• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Guna untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

AJENG DIAH ANDHINI

111301024

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PARTAI GOLKAR SUMATERA UTARA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

AJENG DIAH ANDHINI 111301024

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada Tanggal 16 April 2015

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Dr. Emmy Mariatin, M.A, Ph.D, psikolog Penguji I/Pembimbing

____________

2. Fahmi Ananda, M.Psi Penguji II

NIP. 19860712212014041001 ____________

3. Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc., M.A, psikolog Penguji III

(3)

bahwa skripsi saya yang berjudul:

Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Pengurus DPD

Partai Golkar Sumatera Utara

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh helar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2015

(4)

Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan didefinisikan sebagai dinamika hubungan antara atasan dan atasan-bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi (Liden & Maslyn, 1998). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukakan oleh Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior merupakan perilaku berdasarkan inisiatif individu yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal dan secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi (Organ, et..al, 2006). OCB diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukan oleh Organ, et..al (2006). Sampel dalam penelitian ini mencakup 77 Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara.

Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan mempengaruhi sebanyak 18.6% organizational citizenship behavior pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara (R square = .186, p<.05). Dari hasil penelitian, Pimpinan DPD Partai Golkar Sumatera Utara diharapkan mampu menjaga kualitas interaksi atasan-bawahan didalam organisasi sebab sekitar 18.6% OCB Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara dipengaruhi oleh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.

(5)

Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin

ABSTRACT

This study aimed to analyze the impact perceived leader-member interactions quality on organizational citizenship behavior among Golkar Party officials in North Sumatera. Perceived leader-member interactions quality is defined as the dynamics of the relationship between leader and member, it’s multidimensional which consists of four dimensions namely; the contribution, loyalty, affection, and respect for the profession (Liden & Maslyn, 1998). Perceived leader-member interactions quality measured using a measuring instrument based on the four dimensions proposed by Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior is a behavior based on individual initiative which is free, is not related to the formal reward system and it can directly increase the impactiveness of the organization (Organ, et..al, 2006). OCB measured using a measuring instrument based on four dimensions raised by Organ, et..al (2006). The sample in this study includes 77 in Golkar Party Officials of North Sumatera.

The analysis showed that the perceived leader-member interactions quality affects as many as 18.6% of organizational citizenship behavior Golkar Party officials in North Sumatera (R square = .186, p <.05). From the study, Golkar Party chairman in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because they are approximately 18.6% of the Golkar Party Officials in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because the results showed OCB approximately in 18.6%.

(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

baik dari masa perkuliahan sampai pada saat penyusunan skripsi ini sangatlah

sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera utara beserta jajarannya.

2. Dr. Emmy Mariatin Abbas, Ph.D sebagai dosen pembimbing yang telah

berkenan membimbing penulis dalam penulisan skripsi. Sesungguhnya

arahan/bimbingan dari beliau sangat membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. H. Ajib Shah, S.Sos selaku pimpinan Partai Golkar Sumatera Utara

beserta jajarannya yang telah memberikan izin dan membantu penulis

dalam memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Helmi Yusuf, SME dan Sulfida Eka Wagdiana, SME selaku orangtua

penulis yang telah mendidik dan memberikan dukungan kepada saya

(7)

ii

5. M. Bayu Widianto, Ratih Elfiani, dan M. Dimas Taufan selaku saudara

kandung penulis yang juga telah memberikan dukungan dan motivasi

kepada penulis dalam menyiapkan skripsi ini.

6. Solid (Lisa, Islah, Ecik, Ayu, dan Icak). Terima kasih sudah mau menjadi

sahabat terbaik selama menjalani perkuliahan. Semangat mengejar S.Psi

nya ya dan kita bisa sama-sama sukses.

7. Avros Team! (Lia, Rani, Nuli). Terima kasih banyak sudah menjadi

bagian dari hidup penulis. Semoga kita sukses dan selalu sama-sama ya.

8. Hendra Gusniawan, S.T dan Robby Saputra, S.Pd yang telah menjadi

tempat berkeluh kesah, bertukar pikiran, dan memberikan motivasi kepada

penulis dalam menjalani masa-masa sulit.

9. Segenap staf pengajar Fakultas Psikologi USU yang telah

menyumbangkan ilmu dan pemikirannya kepada penulis yang menjadi

bekal dalam penulisan skripsi dan kehidupan penulis di masa yang akan

datang.

10.Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas

segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, April 2015

(8)

iii

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Definisi OCB ... ... 9 2. Dimensi-Dimensi OCB ………...…... 10 3. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi OCB ... 12 B. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

1. Definisi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan .. 14 2. Dimensi-Dimensi Persepsi Kualitas Interaksi

Atasan-Bawahan ……….. 15

C. Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)... 16

(9)

iv

BAB III METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 20

B. Definisi Operasional 1. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ………… 20

2. Organizational Citizenship Behavior …... 21

C. Subjek Penelitian ... 21

D. Metode Penelitian 1. Skala Organizational Citizenship Behavior ... 23

2. Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan... 24

E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur ... 25

2. Uji Daya Beda Aitem ... 25

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 26

F. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 26

a. Pembuatan Alat Ukur ... 26

b. Pencarian Informasi ... 27

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 27

3. Tahap Pengolahan Data ... 28

G. Metode Analisis Data 1. Uji Normalitas ... 28

2. Uji Linearitas ... 28

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur 1. Hasil Uji Coba Skala OCB ……… 29

2. Hasil Uji Coba Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ……… 29

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian 1. Gambaran Usia Subjek ……… 30

(10)

v B. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Asumsi

a. Uji Normalitas ………... 31 b. Uji Linearitas ……….. 32 2. Hasil Utama Penelitian

a. Hasil Analisa Data ……….. 33

b. Nilai Empirik dan Hipotetik

1) Nilai Empirik dan Hipotetik OCB………. 35 2) Nilai Empirik dan Hipotetik Persepsi Kualitas

Interaksi Atasan-Bawahan ……… 35 3. Kategorisasi Data Penelitian

a. Kategorisasi OCB ……… 36 b. Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi

Atasan-Bawahan ……….. 37 C. Pembahasan ………. 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 42

B. Saran

1. Saran Metodologis ……… 43 2. Saran Praktis ………. 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior…….... 23

Tabel 2 Blue Print Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan... 24

Tabel 3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ………. 31

Tabel 4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin …….. 32

Tabel 5 Uji Normalitas Sebaran Dengan Uji One Sample

Kolmogrov-Smirnov ……… 33

Tabel 6 Uji Linearitas Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Dengan Organizational Citizenship Behavior……… 33

Tabel 7 Hasil Analisis Regresi Sederhana ……….. 34

Tabel 8 Koefisien Regresi ……….. 35

Tabel 9 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik OCB ……... 36

Tabel 10 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik

Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ……….. 37

Tabel 11 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior…… 37

Tabel 12 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior…… 38

Tabel 13 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi

Atasan-Bawahan ………. 38

Tabel 14 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi

(12)

Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan didefinisikan sebagai dinamika hubungan antara atasan dan atasan-bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi (Liden & Maslyn, 1998). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukakan oleh Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior merupakan perilaku berdasarkan inisiatif individu yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal dan secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi (Organ, et..al, 2006). OCB diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukan oleh Organ, et..al (2006). Sampel dalam penelitian ini mencakup 77 Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara.

Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan mempengaruhi sebanyak 18.6% organizational citizenship behavior pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara (R square = .186, p<.05). Dari hasil penelitian, Pimpinan DPD Partai Golkar Sumatera Utara diharapkan mampu menjaga kualitas interaksi atasan-bawahan didalam organisasi sebab sekitar 18.6% OCB Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara dipengaruhi oleh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.

(13)

Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin

ABSTRACT

This study aimed to analyze the impact perceived leader-member interactions quality on organizational citizenship behavior among Golkar Party officials in North Sumatera. Perceived leader-member interactions quality is defined as the dynamics of the relationship between leader and member, it’s multidimensional which consists of four dimensions namely; the contribution, loyalty, affection, and respect for the profession (Liden & Maslyn, 1998). Perceived leader-member interactions quality measured using a measuring instrument based on the four dimensions proposed by Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior is a behavior based on individual initiative which is free, is not related to the formal reward system and it can directly increase the impactiveness of the organization (Organ, et..al, 2006). OCB measured using a measuring instrument based on four dimensions raised by Organ, et..al (2006). The sample in this study includes 77 in Golkar Party Officials of North Sumatera.

The analysis showed that the perceived leader-member interactions quality affects as many as 18.6% of organizational citizenship behavior Golkar Party officials in North Sumatera (R square = .186, p <.05). From the study, Golkar Party chairman in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because they are approximately 18.6% of the Golkar Party Officials in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because the results showed OCB approximately in 18.6%.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu

berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah

satu dari agen perubahan yang akan banyak memberikan kontribusi untuk

menghadapi globalisasi. Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama

dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan

(Paramita, 2008).

Organisasi memiliki tiga elemen yaitu dapat menampung tujuan bersama,

terdapat orang-orang yang ingin memberikan kontribusi terhadap kegiatan atau

tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

lain (Mangundjaya, 2002). Organisasi merupakan sarana untuk melakukan

kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan

mendayagunakan sumber-sumber yang dimiliki (Griffin, 2002).

Sekumpulan orang yang berada di dalam organisasi merupakan aspek

penting terbentuknya suatu organisasi yang bekerja secara bersama-sama untuk

mencapai suatu tujuan (Siagian, 2012). Organisasi selalu menuntut individu yang

bekerja didalamnya agar selalu responsif, aktif, dan inovatif untuk membuat

organisasinya berkembang dan maju (Hardi, 2009). Individu yang bekerja didalam

suatu organisasi merupakan salah satu hal penting dalam menentukan

(15)

Individu tersebut harus memiliki kualitas perilaku untuk dapat memajukan

organisasi yang dijalankannya, hal ini dapat dilihat dari saat individu tersebut

melakukan tugas didalam organisasi (Putra, 2013). Hal ini bertujuan untuk

membuat organisasi menjadi efektif. Efektifitas organisasi dapat dilihat dari

minimnya perilaku menyimpang dalam organisasi, iklim organisasi yang

kondusif, perputaran karyawan yang rendah, tercapainya kepuasan kerja dan

karyawan yang memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Robbins &

Judge, 2007).

OCB merupakan perilaku bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut

tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas

dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan

personal demi tercapainya tujuan organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie

2006). OCB merupakan perilaku penting yang harus ada pada setiap individu

dalam organisasi karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi

(Borman & Montowidlo, 1993).

OCB merupakan perilaku individu yang bersifat bebas, tidak secara

langsung atau secara eksplisit mengharapkan sistem imbalan formal, dan secara

keseluruhan meningkatkan efisiensi dan keefektifan fungsi organisasi (Robbins,

2006). Seseorang dengan OCB yang tinggi rela tidak dibayar dalam bentuk uang

atau bonus tertentu sebab ia hanya menginginkan kemajuan organisasinya

(Ahdiyana, 2010).

Jika kita bicara tentang OCB, tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang

(16)

empat faktor yang dapat mendorong munculnya OCB pada individu, yaitu

karakteristik tugas, karakteristik individual, karakteristik organisasional, dan

perilaku pemimpin. Perilaku pemimpin berkaitan dengan bagaimana kualitas

interaksinya dengan anggota organisasi. Kualitas interaksi atasan-bawahan

dipercaya dapat mempengaruhi OCB seorang individu. Miner (dalam Novliadi,

2007) menyebutkan bahwa kualitas interaksi yang baik antara atasan-bawahan

akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan OCB karyawan.

Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). Teori Leader Member

Exchange (LMX) pertama kali diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX adalah teori yang menjelaskan bagaimana

hubungan interpersonal berkembang diantara atasan dan bawahan (Graen, dalam

Ping & Yue, 2010). LMX merupakan suatu proses interaksi yang terjadi pada dua

individu dan secara berkesinambungan akan mengalami perkembangan (Yukl,

2010).

Kualitas interaksi atasan dan bawahan sebagai konsep yang menjelaskan

upaya untuk meningkatkan kualitas antara atasan dan bawahan yang akan mampu

meningkatkan kinerja keduanya (Robbins, 2006). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Murphy, Wayne, & Liden (2003) yang

menyatakan bahwa bila di dalam hubungan atasan dan bawahan memiliki kualitas

interaksi yang baik, maka hubungan tersebut akan saling memberikan manfaat

satu sama lain. Artinya, kualitas interaksi atasan dan bawahan merupakan suatu

(17)

LMX menjelaskan bahwa terdapat perbedaan sikap yang diterima

bawahan dari atasannya. Perbedaan itu membentuk kelompok terpisah yang

menerangkan hubungan antara atasan dan bawahan yang disebut dengan in-group

dan out-group. Pada in-group, bawahan lebih dipercaya, mendapatkan perhatian

dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan tak jarang mendapatkan hak-hak

khusus dari atasan (Robbins, 2006). Bawahan yang tergabung dalam out-group

mendapatkan waktu yang terbatas dari atasannya dan hubungan antara atasan dan

bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang biasanya dapat dilihat dari

penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2007).

Dalam organisasi, atasan cenderung akan mengkategorikan bawahannya

ke dalam in-group dan out-group (Robbins, 1989). Kategorisasi ini tergantung dari kesesuaian antara atasan dengan anggota dalam dyad-nya (Tosi, Rizzio, &

Carrol, 1990). Menurut Luthans (2006), kelompok in-group akan menemukan masalah yang lebih sedikit dalam melakukan interaksi dengan atasannya

dibandingkan dengan kelompok out-group. Kategori keanggotaan inilah yang akan menentukkan kualitas interaksi antara atasan dengan bawahannya. Apabila

interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan

berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga membuat bawahan merasa

atasannya memberikan perhatian dan motivasi kepada dirinya dalam bekerja

sehingga ia merasa puas dengan pekerjaannya, demikian sebaliknya. Anggota

yang merasa puas dengan pekerjaannya akan lebih sedikit menunjukkan perilaku

positif seperti kehadiran yang tinggi, bersemangat dalam bekerja, bersedia bekerja

(18)

& Lyubomirsky, 2008). Perilaku-perilaku ini menunjukkan anggota tersebut

memiliki organizational citizenship behavior (OCB). Hal seperti ini lebih sering

terjadi dalam in-group dibandingkan out-group (Luthans, 2006).

Kategorisasi in-group dan out-group sering terjadi pada partai politik di

Indonesia, termasuk Partai Golkar Sumatera Utara. Sebagai salah satu partai besar

di Indonesia, Partai Golkar tentu tidak luput dari berbagai masalah, seperti

masalah in-group dan out-group. Sudah menjadi rahasia umum bahwa

kategorisasi in-group dan out-group sangat terasa di dalam sebuah partai politik. Mengingat jumlah anggota partai yang sangat besar membuat pimpinan partai

sulit untuk menjangkau seluruh anggota partai. Dalam struktur partai, terdapat

anggota yang mengurusi bidang-bidang tertentu yang masuk ke dalam

kepengurusan partai yang selanjutnya disebut sebagai Pengurus Dewan

Perwakilan Daerah (DPD). Pada dasarnya orang-orang yang menjadi Pengurus

DPD partai merupakan orang-orang yang berada dalam kategori in-group, sebab

untuk masuk dalam kepengurusan partai tidaklah mudah. Akan tetapi

kenyataannya tidak demikian. Walaupun sudah termasuk dalam kepengurusan

partai, masih banyak Pengurus DPD yang merasa masih belum memiliki

hubungan yang baik dengan sesama Pengurus DPD maupun dengan pimpinan

partai itu sendiri (Hardi, 2009).

Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai masalah. Masalah yang timbul

seperti anggota yang bermalas-malasan dalam mengurusi tugasnya dalam partai

dan bila pun bekerja semata-mata hanya untuk mengharapkan imbalan dari hasil

(19)

Tentu hal seperti ini bukanlah seperti yang diharapkan oleh pimpinan maupun

organisasi itu sendiri

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui

pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan dan bawahan terhadap organizational

citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh

persepsi kualitas interaksi atasan bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui adakah pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan

bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai

Golkar Sumatera Utara.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Memberi informasi untuk pengembangan ilmu Psikologi, khususnya di

bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama persepsi kualitas

interaksi atasan-bawahan dan organizational citizenship behavior

(OCB).

b. Memberikan masukan yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian

yang berhubungan dengan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan

(20)

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengetahui tingkat organizational citizenship behavior (OCB)

dan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan Pengurus DPD Partai

Golkar Sumatera Utara

b. Diharapkan dengan diketahuinya tingkat OCB dan kualitas interaksi

atasan bawahan, dapat memberikan masukan kepada pimpinan partai

dalam menjaga OCB anggota organisasi sehingga dapat mencapai

tujuan partai.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teori organizational citizenship behavior yang terdiri dari definisi

OCB, dimensi OCB, serta faktor-faktor OCB. Teori tentang persepsi

kualitas interaksi atasan-bawahan yang terdiri dari definisi kualitas

interaksi atasan-bawahan, dimensi kualitas interaksi atasan-bawahan, serta

(21)

pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB

Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara, serta hipotesa.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi identifikasi variabel, defenisi operasional, subjek penelitian,

metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur

penelitian, dan metode analisis data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi hasil penlitian yang disertai dengan interpretasi dan hasil

penelitian tambahan yang didapat dan pembahasan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang

diungkapkan berdasarkan hasil penelitian serta saran penelitian yang

(22)

9

A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada

didalam sebuah organisasi. OCB merupakan perilaku berdasarkan inisiatif

individual yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal

organisasi tetapi secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi

(Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). OCB menurut Effendi (2003),

merupakan suatu keadaan dimana bawahan memberikan kontribusi dalam bekerja

dan melebihi dari deksripsi kerja yang seharusnya dilakukannya. OCB adalah

perilaku yang berasal dari kebijaksanaan bawahan yang dilakukan secara sukarela

dan tidak ada paksaan dari manapun (Andriani, Djalali & Sofiah, 2012).

OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan

perilaku bawahan. OCB ini mengacu pada konstruk dari “extra-role behavior”,

yang di definisikan sebagai perilaku yang menguntungkan bagi organisasi secara

langsung. Dengan demikian OCBmerupakan perilaku yang fungsional, extra-role

dari individu, kelompok atau organisasi (Chien, 2004). Robbins (2006)

mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi

bagian dari kewajiban kerja formal seorang bawahan, namun mendukung

berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Menurut Robbins dan Judge

(23)

memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi

lain.

Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas, dapat

disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku individu di didalam suatu organisasi

yang bersifat bebas dalam melaksanakan tugas di luar dari deskripsi kerjanya

tanpa mengharapkan penghargaan secara formal dari organisasi dan hanya

mengedepankan kepentingan organisasi.

2. Dimensi – Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Terdapat tujuh dimensi dalam OCB, yaitu (Organ, Podsakoff, &

MacKenzie 2006):

a. Altruism

Altruism adalah perilaku anggota dalam organisasi untuk membantu

rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan tidak

ingin mendapatkan keuntungan pribadi ketika membantu rekan

kerjanya tersebut.

b. Courtesy

Memperhatikan dan menghormati orang lain, menjaga hubungan baik

dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah interpersonal yang

dapat mengganggu kinerja anggota dalam organisasi. Bila ada

masalah yang terjadi, maka anggota tersebut akan membuat

(24)

c. Peacemaking

Perilaku anggota dalam organisasi untuk mencegah, memecahkan,

dan membantu meredakan konflik interpersonal yang tidak

meningkatkan efektifitas organisasi.

d. Cheerleading

Anggota dalam organisasi memberikan penguatan dan dorongan

kepada rekannya mengenai goal dan perkembangan karir ke arah

yang lebih baik, yang secara tidak langsung akan membuat organisasi

tersebut semakin maju dan berkembang.

e. Conscientiousness

Perilaku ini mengarah kepada perilaku sukarela, bebas atau yang

bukan merupakan kewajiban dari seorang anggota.

f. Sportsmanship

Menekankan pada dimensi-dimensi perilaku positif terhadap keadaan

yang tidak sesuai dalam organisasi tanpa menunjukkan sikap yang

dapat merugikan organisasi.

g. Civic Virtue

Anggota berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi

atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan

organisasi untuk meningkatkan tujuan organisasi.

Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006), berpendapat bahwa pengukuran

OCB dapat dilakukan dengan menggunakan empat dimensi saja yakni dimensi

(25)

disebabkan karena dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking

berkaitan dengan perilaku membantu orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan

didalam organisasi sehingga dapat disatukan menjadi helping behavior. Berdasarkan pada penjelasan di atas maka peneliti menggunakan empat dimensi

untuk mengukur OCB bawahan yaitu helping behavior, civic vitue, sportsmanship

dan conscientiousness.

3. Faktor – Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Beberapa ahli menyebutkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

OCB. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Budaya dan iklim organisasi

Organisasi merupakan kondisi utama yang memicu terjadinya OCB

(Organ, dalam Novliadi 2007). Hal itu disebabkan karena perilaku

OCB terjadi di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi dan iklim

organisasi dapat menjadi penyebab berkembangnya OCB di organisasi

tersebut. Apabila iklim organisasi positif maka akan meningkatkan

hasrat anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan di luar deskripsi

kerja formal dan selalu berusaha untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Kepribadian dan Suasana Hati

Kepribadian dan suasana hati menjadi salah satu penyebab timbulnya

OCB dalam organisasi (George & Brief, 1992). Seseorang akan

(26)

mereka. Kepribadian merupakan karakteristik yang bersifat tetap

sedangkan suasana hati bersifat mudah berubah-ubah.

c. Persepsi terhadap Dukungan Organisasional

Bawahan yang mempersepsikan bahwa mereka didukung oleh

organisasi akan memberikan timbal balik terhadap organisasi dengan

memunculkan OCB (Shore & Wayne, 1993).

d. Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Miner (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa kualitas interaksi

atasan-bawahan yang tinggi dapat meningkatkan produktifitas kinerja

bawahan dan kepuasan kerja. Apabila kualitas interaksi

atasan-bawahan tinggi maka atasan akan berpandangan positif terhadap

bawahannya, sehingga bawahan akan merasakan atasannya

memberikan dukungan baginya untuk maju di dalam organisasi

tersebut. Hal ini tentunya akan meningkatkan rasa percaya dan

loyalitas bawahan sehingga ia akan terus berusaha untuk dapat

melakukan apa yang diharapkan atasannya.

e. Masa Kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik

personal seperti masa kerja dan jenis kelamin memiliki pengaruh pada

anggota organisasi untuk melakukan OCB. Semakin lama anggota

bekerja dalam suatu organisasi, maka akan semakin memiliki

(27)

f. Jenis Kelamin

Morrison (dalam Novliadi, 2007) menyatakan bahwa pria dan wanita

akan berbeda dalam mempersepsikan OCB. Wanita akan lebih

mempersepsikan bahwa OCB merupakan bagian dari perilaku in-role

dibanding pria.

B. PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN

1. Definisi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader

Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). Teori LMX pertama kali diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX

adalah teori yang menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang

diantara atasan dan bawahan (Graen, dalam Ping & Yue, 2010). LMX merupakan

suatu proses interaksi yang terjadi pada dua individu dan secara

berkesinambungan akan mengalami perkembangan (Yukl, 2010).

Landy (1989) menyatakan bahwa teori LMX merupakan model hubungan

Vertical-Dyad. Dyad merupakan hubungan dalam suatu kelompok yang terdiri

dari dua orang yang berada pada tingkat yang berbeda dalam suatu organisasi.

Dyad terdiri dari atas 2 bagian yaitu horizontal dyad dan vertical dyad. Horizontal

dyad adalah hubungan antara sesama rekan kerja sedangkan vertical dyad adalah hubungan antara atasan dengan bawahan.

(28)

berinteraksi dengan atasannya. Liden dan Maslyn (1998) mendefiniskan LMX

sebagai dinamika hubungan antara atasan dan bawahan, bersifat multidimensional

dalam suatu dyad yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi.

Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas dapat

disimpulkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan bawahan adalah penilaian

anggota organisasi terhadap dinamika hubungan antara atasan dengan bawahan

yang bersifat multidimensional di dalam suatu dyad.

2. Dimensi – Dimensi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Liden dan Maslyn (1998) menyatakan bahwa LMX memiliki empat

dimensi, yaitu :

a. Kontribusi

Kontribusi berkaitan dengan kegiatan yang mengarah pada tugas

ditingkat tertentu diantara anggota untuk mencapai tujuan bersama.

Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang mengarah pada tugas

adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan

menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja, demikian halnya pada

atasan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk

melakukan hal tersebut.

b. Loyalitas

Loyalitas adalah ungkapan untuk mendukung tujuan dalam hubungan

(29)

keinginan bawahan untuk melakukan hal lebih kepada organisasi tanpa

mengharapkan imbalan dan konsisten pada setiap keadaan.

c. Afeksi

Afeksi adalah perasaan, kepedulian di antara atasan dan bawahannya

bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk

kepedulian yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam

suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan

bermanfaat satu sama lain.

d. Respek terhadap profesi

Respek terhadap profesi adalah persepsi mengenai sejauh mana pada

setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun citra di

dalam dan di luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di

dalam pekerjaan.

C. PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI

ATASAN-BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR (OCB)

Konsep OCB pada dasarnya merujuk kepada perilaku kerja yang melebihi

persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi (Richard, 2003).

Setiap organisasi sangat membutuhkan anggota yang memiliki OCB guna

meningkatkan efektifitas organisasi. Hal ini dikarenakan OCB merupakan bagian

penting dalam suatu organisasi karena perilaku tersebut akan mendukung

(30)

dimiliki seorang karyawan yang mengarahkan organisasi dalam produktivitas

yang lebih baik (Rayner, Lawton, & Williams, 2012).

OCB sangat bermanfaat bagi organisasi seperti mempertahankan stabilitas

organisasi, menghemat sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan dan

meningkatkan produktivitas karyawan. Sweeney & McFarlin (2002)

mengungkapkan bahwa perilaku OCB jika dilakukan oleh banyak karyawan

secara terus menerus dalam suatu organisasi dapat meningkatkan produktivitasnya

serta melampaui kinerja para kompetitornya. Berdasarkan dampak positif tersebut,

OCB pada masing-masing anggota dalam organisasi harus ditingkatkan guna

mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Terdapat beberapa fakor yang

mempengaruhi terbentuknya OCB pada anggota organisasi, salah satunya adalah

persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.

Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). LMX merupakan teori

yang menjelaskan hubungan pertukaran sosial yang terjadi antara atasan dan

bawahan (Cotterell, 2003). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terdiri dari

empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi , dan respek terhadap profesi

(Liden & Maslyn, 1998). Hubungan antara persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan dengan OCB dapat ditinjau dari masing-masing dimensi dari kedua

konstruk ini.

Konovsky dan Pugh (1994) menyatakan bahwa hubungan pertukaran

sosial yang dikembangkan antara bawahan dan atasan berjalan dengan baik, maka

(31)

interaksi yang tinggi dengan atasannya dapat mengerjakan pekerjaan lebih dari

yang biasa mereka lakukan, begitu pula sebaliknya (Murphy, et..al, 2003). Hal ini

sesuai dengan dimensi kontribusi yang menyatakan bahwa anggota dalam

organisasi akan bersedia untuk melakukan pekerjaan lebih dari yang biasa mereka

lakukan dan secara tidak langsung dapat menumbuhkan OCB pada anggota

organisasi.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Miner (dalam Novliadi, 2007)

yang mengemukakan bahwa interaksi atasan-bawahan berhubungan dengan OCB.

Hal ini terlihat bahwa bila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi akan

memberikan dampak baik seperti meningkatnya produktifitas, kepuasan kerja dan

kinerja karyawan. Dimensi loyalitas dalam persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan menyatakan bahwa anggota yang memiliki loyalitas akan lebih bersedia

untuk bekerja secara sukarela pada organisasinya dibandingkan anggota yang

tidak memiliki loyalitas. Bekerja secara sukarela termasuk ke dalam OCB,

sehingga anggota yang memiliki loyalitas tentu memiliki OCB.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim & Salleh (2014)

menyatakan bahwa LMX merupakan salah satu faktor yang mampu mengarahkan

bawahan memiliki OCB, artinya atasan mampu memberikan motivasi kepada

bawahan dan bawahan menjadi bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan

baik, bahkan melebihi harapan dari atasannya. Hal ini sesuai dengan dimensi

afeksi yang berhubungan dengan rasa dekat, saling memiliki, saling memberikan

(32)

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini adalah “ada pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan

terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada Pengurus DPD Partai

(33)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional

adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan

dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien

korelasi. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui pengaruh kualitas interaksi

atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada

pengurus Partai Golkar Sumatera Utara.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel bebas :persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan

Variabel terikat : organizational Citizenship Behavior (OCB)

B. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN 1. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Penilaian anggota organisasi terhadap dinamika hubungan antara atasan

dengan bawahan yang bersifat multidimensional di dalam suatu dyad. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan akan diukur melalui skala yang disusun

berdasarkan dimensi-dimensi kualitas interaksi atasan-bawahan dari Liden &

Maslyn (1998) yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi.

Semakin tinggi skor skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan,

(34)

organisasi tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor skala persepsi kualitas

interaksi bawahan, maka semakin buruk tingkat kualitas interaksi

atasan-bawahan yang dimiliki organisasi tersebut

2. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Perilaku individu di dalam suatu organisasi yang bersifat bebas dalam

melaksanakan tugas di luar dari deskripsi kerjanya tanpa mengharapkan

penghargaan secara formal dari organisasi dan hanya mengedepankan

kepentingan organisasi. OCB akan diukur melalui skala OCB yang disusun

berdasarkan dimensi-dimensi OCB dari Organ, et..al (2006) yaitu helping

behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue. Semakin tinggi skor skala OCB, maka semakin tinggi tingkat OCB yang dimiliki seorang individu.

Sebaliknya, semakin rendah skor skala OCB, maka semakin rendah tingkat OCB

individu.

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

penelitian. Subjek penelitian dapat berupa benda maupun manusia (Arikunto,

2007). Dalam sebuah penelitian, subjek memiliki peran yang sangat penting

karena pada subjek penelitian adalah data-data tentang variabel yang akan diteliti.

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera

(35)

D. METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengambilan data adalah metode yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Metode pengambilan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan mekanisme

pengumpulan data melalui tulisan-tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan

untuk mengukur variabel tertentu.

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus

berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator

perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui aitem-aitem, respon

jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan

sungguh-sungguh.

Hadi (2000) mengungkapkan skala psikologis dapat mengungkapkan

laporan diri (self report). Azwar (2010) juga mengemukakan bahwa metode skala dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang

biasanya tidak disadari responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari

arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap

yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).Dalam

(36)

kualitas interaksi atasan-bawahan dan skala organizational citizenship behavior

(OCB).

1. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Metode skala yang digunakan adalah metode likert (Azwar, 2012). Setiap

aitem meliputi empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral

(N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak sesuai (STS). Nilai skala setiap

pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung

(Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable).

Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung

objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap

(Azwar, 2000). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

organizational citizenship behavior yang dibuat berdasarkan konsep Organ et..al, (2006) yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civicvirtue.

Tabel 1. Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)

(37)

2. Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Skala persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan ini

menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral

(N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai skala setiap

pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung

(Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable). Pernyataan favorable

merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap,

sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).

Skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dalam penelitian ini

disusun berdasarkan aspek-aspek dari dimensi persepsi terhadap kualitas interaksi

atasan-bawahan yang dikemukakan oleh Liden and Maslyn (1998) yang terdiri

atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi.

(38)

E. UJI COBA ALAT UKUR

Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk

melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak

diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.

1. Validitas Alat Ukur

Azwar (2003) mendefinisikan validitas sebagai sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau

instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil pengukurannya sesuai dengan

tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang

seharusnya diukur (Hadi, 2000).

Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi dalam penelitian ini

adalah professional judgement, pendapat profesional diperoleh dengan cara

berdiskusi dengan dosen pembimbing.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak

memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini

adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur

oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien

(39)

relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi

Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi SPSS

20.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda

aitem(Azwar, 2000).

3. Reliabilitas Alat Ukur

Konsep reliabilitas mengacu pada apakah suatu instrumen dapat

diinterpretasi secara konsisten dalam suatu pengukuran dan dalam situasi yang

berbeda-beda (Shaughnessy, Zeichmeister, & Zeichmeister, 2012). Reliabilitas

adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila

dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh

hasil yang relatif sama (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang

hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu

sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aaitem atau antar

bagian dalam skala.

F. PROSEDUR PENELITIAN

Adapun persiapan yang dilakukan peneliti antara lain sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Pembuatan alat ukur

1) Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

(40)

behavior dan skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang dibuat berdasarkan teori yang telah dijelaskan. Skala OCB memiliki

32 aitem dan skala persepsi terhadap kualitas interaksi

atasan-bawahan memiliki 32 aitem. Skala dibuat dalam model Likert dalam

bentuk booklet yang terdiri dari empat alternatif pilihan jawaban. 2) Setelah skala selesai dibuat, peneliti meminta bantuan professional

judgement untuk menganalisis aitem-aitem yang telah dibuat.

b. Pencarian informasi

Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mencari informasi tentang organisasi yang akan dijadikan tempat

pengambilan data.

2) Peneliti menghubungi pihak yang terkait di dalam organisasi untuk

memastikan pemberian izin dalam hal pengambilan data.

3) Setelah mendapatkan izin dari pihak organisasi, peneliti mengurus

surat izin dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4) Peneliti mendatangi organisasi dan memberikan surat keterangan

dari Fakultas Psikologi untuk mengadakan penelitian di organisasi

tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti akan mengambil data penelitian yang sebenarnya.

Alat ukur akan diberikan kepada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. Di

(41)

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subjek penelitian, selanjutnya

peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunankan SPSS versi 20.0 for windows.

G. METODE ANALISA DATA

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh persepsi terhadap kualitas

interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior (OCB),

maka metode analisa data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana.

Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi

SPSS 20.0 for windows. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah

berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan

dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi

penelitian yaitu variabel bebas (persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan) dan

variabel terikat (OCB) memiliki hubungan linier. Uji linearitas dilakukan dengan

(42)

H. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Tahap selanjutnya setelah alat ukur selesai disusun adalah melakukan uji

coba alat ukur pada sekelompok kecil responden guna mengetahui apakah kalimat

yang digunakan dalam aitem mudah atau dapat dipahami dengan benar oleh

responden sebagaimana diinginkan oleh penulis dan untuk mengetahui sejauh

mana alat ukur dapat mengungkapkan apa yang diukur (Azwar, 2010). Uji coba

pada penelitian ini dilakukan pada 50 orang Pengurus DPD Partai Golkar

Sumatera Utara.

1. Hasil Uji Coba Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Jumlah skala organizational citizenship behavior yang diujicobakan terdiri dari 32 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh 16 aitem yang memiliki

nilai diskriminasi diatas .30 dan terdapat 16 aitem yang gugur. Hasil uji coba

terhadap skala organizational citizenship behavior menunjukkan nilai

diskriminasi yang bergerak dari .32 sampai dengan .75 dengan koefisien α sebesar .808.

2. Hasil Uji Coba Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Jumlah skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang diujicobakan

terdiri dari 32 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh 18 aitem yang

memiliki nilai diskriminasi diatas .30 dan terdapat 14 aitem yang gugur. Hasil uji

coba terhadap skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan menunjukkan nilai

(43)

30

Bab ini berisi mengenai hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan

data yang diperoleh. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran

subjek penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisa pada hasil penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera

Utara yang berjumlah 77 orang. Sebelum melakukan analisa data, peneliti akan

menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan

masa kerja.

1. Gambaran Usia Subjek

Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Kategori Jumlah (N) Persentase

18-40 tahun Dewasa dini 8 10,38%

41-60 tahun Dewasa madya 67 87,01%

> 60 tahun Lanjut usia 2 2,59%

Total 77 100%

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian berada paling

banyak pada masa dewasa madya, yaitu sebanyak 67 responden (87,01%).

Sebanyak 8 responden berada pada masa dewasa dini (10,38%), dan 2 responden

(44)

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4 di atas diketahui bahwa jumlah subjek

terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 65 orang

(84.41%) sedangkan jumlah sampel berjenis kelamin perempuan

sebanyak 12 orang (15.58%)

B. HASIL PENELITIAN

Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi

normalitas, linearitas, dan hasil utama yang telah diolah menggunakan aplikasi

SPSS 20.0 for windows.

1. Hasil Uji Asumsi

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana.

Sebelum melakukan analisa tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji

asumsi penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data

penelitian. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian

tersebar secara normal atau tidak. Data diuji dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan aplikasi SPSS 20.0 for windows.

No Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

1 Laki-Laki 65 84,41%

2 Perempuan 12 15,58%

(45)

Jika p > 0,05 maka sebaran datanya dinyatakan normal, tetapi jika p<

0,05 maka sebaran datanya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).

Tabel 5. Uji Normalitas Sebaran Dengan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov berdasarkan hasil analisis data, nilai signifikansi kedua variabel lebih besar dari

.05 dengan demikian sebaran data kedua variabel adalah normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel prediktor

(persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan) dan variabel tergantung

(OCB) memiliki hubungan yang linier atau tidak linier. Uji linearitas

dapat dilihat dengan analisa statistik dengan menggunakan metode

statistic uji F. Jika p < 0,05 maka kedua variabel dinyatakan linier,

tetapi jika p > 0,05 maka kedua variabel dinyatakan tidak linier (Hadi,

2000).

Tabel 6. Uji Linearitas Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Dengan OCB

Variabel F p Keterangan

(46)

Tabel 6 di atas menunjukkan bawah nilai signifikansi linearitas kedua

variabel adalah 0,00. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, yang artinya

terdapat hubungan yang linear antara persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan

dan organizational citizenship behavior.

2. Hasil Utama Penelitian

a. Hasil Analisa Data

Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data mengenai persepsi

kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisa regresi

sederhana dengan menggunakan program SPSS 20.0 for windows. Hasil pengolahan data dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Sederhana Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Dengan OCB

Dari tabel 7 di atas, dapat dilihat nilai F hitung yaitu 17.134 dengan derajat

bebas (df) Residual (sisa) yaitu 75 dengan taraf signifikansi 0,05, sehingga

diperoleh nilai F tabel yaitu 3,94. Dikarenakan F hitung (17,13) > F tabel (3,94),

dan nilai signifikansi (0,00) < 0,05 maka Ho ditolak. Hasil pengujian nilai t hitung

= 4,13. Pada t tabel dengan df 75 dan taraf signifikansi 0,05 diperoleh nilai 3,94.

Nilai signifikansi yang ditunjukkan tabel di atas adalah 0,00 yang berarti lebih

kecil dari 0,05. Dengan demikian nilai t hitung > t tabel serta nilai signifikansi <

Model R R Square df

Residual

F Sig t

1 0,43 0,186 75 17,13 0,00 4,13

(47)

0,05, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif

persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship

behavior.

Arah koefisien regresi positif berarti bahwa persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap

organizational citizenship behavior. Semakin tinggi skor persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan maka semakin tinggi pula skor organizational

citizenship behavior pada Pengurus DPD partai. Selain itu, pada kolom berikutnya nilai R square sebesar 0,186, artinya variabel persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan mempengaruhi organizational citizenship behavior sebesar 18,6%.

Tabel 8. Koefisien Regresi

adalah Y = 23,20 + 0,49 X. Artinya, setiap penambahan satu satuan skor

variabel persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan (X), maka OCB (Y)

akan bertambah 23,20 + 0,49, dengan kata lain semakin positif persepsi

kualitas interaksi atasan-bawahan maka akan semakin tinggi pula tingkat

(48)

b. Nilai Empirik dan Hipotetik

1) Nilai Empirik Dan Hipotetik Organizational Citizenship Behavior

Setelah dilakukan uji coba, terdapat 16 aitem yang digunakan di

dalam penelitian. Respon yang diberikan terdiri dari 5 buah rentang

(sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, dan sangat sesuai).

Nilai untuk respon sangat tidak sesuai adalah 1, nilai untuk respon

tidak sesuai adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk

respon sesuai adalah 4, dan nilai untuk respon sangat sesuai adalah

5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk

skala organizational citizenship behavior adalah 16, sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 80.

Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk organizational

citizenship behavior dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik OCB

Variabel Organizational Citizenship Behavior

2) Nilai Empirik dan Hipotetik Persepsi Kualitas Interaksi

Atasan-Bawahan

Setelah dilakukan uji coba alat ukur persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan, terdapat 18 aitem yang digunakan di dalam

(49)

(sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, dan sangat sesuai).

Nilai untuk respon sangat tidak sesuai adalah 1, nilai untuk respon

tidak sesuai adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk

respon sesuai adalah 4, dan nilai untuk respon sangat sesuai adalah

5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk

skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan adalah 18,

sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 90.

Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk persepsi kualitas

interaksi atasan-bawahan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

3. Kategorisasi Data Penelitian

a. Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior

Norma kategorisasi yang digunakan pada organizational citizenship behavior adalah sebagai berikut (Azwar, 2012):

Tabel 11. Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior

(50)

Besar nilai rata-rata hipotetik organizational citizenship behavior adalah 48 dengan standar deviasi 10,6 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

Tabel 12. Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior

Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

X ≤ 37 Rendah 2 2.60%

37<X ≤ 59 Sedang 68 88.31%

X >59 Tinggi 7 9.09%

Total 77 100%

Berdasarkan tabel 12, dapat diketahui bahwa terdapat 2 orang subjek

penelitian (2,60%) yang memiliki tingkat organizational citizenship behavior

yang rendah, sedangkan sebanyak 68 orang dari subjek penelitian (88,31%)

memiliki organizational citizenship behavior yang sedang, dan sebanyak 7 orang

dari subjek penelitian (9,09%) memiliki organizational citizenship behavior yang tinggi.

b. Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Norma kategorisasi yang digunakan pada persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan adalah sebagai berikut (Azwar, 2012):

Tabel 13. Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Rentang Nilai Kategori

X ≤ (µ - 1.0 SD) Negatif

(µ - 1.0 SD) <X ≤ (µ + 1.0 SD) Netral

X > (µ + 1.0 SD) Positif

Besar nilai rata-rata hipotetik persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan

adalah 54 dengan standar deviasi 12 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah

(51)

Tabel 14. Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

X ≤ 42 Negatif 0 0%

42< X ≤ 66 Netral 74 96.1%

X >66 Positif 3 3.89%

Total 77 100%

Berdasarkan tabel 14, dapat diketahui bahwa tidak ada subjek penelitian

yang memiliki persepsi negatif terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan (0%),

sebanyak 3 orang dari subjek penelitian (3,89%) memiliki persepsi kualitas

interaksi atasan-bawahan yang positif, dan sebanyak 74 orang dari subjek

penelitian (96,1%) memiliki persepsi yang netral yang mana persepsi kualitas

interaksi atasan-bawahan tidak positif dan juga tidak negatif.

C. PEMBAHASAN

Melalui penelitian yang dilakukan pada Pengurus DPD Partai Golkar

Sumut, peneliti hendak menguji hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa

terdapat pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB. Hasil

analisis data mendukung hipotesis penelitian, dimana persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan mampu memberikan pengaruh terhadap OCB pengurus partai.

Berdasarkan persamaan garis regresi yang dihasilkan oleh kedua variabel,

yakni Y = 23,20 + 0,49 X. Organizational citizenship behavior dilambangkan dengan (Y) dan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dilambangkan dengan

(X), maka perilaku Y akan bertambah 23,20 + 0,49 ketika terjadi penambahan

pada tiap skor variabel X. Hal ini berarti bahwa bila semakin positif persepsi

kualitas interaksi atasan-bawahan maka akan semakin mudah bagi pengurus partai

(52)

pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB adalah 18,6%

sedangkan 81,4% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini seperti persepsi dukungan organisasional, masa kerja, jenis

kelamin, kepribadian, dan lain sebagainya.

Menurut Eisenberger, Fasdo, LaMastro (1990), sikap bawahan terhadap

organisasi mereka ditentukan oleh persepsi mereka pada perilaku pemimpin,

dukungan organisasi, dan karakteristik organisasi. Perilaku pemimpin dapat

dilihat dari bagaimana kualitas interaksi yang terjalin antara atasan dengan

bawahan. Atasan akan cenderung mengelompokkan bawahannya ke dalam

kategori in-group dan out-group. Kelompok in-group akan mempunyai banyak keuntungan dibandingkan kelompok out-group seperti kepercayaan yang tinggi, dukungan, dan interaksi yang baik. Hal ini tentu akan membuat bawahan lebih

mudah untuk mengembangkan OCB (Widiyati, 2013).

Interaksi yang baik akan menentukan bagaimana hubungan yang terjalin

diantara atasan dengan bawahan. Menurut Prisetyadi (2011), bawahan yang

merasa memiliki interaksi yang baik dengan atasan diyakini akan lebih

menunjukkan sikap yang dapat menguntungkan organisasi. Hal ini sesuai dengan

dimensi dari LMX yaitu dimensi afeksi. Begitu pula dengan penelitian yang

dilakukan oleh Murphy et..al (2003) bahwa bila di dalam hubungan atasan dan

bawahan memiliki kualitas interaksi yang baik maka akan saling memberikan

manfaat satu sama lain.

Ada banyak faktor yang dapat menumbuhkan OCB pada anggota dalam

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Tabel 2. Blue Print Skala Persepsi Terhadap Kualitas Interaksi
Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu

Harga jual adalah harga beli dari produsen (pabrik atau toko) ditambah keuntungan (mark-up). Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu

DEDI ROSADI, Department of Mathematics, Gadjah Mada University, Yogyakarta, lndonesia. 19:3O -22:OO We lcome

fungsi dari selisih waktu atau selisih biaya perjalanan antara moda 1 dengan moda lainya.Kurva itu adalah kurva empiris yang didapatkan langsung dari data dan

Data lain menunjukkan responden saat sebelum diberikan intervensi relaksasi genggam jari mengalami gemetar pada tangan dengan gejala sering, dan setelah

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqh materi hukum perkawinan melalui metode discovery learning pada

memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak- anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara

Selanjutnya, dibahas pula kegiatan yang dilakukan pengurusan dan pengendalian surat yang meliputi penerimaan surat masuk atau keluar, mencatat surat masuk atau