• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronis (GGK) 2.1.1 Definisi

GGK adalah suatu proses patofisiologis yang menyebabkan penurunan

fungsi ginjal secara progresif dengan penyebab yang beragam. Pada

umumnya, hal ini akan berakhir dengan gagal ginjal tahap akhir. Gagal ginjal

tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang irreversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita

memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi

ginjal.1,2,14

Kriteria GGK adalah:16

1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berupa

kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG) baik kelainan patologis ataupun tanda tanda kelainan ginjal,

termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, ataupun kelainan dalam tes MRI.

2. LFG kurang dari 600 cc/menit/1.73 m2 selama lebih dari tiga bulan, dengan atau tanpa tanda-tanda lain kerusakan ginjal.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

GGK dapat disebabkan manifestasi penyakit kronis seperti

diabetes mellitus atau hipertensi. Penyebab GGK yang paling sering adalah

penyakit diabetes, insidensinya mencapai 44%. Penyebab paling sering

kedua adalah penyakit hipertensi kronis, insidensinya mencapai 28%.16 Penyakit lain yang dapat menyebabkan rusaknya ginjal yaitu :13,17

1. Glumerulonefritis, yaitu penyakit yang menyebabkan inflamasi dan

(2)

2. Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yang merupakan

penyakit autoimun.

3. Polycystic Kidney Disease, yaitu kelainan bawaan pada ginjal, dimana

terdapat kista berukuran besar di dalam ginjal yang dapat merusak

jaringan sekitarnya.

4. Nephrotic syndrome atau sindroma nefrotik, merupakan manifestasi klinis

dari setiap lesi glomerulus yang menyebabkan kelebihan ekskresi protein

dalam urin.

5. Pyelonephritis, yaitu manifestasi yang ditimbulkan akibat cedera

berkelanjutan pada ginjal yang menyebabkan infeksi bakteri Escherichia

coli.

6. Obstruksi akibat batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat pada

pria.

7. Infeksi saluran kemih

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2011 mencatat

penyebab GGK pada pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada

(3)

Gambar 1. Penyebab GGK di Indonesia.18

Faktor predisposisi GGK dapat berupa faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Untuk faktor intrinsik, faktor predisposisi GGK adalah usia, jenis kelamin, ras dan

genetik. Semakin meningkat usia seseorang, maka akan lebih berisiko terkena GGK,

hal ini diakibatkan karena proses penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut; untuk jenis

kelamin, beberapa penelitian menyatakan bahwa pria lebih berisiko dibandingkan

wanita; sedangkan untuk ras, ras Afrika dan Amerika lebih berisiko dibandingkan

ras-ras lainnya; dan telah diidentifikasi bahwa faktor genetik merupakan salah satu

faktor yang dapat memicu dan mempercepat perkembangan GGK. Untuk faktor

ekstrinsik, faktor predisposisi GGK adalah tingkat pendidikan, orang yang memiliki

latar belakang yang rendah akan lebih berisiko terkena GGK, hal ini diakibatkan

karena kurangnya kesadaran terhadap kesehatan; berat badan juga menjadi faktor

predisposisi GGK, orang dengan berat badan berlebih lebih berisiko dibandingkan

(4)

pemakaian obat-obatan berupa obat penghilang rasa sakit yang berlebih dan

penyalahgunaan obat-obat terlarang juga dapat meningkatkan risiko terkena GGK.17

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi atas derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung

berdasarkan serum kreatinin, usia, jenis kelamin dan berat badan dengan

menggunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut:19

LFG

(ml/menit/1,7

3m2)

=

(140-umur) x Berat Badan

*( x 0.85 untuk wanita ) Serum Kreatin (mg/dL) x 72

Tabel 1. Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit.20

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

atau meningkat

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

ringan

60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

sedang

30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

berat

15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

2.1.4 Komplikasi

Menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) berhubungan erat dengan

terjadinya komplikasi pada sistem organ tubuh. Semakin menurun LFG, maka

semakin berat juga komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang terjadi pada GGK

(5)

1. Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan satu atau lebih sel darah merah

mayor, konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hemoglobin berdasarkan jenis kelamin, yaitu

pada pria kurang dari 13 gr/dL, sedangkan pada wanita dibagi menjadi wanita

pra-menopause kurang dari 12 gr/dL dan wanita pasca pra-menopause kurang dari 13 gr/dL.

Anemia dapat didiagnosa pada setiap tingkat GGK dan terdapat hubungan erat

dengan tingkat keparahan GGK tersebut. Sebanyak 50% penderita GGK yang

menderita anemia. Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi, asam folat dan

vitamin B12; perdarahan gastrointestinal, hiperparatiroid yang parah, inflamasi

sistemik, tetapi penyebab paling utama terjadinya anemia pada penderita GGK yaitu

menurunnya sintesis eritroprotein. Eritroprotein adalah glikoprotein yang

disekresikan oleh ginjal dan berperan penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi

sel-sel darah merah pada sumsum tulang. Anemia pada pasien GGK dapat

meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi kardiovaskular

(angina, hipertrofi ventrikel kiri,dan gagal jantung) yang dapat menyebabkan

kerusakan ginjal lebih lanjut yang disebut Cardiorenal Anemia Syndrome.21,22

2. Gangguan pada tulang dan metabolisme mineral

Ginjal merupakan organ utama ekskresi fosfat dan 1-α-hidroksilasi yang

dihasilkan vitamin D. Penderita GGK mengalami peningkatan kadar serum fosfat

(hyperphosphatemia) yang menyebabkan tingkat dihidroksi-vitamin D menjadi

inadekuat, yang dapat mengurangi sintesis jaringan parut parenkim dan terjadi

pengurangan ekskresi fosfat. Hal ini dapat menyebabkan kadar serum kalsium

menjadi menurun dan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid.

Gangguan pada tulang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu turnover tulang yang

rendah dan turnover tulang yang tinggi. Pasien pra-dialisis paling banyak mengalami

turnover tulang yang tinggi karena peningkatan hormon paratiroid sehingga dapat

meningkatkan resorpsi tulang serta meningkatkan kadar kalsium dalam darah.

(6)

utama penyakit kardiovaskular pada pasien GGK. Resorpsi tulang yang meningkat

dan terus menerus dapat menyebabkan fibrosis dan pembentukan kista pada tulang.

Kondisi ini juga dapat menyebabkan gejala seperti nyeri tulang bahkan tumor pada

kasus yang berat. Hormon paratiroid merupakan toksin uremia dan apabila kadarnya

meningkat dalam darah dapat menyebabkan kelemahan otot dan fibrosis pada

jaringan otot. Sebaliknya, pada pasien dialisis, lebih banyak mengalami turnover

tulang yang rendah dengan penurunan hormon paratiroid. Hal ini akan menyebabkan

akumulasi dari matriks tulang yang tidak termineralisasi, penurunan volume tulang,

peningkatan insidensi fraktur dan berhubungan dengan peningkatan vaskularisasi dan

kalsifikasi.21,23

3. Penyakit jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab dan komplikasi GGK. Komplikasi ini

sering dikaitkan dengan hiperfosfatemia dan hiperkalsemia yang dapat menyebabkan

kalsifikasi vaskular. Komplikasi pada jantung sering sekali berkembang menjadi

gagal jantung kongestif.21,22 4. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan faktor risiko utama kesakitan dan kematian

kardiovaskular dan komplikasi ini paling sering dijumpai pada penderita GGK.

Secara umum, penurunan fungsi ginjal sejalan dengan peningkatan hiperlipidemia,

hipertrigliseridemia dan LDL kolestrol. Hal ini disebabkan oleh penurunan aktivitas

lipoprotein lipase dan trigliserida lipase. Beberapa penelitian menemukan bahwa

hiperparatiroid juga dapat meningkatkan keparahan dislipidemia.21,23

2.1.5 Perawatan

Perencanaan tatalaksana GGK disesuaikan dengan derajat penyakit

yang diderita oleh pasien seperti pada tabel 2.

(7)

Derajat

LFG

(ml/mnt/1,73m

2

)

Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Diagnosis dan perawatan, perawatan

pada kondisi komorbid, intervensi

untuk memperlambat perkembangan

penyakit, memperkecil faktor risiko

kardiovaskular

2 60 – 89 Perkiraan perkembangan penyakit dan menghambat penurunan atau

kerusakan fungsi ginjal

3 30 – 59 Evaluasi dan perawatan komplikasi yang muncul

4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal (dialisis atau transplantasi)

5 < 15 Terapi pengganti ginjal jika terjadi

uremia

Dialisis adalah suatu perawatan untuk membersihkan darah penderita

ketika fungsi ginjal tidak dapat berfungsi secara optimal. Fungsi dari dialisis

adalah untuk membuang zat-zat sisa berbahaya, garam mineral berlebih dan

cairan cairan yang dihasilkan oleh tubuh dalam darah. Dialisis juga berfungsi

untuk mengatur tekanan darah dan membantu mempertahankan jumlah cairan

normal pada tubuh. Perawatan dialisis dapat memperpanjang usia penderita

GGK, tetapi perawatan ini bukan merupakan pengobatan untuk penderita

(8)

Terdapat dua jenis perawatan dialisis, yaitu:

1. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan metode umum yang digunakan untuk merawat

pasien penderita GGK. Hemodialisis pertama kali digunakan sebagai terapi gagal

ginjal pada tahun 1960an dan telah banyak penelitian penelitian yang dilakukan untuk

membuat terapi hemodialisis menjadi lebih efektif dengan efek samping seminimal

mungkin. Meskipun belakangan ini telah dibuat alat dialisis yang lebih sederhana,

hemodialisis tetap merupakan terapi yang rumit dan kurang nyaman bagi penderita,

yang membutuhkan koordinasi pasien, keluarga pasien dan tim medis (dokter

spesialis ginjal, perawat, teknisi dan pekerja lainnya).25

Hemodialisis biasanya disediakan di rumah sakit atau di klinik dialisis.

Selama prosedur berlangsung, darah pasien berpindah dari alat kateter yang

dipasangkan pada pembuluh darah arteri pada lengan dan dihubungkan ke

tabung dari suatu mesin yang merupakan tempat pertukaran sisa-sisa

pembuangan, cairan,dan elektrolit. Membran semipermeabel memisahkan

darah pasien dari larutan dialisis (dialisat) dan konstituen bergerak diantara

kedua kompartemen tersebut. Misalnya, sisa sisa pembuangan berpindah dari

darah ke larutan dialisat, sementara ion bikarbonat bergerak ke dalam darah

dari larutan dialisat tersebut. Sel darah dan protein tetap berada dalam darah

karena tidak dapat melewati membran semipermeabel. Pertukaran terjadi

secara ultrafiltrasi, difusi dan osmosis. Setelah pertukaran telah selesai, darah

dikembalikan ke vena pasien. Heparin atau antikoagulan lainnya diberikan

dan tetap dilakukan pemantaun agar tidak terjadi pembekuan darah.

Hemodialisis pada pasien GGK biasanya dilakukan tiga kali seminggu dan

membutuhkan tiga sampai empat jam setiap sesinya. Pasien akan merasakan

perasaan yang sangat tidak nyaman karena terjadi perubahan drastis pada

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tetapi pasien akan merasa

lebih baik setelah perawatan. Perasaan lebih baik tersebut akan menghilang

secara bertahap karena sisa sisa pembuangan akan kembali menumpuk

(9)

Alat yang digunakan pada hemodialisis adalah sebuah alat penyaring

yang disebut dialyzer. Dialyzer berfungsi untuk membuang zat zat sisa dan

cairan berlebih pada darah dalam sebuah tabung, kemudian darah di dalam

tabung tersebut akan dimasukkan ke dalam tabung lainnya sehingga menjadi

darah bersih yang akan dimasukkan kembali ke dalam tubuh penderita.25

(10)

Indikasi hemodialisis adalah sebagai berikut:27 1. Asidosis metabolik

2. Uremia > 200 mg/dL

3. Hiperkalemia > 7 mEq/L

4. Kelebihan cairan

5. Encephalopati uremikum

6. Intoksikasi obat

7. LFG < 15 mL/menit/1,73 m2

Masalah yang paling sering dialami oleh pasien hemodialisis berkaitan dengan

akses vaskuler seperti thrombosis fistula, pembentukan aneurisma dan infeksi

terutama dengan graft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi sistemik

dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit dialisis. Transmisi infeksi

yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis dan HIV merupakan suatu potensial

yang berbahaya. Pada dialisis jangka panjang, deposit protein amiloid dialisis yang

mengandung mikroglobulin dapat menyebabkan sindrom terowongan karpal dan

artropati destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang

mengandung aluminium dan kontaminasi aluminium dengan larutan dialisat sehingga

dapat terjadi toksisitas aluminium yang dapat menyebabkan demensia, mioklonus,

kejang dan penyakit tulang.23 2. Dialisis peritoneal

Dialisis peritoneal adalah suatu perawatan pada GGK dengan cara

memasukkan larutan dialisat ke dalam rongga peritoneum. Dialisat

menyebabkan sisa sisa pembuangan dan cairan yang berlebih ditarik melalui

membran peritoneal kedalam rongga peritoneum. Setelah proses tersebut

selesai, cairan akan dikeringkan dan diganti.28

Dialisis peritoneal dapat dilakukan di unit dialysis ataupun di rumah.

Perawatan ini dapat dilakukan pada malam hari disaat tidur dan dapat dilakukan terus

menerus pada saat rawat jalan (biasanya disebut Continuous Ambulatory Peritoneal

(11)

di daerah permukaan, tipis dan bervaskularisasi tinggi, berfungsi sebagai membran

semipermeabel. Sebuah kateter dengan titik masuk dan keluar tertanam dalam rongga

peritoneal. Larutan dialisat dimasukkan ke dalam rongga melalui kateter, yang

memungkinkan pertukaran zat zat sisa dan elektrolit dengan cara difusi dan osmosis.

Kemudian, cairan dialisat dikeringkan dari rongga oleh gravitasi ke dalam sebuah

wadah. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan

hemodialisis. Namun, proses pertukaran ini lebih kontinu, sehingga dapat mencegah

perubahan cairan dan elektrolit yang berlebihan dan mendadak di dalam tubuh dan

komponen-komponen yang terdapat di dalam larutan dialisis dapat disesuaikan

dengan kebutuhan individu. Komplikasi utama dialisis peritoneal adalah infeksi yang

dapat mengakibatkan peritonitis.25,28

Gambar 3. Proses dialisis peritoneal25

2.2Pengecapan

Pengecapan merupakan suatu bentuk kemoreseptor langsung yang

(12)

dasar mulut. Lidah melekat pada permukaan dalam mandibula mendekati midline

dengan dukungan tulang hyoid. Selain untuk fungsi sensori berupa pengecapan, lidah

juga berfungsi untuk mengunyah, menelan, berbicara.29

Terdapat empat jenis papilla lidah untuk mempersepsikan

pengecapan, yaitu papilla filiformis, fungiformis, foliate dan circumvalatte.

Papila filiformis merupakan papilla yang paling banyak terdapat pada

permukaan lidah. Papila fungiformis berbentuk seperti fungi atau jamur dan

tersebar diantara papilla filiformis. Papila foliate terletak di daerah posterior

lateral lidah. Papila circumvalatte tersebar pada daerah sepertiga posterior

lidah dan membentuk huruf V. Pada papilla lidah terdapat reseptor

pengecapan yang disebut kuncup kecap (taste buds). Terdapat lima modalitas

pengecapan dasar yang dapat dirasakan oleh taste buds, yaitu rasa manis,

asam, asin, pahit dan umami. Dari keempat jenis papilla, hanya ada tiga jenis

papilla yang memiliki reseptor pengecapan, yaitu papilla fungiformis, foliate

dan circumvallate.29,30

2.2.1 Pengecapan normal

Pada manusia terdapat empat pengecapan dasar, yaitu rasa manis, asam, asin

dan pahit.9,30,31 Pada tahun 1908, rasa kelima ditemukan oleh seorang peneliti Jepang, Kikunae Ikeda yaitu rasa umami.10

Terdapat lima rasa dasar yang dapat dirasakan oleh reseptor pengecapan,

yaitu:

Rasa manis, tidak dihasilkan oleh satu golongan bahan kimia saja.

Beberapa jenis bahan kimia yang membentuk rasa ini adalah gula, glikol, alkohol,

aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein kecil, asam

sulfat, asam halogen dan garam anorganik dari timah dan berilium yang merupakan

bahan kimia organik. Perubahan kecil dalam struktur kimia, seperti penambahan

sederhana secara radikal dapat mengubah substansi rasa manis menjadi pahit.

(13)

Rasa asam, disebabkan oleh asam yang dirangsang oleh konsentrasi ion

hidrogen. Intensitas sensasi rasa asam dari asam-asam organik biasanya lebih tinggi

daripada asam mineral dengan konsentrasi ion hidrogen yang sama. Hal ini

disebabkan oleh asam organik lebih cepat menembus sel daripada asam mineral.

Reseptor asam terletak pada lateral lidah.9,10

Rasa asin, dihasilkan oleh garam terionisasi, terutama oleh konsentrasi

ion natrium. Kualitas rasa asin bervariasi, karena beberapa garam menimbulkan

sensasi rasa lain selain rasa asin. Kation garam, terutama kation natrium, berperan

dalam menghasilkan rasa asin, tetapi anion juga berkontribusi pada konsentrasi yang

lebih rendah. Reseptor asin terletak pada daerah lateral anterior lidah.9,10

Rasa pahit, sama seperti rasa manis, tidak hanya dihasilkan oleh satu jenis

zat kimia organik. Dua kelas zat tertentu yang menyebabkan rasa pahit, yaitu zat

organik dari rantai panjang nitrogen dan alkaloid. Alkaloid banyak terdapat dalam

obat-obatan seperti kina, kafein, strychnine dan nikotin. Beberapa zat pada awalnya

terasa manis tetapi akan berakhir pahit, seperti sakarin. Rasa pahit dengan intensitas

tinggi biasanya membuat manusia mauoun hewan menolak suatu jenis makanan yang

membuat sensasi rasa pahit menjadi penting, karena banyak zat racun yang

ditemukan pada tanaman, seperti alkaloid, yang menyebabkan rasa pahit yang intens.

Reseptor pahit terletak di daerah posterior lidah.9,10

Rasa umami, diartikan sebagai rasa enak, gurih, sedap dalam bahasa

Jepang, yang menunjukkan sensasi rasa menyenangkan yang secara kualitatif berbeda

dengan rasa manis, asin, asam, maupun pahit. Rasa Umami adalah rasa dominan pada

makanan yang mengandung monosodium glutamate, seperti ekstrak daging dan keju.

(14)

Gambar 4. Penampang peta rasa lidah32

2.2.2 Gangguan Sensitivitas Pengecapan

Gangguan sensitivitas pengecapan dapat disebabkan oleh banyak hal,

seperti infeksi saluran pernafasan, terapi yang menggunakan radiasi, cedera

kepala, pembedahan pada telinga, hidung dan tenggorokan, oral hygiene yang

buruk dan gejala sistemik seperti DM dan GGK, termasuk penggunaan

obat-obatan.17,33 Terdapat tiga jenis gangguan pengecapan, yaitu :

 Hypogeusia, yaitu berkurangnya kemampuan pengecapan, disebabkan oleh penyakit-penyakit sistemik seperti alzheimer, parkinson, ataupun GGK.13

 Dysgeusia, yaitu terganggunya organ atau reseptor pengecapan, disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dan konsumsi obat-obatan, maupun pada penderita

(15)

 Ageusia, yaitu ketidakmampuan organ pengecapan untuk mengecap sensasi rasa sama sekali, dapat disebabkan oleh paparan zat kimia berbahaya ataupun

penyakit stroke.17,33

2.2.3 Metode Untuk Menguji Sensitivitas Pengecapan

Secara garis besar, terdapat dua metode untuk menguji sensitivitas

pengecapan, yaitu :

 Chemogustometry (Uji Taste Strips)

Uji Taste Strips dapat digunakan untuk menguji sensitivitas pengecapan pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah

kertas Whatman dengan ukuran 2 x 8 cm. Bahan yang digunakan adalah larutan uji

rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan masing-masing empat konsentrasi

yang berbeda. Taste Strips dicelupkan kedalam masing-masing konsentrasi larutan uji

dan kemudian diujikan padah lidah subjek.34

 Electrogustometry (RION TR06)

RION TR06 adalah alat paling umum yang digunakan untuk menguji

pengecapan dengan menggunakan stimulus elektrik, bentuknya portable dan mudah

dibawa. Skala arus yang dikeluarkan alat ini adalh 4μA sampai 400μA. Arus stimulus

dapat diaplikasikan dengan durasi 0.5, 1.0 dan 2.00 detik ataupun berdasararkan

kontrol yang diinginkan.35

Aplikasi alat ini dilakukan secara manual dengan cara kerja arus elektrik

disalurkan menggunakan elektroda stainless steel, sehingga uji dapat dilakukan pada

(16)

2.3 Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Sensitivitas Pengecapan

Pada pasien hemodialisis, sering dijumpai penurunan kesehatan gigi dan

mulut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan konsentrasi ureum

yang tinggi di dalam darah lebih berisiko memiliki lesi di mulut. Menurunnya

kesehatan gigi dan mulut ini akan semakin parah pada pasien usia lanjut, penderita

penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal, konsumsi

obat-obatan dan penurunan fungsi imun yang mempermudah terjadinya infeksi dan

inflamasi pada rongga mulut.37

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat kondisi oral pada pasien

hemodialisis. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan banyaknya pasien

hemodialisis yang memiliki setidaknya satu atau lebih manifestasi di rongga mulut,

seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ulser di rongga

mulut, xerostomia, bau ureum dan gangguan sensitivitas pengecapan.12

Gangguan sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis masih belum

diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi diketahui efek uremia dapat menjadi salah

satu faktor penurunan sensitivas pengecapan.6 Efek uremia akan menyebabkan penurunan fungsi kelenjar saliva, dimana saliva merupakan komponen cairan utama

dari lingkungan eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan

dalam sensitivitas pengecapan.12

Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva parotis, submandibula dan sublingual

pada sebelum, saat dan setelah makan. Saliva berfungsi untuk menghaluskan

makanan, membentuk bolus untuk pengunyahan dan penelanan, membantu

pengucapan, membersihkan jaringan lunak dan mencegah kerusakan gigi. Selain itu,

saliva juga berperan dalam mempersepsikan berbagai rasa, seperti rasa manis, asin,

asam, pahit dan umami. Saliva merupakan komponen cairan utama dari lingkungan

eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan dalam

sensitivitas pengecapan. Peran utamanya adalah sebagai transportasi zat rasa dan

(17)

rasa, saliva bertindak sebagai pelarut untuk zat rasa; air saliva melarutkan zat rasa

dan kemudian menyebar ke situs reseptor pengecapan. Selama proses ini, beberapa

unsur kimia saliva berinteraksi dengan zat rasa. Misalnya, buffer saliva dapat

menurunkan konsentrasi ion hidrogen bebas (rasa asam) dan ada beberapa protein

saliva yang dapat mengikat dengan zat rasa pahit. Efek lain saliva terhadap transduksi

rasa yaitu beberapa unsur saliva dapat terus menerus menstimulasi reseptor

(18)

2.4 Kerangka Teori

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis

Uremia penurunan fungsi kelenjar saliva

Batasan asupan

cairan

Konsumsi obat-obatan

Usia lanjut atrofi sel lidah

(19)

2.5 Kerangka Konsep

Lama menjalani hemodialisis:

- Jangka pendek - Jangka panjang

Gangguan sensitivitas pengecapan -Rasa manis

-Rasa asam -Rasa asin -Rasa pahit -Rasa umami

Usia pasien

≥ 30

tahun

Jenis kelami

Gambar

Gambar 1. Penyebab GGK di Indonesia.18
Tabel 1. Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit.20
Gambar 2. Proses hemodialisis25
Gambar 3. Proses dialisis peritoneal25
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat penurunan sensitivitas yang signifikan untuk rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita DM tipe 2 HbA1C baik, sedang

H α : Terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan HbA1C baik, HbA1C sedang dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi golongan obat antihipertensi dan kesesuaian dosis obat antihipertensi menurut The Renal Drug Handbook pada

Saat terapi obat antihipertensi telah diberikan pada pasien maka harus dilakukan pemantauan dan di follow up serta dilakukan penyesuaian dosis sesuai kondisi pasien secara

NO.. Surat Izin Penelitian dari Fakultas.. Surat izin telah selesai penelitian.. Perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus Pasien.. Regimen dosis amlodipin pada pasien gagal ginjal

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA MEDAN.. NO

yang dalam yaitu dengan skor indeks periodontal 4, pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, yang mirip dengan penderita periodontitis kronis..

Hal ini memperlihatkan bahwa semua subjek penelitian yaitu pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida