ABSTRAK
RESPON IMUN NON SPESIFIK VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS ( Cyprinus carpio )
Oleh BASIS
Aeromonas salmonicida merupakan bakteri penyebab penyakit furunculosis dan carp erytrodermatitis. Penanggulangan penyakit tersebut dengan vaksinasi. Vaksin Whole cell Aeromonas salmonicida telah dikembangkan dijurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian UNILA. Hasil uji titer Ab menunjukkan vaksin tersebut memiliki Immunogenitas yang tinggi. Namun, sejauh ini belum diketahui kemampuan vaksin inaktif Whole cell Aeromonas salmonicida dalam memicu respon imun innate ikan mas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi vaksin inaktif whole cell A. salmonicida terhadap peningkatan respon imun non spesifik ikan mas (Cyprinus carpio) dan metode pemberian vaksin yang lebih baik sehingga dapat diterapkan di masyarakat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2012, di Laboratorium Budidaya Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan pemberian vaksin dengan cara suntik, rendam, oral dan tanpa pemberian vaksin (kontrol). Bakteri A. salmonicida diinaktifasi dengan pemberian formalin 0.5% selama 24 jam. Uji viabilitas dilakukan pada media GSP (Glutamat Starch Pseudomonas) untuk memastikan bakteri sudah inaktif. Hasil pengamatan total leukosit menggunakan analisis varian (Anova) (α 0,05) didapatkan hasil Vaksinasi I dan Vaksinasi II sangat signifikan. Persentase kadar hematokrit pada vaksinasi I tidak signifikan sedangkan pada vaksinasi II signifikan. Nilai uji titer antibodi menunjukkan hasil yang signifikan pada vaksinasi I dan vaksinasi II (booster). Pengamatan gejala klinis setelah 7 hari uji tantang,terdapat luka (furunculosis) pada ikan control. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa metode pemberian vaksin dengan cara suntik adalah yang terbaik.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 3
C. Kerangka Pemikiran ... 3
D. Hipotesis ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 8
B. Aeromonas salmonicida ... 9
C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan ... 13
D. Vaksin dan Vaksinasi ... 15
E. Parameter Hematologi Darah ... 18
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 21
B. Alat dan Bahan ... 21
C. Metode Penelitian ... 24
D. Prosedur Penelitian ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 31
1. Total leukosit Vaksin Inaktif whole cell A. salmonicida ... 31
2. Nilai Hematokrit Vaksin Inaktif whole cell A. salmonicida ... 33
3. Titer Antibodi Vaksin Inaktif Whole cell A. salmonicida ... 36
5. Gejala Klinis ... 40
B. Pembahasan ... 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR ISTILAH ... 60
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara
umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada
ikan-ikan salmonid yang dikenal dengan furunculosis (Irianto, 2005). Furunculosis
merupakan penyakit yang memiliki ciri-ciri luka yang khas yaitu nekrosis pada
otot, pembengkakan di bawah lapisan kulit dengan luka terbuka berisi nanah, dan
jaringan yang rusak di puncak luka tersebut seperti cekungan (Nitimulyo et al.,
1993). Wabah furunculosis terjadi di Skotlandia pada tahun 1989 sebanyak 15 kali
pada ikan-ikan air tawar dan 127 kali pada ikan-ikan air laut (Nursalim, 2006).
Bakteri obligat A. salmonicida juga mampu menginfeksi spesies ikan air tawar
golongan cyprinid misalnya pada ikan mas hias dan ikan mas konsumsi, yang
menimbulkan penyakit carp erytrodermatitis (Irianto, 2005). Bakteri ini
menginfeksi bagian luar dan dalam tubuh ikan, seperti kulit, pangkal sirip dan
insang ikan, juga bagian dada, perut, saluran pencernaan ikan, sehingga ikan yang
terserang penyakit ini akan mengalami pendarahan. Penyakit akibat bakteri ini
sangat mudah menular, sehingga ikan yang terserang bakteri cukup parah harus
Gejala infeksi bakteri A. salmonicida juga ditemukan pada ikan-ikan Cyprinid
misalnya ikan mas hias dan ikan mas konsumsi (Irianto, 2005), padahal ikan mas
memiliki peluang untuk dikembangkan (Suseno, 2000). Produksi ikan mas pada
tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentase kenaikan produksi sebesar
13,41% dari tahun 2009. Pengembangan budidaya ikan mas bertujuan sebagai
penyangga perekonomian suatu daerah (KKP, 2011). Serangan bakteri A.
salmonicida ini, menjadi salah satu masalah bagi keberhasilan budidaya ikan
mas.
Penggunaan bahan kimia/antibiotik untuk mengatasi permasalahan akibat
serangan agen patogenik dalam pengendalian penyakit akan menimbulkan
masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan
tersebut. Masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan
sekitar, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang mengkonsumsinya (Sugianti,
2005). Bahkan bisa menyebabkan penolakan ekspor ke negara lain (Verschuere et
al., 2002). Oleh karena itu, untuk menciptakan budidaya perikanan yang
berkelanjutan (sustainable), dibutuhkan sistem budidaya yang aman bagi manusia
dan lingkungan. Salah satu metode penanggulangan penyakit yang dinilai aman
untuk manusia adalah dengan vaksinasi (Zhou et al., 2002).
Vaksin inaktif A. salmonicida diketahui mampu meningkatkan respon imun
spesifik yang ditandai dengan nilai titer antibodi lebih tinggi dari ikan
kontrol/tidak divaksin (Setyawan, 2012). Penelitian lain menyebutkan bahwa
meningkatkan respon imun non spesifik yang ditandai dengan meningkatnya
profil darah (Novriadi, 2010).
Menurut Hastuti (2007) pemberian lipopolisakarida (LPS) mampu meningkatkan
nilai setiap indikator hematokrit dan leukosit, uji nitro blue tetrazolium (NBT) dan
total protein plasma pada darah ikan. Kozinska and Guz (2004) menyatakan
bahwa peningkatan yang signifikan dari aktivitas fagositositik (PA), indeks
fagositositik (PI), tingkat lendir lisozim dan total serum Ig dibandingkan dengan
kontrol. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk respon imun non
spesifik ikan mas (Cyprinus carpio) yang divaksinasi dengan vaksin Whole cell A.
salmonicida.
B.Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui efikasi vaksin inaktif whole cell A. salmonicida terhadap
peningkatan respon imun non spesifik ikan mas (Cyprinus carpio).
2. Menentukan metode vaksinasi yang terbaik sehingga dapat diterapkan di
masyarakat.
C.Kerangka Pemikiran
A. salmonicida adalah bakteri obligat, yaitu bakteri yang tidak mampu hidup
tanpa menempel pada inang dan bersifat tidak motil. Bakteri obligat A.-
salmonicida dapat menginfeksi spesies ikan air tawar golongan cyprinid misalnya
pada ikan mas hias dan ikan mas konsumsi, yang menimbulkan penyakit carp
yaitu penyakit yang menyebabkan septikemia, pendarahan, lesi otot, radang usus,
pembesaran limpa, menyebabkan kematian pada populasi ikan salmonid (Austin
& Austin, 2007).
Dalam pencegahannya banyak digunakan bahan kimia atau antibiotik. Namun,
dampak negatif bahan kimia dan antibiotik dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan, resistensi bakteri dan dapat menimbulkan efek karsinogenik
(penyebab kanker) pada manusia (Ayuningtyas, 2008). Dampak negatif tersebut
dapat dihindari melalui upaya pencegahan lain melalui vaksinasi (Verschuere et
al., 2002).
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan/profilatus penyakit dengan
meningkatkan respon imun pada ikan. Ikan memiliki dua sistem pertahanan yaitu
sistem pertahanan spesifik dan non spesifik (Setyawan, 2006). Sistem imun non
spesifik diartikan sebagai lapis pertahanan pertama yang terdiri dari pertahanan
mekanik dan kimiawi serta respon seluler yang mampu mem-fagosit (makrofag
dan kelompok granulosit) antigen atau patogen (Alfianto et al., 1992). Sirkulasi
sel darah putih (monosit/makrofag dan granulosit) dapat membentuk suatu
kesatuan jaringan pertahanan yang mampu mengeliminasi berbagai patogen
penyerang melalui fagositosis tanpa aktivasi awal (Ellis, 1997).
Saat ini sudah dikembangkan vaksin inaktif Whole cell A. salmonicida dan telah
dilakukan kajian terhadap respon imun adaptive. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa imunogenesitas yang cukup tinggi pada ikan mas (Cyprinus
carpio) yang ditunjukkan dengan reaksi titer antibodi mencapai 27 (Setyawan et
mengetahui sinergi antara respon imun adaptive dan innate serta mengetahui
tingkat imunogenitas vaksin inaktif Whole cell A. salmonicida.
Gambar 1. Kerangka pikir A. salmonicida
Ikan Mas
Carp erytodermatitis dan furunculosis
Kajian respon imun innate / non spesifik
Sudah dikembangkan vaksin inaktif whole cell A. salmonicida
Titer Ab ± 27 ( Setyawan et al,2012) Kajian respon imun adaptif
Upaya pencegahan dengan vaksinasi
Perlu dilakukan
Hematokrit
∑ leukosit
Fagositosis
D.Hipotesis
1. H0 :σ = 0 Tidak ada pengaruh pemberian vaksin inaktif Whole cell A.
salmonicida terhadap total leukosit ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi
bakteri A.salmonicida.
H1: σ ≠ 0 Ada pengaruh pemberian vaksin inaktif Whole cell A. salmonicida
terhadap respon imun total leukosit ikan mas (Cyprinus carpio) yang
diin-feksi bakteri A.salmonicida.
2. H0 :σ = 0 Tidak ada pengaruh pemberian vaksin inaktif Whole cell A.
salmonicida terhadap uji hematokrit ikan mas (Cyprinus carpio) yang
diin-feksi bakteri A.salmonicida.
H1: σ≠ 0 Ada pengaruh pemberian vaksin inaktif Whole cell A. salmonicida
terhadap uji hematokrit ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi bakteri
A.salmonicida.
3. H0 :σ = 0 Tidak ada pengaruh pemberian vaksin inaktif Whole cell A.
salmonicida terhadap uji titer antibodi ikan mas (Cyprinus carpio) yang
diin-feksi bakteri A.salmonicida.
H1 :σ≠ 0 Ada pengaruh pemberian vaksin inaktif Whole cell A. salmonicida
terhadap uji titer antibodi ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi bakteri
A.salmonicida.
4. H0 :σ = 0 Tidak ada metode pemberian vaksin inaktif Whole cell A.
salmonicida yang memberikan gambaran respon imun non-spesifik terbaik
H0 :σ ≠ 0 Setidaknya ada satu metode pemberian vaksin inaktif Whole cell A.
salmonicida yang memberikan gambaran respon imun non-spesifik terbaik
pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi bakteri A. salmonicida.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pengaruh pemberian vaksin bakteri A. salmonicida yang dapat
meningkatkan respon imun innate/non spesifik pada ikan mas (Cyprinus carpio)
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Ikan Mas
Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Sub ordo : Cyprinoidei
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Ikan mas memiliki tubuh yang agak panjang dan pipih tegak (compressed).
Mulutnya terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan. Terdapat
dua pasang sungut pada bagian anterior mulut. Secara umum, hampir seluruh
tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik yang berukuran relatif besar dan digolongkan
dalam sisik tipe sikloid (Amri, 2008). Ikan mas juga memiliki sirip punggung
(dorsal) yang berukuran relatif panjang yang berseberangan dengan sirip perut
(ventral). Gurat sisi (linea lateralis) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari
memiliki sirip punggung berjari-jari keras bertulang dan terletak di muka atau
bertepatan dengan sirip perut (Ariaty, 1991). Ikan mas hidup di perairan tawar di
dataran rendah sampai tinggi. Suhu optimum untuk ikan mas berkisar antara 26oC
hingga 28oC dan pH air antara 6 sampai 8. Ikan mas memerlukan tingkat kadar
oksigen yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya yaitu antara 4 hingga 5 ppm,
walaupun ikan ini masih tahan hidup pada kadar oksigen 1 hingga 2 ppm (Cholik
et al., 2005). Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang
airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran
sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150
sampai 600 meter di atas permukaan air laut (dpl). Umumnya hidup di air tawar,
walaupun dapat juga hidup di lingkungan air payau dengan salinitas kurang dari 5
ppt (Rochdianto, 2005). Penyebaran ikan mas meliputi berbagai negara
diantaranya adalah Cina, Belanda dan Afrika. Sedangkan di Indonesia, ikan mas
terdapat di sungai dan danau-danau di pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa
(Cholik et al., 2005).
B.Aeromonas salmonicida
Klasifikasi ilmiah bakteri A. salmonicida menurut Anonim (2007) adalah sebagai
berikut :
Super Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Aeromonadales
Genus : Aeromonas
Species : Aeromonas salmonicida
Gambar 2. Bakteri A. salmonicida ( Sumber : Cipriano and Bullock, 2001 )
Keterangan gambar :
A : A-layer (lapisan A),
OM : Outer membrance ( membran luar ), R : Rigid layer ( lapisan kaku ),
PM : Plasma membrance ( membran plasma ),
B : Pili like appendages( alat gerak menyerupai pili ).
A. salmonicida memiliki lapisan tambahan yang dinamai lapisan A (A- layer)
yang menempel pada permukaan membran luar (OM). Membran luar
mengandung polisakarida yang memegang peranan dalam virulensi dan
patogenesis bakteri (Ciprioano and Bullock, 2001). A. salmonicida memilki alat
gerak yang menyerupai rambut dan berbentuk batang disebut dengan pili (B). Pili
merupakan bagian membran luar yang berhubungan dengan patogenitas bakteri
yang sangat berperan dalam penempelan (adhesi) pada sel mukosa dan
penyebaran bakteri dalam inang. Membran plasma (PM) pada A. salmonicida
berfungsi mengendalikan keluar masuknya suatu bahan ke dalam sel. Lapisan luar A
OM
R PM
menutupi membran plasma ialah dinding sel yang kaku (rigid layer) yang
mengandung peptidoglikan yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan
melindungi membran protoplasma yang ada di dalam tubuh bakteri (Yusman,
2006).
A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang tidak
mempertahankan zat warnametil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri A.-
salmonicida berbentuk batang pendek (1,3-2,0 x 0,8-1,3 µm), non motil atau tidak
bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada
suhu 22⁰C (Pusat Karantina Ikan, 2007). Selain itu, A. salmonicida tidak mampu
bertahan lama diluar tubuh inang. Akativitas optimal terjadi pada suhu 22 sampai
dengan 280C, sedangkan pada suhu 350C pertumbuhannya terhambat. Bakteri ini
dapat dijumpai di lingkungan air tawar maupun air laut (Anonim, 2007).
Bakteri A. salmonicida banyak dijumpai di perairan tawar dan laut serta
mem-punyai kisaran inang yang luas mulai dari ikan-ikan air tawar dan laut. Bakteri ini
dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama beberapa hari atau beberapa
minggu tetapi tidak dapat berbiak, dan bersifat obligat (Kamiso et al,1993). A.-
salmonicida dapat bertahan dalam air pada periode waktu yang lama. Lamanya
waktu tergantung pada kandungan mineral, pH dan temperatur air. Dengan
meningkatnya suhu, virulensinya juga bertambah tinggi (Inglis et al.,1993).
Bakteri Aeromonas salmonicida (sinonim Bacillus salmonicida, Bacterium trutta)
pertama kali ditemukan oleh Emmerich and Weibel pada tahun (1894) pada ikan
Trout di Jerman. Aeromonas salmonicida terdiri dari 4 sub spesies, yaitu A.-
salmonicida subspesies salmonicida dapat menimbulkan gejala furunculosis dan
dapat menyebabkan septisemia bahkan kematian. Sedangkan sub spesies yang lain
tidak menimbulkan gejala yang sama, tetapi sering menyebabkan gejala
karakteristik yaitu kerusakan pada bagian luar tubuh dengan atau subsekuen
septisemia (Holt et al., 1994). Secara umum A. salmonicida merupakan bakteri
penyebab utama penyakit infeksi pada ikan-ikan salmonid dengan penyakit yang
dikenal dengan furunkulosis, tapi sejumlah laporan juga menunjukkan adanya
insiden infeksi pada ikan-ikan Cyprinid seperti ikan mas hias dan ikan mas
konsumsi (Irianto, 2005).
Penyakit furunculosis pada ikan yang disebabkan oleh bakteri A. salmonicida
memiliki ciri-ciri luka yang khas yaitu nekrosis pada otot, pembengkakan di
bawah kulit, dengan luka terbuka berisi nanah, dan jaringan yang rusak di puncak
luka tersebut seperti cekungan (Kamiso et al., 1993).
Penyakit akibat bakteri A. salmonicida sangat mudah menular pada ikan lain yang
berada di sekitar ikan yang terkena penyakit. Penularan penyakit dapat dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu penularan secara vertikal dan horizontal. Penularan vertikal
adalah penularan penyakit dari induk ke progeninya, sedang penularan horizontal
adalah penularan penyakit ke ikan lain melalui kontak langsung, vektor, peralatan,
atau lingkungan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Ikan yang terserang bakteri Aeromonas biasanya akan memperlihatkan gejala
berupa: warna tubuhnya berubah menjadi agak gelap, kulitnya menjadi kasat dan
timbul pendarahan yang selanjutnya akan menjadi borok (hemoragi), kemampuan
sehingga sulit bernapas, sering terjadi perdarahan pada organ bagian dalam seperti
hati, ginjal maupun limpa, sering pula terlihat perutnya agak kembung (dropsi),
seluruh siripnya rusak dan insang menjadi berwarna keputih-putihan, mata rusak
dan agak menonjol (exopthalmia) (Afrianto and Liviawaty, 1992). Gejala klinis
atau tanda-tanda utama serangan Aeromonas salmonicida pada ikan adalah
pembentukan ulkus-ulkus yang menyerupai bisul, perdarahan sirip, sirip
putus/patah, perdarahan pada insang, lendir berdarah pada rectum, dan
pembentukan cairan berdarah (McCarthy and Robert, 1980). Usus bagian
belakang lengket dan bersatu serta pembengkakan limpa, dan nekrosis pada ginjal.
Penyakit furunculosis pada ikan yang disebabkan oleh bakteri ini memiliki
ciri-ciri luka yang khas yaitu nekrosis pada otot, pembengkakan di bawah kulit,
dengan luka terbuka berisi nanah, dan jaringan yang rusak di puncak luka tersebut
seperti cekungan (Kamiso et al., 1993). Pada stadium awal secara makroskopik
akan terlihat kebengkakan pada daerah sub akut, yang biasanya membentuk
cavitasi yaitu ruang berongga. Perubahan lain yang terlihat adanya nekrosis pada
ginjal, hati dan otot (Robert, 1989).
C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan
Ikan mengalami kontak yang sangat intim dengan lingkungannya, yang
mengandung berbagai mikroba patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa,
dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi (Ellis, 1997). Untuk
memper-tahankan diri terhadap serangan berbagai patogen tersebut ikan memiliki berbagai
respon pertahanan tubuh yang tersusun dalam suatu sistem pertahanan yang
responnya dalam menghadapi agen patogen penyerang, sistem imun terbagi
menjadi sistem pertahanan alamiah (innate immunity) yang bersifat non spesifik
dan pertahan adaptif (adaptive immunity) yang bersifat spesifik (Almendras,
2001). Adapun perbedaan antara respon imun innate dengan respon imun adaptif
pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Sistem imun Ikan (Wikipedia, 2012). Komponen imunitas
Sistem imun bawaan/Non Spesifik Sistem imun adaptif/ Spesifik Respon tidak spesifik Respon spesifik patogen dan antigen Eksposur menyebabkan respon
maksimal segera
Perlambatan waktu antara eksposur dan respon maksimal
Komponen imunitas selular dan respon imun humoral
Komponen imunitas selular dan respon imun humoral
Tidak ada memori imunologikal Eksposur menyebabkan adanya memori imunologikal
Ditemukan hampir pada semua bentuk kehidupan
Hanya ditemukan pada Gnathostomata
Pertahanan non spesifik merupakan lapis pertahanan pertama yang meliputi
pertahanan mekanik dan kimiawi serta respon seluler yang melibatkan sel-sel
yang mampu memfagosit (makrofag dan kelompok granulosit). Menurut Erickson
and Hubbard (2000) peningkatan sistem pertahanan non-spesifik diantaranya
fagositosis terjadi akibat adanya LPS (lipopolisakarida) atau peptidoglikan (PG)
atau keduanya yang dilepaskan secara terus menerus oleh bakteri. Sejumlah kecil
LPS dan PG dilepaskan secara terus menerus dan berinteraksi dengan permukaan
sel inang, sehingga mengaktifkan sel makrofag. Makrofag merupakan bagian
utama dari respon imun non spesifik (Stabler et al., 1994).
Menurut Almendras (2001) yang termasuk imunitas non-spesifik antara lain:
1. Pertahanan fisik, meliputi kulit termasuk sisik bagi ikan bersisik dan lendir.
bakterisidal. Lendir yang dihasilkan oleh sel goblet, mengandung
imunoglobulin (IgM), precipitin, eglutinin alamiah, lysin, lysozime, C-reaktive
protein, dan komplemen.
2. Pertahanan terlarut, merupakan cairan tubuh ikan yang mengandung jenis
bahan atau molekul yang dapat berfungsi untuk melisiskan seperti enzim lysin,
lisozim, dan protease; dan yang berfungsi menutupi atau menghambat
pertumbuhan patogen yang masuk ke dalam tubuh seperti transferin,
laktoferin, ceruloplasmin, metallothionin, ceropins, dan marganins.
3. Pertahanan seluler meliputi;
a. Inflamasi, yaitu suatu respon lokal terhadap kerusakan jaringan akibat
adanya infeksi patogen yang ditandai dengan adanya infiltrasi granulosit dan
makrofag, pengeluaran atau pembuangan sel-sel mati, sel asing dan debris
yang diikuti dengan regenerasi atau reparasi jaringan.
b. Natural cytotoxic cells, yaitu beberapa populasi sel yang mempunyai
toksisitas terhadap sel asing, namun sifatnya tidak terinduksi dan tidak
spesifik.
D.Vaksin dan Vaksinasi
Vaksin adalah suatu antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen yang
telah dilemahkan atau dimatikan, untuk meningkatkan ketahanan (kekebalan) ikan
atau menimbulkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu. Vaksinasi
merupakan salah satu upaya penanggulangan penyakit pada hewan (termasuk
ikan) dengan cara pemberian vaksin ke dalam tubuh hewan agar memiliki
vaksinasi adalah untuk meningkatkan antibodi spesifik. Meningkatnya antibodi
tidak saja akan meningkatkan kemampuan pertahanan humoral tetapi juga
pertahanan seluler (cell-mediated immunity) sehingga hasil kerja masing-masing
maupun hasil kerja antara pertahanan humoral dan seluler meningkat.
Prinsip dasar vaksinasi pada ikan adalah memasukkan antigen yang diperoleh dari
patogen yang telah dihilangkan sifat patogenisitasnya, dimatikan atau berupa
ekstrak ke dalam tubuh ikan untuk merangsang sel-sel limfosit membentuk
antibodi (Anonim, 2004). Salah satu tujuan vaksinasi adalah untuk memunculkan
pertahanan spesifik terhadap suatu patogen tertentu. Sehingga ketika patogen
tersebut menyerang maka tubuh akan merespon untuk mempertahankan diri dari
serangan patogen tersebut. Respon pertahanan tubuh terhadap patogen tersebut
akan berlangsung cukup lama karena tubuh memiliki memori terhadap patogen
tersebut (Tizard, 1987).
1. Jenis-Jenis Vaksin
Secara umum vaksin dibedakan menjadi dua, yaitu vaksin yang dimatikan seperti
vaksin inaktif dan ektraknya, serta vaksin hidup yang hanya di ambil bagian
penyebab penyakit atau virulennya (Ellis, 1988). Masing-masing vaksin tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan. Saat ini di bidang perikanan telah banyak
jenis vaksin yang berkembang, diantaranya adalah vaksin polivalen Vibrio sp
(Setyawan, 2006), vaksin A. hydriphila HydroVacTM (Taukhid, 2011), vaksin
furunculosis A. salmonicida (Hastings dalam Ellis, 1988). Berdasarkan contoh
tersebut dikarenakan vaksin inaktif lebih mudah dibuat dan lebih aman untuk
diaplikasikan (Ellis, 1988).
Menurut Anonim (2004), jenis antigen yang dapat digunakan untuk vaksinasi
diantaranya:
a. Antigen O: berupa bakteri yang dilemahkan melalui pemanasan. Bagian membran hanya mengandung polisakarida (karbohidrat) karena bagian lipid
telah hilang saat pemanasan.
b. Antigen H: berupa bakteri yang telah dilemahkan dengan rendaman formalin sehingga sel mengalami pengkerutan karena kehilangan cairan sel.
c. Supernatan, debris sel, dan lain-lain.
2. Metode Pemberian Vaksin
Metode pengaplikasian vaksin ada beberapa cara diantaranya adalah: suntik, oral,
perendaman, dan penyemprotan dengan tekanan tinggi (Kordi dan Ghufran,
2004). Metode suntik dilakukan dengan cara penyuntikan pada ikan di bagian
Intra Peritonialnya (IP), sedangkan oral dilakukan dengan cara memasukkan
vaksin dalam mulut ikan, selain itu cara oral dapat juga dilakukan dengan cara
pencampuran vaksin dengan pakan dan lain – lain sehingga dimakan oleh ikan.
Metode terakhir, yaitu perendaman dilakukan dengan menambahkan vaksin dalam
wadah seperti baskom atau ember dengan pemberian aerasi kuat agar vaksin dapat
E.Parameter Hematologi Darah
Menurut Bastiawan dalam Alamanda et al (2007) pada ikan yang terserang
penyakit terjadi perubahan pada nilai hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel
darah merah dan jumlah sel darah putih. Pemeriksaan darah (hematologis) dapat
digunakan sebagai indikator tingkat keparahan suatu penyakit. Studi hematologis
merupakan kriteria penting untuk diagnosis dan penentuan kesehatan ikan (Lestari
dalam Alamanda et al., 2007).
Darah yang mengalami perubahan fisik dan kimia, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya. Wedemeyer
et al, 1977 dalam Zainun (2007) menyatakan bahwa pemeriksaan darah penting
untuk memastikan diagnosa suatu penyakit, yang dianggap dapat membuat
menyimpangan anatomi, hematologis, dan sistem kebal ikan.
Leukosit merupakan salah satu komponen sel darah yang berfungsi sebagai
pertahanan non-spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen
melalui fagositosis. Total leukosit merupakan salah satu indikasi adanya fase
pertama infeksi, stress, ataupun leukemia Anderson, (1992); Alifuddin, (1999);
Zainun, (2007).
Menurut Bastiawan et al., (2001) dalam Alamanda et al., (2007) monosit
berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing yang berperan sebagai agen
penyakit. Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh
dari gangguan penyakit. Neutrofil berperan dalam respon kekebalan terhadap
darah akan meningkat bila terjadi infeksi dan berperan sebagai pertahanan
pertama dalam tubuh.
Eliminasi dan penghancuran patogen oleh leukosit dilakukan melalui mekanisme
fagositosis oleh aktivitas fagositik sel makrofag. Meningkatnya aktivitas
fagositosis menunjukkan adanya peningkatan kekebalan tubuh, sebagaimana
diungkapkan Amrullah (2004) dan Zainun (2007), bahwa peningkatan kekebalan
tubuh dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel fagosit dari hemosit. Sel
fagosit ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap benda asing yang
masuk ke dalam tubuh inang. Fagositosis adalah ingesti bahan partikel terutama
bakteri ke dalam sitoplasma sel darah. Pola peningkatan persentase aktivitas
fagositosis ini merupakan fungsi dari peningkatan total leukosit maupun
persentase jenis leukosit masing-masing pada limfosit, monosit, dan neutrofil.
Penghancuran kuman oleh fagositosis, terjadi dalam beberapa tingkat yaitu
kemotaksis dimana sel-sel fagositosis mendekati mikroorganisme, kemudian
menangkap, memakan (fagositosis), membunuh dan mencerna. Fagositosis
merupakan langkah awal untuk mekanisme respon imunitas berikutnya yaitu
terbentuknya respon spesifik yang berupa antibodi (Walczak, 1985 dalam Zainun,
2007).
Makrofag merupakan jaringan yang dibentuk oleh sel makrofag yang terdapat
dalam darah, sebagai monosit dan didistribusikan secara luas keseluruh tubuh
dalam sistem fagositik mononuclear. Makrofag berfungsi ganda, yaitu sebagai
imunitas alamiah (nonspesifik fagositosis dan menghancurkan kuman pathogen)
Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel darah dan plasma darah.
Kadar hematokrit juga dapat menunjukkan kondisi kesehatan ikan. Nilai
hematokrit ini berhubungan dengan jumlah sel darah merah. Terjadinya
peningkatan nilai hematokrit berkaitan dengan meningkatnya jumlah eritrosit.
Hematokrit menggambarkan proporsi besarnya jumlah sel eritrosit dalam darah
ikan, dan jika dikaitkan dengan jumlah sel eritrosit maka nilai hematokrit juga
dapat menggambarkan kondisi sel eritrosit. Nilai hematokrit ikan teleostei
berkisar antara 20-30% dan untuk beberapa spesies laut bernilai sekitar 42%. Nilai
hematokrit dapat menggambarkan naik dan turunnya eritrosit dan hemoglobin
dalam darah. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan indikator rendahnya
kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi,
sedangkan meningkatnya kadar hematokrit dan eritrosit menunjukkan bahwa ikan
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di
Laboratorium Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam penelitian di sajikan pada Tabel 2
dan Tabel 3.
Tabel 2. Alat yang di gunakan dalam penelitian
Nama Alat Spesifikasi/merk Jumlah
Akuarium Ukuran 60x40x40cm3 12
Aerasi Aerator, selang dan batu aerasi 12 set
Petridish Normax® 20
Tabung reaksi Iwaki glassTM 20
Hot Stirer Stuart CB162TM 1
Corong Iwaki glassTM 2
Sprayer Canyon- indonesia 2
Jarum ose Pyrex® 10
Autoclave Shanshenyiliageixie 1
Nama Alat Spesifikasi/merk Jumlah
Sentrifuge Sentrifuge(80–2) 1
Lampu Bunsen Bahan bakar spritus 4
Spektorfotometer Genesys-20, Thermospectronic 1
Erlenmeyer Pyrex® 5
Vortex V-1 plus BDECO-GermanyTM 1
Spuit 23G volume 1ml
Merk TerumoTM
4
Botol Falcon IwakiTM 4
Baskom Plastic 2
Spuit 23G volume 1ml,Merk TerumoTM 4
Jarum suntik Dysposable syringe 4
Tabung eppendorf Pyrex®. Under lic 10
Haemocytometer Marien Feld 1
Mikroskop Olympus 1
Pipet berskala Pyrex® 5
Kaca pemulas Ilford. 2 Merit Rc 10
Kaca objek Sail Brand 23 10
Tabung reaksi Iwaki glassTM 12
Hematokrit Iwaki 1
Alat tulis(pulpen,buku) Standard,Sinar dunia 1
DO meter Lutron . DO-5509 1
pH meter Hanna Instruments. Microcomputer. Ketelitian : 0,00 – 14,00
Nama Alat Spesifikasi Jumlah
Termometer Japan. 1-1000C 1
Handrefraktometer Atago. Salinity 0 -100 ‰. Made in Japan
[image:31.595.113.506.124.196.2]1
Tabel 3. Bahan yang di gunakan dalam penelitian
Nama Bahan Spesifikasi Jumlah
Ikan mas Panjang total 7-8cm 120
Isolat bakteri A. salmonicida
Isolat Bakteri Koleksi Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Lampung
1 biakan
Pelet Protein 35%
Lemak 3%
Kadar abu max 12%
Kadar air max 12%
1 pack netto 100gr
Media TSB CM0129, OXOIDTM 500gr
Alkohol 70%, Central Kimia 1 liter
Isolat bakteri A. salmonicida
Isolat Bakteri Koleksi Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Lampung.
1 biakan
PBS (phospat buffer saline)
CM0129, OXOIDTM 500gr
Ikan uji Panjang total 7-8cm 120
Vaksin inaktif A. salmonicida,
Isolat Bakteri Koleksi Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Lampung.
1 biakan
Minyak cengkeh 0.01 %
Cap House Brand 1 botol
Larutan EDTA 10%
LT-BakerTM 0,5 liter
Etanol, Central Kimia 0,5 liter
Methanol Central Kimia 0,5 liter
[image:31.595.115.504.166.739.2]Nama Bahan Spesifikasi Jumlah
Akuades. Kimia Farma 5 liter
Kretoseol Iwaki 4
Darah ikan mas Diambil dari ikan uji 4 sampel Sampel air
pemeliharaan ikan mas uji.
Sampel air diambil dari masing-masing perlakuan secukupnya
4 sampel
C. Metode Penelitian
Penelitian dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdiri dari 3
perlakuan pemberian vaksin inaktif A. salmonicida yaitu metode suntik, rendam,
oral dan kontrol (tanpa pemberian vaksin). Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali
ulangan populasi. Dengan asumsi ukuran dan kondisi ikan serta konsentrasi
vaksin A. salmonicida pada tiap unit percobaan pada masing-masing metode uji
adalah homogen.
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari sterilisasi alat dan bahan, persiapan wadah dan ikan
uji serta pembuatan vaksin inaktif A. salmonicida. Adapun uraiannya sebagai
berikut.
[image:32.595.114.510.113.262.2]1.1Sterilisasi Peralatan
Sterilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk membebaskan peralatan dari
mikroorganisme kontaminan. Peralatan yang akan digunakan dimasukkan
kedalam autoclave, dimulai pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15 sampai 20
menit (Febriani, 2010).
1.2Persiapan Wadah dan Ikan Uji
Wadah pemeliharaan yang digunakan berupa akuarium berukuran panjang 75 cm,
lebar 30 cm dan tinggi 40 cm yang berjumlah 12 unit. Akuarium terdiri dari 4
kelompok perlakuan dengan berbagai metode vaksinasi berupa oral, suntik,
rendam dan kontrol yang disusun secara acak, posisi akuarium ditentukan dengan
[image:33.595.123.494.415.568.2]pengundian seperti gambar 3.
Gambar 3. Susunan akuarium sesuai hasil pengundian secara acak.
Keterangan :
Vaksinasi ikan uji ini menggunakan berbagai metode yaitu : (A) metode suntik; (B) metode rendam; (C) metode oral; (D) control.
Akuarium dibersihkan kemudian diisi air yang telah diendapkan selama 24 jam
sampai ketinggian 25 cm dan diberi aerasi. Ikan uji dimasukkan kedalam
akuarium masing-masing 10 ekor. Ikan uji berupa ikan mas dengan panjang total
A1 B2 D1 A2 B1
D2 C2 A3 B3 D3 C1
7- 8 cm. Ikan uji diaklimatisasi selama 7 hari. Selama proses aklimatisasi
dilakukan pengontrolan kualitas air, diberi pakan terapung berupa pellet komersil
hiprovit 781-2. Pemberian pakan 3 kali sehari dengan FR masing-masing
akuarium yang diberi pakan (Ringkasan SNI, 1999).
1.3. Pembuatan Vaksin inaktif A. salmonicida
Preparasi vaksin bakterial dengan perlakuan kimiawi (biasanya dengan formalin)
(Alifuddin, 2002) dilakukan sebagai berikut :
1.Biakan murni bakteri dalam media cair umur 24 jam dimatikan dengan
formalin 0,5% selama 24 jam;
2.Biakan dipanen, kemudian dipusingkan dengan sentrifus 3500 rpm, selama 15
menit; selanjutnya pelet dan supernatannya dipisahkan;
3.Pelet vaksin dicuci dengan PBS 3 kali, sehingga diperoleh pelet vaksin murni
sebagai vaksin utuh (whole cell vaccine).
4.Pelet vaksin diuji viabilitas pada media GSP apakah vaksin telah inaktif atau
masih aktif, jika ternyata setelah diuji bakteri yang telah diinaktivasi tersebut
tetap hidup/berkembangbiak maka dilakukan inaktivasi kembali.
2. Tahap Pelaksanaan
2.1 Pemberian Vaksin
Setelah aklimatisasi selama 7 hari, dilakukan vaksinasi 1 yaitu ikan uji dan vaksin
inaktif A. salmonicida dengan metode suntik, rendam, oral, dan kontrol dengan
kepadatan 107 sel/ikan. Metode suntik dilakukan dengan cara penyuntikan melalui
vaksin dalam akuarium dengan pemberian aerasi kuat agar vaksin dapat terserap
oleh ikan dan yang terakhir yaitu oral dilakukan dengan cara memasukkan vaksin
dalam mulut ikan dengan spuit. Setelah 7 hari pemberian vaksin 1, dilakukan
Vaksinasi ke-2 (booster) dengan metode dan dosis yang sama.
2.2 Uji Tantang Pathogen A.salmonicida
Uji tantang dilakukan satu minggu setelah vaksinasi ke II (booster), menggunakan
metode injeksi yaitu menyuntikkan patogen aktif A. salmonicida ke dalam tubuh
ikan secara intraperitoneal sebanyak 0,1 ml dengan kepadatan 107 sel ke semua
ikan uji dalam perlakuan.
3. Tahap Pengamatan
3.1 Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah ikan dilakukan dengan menghitung total leukosit dan
pengukuran kadar hematokrit. Pengambilan darah dilakukan melalui vena
caudalis yang berada di pangkal ekor ikan menggunakan spuit 1 cc. Sebelumnya,
jarum suntik dan tabung eppendorf dibilas dengan larutan EDTA 10% untuk
mencegah pembekuan darah. Kemudian darah disimpan dalam tabung eppendorf
tersebut. Sampel darah yang diambil sebayak 0,3 ml. Pengambilan sampel darah
ikan dilakukan pada hari ke-0 (sebelum pemberian vaksin), hari ke-7 setelah
vaksinasi 1, dan hari ke-14 (setelah vaksinasi ke-2). Pengambilan sampel darah
a. Perhitungan total leukosit
Total leukosit dihitung dengan rumus ( Blaxhall dan Daisley, 1973) yaitu:
1. Bilik hitung haemocytometer dan kaca penutupnya dibersihkan dengan
etanol, kemudian kaca penutup dipasang pada haemocytometer.
2. Sampel darah dihisap dengan pipet berskala sampai 0,5 dilanjutkan
dengan menghisap larutan turk sampai skala 11 kemudian
digoyangkan selama 3 menit agar bercampur homogen.
3. Empat tetes pertama dibuang, tetes berikutnya dimasukkan ke dalam
haemocytometer dengan meletakkan ujung pipet pada bilik hitung
tepat batas kaca penutup dan dibiarkan selama 3 menit agar leukosit
mengendap dalam bilik hitung.
4. Bilik hitung haemocytometer tersebut diletakkan di bawah mikroskop
menggunakan pembesaran lemah 10x.
5. Penghitungan dilakukan pada 4 kotak besar haemocytometer
(Lampiran 10).
b. Pengukuran kadar hematokrit
Kadar hematokrit (He) diukur menurut Anderson dan Siwicki (1993).
Kadar He ditentukan dengan cara: sampel darah dimasukkan dalam
tabung mikrohematokrit sampai kira-kira 3/4 bagian tabung, kemudian
ujungnya disumbat dengan crytoseal sedalam 1 mm. Tabung
mikrohematokrit yang telah diisi tersebut disentrifus dengan kecepatan
5000 rpm selama 5 menit. Kemudian dilakukan pengukuran panjang darah
didalam tabung (b) (Gambar 4). Kadar He dinyatakan sebagai % volume
padatan sel darah dan dihitung dengan cara = (a/b) x 100%
c. Titer antibodi
Pengambilan serum darah ikan; sebelum divaksin, 7 hari setelah divaksin,
dan 7 hari setelah booster sebanyak 0,2 - 0,3 ml. Pengambilan darah
dilakukan dengan menyedot darah ikan menggunakan spuit 1 ml dari
bagian vena caudal. Serum yang diambil disimpan pada refrigator.
Pengujian dengan metode aglutinasi mengacu pada prosedur standar
mikroaglutinasi (Robberson, 1990 dalam Agustin, 2012).
Metode mikroaglutinasi, sebagai berikut :
1) Dimasukkan serum sebanyak 25 mL ke dalam sumuran 1 dan 2.
2) Dimasukkan PBS sebanyak 25 mL ke sumuran 2 – 12. (kecuali
sumuran ke – 11, sebagai pembatas).
3) Diripeting Sumur 2 untuk mengencerkan serum, dilanjutkan sumur
ke-3 – ke-10.
4) Dimasukkan Ag H sebanyak 25 ml ke sumuran 1 – 12.
5) Microdilution plate digoyang – goyangkan selama ± 3 menit
dengan pola membentuk angka 8 atau huruf S.
6) Diinkubasi dalam refrigator selama 1 malam.
7) Terbentuknya reaksi aglutinasi pada masing – masing sumur dapat
diamati dengan adanya kabut warna keruh/putih atau dot yang
8) Adanya reaksi aglutinasi yang terbentuk pada sumuran hingga
pengenceran terakhir dicatat.
4. Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, DO yang diukur
setiap hari pada pagi dan sore hari. Pengukurn suhu, pH, dan DO
menggunakan alat ukur kualitas air. Kualitas air dijaga dengan melakukan
penyiponan setiap pagi dan dilakukan pergantian air setiap hari sebanyak
10% sampai 20% dari volume air (Pratama, 2010).
5. Gejala Klinis
Gejala klinis ikan uji diamati selama uji tantang yaitu satu minggu setelah
vaksinasi ke-II (booster).
E.Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini, yaitu parameter utama berupa total leukosit,
hematokrit (He), dan titer antibodi ikan uji. Setiap perlakuan hingga pengenceran
yang tercatat akan dilakukan dengan análisis statistik, disajikan dalam bentuk
tabel. Sedangkan parameter pendukung berupa kualitas air akan análisis secara
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Vaksinasi vaksin inaktif Whole cell A. salmonicida mampu meningkatkan
respon imun non spesifik pada ikan Mas (Cyprinus carpio) dan metode
terbaik yang memberikan pengaruh tertinggi dalam vaksinasi yaitu metode
suntik.
B. Saran
Respon imun nonspesifik yang termasuk pertahanan seluler terdiri dari total
leukosit, hematokrit, titer antibodi, differensial leukosit (persentase Neutrofil,
monosit dan limfosit) sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan differensial
leukosit agar lebih konprehensif dan perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
uji tantang dari isolat bakteri A. salmonicida yang pathogen untuk mengetahui
DAFTAR PUSTAKA
A, Kozinska. 2004. Pengaruh berbagai bestiarum vaksin Aeromonas pada non spesifik parameter kekebalan dan perlindungan ikan mas (Cyprinus carpio L.). Penerbit :Departemen Penyakit Ikan, Hewan Nasional Research Institute, 24-100 Pulawy, Polandia. 16 (3) :437-45.
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Agustin, D, 2012. Pengaruh Perbedaan Dosis Aplikasi Probiotik Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan Uji Tantang Bakteri Aeromonas salmonicida. (Skripsi). Universitas Lampung.
Alamanda, I.E., Handajani N.S., dan Budiharjo H. 2006. Penggunaan Metode Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Alifuddin, M. 2002. Imunostimulan pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(2): 87–92(2002).
Almendras, J. M. E., 2001. Immunity and Biological Methods of Diseases Prevention and Control. In Health Management in Aquaculture. Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries Development Center, Iloilo, Philippines.
Amri, K., Khairuman. 2008. Klasifikasi Ikan Mas. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Amrullah. 2004. Penggunaan Immunostimulan Spirulina platensis untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Koi (Cyprinus carpio) terhadap Virus Herpes. Tesis S2. Program Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor, 101 pp.
Anonim. 2004. Pedoman Praktikum Penyakit Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Anonim. 2007. Metode Standar Pemeriksaan HPIK Golongan Bakteri . Pusat Karantina Ikan.66 Hal.
Anonim. 2012. Antigen. <http://en.wikipedia.org/wiki/sistem imun> diakses tanggal 23 februari 2012.
Ariaty, L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila Merah (Oreochromis sp), dan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) dari Sukabumi. (Skripsi). FPIK Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Austin, B. And D. A. Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogens Diseases in Farmed and Wild Fish. Books In Aquatic and Marine Sciences, Chichester UK Germany.
Ayuningtyas, A.K. 2008. Efektivitas Campuran Meniran Phylanthus niruri dan Bawang Putih (Allium sativum) untuk Pengendalian Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla pada ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Blaxhall PC, Daisley KW. 1973. Routine haematological methods for use with fish blood. J. Fish Biology 5:577-581
Cholik, F. et al. 2005. Akuakultur. Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta.
Cipriano, R.C and G.L.Bullock.2001. Carp erytrodermatitis and Other Disease Caused By Aeromonas salmonicida. Fish Diseases Leaflet 66. West Virginia. 33:2-8.
Darmono, 2007. Farmakologi dan Toksikologi Sistem Kekebalan; Pengaruh Peyebab dan Akibatnya Pada Kekebalan Tubuh. Universitas Indonesia. Jakarta.
Dehghani,S. 2012. Aquatic Animal Unit Kesehatan. Fakultas Kedokteran Hewan, Shiraz University, Shiraz, Iran. 9 (4): 409-415 2012
Ellis, A. E. 1997. Immunization Wg Bacterial Antigens. Furunculosis. Developments in Biological Standardization.
Erika, Y.2008. Gambaran Diferensiasi Leukosit pada Ikan Mujair (oreocromis mossambica) di Daerah Ciampea Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.
Erickson, K. L, Hubbard NE. 2000. Probiotic immunomodulation in health and disease. J Nutr. 130: 403-409.
Febriani, S.D. 2010. Efektivitas Ekstrak Meniran Phyllanthus niruri untuk Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla pada Ikan Patin Pangasionodon hypophthalmus. Skripsi. Unila: Lampung.
Wintoko, F. 2013. Uji Imunogenitas Heat Killed Vaksin Inaktif Aeromonas salmonicida pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). (Skripsi) Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Ghufran, M. dan Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksa dan Rineka Cipta. Jakarta.
Hastuti, S. D. 2007. Evaluation of non-specific defence of Tilapia (Oreochromis sp) injected with LPS (Lipopolysaccharides) of Aeromonas hydrophilla. Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan – Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang. Vol.14.No.1.Th.2007
Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley, S. T. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, Ninth Edition. Williams and Wilkins, Baltimore, Maryland.
Inglis, V., R.J. Roberts and N.R. Bromage. 1993. Bacterial Diseases of Fish. Blackwell Scientific Publications. London.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Kamiso, H.N. 1990. Audiovisual Vaksinasi Penyakit Bakterial pada Ikan. PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta.
KKP. 2011. Seluruh Provinsi Gapai Target Produksi Ikan Mas. Diakses dari:
http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=14 5:target-mas-capai&catid=57:berita. 30 Desember 2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 5 februari 2012. www.kkp.go.id.
Laelawati, E. 2008. Respon Tanggap Kebal Ikan Mas (Cyprinus carpio) Terhadap Vaksin Koi Herves Virus Yang Diberikan Melalui Injeksi Dengan Dosis Berneda.(skripsi). IPB. Bogor.
Maswan, N.A. 2009. Pengujian Efektivitas Dosis Vaksin DNA dan KorelasinyaA Terhadap Parameter Hematologi Secara Kuantitative. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.Bogor.
Nitimulyo, K. H., I.Y.B. Lelono, dan A. Surono. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri Buku 2. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.
Novriadi, R. 2010. Pemantauan terhadap Aplikasi Vaksinasi Vibrio Polivalen melalui Pakan pada Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer,Bloch) untuk Peningkatan Immunitas dan Laju Pertumbuhan. Balai Budidaya Laut Batam.
Nursalim, A.W. 2006. Hama Penyakit Ikan Karantina. Ikasia_saka : Malang
Pratama, N.S. 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai Anti Bakteri pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang diinfeksi Aeromonas salmonicida. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Ringkasan SNI. 1999. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Benih Sebar. Ringkasan SNI Perikanan Budidaya. Hal. 2.
Roberts, R. J. 1989. Fish Pathology 2nd ed. Baillierre Tindall. London.
Rochdianto, A. 2005. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Karper (Cyprinus carpio Linn) di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan , Bali. Skripsi S1 FE, Universitas Tabanan.
Setyawan, A, Siti Hudaidah, Zulfikar Zafeska Renopati, Sumino. 2012. Uji Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Aquasains. Edisi 1 :1-22.
Setyawan, Agus, 2006. Uji Lapang Vaksin Polivalen Vibrio Pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Di Karamba Jaring Apung. Kumpulan Skripsi Universitas Gajah Mada, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan. Yogyakarta.
Sugiani. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Institut Pertanian Bagor. Bogor
Stabler, J. G., McCormick TW, Powell KC, Kogut MH. 1994. Avian heterophils and monocytes: phagocytic and bactericidal activities against Salmonella enteritidis. Vet Microb. 38: 293-305.
Suseno. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya. Jakarta
Taukhid, 2011. Manajemen Kesehatan Ikan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bahan Seminar Surveilance Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang.
Tizard, 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Universitas Airlangga. Surabaya.
Thomas, P. 2004. Bakteria and viruses. Lucent Library of Science and Tecnology. United States of America. P 225-230.
Verschuere, L., Rombaut, G. Sorgeloos, P. and Verstraete, W., 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquacuture. Microbiology and Molecular Biology revie. 274: 1 –14.
Yusman, D.A. 2006. Hubungan Antara Aktivitas Antibakteri Kitosan dan Ciri Permukaan Dinding Sel Bakteri. (Skripsi). Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Baogor. 27 Hal.
Wedemeyer, G.A. & W.T. Yasutake. 1977. Clinical methods for the assessement of the effect enviromental stress on fish health. Technical Papers of The U.S. Fish and Wildlife Service. U.S. Depart. of the Interior, 89: 1-17.
Zainun, Z. 2007. Pengamatan Parameter Hematologis pada Ikan Mas yang diberi Immunostimulan. Teknisi Litkayasa pada Balai Besar Pengembangan Budidaya Air tawar. Sukabumi.
DAFTAR ISTILAH
Aerob Organisme yang melakukaan metabolisme dengan bantuan oksigen yang dalam prosesnya dikenal sebagai respirasi sel, menggunakan oksigen untuk mengoksidasi substrat (sebgai contoh gula dan lemak) untuk memperoleh energi.
Aglutinasi Penyatuan partikel atau sel yang terdapat dalam cairan (seperti aglutinasi sel darah merah apabila darah berbagai golongan dicampur atau aglutinasi dalam kondisi tertentu).
Aklimatisasi Penyesuaian fisiologis terhadap perubahan salahsatu faktor lingkungan.
Anaerob fakultatif Organisme yang membuat ATP dengan cara respirasi aerobik jika oksigen tersedia namun akan mengubahnya menjadi fermentasi jika keadaannya menjadi anaerobik.
Anaerob obligat Organisme yang tidak dapat menggunakan oksigen dan akan teracuni oleh adanya oksigen.
Antibodi Glikoprotein dengan struktur tertentu yang disekresi dari limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi plasma sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut.
Antigen Suatu zat yang mampu meransang respon imun, terutama dalam menghasilkan antibodi.
Bakteri Suatu mikroorganisme prokariotik dalam domain bacteria.
Carp erytrodermatitis Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida yang menyerang ikan mas.
Ceruloplasmin Protein tembaga pembawa utama dalam darah, dan di samping berperan dalam metabolisme besi. Ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1948. protein lain, hephaestin, terkenal karena homologi untuk ceruloplasmin, dan juga berpartisipasi dalam besi dan mungkin metabolisme tembaga.
Eglutinin Antibodi yang bekerja dengan cara menggumpalkan antigen (aglutinasi).
Eritrosit Sel darah merah, mengandung hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen didalam sistem sirkulasi (pendarahan)
Fagosit Sel drah putih yang melindungi tubuh dengan menelan partikel asing berbahaya, bakteri, dan sel-sel mati atau sekarat.
Fagositosis Pencaplokan partikel seperti bakteri atau mikroorganisme lain, sel darah merah yang menua, benda asing dll oleh fagosit, yaitu jenis-jenis leukosit seperti neutrofil dan monosit.
Furunculosis Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida yang awalnya menyerang ikan salmon dan menyebar ke ikan air tawar seperti ikan mas.
Hematokrit Perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
Hemoglobin Protein mengandung besi dalam sel darah merah yang berikatan secara reversible dengan oksigen.
Hemositometer Perangkat yang digunakan untuk menghitung sel
Imunoglobulin (IgM) Salahsatu kelas protein yang membentuk antibodi.
Karsinogenik Zat, radionuklida, atau radiasi yang merupakan agen langsung terlibat dalam menyebabkan kanker.
Katalase Jenis enzim yang mampu memecah ikatan karbon dan ikatan karbon nitrogen.
Laktoferin Protein yang dapat mengikat dan mentransfer ion Fe3+ dan terdapat dalam jumlah tinggi dalam susu dan kolostrum.
Laktosa Bentuk disakarida dari karbohidrat yang dapat dipecah menjadi bentuk lebih sederhana yaitu galaktosa dan glukosa.
Limfosit Sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan vertebrata, limfosit memiliki peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh.
Lipopolisakarida (LPS) Sebuah molekul besar berupa kompleks antara senyawa lipid dan polisakarida dengan ikatan kovalen. Senyawa LPS banyak ditemukan pada lapisan membran sel sebelah luar bakteria gram-negatif dan bersifat endotoksin, yang memicu aktivasi sistem kekebalan
Lysin Antibodi yang bekerja dengan cara menghancurkan antigen (lisis)
Lisozim Enzim dalam keringat, air mata, dan saliva (air ludah) yang menyerang dinding sel bakteri.
Makrofag Sel darah putih dalam jaringan, yan g dihasilkan oleh pembagian monosit.
Major Histocompatibility
Complex atau MHC
Sekumpulan gen yang ditemuakan pada semua jenis vertebrata. Protein MHC yang disandikan berperan dalam mengikat dan mempersentasikan antigen peptide ke sel T.
Memori imunologis Bagian dari sistem kekebalan tiruan yang memberikan perlindungan kepada inangnya dengan melakukan respon yang lebih cepat dan lebih efektif terhadap infeksi yang ditimbulkan oleh antigen dari jenis yang sebelumnya pernah melakukan infeksi akut.
Metallothionein (MT) Keluarga kaya sistein, berat molekul rendah (MW berkisar 500-14.000 Da) protein. Mereka terlokalisasi pada membran aparatus Golgi. MTs memiliki kapasitas untuk mengikat kedua fisiologis (seperti seng, tembaga, selenium) dan xenobiotik (seperti kadmium, merkuri, perak, arsenik) logam berat melalui kelompok tiol residu sistein, yang mewakili hampir 30% dari amino residu asam.
Monosit Sebuah leukosit berinti sel tunggal (mononuklear) yang relative besar yang biasanya berkisar pada 3-7% dari leukosit dalam sirkulasi darah dan umumnya ditemukan pada kelenjar getah bening/limfa, sumsum tulang, dan jaringan ikat.
Neutrofil Satu jenis sel darah putih, khususnya yang berbentuk granulosit, yang berisi pewarnaan butiran netral, kantung kantung kecil enzim yang membantu sel untuk membunuh dan mencerna mikroorganisme setelah ditelan oleh fagositosis.
Opsonin Antibodi yang bekerja dengan merangsang leukosit untuk menyerang antigen atau kuman.
Patogen Agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inang.
Peptidoglikan Komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya
Polisakarida Polimer yang tersusun dari ratusan hingga ribuan satuan monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik.
Protein C-reaktif ( C-reactive protein/CRP)
Protein plasma penanda inflamasi yang meningkat dalam darah bila ada peradangan oleh kondisi tertentu, termasuk penyakit jantung, penyakit jaringan ikat, infeksi, dan kondisi inflamasi lainnya.
Resistensi Resultan dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-halangi atau mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit ke dalam tubuh atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang dikeluarkan oleh bibit penyakit.
Sel dendrit Sel-sel kekebalan yang berfungsi dalam presentasi antigen dan aktivasi limfosit T.
Sel plasma Benda bersifat hidup yang terdapat di dalam sel, berbentuk cairan yang agak kental.
Sel B Limfosit yang memainkan peran penting pada respon imun humoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel T.
Sel memori Sekelompok sel yang membantu tubuh mempertahankan diri terhadap penyakit dengan mengingat paparan sebelumnya dari organisme tertentu (misalnya virus atau bakteri).
Sel T Sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan seluler.
Septicemia Kondisi di mana dalam darah terdapat bakteri dan sering dikaitkan dengan penyakit berat. Salah satu penyakit serius, infeksi bakteri dapat mengancam jiwa dan bereaksi sangat cepat. Hal ini dapat timbul dari infeksi di seluruh tubuh, termasuk infeksi di paru-paru, perut, dan saluran kemih.
Serum Cairan bening yang dipisahkan dari sel-sel darah menggunakan sentrifus
Sterilisasi Pemusnahan atau eliminasi semua mikroorganisme, termasuk spora bakteri, yang sangat resisten
Titer antibodi Pengukuran berapa banyak antibodi organisme telah menghasilkan yang mengakui epitop tertentu , dinyatakan sebagai dilusi terbesar yang masih memberikan hasil yang positif.
Vaksin Suatu antigen yang biasanya berasal dari jasad patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berfungsi untuk meningkatkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu.