• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengadaan Bahan Baku Produk Edible Dishware

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengadaan Bahan Baku Produk Edible Dishware"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK

EDIBLE DISHWARE

NOVI KURNIAWAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengadaan Bahan Baku Produk Edible Dishware adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NOVI KURNIAWAN. Pengadaan Bahan Baku Produk Edible Dishware. Dibimbing oleh INDAH YULIASIH dan M ARIF DARMAWAN

Edible dishware merupakan produk baru yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kanvas model bisnis. Terdapat empat komponen penunjang yang berhubungan dengan bahan baku yaitu key resorces, key activities, key partnes, dan cost structure. Keempat komponen tersebut berkaitan dengan pemasok sebagai mitra, pembelian, distribusi, persediaan, dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kriteria pemilihan pemasok, membuat perencanaan proses pengadaan bahan baku dan menganalisis biaya yang timbul dari proses tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap pemasok dan pengamatan langsung di lapangan. Berdasarkan hasil analisis bahwa pemasok terbaik yaitu Toko Makmur Cileungsi, Makmur Pasar Anyar, Kimia Setia Guna, dan Bratachem Bogor. Sistem lot untuk bahan baku tepung terigu, minyak kelapa, garam, baking soda, dan lesitin cair yaitu L4L, POQ, POQ, L4L, dan POQ. Biaya pengadaan bahan baku selama enam periode pertama terdiri dari biaya distribusi sebesar Rp 325.000, biaya opportunity of capital sebesar Rp 50.894, dan biaya telepon sebesar Rp 33.000 dengan total keseluruhan biaya Rp 408.894.

Kata kunci : bahan baku, edible dishware, pemasok, pengadaan bahan baku.

ABSTRACT

NOVI KURNIAWAN. Raw Materials Procurement of Edible Dishware. Supervised by INDAH YULIASIH and M ARIF DARMAWAN

Edible dishware is a new product developed based on business model canvas. There are four supporting components related to raw materials, i.e.: key resources, key activities, key partners, and cost structure. These four components are related to suppliers as partners, purchase, distribution, inventory, and costs. This study aims to identified a criteria suppliers selection, making the right planning and analyze costs of raw materials procurement process. Data was collected by interview with suppliers and direct observation in the field. Based on analysis the best suppliers or store of raw materials are Makmur Cileungsi, Makmur Pasar Anyar, Setia Guna Chemical and Bratachem Bogor. Lot system for wheat flour, coconut oil, salt, baking soda, and liquid lecithin are L4L, POQ, POQ, L4L, and POQ. Procurement costs of raw materials during the sixth period consists of distribution costs is Rp 325.000, opportunity cost of capital is Rp 50.894 , call charges is Rp 33.000 and for total cost is Rp 408.894.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENGADAAN BAHAN BAKU PRODUK

EDIBLE DISHWARE

NOVI KURNIAWAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengadaan Bahan Baku Produk Edible Dishware Nama : Novi Kurniawan

NIM : F34100006

Disetujui oleh

Dr Indah Yuliasih, STP, MSi Pembimbing I

M Arif Darmawan, STP, MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini berjudul “Pengadaan Bahan Baku Produk Edible Dishware”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Indah Yuliasih, STP, MSi dan Bapak Muhammad Arif Darmawan, STP, MT selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Ir Aji Hermawan, MM selaku dosen penguji, dan lembaga Recognition and Mentoring Program (RAMP) IPB yang telah banyak memberi saran sekaligus mendanai penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis ucapakan pada Ibu Linda Kartika (Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB), Bapak Indra (Sub Bidang Fisik Bappeda Jawa Barat) dan Bapak Agus Subianto (Distributor tepung wilayah Bogor) yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada rekan satu tim dalam pengembangan produk edible dishware ini yaitu Lupita Maulida Munawar dan Ginanjar Ummi Pratiwi atas kerja sama dan masukannya. Terima Kasih juga kepada teman-teman yang telah memberikan perhatian, motivasi dan nasehatnya Rieska, Achor, Sutresno, Krisna, Rahmy Ardani, Ardi Patriadi, Rhida, Ari, Ardi Ginting, Ratna, Annisa, Prayuga, Hadi, dan Mawardi; rekan-rekan satu bimbingan Alin, Elok, Feriska, Suci, Ismanda; TIN 47, IKAMUSI Sumatera Selatan, BEM Fateta, dan seluruh teman-teman, kerabat, serta pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Pengumpulan data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kanvas Model Bisnis 8

Lokasi Industri 9

Karakteristik Bahan Baku 10

Kebutuhan Bahan Baku 11

Pemasok Bahan Baku 13

Klasifikasi Bahan Baku 15

Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali 16

Biaya Pengadaan Bahan Baku 16

Material Requirement Planning (MRP) 17

Total Biaya Pengadaan Bahan Baku 19

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Total nilai masing-masing alternatif daerah 10

2 Karakteristik bahan baku 11

3 Jumlah target market produk edible dishware (pcs) 11

4 Formula bahan baku produk edible dishware 12

5 Bobot masing-masing produk berdasarkan rendemen produksi 13 6 Total bahan baku yang dibutuhkan berdasarkan bobot produk 13 7 Kebutuhan masing-masing bahan baku produk edible dishware 13

8 Calon pemasok bahan baku 13

9 Data pemasok bahan baku terpilih 14

10 Klasifikasi bahan baku berdasarkan hukum pareto 15

11 Jumlah safety stock dan reorder point 16

12 Biaya pengadaan bahan baku 17

13 Rencana pemesanan dan penerimaan bahan baku (kg) 18

14 Total biaya pengadaan bahan baku (Rp) 19

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Proses pemilihan lokasi produksi edible dishware 4

3 Masukan dan keluaran dalam metode MRP 6

4 Struktur produk edible dishware 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian kriteria lokasi produksi 22

2 Neraca massa produksi edible dishware 23

3 Data calon pemasok bahan baku 24

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Edible dishware adalah jenis kemasan yang berfungsi sebagai wadah suatu bahan pangan. Kemasan edible dishware berasal dari sumber terbarukan, yaitu berbasis pati atau tepung sehingga memiliki potensi menggantikan penggunaan kemasan konvensional seperti plastik dan styrofoam. Selain itu, kemasan edible dishware bersifat aman dikonsumsi dan dapat terdegradasi sehingga ramah bagi lingkungan. Aplikasi kemasan edible di Indonesia masih terbatas, padahal produk edible memiliki prospek yang baik dan berkelanjutan di masa depan.

Pada pelaksanaannya, produsen edible dishware memerlukan bahan baku untuk melakukan proses produksi. Bahan baku berpengaruh pada keberlanjutan dan keberlangsungan suatu proses produksi. Dalam merencanakan suatu bisnis harus memenuhi kriteria kelayakan dari aspek ketersediaan bahan baku. Aspek bahan baku erat kaitannya dengan biaya yang dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan produksi.

Mitra penting dari sistem penyediaan bahan baku adalah pemasok bahan baku. Pemasok berperan dalam memenuhi permintaan bahan baku termasuk dalam menjamin kualitas dan ketepatan waktu distribusi. Dalam menentukan pemasok yang tepat perlu diperhatikan aspek lokasi, jumlah ketersediaan dan prosedur pemesanannya. Efektifitas dan keuntungan yang tinggi didapatkan dari pemilihan pemasok yang tepat dengan berbagai pertimbangan seperti waktu, harga dan biaya distribusi bahan baku tersebut.

Sebuah perusahaan akan selalu berusaha melakukan berbagai strategi untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan keuntungan yang tinggi. Jumlah pemesanan bahan baku harus seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan. Jumlah pemesanan akan berpengaruh pada total biaya pemesanan yang harus dikeluarkan oleh produsen. Penggunaan bahan baku seringkali tidak teratur, baik dari segi jumlah dan frekuensinya sehingga perlu dilakukan penyimpanan sebagai barang persediaan (inventory). Pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi proses produksi. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) biaya persediaan barang dalam susunan aset perusahaan manufaktur sekitar 31%. Sebagai salah satu barang persediaan, bahan baku memiliki aset yang cukup besar dari sebuah perusahaan sehingga perlu dilakukan upaya perencanaan dalam menentukan jumlah, frekuensi, dan biaya-biaya yang timbul dari persediaan tersebut.

Tujuan Penelitian

(12)

Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengembangkan model bisnis menggunakan kanvas model bisnis yang berfokus pada key resources, key partners, key activities, dan cost structure. Keempat kunci tersebut merupakan komponen pendukung dari suatu rencana bisnis yang ingin dikembangkan. Penelitian ini difokuskan pada pengadaan sumber daya berupa bahan baku, memilih pemasok yang digunakan sebagai mitra dan menghitung biaya yang timbul dari proses pengadaan bahan baku tersebut.

METODE

Bahan baku merupakan faktor penting untuk memperlancar proses produksi, sehingga diperlukan manajemen yang baik terhadap ketersediaan bahan baku. Manajemen bahan baku berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pembelian, distribusi, dan persediaan. Tahap pertama pada penelitian ini adalah menentukan lokasi untuk memproduksi produk edible dishware. Lokasi produksi yang dipilih akan menentukan proses pemilihan pemasok bahan baku. Alternatif yang dipilih merupakan lokasi yang mewakili kemudahan akses distribusi terhadap pasar yang dituju (target market). Lokasi tersebut terdapat pada beberapa daerah startegis yaitu Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Ketiga daerah tersebut merupakan wilayah terpadu Jabodetabek yang memiliki akses distribusi yang baik. Pemilihan lokasi ini menggunakan metode perbandingan eksponensial untuk mengetahui perbandingan profil umum antar daerah alternatif.

Selanjutnya adalah mengidentifikasi karakteristik bahan baku yang digunakan untuk memproduksi edible dishware terkait jenis bahan baku dan kualitas yang diinginkan. Karakteristik ini didapatkan dari standar mutu masing-masing bahan baku untuk membentuk produk yang diinginkan. Tahap selanjutnya adalah menentukan kebutuhan bahan baku berdasarkan kapasitas produksi yang diinginkan. Kapasitas didasarkan pada jumlah pasar yang dituju dan jumlah waktu produksi.

Karakteristik dan jumlah kebutuhan bahan baku digunakan sebagai acuan untuk melakukan observasi terhadap pemasok yang potensial. Observasi berkaitan dengan lokasi, jumlah ketersediaan, dan prosedur pemesanan. Setelah itu dilakukan identifikasi kriteria pemilihan pemasok terdiri dari waktu penerimaan bahan baku setelah pemesanan (lead time), biaya pemesanan, biaya distribusi, harga, dan ketentuan minimum pesanan.

(13)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Pengumpulan Data

Data yang diperlukan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan wawancara kepada calon pemasok bahan baku, melakukan pengamatan di lapangan yang berhubungan dengan distribusi bahan baku, kuisioner pakar mengenai alternatif daerah untuk memproduksi produk edible dishware, dan wawancara kepada pihak yang berkaitan dengan prosedur pendirian suatu tempat produksi. Data primer yang diperlukan adalah data yang berhubungan dengan proses pembelian, distribusi, penyimpanan, nilai perbandingan alterntif daerah, dan mekanisme dalam mendirikan sebuah tempat produksi. Data sekunder didapatkan dari badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat mengenai rencana tata ruang wilayah (RTRW) daerah alternatif, penelitian mengenai pengembangan produk dan pasar edible dishware, serta literatur-literatur dan penelitian yang relevan.

Penentuan rencana lokasi produksi

Identifikasi karakteristik bahan baku

Penentuan kebutuhan bahan baku

Pemilihan pemasok bahan baku

Klasifikasi bahan baku

Perencanaan pemesanan dan pengendalian persediaan bahan baku

Menghitung biaya pengadaaan bahan baku

Observasi calon pemasok bahan baku Mulai

(14)

Analisis Data Penentuan Lokasi Produksi

Dalam menentukan sebuah lokasi produksi suatu bisnis, maka yang pertama harus dilakukan adalah menentukan daerah (kabupaten atau kota) yang strategis untuk bisnis tersebut. Hal ini dikarenakan lingkup terkecil yang mengatur penggunaan lahan adalah pemerintah daerah tersebut. Daerah yang menjadi prioritas tertinggi selanjutnya ditentukan lokasi spesifik berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki lokasi tersebut. Proses penentuan lokasi produksi produk edible dishware seperti tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses pemilihan lokasi produksi produk edible dishware Setiap alternatif daerah memiliki perbedaan dengan daerah lainnya sehingga untuk menentukan prioritas daerah yang dipilih dapat menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) melalui penilaian pakar dengan beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:

1 Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih berupa daerah-daerah yang memungkinkan untuk pendistribusian secara cepat di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.

2 Menentukan kriteria-kriteria penilaian.

3 Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan. 4 Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria. 5 Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif.

6 Menentukan urutan prioritas keputusan berdasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif.

Menurut Marimin (2005) formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif pada metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut:

Mulai

Daerah prioritas tertinggi berdasarkan MPE Lokasi spesifik tempat produksi

Selesai

Tidak Kelayakan lokasi

(15)

∑ m

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i

TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat

j = ,2,3,…m; m = Jumlah kriteria keputusan i = ,2,3,…n; n = Jumlah pilihan alternatif

Sistem Klasifikasi Bahan Baku

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan tingkat kepentingan bahan baku adalah:

1 Mengumpulkan data bahan baku yang akan dianalisis yaitu harga dan kebutuhan per periode bahan baku.

2 Menghitung nilai barang dengan mengalikan harga dan kebutuhan per periode bahan baku.

3 Melakukan sortir berdasarkan nilai barang dalam satu periode dari yang paling besar ke yang paling kecil.

4 Mengakumulasikan nilai barang dan menghitung persentasenya.

5 Mengelompokkan bahan baku kedalam kelas A (bahan baku dengan nilai kumulatif sampai dengan 70%), B (bahan baku dengan nilai kumulatif sampai dengan 20%) dan C (bahan baku dengan nilai kumulatif sampai dengan 10%) sesuai dengan persentase nilai barang.

6 Menganalisis kelas bahan baku dan menentukan tingkat pengawasannya. Hasil klasifikasi ini akan berpengaruh pada pengawasan terhadap bahan baku tersebut. Indrajit dan Djokopranoto (2005) menyatakan bahwa bahan baku dengan kategori A harus sangat akurat, perlu ditugaskan orang khusus, dan harus dilakukan pencatatan aktual setiap minggunya. Bahan baku kategori A juga sebaiknya disimpan di tempat yang dekat dengan pengawas. Sementara untuk bahan baku kategori B dan C pengawasan bersifat cukup saja.

Jumlah Pemakaian Bahan Baku

(16)

8 jam per hari. Target market merupakan kapasitas awal yang akan diproduksi berdasarkan peluang permintaan produk selama satu tahun, sehingga untuk menentukan kebutuhan per hari dibagi jumlah hari produksi selama setahun.

Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali

Persediaan pengaman (SS) berguna untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku yang disebabkan oleh keterlambatan, kerusakan, dan penggunaan yang berlebih. Persediaan pengaman menggunakan konsep tingkat layanan (service level). Menurut Russel dan Taylor (2006) service level merupakan kemungkinan persediaan yang dapat disediakan untuk memenuhi permintaan selama waktu pemesanan (lead time).

SS = d x L x z untuk mempertahankan jumlah persediaan agar tetap optimal dan sebagai titik acuan jumlah persediaan minimal yang harus ada selama proses pemesanan bahan baku. ROP dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Russel dan Taylor 2006):

Material requirement planning (MRP) merupakan teknik perencanaan dan penjadwalan aliran barang (Indrajit dan Djokopranoto 2005). Sistem MRP menerapkan prinsip keterkaitan antar bahan baku untuk membuat suatu produk yang utuh yaitu suatu produk tidak akan diproduksi jika salah satu bahan baku tidak tersedia (dependen). Pada MRP setiap kebutuhan dihitung sesuai dengan kebutuhan masing-masing bahan baku dan dihitung secara berkala (periode tetap). Proses yang terjadi dalam sistem MRP dapat dilihat pada Gambar 3.

(17)

Dalam metode MRP dikenal beberapa teknik untuk menentukan ukuran lot pemesanan yaitu teknik lot fot lot (L4L), economic order quantity (EOQ), dan periodic order quantity (POQ). Menurut Russel dan Taylor (2006) Pemesanan bahan baku teknik L4L didasarkan pada jumlah yang dibutuhkan pada setiap periode saja, sehingga perusahaan tidak memerlukan pemesanan berlebih selama dapat memenuhi kebutuhan periode tersebut. Teknik EOQ merupakan jumlah minimum order yang harus dipesan berdasarkan biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) paling ekonomis. POQ merupakan teknik pemesanan berdasarkan jumlah periode yang dapat digabung. Berikut ini adalah rumus pemesanan bahan baku masing-masing teknik tersebut.

L4L quantity = D + SS

EOQ

2 + SS

POQ ⁄ + SS

D = Kebutuhan per periode (kg) SS = Safety stock (kg)

Co = Ordering cost (Rp)

Cc = Carrying cost (Rp)

Menghitung Biaya Persediaan Bahan Baku

Secara umum biaya yang timbul dari proses pengadaan bahan baku terdiri dari biaya pemesanan, pengangkutan, kehabisan barang, penyimpanan, dan biaya-biaya lainnya seperti pajak dan asuransi (Indrajit dan Djokopranoto 2005). Dalam penelitian ini, sangat sulit untuk menentukan biaya kehabisan barang namun biaya ini sudah diantisipasi dengan adanya persediaan pengaman (safety stock). Pajak juga tidak diperhitungkan karena semua pajak umumnya sudah masuk pada bagian perhitungan pajak secara umum, sedangkan asuransi tidak diberlakukan pada bahan baku. Untuk menghitung biaya pengadaan bahan baku hanya pada biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

PC = (Frekuensi pemesanan x Co) + ∑persediaan Cc)

PC = Procurement cost (Rp) Co = Ordering cost (Rp)

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kanvas Model Bisnis

Kanvas model bisnis dikembangkan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010). Dalam model bisnis tersebut menggambarkan sembilan komponen bangunan dasar sebuah perusahaan untuk menghasilkan uang. Kesembilan komponen tersebut adalah segmen pelanggan (customer segments), proposisi nilai (value proposition), saluran (channel), hubungan pelanggan (customer relationship), aliran pendapatan (revenue streams), sumberdaya kunci (key resorces), aktivitas kunci (key activities), kemitraan (key partners), dan struktur biaya (cost structure). Dari sembilan komponen tersebut empat kompenen terakhir yaitu key resorces, key activities, key partners, dan cost structure merupakan komponen yang berhubungan dengan proses pengadaan bahan baku.

Sumberdaya Kunci (Key Resources)

Sumber daya yang dibutuhkan sebuah bisnis umumnya terbagi menjadi empat yaitu sumberdaya manusia, teknologi, finansial, dan sumberdaya fisik (bahan baku). Sumberdaya merupakan komponen penting agar perusahaan dapat menciptakan proposisi nilai, mempertahankan pelanggan, dan menciptakan arus pendapatan. Bahan baku merupakan sumber daya kunci untuk produk edible dishware. Bahan baku yang dibutuhkan adalah tepung terigu, minyak kelapa, baking soda, garam, lesitin cair dan air.

Aktivitas Kunci (Key Activities)

Aktivitas kunci merupakan kegiatan utama yang dikuasai oleh perusahaan untuk menjalankan bisnis. Pengadaan bahan baku merupakan salah satu dari aktivitas kunci untuk menjamin keberlangsungan proses produksi. Aktivitas kunci pengadaan bahan baku terdiri dari pemesanan, distribusi, dan persediaan (inventory).

Kemitraan (Key Partners)

Mitra merupakan perantara yang bukan milik perusahaan tetapi berperan dalam mengubah produk menjadi uang. Mitra dari bisnis ini adalah pemasok bahan baku, pemasok kemasan, dan jasa distribusi. Pemasok bahan baku untuk bisnis ini terdiri dari toko yang menyediakan tepung terigu, minyak kelapa, garam, baking soda, dan lesitin cair sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan produksi. Bahan baku air tidak membutuhkan pemasok karena termasuk bahan baku yang disediakan dengan membuat instalasi penyediaan air.

Struktur Biaya (Cost Structure)

(19)

Lokasi Industri

Menurut Render dan Heider (2001) keputusan strategis menentukan lokasi sebuah bisnis tergantung dari jenis bisnisnya. Bisnis pengolahan biasanya ditempuh dengan meminimisasi biaya sedangkan bisnis eceran atau jasa cenderung pada maksimisasi pendapatan. Bisnis edible dishware ini merupakan bisnis pengolahan yang ditujukan untuk bisnis lainnya (business to business) yang tersebar, sehingga keputusan pemilihan lokasi produksi lebih cocok berdasarkan pada minimisasi biaya distribusi. Render dan Heider (2001) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi diantaranya biaya tenaga kerja (UMR), jarak lokasi dengan bahan baku dan pasar, kebijakan fiskal (pajak), peraturan lingkungan hidup, sarana transportasi, isu kualitas hidup masyarakat, kurs, dan kualitas pemerintah.

Penentuan lokasi industri berkaitan erat dengan lokasi pasar dan pemasok bahan baku. Proses pemesanan bahan baku diupayakan seoptimal mungkin dapat menekan biaya yang timbul dan menyediakan bahan baku secara cepat. Bahan baku produk edible dishware termasuk dalam kategori bahan baku yang mudah didapat dan memiliki distributor pada setiap daerahnya sehingga pemenuhan bahan baku dapat menyesuaikan dengan lokasi yang dipilih. Dari aspek pasar, berdasarkan hasil penelitian Pratiwi (2014) bahwa potensi pasar dari produk edible dishware ini terdiri dari restoran di Indonesia yang menyediakan menu es krim, fast food, menu yang berhubungan dengan adanya penyajian tambahan seperti sambal, saus, mayones, makaroni schotel, dan lain sebagainya. Jumlah pasar yang dapat dilayani merupakan restoran dengan skala menengah-besar sekitar 72% berada di Pulau Jawa. Tahap pengembangan awal produk ini ditujukan kepada 2% dari total pasar yang dapat dilayani tersebut.

(20)

Tabel 1 Total nilai masing-masing alternatif daerah

Peringkat Nama daerah Total nilai

1 Kabupaten Bogor 1.817.904

2 Kabupaten Bekasi 655.225

3 Kabupaten Tangerang 655.225

Menurut Bappeda Kabupaten Bogor (2007) posisi geografis Kabupaten Bogor yang banyak berbatasan dengan provinsi, kabupaten, dan kota lain disisi lain memiliki nilai positif bagi perkembangan ekonomi. Kabupaten Bogor dengan luas mencapai 298 km² berbatasan langsung dengan kota-kota besar di sebelah utara (Tangerang, DKI dan Bekasi) dan dilihat dari aspek pasar potensi yang dimilki Kabupaten Bogor dekat dengan pusat-pusat pemasaran. Dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Barat (Perda No 2 Tahun 2003), Kabupaten Bogor diposisikan sebagai wilayah andalan pengembangan industri wilayah sekitarnya (Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jakarta). Dalam arahan rencana pengembangan kawasan andalan di Jawa Barat, Kabupaten Bogor diklasifikasikan sebagai kawasan andalan Bodebek (Bogor Depok Bekasi) dengan salah satu kegiatan utama adalah industri. Kabupaten Bogor, sebagai salah satu hinterland Provinsi Jakarta merupakan kawasan yang dipandang strategis bagi investasi.

Kabupaten Bogor memiliki variasi dataran, sehingga tidak semua daerah dapat dimanfaatkan secara keseluruhan untuk pembangunan sebuah industri. Kawasan peruntukan industri lebih diarahkan pada dataran rendah seperti Kecamatan Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Cibinong, Citeureup, dan Parung panjang. Bappeda Kabupaten Bogor (2007) dalam arahanannya pada naskah akademis rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, terdapat beberapa klaster yang disarankan untuk lokasi strategis industri pengolahan. Klaster Cileungsi/Klapanunggal/Jonggol merupakan daerah yang berdekatan dan dijadikan sebagai sebuah klaster yang diarahkan pada kelompok industri manufaktur, industri besar, industri sedang dan industri kecil. Cukup tingginya tingkat investasi di bidang industri di tiga kecamatan tersebut merupakan gambaran tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Kecamatan Cileungsi, Klapanunggal, dan Jonggol juga didukung oleh akses sarana transportasi yang baik yaitu jalan tol Jagorawi (Jakarta, Bogor, dan Ciawi) yang juga berhubungan dengan jalan tol lainnya untuk wilayah Jabodetabek dan sekitarnya sehingga memudahkan akses distribusi produk dan bahan baku. Lokasi produksi produk edible dishware pada skala start-up ini diarahkan pada klaster tersebut.

Karakteristik Bahan Baku

(21)

semua jenis dari masing-masing bahan baku tersebut, sedangkan kriteria khusus adalah standar mutu jenis bahan baku spesifik yang dapat membentuk produk. Kriteria yang dipersyaratakan merupakan standar agar kualitas produk yang dihasilkan konsisten. Karakteristik masing-masing bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik bahan baku

Jenis bahan baku Kriteria umum Kriteria khusus Tepung terigu SNI Tepung Terigu 3751

: 2009

Sumber : Munawar (2014); abahan baku air tidak dilakukan identifikasi kriteria mutu; UP : ukuran pratikel, FFA : free fatty acid, BP : bilangan peroksida.

Kebutuhan Bahan Baku

Formula yang dikembangkan pada pembuatan produk edible dishware adalah formula industri, sehingga memudahkan dalam proses pembesaran skala. Selain itu, formula tersebut sudah diproduksi secara komersial dalam bentuk produk lainnya. Skala yang direncanakan pada penelitian ini adalah skala start up, yaitu skala awal berdasarkan kemampuan produksi dan tersedianya pasar yang dituju. Kapasitas produksi yang direncanakan berdasarkan jumlah target market (TM) dan jumlah jam produksi. Berdasarkan Pratiwi (2014) bahwa target market untuk produk edible dishware sebanyak 1.030.190 pieces (pcs) per tahun. Jumlah ini terdiri dari empat macam produk yaitu edible dishware bentuk mangkuk, piring sedang, piring besar, dan cawan dengan ukuran masing 12, 12, 20, dan 9 cm. Jumlah jam produksi yaitu sebanyak 12 bulan per tahun, 24 hari per bulan, dan 8 jam per hari. Jumlah target market masing-masing produk tersebut seperti tersaji pada Tabel 3.

(22)

Kapasitas produksi juga berdasarkan kemampuan mesin dalam memproduksi. Proses produksi terdiri dari pencampuran, pemanggangan, dan pencetakan. Sistem produksi yang direncanakan adalah sistem batch dimana produksi dilakukan dalam sebuah siklus secara berurutan berdasarkan waktu baku masing-masing proses. Menurut Munawar (2014) proses pencampuran semua bahan dilakukan selam 6 menit, sedangkan pemangangan dan pencetakan dilakukan dalam satu tahap pengerjaan menggunakan mesin yang dirancang khusus selam 1,5 menit. Proses terakhir adalah pendinginan (cooling) selama 5 menit, namun proses ini hanya dengan mengistirahatkan produk dan tidak memerlukan mesin khusus. Total waktu satu batch untuk menghasilkan produk adalah selama 7,5 menit. Pada skala start up ini sangat memungkinkan untuk merancang mesin sesuai dengan target dan jam produksi yang direncanakan. Mesin cetak yang dirancang khusus harus mampu memproduksi edible dishware bentuk mangkuk, piring sedang, piring besar, dan cawan sebanyak 11, 19, 13, dan 13 pcs per batch (7,5 menit).

Untuk menghitung kebutuhan bahan baku maka diperlukan rendemen produk yaitu jumlah produk yang dapat dihasilkan dari hasil konversi bahan baku. Hasil penelitian Munawar (2014) bahwa pada mesin cetak khusus dengan total bahan baku sebanyak 242,05 gram akan menghasilkan produk sebanyak 120 gram atau rendemen sebesar 49,6%. Neraca massa bahan pembuatan produk edible dishware dapat dilihat pada Lampiran 2. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membentuk produk edibe dishware terdiri dari tepung terigu, minyak kelapa, garam, baking soda, dan air. Dalam formula terpilih berdasarkan Munawar (2014) bahwa masing-masing bahan baku memiliki jumlah yang tetap untuk membuat produk yang standar. Jumlah dan persentase masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Formula bahan baku produk edible dishware Bahan baku Formula (g) Persentase (%)

Tepung terigu 100 41,314

(23)

Tabel 5 Bobot masing-masing produk berdasarkan rendemen produksi

Tabel 6 Total bahan baku yang dibutuhkan berdasarkan bobot produk Bentuk produk Target market

Berdasarkan persentase masing-masing bahan baku pada Tabel 4 dan total kebutuhan bahan baku pada Tabel 6 dapat diketahui jumlah kebutuhan masing-masing bahan baku. Berdasarkan total bahan baku sebanyak 129,1 kg/hari maka dapat dikonversi menjadi kebutuhan masing-masing bahan baku seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Kebutuhan masing-masing bahan baku produk edible dishware Bahan baku Persentase

(24)

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut selanjutnya dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan terhadap semua calon pemasok. Data kriteria keseluruhan pemasok dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 8 Calon pemasok bahan baku

Jenis bahan baku Nama toko Lokasi

Tepung terigu Makmur

Baking soda Kimia Setia Guna Yoeks

Data yang telah didapatkan kemudian dibandingkan antar pemasok dan ditentukan pemasok terbaiknya. Pemasok bahan baku tepung terigu adalah Toko Makmur Cileungsi karena jarak yang berdekatan sehingga biaya distribusi lebih murah dan ketentuan minimum pesanan hanya sebesar 25 kg sehingga memudahkan dalam mengantisipasi fluktuasi penggunaan bahan baku. Toko Makmur Cileungsi juga sebagai pemasok bahan baku garam, hal ini dikarenakan biaya bahan baku yang lebih murah dan jarak lokasi yang lebih dekat. Pemasok bahan baku minyak kelapa dan baking soda adalah Toko Makmur Pasar Anyar dan Kimia Setia Guna. Harga bahan baku yang lebih murah merupakan faktor pertimbangan pemilihan toko tersebut. Pemasok bahan baku lesitin cair adalah Toko Bratachem Bogor, faktor ketentuan minimum pesanan menjadi pertimbangan pemilihan toko tersebut. Data kriteria masing-masing pemasok terpilih dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Data pemasok bahan baku terpilih

(25)

Klasifikasi Bahan Baku

Proses pengadaan bahan baku berhubungan dengan proses pembelian, distribusi, dan manajemen persediaan. Proses pembelian dan distribusi berkaitan dengan kontrak yang dijalankan dengan pemasok baik dari segi kualitas, harga, mekanisme pembayaran, biaya pengangkutan, biaya pemesanan, dan waktu penyampaian bahan baku. Manajemen persediaan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) yaitu kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi dan di lain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal.

Strategi pengadaan bahan baku spesifik terhadap jenis perusahaan tertentu, demikian halnya dengan jenis bahan baku. Untuk menentukan starategi yang tepat dalam pengadaan bahan baku perlu dilakukan analisis terhadap nilai bahan baku tersebut. Pengelompokan persediaan dapat menggunakan hukum pareto dimana persediaan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan volume dan harga bahan baku tersebut (analisis ABC). Untuk menghitung nilai dari bahan baku dengan mengalikan kebutuhan per periode dan harga per unitnya. Klasifikasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Klasifikasi bahan baku berdasarkan hukum pareto

Bahan Baku Harga

Dari hasil klasifikasi bahan baku bahwa tepung terigu memiliki penyerapan modal yang sangat besar yaitu sebesar 95,71%. Bahan baku minyak kelapa, garam, baking soda, dan lesitin cair hanya sebesar 4,29%. Dari hasil persentase ini dapat disimpulkan bahwa tepung terigu termasuk dalam kategori A dan B (70 dan 20%), sedangkan minyak kelapa, garam, baking soda, dan lesitin cair termasuk kategori C (10%). Berdasarkan klasifikasi ini maka dapat memberikan gambaran mengenai kebijakan yang sesuai dengan bahan baku tersebut. Adapun kebijakan untuk masing-masing bahan baku adalah:

1 Bahan baku kategori A perlu dilakukan proses pengawasan yang lebih ketat dengan pengawasan oleh karyawan gudang khusus. Perlu disediakan stok pengaman pada level pelayanan umunya perusahaan (95%) untuk menjaga kerugian akibat kehabisan barang. Keakuratan pencatatan dan kenyataan persediaan perlu dievaluasi setiap minggunya.

(26)

Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali

Persediaan pengaman (safety stock) dilakukan perusahaan untuk menjaga kelancaran produksi karena adanya keterlambatan atau kerusakan bahan baku. Semakin banyak persediaan pengaman maka terjaganya proses produksi semakin besar, namun banyaknya persediaan pengaman juga membutuhkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang lebih besar. Perhitungan untuk menentukan jumlah persediaan pengaman pada penelitian ini menggunakan tingkat pelayanan yang umumnya digunakan oleh perusahaan yaitu sebesar 95% (Indrajit dan Djokopranoto 2005).

Reorder point (ROP) atau titik pemesanan kembali diperlukan untuk mengetahui jumlah persediaan minimal yang harus ada ketika dilakukan pemesanan. Titik pemesanan kembali dihitung berdasarkan lead time pemesanan. Jika perusahaan mengambil kebijakan adanya stok pengaman, maka harus ditambahkan dalam perhitungan titik pemesanan kembali. Besarnya persediaan pengaman dan titik pemesanan kembali masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah safety stock dan reorder point Bahan baku Kebutuhan

Menurut Render dan Heizer (2001) biaya dalam manajemen persediaan terdiri dari biaya pemesanan (ordering cost), biaya menahan persediaan (carrying cost), dan biaya pemasangan (set up cost). Biaya penyimpanan adalah biaya yang berkaitan dengan penahanan persediaan dan berkaitan dengan gudang penyimpanan. Biaya pemesanan berkaitan dengan biaya-biaya pasokan seperti biaya formulir, pekerja bongkar muat, dan pengangkutan. Biaya pemasangan berkaitan dengan biaya-biaya untuk mempersiapkan mesin. Biaya pemasangan sangat sulit diperkirakan. Sama halnya dengan biaya pemasangan, terdapat biaya yang juga sangat sulit ditentukan yaitu biaya kehabisan barang (shortage cost) akibat kebutuhan yang melebihi persediaan. Biaya kehabisan barang ini berkaitan dengan biaya kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, pesanan khusus, dan sebagainya (Stevenson 2001 dalam Helena 2005).

(27)

penyimpanan memperhitungkan biaya modal (opportunity of capital) yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan. Biaya modal dihitung berdasarkan suku bunga bank terbesar jenis tabungan deposito berjangka selama periode analisis (6 bulan) yaitu sebesar 7% per tahun (Imoney Indonesia 2014). Perhitungan jumlah bunga deposito dikurangi dengan pajak deposito yang berlaku yaitu sebesar 20%. Suku bunga beberapa bank besar di Indonesia jenis tabungan deposito berjangka (6 bulan) dan perhitungan keuntungan deposito dapat dilihat pada Lampiran 4. Biaya-biaya tersebut merupakan biaya yang berubah tergantung pada banyaknya jumlah pemesanan dan persediaan yang disimpan. Sementara biaya yang berhubungan dengan fasilitas dan pengawasan seperti listrik, air, karyawan, penyusutan gudang, dan perawatan gudang merupakan biaya tetap yang termasuk dalam direct labor dan overhead. Biaya pengadaan bahan baku produk edible dishware dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Biaya pengadaan bahan baku Jenis bahan

Permintaan terhadap barang persediaan atau bahan baku dapat dibagi menjadi permintaan independen dan dependen. Indrajit dan Djokopranoto (2005) menjelaskan bahwa permintaan independen adalah permintaan bebas atau tidak terkait antar bahan baku, sedangkan permintaan dependen merupakan permintaan yang terikat atau tergantung dengan bahan baku lainnya. Bahan baku pembuatan produk edible dishware merupakan bahan baku yang memiliki ketergantungan antar masing-masing bahan baku (dependen). Menurut Munawar (2014) teknologi proses pembuatan edible dishware yaitu dengan cara pencampuran semua bahan (mixing operation), pemanggangan, dan pembentukan, sehingga satu bahan baku tidak tersedia maka tidak dapat melakukan proses produksi.

(28)

Level 0

Level 1

Gambar 4 Struktur produk edible dishware

Tahap selanjutnya adalah melakukan perencanaan pembelian bahan baku. Jumlah dan periode bahan baku yang harus dibeli berdasarkan pada model lot for lot (L4L), economic order quantity (EOQ), dan periodic order quantity (POQ). Ketiga model tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan kebutuhan biaya paling minimal. Dari hasil perhitungan biaya paling minimal maka bahan baku tepung terigu, minyak kelapa, garam, baking soda, dan lesitin cair sebaiknya menggunakan model L4L, POQ, POQ, L4L, dan POQ. Perbandingan biaya yang dikeluarkan masing-masing metode selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 13 Rencana pemesanan dan penerimaan bahan baku (kg)

Bahan

Rec : Planned order receipts (penerimaan), Rel : Planned order releases (pemesanan).

Tabel 13 menunjukkan jumlah dan jadwal pembelian bahan baku. Bahan baku tepung terigu direncanakan untuk melakukan pembelian setiap periodenya (lot for lot). Bahan baku tepung terigu dan baking soda direncanakan melakukan pesanan berdasarkan kebutuhan per periode (L4L) dengan mempertimbangkan minimum jumlah pesanan. Bahan baku minyak kelapa, garam dan lesitin cair direncanakan melakukan pembelian berdasarkan pada periode gabungan yang paling ekonomis (POQ) yaitu 6 periode.

(29)

Total Biaya Pengadaan Bahan Baku

Total biaya pengadaan bahan baku dihitung dengan menjumlahkan semua komponen biaya pada proses pemesanan (ordering cost) dan penyimpanan (carrying cost) selama 6 periode pertama berdasarkan perencanaan pemesanan bahan baku (MRP). Biaya pemesanan terdiri dari biaya telepon dan biaya pengangkutan (distribusi), sedangkan biaya penyimpanan dihitung menggunakan biaya opportunity of capital (OC). Ketiga biaya tersebut dipengaruhi oleh frekuensi pemesanan, jumlah bahan yang dipesan, dan jumlah yang disimpan sebagai persediaan sehingga tidak termasuk biaya tetap dalam perhitungan direct labor dan overhead . Total biaya pengadaan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Total biaya pengadaan bahan baku (Rp) Bahan Baku Telepon Distribusi OC Total Tepung Terigu 18.000 312.000 20.094 350.094 Minyak Kelapa 3.000 13.000 20.743 36.743 Garam 3.000 0 3.686 6.686 Baking Soda 6.000 0 3.715 9.715 Lesitin Cair 3.000 0 2.656 5.656

Total 33.000 325.000 50.894 408.894

Indrajit dan Djokopranoto (2005) menyatakan apabila dikehendaki penekanan pada biaya pengelolaan barang, maka harus memprioritaskan komponen yang paling besar. Komponen biaya terbesar terletak pada biaya distribusi sebesar Rp 325.000. Biaya distribusi tersebut dapat ditekan dengan memilih angkutan yang lebih eknomis dan mengadakan kontrak jangka panjang dengan pemasok. Penekanan biaya pembelian barang seperti telepon dapat dilakukan dengan membuat kontrak pembelian periodik, sehingga tidak perlu memastikan ketersediaan bahan baku dengan telepon. Biaya penyimpanan dapat ditekan dengan menganalisis sistem persediaan yang paling sedikit dan mengevaluasi ulang jumlah persediaan pengaman. Total biaya yang pengadaan bahan baku produk edible dishware selama 6 periode adalah Rp 408.894.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap parameter pemilihan pemasok yang terdiri dari harga, biaya distribusi, biaya pemesanan, lead time, mekanisme pemesanan dan ketentuan jumlah pesanan maka pemasok yang dipilih adalah Toko Makmur Cileungsi, Makmur Pasar Anyar, Kimia Setia Guna, dan Bratachem Bogor.

(30)

pembelian per periode (lot for lot) untuk bahan baku tepung terigu dan baking soda, sistem pembelian gabungan beberapa periode (periodic order quantity) untuk bahan baku minyak kelapa, garam dan lesitin cair dengan gabungan periode selama 6 periode.

Biaya yang dikeluarkan pada proses pengadaan bahan baku yaitu biaya telepon, biaya distribusi, dan biaya opportunity of capital (OC) untuk enam periode pertama sesuai dengan MRP. Biaya distribusi merupakan komponen biaya terbesar yaitu sebesar Rp 325.000, Biaya OC sebesar Rp 50.894, dan biaya telepon sebesar Rp 33.000. Total dari keseluruhan biaya tersebut adalah Rp 408.894.

Salah satu kelayakan suatu bisnis ditentukan dengan adanya ketersediaan bahan baku dan bagaimana perusahaan mendapatkannya. Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa produk edible dishware memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Analisis yang berkaitan dengan pemasok, perencanaan pengadaan, dan total biaya yang diperlukan dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan start up bisnis produk edible dishware.

Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2005 - 2025. Bogor (ID) : Bappeda. Helena. 2005. Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan

Baku Jamu Tradisional pada PT X Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Indrajit RE, Djokopranoto R. 2005. Manajemen Persediaan : Barang Umum dan Suku Cadang untuk Keperluan Pemeliharaan, Perbaikan, dan Operasi. Jakarta (ID) : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Imoney Indonesia. 2014. Deposito Berjangka [internet]. [diunduh 2014 Agustus 22]. tersedia pada http://www.imoney.com.

Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan dengan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana Indonesia.

Munawar LM. 2014. Pengembangan Produk Edible Dishware [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Osterwalder A, Pigneur Y. 2010. Business Model Generation. Sihandrini NR, penerjemah. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Terjemahan dari: Business Model Generation.

Pratiwi GU. 2014. Analisis Pengembangan Pasar Produk Edible Dishware dengan Pendekatan Riset Aksi [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Render B dan Heizer J. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Jakarta (ID) :

Salemba Empat.

Russel RS, Taylor BW. 2006. Operation Management : Quality and Competitiveness in a Global Enviroment : Fifth Edition. Virginia (US) : J Wiley.

(32)

Lampiran 1 Penilaian kriteria lokasi produksi

Kuisioner pembobotan lokasi produksi edible dishware menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE)

Nama responden : Linda Kartika

Pekerjaan : Dosen Manajemen, FEM IPB Tanggal pengisian : Juni 2014

1 Pembobotan nilai kepentingan setiap kriteria

No Kriteria Tingkat kepentingan*

1 2 3 4 5 6 7

1 Ketersediaan bahan baku V

2 Upah minimum regional (UMR) V

3 Kemungkinan perluasan industri V

4 Kemudahan akses dengan jalan raya/tol V

5 Tingkat pajak V

6 Ketersediaan sumber air V

7 Ketersediaan fasilitas listrik V

8 Kemudahan pembuangan limbah industri V

*1 : sangat tidak penting, 2 : tidak penting, 3 : agak tidak penting, 4 : sedang, 5 : agak penting, 6 : penting, 7 : sangat penting

2 Pembobotan nilai setiap alternatif daerah

No Kriteria *TK

3 aKemudahan akses dengan jalan raya/tol

4 7 6 6

4 aKetersediaan sumber air industri

7 7 6 6

5 aKemudahan pembuangan limbah industri

6 6 6 6

6 bUpah Minimum Regional (UMR)

6 4 3 3

7 bTingkat pajak 4 2 2 2

Total Nilai 1.817.904 655.225 655.225

(33)

Lampiran 2 Neraca massa produksi edible dishware

Bahan baku = 242,05 g

Pencampuran

Pemanggangan dan pencetakan

Pendinginan

Edible dishware = 120 g

(34)

Lampiran 3 Data calon pemasok bahan baku A Tepung terigu

Kriteria Toko Makmur Cileungsi Toko Yoeks

Harga (Rp) 154.000/25 kg 154.000/25 kg

Biaya distribusi (Rp) 1.000/25 kg 3.000 – 6.000/25 kg

Biaya pemesanan (Rp) 3.000 3.000

Lead time (hari) 1 1

Mekanisme pemesanan Pesan – bayar – barang diantar

Pesan – bayar – barang diantar

Ketentuan lain Minimum order 25 kg Minimum order 200 bal

B Minyak kelapa

C Garam

Kriteria Toko Makmur Pasar Anyar Toko Setia

Harga (Rp) 313.500/17 kg 10.500/5 liter

Biaya distribusi (Rp) 13.000/order 13.000/ order

Biaya pemesanan (Rp) 3.000 3.000

Lead time (hari) 1 1

Mekanisme pemesanan Pesan – bayar – barang diambil

Pesan – bayar – barang diambil Ketentuan lainnya Minimum order 17 kg Minimum order 5 kg

Kriteria Toko Makmur Cileungsi oko Yoek’s

Harga (Rp) 55.000/ 12 kg 61.000/ 12 kg

Biaya distribusi (Rp) 0/order 0/order

Biaya pemesanan (Rp) 3.000 3.000

Lead time (hari) 1 1

Mekanisme pemesanan Pesan – bayar – barang diambil

Pesan – bayar – barang diambil

(35)

D Baking soda

E Lesitin cair

Kriteria Toko Kimia Setia Guna oko Yoek’s

Harga (Rp) 220.000/25 kg 7.500/ 0,5 kg

Biaya distribusi (Rp) 0 0

Biaya pemesanan (Rp) 3.000 3.000

Lead time (hari) 1 1

Mekanisme pemesanan Pesan – bayar – barang diambil

Pesan – bayar – barang diambil Ketentuan lainnya Minimum order 25 kg -

Kriteria Toko Bratachem Bogor Toko Bratachem Jakarta

Harga (Rp) 50.000/ kg 50.000/ kg

Biaya distribusi (Rp) 0 0

Biaya pemesanan (Rp) 3.000 3.000

Lead time (hari) 7 7

Mekanisme pemesanan Pesan - bayar - barang diambil

Pesan – bayar – barang diantar

(36)

Lampiran 4 Perhitungan biaya opportunity of capital per kg bahan (Rp/periode)

Bahan baku Keuntungan deposito Pajak (20%) Keuntungan bersih

Tepung terigu 36 7 29

Minyak kelapa 108 22 86

Garam 27 5 21

Baking soda 51 10 41

Lesitin cair 292 58 233

Nama Bank Produk Deposito Bunga (%/tahun)

BCA BCA Deposito Berjangka 6,00

BII BII Deposito 5,00

BNI BNI Deposito 5,75

BRI BRI Deposito Rupiah 6,00

CIMB Niaga CIMB Niaga Deposito X-tra 7,00

Commonwealth Commonwealth Deposito Berjangka 4,50

Danamon Danamon Depsoito 6,50

HSBC HSBC Time Deposit 5,25

Mandiri Mandiri Deposito 6,25

(37)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) A Tepung terigu

Material Tepung Periode

Lot size L4L 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan Bruto 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1

Persediaan 0 119,9 114,8 109,7 104,6 124,5 119,4

Rencana penerimaan pesanan 1.400 1.275 1.275 1.275 1.300 1.275

Rencana melakukan pesanan 1.400 1.275 1.275 1.275 1.300 1.275

Safety stock 50,67 50,67 50,67 50,67 50,67 50,67

ROP 104,01 104,01 104,01 104,01 104,01 104,01

Ukuran bal 56 51 51 51 52 51 0

Cost (Rp) 350.094

Material Tepung Periode

Lot size EOQ 2250 kg 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1

Persediaan 0 969,9 1.939,8 659,7 1.629,6 349,5 1.319,4

Rencana penerimaan pesanan 2250 2250 0 2250 0 2250

Rencana melakukan pesanan 2250 2250 0 2250 0 2250

Safety stock 50,67 50,67 50,67 50,67 50,67 50,67

ROP 104,01 104,01 104,01 104,01 104,01 104,01

Ukuran bal 90 90 0 90 0 90 0

Cost (Rp) 571.169

(38)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan)

Material Tepung Periode

Lot size POQ 2 periode 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1 1.280,1

Persediaan 0 1.394,9 114,8 1.509,7 229,6 1.624,5 344,4

Rencana penerimaan pesanan 2.675 0 2.675 0 2.675 0

Rencana melakukan pesanan 2.675 0 2.675 0 2.675 0

Safety stock 50,67 50,67 50,67 50,67 50,67 50,67

Total persediaan 104,01 104,01 104,01 104,01 104,01 104,01

Ukuran bal 107 0 107 0 107 0 0

Cost (Rp) 481.319

B Minyak kelapa

Material Minyak Kelapa Periode

Lot size L4L 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8

Persediaan 0 4,2 8,4 12,6 16,8 4 8,2

Rencana penerimaan pesanan 17 17 17 17 0 17

Rencana melakukan pesanan 17 17 17 17 0 17

Safety Stock 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51

ROP 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04

(39)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan)

Material Minyak Kelapa Periode

Lot size EOQ 68 kg 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8

Persediaan 0 55,2 42,4 29,6 16,8 4 59,2

Rencana penerimaan pesanan 68 0 0 0 0 68

Rencana melakukan pesanan 68 0 0 0 0 68

Safety stock 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51

ROP 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04

Cost (Rp) 49.819

Material Minyak Kelapa Periode

Lot size POQ 6 periode 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8

Persediaan 0 72,2 59,4 46,6 33,8 21 8,2

Rencana penerimaan pesanan 85 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 85 0 0 0 0 0

Safety stock 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51

ROP 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04

Cost (Rp) 36.743

(40)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan) C Garam

Material Garam Periode

Lot size L4L 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Persediaan 0 5,6 11,2 4,8 10,4 4 9,6

Rencana penerimaan pesanan 12 12 0 12 0 12

Rencana melakukan pesanan 12 12 0 12 0 12

Safety stock 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

ROP 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0.52

Cost (Rp) 13.094

Material Garam Periode

Lot size EOQ 96 kg 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Persediaan 0 89,6 83,2 76,8 70,4 64 57,6

Rencana penerimaan pesanan 96 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 96 0 0 0 0 0

Safety stock 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

ROP 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0.52

(41)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan)

Material Garam Periode

Lot size POQ 6 periode 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Persediaan 0 41,6 35,2 28,8 22,4 16 9,6

Rencana penerimaan pesanan 48 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 48 0 0 0 0 0

Safety stock 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Total persediaan 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0.52

Cost (Rp) 6.686

D Baking soda

Material Baking soda Periode

Lot size L4L 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Persediaan 0 18,6 12,2 5,8 24,4 18 11,6

Rencana penerimaan pesanan 25 0 0 25 0 0

Rencana melakukan pesanan 25 0 0 25 0 0

Safety stock 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

ROP 0,52 0,52 0,52 0,52 0.52 0,52

Cost (Rp) 9.714

(42)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan)

Material Baking soda Periode

Lot size EOQ 75 kg 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Persediaan 0 68,6 62,2 55,8 49,4 43 36,6

Rencana penerimaan pesanan 75 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 75 0 0 0 0 0

Safety stock 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

ROP 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52

Cost (Rp) 15 .939

Material Baking soda Periode

Lot size POQ 6 periode 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4

Persediaan 0 43,6 37,2 30,8 24,4 18 11,6

Rencana penerimaan pesanan 50 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 50 0 0 0 0 0

Safety stock 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

ROP 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52

(43)

Lampiran 5 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan) E Lesitin cair

Material Lesitin cair Periode

Lot size L4L 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

Persediaan 0 0,4 0.8 0,2 0,6 1 0,4

Rencana penerimaan pesanan 1 1 0 0 1 1

Rencana melakukan pesanan 1 1 0 0 1 1

Safety stock 0,18 0.18 0,178 0,18 0,18 0,18

ROP 0,36 0.366 0,36 0,36 0,36 0,36

Cost (Rp) 12.792

Material Lesitin cair Periode

Lot size EOQ 4 kg 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

Persediaan 0 3,4 2,8 2,2 1,6 1,0 0,4

Rencana penerimaan pesanan 4 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 4 0 0 0 0 0

Safety stock 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18

ROP 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36 0,36

Cost (Rp) 5.656

(44)

Lampiran 4 Ukuran lot material requirement planning (kg) (lanjutan)

Material Lesitin cair Periode

Lot size POQ 6 periode 0 1 2 3 4 5 6

Kebutuhan bruto 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

Persediaan 0 3,4 2,8 2,2 1,6 1,0 0,4

Rencana penerimaan pesanan 4 0 0 0 0 0

Rencana melakukan pesanan 4 0 0 0 0 0

Safety stock 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17

ROP 0,36 0,36 0,36 0,36 0.36 0,36

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kasih Raja pada tanggal 15 November 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Rohimi dan Jumyati. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri Kasih Raja pada tahun 1998-2004, melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Cinta Manis pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007-2010 diterima di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung. Penulis melanjutkan pendidikan Strata 1 pada perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor di Departemen Teknologi Industri Pertanian melaui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama di Institut Pertanian Bogor penulis mendapatkan beasiswa pendidikan Bidik Misi dari Kementerian Pendidikan Nasional. Selain itu penulis juga pernah menjalani pendidikan informal di Happy English Course, Kediri dan Quali International, Bogor.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 2  Proses pemilihan lokasi produksi produk edible dishware
Tabel 2  Karakteristik bahan baku
Tabel 4 Formula bahan baku produk edible dishware
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti belum menemukan publikasi tentang kunjungan rumah sebagai metode pembelajaran di Indonesia, demikian pula publikasi metode kunjungan rumah yang ditekankan untuk

Pengadilan Negeri Cianjur yang mengadili perkara pidana pelanggaran Lalu Lintas dengan Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan, telah menjatuhkan putusan

pada gambar 19 berfungsi untuk menambah data user harus diisi semua tidak boleh ada yang

Tiga titik sampel yang diambil dalam penelitian menunjukkan bahwa informasi penginderaan jauh yang diperoleh dapat mendukung penelusuran batas wilayah karena terdapat

Dzulkiflee Abdul Razaq dan sebuah lagi laporan sebuah panel yang diketuai oleh Tan Sri Wan Zahid Wan Noordin hanya akan menyebabkan spekulasi orang awam mengenai ketelusan

dibutuhkan dalam proses pelaksanaan konseling itu sendiri. Dengan adanya kesepahaman ini, diharapkan proses penyelesaian permasalahan konseli cepat di selesaikan. Untuk

Masa akhir kanak-kanak menurut psikologi islam adalah tahap tamyiz, fase ini anak mulai mampu membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah, pada usia Nabi

Kekejaman saat masa kekuasaan Pol Pot dan berkuasanya kelompok Khmer Merah pernah ditulis oleh Pin Yathay dalam bukunya yang berjudul “Pertahankan