SENSITIVITAS INDERA PENGECAPAN RASA
MANIS, ASAM, ASIN, PAHIT DAN UMAMI
PADA PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE 2
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
TELLIA SILALAHI NIM. 090600085
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014
Tellia Silalahi
Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
xiii + 65 halaman
signifikan pada penderita DM tipe 2 antar HbA1C baik, sedang dan buruk pada masing-masing konsentrasi rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan p>0,05. Kata kunci : Diabetes Mellitus, HbA1C, Saraf Perifer, Lidah
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 9 Oktober 2014
Pembimbing: Tanda tangan
Rehulina Ginting, drg., MSi ………
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 9 Oktober 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Rehulina Ginting, drg., M.Si ANGGOTA : 1. Yendriwati, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku Kepala Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, kritik, saran serta waktu yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Lisna Unita R, drg., M.Kes., Dr.Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Yendriwati, drg., M.Kes., Minasari, drg., MM., dan Yumi Lindawati., drg., selaku staf pengajar Departemen Biologi Oral. Dani Irma Suryani dan Ngaisah selaku pegawai Biologi Oral yang telah membantu dalam penelitian, memberikan saran, arahan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. Maya Fitria M.Kes., yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam penentuan sampel dan pengolahan data.
4. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran USU.
5. Dr Purnamasari, MARS selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan saya ijin untuk melakukan penelitian.
7. Terkhusus kepada ayahanda (Mangihut Silalahi), ibunda (Saulina Naibaho), kakak (Riris), serta adik (Adventina, Ogi, Yuni) yang telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dan semangat selama penyelesaian skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat terbaik penulis Lisna, Debora, Rachel, Talen, Yulisha, Nona, Noni, Neni, Ami yang telah banyak membantu dan memotivasi selama penyelesaian skripsi ini. Serta teman-teman yang mengerjakan skripsi di Departemen Biologi Oral Sri, Anita, Femy, Shalini, Wanda, Indira, Dimas, Aulia, Sherly, Novelya, Beactris, May, Yosua, Michelle, Cindy, Aryani, yang memberikan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi Fakultas, perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Medan, 9 Oktober 2014 Penulis,
(……….) Tellia Silalahi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Diabetes Mellitus ... 6
2.1.1 Patofisiologi DM tipe 2 ... 6
2.1.2 Test DM ... 9
2.1.3 Komplikasi DM tipe 2 ... 13
2.1.4 Patogenesis Penurunan Sensitivitas Pengecapan pada DM Tipe 2 ... 16
2.2 Lidah ... 20
2.2.1 Anatomi Lidah ... 20
2.2.2 Pembuluh Darah dan Persarafan Lidah ... 22
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas Pengecapan ... 25
2.3 Metode Uji Sensitivitas Rasa ... 26
2.4 Kerangka Teori ... 29
2.5 Kerangka Konsep... 30
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 31
3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
3.3 Polpulasi Dan Sampel Penelitian ... 31
3.3.1 Populasi ... 31
3.3.2 Sampel ... 31
3.3.2.1 Besar Sampel ... 32
3.4 Kriteria Pemilihan Sampel ... 33
3.5 Variabel Penelitian ... 33
3.6 Defenisi Operasional ... 34
3.7 Alat dan Bahan ... 35
3.7.1 Alat ... 35
3.7.2 Bahan ... 35
3.8 Cara Kerja ... 35
3.8.1 Pembuatan Larutan Uji ... 35
3.8.2 Prosedur Penelitian ... 37
3.9 Analisis Data ... 38
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39
BAB 5 PEMBAHASAN ... 53
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus... 10
2 Daftar Konversi A1C dalam Rata-rata Glukosa Darah ... 11
3 Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan
HbA1C Buruk ... 40
4 Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan
HbA1C Buruk ... 41
5 Penurunan Sensitvitas Indera Pengecapan Penderita DM Tipe 2
Dapat Mengecap Rasa Manis... 43
6 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Manis Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C
Sedang dan HbA1C Buruk ... 44
7 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2
Dapat Mengecap Rasa Asam ... 45
8 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Asam Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C
Sedang dan HbA1C Buruk ... 46
9 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2
Dapat Mengecap Rasa Asin... 47
10 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Asin Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C
11 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2
Dapat Mengecap Rasa Pahit ... 49
12 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Pahit Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C
Sedang dan HbA1C Buruk ... 50
13 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2
Dapat Mengecap Rasa Umami ... 51
14 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Umami Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Sensitivitas Normal Insulin ... 8
2 Resistensi Insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2 ... 9
3 Taste Pore dan Papilla ... 21
4 Taste Bud ... 22
5 Jaras Pengecapan ... 23
6 Reseptor Rasa Umami, Manis, Pahit, dan Asam ... 25
7 Elektrogustometri ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
1. Skema Alur Pikir
2. Ethical Clearance
3. Informed Consent
4. Kuesioner
5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya dan merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21.1,2 Penyakit ini sangat penting karena jumlah penderitanya semakin meningkat.3 Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita DM ke-4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Berdasarkan laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa terdapat sekitar 230 juta penderita DM di seluruh dunia dan angka ini terus meningkat hingga 3% atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya.4 Keanekaragaman etnik, ras dan gaya hidup dari populasi penduduk Indonesia yang hidup pada lebih dari 13.000 kepulauan merupakan faktor yang turut mempengaruhi.5
metabolisme lipid, karbohidrat dan protein yang kemudian akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi diabetes mellitus dengan berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi.6 Tindakan pengendalian DM sangat diperlukan khususnya dengan mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal, hal ini merupakan salah satu usaha pencegahan yang terbaik terhadap kemungkinan berkembangnya komplikasi DM. Kriteria pengendalian DM yang baik diantaranya adalah tidak terdapat atau minimal glukosaria, tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketoasidosis, jarang sekali terjadi hipoglikemia, glukosa pp normal dan HbA1C (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin) normal. Kendali glikemik yang baik berhubungan dengan menurunnya komplikasi DM, studi menunjukkan bahwa menurunkan angka HbA1C dapat menunda atau mencegah komplikasi kronis dan menurunkan kadar hemoglobin HbA1C agar tetap dalam kadar normal dapat meningkatkan peluang seseorang untuk hidup sehat. Bahkan hasil dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% HbA1C akan menurunkan resiko komplikasi sebesar 35%.4
dengan subjek kontrol nondiabetik.Penyebab utama dari gangguan pengecapan pada penderita DM masih belum diketahui, tetapi bisa merupakan akibat dari gangguan reseptor pengecapan, neuropati perifer atau kelainan dari mekanisme yang mendasari pusat pengartian rasa dalam otak.13 Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Gondivkar dkk (2009) dimana dari 40 penderita DM tipe 2 terkontrol dan 40 penderita DM tipe 2 tidak terkontrol, 50 orang diantaranya mengalami penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis, asam dan asin serta 6 orang penderita DM tipe 2 tidak terkontrol tidak dapat mengecap. Abnormalitas indera pengecapan ini akan mempengaruhi pemenuhan nutrisi penderita DM tipe 2, dimana penderita lebih cenderung memilih makanan yang lebih manis sehingga akan memperburuk keadaan hiperglikemia.14
Penurunan sensitivitas pengecapan merupakan perubahan yang umum terjadi pada ibu hamil dan menopause. Kebersihan gigi dan mulut yang buruk, xerostomia, sindrom sjogren, defisiensi zat besi, kerusakan pada ginjal dan hati, depresi, pembedahan di sekitar chorda timpani atau saraf glossoparingeal, trauma kepala, epilepsi dan diabetes mellitus juga merupakan penyebab penurunan sensitivitas pengecapan.15 Gangguan indera pengecapan merupakan pengamatan yang umum pada penderita DM tipe 2.13 Penyebab utama gangguan indera pengecapan masih belum dapat dipastikan, tetapi bisa jadi akibat kerusakan bawaan reseptor indera pengecapan, neuropati perifer, atau abnormalitas mekanisme pada pusat pendeteksian rasa di otak. Telah diamati bahwa terdapat hubungan langsung antara peningkatan kadar glukosa darah dengan indera pengecapan dimana neuropati perifer akan mempengaruhi saraf-saraf indera pengecapan atau mikroangiopati akan mempengaruhi taste bud, kedua hal ini kemungkinan merupakan penyebab dari gangguan indera pengecapan.13,14 Sebagai tambahan, obat yang digunakan dalam penanganan DM tipe 2 juga telah dinyatakan turut mempengaruhi kerusakan indera pengecapan.16
cenderung mengonsumsi makanan lebih banyak untuk memperoleh kenikmatan rasa yang sama dengan nondiabetik, sehingga hal tersebut akan memperburuk keadaan penderita dan menyebabkan berbagai komplikasi. Berdasarkan hal diatas mengenai adanya penurunan sensitivitas indera pengecapan pada penderita DM tipe 2 dan penelitian ini juga belum pernah dilakukan khususnya di kota Medan, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perubahan sensitivitas indera pengecapan pada penderita DM tipe 2 di kota Medan Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada HbA1C baik, sedang dan buruk.
2. Apakah terdapat penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 untuk sensitivitas rasa manis, asam, asin, pahit dan umami antara HbA1C baik, sedang dan buruk.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes mellitus tipe 2 terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada HbA1C baik, sedang dan buruk.
b. Tujuan Khusus
1.4 Hipotesis Penelitian
1. H0 : Tidak terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa
manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk
2. Hα : Terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk
1.5 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Sebagai data dan informasi mengenai penurunan sensitivitas pengecapan pada penderita DM tipe 2 terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami.
2. Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Biologi Oral dan Ilmu Penyakit Dalam.
b. Manfaat praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi, berasal dari kata diabere yang artinya siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain dan kemudian ditambahkan dengan kata mellitus yang artinya adalah madu.17,18 Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes behubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1
Diabetes mellitus (DM) disebut juga the silent killer karena merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21 dan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes ke-4 terbanyak di dunia.4 DM dibagi menjadi 2 kategori utama berdasarkan sekresi insulin endogen untuk mencegah munculnya ketodiasis, yaitu DM tergantung insulin (IDDM = insulin dependent diabetes mellitus) atau tipe 1 dan DM tidak tergantung insulin (NIDDM = noninsulin dependent diabetes mellitus) atau tipe 2.6 Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling banyak ditemukan. Sekitar 90% - 95% dari total penderita diabetes mellitus merupakan penderita DM tipe 2.8
2.1.1 Patofisiologi DM tipe 2
risiko yang berubah secara epidemiologis diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.18
Diagnosis klinis DM umumnya akan ditegakkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM , hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah sewaktu pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca makan ≥ 200 mg/dl.1
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel β pankreas.17,18
Sebagian besar DM tipe 2 diawali dengan obesitas dan sebagai kompensasi sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).6 Pengelolaan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan makanan tersebut akan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Dalam keadaan normal jumlah insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga sehingga kadar glukosa dalam darah normal.17
Gambar 1. Sensitivitas Normal Insulin 17
dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat.17
Gambar 2. Resistensi Insulin Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 17
Pada individu yang telah lama menderita DM tipe 2 telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal.6 Jadi hiperglikemia yang terjadi pada DM tipe 2 tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tetapi pada saat yang bersamaan juga terjadi karena rendahnya respon jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin).1
2.1.2 Test DM
dan HbA1C (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin).4 Dari keenam kriteria tersebut, maka hasil pemeriksaan HbA1C merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM.4,17
Tabel 1. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus 2
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah (mg/dl) • Puasa
• 2 jam postprandial A1c (%)
Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2, Perkeni 2006 2
didukung oleh American Diabetes Association (ADA), European Assocition for the study of Diabetes (EASD) dan International Diabetes Federation (IDF), dengan rumus konversi korelasi HbA1C terhadap rata-rata glukosa plasma: 19
Rata-rata glukosa plasma (mg/dl) = 28,7 x HbA1C – 46,7 Rata-rata glukosa plasma (mmol/L) = 1,59 x HbA1C -2,59
Tabel 2. Daftar Konversi A1C Dalam Rata-rata Glukosa Darah
A1C (%) Estimasi rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl)
5
pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah senormal mungkin.4
Beberapa faktor yang menjadi alasan utama yang mendukung penggunaan HbA1C sebagai alat untuk skrining dan diagnosis diabetes:19
1. Tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja.
2. Dapat memperkirakan keadaan glukosa darah dalam waktu yang lebih lama serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek.
3. Variabilitas biologisnya dan instabilitas preanalitiknya lebih rendah dibandingkan glukosa plasma puasa.
4. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor nonglikemik yang dapat
mempengaruhi nilai HbA1C sangat jarang ditemukan dan dapat diminimalisasi dengan melakukan pemeriksaan konfirmasi diagnosis dengan glukosa plasma.
5. Relatif tidak dipengaruhi oleh gangguan akut misalnya stress. 6. Lebih stabil dalam suhu kamar dibanding glukosa plasma puasa. 7. Lebih direkomendasikan untuk monitoring pengendalian glukosa. 8. Level HbA1C sangat berkorelasi dengan komplikasi diabetes.
hiperglikemia yang berakibat pada terjadinya komplikasi diabetik, mikrovaskular dan makrovaskular.4
2.1.3 Komplikasi DM Tipe 2
DM menyebabkan berbagai komplikasi akibat dari tingginya kadar gula darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketodiasis, sedangkan komplikasi kronik terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ sehingga mengakibatkan nefropati, retinopati, neuropati, dan penyakit vaskular perifer.21
- Retinopati 1. Komplikasi Mikrovaskular
- Nefropati
- Neuropati a. Retinopati diabetika
b. Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetik dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5gr/24jam ), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.22
- Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia 2. Komplikasi Makrovaskular
- Penyakit pembuluh darah perifer
- Hipertensi
Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak di dalam pembuluh darah.22 Kadar gula darah yang tidak terkontrol cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya arterosklerosis.18 Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular, berupa:22
a. Penyakit Jantung Koroner
angina pectoris (nyeri dada paroksismal seperti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktivitas atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, dimana nyeri menetap, lebih hebat dan tidak mereda dengan pemberian nitrat.22 Tetapi karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa dan disebut silent myocard infarction atau silent heart attack.16 Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada penderita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.22
b. Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran arteri karotis interna dan arteri vertebralis sehingga timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:22
- Pusing, sinkop
- Hemiplegia: parsial atau total - Afasia sensorik dan motorik - Keadaan pseudo-dementia
c. Penyakit pembuluh darah
mencapai fase IV. Faktor-faktor neuropati, makroangiopati, dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya proses gangreen diabetik. Pada penderita dengan gangreen dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai faktor pencetus koma ataupun kematian.22
DM menyebabkan berbagai komplikasi sebagai akibat dari tingginya kadar glukosa dalam darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketodiasis, sedangkan komplikasi kronis terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular 3. Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensorik, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif dimana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal, biasanya menyerang serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur saraf akibat adanya peningkatan jalur poliol, penurunan pembentukan mioinositol, penurunan Na/K Adenosine triphosphatase (ATP-ase), sehingga menimbulkan kerusakan struktur saraf, demielinisasi segmental, atau atrofi axonal.22
Terdapat sejumlah gangguan dan penyakit rongga mulut yang memiliki hubungan dengan diabetes seperti karies, infeksi mukosa oral, halitosis, penyakit periodontal, pengecapan dan gangguan neurosensori.12 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum pada penderita DM tipe 2.14 Lidah sering membesar dan atau terasa tebal pada penderita diabetes, kadang timbul gangguan pengecapan sehingga rasa dan kenikmatan makanan terganggu.18 Neuropati perifer memiliki hubungan yang erat dengan gangguan pengecapan dan ditambah lagi bahwa obat sulfonilurea yang dikonsumsi oleh penderita DM tipe 2 juga turut mengganggu pengecapan.13,14,16
berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya nefropati, retinopati, dan neuropati diabetik.20
Neuropati diabetik adalah salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada penderita DM dan merupakan keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi akibat kerusakan seluler ataupun molekuler yang etiologinya karena penyakit diabetes mellitus (DM).1 Neuropati diabetik merupakan gangguan yang dapat terlihat baik secara klinis maupun nonklinis, meliputi sistem saraf perifer dan juga sistem saraf otonom. Kerusakan sistem saraf perifer (Peripheral Neuropati Diabetic) termasuk polineuropati, fokal neuropati, multifokal neuropati.23 Gangguan indera pengecapan merupakan salah satu akibat dari neuropati perifer diabetik dimana tejadi penumpulan saraf sensorik yang akan menyebabkan penurunan sensitivitas indera pengecapan.14,20
Sama seperti komplikasi mikroangiopati diabetik lainnya, misalnya retinopati dan nefropati, neuropati perifer diabetik juga merupakan efek abnormalitas dari plyol pathway serta gangguan metabolisme dari mioniositol dan protein kinase.24 Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya neuropati diabetik, namun semuanya masih diperdebatkan dan belum dapat memuaskan semua pihak. Teori-teori tersebut adalah: 20
1.
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia memiliki hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang efeknya menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran basalis; trombosis pada arteriol intaneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati
yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok, dan hipertensi.2
2.
Terjadinya penyulit kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada penderita DM tipe 2.17 Terdapat hubungan yang sangat erat antara kontrol gula darah penderita DM dengan komplikasi neuropati perifer diabetik, dimana kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan: 20
Hipotesis Metabolik
1. Alur metabolik dibelokkan ke polyol pathway sehingga akan terdapat timbunan sorbitol dan fruktosa dalam jaringan. Dengan terjadinya hiperglikemi yang terus- menerus maka glukosa akan direduksi oleh enzim aldose reduktase dan akan menghasilkan sorbitol. Sorbitol akan diubah oleh enzim sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Sorbitol akan diakumulasikan pada sel schwann yang karena sifat osmotiknya tinggi maka akan terjadi pembengkakan sel schwann. Lebih lanjut akan terjadi iskemia.
2. Menurunnya kadar mioinositol dalam plasma. Keadaan ini disebabkan karena pada DM eksresi mioinositol meningkat, sedangkan sintesa fosfatidil inositol terhambat. Disamping itu, kadar gula darah yang tinggi menghambat mioinositol ke jaringan saraf. Karena mioinositol merupakan komponen fosfolipid membran yang antara lain berfungsi dalam transmisi impuls saraf, akibatnya akan terjadi gangguan hantaran saraf baik motorik maupun sensorik.
3. Glikolisasi nonenzimatik. Bila kadar glukosa darah meningkat, molekul-molekul glukosa akan melekat pada semua protein tubuh termasuk saraf tepi dan mielin, sesuai dengan peningkatan kadar glukosa. Pada saraf tikus yang dibuat menderita DM, kadar mielin-glikosilatnya meningkat 5x lipat. Mielin-glikosilat memiliki reseptor spesifik dan akan difagositas oleh sel-sel makrofag. Serangan sel-sel makrofag tersebut akan menambah hilangnya mielin pada saraf tepi.
3.
Hipotesis ini dikembangkan dari hipotesis vaskular dan hipotesis metabolik, dimana perubahan metabolik dan perubahan vaskular saling terkait satu sama lain. Hiperglikemia kronik menyebabkan perubahan-perubahan metabolik, yaitu:
Hipotesis Hipoksia
- Perubahan pelepasan oksigen
- Perubahan pola aliran darah mikrovaskular
- Perubahan pada mikrovaskular itu sendiri
Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang mempengaruhi perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf. Aliran darah menuju ke saraf perifer tikus yang dibuat menderita DM, berkurang akibat terjadinya mikroangiopati dan hiperviskositas. Keadaan tersebut mengakibatkan tekanan oksigen dalam endoneuron menurun, yang selanjutnya menyebabkan terganggunya kerja enzim sodium-potasium ATP-ase.20
4.
Terdapat 3 hormon yang mempengaruhi saraf perifer pada neuropati diabetik, yaitu tiroksin, testosteron, dan insulin. Pada tikus DM ternyata pemberian tiroksin dapat memperbaiki hantaran saraf motorik dan memperbaiki konsentrasi inositol. Demikian juga tikus DM, dengan dikastrasi akan mencegah berkurangnya kelarutan kolagen dan menambah permeabilitas vaskuler, namun cara tersebut tidak mungkin dilakukan pada manusia.20
Hipotesis Endokrin
5.
Dengan alat-alat magnetic resonance proton imaging dan magnetic resonance spectroscopy yang sangat sensitif terhadap keadaan hidrasi jaringan, didapatkan bahwa neuropati DM pada pemeriksaan n.suralis invivo didapatkan nerve hidration lebih tinggi daripada kontrol. Hasil ini mendukung teori bahwa pada neuropati perifer terdapat tanda edema saraf tepi.20
2.2 Lidah
Rongga mulut merupakan tempat awal masuknya makanan dan rasa makanan yang ditentukan oleh indera pengecap, yaitu reseptor indera pengecap yang terdapat pada rongga mulut terutama pada lidah.25 Indera pengecapan memiliki peran penting dalam kehidupan dan status nutrisi manusia, dapat merusak kesehatan individu melalui perubahan dalam hal kecenderungan memilih makanan dan kebiasaan makan seseorang.26
2.2.1 Anatomi Lidah
Lidah adalah organ yang berperan sangat penting dan berguna dalam menentukan fungsi pengecapan melalui reseptor pengecapan.27 Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah dan permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla. Pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak tedapat papilla, maka lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa.28
Reseptor pengecapan ditemukan pada taste bud yang banyak terdapat pada lidah dan juga palatum, faring, epiglotis dan laring.29,30 Taste bud tertanam pada epitel lidah dan terbuka pada bagian ujungnya yang disebut dengan taste pore. Memiliki sel pendukung serta sejumlah sel pengecap yang memanjang dan berakhir pada mikrovilli.29 Setiap taste bud terdiri dari 50-100 sel yang termodifikasi, beberapa diantaranya disebut sel sustentakuler dan yang lainnya disebut sel pengecap.28 Dari ujung setiap sel pengecap, beberapa mikrovilli menjulur ke arah taste pore.31 Terdapat sekitar 10.000 taste bud yang kita miliki dan tersebar luas di dalam rongga mulut, memiliki diameter sekitar 1/30 milimeter dan panjang sekitar 1/16
millimeter.31,32 Pada usia 75-90 tahun, jumlah taste bud akan berkurang lebih dari 50%. 33 Taste bud terdapat pada tiga jenis papilla yang terletak di lidah, yaitu:31
1. Papilla circumvallata : Sejumlah besar taste bud terdapat pada papilla circumvallata, berbentuk huruf V dan terletak pada permukaan posterior lidah. 2. Papilla fungiform : Sebagian kecil taste bud terdapat pada papilla fungiform
3. Papilla folliata : Sebagian kecil taste bud terdapat pada papilla filliata yang terletak pada lipatan sepanjang permukaan lateral lidah.
Gambar 3. Taste Pore dan Papilla 34
Gambar 4. Taste Bud 35
2.2.2 Pembuluh Darah dan Persarafan Lidah
Lidah menerima suplai darah dari arteri lingual yang merupakan cabang dari arteri karotid eksternal. Warna merah muda yang tampak pada lidah disebabkan karena lapisan epitel pada lidah lebih tipis dibandingkan dengan lapisan epitel pada bagian tubuh lain dan arteri yang sangat dekat dengan permukaan lidah.36
Sistem pengecapan merupakan sistem yang sangat unik, dimana reseptor tersebar luas sepanjang orofaring dan saraf perifer melalui tiga cabang saraf kranial yang berbeda. Cabang korda timpani nervus fasialis (N.VII) menginervasi taste bud yang terdapat pada papilla fungiform di anterior lidah dan juga lekukan anterior papilla folliata. Taste bud yang terdapat pada papilla circumvallata dan lekukan posterior papilla folliata diinervasi oleh cabang lingual nervus glossopharingeal (N.IX) dan taste bud yang terdapat pada epiglotis diinervasi oleh cabang superior laryngeal nervus vagus (N.X).33
bersatu di nukleus traktus solitarius medulla oblongata dan bersinapsis dengan neuron-neuron ordo kedua, yang aksonnya melintasi garis tengah dan bertemu dengan lemniskus medialis, kemudian berakhir di nukleus-nukleus relai sensorik spesifik pada thalamus bersama serabut saraf untuk kesan raba, nyeri dan suhu. Berikutnya impuls dihantarkan ke daerah proyeksi pengecapan pada korteks cerebrum di kaki girus postsentralis.30
Gambar 5. Diagram Pengecapan 35
2.2.3 Modalitas Pengecapan Dasar
Rasa adalah sensasi yang diterima oleh alat pengecapan dan ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Saat ini ada 5 rasa dasar yang dapat dikenali oleh lidah manusia yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami.37 Ada 3 jenis tipe sel pengecap yaitu tipe I, tipe II dan tipe III yang merupakan neuron sensorik yang merespon rangsangan rasa atau tastan.35
kloroform.37 Zat yang memiliki rasa manis akan berperan melalui protein G gustducin. T1R3 yang merupakan kelompok reseptor G protein-coupled dinyatakan oleh sekitar 20% dari sel-sel rasa, beberapa di antaranya juga merupakan gustducin. Gula memiliki rasa manis, tapi senyawa seperti sakarin juga memiliki rasa yang sama meskipun memiliki struktur yang sangat berbeda. Hal ini terjadi karena gula alami seperti sukrosa dan sintetis pemanis bertindak melalui reseptor yang berbeda pada gustducin. Seperti reseptor pahit-responsif, reseptor manis-responsif bertindak melalui nukleotida siklik dan metabolisme inositol fosfat.35
Rasa asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada pengecap lebih bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Oleh sebab itu tidak semua produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam atau asam organik memberikan kesan rasa asam lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama dihasilkan oleh garam-garam organik yang tidak terdisosiasi seperti asam malat, tartarat, asam sitrat, dan lainnya.37 Rasa asam dipicu oleh proton (ion H+). Ion H+ juga dapat mengikat dan memblokir saluran sensitif K+. Penurunan permeabilitas K+ dapat mendepolarisasi membran.35
Rasa asin dihasilkan oleh ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel pengecap melalui saluran ion pada mikrovilli akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua kation dapat memberikan rasa asin namun ukuran diameter ion akan sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan mengubah rasa asin ke arah pahit.37 Beberapa rasa senyawa organik yang menghasilkan rasa asin misalnya dipeptida lisiltaurin dan ornitiltaurin.30
dapat menyebabkan depolarisasi. Beberapa senyawa pahit adalah membran permeabel dan mungkin tidak melibatkan protein G, contohnya adalah quinin.35
Rasa umami sama seperti rasa manis dan rasa pahit, senyawa pemberi rasa umami akan berperan melalui protein G yang mengkait pada reseptor dan mengaktifkan pembawa peasan kedua (second messenger).37 Rasa umami terjadi karena aktivasi metabotropik reseptor glutamat terpotong, mGluR4 pada taste bud. Cara aktivasi reseptor menghasilkan depolarisasi tidak pasti. Glutamat dalam makanan juga dapat mengaktifkan ionotropik glutamat reseptor untuk depolarisasi reseptor umami.35
Gambar 6. Reseptor rasa umami, manis, pahit dan asam.34
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Pengecapan
Pada umumnya indera pengecapan dianggap kurang penting dibandingkan dengan indera lainnya, karena penurunan fungsi atau gangguan pengecapan jarang berakibat fatal.28 Gangguan indera pengecapan dapat diakibatkan oleh suatu keadaan dimana akses tastant terganggu pada sel reseptor taste bud (transport loss), rusaknya sel reseptor (sensory loss), atau rusaknya nervus afferent dan jalur pusat rangsangan (neural loss).38 Suatu kondisi dimana indera pengecapan sama sekali tidak dapat mendeteksi rasa disebut dengan ageusia, jika fungsi indera pengecapan agak berkurang disebut dengan hypogeusia dan jika indera pengecapan salah mendeteksi rasa atau terganggu disebut dysguesia.15,39
antihipertensi, antimikroba, dan antipoliferatif.Sensory loss terjadi akibat penuaan, oral candidiasis, obat-obatan seperti antitiroid dan antineoplastik, penyakit endokrin, oral neoplasma, pemphigus, radio terapi, infeksi virus terutama virus herpes. Disfungsi indera pengecapan merupakan hal yang umum terjadi pada usia lanjut sebagai akibat dari penuaan, penyakit, obat-obatan, dan malnutrisi.38 Oral higiene yang buruk merupakan penyebab umum gangguan pengecapan.15 Neural loss terjadi sebagai akibat dari diabetes mellitus, oral neoplasma, oral surgery, radioterapi.38 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum yang terjadi pada penderita DM tipe 2, terutama dalam mendeteksi rasa manis.14 Gangguan pengecapan ini dapat mempengaruhi asupan nutrisi, penderita cenderung memilih makanan yang lebih manis, hal ini akan memperburuk keadaan hiperglikemia.13
2.3 Metode Uji Sensitivitas Rasa
Gambar 7. Elektrogustometri 36
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu
Tempat : RSUP H. Adam Malik Medan
Waktu : Bulan Maret - Mei 2014
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 yang memeriksa HbA1C dengan rentang usia 40-74 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3.2 Sampel
3.3.2.1 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :
( 1,96 �0,5 (1−0,5) + 1,282 �0,6 (1−0,6) )2 n =
(0,18)2
= ( 1,96 �0,5 (0,5) + 1,282 �0,6 (0,4) )2 (0,18)2
= 79,802
Keterangan :
Zα = derajat kepercayaan 95%, maka Z = 1,96 Zβ = Power = 10%, maka Zβ = 1,282
Po = Proporsi penderita DM Tipe 2 yang mengalami penurunan pengecapan pada penelitian sebelumnya = 62,5% (Gondivkar SM dkk, 2009 14)
Pα = Proporsi penderita DM Tipe 2 yang mengalami penurunan pengecapan yang diharapkan 70,5%
Pα – Po = 70,5% - 62,5% =18%
Maka berdasarkan perhitungan rumus, didapat besar sampel minimal sebanyak 80 orang. Sehingga pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah 120 orang, dengan klasifikasi 40 orang HbA1C baik, 40 orang HbA1C sedang dan 40 orang HbA1C buruk.
( �∝��0 (1− �0) + �� ���(1− ��) )2
n =
3.4 Kriteria Pemilihan Sampel
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu : 1. Lama menderita DM tipe 2 minimal 1 tahun 2. Rentang usia 40 - 74 tahun
3. Penderita DM tipe 2 dengan hasil pemeriksaan HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk
Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu: 1. Alkoholism
2. Penyirih 3. Perokok
4. Terdapat lesi pada lidah 5. Tonsilektomi
6. Sedang dan pernah menjalani radioterapi 7. Sedang menjalani hemodialisa
3.5 Variabel Penelitian
Variabel bebas
• Diabetes Mellitus tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk buruk.
Variabel terkendali
• Penderita DM tipe 2 usia 40-74 tahun
• Minimal menderita DM tipe 2
selama 1 tahun
• Penyakit sistemik lain Variabel tergantung
3.6 Defenisi Operasional
a. Penderita DM tipe 2 adalah orang yang didiagnosa menderita diabetes mellitus tipe 2 akibat hiperglikemia yang terjadi akibat terjadinya defisiensi insulin dan resistensi insulin.
b. HbA1C buruk adalah penderita yang memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C dalam < 6,5% (<140mg/dl)
c. HbA1C sedang adalah penderita yang memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C dalam rentang 6,5-8% (140mg/dl – 183mg/dl)
d. HbA1C buruk adalah penderita yang memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C dalam > 8% (>183mg/dl)
e. Sensitivitas pengecapan penderita DM tipe 2 adalah tingkat kepekaan lidah penderita DM tipe 2 untuk dapat mendeteksi rasa manis, asam, asin, pahit dan umami.
f. Penurunan sensitivitas pengecapan adalah suatu kondisi dimana penderita tidak dapat mendeteksi rasa manis / asam / asin / pahit saat diberikan uji taste strip dengan konsentrasi larutan uji baik dari yang terendah sampai tertinggi.
g. Lama menderita DM tipe 2 adalah kondisi sejak penderita didiagnosa menderita DM tipe 2 pertama kali hingga penelitian dilakukan (dalam hitungan tahun).
h. Taste strips adalah potongan kertas saring whatman dengan ukuran 8 x 2 cm yang dicelupkan ke dalam konsentrasi larutan uji dan kemudian diletakkan pada lidah penderita DM tipe 2 untuk menguji tingkat sensitivitas lidah penderita.
i. Merasa adalah kemampuan sensitivitas lidah seseorang mendeteksi rasa manis, asam, asin, dan pahit secara spontan, < 1menit, atau 1-2 menit.
m. Asin adalah rasa yang dibentuk oleh golongan substansi kimia sodium klorida.
n. Pahit adalah rasa yang dibentuk oleh golongan substansi kimia quinine hidroklorida.
o. Umami adalah rasa yang rasa gurih dan enak yang dibentuk oleh golongan substansi kimia monosodium glutamat.
3.7 Alat dan Bahan
3.7.1 Alat
1. Kertas saring Whatman 2. Cotton roll
3. Plastic cup 4. Tissue 5. Alat tulis
3.7.2 Bahan
1. Aquadest
2. Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 20%, 40% 3. Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 5%, 9%, 16,5%, 30% 4. Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 1,6%, 4%, 10%, 25% 5. Larutan quinine hidroklorida dengan konsentrasi larutan 0,04%, 0,09%,
0,24%, 0,6%
6. Larutan monosodium glutamat dengan konsentrasi larutan 25%, 10%, 4%, 1,6%
3.8 Cara Kerja
3.8.1 Pembuatan Larutan Uji
• Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 20%, 40% • Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 5%, 9%, 16,5%, 30% • Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 1,6%, 4%, 10%, 25% 2. Taste Stips dibuat dari filter paper beukuran 8 x 2 cm. Area sepanjang 2 x 2 cm pada taste strips akan dicelupkan ke dalam larutan uji.
3.8.2 Prosedur Penelitian
1. Penelitian dilakukan pada sampel yang menderita DM tipe 2
2. Sampel diintruksikan untuk bekumur-kumur dengan air mineral sebanyak 60 ml selama kurang lebih 60 detik.
3. Lidah sampel dibersihkan dengan cotton roll.
4. Sampel dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1C, yaitu HbA1C sedang dan HbA1C buruk.
5. Masing-masing rasa terdiri dari 4 konsentrasi.
6. Untuk kelompok rasa manis, uji pengecapan dilakukan di daerah anterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi.
7. Untuk kelompok rasa asam, uji pengecapan dilakukan di daerah lateral posterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi. 8. Untuk kelompok rasa asin, uji pengecapan dilakukan di daerah lateral
anterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi.
9. Untuk kelompok rasa pahit, uji pengecapan dilakukan di daerah posterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi.
10.Untuk kelompok rasa umami, uji pengecapan dilakukan di seluruh permukaan lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi. 11.Data dimasukkan ke dalam tabel kemudian dianalisa.
Sampel berkumur-kumur dengan air mineral sebanyak 60 ml selama kurang lebih 60 detik
Lidah dibersihkan dengan cotton roll
Taste Strips dicelupkan ke dalam larutan uji. Pengujian dimulai dari konsentrasi yang paling rendah.
3.9 Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan metode Chi-Square untuk
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Sampel pada penelitian ini merupakan penderita DM tipe 2 yang telah melakukan pemeriksaan HbA1C di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 120 orang yang terdiri dari 40 orang HbA1C baik, 40 orang HbA1C sedang dan 40 orang HbA1C buruk. Setiap kelompok HbA1C terdiri dari lima kelompok rasa yaitu rasa manis, asam, asin, pahit dan umami. Sehingga didapat 24 orang untuk setiap kelompok rasa yang terdiri dari 8 orang HbA1C baik, 8 orang HbA1C sedang dan 8 orang HbA1C buruk. Setiap subjek yang diteliti terlebih dahulu diberikan pertanyaan berdasarkan kuesioner dan harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
4.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapatkan beberapa karakteristik umum subjek yang diteliti dengan kadar HbA1C baik, sedang, dan buruk.
Tabel 3b. Persentase distribusi frekuensi karakteristik penyakit DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk
Tabel 3a menunjukkan karakteristik umum penderita DM tipe 2 dimana jumlah subjek telah ditentukan sebanyak 120 orang yang terdiri dari 40 HbA1C baik, 40 HbA1C sedang dan 40 HbA1C buruk. Berdasarkan jenis kelamin frekuensi terbanyak penderita DM tipe 2 adalah laki-laki (51,66%) yang terdiri dari 16 orang HbA1C baik, 25 orang HbA1C sedang dan 21 orang HbA1C buruk. Umur penderita
Karakteristik Frekuensi Makan Makanan Utama
DM tipe 2 telah ditentukan dari usia 40-74 tahun dan frekuensi terbanyak terdapat pada kelompok umur 40-64 tahun (75%) yang terdiri dari 27 orang HbA1C baik, 31 orang HbA1C sedang dan 32 orang HbA1C buruk. Pekerjaan sebagian besar penderita DM tipe 2 merupakan pegawai negeri (49,16%) yang terdiri dari 11 orang HbA1C baik, 30 orang HbA1C sedang dan 18 orang HbA1C buruk. Berdasarkan tingkat pendidikan, penderita DM tipe 2 didominasi oleh sarjana (65,83%) yang terdiri dari 23 orang HbA1C baik, 34 orang HbA1C sedang dan 22 orang HbA1C buruk.
4.2 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Terhadap Penurunan Sensitivitas Indera Pengecapan Penderita DM Tipe 2
4.2.1 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Terhadap Penurunan Rasa Manis
Tabel 4. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa manis
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 4 menunjukkan penurunan sensitivitas rasa manis terhadap larutan sukrosa 40%, 20%, 10% dan 5% pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sukrosa terhadap penurunan sensitivitas rasa manis dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sukrosa terhadap penurunan sensitivitas rasa manis dengan p = 0,020. Untuk HbA1C buruk terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sukrosa terhadap penurunan sensitivitas rasa manis dengan p = 0,024. Ini berarti H0 ditolak, artinya terdapat
Tabel 5. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa manis pada penderita
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 5 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa manis. Untuk larutan sukrosa 5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang, dan buruk terhadap penurunan rasa manis dengan p = 0,364. Untuk larutan sukrosa 10% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang, dan buruk terhadap penurunan rasa manis dengan p = 0,309. Untuk larutan sukrosa 20% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang, dan buruk terhadap penurunan rasa manis dengan p = 0,069. Begitu juga dengan rasa manis dengan larutan sukrosa 40%, tidak terdapat perbedaan signifikan yaitu p = 0,580. Ini berarti H0 diterima, artinya tidak terdapat penurunan sensitivitas
4.2.2 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Terhadap Penurunan Rasa Asam
Tabel 6. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa asam
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 6 menunjukkan penurunan sensitivitas rasa asam terhadap larutan asam sitrat 30%, 16,5%, 9% dan 5% pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi asam sitrat terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi asam sitrat terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi asam sitrat terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Ini berarti H0 ditolak, artinya terdapat
Tabel 7. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa asam pada penderita
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 7 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa asam. Untuk larutan asam sitrat 5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asam dengan p = 0,842. Untuk larutan asam sitrat 9% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asam dengan p = 0,171. Untuk larutan asam sitrat 16,5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asam dengan p = 0,113. Begitu juga dengan rasa asam dengan larutan asam sitrat 30% tidak terdapat perbedaan. Ini berarti H0 diterima,
4.2.3 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Terhadap Penurunan Rasa Asin
Tabel 8. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa asin
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 8 menunjukkan penurunan sensitivitas rasa asin terhadap larutan sodium klorida 25%, 10%, 4% dan 1,6% pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Ini berarti H0 ditolak,
Tabel 9. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa asin pada penderita
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 9 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa asin. Untuk larutan sodium klorida 1,6% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asin dengan p = 0,829. Untuk larutan sodium klorida 4% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asin dengan p = 0,244. Untuk larutan sodium klorida 10% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asin dengan p = 0,113. Begitu juga dengan rasa asin dengan larutan sodium klorida 25% tidak terdapat perbedaan. Ini berarti H0 diterima, artinya tidak terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap
4.2.4 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Terhadap Penurunan Rasa Pahit
Tabel 10. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa pahit
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 10 menunjukkan penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa pahit dengan larutan quinin hidroklorida 0,6%, 0,24%, 0,09% dan 0,04% terhadap penurunan sensitivitas rasa pahit pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi quinin hidroklorida terhadap penurunan sensitivitas rasa pahit dengan p = 0,017. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi quinin hidroklorida terhadap penurunan sensitivitas rasa pahit dengan p = 0,028. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi quinin hidroklorida terhadap penurunan sensitivitas rasa pahit dengan p = 0,028. Ini berarti H0 ditolak,
Tabel 11. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa pahit pada penderita
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 11 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa pahit. Untuk larutan quinin hidroklorida 0,04% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa pahit dengan p = 0,842. Untuk larutan quinin hidroklorida 0,09% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa pahit dengan p = 0,446. Untuk larutan quinin hidroklorida 0,24% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa pahit dengan p = 0,580. Begitu juga dengan rasa pahit dengan larutan quinin hidroklorida 0,6% tidak terdapat perbedaan. Ini berarti H0 diterima, artinya tidak terdapat
4.2.5 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Terhadap Penurunan Rasa Umami
Tabel 12. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa umami
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 12 menunjukkan penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa umami dengan larutan monosodium glutamat 25%, 10%, 4% dan 1,6% terhadap penurunan sensitivitas rasa umami pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi monosodium glutamat terhadap penurunan sensitivitas rasa umami dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi monosodium glutamat terhadap penurunan sensitivitas rasa umami dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa umami dengan p = 0,022. Ini berarti H0 ditolak, artinya terdapat penurunan sensitivitas pengecapan
Tabel 13. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa umami pada
Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 13 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa umami. Untuk larutan monosodium glutamat 1,6% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa umami dengan p = 1,00. Untuk larutan monosodium glutamat 4% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa umami dengan p = 0,504. Untuk larutan monosodium glutamat 10% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa umami dengan p = 1,00. Begitu juga dengan rasa umami dengan larutan monosodium glutamat 25% tidak terdapat perbedaan signifikan denga p = 0,508. Ini berarti H0
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini berlangsung di RSUP Haji Adam Malik Medan sejak bulan Maret – Mei 2014 terhadap pasien DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan sensitivitas indera pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita DM tipe 2 berdasarkan kadar HbA1C. Subjek yang diteliti terdiri dari 40 orang HbA1C baik, 40 orang HbA1C sedang dan 40 orang HbA1C buruk. Setiap kelompok HbA1C yang terdiri dari 40 orang dibagi menjadi 5 kelompok rasa manis, asam, asin, pahit dan umami masing-masing 8 orang untuk setiap rasa. Sehingga untuk setiap kelompok rasa terdiri dari 24 orang, yaitu 8 orang HbA1C baik, 8 orang HbA1C sedang dan 8 orang HbA1C buruk. Setiap kelompok rasa yang terdiri dari 8 orang diberi 4 konsentrasi untuk setiap sampel, sehingga setiap sampel mendapatkan 4 kali uji sensitivitas rasa yang dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. Subjek yang diteliti harus memenuhi kriteria inklusi yaitu : usia 40 - 74 tahun, minimal menderita DM tipe 2 selama 1 tahun dan melakukan pemeriksaan HbA1C.
Ada dua cara dalam mengukur rasa, yaitu secara manual yang disebut kemogustometer dan secara elektrik yang disebut elektrogustometer. Kemogustometer melibatkan penerapan tastants kimia terhadap mukosa mulut, sedangkan elektrogustometer melibatkan penerapan arus anodal langsung sebagai rangsangan untuk membangkitkan respon gustatori. Elektrogustometer merupakan pengukuran yang paling akurat, dimana alat ini melibatkan penerapan arus anodal langsung sebagai rangsangan untuk membangkitkan respon gustatori serta dihubungkan langsung dengan komputer dengan skala perhitungan stimulus 0,3μA sampai 1000μA.36
disarankan menggunakan elektrogustometer untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih valid. Untuk rasa manis, uji sensitivitas pengecapan dilakukan di daerah anterior ujung lidah pada papilla fungiformis dengan larutan sukrosa 5%, 10%, 20% dan 40%. Untuk rasa asam, uji sensitivitas pengecapan dilakukan di daerah lateral posterior lidah pada papilla fungiformis dan folliata dengan larutan asam sitrat 5%, 9%, 16,5% dan 40%. Untuk rasa asin, uji sensitivitas pengecapan dilakukan di daerah lateral anterior lidah pada papilla fungiformis dengan sodium klorida 1,6%, 4%, 10% dan 25%. Untuk rasa pahit, uji sensitivitas pengecapan dilakukan di daerah posterior lidah pada papilla circumvallate dengan larutan quinin hidroklorida 0,04%, 0,09%, 0,24% dan 0,6%. Untuk rasa umami, uji sensitivitas pengecapan dilakukan di seluruh permukaan lidah pada papilla fungiformis dan circumvallate dengan larutan sukrosa 1,6%, 4%, 10% dan 25%.30,31,41 Data kemudian dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji Chi-square, dimana tingkat kemaknaan yang diinginkan adalah p < 0,05.
5.1 Karakteristik Umum
kelompok tersedikit (2,5%). Hasil penelitian ini berbeda bila dibandingan dengan penelitian Trisnawati S dkk (2013) di Denpasar yang menemukan bahwa mayoritas penderita DM tipe 2 merupakan kelompok yang tidak bekerja dan berpendidikan rendah.42 Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai diabetes dan kurang terjangkaunya harga makanan sehat seperti buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dll, sehingga makanan siap saji menjadi pilihan akibat harga yang terjangkau dan dapat ditemukan dimanapun.
Berdasarkan tabel 3b dapat dilihat beberapa karateristik penyakit DM tipe 2 seperti lama menderita, frekuensi makan makanan utama setiap hari dan frekuensi olahraga setiap hari. Mayoritas subjek telah terdiagnosa DM tipe 2 selama 1-5 tahun (27,5%) dan minoritas subjek telah menderita selama 11-15 tahun (23,33%). Frekuensi makan makanan utama setiap hari kebanyakan 3x1 hari (88,33%) dan paling sedikit 2x1 hari (11,66%). Kebanyakan penderita DM tipe 2 tidak pernah melakukan olahraga (36,66%) dan frekuensi paling sedikit melakukan olahraga 1-4 x 1 minggu (28,33%). Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan obesitas, dimana obesitas merupakan faktor resiko utama penyebab DM tipe 2.19
5.2 Hubungan Kadar HbA1C Baik Terhadap Penurunan Sensitivitas
Indera Pengecapan
20% dan 40%. Untuk rasa asam (tabel 6) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 5%, 9%, 16,5% dan 30% dengan p = 0,003. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa asam dan seluruh subjek (100%) dapat mengecap pada konsentrasi 9%, 16,5% dan 30%. Untuk rasa asin (tabel 8) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 1,6%, 4%, 10% dan 25% dengan p = 0,003. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa asin dan seluruh subjek dapat mengecap pada konsentrasi 10% dan 25%. Untuk rasa pahit (tabel 10) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 0,04%, 0,09%, 0,24% dan 0,6% dengan p = 0,017. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa pahit dan seluruh subjek dapat mengecap pada konsentrasi 0,24% dan 0,6%. Untuk rasa umami (tabel 12) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 1,6%, 4%, 10% dan 25% dengan p = 0,017. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa umami dan seluruh subjek (100%) dapat mengecap pada konsentrasi 10% dan 25%. Ini berarti H0 ditolak, yang artinya pada
kelompok HbA1C baik terjadi penurunan sensitivitas pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dimana ditemukan bahwa semakin rendah konsentrasi larutan maka semakin sedikit subjek yang dapat mengecap dan sebaliknya semakin tinggi konsentrasi larutan maka jumlah subjek yang dapat mengecap akan semakin banyak.
5.3 Hubungan Kadar HbA1C Sedang Terhadap Penurunan Sensitivitas
Indera Pengecapan
responden terhadap rasa asam dan seluruh subjek (100%) dapat mulai mengecap pada konsentrasi 16,5% dan 30%. Untuk rasa asin (tabel 8) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 1,6%, 4%, 10% dan 25% dengan p = 0,007. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa asin dan frekuensi terbanyak subjek dapat mulai mengecap adalah pada konsentrasi 10% dan 25%. Untuk rasa pahit (tabel 10) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 0,04%, 0,09%, 0,24% dan 0,6% dengan p = 0,028. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa pahit dan frekuensi terbanyak subjek dapat mulai mengecap adalah pada konsentrasi 0,6%. Untuk rasa umami (tabel 12) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 1,6%, 4%, 10% dan 25% dengan p = 0,007. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa umami dan seluruh subjek (100%) dapat mulai mengecap adalah pada konsentrasi 25%. Ini berarti H0 ditolak, yang artinya pada kelompok HbA1C sedang
terjadi penurunan sensitivitas pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dimana ditemukan bahwa semakin rendah konsentrasi larutan maka semakin sedikit subjek yang dapat mengecap dan sebaliknya semakin tinggi konsentrasi larutan maka jumlah subjek yang dapat mengecap akan semakin banyak.
5.4 Hubungan Kadar HbA1C Buruk Terhadap Penurunan Sensitivitas
Indera Pengecapan
signifikan antara subjek dengan konsentrasi 1,6%, 4%, 10% dan 25% dengan p = 0,003%. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa asin dan frekuensi terbanyak subjek dapat mulai mengecap adalah pada konsentrasi 25%. Untuk rasa pahit (tabel 10) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 0,04%, 0,09%, 0,24% dan 0,6% dengan p = 0,028. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa pahit dan frekuensi terbanyak subjek dapat mulai mengecap adalah pada konsentrasi 0,6%. Untuk rasa umami (tabel 12) terdapat perbedaan signifikan antara subjek dengan konsentrasi 1,6%, 4%, 10% dan 25% dengan p = 0,022. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat penurunan sensitivitas pengecapan responden terhadap rasa umami dan frekuensi terbanyak subjek (87,5%) dapat mulai mengecap adalah pada konsentrasi 10% dan 25%.
Ini berarti H0 ditolak, yang artinya pada kelompok HbA1C buruk terjadi
penurunan sensitivitas pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dimana ditemukan bahwa semakin rendah konsentrasi larutan maka semakin sedikit subjek yang dapat mengecap dan sebaliknya semakin tinggi konsentrasi larutan maka jumlah subjek yang dapat mengecap akan semakin banyak. DM menyebabkan berbagai komplikasi sebagai akibat dari tingginya kadar gula dalam darah.11 Terdapat hubungan langsung antara peningkatan kadar gula darah dengan indera pengecapan, dimana kadar gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan neuropati diabetik yang akan merusak saraf-saraf perifer indera pengecapan dan kadar gula darah yang tinggi ini juga akan menyebabkan mikroangiopati yang akan merusak taste bud, kedua hal ini merupakan penyebab dari gangguan indera pengecapan pada DM tipe 2.13,14
5.5 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Rasa Antara HbA1C Baik,
HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk
Tabel 5 menunjukkan penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita
taste strips yang dicelupkan ke dalam larutan sukrosa berkonsentrasi 5%, 10%, 20% dan 40%. Untuk sukrosa 5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,364. Untuk sukrosa 10% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,309. Untuk sukrosa 20% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,069. Untuk sukrosa 40% tidak terdapat perbedaan sensitivitas pengecapan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,580.
Tabel 7 menunjukkan distribusi konsentrasi rasa asam terhadap sensitivitas indera pengecapan DM tipe 2 berdasarkan kadar HbA1C. Masing-masing subjek diuji sensitivitas pengecapannya terhadap rasa asam pada daerah lateral posterior lidah dengan taste strips yang dicelupkan ke dalam larutan asam sitrat berkonsentrasi 5%, 9%, 16,5% dan 30%. Untuk asam sitrat 5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,842. Untuk asam sitrat 9% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,171. Untuk asam sitrat 16,5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk dengan p = 0,113. Untuk asam sitrat 30% tidak terdapat perbedaan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C. Pada penelitian ini keseluruhan subjek dapat mengecap pada konsentrasi 16,5% dan 30%.