• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sosial Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Transmigran (Studi Kasus Masyarakat Transmigran Desa Suka Makmur Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Sosial Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Transmigran (Studi Kasus Masyarakat Transmigran Desa Suka Makmur Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN SOSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENDAPATAN MASYARAKAT

TRANSMIGRAN

(Studi Kasus Masyarakat Transmigran Desa Suka Makmur Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu)

ADE FEBRYANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perubahan Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Transmigran (Studi Kasus Masyarakat Transmigran Desa Suka Makmur Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing serta belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(3)

ABSTRAK

ADE FEBRYANTI. Perubahan Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Transmigran (Studi Kasus Masyarakat Transmigran Desa Suka Makmur Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu). Di bawah bimbingan RILUS A. KINSENG.

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perubahan sosial masyarakat transmigran. Program transmigrasi telah memindahkan masyarakat dari yang tidak memiliki lahan menjadi memiliki lahan sebanyak 2 hektar. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisa menggunakan data primer dan data sekunder yang relevan dengan topik skripsi. Hasil uji regresi mengungkapkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan adalah luas lahan dengan signifikasi sebesar (0,000<0,05). Penyebab terjadinya perubahan pada masyarakat transmigran adalah bertambahnya jumlah penduduk, masuknya perusahaan, dan perubahan komoditi pertanian dari bertani palawija menjadi perkebunan. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani masyarakat transmigran adalah harga, pengolahan hasil, dan keuletan dalam bekerja.

Kata kunci: masyarakat transmigran, pendapatan, rumah tangga petani

ABSTRACT

ADE FEBRYANTI. Social Change and factors that influence the income of transmigrant society (Case Study at Transmigrant Society Suka Makmur Village, Marga Sakti Sebelat Sub District, Bengkulu Utara District, Bengkulu Province). Supervise by RILUS A. KINSENG.

Change happens in every society. This research was conducted to look at the social change in he society. Transmigration program has changed the society that previously don’t have any land becoming a society that has 2 hectare land. The method in this thesis is analysis method using primary and secondary data that is relevant with the topic of thesis. The results of the regression test show that the factor that has real impact on farmer’s income is land’s width with significant value of (0.000<0.05). The causes of the change in the transmigrant society are the increasing number of population, the company’s infiltration, and the change of commodities agriculture from secondary crops farming into plantation. Therefore, others factor that influence farmer’s income transmigrant society are the price, output processing, and the tenacity in working.

(4)
(5)

PERUBAHAN SOSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENDAPATAN MASYARAKAT

TRANSMIGRAN

ADE FEBRYANTI

I34120144

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Transmigran (Studi Kasus Masyarakat Transmigran Desa Suka Makmur Kecamatan Marga Sakti Sebelat Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu)”. Tulisan ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pengambilan data dan skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan dukungan mulai dari proses studi pustaka, penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Bapak Dr Ir Saharrudin, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik membangun untuk skripsi ini.

3. Ibu Ir Siti Sugiah M. Mugniesyah, MS selaku dosen penguji akademik yang telah memberikan saran dan kritik membangun untuk skripsi ini.

4. Ibu Sukris Wati dan Bapak Rukiyanto orang tua tercinta yang senantiasa memberikan dukungan baik materi maupun non materi.

5. Adik tercinta Benny Aji Sukma yang selalu berdoa untuk kelancaran dan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Pemerintah Desa Suka Makmur, Kecamatan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu yang telah memberikan izin penelitian selama di desa.

7. Responden dan informan yang telah memberikan informasi kepada penulis. 8. Sahabatku tercinta Fenny, Eka, Hani, dan Nabilah yang selalu memberikan

semangat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Sahabat Bateng 23 Teni, Rahmah, Tian, Karimah, Soraya, Sari dan Nur Syahidah yang selalu memberikan semangat dan doa untuk penulis. 10.Keluarga SKPM Angkatan 49 yang selalu memberikan semangat dan

doanya untuk penulis. Sukses untuk kita semua.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi inspirasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

Bogor, Juni 2016

(9)

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani 11

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 15

PENDEKATAN LAPANG 16

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Teknik Penentuan Responden dan Informan 17

Teknik Pengumpulan Data 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 18

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian 22

2 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan 22 3 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut luas

lahan

27 4 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut jumlah

tanggungan dalam keluarga

28 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan 28 6 Jumlah dan persentase responden menurut pengalaman bertani 29 7 Jumlah dan persentase responden menurut usia 30 8 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut tingkat

pendapatan

30 9 Jumlah dan persentase responden menurut kepemilikan lahan 37 10 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut asal

mula kepemilikan lahan

38 11 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut luas

lahan dan asal mula kepemilikan lahan

39 12 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut

kepemilikan lahan dan rata-rata pendapatan Maret 2016

42 13 Rata-rata pendapatan rumah tangga transmigran di bawah garis

kemiskinan Provinsi Bengkulu menurut luas lahan Maret 2016

43 14 Hasil analisis uji statistik regresi linear berganda 45

DAFTAR GAMBAR

Hubungan antar peubah 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016 58

2 Peta lokasi penelitian 59

3 Kerangka sampling dan responden 60

4 Uji Statistik 63

5 Tulisan tematik 65

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat sehingga menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk yang berpusat di Pulau Jawa. Banyak permasalahan yang timbul akibat kepadatan penduduk, misalnya kemiskinan. Melihat hal tersebut, pemerintah menetapkan suatu kebijakan yang disebut transmigrasi. Pengertian transmigrasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Pasal 1, transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tujuan transmigrasi merupakan salah satu upaya percepatan pembangunan kota-kota kecil terutama di luar Pulau Jawa untuk meningkatkan peranannya sebagai motor penggerak pembangunan daerah serta meningkatkan daya saing daerah yang masih rendah.

Salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang menjadi sasaran transmigrasi adalah Provinsi Bengkulu. Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bengkulu pada tahun 2000-2010 berjumlah 1.67% penduduk dan pada tahun 2010-2014 berjumlah 1.74% penduduk. Adapun salah satu desa yang menjadi sasaran transmigrasi adalah Desa Suka Makmur. Berdasarkan data RPJMDES (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) Desa Suka Makmur tahun 2015 menunjukkan bahwa Desa Suka Makmur terbentuk berawal dari kedatangan para transmigran dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat pada tahun 1983 berjumlah 400 kepala keluarga melalui program transmigrasi umum. Transmigrasi umum adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha.

Pada awalnya masyarakat transmigran relatif tidak memiliki lahan. Program transmigrasi telah memindahkan masyarakat dari masyarakat yang tidak memiliki lahan menjadi memiliki lahan sebanyak 2 hektar dengan pembagian sama, yakni 1 hektar lahan garapan, 0.75 hektar lahan belukar, dan 0.25 hektar lokasi tempat tinggal. Masyarakat transmigran juga mendapatkan kebutuhan pangan dan non pangan dari bantuan pemerintah. Mayoritas masyarakat transmigran berasal dari Jawa yang melakukan kegiatan pertanian palawija dengan sistem gotong royong. Hal tersebut menjadikan lahan yang diberikan untuk setiap rumah tangga transmigran ditanami palawija dan lahan kering ditanami tanaman hortikultura.

(14)

berdasarkan parameter nominal. Adapun kesenjangan sosial adalah diferensiasi berdasarkan parameter gradual yang dikenal stratifikasi sosial atau pelapisan sosial.

Masyarakat transmigran berubah secara dinamis. Berdasarkan hasil penelitian Fitriani (2014) bahwa perubahan demi perubahan terjadi di kawasan transmigran dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Dampak positif perpindahan masyarakat Jawa ke Desa Kayuagung yaitu membantu pertambahan penduduk dan peningkatan dalam perekonomian. Untuk melihat keberhasilan dari program transmigrasi maka dilakukan penelitian dengan menggunakan beberapa faktor dari hasil penelitian sebelumnya terhadap tingkat pendapatan. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ditemukan hasil berbeda di setiap lokasi penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga. Hasil penelitian Susianti dan Rauf (2013) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha tani jagung manis adalah luas lahan, pupuk, benih, pestisida, tenaga kerja, umur petani, pendidikan formal, dan harga output berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Hasil penelitian Septianita (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam melakukan peremajaan tanaman karet terhadap pendapatan petani antara lain luas lahan yang digunakan, jumlah tenaga kerja, dan pengalaman dalam usaha tani karet. Perubahan sosial pada masyarakat transmigran yang kemudian menarik diteliti lebih lanjut untuk memahami proses perubahan sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatannya. Oleh karena itu, skripsi ini mengangkat judul “Perubahan Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat Transmigran”.

Masalah Penelitian

Masyarakat mengalami transisi atau perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap aspek kehidupan masyarakat terutama kehidupan sosial ekonomi mengalami perubahan baik penurunan dan peningkatan. Hal ini terlihat pada perubahan jenis mata pencaharian, tingkat kepemilikan lahan, dan tingkat pendapatan masyarakat transmigran yang terdiferensiasi dalam berbagai golongan. Perubahan ini juga terjadi karena heterogenitas kepemilikan lahan yang berpengaruh terhadap pendapatan.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial pada masyarakat transmigran. Soekanto (1982), berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial bersumber dari dalam masyarakat yakni: bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan-pertentangan dalam masyarakat baik individu maupun kelompok, terjadinya pemberontakan atau revolusi dalam masyarakat. Adapun faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yakni: sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan dengan negara lain, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

(15)

Prambudi (2010) mengartikan perubahan mata pencaharian atau biasa disebut transformasi pekerjaan adalah pergeseran atau perubahan dalam pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan (peningkatan taraf hidup). Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat transmigran maka digunakan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan alasan tersebut, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil rumah tangga pada tingkat keluarga dan individu di masyarakat transmigran?

2. Bagaimana perubahan sosial yang terjadi di masyarakat transmigran?

3. Apa saja faktor-faktor pada tingkat keluarga dan individu yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga masyarakat transmigran?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi profil rumah tangga pada tingkat keluarga dan individu masyarakat transmigran.

2. Menganalisis perubahan sosial yang terjadi di masyarakat transmigran. 3. Menganalisis faktor-faktor pada tingkat keluarga dan individu yang

mempengaruhi pendapatan rumah tangga masyarakat transmigran.

Kegunaan Penelitian

(16)
(17)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Transmigrasi

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Pasal 1, menjelaskan pengertian transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke kawasan transmigrasi. Kawasan transmigrasi adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi.

Transmigrasi umum adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha. Transmigrasi merupakan alternatif penting dalam rangka memecahkan masalah kepadatan penduduk khususnya di Pulau Jawa.

Program transmigrasi merupakan perencanaan untuk pembangunan daerah, baik untuk ruang lingkup pengembangan daerah kota maupun desa, arahnya ditentukan oleh kebijaksanaan sebagai hasil pertimbangan yang strategis dari potensi lingkungan dan kemampuan implementasi. Pelaksanaan program transmigrasi tidak dapat dipungkiri telah banyak membantu masyarakat kurang mampu di daerah asalnya menjadi masyarakat yang sudah agak berada di daerah transmigrasi, sekurang-kurangnya sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa bantuan atau tergantung kepada orang lain, atau tergantung kepada orang tua di daerah asalnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Pasal 32, menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi adalah sebagai berikut: (1) pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi diarahkan untuk mencapai kesejahteraan, kemandirian, integrasi transmigran dengan penduduk sekitar, dan kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan; (2) pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau badan usaha sesuai dengan jenis transmigrasi dan pola usaha pokoknya; (3) pengembangan masyarakat transmigrasi dan kawasan transmigrasi didasarkan pada potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya secara terpadu dengan berbagai sektor pembangunan lain dan pembangunan daerah serta berwawasan lingkungan. Reorientasi transmigrasi dalam pembangunan berbasis wilayah sebetulnya memposisikan kembali hakekat daripada pembangunan transmigrasi adalah pembangunan daerah melalui pembangunan pedesaan baru.

(18)

Perubahan Sosial

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat juga dikarenakan terdiferensiasinya dalam berbagai golongan. Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap aspek kehidupan masyarakat terutama kehidupan sosial ekonomi mengalami perubahan dan peningkatan. Suatu transformasi dalam memanfaatkan sumberdaya agraria, dari hak setiap orang menjadi hak sebagian orang. Realitas ini yang akan memberi jalan pada pembentukan struktur sosial komunitas kemudian mengalami diferensiasi.

Menurut Blau’s (1998) konsep pertama parameter struktural adalah anggota dari populasi menggunakan karakteristik perbedaan di antara mereka sendiri. Ada dua jenis parameter yakni parameter nominal dan parameter gradual. Parameter nominal membedakan anggota populasi dengan kategori diskrit, seperti gender, etnis, dan agama. Adapun parameter gradual membedakan anggota berdasarkan tingkatan, seperti pendapatan, usia, kekayaan, kekuasaan, status sosial ekonomi, dan prestise. Heterogenitas atau keragaman merupakan diferensiasi sosial berdasarkan parameter nominal. Adapun kesenjangan sosial adalah diferensiasi berdasarkan parameter gradual yang dikenal stratifikasi sosial atau pelapisan sosial. Diferensiasi sosial atau struktur sosial horizontal suatu masyarakat adalah berkaitan dengan banyaknya pengelompokan-pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat tanpa menempatkannya dalam jenjang hierarkis. Kesimpulannya bahwa struktur sosial horizontal suatu masyarakat adalah gambaran dari heterogenitas sosial masyarakatnya. Sehubungan dengan konsep diferensiasi sosial ini, secara teoritik dirumuskan bahwa semakin maju atau modern suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat diferensiasinya. Sebaliknya semakin bersahaja masyarakatnya, semakin rendah pula tingkat diferensiasinya. Masyarakat desa adalah masyarakat yang relatif bersahaja dibanding dengan masyarakat kota pada umumnya. Secara umum, memahami diferensiasi sosial masyarakat desa di Indonesia, hendaknya memahami pluralitas masyarakat Indonesia dalam berbagai dimensi dan aspeknya. Aspek kesejarahan juga menjadi titik tolak untuk memahami keaslian struktur sosial masyarakat desa kita secara umum. Secara umum juga, perlu dibedakan antara desa yang ikatan sosial masyarakatnya lebih dipengaruhi oleh genealogis (darah) yang umumnya terdapat di luar Jawa.

(19)

faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial bersumber dari dalam masyarakat yakni: bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan-pertentangan dalam masyarakat baik individu maupun kelompok, terjadinya pemberontakan atau revolusi dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yakni: sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan dengan negara lain, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan yakni: kontak dengan budaya lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan delik, sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification), penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, orientasi masa depan, dan nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya. Ada dua jenis gerak sosial yakni gerak sosial horizontal dan gerak sosial vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu dari suatu kelompok ke kelompok lainnya yang sederajat. Adapun gerak sosial horizontal merupakan perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal, yaitu yang naik (social-climbing) dan yang turun (social-sinking).

Setiadi dan Kolip (2011) menjelaskan bahwa diferensiasi sosial dipahami sebagai pembeda/pemilah masyarakat ke dalam golongan atau kelompok secara horizontal (tidak secara bertingkat). Diferensiasi sosial muncul akibat dari pembagian pekerjaan (seperti di dalam struktur masyarakat modern), perbedaan jenis kelamin, suku (pengelompokkan individu atas dasar ciri persamaan kultur (Seperti; bahasa, adat istiadat, sejarah, sikap, wilayah, dan sebagainya), agama, ras (pengelompokkan individu atas dasar ciri-ciri fisiologis), profesi dan sebagainya tidak bersifat hierarkis tetapi bersifat sejajar dan horizontal. Sementara itu, stratifikasi sosial muncul karena ketimpangan distribusi dan kelangkaan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat, seperti uang, kekuasaan, pendidikan, keterampilan, dan semacamnya. Secara normatif, di dalam diferensiasi sosial, memang hak dan kewajiban antara kelompok yang satu dengan yang lain relatif sama di mata hukum. Tetapi, bagaimanapun harus diakui bahwa di dalam kenyataan yang terjadi diferensiasi sosial umumnya tumpang tindih dengan stratifikasi sosial.

Menurut Fauzi (1999) diferensiasi sosial adalah proses penggolongan di dalam masyarakat berdasarkan penguasaan terhadap alat-alat produksi dan modal, termasuk tanah. Diferensiasi sosial selalu menghasilkan korban pada golongan terbawah, yakni petani kecil, petani tak bertanah atau buruh tani dalam hal akses lahan dan akses modal yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani.

(20)

berbasis hubungan sosial dalam penguasaan sumberdaya agraria, hasil sensus terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani kasus menunjukkan bahwa struktur sosial komunitas petani kakao yang muncul saat ini terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris muncul dalam komunitas petani kasus adalah:

1. Petani pemilik. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria hanya melalui mekanisme pemilikan tetap.

2. Petani pemilik dan penggarap. Petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapi juga melalui pemilikan sementara.

3. Petani pemilik, penggarap, dan buruh tani. Petani lapisan ini selain menguasi sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan pemilikan sementara juga menjadi buruh tani.

4. Petani pemilik dan buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang buruh tani.

5. Petani penggarap. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya hanya melalui mekanisme pemilikan sementara.

6. Petani penggarap dan buruh tani. Petani lapisan ini menguasai sumberdaya agraria melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain itu, untuk menambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan peranan seorang butuh tani.

7. Buruh tani. Petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumberdaya agraria, sehingga berada pada kategori tunakisma mutlak.

Berbagai ketimpangan dalam sumber penghasilan antar lapisan penduduk desa itu juga tercermin dalam tingkat penghasilan berpengaruh terhadap akses lahan mereka yang sangat berbeda. Menurut Hernanto (1984) seperti dikutip Farhani (2009), penggolongan petani berdasarkan luas tanahnya dibagi menjadi 4 yaitu: (1) golongan petani luas (lebih dari 2 hektar); (2) golongan petani sedang (0.5-2 hektar); (3) golongan petani sempit (0.5 hektar); (4) golongan buruh tani tidak mempunyai tanah.

Hasil penelitian Dassir (2007) diferensiasi pemilikan lahan akibat pertambahan penduduk dan berkembangnya sistem teknologi pertanian persawahan bercorak komersil atau kapitalis di Desa Timpuseng , berimplikasi pada perubahan tenurial ke arah individual yang sebelumnya individu komunal pada saat masih menggunakan tenaga ternak sapi kombinasi tenaga manusia.

Komponen kepedudukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk, dengan asumsi semakin besar jumlah penduduk dan semakin banyak diferensiasi kerja yang ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan, semakin kecil intensitas dampak sosial yang diperkirakan, karena proyek dapat menggunakan tenaga kerja setempat. Hingga saat ini pemerintah belum mampu mengatasi paradoks antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial (Kaligis 2012).

(21)

stratifikasi sosial juga mengalami perubahan. Perusahaan tambang telah mendorong munculnya beragam jenis usaha atau mata pencaharian yang baru. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan atau mata pencaharian di bidang jasa dan perdagangan sangat terlihat di Kelurahan Loa Tebu dan kemudian disusul Desa Embalut. Dengan kata lain, tambang telah menyebabkan terjadinya diferensiasi sosial pada masyarakat lokal di lokasi penelitian ini. Seiring dengan semakin tingginya diferensiasi sosial, stratifikasi sosial juga mengalami perubahan. Kini perbedaan antara strata bawah dengan strata paling atas semakin mencolok, antara lain terlihat dari kepemilikan harta milik. Pada era sekarang ini, para petani maupun buruh lepas perusahaan berada pada strata paling bawah, sedangkan para pedagang besar, pemborong, pengusaha batu bara, pengusaha jasa angkutan (bis dan truk) menempati strata paling atas.

Hasil penelitian Widiyanto et al. (2010) strategi nafkah rumah tangga petani dibangun dari adaptasi berbagai risiko yang dihadapi dengan mengkombinasikan berbagai aset (alami, finansial, fisik, sumberdaya manusia, dan sosial). Pada petani berlahan luas dengan kepemilikan modal alami yang lebih besar akan berbeda dengan pola nafkah petani dengan lahan sempit. Petani berbasis tegal dan petani di lahan sawah memiliki persamaan strategi diantaranya adalah strategi solidaritas vertikal dan manipulasi komoditas. Beberapa sistem nafkah dibangun atas dasar moral kolektif, yaitu: strategi solidaritas vertikal, strategi solidaritas horizontal, strategi berhutang, dan strategi patronase. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani menuju sektor non pertanian sebagai buruh pabrik serta membuka usaha jasa. Keadaan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama pada kehidupan sosial ekonomi mengalami perubahan dan peningkatan. Berdirinya industri dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Dahulu, masyarakat memiliki sifat solidaritas sosial yang kuat. Tanpa disadari keberadaan industri mengakibatkan solidaritas sosial mulai melemah. Ciri-ciri masyarakat pedesaan mulai memudar. Masyarakat semakin heterogen, individual, sibuk bekerja dan meninggalkan kegiatan sosial yang selama ini diikutinya. Karena pembagian kerja yang tinggi.

Hasil penelitian Yulianto (2010) menjelaskan bahwa setelah masuknya industri perkebunan kelapa sawit di tengah-tengah komunitas Orang Paser, basis stratifikasi mengalami perubahan. Strata yang menonjol pada era-industri yaitu berbasis previllage (hak istimewa atau khusus). Dasar penentuan pada basis ini yaitu berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh. Strata paling atas yaitu para elite perkebunan dan tuan tanah. Berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit di Semuntai, mulai bermunculan individu-individu lain yang juga memiliki pengaruh di mata masyarakat, biasanya individu yang baru terbentuk adalah yang memiliki kemampuan seperti kemampuan berdasarkan kekayaan yang dimilikinya. Berdasarkan penjelasan pustaka diatas penting untuk dikaji lebih lanjut mengenai perubahan kepemilikan lahan dan jenis mata pencaharian pada masyarakat.

Kepemilikan Lahan

(22)

hanya berfungsi sebagai asset produktif, akan tetapi dapat juga berfungsi sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Hasil penelitian Winarso (2012) adanya perubahan kepemilikan maupun penguasaan lahan bagi seorang petani sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi keluarga petani yang bersangkutan. Baik perubahan karena hilangnya hak penguasaan maupun hak kepemilikan atas sebidang lahan atau munculnya hak kepemilikan maupun hak penguasaan atas sebidang lahan. Hilang dan munculnya hak atas lahan dapat saja melalui berbagai proses sehingga seseorang berhak atau tidak berhak atas lahan yang bersangkutan. Proses tersebut dapat saja terjadi karena adanya transaksi jual beli, transaksi pembagian waris, hibah atau transaksi lainnya seperti bagi hasil, sewa, gadai atau numpang. Hal yang sama juga disebutkan oleh Mardiyaningsih et al. (2010) bentuk-bentuk pola penguasaan lahan bukan milik terjadi apabila pemilik lahan mengalihkan hak garap lahan kepada orang lain yang akan menjadi penggarapnya. Bentuk pola penguasaan lahan dapat terjadi dengan atau tanpa perjanjian tertulis dalam bentuk sertifikat atau surat tanah.

Jika melihat adanya proses transaksi tanah dalam pola penguasaan lahan, istilah pola penguasaan lahan hanya tepat digunakan pada individu yang memiliki tanah atau lahan. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan sewaktu-waktu dapat dijual. Kenyataannya masyarakat yang tinggal di pedesaan bukan didominasi oleh orang-orang yang memiliki lahan. Akan tetapi mereka hanya bekerja pada pemilik lahan yang memiliki lahan tersebut. Oleh sebab itu, istilah pola penguasaan lahan tepat jika diberikan pada orang-orang yang memiliki lahan. Jika subjek dalam pertanian tersebut tidak memiliki lahan (buruh tani), sistem penggarapan lahan dapat digunakan sebagai istilah yang tepat untuk merujuk orang-orang yang bekerja pada pemilik lahan tanpa memiliki lahan atau jika memiliki hanya berkisar 0.5-0.75 hektar.

Jenis Mata Pencaharian

(23)

Berdasarkan pengertian diatas, Prambudi (2010) mengartikan perubahan mata pencaharian atau biasa disebut transformasi pekerjaan adalah pergeseran atau perubahan dalam pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan (peningkatan taraf hidup). Perubahan mata pencaharian ini ditandai dengan adanya perubahan orientasi masyarakat mengenai mata pencaharian.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani

Sektor pertanian merupakan jawaban dari masalah pengangguran dan kemiskinan. Dengan mengoptimalkan lahan pertanian dengan usaha tani yang tepat diharapkan petani dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Kegiatan usaha tani bertujuan agar diperoleh keuntungan maksimal, namun hal itu dapat dicapai bila petani telah menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien sehingga dapat diperoleh tingkat produksi yang maksimal (Hermanto 1996) seperti dikutip Wijayanti dan Saefuddin (2012).

Petani adalah rumah tangga petani dalam perannya sebagai unit produksi yang hanya secara parsial terlibat dalam ekonomi pasar untuk bersaing tidak sempurna. Ruang lingkup rumah tangga petani adalah bahwa usaha tani rumah tangga dianggap sebagai unit pengambilan keputusan untuk tujuan analisis ekonomi. Rumah tangga petani memaksimalkan keuntungan dengan maksimisasi utilitas tunggal yang mengedepankan kombinasi kesejahteraan satu-satunya variabel dalam fungsi utilitas. Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup seorang petani, semakin besar pendapatan yang diperoleh petani maka semakin besar kemampuan petani untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan dalam usahanya (Ellis 1989 seperti dikutip Hartono 2011).

Karakteristik ekonomi rumah tangga petani lainnya adalah selain keuntungan maksimum adalah tujuan petani melakukan kegiatan usaha tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bukan bermotif bisnis dan selalu menghindari resiko (Hartono 2011). Tujuan seorang anggota rumah tangga melakukan suatu jenis pekerjaan adalah memperoleh pendapatan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota rumah tangga. Kumpulan pendapatan dari berbagai sumber merupakan pendapatan total rumah tangga. Sumber pendapatan yang yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja, melakukan lebih dari satu jenis kegiatan dan atau maing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu dengan yang lain. Tingkat keragaman tersebut juga dipengaruhi oleh penguasaan faktor produksi dan aset rumah tangga (Nurmanaf 1985) seperti dikutip Hartono (2011).

Hasil penelitian Septianita (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam melakukan peremajaan tanaman karet yang mempengaruhi pendapatan petani antara lain luas lahan yang digunakan, jumlah tenaga kerja, dan pengalaman dalam usaha tani karet. Hasil penelitian Susianti dan Rauf (2013) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha tani jagung manis adalah luas lahan, pupuk, benih, pestisida, tenaga kerja, umur petani, pendidikan formal dan harga output berpengaruh nyata terhadap pendapatan.

(24)

terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keahlian dan produktivitas kerja. Pendidikan seseorang mencerminkan tingkat pengetahuan yang pernah diperoleh, semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka semakin banyak pengetahuan diperoleh. Sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan masyarakat maka akan semakin sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan pendapatan yang diperoleh seseorang relatif rendah sedangkan tingkat pendidikan tinggi maka orang tersebut akan mempunyai kemampuan untuk menghadapi hidup dimana dengan pendidikan yang diperoleh seseorang dapat berbuat usaha dan bekerja guna memperoleh pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup serta memperbaiki keadaan hidup dalam arti mempunyai kesempatan kerja guna mencapai kesejahteraan yang diinginkan.

Besarnya anggota keluarga merupakan faktor yang sangat penting karena dapat mempengaruhi pola konsumsi dan biaya hidup rumah tangga. Suatu rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga relatif lebih banyak tentu akan melakukan konsumsi lebih besar daripada rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga lebih sedikit, meskipun pendapatan yang diterima sama besar (Sumardi et al. 1995) seperti dikutip Munifa (2013).

Hasil penelitian Anggraini (2007) secara garis besar ada dua sumber pendapatan rumah tangga di pedesaan yaitu dari sektor pertanian dan non pertanian. Struktur dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usahatani, usaha peternakan dan berburuh tani. Sedangkan dari non pertanian berasal dari usaha dagang, jasa, pegawai, buruh non pertanian, dan pekerjaan lainnya di luar pertanian. Pendapatan terdiri atas upah, gaji, sewa, deviden, keuntungan dan merupakan suatu arus yang diukur dalam jangka waktu tertentu misalnya: seminggu, sebulan, setahun atau jangka waktu yang lama. Pendapatan keluarga adalah pendapatan suami dan istri serta anggota keluarga lain dari kegiatan pokok maupun tambahannya. Pendapatan sebagai ukuran kemakmuran yang telah dicapai oleh seseorang atau keluarga pada beberapa hal merupakan faktor yang cukup dominan untuk mempengaruhi keputusan seseorang atau keluarga terhadap suatu hal. Pendapatan keluarga berperan penting, karena pada hakikatnya kesejahteraan keluarga sangat tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga.

Kerangka Pemikiran

Tidak ada masyarakat yang tidak berubah. Masyarakat transmigran telah mengalami perubahan sosial. Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan tersebut. Soekanto (1982), berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab perubahan sosial bersumber dari masyarakat yakni: bertambah atau berkurangnya penduduk, adanya penemuan-penemuan baru, pertentangan-pertentangan dalam masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi dalam masyarakat. Merujuk teori, pada penelitian ini faktor yang digunakan sebagai penyebab perubahan sosial adalah pertambahan penduduk.

(25)

sawit di Semuntai, mulai bermunculan individu-individu lain yang juga memiliki pengaruh di mata masyarakat, biasanya individu yang baru terbentuk adalah yang memiliki kemampuan seperti kemampuan berdasarkan kekayaan yang dimilikinya. Berdasarkan teori tersebut, pada penelitian ini juga digunakan faktor lain sebagai penyebab perubahan sosial yakni masuknya perusahaan perkebunan karet dan perubahan komoditi pertanian di wilayah transmigran.

Harper (1989) berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang signifikan dari struktur sosial berdasarkan waktu. Blau’s (1998) menjelaskan bahwa ada dua jenis parameter struktural yakni parameter nominal dan parameter gradual. Parameter nominal membedakan anggota populasi dengan kategori diskrit, seperti gender, etnis, dan agama. Adapun parameter gradual membedakan anggota berdasarkan tingkatan, seperti pendapatan, usia, kekayaan, kekuasaan, status sosial ekonomi, dan prestise. Pada penelitian ini perubahan struktural yang terjadi secara nominal adalah jenis mata pencaharian. Sementara itu, perubahan struktural yang terjadi secara gradual adalah tingkat kepemilikan lahan dan tingkat pendapatan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dikarenakan terdiferensiasinya dalam berbagai golongan. Diferensiasi sosial di masyarakat pedesaan (masyarakat agraris) menunjuk pada perubahan masyarakat homogenitas yang mengalami perubahan menjadi heterogenitas disebabkan oleh berbagai faktor. Masyarakat mengalami transisi atau perubahan dalam bentuk diferensiasi sosial baik secara vertikal maupun horizontal.

(26)

Gambar 1 Hubungan antar peubah

Keterangan:

: Aspek yang dianalisis secara statitstik : Aspek yang dianalisis secara deskriptif

Sumber daya individu X3 Tingkat pendidikan X4 Pengalaman bertani X5 Usia

Sumber daya keluarga X1 Luas lahan

X2 Jumlah tanggungan dalam keluarga

Tingkat kepemilikan lahan Faktor-Faktor Penyebab

Perubahan Sosial Bertambahnya jumlah penduduk Masuknya perusahaan

Perubahan komoditi pertanian

Perubahan Sosial Masyarakat Transmigran

Jenis mata pencaharian

(27)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis Pengarah

Masyarakat transmigran telah mengalami perubahan yang mendasar meliputi: jenis mata pencaharian, tingkat kepemilikan lahan, dan tingkat pendapatan.

Hipotesis Uji

(28)
(29)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode triangulasi. Metode triangulasi atau metode campuran merupakan penggabungan dua metode yakni metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan bersama-sama dalam sebuah penelitian (Bungin 2011). Metode kuantitatif digunakan untuk mencari pengaruh antar variabel yang diuji, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani terhadap tingkat pendapatan. Metode kuantitatif yang digunakan menggunakan penelitian survei kepada responden. Metode kualitatif dilakukan untuk menggali informasi yang akan dijelaskan secara deskriptif bahwa masyarakat transmigran telah mengalami perubahan yang mendasar meliputi: jenis mata pencaharian, tingkat kepemilikan lahan, dan tingkat pendapatan. Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap responden dan informan serta observasi langsung. Hasil penelitian ini akan dijelaskan berdasarkan hasil uji regresi serta penjelasan secara deskriptif untuk menggambarkan pengaruh antar variabel.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukamakmur, Kecamatan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Pemilihan tempat penelitian dilakukan dengan secara sengaja (purposive) didasarkan pada fakta bahwa wilayah desa ini merupakan kawasan transmigrasi yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa. Masyarakat transmigran telah mengalami perubahan yang mendasar meliputi: jenis mata pencaharian, tingkat kepemilikan lahan, dan tingkat pendapatan sehingga desa ini menarik untuk dijadikan lokasi penelitian.

Penyusunan proposal, kolokium dan pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2016. Pengolahan data dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2016. Uji kelayakan dan skripsi dilakukan pada bulan Juni 2016 (Lampiran 1).

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Sumber data dari penelitian ini adalah informan dan responden. Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi mengenai topik penelitian. Adapun responden merupakan sumber data utama yang akan diberikan kuesioner.

(30)

Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive). Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah aparatur desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat sekitar yang dianggap mengetahui dengan jelas mengenai pengembangan wilayah Desa Suka Makmur.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian (Bungin 2011). Data primer adalah data yang diperoleh hasil pengukuran metode kuantitatif, yaitu pengisian kuesioner oleh responden terpilih. Perolehan data untuk metode kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dari responden maupun informan.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Bungin 2011). Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen, data-data, informasi tertulis, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Data sekunder diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), Kebijakan Transmigrasi, Data Monografi Desa Suka Makmur, dan sumber-sumber data lain yang relevan.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner. Data kuantitatif diolah secara statistik untuk melihat pengaruh antar variabel menggunakan Regresi Linear Berganda. Uji Regresi Berganda adalah alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih (X1) (X2) (X3)... (Xn) dengan satu variabel terikat (Riduwan 2009). Adapun variabel-variabel yang akan diuji dengan Regresi Linear Berganda adalah luas lahan, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan usia terhadap tingkat pendapatan dengan taraf signifikasi 5%. Data yang diperoleh dianalis menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda, dengan persamaan sebagai berikut:

Yi= β0+β1X1i+β2X2i+β3X3i+β4X4i+β5X5i+€i Keterangan:

Y : Tingkat Pendapatan X1 : Luas Lahan

X2 : Jumlah Anggota dalam Keluarga X3 : Tingkat Pendidikan

X4 : Pengalaman Bertani X5 : Usia

β : Konstanta € : Galat Eror

(31)

menjelaskan secara deskriptif bahwa masyarakat transmigran telah mengalami perubahan yang mendasar meliputi: tingkat mata pencaharian, tingkat kepemilikan lahan, dan tingkat pendapatan.

Pengolahan data dilakukan menggunakan SPSS 20.0 for Windows dan Microsoft Excell 2013. Data kualitatif dianalisis dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.

Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan rumah tangga petani baik suami maupun istri dari kegiatan pertanian dan non pertanian. Tingkat pendapatan diperoleh dari total pendapatan petani selama satu tahun. Tingkat pendapatan adalah data rasio yang akan diukur sesuai dengan sebaran data responden di lapangan dihitung dalam satuan rupiah pertahun.

2. Luas lahan adalah jumlah lahan pertanian yang dimiliki oleh rumah tangga petani dalam satuan hektar. Luas lahan pertanian adalah data rasio yang dihitung dalam satuan hektar.

3. Jumlah tanggungan dalam keluarga adalah jumlah individu yang ada dalam keluarga responden yang masih ditanggung biaya hidupnya oleh responden. Keluarga responden meliputi anak, istri, saudara, orang tua, atau orang lain yang dianggap keluarga oleh responden. Biaya hidup meliputi biaya sandang, pangan, pakan, pendidikan, kesehatan, dan hiburan. Jumlah tanggungan adalah data rasio yang dihitung dalam satuan orang berdasarkan sebaran responden di lapangan. 4. Tingkat pendidikan adalah lamanya pendidikan formal yang pernah ditempuh

oleh kepala rumah tangga petani dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan adalah data rasio yang dihitung dalam satuan tahun berdasarkan sebaran responden di lapangan.

5. Pengalaman bertani adalah lamanya seseorang bekerja sebagai petani yaitu kepala rumah tangga petani. Lama pengalaman bertani adalah data rasio yang dihitung dalam satuan tahun berdasarkan sebaran responden di lapangan. 6. Usia adalah usia kepala rumah tangga petani yang bekerja dalam kegiatan

(32)
(33)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Profil Desa Suka Makmur

Desa Suka Makmur, Kecamatan Marga Sakti Sebelat sebelumnya masuk dalam wilayah Kecamatan Putri Hijau. Pada tahun 2016 Kecamatan Putri Hijau dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Putri Hijau dan Kecamatan Marga Sakti Sebelat. Desa Suka Makmur terletak di dalam wilayah Kecamatan Marga Sakti Sebelat, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu yang berbatasan dengan Desa Suka Baru di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Desa Air Putih, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan PT. Pamor Ganda dan Desa Karya Pelita.

Luas wilayah Desa Suka Makmur kurang lebih 3 000 hektar, dimana 97% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit dan 3% wilayah hamparan daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian perkebunan serta persawahan tadah hujan. Iklim Desa Suka Makmur sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan yang tidak menentu, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam lahan pertanian yang ada di Desa Suka Makmur.

Desa Suka Makmur terbagi ke dalam tiga dusun, yakni Dusun I, Dusun II dan Dusun III. Desa Suka Makmur terdiri dari 3 RW (Rukun Warga) dan 27 RT (Rukun Tetangga) masing-masing RW (Rukun Warga) terdiri dari 9 RT (Rukun Tetangga). RW (Rukun Warga) 1 merupakan gabungan dari RT 01 sampai dengan 07 dan RT 24 serta 26. RW (Rukun Warga) merupakan gabungan dari RT 08 sampai dengan 14 dan RT 27. RW (Rukun Warga) 3 merupakan gabungan dari RT 15 sampai dengan 23.

Dusun I merupakan pusat pemerintahan Desa Suka Makmur. Hal ini ditandai secara fisik dengan dibangunnya kantor desa, puskesmas, pasar, SD (Sekolah Dasar), dan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Terdapat pula SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang terletak di Dusun III. Berdasarkan letaknya, jarak antar dusun di Desa Suka Makmur tidak jauh dan akses yang mudah. Desa Suka Makmur adalah desa yang memiliki letak strategis karena berada di tengah antara desa lainnya di Kecamatan Marga Sakti Sebelat.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Penduduk Desa Suka Makmur berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda yakni: Jawa Timur, Jawa tengah, Jawa Barat, Sumendo, Padang, dan Madura. Tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat dan gotong royong yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat yang berbeda budaya.

(34)

pencaharian masyarakat tergolong ke beberapa pekerjaan. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani yaitu 1 900 jiwa (47.18%), 163 jiwa bekerja sebagai karyawan swasta (4.05%), 90 jiwa bekerja sebagai wiraswasta (2.24%), 64 jiwa bekerja sebagai PNS (1.59%), 60 jiwa bekerja sebagai buruh tani (1.49%), 41 jiwa bekerja sebagai pertukangan (1.01%), 6 jiwa bekerja sebagai jasa (0.15%), 6 jiwa bekerja sebagai pensiunan (0.15%), 2 orang jiwa bekerja sebagai TNI/POLRI (0.05%), dan 1695 jiwa bekerja di sektor lainnya.

Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian Jenis Mata Pencaharian Jumlah

(jiwa)

Sumber: Data Monografi Desa Suka Makmur 2015

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa jenis mata pencaharian masyarakat di Desa Suka Makmur didominasi oleh petani yakni sebanyak 1 900 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Desa Suka Makmur adalah sektor utama yang mana sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup pada lahan pertanian. Penggunaan lahan di Desa Suka Makmur sebagian besar diperuntukkan untuk lahan perkebunan dan sebagian sawah ditanami padi sedangkan sisanya untuk tanah kering yang merupakan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah

(35)

Jumlah penduduk Desa Suka Makmur tahun 2015 berjumlah 4 027 jiwa. Pada Tabel 2 tidak mencantumkan jumlah penduduk belum bersekolah yang berjumlah 431 jiwa. Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Suka Makmur rata-rata masih berpendidikan rendah karena mayoritas masyarakatnya hanya tamat SD (Sekolah Dasar) yakni sebanyak 2 018 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Suka Makmur rendah dikarenakan pada awal transmigran belum ada sarana pendidikan dan kurangnya kesadaran akan pendidikan serta perekonomian yang kurang.

Adat istiadat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Suka Makmur antara lain: selamatan desa, tahlilan, ‘bayenan’ atau selamatan untuk bayi yang baru lahir. Kesenian yang masih dilestarikan antara lain: organ, ‘jaranan’ atau kuda lumping, dan qasidah. Adapun kegiatan sosial yang dilakukan di desa ini, yakni perayaan ‘hajat’ pernikahan yang diadakan di rumah kediaman mempelai wanita dengan sistem gotong royong melibatkan tetangga dan saudara. Kegiatan sosial lainnya adalah pada saat tetangga yang memindahkan bangunan rumahnya maka tetangga terdekat terlibat dalam hal tersebut atau biasa disebut ‘sayan’. Kegiatan sosial lainnya adalah kerja bakti bersama untuk membuat parit jalan serta menambah ‘koral’ di setiap dusun karena kondisi jalan masih tanah dan ketika hujan jalanan menjadi licin serta berair.

Sejarah Desa Suka Makmur

Desa Suka Makmur terbentuk berawal dari kedatangan para transmigran dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat pada tahun 1983 berjumlah 400 Kepala Keluarga melalui program Transmigrasi Umum. Desa Suka Makmur sekarang sudah menjadi desa yang majemuk banyak suku hidup disini seperti Jawa, Madura, Sunda, Bali, Batak, Padang, Sumendo, dan Palembang. Setibanya di lokasi para transmigran kemudian dipimpin oleh seorang KUPT (Kepala Unit Penempatan Transmigrasi) dari Departemen Transmigrasi yang bernama Rasito, kemudian digantikan oleh Riskan. Sebelum akhirnya menjadi desa definitive dipimpin oleh Yasri sebagai KUPT (Kepala Unit Penempatan Transmigrasi).

Pada awalnya Desa Suka Makmur bernama Seblat IV SP I Ipuh II D. Berdasarkan hasil musyawarah tokoh masyarakat disepakati untuk mengganti nama Desa Seblat IV SP I Ipuh II D menjadi Desa Suka Makmur. Pemilihan pemimpin masyarakat di Desa Suka Makmur ditunjuk secara aklamasi seorang Kepala Desa yaitu Sujana sebagai Kepala Desa pertama. Pembentukan Kepala Desa selesai lalu dibentuklah RK (Rukun Kampung) yang terdiri dari 4 RK (Rukun Kampung) yang saat ini berubah menjadi Kepala Dusun untuk membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Susunan kelembagaan sudah mulai dibentuk walaupun masih sangat sederhana dan belum berjalan semestinya.

(36)

lahan kosong atau disebut tanah restan. Tanah restan merupakan tanah lebih yang dapat digunakan oleh masyarakat transmigran dan dapat menjadi hak milik jika mau mengurus sertifikat untuk tanah tersebut.

Hutan belukar dibuka oleh masyarakat untuk menikmati hasil bumi dengan menanam tanaman palawija berupa kacang, padi, dan jagung. Musim di daerah Jawa ternyata berbeda dengan musim di daerah Sumatera. Hal ini terlihat dari perubahan komoditi pertanian yang dilakukan masyarakat transmigran karena musim di Pulau Sumatera terutama di Desa Suka Makmur tidak bisa diprediksikan sesuai dengan perhitungan Jawa yaitu pranoto mongso. Pranoto mongso merupakan perhitungan jawa yang digunakan untuk menentukan bulan penanaman sampai dengan pemanenan pada tanaman palawija. Kondisi wilayah desa ini ternyata tidak cocok untuk menanam palawija karena tidak adanya irigasi dan hanya menggunakan tadah hujan sebagai pengairan. Penanaman palawija di Desa Suka Makmur kurang menghasilkan karena banyak tanaman yang gagal dan terkena hama serta penyakit. Setelah itu, masyarakat menanam tanaman kopi tetapi ternyata tidak cocok lagi dan gagal. Selanjutnya, masyarakat menanam cengkeh dan ternyata tidak ada kecocokan pula dan gagal.

Pada tahun 1990-an masuklah perkebunan karet dengan cara membeli lahan masyarakat. Perkebunan karet menguasai lahan seluas 3 639 hektar. Perusahaan perkebunan karet yang pertama kali masuk adalah PT Air Muring. Masyarakat transmigran yang belum mengetahui tanaman perkebunan sehingga masih ragu untuk menanam karet karena masyarakat menganggap bahwa menanam karet tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mayoritas masyarakat Jawa yang bertransmigrasi ke daerah ini beranggapan bahwa tanaman karet tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti penjelasan informan sebagai berikut:

ah nanti kalo nanam karet apa mau makan getahnya atau batangnya.” (HP 47)

Pada tahun 1992-an Disbun (Dinas Perkebunan) mengadakan program untuk penanaman tanaman karet. Desa Suka Makmur merupakan salah satu wilayah hamparan di Kabupaten Bengkulu Utara yang paling cocok untuk penanaman karet sehingga ditawarkanlah penanaman karet oleh Disbun dengan sistem kredit yang disebut TCSSP (Tree Crops Smallholder Supporting Programme). Penanaman tanaman baru berupa karet yang dilakukan oleh petani menjadikan munculnya kelompok-kelompok tani seperti, kelompok tani Maju 1 sampai dengan Maju 4. Maju 1 berada di Dusun I. Maju 2 dan 3 berada di Dusun II serta Maju 4 berada di Dusun III.

(37)

tutup lubang gali lubang.” (SR 54)

Penanaman tanaman karet tidak mengubah pola pertanian masyarakat namun hanya mengubah cara mengerjakannya yakni dari gotong royong menjadi individu. Sebelum menikmati panen dari hasil penanaman karet masyarakat menanam tanaman palawija dan sayuran secara tumpang sari dengan tanaman karet selama 1 sampai dengan 3 tahun sambil menunggu hasil panen karet. Panen karet dapat dihasilkan pada umur 5 tahun. Pada saat itu, hasil panen karet cukup menggembirakan bagi masyarakat transmigran karena perolehan pendapatan setiap rumah tangga meningkat ditunjang dengan harga karet tinggi yaitu sebesar Rp15 000 kg-1. Sebaliknya, pada saat penelitian ini harga karet berada pada posisi di level yang rendah yaitu Rp4000 kg-1 sampai dengan Rp4500 kg-1. Harga karet yang rendah membuat masyarakat transmigran merasa resah bahkan lahan karetnya tidak dilakukan penyadapan karena lebih memilih untuk berdagang serta kerja serabutan. Harga stabil yang seharusnya diterima oleh petani karet adalah berkisar Rp8000 kg -1 agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga berupa pangan dan non pangan. Berdasarkan penuturan Bapak HP (47 tahun) sebagai Ketua Serikat Tani Provinsi Bengkulu:

Seharusnya pemerintah bisa mencari perhitungan berapa harga yang diterima oleh masyarakat terutama rumah tangga petani karet agar mereka tidak dirugikan dan tidak kekurangan. Kondisi harga segini kalo mereka tidak pintar cari kerja serabutan maka tidak akan cukup untuk makan karena rata-rata rumah tangga petani karet disini hanya memiliki lahan satu sampai dengan dua hektar. Setidaknya harga yang stabil ya Rp8000 kg-1 an lah.” (HP 47)

(38)
(39)

PROFIL RUMAH TANGGA TRANSMIGRAN

Unit analisis pada penelitian ini adalah masyarakat transmigran. Responden pada penelitian ini adalah kepala keluarga rumah tangga transmigran. Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 61 orang. Karakteristik responden yang akan diuji pada penelitian ini adalah sumber daya keluarga dan sumber daya individu. Pada sumber daya keluarga adalah luas lahan, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan tingkat pendapatan. Adapun sumber daya individu adalah tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan usia. Sebaran responden berdasarkan luas lahan, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, usia, dan tingkat pendapatan dapat dilihat pada beberapa Tabel di bawah ini. Tabel 3 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut luas lahan

Luas lahan N

Berdasarkan Tabel 3, pada penelitian ini rumah tangga transmigran yang memiliki luas lahan paling banyak antara 0.5 sampai dengan 2 hektar yakni sebesar 63.9% dari total rumah tangga transmigran. Adapun rumah tangga transmigran yang memiliki urutan kedua terbanyak adalah petani yang memiliki lahan antara 2.25 sampai dengan 3.75 yaitu sebesar 16.4%. Sementara itu, untuk rumah tangga transmigran yang memiliki urutan ketiga terbanyak adalah petani yang memiliki luas lahan antara 4 sampai dengan 11 hektar yaitu sebesar 13.1% dan sisanya sebesar 6.6% merupakan petani yang tidak memiliki lahan.

Rata-rata kepemilikan lahan rumah tangga transmigran adalah 2 hektar. Rata-rata kepemilikan lahan ini dikarenakan pada awal transmigran setiap rumah tangga masyarakat transmigran mendapatkan pembagian lahan sebanyak 2 hektar. Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi perubahan kepemilikan lahan rumah tangga transmigran. Kepemilikan lahan rumah tangga transmigran ada yang berkurang dan bertambah. Adapula yang tidak memiliki lahan atau buruh tani. Rumah tangga transmigran yang tidak memiliki lahan memilih bekerja sebagai buruh tani, pertukangan, kuli angkut pasir, kuli karet, dan karyawan perusahaan. Adapun rumah tangga transmigran yang memiliki lahan dalam jumlah banyak dapat memperkerjakan saudara atau tetangga untuk bekerja di kebunnya. Hal ini seperti penuturan responden dan informan sebagai berikut:

(40)

Saya tidak punya kebun lagi Feb soalnya ahannya sudah habis dijual. Kalo sekarang ya kerjanya buruh pemanen sawit.” (S 50)

Tabel 4 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut jumlah tanggungan dalam keluarga

Jumlah tanggungan keluarga N (jumlah)

Berdasarkan Tabel 4, pada penelitian ini rumah tangga transmigran yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga paling banyak antara 3 sampai dengan 4 orang yakni sebesar 75.4% dari total responden. Sementara itu, untuk rumah tangga transmigran yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga urutan kedua paling banyak antara 2 yakni sebesar 18% dan sisanya sebesar 6.6% responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga sebanyak antara 5 sampai dengan 6 orang. Rata-rata jumlah tanggungan dalam keluarga adalah 3 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah tanggungan dalam keluarga rata-rata 3 orang artinya terdiri dari bapak, ibu dan 1 anak. Hal ini dikarenakan usia responden paling banyak tergolong usia muda yang telah memiliki keluarga baru dan tidak menjadi tanggungan orang tuanya. Hal ini juga berdasarkan penuturan responden sebagai berikut:

Anaknya iya 1 ini aja Feb. Iya udah ngga tinggal sama keluarga karena kan udah punya istri dan anak. Kerjanya ya ke kebun karet kalo udah selesai kadang jadi kuli angkut pasir untuk nambah penghasilan. Kalo cuma hasil dari kebun karet masih kurang apalagi nanti anak udah sekolah.” (G 30)

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan N

(41)

terbanyak selama 9 sampai dengan 12 tahun sebanyak 37.7% dan sisanya sebesar 14.8% merupakan responden yang menempuh pendidikan formal selama 1 sampai dengan 5 tahun.

Rata-rata responden menempuh pendidikan formal adalah selama 7 tahun. Dapat disimpulkan bahwa responden menempuh pendidikan formal paling banyak adalah lulusan SD (Sekolah Dasar). Adapun tingkat pendidikan responden kedua paling banyak adalah lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan sisanya tidak lulus SD (Sekolah Dasar). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan responden masih rendah yaitu belum menamatkan atau lulusan SD (Sekolah Dasar). Tingkat pendidikan responden rendah dikarenakan pada masa awal transmigran masih belum ada fasilitas pendidikan dan perekonomian keluarga kurang. Hal ini seperti penuturan responden sebagai berikut:

Orang tua dulu mah masih belum ada sekolah. Bapak dulu aja masih sekolah rakyat itu juga ngga selesai langsung diajak ke sawah sama orang tua. Jadinya mah banyak yang ngga sekolah.” (KC 69)

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut pengalaman bertani

Pengalaman bertani N

Berdasarkan tabel 6, responden pada penelitian ini memiliki pengalaman bertani paling banyak selama 21 sampai dengan 40 tahun yakni sebesar 39.3% dari total responden. Sementara itu, untuk responden yang memiliki pengalaman bertani selama 41 sampai dengan 82 tahun berada di urutan kedua yakni sebesar 32.8% dan sisanya sebesar 27.9% responden yang memiliki pengalaman bertani selama 2 sampai dengan 20 tahun. Rata-rata pengalaman bertani responden adalah 33 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa responden melakukan kegiatan pertanian dimulai sejak usia muda. Kegiatan bertani dilakukan sejak usia muda dikarenakan perekonomian yang kurang sehingga dari usia muda sudah turun langsung melakukan kegiatan pertanian untuk membantu kedua orang tua memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengalaman bertani ini juga hubungannya searah dengan usia responden dimana pada usia muda responden telah melakukan kegiatan pertanian. Hal ini juga berdasarkan penuturan responden sebagai berikut:

(42)

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut usia

Berdasarkan Tabel 7, responden pada penelitian ini responden yang berusia muda antara 25 sampai dengan 40 tahun yakni sebesar 34.4% dari total responden. Sementara itu, untuk responden yang berusia sedang dan tua antara 41 sampai dengan 55 tahun dan 56 sampai dengan 92 tahun memiliki jumlah sama yakni sebesar 32.8%. Rata-rata usia responden adalah 49 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerjaan sebagai petani dilakukan pada usia muda terbukti karena berbanding lurus dengan lama pengalaman petani dalam melakukan kegiatan pertanian. Adapun penentuan kategori usia muda, sedang, dan tua ini didasarkan pada nilai tengah yang didapatkan dari data hasil seluruh responden. Akan tetapi, pada rentang usia di atas 60 tahun responden pada penelitian ini masih aktif bertani. Hal ini berdasarkan penuturan responden sebagai berikut:

Iya masih kerja ke kebun. Anaknya udah pada nikah semua dan udah punya anak jadi kalo ngga kerja sendiri ya gimana. Kadang ya sering kecapean namanya juga udah tua. ” (W 72)

Berdasarkan Tabel 8, pada penelitian ini rumah tangga transmigran memiliki tingkat pendapatan paling banyak antara Rp11 280 000 sampai dengan Rp51 280 000 sebesar 78.6% dari total rumah tangga transmigran. Sementara itu, untuk responden yang memiliki urutan kedua terbanyak adalah petani yang berpendapatan antara Rp41 280 001 sampai dengan Rp91 280 001 yaitu sebesar 16.4% dan sisanya sebesar 5% merupakan rumah tangga transmigran dengan pendapatan antara Rp91 280 002 sampai dengan Rp131 280 002. Adapun rata-rata pendapatan rumah tangga transmigran adalah sebesar Rp38 788 852.

(43)

PERUBAHAN SOSIAL PADA MASYARAKAT

TRANSMIGRAN DI DESA SUKA MAKMUR

Perubahan Jenis-Jenis Mata Pencaharian

Jenis mata pencaharian masyarakat transmigran semakin beragam dalam berbagai golongan. Perubahan-perubahan ini dilakukan oleh masyarakat transmigran dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomiannya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan jenis mata pencaharian masyarakat transmigran.

Pada tahun 1983 masyarakat transmigran datang ke wilayah ini yaitu Desa Suka Makmur melalui program transmigrasi umum. Masyarakat yang datang berasal dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan jumlah 400 kepala keluarga. Program transmigrasi ini memberikan 2 hektar lahan bagi setiap kepala keluarga dengan pembagian 1 hektar lahan garapan, 0.75 hektar lahan belukar, dan 0.25 hektar lokasi tempat tinggal serta kebutuhan pangan dan non pangan melalui bantuan pemerintah. Terdapat juga JADUP (Jaminan Hidup) berupa bantuan dari pemerintah dikarenakan masih minimnya fasilitas kebutuhan masyarakat dan komoditi perekonomiannya belum menghasilkan. Lahan belukar masih banyak tidak dimanfaatkan maka terbentukllah kelompok tani. Tujuan kelompok tani adalah untuk mengantisipasi petani yang malas bekerja untuk mengerjakan lahan berupa penebasan hutan.

Mayoritas masyarakat transmigran berasal dari Pulau Jawa yang di daerahnya dulu bekerja sebagai petani palawija sehingga ketika datang ke wilayah ini lahan yang mereka dapatkan digunakan untuk bertani palawija. Pada saat itu, kepemilikan lahan sama dan jenis rmata pencaharian masyarakat transmigran sekitar 90% bekerja sebagai petani dan sekitar 10% bekerja di sektor non pertanian. Hal ini berdasarkan penuturan informan sebagai berikut:

Iya, kalo dulu masyarakat 90% bekerja sebagai petani karena yang merantau kesini kan banyakan dari Jawa yang dulunya disananya memang orang tani. Sedangkan yang lain ya sekitaran 10% pada merantau keluar daerah karena bagi mereka kerja tani ngga banyak menghasilkan.” (HP 47) Masyarakat yang transmigran pertama dulu itu memang bener semuanya bekerja sebagai petani palawija, kemungkinan sedikit sih keluar atau merantau karena untuk mencari penghasilan lain biasanya itu anak-anak masih muda yang merantau.” (SR 54)

(44)

Pranoto mongso merupakan perhitungan jawa yang digunakan untuk menentukan bulan penanaman sampai dengan pemanenan pada tanaman palawija. Hal ini berdasarkan penuturan informan sebagai berikut:

Pranoto mongso itu perhitungan jawa untuk bulan penanaman seperti bulan ke 12 sampai bulan ke 2 panen padi, bulan ke 3 tanam kacang, bulan ke 4 sampai ke 5 tanam jagung, bulan ke 6 sampai ke 7 membuka lahan, dan bulan ke 8 sampai ke 11 menanam padi. Ini juga disesuaikan dengan musim hujan dan musim kemarau.” (HP 47)

Penanaman palawija menggunakan perhitungan pranoto mongso ternyata tidak sesuai dengan wilayah ini karena perbedaan musim antara wilayah Sumatera dan Jawa khususnya wilayah transmigran. Bertani palawija ternyata tidak cocok karena panen yang tidak menentu dan tidak adanya irigasi sehingga masyarakat hanya menggantungkan tadah hujan sebagai pengairan. Kondisi pada saat itu belum adanya PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang bisa mengarahkan masyarakat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sementara itu, masyarakat belum mengetahui tanaman yang cocok di wilayah ini. Penanaman palawija ini kurang menghasilkan dikarenakan banyak tanaman terkena hama dan penyakit bahkan gagal memanen sehingga masyarakat transmigran mulai merasa resah. Masyarakat mulai mencoba untuk menanam tanaman keras yaitu kopi namun ternyata gagal lagi. Selanjutnya, masyarakat mencoba menanam cengkeh dan ternyata tidak ada kecocokan dan gagal. Hal ini berdasarkan penuturan informan sebagai berikut:

Masyarakat jawa dulukan masih awam jadi tahu nya ya nanam palawija itu tapi ternyata ngga cocok disini. Katanya perbedaan musim. Lalu, masyarakat mulai mencoba menanam tanaman keras yaitu kopi. Lalu, nanam cengkeh tuh ternyata ngga cocok pula dan gagal.” (S 54)

Pada tahun 1990-an masuklah perusahaan perkebunan karet ke wilayah Kecamatan Putri Hijau dengan membeli lahan masyarakat. Perusahaan perkebunan karet menguasai lahan seluas 3639 hektar. Perusahaan perkebunan karet yang pertama kali masuk adalah PT Air Muring. Masyarakat transmigran pada masa kini belum mengetahui tentang tanaman perkebunan sehingga masih ragu untuk menanam tanaman karet. Mayoritas masyarakat Jawa yang bertransmigrasi ke daerah ini beranggapan bahwa tanaman karet tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini seperti penjelasan informan sebagai berikut:

ah nanti kalo nanam karet apa mau makan getahnya atau batangnya.” (HP 47)

Gambar

Gambar 1  Hubungan antar peubah
Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis mata pencaharian
Tabel 3 Jumlah dan persentase rumah tangga transmigran menurut luas lahan
Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengenalan citra sasirangan menggunakan Algoritma LVQ ( Linear Vector Quantization ) berbasis median filter yang dilakukan kepada 2 data hasil ekstraksi GLCM yang dengan

Hal ini bermakna bahwa interaksi yang paling tinggi adalah indikator mempengaruhi, dengan kata lain dalam interaksi antara siswa dengan siswa, guru dan dan orang

Berdasarkan hasil perhitungan tabel 2 di atas, diketahui besar koefisien tenaga kerja Industri Bawang Goreng Triple C sebesar 0,27 didapatkan dari pembagian

Pada hari ini Senin tanggal Dua puluh sembilan bulan Oktober tahun Dua ribu dua belas, Kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa

ANGKA AKTUAL SKOR POLA PANGAN HARAPAN KONSUMSI PANGAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA SURVEY SOSIAL EKONOMI NASIONAL DIY TAHUN 2015 .... PENGELUARAN UNTUK KONSUMSI DAN HARGA PANGAN

Susan Stainback(1988:227) menyatakan dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan partisipas

Pada batu kapur A dalam kondisi kering memiliki nilai konduktivitas sebesar 0.34 S/m, namun setelah direndam dengan aquades nilai konduktivitas meningkat

Sehubungan dengan hukum kausalitas (al-musabbibiyah) adalah bisa diilustrasikan jika seorang pelaku ekonomi melakukan perbuatan tidak jujur, baik dalam hal kualitas