ABSTRACT
EFFECT OF HANDPHONE’S ELECTROMAGNETIC WAVE EXPOSURE IN ACUTE PERIOD TO WORKING MEMORY AND SUCROSE INTAKE
IN WHITE RATS (Rattus norvegicus) Sprague dawley STRAIN BY
ANISA NURAISA DJAUSAL
Electromagnetic wave exposure especially from handphone, influence the physiology of normal brain. The electromagnetic wave could increase the free radical activity in cell which considered as stress by the body. Stress exposure from unknown environment will cause deficit in working memory. To acknowledge the effect of handphone’s electromagnetic wave exposure to working memory and sucrose intake. The sample of this research are 18 white rats (Rattus norvegicus) Sprague dawley strain age 2-3 weeks old that divided into 3 random groups: control (K), 1 hour treatment (P1), and 3 hours treatment (P2) that exposed with handphone’s electromagnetic wave in 7 days. The white rats had time to adapt in 7 days before the trial, and a pre-test in a day before the trial. The sucrose intake been measured everyday in 7 days, and in day 8 the working memory been tested with radial arm maze. The average values of working memory’s pre-test are K:3,83%, P1:3,67%, P2:3,83% and for the post-test are K:1,17%, P1:1,67%, P2:1,33% with Wilcoxon bivariate analysis test in K p=0,020, P1 p=0,026, P2 p= 0,026 (p< 0,05). The average of sucrose intake are K:173,57ml, P1:120ml, P2:134,29ml with p=0,034 (p< 0,05) in Kruskal-Wallis bivariate analysis test. The handphone’s electromagnetic wave exposure in acute period could decrease the working memory and sucrose intake in white rats (Rattus norvegicus).
PENGARUH PAPARAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK HANDPHONE DALAM PERIODE AKUT TERHADAP MEMORI KERJA
DAN INTAKE SUKROSA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley
Oleh
ANISA NURAISA DJAUSAL Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 31 Juli 1993, sebagai anak
terakhir dari 4 bersaudara dari Bapak Anshori Djausal dan Ibu Herawati Soekardi.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK PTPN VII Bandar
Lampung pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al- Azhar 1
Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMPN 4 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 10 Bandar Lampung pada tahun
2011.
Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) Tertulis.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Anatomi
tahun 2013-2014 dan aktif pada organisasi Genitalial and Education Health
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Paparan Gelombang Elektromagnetik
Handphone Dalam Periode Akut Terhadap Memori Kerja Dan Intake Sukrosa
Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan,
dorongan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung;
3. dr. Anggraeni Janar Wulan, M. Sc, selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran, dan
ii
4. dr. Rekha Nova Iyos, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk membantu, memberi kritik, saran, dan membimbing dalam
penyelesaian skripsi ini;
5. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku pembahas yang telah bersedia meluangkan
waktu dan memberikan ilmu, kritik, saran, serta bimbingan dalam skripsi ini;
6. dr. Ety Apriliana, M. Biomed, selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi selama saya menempuh pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini;
7. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung
atas ilmu yang telah diberikan kepada saya untuk menambah wawasan yang
menjadi landasan bagi masa depan dan cita-cita;
8. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang membantu dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian
skripsi ini;
9. Mama, Papa, Atu Lia, Batin Gita, Abang Zano, Kak Tinus, Mas Didi dan
seluruh keluarga besar atas dukungan, semangat, doa, motivasi, dan kasih
sayang yang selalu menjadi alasan saya untuk terus berjuang sampai saat ini;
10. dr. Exsa Hadibrata, dr. Catur Ariwibowo, dr. Anggraeni Janar Wulan, M. Sc,
dr. Rekha Nova Iyos, Ara, Oci, Pau, Belda, Selvi, Erot dan Desta teman
seper-Anatomi-an, yang telah membantu, menghibur, dan belajar bersama ;
11. Adhein, Yuda, Deo, Egi, Narji, Dhandy, dan Ali yang selalu ada setiap saat,
semoga kita bisa mencapai cita-cita masing-masing, bersama kita bisa!;
iii
13. Aryati Pratama Putri dan Bela Riski Dinanti (ABC), yang selalu menemani
dikala suka dan duka dan membantu dalam belajar;
14. Oci, Erot, dan Belda teman seperjuangan skripsi, yang selalu membantu dan
menyemangati;
15. Baji, KaTir, Pad, Ate, Topaz, Diano, Nayuv, Dila dan Emon teman
sepertikusan, terima kasih banyak telah saling membantu selama di pet house;
16. Eja, Kak Heru, Gede, Ririn, Robby kotak, Oni, Fila dan teman-teman yang
selalu membantu dalam proses belajar;
17. Tisa, Widya, Hafiz, Ridho, Deri, Levo, Dewangga dan Yasser, yang selalu
ada dari SMP hingga sekarang, semoga kita sukses bersama;
18. Niken Wiandhani dan Okta Casebella yang selalu ada dikala suka dan duka
selama KKN sampai sekarang;
19. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 atas kebersamaannya selama ini.
Semoga kita menjadi dokter-dokter yang profesional;
20. Adik-adik angkatan 2012, 2013, dan 2014, terimakasih atas dukungan dan
doanya, semoga bisa menjadi dokter yang profesional.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN I.1Latar Belakang ... 1
I.2Perumusan Masalah ... 5
I.3Tujuan Penelitian ... 5
I.4Manfaat Penelitian ... 6
I.5 Kerangka Teori... ... 6
I.6 Kerangka Konsep ... 8
I.7 Hipotesis ... 8
II.TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka ... 9
II.1.1Gelombang Elektromagnetik ... 9
II.1.2Efek Paparan Gelombang Elektromagnetik ... 11
II.1.3 Handphone ... 12
II.1.4 Specific Absorption Rate (SAR). ... 14
II.1.5 Stres ... 15
II.1.6 Memori Kerja dan Hippocampus. ... 17
ii III. METODE PENELITIAN
III.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 23
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 23
III.3 Variabel Penelitian ... 23
III.3.1Variabel Bebas ... 23
III.3.2Variabel Terikat ... 23
III.3.3Variabel Perantara... 23
III.4 Populasi dan Sampel ... 24
III.4.1Populasi Penelitan ... 24
III.4.2Sampel Penelitian ... 24
III.4.3Kelompok Perlakuan... 25
III.4.4Kriteria Inklusi ... 25
III.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 26
III.5.1Alat... 26
III.5.2Bahan ... 27
III.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 27
III.7 Prosedur Penelitian ... 28
III.8 Pengumpulan Data ... 31
III.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 31
III.9.1Pengolahan Data ... 31
III.9.2Analisis Statistika ... 32
III.10 Diagram Alur Penelitian ... 34
III.11 Ethical Clearence ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1Gambaran Umum Penelitian ... . 37
IV. 2Hasil Penelitian ... . 37
IV. 2. 1.Memori Kerja ... . 37
IV. 2. 2.Intake Sukrosa ... . 39
IV. 2. 3.Analisis Bivariat ... . 40
IV. 3Pembahasan ... . 45
iii IV. 3. 2.Hubungan Stres dengan Intake Sukrosa ... . 51
V. KESIMPULAN
V. 1Kesimpulan ... . 56 V. 2Saran ... . 56
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional ... 27
2. Perlakuan Penelitian... 29
3. Hasil Nilai Rerata UjiMemori Kerja ... 37
4. Hasil Intake Sukrosa ... 39
5. Hasil Uji Normalitas Saphiro- Wilk ... 41
6. Hasil Uji Kruskal- Wallis Memori Kerja ... 42
7. Hasil Uji Wilcoxon Memori Kerja ... 43
8. Hasil Uji Spearman Memori Kerja ... 43
9. Hasil Uji Non-Parametrik Kruskal- Wallis Intake Sukrosa ... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik ... 8
2. Handphone ... 11
3. Skema Memori dan Struktur Otak yang Terkait ... 15
4. Hippocampus pada kedua hemisfer tikus ... 17
5. Kerangka Teori ... 21
6. Kerangka Konsep ... 22
7. Radial Arm Maze ... 26
8. Diagram Alur Penelitian ... 34
9. Nilai Rerata Hasil Uji Memori Kerja ... 38
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai negara dengan populasi terbanyak ke empat di dunia, Indonesia
memiliki pasar yang besar dan cepat berkembang dalam teknologi
handphone. Pada tahun 2013, sekitar 68% dari penduduk Indonesia
memiliki sebuah handphone, dan hanya sekitar 23% dari angka tersebut
yang menggunakan smartphone. Berbeda dengan China dimana 71% dari
penduduknya menggunakan smartphone. Namun, pengguna smartphone di
Indonesia telah diprediksikan meningkat dari 24% menjadi 53% dalam
rentang waktu dari tahun 2013 sampai 2014 (Statistika, 2014).
Pada tahun 2012, total durasi penggunaan handphone di Beijing, China,
adalah 150 juta menit (Statiska, 2014). Sementara penduduk Indonesia
menggunakan ponsel pintar selama 189 menit per hari atau lebih dari 3
jam. Menurut sebuah survei lembaga Nielsen berjudul "Nielsen on Device
Meter" pada akhir 2013, disebutkan bahwa selama 62 menit per hari
penduduk Indonesia menggunakan ponselnya untuk berkomunikasi,
seperti telepon, kirim pesan teks, dan e-mail (Kompas, 2014).
2
melaporkan bahwa penduduk Indonesia menghabiskan waktu selama 181
menit untuk menggunakan smartphone (Techinasia, 2014).
Menurut Swamardika (2009), paparan gelombang elektromagnetik dari
berbagai frekuensi menimbulkan kekhawatiran karena berpengaruh buruk
terhadap kesehatan fisik manusia. Gangguan tersebut dapat berupa
electrical sensitivity, yaitu gangguan fisiologis dengan tanda dan gejala
neurologis diikuti dengan peningkatan sensitivitas.
Gangguan ini umumnya disebabkan oleh radiasi elektromagnetik yang
berasal dari jaringan listrik tegangan tinggi misalnya Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) atau ekstra tinggi, dan berbagai
peralatan elektronik seperti telepon seluler (handphone) maupun
microwave oven. Radiasi tersebut ternyata sangat potensial menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan. Handphone merupakan alat komunikasi dua
arah dengan menggunakan gelombang radio atau radio frequency (RF).
Gelombang radio ini menimbulkan radiasi. Oleh karena itu, banyak
kontroversi dari berbagai kalangan tentang keamanan dalam menggunakan
handphone (Anies, 2003; Swamardika, 2009).
Penelitian Hardjono dan Qadrijati (2004) menunjukkan bahwa paparan
medan elektromagnetik menahun dapat menyebabkan perubahan perilaku
dan gangguan memori, antara lain mudah marah, sulit tidur (sleep lost),
suka murung, kurang ramah, perasaan takut, ingatan terganggu,
neurasthenia, iritabilitas. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
3
Dampak kesehatan yang terjadi akibat paparan radiasi gelombang
elektromagnetik ionisasi meliputi efek akut dan kronis. Efek akut tersebut
dapat berupa sindrom saraf pusat (Rahmatullah, 2009).
Pada penelitian Desai (2009) menyebutkan bahwa paparan gelombang
elektromagnetik menyebabkan gangguan pada metabolisme Reactive
Oxygen Species (ROS). Radikal bebas adalah molekul reaktif yang
mengandung elektron tidak berpasangan yang merupakan derivat dari
metabolisme oksigen yang dikenal dengan nama ROS. Pada 1992
ditemukan bahwa gelombang elektromagnetik meningkatkan aktivitas
radikal bebas didalam sel. Paparan kronik dapat menurunkan aktifitas
katalase, superoxide dismutase (SOD), dan glutathione peroxidase
(GSH-Px), yang berarti menurunkan kapasitas total dari antioksidan.
Menurut Khadrawy (2009), paparan gelombang elektromagnetik, terutama
yang berasal dari handphone, mempengaruhi fisiologi otak normal. Hal ini
mungkin diakibatkan oleh perubahan eksitabilitas kortikal. Handphone
dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif secara biokimiawi dengan
meningkatkan kadar nitric oxide, malondialdehid serta xanthine oxidase
dan aktifitas adenosin deaminase di jaringan otak.
Khadrawy (2009) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan metabolisme
serebral setelah paparan gelombang elektromagnetik, yang ditandai
4
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa stres yang berkepanjangan (stres
kronik) dapat menurunkan memori kerja (Pasiak, 2005; Wiyono, 2007).
Hippocampus dan cortex medial prefrontal merupakan area penting yang
bertanggung jawab terhadap memori kerja (Yoon et al., 2008).
Stres kronik dapat menyebabkan gangguan memori, baik memori spasial
maupun memori non spasial pada tikus. Stres kronik dapat menyebabkan
kerusakan hippocampus, terutama area CA1 yang dapat menyebabkan
gangguan kognitif yang tergantung hippocampus (hippocampal-dependent
cognition) (Wiyono, 2007).
Menurut McEwen (1998), stres akut dapat meningkatkan sekresi kortisol,
yang dapat menekan mekanisme memori jangka pendek pada
hippocampus dan lobus temporal. Hal ini merupakan salah satu dari dua
mekanisme stres dalam menginduksi disfungsi hippocampus dan
gangguan memori. Mekanisme lainnya yaitu atrofi dendrit neuron
piramidal regio CA3 hippocampus melalui mekanisme yang melibatkan
glukokortikoid dan neurotransmitter asam amino eksitatorik yang dilepas
selama dan setelah stres berulang.
Hasil penelitian Zhao (2007) memperlihatkan bahwa pada paparan jangka
pendek emisi radiofrekuensi handphone dapat meningkatkan regulasi jalur
apoptosis pada derivat sel di otak. Terlihat bahwa serabut syaraf lebih
5
Berdasarkan uraian latar belakang diatas terlihat bahwa penelitian tentang
stres akut menggunakan induksi paparan gelombang elektromagnetik
belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penulis berminat untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh paparan gelombang elektromagnetik dalam
periode akut selama 7 hari terhadap memori kerja dan intake sukrosa tikus
putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley.
I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh paparan gelombang elektromagnetik
selama 7 hari terhadap memori kerja pada tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley
2. Apakah terdapat pengaruh paparan gelombang elektromagnetik
selama 7 hari terhadap intake sukrosa pada tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini berupa:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh paparan elektromagnetik terhadap sistem
syaraf dan perilaku
2. Tujuan Khusus
2.1Untuk mengetahui pengaruh paparan elektromagnetik terhadap
6
2.2Untuk mengetahui pengaruh paparan elektromagnetik terhadap
intake sukrosa
I.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang diperoleh dapat
bermanfaat bagi peneliti dan juga bagi masyarakat luas. Adapun manfaat
penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, sebagai suatu bentuk pengaplikasian disiplin ilmu yang
telah dipelajari selama perkuliahan sehingga dapat mengembangkan
khasanah keilmuan peneliti terutama pengetahuan mengenai pengaruh
elektromagnetik bagi kesehatan khususnya terhadap memori kerja dan
perubahan perilaku.
2. Bagi masyarakat, memperluas wawasan di bidang kesehatan dan
memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh penggunaan alat
komunikasi handphone bagi kesehatan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, memberikan gambaran kepada peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang fokus yang
serupa.
I.5 Kerangka Teori
Setelah dilakukan tinjauan pustaka, maka didapatkan kerangka teori
bahwa paparan gelombang elektromagnetik dapat mempengaruhi sistem
syaraf terutama memori kerja, dan paparan stres mampu memicu
timbulnya perubahan perilaku. Respon yang terlibat antara lain nampak
7
makan. Pada tikus yang dipaparkan dengan stres ringan dalam periode
kronik menunjukkan penurunan konsumsi sukrosa per oral (Pothion,
2004).
Gambar 5. Kerangka Teori Keterangan:
: Memacu : Menghambat Variabel yang diperiksa
Variabel yang diperiksa
Paparan Gelombang Elektromagnetik dalam Periode Akut
Stres
Perilaku
Intake
Sukrosa
Kematian sel piramidal di hippocampus
Memori Kerja Glutamat Aksis
Hypothalamus-Pituitaria-Adrenalis
Pelepasan adrenocorticotropinhormone
(ACTH) dari kelenjar pituitaria
Sekresi Hormon Glukokortikoid
8
I.6 Kerangka Konsep
Gambar 6. Kerangka Konsep
I.7 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Paparan gelombang elektromagnetik dalam periode akut mempunyai
pengaruh terhadap memori kerja tikus putih
2. Paparan gelombang elektromagnetik dalam periode akut mempunyai
pengaruh terhadap intake sukrosa tikus putih Paparan Gelombang
Elektromagnetik Handphone
Memori Kerja
Intake Sukrosa
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan
dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan,
dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling
tegak lurus. Gelombang ini dapat ditimbulkan oleh alat-alat
elektronik saat dialiri listrik. Alat-alat elektronik ini pada akhirnya
akan menimbulkan radiasi elektromagnetik (Rahmatullah, 2009).
Perbedaan frekuensi, panjang gelombang, energi foton, jarak
paparan dari sumber dan lama paparan dapat menyebabkan efek
radiasi yang berbeda. Secara garis besar radiasi elektromagnetik
terbagi 2 kelompok yaitu radiasi pengion (ionisasi) dan radiasi
tidak pengion (non-ionisasi) (Rahmatullah, 2009).
Radiasi gelombang elektromagnetik yang termasuk dalam radiasi
ionisasi adalah sinar X, sinar Gamma, dan sebagian sinar
ultraviolet. Dampak kesehatan yang terjadi akibat paparan radiasi
gelombang elektromagnetik ionisasi meliputi efek akut dan kronis.
10
dan sindrom saraf pusat. Terdapat kondisi yang muncul akibat
ketiga efek tersebut yaitu mual dan ingin muntah, merasa tidak
enak badan dan lesu, naiknya suhu badan, adanya perubahan pada
pemeriksaan darah. Sedangkan efek kronisnya adalah kanker,
perubahan genetika, memendeknya jangka hidup dan katarak
(Rahmatullah, 2009).
Sedangkan radiasi gelombang elektromagnetik non-ionisasi adalah
radiasi yang tidak memiliki kemampuan untuk mengionisasi
molekul. Termasuk diantaranya adalah sebagian sinar ultraviolet,
sinar tampak, sinar infra merah, gelombang mikro, gelombang
radio, dan medan elektromagnetik berfrekuensi ekstrim rendah
(Rahmatullah, 2009).
Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (sumber:
11
II.1.2 Efek Paparan Gelombang Elektromagnetik 1. Efek Termal
Kenaikan suhu jaringan yang dihasilkan dari paparan
gelombang elektromagnetik disebut sebagai "efek termal"
(Alaa et al., 2011). Panas terutama terkait dengan penyerapan
radiasi gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi yang
dihasilkan dari konduktivitas listrik yang ditingkatkan dari
media jaringan. Efek termal dapat menyebabkan gangguan
fungsi sel dan perkembangannya. Kenaikan suhu jaringan
dalam organ berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
timbulnya panas dan pembuangan panas. Generasi panas
tergantung pada Specific Absorption Rate (SAR) dan tingkat
energi (densitas daya) dari gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan harus melebihi 100mW/cm2 untuk memiliki
dampak pemanasan pada jaringan biologis.
2. Efek Non-Termal
Efek non-termal mencakup semua interaksi gelombang
elektromagnetik dengan jaringan biologis tanpa produksi panas
atau kenaikan suhu terukur. Secara khusus, medan magnet dari
gelombang elektromagnetik memiliki potensi yang paling
berbahaya pada organisme hidup. Hal ini disebabkan karena
kemampuannya untuk menembus tubuh manusia sementara
medan listrik pada manusia kurang memiliki kemampuan
12
yang dihasilkan dari paparan medan elektromagnetik telepon
seluler ponsel dapat menjelaskan efek termal non biologis
pada jaringan, tingkat seluler dan sub-seluler (Alaa et al., 2011;
Myung dan Park, 2012).
Medan elektromagnetik mempunyai pengaruh terhadap status
kesehatan manusia baik fisik maupun psikis. Penelitian
menunjukkan bahwa (Hardjono dan Qadrijati, 2004):
1. Terhadap Binatang
Penelitian Soesanto (1996) dengan binatang kecil yang
terpapar medan listrik sampai 100 kV/m menyatakan
pengaruh pada komponen sistem saraf pusat.
2. Terhadap Manusia
Energi yang terkandung pada medan elektromagnetik
terlebih pada frekuensi ekstrim rendah, sebenarnya terlalu
kecil untuk dapat menyebabkan efek biologi. Namun
dengan adanya perbedaan radiosensitivitas berbagai sel
yang membentuk jaringan dan organ tubuh dan
dihubungkan dengan dosis pajanan yang mungkin diterima
memungkinkan terjadinya gangguan yang tidak diinginkan.
II.1.3 Handphone
Handphone (Swamardika, 2009) merupakan alat komunikasi dua
arah dengan menggunakan gelombang radio atau radio frequency
13
sebuah kode tertentu ke dalam gelombang radio dan selanjutnya
diteruskan melalui antena ponsel menuju ke base station terdekat
dimana dilakukannya panggilan.
Handphone mentransmisikan dan menerima sinyal dari dan ke
substasiun yang ditempatkan di tengah kota. Substasiun yang
menerima sinyal paling jernih dari telepon seluler memberikan
pesan ke jaringan telepon local jarak jauh. Jaringan Personal
Communication Services (PCS) mirip dengan sistem telepon
seluler. Personal Communication Services (PCS) menyediakan
komunikasi suara dan data didesain untuk menjangkau daerah yang
luas. Pita frekuensi 800 sampai dengan 3000 MHz telah dijatahkan
untuk peralatan komunikasi ini. Saat ini Indonesia mempunyai dua
jaringan telepon nirkabel yaitu sistem Global System for Mobile
Communication (GSM) dan sistem Code Division Multiple Access
(CDMA) (Swamardika, 2009).
14
Global System for Mobile Communication (GSM) menggunakan
frekuensi standar 900Mhz dan frekuensi 1800Mhz dengan nama
Personal Communication Network. Berbeda dengan GSM yang
menggunakan Time Division Multiplexing, CDMA tidak memiliki
frekuensi khusus pada setiap pengguna (Ahong, 2007).
II.1.4 Specific Absorption Rate (SAR)
Menurut Swamardika (2009) pengukuran kadar radiasi sebuah
handphone umumnya disebut dengan Specific Absorption Rate
(SAR). Pengukur energi radio frekuensi atau RF yang diserap oleh
jaringan tubuh pengguna handphone bisa dinyatakan sebagai units
of watts perkilogram (W/kg). Batas SAR yang ditetapkan oleh
ICNIRP adalah 2.0W/kg (watts per kilogram). Sementara The
Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) juga telah
menetapkan sebuah standar baru yang digunakan oleh negara
Amerika dan negara lain termasuk Indonesia adalah dengan
menggunakan batas 1.6W/kg.
Environmental Working Group (EWG) adalah sebuah badan
berbasis di Amerika Serikat yang memberi perhatian terhadap
masalah radiasi handphone, kesehatan manusia dan merilis daftar
handphone yang berbahaya ataupun tak berbahaya bagi kesehatan
manusia. Penyusunan daftar handphone itu berdasarkan pada level
15
yang diserap oleh tubuh kita. Semakin rendah levelnya, maka
semakin baik untuk meminimalisirkan radiasi (Marcelline,2009).
II.1.5 Stres
Dalam istilah medis, stres didefinisikan sebagai suatu rangsangan
fisik dan psikologi yang menghasilkan reaksi mental dan fisiologi
yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Sedangkan
secara teknis, stres merupakan pengerusakan keseimbangan tubuh
(homeostasis) yang dicetus oleh pengalaman-pengalaman yang
tidak menyenangkan, baik yang nyata maupun yang tidak nyata
(Catootjie, 2007). Stresor adalah suatu keadaan yang
menimbulkan respon stres (Wiyono, 2007).
Stres yang muncul akibat adanya stresor dapat berupa stres akut
(dalam kondisi fight or flight atau pengalaman hidup sehari-hari)
dan stres kronik (beban stres yang terakumulasi hari demi hari).
Keadaan stres dapat menimbulkan respon adaptasi berupa respon
fisiologis maupun psikologis. Gangguan yang muncul akibat
sindroma stres bervariasi,mulai dari gangguan emosi, perilaku,
fungsi reproduksi, pertumbuhan, imunitas dan kognitif (Wiyono,
2007).
Pada saat stres, perhatian akan meningkat dan otak terfokus
terhadap ancaman yang datang. Cardiac output dan pernafasan
16
diperuntukkan untuk memasok kebutuhan otak, jantung, dan otot
(Tsigos, 2002).
Stres mempunyai peranan terhadap memori, dan paparan stres dari
lingkungan yang tidak dikenal akan menyebabkan defisit dalam
memori kerja yang menandakan kerusakan dari hippocampus
(Bremner, 1999).
Pada keadaan stres disekresikan hormon glukokortikoid (Wiyono,
2007). Pelepasan hormon ini melalui aksis
hipothalamus-pituitaria-adrenalis (aksis HPA). Mekanismenya melalui pelepasan
corticotropinreleasing hormone (CRH) dari hypothalamus.
Hormon ini akan memacu pelepasan adrenocorticotropinhormone
(ACTH) dari kelenjar pituitaria dan selanjutnya terbawa aliran
darah sampai ke cortex adrenalis. Organ ini mensekresikan hormon
glukokortikoid. Selanjutnya hormon ini dapat mempengaruhi
fungsi memori dengan pengaruhnya pada sistem limbik.
Penggunaan obat-obatan seperti glukokortikoid, dexamethasone,
atau kortisol menunjukkan gangguan pada fungsi memori kerja
verbal deklaratif pada orang sehat. Kadar kortisol berhubungan
dengan fungsi memori, yang dibuktikan dengan eksaserbasi defisit
memori dengan stres yang diinduksi oleh kenaikan kadar kortisol
17
Hormon glukokortikoid dapat masuk ke dalam otak dan berikatan
dengan dua tipe reseptor steroid adrenal intraseluler. Hormon ini
bekerja terutama di hippocampus yang mengandung reseptor
glukokortikoid dengan konsentrasi tertinggi (Wiyono, 2007).
II.1.6 Memori Kerja dan Hippocampus
Memori secara fisiologis merupakan hasil dari perubahan
kemampuan penjalaran sinaptik dari satu neuron ke neuron
berikutnya. Perubahan ini menghasilkan jaras-jaras yang
terfasilitasi yang disebut jejak-jejak ingatan (memory traces)
(Guyton, 2006).
Memori Deklaratif (Eksplisit)
Fakta Semantik Kejadian Episodik Hippocampus Korteks Cerebral Hippocampus Korteks Cerebral Keterampilan Motor Cortex (cerebellum) (striatum) Striatum (korteks Cerebral)
Memori Non-Deklaratif (Implisit)
Kategori (Probabilitas)
Korteks Cerebral
Priming Asosiatif Dasar
Jalur Reflek Non-Asosiatif Amigdala (Hippoca mpus) Amigdala (Pleasure System) Pavlovian Skeletal Muskulatural
Instrumental Pavlovian Emosional
Cerebellum (Hippocamp
us)
Gambar 3. Skema Memori dan Struktur Otak yang Terkait (sumber: In
[image:31.595.114.521.341.692.2]18
Memori secara traditional terbagi dalam tiga subproses yang
berurutan: encoding, storage, dan retrieval. Encoding adalah
proses memasukan informasi ke dalam sistem saraf. Setelah proses
encoding dilanjutkan dengan proses storage dimana terjadi
penyimpanan informasi ke dalam otak menjadi memori. Bagian
terakhir dari proses pembentukan memori adalah retriveal,
pemanggilan kembali informasi yang telah disimpan (Syaifullah,
2010).
Memori kerja didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan daya ingat terhadap informasi
untuk mengarahkan tindakan yang sedang dilakukan. Komponen
penting dalam memori kerja adalah penyimpanan informasi jangka
pendek yang menyimpan informasi seperti lokasi spatial dan
informasi tentang suatu objek dipertahankan dalam buffer memori
jangka pendek dan dibuang setelah respon yang dibutuhkan telah
dikerjakan. Kesemuanya ini diistilahkan dengan workspace.
Komponen lain dari memori kerja melibatkan proses kognitif
disebut excecutive function, bekerja untuk mengkoordinasikan
semua aktivitas dalam memori kerja, termasuk material (content)
dan proses yang harus dikoordinasikan untuk keluar dan masuk
workspace (Syaifullah, 2010).
Salah satu bentuk memori kerja (Wiyono, 2007) adalah memori
19
dihubungkan dengan kemampuan individu dan spesies untuk
bertahan hidup. Memori spasial berperan penting dalam foraging
behaviour (perilaku mencari makan) pada hewan rodensia (hewan
pengerat) dan jenis unggas (burung).
Hippocampus dan cortex medial prefrontal merupakan area penting
yang berhubungan dengan memori kerja pada tikus. Cortex medial
prefrontal berhubungan dengan penyimpanan temporer dan
pemrosesan informasi yang berlangsung dalam subdetik hingga
beberapa detik. Sedangkan hippocampus memiliki fungsi yang
lebih penting dalam perpanjangan memori kerja hingga waktu yang
lebih lama. Sehingga kerusakan yang terjadi pada struktur
hippocampus ini akan sangat mempengaruhi kualitas memori kerja
[image:33.595.185.472.470.611.2](Yoon et al, 2008).
Gambar 4. Hippocampus pada kedua hemisfer tikus (sumber: Paxinos, 2007)
Peranan dari hormon stres, yaitu glukokortikoid, terhadap
20
bahwa hippocampus berperan dalam stres yang berhubungan
dengan gangguan psikiatri.
Menurut Wiyono (2007) akibat paparan glukokortikoid dosis tinggi
secara kronik terhadap hippocampus dapat menimbulkan akibat
yang merusak berupa penurunan neurogenesis, atrofi neuronal
disertai penurunan memori, dengan salah satu mekanisme adalah
terjadinya disrupsi metabolik, yaitu glukokortikoid menghambat
uptake glukosa pada neuron maupun astrosit di otak.
Penurunan glukosa sebagai sumber energi ini menyebabkan
peningkatan glutamat di celah ekstraseluler, karena pengendalian
release dan uptake glutamat merupakan proses yang memerlukan
energi dalam jumlah besar. Glukokortikoid meningkatkan
konsentrasi glutamat di celah ekstraseluler. Berbagai bukti
menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi glutamat ektraseluler
dapat menyebabkan apoptosis neuron dan astrosit. Konsentrasi
tinggi glutamat juga akan mengaktivasi reseptor NMDA (
Nmethyl-D-aspartate) yang akan menginduksi terjadinya perubahan
degeneratif, khususnya apoptosis, karena pengaruh glukokortikoid.
Paparan glukokortikoid secara kronik atau stres kronik
menyebabkan perubahan morfologi hippocampus dengan adanya
kematian neuron piramidal, atrofi dan remodeling dendrit terutama
21
II.1.7 Perubahan Perilaku
Respons normal terhadap stres terdiri atas tiga komponen
(Maramis, 2009), yaitu:
1. Respon emosi dengan perubahan somatis yang menyertainya
Repon emosi terhadap bahaya dan ancaman akan berupa
perasaan takut dan cemas, sedangkan terhadap perpisahan dan
kehilangan akan berupa depresi. Gejala somatik akibat adanya
bahaya dan ancaman adalah keterjagaan autonomik, dan akibat
perpisahan dan kehilangan adalah berkurangnya aktivitas fisik.
2. Respon psikologis yang mengurangi dampak pengalaman itu
Respon psikologis berfungsi untuk mengurangi dampak
pangalaman traumatik dapat berupa kesulitan mengingat
kembali detail pengalaman itu atau kehilangan perasaan
terhadap peristiwa tersebut (mati rasa). Menurut teori Freud,
kedua hal ini diakibatkan oleh represi, yaitu proses mental aktif
yang tidak disadari.
3. Cara menghadapi situasi (coping) dan respons emosi berkaitan
dengan itu
Tidak semua strategi coping bersifat adaptif, ada yang bahkan
bersifat maladaptif. Strategi coping adaptif akan mengurangi
distres jangka pendek dan jangka panjang; termasuk disini
penghindaran situasi yang menimbulkan distres, memecahkan
masalah, dann berdamai dengan situasi. Namun, bila
22
mencegah terjadinya pemecahan masalah dan berdamai dengan
situasi. Strategi coping maladaptif efektif untuk jangka pendek
tetapi akan menimbulkan kesulitan dalam jangka panjang.
Strategi maladaptif ini dapat berupa penggunaan alkohol dan
zat berlebihan, melepas emosi melalui perilaku histrionik atau
agresif, dan mencederai diri sendiri dengan sengaja.
Secara perilaku, respon terhadap stres dapat dalam kondisi fight or
flight atau perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Sistem
imunitas merespon stres akut dengan cara makan, konsumsi
alkohol, dan merokok.
Pada tikus yang dipaparkan dengan stres ringan dalam periode
kronik menunjukkan penurunan umum dalam merespon, salah
satunya ditunjukkan dengan penurunan konsumsi sukrosa per oral
(Pothion, 2004). Penelitian Murray (2013) menyebutkan juga
bahwa stres kronik yang bersifat ringan menurunkan pilihan
III. METODE PENELITIAN
III.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis dari penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain
penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
pendekatan Pre and Post Test Control Group Design.
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Perlakuan hewan coba dilakukan di animal house Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dari bulan Oktober - November 2014.
III.3 Variabel Penelitian III.3.1 Variabel Bebas
Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam variabel bebas adalah
paparan gelombang elektromagnetik handphone.
III.3.2Variabel Terikat
Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam variabel terikat adalah
memori kerja dan intake sukrosa.
III.3.3 Variabel Perantara
Pada penelitian ini, variabel perantara dibagi menjadi dua
24
1. Dapat dikendalikan
Yang termasuk dalam variabel perantara yang dapat dikendalikan
adalah berat badan, usia, makanan, dan lingkungan tempat tinggal.
2.Tidak dapat dikendalikan
Yang termasuk dalam variabel perantara yang tidak dapat
dikendalikan adalah respon tikus terhadap paparan
III.4 Populasi dan Sampel III.4.1 Populasi Penelitian
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
berumur 2-3 bulan atau 10-12 minggu yang diperoleh dari Institut
Pertanian Bogor.
III.4.2 Sampel Penelitian
Jumlah sampel berdasarkan kriteria sampel WHO yaitu minimal 5
ekor. Sampel sebanyak 18 ekor, dengan masing-masing kelompok
terdiri 6 ekor tikus.
Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus
Frederer:
t (n-1) ≥ 15
3 (n-1)≥ 15
3n - 3 ≥ 15 3n ≥ 18
25
Dari hasil diatas, sampel dibulatkan menjadi 6 ekor tikus putih.
Koreksi untuk tikus yang hilang atau dropout dengan 1
1−F dimana
F adalah proporsi unit eksperimen yang dropout 10%.
− � = − ,6 = , = ekor
III.4.3 Kelompok Perlakuan
1. Kelompok 1 : Kelompok tikus yang tidak dipajankan oleh
gelombang elektromagnetik (Kelompok Kontrol).
2. Kelompok 2 : Kelompok tikus yang dipajankan gelombang
elektromagnetik selama 1 jam per hari selama 7 hari
(Kelompok P1).
3. Kelompok 3 : Kelompok tikus yang dipajankan gelombang
elektromagnetik selama 3 jam per hari selama 7 hari
(Kelompok P2).
III.4.4 Kriteria Inklusi
1. Sehat (tidak nampak sakit, rambut tidak rontok dan tidak
nampak kusam, aktivitas aktif)
2. Jantan
3. Berat Badan 200-300 gram
26
III.5 Alat dan Bahan Penelitian III.5.1Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Kandang tikus
2. Handphone Blackberry Bold 9790 (SAR 1,56 W/kg)
3. Botol minuman 250ml
4. Tempat makan
5. Radial arm maze
Radial arm maze dibuat dengan panjang lengan 50cm, lebar
lengan 30cm, tinggi platform 40cm, dan diameter tengah 30cm
dengan bentuk seperti pada Gambar 7.
6. Stopwatch
7. Kamera
[image:40.595.263.415.431.606.2]8. Lazy pod.
Gambar 7. Radial Arm Maze (sumber: https://journals.prous.com)
III.5.2Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 250ml
27
III.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu variabel dependen
(variabel terikat) dan variabel independen (variabel bebas). Adapun
variabel pada penelitian ini adalah:
1. Variabel independen adalah paparan gelombang
elektromagnetik
[image:41.595.122.505.299.750.2]2. Variabel dependen adalah memori kerja dan intake sukrosa
Tabel 1. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1
Gelombang
Elektromagnetik
Paparan gelombang
elegtromagnetik yang berasal dari
handphoneBlackberry Bold 9790
((SAR 1,56 W/kg) dengan cara
dihidupkan dan diaktifkan
jaringan komunikasi dan
dilakukan panggilan telepon
Stopwatch
K = kontrol
P1 = 1 jam
P2 = 3 jam
Numerik
2 Memori Kerja
Memori kerja (memori spasial)
yang dinilai dengan
menggunakan alat maze radial 8
lengan Kamera Presentase jumlah lengan yang benar dimasuki oleh tikus dengan menghitung jumlah lengan yang dimasuki
dibagi dengan 4
(jumlah lengan
dengan bait)
lalu dikalikan
100
Numerik
3 Intake Sukrosa
Jumlah air sukrosa yang
28
III.7 Prosedur Penelitian
1. Ethical Clearence
Penelitian ini dimulai dengan pengajuan proposal ethical
clearence ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk
mendapatkan izin etik penelitian menggunakan 18 ekor tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Sprague-Dawley.
2. Pengadaan Hewan Coba
Pada penelitian hewan coba yaitu tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dengan galur Sprague-Dawley sebanyak 18
ekor yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
3. Pembagian kelompok
Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih yang dibagi
secara acak kedalam 3 kelompok percobaan. Selanjutnya
semua tikus diaklimatisasi terhadap radial arm maze selama
1-6 hari. Selama masa adaptasi dan masa perlakuan percobaan
tikus diberi makan pelet ayam serta minuman air dan air
dengan sukrosa.
4. Perlakuan
Pemaparan gelombang elektromagnetik handphone Blackberry
Bold 9790 (SAR 1,56 W/kg) dilakukan dengan menggunakan
kandang modifikasi khusus untuk pemaparan. Handphone
Blackberry Bold 9790 (SAR 1,56 W/kg) diletakkan dalam
29
khusus handphone, lalu dilakukan panggilan telepon dengan
menggunakan handphone lain. Tikus dimasukkan ke dalam
kandang tanpa fiksasi gerakan dan diberikan paparan sesuai
dengan kelompok perlakuan.
Tabel 2. Perlakuan Penelitian
Kontrol P1 P2
Tidak dipaparkan dengan gelombang elektromagnetik Dipaparkan dengan gelombang elektromagnetik
selama 1 jam dalam
7 hari
Dipaparkan dengan
gelombang
elektromagnetik
selama 3 jam dalam
7 hari
5. Prosedur Pengujian Memori Kerja dengan Radial Arm Maze
Pengujian memori kerja menggunakan radial arm maze
dilakukan di hari setelah aklimatisasi tanpa diberikan paparan
gelombang elektromagnetik handphone. Pada hari ke 1 sampai
hari ke 7 kedua kelompok perlakuan diberikan paparan
gelombang elektromagnetik handphone. Pada hari ke 8
dilakukan kembali pengujian memori kerja dengan
menggunakan radial arm maze.
Prosedur radial arm maze terlebih dahulu diawali dengan
aklimatisasi, yaitu dengan cara menempatkan tikus pada tengah
maze 8 lengan yang tiap ujung lengannya terdapat bait (pelet)
30
dapat beradaptasi terlebih dahulu. Setelah 30 detik, pintu
gerbung dibuka sehingga tikus dapat bergerak bebas ke segala
arah sampai tikus dapat memakan semua bait (pelet) atau
sampai mencapai waktu maksimal perlakuan 10 menit
(Wiyono, 2007).
Setelah dilakukan adaptasi, maka dapat dilakukan pengujian
kembali pada maze 8 lengan. Pengujiannya dilakukan pada 1
hari sebelum penelitian sebagai nilai pretest dan hari ke 7
sebagai nilai post test. Penilaian akhir dilakukan pada hari ke 8
atau satu hari setelah paparan terkhir. Penilaian
keberhasilannya yaitu apabila tikus memasuki lengan yang
mempunyai bait tanpa kembali ke lengan tersebut. Dikatakan
salah apabila tikus memasuki lengan maze yang baitnya sudah
dimakan sebelumnya, kemudian dilakukan penghitungan
persentase keberhasilan tikus memasuki lengan yang terdapat
makanan.
1. Prosedur Pengujian Intake Sukrosa
Pengujian intake sukrosa dilakukan dengan mengukur
perbandingan konsumsi harian 1) air dan 2) air dengan sukrosa
4% (Pothion et al., 2004) pada hari ke 1 pasca pemaparan
gelombang elektromagnetik handphone sampai hari ke 7.
Pengukuran dilakukan dengan melihat selisih cairan per hari.
31
mencampurkan 250ml air dengan 10gr sukrosa 4%. Larutan
dibuat dan diganti disetiap kandang per hari.
III.8 Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menghitung:
1. Hasil rata-rata memori kerja yang dinyatakan dalam presentase
pada masing-masing kelompok penelitian
2. Hasil rata-rata intake sukrosa dalam angka (ml) pada
masing-masing kelompok penelitian
III.9 Pengolahan dan Analisis Data
III.9.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan
diubah kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian proses
pengolahan data menggunakan program komputer yang terdiri
beberapa langkah:
1. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data
yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang
cocok untuk keperluan analisis.
2. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
3. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual
terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.
4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh
32
III.9.2 Analisis Statistika
Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan
menggunakan program komputer dimana akan dilakukan analisa
bivariat. Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
dengan menggunakan uji statististik.
Hasil penelitian dianalisis apakah memiliki distribusi normal atau
tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena
jumlah sampel ≤ 50. Kemudian dilakukan uji Levene’s untuk
mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians
yang sama atau tidak. Jika data terdistribusi normal dan memiliki
variansi data homogen maka digunakan metode statistik parametrik,
yaitu uji One Way ANOVA. Bila tidak memenuhi syarat uji
parametrik, digunakan uji non parametrik dengan Kruskal-Wallis.
Hipotesis dianggap bermakna bila p< 0,05. Jika pada uji ANOVA
atau Kruskal-Wallis menghasilkan p< 0,05 maka dilanjutkan dengan
melakukan analisis Post-hoc LSD untuk melihat perbedaan antar
kelompok perlakuan atau uji alternatif dari Post-hoc LSD yaitu
Mann- Whitney (Dahlan, 2009).
Untuk melihat besarnya penurunan memori kerja akibat paparan
gelombang elektromagnetik handphone pada nilai pre-test dan
post-test maka dilakukan uji Paired T-test dikarenakan data tersebut
merupakan data dua kelompok berpasangan. Bila syarat untuk
33
normal, maka dilakukan uji alternatif yaitu uji Wilcoxon (Dahlan,
2009).
Sedangkan untuk melihat hubungan atau korelasi dari nilai pre-test
dan post-test dilakukan uji korelatif Pearson jika memenuhi syarat
yaitu distribusi data normal. Jika syarat tidak terpenuhi maka
34
[image:48.595.163.520.116.682.2]III.10 Diagram Alur Penelitian
Gambar 8. Diagram Alur Penelitian
K P1 P2
Pembagian Kelompok dan Aklimatisasi
Uji Memori Kerja Dengan Tes Radial Arm Maze (Pre-Test)
Tidak Dipapar Selama 7 Hari
Paparan Handphone
Selama 1 Jam Dalam 7 Hari
Paparan Handphone
Selama 3 Jam Dalam 7 Hari
Pengukuran Intake Sukrosa Selama 7 Hari
Interpretasi Hasil Pengamatan Uji Memori Kerja Dengan Tes Radial Arm
35
III.11 Ethical Clearence
Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan
prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:
1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan
percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari
pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk
hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.
2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian
sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang
optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan
rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) ≥ 15, dengan n adalah jumlah
hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok
perlakuan.
3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara
manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba
dalam beberapa kondisi.
a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan
coba diberikan pakan standar dan minum secara ad
libitum.
b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba
ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga
36
kandang. Animal house berada jauh dari gangguan bising
dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya
sehingga, mengurangi stress pada hewan coba.
c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan
program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta
pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan.
Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah
dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan
anesthesia serta euthanasia dengan metode yang manusiawi oleh
orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V. 1Kesimpulan
Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Gelombang elektromagnetik handphone selama 7 hari merupakan
salah satu faktor yang dapat menurunkan memori kerja tikus putih
jantan (Rattus norvegicus)galur Sprague Dawley.
2. Gelombang elektromagnetik handphone selama 7 hari merupakan
salah satu faktor yang dapat menurunkan intake sukrosa tikus putih
jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.
V. 2Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan metode paparan stres lain
untuk mengetahui pengaruh paparan gelombang elektromagnetik.
2. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan metode uji memori kerja
lain dalam periode waktu yang lebih lama.
3. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan metode lain untuk
55
4. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh
gelombang elektromagnetik terhadap organ lain.
5. Peneliti lain disarankan untuk menggunakan sumber gelombang
DAFTAR PUSTAKA
Ahong. 2007. Sejarah Telepon Selular dan Perkembangan Teknologi Selular. Tersedia di http://www.bagansiapiapi.net/id/blogdetail.php?id=59. Diakses pada tanggal 10 September 2014.
Alaa, J. H., A. Singh, dan A. Agarwal. 2011. Cell Phones and Their Impact on Male Fertility: Fact or Fiction. The Open Reproductive Science Journal 5: 125-37.
Anies. 2003. Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Radiasi Medan Elektromagnetik. Media Medika Indonesia 38 (4): 213 – 19.
Bremner, J.D. 1999. Does Stress Damage the Brain?. Society of Biological Psychiatry 45: 797–805.
Burnett, A.L. 2006. The role of nitric oxide in erectile dysfunction: implications for medical therapy. J Clin Hypertens 8(4): 53-62.
Catootjie. 2007. Stres Pada Anak: Gejala, Penyebab, Dampak dan
Penanggulannya. Tersedia di
http://kupangbolelebo.blogspot.com/2007/12/stres-pada-anak-gejala-penyebab-dampak. Diakses pada 10 September 2014.
Dahlan, M.S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPPS. Jakarta: Salemba Medika
Desai, N.R., K.K. Kesari, dan A. Agarwal. 2009. Pathophysiology of Cell Phone Radiation: Oxidative Stress and Carcinogenesis With Focus On Male Reproductive System. Reproductive Biology and Endocrinology7: 114. Fernandez, J.W., J.A. Grizzell, R.M. Philpot, dan L. Wecker. 2014. Postpartum
depression in rats: differences in swim test immobility, sucrose preference and nurturing behaviors. Behav Brain Res 1(272): 75-82.
Ferreri, F., G. Curcio, P. Pasqualetti, L. De Gennaro, R. Fini, dan P.M. Rossini. 2006. Mobile phone emissions and human brain excitability. Ann Neurol
60(2): 188-96.
Hao, D., L. Yang, S. Chen, J. Tong, Y. Tian, B. Su, S. Wu, dan Y. Zeng. 2013. Effects of long-term electromagnetic field exposure on spatial learning and memory in rats. Neurol Sci 34(2): 157-64.
Hardjono dan I. Qadrijati. 2004. Pengaruh Paparan Medan Elektromagnetik Terhadap Kecemasan Penduduk. Nexus Medicus 16: 68-78
http://digital-meter-indonesia.com/wp-content/uploads/2014/05/radiasi-hp-berbahaya-unikboss-2.gif. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
http://igadgets.us/wp-content/uploads/2014/03/blackberry-9790-whiteblackberry-bold-9790-white-jpg-kbobchnx.jpg. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2014.
http://id.techinasia.com/orang-indonesia-menggunakan-smartphone-189-menit-tiap-harinya-untuk-apa-saja/. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
https://journals.prous.com/journals/servlet/xmlxsl/pk_journals.xml_summary_pr? p_JournalId=6&p_RefId=485679&p_IsPs=N. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2014.
http://tekno.kompas.com/read/2014/06/10/1625004/Orang.Indonesia.Pakai.Smart phone.3.Jam.Per.Hari. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
http://www.statista.com/statistics/278501/duration-of-mobile-phone-conversations-in-china-by-province/. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2014.
http://www.statista.com/statistics/274659/forecast-of-mobile-phone-users-in-indonesia/. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2014.
Hyland, G.J. 2000. Physics and biology of mobile telephony. Lancet
25;356(9244): 1833-6.
Khadrawy, Y.A., A. Nawal, Ahmed, S. Heba, E. Aboul, dan N.M. Radwan. 2009. Effect of Electromagnetic Radiation From Mobile Phone On The Levels of Cortical Amino Acid Neurotransmitters In Adult and Young Rats.
Romanian J. Biophys 19 (4): 295–305.
Mahardika. 2009. Efek Radiasi Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap
Kesehatan Manusia. Tersedia di
http://mahardikaholic.files.wordpress.com/2009/12/efek-radiasi-gelombang-elektromagnetik-pada-ponsel. Diakses pada tanggal 10
September 2014.
Marcelline. 2009. Radiasi Handphone. Tersedia di http://www.vanda-cliine.co.cc/2009_09_01_archive.html. Diakses tanggal 10 September 2014.
Mat, D., F. Kho, A. Joseph, K. Kipli, S. Sahrani, K. Lias et al. 2010. The effect of headset and earphone on reducing electromagnetic radiation from mobile phone toward human head. IEEE: 1-6.
McEwen, B.S., 1998. Protective and Damaging Effects of Stress Mediators. N. Engl. J. Med 338: 171-79.
McEwen, B.S. 2000. The Neurobiology Of Stress : From Serendipity To Clinical Relevance. Brain Res 866: 172-189.
McEwen, B.S. 2010. Stress, sex and neural adaptation to a changing environment: mechanisms of neuronal remodeling. Ann N Y Acad Sci 1204: 38–59.
McEwen, B.S., L. Eiland, R.G. Hunter, M. Melinda, dan Miller. 2012. Stress and anxiety: Structural plasticity and epigenetic regulation as a consequence of stress. Neuropharmacology 62: 3-12.
Mora, F., G. Segovia, A. Del Arco, M. de Blas, P. Garrido. 2012. Stress, neurotransmitters, corticosterone and body-brain integration. Brain Res
1476: 71-85.
Murray,R., K.A. Boss-Williams, J.M. Weiss. 2013. Effects Of Chronic Mild Stress On Rats Selectively Bred For Behavior Related To Bipolar Disorder And Depression.Elsevier Inc 119: 115-29.
Myung, C. G. dan C.J. Park. 2012. Effect of Electromagnetic Filed Exposure On The Reproductive System. Clin ExpReprod Med 39 (1): 1-9.
Narwanto, M.I., S. Aswin, dan Mustofa. 2008. Pemberian Etanol Jangka Panjang Menurunkan Memori Kerja Spasial Pada Tikus. Jurnal Kedokteran Brawijaya 26(2).
Ntzouni, M.P., A. Stamatakis, F. Stylianopoulou, dan L.H. Margaritis. 2011. Short-term memory in mice is affected by mobile phone radiation.
Pathophysiology 18: 193–99.
Pasiak, T., S. Aswin, dan R. Susilowati. 2005. Hubungan Reseptor Dopamin D1 Di Cortex Prefrontalis Tikus (Rattus Norvegicus) Dengan Memori Kerja Setelah Stres Kronik. BNS 6 (3): 155-65.
Paxinos, G. Dan C. Watson. 2007. The Rat Brain In Streotaxic Coordinates.
Pothion, S., J. C. Bizot, F. Trovero, dan C. Belzung. 2004. Strain Differences In Sucrose Preference and In The Consequences of Unpredictable Chronic Mild Stress. Behav Brain Res 155: 135–46
Rahmatullah, H. 2009. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Frekuensi Ekstrim Rendah Terhadap Kadar Trigliserida Tikus Putih (Rattus norvegicus).
Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J Indon Med Assoc 3 (63): 112-16
Schneiderman, N. G. Ironson, dan S.D. Siegel. 2005. STRESS AND HEALTH: Psychological, Behavioral, and Biological Determinants. Annu Rev Clin Psychol 1: 607–28.
Soesanto, S. S. 1996. Medan Elektromagnetik. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 6 (3): 6-12.
Srikumar, B.N., T.R Raju, dan R.B.S Shankaranarayana Rao. 2007. Contrasting effects of bromocriptine on learning of a partially baited radial arm maze task in the presence and absence of restraint stress. Psychopharmacology
193(3): 363-74.
Strekalova T., Y. Couch, N. Kholod, M. Boyks, D. Malin, P. Leprince et al. 2011. Update in the methodology of the chronic stress paradigm: internal control matters. Behavioral and Brain Functions 7(9): 1-18.
Swamardika, I.B.A. 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kesehatan Manusia (Suatu Kajian Pustaka). Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana. Bali.
Syaifullah, M. 2010. Pengaruh Rangsang Elektroakupunktur Terhadap Memori Kerja Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Dipapar Stres Kronik. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Thompson, R.F. 2005. In Search of Memory Traces. Annu Rev Psychol 56: 1-23.
Tsigos, C. dan G.P. Chrousos. 2002. Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis, Neuroendocrine Factors and Stress. J Psychosom Res 53: 865-71.
Uzwali1, M., L. Nirmala, A. Das, B.H. Paudel, N.N. Mathur dan P.N. Singh. 2012. Effects of electromagnetic waves emitted from mobile phone on auditory evoked potential in school children. Curr Pediatr Res 16 (1): 37-41.
Wiyono, N. S. Aswin, dan Harijadi. 2007. Hubungan Antara Tebal Lamina Pyramidalis CA1 Hippocampus Dengan Memori Kerja Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Pascastres Kronik. JurnalAnatomi Indonesia 01: 104-11.
Yoon, T., J. Okada, M.W. Jung, et al. 2008. Prefrontal Cortex and Hippocampus Subserve Different Components of Working Memory In Rats. Learn. Mem. 15: 97-105.