• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Hormat Dalam Bahasa Jepang Nihongo No Keigo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Bahasa Hormat Dalam Bahasa Jepang Nihongo No Keigo"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA HORMAT DALAM BAHASA JEPANG

NIHONGO NO KEIGO

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O

L

E

H

RITA KHAIRANI

NIM: 082203004

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

BAHASA HORMAT DALAM BAHASA JEPANG

NIHONGO NO KEIGO

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu ayarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan OLEH RITA KHAIRANI

NIM:082203004

Pembimbing, Pembaca,

Zulnaidi,SS,M.Hum Drs.Nandi.S

Nip:19670807 20041 1 001 Nip:19600822 198803 1 002

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Disetujui oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D-III Bahasa Jepang Ketua Program Studi

Zulnaidi,SS,M.Hum

Nip:19670807 20041 1 001

(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr.Syahron Lubis,M.A. Nip:19511013 197603 1 001

Panitia ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. Zulnaidi,SS,M.Hum. ( )

2. Zulnaidi,SS,M.Hum. ( )

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul “BAHASA HORMAT DALAM BAHASA JEPANG (NIHONGO NO KEIGO)”.

Dalam hal ini, Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam kertas karya ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian kalimat, penguraian materi dan pembahasan masalah, tetapi berkat bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, kertas karya ini dapt diselesaikan. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, SS,M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Zulnaidi,SS,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

4. Bapak Drs.Nandi S. selaku Dosen Pembaca dan Dosen Wali.

(6)

6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. kedua orang tua saya tercinta ayahanda Wakidi dan ibunda Rosmawati Nasution, nenek, abang, kakak, adik yang sangat saya sayangi, yang telah memberikan dorongan semangat, baik moril maupun materil, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan kertas karya ini.

8. Teman-teman saya : Lara, Alyn, Rani, Susi, Defi, Abduh, Yuan serta rekan-rekan Mahasiswa jurusan Bahasa Jepang stambuk ’08, yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

9. Seseorang yang istimewa “Chiizu” yang telah banyak membantu dan memberikan dukungannya kepada Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

10.Semua pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu saya dalam menyelesaikan kertas karya ini.

Tiada lain harapan Penulis semoga Allah SWT melindungi kita dan semoga kertas karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan ketas karya ini

Medan, ……….2011 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2. Tujuan Penulisan ... 4

1.3. Pembatasan Masalah ... 4

1.4. Metode Penelitian…. ... 4

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KEIGO ... 5

2.1. Pengertian Keigo ... 5

2.2. Jenis-jenis Keigo ……….. ... 8

BAB III PENGGUNAAN KEIGO DALAM BAHASA JEPANG ... 11

3.1. Sonkeigo……….. ... 11

3.2. Kenjougo………. ... 16

3.3. Teineigo………. ... 20

3.4. Bikago……… ... 23

3.5. Jouhingo……….. ... 25

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

4.1. Kesimpulan……… ... 28

4.2. Saran……….. ... 29

(8)

ABSTRAK

BAHASA HORMAT DALAM BAHASA JEPANG

(NIHONGO NO KEIGO)

Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki ragam karekteristik, jika dilihat dari segi ragam bahasanya di dalam bahasa Jepang dikenal adanya ragam bahasa hormat (Keigo).

Keigo adalah bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara yang berfungsi untuk menaikkan derajat orang yang dibicarakan. Biasanya Keigo digunakan pada orang yang derajatnya lebih tinggi, pada orang yang baru

pertama kali bertemu, pada acara-acara formal, dan Keigo juga digunakan untuk menunjukkan pandidikan atau status seseorang

Pada umumnya Keigo dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Sonkeigo, Kenjogo, dan Teineigo. Tetapi pendapat mengenai macam-macam keigo (bahasa hormat) ini tampaknya belum seragam, sebab ada pula yang mengatakan keigo memiliki lebih dari tiga jenis. Jenis Keigo (bahasa hormat) selain ketiga jenis yang telah disebutkan di atas adalah Bikago dan Jouhingo.

Sonkeigo adalah kata yang digunakan untuk menghormati lawan bicara

(9)

Kenjogo adalah suatu ungkapan untuk menunjukkan rasa hormat

pembicara kepada lawan bicara maupun orang yang menjadi topik pembicara dengan cara merendahkan prilaku sendiri. Ada kata kerja yang sejak awal sudah mengandung arti merendahkan diri, yaitu apabila kegiatan pembicara ada hubungannya dengan lawan bicara atau orang yang dibicarakan dan apabila kegiatan pembicara tidak ada hubungannya dengan lawan bicara atau orang yang dibicarakan.

Teinego adalah ungkapan sopan yang digunakan untuk menunjukkan rasa

hormat pembicara kepada lawan bicara dengan saling menghargai perasaan masing-masing. Teineigo tidak sama dengan Songkeigo dan Kenjogo karena teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan

derajat orang yang dibicarakan.Yang menjadi pertimbangan dalam Teineigo hanyalah lawan bicara. Teineigo semata-mata dipergunakan untuk menghormati lawan bicara.

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Bahasa adalah simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang mepunyai arti tertentu sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat untuk menyampaikan ide, pikiran atau perasaan. Bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang merupakan simbol atau perlambangan yang bersifat arbitrer dan konvensional.

Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia, peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai alat komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.

(12)

seseorang untuk menyampaikan pikiran, perasaan, serta keinginannya terhadap orang lain secara tepat sehingga terhindar dari kesalahpahaman.

Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa di dunia yang memiliki keunikan tersendiri. Dengan keunikan tersebut itulah yang menjadi pendorong tingginya minat pembelajar untuk mempelajarinya. Namun penguasaan terhadap bahasa Jepang bukanlah hal yang mudah, mengingat bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki ragam karekteristik, jika dilihat dari ragam bahasanya bahasa Jepang memiliki ragam bahasa hormat (Keigo).

Salah satu kesalahan berbahasa Jepang yang muncul pada pembelajar bahasa asing adalah penggunaan ungkapan. Kesulitan pembelajar biasanya berupa kurangnya pemahaman terhadap persamaan dan perbedaan kapan dan dalam situasi yang bagaimana suatu kosakata bisa digunakan dengan benar.

Banyak pembelajar bahasa Jepang merasa sangat sulit pada saat mempelajari atau menggunakan keigo (bahasa hormat) karena di dalam Keigo banyak terdapat kosakata khusus yang digunakan untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap orang lain. Hal ini kadang-kadang sulit dipahami dan dimengerti dengan jelas kapan harus menggunakannya, bahkan ada juga yang sama sekali tidak mengerti ragam Keigo, walaupun sudah mempelajarinya tetapi karena merasa khawatir takut salah, akhirnya memakai Keigo yang benar-benar salah. Akibatnya ragam Keigo semakin tidak disukai. Dengan demikian tentu saja akan bertambah sulit untuk dapat menguasai Keigo. Masalah inilah yang menjadi salah satu kendala meningkatnya keterampilan berbahasa jepang.

(13)

sehingga keterampilan bahasa Jepangnya tampak sangat luas. Untuk mencapai itu, kita perlu memiliki pengetahuan bahasa hormat dan selalu menggunakannya secara bebas pada berbagai kesempatan.

Ternyata tidak hanya orang asing, tetapi orang Jepang pun menganggap Keigo ini benar-benar sulit. Hal ini terutama terjadi pada anak-anak muda zaman

sekarang. Seperti yang dijelaskan oleh Shimada Ichio dalam buku Keigo bahwa orang muda zaman sekarang sebenarnya bukan tidak mengerti cara menggunakan Keigo, tetapi yang menjadi masalah adalah sedikitnya jumlah perbendaharaan

yang dimiliki. Artinya, kemampuan pengungkapannya (expression) tidak cukup. Jadi, untuk memiliki kemampuan Keigo, perlu ditekankan pada kemampuan atau pemahaman kosakatanya, sebab dalam Keigo banyak menggunakan kosakata khusus untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap lawan bicaranya. Apabila Keigo digunakan dalam konteks yang salah mungkin si lawan bicara akan menilai kurangnya rasa hormat si pembicara.

.Oleh karena itu, penulis berusaha menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa hormat ini. Untuk itu dalam kertas karya ini penulis memilih judul

(14)

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah :

1. Untuk mengetahui penggunaan Keigo (bahasa hormat)

2. Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam menggunakan Keigo (bahasa hormat) secara benar.

3. Untuk mengetahui lebih jelas kapan dan kepada siapa sebaiknya kita menggunakan Keigo (bahasa hormat).

1.3. Batasan Masalah

Keigo tidak hanya digunakan dalam bentuk sopan, tetapi juga dalam

bentuk biasa, bentuk penyeragaman tingkatan dalam kalimat, dan dalam bentuk mensejajarkan tingkat kesopanan.

Tetapi penulis hanya menguraikan keigo dalam bentuk sopan, berikut dengan contoh-contoh kalimatnya di dalam kertas karya ini.

1.4. Metode Penelitian

(15)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG KEIGO

2.1. Pengertian Keigo

Keigo dalam bahasa Indonesia disebut bahasa hormat. Bahasa hormat

sepadan dengan bahasa halus atau bahasa lemas sebagai istilah yang dipungut dari bahasa daerah yang dipakai kepada orang yang lebih tinggi derajatnya.

Menurut Terada Takanao (1984:238) Keigo adalah bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga. Menurut Nomura (1992:54) Keigo adalah ungkapan kebahasaan yang menaikkan derajat pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicara. Sedangkan menurut Ogawa (1989:227) Keigo adalah ungkapan sopan yang dipakai pembicara atau penulis dengan mempertimbangkan pihak pendengar, pembaca, atau orang yang menjadi pokok pembicara.

Pada dasarnya Keigo adalah bahasa yang dipakai untuk menghaluskan bahasa atau bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara yang berfungsi untuk menaikkan derajat orang yang dibicarakan yang dipakai oleh orang pertama untuk menghormati orang kedua dan orang ketiga. Jadi yang dipertimbangkan pada waktu menggunakan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.

Nakao Toshio dalam Sudjianto (1999:149) menjelaskan bahwa keigo ditentukan dengan beberapa faktor sebagai berikut :

(16)

3. Jenis kelamin : Pria atau wanita

4. Keakrapan : Orang dalam atau orang luar 5. Pribadi atau umum : Rapat dan upacara

6. Pendidikan : Berpendidikan atau tidak

Pemakaian Keigo tampak sangat mencolok dalam pemakaian bahasa Jepang sehari-hari. Hal ini menjadi satu ciri khas kekayaan bahasa Jepang. Sebagai contoh untuk menyatakan “makan” ada beberapa kata yang digunakan seperti pada kalimat berikut :

1. Osaki ni gohan o itadakimashita (Saya sudah makan)

2. Douzo gohan o agatte irasshatte kudasai (Silahkan makan)

3. Nani o meshiagarimasuka (Mau makan apa?)

(17)

Contoh lain misalnya dalam pemakaian pronomina persona. Untuk pronomina persona pertama tunggal saja terdapat beberapa kata seperti contoh berikut :

1. Watakushi wa Indonesia jin de gozaimasu (Saya orang Indonesia)

2. Watashi no kodomo wa ima nihon de nihongo o benkyou shitte imasu (Anak saya sekarang sedang belajar bahasa Jepang di Jepang)

3. Boku wa kankoku kara kita ryugakusei desu

(Saya mahasiswa asing yang datang dari Korea utara) 4. Ore wa mada asameshi tabenai

(Saya belum makan pagi)

Verba taberu, itadaku dan meshiagaru memiliki arti yang sama. Begitu pula pronomina persona pertama tunggal watakushi, watashi, boku, dan ore pun semuanya memiliki arti yang sama. Kata-kata tersebut ada dalam cakupan ragam bahasa hormat yang dipakai dengan memperhatikan situasi pembicaraan, dengan siapa kita berbicara, dan siapa yang kita bicarakan. Ketiga hal itulah yang menjadi dasar penggunaan ragam bahasa hormat.

2.2. Jenis-jenis Keigo

(18)

menjadi jenis bahasa hormat selain ketiga jenis yang telah disebutkan di atas. Bahkan Hiromi Hata dalam suatu tulisannya dalam Nihongo Jaanaru memasukkan Jouhingo ke dalam bahasa hormat.

Para ahli yang membagi bahasa hormat menjadi tiga jenis mempunyai alasan baik bikago maupun jouhingo sepadan dengan teineigo. Sedangkan seperti Hiromi Hata dan Ishida Shouichiro tidak mengelompokkan jouhingo dan bikago kedalam teineigo karena cara penggunaan ketiga jenis keigo itu berbeda.

Adapun pengertian dari ketiga jenis Keigo tersebut adalah : a. Sonkeigo

Menurut Hirai (1985:132) Sonkeigo adalah cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Sementara itu menurut Oishi Shotaro (1985:132) Sonkeigo adalah kata yang digunakan untuk menghormati lawan bicara atau orang yang dibicarakan dengan cara menaikan derajat orang yang dibicarakan. Yang dihormati oleh pembicara di sini bukan hanya persona kedua atau persona ketiga yang secara langsung menjadi pokok pembicaraan, tetapi termasuk juga perkara, keadaan, perbuatan, serta benda atau keluarga orang yang dibicarakan.

b. Kenjogo

(19)

teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya.

c. Teineigo

Menurut Hirai (1985:131) Teinego adalah ungkapan sopan yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat pembicara kepada lawan bicara dengan saling menghargai perasaan masing-masing, Oishi Shotaro dalam Bunkachoo (1985:28) menyebutkan Teineigo dengan istilah Teichoogo adalah bahasa hormat yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Teineigo tidak sama dengan Songkeigo dan Kenjogo karena teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan.Yang menjadi pertimbangan dalam teineigo hanyalah lawan bicara. Teineigo semata-mata dipergunakan untuk menghormati lawan bicara.

Pengertian jenis keigo selain dari ketiga jenis di atas adalah : d. Bikago

(20)

e. Johingo

(21)

BAB III

PENGGUNAAN KEIGO DALAM BAHASA JEPANG

3.1. Sonkeigo

Menurut Hirai (1985:132) Sonkeigo adalah cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Sementara itu menurut Oishi Shotaro (1985:25) Sonkeigo adalah kata yang digunakan untuk menghormati lawan bicara atau orang yang dibicarakan dengan cara menaikan derajat orang yang dibicarakan. Yang dihormati oleh pembicara di sini bukan hanya persona kedua atau persona ketiga yang secara langsung menjadi pokok pembicaraan, tetapi termasuk juga perkara, keadaan, perbuatan, serta benda atau keluarga orang yang dibicarakan.

Sonkeigo dipakai pada orang yang lebih tua usianya, lebih tinggi kedudukannya, atau lebih tinggi derajatnya dari pada si pembicara.

Kata Sensei dan kata irassharu pada kalimat sensei ga ryouko ni irassharu termasuk kalimat sonkeigo. Kata sensei menyatakan rasa hormat pembicara terhadap persona ketiga yang menjadi pokok pembicara. Sedangkan kata irassharu mengungkapkan rasa hormat pembicara terhadap perbuatan persona ketiga. Dengan kata lain ungkapan sensei dan irassharu ini berfungsi untuk menaikkan derajat persona ketiga atau orang yang dibicarakan.

(22)

Dalam pembentukan keigo (bahasa hormat), khususnya kata kerja ada bentuk khusus dan ada bentuk umum, demikian juga dalam kata benda ada cara pembentukan bentuk hormat secara umum dan adapula cara pembentukan bentuk khusus.

A. Sonkeigo dalam bentuk khusus

Ikimasu

Kimasu Irassyaimasu Imasu

Tabemasu

Mesiagarimasu Nomimasu

Iimasu Ossyaimasu

Shitte imasu Gozonji desu Mimasu Goran ni narimasu Shimasu Nasaimasu

Kuremasu Kudasaimasu

Contoh :

1. Shachou wa mou kaigishitsu e irassyaimashita (Direktur sudah pergi keruang rapat)

(23)

Irassyaimasu, nasaimasu, kudasaimasu, dan ossyaimasu adalah kata kerja

kelompok I. Oleh karena itu, konjugasinya mengikuti barisan “ra” kecuali bentuk “masu”.

Contoh :

A: Watto sensei wa tenisu o nasaimasuka (Apakah bapak Watt bermain tennis?) B: Iie, nasaranai to omoimasu

(Tidak, saya kira tidak)

B. Sonkeigo dalam kata kerja

a. Perubahan sonkeigo dalam kata kerja sama seperti bentuk pasif tetapi ini lebih sopan. Perubahannya dibentuk dengan cara mengubah “bentuk masu” “i”nya dihilangkan kemudian diubah menjadi “a + reru” untuk

kata kerja golongan I :

Kikimasu Kikaremasu Yomimasu Yomaremasu

Aimasu Awaremasu

“bentuk masu” ditambah dengan “rareru” untuk kata kerja golongan ke II, seperti :

(24)

sedangkan pada kata kerja golongan III mempunyai bentuk khusus yaitu : Kimasu Koraremasu

Shimasu Saremasu Contoh :

1. Nita san wa 11 ji ni koraremasu (Sdr.Nita akan datang pukul 11) 2. Osake o yameraretandesuka

(Apakah anda sudah berhenti minum sake?)

A: Obaasan wa nansai ni narimasuka (Nenek kamu umurnya berapa?) B: Kotoshi 82 sai ni narimasu

(Tahun ini 82 tahun)

b. O + Kata kerja (bentuk masu) + ni narimasu

Pola kalimat ini lebih terkesan hormat dan sopan dari pada kata kerja yang I. Kata kerja yang hanya memiliki satu kata, seperti “mimasu” atau “nemasu” dan kata kerja kelompok III tidak dapat digunakan dalam pola kalimat ini.

Pola kalimat ini di bentuk dengan cara menambahkan kata “O/GO + kata kerja + ninaru“. Kata O … ni naru mengapit kata kerja bentuk renyoukei (bentuk

(25)

Contoh :

1. kono ryouri wa Matsumoto buchou no okusama ga otsukuri ni narimasu.

(Masakan ini di buat oleh istri kepala bagian) 2. Shachou wa mou okaeri ni narimasu.

(Direktur sudah pulang)

c. O + Kata Kerja (bentuk masu) + Kudasai

Pola kalimat ini digunakan untuk menunjukkan rasa hormat pada waktu memohon dan mempersilahkan kepada lawan bicara.

Pola ini di bentuk dengan cara menambahkan “O + kata kerja (bentuk masu) + kudasai.

Contoh :

1. Kono bo-rupen o otsukai kudasai. (pakailah pulpen ini)

2. Douzo kochira ni okake kudasai. (Silahkan duduk di sini)

C. Sonkeigo dalam kata benda, kata sifat, dan kata keterangan

(26)

Contoh kata yang berawalan “O” yaitu :

Kata benda : okuni, onamae, oshigoto, otaku Kata sifat Na : ogenki, ojouzu, ohima

Kata sifat I : oisogashii, owakai Contoh dalam yang berawalan “GO” yaitu :

Kata benda : gokazoku, goiken, goryouku, gokenko Kata sifat Na : gonesshin, goshinsetsu

Kata sifat i : gojiuni Contoh :

1. Otakuwa doko desuka. (Dimakah rumah anda)

2. Gokenko ni ki o tsukete kudasai.

(Hati terhadap kesehatan anda)

3.2. Kenjogo

(27)

dengan kata mairu, kalimat seperti ini merupakan salah satu cara merendahkan diri sendiri untuk menghormati lawan bicara.

Kenjogo dapat digunakan dengan beberapa cara seperti :

A. Kenjogo bentuk khusus

Ikimasu

Ada kata kerja yang sejak awal sudah mengandung arti merendahkan diri, yaitu sebagai berikut :

(28)

Contoh :

1. Kino sensei no otaku e ukagaimashita. (Saya hari ini pergi ke rumah sensei)

2. San nen gurai nihongo o benkyou itashimasu. (Saya belajar bahasa jepang kira-kira tiga tahun)

2. Apabila kegiatan pembicara tidak ada hubungannya dengan lawan bicara atau orang yang dibicarakan.

Contoh :

1. Mira- to moushimasu. (Nama saya miller)

2. Amerika kara mairimashita. (Saya datang dari amerika)

Bentuk kenjogo dapat juga dibuat dalam verba bentuk biasa, apabila tidak ada bentuk khususnya.

Kenjogo dalam kata benda misalnya ;

Kaisya Heisya Tsuma Kanai

(29)

B. O/GO ~ Shimasu

a. Kata kerja (Kelompok I, II (bentuk masu)) shimasu Contoh :

1. Omosou desune, omachishimasyouka.

(Kelihatannya berat ya. Mari saya bantu bawa) 2. Eki de kuruma de ookurishimasyou.

(Mari saya antar dengan mobil sampai stasiun)

Bentuk ini tidak dapat digunakan pada kata kerja, seperti “mimasu”, dan “imasu” yang hanya memiliki satu suku kata pada bentuk “masu”.

b. Go kata kerja (Kelompok III) Contoh :

1. kyou no yotei gosetsumei shimasu. (Saya akan menjelaskan rencana hari ini)

2. Yotei ga kawatta baaiwa, sugu gorenraku shimasu.

(Apabila rencananya berubah, saya akan segera menghubungi anda)

Bentuk ini digunakan pada kata kerja kelompok III, seperti syoukaishimasu, syoutaishimasu, soudanshimasu, renraku shimasu, denwa

shimasu, yakusoku shimasu, dll. Tetapi terkecuali untuk kata kerja denwa

(30)

Pola kalimat ini digunakan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang yang dikenai perbuatan. Apabila orang yang dikenai perbuatan itu tidak ada,maka pola kalimat ini tidak dapat digunakan.

Contoh:

(Salah) Watakushi wa raigetsu kuni e okaerimasu. (Saya bulan depan pulang ke negara)

3.3. Teineigo

Menurut Hirai (1985:131) Teinego adalah ungkapan sopan yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat pembicara kepada lawan bicara dengan saling menghargai perasaan masing-masing, Oishi Shotaro (dalam Bunkachoo,1985:28) menyebutkan Teineigo dengan Teichoogo adalah bahasa hormat yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Teineigo tidak sama dengan Songkeigo dan Kenjogo karena teineigo sama sekali

tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan.Yang menjadi pertimbangan dalam teineigo hanyalah lawan bicara. Teineigo semata-mata dipergunakan untuk menghormati lawan bicara.

Verba bantu masu pada kalimat Ani wa ashita kaerimasu termasuk kaliamat teineigo. Pemakaian verba bantu masu dalam kalimat ini bukan untuk merendahkan atau menaikkan derajat Ani yang dibicarakan, tetapi untuk menghaluskan kalimat agar lebih enak didengar oleh lawan bicara.

Teineigo sering dipakai pada setiap percakapan terutama pada waktu

(31)

waktu berbicara dengan orang-orang yang lebih tinggi kedudukannya atau lebih tua umurnya. Teineigo dapat dinyatakan dengan cara sebagai berikut :

A. Memakai verba bantu “desu” dan “masu” seperti kata :

Ikimasu Iku

Tabemasu Taberu

Hon desu Hon

Kirei desu Kirei

Contoh :

1. Ani wa asu kaerimasu.

(abang saya besok akan pulang) 2. Kore wa hon desu.

(ini adalah buku)

B. Memakai prefiks “O” atau “GA” pada kata-kata tertentu :

Okane Kane

Omizu Mizu

Osake Sake

Goryoushin Ryoushin

Goiken Iken

Contoh :

(32)

Pemakaian prefiks “O” dan “GA” tidak hanya dipakai di dalam kalimat Teineigo tetapi terdapat juga di dalam kalimat Sonkeigo dan Kenjogo.

C. Pemakaian kata-kata tertentu sebagai teineigo seperti kata : a. Gozaimasu

Gozaimasu adalah kata sopan dari “arimasu”. Contoh :

Denwa wa kaidang no yoko ni gozaimasu. (Telepon ada disamping tangga)

b. ~ de gozaimasu

de gozaimasu adalah kata sopan dari “desu”. Contoh :

A: Hai, IMC de gozaimasu. (Ya, ini IMC)

B: Pawaadenki no syumitto desuga, miraa san onegaishimasu.

(33)

c. Youroushiidesyouka

Yoroshiidesyouka adalah ungkapan sopan dari “iidesuka”. Contoh :

A: Onomimono wa nani ga yoroshiidesyouka. (Bapak/Ibu mau minum apa?)

B: Koohii o onegaishimasu. (Tolong, minta kopi)

B: Kono panfuretto o itadaitemo yoroshiidesyouka. (bolehkah saya meminta panflet ini)

3.4 Bikago

Ishida Shoichiro mengatakan bahwa Bikago adalah bahasa hormat yang menghaluskan (lemah lembut) serta memperindah bahasa yang diucapkan. Bikago berbeda dengan Sonkeigo, Kenjogo dan Teineigo yang dipakai untuk menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang yang menjadi pokok pembicara. Bikago dipakai sebagai hiasan bahasa seseorang.

Contoh :

a) Harumi san wa kingyo ni esa o agaru.

b) Uchi no kodomo wa hon o katte agaru mo, sappari nomanai no yo.

(34)

dengan cara merendahkan orang yang berbuat. Karena pada kalimat-kalimat itu orang yang berbuat adalah persona kedua dan yang menjadi objeknya pun binatang (kingyo) dan anggota keluarga sendiri (uchi no kodomo), maka penggunaan ageru pada kalimat itu kurang tepat, Dalam kalimat itu lebih tepat menggunakan kata yaru.

Tetapi berdasarkan aturan bikago, kalimat satu dan kalimat dua dianggap benar. Artinya kedua kalimat itu banyak dipakai, sebab kata ageru pada kalimat itu tidak mempertimbangkan lawan bicara atau orang yang menjadi pokok pembicara. Kata ageru dipakai dengan tujuan agar bahasa yang diucapkan menjadi indah atau menjadi lemah lembut (halus). Dengan kata lain penggunaan kenjogo seperti kata ageru pada kalimat tadi dapat dibenarkan apabila dipergunakan atas dasar pemakaian bikago.

Contoh lain misalnya pada bahasa perempuan sering diucapkan Gohan o taberu. Barang kali kita belon menyadari kalau kata taberu ini termasuk bikago.

Pada mulanya taberu banyak dipergunakan sebagai bikago dari pada kuu. Laki-laki-laki lebih banyak menggucapkan meshi o kuu dari pada gohan o taberu. Namun oleh karena kata kuu dianggap sangat kasar, maka akhirnya kata taberu bisa dipakai oleh laki-laki.

Ishida Shoichiro berpendapat dengan melihat penuturnya dapat dikatakan bikago lebih sering dipakai oleh perempuan dari pada laki-laki. Sebagai contoh bikago, dapat kita lihat pada kalimat-kalimat berikut :

(35)

4. Kono sakana wa yaite itadaku hou ga ii wa. 5. Gohan ni suru.

Pemakain prefiks “O” pada kata otearai dan ocha pada kalimat di atas selain sebagai Teineigo hal ini dapat pula menunjukkan kata-kata yang termasuk bikago. Mengenai hal ini Fujiko Motohashi mengatakan bahwa prefiks “O” selain dipergunakan untuk menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara, dipergunakan pula untuk menyatakan bahasa yang indah (halus) yang sering dipakai oleh kaum perempuan.

3.5 Jouhingo

(36)

Jouhingo dipakai dengan cara pemakaian prefiks “O” atau prefiks “GO”

pada kata-kata tertentu, misalnya :

Okagae Goiken Okimochi Oryouko

Okosama Goryoushin

Ogenki Goaisatsu

Otanjobi Goshinpai

Kata-kata tersebut nampak lebih halus dari pada kata-kata yang tidak memakai prefiks “O” atau “GO”. Maksudnya, kata okangae pada contoh di atas akan terdengar lebih halus atau lebih sopan daripada kata kangae. Penuturnya akan tampak sebagai orang yang lemah lembut (tidak kasar).

Prefiks “O” dipakai sebelum nomina, adjektiva-i, adjektiva-na, atau verba untuk menyatakan rasa hormat atau rasa sopan. Pada kata yang berasal dari bahasa Cina biasanya pemakaian prefiks “O”. Yang menjadi kesulitan dalam hal ini adalah dikarenakan masih kurang adanya aturan yang pasti mengenai penggunaan kedua prefiks ini. Maksudnya, suatu kata akan menjadi halus bila memakai prefiks “O” atau “GO”, tetapi ada pula kata-kata yang benar-benar tidak dapat memakai prefiks-prefiks itu. Bahkan ada kata yang menjadi rancu bila disisipi prefiks tersebut. Misalnya, seperti contoh-contoh di atas merupakan pemakaian yang tepat, tetapi pemakaian prefiks seperti pada kata okaban, oakanbo, gokaigai, goshitai akan terasa ganjil. Untuk itu pada bagian berikut akan dibahas mengenai

(37)

penjelasan bahwa prefiks “O” (lebih baik) dipergunakan pada hal-hal seperti berikut :

1. Pada kata-kata yang menyatakan suatu upacara, peristiwa, atau perayaan, misalnya :

Omeda omairi

asan orei

2. Pada kata-kata yang menyatakan barang yang dipakai (pakaian), misalnya :

okurumi oshime

omutsu ofuru

3. Pada nama-nama makanan, misalnya :

okashi oshiroku

oyu odango

otsuyu osonae

ocha oyatsu

achagashi ohagi

4. Pada nama-nama barang atau alat-alat,misalnya :

ozen oshaburi

owan ohajiki

otama (tamajakushi) oshiroi ohitsu

5. Pada kata-kata yang ada hubungannya dengan manusia, misalnya :

onaka odeki

(38)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Setelah pemaparan mengenai Keigo dalam bahasa Jepang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Keigo menyatakan perasaan hormat si pembicara yang usia dan setatus sosialnya lebih rendah kepada orang yang stutusnya lebih tinggi.

2. Keigo digunakan untuk menunjukkan rasa hormat pada lawan bicara yang baru pertama kali bertemu.

3. Keigo digunakan untuk menunjukkan pendidikan atau martabat bagi si pembicara.

4. Keigo digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat untuk melancarkan penyampaian maksud si pembicara pada lawan bicara dengan sopan.

(39)

4.2. Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Nelson. Andrew N. 2008 Kamus Kanji Modren Jepang IndBlanc.i.

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press..

Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.

Sudjianto. 2000. Gramatika Bahasa Jepang Seri A. Jakarta: Kesaint Blanc.

Taniguchi, goro. 2003. Kamus standar Bahasa Jepang Indonesia-Jepang. Jakarta: Dian Rakyat.

Referensi

Dokumen terkait

dengan teman atau orang yang sudah dikenal, kata ~tagaru tidak perlu digunakan. kata ~masu nya lagi, karena kata ~masu nya merupakan bentuk

Pembicara mengatakan (anda ingin ke mana pada liburan musim panas?), si lawan bicara menjawab (saya ingin ke Okinawa). Oleh karena itu, dari kalimat ini yang mempunyai kemauan

imperatif bahasa Indonesia dengan imperatif dalam bahasa Jepang yaitu, komunikasi dari pembicara kepada lawan bicara dalam memerintah ataus memohon untuk

Salah satunya pada situasi ketika berbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukan sosialnya lebih tinggi dari pembicara serta hubungan keduanya akrab.. Terdapat

Tindak tutur memohon dalam Yanti mengemukakan bahwa permohonan adalah ungkapan penutur memohon kepada lawan tutur untuk melakukan sesuatu, karena penutur merasa benar-benar tidak

Maka penyimpangan penggunaan kata sifat 大 丈 夫 , „daijoubu’ pada kalimat di atas menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam penggunaan bahasa keigo (songkeigo),

adalah ungkapan penutur memohon kepada lawan tutur untuk melakukan sesuatu,.. karena penutur merasa benar-benar tidak bisa melakukan sesuatu

Kenjougo adalah keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri pembicara (termasuk benda-benda,