BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gagal Ginjal Kronis (GGK) 2.1.1 Definisi
GGK adalah suatu proses patofisiologis yang menyebabkan penurunan
fungsi ginjal secara progresif dengan penyebab yang beragam. Pada
umumnya, hal ini akan berakhir dengan gagal ginjal tahap akhir. Gagal ginjal
tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita
memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.1,2,14
Kriteria GGK adalah:16
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) baik kelainan patologis ataupun tanda tanda kelainan ginjal,
termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, ataupun kelainan dalam tes MRI.
2. LFG kurang dari 600 cc/menit/1.73 m2 selama lebih dari tiga bulan, dengan atau tanpa tanda-tanda lain kerusakan ginjal.
2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
GGK dapat disebabkan manifestasi penyakit kronis seperti
diabetes mellitus atau hipertensi. Penyebab GGK yang paling sering adalah
penyakit diabetes, insidensinya mencapai 44%. Penyebab paling sering
kedua adalah penyakit hipertensi kronis, insidensinya mencapai 28%.16 Penyakit lain yang dapat menyebabkan rusaknya ginjal yaitu :13,17
1. Glumerulonefritis, yaitu penyakit yang menyebabkan inflamasi dan
2. Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yang merupakan
penyakit autoimun.
3. Polycystic Kidney Disease, yaitu kelainan bawaan pada ginjal, dimana
terdapat kista berukuran besar di dalam ginjal yang dapat merusak
jaringan sekitarnya.
4. Nephrotic syndrome atau sindroma nefrotik, merupakan manifestasi klinis
dari setiap lesi glomerulus yang menyebabkan kelebihan ekskresi protein
dalam urin.
5. Pyelonephritis, yaitu manifestasi yang ditimbulkan akibat cedera
berkelanjutan pada ginjal yang menyebabkan infeksi bakteri Escherichia
coli.
6. Obstruksi akibat batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat pada
pria.
7. Infeksi saluran kemih
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2011 mencatat
penyebab GGK pada pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada
Gambar 1. Penyebab GGK di Indonesia.18
Faktor predisposisi GGK dapat berupa faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Untuk faktor intrinsik, faktor predisposisi GGK adalah usia, jenis kelamin, ras dan
genetik. Semakin meningkat usia seseorang, maka akan lebih berisiko terkena GGK,
hal ini diakibatkan karena proses penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut; untuk jenis
kelamin, beberapa penelitian menyatakan bahwa pria lebih berisiko dibandingkan
wanita; sedangkan untuk ras, ras Afrika dan Amerika lebih berisiko dibandingkan
ras-ras lainnya; dan telah diidentifikasi bahwa faktor genetik merupakan salah satu
faktor yang dapat memicu dan mempercepat perkembangan GGK. Untuk faktor
ekstrinsik, faktor predisposisi GGK adalah tingkat pendidikan, orang yang memiliki
latar belakang yang rendah akan lebih berisiko terkena GGK, hal ini diakibatkan
karena kurangnya kesadaran terhadap kesehatan; berat badan juga menjadi faktor
predisposisi GGK, orang dengan berat badan berlebih lebih berisiko dibandingkan
pemakaian obat-obatan berupa obat penghilang rasa sakit yang berlebih dan
penyalahgunaan obat-obat terlarang juga dapat meningkatkan risiko terkena GGK.17
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi atas derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung
berdasarkan serum kreatinin, usia, jenis kelamin dan berat badan dengan
menggunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut:19
LFG
(ml/menit/1,7
3m2)
=
(140-umur) x Berat Badan
*( x 0.85 untuk wanita ) Serum Kreatin (mg/dL) x 72
Tabel 1. Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit.20
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau meningkat
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
ringan
60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
sedang
30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
berat
15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
2.1.4 Komplikasi
Menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) berhubungan erat dengan
terjadinya komplikasi pada sistem organ tubuh. Semakin menurun LFG, maka
semakin berat juga komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang terjadi pada GGK
1. Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan satu atau lebih sel darah merah
mayor, konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hemoglobin berdasarkan jenis kelamin, yaitu
pada pria kurang dari 13 gr/dL, sedangkan pada wanita dibagi menjadi wanita
pra-menopause kurang dari 12 gr/dL dan wanita pasca pra-menopause kurang dari 13 gr/dL.
Anemia dapat didiagnosa pada setiap tingkat GGK dan terdapat hubungan erat
dengan tingkat keparahan GGK tersebut. Sebanyak 50% penderita GGK yang
menderita anemia. Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi, asam folat dan
vitamin B12; perdarahan gastrointestinal, hiperparatiroid yang parah, inflamasi
sistemik, tetapi penyebab paling utama terjadinya anemia pada penderita GGK yaitu
menurunnya sintesis eritroprotein. Eritroprotein adalah glikoprotein yang
disekresikan oleh ginjal dan berperan penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi
sel-sel darah merah pada sumsum tulang. Anemia pada pasien GGK dapat
meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi kardiovaskular
(angina, hipertrofi ventrikel kiri,dan gagal jantung) yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal lebih lanjut yang disebut Cardiorenal Anemia Syndrome.21,22
2. Gangguan pada tulang dan metabolisme mineral
Ginjal merupakan organ utama ekskresi fosfat dan 1-α-hidroksilasi yang
dihasilkan vitamin D. Penderita GGK mengalami peningkatan kadar serum fosfat
(hyperphosphatemia) yang menyebabkan tingkat dihidroksi-vitamin D menjadi
inadekuat, yang dapat mengurangi sintesis jaringan parut parenkim dan terjadi
pengurangan ekskresi fosfat. Hal ini dapat menyebabkan kadar serum kalsium
menjadi menurun dan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid.
Gangguan pada tulang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu turnover tulang yang
rendah dan turnover tulang yang tinggi. Pasien pra-dialisis paling banyak mengalami
turnover tulang yang tinggi karena peningkatan hormon paratiroid sehingga dapat
meningkatkan resorpsi tulang serta meningkatkan kadar kalsium dalam darah.
utama penyakit kardiovaskular pada pasien GGK. Resorpsi tulang yang meningkat
dan terus menerus dapat menyebabkan fibrosis dan pembentukan kista pada tulang.
Kondisi ini juga dapat menyebabkan gejala seperti nyeri tulang bahkan tumor pada
kasus yang berat. Hormon paratiroid merupakan toksin uremia dan apabila kadarnya
meningkat dalam darah dapat menyebabkan kelemahan otot dan fibrosis pada
jaringan otot. Sebaliknya, pada pasien dialisis, lebih banyak mengalami turnover
tulang yang rendah dengan penurunan hormon paratiroid. Hal ini akan menyebabkan
akumulasi dari matriks tulang yang tidak termineralisasi, penurunan volume tulang,
peningkatan insidensi fraktur dan berhubungan dengan peningkatan vaskularisasi dan
kalsifikasi.21,23
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab dan komplikasi GGK. Komplikasi ini
sering dikaitkan dengan hiperfosfatemia dan hiperkalsemia yang dapat menyebabkan
kalsifikasi vaskular. Komplikasi pada jantung sering sekali berkembang menjadi
gagal jantung kongestif.21,22 4. Dislipidemia
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama kesakitan dan kematian
kardiovaskular dan komplikasi ini paling sering dijumpai pada penderita GGK.
Secara umum, penurunan fungsi ginjal sejalan dengan peningkatan hiperlipidemia,
hipertrigliseridemia dan LDL kolestrol. Hal ini disebabkan oleh penurunan aktivitas
lipoprotein lipase dan trigliserida lipase. Beberapa penelitian menemukan bahwa
hiperparatiroid juga dapat meningkatkan keparahan dislipidemia.21,23
2.1.5 Perawatan
Perencanaan tatalaksana GGK disesuaikan dengan derajat penyakit
yang diderita oleh pasien seperti pada tabel 2.
Derajat
LFG
(ml/mnt/1,73m
2
)
Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Diagnosis dan perawatan, perawatan
pada kondisi komorbid, intervensi
untuk memperlambat perkembangan
penyakit, memperkecil faktor risiko
kardiovaskular
2 60 – 89 Perkiraan perkembangan penyakit dan menghambat penurunan atau
kerusakan fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan perawatan komplikasi yang muncul
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal (dialisis atau transplantasi)
5 < 15 Terapi pengganti ginjal jika terjadi
uremia
Dialisis adalah suatu perawatan untuk membersihkan darah penderita
ketika fungsi ginjal tidak dapat berfungsi secara optimal. Fungsi dari dialisis
adalah untuk membuang zat-zat sisa berbahaya, garam mineral berlebih dan
cairan cairan yang dihasilkan oleh tubuh dalam darah. Dialisis juga berfungsi
untuk mengatur tekanan darah dan membantu mempertahankan jumlah cairan
normal pada tubuh. Perawatan dialisis dapat memperpanjang usia penderita
GGK, tetapi perawatan ini bukan merupakan pengobatan untuk penderita
Terdapat dua jenis perawatan dialisis, yaitu:
1. Hemodialisis
Hemodialisis merupakan metode umum yang digunakan untuk merawat
pasien penderita GGK. Hemodialisis pertama kali digunakan sebagai terapi gagal
ginjal pada tahun 1960an dan telah banyak penelitian penelitian yang dilakukan untuk
membuat terapi hemodialisis menjadi lebih efektif dengan efek samping seminimal
mungkin. Meskipun belakangan ini telah dibuat alat dialisis yang lebih sederhana,
hemodialisis tetap merupakan terapi yang rumit dan kurang nyaman bagi penderita,
yang membutuhkan koordinasi pasien, keluarga pasien dan tim medis (dokter
spesialis ginjal, perawat, teknisi dan pekerja lainnya).25
Hemodialisis biasanya disediakan di rumah sakit atau di klinik dialisis.
Selama prosedur berlangsung, darah pasien berpindah dari alat kateter yang
dipasangkan pada pembuluh darah arteri pada lengan dan dihubungkan ke
tabung dari suatu mesin yang merupakan tempat pertukaran sisa-sisa
pembuangan, cairan,dan elektrolit. Membran semipermeabel memisahkan
darah pasien dari larutan dialisis (dialisat) dan konstituen bergerak diantara
kedua kompartemen tersebut. Misalnya, sisa sisa pembuangan berpindah dari
darah ke larutan dialisat, sementara ion bikarbonat bergerak ke dalam darah
dari larutan dialisat tersebut. Sel darah dan protein tetap berada dalam darah
karena tidak dapat melewati membran semipermeabel. Pertukaran terjadi
secara ultrafiltrasi, difusi dan osmosis. Setelah pertukaran telah selesai, darah
dikembalikan ke vena pasien. Heparin atau antikoagulan lainnya diberikan
dan tetap dilakukan pemantaun agar tidak terjadi pembekuan darah.
Hemodialisis pada pasien GGK biasanya dilakukan tiga kali seminggu dan
membutuhkan tiga sampai empat jam setiap sesinya. Pasien akan merasakan
perasaan yang sangat tidak nyaman karena terjadi perubahan drastis pada
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tetapi pasien akan merasa
lebih baik setelah perawatan. Perasaan lebih baik tersebut akan menghilang
secara bertahap karena sisa sisa pembuangan akan kembali menumpuk
Alat yang digunakan pada hemodialisis adalah sebuah alat penyaring
yang disebut dialyzer. Dialyzer berfungsi untuk membuang zat zat sisa dan
cairan berlebih pada darah dalam sebuah tabung, kemudian darah di dalam
tabung tersebut akan dimasukkan ke dalam tabung lainnya sehingga menjadi
darah bersih yang akan dimasukkan kembali ke dalam tubuh penderita.25
Indikasi hemodialisis adalah sebagai berikut:27 1. Asidosis metabolik
2. Uremia > 200 mg/dL
3. Hiperkalemia > 7 mEq/L
4. Kelebihan cairan
5. Encephalopati uremikum
6. Intoksikasi obat
7. LFG < 15 mL/menit/1,73 m2
Masalah yang paling sering dialami oleh pasien hemodialisis berkaitan dengan
akses vaskuler seperti thrombosis fistula, pembentukan aneurisma dan infeksi
terutama dengan graft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi sistemik
dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit dialisis. Transmisi infeksi
yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis dan HIV merupakan suatu potensial
yang berbahaya. Pada dialisis jangka panjang, deposit protein amiloid dialisis yang
mengandung mikroglobulin dapat menyebabkan sindrom terowongan karpal dan
artropati destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang
mengandung aluminium dan kontaminasi aluminium dengan larutan dialisat sehingga
dapat terjadi toksisitas aluminium yang dapat menyebabkan demensia, mioklonus,
kejang dan penyakit tulang.23 2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal adalah suatu perawatan pada GGK dengan cara
memasukkan larutan dialisat ke dalam rongga peritoneum. Dialisat
menyebabkan sisa sisa pembuangan dan cairan yang berlebih ditarik melalui
membran peritoneal kedalam rongga peritoneum. Setelah proses tersebut
selesai, cairan akan dikeringkan dan diganti.28
Dialisis peritoneal dapat dilakukan di unit dialysis ataupun di rumah.
Perawatan ini dapat dilakukan pada malam hari disaat tidur dan dapat dilakukan terus
menerus pada saat rawat jalan (biasanya disebut Continuous Ambulatory Peritoneal
di daerah permukaan, tipis dan bervaskularisasi tinggi, berfungsi sebagai membran
semipermeabel. Sebuah kateter dengan titik masuk dan keluar tertanam dalam rongga
peritoneal. Larutan dialisat dimasukkan ke dalam rongga melalui kateter, yang
memungkinkan pertukaran zat zat sisa dan elektrolit dengan cara difusi dan osmosis.
Kemudian, cairan dialisat dikeringkan dari rongga oleh gravitasi ke dalam sebuah
wadah. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan
hemodialisis. Namun, proses pertukaran ini lebih kontinu, sehingga dapat mencegah
perubahan cairan dan elektrolit yang berlebihan dan mendadak di dalam tubuh dan
komponen-komponen yang terdapat di dalam larutan dialisis dapat disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Komplikasi utama dialisis peritoneal adalah infeksi yang
dapat mengakibatkan peritonitis.25,28
Gambar 3. Proses dialisis peritoneal25
2.2Pengecapan
Pengecapan merupakan suatu bentuk kemoreseptor langsung yang
dasar mulut. Lidah melekat pada permukaan dalam mandibula mendekati midline
dengan dukungan tulang hyoid. Selain untuk fungsi sensori berupa pengecapan, lidah
juga berfungsi untuk mengunyah, menelan, berbicara.29
Terdapat empat jenis papilla lidah untuk mempersepsikan
pengecapan, yaitu papilla filiformis, fungiformis, foliate dan circumvalatte.
Papila filiformis merupakan papilla yang paling banyak terdapat pada
permukaan lidah. Papila fungiformis berbentuk seperti fungi atau jamur dan
tersebar diantara papilla filiformis. Papila foliate terletak di daerah posterior
lateral lidah. Papila circumvalatte tersebar pada daerah sepertiga posterior
lidah dan membentuk huruf V. Pada papilla lidah terdapat reseptor
pengecapan yang disebut kuncup kecap (taste buds). Terdapat lima modalitas
pengecapan dasar yang dapat dirasakan oleh taste buds, yaitu rasa manis,
asam, asin, pahit dan umami. Dari keempat jenis papilla, hanya ada tiga jenis
papilla yang memiliki reseptor pengecapan, yaitu papilla fungiformis, foliate
dan circumvallate.29,30
2.2.1 Pengecapan normal
Pada manusia terdapat empat pengecapan dasar, yaitu rasa manis, asam, asin
dan pahit.9,30,31 Pada tahun 1908, rasa kelima ditemukan oleh seorang peneliti Jepang, Kikunae Ikeda yaitu rasa umami.10
Terdapat lima rasa dasar yang dapat dirasakan oleh reseptor pengecapan,
yaitu:
Rasa manis, tidak dihasilkan oleh satu golongan bahan kimia saja.
Beberapa jenis bahan kimia yang membentuk rasa ini adalah gula, glikol, alkohol,
aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein kecil, asam
sulfat, asam halogen dan garam anorganik dari timah dan berilium yang merupakan
bahan kimia organik. Perubahan kecil dalam struktur kimia, seperti penambahan
sederhana secara radikal dapat mengubah substansi rasa manis menjadi pahit.
Rasa asam, disebabkan oleh asam yang dirangsang oleh konsentrasi ion
hidrogen. Intensitas sensasi rasa asam dari asam-asam organik biasanya lebih tinggi
daripada asam mineral dengan konsentrasi ion hidrogen yang sama. Hal ini
disebabkan oleh asam organik lebih cepat menembus sel daripada asam mineral.
Reseptor asam terletak pada lateral lidah.9,10
Rasa asin, dihasilkan oleh garam terionisasi, terutama oleh konsentrasi
ion natrium. Kualitas rasa asin bervariasi, karena beberapa garam menimbulkan
sensasi rasa lain selain rasa asin. Kation garam, terutama kation natrium, berperan
dalam menghasilkan rasa asin, tetapi anion juga berkontribusi pada konsentrasi yang
lebih rendah. Reseptor asin terletak pada daerah lateral anterior lidah.9,10
Rasa pahit, sama seperti rasa manis, tidak hanya dihasilkan oleh satu jenis
zat kimia organik. Dua kelas zat tertentu yang menyebabkan rasa pahit, yaitu zat
organik dari rantai panjang nitrogen dan alkaloid. Alkaloid banyak terdapat dalam
obat-obatan seperti kina, kafein, strychnine dan nikotin. Beberapa zat pada awalnya
terasa manis tetapi akan berakhir pahit, seperti sakarin. Rasa pahit dengan intensitas
tinggi biasanya membuat manusia mauoun hewan menolak suatu jenis makanan yang
membuat sensasi rasa pahit menjadi penting, karena banyak zat racun yang
ditemukan pada tanaman, seperti alkaloid, yang menyebabkan rasa pahit yang intens.
Reseptor pahit terletak di daerah posterior lidah.9,10
Rasa umami, diartikan sebagai rasa enak, gurih, sedap dalam bahasa
Jepang, yang menunjukkan sensasi rasa menyenangkan yang secara kualitatif berbeda
dengan rasa manis, asin, asam, maupun pahit. Rasa Umami adalah rasa dominan pada
makanan yang mengandung monosodium glutamate, seperti ekstrak daging dan keju.
Gambar 4. Penampang peta rasa lidah32
2.2.2 Gangguan Sensitivitas Pengecapan
Gangguan sensitivitas pengecapan dapat disebabkan oleh banyak hal,
seperti infeksi saluran pernafasan, terapi yang menggunakan radiasi, cedera
kepala, pembedahan pada telinga, hidung dan tenggorokan, oral hygiene yang
buruk dan gejala sistemik seperti DM dan GGK, termasuk penggunaan
obat-obatan.17,33 Terdapat tiga jenis gangguan pengecapan, yaitu :
Hypogeusia, yaitu berkurangnya kemampuan pengecapan, disebabkan oleh penyakit-penyakit sistemik seperti alzheimer, parkinson, ataupun GGK.13
Dysgeusia, yaitu terganggunya organ atau reseptor pengecapan, disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dan konsumsi obat-obatan, maupun pada penderita
Ageusia, yaitu ketidakmampuan organ pengecapan untuk mengecap sensasi rasa sama sekali, dapat disebabkan oleh paparan zat kimia berbahaya ataupun
penyakit stroke.17,33
2.2.3 Metode Untuk Menguji Sensitivitas Pengecapan
Secara garis besar, terdapat dua metode untuk menguji sensitivitas
pengecapan, yaitu :
Chemogustometry (Uji Taste Strips)
Uji Taste Strips dapat digunakan untuk menguji sensitivitas pengecapan pada
pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah
kertas Whatman dengan ukuran 2 x 8 cm. Bahan yang digunakan adalah larutan uji
rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan masing-masing empat konsentrasi
yang berbeda. Taste Strips dicelupkan kedalam masing-masing konsentrasi larutan uji
dan kemudian diujikan padah lidah subjek.34
Electrogustometry (RION TR06)
RION TR06 adalah alat paling umum yang digunakan untuk menguji
pengecapan dengan menggunakan stimulus elektrik, bentuknya portable dan mudah
dibawa. Skala arus yang dikeluarkan alat ini adalh 4μA sampai 400μA. Arus stimulus
dapat diaplikasikan dengan durasi 0.5, 1.0 dan 2.00 detik ataupun berdasararkan
kontrol yang diinginkan.35
Aplikasi alat ini dilakukan secara manual dengan cara kerja arus elektrik
disalurkan menggunakan elektroda stainless steel, sehingga uji dapat dilakukan pada
2.3 Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Sensitivitas Pengecapan
Pada pasien hemodialisis, sering dijumpai penurunan kesehatan gigi dan
mulut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan konsentrasi ureum
yang tinggi di dalam darah lebih berisiko memiliki lesi di mulut. Menurunnya
kesehatan gigi dan mulut ini akan semakin parah pada pasien usia lanjut, penderita
penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal, konsumsi
obat-obatan dan penurunan fungsi imun yang mempermudah terjadinya infeksi dan
inflamasi pada rongga mulut.37
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat kondisi oral pada pasien
hemodialisis. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan banyaknya pasien
hemodialisis yang memiliki setidaknya satu atau lebih manifestasi di rongga mulut,
seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ulser di rongga
mulut, xerostomia, bau ureum dan gangguan sensitivitas pengecapan.12
Gangguan sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis masih belum
diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi diketahui efek uremia dapat menjadi salah
satu faktor penurunan sensitivas pengecapan.6 Efek uremia akan menyebabkan penurunan fungsi kelenjar saliva, dimana saliva merupakan komponen cairan utama
dari lingkungan eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan
dalam sensitivitas pengecapan.12
Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva parotis, submandibula dan sublingual
pada sebelum, saat dan setelah makan. Saliva berfungsi untuk menghaluskan
makanan, membentuk bolus untuk pengunyahan dan penelanan, membantu
pengucapan, membersihkan jaringan lunak dan mencegah kerusakan gigi. Selain itu,
saliva juga berperan dalam mempersepsikan berbagai rasa, seperti rasa manis, asin,
asam, pahit dan umami. Saliva merupakan komponen cairan utama dari lingkungan
eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan dalam
sensitivitas pengecapan. Peran utamanya adalah sebagai transportasi zat rasa dan
rasa, saliva bertindak sebagai pelarut untuk zat rasa; air saliva melarutkan zat rasa
dan kemudian menyebar ke situs reseptor pengecapan. Selama proses ini, beberapa
unsur kimia saliva berinteraksi dengan zat rasa. Misalnya, buffer saliva dapat
menurunkan konsentrasi ion hidrogen bebas (rasa asam) dan ada beberapa protein
saliva yang dapat mengikat dengan zat rasa pahit. Efek lain saliva terhadap transduksi
rasa yaitu beberapa unsur saliva dapat terus menerus menstimulasi reseptor
2.4 Kerangka Teori
Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis
Uremia penurunan fungsi kelenjar saliva
Batasan asupan
cairan
Konsumsi obat-obatan
Usia lanjut atrofi sel lidah
2.5 Kerangka Konsep
Lama menjalani hemodialisis:
- Jangka pendek - Jangka panjang
Gangguan sensitivitas pengecapan -Rasa manis
-Rasa asam -Rasa asin -Rasa pahit -Rasa umami
Usia pasien
≥ 30
tahun
Jenis kelami