamin kekayaan perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 102

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu:

(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:

78

Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

79

Lihat Pasal 102 butir (1) penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

80

(24)

a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau

b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;

yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan Anggaran Dasarnya.

(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

(5) Ketentuan kourum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan

perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama porseroan melakukan

perbuatan hukum tertentu (Pasal 103). Sedangkan Pasal 104 mengatur tanggung

jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi,

sebagai berikut:

(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena

kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

(25)

Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:

a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Merupakan ketentuan umum bahwa sepanjang beritikad baik anggota

Direksi (Direktur) dari suatu Perseroan yang mengalami kerugian pada dasarnya tidak

dapat dimintai pertanggungjawabannya secara finansial. Hal ini berkenaan dengan

asas bahwa suatu Perseroan debitor adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari

pada pengurusnya. Semua utang-utang Perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta

kekayaan Perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan pengurusnya.

Seperti halnya terhadap harta kekayaan pemegang saham, harta kekayaan

pengurus tidak dapat dijangkau secara hukum oleh para Kreditor untuk dijadikan

sumber pelunasan utang-utang Perseroan tersebut. Namun prinsip tersebut bukan

tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu anggota Direksi (Direktur) dan Komisaris

suatu Perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena

kesalahannya Perseroan mengalami kerugian.

Dalam teori Perseroan Terbatas yang mutakhir mengenai kewajiban Pengurus

(26)

kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh Undang-Undang

(statutory duties) dan fiduciary duties. Di samping memiliki fiduciary duties, dalam

comman law seorang Direktur juga “owes a duty of care to the company not to act negligently in managing is affairs”.81 Beberapa kewajiban yang harus diperhatikan oleh Direksi adalah :82

1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi Perseroan dan tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang dimaksud secret profits and benefits from office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of interest.

2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (proper purpose), yaitu for the benefit of the company and not to further thier own interest.

3. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawainya.

4. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham.

5. Direksi suatu Perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.

E. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 1. Kedudukan Hukum RUPS

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ

perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Perseroan

Terbatas Tahun 2007 yang menyatakan Rapat umum pemegang saham yang

selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempuyai wewenang yang

tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan

dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.

81

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 425

82

(27)

Kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada RUPS tidak

berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah

diberikan Undang-Undang dan Anggaran Dasar kepada direksi dan komisaris.

Kekuasaan yang tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang

tidak diserahkan kepada direksi atau komsaris. Dengan demikian memberikan

pengertian bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat

dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ termasuk

RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT. Setiap organ diberi

kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan.

Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi

meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak

berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau

bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi melainkan wewenang

yang ada pada direksi adalah bersumber dari Undang-Undang dan Anggaran Dasar.

Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan Perseroan

sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk

kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa

lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi PT, dalam arti segala kekuasaan yang

ada dalam suatu PT tidak lain bersumber dari RUPS, kiranya sudah ditinggalkan oleh

UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT Nomor 40

Tahun 2007 tersebut.83

83

(28)

Berdasarkan paham tersebut, komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan

berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya

sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Melihat dari pengaturan tentang tugas,

kewajiban dan wewenang dari organ perseroan yang oleh UUPT telah diatur secara

mandiri (otonom) bagi tiap-tiap organ tersebut, Menurut Emmy Panggaribuan,84

sudah menggambarkan adanya paham baru yang dikenal sebagai paham institusional.

Paham ini menurut Rudhi Prasetya,85 berpandangan bahwa ketiga organ PT

masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan kewenangannya sendiri-sendiri

sebagaimana yang diberikan dan menurut Undang-Undang dan Anggaran Dasar tanpa

wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lain. Dengan demikian,

Undang-Undang dan Anggaran Dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak

mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lainnya, baik dari

komisaris maupun RUPS. Dengan perkataan lain, menurut paham tersebut wewenang

yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari

RUPS melainkan bersumber dari ketentuan Undang-Undang dan Anggaran Dasar.

2. Tata Cara Penyelenggaraan RUPS

Menurut Pasal 78 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 RUPS dapat diselenggarakan

dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitu sebagai berikut:

84

Ibid, hal. 33

85

(29)

1. RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan

setelah tahun buku.

2. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan

kebutuhan.

Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada

prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi

berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka

pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut

Pasal 79 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1

(satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu

persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali

Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris.

Jadi prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan

menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi

atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu

yang ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat

mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada

pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh

Undang-Undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan

(30)

Pengadilan Negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir

dalam RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu

pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan

Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar.86

Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT Nomor 40 Tahun 2007,

guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada

para pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.

(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.

(3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.

(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.

(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT

Nomor 40 Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului

dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan

pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)

hari sebelum pemanggilan RUPS.

86

(31)

3. Wewenang RUPS

Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan

atau asosiasi modal, yang oleh Undang-Undang diberi status sebagai badan hukum.

Dengan demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama

dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa RUPS sebagai Organ Perseroan Terbatas

memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau

diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam

UUPT maupun Anggaran Dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang

eksklusif (exclusive authorities) RUPS.87

Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat

ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam

Anggaran Dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan

disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM yang dapat diubah melalui perubahan

Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.88

4. Hak Suara RUPS

Pasal 84 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang

dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain.

Hak suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk:

a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;

b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau

87

Racmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 128

88

(32)

c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.

Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa

berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah

saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa

hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham

berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak

memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham

yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).

Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan

karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari

pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa

yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak

menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan

UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).

5. Kuorum RUPS

Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini

berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu

juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan

rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.

Secara umum menurut Pasal 86 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dan Anggaran

Dasar PT dapat menetapkan bahwa:

(33)

b. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.

c. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.

d. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

e. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.

f. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri.

g. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. h. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling

lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.

i. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk

mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak

tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan

bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar

(Pasal 87).

RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat

paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara

hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran

(34)

keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat

dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan

kepada ketua Pengadilan Negeri (Pasal 88).

Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan,

pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan

pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat

dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah

seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan

adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara

yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau

ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar

(Pasal 89).

Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua

bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana

berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada

setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.

Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk

mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak

tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar

menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang

(35)

BAB IV

LARANGAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Pengaturan Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dimiliki Sendiri Dan Atas Nama Orang Lain

Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil

bagian oleh para pemegang saham Perseroan Terbatas. Saham diterbitkan segera

setelah Perseroan Terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu segera

setelah Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Perlu diketahui

bahwa sebelum permohonan pengesahan diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM,

para pendiri perseroan diwajibkan untuk melakukan penyetoran penuh peningkatan

Modal Dasar.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 melarang Perseroan Terbatas untuk

mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan

Terbatas lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh

Perseroan Terbatas tersebut.89 Jadi dalam hal ini jika PT. A adalah pemegang saham

dalam PT. X, maka PT.A tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan saham kepada

atau untuk dimiliki oleh PT. X, termasuk oleh perusahaan-perusahaan yang sahamnya

dimiliki oleh PT. X

Crossholding atau kepemilikan silang adlah suatu keadan dimana perseroan terbatas memilki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas lain juga yang

89

(36)

memiliki saham Perseroan Terbatas tersebut, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan

pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu

”Perseroan Terbatas antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki

saham pada Perseroan pertama.

Pengertian kepemilikan saham silang secara tidak langsung adalah

kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilkan

pada satu ”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki

saham pada perseroan pertama. Makna kepemilikan silang ini berbeda dengan makna

kepemilikan silang yang dikenal dalam hukum persaingan usaha. Dalam konteks

hukum persaingan usaha, perusahaan dikatakan memiliki kepemilikan silang, jka

suatu perusahaan memiliki saham (mayoritas) pada beberapa perusahaan sejenis yang

melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang

sama atau mendirikan bebarapa perusahaan yang memiliki kegiaan usaha yang sama

pada pasar yang bersangkutan yang sama, salah satu jenis kepemilikan silang yang

sangat diperhatikan dalam hukum persaingan usaha adalah kepemilikan silang dalam

industri media komunikasi.90

Dalam konteks ini, kepemilikan silang dianggap terjadi jika PT. A sebagai

induk perusahaan yang memiliki saham dalam PT. C yang bergerak dalam industri

penyiaran audio visual, juga memiliki saham dalam PT. D yang bergerak dalam

90

(37)

industri surat kabar harian, dan saham dalam PT. E yang bergerak dalam industri

penyiaran radio. Sebagai contoh, dalam perkara telkomsel yang dipersoalkan dengan

pemilikan silang adalah pemilikan temasek sebagai induk perusahaan secara tidak

langsung pada PT. Indosat dan PT. Telkomsel.

Dalam kepemilikan dan pengendalian perusahaan dikenal adanya dua jenis

kepemilikan, yaitu kepemilikan dengan sistem piramid dan kepemilikan silang.

Kepemilikan dengan sistem piramid terdiri dari piramid dua tingkat dan

piramid tiga tingkat. Dalam piramid yang terdiri dari dua tingkat, pemegang saham

minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk

(holding company) yang selanjutnya memegang saham pengendali (controlling stake) di perusahaan yang menjalankan operasional (operating company). Di dalam piramid yang terdiri dari tiga tingkat, perusahaan induk utama (primary holding company) memegang kendali atas perusahaan induk sekunder (second-tier holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional

(operating company).91

Berbeda dengan sistem piramid holding, perusahaan-perusahaan dalam suatu

struktur cross-ownership mempunyai hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal (horizontal cross-holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendalian secara terpusat. Dengan demikian, struktur kepemilikan silang

berbeda dengan piramid terutama bahwa hak suara yang digunakan untuk

91

(38)

mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota grup

bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.

Kepemilikan silang sangat populer di Asia, hal ini karena dengan sistem

kepemilikan silang ini para pemilik dapat membuat kepemilikan dan pengendalian

atas perusahaan menjadi tersembunyi. Contoh yang paling jelas adalah Charoen

Pokphand Group (CP) yang ada di Thailand, CP memiliki secara langsung 33 persen

saham CP Feedmill (agribisnis dan real estate, perusahaan ritel, pabrik, dan

telekomunikasi), 2 persen saham CP Northeastern (agribisnis), dan 9 persen saham

Bangkok Agro-Industrial (agribisnis). Selanjutnya CP Feedmill memiliki 57 persen

saham Northeastern. CP Feedmill juga memiliki 60 persen saham Bangkok

Agro-Industrial, dan CP Northeastern memiliki 3 persen saham Bangkok Agro-Industrial.

Bangkok Agro-Industrial memiliki 5 persen saham CP Feedmill. saham-saham CP

Feedmill, CP Northeastern, dan Bangkok Agro-Industrial tercatat di Bangkok Stock

Exchange.Dengan kepemilikan seperti ini, memang sulit bagi masyarakat umum

untuk mengetahui struktur kepemilikan dan pengendalian perusahaan tersebut.92

Contoh lainnya adalah Lippo group. Lippo mengendalikan konglomerasi di

bidang keuangan yang terdiri dari tiga perusahaan utama yang saling berhubungan

dengan struktur kepemilikan silang, yaitu: Bank Lippo, Lippo Life, dan Lippo

Securities. Meskipun keluarga Mochtar Riady telah mendivestasikan hampir seluruh

sahamnya di Bank Lippo dan Lippo Life pada tahun 1996, mereka tetap terus

mengendalikan perusahaan-perusahaan tersebut melalui saham minoritas di Lippo

92

(39)

Securities, yang memegang 27 persen saham Lippo Life. Lippo Life selanjutnya

memegang 40 persen saham Lippo Bank. Ketika restrukturisasi diajukan, banyak

pengamat yang mencurigai bahwa hal itu hanyalah sebagai cara bagi keluarga Riady

untuk menarik asetnya dari Lippo Life dan Lippo Bank, dan semula memang terjadi

keraguan apakah hal itu akan dicegah oleh para pemegang saham atau oleh Bapepam.

Namun ternyata rencana restrukturisasi Lippo berjalan terus, dengan adanya

berdasarkan jaminan dari keluarga Riady untuk mengurangi kepemilikan silang di

dalam kelompok itu nantinya.93

Larangan Cross Ownership/ Cross Holding Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat. Larangan Cross Ownership/ Cross Holding juga “tersirat” di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu pada Pasal 12 tentang Trust dan Pasal 27 tentang kepemilikan saham.

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan Pelaku usaha dilarang

membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan

membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap

menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau

perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau

pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

93

(40)

Sedangkan menurut Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pelaku usaha dilarang

memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan

kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau

mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar

bersangkutan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%

(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari

75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa

tertentu.94

B. Pengecualian Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri Dan Dimiliki Oleh Orang Lain

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36

ayat (2) Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan

sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan

saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah

wasiat.

Jika terjadi peristiwa hukum yang menyebabkan suatu Perseroan Terbatas

menguasai atau memiliki sahamnya sendiri atau sahamnya dimiliki oleh Perseroan

94

(41)

Terbatas lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh

Perseroan tersebut maka hal yang demikian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun

setelah tanggal perolehan tersebut, saham yang diperoleh harus dialihkan kepada

pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan.

Dalam hal ini, saham-saham tersebut tidak dapat digunakan untuk

mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan

jumlah quorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan

atau Anggaran Dasar. Saham tersebut juga tidak berhak mendapatkan pembagian

dividen.

Pada saat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini mulai berlaku, maka

pemilikan silang oleh perseroan tidak lagi diperbolehkan. Terhadap dua atau lebih

perseroan yang memiliki pemilikan saham secara silang, maka perseroan tersebut

diwajibkan untuk dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan

ketentuan Undang-Undang ini. Ini berarti kepemilikan saham oleh satu atau lebih

perseroan lainnya secara silang tersebut harus dilepaskan atau dijual kepada pihak

yang tidak menyebabkan terjadinya pemilikan silang.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang difokuskan untuk

menuju tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak secara tegas menyatakan tujuan adanya pasal tentang larangan cross holding/ownership, sehingga dalam penyelesaian cross ownership yang terjadi sama sekali tidak menyinggung tentang adanya larangan tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 40

(42)

C. Dasar Hukum Pengecualian Tentang Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri Dan Dimiliki Orang Lain.

Pasal 36 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 ayat (1) menyatakan

”perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk diri sendiri maupun dimiliki

oleh persroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki

oleh Perseroan.

Pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal ,

maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain,

demi kepastian, pasal ini menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan

saham untuk dimiliki sendiri.

Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh perseroan lain

yang memiliki saham persroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengertian kepemilikan langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki

saham pada perseroan kedua tanpa melaui kepemilikan pada satu ”perseroan antara”

atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.

Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan

perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu

”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya persroan kedua memilki saham pada

perseroan pertama.

Pada pasal 36 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan

(43)

berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena

hukum, hibah atau hibah wasiat.”

Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan

sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan

saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah

wasiat oleh karena dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan

setoran dana dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).95

Rencana restrukturisasi Kelompok Usaha Lippo di sektor keuangan

tampaknya tidak berjalan mulus. Pasalnya, Bapepam selaku otoritas pasar modal

tidak menghendaki terjadinya saling kepemilikan saham (cross holding) dalam

restrukturisasi yang akan dilakukan tersebut. "Kami memang memahami rencana

restrukturisasi itu, tapi jika mereka bersikukuh untuk meneruskan langkah seperti

yang direncanakannya, sebaiknya dipikirkan cara untuk menghilangkan terjadinya

saling kepemilikan saham," kata Kabiro Pengawasan Keuangan Perusahaan Bapepam

Herwidayatmo, ketika dihubungi di ruang kerjanya, kemarin. Saling kepemilikan

saham itu, kata Herwid, akan menimbulkan citra negatif terhadap pasar modal

Indonesia. Bapepam, kemarin melayangkan tiga surat sekaligus kepada tiga

perusahaan keuangan yang bernaung dalam Kelompok Usaha Lippo. Yakni Bank

Lippo, Lippo Jiwa, dan Lippo Sekuritas. Melalui surat itu, Bapepam meminta

penjelasan pada direksi tiga perusahaan publik tersebut tentang latar belakang

95

(44)

restrukturisasi. Selain itu, Bapepam juga meminta pada ketiga perusahaan agar

mengkaji kembali rencana perubahan kepemilikan sahamnya. "Saudara diminta untuk

mengkaji seberapa jauh hal ini mempengaruhi kepentingan publik, terutama dari segi

keuntungan yang akan mereka peroleh," tegas Herwid dalam ketiga suratnya.96

Sebelumnya, Managing Direktor Grup Lippo James Ryadi menjelaskan

bahwa restrukturisasi ini akan melembagakan sinergi dalam tubuh Kelompok Usaha

Lippo. Melalui restrukturisasi ini, Kelompok Usaha Lippo membangun satu jaringan

pemasaran yang terintegrasi. Secara bisnis ini jelas akan menguntungkan. Menurut

James, restrukturisasi itu sama sekali tidak melanggar aturan apa pun. Baik ketentuan

pasar modal maupun aturan tentang investasi untuk perusahaan asuransi dan

perusahaan sekuritas. Sebab, Lippo Sekuritas merupakan perusahaan yang juga

bergerak di bidang investasi. Sedangkan Lippo Jiwa memerlukan saluran investasi

yang sehat bagi portofolionya. Selain itu, restrukturisasi ini juga dikaitkan dengan

rencana Lippo Sekuritas yang akan menerbitkan reksadana. "Ini kan memerlukan

pemasaran yang luas. Dengan cara ini kami berharap bisa memasarkan

unit reksadana melalui jaringan kantor Lippo Jiwa dan Bank Lippo," 97

Restrukturisasi ini menurutnya juga akan memberikan keuntungan kepada

pemegang saham publik, karena nilai pembelian saham dilakukan dengan

harga diskon. Selain itu, langkah aliansi ini akan mendongkrak kinerja

keuangan ketiga perusahaan. Namun dalam suratnya ke direksi Lippo Jiwa, Herwid

96

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/09/04/0095.html , diakses pada tanggal 3 Desember 2008.

97

(45)

minta agar perusahaan ini memperoleh konfirmasi secara tertulis dari Dirjen

Lembaga Keuangan atas penyertaan yang akan dilakukannya ke Bank Lippo.

Pasalnya, sebagai asuransi secara teknis, Lippo Jiwa berada di bawa pembinaan dan

pengawasan Dirjen Lembaga Keuangan. Dalam restrukturisasi itu memang terjadi

perombakan kepemilikan secara frontal. Sebelum restrukturisasi Lippo Sekuritas

memiliki 4,9 persen saham Lippo Jiwa. Sementara Bank Lippo juga memiliki 11,67

persen saham Lippo Jiwa. Di lain pihak Lippo Jiwa melalui PT Anggraini

Mulia memiliki 9,45 persen saham Lippo Sekuritas dan 4,42 persen saham Bank

Lippo. Dalam skenario setelah restrukturisasi, saling kepemilikan itu ternyata masih

ada. Meskipun nantinya Lippo Sekuritas akan menjadi induk (holding) di sektor

keuangan dengan memiliki 31,89 persen saham Lippo Jiwa dan melalui perusahaan

Lippo Jiwa pula menguasai 40,15 persen saham Bank Lippo, tapi kepemilikan saham

Bank Lippo terhadap Lippo Jiwa dan Lippo Jiwa terhadap Lippo Sekuritas masih ada.

Saling kepemilikan inilah yang tidak dikehendaki Bapepam. "Kepemilikan

Bank Lippo terhadap Lippo Jiwa dan kepemilikan Lippo Jiwa terhadap

Lippo Sekuritas ini harus dialihkan,"98

98

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mensyaratkan bahwa

dalam hal perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan

penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri harus dinyatakan dengan akta

yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian. Dengan

pengertian bahwa dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan

pendirian tersebut harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta

pendirian.

2. Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam Hak individual

yaang melekat pada diri pemegang saham, dan Hak yang diturunkan dari

perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif dan mewajibkan dilakukannya

penawaran kepada pemegang saham dalam perseroan terbatas terlebih dahulu

sebelum saham perseroan terbatas tersebut dijual kepada pihak ketiga.

3. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36

ayat 2 Kepemilikan Saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan

sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika

pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah

Referensi

Dokumen terkait

is 10 percent or more of the greater, in absolute amount, of (a) the combined reported profit of all operating segments that reported a profit or (b) the combined reported loss

Berdasarkan hasil uji secara visual dapat disimpulkan bahwa perbedaan kemasan wadah tembus cahaya (TC) dan wadah tidak tembus cahaya (TTC) tidak berpengaruh

Fig. —Osteoderms of different parts of the carapace of Zaedyus pichiy. A) Movable bands, 20 mm length by 6 mm width; note that the lateral figures are subdivided into smaller,

Sistem pendukung keputusan sistem yang menentukan sebuah keputusan untuk memanajemen dan menganalisa pekerjaan secara jelas.Ada beberapa hal yang melemahkan daya

Keempat , sosok Cowell dalam kehidupan nyata Alice juga mengingatkannya pada tokoh Ilosovic Styne yang berwatak seorang “penjilat”. Ia tidak pernah menyukai sosok ratu merah, akan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Locus of Control ( LOC ) dari mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Al-Anwar,

Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI dalam praktikum materi ibadah praktis, (2)

Bagi peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan ini sesuai ketentuan dalam Perpres 54/2010, diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara