• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 1 Kota Agung Barat Tahun Pelajaran 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 1 Kota Agung Barat Tahun Pelajaran 2013/2014)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 1 Kota Agung Barat Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

APRILIA ANGGRAINI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran kooperatif TPS dalam pemahaman konsep matematis siswa. Desain penelitian adalah dengan desain pola kontrol post-tes dengan populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 1 Kota Agung Barat tahun pelajaran 2013/2014. Sampel penelitian adalah kelas VIIIC dan VIIID yang dipilih dari empat kelas menggunakan tehnik purposive sampling. Berdasarkan pengujian hipotesis, diperoleh bahwa pemahaman konsep matematis siswa yang

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pe-mahaman konsep yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pembelajaran TPS efektif diterapkan dalam pemahaman konsep matematis siswa.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 9

B. Kerangka Pikir ... 16

D. Hipotesis Penelitian ... 18

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 20

B. Desain Penelitian ... 20

C. Prosedur Penelitian ... 21

D. Data Penelitian ... 22

E. Teknik Pengumpulan Data ... 22

(7)

xiii G. Teknik Analisis Data ... 26

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 31 B. Pembahasan ... 34

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 38 B. Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mem-bangun kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, me-nyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan. Menurut Hudojo (1979:156), tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses yang berlangsung secara terus menerus oleh manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang hayat. Karena itu siswa harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berpikir secara mandiri.

(9)

pencapaian tujuan pendidikan yaitu apabila pembelajaran berlangsung dengan baik diharapkan tujuan pendidikan dapat tercapai.

Dalam mewujudkan tujuan tersebut matematika memiliki peranan penting di dalam sistem pendidikan. Matematika merupakan ilmu yang dipelajari peserta didik sejak bangku sekolah dasar hingga tingkat menengah. Pernyataan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai menengah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.

(10)

Menurut National Council of Teacher of matematichs (NCTM) dalam Principles and Standard for School Matematichs (2000) tentang prinsip pembelajaran, siswa harus belajar matematika dengan pemahaman dan secara aktif membangun pengetahuannya dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Belajar matematika dengan pemahaman sangat penting untuk membantu siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan baru yang akan mereka hadapi di masa depan. Hal senada juga disampaikan oleh Kilpatrick et al dalam Stacey (2002) yang menjelaskan bahwa untuk pandai dalam matematika siswa harus memiliki pemahaman yang baik, yaitu pemahaman konsep matematis, operasi, dan relasi.

(11)

Proses pembelajaran tersebut mengakibatkan siswa tidak memiliki kesempatan belajar yang mereka perlukan untuk mencapai level yang lebih baik karena hanya terfokus pada satu area saja, yaitu perhitungan. Selain itu, juga berakibat kurang bermaknanya konsep matematika bagi siswa sehingga siswa memiliki pemahaman konsep dasar matematika yang rendah, yaitu kurangnya kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah matematika yang sederhana.

Rendahnya pemahaman konsep matematis siswa Indonesia didukung oleh hasil studi internasional Programme for International Student Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Student (TIMSS). PISA me-rupakan suatu program dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). PISA adalah studi internasional yang berfokus pada literasi membaca, matematika dan sains siswa. Studi PISA menekankan pada aspek penguasaan proses, pemahaman konsep matematika dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menyelesaikan per-masalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(12)

konsep untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan. Sedangkan domain yang ketiga, reasoning tidak hanya menemukan solusi dari masalah rutin, tetapi juga mencakup situasi asing atau situasi yang tidak biasa, konten-konten yang kompleks dan multistep problems (beberapa tahapan masalah).

Hasil studi PISA menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi matematis siswa Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada tahun 2003 Indonesia berada diperingkat ke-39 dari 40 negara dengan skor 382, pada tahun 2006 Indonesia berada diperingkat 52 dari 57 negara dengan skor 391 dan kemudian pada tahun 2009 mengalami penurunan, yaitu Indonesia berada diperingkat 61 dari 65 negara dengan skor 371. Sementara itu, hasil studi TIMSS menunjukkan rata-rata skor matematika siswa Indonesia tahun 2011 adalah 386, turun 11 poin dari rata-rata skor matematika siswa Indonesia pada tahun 2007, yaitu 397. Lebih detail, Mullis et al (2011) menjelskan bahwa rata-rata presentase jawaban benar siswa Indonesia pada studi TIMSS tahun 2011 yaitu: 31% knowing, 23% apllying, dan 17% reasoning. Rata-rata tersebut jauh dibawah rata-rata presentase jawaban benar internasional, yaitu: 49% knowing, 39% applying, dan 30% reasoning. Berdasarkan hasil PISA dan TIMSS yang dilihat dari aspek yang diukur dalam studi tersebut mengidikasikan bahwa masih rendahnya pemahaman konsep matematis siswa Indonesia sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika, khususnya yang bersifat nonrutin.

(13)

model pembelajaran yang tepat agar mampu memantapkan kemampuan pemahaman konsep pada diri siswa.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kepercayaan diri siswa, waktu berpikir yang lebih banyak, berkomunikasi, berinteraksi dan mendorong partisipasi mereka dengan pasangan di kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Model Pem-belajaran kooperatif tipe TPS membantu siswa menginterpretasikan ide mereka secara mandiri yang kemudian didiskusikan bersama pasangan dan memperbaiki pemahaman konsep matematis siswa.

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada pembelajaran konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematis pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kota Agung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi dalam pendidikan matematika berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dan pembelajaran konvensional serta hubungannya dengan pemahaman konsep matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

(15)

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari kegiatan belajar mengajar dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikatakan efektif jika pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada dengan pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan pembelajaran kooperatif dengan tahapan Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri, Berpasangan (Pairing): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan, Berbagi (Sharing): Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.

(16)

dengan menerangkan materi (ceramah) pada awal pembelajaran, memberikan contoh soal pada waktu tertentu, kemudian pemberian tugas berupa latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa secara individu.

4. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran matematika dan dapat menyatakan ulang suatu materi yang diperoleh dalam pembelajaran kedalam bentuk lain yang mudah dimengerti. Adapun indikator pemahaman konsep yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Menyatakan ulang suatu konsep

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu 3. Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika 5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Efektivitas Pembelajaran

Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, dapat membawa hasil, atau berhasil guna. Efektivitas menun-jukan taraf tercapainya suatu tujuan.

Sambas (2009: 26) menyatakan sebagai berikut:

Efektivitas berarti kemampuan sebuah lembaga dalam melaksanakan program pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik.

(18)

Nasution (2002: 27) mengungkapkan bahwa: “belajar yang efektif hasilnya me

-rupakan pemahaman, pengertian, pengetahuan, atau wawasan.”

Lebih lanjut Kapel dan Ellington dalam Sudrajat (2009) menyebutkan bahwa

“tujuan pembelajaran adalah pencapaian hasil belajar yang diharapkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tercapainya tujuan pembelajaran yang diwujudkan oleh hasil belajar yang merupakan hal utama dalam menilai efektivitas pembelajaran.

Mulyasa (2006: 193) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan afektif jika mampu memberikan pengalaman baru dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Sementara Sutikno (2005) mengungkapkan bahwa efektivitas pembelajaran berarti kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Simanjuntak dalam Arifin (2010) juga menyatakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai. Dengan demikian, efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu pembelajaran sehingga erat kaitannya dengan ketuntasan belajar siswa.

(19)

berpedoman pada tiga pertimbangan, yaitu kemampuan setiap peserta didik yang berbeda-beda, fasilitas (sarana) setiap sekolah yang berbeda-beda dan daya dukung setiap sekolah yang berbeda-beda. Ketuntasan belajar siswa yang sesuai dengan KKM pelajaran matematika di sekolah mencakup semua kemampuan matematika siswa, termasuk pemahaman konsep sisawa. Berdasarkan hal ter-sebut, dalam hal penelitian ini penentuan ketuntasan belajar siswa dalam hal pemahaman konsep siswa yang sesuai dengan KKM pelajaran matematika di sekolah tempat penelitian, yaitu 80% dari jumlah siswa yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terjadinya tujuan pembelajaran yang diwujudkan pada hasil belajar merupakan hal utama dalam menilai efektivitas pembelajaran.

Dalam penelitian ini, efektivitas pembelajaran dilihat dari pencapaian tujuan pembelajaran yang terkait dengan pemahaman konsep matematis siswa, yaitu apabila presentase ketuntasan belajar siswa mencapai 80% dari jumlah siswa pada kelas yang diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

(20)

mate-matika yang banyak dialami siswa. Para siswa secara individu membangun ke-percayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak dialami para siswa.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan ter-hadap keberagaman, dan pengembangan sosial. Pembelajaran kooperatif merupa-kan strategi yang sesuai untuk diterapmerupa-kan pada pelajaran matematika, dimana kegiatan belajar matematika lebih diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri konsep keterampilan proses.

TPS merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. TPS memberikan siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca.

(21)

Menurut Nurhadi (2004: 23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang di-rancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajar-an kooperatif ypembelajar-ang dapat meningkatkpembelajar-an penguasapembelajar-an akademik dpembelajar-an keterampilpembelajar-an siswa.

Lebih lanjut Lie (2002: 56) mengungkapkan bahwa TPS memberi siswa ke-sempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggul-an lain dari pembelajarKeunggul-an ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. DengKeunggul-an metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tapi pembelajaran ini memberi kesempatan sedikit-nya delapan kali lebih basedikit-nyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

TPS merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa. Waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model pembelajaran tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama antar siswa. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS kemampuan siswa baik secara individu maupun kelompok dapat berkembang.

Trianto (2007: 61) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sebagai berikut.

(22)

setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik.

b.Guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Mereka dapat ber-konsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.

Berdasarkan teori yang ada, maka salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa adalah model pembelajaran kooperatif, dalam hal ini adalah pembelajaran kooperatif tipe TPS.

3. Pemahaman Konsep

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret. Dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkin-kan seseorang untuk menggolongmemungkin-kan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. Nasution (2006: 26) mengatakan bahwa konsep sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat.”

(23)

yang mudah dimengerti, memberikan interpretasi data dan mampu mengklasifikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Pemahaman konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil belajar yang tinggi. Jika siswa dapat menyelesaikan masalah matematika, maka tes siswa tersebut akan tinggi, sehingga kemampuan siswa dalam memahami konsep tinggi. Hal ini akan membuat hasil belajar siswa tinggi.

Dalam penelitian ini, pemahaman konsep matematis siswa diperoleh dari tes hasil belajar siswa. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006:

1. menyatakan ulang sebuah konsep.

2. mengklasifikasi obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

3. memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

(24)

B. Kerangka Pikir

Dalam memahami konsep matematika diperlukan kemampuan generalisasi serta abstraksi yang cukup tinggi. Sedangkan saat ini penguasaan peserta didik terhadap materi konsep-konsep matematika sangat lemah. Banyak peserta didik yang setelah belajar matematika tidak mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana sekalipun. Selain itu, banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet.

Pembelajaran matematika memiliki bebrapa tujuan yang harus dicapai, salah satunya adalah meningkatkan kemampuan pemahaman konsep. Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara bermakna. Pemahaman terhadap suatu konsep sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya kemudian siswa dapat mengidentifikasi dan mengerjakan soal baru yang lebih bervariasi.

(25)

bertanggung jawab dengan pasangannya. Apabila ada anggota pasangannya yang belum paham, maka pasangan yang satunya membantu pasangannya hingga paham. Jika di-temukan ada pasangan yang kurang paham, maka tugas guru memfasilitasi pasangan tersebut hingga paham.

Tahapan berikutnya adalah berbagi dengan pasangan yang lain. Setelah masing-masing pasangan berdiskusi dengan pasangannya, guru meminta salah satu siswa perwakilan dari pasangannya untuk mengungkapkan hasil diskusi dengan pa-sangan kelompoknya. Papa-sangan kelompok yang lain mendengarkan dan me-nanggapi jika ada hal yang masih belum sesuai.

Tiga tahap kegiatan tersebut masing-masing memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri, bekerja sama dengan pasangannya untuk me-mecahkan suatu permasalahan, dan melatih siswa berkomunikasi terutama pada saat berbagi informasi, bertanya, mengungkapkan pendapat di depan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS melibatkan siswa secara aktif, misalnya mendiskusikan jawaban dengan pasangannya, memperhatikan penjelasan pasangannya, mengemukakan jawaban yang telah dipikirkan dan didiskusikan dengan pasangannya itu kepada seluruh kelas sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif.

(26)

Pembelajaran konvensional segala aktivitas terpusat pada guru, dimana guru yang mendominasi pembelajaran, siswa dianggap belum atau tidak tahu dengan materi yang diajarkan. Guru menjelaskan semua ilmu pengetahuan kepada siswa, se-dangkan siswa mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Kegitan guru setelah menyampaikan materi adalah mem-beri contoh dan menyelesaikannya kemudian memmem-berikan soal-soal latihan dan siswa meminta siswa menjawab atau mengerjakan soal tersebut.

Dengan siswa mendengar, mencatat, dan memperhatikan guru mengajar, siswa akan mampu memahami konsep matematika yang telah dijelaskan sehingga pemahaman konsep matematika siswa tersebut meningkat. Tetapi jika diban-dingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS, tingkat pemamahan konsep pembelajaran konvensional lebih lambat. Hal ini disebabkan pembelajaran kooperatif tipe TPS mempunyai kesempatan yang besar kepada siswa untuk bertanya kepada guru atau siswa yang lain, berdiskusi dengan pasangannya, dan berbagi dengan kelompok yang lain.

C. Hipotesis

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan suatu hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Hipotesis Umum

(27)

2. Hipotesis Khusus

(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Kota Agung Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Kota Agung Barat semester genap tahun pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam empat kelas yaitu kelas VIIIB, VIIIC, VIIID, dan VIIIE. Pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan tekhnik purposive sampling, yaitu mengambil 2 kelas dari 4 kelas yang bukan kelas unggulan. Dari demikian terambil kelas VIIIC dan kelas VIIID. Selanjutnya kelas VIIID dipilih sebagai kelas ekperimen dan kelas VIIIC dipilih sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain pola kontrol post-tes sebagaimana diungkapkan oleh Furchan (1982: 356) sebagai berikut:

Kelas Perlakuan Post-test

E X1 Y1

K X2 Y2

Keterangan:

E : Kelas ekperimen K : Kelas kontrol

X1 : Perlakuan pada kelas ekperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

(29)

Y1 : Post-test pada kelas eksperimen Y2 : Post-test pada kelas kontrol

Pada desain penelitian ini, kelompok eksperimen memperoleh perlakuan yaitu diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, sedangkan pada kelompok kontrol memperoleh perlakuan dengan diterapkan model pembelajaran konvensional. Di akhir pembelajaran siswa diberi post-test, yaitu tes kemampuan penyelesaian soal matematika yang dilakukan pada kedua kelas sampel dengan soal tes yang sama untuk mengetahui pemahaman konsep matematis siswa.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian pendahuluan, berguna untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru mate-matika selama pembelajaran

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKK)

3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep sekaligus aturan penskorannya.

4. Melaksanakan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

5. Melakukan uji coba instrumen.

(30)

7. Memberikan post-test, yaitu test pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberi perlakuan.

8. Melakukan pengumpulan data dari skor post-test kemudian menganalisis data tersebut dan menyusun hasil penelitian.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis yang berupa data kuantitatif dan diperoleh melalui tes pemahaman konsep matematis siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pembelajaran konvensional.

E. Teknik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian tes. Tes ini berbentuk tes uraian yang diberikan sesudah pembelajaran (post-test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes ini digunakan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

F. Instrumen Penelitian

(31)

indikator yang dipilih, kemudian menyususn butir tes berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Soal tes terdiri dari beberapa soal uraian dan setiap soal memiliki satu atau lebih indikator pemahaman konsep. Adapun pedoman penskoran tes menurut Sartika (2011 : 22) yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan indikator pemahaman konsep yang digunakan dan materi yang diajarkan.

Untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu memiliki validitas tes, tingkat reabilitas tes, daya pembeda butir tes dan tingkat kesukaran butir tes.

1. Validitas

Tes yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengukur validitas dari perangkat tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu validitas yang dilihat dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar, yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pe-ngukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara representatif ter-hadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.

(32)

dosen pembimbing terlebih dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 1 Kota Agung Barat. Dari hasil guru diperoleh bahwa perangkat tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator, oleh sebab itu tes tersebut dikategorikan valid (Lampiran C.11).

Setelah perangkat tes dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan di luar sampel penelitian yaitu pada siswa kelas VIIIB. Setelah diujicobakan, diukur tingkat realiabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.

2. Reliabilitas

Perhitungan reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Sudijono (2008:207) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu :

Si = Jumlah varians skor dari tiap butir item Si2 = Varians total

(33)

3. Tingkat Kesukaran (TK)

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Seperti yang dikemukakan Sudijono dalam Noer (2010:23) untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus :

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah memiliki interprestasi cukup (sedang), yaitu memiliki besar tingkat kesukaran 0,31 – 0,70.

4. Daya Pembeda (DP)

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat membedakan siswa yang berkemampuam tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.

T T

(34)

Karno To dalam Noer (2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Kriteria daya pembeda yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir item tes yang memiliki indeks daya pembeda lebih atau sama dengan 0,20.

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Setelah dilakukan perhitungan daya pembeda tes hasilnya adalah memiliki interprestasi baik, yaitu memiliki besar daya pembeda 0,30 – 0,49.

G. Teknik Analisis Data

(35)

1). Uji Normalitas

Uji ini berfungsi untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Statistik yang digunakan dalam uji normalitas ini dengan menggunakan chi-

kuadrat . Menurut Sudjana (2005:273) dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:

i. Hipotesis

Ho : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal ii. Taraf Signifikans

Taraf signifikan yang digunakan yaitu α = 5% = 0,05

iii. Statistik Uji

Keterangan :

X2 = harga chi kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan k = banyaknya kelas interval iv. Keputusan Uji

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : data populasi berdistribusi normal H1 : data populasi tidak berdistribusi normal

(36)

Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi yang diharapan k = banyaknya kelas interval

Kriteria pengujian, jika x2hitungx2tabel dengan dk = k – 3, maka data berdistribusi

normal. (Sudjana, 2005: 273). Dari hasil perhitungan diperoleh x2hitung = 6,60 pada pembelajaran Tipe TPS dan x2hitung = 3,11 pada pembelajaran konvensional, dengan x2tabel = 7,81. Karena x2hitung < x2tabel , maka H0 diterima yaitu data pada kelas eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2). Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians digunakan uji F pihak kanan untuk mengetahui apakah dua sampel yang diambil berasal dari populasi yang memiliki varians homogen atau sebaliknya. Adapun Hipotesis untuk uji ini adalah:

a. Hipotesis

H0: σ12= σ22 (variansi kedua kelompok populasi homogen) H1: σ12≠σ22 (variansi kedua kelompok populasi tidak homogen)

b. Taraf Signifikans

Taraf signifikans yang digunakan, yaitu α = 5% = 0,05

c. Statistik Uji F =

d. Keputusan Uji

Kriteria uji : terima Ho jika Fhitung < Fα(n1-1,n2-1) dengan Fα(n1-1,n2-1) diperoleh dari daftar distribusi F dengan peluang α = 5 %, sedangkan n1-1 adalah dk

terkecil Varians

(37)

pembilang dan n2-1 adalah dk penyebut (Sudjana, 2005:251). Dari hasil

perhitungan diper-oleh Fhitung = 1,75 dan dari daftar distribusi F dengan peluang α = 5 % diperoleh F0,05(33,32) = 1,82. Karena berada di dalam daerah pe-nerimaan H0, maka H0 diterima.

3. Uji Hipotesis

Uji prasyarat menunjukkan bahwa kriteria data terdistribusi normal dan kedua kelompok data homogen, sehingga statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah Uji-t. Menurut Sudjana (2005: 239) langkah-langkah uji-t adalah sebagai berikut:

a) Hipotesis Uji

(Rata-rata pemahaman konsep matematis dengan

meng-gunakan model pembelajaran TPS kurang dari sama dengan rata-rata pemahaman konsep matematis dengan menggunakan model pembelajaran konvensional)

(Rata-rata pemahaman konsep matematis dengan

(38)

Keterangan :

i

x : skor rata-rata dari kelas eksperimen 2

x : skor rata-rata dari kelas kontrol n1 : banyaknya subyek kelas eksperimen n2 : banyaknya subyek kelas kontrol

2 1

s : varians kelompok eksperimen

2 2

s : varians kelompok kontrol

2

s : varians gabungan

d) Keputusan Uji

(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada

pembelajaran konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa

kelas VIII SMP Negeri 1 Kota Agung Barat tahun ajaran 2013/2014.

2. Dalam penelitian ini juga diperoleh kesimpulan lain bahwa:

a. Pencapaian indikator pemahaman konsep terendah pada kedua model

pembelajaran adalah menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur

atau operasi tertentu.

b. Pencapaian indikator pemahaman konsep tertinggi pada kedua model

pembelajaran adalah menyatakan ulang suatu konsep.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai

berikut:

1. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat

diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk

membantu siswa dalam memahami konsep matematis, namun dalam

(40)

pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar semakin kondusif sehingga

memperoleh hasil yang optimal.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan

me-ngenai pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap pemahaman

konsep matematis siswa hendaknya memahami keseluruhan tahapan dalam

pembelajaran kooperatif tipe TPS sehingga hasil yang diharapkan dapat

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta. Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional Surabaya

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Bandung Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika.

Juliantara, Ketut. 2009. Pembelajaran Konvensional. Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta. Grasindo.

Mursel, J. dan Nasution. 2002. Mengajar dengan Sukses. Bumi Aksara: Jakarta Nasution. 2006. Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Noer, S.H. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah ( Studi pada Siswa SMP Negeri Bandar Lampung). Disertasi SPs. Upi : tidak diterbitkan Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. (Pertanyaan dan Jawaban). Gramedia

Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Sudrajat, Akhmad. 2009. Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam Pembelajaran.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung

(42)

Tim Penyusun. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta Tim Penyusun. 2006. Pedoman Model Penilaian Kelas KTSP TK-SD-SMPSMA

SMK-MI MTs-MA-MAK. BP. Cipta Jaya: Jakarta.

Gambar

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Referensi

Dokumen terkait

Cara pemberian kitosan dengan disemprotkan ke bagian daun memberikan pengaruh yang lebih baik pada sebagian besar parameter yang diamati. dibandingkan dikucurkan

Marxist is literary criticism that analyze a literary work from social side and economic impact to the social function in society, one of conflict which the

Skripsi ini berjudul “ Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika SMP Al- Islam 1

RESPON IMUN NON SPESIFIK VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS ( Cyprinus carpio ).. Oleh

Kontribusi gaya kepemimpinan partisipatif, motivasi dan disiplin kerja untuk menjelaskan kinerja pegawai dalam penelitian ini masih cukup rendah sehingga peneliti

Dari hasil analisis selama periode penelitian hasil uji t yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen menunjukan

Hasil penelitian pada permasalahan hukum terhadap perkawinan poligami yang tidak dicatatkan yang dilakukan oleh pejabat Negara dihubungkan dengan Undang-Undang No.1

menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleran, gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan