• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL INTEGRASI KELEMBAGAAN ADAT

PANGLIMA LAOT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA ALAM LAUT

PULAU WEH, PROVINSI ACEH

MUHAMMAD ARIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul

Model Integrasi

Kelembagaan Adat Panglima Laot dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi

Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh

adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

(3)

RINGKASAN

MUHAMMAD ARIS. Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot dalam

Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi

Aceh. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan ETTY RIANI.

Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh memiliki keunikan dalam

pengelolaan, karena selain dikelola oleh pemerintah (Badan Konservasi Sumber

Daya Alam) juga dikelola secara adat oleh Panglima Laot Lhok Iboih. Meskipun

kedua lembaga mengelola wilayah masing-masing namun sebagian besar wilayah

yang dikelola merupakan wilayah yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengidentifikasi dan mengevaluasi sistem pengelolaan kawasan konservasi oleh

lembaga adat Panglima Laot Lhok Iboih dan Badan Konservasi Sumber Daya

Alam, menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan Wilayah

Hukom Adat Laot oleh Panglima Laot Lhok Iboih dan TWA Laut Pulau Weh oleh

Banda Konservasi Sumber Daya Alam, serta mendesain model integrasi sistem

pengelolaan Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih kedalam pengelolaan TWA

Laut Pulau Weh.

Penelitian dilakukan di Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut

Pulau Weh, Kota Sabang Provinsi Aceh. Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan

metode wawancara mendalam terhadap responden yang dipilih secara

purposive

sampling. Selain masyarakat, wawancara dilakukan terhadap instansi-instansi

yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder meliputi dokumen rencana

pengelolaan TWA Pulau Weh, dokumen penataan blok TWA Pulau Weh, laporan

penanggung jawaban kerja Panglima Laot Lhok Iboih, data ekosistem terumbu

karang dan data lainnya. Tahapan analisis data pada penelitian ini adalah

menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat, menganalisis kebijakan,

menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan dengan metode analisis

statistik multi dimensional scalling (MDS) yang di dasarkan pada perangkat lunak

RAPFISH, mementukan

stakeholder, serta mendesain model integrasi sistem

Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih kedalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh menggukan model konseptual.
(4)

Pengelolaan TWA Laut Pulau Weh oleh BKSDA dan Wilayah Hukom Adat

Panglima Laot Lhok Iboih saat ini memiliki beberapa perbedaan. Akan tetapi pada

prakteknya terdapat kesamaan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut memberikan

peluang untuk melakukan integrasi dua sistem pengelolaan menjadi satu sistem

pengelolaan dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan. Integrasi

kegiatan kedua sistem pengelolaan dapat dilakukan dengan mengintegrasikan

wilayah kelola TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat Panglima Laot

Lhok Iboih, pengawasan dan pengamanan kawasan, peraturan, penegakan aturan,

dan biaya pengelolaan.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD ARIS. Integrating Model of Panglima Laot Institutions Into Weh

Island Marine Recreational Park (WMRP) Conservation Area Management,

Provinsi of Aceh. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and ETTY RIANI.

Weh Island Marine Recreational Park possesses a unique management method

since it is both managed by the government (Natural Resources Conservation

Agency) and also managed by customary institution Panglima Laot Lhok Iboih.

Although both institution managed the area independently, they basically manage

the same area together. The purpose of this research is to identify and evaluate the

management system of conservation area by Panglima Laot Lhok Iboih and

Natural Resources Conservation Agency, to calculate and estimate of

sustainability level of the management Wilayah Hukom Adat Laot by Panglima

Laot Lhok Iboih and Weh Island Marine Recreational Park (WMRP) by Natural

Resources Conservation Agency, and to design the integration model

management system of Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih into the

management of WRMP

.

Research was conducted in the Conservation Area of Weh Island Marine

Recreational Park (WMRP), Aceh Province. Data that was used are primary and

secondary data. Primary data was collected using in-depth interview method with

respondents that were selected with purposive sampling. Apart from the local

community, we also interviewed relevant government agencies. The secondary

data consisted of the Documentation Plan of WMRP management, documentation

of block WMRP, Panglima Laot Lhok Iboih accountability report, coral reef

ecosystem data, etc. The data analysis phases used in this research are analyzing

community economy social, policy, and the sustainability level of area

management with MDS (multi dimensional scalling) method based on RAPFISH

software, determining the stakeholder, and designing the integration model of

customary institution Panglima Laot Lhok Iboih into the management of WMRP

using conceptual model.

(6)

The management of WMRP by Natural Resources Conservation Agency

and Hukom Adat Laot area by Panglima Laot Lhok Iboih have several

differences. However, in practice, there are similiraties upon execution. This gives

a great possibility upon integration between the two systems into one integrated

system with purpose to increase the management effectivity and efficientcy. The

integration can be achieved by integrating the management area of WMRP and

Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih, the supervision and security of the area,

policies, law enforcement, and management funding.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

(8)

MODEL INTEGRASI KELEMBAGAAN ADAT

PANGLIMA LAOT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA ALAM LAUT

PULAU WEH, PROVINSI ACEH

MUHAMMAD ARIS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul

Model Integrasi Kelembagaan Adat Panglima Laot Dalam Pengelolaan

Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh, Provinsi Aceh

.

Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini terutama kepada:

1.

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku pembimbing I serta selaku Ketua

Program Studi dan Dr Ir Etty Riani, MS selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahannya selama

pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.

2.

Dr Zulhamsyah Imran, SPi, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang

telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

3.

Kedua orang tua saya Bapak Usman Hasyem dan Ibu Rosmini, abang saya

Khomeini

yang selalu memberikan semangat dan do’anya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

4.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Banda Aceh dan Panglima Laot

Lhok Iboih, yang telah memberikan data dan informasi selama penelitian.

5.

Masyarakat dan pihak institusi dan lembaga-lembaga pemerintah dari

Desa Iboih dan Kota Sabang yang telah memberikan informasi selama

penelitian.

6.

Teman-teman seperjuangan SPL 2013 S2 dan S3 yang juga sangat

membantu dalam memberikan masukan terhadap penelitian ini, serta pihak

lain yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam

penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini juga dapat bermanfaat dalam

mendukung pengambilan kebijakan, khususnya di Taman Wisata Alam Laut

Pulau Weh dan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Bogor, November 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Latar Belakang 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 5

METODE PENELITIAN 7

Waktu dan Lokasi Penelitian 7

Alat dan Bahan Penelitian 7 Jenis dan Sumber Data 7 Prosedur Pengumpulan Data 10 Pengumpulan Data Primer 10

Data Stakeholders 10

Data Sosial Ekonomi Masyarakat 10

Pengumpulan Data Sekunder 11

Data Ekologi 11 Studi Literatur dan Naskah Kebijakan 11 Metode Analisis Data 12 Analisis Stakeholders 12

Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat 13 Analisis Kebijakan 13 Analisis Ekologi 13

Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan 14 Model Integrasi Kelembagaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 17

Karakteristik Responden 17 Kelembagaan Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Weh 18 Dasar Hukum 18 Tata Organisasi 20 Rencana Pengelolaan 20 Penataan TWA Ke dalam Blok 22

Perlindungan dan Pengamanan Kawasan 24

Rancangan dan Strategi Pendanaan 25

Monitoring dan Evaluasi 26

Ekosistem Terumbu karang di TWA Laut Pulau Weh 28

Kondisi Terumbu Karang 29

(13)

Kelimpahan Ikan Karang 30

Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan TWA Laut Pulau Weh 31

Stakeholders TWA Laut Pulau Weh 32

Analisis Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Kawasan Konservasi TWAL Pulau Weh 33

Keberlanjutan Dimensi Ekologi 34

Keberlanjutan Dimensi Sosial Ekonomi dan Budaya 35

Keberlanjutan Dimensi Tata Kelola 36

Hubungan Setiap Dimensi dalam Diagram Layang-Layang 37

Panglima Laot dan Hukom Adat Laot 38

Sejarah Panglima Laot dan Hukom Adat Laot 38

Panglima Laot di Pulau Weh, Kota Sabang 40

Kelembagaan Panglima Laot Lhok Iboih 41

Wilayah Hukom Adat Laot Lhok Iboih 42

Sistem Aturan dan Sanksi Hukom Adat Laot 44

Penegakan Aturan 45

Sistem Patroli 46

Biaya Pengelolaan 47

Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah Panglima Laot Lhok Iboih 47

Kondisi Terumbu Karang 48

Rekrutmen Karang 49

Kelimpahan Ikan Karang 50

Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan TWA Laut Pulau Weh 51

Stakeholders Panglima Laot Lhok Iboih 51

Analisis Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih 52

Keberlanjutan Dimensi Ekologi 52

Keberlanjutan Dimensi Sosial Ekonomi dan Budaya 53

Keberlanjutan Dimensi Tata Kelola 55

Hubungan Setiap Dimensi 56

Evaluasi Pengelolaan 57

Integrasi Sistem Pengelolaan Panglima Laot Lhok Iboih dalam TWA Laut Pulau Weh 58

Wilayah Kelola TWA Laut Pulau Weh 60

Pengawasan dan Pengamanan Kawasan 62

Integrasi Peraturan 63

Penegakan Aturan 65

Biaya Pengelolaan 66

KESIMPULAN DAN SARAN 68

Kesimpulan 68

Saran 68

(14)

DAFTAR TABEL

1 Matrik jenis data dan metode analisis data 8

2 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders 12 3 Matrik indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau

Weh 15

4 Kategori penilaian keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh

dan Wilayah Hukom Adat PLL Lhok Iboih 16

5 Penataan blok TWA Laut Pulau Weh 19

6 Program pengelolaan TWA Laut Pulau Weh 20

7 Koordinat lokasi pengambilan data ekosistem terumbu karang di TWA

Laut Pulau Weh 28

8 Stakeholders TWA Laut Pulau Weh 32

9 Wilayah kewenangan Panglima Laot Lhok di Kota Sabang 40

10 Jenis pelanggaran dan sanksi di Wilayah Hukom Adat Laot Tahun

2010-2014 45

11 Koordinat lokasi pengambilan data ekosistem terumbu karang di

Hukom Adat PLL Iboih Laut Pulau Weh 47

12 Stakeholders Panglima Laot Lhok Iboih 51

13 Perbandingan sistem pengawasan dan pengamanan kawasan 63

14 Perbedaan aturan TWA Laut Pulau Weh dan Hukom Adat Panglima

Laot Lhok Iboih 64

15 Perbedaan sistem pembiayaan TWA Laut Pulau Weh dan Hukom Adat

Laot Panglima Laot Lhok Iboih 67

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran; model integrasi Lembaga Adat Panglima Laot

dalam pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh 6

2 Peta lokasi penelitian Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Provinsi

Aceh 7

3 Matrik pengaruh dan kepentingan analisis stakeholders 12

4 Tingkat pendidikan dan usia responden 17

5 Pendapaan dan jenis pekerjaan responden 18

6 Penataan blok perairan TWA Pulau Weh 23

7 Lokasi data ekologi di TWA Laut Pulau Weh 28

8 Persentase tutupan karang di TWA Laut Pulau Weh 29

9 Rata-rata rekrutmen karang baru di TWA Laut Pulau Weh tahun 2013 30

10 Kelimpahan ikan karang di TWA Laut Pulau Weh 31

11 Klasifikasi stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh

di TWA Laut Pulau Weh 33

12 Hasil analisis leverage factor dimensi ekologi yang berpengaruh di

(15)

13 Hasil Analisis leverage factor dimensi sosial ekonomi dan budaya yang

berpengaruh di TWA Laut Pulau Weh 36

14 Hasil Analisis leverage factor dimensi tata kelola yang berpengaruh di

TWA Laut Pulau Weh 37

15 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan TWA Laut Pulau Weh 38

16 Struktur organisasi lembaga Panglima Laot Lhok Iboih 41

17 Wilayah Hukom Adat Laot Panglima Laot Lhok Iboih 43

18 Lokasi pengambilan data ekologi di Wilayah Hukom Adat Panglima

Laot Lhok Iboih 48

19 Persentase tutupan karang di Wilayah Hukom Adat Laot 49 20 Rata-rata rekrutmen karang baru di Wilayah Hukom Adat Tahun 2013 49 21 Kelimpahan ikan karang di Wilayah Hukom Adat Laot 50 22 Klasifikasi stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh

di Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih 52

23 Hasil analisis leverage factor dimensi ekologi yang berpengaruh di

Wilayah Hukom Adat 53

24 Hasil Analisis leverage factor dimensi sosial ekonomi dan budaya yang

berpengaruh di Wilayah Hukom Adat 54

25 Hasil analisis leverage factor dimensi pengelolaan yang berpengaruh di

Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih 55

26 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan pengelolaan Wilayah

Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih 56

27 Model konseptual integrasi Hukom Adat Laot Panglima Laot Lhok

Iboih ke dalam kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh 59

28 Peta TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat Panglima Laot

Lhok Iboih 61

29 Usulan SOP penegakan aturan jika terjadi pelanggaran di TWA Laut

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi ekologi daerah penelitian 75

Lampiran 2. Nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders 77

Lampiran 3. Hasil penilaian semua atribut keberlanjutan sistem pengelolaan

BKSDA dan Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih 78

Lampiran 4. Hasil running RAPFISH dimensi ekologi, ekonomi sosial dan budaya dan dimensi tatakelola pada sistem pengelolaan oleh

BKSDA dan Lembaga Adat Panglima Laot Lhok Iboih 79

Lampiran 5. Kuisinoer stakeholders 82

Lampiran 6. Kuisinoer masyarakat 86

Lampiran 7. Perbedaan aturan TWA Laut Pulau Weh dan Hukom Adat PLL

Iboih 92

(17)

1

Latar Belakang

Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh memiliki status yang jelas ditinjau dari aspek hukum nasional. Awal penetapannya, TWA Pulau Weh diputuskan sebagai kawasan konservasi oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Nomor 928/KPTS/UM/2/1982. Selain berstatus kawasan konservasi, TWA Pulau Weh juga dapat dikategorikan sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Adanya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, maka TWA Pulau Weh berada di bawah kewenangan pengelolaan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dengan fungsi yang sama yaitu sebagai kawasan konservasi dan KPA.

TWA Pulau Weh dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dengan Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih sebagai pelaksana teknis. Tatanan pengelolaan mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Pengelolaan juga disinergikan dengan nilai-nilai kearifan lokal. Selain melakukan kegiatan konservasi di TWA Pulau Weh, BKSDA juga mempunyai wewenang dalam pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Pengembangan TWA Pulau Weh diarahkan sebagai kawasan wisata yang berbasis masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal.

Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) telah menyusun beberapa bentuk pengelolaan TWA Pulau Weh. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang 2010-2029 menegaskan bahwa visi pengelolaan TWA Pulau Weh adalah “Mewujudkan pengembangan TWA Pulau Weh sebagai pusat pariwisata alam dan bahari di Provinsi Aceh”. Visi ini sejalan dengan penataan TWA ke dalam zonasi atau blok dengan membagi kepada blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok khusus. Penguatan pengelolaan TWA ditegaskan kepada fokus utama terhadap kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan terhadap ancaman kerusakan sumber daya alam. Untuk menunjang keberlanjutan pengelolaan, maka telah ditetapkan juga rancangan dan strategi pendanaan yang bersumber dari pemerintah pusat dan sumber dana lainnya yang tidak mengikat. Kegiatan monitoring dan evaluasi pun telah dirancang dan dilaksanakan untuk mengendalikan pengelolaan kawasan agar sesuai dengan tujuan penetapan TWA sebagai kawasan wisata dan konservasi.

TWA Pulau Weh secara administratif terletak di Kota Sabang Provinsi Aceh. Pemerintah Kota Sabang masih mengakui adanya Hukum Adat Laot dalam mengatur dan mengelola kegiatan-kegiatan perikanan tangkap. Aturan-aturannya merupakan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan dan cara menyelesaikan sengketa nelayan. Semua ketentuan yang berlaku dalam hal mengatur dan mengelola perikanan tangkap dikendalikan oleh satu lembaga di kalangan masyarakat Aceh yang dikenal dengan sebutan Lembaga Adat Laot atau Panglima Laot. Lembaga yang sudah berdiri di Kota Sabang, dipimpin oleh seorang ketua yang disebut Panglima Laot (Perda DI Aceh No.7 tahun 2000). Berdasarkan wewenang wilayah pengelolaan, Panglima Laot

(18)

2

dibagi menjadi tiga yaitu Panglima Laot Provinsi Aceh, Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Lhok Kemukiman/Kecamatan.

TWA Laut Pulau Weh berada di Desa Iboih dan masuk ke dalam Wilayah Hukom Adat Panglima Laot Lhok Iboih. Hukum Adat Laot yang berlaku di Perairan Iboih dalam konteks pengelolaan adalah (1) larangan penangkapan ikan dengan menggunakan bom (pemboman ikan), menggunakan kompresor, menggunakan pukat, dan penangkapan ikan hias, (2) larangan penangkapan ikan/biota dengan menggunakan jaring ikan dan menggunakan senjata tembak ikan (speargun), larangan melakukan penangkapan ikan dengan cara mancing intip maupun melakukan penangkapan ikan/biota pada malam hari.

Pengelolaan oleh Panglima Laot beserta dengan masyarakat telah dilakukan jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh pemerintah pada tahun 1982. Chaliluddin et al. (2014) menyatakan bahwa Panglima Laot merupakan lembaga tradisional tertua di dunia dalam pengelolaan perikanan berbasis kearifan lokal. Panglima Laot Lhok Iboih (selanjutanya disingkat PLL Iboih) yang dulunya banyak berurusan dengan aktivitas nelayan dan usaha penangkapan ikan, saat ini lebih fokus pada perlindungan ekosistem pesisir yang ada di wilayah tersebut. Hal ini selain disebabkan oleh keberadaan nelayan di Desa Iboih semakin berkurang karena beralih profesi sebagai pelaku wisata, juga disebabkan oleh kekhawatiran terhadap kerusakan ekosistem pesisir. Cinner dan Aswani (2007) menguatkan pernyataan tersebut dan menjelaskan bahwa penerapan pengelolaan kawasan konservasi secara adat pada umumnya dinamis dan berkembang secara adaptif mencerminkan perubahan sosial, politik, ekonomi dan kondisi budaya.

PLL Iboih dan BKSDA memiliki wilayah pengelolaan kawasan konservasi yang hampir sama. PLL Iboih mengelola Wilayah Hukom Adat Laoh Lhok Iboih berdasarkan aturan adat yang telah disepakati oleh masyarakat dan di kalangan masyarakat menyebut Hukom Adat Laot Lhok Iboih. Di sisi lain, Badan Konservasi Sumber daya Alam Banda Aceh mengelola wilayah TWA Laut Pulau Weh berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990. Namun Wilayah Hukom Adat PLL Iboih dan TWA Laut Pulau Weh sebagian besar sama, artinya ke dua lembaga mengelola wilayah yang sama dengan sistem pengelolaan yang berbeda. Meskipun undang-undang pemerintah merupakan dasar hukum dalam penetapan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh, tetapi implementasi nyata dalam pengelolaan berdasarkan pada hukum adat (Kusumawati dan Huang 2015).

Ada beberapa isu yang berkembang dalam proses pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. Otoritas TWA Pulau Weh menyebutkan bahwa mereka mendapatkan permasalahan dari komunitas lokal dan masyarakat yang memanfaatkan wilayah konservasi tersebut, terutama dalam hal penangkapan ikan. Selain itu, kapasitas dari BKSA yang terbatas dan banyaknya urusan di hutan menyebabkan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh tidak berjalan dengan baik (Kusumawati dan Huang 2015).

(19)

3

Kondisi-kondisi tersebut memberikan peluang untuk mengintegrasikan kedua sistem pengelolaan untuk mengoptimalkan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. Namun, hingga saat ini kajian tentang pengintegrasian pengelolaan berbasis adat Panglima Laot dalam pengelolaan kawasan konservasi belum ada. Integrasi pengelolaan diharapkan terjadinya sinkronisasi dan harmonisasi pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh.

Integrasi pengelolaan kelembagaan adat PLL Iboih dalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh yang dihasilkan dalam penelian ini akan disederhanakan dalam model konseptual. Model konseptual membantu dalam penataan masalah, mengidentifikasi faktor-faktor relevan, dan kemudian memberikan koneksi yang membuatnya lebih mudah untuk memetakan bingkai masalahnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jonker (2011).

Perumusan Masalah

TWA Laut Pulau Weh memiliki keunikan dalam pengelolaan, karena selain dikelola oleh pemerintah (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) juga dikelola secara adat oleh PLL Iboih. Meskipun kedua lembaga mengelola wilayah masing-masing, namun sebagian besar wilayah yang dikelola merupakan wilayah yang sama. BKSDA dan Lembaga Adat PLL Iboih memiliki sistem pengelolaan yang berbeda, namun mempunyai tujuan yang sama yaitu melindungi sumber daya alam yang ada di TWA Laut Pulau Weh atau Wilayah Hukom Adat PLL Iboih dari kerusakan dan pemanfaatannya secara lestari.

Sistem pengelolaan yang diterapkan oleh BKSDA lebih sistematis dibandingkan sistem pengelolaan yang diterapkan oleh PLL Iboih. Pengelolaan kawasan oleh BKSDA sudah diatur mulai dari tahap perencanaan sampai tahap evaluasi. Perencanaan pengelolaan disusun berdasarkan hasil dari penelitian, baik penelitian yang dilakukan oleh tim BKSDA maupun penelitian dari lembaga lain. Namun, ketersedian sumber daya manusia dari BKSDA di Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih yang berjumlah tiga orang dinilai belum mencukupi untuk mengelola seluruh Wilayah TWA secara keseluruhan. Sebaliknya, Lembaga Adat PLL Iboih tidak memiliki perencanaan pengelolaan yang konkrit. Kegiatan pengelolaan dilakukan berdasarkan pada kesepakatan masyarakat yang dihasilkan dari musyawarah dan mufakat serta, menerapkan aturan-aturan adat laot yang sudah ada dan berlaku di seluruh Provinsi Aceh. Aturan yang dimaksud misalnya, menjaga dan mengawasi agar pohon-pohon di tepi sungai tidak ditebang, karena ikan akan menjauh sampai tengah laut. Lembaga Adat PLL Iboih memiliki sumber daya manusia yang cukup berdasarkan jumlah untuk melakukan pengelolaan karena pengelolaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat Desa Iboih, namun belum memiliki kapasitas yang memadai.

(20)

4

TWA Laut Pulau Weh telah dikelola berbasis adat oleh PLL Iboih dan dikelola berbasis tatakelolaan yang baik (good governance) oleh pemerintah. Kedua lembaga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pengelolaan. Belum terintegrasinya kedua model pengelolaan yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut, mengakibatkan tidak efektifnya fungsi konservasi dan pengelolaan SDA dalam kawasan TWA Laut Pulau Weh. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk mengintegrasikan kedua sistem pengelolaan. Integrasi tersebut berupa penyatuan sistem pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh dibawah pengelolaan pemerintah (BKSDA) dengan pengelolaan berbasis adat oleh PLL Iboih. Memperhatikan kepada masalah-masalah utama tersebut, maka beberapa pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah sistem pengelolaan oleh lembaga adat PLL Iboih dan BKSDA sudah dikaji secara konferhensif ?

2. Apakah pengelolaan sumber daya alam TWA Laut Pulau Weh sudah dikelola secara berkelanjutan? Mengapa status keberlanjutan pengelolaan SDA TWA Laut Pulau Weh belum diketahui.

3. Apakah integrasi dan pelibatan PLL Iboih dalam pengelolaan kawasan konservasi dapat diterapkan dengan merumuskan model pengelolaan baru di TWA Laut Pulau Weh?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi sistem pengelolaan kawasan konservasi oleh Lembaga Adat PLL Iboih dan Badan Konservasi Sumber daya Alam.

2. Menghitung dan mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi perairan TWA Laut Pulau Weh.

3. Mendesain model integrasi sistem pengelolaan kawasan konservasi PLL Iboih kedalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.

Manfaat Penelitian

(21)

5

Kerangka Pemikiran

Pengelolaan sebuah kawasan konservasi harus didukung oleh kelembagaan pengelolaan yang baik, masyarakat dan stakeholder terkait dengan kegiatan konservasi. Kelembagaan merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan kawasan konservasi. Setiap lembaga tentunya memiliki sebuah model pengelolaan yang menghasilkan peraturan atau kebijakan yang merupakan aturan main dalam pengelolaan sumber daya alam.

Saat ini kebanyakan pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia dijalankan sesuai kebijakan dan kelembagaan formal yang ada dan ditetapkan berdasarkan peraturan undang-undang. Namun, Provinsi Aceh memiliki perbedaan karena daerah ini masih mempertahankan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam khususnya sumber daya perikanan. Sumber daya perikanan di perairan Provinsi Aceh secara adat di kelola oleh lembaga adat Panglima Laot. Panglima Laot merupakan orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat dibidang pesisir dan kelautan (Qanun Aceh Nomor 10, 2008).

(22)

6

BKDA

PL Lhok Iboih

Integrasi sistem pengelolaan BKSDA dan PL Lhok

Iboih Integrasi

sistem pengelolaan

Model Konseptual Kondisi sosial ekonomi

Analisis deskriptif TWA Laut

(BKSDA)

WHA Lho Iboih (PL Lhok Iboih

Status keberlanjutan

INPUT PROCES

Tata kelola Peraturan dan UU

Kelembagaan

OUTPUT

Status pengelolaan

Analisis kebijakan

Analisis deskriptif

Analisis stakeholders

Analisis persentase tutupan karang

Analisis kelimpahan ikan karang

Analisis rekrutmen karang

Rekrutmen karang

Kelimpahan ikan karang

Kondisi ekologi

OUTCOME

Tutupan karang Partisipasi masyarakat

Pendapatan masyarakat

Pengetahuan masyarakat

Pemahaman masyarakat Kepatuhan masyarakat Dukungan masyarakat

(23)

7

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2015 di TWA Laut Pulau Weh Kota Sabang. TWA Laut Pulau Weh memiliki luas perairan ± 2600 hektar (Gambar 2).

Gambar 2 Peta lokasi penelitian Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Provinsi Aceh.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam pengamatan di lapangan adalah kuesioner, peralatan tulis, alat perekam, kamera dan GPS.

Jenis dan Sumber Data

(24)

8

Tabel.1 Matrik jenis data dan metode analisis data.

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode

Pengumpulan Data Analisis Hasil

1 Identifikasi dan

evaluasi sistem

pengelolaan kawasan

konservasi oleh

Lembaga Adat PLL

Iboih dan Badan

Konservasi Sumber

daya Alam.

1.Peraturan dan undang-undang TWA Laut :

- Undang-undang - Peraturan pemerintah - Peraturan Menteri - Peraturan Daerah 2. Kelembagaan TWA Laut : - Struktur kelembagaan - Tugas pokok dan fungsi - Stakeholders

- Peran dan fungsi stakeholders

3.Pengelolaan - Rencana pengelolaan - Penataan blok

- Perlindungan dan pengmanan kawasan

- Monitoring dan evaluasi 4.Kondisi Sosial Ekonomi Budaya. - Tingkat pendidikan

- Mata pencaharian - Pendapatan - Persepsi masyarakat

1.Dokumen peraturan dan perundang-undangan. 2.Dokumen kebijakan

pemerintah pusat, pemerintah daerah, BKSDA, lembaga adat Panglima Laot, dan pengamatan lapangan. 3.Data dari BPS Kota

Sabang.

4.Pengamatan lapangan

1.Pengumpulan dan penelusuran dokumen peraturan dan perundang-undangan 2.Pengumpulan dokumen kebijakan dan wawancara mendalam. 3.Pengisian kuisioner

dan wawancara mendalam

1. Content Analisis 2.Analisis stakeholder 3.Analisis Persepsi masyarakat 4.Analisis deskriptif

1.Menggambarkan kebijakan pemerintah pusat pusat, pemerintah daerah, BKSDA dan Panglima Laot yang menjadi landasan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. 2.Memberi gambaran

kelembagaan pengelola TWA Laut Pulau Weh dan PLL Iboih

(25)

9

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan

Data Analisis Hasil

2 Menghitung dan

mengestimasi tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi perairan TWA Laut Pulau Weh

1. Data ekologi - Tutupan karang - Rekrutmen karang - Kelimpahan ikan karang 2. Data sosial, ekonomi dan budaya - Tingkat dukungan masyarakat

terhadap pengelolaan TWAL - Tingkat partisipas masyarakat - Pendapatan masyarakat - Tingkat pengetahuan masyakakat

terhadap kawasan konservasi - Pemahaman masyarakat terhadap

aturan dan sanksi

- Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap aturan

3. Data tata kelola

- Rencana pengelolaan dan zonasi - Pengawasan kawasan

- Penegakan hukum

- Tingkat interaksi antara pengelola dengan stakeholders

- Ketersediaan SDM untuk pengelolaan

- Ketersediaan biaya pengelolaan - Monitoring ekologi

1.Pengamatan

lapangan

2.Data time series

dari Wildlife

Conservation Society (WCS) – Marine Program Indonesia 2009 dan 2011)dan Dari hasil penelitian Muttaqin, 2014

3.Data dari BPS Kota

Sabang.

1. Penelusuran dokumen-dokumen hasi penelitian. 2. Kuisioner dan

wawancara mendalam

Analisis multi dimensional scalling (MDS)

1.Status keberlanjutan pengelolaan TWA Laut

3 Mendesain model

integrasi dua sistem pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh berbasis adat PLL Iboih dan model pengelolaan oleh BKSDA

Data-data dari tujuan satu dan dua Data-data dari tujuan

satu dan dua Data-data dari tujuan satu dan dua Analisis deskriptif Model konseptual integrasi Lembaga Adat Panglima Laot dalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.

(26)

10

Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan Data Primer

Data Stakeholders

Pengumpulan data stakeholder dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap responden. Data yang dikumpulkan di dalam wawancara (daftar pertanyaan pada lampiran) menggunakan teknik pendekatan informan kunci. Pendekatan ini mencoba mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Femiola 2008).

Responden pertama merupakan pihak yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. Berdasarkan kriteria tersebut, lembaga adat PLL Iboih, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banda Aceh dan Resort Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sabang dipilih menjadi responden awal. Responden selanjutnya dipilih menggunakan metode snowball, yang mana aktor yang akan menjadi responden selanjutnya merupakan responden yang disebutkan atau direkomendasikan oleh responden yang telah diwawancara, dengan pertimbangan responden selanjutnya akan memberikan informasi yang dibutuhkan dengan memadai dan memenuhi kriteria pemilihan responden.

Data Sosial Ekonomi Masyarakat

Keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sering didasarkan pada dukungan masyarakat lokal yang sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat akan dampak yang dialami oleh masyarakat lokal dan pendapat mereka mengenai managemen dan tata kelola kawasan konservasi (Bennett 2014). Berdasarkan kondisi tersebut kondisi sosial ekonomi terutama persepsi masyarakat sangat penting untuk diketahui pada penelitian ini.

Metode yang dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Iboih terhadap kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap responden yang dipilih secara purposive sampling. Responden yang dipilih adalah masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan kawasan konservasi seperti nelayan, pelaku wisata, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa dan lain-lain.

Penentuan banyaknya jumlah responden dilakukan berdasarkan dua pendekatan yaitu apabila populasinya kecil (≤10) digunakan pendekatan sensus dan apabila populasinya besar (>10) digunakan pendekatan rule of thumbs (pendekatan aturan statistik, yaitu minimal 30 responden) (Sugiyono 2011).

(27)

11

Pengumpulan Data Sekunder Data Ekologi

Data ekologi diperoleh dari Wildlife Conservation Society (WCS)–Marine Program Indonesia berupa data time series persentase karang hidup dan ikan karang tahun 2009 dan 2011. Selain itu, data juga diperoleh dari hasil penelitian Muttaqin (2014) berupa persentase karang hidup, kelimpahan ikan karang dan rekrutmen karang tahun 2013. Data dari Wildlife Conservation Society (WCS)– Marine Program Indonesia dan Muttaqin (2014) dikumpulkan dengan metode sebagai berikut:

1. Persentase tutupan karang

Data persentase tutupan karang diperoleh dengan menggunakan metode PIT ((point intercept transect) (English et al. 1997). Tujuan dari metode ini untuk melihat kondisi karang dan benthik substrat lainnya seperti penutupan alga dan karang lunak (Hill dan Wilkinson 2004). Transek dibentangkan sejajar dengan garis pantai pada daerah dangkal dengan kedalaman 2-3 meter. Panjang transek yang digunakan adalah 50 meter sebanyak tiga kali ulangan dengan total 150 meter. Karang keras dicatat setiap 50 cm, berdasarkan bentuk pertumbuhan dan genus karang.

2. Rekrutmen karang

Pengumpulan data rekrutmen karang dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat 50 x 50 cm sepanjang 150 meter dengan interval 10 m (Hill dan Wilkinson 2004). Karang dengan ukuran < 4 cm dihitung dalam setiap transek dan dilakukan pada kedalaman dangkal (3 m) dan dalam (7-8m) (Hill dan Wilkinson 2004).

3. Kelimpahan ikan karang

Pengumpulan data kelimpahan ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode UVC (underwater fish visual census) (English et al. 1997). Ikan diamati di atas transek yang telah dibentangkan sepanjang 150 meter, pengambilan data ikan berupa jenis dan kelimpahan ikan karang dilakukan secara visual pada radius 2.5 meter di sebelah kiri dan kanan sepanjang garis transek.

Studi Literatur dan Naskah Kebijakan

(28)

12

Metode Analisis Data Analisis Stakeholders

Data stakeholder yang diperoleh dari hasil wawancara ditranformasikan menjadi data kuantitatif (skoring) dengan membuat kriteria kepentingan dan kriteria pengaruh stakeholders terhadap pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. Penetapan skoring menggunakan pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders adalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 2. Nilai skor dari lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan ke dalam bentuk matriks kepentingan dan pengaruh.

Tabel 2 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan stakeholders

5 20-25 Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya

4 16-20 Tinggi Ketergantungan tinggi pada keberadaan sumber daya

3 11-15 Cukup tinggi Cukup bergantung pada keberadaan sumber daya

2 6-10 Kurang tinggi Ketergantungan pada keberadaan sumber daya kecil

1 0-5 Rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumber daya

Pengaruh stakeholders

5 20-25 Sangat tinggi Sangat mempengaruhi pengelolaan TWA Laut

4 16-20 Tinggi Mempengaruhi pengelolaan TWA Laut

3 11-15 Cukup tinggi Cukup mempengaruhi pengelolaan TWA Laut

2 6-10 Kurang tinggi Kurang mempengaruhi pengelolaan TWA Laut

1 0-5 Rendah Tidak mempengaruhi pengelolaan TWA Laut

Modifikasi Abbas (2005)

Setelah diberikan skor terhadap setiap stakeholders kemudian dilakukan penafsiran matrik kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengelolaan TWA Laut Pulau Weh dengan mengunakan stakeholders grid dengan bantuan microsoft exel. Hasil analisis stakeholders dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan pengaruh yang diilustrasikan pada Gambar 3.

Ren

da

h

Tin

gg

i

Subjects Key player

Crowd Context setters

Rendah PENGARUH Tinggi

KEPE

NTI

N

G

(29)

13

A ni Xi

% 100

1 nL x

L i

Posisi kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih. Kuadran pengaruh dan kepentingan terdiri dari kategori:

Subjects: stakeholders mempunyai kepentingan tinggi dan pengaruh rendah.

Key players: stakeholders mempunyai kepentingan dan pengaruh tinggi

Context setters: stakeholders mempunyai kepentingan rendah dan pengaruh tinggi.

Crowd: stakeholders mempunyai kepentingan dan pengaruh rendah.

Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan grafik. Analisis deskriptif pada parameter sosial ekonomi masyarakat bertujuan untuk mengkaji karakteristik responden berupa: tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, pendapatan dan persepsi masyarakat terhadap pengelolaan TWA Laut Pulau Weh maupun Wilayah Hukom Adat PLL Iboih.

Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dengan content analysis. Content analysis merupakan teknik penelitian yang digunakan untuk menganalisis dokumen-dokumen tertulis seperti laporan, surat, transkrip wawancara, dan bentuk-bentuk tertulis lainnya (Henderson 1991 dan Krippendorf 1980). Teknik penelitian ini dapat berupa teknik kuantitatif yang sistematis dan dapat direplikasi yang digunakan untuk menjelaskan atau memahami konsep yang sedang dipelajari (Riffe et al. 1998). Analisis dilakukan terhadap produk hukum dan kebijakan yang telah dihasilkan oleh lembaga adat Panglima Laot, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BKSDA.

Analisis Ekologi

1. Persentase tutupan karang

Rumus yang digunakan untuk menghitung persentasse tutupan biota karang berdasarkan English et al. (1997) adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Li = persentase penutupan biota karang ke-i ni = jumlah boita yang ditemukan

L = jumlah titik yang ditemukan. 2. Rekrutmen karang

(30)

14

A ni

N

Keterangan:

Xi = Kelimpahan komunitas terpilih

ni = jumlah total biota pada stasiun pengamatan A = Luas transek pengamatan

3. Kelimpahan ikan karang

Kelimpahan ikan karang merupakan jumlah biota ikan karang yang ditemukan pada suatu lokasi pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan ikan karang dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan: N = Kelimpahan (individu/750 m2) ni = Jumlah individu ikan spesies ke i

A = Luas area sensus ikan (750 m2)

Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan

Analisis status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi TWA Laut Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih dilakukan dengan metode analisis statistik multi dimensional scalling (MDS) yang di dasarkan pada perangkat lunak RAPFISH (rapid appraisal technique for evaluating fisheries sustainability) (Kavanagh dan Pitcer 2004). Analisis multidimensi ini menentukan status keberlanjutan penatakelolaan relatif terhadap dua titik acuan utama yaitu titik “baik” (good) dan titik “buruk” (bad). Untuk mengetahui keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh maka digunakan tiga dimensi yaitu (1) ekologi, (2) sosial ekonomi dan budaya, dan (3) tata kelola. Setiap dimensi terdiri dari beberapa atribut yang diberi skor sesuai dengan kondisi yang diperoleh dari hasil penelitian (Tabel 3).

(31)
[image:31.612.78.503.77.746.2]

15

Tabel 3 Matrik indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan TWAL Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih

No Atribut Skor

Dimensi Ekologi Buruk Baik

1 Persentase tutupan

karang 1 3 1 = 5,6-17,51 2 = 17,51-29,42 3 = >29,42

2 Rekrutmen karang 1 3 1 = 7,52-17,9 koloni per m2, 2 = 17,9-28,28 koloni per m2 3 = >28,28 koloni per m2 3 Kelimpahan ikan

karang 1 3 1 = 1 - 250 ekor, 2 = 251 - 1.000 ekor 3 = > 1.000 ekor 4 Tingkat resistensi

terhadap bleaching 1 3 1 = >79,4, 2 = 67,8-79,4, 3 = 56,3 - 67,8 5 Tingkat pemanfaatan

wisata bahari 1 3 1 = rendah, 2 = sedang, 3 = tinggi

Dimensi ekonomi, sosial dan budaya

6 Tingkat dukungan masyarakat terhadap pengelolaan

1 3 1 = < 50 %, 2 = 50-100 %, 3 = 100 %

7 Tingkat partisipasi

masyarakat 1 3 1 = < 50 % 2 = 50-100 %, 3 = 100% 8 Pendapatan masyarakat 1 3 1 = dibawah UMR, 2 = Setara

UMR, 3= diatas UMR 9 Tingkat pengetahuan

masyarakat terhadap kawasan konservasi

1 3 1 = < 50 %, 2 = 50-100 %, 3 = 100%

10 Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan

1 3 1 = < 50 %, 2 = 50 -100 %, 3 = 100%

11 Pemahaman

masyarakat terhadap aturan dan sanksi

1 3 1 = < 25 % paham, 2 = 26 - 50 % paham, 3 = >51 % paham 12 Tingkat kepatuhan

masyarakat terhadap aturan

1 3 1 = < 50%, 2 = 50 -100 %, 3 = 100%

Dimensi Pengelolaan

13 Rencana pengelolaan

dan zonasi 1 3 1 = tidak ada, 2 = ada tetapi tidak dilaksanakan dengan maksimal,

3 = ada dan dilaksanakan dengan maksimal 14 Pengawasan kawasan 1 3 1 = < 2 kali / bulan

(32)

16

15 Penegakan hukum 1 3 1 = tidak ada kelembagaan dan penindakan tidak ada, 2 = ada kelembagaan dan

penindakan tidak efektif, 3 = ada kelembagaan dan

penindakan efektif 16 Tingkat interaksi antara

pengelola dengan stakeholders

1 3 1 = < 2 kali interaksi pertahun, 2 = 2- 4 kali interaksi pertahun, 3 = > 4 kali interaksi

17 Ketersediaan SDM

untuk pengelolaan 1 3 1 = Tidak tersedia SDM 2 = Tersedia SDM namun kurang memadai 3 = Tersedia SDM yang

memadai. 18 Ketersediaan biaya

pengelolaan 1 3 1 = tidak ada sumber dana, 2 = sumber dana tidak tetap, 3 = Sumber dana tetap 19 Monitoring ekologi 1 3 1 = tidak pernah dilakukan

pertahun,

2 = satu kali pertahun, 3 = lebih dari satu kali

pertahun Modifikasi dari Boli (2014)

Hasil analisis total atribut yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh akan diperoleh nilai pada skala 0-100. Dalam rangka mensintesis tingkat keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh, digunakan empat kategori sebagai berikut (Tabel 4).

Tabel 4 Kategori penilaian keberlanjutan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh

No Skala Indeks

Keberlanjutan Keberlanjutan Status

1 0 –25 Buruk

2 26-50 Kurang

3 51-75 Cukup

4 76 –100 Tinggi

Susilo (2003)

Model Integrasi Kelembagaan

[image:32.612.48.483.60.772.2]

Model integrasi kelembagaan dibuat berdasarkan analisis sebelumnya dan dari hasil analisis perbandingan sistem pengelolaan yang dilakukan secara adat oleh lembaga adat PLL Iboih dan oleh BKSDA Banda Aceh. Aspek yang dinilai berdasarkan perbandingan sistem pengelolaan kedua lembaga yang kemudian disimpulkan kegiatan pengelolaan apa saja yang bisa diintegrasikan misalnya sistem pengawasan, penegakan aturan, sistem aturan dan lainnya dan selanjutnya disintesis menjadi model konseptual.

(33)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Responden

Masyarakat pesisir pada lokasi penelitian terbagi kedalam beberapa kelompok umur. Secara umur, usia masyarakat pesisir di Iboih berada selang 21- 50 tahun. Responden terbanyak berada pada selang usia 31-40 tahun sebesar 40%, selanjutnya, responden dengan selang usia 41-50 tahun sebesar 37% dan responden terkecil berada pada selang umur 21-30 tahun sebanyak 23% (Gambar 4-a ).

Tingkat pendidikan masyarakat pesisir Desa Iboih sangat beragam. Lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan tingkat pendidikan yang paling dominanan (40%), diikuti oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Dasar (SD), lulusan sarjana dengan persentasi 36%, 17%, dan 7% secara berurutan (Gambar 4-b)

Gambar 4 (a) Tingkat pendidikan responden, (b) Usia responden

Sebagian besar responden menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam yang ada di TWA Laut Pulau Weh. Keindahan alam di TWA Laut Pulau Weh telah menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat wisata unggulan di Kota Sabang, sehingga berdampak positif terhadap masyarakat disekitaran kawasan. Dari seluruh responden yang diwawancara, 87% berprofesi sebagai pelaku wisata, 10% merupakan nelayan dan 3% merupakan pegawai negeri sipil (Gambar 5-a).

Rata-rata responden memiliki pendapatan Rp. 3.575.000,-. Sebanyak 37 % responden memiliki pendapatan antara 2-3 juta rupiah dan hanya 7 % dari responden memiliki pendapatan > 5 juta rupiah (Gambar 5). Pendapatan rata-rata responden lebih besar dari upah minimum regional (UMR) Provinsi Aceh sebesar Rp. 1.800.000,- (Gambar 5-b).

SD 17%

SMP 36% SMA

40% Sarjana

7%

Pendidikan

21-30 thn 23%

31-40 thn 40% 41-50

thn 37%

(34)

18

Gambar 5 (a) Pendapaan responden, (b) jenis pekerjaan responden

Kelembagaan Pengelolaan TWA Pulau Weh Dasar Hukum

TWA Pulau Weh ditetapkan sebagai kawasan konservasi pertama kali pada tahun 1976 melalui SK Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 582/KPTS/UM/9/1976, sekaligus sebagai hutan lindung di Kota Sabang dengan luas ± 4.500 Ha. Pada 27 Desember 1982 Menteri Pertanian kembali mengeluarkan SK No. 928/KPTS/UM/2/1982 untuk penunjukan Kawasan TWA Laut Pulau Weh dengan luas ± 3.900 Ha sebagai kawasan konservasi yang terdiri dari taman wisata alam darat yang ditetapkan dengan luas ± 1.300 Ha dan taman wisata alam laut dengan luas ± 2.600 Ha termasuk Pulau Rubiah dan Pulau Seulako. Surat keputusan terakhir dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia pada 29 Juli 2000, SK No.170/KPTS-M/2000 penunjukan kawasan TWA Pulau Weh merupakan pemaduserasian dengan RTRW Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain ketiga SK Meteri tersebut, beberapa landasan hukum lainnya yang dapat dijadikan payung hukum untuk pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh adalah:

1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Dan

Kawasan Pelestarian Alam.

5. Peraturan pemerintah RI Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

87% 3%

10%

Pekerjaan

Pelaku Wisata PNS

Nelayan

1-2 jt 33%

2-3 jt 37% 3-5 jt

23% > 5 jt

7%

(35)

19

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

10. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Konservasi Sumber daya Alam. 11. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.51/Menhut/-II/2009 tentang

Perubahan Kesatu Atas Peraturan Menteri Kehutanan No.P.02/Menhut-Ii/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber daya Alam.

12. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.41/Menhut-II/2008 tentang Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

13. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kehutanan

14. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Wisata Alam.

[image:35.612.102.486.59.774.2]

Penataan kawasan konservasi TWA Pulau Weh ke dalam blok dilakukan pada tanggal 9 Juni 2014 dan disahkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) pada tanggal 14 Juli 2014 melalui surat keputusan No. SK.152/IV-SET/2014. Surat keputusan tersebut menetapkan pengesahan penataan blok Taman Wisata Alam Pulau Weh seluas ± 3.900 Ha yang terdiri dari darat dan perairan. Penataan dibagi menjadi tiga blok utama seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Penataan blok Taman Wisata Alam

No Jenis Blok Luas (Ha)

Blok Perlindungan

1 Pulau Seulako 5,5

2 Sebelah barat Pulau Weh 1102

3 Perairan 1600

Blok Pemanfaatan

1 Pulau Rubiah 36

2 Alur Paneuh 12

3 Tugu Kilometer Nol 17

4 Jungel Track 116

5 Jalan Wisata 3,5

6 Perairan 1000

Blok Khusus

1 Radar AURI 8

(36)

20

Penataan Blok Taman Wisata Alam Pulau Weh pernah dilakukan pada tahun 2010 bersamaan dengan penyusunan rencana pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Pulau Weh. Pembagian blok dalam dokumen rencana pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh tahun 2010 digolongkan menjadi Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan. Blok Pemanfaatan terbagi menjadi Blok Pemanfaatan terbatas dan Blok Pemanfaatan intensif. Blok Pemanfaatan intensif dibagi menjadi enam Blok Pemanfaatan Intesif.

Tata Organisasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1998 tetang Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), taman wisata alam di golongkan ke dalam kawasan pelestarian alam. Sesuai UU No. 5 tahun 1990 taman wisata alam dikelola oleh pemerintah (pusat). Taman Wisata Alam Pulau Weh di kelola oleh Badan Konservasi Sumber daya Alam Aceh. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis konservasi sumber daya alam menetapkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh merupakan Balai KSDA tipe B dengan struktur organisasi meliputi kepala balai, kepala sub bagian tata usaha dan dua kepala seksi konservasi wilayah. Surat keputusan Kepala BKSDA Aceh Nomor: SK. 001/BKSDA. 9/2015 mengenai penjabaran struktur organisasi dan uraian tugas BKSDA Aceh menetapkan Resort Konservasi Wilayah 2 Sabang pos TWA Pulau Weh berada dibawah Sub Bidang Tata usaha BKSDA Aceh.

Rencana Pengelolaan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1998 tentang KSA dan KPA, ditetapkan KSA dan KPA dikelola berdasarkan rencana pengelolaan. Acuan yang digunakan untuk menyusun rencana pengelolaan KSA dan KPA selain PP No. 68 tahun 1998 adalah Peraturan Menteri Kehutanan No. P.41/Menhut-II/2008 tentang Pedoman penyusunan rencana pengelolaan KSA dan KPA. Rencana pengelolaan TWA Pulau Weh di susun pada tahun 2010 dengan periode 2010-2029. Rencana pengelolaan TWA Pulau Weh disahkan oleh Direktrur Jenderal PHKA Kementerian Kehutanan pada tanggal 20 Oktober 2011 melalui SK.214/IV-SET/2011. Tabel 6 merupakan program kegiatan di TWA Laut Pulau Weh yang tertuang pada rencana pengelolaan jangka panjang TWA Pulau Weh tahun 2010-2029.

Tabel 6 Program pengelolaan TWA Pulau Weh

No Strategi Program/Kegiatan 11-15 16-20 21-25 25-30 1 Strategi dalam menjaga fungsi TWA Pulau Weh sebagai hutan konservasi sehingga dapat

menjamin kelestarian lingkungan melalui upaya pelestarian habitat flora dan fauna 1.2 Memantapkan tata batas

kawasan lindung yang merupakan hutan, guna memberikan batas yang tegas dan mudah diidentifikasi

Pengukuhan kawasan a.Pengukuran dan

Penetapan batas kawasan

b.Pemasangan patok batas

kawasan √

c.Pembuatan peta

(37)

21

d.Penetapan kawasan e.Sosialisasi batas

kawasan √

1.3 Menjaga kelestarian habitat flora dan fauna yang sebagai bagian dari ekosistem kawasan

Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

a.Patroli aktif b.Patroli gabungan c.Penyuluhan pada

masyarakat √ √ √ √

d.Penyelesaian kasus pelanggaran/kejahatan kehutanan

√ √ √ √

2 Strategi dalam pengembangan TWA Pulau Weh sebagai kawasan pariwisata dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal

2.1 Mengendalikan perkembangan kegiatan wisata yang besifat ekstensif agar tidak menimbulkan kerusakan/penurunan kualitas lingkungan hidup

Pengendalian kegiatan wisata a.Koordinasi dan

kerjasama antar lintas sektoral

√ √ √ √

b.Pengendalian luas tutupan bangunan (building coverage)

√ √ √ √

2.2 Peningkatan peran masyarakat sekitar hutan dalam kegiatan konservasi kawasan lindung dengan menjaga vegetasi serta melakukan rehabilitasi pada lokasi-lokasi yang dirambah

Pengembangan peran serta masyarakat dalam kegiatan konservasi

a.Bermitra kerja dengan

masyarakat √ √ √ √

b.Pengembangan kemitraan dengan organisasi non pemerintah

√ √ √ √

2.3 Memantapkan peran masyarakat sekitar hutan dalam kegiatan wisata alam yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

Pengembangan peran masyarakat a.Mendidik masyarakat

sebagai interpreter hutan wisata

√ √ √ √

b.Membangun kegiatan

jasa lingkungan √ √ √ √ 2.4 Mengendalikan

pengembangan sarana prasarana wisata alam yang dapat mengganggu fungsi kawasan secara signifikan

Pembangunan sarana dan prasarana yang selektif a.Sarpras pokok

pengelolaan √ √ √ √

b.Sarpras Pariwisata c.Sarpras Penunjang 3 Strategi dalam mempertahankan TWA Pulau Weh sebagai bagian dari kawasan terbuka hijau

kota

3.1 Mempertahankan fungsi kawasan sebagai pengendalian tata air, tata udara, dan tata tanah bagi Kota Sabang

Mempertahankan kualitas kawasan a.Rehabilitasi dari

kerusakan / penurunan kualitas lingkungan

√ √ √ √

b.Koordinasi dan kerjasama antar

stakeholder

√ √ √ √

3.2 Meningkatkan nilai estetika lingkungan dan kenyamanan kehidupan di Kota Sabang

Peningkatan kualitas kawasan a.Promosi/Publikasi

wisata alam √ √ √ √

b.Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi dan promosi

√ √ √ √

3.3 Memantapkan kesadaran rasa memiliki terhadap kawasan TWA Pulau Weh pada warga masyarakat Kota Sabang

Pembinaan kesadaran masyarakat

a.Pendidikan wisata alam b.Membangun kepedulian

masyarakat (Public awareness)

√ √ √ √

[image:37.612.71.486.64.757.2]

(RPJP TWA Pulau Weh tahun 2010-2029)

(38)

22

Penataan TWA Ke dalam Blok

Pada tahun 2014 BKSDA Aceh melakukan penataan blok di TWA Pulau Weh. Secara umum TWA Pulau Weh dibagi ke dalam tiga jenis blok yaitu Blok Perlindungan, Blok Pemanfaatan dan Blok Khusus. Wilayah perairan hanya terdapat dua jenis blok yaitu Blok Perlindungan perairan yang luasnya ±1600 Ha dan blok pemanfaatan perairan yang luasnya ±1000 Ha (Gambar 6).

Blok perlindungan perairan ditentukan berdasarkan pada kedalaman perairan. Perairan dengan kedalaman lebih dari 50 meter diklasifikasikan sebagai Blok Perlindungan. Hal ini didasarkan pada minimnya tingkat gangguan oleh manusia terutama wisatawan sehingga ekosistem dapat terus terjaga untuk mendukung wisata di blok perlindungan. Blok pemanfaatan perairan juga ditentukan berdasarkan kedalaman perairan, namun kedalamnya kebalikan dari blok perlindungan yaitu pada kedalaman kurang dari 50 meter. Hal ini disebabkan oleh jenis kegiatan wisata yaitu snorkling, diving dan kapal bottom glass yang merupakan wisata andalan di Pulau Weh. Umumnya wisatawan yang dipandu oleh pemandu selam yang bersertifikasi melakukan kegiatan wisata selam hingga kedalaman 30 meter dan bisa juga lebih jauh. Hal ini yang mendasari pengklasifikasian kawasan perairan dengan kedalaman kurang dari 50 meter sebagai blok pemanfaatan.

(39)
[image:39.792.48.690.81.486.2]

23

(40)

24

Perlindungan dan Pengamanan Kawasan

Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan bertujuan untuk menjaga fungsi hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh, dilakukan oleh:

1. Polisi Hutan, merupakan pejabat polisi kehutanan adalah pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional polisi kehutanan atau pejabat struktural instansi kehutanan di daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, mempunyai wewenang dan tanggung jawab di bidang perlindungan hutan. Berwenang untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari dan menangkap tersangka.

2. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kehutanan, merupakan pegawai negeri sipil di lingkungan instansi kehutanan daerah yang diangkat oleh walikota. Dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan pejabat penyidik Kepolisian Repulik Indonesia.

3. Satuan pengamanan kehutanan, merupakan satuan pengamanan kehutanan yang dibentuk oleh pemegang hak pengelolaan hutan/ pemegang izin/ masyarakat hukum adat. Tugas satuan pengamanan hutan terbatas pada pengamanan fisik di lingkungan wilayahnya. Dalam melaksanakan tugasnya, bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan/pimpinan masyarakat hukum adat dalam koordinasi instansi kehutanan setempat. Masyarakat hukum adat yang ada di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) pulau weh adalah PLL Iboih.

Kegiatan perlindungan dan pengamanan yang dapat dilaksanakan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh, meliputi:

1. Patroli aktif, adalah patroli ke daerah-daerah rawan pelanggaran sambil melakukan pencatatan/perekaman data-data di sepanjang perjalanan, meliputi bekas pelanggaran, pasokan (jalur pelanggaran), potensi unggulan baik biodiversity maupun obyek wisata, dan perjumpaan satwa. Setelah selesai melaksanakan tugas, masing-masing tim wajib membuat laporan pelaksanaan tugas (LPT) dengan melampirkan bukti-bukti selama menjalankan tugas (laporan register, photo, laporan kejadian). Petugas yang sedang off dapat ditugaskan untuk melakukan kegiatan lain seperti penyuluhan, inventarisasi, pemeliharaan alur, pengiriman data ke seksi. Patroli aktif ini merupakan implementasi dari pengelolaan berbasis resort. Ujung tombak dari suatu keberhasilan pengelolaan kawasan hutan adalah terletak pada peranan petugas lapangan (resort) sebagai unit pengelolaan terkecil dalam suatu kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh. Personil yang melakukan patroli aktif dilengkapi dengan beberapa peralatan penunjang untuk melakukan perekaman data dilapangan yang meliputi blanko register, GPS, HT, perlengkapan personil, dan peta kerja. Selain peralatan penunjang tersebut diatas, bagi resort pengelolaan yang wilayah jangkauannya melalui perairan dilengkapi dengan speed boat dan kapal. Petugas lapangan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh dalam melakukan pemantauan kawasan perlu melakukan koordinasi dengan Polsek, Airut, dan TNI AL.

(41)

25

di suatu tempat maupun dengan metode persambangan atau kunjungan sebagai penyebarluasan informasi pengelolaan kawasan. Sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak yang bekerjasama dengan surat kabar setempat.

3. Patroli gabungan, adalah operasi pengamanan hutan dan hasil hutan yang dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi lain (Polsek, Airut, dan TNI AL), waktu, personel, sasaran, target tertentu.

4. Pengamanan (swakarsa) dilaksanakan oleh masyarakat hukum adat (Panglima Laot Wilayah Lhok Iboih) yang memiliki kewenangan untuk mengatur kegiatan perikanan dan masyarakat nelayan.

5. Penyelesaian kasus pelanggaran/kejahatan kehutanan dilaksanakan terkait dengan tindakan penyidikan yang dilakukan PPNS terhadap suatu kasus tindak pidana kehutanan. Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari penanganan awal terhadap kasus, proses penyidikan, sampai dengan P21 dan sidang yang menghasilkan vonis bagi tersangka. Selain kegiatan tersebut, perlu juga dilakukan tindakan pengamanan barang bukti baik terhadap barang bukti yang ada tersangka maupun barang bukti temuan. Proses penyidikan kasus tindak pidana dilakukan bekerjasama dan koordinasi antara unit pelaksanaan kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh dengan polsek setempat sebagai korwas PPNS.

(RPJP TWA Pulau Weh tahun 2010-2029)

Rancangan dan Strategi Pendanaan

Pendanaan atau pembiayaan dasar kawasan TWA Pulau Weh saat ini disediakan oleh pemerintah. Pemerintah menyediakan pendanaan operasional dan membayar gaji pegawai negeri yang ditugaskan di unit pelaksana teknis (UPT). Pendanaan tersebut tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Pulau Weh. Dengan demikian, diperlukan strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan pendanaan dalam pengelolaannya.

Dalam hal pendanaan untuk pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh, perlu dicarikan alternatif sumber pendanaan. Sumber pendanaan dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu:

1. Pungutan masuk/retribusi wisatawan sehingga dapat digunakan untuk menunjang pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh.

2. Melakukan kerjasama dengan pihak swasta/investor/LSM dalam pengelolaan pungutan masuk sebagai suatu pendekatan dalam menyediakan pembiayaan bagi kegiatan konservasi di masa mendatang. 3. Melakukan kerjasama dengan instansi/dinas dalam penyediaan prasarana

dan sarana sehingga dapat mengurangi biaya pembangunan, antara lain dengan Dinas/Kementrian Pariwisata, BPKS, Pemerintah Provinsi dan Pusat.

(42)

26

Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam dokumen rencana pengelolaan TWA Pulau Weh 2010-2029 adalah kegiatan pembinaan, pengawasan, pengendalian, pamantauan, evaluasi dan pelaporan.

1. Pembinaan

Pembinaan kawasan dalam kaitannya dengan pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh dapat dilakukan oleh pihak internal instansi atau badan terkait lainnya. Pembinaan pengelolaan kawasan dilakukan pada instansi atau badan yang memegang peranan dalam pengelolaan kawasan. Pembinaan pada masyarakat disekitar kawasan atau masyarakat umum dapat pula dilakukan bila terkait dengan pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh.

Pembinaan pada pihak internal instansi atau badan terkait dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis dan pelatihan, sedangkan pada pihak masyarakat, berupa penyuluhan dan forum komunikasi. Tujuan yang di inginkan dari kegiatan pembinaan ini adalah tercapainya tujuan dari pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu, manfaat yang dapat diperoleh adalah meningkatkan pemahaman dan kemampuan dari semua pihak terhadap pentingnya upaya konservasi pada kawasan TWA Pulau Weh.

2. Pengawasan

Pengawasan diperlukan agar tercapainya tujuan dari pengelolaan kawasan TWA Pulau Weh. Pengawasan meliputi tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan oleh pemerintah daerah/dinas terkait dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Pengawasan dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengawasan merupakan upaya untuk mencegah perubahan fungsi konservasi dalam pemanfaatan di kawasan TWA Pulau Weh. Konsentrasi pengawasan di tujukan untuk penanggulangan pada kegiatan sebelum terjadi yang meliputi:

 Penetapan larangan untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan kecuali berbagai usaha dan/atau kegiatan penunjang fungsi kawasan lindung dan tidak mengganggu fungsi alam serta ekosistem alam

 Pengaturan berbagai usaha dan/atau yang dapat mempertahankan fungsi konservasi.

 Pencegahan berkembangnya berbagai usaha dan/atau kegiatan yang mengganggu fungsi konservasi.

 Pengawasan kegiatan penelitian eksploitasi air tanah dan ari permukaan, serta keg

Gambar

Tabel 3 Matrik indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan TWAL Pulau Weh dan Wilayah Hukom Adat PLL Iboih
Tabel 3 Matrik indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan TWAL
Tabel 5 Penataan blok Taman Wisata Alam
Tabel 6 Program pengelolaan TWA Pulau Weh (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Asymmetric information , fenomena ini mengarah pada kondisi di mana terjadi perbedaan sumber dan jumlah informasi antara pengelola kawasan dalam hal ini BBKSDA PB yang mendapat

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah selain teridentifikasi dan terpilihnya lokasi tegakan benih ulin yang terseleksi di dalam KHDTK, juga nantinya

Pemeriksaan terhadap 25 sampel feses nematoda gastrointestinal dan protozoa pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdapat di kawasan wisata Pulau

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PerMen KP) Nomor 30 Tahun 2010 tentang rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan, zona-zona yang

Pemeriksaan terhadap 25 sampel feses nematoda gastrointestinal dan protozoa pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terdapat di kawasan wisata Pulau