ABSTRAK
PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL INKUIRI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA
KELAS VII SMP
Oleh:
FAUZIYAH
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus, setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dengan model Inkuiri Sosial yang diterapkan dalam proses pembelajaran IPS yang menekankan pada proses mencari dan menemukan sendiri jawaban atas suatu masalah yang dipertanyakan sebagai upaya memahami materi pelajaran serta meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif dengan teknik persentase, kemudian dilakukan pemaknaan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada : (1) kreatifitas siswa, yaitu sebesar 63% pada siklus I, 77% pada siklus II, dan 80% pada siklus III, kreatifitas belajar siswa, indikator tercapai pada siklus kedua begitupun pada siklus tiga hasilnya semakin baik. (2) berfikir kritis 65% pada siklus I, 76% pada siklus II, dan 80% pada siklus III, cara berfikir kritis peserta didik pada siklus kedua indikatornya juga sudah tercapai selanjutnya siklus tiga semakin meningkat. Implikasi, berdasarkan hasil temuan adalah penggunaan model inkuiri sosial dapat meningkatkan kreatifitas dan peningkatan berpikir kritis siswa.
ABSTRACT
IMPROVING CREATIVITY AND CRITICAL THINKING THROUGH INQUIRY MODEL IN SOCIAL STUDIES LEARNING
AT SEVENTH GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL
By FAUZIYAH
This research aims to improve creativity and students’ critical thinking in social studies learning through inquiry social learning model. Method of this research is Classroom Action Research (CAR) which is consists of three cycles, every cycle includes planning, implementation, observation and reflection. Through social inquiry model which is focused on searching and finding own answers towards problems in understanding lesson and improving creativity and critical thinking. Data collecting technique used questionnaires and observation. Data was analyzed descriptive by percentage techniques, and then was done qualitative. Result of
research shown there are improvement at: 1) students’ creativity is about 63% at
cycle 1, at cycle II is 77%, and 80 % at cycle III, students’ study creativity
Indicator has been achieved at second cycle at third cycle the result is better. (2) critical thinking is 65% at cycle I, 76% at cycle II, and 80% at cycle III, students critical thinking at second cycle, the indicators has been reached and at third cycle better. According to the result is using of social inquiry model can improve
creativity and students’ critical thinking.
Peneliti dilahirkan di Metro, Lampung Tengah pada
tanggal 30 Desember 1970, merupakan anak
ke-delapan dari sembilan bersaudara, pasangan dari Bapak
Hi. Mardjan (almarhum) dan Ibu Hj. Supiyatun
(almarhum).
Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 6 Metro pada
tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah 1 Metro pada
tahun 1986, Pendidikan Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Metro pada
tahun 1989, selanjutnya peneliti kuliah S1 FKIP/IPS/SEJARAH di Universitas
Muhammadiyah Metro selesai pada tahun 1994.
Peneliti diangkat menjadi PNS pada bulan Desember tahun 1995 di SMA Negeri
1 Bumi Agung Marga, Lampung Utara Propinsi Lampung, Pada tahun 1999/2000
pindah mengajar di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, pada tahun 2014/2015
pindah mengajar di SMK Negeri 1 Bandar Lampung hingga saat ini. Menikah
dengan Riyuzen Praja Tuala, S.Pd, M.Pd pada tanggal 8 Agustus 1998 dan
dikaruniai dua orang anak laki-laki yang bernama M. Farhan Gibran dan M.
Dzaky Ikrom. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan S2 di Universitas Lampung
pada program studi Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang diberikan oleh
Allah SWT, dan rasa terimakasih yang sangat besar kepada keluarga yang selalu
memberikan semangat serta dukungan, dan dengan penuh rasa bahagia peneliti
persembahkan tesis ini kepada orang – orang terkasih berikut ini .
1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hi. Mardjan (almarhum) dan Ibunda Hj.
Supiyatun (almarhum) yang telah mendidikku untuk selalu bekerja keras,
sabar, ikhlas dan selalu bersyukur atas segala rahmat yang Allah SWT
limpahkan sehingga peneliti bisa seperti sekarang ini.
2. Kedua mertuaku Bapak Ruslani Djalil (almarhum) dan Ibu Husna.
3. Suamiku tercinta Riyuzen Praja Tuala., S.Pd., M.Pd. yang selalu memberikan
motivasi, perhatian, pengertian, pengorbanan dan kesabaran sampai peneliti
menyelesaikan tesis ini.
4. Anak-anakku tersayang : M. Farhan Gibran dan M. Dzaky Ikrom yang sering
terlupakan dan terabaikan karena kesibukan peneliti dalam menyelesaikan
studi, terimakasih anak-anakku tercinta.
5. Terimakasih adik dan kakak-kakakku yang telah banyak membantu dan
MOTO
“
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya, karena sesungguhnyaa pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan ditanya”
(QS. Al Isra (17):36)
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”
(Alhadis)
SANWACANA
Puji Syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan Rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga peneliti memiliki kekuatan lahir batin dan akhirnya dapat
menyelesaikan tesis ini. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Program
Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, peneliti berterima kasih kepada semua pihak baik secara
langsung maupun secara tidak langsung yang telah memberikan bantuan baik
moril maupun materil dalam menyelesaikan tesis ini. Secara khusus pada
kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Herianto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung, dan sekaligus sebagai Pembimbing 1.
3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.S., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., Selaku Ketua Program Pascasarjana
memberikan masukan, saran dan sabar membimbing, memberi motivasi,
saran serta ide sehingga tesis ini bisa diselesaikan.
6. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd., selaku Pembimbing II yang bersedia
memberikan masukan, saran dan kritik membangun demi kesempurnaan
tesis ini.
7. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Pembahas I yang bersedia untuk
membimbing dan menyumbangkan pemikirannya hingga tesis ini semakin
baik.
8. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd., selaku Pembahas II yang bersedia memberi saran dan
masukan yang positif.
9. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP
Universitas Lampung yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan
pengalamannya kepada peneliti.
10. Bapak Drs. Hi. Zaid Jaya, selaku Kepala SMP Ngeri 12 Bandar Lampung
yang telah memberi motivasi, memberikan izin penelitian, dan juga
mendoakan peneliti hingga selesainya tesis ini.
11. Pendamping setiaku Riyuzen Praja Tuala., S.Pd., M.Pd., dan anak-anakku
yang penuh pengertian, kesabaran, keikhlasan dan juga sering terabaikan
dalam peneliti menyelesaikan tesis ini.
12. Sahabat-sahabatku magister Pascasarjana Pendidikan IPS Angkatan 2012,
Merita Sagita, M. Pd., Ibu Fatma M.Pd., Ibu Sumarti, M.Pd., Siti Handayani
S. Pd., Rahmi Fitrina, M. Pd., Fitri Indriani, M.Pd., Rita Yusneli, M.Pd.,
Arlen, M.Pd., Iceu Maya Sari, M. Pd., Aprilia Tri Aristina, S. Pd., Desi
Susanti, M.Pd., Yoswinda, S.Pd., dan teman-teman seperjuangan Magister
Pendidikan IPS 2012 yang telah membantu dan memberikan dorongan
kepada peneliti.
13. Seluruh peserta didikku SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang telah
banyak membantu peneliti selama penelitian berlangsung.
14. Semua pihak yang telah memotivasi peneliti yang tak bisa disebutkan satu
persatu atas kerjasama, bantuannya, dan doanya hingga tesis ini selesai.
Akhirnya peneliti berharap tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia
pendidikan yang terus berkembang dalam menghadapi tantangan dan rintangan
seiring dengan tuntutan zaman.
Bandar Lampung, Maret 2015
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTARLAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 14
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran... 18
2.1.1 Pengertian Belajar ... 18
2.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 32
2.1.3 Perbedaan Pengertian, Model, Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik Pembelajaran ... 37
2.2 Konsep Model Pembelajaran ... 38
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 38
2.2.2 Ciri Khusus Model Pembelajaran ... 39
2.2.3 Jenis-Jenis Model Pembelajaran ... 42
2.2.4 Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 43
2.3 Model Pembelajaran Inkuiri ... 43
2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri ... 43
2.3.2 Komponen-Komponen Model Inkuiri ... 51
Halaman
2.4 Model Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 56
2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 56
2.4.2 Tahapan Pembelajaran Inkuiri Sosial ... 61
2.10 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 98
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 100
3.2 Prosedur Penelitian ... 102
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 106
3.4 Subjek dan Objek Penelitian ... 106
3.5 Definisi Operasional Tindakan ... 106
3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 115
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 117
3.8 Kisi-Kisi Instrumen ... 118
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 125
4.2 Deskripsi Pembelajaran IPS Pra Penelitian ... 128
Halaman
4.3.1 Hasil Siklus I ... 131
4.3.2 Hasil Siklus II ... 153
4.3.3 Hasil Siklus III ... 179
4.4 Pembahasan ... 199
4.4.1 Siklus I ... 199
4.4.2 Siklus II ... 202
4.4.3 Siklus III ... 203
4.4.4 Perbandingan Siklus I, II dan III ... 204
4.5 Keterbatasan Penelitian ... 215
V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 216
5.2 Saran ... 219
DAFTAR PUSTAKA ... 221
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12
Bandar Lampung TP 2013/2014. ... 5
1.2 Hasil Observasi Awal Tentang Tingkat Kreativitas Peserta Didik Kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung Dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran IPS Tahun Pelajaran 2013/2014. ... 7
1.3 Hasil Observasi Awal Tentang Tingkat Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung Dalam Mengikuti Kegiatan Pembelajaran IPS Tahun Pelajaran 2013/2014. ... 8
1.4 Hasil Belajar IPS Berdasarkan Nilai UTS Pada Peserta Didik Kelas VII Semester Ganjil di SMP Negeri 12 Bandar Lampung TP 2013-2014. ... 9
2.1 Hubungan Antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran. ... 20
2.2 Sintak Model Pembelajaran Inkuiri Sosial. ... 66
2.3 Indikator Kemampuan berpikir kritis. ... 82
3.1 Rencana tindakan langkah-langkah inkuiri sosial. ... 112
3.2 Indikator Keberhasilan Kreativitas Peserta Didik ... 114
3.3 Indikator Keberhasilan Berpikir Kritis Peserta Didik ... 115
3.4 Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Kemampuan Guru/ Pendidik dalam Model Pembelajaran (IPKG). ... 118
3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kreativitas. ... 121
3.6 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis. ... 122
4.1 Data Pendidik SMPN 12 Bandar Lampung. ... 126
4.2 Data Peserta Didik 5 (lima tahun terakhir) ... 127
4.3 Daftar Sarana Prasarana SMP Negeri 12 Bandar Lampung ... 127
Tabel Halaman
4.5 Deskripsi Hasil Kemampuan Pendidik (IPKG) dalam
Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Siklus 1. ... 142
4.6 Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta Didik Siklus I. ... 146
4.7 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta didik Siklus I. ... 148
4.8 Persentase Prestasi Belajar Peserta Didik Siklus I. ... 150
4.9 Rekap Siklus 1I Pengamatan Kinerja Pendidik (IPKG) ... 165
4.10 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta didik Siklus II. ... 168
4.11 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta Didik Siklus II. ... 171
4.12 Persentase Prestasi Belajar Peserta Didik Siklus II. ... 172
4.13 Hasil Rekap Siklus III Pengamatan Kinerja Guru (IPKG). ... 191
4.14 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta didik Siklus III. ... 194
4.15 Hasil Observasi Berpikir Kritis Peserta didik Siklus III. ... 196
4.16 Persentase Prestasi Belajar Peserta didik Siklus III. ... 198
4.17 Kemampuan Pendidik dalam Proses Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Sosial Setiap Siklus. ... 204
4.18 Deskripsi Data Hasil Observasi Sikap Kreativitas Peserta Didik Siklus I, II dan III. ... 207
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 kerangka pikir penelitian ... 97
3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 103
3.2 Kerangka Pengembangan Model Pembelajaran Inkuiri sosial dalam Pembelajaran IPS di SMP ... 108
3.3 Deskripsi Proses pembelajaran Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS di SMP ... 109
4.1 Diskusi Kelompok Pertemuan I Siklus I ... 136
4.2 Diskusi Kelompok Pertemuan II Siklus I ... 140
4.3 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus I ... 150
4.4 Diskusi Kelompok Pertemuan I Siklus II ... 159
4.5 Diskusi Kelompok Pertemuan II Siklus II ... 163
4.6 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus II ... 173
4.7 Diskusi kelompok peserta didik Pertemuan I siklus III ... 185
4.8 Diskusi kelompok peserta didik Pertemuan II siklus III ... 188
4.9 Ketercapaian Hasil Belajar Siklus II ... 198
4.10 Peningkatan Kemampuan Pendidik Setiap Siklus ... 206
BAB I. PENDAHULUAN
Pembahasan pada bagian pendahuluan ini mencakup beberapa hal pokok yang
terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing
kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.
1.1 Latar Belakang Masalah
SMP Negeri 12 Bandar Lampung terletak di Jalan Prof. Muh. Yamin No. 39
Rawa Laut Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung Propinsi
Lampung, merupakan satuan pendidikan yang memiliki tujuan secara umum
yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
yang ingin dicapai. Seperti yang terdapat dalam visi SMP Negeri 12 Bandar
Lampung yaitu“ Mewujudkan peserta didik, guru, dan karyawan SMP Negeri 12
Bandar Lampung dalam IPTEK yang berlandaskan IMTAQ, budi pekerti luhur
dan berwawasan lingkungan.
Visi tersebut selanjutnya diperjelas lagi dalam penjabaran misi SMP Negeri 12
1. Meningkatkan wawasan pengetahuan keagamaan yang didasari keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Melaksanaan pembelajaran secara intensif terjadwal, efektif, dan bagi guru
dan peserta didik.
3. Menumbuhkan semangat keunggulan pada warga sekolah dan membudayakan
sikap perduli terhadap lingkungan hidup.
4. Melengkapi dan memberdayakan media pembelajaran secara maksimal untuk
meningkatkan prestasi akademis peserta didik.
5. Menyelenggarakan program kegiatan kompetensi dan kompetisi bagi
pengembangan profesi guru dan prestasi peserta didik.
6. Menjalin kerjasama antarsekolah, orang tua peserta didik, komite sekolah, dan
stake holder secara rutin.
7. Melengkapi sarana kesenian dan olah raga guna meningkatkan prestasi dalam
bidang kesenian dan olahraga.
8. Meningkatkan kualitas dan kegiatan ilmiah tim PIR/KIR ke tingkat nasional
dan internasional.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, diharapkan SMP Negeri 12 Bandar Lampung
dapat menghasilkan peserta didik yang unggul dan berdaya guna dan tenaga
pendidik yang profesional dalam bidangnya. Sekolah merupakan satuan
pendidikan yang bersifat formal, karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas,
dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan
ditetapkan dengan resmi. Di sekolah peserta didik memperoleh kecakapan
kognitif. Selain itu sekolah juga memberikan pembelajaran afektif yang
menyangkut sikap menghargai, saling hormat menghormati, membedakan benar
dan salah, budi pekerti dan pendidikan karakter, pendidikan moral, dan juga
bagaimana pelaksanaan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat yang merupakan penerapan
dari ranah psikomotor.
Proses pembelajaran seharusnya lebih banyak melibatkan dan mengaktifkan
peserta didik, karena interaksi yang aktif antara pendidik dan peserta didik dapat
menghasilkan perbaikan pemahaman peserta didik terhadap pelajaran yang
diberikan oleh pendidik. Interaksi dua arah tersebut biasanya ditandai adanya
aktivitas diskusi yang dinamis saling bertanya dan menjelaskan sehingga anak
belajar aktif dan melatih kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran IPS merupakan
pembelajaran yang kompleks. Ditingkat SMP tujuan pembelajaran IPS adalah
memberikan bekal kemampuan akademik pada siswa agar mampu melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu bertujuan untuk
menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berpikir kritis sehingga dapat
menganalisis dan memecahkan masalah sosial yang dihadapinya.
Menurut Pargito, (2010: 2) “Melalui pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan dan wawasan tentang
konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran
terhadap masalah sosial di lingkungannya serta mampu memecahkan masalah
sosial dengan baik, yang pada akhirnya peserta didik yang belajar IPS dapat
IPS bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik, artinya dengan
belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan
ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif
untuk masa yang akan datang.
SMP Negeri 12 Bandar Lampung yang berdiri sejak tahun 1984 dan kini memiliki
kurang lebih 834 peserta didik serta diasuh oleh 67 orang pendidik, ternyata saat
ini belum sepenuhnya mampu menjawab kondisi ideal tersebut. Realita yang
terjadi di SMP Negeri 12 Bandar Lampung, terutama dalam pembelajaran IPS
belum dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan dan tujuannya. Pembelajaran
IPS yang dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang penting dan merupakan
mata pelajaran hapalan berupa konsep-konsep semata, terlebih dalam
penyampaian oleh pendidik juga kurang menarik dan tidak memberikan stimulus
yang dapat memancing peserta didik untuk kreatif dan berpikir kritis.
Berdasarkan hasil pemantauan peneliti, sebagian besar mengatakan bahwa dalam
pelajaran IPS di sekolah secara umum masih didominasi dengan metode ceramah
atau ceramah bervariasi dengan tanya jawab. Apabila dicermati lebih jauh tujuan
pembelajaran IPS yang mengarah kepada kemampuan kreatifitas dan berpikir
kritis, tentu metode ceramah dan tanya jawab belum cukup untuk mencapai
tujuan itu.
Penggunaan metode ceramah atau konvensional ini, pembelajaran hanya berjalan
satu arah, siswa cenderung pasif serta tidak memberikan peluang yang cukup bagi
peserta didik untuk belajar mengemukakan pendapat, memberikan berbagai
kurang inovatif tersebut seringkali menyebabkan peserta didik kurang tertarik dan
cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan
pra-penelitian yang telah dilakukan terhadap pendidik-pendidik di SMP Negeri 12
Bandar Lampung, ternyata lebih dari setengah jumlah pendidik masih
menggunakan metode ceramah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
seperti pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Penggunaan Metode Pembelajaran Pendidik SMP Negeri 12 Bandar Lampung semester Ganjil TP 2013/2014
No Metode/Pendekatan/Strategi
Jumlah
pendidik Persentase (%) L P Jml
1. Ceramah 11 26 37 53,62
2. Diskusi 0 8 8 11,59
3. Demonstrasi 3 2 5 7,25
4. Laboratorium 3 2 5 5,80
5. Kooperatif 0 5 5 7,25
6. Tanya jawab 0 2 2 8,70
7. Simulasi 0 6 6 5,80
Jumlah 68 100
Sumber: Data primer
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, diketahui bahwa pendidik yang menggunakan
metode pembelajaran kooperatif masih sedikit. Secara keseluruhan jumlah
pendidik 68 orang hanya sebanyak 5 orang atau sebesar 7,25% yang
menggunakan pembelajaran secara kooperatif. Mayoritas pendidik masih
beranggapan bahwa guru sebagai satu-satunya sumber belajar (teacher centre) dan
belum ada yang menerapkan model pembelajaran khususnya model pembelajaran
inkuiri.
Metode pembelajaran konvensional seperti ceramah tersebut ternyata berdampak
pembelajaran. Padahal kreatifitas belajar merupakan salah satu faktor yang sangat
diperlukan untuk meraih prestasi belajar yang maksimal. Latuconsina, (2014: 9)
mengatakan bahwa sekreatif apapun muatan kurikulum dibuat, bila gurunya
masih punya persoalan dengan rendahnya kreatifitas, maka hasilnya tidak optimal.
Hanya guru kreatif yang bisa menjalankan proses pembelajaran kreatif. Hanya
pembelajaran kreatif yang melahirkan peserta didik kreatif. Sementara itu jika
bicara tentang fakta di lapangan, sebagian besar guru atau pendidik kita masih
punya masalah ditingkat content knowledge dan pedagogical knowledge.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada peserta didik
kelas VII SMP Negeri 12 Kota Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang,
diperoleh informasi bahwa secara umum peserta didik memiliki tingkat kreatifitas
belajar yang sangat rendah. Indikatornya ditunjukkan oleh rendahnya motivasi
atau dorongan ingin tahu peserta didik terhadap suatu topik bahasan yang
disampaikan oleh pendidik. Peserta didik jarang sekali mengajukan pertanyaan
dan kurang berani mengemukakan pendapat apalagi mengemukakan
gagasan-gagasan kreatif. Secara umum kondisi peserta didik sangat pasif dalam mengikuti
proses pembelajaran di kelas. Hal itu dapat terlihat dari pengamatan pendidik
pada saat proses pembelajaran bahwa ada sebagian peserta didik yang tidak fokus
pada materi yang disampaikan oleh pendidik dan ada juga peserta didik yang
bermain-main pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Kondisi riil
Tabel 1.2 Hasil observasi awal tentang tingkat kreatifitas peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014
Tingkat kreatifitas Skor Persentase (%)
Sangat Tinggi 2 5,7
Tinggi 3 8,6
Sedang 5 14,3
Rendah 11 31,4
Rendah sekali 14 40
Jumlah 35 100
Sumber: Data primer dan pengamatan peneliti
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas diketahui bahwa kreatifitas peserta didik masih
rendah sekali, dari 35 peserta didik, 14 orang peserta didik atau sebesar 40%
memiliki kreatifitas yang sangat rendah dan 11 orang peserta didik atau sebesar
31,4% memiliki kreatifitas dengan kategori rendah. Secara umum tingkat
kreatifitas peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS disekolah
masih sangat rendah. Hal tersebut terjadi sebagai salah satu akibat dari metode
atau model pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik yang masih didominasi
oleh metode ceramah tersebut.
Proses pembelajaran yang baik seharusnya pendidik juga dapat membimbing
peserta didik untuk mampu berfikir secara kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat
Wright yang dikutip dalam Ngalimun, (2012: 40) bahwa “Sesungguhnya dalam hal ini seorang guru mempunyai peranan penting untuk menjadikan
siswa-siswinya menjadi pemikir kritis”. Hal ini berarti pembelajaran berpikir kritis pada taraf pendidikan SMP sangat penting dalam membentuk sikap kritis bagi siswa
dalam menghadapi masalah-masalah sosial sehingga mampu memecahkan
Namun kenyataannya berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan
terhadap 35 peserta didik kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2013/2014 menunjukkan secara umum peserta didik belum mampu berfikir secara
kritis. Data hasil observasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut.
Tabel 1.3 Hasil observasi awal tentang tingkat berfikir kritis peserta didik kelas VII G SMPN 12 Bandar Lampung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014
Tingkat berfikir kritis Skor Persentase (%)
Sangat Tinggi 1 2,9
Tinggi 3 8,6
Sedang 6 17,1
Rendah 10 28,6
Rendah sekali 16 45,7
Jumlah 35 100
Sumber: Data primer dan pengamatan peneliti
Data pada Tabel 1.3 dapat diinterprestasikan bahwa kondisi pembelajaran yang
ada belum sepenuhnya berorientasi pada proses pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik. Hal ini dapat dilihat
bahwa sebesar 45,7% siswa mempunyai tingkat berpikir kritis yang sangat rendah
sekali dan hanya sebesar 2,9% yang memiliki tingkat berpikir kritis yang sangat
tinggi. Kenyataan lain yang ditemukan adalah nilai rata-rata ulangan harian
peserta didik pada mata pelajaran IPS kelas VII di SMP Negeri 12 Bandar
Lampung masih rendah, hal ini terlihat dari nilai peserta didik dan persentase nilai
pada mata pelajaran IPS masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) atau Standar Ketuntasan yaitu sebesar 70. Nilai KKM sebesar 70
merupakan nilai yang telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
Tabel 1.4 Hasil belajar IPS berdasarkan nilai UTS pada peserta didik kelas VII Semester Ganjil di SMP Negeri 12 Bandar Lampung TP 2013-2014
NO Kelas Interval Frekuensi Persentase (%)
1 40 – 50 34 13
2 51 – 60 67 25
3 61 – 69 80 30
4 70 – 85 46 17
5 81 – 90 25 10
6 91 – 100 13 5
Jumlah 265 100
Sumber: Arsip Nilai SMP Negeri 12 Bandar Lampung
Berdasarkan data Tabel 1.4 terdapat 181 peserta didik atau sebesar 68% yang
belum mencapai ketuntasan belajar dengan kriteria KKM 70. Sedangkan 84
orang peserta didik atau sebesar 32% yang mendapatkan nilai di atas KKM.
Menurut Djamarah, (2006: 107) bahwa ”Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh peserta didik maka persentase keberhasilan peserta
didik pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah”.
Berdasarkan pengamatan, rendahnya hasil belajar peserta didik tersebut
disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) pola atau cara mengajar pendidik yang
masih konvensional atau cara lama; (2) belum ada hasrat atau keinginan
menggunakan model-model pembelajaran yang ada; (3) tidak adanya media atau
alat peraga yang menunjang dalam penyampaian materi; (4) penyampaian materi
pembelajaran yang hanya berupa konsep-konsep atau berupa inforrmasi yang di
sajikan dalam bentuk ceramah; dan (5) kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik
rendah karena pembelajaran hanya berpusat pada pendidik. Oleh karena itu, perlu
didik memiliki kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan pembelajaran
IPS yang ada di SMP N 12 Bandar Lampung meliputi hal- hal sebagai berikut.
1. Rencana pembelajaran IPS yang dibuat pendidik belum sepenuhnya mengarah
kepada pembelajaran berpikir kritis, lebih banyak kepada menghafal. Metode
dan model pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah .
2. Peserta didik kurang diberi latihan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial. Pendidik lebih banyak bertanya mengenai sub-sub yang sifatnya
hafalan, bukan analisis.
3. Karena model pembelajaran didominasi ceramah, sehingga tidak
menumbuhkan kreatifitas dan berfikir kritis peserta didik.
Keadaan ini apabila tidak segera diperbaiki tentu akan mempengaruhi prestasi
belajar peserta didik, selain itu juga pencapaian tujuan pembelajaran IPS yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak akan dapat tercapai dengan baik. Salah
satu solusi alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan
penerapan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas dan berfikir
kritis peserta didik. Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan
dalam setiap pembelajaran, seperti model pembelajaran Porfolio, Jigsaw, Mind
Mapping, Numberhead Together, STAD, dan Inkuiry/social inquiry. Dari
sejumlah model pembelajaran yang ada, pembelajaran inkuiri sosial menurut
peneliti merupakan model pembelajaran yang tepat dalam upaya meningkatkan
sosial pada mata pelajaran IPS dapat membuat peserta didik menjadi lebih aktif
dan mudah memahami pelajaran IPS serta tidak membosankan sehingga pada
akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik yang merupakan
tujuan akhir proses pembelajaran.
Suyadi (2013: 116) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan
rangkaian kegiatan yang menekankan pada proses berfikir secara kritis, analisis,
dan dialeksis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah
yang dipertanyakan. Hal ini dikembangkan melalui strategi bertanya, sehingga
kemampuan berpikir kritis sudah mulai dikembangkan sejak pendidikan dasar.
Melalui pembelajaran inkuiri sosial ini, peserta didik sudah dilatih sejak dini
untuk menjadi seorang ilmuwan. Sebagai suatu pendekatan mengajar membantu
melatih peserta didik mengembangkan kemampuan untuk menemukan dan
merefleksikan sifat kehidupan sosial melalui pengembangan kemampuan inkuiri
peserta didik.
Metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar, istilah metode penemuan
atau inkuiri difinisikan sebagai suatu prosedur yang menemukan belajar secara
individual manipulasi objek atau pengaturan atau pengkondisian suatu objek, dan
eksperimentasi lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan suatu
kesimpulan dibuat. Selanjutnya menurut Gafur (2003: 13) mengemukakan
inkuiri juga merupakan salah satu bagian dari tujuh komponen pembelajaran
kontekstual. Pada proses pembelajaran, siswa perlu memperoleh pengalaman
Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah menolong peserta didik untuk dapat
mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berfikir dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa
ingin tahu mereka. Selain itu, inkuiri juga dapat mengembangkan nilai dan sikap
yang sangat dibutuhkan peserta didik agar mampu berfikir ilmiah, seperti :
1. keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian
data, termasuk merumuskan hipotesis serta menjelaskan fenomena;
2. kemandirian belajar, baik individu maupun kolektif;
3. kemampuan mengekspresikan rasa ingin tahu secara verbal;
4. kemampuan berfikir kritis, logis dan analitis dan;
5. kesadaran ilmiah bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif (sementara).
Strategi pembelajaran inkuiri dapat diimplementasikan secara maksimal dengan
memperhatikan beberapa hal yaitu (1) aspek sosial di lingkungan kelas dan
suasana terbuka yang mengundang peserta didik berdiskusi. Hal ini menuntut
adanya suasana bebas di dalam kelas, peserta didik tidak merasakan adanya
tekanan/hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. (2) inkuiri berfokus pada
pengajuan hipotesis. Peserta didik perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua
pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan mempunyai sifat yang
sementara (tentative). Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran
selalu bersifat sementara.
Trowbridge dan Bybee (1973: 210-212) menyatakan bahwa, dalam pendekatan
inkuiri pembelajaran menjadi lebih berpusat pada anak, proses belajar melalui
tingkat pengharapan bertambah, pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat,
pendekatan inkuiri dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan
menghafal, dan pendekatan inkuiri memberikan waktu pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Menyadari akan pentingnya pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas
belajar dan berpikir kritis bagi peserta didik, maka masalah yang perlu diatasi oleh
pendidik dalam mengimplementasikan metode inkuiri sosial adalah sebagai
berikut.
1. Mengembangkan dan memperbaiki rencana pembelajaran IPS dengan
membuat strategi yang mengarah kepada peningkatan kemampuan kreatifitas
peserta didik aktif terutama yang sesuai dengan pengembangan kemampuan
berpikir peserta didik menggunakan pendekatan inkuiri sosial.
2. Menetapkan dan melatih penggunaan metode pembelajaran yang mengarah
kepada kemampuan berpikir peserta didik guna memperbaiki kemampuan
pendidik dalam mengembangkan dan menguasai model pembelajaran,
terutama dengan pendekatan inkuiri sosial.
3. Meningkatkan pemberian latihan memecahkan soal-soal yang berbentuk uraian
atau essay.
4. Melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial
dalam kehidupan sehari-hari serta memperbaiki kemampuan pendidik dalam
melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial.
Terkait dengan hal tersebut dapat diterapkan pembelajaran inkuiri sosial. Melalui
meningkatkan kreatifitas dan berpikir kritis pada mata pelajaran IPS peserta didik
kelas VII di SMP, khususnya di SMP N 12 Bandar Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah Model Pembelajaran Inkuiri Sosial dalam pembelajaran
Pendidikan IPS yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik kelas VII
SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?
2. Bagaimanakah Model Pembelajaran Inkuiri Sosial dalam pembelajaran
Pendidikan IPS yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui.
1. Pembelajaran inkuiri sosial yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik
kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung.
2. Pembelajaran inkuiri sosial yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis peserta didik kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peserta didik, pendidik,
peneliti, maupun sekolah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan
1. Bagi peserta didik, dapat membantu terciptanya pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna dan dapat meningkatkan kreatifitas belajar dan
kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS.
2. Membantu pendidik mengatasi kesulitan dalam mengembangkan dan
menguasai metode atau model pembelajaran,yang mampu membentuk anak
kreatif dan berpikir kritis, terutama dalam pembelajaran IPS. Membantu
pendidik dalam mengembangkan pendekatan inkuiri sosial untuk mencapai
ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran IPS pada tingkat SMP.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah didalam
penyusunan program pembelajaran secara berkesinambungan dan memberi
landasan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil dalam usaha
meningkatkan mutu pendidikan dan citra sekolah di masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup subyek, obyek, tempat dan kajian
ilmu yang sesuai dengan penelitian.
1. Subyek penelitian. Subyek dan waktu penelitian ini adalah pendidik,
pendidik mitra (observer) dan seluruh peserta didik kelas VII SMP Negeri 12
Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2013-2014.
2. Obyek Penelitian. Obyek penelitian adalah pembelajaran IPS dengan
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Sosial untuk meningkatkan
3. Tempat Penelitian
Tempat penelitian, adalah SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran
2013-2014.
4. Kajian ilmu. Ruang lingkup kajian ilmu IPS yaitu kajian terpadu tentang
ilmu sosial yang dikemas secara sosial, psikologi untuk tujuan pendidikan,
bidang kajian penelitian ini berkonsentrasi pada penelitian pendidikan IPS di
tingkat SMP. Kajian IPS di tingkat SMP sebagai mata pelajaran yang
disajikan secara terpadu dan memperhatikan keterkaitan pendidikan ilmu
sosial lainnya yang dipahami sebagai ilmu pengetahuan sosial secara utuh.
Kajian IPS yang sesuai dengan penelitian ini yaitu IPS sebagai pendidikan
reflektif (sosial studies as reflektif inquiri), yang khususnya mengkaji
kreatifitas dan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran pendidikan
IPS.
Penelitian tindakan ini utamanya ditujukan kepada usaha meningkatkan
kemampuan pendidik dalam menggunakan model pembelajaran untuk
meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam
memecahkan masalah-masalah sosial. Lingkup penelitian ini dibatasi pada
kemampuan pendidik untuk menguasai dan menggunakan model
pembelajaran IPS yang mengarah kepada peningkatan kreatifitas dan berpikir
kritis peserta didik.
Kemampuan berpikir kritis diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik
untuk dapat memecahkan soal-soal berbentuk uraian atau essay. Dalam hal
1. Urutan kegiatan yang direncanakan pendidik yang sesuai dengan metode
dan model yang digunakan.
2. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang
digunakan oleh pendidik maupun peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran.
3. Penetapan masalah-masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik.
Kemampuan menguasai dan menggunakan metode pembelajaran untuk
keperluan penelitian ini, metode pembelajaran yang dikembangkan dalam
mencapai tujuan pembelajaran berpikir kritis peserta didik difokuskan pada
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan pada tinjauan pustaka meliputi beberapa hal pokok berupa tinjauan
tentang belajar dan pembelajaran, konsep model pembelajaran, model
pembelajaran inkuiri, model pembelajaran inkuiri sosial, konsep kreatifitas,
konsep berpikir kritis, pembelajaran pendidikan IPS. Untuk lebih jelasnya
pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.
2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan berdasarkan kehidupan
manusia. Setiap orang baik dia sadar maupun tidak selalu melaksanakan aktivitas
belajar. Di dalam proses belajar, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi
yang dibawanya sejak lahir. Aktualisasi potensi ini sangat berguna bagi manusia
untuk dapat menyesuaikan diri demi pemenuhan kebutuhannya. Belajar
merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang
kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh peserta didik sendiri.
Dimyati dan Mudjiono (1996: 7) mengemukakan peserta didik adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian
peserta didik dan pendidik baik ketika para peserta didik itu di sekolah maupun di
lingkungan keluarganya sendiri.
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana
terjadinya belajar atau bagaimana informasi diperoleh oleh peserta didik
kemudian bagaimana informasi itu diproses dalam pikiran peserta didik.
Berlandaskan suatu teori belajar diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih
meningkatkan pemahaman peserta didik sebagai hasil belajar. Gagne (1997: 67)
menyatakan untuk terjadi belajar pada diri peserta didik diperlukan kondisi
belajar, baik kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan
peningkatan (arising) memori peserta didik sebagai hasil belajar terdahulu.
Memori peserta didik yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang
baru, dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau
benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Ini bertujuan antara
lain merangsang ingatan peserta didik menginformasikan tujuan pembelajaran,
membimbing peserta didik belajar materi yang baru, memberikan kesempatan
pada peserta didik menghubungkan pengetahuan yang telah ada dengan informasi
yang baru.
Ada tiga tahap dalam belajar menurut Gagne sebagai berikut.
1. Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.
2. Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan untuk persepsi sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan.
Tabel 2.1 Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Sebagai hasil belajar (learnig outcomes), Gagne (1997: 78) menyatakannya dalam
lima kelompok yaitu Intelektual Skill, Coqnitive Strategy, Verbal Information,
Motor Skill, dan Attitude.
1. Intelektual Skill (keterampilan intelektual), yaitu pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.
3. Verbal information (informasi verbal), yaitu kemampuan untuk mendiskripsikan Standar Kompetensi (SK) sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
4. Motor Skill, (keterampilan motorik), yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
5. Attitude (sikap), yaitu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual.
Selanjutnya untuk memungkinkan mengaktifkan memori peserta didik yang
sesuai, Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan kondisi eksternal
dalam suatu pembelajaran, agar peserta didik memperoleh hasil belajar yang
diharapkan, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelajaran agar informasi
yang baru dapat dipahami.
Menurut Cronbach dalam Sardiman (2006: 200) memberikan definisi “Learning is shown by change in behavior as a result of experience,” artinya bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai suatu pengalaman.
Haroldl Spears dalam Sardiman (2006: 20) memberikan batasan “Learning is to
imiate, to try something themselves, to listen, to follow direction” artinya bahwa
belajar adalah meniru, mencoba sesuatu secara mandiri, mendengar dan mengikuti
arahan. Goch dalam Sardiman (2006: 20) menyatakan “Learning change
performance as a result practice” artinya bahwa belajar adalah perubahan dalam
kemampuan sebagai suatu hasil berdasarkan latihan. Oleh karena itu, maka
seorang pengajar harus dapat memberikan pengertian kepada peserta didik,
menurut Sardiman (2006: 3) bahwa belajar memiliki beberapa maksud yaitu
mengetahui suatu kepandaian, kecakapan atau konsep yang sebelumnya tidak
baik tingkah laku maupun keterampilan. Mampu mengkombinasikan dua
pengetahuan baru baik keterampilan, pengetahuan konsep maupun sikap/tingkah
laku. Dapat memahami dan/atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.
Pengertian belajar juga dikemukakan Bruner dalam Uno, (2008:18) bahwa: proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan sendiri aturannya (termasuk
konsep, teori, dan definisi). Menurut Bruner inti belajar adalah cara-cara
bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi
secara aktif. Pendekatannya terhadap belajar ada dua asumsi yaitu sebagai berikut.
1. Perolehan, pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang
yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.
2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan
informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh
sebelumnya.
Gagne (1997: 28) mengemukakan bahwa dalam suatu tindakan belajar terdapat
fase belajar yaitu fase motivasi, fase pengenalan, fase perolehan, fase retensi, fase
pemanggilan, fase generalisasi, fase penampilan, dan fase umpan balik.
Berdasarkan beragam pengertian atau teori belajar diatas pada intinya adalah
sama, yaitu adanya proses perubahan perilaku terhadap seseorang, perubahan itu
dilakukan melalui suatu proses yang beragam pula. Proses belajar merupakan
jalan yang harus ditempuh oleh seorang peserta didik, pelajar atau para peserta
didik untuk mengerti tentang suatu hal yang sebelumnya tidak diketahuinya atau
seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kemampuannya seperti yang
dikemukakan diatas. Apabila dalam proses belajar seseorang tidak memperoleh
peningkatan kualitas dan kuantitas tentang kemampuannya maka dapat dikatakan
bahwa orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar, atau orang
tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.
Belajar merupakan suatu proses kegiatan aktif peserta didik dalam membangun
makna atau pemahaman, maka peserta didik perlu diberi waktu yang memadai
untuk melakukan proses itu. Artinya memberikan waktu yang cukup untuk
berpikir ketika peserta didik menghadapi masalah sehingga peserta didik memiliki
kesempatan untuk membangun sendiri gagasannya. Tidak membantu peserta
didik terlalu dini, akan menghargai usaha peserta didik walaupun hasilnya belum
begitu memuaskan, dan menantang peserta didik sehingga berbuat dan berpikir
merupakan strategi pendidik yang membuat peserta didik menjadi orang yang
belajar seumur hidup. Tanggung jawab belajar terletak pada diri peserta didik,
tetapi pendidik bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong
prakarsa, motivasi dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang
hayat. Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan
perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman,
keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat berdasarkan latihan serta
interaksi dengan lingkungannya.
Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai belajar. Gagne dalam
setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan
saja, didalam proses belajar terjadi stimulus bersama dengan isi ingatan yang
mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah
berdasarkan waktu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Marsell dalam
Sagala (2005: 13) mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan
mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sedangkan
menurut Gage dalam Sagala (2005: 13) belajar adalah sebagai suatu proses
dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat berdasarkan
pengalaman.
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan, yang
berupa kegiatan pembelajaran Slameto (2003: 2). Seseorang dikatakan telah
mengalami peristiwa belajar, jika ia mengalami perubahan berdasarkan tidak tahu
menjadi tahu, berdasarkan tidak kompeten menjadi kompeten. Perubahan yang
hanya disebabkan oleh kematangan seperti bertambah tinggi, berubah menjadi
abu-abu bukanlah diklasifikasikan sebagai bentuk belajar. Perubahan sementara
akibat berdasarkan sakit, kelelahan, atau kelaparan juga bukan merupakan akibat
berdasarkan hasil belajar.
Proses belajar dalam konteks pendidikan formal, merupakan proses yang dialami
secara langsung dan aktif oleh pelajar pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar
mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di kelas
terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan. Belajar merupakan
kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga
diperlukan dorongan kepada peserta didik dalam membangun gagasan. Oleh
karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi,
dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran
yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dibandingkan dengan satu
indera saja. Hal ini akan memunculkan kreatifitas untuk menyelesaikan masalah
dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.
Proses yang terjadi selama peserta didik melakukan pembelajaran dapat diartikan
sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan.
Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya
hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. Perubahan perilaku tersebut
mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang
dapat diamati maupun tidak dapat diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut
penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut
kecenderungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat
berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu
perbuatan.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang
terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan
sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan
seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya
bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap
pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal
berdasarkan peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan
(kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan
dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks, dimana melibatkan
setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Dalam pembelajaran seorang
pendidik diharapkan dapat mengarahkan perhatian peserta didik ke dalam nuansa
proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini, sesuai dengan empat
pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO dalam Munir
(2008: 2), yaitu (1) to learn to know (belajar untuk berpengetahuan), (2) to learn
to do (belajar untuk berbuat), (3) to learn to live together (belajar untuk dapat
hidup bersama), dan (4) to learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk itu
diperlukan membangun ikatan emosional dengan peserta didik, yaitu dengan
menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan
ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan
proses pembelajaran yang baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peserta
didik lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah.
Kondisi seperti itu, peserta didik lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela
yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan pembelajaran,
Pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan peserta
didik. Perkembangan merupakan hasil komulatif berdasarkan pembelajaran.
Menurut Gagne (1997: 19) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi-kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan yang berasal berdasarkan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan yang berasal berdasarkan
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Teori belajar lebih difokuskan kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga
berhubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam
teori belajar, kondisi dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan
hasil pembelajaran sebagai variabel terikat. Dalam pengembangan teori belajar,
variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek berdasarkan interaksi
antara metode dan kondisi.
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu
teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar
konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif
diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk
menjelaskan pembelajaran berbasis otak, dan pandangan konstruktivisme belajar
sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide
2.1.1.1Teori Belajar Kognitif
Belajar dalam pandangan kognitivisme adalah memandang para peserta didik
sebagai sumber rencana, maksud, tujuan, pemikiran, ingatan, dan emosi yang
secara aktif digunakan untuk mengadakan, memilih, dan membangun makna
terhadap prangsangan dan pengetahuan berdasarkan pengalaman (Wittrock dalam
Woolfolk, 2004: 235). Hasil perubahan berdasarkan belajar mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar merupakan perolehan yang
dicapai seseorang melalui kegiatan belajar. Jika sesuatu yang bersifat
pengetahuan perolehannya tentang pengetahuan atau kognitif dan jika belajarnya
sesuatu yang bersifat keterampilan gerak, maka perolehannya penguasaan
mengenai keterampilan gerak (Sagala, 2008: 33).
Bloom, (1985: 6) mengelompokkan hasil belajar menjadi 3 (tiga) ranah yang
dikenal dengan Taxonomy Bloom (Taksonomi Bloom). Adapun Taksonomi
Bloom tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah inilah
sekaligus menjadi tujuan belajar dan merupakan pedoman pada proses pendidikan
dan kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan belajar. Ranah kognitif direvisi oleh
Anderson. Menurut Anderson (2001: 31) hasil belajar ranah kognitif berkenaan
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri berdasarkan enam aspek, yaitu (1)
pengetahuan atau ingatan; (2) pemahaman; (3) aplikasi; (4) analisis; (5)
evaluasi; dan (6) mencipta. Ranah psikomotor atau keterampilan dibagi dalam
lima jenjang, yaitu (1) menirukan gerakan; (2) memanipulasi kata-kata menjadi
melakukan gerak dengan wajar dan efisien. Ranah afektif: (1) menerima
(bertanya, memilih, mengikuti, memberikan, menguraikan); (2) tanggapan
(menjawab, membantu, mendiskusikan, melaporkan); dan (3) penilaian
(melengkapi, mendemonstrasikan, bekerjasama).
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Piaget mengemukakan, bahwa belajar
akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan berdasarkan pendidik. Pendidik
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai
hal berdasarkan lingkungan.
Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Winataputra (2001:
22) yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational;
dan (4) formal operational. Menurut Piaget dalam Winataputra (2001: 22) bahwa
belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan berdasarkan pendidik. Pendidik
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai
hal berdasarkan lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam Winataputra (2001: 22)
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu pendidik mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Pendidik harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2.1.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme
Teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) yang
dikembangkan oleh Piaget (1896-1980), Vigotsky (1896-1934), dan teori
psikologi kognitif lainnya seperti Jerome S. Bruner menyatakan bahwa peserta
didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi secara
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Slavin, 2000: 8). Teori perkembangan
kognitif piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar
ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan ini sangat
penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Pengetahuan datang berdasarkan tindakan. Sementara itu interaksi sosial dengan
pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Bagi
peserta didik agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan mereka
harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,
berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Trianto, 2007: 13). Dijelaskan
dalam tahap perkembangan kognitif piaget bahwa dalam tahap operasi formal
dimulai berdasarkan usia 11 tahun sampai dewasa. Kemampuan-kemampuan
utama dalam perkembangan kognitif itu adalah pemikiran abstrak dan murni
simbolis dapat dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui
penggunaan eksperimentasi (Woolfolk, 2004: 37).
Pembelajaran konstrukstivisme menekankan kepada peserta didik untuk berperan
aktif dalam membangun pemahaman dan menalar informasi. Pembelajaran
membangun makna ketika mereka mencoba menalar lingkungan mereka
(Cruickshank, 2006: 255). Lebih jauh Cruickshank menyampaikan agar kegiatan
pembelajaran bermanfaat dan sebagian besar dapat dimengerti oleh peserta didik
maka beberapa ahli konstruktivis telah mengumpulkan beberapa pemikiran
meliputi : (1) pembelajaran aktif, ketika peserta didik terlibat secara langsung di
dalam menemukan sesuatu untuk mereka sendiri; (2) para peserta didik harus
berhubungan dengan kegiatan yang autentik dan dikondisikan, yaitu bahwa
tugas-tugas yang mereka hadapi harus lebih nyata dan bukan abstrak; (3) kegiatan
belajar harus menarik dan menantang; (4) para peserta didik-peserta didik harus
berhubungan dengan informasi baru yang dapat menjembatani pengetahuan
berikutnya; (5) para peserta didik harus merefleksikan atau berpikir tentang apa
yaitu kelompok atau situasi sosial; dan (7) para pendidik harus membantu peserta
didik dengan memberikan bantuan yang mungkin diperlukan bagi mereka untuk
maju.
Pengalaman belajar yang paling berkesan adalah ketika pembelajaran terjadi
dalam kondisi dan situasi belajar yang berasal berdasarkan pengalaman pribadi.
Para ahli konstruktivis yakin bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang
diperlukan peserta didik sangat berhubungan dengan kumpulan pengalaman yang
peserta didik pelajari melalui keterlibatan aktif mereka dengan mengerjakan suatu
pekerjaan.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003:
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu proses belajar yang dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Berdasarkan pernyataan tersebut agar pembelajaran dikatakan berhasil, harus ada
interaksi antara peserta didik sebagai peserta didik dengan pendidik sebagai
pendidik maupun dengan sumber belajar. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono
dalam Sagala (2005: 62) memberikan pengertian pembelajaran adalah “kegiatan pendidik secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat peserta
harus mempersiapkan bahan belajar sebelum proses pembelajaran dimulai.
Pembelajaran merupakan jantung berdasarkan proses pendidikan dalam suatu
institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis , dapat
dipandang berdasarkan berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis
waktu. Pencapaian kualitas pembelajaran dalam tingkat mikro, merupakan
tanggung jawab profesional seorang pendidik, misalnya melalui penciptaan
pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dan fasilitas yang didapat
peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Melalui sistem
pembelajaran yang berkualitas, pada tingkat makro lembaga pendidikan
bertanggung jawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu
yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral
berdasarkan setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Menurut Depdiknas (2004: 3) mengajar atau “teaching” adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir sarana untuk
mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Sedangkan
pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Secara implisit
dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan
metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan,
penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran
yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti berdasarkan
perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan