• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

EKA RAHMAWATI

Kemampuan berpikir rasional dalam belajar harus dimiliki oleh siswa untuk memperoleh keberhasilan belajar siswa yang optimal. Namun, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru biologi yang mengajar di kelas VII SMP Negeri Waway Karya Lampung Timur diketahui bahwa kemampuan berpikir rasional oleh siswa masih kurang dikembangkan dan didominasi oleh guru. Satu alternatif yang dapat digunakan untuk membuat siswa aktif dalam berpikir rasional yaitu dengan model Example Non Example .

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian pretes-postes tak ekuivalen.Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIa

sebagai kelas eksperimen dan VIIb sebagai kelas kontrol yang dipilih dari populasi

(3)

iii

pretes dan postes yang dianalisis secara statistik menggunakan uji-t dan uji Mann-whitney U pada taraf kepercayaan 95% dan data kualitatif berupa data aktivitas belajar siswa yang diambil dengan menggunakan lembar observasi aktivitas belajar siswa dan angket tanggapan siswa terhadap model Example Non Example.

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan rata-rata nilai pretes dan postes kemampuan berpikir rasional oleh siswa yang diukur dengan N-gain pada kelas eksperimen dengan rata-rata 73,15 lebih tinggi daripada rata-rata pada kelas kontrol yaitu 54,67. Indikator kemampuan berpikir rasional dengan kriteria tinggi sekali yang dicapai siswa melalui model Example Non Example, yakni indikator menggali informasi,mengolah informasi, dan mengambil keputusan. Aktivitas belajar siswa yang menggunakan model Example Non Example, juga mengalami peningkatan dari pertemuan I dengan rata-rata 74,99 meningkat pada pertemuan II dengan rata-rata 83,08. Aspek mengemukakan ide/ gagasan berkriteria sangat baik,aspek bertukar informasi, mengajukan pertanyaan, dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok merupakan aktivitas dengan kriteria baik yang dicapai siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model Example Non Example,

(4)
(5)
(6)
(7)

xiv

2.3Keterampilan Berfikir Rasional ... ... 20

3. METODE PENELITIAN

3.4.2 Pelaksaaan Penelitian ... 31

3.5. Jenis Dan Teknik Pengambilan Data ... 35

3.5.1 Jenis Data ... 35

3.5.2 Teknik Pengambilan Data ... 36

3.6. Teknik Analisis Data ... 38

3.6.1 Pengolahan Data Aktivitas Siswa ... 38

3.6.2 Pengolahan Data Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penggunaan Model Example Non Example ... 41

(8)

xv

4.2.Pembahasan ... 57

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 68

5.2 Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN 1. Silabus ... 74

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 89

3. Lembar Kerja Siswa ... 110

4. Soal Pretes dan Postes ... 156

5. Data Hasil Penelitian ... 199

6. Analisis Uji Statistik Data Hasil Penelitian ... 179

7. Angket Tanggapan Siswa ... 178

(9)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan), yakni guru diberi kebebasan untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa. Salah satunya dalam menentukan metode yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan pengajar yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

pelaksanaannya pendidikan harus mengingat pada prinsip pembelajaran yang setiap aktivitas dan kegiatannya selalu terpusat pada siswa. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran perlu dipertimbangkan model

pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, tahap-tahap

(10)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan oleh sekolah saat ini menghendaki pembelajaran yang berpusat pada siswa atau

student center, sehingga diharapkan siswa aktif dalam proses pembelajaran (Sagala, 2010:9). Pencapaian tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran perlu mengintegrasikan kecakapan hidup (life skills), termasuk pembelajaran IPA sehingga siswa menjadi lebih produktif. Program pendidikan life skills

adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha, dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat (Anwar 2006:20). Salah satu kecakapan hidup ( life skills) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir (Depdiknas, 2003).

Berpikir adalah salah satu kecakapan hidup yang harus dimiliki oleh setiap manusia, sehingga siswa yang memiliki kecakapan hidup (life skill) berani menghadapi problema kehidupan dan mampu memecahkannya (Tim BBE, 2002: 2). IPA adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan objek kajian yang cukup luas yaitu mahluk hidup. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung dan sangat erat kaitannya dengan kecakapan hidup siswa,yang salah satunya mencakup kemampuan berpikir rasional. Dengan mempunyai kemampuan berfikir rasional, siswa lebih mudah mempelajari IPA.

(11)

membentuk pendapat, mengambil keputusan sesuai dengan fakta dan premis, serta memecahkan masalah secara logis. Dengan belajar rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis, dan sistematis.

Kemampuan berpikir rasional menurut Anwar (2006 : 29) meliputi kemampuan menggali informasi, kemampuan mengolah informasi,

kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan memecahkan masalah secara kreatif. Berpikir rasional diperlukan untuk memecahkan

permasalahan yang kita hadapi sehari-hari. Dengan berpikir rasional siswa akan terlatih untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan nalar atau logika. Siswa mengidentifikasi permasalahan yang ada berdasarkan data-data dan fakta-fakta, sehingga siswa akan membuktikan atau menemukan konsep baru. Selain itu dengan memiliki kemampuan berfikir rasional, siswa lebih mudah mempelajari IPA.

(12)

siswa tidak bisa melihat contoh-contoh dari berbagai materi yg dijelaskan oleh guru, melainkan hanya mendengarkan saja.

Melalui metode ceramah yang hanya berbentuk mengajar dengan menyampaikan informasi materi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang umumnya mengikuti secara pasif. Metode tersebut membuat siswa kurang terlatih dalam berpikir rasional . Tidak efektifnya penggunaan metode tersebut di duga berdampak negatif terhadap

keterampilan berpikir rasional, seperti siswa menjadi kurang mampu menggali informasi, mengolah informasi, mengmbil keputusan, dan memecahkan masalah.

Selain menggunakan metode ceramah, guru juga menggunakan metode diskusi. Metode diskusi disini hanya berupa tanya jawab antara guru dan murid yang berlangsung saat guru mempersilahkan siswa yang ingin bertanya. Metode diskusi biasa seperti ini mempunyai kelebihan seperti menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan, menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan

(13)

Selain itu ada juga beberapa kelemahan metode diskusi antara lain metode ini menyebabkan sangat sedikit siswa yang mau aktif dalam tanya jawab seperti ini karena beberapa alasan seperti keraguan untuk bertanya, malu ketika hendak bertanya dan lain-lain.lain. Metode diskusi tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar, peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas, hanya dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara, biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Djamarah, 2000). Jadi dengan metode diskusi kurang kurang memunculkan kemampuan berfikir rasional siswa.

Pembelajaran yang dilakukan tersebut nampaknya membosankan bagi siswa sehingga siswa cenderung menganggap IPA sulit, membosankan dan kurang menarik. Selama ini kemampuan siswa hanya diukur berdasarkan hasil belajar saja yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu juga terlihat dari instrumen penilaian (evaluasi) khususnya soal yang diberikan guru hanya sebatas penguasaan materi saja tanpa ada indikator kemampuan berpikir rasional yang dapat melatih siswa untuk terbiasa menganalisis permasalahan dan menyelesaikannya dengan berpikir rasional.

(14)

kerusakan lingkungan hanya 59,02. Hanya 40% siswa yang mendapatkan nilai ≥ 70. Nilai tersebut belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 100% siswa yang harus mencapai

nilai ≥ 70.

Pada proses pembelajaran perlu adanya kegiatan pembelajaran yang menarik dan dapat meningkatkan aktivitas siswa serta meningkatkan kemampuan berfikir rasional khususnya pada materi pokok Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan. Salah satu alternatif pada proses pembelajaran yang

diharapkan dapat efektif digunakan yaitu dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples. Pada pembelajaran dengan model ini, siswa belajar dari satu definisi yang selanjutnya

digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks; siswa akan terlibat dalam satu proses memahami sehingga mendorong untuk membangun suatu konsep; siswa diberi konsep examples non examples sehingga akan timbul konflik kognitif (pola pikir) yang kemudian akan memacu siswa untuk mengeksplorasi karakteristik konsep untuk mempertimbangkan contoh dan bukan contoh (Depdikbud, 1999:219). Sehingga dengan kegiatan tersebut, siswa dapat lebih memahami materi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Penelitian yang menunjukkan keberhasilan penggunaan model

(15)

(2012:1) menyatakan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif yang tepat seperti tipe Examples Non Examples ini dapat membantu siswa dalam meningkatkan kecakapan berpikir rasional, yaitu siswa mengalami peningkatan seperti menggali informasi lebih banyak, mengolah informasi secara cerdas, mengambil keputusan dengan tepat, dan memecahkan masalah dengan arif dan kreatif.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non Examples Terhadap Kemampuan Berfikir Rasional Siswa Pada Materi Pokok Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kelas VII di SMP Negeri 2 Waway Karya” pada materi pokok Pencemaran dan Kerusakan

Lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1. Adakah pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Example Non Example terhadap peningkatan kemampuan berfikir rasional siswa pada materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan di SMP Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun ajaran 2012 / 2013 ?

1.2.2. Adakah pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

(16)

pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan di SMP Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun ajaran 2012 / 2013 ? 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah 1.3.1 untuk mengetahui Pengaruh penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Example Non Example terhadap kemampuan berfikir rasional siswa pada materi pokok pencemaran dan kerusakan

lingkungan di SMP Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun ajaran 2012 / 2013.

1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Example Non Example terhadap aktifitas belajar siswa pada materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan di SMP Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun ajaran 2012 / 2013 ?

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah diadakannya penelitian ini, maka hasilnya dapat digunakan untuk: 1. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman mengajar sebagai calon guru dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example

dalam melatih kemampuan berpikir rasional siswa dalam proses pembelajaran.

2. Bagi guru

a. Untuk memberikan alternatif model pembelajaran yang dapat

(17)

b. Menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example

sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran di kelas.

3. Bagi siswa

a. Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam mempelajari materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan.

b. Membiasakan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok.

c. Mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran dan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar di kelas.

d. Melatih kemampuan berpikir rasional siswa sehingga lebih tanggap terhadap masalah yang terjadi di lingkungan sekitar, berusaha mencari alternatif pemecahan masalahnya sehingga siswa termotivasi untuk belajar IPA dan meningkatkan kecakapan hidup siswa

4. Bagi Sekolah

Model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example yang

digunakan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran IPA di sekolah

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memberi kejelasan dalam penelitian, berikut dikemukakan beberapa batasan yaitu :

(18)

guru menayangkan gambar tentang peran manusia dalam pengelolaan lingkungan, guru memberi petunjuk dan memberikan kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis permasalahan yang ada pada gambar, siswa mendiskusikan permasalahan yang ada pada gambar dengan teman kelompoknya dan mencatat hasil diskusi, setiap kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya, mulai dari komentar /hasil diskusi dari siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. 2. Indikator berpikir rasional yang diukur dalam penelitian ini adalah

kemampuan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah.

3. Materi dalam penelitian ini adalah materi pokok Pencemaran dan

Kerusakan Lingkungan dengan kompetensi dasar mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan (KD 7.4)

4. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIb sebagai kelas kontrol di SMP Negeri 2 Waway Karya

1.6. Kerangka Pikir

(19)

maksimal. Dengan menggunakan pikiran secara rasional itu maka seseorang akan terbiasa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tenang dan akan lebih mendahulukan pikiran yang logis dibanding hanya dengan menggunakan emosi atau perasaan saja.

Begitu pentingnya kemampuan berpikir rasional seharusnya hal ini menjadi salah satu tujuan dari pendidikan, sehingga peserta didik tidak hanya diciptakan untuk pandai dalam mengerjakan soal-soal melainkan pandai dalam menyelesaikan masalah hidup yang dihadapi. Terutama dalam mata pelajaran IPA, sebagai salah satu mata pelajaran sains yang muatan

materinya lebih banyak sehingga tidak dimungkinkan siswa untuk menghafalnya. Siswa dituntut untuk lebih memahami konsep IPA dan mengembangkan daya nalar dalam mempelajari IPA dan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan mempermudah siswa dalam memahami pelajaran IPA. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example

(20)

mengambil keputusan dan kemampuan memecahkan masalah. Sebab dengan gambar pengertian-pengertian yang tadinya bersifat abstrak dapat menjadi kongkrit. Oleh karena itu, siswa lebih mudah dalam menggali dan mengolah informasi yang dibutuhkan. Melalui pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example siswa dilatih untuk bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong. Siswa belajar berani bertanya atau mengemukakan pendapat selama proses pembelajaran berlangsung.

Hal ini disebabkan dalam pembelajaran koopertaif tipe Example Non Example adalah salah satu model pembelajaran dengan langkah-langkah

pembelajaran: guru mempersiapkan gambar-gambar tentang permasalahan yang sesuai dengan pembelajaran, guru menempelkan gambar di Lembar Kerja Kelompok (LKK), guru memberi petunjuk dan memberikan

kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis permasalahan yang ada pada gambar, siswa mendiskusikan permasalahan yang ada pada gambar dengan teman kelompoknya dan mencatat hasil diskusi, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, mulai dari komentar /hasil diskusi dari siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

(21)

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Keterangan : X :Model pembelajaran kooperatif Tipe Example Non Example

Y ; Kecakapan Berpikir Rasional

1.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1.7.1. H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example terhadap peningkatan keterampilan berpikir rasional siswa.

H1 = Ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan model

pembelajarn tipe Example Non Example terhadap peningkatan keterampilan berpikir rasional siswa.

1.7.2. Penggunaan model pembelajaran tipe Example Non Example

berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa pada pembelajaran dengan

materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) adalah metode pembelajaran yang didesain untuk mengembangkan kerjasama dan tanggung jawab siswa. Metode ini dirancang untuk mengurangi persaingan yang banyak ditemui di

kelas dan cenderung mengarah pada pola “kalah dan menang” (Slavin dalam

Anonim, 2009:1). Definisi di atas menjelaskan bahwa belajar kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar

kooperatif kontruktivisme. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky

yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni

fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau

kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap

dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya

susunan kelas berbentuk kooperatif. Model Pembelajaran kooperatif sangat

berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran

(23)

pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan

sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn

membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa

kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas

tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa

kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang

memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa

kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi

pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang

hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Lebih lanjut (Dzaki, 2010:1) menjelaskan tujuan penting lain dari

pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa

keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk

dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian

besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di

mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak

anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu

dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan

(24)

2.2. Model Example Non Example

Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam model pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan adalah Model Examples Non Examples, dengan langkah sebagai berikut:

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran 2. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau menayangkan melalui

LCD

3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas

5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya

6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai

7. Kesimpulan

Menurut Herdian, singkatnya model pembelajaran Examples Non Examples

adalah:

1. Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi,

(25)

6. Bimbingan penyimpulan, 7. Evaluasi dan

8. Refleksi.

Menurut Kiranawati Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan KD.

Langkah-langkah:

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran 2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat LCD. 3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk

memperhatikan/menganalisa gambar.

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.

5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. 6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi

sesuai tujuan yang ingin dicapai. 7. Kesimpulan.

(26)

Examples Non Examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari examples dan

non-examples dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan Non-Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas

(Hamzah, 2009:113).

Examples Non Examples dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap Examples dan Non-Examples diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

Setiap Model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan. Menurut Buehl (Depdikbud, 1999:219) mengemukakan keuntungan metode ExamplesNon Examples antara lain:

1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks. 2. Siswa terlibat dalam satu proses penemuan, yang mendorong mereka

untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari

(27)

3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non examples yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian examples.

Model pembelajaran examples non examples dapat menarik minat belajar siswa karena guru menyajikan contoh-contoh berupa gambar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Namun, dalam menyajikan contoh-contoh tersebut ada hal-hal yang harus diperhatikan. Ini diperkuat oleh pendapat Tennyson dan Pork (Slavin, 2002:59) yang menyarankan bahwa jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu:

1. Urutkan contoh dari yang mudah ke yang sulit. 2. Pilih contoh-contoh yang berbeda satu sama lain.

3. Bandingkan dan bedakan contoh-contoh dan bukan contoh.

Berdasarkan uraian di atas, maka menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce dan Weil

(Suratno,2009:9) telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan model Examples Non examples, sebagai berikut:

(28)

memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap examples dan non-examples

tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.

2. Menyiapkan examples dan non examples tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru. 3. Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan

konsep examples dan non-examples mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik. 4. Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan

konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari examples dan non-examples.

Berdasarkan hal di atas, maka penggunaan model examples non examples

pada prinsipnya adalah suatu upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap materi yang sedang dipelajari.

2.3. Keterampilan Berpikir Rasional

(29)

adalah suatu kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diperoleh melalui indra dan ditujukan untuk mencapai kebenaran (1985 dalam Rahayu 2007:8). Vincent Ruggiero (1999 dalam Rahayu, 2007:7) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.

Menurut Reason (dalam Sanjaya, 2008:228) berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Mengingat dan memahami lebih bersifat pasif dari pada kegiatan berpikir. Berpikir yang merupakan suatu proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami.Berpikir merupakan kapabilitas unik yang dimiliki manusia secara alami dan menjadi ciri pembeda manusia dari makhluk hidup lainnya.

(30)

menuntut siswa berpikir, dan menerapkan keterampilan untuk mengambil keputusan.

Costa ( dalam Arifin, 2000) menyatakan bahwa kegiatan berpikir yang dilakukan dalam proses, digunakan keterampilan berpikir dasar dan

keterampilan berpikir kompleks (tinggi). Menurutnya, yang termasuk dalam keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel, transformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompoleks meliputi problemsolving, pengambilan keputusan, berpikir kritis, berfikir rasional, dan berpikir kreatif. Menurut Whitehead (Arifin, 2000), hasil nyata dalam pendidikan adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pengajaran dari berbagai disiplin ilmu. Selain keterampilan proses, siswa juga perlu memiliki self guided inquiry, suatu kemampuan berpikir untuk menghadapi perubahan teknologi yang cepat ini.

(31)

masalah, dan menghasilkan solusi yang baru. Menurut Poespoprodjo (1999 dalam Rahayu, 2007:7) berpikir adalah daya yang paling utama dan

merupakan ciri khas yang membedakan antara manusia dengan hewan.

Berpikir pada umumnya merupakan proses kognitif dan aksi mentalar yang dapat menghasilkan pengetahuan. Pada dasarnya proses berpikir manusia tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi dapat dilihat dari hasil yang dimunculkan. Hasil berpikir itu dapat diwujudkan dalam bahasa menurut Poespoprojo (1997 dalam Rahayu, 2007:7). Hal ini diperkuat pula oleh pendapat Dahar (1992:6) menyatakan bahwa berpikir itu sama dengan berbahasa. Orang yang pandai menemukakan sesuatu lewat bahasa jelas, teratur dan terarah maka dapat ditebak orang itu berpikir bagus.

Salah satu jenis dari keterampilan berpikir adalah keterampilan berpikir rasional. Menurut Syafaruddin dan Anzizhan (dalam Fitriyanti, 2009:41) berpikir rasional adalah seperangkat kemampuan yang digunakan untuk melihat apa yang kita peroleh untuk menemukan permasalahan dan tindakan yang akan mengarahkan kita pada pencapaian tujuan.

Berpikir rasional adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab

(32)

menggunakan logika dalam menentukan sebab-akibat, menganalisa, menarik kesimpulan, menciptakan hukum (kaidah teoritis), dan bahkan menciptakan ramalan-ramalan Hamalik (1994:144), mengatakan bahwa belajar rasional adalah belajar secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Dengan belajar rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis dan sistematis. Menurut Anwar (2006:29) kemampuan berpikir rasional mencakup antara lain: kemampuan menggali dan menemukan informasi, kemampuan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kemampuan memecahkan masalah secara kreatif

Terdapat indikator-indikator yang dapat dikenali untuk menentukan apakah seseorang telah memiliki kemampuan berfikir rasional atau belum. Menurut Hutabarat (dalam Belina, 2008:18) berpikir rasional merupakan jenis berpikir yang mampu memahami dan membentuk pendapat, mengambil keputusan sesuai dengan fakta dan premis serta memecahkan masalah secara logis.

Indikator kemampuan berpikir rasional (thinking skills) menurut Tim BBE (2002:7) yaitu:

1. Kemampuan Menggali Informasi

Menurut Budiyanti (2002 dalam Belina, 2008:18), kemampuan menggali informasi ini membutuhkan beberapa kemampuan dasar yakni

kemampuan membaca, menghitung dan kemampuan observasi. Oleh

karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf

(33)

dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut. Siswa yang belajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu.

Selain itu observasi dapat dilakukan dengan bermacam cara, diantaranya dengan pengamatan fenomena alam/ lingkungan, melalui kejadian yang terjadi sehari-hari, dan lewat peristiwa yang teramati secara langsung maupun dari berbagai media cetak maupun elektronik termasuk internet. Tujuan dari kemampuan ini adalah untuk memperoleh data-data yang penting dan berperan dalam menentukan keputusan.

2. Kemampuan Mengolah Informasi

(34)

3. Kemampuan Mengambil Keputusan

Keputusan (decision) berarti pilihan, yakni pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Siagian (dalam Belina, 2008:20), berpendapat bahwa

„keputusan pada dasarnya merupakan pilihan yang secara sadar

dijatuhkan atas satu alternatif dari berbagai alternatif yang tersedia, Sedangkan Suryadi dan Ramdhani (dalam Belina, 2008:20), berpendapat

bahwa „pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk pemilihan

dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah

keputusan yang terbaik’.

Dalam penelitian ini, keputusan diartikan sebagai pilihan terhadap segala alternatif yang tersedia setelah dilakukan pertimbangan, sedangkan pengambilan keputusan adalah suatu kegiatan atau pemilihan salah satu alternatif yang ada, tujuannya untuk memperoleh alternatif dalam solusi pemecahan yang lebih baik.

4. Kemampuan Memecahkan Masalah Secara Kreatif

(35)

berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Jadi, yang dimaksud dengan pemecahan masalah secara kreatif dalam penelitian ini adalah

(36)

III.METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013, di SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur pada bulan Mei 2013.

3.2. Populasi dan Sampel

(37)

3.3. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes kelompok non ekuivalen. Kelas eksperimen diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples sedangkan kelas kontrol diterapkan metode ceramah dan diskusi. Hasil pretes dan postes pada kedua kelas subyek dibandingkan.

Struktur desainnya adalah sebagai berikut :

Gambar. 2 Desain pretes -postes tak ekuivalen

Keterangan : I = kelompok eksperimen; II = kelompok kontrol; O1 =

pretes; O2 = postes; X = perlakuan model example non example ; C = diskusi (dimodifikasi dari Riyanto, 2001:43)

3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut, sebagai berikut:

3.4.1.Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian adalah:

(a) Membuat surat izin penelitian pendahuluan (observasi) di FKIP Universitas Lampung untuk SMP Negeri 2 Waway Karya, tempat diadakannya penelitiaan.

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

I O1 X O1

(38)

(b) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti. (c) Mengambil dua kelas sebagai sampel secara acak, yakni kelas VIIa

sebagai kelas eksperimen dan VIIb sebagai kelas kontrol.

(d) Mengambil data yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatan kelompok.

(e) Membentuk kelompok pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang bersifat heterogen berdasarkan nilai akademik siswa, 2 siswa dengan nilai tinggi, 1 siswa dengan nilai sedang, dan 2 siswa dengan nilai yang rendah. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang siswa (Lie, 2004 : 42). Nilai diperoleh dari dokumentasi guru kelas

(f) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas yang terdiri atas Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), berbagai macam gambar pendukung materi pembelajaran, Lembar Kerja Kelompok (LKK), soal pretes dan postes sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diteliti yaitu materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan.

(g) Membuat angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe examples non examples.

(h) Membuat lembar observasi aktivitas siswa. (i) Menyiapkan lembar catatan lapangan.

(39)

yang valid adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008:173)

3.4.2.Pelaksanaan Penelitian

Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe examples non examples untuk kelas eksperimen dan metode diskusi untuk kelas kontrol. Penelitian ini direncanakan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan pertama membahas sub materi pengertian serta berbagai macam pencemaran lingkungan serta peran manusia dalam masalah kerusakan lingkungan. Pertemuan kedua membahas sub materi tentang aplikasi peran manusia untuk mengatasi serta mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah:

Kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe examples non examples ( kelas eksperimen)

1. Kegiatan Awal

a) siswa mengerjakan soal pretes berupa soal uraian pada pertemuan pertama.

b) Guru menyampaikan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, berupa Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator, dan tujuan pembelajaran.

c) Guru memberikan apersepsi.

(40)

ada di sungai (ii). Kemudian siswa diberi pertanyaan : “perhatikan air sungai pada gambar (i) ini. Kemudian memberikan pertanyaan Apakah perbedaan kedua gambar tersebut? Jika air sungai ini dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari oleh manusia tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu, maka dampak apa yang akan dialami oleh manusia ?. Apakah manfaat dari kegiatan dalam gambar (ii) ”

(Pertemuan II) : Siswa ditunjukkan gambar orang yang sedang menebang hutan secara liar (iii) dan orang yang sedang

melakukan reboisasi (iv). Kemudian memberikan pertanyaan apakah perbedaan kedua gambar tersebut?. Apakah yang terjadi jika pepohonan di hutan itu banyak ditebang? Apa manfaat dari kegiatan yang ada pada gambar (iv)?

(d) Siswa diberi motivasi :

(41)

sampah di sungai merupakan salah satu aktifitas yang dapat kita lakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan.

(Pertemuan II) : Perbedaan kedua gambar tersebut adalah kegiatan pertama melakukan menebang hutan secara liar, sedangkan kegiatan kedua reboisasi. Jika banyak hutan yang gundul dapat mengakibatkan terjadinya longsor, banjir dll. Kegiatan reboisasi bertujuan untuk memperbaiki kembali keadaan hutan yang sudah rusak, ini merupakan salah satu contoh kegiatan yang perlu kita lakukan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

2. Kegiatan Inti

a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b. Guru menampilkan gambar menggunakan LCD.

c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.

1) Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing yang terdiri dari 4-5 orang perkelompok (pembagian kelompok dilakukan pada hari sebelumnya).

(42)

peran manusia dalam upaya mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan untuk kelompok 2, 4, dan 6.

3) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang ada di dalam LKK.

4) Setiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya dari permasalahan yang ada di LKK.

5) Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan komentar atas hasil diskusi yang dibacakan oleh kelompok lain, kemudian guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

3. Kegiatan Penutup

1) Siswa dibimbing guru untuk menarik kesimpulan. 2) Siswa mengerjakan postes ( pada pertemuan 2)

3) Guru memberi informasi tentang materi yang akan dibahas pertemuaan selanjutnya

Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan metode diskusi)

a. Kegiatan awal

1) Siswa mengerjakan soal pretes pada pertemuan 1 2) Siswa diberi apersepsi

(43)

(Pertemuan II) : Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan menunjukan gambar orang yang sedang melakukan ilegalloging. Kemudian memberikan pertanyaan apakah dampak dari kegiatan pada gambar?

2) Guru memberikan motivasi :

(Pertemuan I) : Kegiatan yang ada pada gambar dapat menimbulkan bau tak sedap, banjir, tergangggunya keseimbangan ekosistem air dan jika air ini dimanfaatkan oleh manusia tanpa melalui pengolahan, maka mereka akan terjangkit berbagai macam penyakit seperti gatal-gatal, diare, dll. Kegiatan

membersihkan sampah di sungai merupakan salah satu aktifitas yang dapat kita lakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan. (Pertemuan II) : Kegiatan yang ada pada gambar dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Jika banyak hutan yang gundul dapat mengakibatkan terjadinya longsor, banjir dll.

Kegiatan reboisasi bertujuan untuk memperbaiki kembali keadaan hutan yang sudah rusak, ini merupakan salah satu contoh kegiatan yang perlu kita lakukan untuk mencegah pencemaran dan

kerusakan lingkungan.

b. Kegiatan Inti

(44)

pencemaran serta peran manusia dengan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pertemuan kedua membahas peran manusia dalam upaya pengelolaan lingkungan.

2) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami.

3) Guru mengadakan penguatan dengan menjelaskan materi yang belum dipahami oleh siswa.

c. Penutup

1) Guru bersama siswa mengulas materi yang telah dipelajari. 2) Guru bersama siswa menarik kesimpulan setiap pertemuan. 3) Guru mengadakan postes untuk pertemuan terakhir.

4) Guru memberikan informasi tentang materi yang akan dibahas pertemuan selanjutnya.

3.5. Jenis dan Teknik Pengambilan Data 3.5.1. Jenis Data

a) Data Kualitatif

Data kualitatif berupa data aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe examples non examples.

b) Data Kuantitatif

(45)

nilai gain yang dinormalisasi (N-gain), antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Gain yang dinormalisasi (N-gain) dihitung dengan formula Hake (Loranz, 2008 : 2) sebagai berikut:

N−gain =X−Y

Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah: a. Pretes dan Postes

Data hasil belajar berupa nilai pretes dan postes. Nilai pretes diambil pada pertemuan pertama setiap kelas, baik eksperimen maupun kontrol, sedangkan nilai postesdiambil di akhir pembelajaran pada pertemuan kedua setiap kelas, baik eksperimen maupun kontrol dengan bentuk dan jumlah soal yang sama. Soal tes berbentuk uraian dengan jumlah soal sebanyak sepuluh soal. Bobot masing-masing jawaban disesuaikan dengan point kriteria penilaian yang telah ditentukan. Soal disusun sedemikian rupa sehingga tiap poin soalnya dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir rasional siswa. Teknik penskoran nilai pretes dan postesyaitu :

S = R x 100 N

Keterangan :

S = nilai yang diharapkan (dicari);

R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar;

(46)

b. Lembar Catatan Lapangan

Lembar catatan lapangan yang berisi tentang aktifitas kinerja siswa selama proses belajar di kelas berupa lembaran kosong.

c. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi semua aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati poin kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi tanda (√ ) pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Aspek yang diamati yaitu: merumuskan ide/gagasan berdasarkan masalah yang ada pada gambar, kemampuan bertanya, bertukar informasi dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

Tabel 1. Hubungan antara variabel, instrumen, jenis data, dan analisis data

No Variabel Instrumen Jenis data Analisis data 1 Kemampuan berpikir

rasional

2 Aktivitas siswa selama proses pembelajaran

Lembar observasi aktivitas siswa

Interval Persentase

d. Angket Tanggapan Siswa

(47)

diberikan. Angket tanggapan siswa ini memiliki 2 pilihan jawaban yaitu setuju dan tidak setuju.

3.4.6. Teknik Analisis Data a) Data Kualitatif

1. Pengolahan Data Aktivitas siswa

Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan indeks aktivitas siswa.

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

1) Menghitung persentase aktivitas menggunakan rumus:

Kriteria hasil aktivitas siswa menggunakan skala persentase yang dimodifikasi dari Hidayati (2011:17) sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Persentase Aktivitas Siswa

(48)

Tabel 3. Lembar Observasi Aktifitas Siswa

Berilah tanda checklist(√) pada setiap item yang sesuai (dimodifikasi dari

Arikunto, 2009:183)

Keterangan Kriteria penilaian aktivitas siswa: A. Mengemukakan ide/gagasan

1. Tidak mengemukakan ide/gagasan (diam saja).

2. Mengemukakan ide/gagasan namun tidak sesuai dengan permasalahan pada LKS pada sub materi pokok pencemaran dan kerusakan

lingkungan dan pelestariannya.

3. Mengemukakan ide/gagasan sesuai dengan permasalahan pada LKS pada m sub materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan dan pelestariannya.

B. Mengajukan pertanyaan

1. Tidak mengajukan pertanyaan.

2. Mengajukan pertanyaan, tetapi tidak mengarah pada permasalahan pada sub materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan dan

(49)

3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah dan sesuai dengan permasalahan pada sub materi pokok pencemaran/ kerusakan lingkungan dan pelestariannya.

C. Bertukar informasi

1. Tidak berkomunikasi secara lisan/tulisan dalam bertukar pendapat dengan anggota kelompok (diam saja).

2. Berkomunikasi secara lisan/tulisan dengan anggota kelompok tetapi tidak sesuai dengan permasalahan pada LKS pada sub materi pokok pencemaran/ kerusakan lingkungan dan pelestariannya.

3. Berkomunikasi secara lisan/tulisan dalam bertukar pendapat untuk memecahkan permasalahan pada LKS pada sub materi pokok pencemaran/ kerusakan lingkungan dan pelestariannya D. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok

1. Siswa dalam kelompok kurang dapat mempresentasikan hasil diskusi kelompok secara sistematis dan tidak dapat menjawab pertanyaan. 2. Siswa dalam kelompok kurang dapat mempresentasikan hasil diskusi

kelompok dengan secara sistematis dan menjawab pertanyaan dengan benar atau dapat mempresentasikan hasil diskusi secara sistematis tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan.

(50)

2. Pengolahan data angket tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe examples non examples

Data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dikumpulkan melalui

penyebaran angket. Angket tanggapan berisi 6 pernyataan yang terdiri dari 3 pernyataan positif dan 3 pernyataan negatif.

1) Item pernyataan

Tabel 4. Pernyataan angket tanggapan siswa

No. Pernyataan- Pernyataan S TS

1 Model pembelajaran yang saya ikuti tidak menjadikan saya lebih aktif dalam diskusi kelas dan kelompok

2 Model example non example mampu mengembangkan KBR saya

3 Masalah dalam LKS tidak menantang saya untuk memecahkan masalah tersebut.

4 Saya lebih mudah mengerjakan soal-soal setelah belajar dengan model

pembelajaran yang diberikan oleh guru. 5 Model pembelajaran yang saya ikuti

membuat saya menjadi lebih bingung dan tidak memahami materi tersebut. 6 Saya senang dan tertarik dengan model

pembelajaran yang saya ikuti

2. Skor angket

Tabel 5. Skor tiap pernyataan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe examples non examples

No. Item

(51)

3. Menghitung persentase skor angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

S = Skor maksimum yang diharapkan (6) (Sudjana, 2002:69).

4. Melakukan tabulasi data temuan pada angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan angket.

Tabel 6. Tabulasi angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe examples non examples

No.

5. Menafsirkan persentase angket untuk mengetahui tanggapan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

(52)

Tabel 7. Kriteria persentase angket tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe examples non examples

Persentase (%) Kriteria 100

Data penelitian kantitatif berupa nilai pretes, postes, dan skor N-gain. Untuk mendapatkan skor N-gain menggunakan rumus Hake (1999:1) yaitu:

Nilai pretes, postes, dan skor N-gain pada kelompok kontrol dan eksperimen dianalisis menggunakan uji t dengan program SPSS versi 17, yang

sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa:

1. Uji normalitas data

(53)

a. Rumusan hipotesis

H0 = sampel berdistribusi normal

H1 = sampel tidak berdistribusi normal

b. Kriteria pengujian

Terima H0 jika Lhitung < Ltabel atau p-value > 0,05,

Tolak H0 untuk harga yang lainnya (Pratisto, 2004:5).

2. Uji homogenitas data

Apabila masing masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua varian dengan uji Barlett menggunakan program SPSS versi 17.

a. Hipotesis

Ho : Kedua sampel mempunyai varians sama H1 : Kedua sampel mempunyai varians berbeda

b. Kriteria Uji

- Jika F hitung < F tabel atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima

- Jika F hitung> F tabel atau probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak

(Pratisto, 2004:13). 3. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata dengan bantuan program Statistical Package For Social Sciences 17.0 (SPSS 17.0).

a. Uji hipotesis dengan uji t

1) Uji Kesamaan Dua Rata-rata a. Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama

H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama

b. Kriteria Uji

(54)

- Jika t hitung< -t tabel atau t hitung> t tabel maka Ho ditolak

(Pratisto, 2004:13). 2) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

a. Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain pada kelompok eksperimen sama dengan

kelompok kontrol. b) Uji hipotesis dengan uji U

jika data tidak normal, maka dilakukan uji lanjutan yakni uji hipotesis dengan uji U.

maka Ho ditolak (Martono, 2010:158).

3.7 Mendeskripsikan Kemampuan Berpikir Rasional Siswa Untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir rasional siswa dalam pembelajaran biologi adalah sebagai berikut:

1) Menjumlahkan skor seluruh siswa

(55)

P = N

f 100

Ket : P = Skor

f = Jumlah point keterampilan berpikir rasional yang diperoleh

N = Jumlah total poin keterampilan berpikir rasional (Sudijono, 2007:318) 3) Rubrik keterampilan berpikir rasional siswa sebagai berikut:

Tabel 8. Kriteria keterampilan berpikir rasional siswa

Catatan : Berilah tanda checklist(√) pada setiap item yang sesuai.

Skor pada tiap soal keterampilan berpikir rasional tertera pada rubrik penilaian soal di lampiran (dimodifikasi dari Arief, 2009:9).

4) Setelah data diolah dan diperoleh, maka kecakapan berpikir rasional siswa tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 9. Kriteria keterampilan berpikir rasional Interval (%) Kriteria

81 – 100 Tinggi sekali

Aspek Keterampilan Berpikir Rasional Siswa

(56)

5) Peningkatan setiap indikator KBR sebelum dan sesudah pembelajaran a. Menghitung hasil peningkatan indikator KBR siswa setelah pembelajaran

KBR oleh siswa ditinjau berdasarkan perbandingan gain yang dinormalisasi atau N-gain (g) dengan menggunakan rumus Hake (1999:1) yaitu:

N-gain =

Keterangan:

N-gain = average normalized gain = rata-rata N-gain

Spost = postscore class averages = rata-rataskor postes

Spre = prescore class averages = rata-rataskor pretes

Smax = maximum score = skor maksimum

Sedangkan untuk mengukur persen (%) peningkatan (%g) KBR oleh siswa digunakan rumus sebagai berikut.

% Peningkatan = x 100%

Spost – Spre

Smax– Spre

(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pengaruh penggunaan model Example Non Example berpengaruh secara

signifikan dalam meningkatkan Kemampuan Berpikir Rasional siswa pada materi pokok Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian, maka penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan menggunakan model Example Non Example dapat

digunakan oleh guru sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan KBR siswa pada materi pokok Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup. Alfabeta. Bandung.

Arianti . A. 2012. Pengaruh Model Problem Based Learning (Pbl) Terhadap Kemampuan Terhadap Kecakapan Berpikir Rasional Siswa (Skripsi).

Univesitas Lampung : Bandarlampung

.Arifin, A. 2000. Kecakapan Hidup Life Skill Melalui Pendekatan Berbasis Lus. SIC. Surabaya.

Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian. Rhineka Cipta. Jakarta Arikunto, S. 2007. Prosedur Penelitian. Rhineka Cipta. Jakarta.

Belina, W.W. 2008. Peningkatan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam Pembelajaran Fisika di SMP Pada Pokok Bahasan Pemantulan Cahaya Melalui Model Pembelajaran PBI (Penelitian eksperimen pada siswa kelas VIII di salah satu SMP Swasta di kota Bandung). (Skripsi) Jurusan

Pendidikan Fisika UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Daryanto. 2009. Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Publisher. Jakarta Dasna, I. W. dan Sutrisno. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Malang.

Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Badan Penerbit. Makassar Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen dan Penilaian

Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor. Jakarta: Depdiknas-Dikdasmen. Djamarah, S.B. 2000. Macam-Macam Metode Pembelajaran. Jurusan Pendidikan

(59)

Dzaki, M.F. 2010. Penelitian Tindakan Kelas.

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/pembelajarankooperati f.html. (5 Desember 2012; 10:20 WIB).

Fitriyanti. 2009. Pengaruh Penggunaan Metode Example Non Example Terhadap Kemampuan Berpikir Rasional Siswa. Palembang: Jurnal Pendidikan, Volume 10, Nomor 1, Maret 2009, 38-47, FKIP Universitas Sriwijaya, Fitriyanti_fkipunsri@yahoo.com.

Hake, R.R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. Indiana University. USA. http://physics. Indiana.edu/~sdi/AnalizingChange_Gain.pdf (5 Desember 2012; 08:15 WIB).

Hastriani, A. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Hamalik, O.2008. Kurikulum dan Pembelajaran.Bumi Aksara. Jakarta. Hamzah, B. 2009. Model Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta.

Hidayati, A.N. 2011. Training of Trainer Berorientasi Higher Order Learning Skills dan Pengaruhnya pada Prestasi serta Performance Guru. (Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2011). Kerjasama FKIP Unila-HEPI. Bandar Lampung.

Martono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Alfabeta. Bandung

Purwanto dan Sulistyastuti. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Gava Media. Yogyakarta

Rahayu, R. 2007. Keterampilan Berpikir Rasional Siswa SMP Melalui

Pembelajaran Kontekstual pada Topik Karbohidrat, Protein, dan Lemak. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Bumi Aksara :Jakarta.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pengajaran. Alfabeta. Bandung.

Saprudin. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Example Non Example Untuk Mengembangkan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Siswa Di SMP. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. Tidak diterbitkan.

(60)

Sudjana. 2002. Metode Penelitian. Tarsito 508 hlm. Bandung.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Alfabeta. Bandung

Suratno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka. Jawa Timur.

Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sya’diah, H. 2012. Pengaruh Penggunaan Media Maket Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Berfikir Rasional Siswa.(Skripsi). Universitas Lampung: Bandar Lampung. Tim BBE. 2002. Pendidikan Berorientasi Pada Kecakapan Hidup (Life Skill)

Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas Broad Best Education (BBE). SIC. Surabaya.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Yuliandari, C. 2012. Studi penggunaan Metode Observasi Pada pembelajaran Biologi Terhadap Kecakapan berpikir Rasional Siswa Pada Materi

Gambar

Gambar 1.  Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Gambar. 2  Desain pretes -postes tak ekuivalen
Tabel 1.  Hubungan antara variabel, instrumen, jenis data, dan analisis data
Tabel 2.  Kriteria Persentase Aktivitas Siswa
+6

Referensi

Dokumen terkait

auditor tidak dipengaruhi oleh independen, relativisme, pengalaman, dan intensitas moral yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini, dan hanya variabel

Dari suatu barisan aritmatika, suku ketiga adalah 36, jumlah suku kelima dan ketujuh adalah 144.. Jumlah sepuluh suku pertama deret tersebut

Dalam suatu hari Rasul saw kedatangan sepasang suami istri yg mengadukan kematian putri mereka, kalau putrinya bisa hidup lagi maka mereka akan masuk islam,

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, setiap partai politik berhak mendapat uang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni (2014) dengan jumlah responden sebanyak 215 orang, didapatkan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku

Didalam penelitian ini, pelaksanaan triangulasi teknik yang digunakan untuk mendapatkan data tentang Implementasi model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan kemampuan

Jika ternyata pernyataan saya tersebut tidak benar dan saya menerima beasiswa ganda, maka saya sanggup mengembalikan beasiswa yang telah saya terima. Demikian surat pernyataan ini

Dari pembangunan sistem yang telah dilakukan, Sistem informasi ini dapat mengelola data user, permintaan, data karyawan, Data trainig , Hasil Training , dan Laporan.. Dengan