• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA

KELAS VII SMP

Oleh:

FAUZIYAH

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dengan model Inkuiri Sosial yang diterapkan dalam proses pembelajaran IPS yang menekankan pada proses mencari dan menemukan sendiri jawaban atas suatu masalah yang dipertanyakan sebagai upaya memahami materi pelajaran serta meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif dengan teknik persentase, kemudian dilakukan pemaknaan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada : (1) kreatifitas siswa, yaitu sebesar 63% pada siklus I, 77% pada siklus II, dan 80% pada siklus III, kreatifitas belajar siswa, indikator tercapai pada siklus kedua begitupun pada siklus tiga hasilnya semakin baik. (2) berfikir kritis 65% pada siklus I, 76% pada siklus II, dan 80% pada siklus III, cara berfikir kritis peserta didik pada siklus kedua indikatornya juga sudah tercapai selanjutnya siklus tiga semakin meningkat. Implikasi, berdasarkan hasil temuan adalah penggunaan model inkuiri sosial dapat meningkatkan kreatifitas dan peningkatan berpikir kritis siswa.

(2)

ABSTRACT

IMPROVING CREATIVITY AND CRITICAL THINKING THROUGH INQUIRY MODEL IN SOCIAL STUDIES LEARNING

AT SEVENTH GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL

By FAUZIYAH

This research aims to improve creativity and students’ critical thinking in social studies learning through inquiry social learning model. Method of this research is Classroom Action Research (CAR) which is consists of three cycles, every cycle includes planning, implementation, observation and reflection. Through social inquiry model which is focused on searching and finding own answers towards problems in understanding lesson and improving creativity and critical thinking. Data collecting technique used questionnaires and observation. Data was analyzed descriptive by percentage techniques, and then was done qualitative. Result of

research shown there are improvement at: 1) students’ creativity is about 63% at

cycle 1, at cycle II is 77%, and 80 % at cycle III, students’ study creativity

Indicator has been achieved at second cycle at third cycle the result is better. (2) critical thinking is 65% at cycle I, 76% at cycle II, and 80% at cycle III, students critical thinking at second cycle, the indicators has been reached and at third cycle better. According to the result is using of social inquiry model can improve

creativity and students’ critical thinking.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Peneliti dilahirkan di Metro, Lampung Tengah pada

tanggal 30 Desember 1970, merupakan anak

ke-delapan dari sembilan bersaudara, pasangan dari Bapak

Hi. Mardjan (almarhum) dan Ibu Hj. Supiyatun

(almarhum).

Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 6 Metro pada

tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah 1 Metro pada

tahun 1986, Pendidikan Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Metro pada

tahun 1989, selanjutnya peneliti kuliah S1 FKIP/IPS/SEJARAH di Universitas

Muhammadiyah Metro selesai pada tahun 1994.

Peneliti diangkat menjadi PNS pada bulan Desember tahun 1995 di SMA Negeri

1 Bumi Agung Marga, Lampung Utara Propinsi Lampung, Pada tahun 1999/2000

pindah mengajar di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, pada tahun 2014/2015

pindah mengajar di SMK Negeri 1 Bandar Lampung hingga saat ini. Menikah

dengan Riyuzen Praja Tuala, S.Pd, M.Pd pada tanggal 8 Agustus 1998 dan

dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama M. Farhan Gibran dan M.

Dzaky Ikrom. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan S2 di Universitas Lampung

pada program studi Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang diberikan oleh

Allah SWT, dan rasa terimakasih yang sangat besar kepada keluarga yang selalu

memberikan semangat serta dukungan, dan dengan penuh rasa bahagia peneliti

persembahkan tesis ini kepada orang – orang terkasih berikut ini .

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hi. Mardjan (almarhum) dan Ibunda Hj.

Supiyatun (almarhum) yang telah mendidikku untuk selalu bekerja keras,

sabar, ikhlas dan selalu bersyukur atas segala rahmat yang Allah SWT

limpahkan sehingga peneliti bisa seperti sekarang ini.

2. Kedua mertuaku Bapak Ruslani Djalil (almarhum) dan Ibu Husna.

3. Suamiku tercinta Riyuzen Praja Tuala., S.Pd., M.Pd. yang selalu memberikan

motivasi, perhatian, pengertian, pengorbanan dan kesabaran sampai peneliti

menyelesaikan tesis ini.

4. Anak-anakku tersayang : M. Farhan Gibran dan M. Dzaky Ikrom yang sering

terlupakan dan terabaikan karena kesibukan peneliti dalam menyelesaikan

studi, terimakasih anak-anakku tercinta.

5. Terimakasih adik dan kakak-kakakku yang telah banyak membantu dan

(9)

MOTO

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya, karena sesungguhnyaa pendengaran,

penglihatan dan hati, semuanya itu akan ditanya”

(QS. Al Isra (17):36)

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”

(Alhadis)

(10)

SANWACANA

Puji Syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan Rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga peneliti memiliki kekuatan lahir batin dan akhirnya dapat

menyelesaikan tesis ini. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Program

Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Peneliti menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, peneliti berterima kasih kepada semua pihak baik secara

langsung maupun secara tidak langsung yang telah memberikan bantuan baik

moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini. Secara khusus pada

kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Herianto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana Universitas

Lampung, dan sekaligus sebagai Pembimbing 1.

3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.S., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., Selaku Ketua Program Pascasarjana

(11)

memberikan masukan, saran dan sabar membimbing, memberi motivasi,

saran serta ide sehingga tesis ini bisa diselesaikan.

6. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., selaku Pembimbing II yang bersedia

memberikan masukan, saran dan kritik membangun demi kesempurnaan

tesis ini.

7. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Pembahas I yang bersedia untuk

membimbing dan menyumbangkan pemikirannya hingga tesis ini semakin

baik.

8. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., selaku Pembahas II yang bersedia memberi saran dan

masukan yang positif.

9. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP

Universitas Lampung yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan

pengalamannya kepada peneliti.

10. Bapak Drs. Hi. Zaid Jaya, selaku Kepala SMP Ngeri 12 Bandar Lampung

yang telah memberi motivasi, memberikan izin penelitian, dan juga

mendoakan peneliti hingga selesainya tesis ini.

11. Pendamping setiaku Riyuzen Praja Tuala., S.Pd., M.Pd., dan anak-anakku

yang penuh pengertian, kesabaran, keikhlasan dan juga sering terabaikan

dalam peneliti menyelesaikan tesis ini.

12. Sahabat-sahabatku magister Pascasarjana Pendidikan IPS Angkatan 2012,

Merita Sagita, M. Pd., Ibu Fatma M.Pd., Ibu Sumarti, M.Pd., Siti Handayani

S. Pd., Rahmi Fitrina, M. Pd., Fitri Indriani, M.Pd., Rita Yusneli, M.Pd.,

(12)

Arlen, M.Pd., Iceu Maya Sari, M. Pd., Aprilia Tri Aristina, S. Pd., Desi

Susanti, M.Pd., Yoswinda, S.Pd., dan teman-teman seperjuangan Magister

Pendidikan IPS 2012 yang telah membantu dan memberikan dorongan

kepada peneliti.

13. Seluruh peserta didikku SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang telah

banyak membantu peneliti selama penelitian berlangsung.

14. Semua pihak yang telah memotivasi peneliti yang tak bisa disebutkan satu

persatu atas kerjasama, bantuannya, dan doanya hingga tesis ini selesai.

Akhirnya peneliti berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia

pendidikan yang terus berkembang dalam menghadapi tantangan dan rintangan

seiring dengan tuntutan zaman.

Bandar Lampung, Maret 2015

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTARLAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran... 18

2.1.1 Pengertian Belajar ... 18

2.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 32

2.1.3 Perbedaan Pengertian, Model, Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik Pembelajaran ... 37

2.2 Konsep Model Pembelajaran ... 38

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 38

2.2.2 Ciri Khusus Model Pembelajaran ... 39

2.2.3 Jenis-Jenis Model Pembelajaran ... 42

2.2.4 Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 43

2.3 Model Pembelajaran Inkuiri ... 43

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri ... 43

2.3.2 Komponen-Komponen Model Inkuiri ... 51

(14)

Halaman

2.4 Model Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 56

2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 56

2.4.2 Tahapan Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 61

2.10 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 98

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 100

3.2 Prosedur Penelitian ... 102

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 106

3.4 Subjek dan Objek Penelitian ... 106

3.5 Definisi Operasional Tindakan ... 106

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 115

3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 117

3.8 Kisi-Kisi Instrumen ... 118

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 125

4.2 Deskripsi Pembelajaran IPS Pra Penelitian ... 128

(15)

Halaman

4.3.1 Hasil Siklus I ... 131

4.3.2 Hasil Siklus II ... 153

4.3.3 Hasil Siklus III ... 179

4.4 Pembahasan ... 199

4.4.1 Siklus I ... 199

4.4.2 Siklus II ... 202

4.4.3 Siklus III ... 203

4.4.4 Perbandingan Siklus I, II dan III ... 204

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 215

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 216

5.2 Saran ... 219

DAFTAR PUSTAKA ... 221

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12

Bandar Lampung TP 2013/2014. ... 5

1.2 Hasil Observasi Awal Tentang Tingkat Kreativitas Peserta Didik Kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung Dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran IPS Tahun Pelajaran 2013/2014. ... 7

1.3 Hasil Observasi Awal Tentang Tingkat Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung Dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran IPS Tahun Pelajaran 2013/2014. ... 8

1.4 Hasil Belajar IPS Berdasarkan Nilai UTS Pada Peserta Didik Kelas VII Semester Ganjil di SMP Negeri 12 Bandar Lampung TP 2013-2014. ... 9

2.1 Hubungan Antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran. ... 20

2.2 Sintak Model Pembelajaran Inkuiri Sosial. ... 66

2.3 Indikator Kemampuan berpikir kritis. ... 82

3.1 Rencana tindakan langkah-langkah inkuiri sosial. ... 112

3.2 Indikator Keberhasilan Kreativitas Peserta Didik ... 114

3.3 Indikator Keberhasilan Berpikir Kritis Peserta Didik ... 115

3.4 Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Kemampuan Guru/ Pendidik dalam Model Pembelajaran (IPKG). ... 118

3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kreativitas. ... 121

3.6 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis. ... 122

4.1 Data Pendidik SMPN 12 Bandar Lampung. ... 126

4.2 Data Peserta Didik 5 (lima tahun terakhir) ... 127

4.3 Daftar Sarana Prasarana SMP Negeri 12 Bandar Lampung ... 127

(17)

Tabel Halaman

4.5 Deskripsi Hasil Kemampuan Pendidik (IPKG) dalam

Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Siklus 1. ... 142

4.6 Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta Didik Siklus I. ... 146

4.7 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta didik Siklus I. ... 148

4.8 Persentase Prestasi Belajar Peserta Didik Siklus I. ... 150

4.9 Rekap Siklus 1I Pengamatan Kinerja Pendidik (IPKG) ... 165

4.10 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta didik Siklus II. ... 168

4.11 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta Didik Siklus II. ... 171

4.12 Persentase Prestasi Belajar Peserta Didik Siklus II. ... 172

4.13 Hasil Rekap Siklus III Pengamatan Kinerja Guru (IPKG). ... 191

4.14 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta didik Siklus III. ... 194

4.15 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta didik Siklus III. ... 196

4.16 Persentase Prestasi Belajar Peserta didik Siklus III. ... 198

4.17 Kemampuan Pendidik dalam Proses Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Setiap Siklus. ... 204

4.18 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta Didik Siklus I, II dan III. ... 207

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 kerangka pikir penelitian ... 97

3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 103

3.2 Kerangka Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri sosial dalam Pembelajaran IPS di SMP ... 108

3.3 Deskripsi Proses pembelajaran Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS di SMP ... 109

4.1 Diskusi Kelompok Pertemuan I Siklus I ... 136

4.2 Diskusi Kelompok Pertemuan II Siklus I ... 140

4.3 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus I ... 150

4.4 Diskusi Kelompok Pertemuan I Siklus II ... 159

4.5 Diskusi Kelompok Pertemuan II Siklus II ... 163

4.6 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus II ... 173

4.7 Diskusi kelompok peserta didik Pertemuan I siklus III ... 185

4.8 Diskusi kelompok peserta didik Pertemuan II siklus III ... 188

4.9 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus II ... 198

4.10 Peningkatan Kemampuan Pendidik Setiap Siklus ... 206

(19)

BAB I. PENDAHULUAN

Pembahasan pada bagian pendahuluan ini mencakup beberapa hal pokok yang

terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing

kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

SMP Negeri 12 Bandar Lampung terletak di Jalan Prof. Muh. Yamin No. 39

Rawa Laut Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung Propinsi

Lampung, merupakan satuan pendidikan yang memiliki tujuan secara umum

yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia

serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut

yang ingin dicapai. Seperti yang terdapat dalam visi SMP Negeri 12 Bandar

Lampung yaitu Mewujudkan peserta didik, guru, dan karyawan SMP Negeri 12

Bandar Lampung dalam IPTEK yang berlandaskan IMTAQ, budi pekerti luhur

dan berwawasan lingkungan.

Visi tersebut selanjutnya diperjelas lagi dalam penjabaran misi SMP Negeri 12

(20)

1. Meningkatkan wawasan pengetahuan keagamaan yang didasari keimanan dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Melaksanaan pembelajaran secara intensif terjadwal, efektif, dan bagi guru

dan peserta didik.

3. Menumbuhkan semangat keunggulan pada warga sekolah dan membudayakan

sikap perduli terhadap lingkungan hidup.

4. Melengkapi dan memberdayakan media pembelajaran secara maksimal untuk

meningkatkan prestasi akademis peserta didik.

5. Menyelenggarakan program kegiatan kompetensi dan kompetisi bagi

pengembangan profesi guru dan prestasi peserta didik.

6. Menjalin kerjasama antarsekolah, orang tua peserta didik, komite sekolah, dan

stake holder secara rutin.

7. Melengkapi sarana kesenian dan olah raga guna meningkatkan prestasi dalam

bidang kesenian dan olahraga.

8. Meningkatkan kualitas dan kegiatan ilmiah tim PIR/KIR ke tingkat nasional

dan internasional.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, diharapkan SMP Negeri 12 Bandar Lampung

dapat menghasilkan peserta didik yang unggul dan berdaya guna dan tenaga

pendidik yang profesional dalam bidangnya. Sekolah merupakan satuan

pendidikan yang bersifat formal, karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas,

dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan

ditetapkan dengan resmi. Di sekolah peserta didik memperoleh kecakapan

(21)

kognitif. Selain itu sekolah juga memberikan pembelajaran afektif yang

menyangkut sikap menghargai, saling hormat menghormati, membedakan benar

dan salah, budi pekerti dan pendidikan karakter, pendidikan moral, dan juga

bagaimana pelaksanaan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari di

lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat yang merupakan penerapan

dari ranah psikomotor.

Proses pembelajaran seharusnya lebih banyak melibatkan dan mengaktifkan

peserta didik, karena interaksi yang aktif antara pendidik dan peserta didik dapat

menghasilkan perbaikan pemahaman peserta didik terhadap pelajaran yang

diberikan oleh pendidik. Interaksi dua arah tersebut biasanya ditandai adanya

aktivitas diskusi yang dinamis saling bertanya dan menjelaskan sehingga anak

belajar aktif dan melatih kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran IPS merupakan

pembelajaran yang kompleks. Ditingkat SMP tujuan pembelajaran IPS adalah

memberikan bekal kemampuan akademik pada siswa agar mampu melanjutkan ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu bertujuan untuk

menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berpikir kritis sehingga dapat

menganalisis dan memecahkan masalah sosial yang dihadapinya.

Menurut Pargito, (2010: 2) “Melalui pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan dan wawasan tentang

konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran

terhadap masalah sosial di lingkungannya serta mampu memecahkan masalah

sosial dengan baik, yang pada akhirnya peserta didik yang belajar IPS dapat

(22)

IPS bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik, artinya dengan

belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan

ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif

untuk masa yang akan datang.

SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang berdiri sejak tahun 1984 dan kini memiliki

kurang lebih 834 peserta didik serta diasuh oleh 67 orang pendidik, ternyata saat

ini belum sepenuhnya mampu menjawab kondisi ideal tersebut. Realita yang

terjadi di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, terutama dalam pembelajaran IPS

belum dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan dan tujuannya. Pembelajaran

IPS yang dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang penting dan merupakan

mata pelajaran hapalan berupa konsep-konsep semata, terlebih dalam

penyampaian oleh pendidik juga kurang menarik dan tidak memberikan stimulus

yang dapat memancing peserta didik untuk kreatif dan berpikir kritis.

Berdasarkan hasil pemantauan peneliti, sebagian besar mengatakan bahwa dalam

pelajaran IPS di sekolah secara umum masih didominasi dengan metode ceramah

atau ceramah bervariasi dengan tanya jawab. Apabila dicermati lebih jauh tujuan

pembelajaran IPS yang mengarah kepada kemampuan kreatifitas dan berpikir

kritis, tentu metode ceramah dan tanya jawab belum cukup untuk mencapai

tujuan itu.

Penggunaan metode ceramah atau konvensional ini, pembelajaran hanya berjalan

satu arah, siswa cenderung pasif serta tidak memberikan peluang yang cukup bagi

peserta didik untuk belajar mengemukakan pendapat, memberikan berbagai

(23)

kurang inovatif tersebut seringkali menyebabkan peserta didik kurang tertarik dan

cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan

pra-penelitian yang telah dilakukan terhadap pendidik-pendidik di SMP Negeri 12

Bandar Lampung, ternyata lebih dari setengah jumlah pendidik masih

menggunakan metode ceramah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran

seperti pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12 Bandar Lampung semester Ganjil TP 2013/2014

No Metode/Pendekatan/Strategi

Jumlah

pendidik Persentase (%) L P Jml

1. Ceramah 11 26 37 53,62

2. Diskusi 0 8 8 11,59

3. Demonstrasi 3 2 5 7,25

4. Laboratorium 3 2 5 5,80

5. Kooperatif 0 5 5 7,25

6. Tanya jawab 0 2 2 8,70

7. Simulasi 0 6 6 5,80

Jumlah 68 100

Sumber: Data primer

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, diketahui bahwa pendidik yang menggunakan

metode pembelajaran kooperatif masih sedikit. Secara keseluruhan jumlah

pendidik 68 orang hanya sebanyak 5 orang atau sebesar 7,25% yang

menggunakan pembelajaran secara kooperatif. Mayoritas pendidik masih

beranggapan bahwa guru sebagai satu-satunya sumber belajar (teacher centre) dan

belum ada yang menerapkan model pembelajaran khususnya model pembelajaran

inkuiri.

Metode pembelajaran konvensional seperti ceramah tersebut ternyata berdampak

(24)

pembelajaran. Padahal kreatifitas belajar merupakan salah satu faktor yang sangat

diperlukan untuk meraih prestasi belajar yang maksimal. Latuconsina, (2014: 9)

mengatakan bahwa sekreatif apapun muatan kurikulum dibuat, bila gurunya

masih punya persoalan dengan rendahnya kreatifitas, maka hasilnya tidak optimal.

Hanya guru kreatif yang bisa menjalankan proses pembelajaran kreatif. Hanya

pembelajaran kreatif yang melahirkan peserta didik kreatif. Sementara itu jika

bicara tentang fakta di lapangan, sebagian besar guru atau pendidik kita masih

punya masalah ditingkat content knowledge dan pedagogical knowledge.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada peserta didik

kelas VII SMP Negeri 12 Kota Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang,

diperoleh informasi bahwa secara umum peserta didik memiliki tingkat kreatifitas

belajar yang sangat rendah. Indikatornya ditunjukkan oleh rendahnya motivasi

atau dorongan ingin tahu peserta didik terhadap suatu topik bahasan yang

disampaikan oleh pendidik. Peserta didik jarang sekali mengajukan pertanyaan

dan kurang berani mengemukakan pendapat apalagi mengemukakan

gagasan-gagasan kreatif. Secara umum kondisi peserta didik sangat pasif dalam mengikuti

proses pembelajaran di kelas. Hal itu dapat terlihat dari pengamatan pendidik

pada saat proses pembelajaran bahwa ada sebagian peserta didik yang tidak fokus

pada materi yang disampaikan oleh pendidik dan ada juga peserta didik yang

bermain-main pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Kondisi riil

(25)

Tabel 1.2 Hasil observasi awal tentang tingkat kreatifitas peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014

Tingkat kreatifitas Skor Persentase (%)

Sangat Tinggi 2 5,7

Tinggi 3 8,6

Sedang 5 14,3

Rendah 11 31,4

Rendah sekali 14 40

Jumlah 35 100

Sumber: Data primer dan pengamatan peneliti

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas diketahui bahwa kreatifitas peserta didik masih

rendah sekali, dari 35 peserta didik, 14 orang peserta didik atau sebesar 40%

memiliki kreatifitas yang sangat rendah dan 11 orang peserta didik atau sebesar

31,4% memiliki kreatifitas dengan kategori rendah. Secara umum tingkat

kreatifitas peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS disekolah

masih sangat rendah. Hal tersebut terjadi sebagai salah satu akibat dari metode

atau model pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik yang masih didominasi

oleh metode ceramah tersebut.

Proses pembelajaran yang baik seharusnya pendidik juga dapat membimbing

peserta didik untuk mampu berfikir secara kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat

Wright yang dikutip dalam Ngalimun, (2012: 40) bahwa “Sesungguhnya dalam hal ini seorang guru mempunyai peranan penting untuk menjadikan

siswa-siswinya menjadi pemikir kritis”. Hal ini berarti pembelajaran berpikir kritis pada taraf pendidikan SMP sangat penting dalam membentuk sikap kritis bagi siswa

dalam menghadapi masalah-masalah sosial sehingga mampu memecahkan

(26)

Namun kenyataannya berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan

terhadap 35 peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2013/2014 menunjukkan secara umum peserta didik belum mampu berfikir secara

kritis. Data hasil observasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3 Hasil observasi awal tentang tingkat berfikir kritis peserta didik kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014

Tingkat berfikir kritis Skor Persentase (%)

Sangat Tinggi 1 2,9

Tinggi 3 8,6

Sedang 6 17,1

Rendah 10 28,6

Rendah sekali 16 45,7

Jumlah 35 100

Sumber: Data primer dan pengamatan peneliti

Data pada Tabel 1.3 dapat diinterprestasikan bahwa kondisi pembelajaran yang

ada belum sepenuhnya berorientasi pada proses pembelajaran yang dapat

meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik. Hal ini dapat dilihat

bahwa sebesar 45,7% siswa mempunyai tingkat berpikir kritis yang sangat rendah

sekali dan hanya sebesar 2,9% yang memiliki tingkat berpikir kritis yang sangat

tinggi. Kenyataan lain yang ditemukan adalah nilai rata-rata ulangan harian

peserta didik pada mata pelajaran IPS kelas VII di SMP Negeri 12 Bandar

Lampung masih rendah, hal ini terlihat dari nilai peserta didik dan persentase nilai

pada mata pelajaran IPS masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) atau Standar Ketuntasan yaitu sebesar 70. Nilai KKM sebesar 70

merupakan nilai yang telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan

(27)

Tabel 1.4 Hasil belajar IPS berdasarkan nilai UTS pada peserta didik kelas VII Semester Ganjil di SMP Negeri 12 Bandar Lampung TP 2013-2014

NO Kelas Interval Frekuensi Persentase (%)

1 40 – 50 34 13

2 51 – 60 67 25

3 61 – 69 80 30

4 70 – 85 46 17

5 81 – 90 25 10

6 91 – 100 13 5

Jumlah 265 100

Sumber: Arsip Nilai SMP Negeri 12 Bandar Lampung

Berdasarkan data Tabel 1.4 terdapat 181 peserta didik atau sebesar 68% yang

belum mencapai ketuntasan belajar dengan kriteria KKM 70. Sedangkan 84

orang peserta didik atau sebesar 32% yang mendapatkan nilai di atas KKM.

Menurut Djamarah, (2006: 107) bahwa ”Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh peserta didik maka persentase keberhasilan peserta

didik pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah”.

Berdasarkan pengamatan, rendahnya hasil belajar peserta didik tersebut

disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) pola atau cara mengajar pendidik yang

masih konvensional atau cara lama; (2) belum ada hasrat atau keinginan

menggunakan model-model pembelajaran yang ada; (3) tidak adanya media atau

alat peraga yang menunjang dalam penyampaian materi; (4) penyampaian materi

pembelajaran yang hanya berupa konsep-konsep atau berupa inforrmasi yang di

sajikan dalam bentuk ceramah; dan (5) kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik

rendah karena pembelajaran hanya berpusat pada pendidik. Oleh karena itu, perlu

(28)

didik memiliki kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis yang pada akhirnya

dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan pembelajaran

IPS yang ada di SMP N 12 Bandar Lampung meliputi hal- hal sebagai berikut.

1. Rencana pembelajaran IPS yang dibuat pendidik belum sepenuhnya mengarah

kepada pembelajaran berpikir kritis, lebih banyak kepada menghafal. Metode

dan model pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah .

2. Peserta didik kurang diberi latihan untuk memecahkan masalah-masalah

sosial. Pendidik lebih banyak bertanya mengenai sub-sub yang sifatnya

hafalan, bukan analisis.

3. Karena model pembelajaran didominasi ceramah, sehingga tidak

menumbuhkan kreatifitas dan berfikir kritis peserta didik.

Keadaan ini apabila tidak segera diperbaiki tentu akan mempengaruhi prestasi

belajar peserta didik, selain itu juga pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang

sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak akan dapat tercapai dengan baik. Salah

satu solusi alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan

penerapan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas dan berfikir

kritis peserta didik. Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan

dalam setiap pembelajaran, seperti model pembelajaran Porfolio, Jigsaw, Mind

Mapping, Numberhead Together, STAD, dan Inkuiry/social inquiry. Dari

sejumlah model pembelajaran yang ada, pembelajaran inkuiri sosial menurut

peneliti merupakan model pembelajaran yang tepat dalam upaya meningkatkan

(29)

sosial pada mata pelajaran IPS dapat membuat peserta didik menjadi lebih aktif

dan mudah memahami pelajaran IPS serta tidak membosankan sehingga pada

akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik yang merupakan

tujuan akhir proses pembelajaran.

Suyadi (2013: 116) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan

rangkaian kegiatan yang menekankan pada proses berfikir secara kritis, analisis,

dan dialeksis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah

yang dipertanyakan. Hal ini dikembangkan melalui strategi bertanya, sehingga

kemampuan berpikir kritis sudah mulai dikembangkan sejak pendidikan dasar.

Melalui pembelajaran inkuiri sosial ini, peserta didik sudah dilatih sejak dini

untuk menjadi seorang ilmuwan. Sebagai suatu pendekatan mengajar membantu

melatih peserta didik mengembangkan kemampuan untuk menemukan dan

merefleksikan sifat kehidupan sosial melalui pengembangan kemampuan inkuiri

peserta didik.

Metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar, istilah metode penemuan

atau inkuiri difinisikan sebagai suatu prosedur yang menemukan belajar secara

individual manipulasi objek atau pengaturan atau pengkondisian suatu objek, dan

eksperimentasi lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan suatu

kesimpulan dibuat. Selanjutnya menurut Gafur (2003: 13) mengemukakan

inkuiri juga merupakan salah satu bagian dari tujuh komponen pembelajaran

kontekstual. Pada proses pembelajaran, siswa perlu memperoleh pengalaman

(30)

Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah menolong peserta didik untuk dapat

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berfikir dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa

ingin tahu mereka. Selain itu, inkuiri juga dapat mengembangkan nilai dan sikap

yang sangat dibutuhkan peserta didik agar mampu berfikir ilmiah, seperti :

1. keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian

data, termasuk merumuskan hipotesis serta menjelaskan fenomena;

2. kemandirian belajar, baik individu maupun kolektif;

3. kemampuan mengekspresikan rasa ingin tahu secara verbal;

4. kemampuan berfikir kritis, logis dan analitis dan;

5. kesadaran ilmiah bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif (sementara).

Strategi pembelajaran inkuiri dapat diimplementasikan secara maksimal dengan

memperhatikan beberapa hal yaitu (1) aspek sosial di lingkungan kelas dan

suasana terbuka yang mengundang peserta didik berdiskusi. Hal ini menuntut

adanya suasana bebas di dalam kelas, peserta didik tidak merasakan adanya

tekanan/hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. (2) inkuiri berfokus pada

pengajuan hipotesis. Peserta didik perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua

pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan mempunyai sifat yang

sementara (tentative). Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran

selalu bersifat sementara.

Trowbridge dan Bybee (1973: 210-212) menyatakan bahwa, dalam pendekatan

inkuiri pembelajaran menjadi lebih berpusat pada anak, proses belajar melalui

(31)

tingkat pengharapan bertambah, pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat,

pendekatan inkuiri dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan

menghafal, dan pendekatan inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk

mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Menyadari akan pentingnya pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas

belajar dan berpikir kritis bagi peserta didik, maka masalah yang perlu diatasi oleh

pendidik dalam mengimplementasikan metode inkuiri sosial adalah sebagai

berikut.

1. Mengembangkan dan memperbaiki rencana pembelajaran IPS dengan

membuat strategi yang mengarah kepada peningkatan kemampuan kreatifitas

peserta didik aktif terutama yang sesuai dengan pengembangan kemampuan

berpikir peserta didik menggunakan pendekatan inkuiri sosial.

2. Menetapkan dan melatih penggunaan metode pembelajaran yang mengarah

kepada kemampuan berpikir peserta didik guna memperbaiki kemampuan

pendidik dalam mengembangkan dan menguasai model pembelajaran,

terutama dengan pendekatan inkuiri sosial.

3. Meningkatkan pemberian latihan memecahkan soal-soal yang berbentuk uraian

atau essay.

4. Melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial

dalam kehidupan sehari-hari serta memperbaiki kemampuan pendidik dalam

melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial.

Terkait dengan hal tersebut dapat diterapkan pembelajaran inkuiri sosial. Melalui

(32)

meningkatkan kreatifitas dan berpikir kritis pada mata pelajaran IPS peserta didik

kelas VII di SMP, khususnya di SMP N 12 Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah Model Pembelajaran Inkuiri Sosial dalam pembelajaran

Pendidikan IPS yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik kelas VII

SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah Model Pembelajaran Inkuiri Sosial dalam pembelajaran

Pendidikan IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta

didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui.

1. Pembelajaran inkuiri sosial yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik

kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung.

2. Pembelajaran inkuiri sosial yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peserta didik, pendidik,

peneliti, maupun sekolah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan

(33)

1. Bagi peserta didik, dapat membantu terciptanya pembelajaran yang

menyenangkan dan bermakna dan dapat meningkatkan kreatifitas belajar dan

kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS.

2. Membantu pendidik mengatasi kesulitan dalam mengembangkan dan

menguasai metode atau model pembelajaran,yang mampu membentuk anak

kreatif dan berpikir kritis, terutama dalam pembelajaran IPS. Membantu

pendidik dalam mengembangkan pendekatan inkuiri sosial untuk mencapai

ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran IPS pada tingkat SMP.

3. Bagi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah didalam

penyusunan program pembelajaran secara berkesinambungan dan memberi

landasan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil dalam usaha

meningkatkan mutu pendidikan dan citra sekolah di masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup subyek, obyek, tempat dan kajian

ilmu yang sesuai dengan penelitian.

1. Subyek penelitian. Subyek dan waktu penelitian ini adalah pendidik,

pendidik mitra (observer) dan seluruh peserta didik kelas VII SMP Negeri 12

Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2013-2014.

2. Obyek Penelitian. Obyek penelitian adalah pembelajaran IPS dengan

menggunakan model pembelajaran Inkuiri Sosial untuk meningkatkan

(34)

3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian, adalah SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran

2013-2014.

4. Kajian ilmu. Ruang lingkup kajian ilmu IPS yaitu kajian terpadu tentang

ilmu sosial yang dikemas secara sosial, psikologi untuk tujuan pendidikan,

bidang kajian penelitian ini berkonsentrasi pada penelitian pendidikan IPS di

tingkat SMP. Kajian IPS di tingkat SMP sebagai mata pelajaran yang

disajikan secara terpadu dan memperhatikan keterkaitan pendidikan ilmu

sosial lainnya yang dipahami sebagai ilmu pengetahuan sosial secara utuh.

Kajian IPS yang sesuai dengan penelitian ini yaitu IPS sebagai pendidikan

reflektif (sosial studies as reflektif inquiri), yang khususnya mengkaji

kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran pendidikan

IPS.

Penelitian tindakan ini utamanya ditujukan kepada usaha meningkatkan

kemampuan pendidik dalam menggunakan model pembelajaran untuk

meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam

memecahkan masalah-masalah sosial. Lingkup penelitian ini dibatasi pada

kemampuan pendidik untuk menguasai dan menggunakan model

pembelajaran IPS yang mengarah kepada peningkatan kreatifitas dan berpikir

kritis peserta didik.

Kemampuan berpikir kritis diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik

untuk dapat memecahkan soal-soal berbentuk uraian atau essay. Dalam hal

(35)

1. Urutan kegiatan yang direncanakan pendidik yang sesuai dengan metode

dan model yang digunakan.

2. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang

digunakan oleh pendidik maupun peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran.

3. Penetapan masalah-masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik.

Kemampuan menguasai dan menggunakan metode pembelajaran untuk

keperluan penelitian ini, metode pembelajaran yang dikembangkan dalam

mencapai tujuan pembelajaran berpikir kritis peserta didik difokuskan pada

(36)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan pada tinjauan pustaka meliputi beberapa hal pokok berupa tinjauan

tentang belajar dan pembelajaran, konsep model pembelajaran, model

pembelajaran inkuiri, model pembelajaran inkuiri sosial, konsep kreatifitas,

konsep berpikir kritis, pembelajaran pendidikan IPS. Untuk lebih jelasnya

pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan berdasarkan kehidupan

manusia. Setiap orang baik dia sadar maupun tidak selalu melaksanakan aktivitas

belajar. Di dalam proses belajar, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi

yang dibawanya sejak lahir. Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia

untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya. Belajar

merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan

jenjang pendidikan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang

kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri.

Dimyati dan Mudjiono (1996: 7) mengemukakan peserta didik adalah penentu

terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian

(37)

peserta didik dan pendidik baik ketika para peserta didik itu di sekolah maupun di

lingkungan keluarganya sendiri.

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana

terjadinya belajar atau bagaimana informasi diperoleh oleh peserta didik

kemudian bagaimana informasi itu diproses dalam pikiran peserta didik.

Berlandaskan suatu teori belajar diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

meningkatkan pemahaman peserta didik sebagai hasil belajar. Gagne (1997: 67)

menyatakan untuk terjadi belajar pada diri peserta didik diperlukan kondisi

belajar, baik kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan

peningkatan (arising) memori peserta didik sebagai hasil belajar terdahulu.

Memori peserta didik yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang

baru, dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau

benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Ini bertujuan antara

lain merangsang ingatan peserta didik menginformasikan tujuan pembelajaran,

membimbing peserta didik belajar materi yang baru, memberikan kesempatan

pada peserta didik menghubungkan pengetahuan yang telah ada dengan informasi

yang baru.

Ada tiga tahap dalam belajar menurut Gagne sebagai berikut.

1. Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.

2. Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan untuk persepsi sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan.

(38)

Tabel 2.1 Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran

Sebagai hasil belajar (learnig outcomes), Gagne (1997: 78) menyatakannya dalam

lima kelompok yaitu Intelektual Skill, Coqnitive Strategy, Verbal Information,

Motor Skill, dan Attitude.

1. Intelektual Skill (keterampilan intelektual), yaitu pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.

(39)

3. Verbal information (informasi verbal), yaitu kemampuan untuk mendiskripsikan Standar Kompetensi (SK) sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.

4. Motor Skill, (keterampilan motorik), yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.

5. Attitude (sikap), yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual.

Selanjutnya untuk memungkinkan mengaktifkan memori peserta didik yang

sesuai, Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal

dalam suatu pembelajaran, agar peserta didik memperoleh hasil belajar yang

diharapkan, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelajaran agar informasi

yang baru dapat dipahami.

Menurut Cronbach dalam Sardiman (2006: 200) memberikan definisi “Learning is shown by change in behavior as a result of experience,” artinya bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai suatu pengalaman.

Haroldl Spears dalam Sardiman (2006: 20) memberikan batasan “Learning is to

imiate, to try something themselves, to listen, to follow direction” artinya bahwa

belajar adalah meniru, mencoba sesuatu secara mandiri, mendengar dan mengikuti

arahan. Goch dalam Sardiman (2006: 20) menyatakan “Learning change

performance as a result practice” artinya bahwa belajar adalah perubahan dalam

kemampuan sebagai suatu hasil berdasarkan latihan. Oleh karena itu, maka

seorang pengajar harus dapat memberikan pengertian kepada peserta didik,

menurut Sardiman (2006: 3) bahwa belajar memiliki beberapa maksud yaitu

mengetahui suatu kepandaian, kecakapan atau konsep yang sebelumnya tidak

(40)

baik tingkah laku maupun keterampilan. Mampu mengkombinasikan dua

pengetahuan baru baik keterampilan, pengetahuan konsep maupun sikap/tingkah

laku. Dapat memahami dan/atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.

Pengertian belajar juga dikemukakan Bruner dalam Uno, (2008:18) bahwa: proses

belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan sendiri aturannya (termasuk

konsep, teori, dan definisi). Menurut Bruner inti belajar adalah cara-cara

bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi

secara aktif. Pendekatannya terhadap belajar ada dua asumsi yaitu sebagai berikut.

1. Perolehan, pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang

yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.

2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan

informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh

sebelumnya.

Gagne (1997: 28) mengemukakan bahwa dalam suatu tindakan belajar terdapat

fase belajar yaitu fase motivasi, fase pengenalan, fase perolehan, fase retensi, fase

pemanggilan, fase generalisasi, fase penampilan, dan fase umpan balik.

Berdasarkan beragam pengertian atau teori belajar diatas pada intinya adalah

sama, yaitu adanya proses perubahan perilaku terhadap seseorang, perubahan itu

dilakukan melalui suatu proses yang beragam pula. Proses belajar merupakan

jalan yang harus ditempuh oleh seorang peserta didik, pelajar atau para peserta

didik untuk mengerti tentang suatu hal yang sebelumnya tidak diketahuinya atau

(41)

seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kemampuannya seperti yang

dikemukakan diatas. Apabila dalam proses belajar seseorang tidak memperoleh

peningkatan kualitas dan kuantitas tentang kemampuannya maka dapat dikatakan

bahwa orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar, atau orang

tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.

Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif peserta didik dalam membangun

makna atau pemahaman, maka peserta didik perlu diberi waktu yang memadai

untuk melakukan proses itu. Artinya memberikan waktu yang cukup untuk

berpikir ketika peserta didik menghadapi masalah sehingga peserta didik memiliki

kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya. Tidak membantu peserta

didik terlalu dini, akan menghargai usaha peserta didik walaupun hasilnya belum

begitu memuaskan, dan menantang peserta didik sehingga berbuat dan berpikir

merupakan strategi pendidik yang membuat peserta didik menjadi orang yang

belajar seumur hidup. Tanggung jawab belajar terletak pada diri peserta didik,

tetapi pendidik bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong

prakarsa, motivasi dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang

hayat. Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan

perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman,

keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat berdasarkan latihan serta

interaksi dengan lingkungannya.

Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai belajar. Gagne dalam

(42)

setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan

saja, didalam proses belajar terjadi stimulus bersama dengan isi ingatan yang

mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah

berdasarkan waktu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Marsell dalam

Sagala (2005: 13) mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan

mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sedangkan

menurut Gage dalam Sagala (2005: 13) belajar adalah sebagai suatu proses

dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat berdasarkan

pengalaman.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan, yang

berupa kegiatan pembelajaran Slameto (2003: 2). Seseorang dikatakan telah

mengalami peristiwa belajar, jika ia mengalami perubahan berdasarkan tidak tahu

menjadi tahu, berdasarkan tidak kompeten menjadi kompeten. Perubahan yang

hanya disebabkan oleh kematangan seperti bertambah tinggi, berubah menjadi

abu-abu bukanlah diklasifikasikan sebagai bentuk belajar. Perubahan sementara

akibat berdasarkan sakit, kelelahan, atau kelaparan juga bukan merupakan akibat

berdasarkan hasil belajar.

Proses belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami

secara langsung dan aktif oleh pelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar

mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas

(43)

terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Belajar merupakan

kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga

diperlukan dorongan kepada peserta didik dalam membangun gagasan. Oleh

karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi,

dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran

yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu

indera saja. Hal ini akan memunculkan kreatifitas untuk menyelesaikan masalah

dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.

Proses yang terjadi selama peserta didik melakukan pembelajaran dapat diartikan

sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan.

Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya

hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. Perubahan perilaku tersebut

mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang

dapat diamati maupun tidak dapat diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut

penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut

kecenderungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat

berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu

perbuatan.

Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang

terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan

sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan

seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya

(44)

bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap

pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal

berdasarkan peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan

(kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan

dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).

Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan

setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Dalam pembelajaran seorang

pendidik diharapkan dapat mengarahkan perhatian peserta didik ke dalam nuansa

proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini, sesuai dengan empat

pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO dalam Munir

(2008: 2), yaitu (1) to learn to know (belajar untuk berpengetahuan), (2) to learn

to do (belajar untuk berbuat), (3) to learn to live together (belajar untuk dapat

hidup bersama), dan (4) to learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk itu

diperlukan membangun ikatan emosional dengan peserta didik, yaitu dengan

menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan

ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan

proses pembelajaran yang baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peserta

didik lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah.

Kondisi seperti itu, peserta didik lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela

yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Oleh karena itu, diperlukan

pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan pembelajaran,

(45)

Pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan peserta

didik. Perkembangan merupakan hasil komulatif berdasarkan pembelajaran.

Menurut Gagne (1997: 19) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan

informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk

hasil belajar. Pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara

kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi-kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu

keadaan yang berasal berdasarkan dalam diri individu yang diperlukan untuk

mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.

Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan yang berasal berdasarkan

lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Teori belajar lebih difokuskan kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga

berhubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam

teori belajar, kondisi dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan

hasil pembelajaran sebagai variabel terikat. Dalam pengembangan teori belajar,

variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek berdasarkan interaksi

antara metode dan kondisi.

Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu

teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar

konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif

diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk

menjelaskan pembelajaran berbasis otak, dan pandangan konstruktivisme belajar

sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide

(46)

2.1.1.1Teori Belajar Kognitif

Belajar dalam pandangan kognitivisme adalah memandang para peserta didik

sebagai sumber rencana, maksud, tujuan, pemikiran, ingatan, dan emosi yang

secara aktif digunakan untuk mengadakan, memilih, dan membangun makna

terhadap prangsangan dan pengetahuan berdasarkan pengalaman (Wittrock dalam

Woolfolk, 2004: 235). Hasil perubahan berdasarkan belajar mencakup

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar merupakan perolehan yang

dicapai seseorang melalui kegiatan belajar. Jika sesuatu yang bersifat

pengetahuan perolehannya tentang pengetahuan atau kognitif dan jika belajarnya

sesuatu yang bersifat keterampilan gerak, maka perolehannya penguasaan

mengenai keterampilan gerak (Sagala, 2008: 33).

Bloom, (1985: 6) mengelompokkan hasil belajar menjadi 3 (tiga) ranah yang

dikenal dengan Taxonomy Bloom (Taksonomi Bloom). Adapun Taksonomi

Bloom tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah inilah

sekaligus menjadi tujuan belajar dan merupakan pedoman pada proses pendidikan

dan kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan belajar. Ranah kognitif direvisi oleh

Anderson. Menurut Anderson (2001: 31) hasil belajar ranah kognitif berkenaan

dengan hasil belajar intelektual yang terdiri berdasarkan enam aspek, yaitu (1)

pengetahuan atau ingatan; (2) pemahaman; (3) aplikasi; (4) analisis; (5)

evaluasi; dan (6) mencipta. Ranah psikomotor atau keterampilan dibagi dalam

lima jenjang, yaitu (1) menirukan gerakan; (2) memanipulasi kata-kata menjadi

(47)

melakukan gerak dengan wajar dan efisien. Ranah afektif: (1) menerima

(bertanya, memilih, mengikuti, memberikan, menguraikan); (2) tanggapan

(menjawab, membantu, mendiskusikan, melaporkan); dan (3) penilaian

(melengkapi, mendemonstrasikan, bekerjasama).

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran

konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan

sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori

tentang tahapan perkembangan individu. Piaget mengemukakan, bahwa belajar

akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif

peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan

eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman

sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan berdasarkan pendidik. Pendidik

hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau

berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai

hal berdasarkan lingkungan.

Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Winataputra (2001:

22) yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational;

dan (4) formal operational. Menurut Piaget dalam Winataputra (2001: 22) bahwa

belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan

kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk

melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan

teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan berdasarkan pendidik. Pendidik

(48)

berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai

hal berdasarkan lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam Winataputra (2001: 22)

dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu pendidik mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Pendidik harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

2.1.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) yang

dikembangkan oleh Piaget (1896-1980), Vigotsky (1896-1934), dan teori

psikologi kognitif lainnya seperti Jerome S. Bruner menyatakan bahwa peserta

didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi secara

kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya

apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Slavin, 2000: 8). Teori perkembangan

kognitif piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar

ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan ini sangat

penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.

Pengetahuan datang berdasarkan tindakan. Sementara itu interaksi sosial dengan

(49)

pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Bagi

peserta didik agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan mereka

harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,

berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Trianto, 2007: 13). Dijelaskan

dalam tahap perkembangan kognitif piaget bahwa dalam tahap operasi formal

dimulai berdasarkan usia 11 tahun sampai dewasa. Kemampuan-kemampuan

utama dalam perkembangan kognitif itu adalah pemikiran abstrak dan murni

simbolis dapat dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui

penggunaan eksperimentasi (Woolfolk, 2004: 37).

Pembelajaran konstrukstivisme menekankan kepada peserta didik untuk berperan

aktif dalam membangun pemahaman dan menalar informasi. Pembelajaran

membangun makna ketika mereka mencoba menalar lingkungan mereka

(Cruickshank, 2006: 255). Lebih jauh Cruickshank menyampaikan agar kegiatan

pembelajaran bermanfaat dan sebagian besar dapat dimengerti oleh peserta didik

maka beberapa ahli konstruktivis telah mengumpulkan beberapa pemikiran

meliputi : (1) pembelajaran aktif, ketika peserta didik terlibat secara langsung di

dalam menemukan sesuatu untuk mereka sendiri; (2) para peserta didik harus

berhubungan dengan kegiatan yang autentik dan dikondisikan, yaitu bahwa

tugas-tugas yang mereka hadapi harus lebih nyata dan bukan abstrak; (3) kegiatan

belajar harus menarik dan menantang; (4) para peserta didik-peserta didik harus

berhubungan dengan informasi baru yang dapat menjembatani pengetahuan

berikutnya; (5) para peserta didik harus merefleksikan atau berpikir tentang apa

(50)

yaitu kelompok atau situasi sosial; dan (7) para pendidik harus membantu peserta

didik dengan memberikan bantuan yang mungkin diperlukan bagi mereka untuk

maju.

Pengalaman belajar yang paling berkesan adalah ketika pembelajaran terjadi

dalam kondisi dan situasi belajar yang berasal berdasarkan pengalaman pribadi.

Para ahli konstruktivis yakin bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang

diperlukan peserta didik sangat berhubungan dengan kumpulan pengalaman yang

peserta didik pelajari melalui keterlibatan aktif mereka dengan mengerjakan suatu

pekerjaan.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003:

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Berdasarkan pernyataan tersebut agar pembelajaran dikatakan berhasil, harus ada

interaksi antara peserta didik sebagai peserta didik dengan pendidik sebagai

pendidik maupun dengan sumber belajar. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono

dalam Sagala (2005: 62) memberikan pengertian pembelajaran adalah “kegiatan pendidik secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat peserta

(51)

harus mempersiapkan bahan belajar sebelum proses pembelajaran dimulai.

Pembelajaran merupakan jantung berdasarkan proses pendidikan dalam suatu

institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis , dapat

dipandang berdasarkan berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis

waktu. Pencapaian kualitas pembelajaran dalam tingkat mikro, merupakan

tanggung jawab profesional seorang pendidik, misalnya melalui penciptaan

pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dan fasilitas yang didapat

peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Melalui sistem

pembelajaran yang berkualitas, pada tingkat makro lembaga pendidikan

bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu

yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral

berdasarkan setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Menurut Depdiknas (2004: 3) mengajar atau “teaching” adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir sarana untuk

mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Sedangkan

pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Secara implisit

dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan

metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan,

penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran

yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti berdasarkan

perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat

perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan

Gambar

Gambar
Tabel 1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12 Bandar Lampung  semester Ganjil TP  2013/2014
Tabel 1.2 Hasil observasi awal tentang tingkat kreatifitas peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014
Tabel 1.3 Hasil observasi awal tentang tingkat berfikir kritis peserta didik kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumus mencari NPV (negative predictive value) adalah proporsi kasus dengan hasil diagnosa negatif. Metode penelitian yang penulis lakukan adalah metode penelitian

Pada penelitian sebelumnya seperti penelitian Aditya Pramudita (2014) meneliti kredit macet dengan menggunakan beberapa variabel independen yaitu ukuran bank,

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK OTOMOTIF SMK BHINNEKA KARYA SURAKARTA PADA MATA PELAJARAN

Ongku sutan adalah kabur (obscur libel) karena antara posita dan petitum gugatan tidak sesuai dan bahkan ada yang kontradiktif, selain itu posita dan petitum gugatan tidak

Hasil analisis Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), perusahaan belum mampu mengurangi non value added activities karena terdapat banyak sekali moving time dan waiting time

Tanaman kangkung air ( Ipomoea aquatica ) mampu menurunkan kadar timbal (Pb) pada air limbah namun penurunannya masih belum bisa dibawah ambang batas seperti yang

Seperti yang telah dituliskan pada penjelasan sebelumnya, bahwasanya ilmu tauhid adalah ilmu ketuhanan yang mengupayakan menyediakan penjelasan yang

Skor Angket untuk Variabel X1 (Layout toko) Alternatif Jawaban No. Store sudah menunjukkan ciri khas dari perusahaan tersebut, mayoritas responden menjawab setuju