DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata Material, Jilid II, Jakarta : Pradnya Paramita, 1984
Arifin P. Soeria Atmadja, Transformasi Status Hukum Uang Negara Sebagai Teori Keuangan Publik Yang Berdimensi Penghormatan Terhadap Badan Hukum,
Jakarta : Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI, 2007
Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, Bandung : Alumni, 1993
Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002
Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997.
Fuady, Munir, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999
Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas (Baru) Tahun 1995 No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995
Pedoman Penggunaan Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM),
Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996
Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit,
Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I bagian kedua, 1958.
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung : Apabeta, 2005 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan
Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Medan : PPs-USU, Disertasi, , 2002
Tirtodiningrat, Mr. KRMTD, Ichtiar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta : PT. Pembangunan, 1960
Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004
Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2004 Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta :
Rajawali Pers, 1999
Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Perdata, Menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, Penerbit Djambatan, 1999;
88
B. Peraturan Perundang-Undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Huum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asas Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Nomor M.01.HT.01.10 Th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.
A. Internet
http://pihilawyers.com/blog/?p=30%20
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN KEPEMILIKAN SAHAM DARI MASING-MASING PEMEGANG SAHAM
A. Persyaratan Kepemilikan Saham
Pada prinsipnya setiap individu (subjek hukum pribadi) yang memiliki
kecakapan untuk bertindak dalam hukum, dan atau badan hukum mandiri yang tidak
dikecualikan berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan tertentu dapat
menjadi pemegang saham perseroan.
Dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam kerangka undang-undang penanaman
modal, pihak-pihak, baik individu asing maupun badan hukum asing dibatasi
kepemilikan sahamya dalam Perseroan. Bahkan dalam ketentuan Undang-Undang
Perbankan misalnya, untuk menjadi pemegang saham Perseroan yang bergerak dalam
bidang usaha perbankan, yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan dan lulus
uji kelayakan (fit and proper test) terlebih dahulu sebelum seseorang dapat menjadi
pemegang saham Perseroan yang bergerak dalam bidang perbankan tersebut.59
Pada umunya syarat-syarat menjadi pemegang saham Perseroan diatur dalam
Anggaran Dasarnya, dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.60
59
Gunawan Widjaya, Op.Cit, hal. 37
60
Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dan tidak dipenuhi,
pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dipenuhi, pihak yang
memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku
pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus
dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.61
Sebagai suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka setelah
perseroan memiliki status sebagai badan hukum pun, pemegang saham Perseroan
Terbatas tetap dibatasi hingga sekurang-kurangnya dua orang atau badan hukum.
Dalam hal pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain. Jika jangka
waktu tersebut telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang,
pemegang saham bertanggng jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian
Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat
membubarkan Perseroan-Perseroan tersebut.62
Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
tidak berlaku bagi :
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara
61
lihat Pasal 48 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
62
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam
Undang-undang tentang Pasar Modal.63
B. Hak Dan Kewajiban Dari Masing-Masing Pemilik Saham
Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam :
a. Hak individual yaang melekat pada diri pemegang saham, dan
b. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif
(derivatif suit atau derivative action).64
Hak individual pemegang saham dalam Perseroan Terbatas adalah hak yang
melekat pada diri pemegang saham, yang dimilikinya, yang terkait dengan :
a. Hak untuk memperoleh saham dari penerbitan saham selanjutnya (first right of refusal)65
b. Hak mendahulu untuk ditawarkan dan membeli saham dari pemegang saham
lainnya yang hendak menjual sahamnya
c. Hak untuk memanggil RUPS
d. Hak untuk hadir dan bersuara dalam RUPS
e. Hak untuk memperoleh dividen66
63
lihat Pasal 7 ayat 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
64
Gunawan Widjaya, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 37
65
Lihat Pasal 51 Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas
66
f. Hak untuk memperoleh pembayaran sisa hasil likuidasi
g. Hak untuk menjaminkan saham-saham tersebut sebagai jaminan utang
h. Hak untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila
dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan atau/Dewan Komisaris.
i. Berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar
apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan
pemegang saham atau Perseroan, berupa :
1) Perubahan Anggaran Dasar
2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan, atau
3) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.67
j. Hak untuk exit atau keluar (menjual atau mengalihkan sahamya kepada pihak
lain) dari Perseroan Terbatas.68
Dalam UUPT, hak-hak individual, yang dimiliki oleh pemegang saham adalah
sebagaimana yang diatur dalam :
a. Pasal 43 ayat (1) UUPT, yaitu hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah
saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama,
manakala Perseroan Terbatas bermaksud mengeluakan saham baru dengan kelas
saham yang sama,
67
Lihat Pasal 62 butir (1) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas
68
b. Pasal 43 ayat (2) UUPT jika saham yang akan dikeluarkan untuk penambah
modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan,
pemegang saham yang ada berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh
pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumah saham yang dimilikinya.
c. Pasal 51 jo 48 ayat (1) UUPT tentang hak untuk memperoleh setiap lembar saham
yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas,
d. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang
dimiliki olehnya sebagaimana diatur dalam pasal 56 UUPT
e. Dalam hal diatur dalam Anggaran Dasar, hak untuk ditawarkan terlebih dahulu
jumlah saham seimbang dengan pemilihan saham untu klasifikasi saham yang
sama, manakala ada pemegang saham yang bermaksud untuk menjual sahamnya
(Pasal 57 ayat (1) UUPT)
f. Pasal 60 ayat (2) UUPT, yang menyatakan bahwa saham dapat diagunkan dengan
gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar
g. Pasal 61 ayat (1) UUPT yng secara tegas memberikan hak kepada setiap
pemegang saham untuk mengajukan gugutan terhadap Perseroan ke Pengadilan
Negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan
tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan
Komisaris.
h. Pasal 62 ayat (1) UUPT, yaitu hak untuk meminta kepada Perseroan agar
menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan,
berupa :
1) Perubahan Anggaran Dasar
2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan.,
3) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
i. Pasal 71 UUPT terkait dengan pembagian dividen dan Pasal 72 terkait dengan
dividen interim.
j. Pasal 79 ayat (2) UUPT terkait dengan hak 1 (satu) orang atau lebih pemegang
saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu
jumlah yang lebih kecil untuk meminta penyelenggaran RUPS.
k. Pasal 80 ayat (1) UUPT, terkait dengan keadaan di mana Direksi atau Dewan
Komisris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang
ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada
pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
l. Pasal 82 ayat (4) UUPT, mengenai hak untuk meminta salinan bahan RUPS dari
perseroan secara cuma-Cuma.
m. Pasal 85 ayat (1) UUPT, memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau
seluruh saham dengan hak suara, berhak mengajukan usul pembubaran Perseroan
kepada RUPS.
Selain itu hak-hak tersebut di atas, hak pemegang saham juga dapat
dikategorikan juga ke dalam :
a. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap Perseroan Terbatas
b. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap Perseroan Terbatas
Hak yang disebutkan terdahulu berlaku bagi pemegang saham mayoritas (atau
pemegang saham pengendali) dan hak yang disebut terakhir pada umumnya dinikmati
oleh pemegang saham minoritas (non – pengendali).
Ada dua hak derivatif yang dikenal dalam UUPT, yaitu :
a. Hak untuk atas nama Perseroan, yang dimiliki oleh pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap
anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada perseoran .
b. Hak untuk atas nama perseroan, yang dimiliki oleh pemegang saham yang
memiliki paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara dapat menggugat anggota dewan komisaris yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan ke Pengadilan
Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku perseroan,
dengan ketentuan bahwa ;
a. Pembagian dividen interim tersebut hanya dapat dilakukan apabila jumlah
kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal di
tempatkan dan di setorditambah cadangan wajib, dan
b. Pembagian dividen interim tersebut tidak boleh menganggu atau menyebabkan
perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau menganggu
kegiatan Perseroan.
Pembagian dividen interim dilakukan berdasarkan keputusan Direksi setelah
memperoleh persetujan Dewan Komisaris.
Jika setelah tahun buku terakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen
interm yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada
Perseroan. Dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen
interim yang telah diterimanya tersebut, maka Direksi dan Dewan Komisaris
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan.
Daftar pemegang saham suatu daftar yang diselenggarakan dan disimpan oleh
Direksi Perseroan, yang sekurang-kurangnya wajib memuat
c. Nama dan alamat pemegang saham
d. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan
klasifiksiya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifiksi saham
f. Nama dan alat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak
gadai atas saham atau sebagai penerima jamina fidusia saham dan tanggal
perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut
g. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain selain tunai
Pengalihan hak milik atas saham dapat terjadi dengan berbagai macam cara yang
memungkinkan terjadinya peralihan hak milik atas benda lainnya. Pada umumnya
peralihan hak milik dapat terjadi karena :
h. Perjanjian, misalnya dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah
i. Undang-Undang, misalnya dalam hal terjadinya pewarisan
j. Karena keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap atau yang dipersamakan
dengan itu, seperti halnya melalui pelelangan.
Selanjutnya oleh karena saham adalah :
a. Bukti penyertaan pemegang saham dalam Perseroan Terbatas, yang
memberikan hak tagih atas sisa hasil pembubaran Perseroan Terbatas,, yang
merupakan piutang atas nama.
b. Bukti pemilihan harga bersama yang terikat dalam Perseroan Terbatas, yang
keberadaanya telah melalui mekanisme pendaftaran di MENHUKHAM.
Maka peralihan hak milik atas saham wajib memenuhi persyaratan :
a. Dibuat dalam bentuk akta yang bertujuan untuk mengalihkan hak atas saham,
misalnya akta jual beli, akta tukar menukar, akta hibah, akta pembagian dan
b. Wajib dicatatkan akta pemindahan hak atas saham tersebut, tanggal, dan hari
pemindahan hak tersebut ke dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus,
dan
c. Memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pencatatan pemindahan hak dilaporkan ke MENHUKHAM dan
selanjutnya didaftarkan dalam Daftar Perseroan.
UUPT selanjutnya menentukan bahwa jika saham yang hendak dialihkan adalah
saham dalam Perseroan Terbatas tertutup, maka dalam Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas dapat diatur adanya ketentuan yang :
a. Mewajibkan dilakukannya penawaran kepada pemegang saham dalam
Perseroan Terbatas terlebih dahulu sebelum saham perseroan Terbatas
tersebut dijual kepada pihak ketiga.
Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual
menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi
tertentu atau pemegang sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi
tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham
tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan
menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya
waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut. Kewajiban menawarkan kepada
pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain tersebut hanya
berlaku 1 (satu) kali.
b. Mensyaratkan diperlukannya persetujuan orang Perseroan Terbatas, pada
umumnya Rapat Umum Pemegang Saham Pemberian persetujuan
pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan
atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan
menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Dalam jangka
waktu tersebut telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan
tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham
tersebut.
Dalam hal pemindahan hak-hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan,
pemindahan hak harus dilakukan dalam jangka Waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.
c. Mensyaratkan diperolehnya persetujuan/izin instansi yang berwenang terlebih
dahulu.
Jika perseroan terbatas tersebut adalah Perseroan Terbatas yang terbuka, maka
berlakulah ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan dalam bidang
Pasar Modal, termasuk Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan Bapepam
Pada umumnya semua subjek yang dapat bertindak atau orang perorangan
yang cakap bertindak dalam hukum dapat membeli atau memiliki saham
dalam satu Perseroan Terbatas, dengan ketentuan bahwa bagi Perseroan
Terbatas itu sendiri, yang bermaksud untuk membeli kembali saham yang
telah dikeluarrkan harus memenuhi persyratan sebagai berikut :
k. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan
wajib yang telah disisihkan.
l. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai
saham atau jaminan fidusia atau saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri
dan/atau Perseroan yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki
oleh Perseroan, tidak melebihi 10%(sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam Peraturan Perundang-
Undangan di bidang Pasar Modal.
Pembelian kembali saham oleh Perseroan Terbatas sendiri, baik langsung
maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan hal tersebut batal karena hukum.
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita pemegang yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali saham
oleh perseroan yang batal karena hukum. Saham yang dibeli kembali Perseroan hanya
Dalam hal anggaran dasar menentukan adanya hak pre empritve dalam penjualan saham perseroan terbatas, atau hak mendahulu dari pemegang saham lain
dalam Perseroan Terbatas untuk membeli setiap lembar saham yang hendak dijual
oleh pemegang saham perseroan, maka pemegang saham yang akan menjual
sahamnya wajib untuk menawarkan terlebih dahulu sahamnya yang hendak dijual
tersebut kepada pemegang saham dan klasifikasi tertentu (sesuai dengan kelas
sahamnya) atau pemegang saham lain (dalam hal tidak ada kelas saham atau
pemegang kelas sahamnya sudah tidak ada lagi yang berminat). Kewajiban
menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain
tersebut hanya berlaku 1 (satu) kali. Penawaran dilakukan terus menerus secara
proporsional menurut imbangan besarnya kepemilikan saham masing-masing
pemegang saham yang ada dalam perseroan, hingga tidak ada lagi pemegang saham
dalam perseroan yang bermaksud membeli saham tersebut.
Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
penawaran terakhir yang dilakukan ternyata pemegang saham yang ditawarkan
tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual
sahamnya kepada pihak ketiga. Walau demikian tidak menutup kemungkinan bahwa
setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya untuk
menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari, manakalah tidak ada pemegang saham yang berminat untuk membeli.
Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh hrai terhitung sejak tanggal Organ
Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Jika jangka
waktu tersebut terlewati dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis,
Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan
pemindahan hak harus dilakukan dalam bentuk akta pemindahan hak dan dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan diberikan.
C. Perlindungan Modal
Menurut Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengenai
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah
seluruh harta kekayaan perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai
dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam)
bulan terakhir. Pembelian kembali saham Perseroan tidak menyebabkan pengurangan
modal, kecuali apabila saham tersebut ditarik kembali.69
Jumlah minimal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai
saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan atau
perseroan lain yang sahamnya secara langsung tidak langsung dimiliki oleh
perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen dari jumlah modal yang ditempatkan
69
dalam perseroan, keuali diatur lain dalam peratiran Perundang-Undangan dibidang
pasar modal.70
Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada
kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi juga mungkin
merugikan pribadi pemegang saham tertentu yang dapat pula menggugat perseroan
untuk kepentingan pribadinya. Jadi, seorang pemegang saham dapat menuntut atas
nama dirinya sendiri dan atau beserta pemegang saham lain, kecuali pemegang saham
yang dituntut atau digugat.
Hak perseorangan adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham (minoritas) untuk menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan akibat tindakan/perbuatan perseroan. Dengan demikian, pemegang saham minoritas dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela kepentingannya bila ada tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham tersebut.71
Menurut C. Asser’s, hak perorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:72
1. Hak atas suatu hubungan, jadi secara langsung ditujukan kepada suatu barang. 2. Terdapat suatu hubungan antara seorang dengan orang lain.
3. Selaku seorang yang berpiutang berhadapan dengan seorang si berutang 4. Suatu barang memegang peranan, meskipun demikian barang tersebut tidak
merupakan objek langsung dari hak melainkan merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan.
5. Memberikan kekuasaan atas seseorang
6. Dari segi pasif, pada hak perseorangan adalah orang yang dikuasai, dibebani dan terikat.
Hak perseorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan. Dalam hubungan
dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, hak ini timbul dari ketentuan Pasal 1
butir 1 dan Pasal 7 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
Pasal 1 butir 1 menyatakan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Kemudian Pasal 7 ayat (1)
menyatakan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Ketentuan di atas menegaskan bahwa Perseroan Terbatas sebagai suatu badan
hukum dibentuk berdasarkan perjanjian dan karena itu memiliki lebih dari 1 (satu)
orang pemegang saham. Perjanjian adalah sumber dari hak dan kewajiban. Dengan
demikian, hubungan antara pemegang saham dan perseroan lebih didasarkan pada
hubungan perikatan yang bersumber pada hak dan kewajiban yang diatur dalam
Peraturan Perundang-Undangan dan yang diperjanjikan sebagaimana tertuang dalam
Anggaran Dasar perseroan.
Hak yang dilahirkan dari perikatan ialah hak untuk memperoleh suatu
penunaian prestasi dari seseorang. Sebaliknya, hak kebendaan memberikan
kekuasaan langsung atas suatu barang yang ditujukan kepada suatu barang. Pada hak
perseorangan terdapat suatu hubungan antara seseorang dan orang lain, pada hak
kebendaan mewujudkan suatu hubungan antara seseorang dengan barang. Ada
demikian, barang tersebut bukan merupakan objek langsung dari hak; melainkan,
merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan. Bahwa
pemegang saham memiliki pula hak kebendaan, jelas terlihat dari ketentuan dalam
Pasal 54 ayat (1) UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan
Pasal 60 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan saham merupakan
benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.73
Dalam memori penjelasan pasal di atas dijelaskan bahwa soal kepemilikan
atas saham sebagai benda yang bergerak memberikan suatu hak kebendaan kepada
pemegangnya hak kebendaan berarti “zakelijk recht” berbeda dari suatu persoonlijik recht. Hak kebendaan ini berlaku terhadap semua orang, dan semua orang harus menghormati adanya hak kepemilikan atau kebendaan atas saham ini.74
Selanjutnya Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1) menyatakan Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa
Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty). Akan tetapi, dalam praktek mungkin saja seorang anggota Direksi melakukan perbuatan/tindakan yang
merugikan perseroan dan atau pemegang saham. Bila yang dirugikan adalah
kelompok pemegang saham mayoritas, kelompok ini dengan mudah dapat meminta
pertanggungjawaban Direksi atau memberhentikannya melalui mekanisme RUPS
73
Chatamarrasjid Ais.,Op. Cit., hal. 28.
74
(bila pemegang saham mayoritas dapat memenuhi kuorum Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)). Sebaliknya, tanpa dukungan pemegang saham mayoritas, maka
pemegang saham minoritas tidak dapat meminta pertanggungjawaban Direksi melalui
mekanisme RUPS tersebut.
Di antara tindakan Direksi yang dapat merugikan pemegang saham minoritas
adalah transaksi self dealing dan ajaran corporate opportunity. Transaksi self dealing
mengandung unsur conflict of interest, yaitu antara kepentingan pribadi Direksi dan kepentingan perseroan. Transaksi antara pribadi Direksi dan perseroan, membuka
kemungkinan (bila tidak fair), akan merugikan perseroan, dan dengan sendirinya merugikan pemegang saham. Ajaran corporate opportunity menyatakan bahwa Direksi atau organ perusahaan lainnya, tidak diperbolehkan mengambil kesempatan
untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut
sebenarnya dapat diberikan kepada perseroan.75
Dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan ataupun
sesama anak perusahaan, pemegang saham minoritas perlu dilindungi dari
tindakan-tindakan pemegang saham mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui
transfer keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahaan ke anak perusahaan
lainnya, umpamanya melalui:76
1. Transaksi pembelian yang mahal atau penjualan yang murah antar anak perusahaan.
2. Kegiatan yang menguntungkan pada 1 (satu) anak perusahaan dialihkan kepada anak perusahaan yang lain.
75
Chatamarrasjid Ais., Op. Cit., hal. 29.
76
3. Dana dari suatu anak perusahaan digunakan untuk mengatasi krisis keuangan anak perusahaan yang lain yang mengalami kerugian karena kegiatan yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dewan Komisaris atau Komisaris juga dapat melakukan tindakan yang
merugikan perseroan atau pemegang saham, yaitu bila dalam melakukan pengawasan
atas kepengurusan Direksi, walau mengetahui bahwa perbuatan Direksi akan
merugikan perseroan, tetap memberikan persetujuannya atau membiarkan perbuatan
itu tetap berlangsung.77
Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta
susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan,
harus dicantumkan dalam Akta Pendirian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10
UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 12 UUPT
Nomor 40 Tahun 2007, yaitu:
(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan Notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian perseoan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan.
77
Modal dasar adalah modal maksimum suatu perseroan terbatas, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, suatu perseroan terbatas sekurangnya harus memiliki modal dasar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan catatan bahwa undang-undang lainnya yang mengatur secara khusus kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar.78
D. Kekayaan Perseroan Terbatas
Yang dimaksud dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua barang baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik
Perseroan.79
Yang dimaksud dengan tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan
Perseroan, misalnya penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat
berharga antar bank, dan penjualan barabg dagangan (inventory) oleh perusahaan
distribusi atau perusahaan perdagangan 80
Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib
melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya
pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
UUPT juga mengatur tentang kewajiban Direksi dalam hubungannya dengan
peralihan dan penjamin kekayaan perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 102
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu:
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
78
Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
79
Lihat Pasal 102 butir (1) penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
80
a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan Anggaran Dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kourum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan
perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama porseroan melakukan
perbuatan hukum tertentu (Pasal 103). Sedangkan Pasal 104 mengatur tanggung
jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi,
sebagai berikut:
(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena
kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Merupakan ketentuan umum bahwa sepanjang beritikad baik anggota
Direksi (Direktur) dari suatu Perseroan yang mengalami kerugian pada dasarnya tidak
dapat dimintai pertanggungjawabannya secara finansial. Hal ini berkenaan dengan
asas bahwa suatu Perseroan debitor adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari
pada pengurusnya. Semua utang-utang Perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta
kekayaan Perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan pengurusnya.
Seperti halnya terhadap harta kekayaan pemegang saham, harta kekayaan
pengurus tidak dapat dijangkau secara hukum oleh para Kreditor untuk dijadikan
sumber pelunasan utang-utang Perseroan tersebut. Namun prinsip tersebut bukan
tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu anggota Direksi (Direktur) dan Komisaris
suatu Perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena
kesalahannya Perseroan mengalami kerugian.
Dalam teori Perseroan Terbatas yang mutakhir mengenai kewajiban Pengurus
kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh Undang-Undang
(statutory duties) dan fiduciary duties. Di samping memiliki fiduciary duties, dalam
comman law seorang Direktur juga “owes a duty of care to the company not to act negligently in managing is affairs”.81 Beberapa kewajiban yang harus diperhatikan oleh Direksi adalah :82
1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi Perseroan dan tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang dimaksud secret profits and benefits from office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of interest.
2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (proper purpose), yaitu for the benefit of the company and not to further thier own interest.
3. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawainya.
4. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham.
5. Direksi suatu Perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.
E. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 1. Kedudukan Hukum RUPS
RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ
perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Perseroan
Terbatas Tahun 2007 yang menyatakan Rapat umum pemegang saham yang
selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempuyai wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan
dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
81
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 425
82
Kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada RUPS tidak
berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah
diberikan Undang-Undang dan Anggaran Dasar kepada direksi dan komisaris.
Kekuasaan yang tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang
tidak diserahkan kepada direksi atau komsaris. Dengan demikian memberikan
pengertian bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat
dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ termasuk
RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT. Setiap organ diberi
kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan.
Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi
meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak
berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau
bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi melainkan wewenang
yang ada pada direksi adalah bersumber dari Undang-Undang dan Anggaran Dasar.
Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan Perseroan
sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk
kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa
lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi PT, dalam arti segala kekuasaan yang
ada dalam suatu PT tidak lain bersumber dari RUPS, kiranya sudah ditinggalkan oleh
UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT Nomor 40
Tahun 2007 tersebut.83
83
Berdasarkan paham tersebut, komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan
berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya
sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Melihat dari pengaturan tentang tugas,
kewajiban dan wewenang dari organ perseroan yang oleh UUPT telah diatur secara
mandiri (otonom) bagi tiap-tiap organ tersebut, Menurut Emmy Panggaribuan,84
sudah menggambarkan adanya paham baru yang dikenal sebagai paham institusional.
Paham ini menurut Rudhi Prasetya,85 berpandangan bahwa ketiga organ PT
masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan kewenangannya sendiri-sendiri
sebagaimana yang diberikan dan menurut Undang-Undang dan Anggaran Dasar tanpa
wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lain. Dengan demikian,
Undang-Undang dan Anggaran Dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak
mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lainnya, baik dari
komisaris maupun RUPS. Dengan perkataan lain, menurut paham tersebut wewenang
yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari
RUPS melainkan bersumber dari ketentuan Undang-Undang dan Anggaran Dasar.
2. Tata Cara Penyelenggaraan RUPS
Menurut Pasal 78 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 RUPS dapat diselenggarakan
dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitu sebagai berikut:
84
Ibid, hal. 33
85
1. RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku.
2. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan
kebutuhan.
Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada
prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi
berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka
pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut
Pasal 79 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1
(satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali
Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris.
Jadi prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan
menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi
atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu
yang ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada
pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh
Undang-Undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan
Pengadilan Negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir
dalam RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu
pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan
Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar.86
Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT Nomor 40 Tahun 2007,
guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada
para pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT
Nomor 40 Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului
dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan
pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari sebelum pemanggilan RUPS.
86
3. Wewenang RUPS
Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan
atau asosiasi modal, yang oleh Undang-Undang diberi status sebagai badan hukum.
Dengan demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama
dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa RUPS sebagai Organ Perseroan Terbatas
memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau
diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam
UUPT maupun Anggaran Dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang
eksklusif (exclusive authorities) RUPS.87
Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat
ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam
Anggaran Dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan
disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM yang dapat diubah melalui perubahan
Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.88
4. Hak Suara RUPS
Pasal 84 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang
dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain.
Hak suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
87
Racmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 128
88
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa
berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah
saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa
hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham
berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak
memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham
yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).
Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari
pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa
yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak
menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan
UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).
5. Kuorum RUPS
Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini
berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu
juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan
rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.
Secara umum menurut Pasal 86 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dan Anggaran
Dasar PT dapat menetapkan bahwa:
b. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
c. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
d. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
e. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
f. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri.
g. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. h. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
i. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari
jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan
bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar
(Pasal 87).
RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran
keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat
dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan
kepada ketua Pengadilan Negeri (Pasal 88).
Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan
pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan
adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar
(Pasal 89).
Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua
bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana
berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada
setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.
Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari
jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar
menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang
BAB IV
LARANGAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS
A. Pengaturan Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dimiliki Sendiri Dan Atas Nama Orang Lain
Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil
bagian oleh para pemegang saham Perseroan Terbatas. Saham diterbitkan segera
setelah Perseroan Terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu segera
setelah Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Perlu diketahui
bahwa sebelum permohonan pengesahan diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM,
para pendiri perseroan diwajibkan untuk melakukan penyetoran penuh peningkatan
Modal Dasar.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 melarang Perseroan Terbatas untuk
mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan
Terbatas lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh
Perseroan Terbatas tersebut.89 Jadi dalam hal ini jika PT. A adalah pemegang saham
dalam PT. X, maka PT.A tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan saham kepada
atau untuk dimiliki oleh PT. X, termasuk oleh perusahaan-perusahaan yang sahamnya
dimiliki oleh PT. X
Crossholding atau kepemilikan silang adlah suatu keadan dimana perseroan terbatas memilki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas lain juga yang
89
memiliki saham Perseroan Terbatas tersebut, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan
pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu
”Perseroan Terbatas antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki
saham pada Perseroan pertama.
Pengertian kepemilikan saham silang secara tidak langsung adalah
kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilkan
pada satu ”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki
saham pada perseroan pertama. Makna kepemilikan silang ini berbeda dengan makna
kepemilikan silang yang dikenal dalam hukum persaingan usaha. Dalam konteks
hukum persaingan usaha, perusahaan dikatakan memiliki kepemilikan silang, jka
suatu perusahaan memiliki saham (mayoritas) pada beberapa perusahaan sejenis yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang
sama atau mendirikan bebarapa perusahaan yang memiliki kegiaan usaha yang sama
pada pasar yang bersangkutan yang sama, salah satu jenis kepemilikan silang yang
sangat diperhatikan dalam hukum persaingan usaha adalah kepemilikan silang dalam
industri media komunikasi.90
Dalam konteks ini, kepemilikan silang dianggap terjadi jika PT. A sebagai
induk perusahaan yang memiliki saham dalam PT. C yang bergerak dalam industri
penyiaran audio visual, juga memiliki saham dalam PT. D yang bergerak dalam
90
industri surat kabar harian, dan saham dalam PT. E yang bergerak dalam industri
penyiaran radio. Sebagai contoh, dalam perkara telkomsel yang dipersoalkan dengan
pemilikan silang adalah pemilikan temasek sebagai induk perusahaan secara tidak
langsung pada PT. Indosat dan PT. Telkomsel.
Dalam kepemilikan dan pengendalian perusahaan dikenal adanya dua jenis
kepemilikan, yaitu kepemilikan dengan sistem piramid dan kepemilikan silang.
Kepemilikan dengan sistem piramid terdiri dari piramid dua tingkat dan
piramid tiga tingkat. Dalam piramid yang terdiri dari dua tingkat, pemegang saham
minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk
(holding company) yang selanjutnya memegang saham pengendali (controlling stake) di perusahaan yang menjalankan operasional (operating company). Di dalam piramid yang terdiri dari tiga tingkat, perusahaan induk utama (primary holding company) memegang kendali atas perusahaan induk sekunder (second-tier holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional
(operating company).91
Berbeda dengan sistem piramid holding, perusahaan-perusahaan dalam suatu
struktur cross-ownership mempunyai hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal (horizontal cross-holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendalian secara terpusat. Dengan demikian, struktur kepemilikan silang
berbeda dengan piramid terutama bahwa hak suara yang digunakan untuk
91
mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota grup
bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.
Kepemilikan silang sangat populer di Asia, hal ini karena dengan sistem
kepemilikan silang ini para pemilik dapat membuat kepemilikan dan pengendalian
atas perusahaan menjadi tersembunyi. Contoh yang paling jelas adalah Charoen
Pokphand Group (CP) yang ada di Thailand, CP memiliki secara langsung 33 persen
saham CP Feedmill (agribisnis dan real estate, perusahaan ritel, pabrik, dan
telekomunikasi), 2 persen saham CP Northeastern (agribisnis), dan 9 persen saham
Bangkok Agro-Industrial (agribisnis). Selanjutnya CP Feedmill memiliki 57 persen
saham Northeastern. CP Feedmill juga memiliki 60 persen saham Bangkok
Agro-Industrial, dan CP Northeastern memiliki 3 persen saham Bangkok Agro-Industrial.
Bangkok Agro-Industrial memiliki 5 persen saham CP Feedmill. saham-saham CP
Feedmill, CP Northeastern, dan Bangkok Agro-Industrial tercatat di Bangkok Stock
Exchange.Dengan kepemilikan seperti ini, memang sulit bagi masyarakat umum
untuk mengetahui struktur kepemilikan dan pengendalian perusahaan tersebut.92
Contoh lainnya adalah Lippo group. Lippo mengendalikan konglomerasi di
bidang keuangan yang terdiri dari tiga perusahaan utama yang saling berhubungan
dengan struktur kepemilikan silang, yaitu: Bank Lippo, Lippo Life, dan Lippo
Securities. Meskipun keluarga Mochtar Riady telah mendivestasikan hampir seluruh
sahamnya di Bank Lippo dan Lippo Life pada tahun 1996, mereka tetap terus
mengendalikan perusahaan-perusahaan tersebut melalui saham minoritas di Lippo
92
Securities, yang memegang 27 persen saham Lippo Life. Lippo Life selanjutnya
memegang 40 persen saham Lippo Bank. Ketika restrukturisasi diajukan, banyak
pengamat yang mencurigai bahwa hal itu hanyalah sebagai cara bagi keluarga Riady
untuk menarik asetnya dari Lippo Life dan Lippo Bank, dan semula memang terjadi
keraguan apakah hal itu akan dicegah oleh para pemegang saham atau oleh Bapepam.
Namun ternyata rencana restrukturisasi Lippo berjalan terus, dengan adanya
berdasarkan jaminan dari keluarga Riady untuk mengurangi kepemilikan silang di
dalam kelompok itu nantinya.93
Larangan Cross Ownership/ Cross Holding Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Larangan Cross Ownership/ Cross Holding juga “tersirat” di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu pada Pasal 12 tentang Trust dan Pasal 27 tentang kepemilikan saham.
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan
membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau
perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
93
Sedangkan menurut Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pelaku usaha dilarang
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan
kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.94
B. Pengecualian Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri Dan Dimiliki Oleh Orang Lain
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36
ayat (2) Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan
sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan
saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah
wasiat.
Jika terjadi peristiwa hukum yang menyebabkan suatu Perseroan Terbatas
menguasai atau memiliki sahamnya sendiri atau sahamnya dimiliki oleh Perseroan
94
Terbatas lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh
Perseroan tersebut maka hal yang demikian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
setelah tanggal perolehan tersebut, saham yang diperoleh harus dialihkan kepada
pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan.
Dalam hal ini, saham-saham tersebut tidak dapat digunakan untuk
mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan
jumlah quorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan
atau Anggaran Dasar. Saham tersebut juga tidak berhak mendapatkan pembagian
dividen.
Pada saat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini mulai berlaku, maka
pemilikan silang oleh perseroan tidak lagi diperbolehkan. Terhadap dua atau lebih
perseroan yang memiliki pemilikan saham secara silang, maka perseroan tersebut
diwajibkan untuk dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini. Ini berarti kepemilikan saham oleh satu atau lebih
perseroan lainnya secara silang tersebut harus dilepaskan atau dijual kepada pihak
yang tidak menyebabkan terjadinya pemilikan silang.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang difokuskan untuk
menuju tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak secara tegas menyatakan tujuan adanya pasal tentang larangan cross holding/ownership, sehingga dalam penyelesaian cross ownership yang terjadi sama sekali tidak menyinggung tentang adanya larangan tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 40
C. Dasar Hukum Pengecualian Tentang Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri Dan Dimiliki Orang Lain.
Pasal 36 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 ayat (1) menyatakan
”perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk diri sendiri maupun dimiliki
oleh persroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki
oleh Perseroan.
Pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal ,
maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain,
demi kepastian, pasal ini menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan
saham untuk dimiliki sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh perseroan lain
yang memiliki saham persroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian kepemilikan langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki
saham pada perseroan kedua tanpa melaui kepemilikan pada satu ”perseroan antara”
atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.
Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan
perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu
”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya persroan kedua memilki saham pada
perseroan pertama.
Pada pasal 36 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan
berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena
hukum, hibah atau hibah wasiat.”
Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan
sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan
saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah
wasiat oleh karena dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan
setoran dana dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).95
Rencana restrukturisasi Kelompok Usaha Lippo di sektor keuangan
tampaknya tidak berjalan mulus. Pasalnya, Bapepam selaku otoritas pasar modal
tidak menghendaki terjadinya saling kepemilikan saham (cross holding) dalam
restrukturisasi yang akan dilakukan tersebut. "Kami memang memahami rencana
restrukturisasi itu, tapi jika mereka bersikukuh untuk meneruskan langkah seperti
yang direncanakannya, sebaiknya dipikirkan cara untuk menghilangkan terjadinya
saling kepemilikan saham," kata Kabiro Pengawasan Keuangan Perusahaan Bapepam
Herwidayatmo, ketika dihubungi di ruang kerjanya, kemarin. Saling kepemilikan
saham itu, kata Herwid, akan menimbulkan citra negatif terhadap pasar modal
Indonesia. Bapepam, kemarin melayangkan tiga surat sekaligus kepada tiga
perusahaan keuangan yang bernaung dalam Kelompok Usaha Lippo. Yakni Bank
Lippo, Lippo Jiwa, dan Lippo Sekuritas. Melalui surat itu, Bapepam meminta
penjelasan pada direksi tiga perusahaan publik tersebut tentang latar belakang
95
restrukturisasi. Selain itu, Bapepam juga meminta pada ketiga perusahaan agar
mengkaji kembali rencana perubahan kepemilikan sahamnya. "Saudara diminta untuk
mengkaji seberapa jauh hal ini mempengaruhi kepentingan publik, terutama dari segi
keuntungan yang akan mereka peroleh," tegas Herwid dalam ketiga suratnya.96
Sebelumnya, Managing Direktor Grup Lippo James Ryadi menjelaskan
bahwa restrukturisasi ini akan melembagakan sinergi dalam tubuh Kelompok Usaha
Lippo. Melalui restrukturisasi ini, Kelompok Usaha Lippo membangun satu jaringan
pemasaran yang terintegrasi. Secara bisnis ini jelas akan menguntungkan. Menurut
James, restrukturisasi itu sama sekali tidak melanggar aturan apa pun. Baik ketentuan
pasar modal maupun aturan tentang investasi untuk perusahaan asuransi dan
perusahaan sekuritas. Sebab, Lippo Sekuritas merupakan perusahaan yang juga
bergerak di bidang investasi. Sedangkan Lippo Jiwa memerlukan saluran investasi
yang sehat bagi portofolionya. Selain itu, restrukturisasi ini juga dikaitkan dengan
rencana Lippo Sekuritas yang akan menerbitkan reksadana. "Ini kan memerlukan
pemasaran yang luas. Dengan cara ini kami berharap bisa memasarkan
unit reksadana melalui jaringan kantor Lippo Jiwa dan Bank Lippo," 97
Restrukturisasi ini menurutnya juga akan memberikan keuntungan kepada
pemegang saham publik, karena nilai pembelian saham dilakukan dengan
harga diskon. Selain itu, langkah aliansi ini akan mendongkrak kinerja
keuangan ketiga perusahaan. Namun dalam suratnya ke direksi Lippo Jiwa, Herwid
96
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/09/04/0095.html , diakses pada tanggal 3 Desember 2008.
97
minta agar perusahaan ini memperoleh konfirmasi secara tertulis dari Dirjen
Lembaga Keuangan atas penyertaan yang akan dilakukannya ke Bank Lippo.
Pasalnya, sebagai asuransi secara teknis, Lippo Jiwa berada di bawa pembinaan dan
pengawasan Dirjen Lembaga Keuangan. Dalam restrukturisasi itu memang terjadi
perombakan kepemilikan secara frontal. Sebelum restrukturisasi Lippo Sekuritas
memiliki 4,9 persen saham Lippo Jiwa. Sementara Bank Lippo juga memiliki 11,67
persen saham Lippo Jiwa. Di lain pihak Lippo Jiwa melalui PT Anggraini
Mulia memiliki 9,45 persen saham Lippo Sekuritas dan 4,42 persen saham Bank
Lippo. Dalam skenario setelah restrukturisasi, saling kepemilikan itu ternyata masih
ada. Meskipun nantinya Lippo Sekuritas akan menjadi induk (holding) di sektor
keuangan dengan memiliki 31,89 persen saham Lippo Jiwa dan melalui perusahaan
Lippo Jiwa pula menguasai 40,15 persen saham Bank Lippo, tapi kepemilikan saham
Bank Lippo terhadap Lippo Jiwa dan Lippo Jiwa terhadap Lippo Sekuritas masih ada.
Saling kepemilikan inilah yang tidak dikehendaki Bapepam. "Kepemilikan
Bank Lippo terhadap Lippo Jiwa dan kepemilikan Lippo Jiwa terhadap
Lippo Sekuritas ini harus dialihkan,"98
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mensyaratkan bahwa
dalam hal perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri harus dinyatakan dengan akta
yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian. Dengan
pengertian bahwa dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan
pendirian tersebut harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta
pendirian.
2. Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam Hak individual
yaang melekat pada diri pemegang saham, dan Hak yang diturunkan dari
perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif dan mewajibkan dilakukannya
penawaran kepada pemegang saham dalam perseroan terbatas terlebih dahulu
sebelum saham perseroan terbatas tersebut dijual kepada pihak ketiga.
3. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36
ayat 2 Kepemilikan Saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan
sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika
pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah