VARIASI KETEBALAN PAPAN DAN WAKTU
PENGERINGAN DENGAN GELOMBANG MIKRO
TERHADAP KUALITAS KAYU NANGKA (Artocarpus
heterophyllus L)
SKRIPSI
Oleh:
RUTH ALLYEN L TOBING 081203016
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
VARIASI KETEBALAN PAPAN DAN WAKTU
PENGERINGAN DENGAN GELOMBANG MIKRO
TERHADAP KUALITAS KAYU NANGKA (Artocarpus
heterophyllus L)
SKRIPSI
Oleh:
RUTH ALLYEN L TOBING 081203016
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)
Nama : Ruth Allyen L Tobing
NIM : 081203016
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing:
Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si Tito Sucipto, S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
RUTH ALLYEN L TOBING: Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L). Dibimbing oleh RUDI HARTONO dan TITO SUCIPTO.
Seiring dengan meningkatnya tuntutan pengolahan kayu yang lebih efisien dan efektif, maka teknologi kayupun diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan dalam pengolahan kayu seperti halnya penggunaan microwave
dalam pengeringan kayu. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh variasi ketebalan papan dan waktu pemanasan dengan gelombang mikro (microwave) terhadap sifat fisis dan sifat mekanis kayu nangka. Penelitian dilakukan dengan menguji kayu nangka dengan pemanasan gelombang mikro dengan variabel waktu 0, 5, 10 dan 15 menit dan tebal kayu 2, 4 dan 6 cm dengan ulangan sebanyak 3 ulangan. Pengukuran sifat fisis dan mekanis kayu dilakukan berdasarkan British Standard (BS : 373. 1957). Hasil penelitian menunjukkan pada pengujian sifat fisis diperoleh kadar air kayu nangka berkisar 64,49%-101,28%, kerapatan berkisar 0,53 g/cm3–0,61 g/cm3, penyusutan berkisar 4,65%-18,57%. Pada pengujian sifat mekanis diperoleh nilai MOE kayu nangka berkisar 44392 kg/cm2–53533,7 kg/cm2, nilai MOR berkisar 547,83 kg/cm2–838,91 kg/cm2 dan nilai keteguhan tekan sejajar serat 251,88 kg/cm2–378,48 kg/cm2. Perlakuan pemanasan gelombang mikro pada kayu nangka menyebabkan menurunnya kadar air dan kerapatan kayu, sedangkan terhadap sifat mekanis kayu tidak memiliki pengaruh nyata. Begitu juga perlakuan pemanasan gelombang mikro pada kayu nangka tidak memiliki pengaruh nyata terhadap nilai keteguhan tekan sejajar serat.
ABSTRACT
RUTH ALLYEN L TOBING: Board Thickness Variation and Microwave Drying Time on the Quality of Jackfruit Wood (Artocarpus heterophyllus L). Supervised by RUDI HARTONO and TITO SUCIPTO.
Along with the increasing demand for wood processing more efficient and effective, wood technology is expected to address issues in the processing of wood as well as the use of microwave drying of wood. The purpose of this study was to evaluate the effect of variations in the thickness of the board and time of heating by microwave on the physical properties and mechanical properties of Jackfruit wood (Artocarpus heterophyllus). The study was conducted by testing Jackfruit wood with microwave heating with variable time 0, 5, 10 and 15 minutes and the thick wood 2, 4 and 6 cm with 3 replicates. Measurement of physical and mechanical properties of wood carried by the British Standard (BS: 373. 1957). The results showed in testing the physical properties obtained Jackfruit wood moisture content ranges from 64,49%-101,28%, density ranges from 0,53 g/cm3 -0,61 g/cm3, shrinkage ranges from 4,65%-18,57% . In the mechanical properties testing of jackfruit wood MOE values obtained ranged from 44.392–53.533,7 kg/cm2, MOR values ranged kg/cm3 547,83–838,91 kg/cm2 and value of persistence press paralel fiber 251,88-378,48 kg/cm2. Microwave heat treatment on Jackfruit wood (Artocarpus heterophyllus L) causes decrease moisture content and density of the wood, while the mechanical properties of wood hasn’t real influence. As well as microwave heating treatment on Jackfruit wood does not have effect on the value of persistence press parallel fibers.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 November 1990 dari ayah
M Lumbantobing dan ibu Dra. L Sitinjak. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 030331 Sumbul, tahun 2005
penulis lulus dari SMP Negeri 1 Sumbul. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA
Swasta Santo Thomas 3 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).
Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara (UKM
KMK USU FP). Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan
(PEH) di Lau Kawar dan Deleng Lancuk. Penulis melaksanakan praktek kerja
lapangan (PKL) di HPHTI PT. Arara Abadi Distrik Duri II dari tanggal 06
Februari sampai dengan 06 Maret 2012.
Pada akhir kuliah penulis melaksanakan penelitian dengan judul Variasi
Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian yang
berjudul “Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang
Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus)” berhasil diselesaikan dengan baik.
Dalam penelitian ini akan dibahas pengaruh variasi waktu pemanasan
dengan memakai teknologi gelombang mikro terhadap sifat fisis dan mekanis
kayu nangka dengan berbagai ketebalan. Hasil penelitian ini merupakan suatu
aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran di ruang perkuliahan dan syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Dr. Rudi Hartono, S.Hut, M.Si, Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si dan
Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah
banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
2. Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D sebagai Ketua Program Studi Kehutanan
dan Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi
Kehutanan serta seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan dan motivasi
3. Kedua oranga tua yakni Bapak Mardi Rico Lumbantobing dan Ibu Lusiana
4. Adik-adik yakni Samuel Diaz Lumbantobing, Patricia Yohana Lumbantobing,
dan Josua Patrick Lumbantobing yang telah mendukung baik moril maupun
materil.
5. Teman-teman seperjuangan yakni Dedi, Enrico, Friska, Janner, Lateranita serta
semua mahasiswa/i THH 2008 yang telah memberikan dukungan, semangat,
dan doa.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Pemanasan Dengan Tanur Gelombang Mikro ... 11
Jenis-Jenis Kayu yang Diolah dengan Tanur Gelombang Mikro ... 11
Peranan Air ... 12
Pengenalan Jenis Kayu ... 12
Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L) ... 12
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat Penelitian ... 14
Prosedur Penelitian ... 14
Persiapan Bahan Baku ... 14
Pemanasan dengan Gelombang Mikro... 14
Pemotongan Contoh Uji ... 15
Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis ... 16
MOE ... 32
MOR ... 34
Tekan Sejajar Serat ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
Kesimpulan……… 39
Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Alat tanur gelombang mikro ... 9
2. Pembagian contoh uji ... 15
3. Pemotongan untuk uji degradasi KA ... 16
4. Pengujian contoh uji MOE dan MOR ... 18
5. Pengujian contoh uji keteguhan tekan sejajar serat ... 19
6. Rata-rata kadar air kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 21
7. Struktur makroskopis kayu nangka ... 23
8. Rata-rata kerapatan kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 25
9. Rata-rata penyusutan volume kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 28
10. Rata-rata degradasi kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 31
11. Rata-rata keteguhan lentur (MOE) kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 33
12. Rata-rata keteguhan patah (MOR) kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Nilai KA, kerapatan, dan penyusutan volume kayu nangka setelah
pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 44
2. Nilai degradasi kadar air kayu nangka ... 46
3. Nilai MOE, MOR, dan tekan sejajar serat setelah pemanasan
dengan tanur gelombang mikro ... 48
4. Hasil analisis ragam kadar air kayu nangka setelah pemanasan
dengan tanur gelombang mikro... 50
5. Hasil analisis ragam kerapatan kayu nangka setelah pemanasan
dengan tanur gelombang mikro... 50
6. Hasil analisis ragam penyusutan volume kayu nangka setelah
pemanasan dengan tanur gelombang mikro ... 51
7. Hasil analisis ragam MOE kayu nangka setelah pemanasan dengan
tanur gelombang mikro ... 51
8. Hasil analisis ragam MOR kayu nangka setelah pemanasan dengan
tanur gelombang mikro ... 51
9. Hasil analisis ragam tekan sejajar serat setelah pemanasan dengan
ABSTRAK
RUTH ALLYEN L TOBING: Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L). Dibimbing oleh RUDI HARTONO dan TITO SUCIPTO.
Seiring dengan meningkatnya tuntutan pengolahan kayu yang lebih efisien dan efektif, maka teknologi kayupun diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan dalam pengolahan kayu seperti halnya penggunaan microwave
dalam pengeringan kayu. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh variasi ketebalan papan dan waktu pemanasan dengan gelombang mikro (microwave) terhadap sifat fisis dan sifat mekanis kayu nangka. Penelitian dilakukan dengan menguji kayu nangka dengan pemanasan gelombang mikro dengan variabel waktu 0, 5, 10 dan 15 menit dan tebal kayu 2, 4 dan 6 cm dengan ulangan sebanyak 3 ulangan. Pengukuran sifat fisis dan mekanis kayu dilakukan berdasarkan British Standard (BS : 373. 1957). Hasil penelitian menunjukkan pada pengujian sifat fisis diperoleh kadar air kayu nangka berkisar 64,49%-101,28%, kerapatan berkisar 0,53 g/cm3–0,61 g/cm3, penyusutan berkisar 4,65%-18,57%. Pada pengujian sifat mekanis diperoleh nilai MOE kayu nangka berkisar 44392 kg/cm2–53533,7 kg/cm2, nilai MOR berkisar 547,83 kg/cm2–838,91 kg/cm2 dan nilai keteguhan tekan sejajar serat 251,88 kg/cm2–378,48 kg/cm2. Perlakuan pemanasan gelombang mikro pada kayu nangka menyebabkan menurunnya kadar air dan kerapatan kayu, sedangkan terhadap sifat mekanis kayu tidak memiliki pengaruh nyata. Begitu juga perlakuan pemanasan gelombang mikro pada kayu nangka tidak memiliki pengaruh nyata terhadap nilai keteguhan tekan sejajar serat.
ABSTRACT
RUTH ALLYEN L TOBING: Board Thickness Variation and Microwave Drying Time on the Quality of Jackfruit Wood (Artocarpus heterophyllus L). Supervised by RUDI HARTONO and TITO SUCIPTO.
Along with the increasing demand for wood processing more efficient and effective, wood technology is expected to address issues in the processing of wood as well as the use of microwave drying of wood. The purpose of this study was to evaluate the effect of variations in the thickness of the board and time of heating by microwave on the physical properties and mechanical properties of Jackfruit wood (Artocarpus heterophyllus). The study was conducted by testing Jackfruit wood with microwave heating with variable time 0, 5, 10 and 15 minutes and the thick wood 2, 4 and 6 cm with 3 replicates. Measurement of physical and mechanical properties of wood carried by the British Standard (BS: 373. 1957). The results showed in testing the physical properties obtained Jackfruit wood moisture content ranges from 64,49%-101,28%, density ranges from 0,53 g/cm3 -0,61 g/cm3, shrinkage ranges from 4,65%-18,57% . In the mechanical properties testing of jackfruit wood MOE values obtained ranged from 44.392–53.533,7 kg/cm2, MOR values ranged kg/cm3 547,83–838,91 kg/cm2 and value of persistence press paralel fiber 251,88-378,48 kg/cm2. Microwave heat treatment on Jackfruit wood (Artocarpus heterophyllus L) causes decrease moisture content and density of the wood, while the mechanical properties of wood hasn’t real influence. As well as microwave heating treatment on Jackfruit wood does not have effect on the value of persistence press parallel fibers.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat begitu banyak
keuntungan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan
bahan lain, diantaranya kayu mudah dikerjakan dan dirakit dengan alat sederhana,
cukup kuat dengan berat yang relatif ringan dan memiliki nilai estetika tinggi.
Selain itu, meskipun dapat terbakar penggunaan kayu lebih aman dibanding baja
atau beton.
Peranan kayu dalam kehidupan manusia terus meningkat, sejalan dengan
perkembangan tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu pemanfaatan kayu
harus diatur sebijaksana mungkin, sehingga manfaatnya terus dapat
dikembangkan secara optimal bagi kesejahteraan manusia. Guna mendukung hal
tersebut, pemerintah telah mencanangkan program optimalisasi penggunaan kayu
awet dan berkualitas tinggi, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI),
pengembangan hutan rakyat, serta mulai memanfaatkan jenis-jenis kayu yang
kurang dikenal (lesser known species) termasuk penggunaan kayu rakyat seperti kayu nangka (Artocarpus heterophyllus L). Kayu nangka banyak ditemui di hutan rakyat Sumatera, memiliki potensi sebagai bahan konstruksi bangunan. Dalam
Praptoyo (2008) dijelaskan bahwa kayu ini cukup awet, kuat dan tahan terhadap
serangan rayap atau jamur serta memiliki pola yang menarik.
Pada umumnya dalam penggunaannya, kayu harus dikeringkan terlebih
udara pada saat kayu tersebut ditempatkan. Pengeringan menghasilkan kekuatan
kayu yang lebih tinggi dengan asumsi tidak terjadi cacat khususnya belah ujung.
Selain itu, kuat pegang paku terhadap kayu akan meningkat, berat kayu berkurang
sehingga biaya transportasi bisa lebih rendah. Kayu juga terlindung dari serangan
jamur sehingga kayu akan lebih awet karena tingginya temperatur pada
pengeringan tanur membunuh jamur dan insekta yang bisa hidup dalam kayu.
Seiring dengan meningkatnya tuntutan pengolahan kayu yang lebih
efisien dan efektif, maka teknologi kayupun diharapkan dapat menjawab berbagai
permasalahan dalam pengolahan kayu seperti halnya penggunaan microwave
dalam pengeringan kayu. Microwave adalah suatu radiasi gelombang elektromagnetik antara infra merah dan gelombang radio, dengan panjang
gelombang 1 mm sampai 30 cm. Keuntungan pengeringan dengan menggunakan
microwave adalah kemerataan energi pada keseluruhan sebuah bahan dan kemampuannya untuk mencapai tingkat kadar air tertentu secara otomatis. Dalam
penelitiannya, Antti (1992) dalam Abdika dkk (2008) menyatakan bahwa setelah pengeringan kayu Pinus sylvestris dan spruce (Picea abies) dengan microwave
dari keadaan basah sampai kadar air 8%, tidak perlu mengalami pengkondisian,
karena kayu bebas dari tegangan-tegangan akibat pengeringan.
Dalam pengeringan konvensional, tebal papan akan mempengaruhi
kecepatan pengeringan. Semakin tebal papan, maka akan semakin lama kecepatan
pengeringan kayu. Namun belum diketahui bagaimana pengaruh ketebalan
dengan Gelombang Mikro terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Nangka
(Artocarpus heterophyllus l) dengan berbagai ketebalan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengevaluasi pengaruh variasi waktu pemanasan dengan gelombang
mikro (microwave) terhadap sifat fisis kayu nangka dengan berbagai ketebalan.
2. Mengevaluasi pengaruh variasi waktu pemanasan dengan gelombang
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Kayu Secara Umum
Sebagai bahan bangunan, kayu adalah satu produk yang sederhana,
paling mudah digunakan, dapat dipotong dan dibentuk dengan mudah serta mudah
dipasang. Kayu tersusun atas sel-sel, masing-masing memiliki struktur
lubang-lubang kecil, selaput dan dinding-dinding yang berlapis-lapis. Kemudahan kayu
untuk diubah menjadi suatu produk dan lam dipergunakan, tergantung pada
pengetahuan praktis akan strukturnya (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Sebagai produk alam yang tersusun atas karbon (46% C), hidrogen (6%
H), oksigen (44% O) serta mineral (1%). Kayu memiliki sifat higroskopis dimana
keberadaan sifat ini menyebabkan kayu dapat menyerap (absorpsi) dan
melapaskan (desorpsi) air untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungannya. Kemampuan absorpsi dan desorpsi kayu ini berakibat pada
besarnya kadar air yang selalu berubah tergantung pada suhu dan kelembaban
lingkungan sekitarnya. Kadar air merupakan banyaknya air yang dikandung kayu
yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Pada kondisi
lembab, kayu kering akan menghisap atau menaik uap air, sedangkan pada
keadaan kelembaban udara yang rendah, kayu basah akan melepas uap air
(Iswanto, 2008).
Dalam penelitian Praptoyo (2008) disebutkan bahwa kayu Nangka
memiliki lingkaran tahun. Lingkaran tahun ini terbentuk karena terdapat
perbedaan warna yang jelas antara kayu awal dan kayu akhir. Jari-jari kayu
nampak pada bidang transversal, radial dan tangensial. Teksturnya halus serta
kuning coklat, mempunyai bau khas, termasuk berat, keras, kilap dan memiliki
kesan raba yang halus.
Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu adalah spesifik karena peranan faktor dalam (faktor
inheren) dari pada struktur kayu yang sangat menentukan, di samping peran
lingkungan dimana kayu tesebut berada (digunakan). Tiga sifat fisika kayu yang
dianggap mendasar yaitu kadar air, perubahan dimensi dan berat jenis kayu
(Kasmudjo, 2010).
Kadar air merupakan banyaknya air yang dikandung kayu yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Besarnya kadar air
dalam pohon hidup bervariasi antara 30-300% tergantung dari spesies pohon,
(hardwood atau softwood), posisi dalam batang (vertikal dan horizontal) serta musim (salju, semi, panas dan gugur). Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk
yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat yang terdapat pada
dinding sel. Dengan mengetahui sifat fisis pada kayu diharapkan akan sangat
berguna dalam rangka pemanfaatkan kayu secara optimum baik ditinjau dari segi
kekuatan, keindahan ataupun lamanya penggunaan (Iswanto, 2008).
Perubahan kadar air kayu pada kondisi di atas TJS tidak mempengaruhi
bentuk dan ukuran kayu, namun perubahan kadar air kayu pada selang dibawah
TJS akan mempengaruhi bentuk dan ukuran kayu. Oleh sebab itu
perubahan-perubahan kadar air di bawah titik ini sangat mempengaruhi sifat-sifat fisik dan
mekanik kayu. Pada setiap usaha pengeringan kayu hal ini harus mendapat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mitha (2010) diketahui bahwa
kayu balsa memiliki KA tertinggi, sawo terendah, dan mangium tergolong sedang.
Adanya pengaruh yang sangat nyata dari bagian batang terhadap nilai kadar air
kayu diduga terkait perbedaan porsi juvenil dan parenkim yang terdapat pada
sampel uji. Laju pengeringan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis kayu,
tebal sortimen, lingkaran tumbuh, bagian gubal dan teras, dan teknik
penumpukan, serta iklim (khusus pengeringan alami). Ketebalan sortimen kayu
yang akan dikeringkan memegang peranan penting. Waktu pengeringan yang
dibutuhkan bergantung pada luas permukaan sortimen. Papan-papan tangensial
lebih cepat kering dibandingkan papan radial. Begitu pula antara bagian gubal dan
bagian teras, dimana gubal akan lebih cepat kering dibandingkan bagian teras.
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis
dan kerapatan. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu
proporsi volume rongga kosong. Kerapatan didefenisikan sebagai massa atau
berat per satuan volume. Kerapatan sering dinyatakan dalam berat segar dan
volume segar apabila akan digunakan untuk menghitung berat untuk
pengangkutan atau bangunan (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Praptoyo (2008) dalam penelitian menyatakan bahwa sifat fisika yang
lain, yaitu perubahan dimensi berupa penyusutan dan pengembangan untuk kayu
Nangka adalah penyusutan dimensi longitudinal dari kondisi awal ke kondisi
kering tanur 1,15% dari kondisi awal ke kondisi kering tanur 5,05% sedangkan
pengembangan dari kering tanur ke basah adalah 8,13%. Hal ini disebabkan
mungkin karena kayu-kayu tersebut merupakan kayu juvenil. Sifat kayu juvenil
juvenil tidak baik untuk penggunaan structural karena penyusutan longitudinalnya
tinggi (disebabkan oleh sudut mikrofibril yang besar). Selain itu karena sudut
mikrofibrilnya yang besar juga mengakibatkan pengembangannya besar.
Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu adalah ukuran kekuatan kayu terhadap gaya luar yang
cenderung merubah bentuk kayu tersebut kekuatan kayu terhadap gaya tergantung
pada besarnya dan cara pembebanan (tegangan, tekanan, geseran, lenturan, dan
lain-lain). Perbedaannya dengan logam dan material lain yang strukturnya
homogen, kayu menunjukkan perbedaan sifat mekanis pada arah pertumbuhan
yang berbeda (aksial, radial dan tangensial) anisotropis (Tsoumis, 1991).
Kekuatan kayu memegang peranan penting dalam penggunaan kayu
untuk bangunan, perkakas dan penggunaan lain. Studi mengenai sifat fisis dan
mekanis pada dasarnya membahas hubungan antara tegangan dengan perubahan
bentuk atau regangan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Budianto,
1996).
Macam sifat mekanis kayu ada kekuatan tarik dan tekanan sejajar serat.
Kekuatan tarik adalah kemampuan benda (kayu) untuk menahan beban tarikan.
Tekanan sejajar serat banyak terjadi dalam praktek bila kayu dipakai untuk
bangunan sebagai komponen tiang, tunggul, kusen pintu dan jendela serta bagian
lain. Komponen bangunan semacam ini akan menerima beban yang cenderung
mendesaknya atau memendekkannya pada arah memanjang atau sejajar serat
Sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain kadar air, kerapatan, berat jenis, lama pembebanan dan
cacat kayu (Tsoumis, 1991).
Tanur Gelombang Mikro (Microwave oven)
Microwave adalah teknologi pemanasan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang sangat pendek.
Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan dari magnetron mampu meradiasi
molekul-molekul polar di dalam kayu sehingga molekulnya bergetar bolak-balik
ke arah positif dan negatif secara bergantian. Suhu yang meningkat di dalam kayu
menyebabkan air dalam kayu menguap. Tekanan uap air dari dalam kayu mampu
merusakkan struktur jaringan jari-jari kayu yang mempunyai dinding sel tipis.
Kerusakan jaringan yang terjadi selama proses pemanasan dengan microwave
membuka jalan bagi aliran air dan udara di dalam kayu. Dengan demikian setelah
mengalami pemanasan dengan microwave, kayu menjadi lebih permeabel (Love
et al, 2001 dalam Abdika dkk, 2008).
Lebih lanjut dalam penelitian Abdika dkk (2008) mengemukakan bahwa perlakuan pengeringan dengan microwave berpengaruh nyata secara statistik
terhadap kecepatan penurunan kadar air bebas dan terikat kayu. Sedangkan faktor
jenis dan interaksinya dengan perlakuan tidak berpengaruh nyata. Pemanasan
dengan microwave berlangsung dari dalam keluar bahan. Gelombang mikro menembus bahan, kemudian menguapkan dan mengeluarkan air secara merata di
bahan lebih cepat dengan distribusi temperatur yang lebih merata, terutama pada
bahan-bahan yang besar.
• Peralatan Tanur Gelombang Mikro
Peralatan microwave terdiri dari tiga komponen utama, yaitu microwave generator, waveguide, dan applicator. Keuntungan pengeringan menggunakan
microwave diantaranya prosesnya cepat, kecepatan pengeringan tinggi, waktu pengeringan lebih singkat, kualitas produk menjadi lebih seragam dan lebih baik
jika dikombinasikan dengan proses pengeringan konvensional lainnya (misalnya
vacuum drying atau freez drying), konsumsi energi menjadi lebih rendah, dan menghemat biaya (Mujumdar, 2003).
Gambar 1. Alat tanur gelombang mikro (microwave) merk Yamatsu
• Prinsip Pemanasan Tanur Gelombang Mikro
temperatur antara temperatur luar dan temperatur dalam bahan, sedangkan
mekanisme pemanasan dari frekuensi microwave tidak diatur oleh gradien temperatur. Energi yang dihasilkan diserap oleh bahan yang masih basah
(Anggraini, 2007).
Microwave adalah sebuah peralatan dapur yang menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Microwave bekerja dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada molekul air, lemak, maupun
gula yang sering terdapat pada bahan makanan. Molekul-molekul ini akan
menyerap energi elektro magnetik tersebut. Proses penyerapan energi ini disebut
sebagai pemanasan dielektrik (dielektrik heating). Molekul-molekul pada makanan bersifat elektrik dipol, artinya molekul tersebut memiliki muatan negatif pada satu
sisi dan muatan positif pada sisi yang lain. Akibatnya, dengan kehadiran medan
elektrik yang berubah-ubah yang diinduksikan melalui gelombang mikro pada
masing-masing sisi akan berputar untuk saling mensejajarkan diri satu sama lain.
Pergerakan molekul ini akan menciptakan panas seiring dengan timbulnya
gesekan antara molekul yang satu dengan molekul yang lainnya. Energi panas
yang dihasilkan oleh peristiwa inilah yang berfungsi sebagai agen pemanasan
bahan makanan di dalam microwave (Saputra dan Ningrum, 2004).
Panas dan tekanan dalam kayu akibat gelombang mikro dapat merusak
struktur sel penyusun kayu. Sel yang mudah dirusak adalah berfungsi sebagai
penyimpan kayu. Pada kayu dikotil, seperti Pinus radiata, sitka spruce, dan
eucalyptus obliqua, kompenen yang rusak umumnya adalah sel jari-jari. Pada kayu
monokotil, seperti kelapa sawit komponen yang rusak adalah sel parenkim. Ini
yang berfungsi untuk mendukung kekuatan kayu atau pengangkutan hara dan air
dalam kayu, serta mengandung molekul air bebas yang cukup banyak dalam
rongga sel sehingga membuat sel penyimpan dapat menyerap gelombang mikro
dalam jumlah besar (Sugianto, 2003 dalam Yuniarti, 2007).
Pemanasan dengan Tanur Gelombang Mikro
• Jenis-Jenis Produk Kayu yang Diolah dengan Tanur Gelombang Mikro
Dalam penelitian Abdika dkk (2008) menggunakan gelombang mikro untuk mengeringkan kayu mangium dan nangka. Hasilnya menunjukkan sifat
mekanis kayu mangium dan nangka tidak mengalami penurunan dengan
perlakuan microwave hingga 800 watt bahkan cenderung lebih tinggi dibanding dengan yang dikeringkan dengan metoda lainnya. Pengeringan microwave
menghasilkan nilai keterawetan yang lebih baik terutama penetrasinya dibanding
pengeringan ruang panas dan pengeringan alami.
Antti (1995) dalam Sribuono (2000) dalam penelitiannya juga menggunakan tanur gelombang mikro untuk mengeringkan kayu Pine (Pinus sylvestris) dan Spruce (Picea abies), kayu yang dikeringkan dari keadaan basah sampai kadar air 8%. Hasil pengeringan menunujukkan bahwa tekanan uap kayu
dapat mencapai kira-kira 20 kPa tanpa terjadi cacat, kayu Spruce dikeringkan 1,6 kali lebih cepat daripada kayu Pine. Kayu yang telah dikeringkan tidak perlu mengalami pengkondisian karena kayu bebas dari tegangan-tegangan akibat
pengeringan. Kayu bebas cacat tapi perubahan warna terjadi di dalam kayu dari
beberapa contoh uji.
menurunnya kadar air tetapi tidak menyebabkan terjadinya perubahan warna dan
cacat pengeringan pada kedua jenis kayu yang diteliti. Sedangkan perlakuan
pemanasan gelombang mikro meningkatkan nilai MOE dan MOR serta keteguhan
sejajar serat.
• Peranan Air
Pengeringan menggunakan microwave dipengaruhi oleh kemampuan bahan untuk menyerap energi microwave itu sendiri. Kemampuan bahan dalam menyerap gelombang mikro, yang juga menentukan jumlah panas yang dihasilkan
dikenal dengan istilah loss factor. Bahan pangan dengan kandungan air tinggi mempunyai loss factor yang tinggi. Bahan tersebut akan menyerap energi dengan cepat sehingga penguapan air terjadi dengan cepat sehingga waktu pengeringan
dapat dipersingkat. Air merupakan zat bersifat polar yang sangat mudah menyerap
energi microwave (loss factor = 12.0 pada 2450 MHz). Vanili adalah bahan yang mempunyai kandungan air yang tinggi, dengan demikian vanili tergolong bahan
yang mudah menyerap gelombang mikro (Anggraini, 2007).
Pengenalan Jenis Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)
Pohon nangka merupakan pohon dengan tinggi kurang lebih 20 m,
merupakan tumbuhan asli di Nusa Tenggara serta dibudidayakan di seluruh asia
tropis. Kayu nangka agak berat, agak keras atau keras, agak padat atau padat, serta
agak kasar atau kasar, warna kuning sitrun mengkilat, warna akhirnya menjadi
coklat, kayu sukar dibelah, tetapi mudah dikerjakan, mudah diserut dan
digilapkan. Di Jawa banyak digunakan untuk tiang bangunan, kentongan dan
Kayu nangka dengan nama family Moraceae nangka termasuk dalam Kelas Awet II atau III, dengan berat jenis rata-rata 0,61 (0,55 sampai 0,71) dan
mengandung bahan berwarna kuning yang disebut marine. Kayu nangka berukuran sedang, dapat mencapai ketinggian 20 meter tetapi ada juga yang
mencapai 30 meter, dengan batang bulat silindris. Tajuk padat dan lebat, melebar
dan membulat apabila ditempat terbuka. Kayu ini cukup awet, kuat dan tahan
terhadap serangan rayap atau jamur serta memiliki pola yang menarik. Kayu
tergolong mudah mengkilap apabila diserut dengan halus dan digosok dengan
minyak. Kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi
bangunan, konstruksi kapal sampai dengan alat musik. Di Jawa banyak digunakan
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program
Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara untuk pengujian
sifat fisis kayu dan Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor untuk pengujian sifat mekanis kayu. Penelitian ini dilaksanakan
mulai bulan Maret sampai Juni 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu nangka
(Artocarpus heterophyllus). Alat yang digunakan adalah mesin gergaji, mesin penyerut, mesin pengampelas, kaliper, alat tulis, kalkulator, tanur gelombang
mikro dengan merk Yamatsu input 220V-80 Hz 1200 W output 800W-2450MHz, oven, timbangan, desikator, dan alat uji sifat mekanis.
Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bahan Baku
Kayu nangka yang masih segar dipotong dengan ukuran 22,5 x 5 x 2 cm,
22,5 x 5 x 4 cm, dan 22,5 x 5 x 6 cm dengan masing-masing ketebalan memiliki 3
ulangan sehingga total sebanyak 36 sampel.
2. Pemanasan dengan Gelombang Mikro (Microwave)
Alat pemanas yang digunakan pada penelitian ini adalah microwave
yang tidak diberikan perlakuan. Setiap ulangan contoh uji dimasukkan secara
bersamaan ke dalam microwave.
3. Pemotongan Contoh Uji
Contoh uji dipotong-potong untuk pengujian sifat fisis (KA, kerapatan,
susut), sifat mekanis (MOE, MOR, dan tekan) serta degradasi kadar air.
Pemotongan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2
5 cm
22,5 cm
Gambar 2. Pembagian contoh uji
Keterangan : A = contoh uji kadar air dan kerapatan berukuran 2 x 2 x 2 cm B = contoh uji susut berukuran 2 x 2 x 2 cm
C = contoh uji keteguhan sejajar serat 8 x 2 x 2 cm
D = contoh uji degradasi KA 4 x 2 cm, tebal 2cm, 4cm, 6cm E = contoh uji MOE dan MOR berukuran 22,5 x 1,5 x 2 cm
Contoh uji untuk sifat fisis yaitu contoh uji KA, kerapatan dan penyusutan
berukuran 2 x 2 x 2 cm. Contoh uji untuk sifat mekanis antara lain MOE dan
MOR dengan ukuran 22,5 x 1,5 x 2 cm, tekan sejajar serat 8 x 2 x 2 cm. Khusus
untuk degradasi KA maka sampel dibuat dengan ukuran panjang 4 cm, lebar 2 cm
A B C D
dan ketebalan sesuai dengan tebal sampel. Contoh uji ini akan dipotong menjadi 5
bagian lapisan seperti terlihat pada Gambar 3
2cm
4 cm
Gambar 3. Pemotongan untuk contoh uji degradasi KA
Keterangan : 1 = lapisan luar 2 = lapisan tengah 3 = lapisan pusat 4 = lapisan tengah 5 = lapisan luar
4. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
Pengujian sifat fisis dan sifat mekanis kayu dibuat berdasarkan British Standard
(BS : 373, 157).
Kadar Air
Contoh uji ditimbang (BA), selanjutnya contoh uji dikeringkan dalam
oven pada suhu 103±20C selama 24 jam. Contoh uji dikondisikan dalam desikator
sampai mencapai suhu kamar, kemudian ditimbang. Pengeringan dan
penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat kering oven (BKO) konstan. Nilai
kadar air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar Air = Berat Awal−Berat Kering Oven
Berat Kering Oven x 100 %
1
2
3
4
Kerapatan
Contoh uji berukuran 2 x 2 x 2 cm ditimbang beratnya (massa), lalu
diukur rata-rata panjang, lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume contoh
ujinya. Kerapatan kayu dihitung dengan rumus :
Kerapatan = massa volume
Penyusutan Volume
Contoh uji berukuran 2 x 2 x 2 cm diukur rata-rata panjang, lebar dan
tebalnya untuk menentukan volume awal contoh ujinya. Kemudian contoh uji
dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 103±20C hingga kering oven sampai
beratnya konstan, lalu diukur kembali rata-rata panjang, lebar, dan tebalnya untuk
menentukan volume akhir.
Penyusutan kayu dihitung dengan rumus :
Penyusutan (%) = Volume Awal−Volume Akhir
Volume Awal X 100%
Modulus Elasitas (MOE) dan Modulus Patah (MOR)
Nilai Modulus Elastis (MOE) dan Modulus Patah (MOR) diperoleh dari
pengujian lentur statis. Contoh uji untuk MOE dan MOR dibuat dengan ukuran
22,5 x 1,5 x 1,5 cm.
Pada pengujian lentur statis ini contoh uji diletakkan pada jarak sangga
(span) 20 cm. Defleksi yang terjadi akibat pembebanan dibaca pada defleknometer. Pembacaan dilakukan setiap selisih beban 5 kg. Untuk
mendapatkan nilai MOR pengujian lentur statis terdahulu dilanjutkan sampai
P
L = 20 cm
Gambar 4. Pengujian contoh uji MOE dan MOR
Besarnya nilai MOE dan MOR dihitung dengan menggunakan rumus
berbagai berikut:
MOE = ∆PL³
4∆Ybh³ MOR =
3PL 2bh²
Keterangan :
MOE = modulus elastisitas (kg/cm2) MOR = modulus patah (kg/cm2) ∆P = selisih beban (kg)
L = jarak sangga (20cm)
∆Y = selisih defleksi (cm)
b = lebar penampang (cm)
h = tinggi penampang (cm)
P = beban maksimum (kg)
Keteguhan Tekan Sejajar Serat
Pengujian keteguhan tekan sejajar serat maksimum menggunakan contoh
uji dengan ukuran (8 x 2 x 2) cm. Pada pengujiannya, contoh uji diletakkan
sedemikian rupa sehingga arah serat sejajar terhadap arah pembebanan. Pada
pengujian ini salah satu ujung contoh uji diberikan beban secara perlahan-lahan
P
2 cm
8 cm
2 2 cm
Gambar 5. Pengujian contoh uji keteguhan tekan sejajar serat
Besarnya keteguhan tekan sejajar serat maksimum dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm²) = ������������� (��)
������������������ (��2)
5. Analisis data
Hasil penelitian diolah menggunakan rancangan acak lengkap dengan
model percobaan faktorial. Sebagai variabel bebas faktor A adalah tebal kayu
yang terdiri atas tiga taraf yaitu 2 cm, 4 cm, 6 cm dan faktor B adalah lama
pemanasan contoh uji ke dalam oven gelombang mikro yang terdiri atas empat
taraf yaitu 0 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Menurut Gasperz (1991),
model umum rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + αi +βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengaruh faktor tebal kayu taraf ke-i dan faktor waktu pemanasan taraf ke-j pada ulangan ke-k
µ = nilai rata-rata pengamatan
αi = pengaruh utama faktor tebal kayu taraf ke-i
(αβ)ij = pengaruh interaksi faktor waktu pemanasan taraf ke-i dan faktor waktu pemanasan
εijk = nilai kesalahan percobaan
Analisis ragam dilakukan terhadap lama pemanasan, tebal kayu dan
interaksi antara keduanya dengan selang kepercayaan 95%. Apabila perlakuan
tersebut berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda jarak nyata
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis Kayu 1. Kadar Air
Hasil penelitian nilai kadar air dari variasi waktu pengeringan dengan
gelombang mikro dan tebal kayu kayu berkisar antara 64,49-101,28%. Nilai
rata-rata kadar air dapat dilihat pada Gambar 6 dan data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Gambar 6. Rata-rata kadar air kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro
Nilai kadar air yang paling tinggi terdapat pada contoh uji tebal 6 cm
dengan lama pemanasan 0 menit yaitu 101,28%. Contoh uji ini tidak mengalami
pemanasan gelombang mikro ataupun pengeringan sehingga kandungan air di
dalam kayu tinggi. Kayu tersebut masih dalam keadaan basah. Sedangkan kadar
air yang terendah pada kayu tebal 2 cm dengan lama pemanasan 15 menit yaitu
64,5%. Contoh uji ini yang paling tipis dan mendapat waktu pengeringan yang
lebih lama sehingga air yang ada di dalam lebih mudah keluar.
0
0 menit 5 menit 10 menit 15 menit
Pada Gambar 6 terlihat kecenderungan, semakin tebal contoh uji maka
semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan contoh uji yang tebal
mampu menyimpan kandungan air yang lebih banyak sehingga air membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk keluar dari dalam kayu. Selain itu terlihat juga
bahwa semakin lama waktu pemanasan maka semakin kecil kadar air yang
dihasilkan. Yuniarti (2007) menyatakan bahwa gelombang mikro menghasilkan
gelombang yang mudah diserap oleh molekul air, menimbulkan panas dan
tekanan dalam kayu. Hal ini menyebabkan semakin lama pemanasan contoh uji
maka semakin banyak kandungan air yang keluar. Hartono dkk (2006) dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa kadar air kayu gmelina dan terap
mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu pemanasan.
Analisis ragam kadar air menunjukkan bahwa faktor lama pemanasan
dan tebal kayu berpengaruh nyata terhadap kadar air. Hasil uji Duncan pengaruh
lama pemanasan terhadap kadar air menunjukkan bahwa kayu dengan lama
pemanasan 15 menit memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding dengan lama
pemanasan 0 menit, 5 menit, dan 10 menit dan merupakan hasil yang terbaik.
Sedangkan hasil uji Duncan pengaruh tebal kayu terhadap kadar air menunjukkan
bahwa kayu dengan tebal 2 cm memiliki nilai terbaik karena lebih rendah kadar
airnya dan kayunya lebih tipis sehingga mudah untuk dikeringkan. Interaksi antara
lama pemanasan dengan tebal kayu tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air
kayu.
Pada Gambar 6 terlihat nilai kadar air pada contoh uji tebal 2 cm dengan
lama pemanasan 10 menit meningkat dari 78,54% (0 menit) menjadi 86,4% (10
Diduga kadar air potongan kayu atau contoh uji yang digunakan dalam pemanasan
10 menit jauh lebih besar sebelum pengeringan. Nilai kadar air yang diperoleh
dalam penelitian ini juga masih di atas kadar air kering udara. Pada saat
pengambilan contoh uji, kayu segar (pohon) langsung dipotong berdasarkan
ukuran kemudian dimasukkan ke dalam microwave dan lama pemanasan 5 menit, 10 menit, 15 menit.
Menurut Praptoyo (2008) kayu nangka juga termasuk kayu yang sulit
untuk dikeringkan, memiliki kelas kuat II dan berat jenis rata-rata 0,61. Hartono
dkk (2008) mengemukakan bahwa kayu nangka termasuk kayu yang memiliki
permeabilitas rendah. Hal ini disebabkan kayu nangka memiliki zat ekstraktif dan
adanya tilosis yang menutupi pori-pori pada kayu nangka (Gambar 7). Tilosis
yang terdapat pada kayu nangka ini menghambat keluar masuknya air atau cairan.
Gambar 7. Struktur makroskopis kayu nangka. Warna putih merupakan tilosis yang terdapat pada kayu nangka (sumber : Hartono dkk, 2009)
Selain itu, Isrianto (1997) dalam Hartono dkk (2008) juga mengemukakan bahwa
diameter pori kayu nangka 171 µm, sedangkan ukuran noktah mempunyai
diameter 7-10 µm. Menurut Mandang dan Pandit (1997) bahwa diameter pori
kayu ini termasuk dalam kelompok kayu berdiameter kecil.
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor lama pemanasan berpengaruh
nyata terhadap kadar air dan uji lanjut Duncan menunjukkan contoh uji dengan
lama pemanasan 15 menit menunjukkan hasil yang terbaik karena lebih rendah
nilai kadar airnya. Hal ini berarti penurunan kadar air disebabkan pemanasan yang
diberikan pada kayu mengakibatkan air yang terdapat dalam kayu keluar sehingga
kadar air kayu menjadi menurun. Didukung dengan penelitian Abdika dkk (2008)
yang mengemukakan bahwa perlakuan pengeringan dengan microwave
berpengaruh nyata secara statistik terhadap kecepatan penurunan kadar air bebas
dan terikat kayu. Gelombang mikro menembus bahan, kemudian menguapkan dan
mengeluarkan air secara merata di seluruh bahan. Adapun pemindahan panas
dalam pengeringan dengan heating oven terjadi secara konduksi dari luar ke dalam bahan. Microwave mampu mengeringkan bahan lebih cepat dengan distribusi temperatur yang lebih merata, terutama pada bahan-bahan yang besar.
Lama pemanasan mempengaruhi kadar air kayu. Namun dalam penelitian
ini, lama pemanasan relatif singkat sehingga air yang keluar masih sedikit. Besar
kandungan air kayu nangka masih tinggi. Dinding sel kayu tetap penuh
kandungan air, sedangkan rongga sel sebagian berkurang kandungan airnya.
Apabila kayu dikeringkan sampai pada tingkat bahwa semua air dalam rongga sel
keluar, air mulai meninggalkan dinding sel (Haygreen dan Bowyer, 1996). Oleh
sebab itu semakin lama kayu dikeringkan, kadar air semakin kecil. Hal ini terjadi
karena jumlah air dalam kayu sudah keluar atau berkurang.
Faktor yang juga mempengaruhi kadar air kayu adalah tebal kayu. Kadar
air akan semakin rendah apabila kayu semakin tipis sehingga air lebih mudah
sortimen kayu yang akan dikeringkan memegang peranan penting. Waktu
pengeringan yang dibutuhkan bergantung pada ketebalan sortimen. Budianto
(1996) juga menerangkan, bahwa mekanisme keluarnya air dalam kayu
dipengaruhi oleh tebal kayu. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kayu
dengan tebal 2 cm lebih kecil kadar airnya dibanding dengan kayu dengan tebal 4
cm dan 6 cm.
2. Kerapatan
Hasil penelitian nilai kerapatan dari variasi waktu pengeringan dengan
gelombang mikro dan tebal kayu adalah berkisar 0,53-0,61 g/cm3. Nilai rata-rata
kerapatan dapat dilihat pada Gambar 8 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Gambar 8. Rata-rata kerapatan kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro
Kerapatan kayu nangka tertinggi terdapat pada kayu tebal 4 cm dengan
lama pemanasan 5 menit yaitu sebesar 0,61 g/cm3 dan terendah terdapat pada
kayu tebal 2 cm dengan lama pemanasan 15 menit yaitu sebesar 0,53 g/cm3. Nilai
kerapatan yang dihasilkan masih berada dalam kisaran kerapatan kayu nangka
pada umumnya. Nilai kerapatan kayu nangka menurut PIKA (1981) rata-rata 0,61.
Gambar 8 menunjukkan bahwa pada perlakuan lama pemanasan 0 menit,
contoh uji dengan tebal 2 cm kerapatan kayunya lebih besar dibanding dengan
tebal 4 cm dan 6 cm dan pada perlakuan lama pemanasan 5 menit, contoh uji
dengan tebal 4 cm kerapatan kayunya lebih besar dibandingkan dengan yang
tebal 6 cm. Hal ini disebabkan contoh uji pada masing-masing perlakuan itu
berbeda. Diduga nilai kerapatan contoh uji yang digunakan pada lama pemanasan
0 menit (tebal 2 cm) dan pada lama pemanasan 5 menit (tebal 4 cm) jauh lebih
besar sebelum pemanasan dilakukan.
Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin tebal
contoh uji maka semakin tinggi nilai kerapatan, selain itu terlihat juga
kecenderungan semakin lama pemanasan maka semakin menurun nilai kerapatan.
Yuniarti (2007) menyatakan bahwa penurunan kerapatan diduga akibat hilangnya
sebagian massa contoh uji akibat air yang menguap dari dalam kayu. Pemanasan
dengan gelombang mikro menghasilkan panas dan tekanan dalam kayu untuk
mendorong air keluar dari dalam kayu.
Analisis ragam kerapatan pada Lampiran 5 menjelaskan bahwa faktor
lama pemanasan dan tebal kayu tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan.
Begitu juga interaksi antara lama pemanasan dengan tebal kayu tidak berpengaruh
nyata terhadap kerapatan kayu nangka tersebut. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pemanasan gelombang mikro tidak mempengaruhi perubahan kerapatan
kayu mengalami pemanasan gelombang mikro maka kayu juga akan mengalami
penurunan kerapatan.
Faktor yang mempengaruhi kerapatan yaitu tebal kayu. Semakin tebal
contoh uji maka semakin tinggi nilai kerapatan yang dihasilkan, begitu juga
sebaliknya. Mitha (2010) dalam penelitiannya juga mengemukakan bahwa
ketebalan sortimen kayu yang akan dikeringkan memegang peranan penting.
Waktu pengeringan yang dibutuhkan bergantung pada luas permukaan sortimen.
Kadar air kayu juga akan semakin rendah apabila kayu semakin tipis. Dapat
dilihat bahwa nilai kadar air berbanding lurus dengan kerapatan karena ketika
kayu semakin tebal maka kadar air dan kerapatannya semakin tinggi. Berbeda
dengan Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa kerapatan atau berat
jenis suatu contoh uji meningkat jika kandungan air yang menjadi dasarnya
berkurang, di bawah titik jenuh serat. Hal ini terjadi karena berat kering tetap
konstan sedangkan volume contoh berkurang selama pengeringan.
Lama pemanasan juga mempengaruhi kerapatan kayu. Ketika waktu
pemanasan yang dilakukan semakin lama maka semakin banyak jumlah air yang
dikeluarkan dari dalam kayu. Pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai kerapatan pada
contoh uji tebal 6 cm dengan lama pemanasan 0 menit dan 15 menit sama. Hal ini
diduga massa contoh uji pada potongan kedua contoh uji nilainya berkurang
akibat air yang menguap dan volume juga berkurang (terjadi penyusutan kayu)
selama pengeringan sehingga nilai kerapatan yang dihasilkan tetap. Sucipto
(2008) menyatakan bahwa panas merupakan energi yang diperlukan oleh molekul
air untuk melepaskan diri dari ikatan antara molekul pada air bebas dalam rongga
suhu tinggi, udara cenderung menghisap kelembaban atau uap air dibandingkan
dengan udara bersuhu rendah. Panas termal udara sangat berpengaruh terhadap
nilai kelembaban udara. Ketika kadar air semakin rendah maka kerapatan kayu
juga menurun. Dalam penelitian Yuniarti (2008) menyatakan bahwa panas
internal akibat gelombang mikro mengkonversi air menjadi uap air. Oleh karena
itu terjadi penurunan kadar air seperti pada papan sitka pruce dan kerapatannya juga menurun. Pada penelitian ini juga terlihat nilai kerapatan semakin menurun
jika kayu semakin lama dipanaskan.
3. Penyusutan Volume Kayu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar penyusutan volume kayu
nangka berkisar antara 5,92–16,46%. Nilai rata-rata pengaruh lama pemanasan
gelombang mikro terhadap penyusutan dapat dilihat pada Gambar 9 dan data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 9. Nilai penyusutan volume kayu nangka dari kondisi basah ke kering tanur setelah prapemanasan gelombang mikro
0
0 menit 5 menit 10 menit 15 menit
Nilai penyusutan yang tertinggi terdapat pada contoh uji dengan lama
pemanasan 0 menit dan tebal 2 cm yaitu 16,46%. Contoh uji ini tidak mengalami
pemanasan gelombang mikro ataupun pengeringan sehingga kandungan air di
dalam kayu tinggi. Kayu masih dalam keadaan basah. Sedangkan nilai penyusutan
yang terendah terdapat pada contoh uji dengan lama pemanasan 5 menit dan tebal
6 cm yaitu 5,78%. Contoh uji ini mendapat waktu pengeringan yang lebih lama
sehingga air dalam kayu mendapat waktu untuk lebih banyak keluar.
Hasil penelitian menunjukkan besar kandungan air kayu nangka masih
tinggi, masih di atas titik jenuh serat 25-30%. Air bebas pada rongga sel keluar,
sedangkan air terikat pada dinding sel tetap. Jika kayu kehilangan air di bawah
titik jenuh serat yaitu kehilangan air terikat, kayu menyusut. Namun Haygreen dan
Bowyer (1996) menyebutkan bahwa dalam praktek yang aktual, penyusutan suatu
papan dapat berlangsung sebelum kandungan air rata-rata jatuh di bawah titik
jenuh serat. Ini disebabkan hasil penyusutan pada lapisan-lapisan permukaan kayu
telah mengering sedang bagian tengah kayu masih basah.
Pada Gambar 9 terlihat kecenderungan bahwa ketika kayu dikeringkan
sampai batas lama pemanasan 10 menit semakin kecil penyusutan kayu tersebut
kemudian pada pemanasan 15 menit penyusutan meningkat. Kayu dengan lama
pemanasan 0 menit (tanpa pemanasan) memiliki nilai penyusutan yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kayu yang lama pemanasan 5 menit, 10 menit,
dan 15 menit. Contoh uji atau kayu dengan lama pemanasan 0 menit belum
mendapat perlakuan pengeringan dan air masih berada dalam kayu sehingga
ketika mendapat pengeringan hingga kering tanur banyak air yang keluar dari
menit, 10 menit, dan 15 menit yang telah mengalami pengeringan dengan
gelombang mikro sebelumnya, sebagian air dalam kayu sudah keluar.
Penyusutan volume kayu nangka bervariasi. Pada Gambar 9 terlihat
contoh uji dengan lama pemanasan 0 menit dengan tebal 2 cm penyusutannya
tinggi kemudian menurun pada contoh uji tebal 4 cm dan meningkat kembali pada
tebal 6 cm. Penyusutan yang bervariasi ini juga terjadi pada perlakuan lama
pemanasan 5 menit, contoh uji dengan tebal 2 cm nilai penyusutannya kecil
kemudian penyusutan meningkat pada contoh uji tebal 4 cm lalu penyusutan turun
pada tebal 6 cm. Hal ini disebabkan contoh uji masing-masing perlakuan berbeda.
Haygreen dan Bowyer (1996) juga menyatakan bahwa besarnya penyusutan yang
terjadi apabila suatu contoh uji dikeringkan agak bervariasi tergantung pada
ukuran dan bentuk potongannya. Biasanya kayu yang tebal mampu menyimpan
lebih banyak air dan mengalami penyusutan yang tinggi ketika dikeringkan
dengan pemanasan yang relatif lama juga.
Analisis ragam susut volume pada Lampiran 6 menjelaskan bahwa faktor
tebal kayu dan interaksi lama pemanasan dengan tebal kayu tidak berpengaruh
nyata terhadap susut volume kayu nangka. Sedangkan lama pemanasan
berpengaruh nyata terhadap susut volume kayu nangka. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa pengaruh lama pemanasan terhadap susut volume kayu
dengan contoh uji tanpa pemanasan gelombang mikro (0 menit) berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya sedangkan perlakuan lama pemanasan terhadap susut
volume dengan contoh uji pemanasan 5 menit, 10 menit, dan 15 menit tidak
berbeda nyata. Dari hasil tersebut maka diusulkan bahwa lama pemanasan terbaik
Dumanauw (1990) menyatakan besarnya perubahan dimensi yang
mungkin terjadi pada kayu waktu dikeringkan dari keadaan basah perlu
dipertimbangkan dalam pengerjaan dan penggunaan kayu. Sebab banyak jenis
kayu memiliki angka penyusutan yang tinggi, jika kayu tersebut menjadi kering.
Dalam penelitian ini, berdasarkan analisis ragam lama pemanasan berpengaruh
nyata terhadap susut volume kayu. Semakin lama pemanasan maka semakin besar
penyusutan volume pada kayu nangka.
4. Degradasi kadar air
Hasil penelitian nilai degradasi kadar air dari variasi waktu pengeringan
dengan gelombang mikro dan tebal kayu kayu berkisar antara 34,33-103%. Nilai
rata-rata degradasi kayu dengan lama pemanasan 5 menit dapat dilihat pada
Gambar 10 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 10. Rata-rata degradasi kayu nangka setelah pemanasan dengan tanur gelombang mikro dengan lama pemanasan 5 menit.
Kadar air pada tiap lapisan kayu bervariasi. Gambar 10 menunjukkan
kayu. Setelah diamati kadar air pada setiap lapisan kayu didapat hasil bahwa kadar
air kayu semakin besar pada bagian dalam (tengah) kayu dan semakin kecil pada
bagian tepi kayu. Hal ini disebabkan secara perlahan kandungan air bergerak dari
bagian pusat hingga ke bagian tepi kayu. Budianto (1996) menyatakan uap air
akan menguap terlebih dahulu pada bagian tepi sehingga kadar air lebih kecil
dibanding bagian pusat kayu. Hal ini menunjukkan bagian tepi kayu lebih cepat
kering dibanding bagian pusat (tengah) kayu.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh uji yang
mendapat perlakuan pemanasan 0 menit, 5 menit dan 15 menit pada lampiran 2
menunjukkan grafik yang relatif sama dengan Gambar 10. Kadar air di bagian
permukaan kayu lebih rendah namun semakin tinggi kadar airnya di bagian pusat
(tengah) kemudian kadar air menurun lagi di lapisan luar kayu. Yuniarti (2007)
dalam penelitiannya menyatakan gelombang mikro menimbulkan panas dan
tekanan dalam kayu sehingga air keluar secara perlahan-lahan. Namun air akan
menguap terlebih dahulu pada bagian permukaan sehingga lebih kering (Lampiran
2). Mekanisme keluarnya air dalam kayu dipengaruhi oleh tebal kayu. Walaupun
demikian degradasi kadar air yang terjadi pada kayu nangka tetap menunjukkan
hasil seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu adalah ukuran kekuatan kayu terhadap gaya luar yang
cenderung mengubah bentuk kayu tersebut. Pengujian kekuatan kayu terhadap
mekanika kayu nangka yang terdiri atas pengujian MOE, MOR, dan keteguhan
tekan sejajar serat.
1. Nilai MOE
Hasil penelitian nilai MOE dari variasi waktu pengeringan dengan
gelombang mikro dan tebal kayu nangka berkisar 44.392-53.533 kg/cm2. Nilai
rata-rata MOE dapat dilihat pada Gambar 11 dan data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Gambar 11. Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap nilai MOE kayu nangka
Nilai MOE yang paling tinggi terdapat pada contoh uji dengan lama
pemanasan 0 menit dengan tebal 2 cm yaitu 53.533 kg/cm2 dan nilai MOE yang
terendah terdapat pada contoh uji dengan lama pemanasan 15 menit dengan tebal
6 cm yaitu 44.392 kg/cm2. Nilai MOE kayu nangka pada masing-masing contoh
uji terlihat bervariasi.
Hasil analisis ragam nilai MOE kayu nangka menunjukkan faktor lama
pemanasan dan tebal kayu tidak berpengaruh nyata. Begitu juga dengan interaksi
0
0 menit 5 menit 10 menit 15 menit
antara lama pemanasan dan tebal kayu tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7). Hal
ini menunjukkan bahwa nilai MOE pada kayu nangka relatif seragam.
Faktor yang mempengaruhi keteguhan lengkung statis kayu adalah lama
pemanasan pada kayu tersebut. Semakin lama pemanasan dilakukan maka
semakin banyak jumlah air yang dikeluarkan, sehingga kerapatan kayu semakin
meningkat. Menurut Sadiyo dan Surjokusumo (2003), kerapatan berkorelasi
positif sangat erat dengan kekuatan kayu, semakin tinggi kerapatan maka semakin
tinggi kekuatan kayu tersebut. Saat jumlah air dalam kayu menurun, kekuatan
kayu bertambah. Pertambahan ini disebabkan oleh perubahan dalam dinding sel
yang menjadi padat. Unit strukturnya menjadi saling mendekat dan kekuatan tarik
antar rantai molekul selulosa menjadi lebih kuat (Ginting, 2006) dan ketika
kerapatan semakin meningkat maka MOE kayu tersebut akan semakin tinggi pula
(Tsoumis, 1991).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga pemanasan 15 menit besar
kandungan air kayu nangka masih di atas 60 % , di atas titik jenuh serat (25-30%).
Dinding sel kayu tetap penuh kandungan air, sedangkan rongga sel sebagian
berkurang kandungan airnya. Ikatan amorf lebih banyak dibandingkan ikatan
kristalin. Saat air dikeluarkan dari dinding sel, molekul-molekul berantai panjang
bergerak saling mendekat dan menjadi terikat lebih kuat. Ikatan amorf berubah
menjadi semi kristalin. Hal ini terjadi ketika kayu mengering di bawah titik jenuh
serat sehingga sebagian besar kekuatan dan sifat elastisitas kayu bertambah.
Namun berbeda dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini, nilai MOE belum
2. Nilai MOR
Hasil penelitian nilai MOR dari variasi waktu pengeringan dengan
gelombang mikro dan tebal kayu nangka berkisar 547,83-838,91 kg/cm2. Nilai
rata-rata MOR dapat dilihat pada Gambar 12 dan data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Gambar 12. Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap nilai MOR kayu nangka
Nilai MOR tertinggi yaitu 838,91 kg/cm2 pada contoh uji tebal 4 cm
dengan lama pemanasan 5 menit dan nilai MOR terendah yaitu 547,83 kg/cm2
pada contoh uji dengan tebal 4 cm dan lama pemanasan 10 menit. Nilai MOR
yang dihasilkan belum maksimal karena kadar air kayu nangka masih diatas titik
jenuh serat.
Hasil analisis ragam nilai MOR kayu nangka menunjukkan faktor lama
pemanasan dan tebal kayu tidak berpengaruh nyata. Begitu juga dengan interaksi
antara lama pemanasan dan tebal kayu tidak berpengaruh nyata (Lampiran 7). Hal
Faktor yang mempengaruhi MOR kayu adalah lama pemanasan pada
kayu. Semakin lama kayu dipanaskan maka semakin banyak jumlah air yang
dikeluarkan. Karlinasari dkk (2011) menyatakan bahwa sifat mekanis kayu banyak dipengaruhi perubahan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Kayu bersifat
higroskopis, maka kadar air kayu kering udara bervariasi tergantung kelembaban
udara di sekitar kayu tersebut, lamanya pengeringan serta ukuran dan bentuk kayu
yang bersangkutan. Sistem pengeringan dengan mirowave berbeda dengan pengeringan alami yang sangat bergantung pada musim dan sinar matahari
(Budianto, 1996). Lama pemanasan kayu dengan microwave dapat dilakukan dalam beberapa menit saja sedangkan pada pengeringan alami butuh waktu
berbulan-bulan sehingga dapat menimbulkan cacat pada kayu.
Berbeda dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini, nilai MOR
belum nilai MOR yang terbaik karena kadar air kayu masih diatas titik jenuh
serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga pemanasan 15 menit besar
kandungan air kayu nangka masih di atas 60 % , di atas titik jenuh serat (25-30%).
Dinding sel kayu tetap penuh kandungan air, sedangkan rongga sel sebagian
berkurang kandungan airnya. Ikatan amorf lebih banyak dibandingkan ikatan
kristalin. Saat air dikeluarkan dari dinding sel, molekul-molekul berantai panjang
bergerak saling mendekat dan menjadi terikat lebih kuat. Ikatan amorf berubah
menjadi semi kristalin. Hal ini terjadi ketika kayu mengering di bawah titik jenuh
3. Keteguhan Tekan Sejajar Serat
Hasil penelitian nilai keteguhan tekan sejajar serat dari variasi waktu
pengeringan dengan gelombang mikro dan tebal kayu berkisar 251,88-378,48
kg/cm2. Nilai rata-rata keteguhan tekan sejajar serat kayu nangka dapat dilihat
pada Gambar 13 dan Lampiran 3.
Gambar 13. Pengaruh lama pemanasan gelombang mikro terhadap nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu nangka
Nilai keteguhan tekan sejajar serat tertinggi terdapat pada kayu tebal 2 cm dengan
lama pemanasan 10 menit yaitu 378,48 kg/cm2 dan nilai terendah terdapat pada
kayu tebal 2 cm dengan lama pemanasan 15 menit yaitu 251,89 kg/cm2.
Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa keteguhan tekan sejajar serat kayu nangka
bervariasi. Nilai keteguhan tekan sejajar serat yang dihasilkan pada penelitian ini
belum maksimal karena kadar air kayu masih diatas titik jenuh serat.
Hasil sidik ragam di atas menunjukkan faktor lama pemanasan dan tebal
kayu tidak berpengaruh nyata. Begitu juga dengan interaksi antara lama
pemanasan dan tebal kayu tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9). Walaupun hasil
0
0 menit 5 menit 10 menit 15 menit
penelitian menunjukkan penurunan nilai keteguhan tekan sejajar serat, secara
analisis keragaman lama pemanasan tidak berpengaruh nyata yang berarti bahwa
pemanasan gelombang mikro tidak mempengaruhi nilai tekan sejajar serat.
Faktor yang mempengaruhi keteguhan sejajar serat adalah lama
pemanasan pada kayu. Semakin lama pemanasan dilakukan maka semakin banyak
air yang dikeluarkan sehingga kerapatan kayu juga semakin meningkat. Menurut
Sadiyo dan Surjokusumo (2003), kerapatan atau berat jenis berkorelasi positif
sangat erat dengan kekuatan kayu, dengan semakin tinggi kerapatan maka
semakin tinggi kekuatan kayu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan
tekan sejajar serat bertambah seiring pertambahan kerapatan kayu tersebut.
Perlakuan lama pada kayu nangka hingga pada pemanasan 15 menit
menunjukkan besar kandungan air kayu nangka masih di atas 60 % , di atas titik
jenuh serat (25-30%). Dinding sel kayu tetap penuh kandungan air, sedangkan
rongga sel sebagian berkurang kandungan airnya. Ikatan amorf lebih banyak
dibandingkan ikatan kristalin. Saat air dikeluarkan dari dinding sel,
molekul-molekul berantai panjang bergerak saling mendekat dan menjadi terikat lebih
kuat. Ikatan amorf berubah menjadi semi kristalin. Hal ini terjadi ketika kayu
mengering di bawah titik jenuh serat sehingga sebagian besar kekuatan atau sifat
mekanis kayu bertambah. Namun berbeda dengan hasil yang didapat dalam
penelitian ini, nilai keteguhan tekan sejajar serat belum yang terbaik karena kadar
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan pemanasan gelombang mikro pada kayu nangka belum dapat mencapai
kadar air kayu kering udara, namun nilai kerapatan masih berada dalam kisaran
kerapatan kayu pada umumnya dan penyusutan yang terjadi cenderung semakin
lama kayu dikeringkan semakin kecil penyusutan kayu tersebut
2. Perlakuan pemanasan gelombang mikro pada kayu nangka tidak memiliki
pengaruh nyata terhadap sifat mekanis kayu yaitu modulus elastis (MOE),
modulus patah (MOR) dan keteguhan tekan sejajar serat. Nilai MOE, MOR dan
keteguhan tekan sejajar serat yang dihasilkan belum nilai yang terbaik karena
kadar air kayu masih diatas titik jenuh serat.
Saran
Pada penelitian yang selanjutnya disarankan untuk menggunakan waktu
pemanasan yang lebih lama untuk mencapai kadar air kayu yang siap pakai yaitu
DAFTAR PUSTAKA
Abdika, A., Priadi, T., Nugroho, N. 2008. Sifat Fisis, Mekanis dan Keterawetan Beberapa Jenis Kayu Yang Dikeringkan Dengan Oven Microwave. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XI. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anggraini, F. 2007. Pengaruh Pengeringan Absorpsi dan Microwave Oven pada Proses Curing Vanili Termodifikasi. Tesis Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Budianto, A.D. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Penerbit Kanisius. Semarang.
British Standart 373:1957. Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber.
Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Semarang.
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan Untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik dan Pertanian. Aramico. Bandung.
Ginting, A.K. 2006. Pengaruh Pemanasan Gelombang Mikro Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Gmelina (Gmelina arborea Roxb) dan Terap (Artocarpus elasticus Reinw). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.
Harijadi, A.R. 2009. Kadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis kayu Perdagangan Indonesia. Teknologi Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor.
Diakses dari
[22
Januari 2013].
Hartono, R., I. Azhar, A. Ginting. 2006. Pengaruh Pemanasan Gelombang Mikro terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Gmelina dan Terap. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XI. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hartono, R., S. Sadiyo, Z. Coto. 2008. Pengaruh Perlakuan Vakum Udara dan Media H2SO4 Terhadap Permeabilitas Udara Kayu Nangka dan Rambutan.
Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XI. Palangka raya. Kalimantan Tengah.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu; Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Iswanto, A.H. 2008. Sifat Fisis Kayu : Berat Jenis dan Kadar Air pada Beberapa Jenis Kayu. Karya Tulis Fakultas Pertanian USU. Medan. Diakses dari:
Karlinasari, L., T.R. Mardikanto, E.T. Bactiar. 2011. Sifat Mekanis Kayu. IPB Press. Bogor.
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.
Mandang, Y.I. dan I.K.N Pandit. 1997. Seri manual : Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor.
Mitha, F.S. 2011. Pengaruh Jenis Kayu dan Bagian Batang Terhadap Sifat Pengeringan Tiga Jenis Jayu Perdagangan Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mujumdar, A.S. 2003. Drying Technology in Agriculture and Food Sciences. USA:Science Publishers, Inc. Enfield (NH).
[PIKA] Pendidikan Industri Kayu Atas. 2008. Mengenal Sifat-Sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya Edisi 5. Kanisius. Jakarta.
Praptoyo, H. 2008. Struktur Anatomi dan Sifat Fisika Kayu Nangka dari Hutan Rakyat di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XI Palangkaraya. Kalimantan Tengah.
Sadiyo, S. dan S. Surjokusumo. 2003. Kayu sebagai bahan bangunan. Forum Komunikasi dan Teknologi Industri Kayu. Vol I. Hal : 6-7.
Saputra, A. dan D.K Ningrum. 2004. Pengeringan Kunyit Menggunakan Microwave dan Oven. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Diak
[22 Januari 2013]
Sribuono, H. 2000. Pengaruh Pemanasan Gelombang Mikro Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sucipto, T. 2009. Pengeringan Kayu Secara Umum. Karya Tulis. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties, Utilization. Van Nostrond reinhold. Inc. USA.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai kadar air, kerapatan dan penyusutan volume kayu Nangka setelah diberi perlakuan pemanasan gelombang mikro
Lama Pemanasan
Tebal
Kayu Ulangan KA Kerapatan Susut volume