• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Rumput Laut Glacilaria sp. dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Rumput Laut Glacilaria sp. dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI RUMPUT LAUT Glacilaria sp. DALAM

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

TINGGI SERAT DAN IODIUM

LOVI DWI PRINCESTASARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi rumput laut Glacilaria sp. dalam pembuatan bakso daging sapi tinggi serat dan iodium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LOVI DWI PRINCESTASARI. Formulasi Rumput Laut Glacilaria sp. dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium. Dibimbing oleh LEILY AMALIA FURKON.

Indonesia memiliki masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang (GAKI) dan masalah gizi lebih. Tujuan penelitian ini adalah formulasi rumput laut Glacilaria sp. dalam pembuatan bakso daging sapi tinggi serat dan iodium. Metode yang digunakan untuk analisis iodium adalah metode spektrofotometri sedangkan untuk analisis serat pangan menggunakan metode enzimatis. Hasil analisis Glacilaria sp menunjukkan kadar air 88.65%, abu 17.09%, lemak 3.17%, protein 16.83%, karbohidrat 62.91%. Kadar serat pangan total 11.2% dan kadar iodium 54.27 mcg/g. Hasil analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat produk bakso terpilih (F2=40%) secara berturut-turut yaitu 76.93%, 2.31%, 0.5%, 8.11%, dan 12.16%. Kadar serat pangan total dan iodium produk terpilih 5.99% dan 1.14 mcg/g. Uji sifat fisik menunjukkan nilai kekerasan 4570 gf. Hasil uji daya terima menunjukkan 90.3% responden menyatakan suka dan dapat menerima produk bakso terpilih dengan baik. Produk bakso terpilih memberikan kontribusi serat 10.37-14.13%, dan iodium 49.4% terhadap AKG anak usia 6-12 tahun. Kesimpulan: produk bakso dengan penambahan 40% rumput laut Glacilaria sp. menjadi produk tinggi serat dan iodium.

Kata kunci: Bakso daging sapi, iodium, rumput laut Glacilaria sp, serat

ABSTRACT

LOVI DWI PRINCESTASARI. Formulation of Seaweed Glacilaria Sp. in Producing Meatball with High Fiber and Iodine. Supervisied by LEILY AMALIA FURKON

Indonesia at this time is facing double burden of malnutrition, that are undernutrition (IDD) and overnutrition.The aim of this research was to formulate seaweed Glacilaria sp. in producing meatballs with high content of fiber and iodine. The method used for analysis of iodine was spectrophotometric method, while for dietary fiber analysis used enzymatic methods.The proximate analysis of Glacilaria sp. showed the water content of 88.65%, 17.09% ash, 3.17% fat, 16.83 protein, and 62.91% carbohydrate. The total dietary fiber was found to be 11.2% with the iodine concentration of 54.27 mcg/g. The result of analysis of the selected meatballs product (F2=40%) were 76.93%, 2.31%, 0.5%, 8.11%, and 12.16% for water, ash, fat, protein, and carbohydrate content respectively. The total dietary fiber and iodine content was found out to be 5.99% and 1.14 mcg/g. The physical properties test resulted 4570 gf for hardness. The result of acceptance test showed 90.3% of respondences stated like and could accept the selected meatballs product well.The selected meatballs product gave contribution with 10.37-14.13% fiber, and 49.4% iodine towards 6-12 years old’s children nutritional needs. The conclusion was the meatballs with addition of Gracilaria sp. became high fiber and iodine product.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

FORMULASI RUMPUT LAUT Glacilaria sp. DALAM

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

TINGGI SERAT DAN IODIUM

LOVI DWI PRINCESTASARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Formulasi Rumput Laut Glacilaria sp. dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium

Nama : Lovi Dwi Princestasari NIM : I14110016

Disetujui oleh

Leily Amalia Furkon, STP, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 ini ialah pangan tinggi serat dan iodium, dengan judul Formulasi Rumput Laut Glacilaria sp. dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat Iodium.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Leily Amalia Furkon, STP. MSi selaku dosen pembimbing akademik dan juga dosen pembimbing skripsi atas semua waktu, pemikiran, dorongan, dukungan, dan semangatnya untuk penelitian ini. Penulis juga ucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku pemandu seminar dan penguji atas saran dan masukan yang diberikan sehingga dapat terselesaikannya karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Endang Rusmalia selaku laboran di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Ibu Dini selaku Laboran di Laboratorium Kimia Balai Besar Pascapanen Pertanian, dan Ibu Anting selaku laboran di Laboratorium Fisik Departemen ITP IPB atas bantuan dan bimbingannya selama penulis melakukan analisis. Terima kasih juga kepada keluarga besar SDN Cipanengah CBM Kota Sukabumi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan uji daya terima.

Penghargaan tertinggi penulis sampaikan untuk kedua orang tua tercinta, abah (Drs H Moch Badri S) dan mamah (Hj Jamilah Rochmi) serta adik (Cika Trinovela Nurul Akbar) kakak (Feri Malik Abdurrahman) yang selalu mencurahkan doa, perhatian, dukungan, dan semangatnya yang tiada henti untuk penulis. Kepada teman-teman terdekat yang selalu membantu dan memberikan semangatnya kepada penulis (Intan Kusumawati, Mulyati, dan Marissa Syahri), terima kasih juga penulis ucapkan kepada Andi Muh Akram Mukhlis S.T yang selalu memberi semangat, dukungan, dan doa terbaiknya untuk penulis. Terima kasih yang tak terlupakan untuk teman/sahabat seperjuangan yang selalu dengan kuat berjalan bersama yaitu Ekhsanika Meindra, terima kasih untuk kebersamaan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih untuk semangat dan dukungan rekan se-PS (Rafsan, Nisfa, dan Restu). Untuk para stronger (3DP NF 2014) yang selalu memberikan dukungan dan hiburan untuk penulis. Untuk teman-teman GM 48, dan teman-teman lain yang tak bisa disebutkan satu per satu disini. Tanpa doa, dukungan, serta limpahan kasih sayang mereka mungkin karya ilmiah ini tidak dapat terselesaikan secepatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan 4

Alat 4

Tahapan Penelitian 5

Rancangan Percobaan 10

Pengolahan dan Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Pembuatan Bubur Rumput Laut Glacilaria sp 10

Analisis Kimia Rumput Laut Glacilaria sp. 11

Formulasi Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium 14 Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi Hasil Formulasi 16

Penentuan Formula Bakso Daging Sapi Terpilih 21

Uji Sifat Fisik Produk Bakso Daging Sapi Terpilih 22 Kandungan Zat Gizi Produk Bakso Daging Sapi Terpilih 23 Daya Terima Sasaran terhadap Produk Bakso Daging Sapi Terpilih 27 Kontribusi Produk Bakso Daging Sapi Terpilih terhadap AKG Anak Sekolah

Dasar (6-12 tahun) 29

(10)

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 35

RIWAYAT HIDUP 47

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi rumput laut Glacilaria sp. 12

2 Formulasi bakso daging sapi tinggi serat dan iodium 15

3 Nilai modus hasil uji hedonik (kesukaan) 16

4 Nilai modus hasil uji mutu hedonik 17

5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk bakso 20 6 Kandungan gizi bakso daging sapi terpilih (F2) 23 7 Kandungan dan kontribusi zat gizi bakso formula terpilih per takaran

saji (52 gram) terhadap AKG anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) 29 8 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data hedonik 44 9 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov data mutu hedonik 44

10 Test statistika,b hasil uji hedonik 44

11 Test statistika,b hasil uji mutu hedonik 45

12 Hasil sidik ragam (ANOVA) uji persentase penerimaan panelis 45

13 Hasil uji lanjut Duncan untuk atribut warna 45

14 Hasil uji lanjut Duncan untuk atribut rasa 45

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 5

2 Proses Perendaman dan pembuatan bubur rumput laut menurut Chaidir

(2007) 6

3 Proses pembuatan bakso daging sapi modifikasi dari Anshori (2002) 7 4 Persentase tingkat kesukaan panelis berdasarkan atribut keseluruhan 21 5 Persentase tingkat kesukaan konsumen terhadap bakso terpilih 27

6 Persentase sisa bakso daging sapi 28

7 Analisis kadar serat pangan total metode enzimatis (Asp et al. 1984) 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner uji organoleptik bakso hasil formulasi 35 2 Kuesioner uji daya terima pada anak sekolah dasar 38

3 Prosedur analisis kimia 39

(11)
(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Kegemukan atau overweight menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Dampak kegemukan pada masa anak-anak akan menjadi faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif. Prevalensi overweight anak usia 5-12 tahun di Indonesia adalah 10.8% (Riskesdas 2013). Tingginya angka overweight dipicu oleh akumulasi konsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat secara berlebihan. Penelitian yang dilakukan Hardinsyah (2011) menunjukkan bahwa asupan rata-rata energi dari lemak di Indonesia adalah 29.1%, melebihi anjuran Depkes (2004) yang seharusnya <25% dari asupan energi. Penelitian Depkes (2008) menunjukkan, asupan serat rata-rata penduduk Indonesia sekitar 10.7 gram per hari. Angka tersebut jauh dibawah anjuran konsumsi serat 25-30 gram per hari. Data tersebut memberikan informasi bahwa, asupan serat penduduk Indonesia hanya memenuhi sepertiga dari yang dianjurkan. Bahan makanan sumber serat, terutama sayuran tidak banyak disukai oleh masyarakat (Giampaoli dan Khanna 2001). Penelitian lain yang dilakukan Musadat (2010) menunjukkan bahwa, sebagian besar anak usia 6-14 tahun yang mengalami overweight di Provinsi Sumatera Selatan memiliki perilaku konsumsi buah dan sayur yang kurang baik.

Bukan hanya masalah gizi lebih yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun dan memerlukan penanganan intensif dari berbagai pihak terkait, tetapi disisi lain, masalah gizi kurang juga masih banyak terjadi di Indonesia. Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi kurang yang memerlukan penanganan khusus, karena memiliki dampak yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup. Kekurangan iodium saat ini tidak hanya digambarkan dengan gondok atau kretinisme saja, namun ada efek jangka panjang yang berujung pada penurunan kualitas SDM yaitu penurunan potensi kecerdasan (Intelligence Quotient = IQ). Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok rawan defisiensi iodium, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap dampak negatif defisiensi iodium terhadap kecerdasan anak. Mutalazimah dan Asyanti (2009), kejadian GAKI pada anak usia sekolah menyebabkan hasil belajar yang lebih rendah, kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan penurunan prestasi belajar anak. Masalah defisiensi iodium ini dapat terjadi di daerah mana saja, terutama di dataran tinggi. Sutomo (2007) yang melakukan penelitian terkait prestasi belajar anak penderita GAKI dan non-GAKI di daerah endemik berat, Kabupaten Konawe yaitu sebanyak 27.6% anak SD menderita GAKI dan hasil uji korelasi spearman menunjukkan adanya hubungan negatif (p<0.01) antara kejadian GAKI dengan prestasi belajar anak SD. Topografi wilayah yang miring menjadikan kadar iodium dalam tanah yang berasal dari air hujan cenderung mengalir ke dataran di bawahnya sehingga iodium dalam tanah dan tanaman cenderung rendah.

(14)

2

Program ini merupakan salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan iodium individu dan juga sebagai salah satu cara untuk mencegah dan menangani GAKI didaerah endemik. Target program tersebut adalah 90% rumah tangga mengonsumsi garam beriodium cukup (≥30 ppm) secara nasional. Data Riskesdas (2013) menunjukkan, proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium dalam jumlah yang cukup hanya 77.1%. Hal serupa ditemukan oleh Madanijah dan Hirnawan (2007), 56.7% rumah tangga (gondok) di Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya mengonsumsi garam kurang iodium (<30 ppm).

Minimnya pangan olahan dengan kandungan iodium yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dataran tinggi serta rendahnya minat masyarakat untuk mengonsumsi sayur, menjadi dasar perlu adanya pengembangan suatu produk tinggi serat dan juga tinggi iodium dengan memanfaatkan bahan pangan tinggi serat dan iodium. Seperti diketahui, wilayah pantai memiliki rumput laut dengan kandungan iodium cukup beragam yaitu 0.1-0.15 % pada ganggang merah serta kandungan serat pangan yang tinggi (Winarno 1990). Salah satu jenis rumput laut yaitu Glacilaria sp, RL ini memiliki beberapa keunggulan yaitu, harganya murah, mudah diperoleh, dan juga mudah dalam pengolahan. Penelitian Chaidir (2007) menunjukkan kadar iodium Glacilaria sp adalah 29.94 mcg/g (%bk) dan serat pangan 9.76% (%bb). Hal ini menggambarkan bahwa, Glacilaria sp dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pangan tinggi serat dan iodium.

Mengingat pentingnya peranan serat untuk mencegah dan menanggulangi masalah gizi lebih, serta peranan iodium dalam mencegah dan menanggulangi masalah GAKI, maka diperlukan adanya suatu produk pangan tinggi serat dan iodium yang umum dikonsumsi oleh anak-anak sebagai kelompok sasaran. Produk yang umum disukai oleh anak dan juga kelompok masyarakat lainnya adalah bakso daging sapi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan pengembangan produk bakso daging sapi yang ditambahkan rumput laut Glacilaria sp para taraf yang berbeda untuk peningkatan kadar serat dan iodium dalam produk bakso daging sapi.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian dengan judul formulasi rumput laut Glacilaria Sp. dalam pembuatan bakso daging sapi tinggi serat dan iodium terdiri atas beberapa pertanyaan, yaitu:

1. Berapakah kandungan kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, serat kasar, serat pangan total, dan kandungan iodium dalam rumput laut Glacilaris sp pada penelitian ini?

2. Bagaimana formulasi bakso daging sapi dengan penambahan rumput laut Glacilaria sp?

3. Bagaimana pengaruh penambahan rumput laut Glacilaria sp terhadap karakteristik organoleptik (hedonik dan mutu hedonik) produk hasil formulasi?

4. Bagaimana pengaruh penambahan rumput laut Glacilaria sp terhadap sifat fisik (uji kekerasan dan kekenyalan) produk terpilih?

(15)

3 6. Bagaimana pengaruh penambahan rumput laut Glacilaria sp terhadap daya

terima sasaran (siswa SD kelas V) untuk produk terpilih?

7. Berapakah kontribusi energi dan zat gizi dari produk bakso terpilih terhadap angka kecukupan gizi (AKG) anak usia 6-12 tahun.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan formulasi rumput laut Glacilaria sp. dalam pembuatan bakso daging sapi tinggi serat dan iodium.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis sifat kimia rumput laut Glacilaria sp. meliputi analisis: proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat), kadar iodium, dan kadar serat pangan total.

2. Mendapatkan formula bakso daging sapi dengan penambahan rumput laut Glacilaria sp pada taraf yang berbeda.

3. Menganalisis sifat organoleptik (uji hedonik dan mutu hedonik) pada produk bakso daging sapi hasil formulasi untuk memperoleh bakso formula terpilih 4. Menganalisis sifat fisik (kekerasan dan kekenyalan) bakso formula terpilih 5. Menganalisis sifat kimia yang meliputi analisis proksimat, kadar iodium, dan

kadar serat pangan total dari bakso formula terpilih

6. Menganalisis daya terima bakso formula terpilih kepada kelompok sasaran yaitu anak usia sekolah (anak siswa SD kelas V)

7. Menghitung kontribusi zat gizi yang dapat diberikan oleh bakso formula terpilih terhadap AKG (angka kecukupan gizi) anak usia sekolah (AUS) yaitu anak dengan rentang usia 6-12 tahun.

Manfaat Penelitian

(16)

4

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai Desember 2014 sampai Maret 2015. Formulasi bakso dilaksanakan di Laboratorium Percobaan Makanan, uji organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat) dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Uji kadar iodium dan serat pangan total dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Kota Bogor. Uji Sifat fisik dilaksanakan di Laboratorium Jasa Analisis Terpadu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Uji daya terima kepada sasaran dilaksanakan kepada siswa/i kelas V SDN Cipanengah CBM Kota Sukabumi.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah rumput laut merah Glaciralia sp dan daging sapi segar bagian gandik, sedangkan bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan bakso daging sapi antara lain tepung tapioka, es batu, lada bubuk, bawang putih bubuk, garam non-iodium, dan STPP.

Proses analisis sifat kimia dari rumput laut Glaciralia sp dan juga bakso daging sapi formula terpilih menggunakan beberapa bahan atau pereaksi kimia diantaranya aquades, pelarut hexane, HCl, selenium-Mix, H2SO4 pekat, NaOH, asam borat (H3BO3), dan indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Bahan utama yang digunakan dalam analisis sifat organoleptik adalah produk bakso hasil formulasi. Sementara, uji sifat fisik, uji safat kimia, uji daya terima, dan perhitungan kontribusi zat gizi terhadap AKG menggunakan bakso formula terpilih sebagai bahan utamanya.

Alat

(17)

5

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari serangkaian prosedur perendaman rumput laut, hingga diperoleh rumput laut yang bersih dan siap uji. Kemudian dilakukan analisis kimia terhadap bahan dasar meliputi uji proksimat, uji kadar iodium, dan serat pangan total. Rumput laut yang sudah bersih juga dibuat bubur rumput laut Glaciralia sp. untuk kemudian ditambahkan dalam formulasi bakso daging sapi dengan taraf penambahan yang berbeda.

Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan bubur rumput laut Glaciralia sp. kedalam formula bakso daging sapi. Kemudian dilakukan uji organoleptik pada produk bakso hasil formulasi. Bakso formula terpilih kemudian diuji sifat fisik, kimia, daya terima, dan kontribusi zat gizi terhadap AKG anak usia 6-12 tahun. Tahapan penelitian secara jelas disajikan dalam Gambar 1.

(18)

6

Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan dimulai dengan melakukan perendaman rumput laut Glacilaria sp. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menghilangkan bau amis yang ada pada rumput laut, mendapatkan kenampakan yang cukup putih dan bersih, dan mendapatkan tekstur kompak. Setelah mendapatkan rumput laut sesuai spesifikasi yang telah ditentukan, selanjutnya dilakukan pembuatan bubur rumput laut. Tahapan perendaman rumput laut Glacilaria sp mengacu pada Chaidir (2007), seperti tampak pada Gambar 2. Bubur rumput laut dengan kadar 30, 40, dan 50% ditambahkan kedalam adonan bakso daging sapi yang telah dibuat dengan mengacu pada Anshori (2002).

Gambar 2 Proses Perendaman dan pembuatan bubur rumput laut menurut Chaidir (2007)

Penelitian Utama

(19)

7 menganalisis daya terima bakso daging sapi formula terpilih kepada anak usia sekolah (kelas V SD) sebagai sasaran utama.

1. Formulasi Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Bubur Rumput Laut Glacilaria Sp.

Tahap awal dari penelitian utama yaitu melakukan formulasi bakso daging sapi dengan penambahan bubur rumput laut untuk meningkatkan kandungan serat dan iodium dalam produk akhir (bakso daging sapi). Persentase bubur rumput laut yang ditambahkan yaitu 30, 40, dan 50% dari berat adonan total, mengacu pada penelitian Trees (2003). Sedangkan untuk penggunaan daging sapi segar bagian gandik, tepung tapioka, lada bubuk, garam non-iodium, es batu, STPP, dan bawang putih bubuk yang digunakan untuk setiap formula jumlahnya sama.

(20)

8

Proses pembuatan bakso daging sapi ini diawali dengan mencuci dan membersihkan daging segar menggunakan air mengalir, kemudian memotongnya dalam ukuran yang lebih kecil untuk mempermudah proses penghancuran daging, dan memasukannya kedalam food processor bersamaan dengan es batu, STPP, dan garam non-iodium. Bahan-bahan kemudian digiling dan dicampurkan dalam food processor selama 1-2 menit. Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka, lada bubuk, dan bawang putih bubuk, digiling dan diaduk kembali dalam food processor. Adonan yang sudah tercampur merata kemudian disimpan dalam lemari es selama 30 menit, fungsi dari penyimpanan ini adalah untuk menjaga suhu adonan dan memperoleh adonan yang kompak. Setelah 30 menit, adonan ditambahkan bubur rumput laut dengan taraf berbeda yaitu 0% (F0), 30% (F1), 40% (F2), dan 50% (F3) dari berat adonan total, diaduk hingga homogen, dan adonan dibentuk bulatan dengan tangan, kemudian direbus dalam air hangat bersuhu +80 0C selama 5-8 menit. Bakso yang sudah mulai terapung menunjukkan bahwa bakso sudah cukup matang.

2. Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi Hasil Formulasi

Uji organoleptik yang dilakukan berupa uji hedonik dan mutu hedonik terhadap 35 orang panelis agak terlatih, tujuan dari uji organoleptik ini adalah untuk memperoleh bakso dengan formula terpilih yang dapat diterima oleh panelis dari 4 formulasi yang dilakukan. Panelis menilai tingkat kesukaan (hedonik) terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan aftertaste menggunakan tujuh skala penilaian, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) cukup suka, (5) suka, (6) sangat suka, (7) sangat suka sekali. Uji mutu hedonik meliputi uji terhadap atribut warna permukaan, aroma, rasa, tekstur, dan aftertaste. Klasifikasi atribut warna permukaan adalah abu-abu kecoklatan sangat pucat (1), abu-abu kecoklatan pucat (2), abu-abu coklat agak pucat (3), abu-abu kecoklatan khas produk (4), abu-abu kecoklatan agak pekat (5), abu-abu kecoklatan pekat (6), abu-abu kecoklatan sangat pekat (7). Klasifikasi atribut aroma meliputi sangat tidak tercium sekali (1), sangat tidak tercium (2), tidak tercium (3), norma khas daging (4), kuat tercium (5), sangat kuat tercium (6), sangat kuat tercium sekali (7). Kalsifikasi untuk atribut terdiri dari sangat hambar (1), hambar (2), agak guruh spesifik produk (3), gurih spesifik produk (4), agak masam rumput laut (5), masam rumput laut (6), sangat masam rumput laut (7). Klasifikasi untuk atribut tekstur adalah (1) sangat lembek, (2) lembek, (3) agak kenyal, (4) kenyal, (5) sangat kenyal, (6) agak keras, (7) keras. Klasifikasi untuk atribut aftertaste meliputi (1) sangat tidak terasa sekali, (2) sangat tidak terasa, (3) tidak terasa, (4) netral khas produk, (5) terasa, (6) sangat terasa, (7) sangat terasa sekali.

(21)

9

3. Uji Sifat Fisik Bakso Daging Sapi Formula Terpilih

Uji sifat fisik yang dilakukan terhadap produk bakso dengan formula terpilih adalah uji kekenyalan bakso (Ferdiaz 1987). Pengukuran kekenyalan bakso dapat dilakukan dengan menggunakan texture analyzer XT-2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Pengukuran kekenyalan berhubungan dengan mudah atau tidaknya bakso tersebut untuk digigit.

4. Uji Sifat Kimia Bakso Daging Sapi Formula Terpilih

Uji sifat kimia yang dilakukan terhadap bubur rumput laut dan bakso daging sapi formula terpilih meliputi uji proksimat, uji kadar mineral iodium, dan serat pangan total. Uji proksimat terdiri atas uji kadar air (AOAC 1995), uji kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), uji kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 1995), uji kadar lemak metode Soxhlet (AOAC 1995), uji kadar karbohidrat by difference, dan uji kadar serat makanan metode enzimatik (Asp et al. 1984), dan kadar iodium metode Atomic Absorpstion Spectrofotometry (AAS). Prosedur analisis kimia disajikan pada Lampiran 3.

5. Uji Daya Terima Bakso Daging Sapi Terpilih ke Anak Sekolah Dasar

Uji daya terima bakso daging sapi formula terpilih dilakukan terhadap 31 konsumen sasaran, yaitu anak sekolah dasar kelas V dengan kriteria inklusi anak SD kelas V dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik (secara mandiri) dan mau berpartisipasi dalam penelitian ini (Sinaga et al. 2012; Sutyawan dan Setiawan 2013). Menurut Setyaningsih (2010) uji daya terima terhadap konsumen sasaran dilakukan kepada minimal 30 orang. Uji daya terima dilakukan terhadap siswa kelas V SDN Cipanengah CBM Kota Sukabumi dengan menggunakan kuisioner yang diisi secara mandiri. Kuisioner daya terima disajikan pada Lampiran 2. Metode yang digunakan adalah menilai kesukaan panelis (Singh-Ackbarali dan Maharaj 2013) dan mengukur berapa banyak makanan yang tidak dapat dihabiskan (sisa makanan) dengan 6 skala pengukuran: Habis semua (0 buah), sisa ¼ porsi (1 buah), sisa ½ porsi (2 buah), sisa ¾ porsi (3 buah), hampir tidak dimakan (masih 4 buah), dan utuh tidak dimakan (4 buah utuh) (Comstock et al. 1979).

6. Perhitungan Kontribusi Zat Gizi Bakso Daging Sapi terhadap AKG Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)

Almatsier (2004) menjelaskan, angka kecukupan gizi (AKG) atau biasa dikenal dengan recommended daily allowance (RDA) merupakan taraf konsumsi zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir seluruh orang sehat. Kecukupan nilai energi ditetapkan dengan cara yang berbeda daripada kecukupan zat gizi lainnya. suatu produk dapat memberikan kontribusi sejumlah zat gizi tertentu dengan menghitung kontribusinya terhadap AKG. Perhitungan kontribusi zat gizi memerlukan adanya penentuan jumlah takaran saji sehingga angka kecukupan gizi per saji dan kontribusinya terhadap AKG dapat dihitung.

(22)

10

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan faktor tunggal yaitu penambahan rumput laut Glaciralia Sp. sebanyak 30, 40, dan 50% dari berat adonan total dengan dua kali ulangan. Model matematika dari rancangan ini adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ai + ɛij Keterangan :

Yij : respon percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan rumpu laut Glaciralia Sp perlakuan ke-I, ulangan ke-j

µ : nilai rata-rata

Ai : pengaruh perlakuan penambahan rumput laut Glaciralia Sp taraf ke-i

ɛij : kesalahan (galat) karena pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j i : perlakuan (i = formula 0, formula 1, formula 2, formula 3) j : ulangan (j = 1, 2)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik berupa hedonik dan mutu hedonik dianalisis dengan uji non-parametrik Kruskal Wallis Test karena data yang diperoleh tidak menyebar secara normal menurut hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (p<0.05). Data persentase penerimaan panelis yang diperoleh dari hasil uji hodenik (kesukaan) dianalisis dengan ANOVA karena data yang diperoleh menyebar secara normal (p>0.05). Sementara, data hasil uji kimia (proksimat, kadar serta kasar, serat pangan total, dan iodium), uji sifat fisik (uji kekenyalan), penentuan formula terpilih (pembobotan), dan data perhitungan kontribusi AKG dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Bubur Rumput Laut Glacilaria sp

(23)

11 Tahap yang dilakukan meliputi pencucian, perendaman, dan penirisan. Pencucian dilakukan sebanyak 2-3 kali untuk mendapat rumput laut yang terbebas dari benda-benda fisik yang tidak diharapkan. Tahap selanjutnya adalah proses perendaman. Chaidir (2007) menyatakan, terdapat tiga media perendaman yang digunakan dalam penelitiannya yaitu air tawar, larutan tepung beras, dan kombinasi air tawar dan kapur tohor (CaO). Mengacu pada penelitian sebelumnya, maka media perendaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perendaman dengan menggunakan larutan tepung beras 5% selama 9 jam dan larutan CaO 0.5% selama 10 menit. Bahan pemucat yang digunakan ini sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan sedikit mungkin menggunakan bahan kimia.

Hasil perendaman rumput laut dengan menggunakan larutan tepung beras 5% selama 9 jam adalah rumput laut dengan bau amis yang mulai berkurang, Ubaedillah (2008) menjelaskan bahwa larutan tepung beras dengan kandungan pati yang tinggi dapat menghilangkan bau amis pada rumput laut. Namun, pigmen warna pada rumput laut tidak hilang secara merata. Pigmen warna pada Glacilaria sp. sangat kuat sehingga tidak dapat larut dalam air tawar maupun larutan tepung beras 5%, maka dilakukan perendaman tambahan dalam larutan CaO 0.5% selama 10 menit, hasil dari perendaman ini adalah memudarnya pigmen merah kecokelatan pada rumput laut. Larutan CaO 0.5% adalah suatu bahan kimia yang dapat menghilangkan pigmen warna secara merata pada rumput laut (Chaidir 2007). Paranginangin et al. (2003) menyatakan, larutan CaO yang digunakan sebagai media perendaman juga berfungsi untuk menghilangan bau amis pada rumput laut secara merata, serta untuk mendapat rumput laut yang aseptis, berwarna bersih, dan bertekstur kenyal.

Tahap selanjutnya adalah pencucian kembali rumput laut dengan air mengalir untuk menghilangkan bau khas dari kapur tohor (CaO). Hasil akhir dari proses perendaman ini adalah rumput laut dengan kenampakan yang cukup bersih, tidak berbau, dan tekstur yang padat. Kemudian dilakukan pembuatan bubur rumput laut. Bubur rumput laut merupakan hasil olahan dari rumput laut yang telah dihaluskan secara mekanis dengan menggunakan blender. Bubur rumput laut ini memiliki beberapa keunggulan yaitu volume yang kecil sehingga tidak membutuhkan ruang yang terlalu besar dan efektif aplikasinya dalam pembuatan adonan, serta tidak memerlukan biaya yang tinggi dalam pembuatannya (Ubaedillah 2008).

Analisis Kimia Rumput Laut Glacilaria sp.

(24)

12

Tabel 1 Kandungan gizi rumput laut Glacilaria sp. Komposisi Hasil Analisis Chaidir

Kadar Karbohidrat (%bk) 62.91 79.08 35-74

Serat Tidak Larut (%bk) 1.10 - -

Serat Pangan Total (%bb) 11.20 9.76 -

Iodium (mcg/g, bk) 54.27 29.94 9.4-72.2

A. Kadar Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi manusia dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain, air juga merupakan suatu komponen penting dalam bahan pangan, yang harus diperhatikan dalam proses pengolahan produk karena komponen ini akan mempengaruhi penampakan dan tekstur dari suatu bahan pangan (Winarno 2008). Kadar air rumput laut hasil analisis dalam penelitian ini (88.65%) dibandingkan dengan hasil penelitian Chaidir (2007) (89.91%) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Kadar air hasil analisis sesuai dengan penelitian yang dilakukan Winarno (1990), begitupun hasil penelitian yang dilakukan Ito dan Hori (1989) bahwa, air merupakan kandungan utama dalam rumput laut segar kadar air mencapai 80-90%.

B. Kadar Abu

Kadar abu hasil analisis proksimat suatu pangan menunjukkan kandungan mineralnya. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kadar abu dalam rumput laut Glacilaria sp. adalah 17.09% jauh lebih tinggi dibandingkan hasil analisis Chaidir (2007) yaitu sebesar 8.09%. Astawan et al. (2001) menjelaskan, kadar abu rumput laut memang bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, karena dipengaruhi oleh habitat dan variasi individu rumput laut. Perbedaan hasil analisis kadar abu juga terjadi pada penelitian Hudaya (2008) yaitu 15.56% yang jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Santoso et al. (2003) yaitu 3.4% untuk jenis rumput laut yang sama yaitu Eucheuma cottonii. Perbedaan hasil analisis ini diduga karena adanya perbedaan faktor lingkungan, khususnya habitat yang dapat mempengaruhi kadar mineral (abu) dalam rumput laut. Namun hasil analisis kadar mineral penelitian ini telah sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ito dan Hori (1989) bahwa, kadar abu pada rumput laut berkisar 10-50%.

C. Kadar Lemak

(25)

13 berkisar 0.2-3.8%, sehingga hasil analisis dari penelitian ini sesuai dengan rentang nilai yang ditetapkan dari penelitian sebelumnya.

D. Kadar Protein

Protein adalah salah satu zat gizi utama yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup. Kadar protein (16.83%) hasil analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil analisis Chaidir (2007) (0.31%), hal ini diduga disebabkan adanya variasi individu, habitat, kematangan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi komposisi protein rumput laut (Ito dan Hori 1989). Chaidir (2007) menjelaskan bahwa, beberapa rumput laut dengan jenis yang sama juga kadang berbeda kandungan proteinnya, yang disebabkan perbedaan keadaan perairan tempat tumbuh dan bibit rumput laut yang ditanam. Hasil penelitian Ito dan Hori (1989) menunjukkan kadar protein pada rumput laut berkisar 5-35%, hasil analisis kadar protein dalam penelitian ini sesuai dengan rentang nilai yang ditetapkan dari hasil penelitian sebelumnya.

E. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan metode by difference sehingga kadarnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan air, abu, lemak, dan protein. Hasil analisis kadar karbohidrat menunjukkan nilai 62.91%, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ito dan Hori (1989), bahwa kadar karbohidrat rumput laut berada dalam kisaran 35-74%, begitupun dengan hasil penelitian yang dilakukan Suhartono (2000) menunjukkan bahwa komponen utama rumput laut adalah polisakarida yang dapat mencapai 40-70%.

F. Serat Kasar

Joseph (2006) menjelaskan, serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat di hidrolisis oleh bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4) dan natrium hidroksida (NaOH). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Piliang dan Djojosoebagjo (2002) mengemukakan, bahwa yang dimaksud dengan serat kasar adalah sisa makanan yang tidak rusak (tidak terhidrolisis) setelah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit. Kadar serat kasar hasil analisis adalah sebesar 1.10%.

G. Serat Pangan Total

(26)

14

kelebihan asam lemak jenuh, kolesterol, natrium, dan membantu mengontrol berat badan.

H. Iodium

Rumput laut Glacilaria sp. adalah salah satu jenis alga merah (Rhodophyceae) yang secara eksklusif ditemukan sebagai habitat laut. Winarno (1990) menyatakan, rumput laut jenis Rhodophyceae sangat kaya akan trace element terutama iodium. Muhilal dan Karyadi (1990) menambahkan, semua bahan pangan yang berasal dari laut terutama tumbuhan laut memiliki konsentrasi iodium lebih tinggi, hal ini disebabkan kemampuan dari organisme laut untuk menghimpun iodium yang berasal dari laut. Kadar iodium hasil analisis (54.27 mcg/g) dari penelitian ini sesuai dengan rentang nilai kadar iodium yang ditetapkan dari hasil analisis Ito dan Hori (1989) yaitu 9.4–72.7 mcg/g. Namun hasil analisis penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan iodium hasil analisis Chaidir (2007), menurut Suwandi et al. (2002), perbedaan kandungan iodium dalam rumput laut dapat dipengaruhi oleh daerah asal rumput laut, umur panen, dan tingkat pertumbuhannya. Faktor lain yang menyebabkan kadar iodium hasil penelitian Chaidir (2007) lebih rendah dibandingkan hasil penelitian ini adalah karena adanya mineral (iodium) yang rusak dan hilang selama proses pemucatan dan pengeringan.

Terdapat perbedaan perlakuan pada proses pemucatan antara penelitian yang dilakukan dengan Chaidir (2007), yaitu pada proses perendaman dalam waktu yang cukup lama serta perlakuan pengeringan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari yang menyebabkan kadar iodiumnya lebih rendah, sementara pada penelitian ini tidak dilakukan proses perendaman yang terlalu lama dan tidak adanya perlakuan penjemuran atau pengeringan ulang. Penelitian yang dilakukan Trisnowo (1992) menunjukkan bahwa iodium dapat larut dalam air mencapai 0.34 mcg/liter pada suhu 25 0C, dimana iodium dalam air akan mengalami hidrolisis sehingga kadarnya dapat berkurang. Hal ini juga yang memungkinkan kadar iodium pada hasil penelitian Chaidir (2007) lebih rendah dibanding hasil analisis proksimat penelitian ini.

Formulasi Pembuatan Bakso Daging Sapi Tinggi Serat dan Iodium

SNI 01-3818-1995 yang dimaksud bakso adalah produk makanan yang berbentuk bulatan atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak (tidak kurang dari 50%) dan pati. Proses pembuatan bakso dapat disertai dengan atau tanpa adanya bahan tambahan pangan yang diizinkan. Nama bakso sering diikuti dengan nama daging yang digunakan. Penelitian ini menggunakan daging sapi dalam proses pembuatan bakso, sehingga disebut dengan bakso daging sapi. Bakso adalah salah satu produk olahan daging yang sudah lama dikenal dan banyak digemari masyarakat Indonesia, baik anak-anak maupun dewasa. Bakso juga mengandung protein hewani, mineral, dan vitamin yang cukup tinggi, sehingga cukup memegang peranan penting dalam penyebarluasan protein, vitamin, dan mineral bagi masyarakat Indonesia.

(27)

15 tambahan jamur tiram yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein nabati yang berasal dari jamur tiram. Penelitian lain yang dilakukan Putra (2013) mengembangkan suatu produk bakso daging sapi dengan penambahan wortel untuk meningkatkan vitamin dan mineral pada produknya. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh suatu produk bakso daging sapi dengan kandungan serat dan iodium yang cukup tinggi agar dapat menjadi produk pangan alternatif untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan serat dan iodium anak sekolah.

Bahan utama yang digunakan dalam formulasi bakso daging sapi tinggi serat dan iodium ini adalah daging sapi segar dan bubur rumput laut Glacilaria sp. Persentase bubur rumput laut yang di tambahkan sebesar 30, 40, dan 50% dari berat adonan total. Persentase penambahan bubur rumput laut dalam formulasi bakso mengacu pada Trees (2003), yang melakukan penelitian serupa yakni penambahan bubur rumput laut dalam beberapa produk jajanan tradisional, dimana penambahan bubur rumput laut maksimum pada penelitian sebelumnya adalah 60%. Sedangkan untuk penggunaan daging sapi segar bagian gandik, tepung tapioka, lada bubuk, garam non-iodium, es batu, STPP, dan bawang putih bubuk yang digunakan untuk setiap formula jumlahnya sama.

Proses pembuatan bakso daging sapi ini diawali dengan mencuci dan membersihkan daging segar bagian gandik, kemudian memotongnya dalam ukuran yang lebih kecil, dan memasukannya kedalam food processor bersamaan dengan es batu, STPP, dan garam. Bahan-bahan kemudian digiling dan dicampurkan dalam food processor, selanjutnya ditambahkan tepung tapioka, lada bubuk, dan bawang putih bubuk, digiling dan diaduk kembali dalam food processor. Adonan yang sudah tercampur merata disimpan dalam lemari es selama 30 menit, kemudian ditambahkan bubur rumput laut sesuai dengan taraf yang telah ditentukan, diaduk merata dan adonan dibentuk bulatan-bulatan dengan tangan, dan direbus dalam air hangat bersuhu + 80 0C. Bakso yang sudah mulai terapung menunjukkan bahwa bakso sudah cukup matang dan siap untuk diangkat.

Tabel 2 Formulasi bakso daging sapi tinggi serat dan iodium

Komponen (g) Satuan Formulasi

(28)

16

yang digunakan dalam satu kali produksi, hal ini telah sesuai dengan ketentuan SNI 01-3818-1995 yang menyatakan bahwa kadar daging dalam bakso tidak kurang dari 50%.

Penambahan garam dalam proses pembuatan bakso memiliki beberapa fungsi yaitu, selain untuk menambah cita rasa, juga sebagai pelarut protein, pengawet, dan meningkatkan daya ikat air dari protein daging (Sutaryo dan Mulyani 2004). Sementara, penambahan es batu berfungsi untuk menjaga agar suhu adonan selama proses penggilingan tetap rendah. STPP (sodium tripolyphosphate) adalah salah satu bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan. Penambahan STPP dalam proses pembuatan bakso maksimum sebanyak 5g/kg daging. Hal ini sesuai dengan SNI 01-0222-1995, karena dalam penelitian penggunaanya hanya 4g/kg daging sapi. Sams (2001) menjelaskan kegunaan STPP yaitu, meningkatkan daya ikat air, memelihara juiciness, memelihara warna produk, mempertahankan flavor daging, dan menghambat oksidasi yang tidak diinginkan. Bawang putih dan lada bubuk adalah bumbu tambahan untuk meingkatkan cita rasa bakso yang dihasilkan.

Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi Hasil Formulasi

Pengujian sifat organoleptik dilakukan kepada panelis agak terlatih sebanyak 35 orang dengan dua kali ulangan. Panelis adalah mahasiswa departemen gizi masyarakat. Penilaian dilakukan melalui uji mutu hedonik dan hedonik (kesukaan) panelis terhadap atribut warna, rasa, aroma, tekstur, dan aftertaste bakso daging sapi dengan tingkat penambahan rumput laut sebesar 0% (F0), 30% (F1), 40% (F2), dan 50% (F3). Metode penilaian menggunakan skala skor, dengan skala penilaian berkisar dari 1-7. Penilaian pada uji hedonik (kesukaan), semakin tinggi nilai yang diberikan panelis menunjukkan semakin suka panelis tersebut terhadap produk bakso daging sapi. Sementara, pada uji mutu hedonik, nilai tengah dari rentang 1-7 yaitu nilai 4 menunjukkan penilaian terbaik yang diberikan panelis, karena nilai 4 menunjukkan karakteristik bakso menyerupai bakso pada umumnya dan telah sesuai dengan karakteristik sifat bakso yang ditetapkan SNI 01-3818-1995.

Panelis dianggap menerima sampel bakso yang disajikan apabila nilai hedonik (kesukaan) yang diberikan lebih besar atau sama dengan 4. Hasil modus uji hedonik disajikan pada Tabel 3 dan hasil modus uji mutu hedonik pada Tabel 4.

Tabel 3 Nilai modus hasil uji hedonik (kesukaan)

(29)

17 Tabel 4 Nilai modus hasil uji mutu hedonik

Atribut Modus

F0 (0%) F1 (30%) F2 (40%) F3 (50%)

Warna 6 (37.1%)a 5 (40.0%)b 4 (35.7%)c 3 (35.7%)c Aroma 5 (47.1%)a 4 (54.3%)b 4 (50.0%)b 4 (44.3%)b Rasa 4 (52.9%)a 5 (31.4%)a 4 (25.7%)a 2 (30.0%)b Tekstur 6 (40.0%)a 2 (37.1%)b 2 (38.6%)c 2 (41.4%)d Aftertaste 5 (45.7%)a 5 (47.1%)a,b 5 (48.6%)a,b 5 (28.6%)b Keterangan : Warna: 1=abu-abu kecoklatan sangat pucat 7=abu-abu kecoklatan sangat pekat, Aroma: 1=sangat tidak tercium sekali 7=sangat kuat tercium sekali, Rasa : 1=sangat hambar 7= Sangat masam rumput laut, Tekstur: 1=sangat lembek 7=keras, Aftertaste: 1=sangat tidak terasa sekali 7=sangat terasa sekali. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Warna

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan kandungan gizinya. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna lebih dulu mempengaruhi penerimaan dari suatu produk (Winarno 2008). Pernyataan ini didukung oleh Setyaningsih (2010) yang menjelaskan bahwa, warna paling cepat dan mudah dalam memberikan kesan, tapi agak sulit dalam pengukurannya. Hasil uji hedonik (kesukaan) yang bersifat subjektif menunjukkan nilai modus penilaian panelis berada pada nilai 5 (suka) untuk F1, F2, dan F3. Sementara, modus penilaian untuk F0 berada pada nilai 3 (agak tidak suka). Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan penambahan jumlah rumput laut sebesar 30% (F1), 40% (F2), dan 50% (F3) tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada warna bakso daging. Sementara F0 (0%) atau tidak adanya penambahan rumput laut pada adonan bakso daging menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan formula lainnya, hal ini disebabkan, penggunaan daging segar yang berwarna kemerahan memberikan efek warna gelap terhadap produk bakso daging sapi F0, sehingga warna bakso dari formula ini kurang disukai oleh panelis dibandingkan warna bakso formula lainnya.

(30)

18

Aroma

Aroma adalah suatu penilaian terhadap bau yang ditimbulkan oleh makanan dan dapat mempengaruhi selera seseorang untuk memakannya Aroma dapat diterima oleh sistem olfaktori melalui substansi yang ada didalam mulut dan biasanya disebabkan oleh senyawa folatil yang terkandung dalam produk tersebut (Meilgaard et al. 2006). Berdasarkan atribut aroma, nilai modus penilaian untuk semua formula (F0, F1, F2, F3) adalah 5 (suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan jumlah penambahan bubur rumput laut kedalam setiap formula tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada atribut aroma bakso daging sapi. Artinya, panelis memiliki penilaian yang hampir sama atau suka terhadap aroma dari semua formula bakso yang disajikan.

Winarno (1997) menjelaskan aroma dalam suatu makanan biasanya di pengaruhi oleh adanya penambahan bumbu-bumbu atau bahan tertentu yang memiliki bau khas dan bersifat folatil. Semua formulasi bakso daging sapi menggunakan bahan berupa daging sapi dan bumbu-bumbu dalam jumlah yang sama, hal ini yang mungkin menyebabkan penerimaan panelis terhadap atribut aroma memiliki nilai yang sama dan tidak adanya pengaruh nyata (p>0.05) penambahan rumput laut terhadap aroma bakso yang dihasilkan.

Hasil uji mutu hedonik terhadap atribut aroma menunjukkan bahwa, nilai modus penilaian adalah 5 (kuat tercium) untuk F0 dan nilai 4 (normal khas daging) untuk F1, F2, dan F3. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata (p>0.05) penambahan rumput laut sebesar 30% (F1), 40% (F2), dan 50% (F3) terhadap atribut aroma, panelis menilai bahwa ketiga formula bakso daging tersebut memiliki aroma khas bakso daging. Hal ini disebabkan proses pencucian dan perendaman yang baik akan menghasilkan rumput laut yang tidak berbau amis (Chaidir 2007; Ubaedillah 2008).

Rasa

Rasa adalah suatu penilaian terhadap suatu yang dirasakan melalui indera pengecap, yaitu lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Adanya penambahan bahan-bahan tertentu pada suatu produk dapat mempengaruhi apa yang dirasakan (Winarno 2008). Rentang nilai yang digunakan dalam penilaian hedonik (kesukaan) berkisar dari 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka).

(31)

19 Uji nonparametrik Kruskal Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05) bakso dengan penambahan 0% (F0), 30% (F1), dan 40% (F2) rumput laut Glacilaria sp. terhadap penilaian panelis untuk atribut rasa mutu hedonik. Nilai modus penilaian atribut rasa mutu hedonik untuk F0 dan F2 adalah 4 (gurih khas produk bakso), sementara untuk F1 adalah 5 (agak masam rumput laut). Namun perbedaan nyata (p<0.05) penilaian panelis terhadap F3 dibandingkan bakso formula lainnya, dengan rata-rata nilai modus yang diberikan untuk atribut rasa F3 adalah 2 (Hambar). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya penambahan rumput laut sebanyak 50% dari total adonan bakso yang membuat rasa gurih khas bakso berkurang sehingga panelis memberikan penilaian bahwa bakso F3 memiliki rasa yang hambar.

Tekstur

Tekstur adalah penilaian atau penginderaan yang dihasilkan melalui sentuhan atau rabaan. Secara tidak langsung, tekstur dari suatu produk dapat mempengaruhi citra makanan bila dilihat secara fisik. Winarno (2008), menjelaskan bahwa salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan adalah tekstur dari pangan tersebut. Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al. 2010). Berdasarkan atribut tekstur, nilai modus penilaian untuk F0 dan F1 adalah 4 (cukup suka/biasa), sementara nilai modus penilaian untuk F2 dan F3 bernilai 3 (agak tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan jumlah penambahan bubur rumput pada bakso F0 dan F1 memberikan pengaruh yang tidak nyata (p>0.05) terhadap penilaian panelis pada atribut tekstur bakso. Sementara, perbedaan jumlah penambahan bubur rumput laut pada F2 dan F3 menunjukkan hasil yang tidak memberikan pengaruh nyata (p>0.05) terhadap penilaian panelis pada tekstur bakso F2 dan F3.

Tekstur merupakan salah satu atribut penting dalam penilaian produk bakso yang dihasilkan. karena tekstur kenyal merupakan ciri khas bakso. Hasil uji mutu hedonik atribut tekstur menunjukkan nilai modus penilaian untuk F0 adalah 6 (agak keras), sementara penambahan rumput laut dengan taraf berbeda menyebabkan penurunan tingkat kekenyalan yang dinilai secara subjektif oleh panelis. Nilai nilai modus untuk F1, F2, dan F3 adalah 2 (lembek), hal ini berkaitan dengan penambahan rumput laut dengan kadar air yang cukup tinggi menyebabkan bakso yang dihasilkan agak lembek. Winarno (1990) menjelaskan bahwa, kandungan air dalam rumput laut cukup tinggi yaitu 80-90%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0.05) untuk setiap formula bakso terhadap penilaian panelis untuk atribut tekstur.

Aftertaste

(32)

20

memiliki nilai 4 (agak suka/biasa). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan jumlah penambahan bubur rumput laut F1 (30%), F2 (40%), dan F3 (50%) tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada aftertaste bakso daging sapi.

Hasil uji mutu hedonik untuk atribut aftertaste menunjukkan nilai nilai modus untuk semua formula bakso adalah 5 (terasa agak masam rumput laut). dengan persentase modus yang dihasilkan berbeda-beda mulai 28.6% - 48.6%. Hasil uji nonparametrik Kruskal Wallis menunjukkan tidak ada pengaruh nyata (p>0.05) penambahan jumlah rumput laut produk bakso F0, F1, dan F2 serta F1, F2, dan F3 terhadap penilaian panelis untuk atribut aftertaste mutu hedonik. Namun terdapat perbedaan nyata (p<0.05) penilaian panelis untuk produk bakso F0 dengan F3 pada atribut aftertaste mutu hedonik.

Berdasarkan sebaran hasil uji hedonik dapat diketahui persentase penerimaan panelis terhadap produk bakso yang disajikan. Persentase penerimaan panelis merupakan perbandingan jumlah panelis yang memberi nilai dengan skala 4 (agak suka), 5 (suka), 6 (sangat suka), dan 7 (sangat suka sekali) terhadap total panelis. Persentase penerimaan panelis terhadap produk bakso disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk bakso

Formula Persentase penerimaan (%)

Warna Aroma Rasa Tekstur Aftrertaste

F0 (0%) 48.6a 82.9a 82.9a 72.9a 70.0a

Secara umum, persentase penerimaan panelis terhadap warna bakso daging sapi berada pada rentang nilai 48.6-84.3 %. Warna bakso yang paling tinggi persentase penerimaannya adalah F1 (penambahan 30%), sementara warna bakso yang paling rendah persentase penerimaannya adalah F0 (kontrol), hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan daging sapi segar yang berwarna merah kuat sehingga mempengaruhi warna bakso yang cenderung lebih gelap warnanya dibandingkan bakso lain dengan adanya penambahan bubur rumput laut pada taraf yang berbeda. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa penambahan bubur rumput laut dengan taraf yang berbeda pada F1, F2, dan F3 tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) pada persentase penerimaan panelis terhadap atribut warna bakso, namun tidak adanya penambahan rumput laut pada F0 (kontrol) memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap persentase penerimaan panelis pada atribut warna bakso.

(33)

21 penambahan bubur rumput laut, tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terdapat persentase penerimaan panelis pada atribut aroma bakso. Atribut rasa menjadi salah satu bagian penting yang harus diperhatikan dalam persentase penerimaan karena pada akhirnya akan menentukan apakah produk bakso rumput laut dapat dikonsumsi atau tidak. Persentase penerimaan panelis terhadap rasa yaitu pada kisaran 44.3-82.9 %. F0 menjadi produk dengan persentase penerimaan yang paling tinggi, diikuti oleh F1 (74.3%) dan F2 (67.1%).

Hasil sidik ragam menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0.05) untuk produk bakso F0, F1, dan F2 yang artinya, tidak terdapat pengaruh nyata terhadap persentase penerimaan panelis untuk atribut rasa bakso F0, F1, dan F2. Sementara, jumlah penambahan rumput laut sebanyak 50% dari total adonan (F3) menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) terhadap persentase penerimaan panelis untuk atribut rasa. Sama halnya dengan atribut aroma, hasil sidik ragam untuk atribut tekstur dan aftertaste menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata (p>0.05) persentase penerimaan panelis terhadap atribut tekstur dan aftertaste bakso daging sapi untuk semua formula.

Penentuan Formula Bakso Daging Sapi Terpilih

Hasil uji hedonik dan mutu hedonik bakso daging sapi dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk menentukan formula bakso terpilih yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya. Kedua uji yang digunakan menunjukkan hasil yang tidak signifikan, sehingga tahap penentuan formula bakso terpilih adalah dengan menggunakan penilaian berdasarkan atribut keseluruhan. Atribut keseluruhan diperoleh dengan cara pembobotan yang dibuat oleh peneliti dengan mempertimbangkan aspek terkait penerimaan panelis dan sasaran terhadap produk yang dihasilkan. Nilai keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan kontribusi dari masing-masing atribut penilaian. Bobot yang diberikan untuk setiap atribut berbeda yaitu 30% untuk rasa dan tekstur, 15% untuk aroma dan aftertaste, dan 10% untuk warna. Berdasarkan hasil pembobotan, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap produk bakso untuk setiap formulasi (Gambar 4).

(34)

22

Gambar 4 menunjukkan bahwa berdasarkan atribut keseluruhan tingkat kesukaan panelis tertinggi adalah bakso tanpa adanya penambahan bubur rumput laut (F0 = kontrol). Semakin banyak jumlah penambahan bubur rumput laut dalam adonan bakso, maka tingkat kesukaan berdasarkan atribut keseluruhan adalah semakin rendah. Hasil sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) penambahan bubur rumput laut terhadap kesukaan panelis berdasarkan atribut keseluruhan. Tiga formula bakso yang memiliki penilaian tertinggi adalah F0, F1, dan F2. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan jumlah penambahan bubur rumput laut pada F1 (30%) dan F2 (40%) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis berdasarkan atribut keseluruhan. Sehingga, dengan mempertimbangkan faktor besar persentase penambahan bubur rumput laut (optimalisasi pemanfaatan bahan pangan tinggi serat dan iodium) pada adonan bakso daging sapi, maka formula bakso terpilih adalah F2 yaitu penambahan bubur rumput laut sebanyak 40% dari berat total adonan.

Uji Sifat Fisik Produk Bakso Daging Sapi Terpilih

Sifat fisik merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada produk pangan. Uji sifat fisik yang dilakukan adalah uji kekerasan (kekenyalan) produk bakso terpilih, kekerasan merupakan penentu tekstur suatu bahan pangan. Soekarto (1985) menjelaskan, kekerasan (kekenyalan) adalah besar gaya tekan yang diperlukan untuk memecah produk. Gaya tekan akan memecah produk dari bentuk aslinya. Komponen utama yang mempengaruhi kekerasan bakso adalah jaringan ikat daging yang digunakan (Aberle et al. 2001).

Pengukuran kekerasan bakso dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer XT-2i. Cara kerja alat ini adalah menekan sampel hingga terbentuk peak atau puncak tertinggi (tolakan). Titik tolak tersebut yang akan memperlihatkan nilai gaya yang diperlukan untuk memecah produk bakso. Semakin tinggi nilai kekerasan maka semakin besar gaya yang diperlukan untuk memecah produk. Nilai rata-rata kekerasan produk bakso terpilih adalah 4 570 gf. Nilai kekerasan produk bakso terpilih dengan penggunaan STPP 0.4% ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian uji kekerasan produk bakso Nurlangga (2007) yaitu 1 142 gf dengan menggunakan STPP 0.3% dari total daging. Kerry et al. (2002), STPP yang ditambahkan dalam produk bakso mempunyai kemampuan untuk mengikat air dari pemasakan akhir. Ulupi et al. (2005) menambahkan, kekenyalan bakso juga dipengaruhi oleh bahan pengisi yaitu tepung. Selain mampu mengikat air, saat dipanaskan tepung juga mempunyai sifat kenyal sehingga bakso yang dihasilkan bertekstur kenyal.

(35)

23

Kandungan Zat Gizi Produk Bakso Daging Sapi Terpilih

Adanya penambahan rumput laut pada adonan bakso daging sapi, diharapkan dapat meningkatkan kandungan serat dan iodium pada produk bakso yang dihasilkan. Analisis kandungan zat gizi pada produk bakso terpilih meliputi analisis kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, serat kasar, serat pangan total, dan mineral iodium, seperti tampak pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6 Kandungan gizi bakso daging sapi terpilih (F2)

Komponen Satuan Bakso Terpilih SNI*

Air %bb 76.93 Maks 70.0

Air merupakan salah satu komponen bahan pangan yang harus diperhatikan dalam proses pengolahan karena berhubungan langsung dengan daya terima, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan dalam proses penyimpanan. Selain itu, air juga dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa dari suatu produk makanan (Winarno 2008). Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven biasa. Prinsipnya adalah mengeluarkan air dari bahan pangan dengan bantuan panas (proses pengeringan). Dilakukan penimbangan sampel bakso daging sapi dan kemudian dikeringkan di dalam oven. Bahan pangan yang telah dikeringkan dalam oven, kemudian ditimbang untuk menghitung berat air yang hilang selama pengeringan (Andarwulan et al. 2013).

Hasil analisis kadar air pada produk bakso terpilih (F2), diketahui bahwa kadar airnya sebesar 76.93% (%bb). Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air yang ditetapkan SNI 01-3818-1995 yaitu maksimal 70.0% (%bb). Peningkatan kadar air pada produk bakso yang dihasilkan dapat disebabkan oleh adanya penambahan rumput laut pada produk bakso, karena rumput laut yang ditambahkan adalah rumput laut dalam keadaan segar (berair) sehingga dapat menyebabkan kadar air produk bakso meningkat dibandingkan standar yang ditetapkan SNI 01-3818-1995.

Kadar Abu

(36)

24

bakso daging sapi terpilih adalah sebesar 2.31% (%bb), kadar ini telah sesuai dengan standar kadar abu yang ditetapkan oleh SNI 01-3818-1995 yaitu maksimum 3.0% (%bb). Hasil analisis kadar abu penelitian masih lebih tinggi dibandingkan kadar abu produk bakso kontrol Permatasari (2002) yaitu sebesar 1.74 gram/100 gram bakso dan kadar abu hasil penelitian Fajar (2013) yaitu sebesar 2.06 gram/100 gram bakso hal ini disebabkan adanya penambahan rumput laut yang tinggi mineral, sehingga kadar abu dalam bakso terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Sesuai dengan hasil penelitian Hasanah (2007) yang menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) penambahan rumput laut Glacilaria sp. terhadap kadar abu hasil analisis proksimat produk Sponge cake. Winarno (1990) menyatakan, rumput laut kaya akan mineral, dimana unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga semakin tinggi kadar abu dalam suatu analisis proksimat menunjukkan semakin tinggi kadar mineral yang terkandung didalamnya.

Kadar Lemak

Lemak merupakan komponen zat gizi makro yang menentukan mutu suatu produk pangan. Sumber lemak pada produk bakso daging sapi ini adalah lemak yang berasal dari daging sapi sebagai bahan utama produk. Kadar lemak pada suatu bahan pangan dianalisis dengan menggunakan metode soxhlet. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring membentuk thimble, dimasukan kedalam labu soxhlet dan diekstraksi dengan pelarut lemak (hexane), lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven selama 1 jam. Hasil analisis kadar lemak dengan menggunakan metode soxhlet sebesar 0.5% (%bb) dan ini sesuai dengan standar kadar lemak bakso daging sapi yang ditetapkan SNI 01-3818-1995 yaitu maksimum 2.0% (%bb).

(37)

25

Kadar Protein

Protein adalah salah satu zat gizi makro utama dalam tubuh terkait dengan fungsinya sebagai zat pembangun, zat pengatur, dan sumber energi. Kandungan protein pada produk bakso merupakan jenis protein hewani yang berasal dari bahan utamanya yaitu daging sapi segar. Analisis kadar protein adalah dengan menggunakan metode kjeldhal yaitu untuk menghitung kadar nitrogen dalam bahan pangan (Andarwulan et al. 2013). Tiga tahapan utama pada proses analisis kadar protein adalah dekstruksi, destilasi, dan titrasi. Hasil analisis kadar protein bakso formula terpilih adalah 8.11% (%bb) yang masih rendah dibandingkan kadar protein yang ditetapkan SNI 01-3818-1995 yaitu minimal 9.0% (%bb). Hasil penelitian serupa yang diperoleh Hasanah (2007) yang menunjukkan semakin banyak penambahan rumput laut Glacilaria sp. pada produk Sponge cake maka kadar proteinnya semakin berkurang, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) penambahan rumput laut terhadap kandungan protein sponge cake.

Kadar Karbohidrat

Bahan pangan yang menjadi sumber karbohidrat pada produk bakso ini adalah tepung pati (tapioka). Karbohidrat merupakan komponen penting dalam suatu bahan pangan karena fungsi utamanya sebagai sumber energi. Kadar karbohidrat pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode by difference sehingga kadarnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan zat gizi lain seperti kadar air, abu, lemak, dan protein. Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar karbohidrat produk bakso terpilih sebesar 12.16% (%bb). Hasil analisis kadar karbohidrat tidak jauh berbeda dengan penelitian Permatasari (2002) yaitu 11.9 gram/100 gram bakso, hal ini disebabkan oleh penggunaan tepung pati (tapioka) yang hanya 20% sehingga jumlah karbohidrat dalam produk akhir yang tidak terlalu tinggi. Gaffar (1998) menyatakan bahwa, kadar karbohidrat dalam bakso dipengaruhi oleh jumlah tepung pati yang digunakan, yang merupakan bahan pangan sumber karbohidrat.

Serat Kasar

(38)

26

Serat Pangan Total

Serat pangan atau serat makanan dibagi menjadi dua yaitu serat larut (soluble dietary fiber/ SDF) dan serat tidak larut air (insoluble dietary fiber/IDF). Berbagai metode yang dapat digunakan untuk menganalisis serat pangan diantaranya metode crude fiber, metode gravimetric, dan metode enzimatis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode enzimatis analisis serat makanan (Asp et al. 1984), prinsip dari metode ini adalah, kandungan karbohidrat dan protein dari sampel dihilangkan dengan pencernaan enzim pepsin dan pankreatin. Kadar lemak dihilangkan dengan menggunakan pelarut lemak (hexane), dengan demikian komponen yang tertinggal dalam residu merupakan serat makanan. Hasil analisis kadar serat pangan total bakso daging sapi terpilih adalah 5.98% (%bb). Penambahan rumput laut dalam produk bakso menyebabkan kandungan serat pangan yang cukup tinggi, hal ini didukung oleh hasil penelitian Hasanah (2007) yang menunjukkan penambahan rumput laut memberikan pengaruh nyata pada kadar serat pangan total produk sponge cake yang ditambahkan Glacilaria sp.

Bahan pangan yang menjadi sumber serat dalam produk ini adalah rumput laut Glacilaria sp. Penelitian yang dilakukan Chaidir (2007) menunjukkan, penambahan rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp dapat meningkatkan kadar serat pangan total (0.42 gram/gram formula) pada produk minuman berserat yang dibuatnya, jauh lebih tinggi dibandingkan kadar serat pangan total dari minuman komersial (0.38 gram/gram produk). Rumput laut telah lama dikenal sebagai bahan pangan sumber serat yang memiliki banyak manfaat seperti, hasil penelitian yang dilakukan oleh Escrig dan Muniz (2000) menyatakan bahwa serat yang terkandung dalam rumput laut telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah dibandingkan sumber serat lainnya.

Kadar Iodium

Salah satu trace element penting yang terkandung dalam rumput laut khususnya jenis Rhodophyceae adalah iodium. Hasil penelitian Muhilal et al. (1998). kandungan iodium pada tumbuhan laut berkisar antara 0.7–4.5 g/kg, jauh lebih tinggi dibandingkan tumbuhan darat (0.1 mg/kg). Perhitungan kandungan iodium produk bakso terpilih pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu perhitungan estimasi kandungan iodium berdasarkan bahan utama (rumput laut) yang ditambahakan dalam adonan dibandingkan dengan kandungan iodium hasil analisis pada bakso terpilih. Kandungan iodium hasil estimasi bahan utama rumput laut dilakukan dengan membandingkan jumlah penambahan rumput laut dengan total adonan bakso. Jika diasumsikan rumput laut menyebar homogen pada adonan maka persentase rumput laut dalam adonan bakso tersebut sebesar 28.57%, sehingga dalam 1 gram adonan bakso mengandung 0.29 gram rumput laut segar, yang berarti dalam setiap gram adonan bakso mengandung 1.76 mcg iodium.

(39)

27 (merebus) sebesar 36.6-86.1% (Bhatnagar et al. 1997; Wang et al. 1999). Persentase penurunan iodium hasil penelitian sedikit lebih rendah dimungkinkan karena proses perebusan yang cukup singkat, yaitu 5-8 menit dalam pengolahan bakso dengan suhu +80oC. Menurut Nuafalin et al. (2004) semakin tinggi suhu dan waktu pemasakan maka tingkat kehilangan iodium cenderung semakin meningkat.

Daya Terima Sasaran terhadap Produk Bakso Daging Sapi Terpilih

Rumput laut Glacilaria sp. telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan utama pangan tinggi serat dan iodium, untuk meningkatkan kandungan zat gizi (serat dan iodium) pada beberapa produk makanan. Sejak tahun 1992, Utami telah mengembangkan suatu jenis juice berbahan dasar Glacilaria sp. Juice yang ditujukan bagi anak sekolah dasar sebagai kelompok umur rawan defisiensi iodium ini dapat diterima dengan baik yaitu sebanyak 80% panelis anak SD dapat menerima citarasa juice yang dihasilkan. Chaidir (2007) juga mengembangkan produk minuman sumber serat alternatif berbahan dasar rumput laut salah satunya Glacilaria sp. Produk yang dihasilkan juga dapat diterima dengan cukup baik oleh ke 30 panelis dalam penelitiannya.

Setyaningsih (2010) menjelaskan bahwa daya terima makanan merupakan kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan. Bakso formula terpilih kemudian diuji penerimaan berupa tingkat kesukaan sasaran terhadap produk yang dihasilkan (Singh-Ackbarali dan Maharaj 2013) dan menilai jumlah bakso yang dapat dihabiskan oleh konsumen sasaran atau sisa makanan yang tidak dihabiskan (Comstock et al. 1979). Konsumen sasaran adalah anak SD kelas 5 yang berjumlah 31 orang, hal ini sesuai dengan pernyataan Setyaningsih (2010) bahwa, uji daya terima terhadap konsumen sasaran dilakukan kepada minimal 30 orang. Pemilihan siswa kelas 5 SD adalah dengan mempertimbangkan kriteria inklusi anak SD kelas 5 yang dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik dan mau berpartisipasi dalam penelitian ini (Sinaga et al. 2012). Tingkat kesukaan konsumen dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

Gambar

Gambar 1  Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2  Proses Perendaman dan pembuatan bubur rumput laut
Gambar 3  Proses pembuatan bakso daging sapi (modifikasi dari Anshori 2002)
Tabel 1  Kandungan gizi rumput laut Glacilaria sp.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.Ikom) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

fokus komoditas, tetapi tidak memiliki fokus lokasi, sehingga pembangunan pertanian tidak memiliki fokus lokasi dan daya ungkit yang ingin dilakukan untuk mencapai sasaran yang

Dari hasil kedua tabel tersebut dapat diketahui jika hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti, artinya ada hubungan yang positif dan signifikan antara

adalah metode sima’i dan metode tausyikh, yang ketiga Strategi yang digunakan adalah latihan suara dan pernafasan yang menjadikan peserta setiap tahunnya dapat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Motivasi

Penelitian tersebut bertujuan untuk menjawab model pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam PAI yang ada di SMP Tazkia IIBS Malang, dengan fokus penelitian mencakup: 1

“…proporsi terbesar populasi pedesaan di dunia (dan oleh karena itu populasi terbesar secara total) adalah “petani”, dan kelompok manusia yang luar biasa besarnya ini

sebelum bertanding) atlet diberi latihan berat, berdasaarkan suatu teori, jika glikogen dikosongkan dengan latihan berat maka cadangan glikogen bisa diisi lebih