• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Acacia decurrens Willd. terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Gigaspora sp. dan Pemupukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Acacia decurrens Willd. terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Gigaspora sp. dan Pemupukan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN

Acacia decurrens

Willd

.

TERHADAP INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

Gigaspora

sp

.

DAN PEMUPUKAN

DORIN LIDA KUSUMAWARDANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan

Acacia decurrens Willd. terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Gigaspora

sp. dan Pemupukan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Dorin Lida Kusumawardani

(4)

ABSTRAK

DORIN LIDA KUSUMAWARDANI. Respon Pertumbuhan Acacia decurrens

Willd. terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Gigaspora sp. dan Pemupukan Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R.

Kebutuhan bibit meningkat dengan cepat pada pencapaian progam rehabilitasi hutan yang diinisiasikan oleh Kementerian Kehutanan untuk mereduksi tingkat kekritisan lahan dan mengembalikan fungsi hutan pada tahun 2014. Acacia decurrens Willd adalah spesies yang familiar memiliki tingkat adaptabilitas yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, bernilai pada kayunya, getah, tanin, digunakan sebagai bahan baku pulp, kayu lapis dan potensial untuk dibudidayakan pada jumlah yang banyak dalam memenuhi permintaan bibit. Pada penelitian ini, fungi arbuskula mikoriza (FMA) Gigaspora sp. diinokulasikan pada A. decurrens untuk menilai respon pertumbuhan dan mengevaluasi efektivitas masing-masing kombinasi perlakuan antara FMA dan pupuk. Analisis statistik digunakan untuk mengidentifikasikan pengaruh signifikan setiap faktor perlakuan terhadap parameter respon pertumbuhan. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan pupuk memberikan peningkatan respon pertumbuhan secara nyata daripada perlakuan FMA. Penambahan pupuk 0.05 g dan FMA 2 g memiliki efektivitas yang tinggi dalam meningkatkan biomassa akar, indeks mutu bibit dan kolonisasi akar.

Kata kunci: Acacia decurrens, fungi mikoriza arbuskula, respon pertumbuhan, rehabilitasi

ABSTRACT

DORIN LIDA KUSUMAWARDANI. Growth Responses of Acacia decurrens

Willd. to Inoculation with Arbuscular Mycorrhizal Fungi Gigaspora sp. and Fertilization. Supervised by SRI WILARSO BUDI R.

Seedlings necessity is rapidly increase in achieving 2.5 millions hectare forest rehabilitation program which initiated by Ministry of Forestry to reduce critical land and recover forest function in 2014. Acacia decurrens Willd. is a familiar species which has a high adaptability to environmental condition, valuable for its woods, gum, tannin, utilized as raw materials for pulp, plywood, and potentially can be cultivated into mass quantity to meet a demand of seedlings. In this research, arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) Gigaspora sp. in inoculated with A. decurrens to assess the growth response and to evaluate the effectiveness of each treatment combination between AMF and fertilizer. The statistical analysis was used to identify the significance of each treatment factors towards growth response parameters. Results showed that fertilizer treatment was significantly increasing growth responses rather than AMF treatment. The additional 0.05 g fertilizer and 2 g AMF treatment are highly effective to gain root biomass, seedling quality index and root colonization.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

RESPON PERTUMBUHAN

Acacia decurrens

Willd

.

TERHADAP INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

Gigaspora

sp

.

DAN PEMUPUKAN

DORIN LIDA KUSUMAWARDANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah Respon Pertumbuhan Acacia decurrens Willd. terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Gigaspora sp. dan Pemupukan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MSc.FTrop yang telah banyak memberi saran pada penulisan skripsi. Penghargaan penulis sampaikan kepada pihak yang membantu dalam analisis unsur hara tanah dan kandungan biomasa di Laboratorium Tanah BALITBANG (Balai Penelitian dan Pengembangan) Pertanian, Bogor, Ibu Ismi dan Bapak Yudi pada analisis klorofil di Laboratorium Spektrophotometry UV-VIS, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Selain itu terima kasih kepada Bapak Dr Ir Supriyanto, DEA, Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda, M.Si, Bapak Dr Ir Naresworo Nugroho, MS, dan Bapak Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam pencapaian prestasi akademik maupun non-akademik selama menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Bapak Dhanoe Soepomo), ibu (Ibu Tutik Lisaju), adik (Endah Nurwijayanti) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada rekan-rekan Silvikultur 47, penghuni kostan Wisma Queen 1, sahabat-sahabat kecil Agen Hijau IGTV, rekan-rekan IFSA LC IPB, IFSA World, dan delegasi COP-12 UNCBD yang membantu dalam mendukung secara moral dan materi selama proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat dalam pengembangan dan penerapan ilmu di masa yang akan datang.

Bogor, Februari 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

Persiapan semai dan Media Sapih 2

Inokulasi Tanaman 2

Pemeliharaan Tanaman 3

Pengamatan dan Pengumpulan Data 3

Rancangan Percobaan 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Tinggi dan Diameter 5

Bobot Kering 8

Nisbah Pucuk Akar 10

Indeks Mutu Bibit 11

Kolonisasi Akar 12

Serapan Unsur P 14

Analisis Klorofil 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 22

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap parameter pertumbuhan semai akasia (A. decurrens)(8 MST) 5 2 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian faktor perlakuan terhadap riap

tinggi semai akasia (A. decurrens) (8 MST) 6

3 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian FMA terhadap riap diameter

semai akasia (A. decurrens) (8 MST) 7

4 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk terhadap parameter bobot

kering semai akasia (A. decurrens) (8 MST) 8

5 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi pemberian pupuk dan FMA terhadap bobot kering akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST) 9 6 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk terhadap indeks mutu

bibit semai akasia (A. decurrens) (8 MST) 11

7 Hasil uji Duncan pengaruh terhadap kolonisasi akar semai akasia (A.

decurrens) (8 MST) 13

8 Hasil uji Duncan pengaruh faktor perlakuan terhadap serapan unsur

hara P semai akasia (A. decurrens) (8 MST) 15

9 Hasil analisis kandungan klorofil pada daun semai akasia (A.

decurrens) (8 MST) 16

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata pertumbuhan tinggi semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA 6

2 Rata-rata pertumbuhan diameter semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA 7

3 Nilai nisbah pucuk akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST) terhadap

perlakuan penambahan pupuk dan FMA 10

4 Nilai indeks mutu bibit akasia (A. decurrens) (8 MST) terhadap

perlakuan penambahan pupuk dan FMA 12

5 Presentase kolonisasi akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA 13

6 Struktur hifa ekstarseluler (A), hifa intraseluler (B), arbuskula (C), dan

auxilary cells (D) 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan FMA terhadap riap tinggi akasia (A. decurrens) (8 MST) 22 2 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan

FMA terhadap riap diameter akasia (A. decurrens) (8 MST) 22 3 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan

FMA terhadap bobot kering pucuk akasia (A. decurrens) (8 MST) 22 4 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan

(13)

5 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan FMA terhadap bobot kering total akasia (A. decurrens) (8 MST) 23 6 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan

FMA terhadap nisbah pucuk akar akasia(A. decurrens) (8 MST) 23 7 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan

FMA terhadap indeks mutu bibit akasia(A. decurrens) (8 MST) 23 8 Hasil sidik ragam pengaruh berbagi perlakuan penambahan pupuk dan

FMA terhadap kolonisasi akar akasia (A. decurrens) (8 MST) 23 9 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap

serapan unsur P akasia (A. decurrens) (8 MST) 24 10 Hasil analisis rata-rata kandungan unsur N,P dan K pada jaringan semai

akasia (A. decurrens) (8 MST) 24

11 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno 2010) 25

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan bibit meningkat seiring dengan era rehabilitasi hutan dan lahan yang dicanangkan oleh Kementerian Kehutanan. Hingga tahun 2014, hutan seluas 2.5 juta hektar ditargetkan untuk dilakukan rehabilitasi, sebagai upaya mereduksi tingkat kekritisan lahan dan pengembalian fungsi hutan (Pusat Humas Kementerian Kehutanan dan Forclime 2011). Jenis tanaman yang dibutuhkan dalam rehabilitasi harus memenuhi kriteria yang bersifat toleran, lokal, adaptif, dan memberikan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar.

Jenis Acacia decurrens merupakan tanaman yang berasal dari famili Fabaceae dan memiliki nama lokal Bintami. Jenis ini telah dibudidayakan sejak tahun 1915 khususnya di daerah Wonosobo, Jawa Tengah (Retnowati 2004). Tanaman ini memiliki karakteristik fast growing species, adaptabilitas lingkungan yang baik dan dapat menjadi pioner pada kawasan pasca terbakar karena memiliki kemampuan untuk berkecambah pada suhu yang tinggi (Hamzah et al. 2010). Populasinya ditemukan menyebar secara alami dalam suksesi di kawasan pasca erupsi, Gunung Merapi (Pradana 2013). Jenis ini sering dimanfaatkan sebagai kayu bakar, termasuk kategori yang baik sebagai bahan pulp dan berpotensi menghasilkan gum (Wijayanti 2013). Hasil penelitian Syafii (2000) menambahkan bahwa A. decurrens dapat dijadikan sebagai papan serat, tanin pada kulitnya berfungsi sebagai perekat. Berdasarkan adaptabilitas dan fungsi tersebut, A. decurrens dapat menjadi salah satu jenis pohon lokal non dipterocarpaceae yang dapat dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan bibit.

Kualitas bahan tanaman dan lahan perlu ditingkatkan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dalam pertumbuhan suatu jenis tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan menurut Martin et al. (2004), yaitu melalui pemanfaatan mikroorganisme tanah yang dapat menentukan adaptabilitas dan daya hidup pertumbuhan tanaman. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikroba-simbion dalam tanah yang berasosisasi secara mutualisme dengan tanaman. Tanaman dengan mikoriza memiliki adaptasi yang tinggi terhadap kekeringan, mampu menyerap racun dalam tanah yang tercemar logam berat, dan tahan terhadap gangguan hama, penyakit (Zandavalli et al. 2004). Mikoriza berfungsi meningkatkan proses penyerapan dan translokasi fosfor untuk nutrisi pertumbuhan tanaman melalui sistem perakaran yang luas (Paul dan Clark 1989). Penelitian simbiosis fungi mikoriza arbuskula dengan jenis tanaman A. decurrens

perlu dilakukan, untuk mengetahui tingkat efektivitasnya pada berbagai perlakuan tambahan dengan dosis pupuk yang berbeda.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui respon pertumbuhan tanaman

(16)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi tentang peranan FMA dalam pertumbuhan A. decurrens, sehingga dapat membantu pertumbuhan tanaman.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian mulai dilaksanakan pada September 2013 hingga Maret 2014. Inokulasi tanaman dengan FMA dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Penghitungan kolonisasi FMA dilakukan di Laboratorium Silvikultur, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Analisis unsur hara tanah dan kandungan biomassa dilakukan di Laboratorium Tanah BALITBANG (Balai Penelitian dan Pengembangan) Pertanian, Bogor. Analisis klorofil dilakukan di Laboratorium Spektrophotometry UV-VIS, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat penyiraman, mistar ukur, kaliper digital, gunting, sudip, sendok, gelas ukur, botol kaca,

polybag, plastik, label, cawan petri, pinset, oven, mikroskop stereo, timbangan o-hauss, kamera digital, kamera mikroskop (opti lab), software Micrososf Office Excel, software SAS (Statistic Analysis System) 9.1 portable.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang telah disterilkan, bibit A. decurrens umur 2 minggu, pupuk majemuk dengan merek dagang Hyponex merah memiliki kandungan unsur makro yaitu N (Nitrat Nitrogen 4.5%, Urea Nitrogen 20.5%), P 5%, K 20% dan unsur mikro meliputi B, Ca, Cu, Co, Fe, inokulum fungi mikoriza arbuskula (FMA) yaitu Gigaspora sp., alkohol 75%, aquades, KOH 25%, HCl 0,1 N, trypan blue, gliserin 50%.

Prosedur Penelitian Persiapan semai dan media sapih

Benih A. decurrens disemaikan pada tray dengan media pasir. Semai umur 2 minggu dipindahkan pada media sapih berupa top soil yang sudah disterilkan melalui penyangraian dan dimasukkan ke dalam polybag.

Inokulasi tanaman

(17)

3

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman, pencegahan terhadap hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara, pengontrolan setiap hari melalui pengamatan untuk memastikan tidak adanya serangan hama dan penyakit pada semai, membunuh hama sebagai cara pembasmian.

Pengamatan parameter dan pengumpulan data

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah tinggi semai, diameter semai, bobot kering mencakup bobot kering akar (BKA), bobot kering pucuk (BKP), bobot kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), presentase kolonisasi FMA, serapan unsur P, indeks mutu bibit (IMB) dan analisis klorofil.

Tinggi Semai (cm). Pengukuran tinggi semai dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu pengamatan. Pengukuran dengan mistar dari pangkal batang hingga titik tumbuh pucuk semai.

Diameter Semai (mm). Pengukuran diameter semai dilakukan setiap 4 minggu sekali selama 8 minggu pengamatan. Pengukuran dengan kaliper digital dihitung 1 cm dari pangkal batang.

Analisis Klorofil. Pemilihan sampel dilakukan dengan memilih urutan daun yang tidak terlalu muda dari titik tumbuh pucuk semai, digunakan 2 sampel daun setiap perlakuan. Sampel uji dianalisis oleh Laboratorium Spektrophotometry UV-VIS, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Bobot Kering Tanaman (g). Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan. Bagian pucuk dan akar dipotong, dimasukkan kedalam kertas secara terpisah, kemudian di oven pada suhu 60 oC selama 48 jam.

Nisbah Pucuk Akar. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan bobot kering pucuk dengan bobot kering akar.

Serapan Unsur P (g/polybag). Nilai serapan unsur P diketahui melalui analisis laboratorium dan perhitungan. Analisis dilakukan dengan sampel biomassa bagian pucuk yang telah diukur bobot keringnya diambil sebanyak 3 sampel setiap perlakuan. Sampel uji dianalisis oleh Laboratorium Tanah BALITBANG Pertanian, Bogor. Nilai serapan unsur hara dihitung menggunakan rumus perhitungan (Prayudyaningsih 2014).

Serapan hara (g/polybag) = konsentrasi jaringan (%) x bobot kering tanaman (g)

Indeks Mutu Bibit. Perhitungan dilakukan untuk mengetahui daya tahan hidup tanaman dengan metode Roller (Soedarmo 1993 dalam Prayudyaningsih 2014).

Bobot kering total

Tinggi semai Bobot kering pucuk

Presentase Kolonisasi FMA. Tahapan pengamatan kolonisasi FMA diawali dengan metode penjernihan (clearing) dan pewarnaan (staining) akar menggunankan metode Brundrett et al. 1996. Akar dipotong pada bagian ujung, kemudian disimpan kedalam gelas kaca berisi alkohol 75%. Akar yang direndam

+

(18)

4

alkohol lalu dibilas dengan air mengalir, kemudian akar direndam menggunakan KOH 2,5% dan dioven pada suhu ± 90 °C selama 40 menit. Akar dibilas kembali menggunakan air mengalir, direndam kedalam larutan HCl 0,1 N selama 10 menit. Larutan HCl 0,1 N diganti dengan larutan trypan blue dan dioven pada suhu ± 90 °C selama 40 menit. Akar yang berwarna menjadi biru dibilas dengan air mengalir, kemudian disimpan kedalam gelas kaca berisi larutan gliserin 50%.

Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x10, dilakukan sebanyak 5 kali disetiap perlakuan, sehingga terdapat 80 sampel yang diamati. Sampel akar diletakkan pada cawan petri yang telah diberi grid, kemudian pengamatan dilakukan secara horizontal dan vertikal. Bidang pandang yang terinfeksi ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda hifa, arbuskula, maupun vesikula. Presentase terinfeksi dihitung dengan rumus Giovanenetti dan Moose 1980 (Christina 2010), sebagai berikut:

∑ Bidang pandang yang terkolonisasi

× 100%

∑ Keseluruhan bidang pandang

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu, dosis pupuk dan dosis inokulum fungi mikoriza arbuskula (FMA). Masing-masing faktor terdiri dari 4 taraf perlakuan dengan 10 kali ulangan. Total pengamatan seluruhnya berjumlah 160 polybag. Faktor perlakuan dirinci sebagai berikut:

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf kepercayaan 99% dan 95% menggunakan software statistik SAS 9.1 portable. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap parameter, maka dilakukan uji beda nyata Duncan

(Duncan Multiple Range Test). Model persamaan linier pada penelitian ini menggunakan rumus Hanafiah (2005a) :

Yijk = µ+ αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk =Nilai /respon dari pengamatan pada faktor pupuk taraf

(19)

5

Analisis uji statistik dari hasil pengamatan 8 MST (Minggu Setelah Tanam) parameter pertumbuhan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap parameter pertumbuhan semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Parameter Perlakuan

Serapan Unsur P 0.0005** 0.0114* 0.4731tn

Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah signifikan; **= perlakuan berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 99% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0.01; = perlakuan berpengaruh nyata

pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0.05 (α); tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0.05 (α).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter, bobot kering pucuk, bobot kering akar, bobot kering total, indeks mutu bibit, kolonisasi akar dan serapan unsur P (Tabel 1). Masing-masing parameter yang berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap parameter dilakukan uji Duncan.

Tinggi dan Diameter

Fase pertumbuhan yang paling menonjol pada tingkat semai adalah pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi dan diameter. Riap tinggi dan diameter dihitung untuk mengetahui pertambahan parameter pada akasia 8 MST. Hasil sidik ragam pemberian pupuk menunjukkan pengaruh sangat nyata sedangkan pemberian FMA berpengaruh nyata terhadap riap tinggi semai akasia umur 8 MST (Tabel 1).

(20)

6

paling signifikan ditunjukan dengan presentase peningkatan sebesar 103.93%. Faktor perlakuan GI1 g menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap perlakuan GI0 dan GI3 karena dapat meningkatkan riap paling tinggi yaitu sebesar 26.52%.

Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian faktor perlakuan terhadap riap tinggi semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Faktor Rata-rata Riap Tinggi (cm)

Peningkatan (%)

P0 (dosis 0 g) 14.36b 0.00

P1 (dosis 0.05 g) 25.37a 76.63

P2 (dosis 0.075 g) 29.30a 103.93

P3 (dosis 0.1 g) 26.88a 87.14

GI0 (dosis 0 g) 21.47b 0.00

GI1 (dosis 2 g) 27.17a 26.52

GI2 (dosis 4 g) 24.57ab 14.42

GI3 (dosis 6 g) 22.71b 5.71

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Perlakuan penambahan dosis pupuk lebih efektif dalam meningkatkan riap tinggi daripada faktor perlakuan FMA. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan 8 MST pada perlakuan P2GI2 yang menunjukkan pertumbuhan tinggi paling signifikan (Gambar 1), tetapi perlakuan penambahan pupuk 0.075 g merupakan faktor yang paling memengaruhi perlakuan tersebut ditinjau dari hasil uji Duncan dan tidak ada pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan pada hasil sidik ragam.

(21)

7

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kontrol (P0) berbeda nyata terhadap perlakuan penambahan dosis pupuk lainnya, karena menunjukkan rata-rata riap diameter semai paling rendah (Tabel 3). Penambahan pupuk dengan dosis 0.1 g memberikan peningkatan riap diameter paling signifikan sebesar 94.71%.

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk terhadap riap diameter semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Hasil pengamatan 8 MST perlakuan P3GI0 (pupuk 0.1 g, mikoriza 0 g) menunjukkan pertumbuhan paling signifikan dengan rata-rata diameter sebesar 2.20 mm (Gambar 2). Hasil tersebut membuktikan tidak adanya pengaruh nyata faktor FMA dalam pertumbuhan diameter sesuai analisis sidik ragam.

Gambar 2 Rata-rata pertumbuhan diameter semai akasia (A. decurrens) (8 MST) terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA

Hasil dari kedua parameter menunjukkan bahwa penambahan pupuk merupakan faktor perlakuan yang efektif dalam meningkatkan tinggi dan diameter semai. Hal ini didukung oleh penelitian Kurniaty (2010); Tamin (2010); Kurniaty dan Damayanti (2011) diketahui bahwa perlakuan penambahan pupuk

(22)

8

memengaruhi secara signifikan dalam peningkatan pertumbuhan diameter dan tinggi bibit dibandingkan dengan perlakuan penambahan FMA.

Efektivitas perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan pada semai diakibatkan oleh ketersediaan unsur hara yang mencukupi sejak awal pertumbuhan tanaman, sedangkan FMA diduga belum berperan aktif dalam proses asosiasi dengan tanaman pada awal pertumbuhan (Tamin 2010). Fase vegetatif atau fase pertumbuhan awal yang meliputi tinggi dan diameter pada semai lebih membutuhkan unsur nitrogen (Kurniaty dan Damayanti 2011). Ketersediaan unsur nitrogen untuk mendukung pertumbuhan pada fase vegetatif didapatkan oleh tanaman melalui pemupukan, sedangkan fungsi utama FMA adalah membantu suplai fosfor bagi tanaman yang memiliki kecenderungan meningkatkan pertumbuhan akar.

Bobot Kering

Bobot kering merupakan parameter yang mencirikan ekofisiologi tanaman, yaitu proses translokasi dari hormon, nutrisi, air, dan vitamin yang berinteraksi dengan lingkungan memacu pembelahan sel untuk membentuk jaringan tanaman (Gardner et al. 1991). Bobot kering dijadikan sebagai salah satu ciri pertumbuhan bagi tanaman karena akumulasi dari nutrisi, proses pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel dapat diketahui dari parameter tersebut.

Penghitungan bobot kering terdiri dari parameter bobot kering pucuk (BKP), bobot kering akar (BKA) dan bobot kering total (BKT) yang dilakukan pada akhir pengamatan tanaman. Berdasarkan hasil uji sidik ragam semua perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap BKP, BKA dan BKT. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa faktor penambahan pupuk pada dosis 0.1 g memberikan rata-rata bobot kering dan presentase peningkatan paling tinggi pada parameter BKP, BKA, BKT masing-masing 224.97%, 119.47%, dan 196.63% (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk terhadap parameter bobot kering semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk 0.1 g merupakan manifestasi yang baik bagi penunjang nutrisi selama proses yang terjadi dalam pertumbuhan semai akasia. Perlakuan P0 tanpa pemberian pupuk berbeda nyata pada semua parameter karena tidak memberikan input peningkatan dan memiliki hasil rata-rata bobot kering paling rendah. Bobot kering pucuk memberikan input paling besar terhadap bobot kering total yang menunjukkan perkembangan pucuk tanaman lebih besar daripada pertumbuhan akar.

(23)

9

Bobot kering akar dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara pemberian pupuk dengan FMA berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 1). Hasil uji Duncan interaksi menunjukkan perlakuan P3GI2 memiliki hasil paling signifikan ditinjau dari rata-rata bobot kering 0.434 g dan presentase peningkatan 342.86% yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 5). Kombinasi perlakuan antara pemberian pupuk dengan FMA cenderung menunjukkan interaksi yang positif seperti pada perlakuan P1GI1 dan P1GI3 masing-masing memiliki peningkatan sebesar 339.80% dan 300%.

Perlakuan penambahan pupuk dengan dosis rendah tanpa FMA seperti perlakuan P1GI0 (pupuk 0.05 g dan FMA 0 g) memberikan hasil akhir BKA yang tergolong rendah dibandingkan dengan perlakuan pada dosis pupuk yang sama yaitu faktor P1 (pupuk 0.05 g). Perlakuan tunggal FMA seperti pada P0GI3 (pupuk 0 g dan FMA 6 g) memberikan pertumbuhan yang kurang progresif ditunjukkan pada presentase peningkatan yang rendah yaitu 18.37%, dengan rata-rata BKA hanya 0.116 g.

Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi pemberian pupuk dan FMA terhadap bobot kering akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Perlakuan Rata-rata Bobot

(24)

10

Interaksi yang terjadi antara pupuk dengan mikoriza menunjukkan adanya peran FMA terhadap bobot kering akar. Peran FMA mengakibatkan adanya sistem perluasan hifa eksternal dari FMA untuk mengesksploitasi volume tanah dan peningkatan serapan P yang berperan dalam pertumbuhan akar (Paul dan Clark 1989). Perluasan hifa eksternal tersebut mengakibatkan volume akar menjadi bertambah dan memengaruhi bobot kering akar.

Perlakuan tunggal FMA menunjukkan hasil yang kurang progresif terhadap bobot kering akar seperti pada perlakuan P0GI3. Berdasarkan hasil penelitian Kurniaty et al. (2013) dinyatakan bahwa inokulasi mikoriza secara tunggal dapat memberikan interaksi negatif terhadap inang karena dapat menurunkan bobot kering tanaman sebesar 19%.

Hal ini didukung oleh pernyataan Garcia-Garido dan Vierhelig (2009) bahwa eksudat atau nutrisi yang terdapat pada akar akan meningkatkan simbiosis pada FMA. Nutrisi yang tersedia oleh akar digunakan untuk perkembangan FMA dalam fase presimbiosis meliputi proses pertumbuhan dan percabangan hifa. Fase tersebut merupakan tolak ukur keberhasilan simbiosis FMA dengan tanaman inangnya. Ketersediaan nutrisi tambahan melalui pemberian pupuk dapat meningkatkan simbiosis FMA, sehingga berpengaruh positif terhadap parameter bobot kering akar seperti pada perlakuan P1GI1 dan P1GI3 dibandingkan perlakuan tunggal P0GI3.

Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar merupakan alometri dari pertumbuhan ujung dan pertumbuhan akar yang memiliki kepentingan fisiologis karena dapat menggambarkan toleransi terhadap kekeringan (Gardner et al. 1991). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa semua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar.

Gambar 3 Nilai nisbah pucuk akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST) terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA

Semai akasia pada perlakuan P0GI2, P0GI3, P1GI0 secara bertuturt-turut memiliki nilai NPA 2.44, 3.03, dan 3.16 (Gambar 3). Klasifikasi Duryea dan Brown (1984) dalam Darwo dan Sugiarti (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan

(25)

11

dan kemampuan hidup semai yang terbaik pada umumnya berkisar pada interval nilai NPA 1-3. Ketiga perlakuan diatas tergolong pada interval dengan pertumbuhan dan kemampuan hidup yang baik, mengindikasikan bahwa tanaman memiliki keseimbangan besarnya tranpirasi yang terjadi melalui tajuk terhadap kapasitas penyerapan hara (Ramdhan 2014). Hasil perhitungan NPA didominasi dengan nilai yang lebih tinggi dari klasifikasi yaitu 3.77-5.31. Nilai NPA tersebut mengindikasikan tidak adanya keseimbangan proses transpirasi dan serapan nutrisi akibat ketersediaan unsur hara dan air yang mencukupi sehingga pertumbuhan pucuk lebih mendominasi dan hasil NPA semakin besar.

Indeks Mutu Bibit

Indeks mutu bibit adalah nilai yang dapat menunjukkan kualitas suatu bibit tanaman yang dikaitkan dengan kemampuan bibit untuk dapat bertahan pada kondisi lingkungan tertentu (Hendromono 2003 dalam Tamin 2010). Perlakuan P0 menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap perlakuan P1 dan P3 (Tabel 6). Perlakuan P0 memiliki hasil rata-rata indeks mutu bibit dan presentase peningkatan paling rendah, dibandingkan perlakuan P3 yang menunjukkan hasil IMB paling tinggi dengan rata-rata 0.06. Berdasarkan hasil penelitian Tamin (2010) didapatkan hasil bahwa pupuk merupakan faktor yang paling memengaruhi nilai IMB.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk terhadap presentase Indeks Mutu Bibit semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

P2(dosis0.075 g) 0.04ab 93.75

P3 (dosis 0.1 g) 0.06a 190.00

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Nilai indeks mutu bibit didapatkan dari beberapa parameter antara lain pertumbuhan tinggi, diameter, bobot kering akar, bobot kering pucuk dan bobot kering total. Yudhistira (2012) menyatakan bahwa nilai indeks mutu bibit dapat menunjukkan kualitas suatu bibit tanaman yang dikaitkan dengan kemampuan bibit untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan tertentu. Indeks mutu bibit merupakan indikator kesiapan bibit untuk dipindah ke lapangan (Kurniaty 2010). Kurniaty dan Damayanti (2011) menyatakan bahwa bibit dengan nilai IMB > 0.09 akan memiliki daya tahan hidup paling tinggi di lapangan.

(26)

12

Gambar 4 Nilai indeks mutu bibit akasia (A. decurrens) (8 MST) terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA

Nilai indeks mutu bibit diindikasikan paling dipengaruhi oleh parameter bobot kering pucuk dan bobot kering akar yang dijadikan sebagi rasio pembagi. Nilai rasio dua parameter tersebut merupakan penentu nilai nisbah pucuk akar. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa nilai NPA menunjukkan pertumbuhan pucuk lebih mendominasi akibat ketersediaan unsur hara dan air yang mencukupi dalam pertumbuhan. Unsur hara yang cukup ditunjukkan oleh pengaruh nyata perlakuan pemupukan terhadap nilai IMB merujuk pada hasil perhitungan uji Duncan (Tabel 6). Hal ini mengakibatkan performa akar yang kurang baik dan memengaruhi adaptasi tanaman terhadap kondisi lingkungan tertentu, sehingga berimplikasi pada nilai IMB yang rendah. Faktor usia akasia yang masih muda yaitu 8 minggu mengindikasikan bahwa bibit belum siap ditanam di lapangan.

Kolonisasi Akar

Kolonisasi akar diukur berdasarkan jumlah bidang pandang yang terinfeksi oleh FMA terhadap total bidang pandang. Menurut Sylvia (1999) kolonisasi akar dapat dikatakan infektif apabila infeksi FMA dapat menembus dan menyebar di dalam akar. Bakhtiar (2002) dalam Rengganis (2013) menyatakan bahwa infeksi akar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komposisi eksudat, jenis inokulum, faktor lingkungan dan kompatibilitas inang.

Menurut Fakuara (1988) pemupukan merupakan faktor yang memengaruhi intensitas kolonisasi FMA. Penambahan pupuk sebanyak 0.05 g berpengaruh nyata terhadap kenaikan rata-rata kolonisasi akar, sedangkan dosis 0.1 g memberikan penurunan infeksi akar sebesar 35.73% terhadap kontrol (Tabel 7). Berdasarkan hasil uji Duncan dapat diketahui bahwa penambahan dosis pupuk mengakibatkan penurunan kolonisasi akar semai akasia. Hal ini didukung oleh pernyataan Fakuara (1988); Hidayat (2003); Tamin (2010) bahwa pemupukan khususnya pupuk fosfat dan nitrogen mengakibatkan penurunan kolonisasi FMA. Kandungan unsur pada jenis pupuk yang digunakan pada semua perlakuan terdiri dari 25% N, 5% P dan 20% K. Penambahan dosis pupuk mengakibatkan kenaikan

(27)

13

jumlah unsur N dan P pada tanaman. Unsur N yang tinggi merupakan faktor penghambat kolonisasi seiring dengan peningkatan ketersediaan unsur P terhadap penambahan dosis pupuk.

Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk terhadap kolonisasi akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Faktor Rata-rata kolonisasi akar (g)

Menurut kriteria yang digunakan pada Institute of Mycorrhizal Research and Development (Rajapakse dan Miller 1992) tingkat kolonisasi akar terbagi menjadi klasifikasi sangat rendah (<5%), rendah (6-25%), sedang (26-50%), tinggi (51-75%), dan sangat tinggi (>75%). Presentase kolonisasi semua perlakuan semai akasia menunjukkan hasil presentase kolonisasi termasuk kriteria rendah (15.12-25.80%) dan sedang (26.50- 43.26%) (Gambar 5). Hasil kolonisasi yang rendah ditunjukkan pada perlakuan tanpa pemberian pupuk dan pemupukan 0.1 g.

Perlakuan tanpa pemberian pupuk memberikan hasil kolonisasi yang rendah. Hal ini diakibatkan oleh ketersediaan jumlah eksudat yang lebih sedikit, akibat tidak adanya penambahan unsur hara melalui pemupukan. Ketersediaan eksudat dalam rizosfer memiliki peran sebagai sinyal utama pada tumbuhan dalam interaksi dengan FMA, menstimulasi tanaman inang dalam perkecambahan spora, meningkatkan simbiosis dan kolonisasi antara tanaman inang dan FMA

(Garcia-P

Gambar 5 Presentase kolonisasi akar semai akasia (A. decurrens) (8 MST) terhadap perlakuan penambahan pupuk dan FMA

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

(28)

14

Garido dan Vierhelig 2009). Ketersediaan eksudat melalui pemupukan yang seimbang lebih memberikan respon kolonisasi yang baik seperti pada perlakuan penambahan pupuk 0.05 g dibandingkan dengan pemberian pupuk 0.1 g.

Perlakuan tanpa penambahan FMA menunjukkan adanya kontaminasi dan mengakibatkan kolonisasi akar pada taraf yang rendah. Error pada perlakuan ini diindikasikan oleh faktor luar antara lain penggunaan air yang tidak steril dan memungkinkan menjadi faktor pembawa spora FMA secara alami, peletakan antar perlakuan yang berhimpitan dan sporadisasi akar yang luas hingga menembus

polybag dapat mengontaminasi perlakuan lainnya.

Karakterisik kolonisasi FMA pada akar dicirikan dengan hifa (intraseluler dan interseluler), arbuskula, dan vesikula (Goltapeh et al. 2008). Menurut Sylvia (1999) terdapat perbedaan karakterisitik morfologis yang mencirikan kolonisasi FMA jenis Gigaspora yaitu dengan tidak adanya intraradikal vesikel dan membentuk diferensiasi dengan susunan ekstra-radikal sel (auxilary cells)

(Gambar 6).

Serapan Unsur P

Analisis perhitungan serapan unsur hara P bertujuan untuk mengetahui besarnya serapan P terhadap peran FMA dan pemupukan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata dan FMA berpengaruh nyata terhadap serapan unsur P.

Unsur P merupakan komponen yang esensial bagi pertumbuhan tanaman. Sifat immobilitas unsur P membuat ketersediannya terbatas bagi tanaman (Tamin 2010). Penggunaan FMA menurut Fakuara (1988); Paul dan Clark (1989) dapat

A

A B

D C

(29)

15

meningkatkan serapan P oleh tanaman melalui perluasan permukaan akar oleh hifa dan enzim fosfatase yang dihasilkan oleh FMA yang mampu mengkatalis hidrolisis kompleks fosfor yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.

Perlakuan pupuk P2 (dosis 0.075) memiliki hasil serapan P rata-rata 0.0412 g/polybag dan peningkatan sebesar 154.32% terhadap kontrol (Tabel 8). Dosis pupuk P2 memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dosis lainnya. Faktor perlakuan FMA paling berbeda nyata ditunjukkan pada GI1 (dosis 2 g), karena menunjukkan serapan P yang paling tinggi dibandingkan penambahan FMA lainnya, yaitu sebesar 0.0042 g/polybag. Perlakuan pemupukan menunjukkan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan FMA dalam menyerap unsur P. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian Tamin (2010) bahwa perlakuan pemupukan tanpa inokulasi FMA menunjukkan serapan P yang paling tinggi. Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian faktor perlakuan terhadap serapan

unsur hara P semai akasia (A. decurrens)(8 MST)

Berdasarkan hasil perhitungan, semakin tinggi dosis FMA mengakibatkan penurunan serapan unsur P yang semakin besar ditinjau dari perlakuan GI1, GI2 dan GI3. FMA berperan dalam serapan unsur P tidak dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada perlakuan pemupukan. Hal ini diduga diakibatkan oleh kandung P dalam tanah yang tergolong tinggi dari hasil analisis tanah serta perlakuan penambahan pemupukan yang mengakibatkan total P dalam tanah semakin tinggi (Lampiran 12). Kandungan unsur P yang tinggi menghambat perkembangan FMA (Hidayat 2003). Perkembangan FMA yang terhambat mengakibatkan penyerapan P tidak efektif dalam perlakuan tersebut. Kondisi tanah pada pH tergolong asam (4.50-4.70) mengakibatkan P tersedia menjadi rendah, karena menurut Hanafiah (2005b) pH optimum untuk ketersediaan P adalah 6-7. Ketersediaan P yang rendah mengakibatkan pemupukan menjadi perlakuan yang lebih efektif untuk meningkatkan ketersediaan P melalui penambahan unsur P tersedia untuk diserap oleh tanaman.

Analisis Klorofil

(30)

16

meningkatkan parameter-parameter fotosintesis antara lain serapan CO2 melalui

stimulasi pembukaan stomata, air dan unsur hara melalui perpanjangan akar. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa semakin tinggi nilai klorofil a maka dapat meningkatkan jumlah klorofil b dan karoten. Hal ini ditunjukkan pada perlakuan P1GI2 (penambahan pupuk 0.05 g dan FMA 4 g). Peningkatan klorofil b diakibatkan oleh peningkatan klorofil a. Karena menurut Castelfranco dan Beale (1983) dalam Wijayanto (2012) klorofil a merupakan prekusor untuk sintesis klorofil, sedangkan karoten memiliki kapasitas untuk memperlambat laju perusakan klorofil oleh cahaya (Gardner et al. 1991), sehingga semakin tinggi total klorofil maka jumlah karoten juga semakin meningkat. Tabel 9 Hasil analisis kandungan klorofil pada daun semai akasia (A. decurrens)

(8 MST)

Peningkatan jumlah klorofil salah satunya dipengaruhi oleh jumlah nutrisi N, P dan K. Menurut Ali (2005) dalam Wijayanto (2012) menyatakan bahwa penambahan nutrisi N, P dan K dapat meningkatkan klorofil a dan karoten. Berdasarkan hasil analisis jaringan ditunjukkan bahwa pada perlakuan P1GI2 memiliki kandungan unsur N paling tinggi (Lampiran 10). Hal ini mendukung pernyataan Leiwakabessy (2003) dalam Christina (2010) bahwa unsur N berperan penting dalam produksi klorofil dan sintesis protein.

Hasil analisis parameter antara lain tinggi, diameter, BKP, BKA, BKT, IMB, presentase kolonisasi akar, dan serapan unsur P menunjukkan pengaruh nyata terhadap faktor perlakuan pemupukan. Faktor perlakuan FMA berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi dan serapan unsur P, sedangkan interaksi antara kedua faktor hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.

(31)

17

Berdasarkan besarnya pengaruh pemupukan terhadap berbagai parameter menunjukkan bahwa faktor pemberian pupuk memiliki efektivitas yang tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan semai akasia dibandingkan dengan faktor pemberian FMA. Kriteria efektivitas inokulasi FMA ditinjau dari kemampuan dalam meningkatkan pertumbuhan dan toleran terhadap kondisi lingkungan bagi tanaman inangnya (Sylvia 1999), sedangkan FMA dalam perlakuan tidak berperan secara signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan pada berbagai parameter.

Hasil analisis sifat kimia tanah Hardjowigeno (2003) menunjukkan kondisi pH tanah bagi pertumbuhan inokulasi FMA cenderung asam (4.50-4.70), tetapi FMA masih dapat tumbuh karena Gigaspora sp. memiliki pH optimum untuk berkolonisasi pada kondisi asam yaitu 4-6 (Setyaningsih 2007; Tamin 2010). Kondisi lain yang menyebabkan peran FMA tidak optimum adalah kandungan unsur P (Lampiran 12). Kandungan unsur P pada analisis P2O5 HCl tergolong

tinggi dan sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan kolonisasi FMA terhadap semai akasia tidak menunjukkan hasil yang maksimal, karena pertumbuhan hifa dan kolonisasi FMA lebih baik pada kondisi P minimum (Garcia Garido dan Vierhelig 2009; Zandavalli et al. 2004). Kandungan P tersedia pada analisis dengan metode Bray tergolong rendah dan pemupukan memiliki hasil yang lebih efektif untuk meningkatkan ketersediaan P yang dapat diserap oleh tanaman dibandingkan dengan FMA (Tabel 8).

Pemupukan yang sesuai ditunjukkan pada perlakuan P1 (pupuk 0.05 g) ditinjau dari pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kolonisasi akar, sedangkan pada parameter lain semua dosis pemupukan menunjukkan tidak berbeda nyata. Faktor P1 pada perlakuan dapat mendukung asosisasi dengan FMA karena dosisnya yang tidak terlalu tinggi dibandingkan faktor P2 dan P3. Dosis yang tinggi pada pemupukan dapat meningkatkan kandungan P dalam tanah dan menghambat asosiasi FMA. Dosis FMA yang dapat menunjukkan hasil yang positif terhadap parameter pertumbuhan yaitu GI1 (FMA 2 g). Dosis tersebut menunjukkan tinggi dan serapan unsur P yang semakin tinggi.

Hasil analisis pada parameter tinggi dan serapan unsur hara menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis FMA berdampak pada penurunan masing-masing parameter. Hal ini diduga karena resistensi FMA Gigaspora sp. yang rendah terhadap kondisi tempat tumbuh dengan kandungan P tinggi, sehingga pada dosis FMA yang tinggi tidak dapat menghasilkan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan, melainkan menjadikan simbiosis parasitisme antara FMA dengan semai akasia. Simbiosis parasitisme yang dimaksudkan adalah pada saat FMA tidak dapat bekerja untuk mengestraksi nutrisi pada nutrient level di dalam tanah dan tidak dapat memberikan input pertumbuhan bagi tanaman melainkan hanya menyerap karbon dari tanaman untuk pertumbuhan FMA tersebut (Paul dan Clark 1989).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(32)

18

dan dosis FMA 2 g. Perlakuan pupuk 0.05 g dapat meningkatkan kolonisasi akar sebesar 33.58% dan menghasilkan nilai IMB sebesar 0.11 pada perlakuan P1GI1 yang menunjukkan interval kualitas bibit paling baik. Dosis FMA 2 g memengaruhi peningkatan riap tinggi sebesar 26.52% dan serapan unsur P 47.83%, sedangkan interaksi perlakuan pupuk dan FMA berpengaruh dalam meningkatkan bobot kering akar sebesar 339.80% terhadap kontrol.

Saran

Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk melihat kompatibilitas berbagai jenis fungi mikoriza arbuskula yang memiliki efektivitas paling baik untuk pertumbuhan A. decurrens.

DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Neale B, Bernei D, Tim G, Nick M. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agiculture. Canberra (AU): Australian Centre for International Agicultural Research.

Bold K, Pors Y, Houpt B, Bitterlich M, Kuhn C, Grimm B, Franken P. 2011. Photochemical process, carbon asimilation and RNA accumulation sucrose transporter genes in tomato arbuscular mychorrhiza. Journal of Plant Physiology. 168(2011):1256-1263.

Christina F. 2010. Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula (FMA), mycorrhizal helper bacteria (MHBs), serta arang kayu dan batu bara untuk meningkatan pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Darwo, Sugiarti. 2008. Pengaruh dosis serbuk spora cendawan Sclepoderma citinum. Persoon dan komposisi media terhadap pertumbuhan tusam di persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(5): 461-472. Fakuara MY. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Bogor (ID):

Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Garcia-Garido JM, Vierhelig H. 2009. From a germinating spore to an established arbuscula mychorriza: signaling and regulation. Di dalam: Khasa D, Piche Y, Coughlan AP, editor. Advances in Mychorrizal Science and Technology.

Ottawa (US): NRC Research Press: hlm 15-29.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plant.

Goltapeh M, Danesh YR, Prasad R, Varma A. 2008. Mycorrhizal fungi: what we know and what should we know?. Di dalam: Varma A, editor. Mychorriza, States of the Art, Genetics, Molecular Biology, Eco-Function, Biotechnology, Eco-Physiology, Structure and Systematics. Berlin (DE): Springer.hlm 3-27. Hamzah MZ, Suryanto P, Mohamed MA. 2010. The dynamic growth and

(33)

19

Hanafiah KA. 2005a. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo.

Hanafiah KA. 2005b. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): CV Akademika Pressindo Hidayat MF. 2003. Pemanfaatan asam humat dan omega pada pemberian pupuk

NPK terhadap pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. Yang diinokulasikan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kurniaty R, Bustomi S, Widyati E. 2013. Penggunaan rhizobium dan mikoriza dalam pertumbuhan bibit kaliandra (Calliandra callothyrsus) umur 5 bulan.

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan. 1(2):71-81.

Kurniaty R, Damayanti RU. 2011. Penggunaan mikoriza dan pupuk P dalam pertumbuhan bibit mimba dan suren umur 5 bulan. Jurnal Penelitian Tanaman Hutan. 8(4):207-214.

Kurniaty R. 2010. Pertumbuhan bibit mindi umur 5 bulan dengan menggunakan mikoriza dan pupuk. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan; Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian; 2010 Okt 20. Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Balitbang Kehutanan. hlm 182-186.

Martin E, Islam S, Rahman TS. 2004. Pengaruh endomikoriza dan media semai terhadap pertumbuhan pulai, bungur, mangium dan sungkai di persemaian.

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 1(3):105-114.

Paul EA, Clark FE. 1989. Soil Microbiology and Chemistry. California (US): Academic Press, Inc.

Pradana HD. 2013. Variasi struktur dan arah penyebaran Acacia decurrens Willd. di Tahura KGPAA Mangkunagoro, Kabupaten Karanganyar, Provisi Jawa Tengah

[skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.

Prayudyaningsih R. 2014. Pertumbuhan Alstonia scholaris, Acacia acauliformis

dan Muntingia calabura yang diinokulasi fungi mikoriza arbuskula pada media tanah bekas tambang kapur. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallaceae. 1(3):13-23.

Pusat Humas Kementerian Kehutanan dan GIZ Forclime. 2011. Indonesian Forestry. Jakarta (ID): Pusat Humas Kementerian Kehutanan.

Rajapakse S, Miller JC. 1992. Methods for studying vesicular-arbuscular mycorrhizal root colonization and related root physical properties. Di dalam: Norris JR, Read DJ, dan Varma AK, editor. Methods in Microbiology Volume 24 Techniques for The Studies Mycorrhiza. Sandiego (US): Academic Press. hlm 307-316.

Ramdhan A. 2014. Aplikasi teknologi sonic bloom dan pupuk daun untuk memacu pertumbuhan bibit mahoni (Swietenia macrophylla King.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rengganis D. 2013. Studi keanekaragaman genus fungi mikoriza arbuskula di sekitar perakaran pohon jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) alami [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

20

Setyaningsih L. 2007. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azidarach Linn) pada media tailing tambang emas pongkor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syafii W. 2000. Pemanfaatan tanin kulit kayu Acacia decurrens Willd. sebagai bahan baku perekat untuk pembuatan papan serat. JIPI. 9(1):12-18.

Sylvia DM. 1999. Mycorrhizal Symbiosis, Principle, and Application of Soil Microbiology. 2nd Ed. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Tamin RP. 2010. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Midq.) pada media pasca penambangan batubara yang diperkaya fungi mikoriza arbuskula, limbah batu bara dan pupuk NPK [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wijayanti L. 2013. Pola distribusi Acacia decurrens Willd. di jalur pendakian Candi Cetho Gunung Lawu [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.

Wijayanto W. 2012. Pengaruh pemupukan N,P dan K terhadap kandungan klorofil, karoten, dan vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr) [skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yudhistira A. 2012. Inokulasi bakteri dan fungi mikoriza arbuskula pada semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) di media tanah ultisol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zandavalli RB, Dillenburg LR, Vitor PD. 2004. Growth response of Araucaria angustifolia (Araucariaceae) with the mycorrhizal fungus Glomus clarum.

(35)

21

(36)

22

Lampiran 1 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap riap tinggi akasia (A. decurrens) (8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 5244.363188 1748.121063 20.52 <.0001

FMA 3 738.005688 246.001896 2.89 0.0377

Interaksi 9 948.012562 105.334729 1.24 0.2772 Galat 144 12265.02300 85.17377

Total 159 19195.40444

Lampiran 2 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap riap diameter akasia (A. decurrens)(8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 3.14232188 1.04744063 13.13 <.0001

FMA 3 0.36949688 0.12316563 1.54 0.2058

Interaksi 9 793.3090909 0.06933840 0.87 0.5545 Galat 144 11.49011000 0.07979243

Total 159 1888.000000

Lampiran 3 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap bobot kering pucuk akasia (A. decurrens)(8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 27.57750500 9.19250167 20.96 <.0001

FMA 3 3.15718000 1.05239333 2.40 0.0704

Interaksi 9 5.04144500 0.56016056 1.28 0.2542 Galat 144 63.16142000 0.43862097

Total 159 98.93755000

Lampiran 4 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap bobot kering akar akasia (A. decurrens) (8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 0.90575188 0.30191729 10.53 <.0001

FMA 3 0.16178688 0.05392896 1.88 0.1354

Interaksi 9 0.54907562 0.06100840 2.13 0.0307 Galat 144 4.12873000 0.43862097

(37)

23

Lampiran 5 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap bobot kering total akasia (A. decurrens) (8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 38.26147688 96.5333333 20.42 <.0001 FMA 3 4.56972688 162.5580808 2.44 0.0669 Interaksi 9 8.32212562 158.6618182 1.48 0.1603 Galat 144 89.9257900 45.345238

Total 159 141.0791194

Lampiran 6 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap nisbah pucuk akar akasia (A. decurrens) (8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 508.024282 169.341427 1.02 0.3858

FMA 3 481.999972 160.666657 0.97 0.4099

Interaksi 9 1606.833701 178.537078 1.08 0.3847 Galat 144 23912.28157 166.05751

Total 159 9832.967395

Lampiran 7 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap indeks mutu bibit akasia (A. decurrens) (8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 0.03789500 0.01263167 4.41 0.0053

FMA 3 0.01173000 0.00391000 1.36 0.2561

Interaksi 9 0.04506500 0.00500722 1.75 0.0834 Galat 144 0.41262000 0.00286542

Total 159 0.50731000

Lampiran 8 Hasil sidik ragan pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadap kolonisasi akar akasia (A. decurrens) (8 MST)

Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 1582.638325 527.546108 4.83 0.0043

FMA 3 337.580465 112.526822 1.03 0.3856

Interaksi 9 916.729365 101.858818 0.93 0.5041 Galat 144 6996.019240 109.312801

(38)

24

Lampiran 9 Hasil sidik ragam pengaruh pemberian pupuk dan FMA terhadapserapan unsur P akasia (A. decurrens) (8 MST) Sumber

keragaman Db JK KT F hitung P< Value

Pupuk 3 0.00002959 0.00000986 10.18 0.0005

FMA 3 0.00001484 0.00000495 5.11 0.0114

Interaksi 9 0.00000878 0.00000098 1.01 0.4731 Galat 16 0.00001550 0.00000097

Total 31 0.00006872

Lampiran 10 Hasil analisis rata-rata kandungan unsur N,P dan K pada jaringan semai akasia (A. decurrens) (8 MST)

Perlakuan Konsentrasi (%)

N P K

P0GI0 2.90 0.23 2.45

P0GI1 2.19 0.22 2.02

P0GI2 2.09 0.36 3.03

P0GI3 1.93 0.22 2.37

P1GI0 2.62 0.20 2.29

P1GI1 2.60 0.23 2.19

P1GI2 2.88 0.20 1.72

P1GI3 2.24 0.20 2.11

P2GI0 1.85 0.23 2.16

P2GI1 2.07 0.22 1.92

P2GI2 2.34 0.22 2.23

P2GI3 2.27 0.21 1.65

P3GI0 2.17 0.20 2.34

P3GI1 2.44 0.24 2.26

P3GI2 2.17 0.20 2.12

(39)

25

Lampiran 11 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno 2010)

Sifat tanah Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

Kejenuhan basa (%) < 20,00 20,00-35,00 36,00-50,00 51,00-70,00 > 70,00

Kejenuhan Al (%) < 10,00 10,00-20,00 21,00-30,00 31,00-60,00 > 60,00

Parameter Uji Satuan Sample Tanah 1

(40)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban pada 27 Desember 1991, merupakan anak pertama dari Bapak Dhanoe Soepomo dan Ibu Tutik Lisaju. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Madiun dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di jalur Gunung Ciremai-Indramayu dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan sekitarnya. Selain itu, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Persemaian BPDAS Citarum-Ciliwung, Jawa Barat.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Kelompok Studi Departemen Silvikultur (Tree Gower Community), menjadi ketua progam pengabdian masyarakat divisi VCP (Village Concept Project) IFSA LC IPB

(International Forestry Students’ Association Local Committee IPB) dan menjabat

sebagai ketua komisi UN-CBD (United Nation-Convention on Biological Diversity) untuk IFSA World. Penulis aktif di berbagai kegiatan dan kepanitiaan selama menjadi mahasiswa FAHUTAN IPB. Penulis pernah menjadi delegasi dalam 41st International Forestry Students’ Symposium di Madrid, Spanyol dan sebagai delegasi IFSA untuk 12th Conference of Parties Convention on Biological Diversity yang diselenggarakan oleh PBB di Pyeongchang, Korea Selatan.

Pencapaian penulis diantaranya adalah sebagai Mahasiswa Berprestasi Departement Silvikultur tahun 2013, Mahasiswa Berprestasi dalam Bidang Non-Akademik IPB tahun 2013, dan Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kehutanan IPB tahun 2014. Penulis aktif dalam kegiatan penulisan karya ilmiah sehingga dapat mempresentasikan paper dalam progam Aceh Development International Conference di Universitas Malaya, Malaysia dan paper penulis diterima dalam 2014 IUFRO World Congress bidang “ Social Sustainability of Forest Resource

Use”.

Penulis menyelesaikan skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan

dengan judul “Respon Pertumbuhan Acacia decurrens Willd. terhadap Inokulasi

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap
Gambar 1 Rata-rata pertumbuhan tinggi semai akasia (A. decurrens) (8 MST)
Tabel 3 Hasil uji Duncan  pengaruh pemberian  pupuk terhadap riap diameter semai akasia (A
Tabel 5 Hasil uji Duncan  pengaruh interaksi pemberian  pupuk dan FMA
+5

Referensi

Dokumen terkait

Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan (Rom. Berdasarkan sekilas pandangan di atas, kita dapat memahami tindakan aborsi. Manusia

Bertitik tolak latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas untuk memperoleh kejelasan terhadap masalah yang akan diteliti, serta agar tidak menimbulkan

Dari uji parsial atau uji t dapat disimpulkan dengan kesimpulan bahwa dari 5 variable yang diteliti yaitu marketing mix: produk, harga, promosi, dan variable kepatuhan syariah

Pesantren-pesantren kini menyadari untuk melakukan perubahan- perubahan dan pembangunan yang menekankan pada hal-hal yang material, walaupun tetap didasari pedoman

Walau bagaimanapun, masalah atau isu yang timbul adalah sehingga kini tiada kajian secara komprehensif pernah dijalankan berkaitan dengan pengaruh pengalaman

Mutu fisik lipastik ektrak bayam merah sudah sesuai dengan standart literatur lipstik dan tanggapan volunter terhadap mutu fisik lipstik ekstrak bayam merah

Screening and treatment to prevent Cryptococcal Meningitis (CM) — CM accounts for more than 500,000 deaths in sub-Saharan Africa annually, likely exceeding deaths from TB

IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya digunakan acuan bahwa investasi yang dilakukan harus lebih tinggi dari Minimum