SKRIPSI
Guna untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
AJENG DIAH ANDHINI
111301024
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PARTAI GOLKAR SUMATERA UTARA
Dipersiapkan dan disusun oleh:
AJENG DIAH ANDHINI 111301024
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 16 April 2015
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001
Tim Penguji
1. Dr. Emmy Mariatin, M.A, Ph.D, psikolog Penguji I/Pembimbing
____________
2. Fahmi Ananda, M.Psi Penguji II
NIP. 19860712212014041001 ____________
3. Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc., M.A, psikolog Penguji III
bahwa skripsi saya yang berjudul:
Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Pengurus DPD
Partai Golkar Sumatera Utara
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh helar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, April 2015
Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan didefinisikan sebagai dinamika hubungan antara atasan dan atasan-bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi (Liden & Maslyn, 1998). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukakan oleh Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior merupakan perilaku berdasarkan inisiatif individu yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal dan secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi (Organ, et..al, 2006). OCB diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukan oleh Organ, et..al (2006). Sampel dalam penelitian ini mencakup 77 Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara.
Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan mempengaruhi sebanyak 18.6% organizational citizenship behavior pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara (R square = .186, p<.05). Dari hasil penelitian, Pimpinan DPD Partai Golkar Sumatera Utara diharapkan mampu menjaga kualitas interaksi atasan-bawahan didalam organisasi sebab sekitar 18.6% OCB Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara dipengaruhi oleh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.
Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin
ABSTRACT
This study aimed to analyze the impact perceived leader-member interactions quality on organizational citizenship behavior among Golkar Party officials in North Sumatera. Perceived leader-member interactions quality is defined as the dynamics of the relationship between leader and member, it’s multidimensional which consists of four dimensions namely; the contribution, loyalty, affection, and respect for the profession (Liden & Maslyn, 1998). Perceived leader-member interactions quality measured using a measuring instrument based on the four dimensions proposed by Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior is a behavior based on individual initiative which is free, is not related to the formal reward system and it can directly increase the impactiveness of the organization (Organ, et..al, 2006). OCB measured using a measuring instrument based on four dimensions raised by Organ, et..al (2006). The sample in this study includes 77 in Golkar Party Officials of North Sumatera.
The analysis showed that the perceived leader-member interactions quality affects as many as 18.6% of organizational citizenship behavior Golkar Party officials in North Sumatera (R square = .186, p <.05). From the study, Golkar Party chairman in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because they are approximately 18.6% of the Golkar Party Officials in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because the results showed OCB approximately in 18.6%.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
baik dari masa perkuliahan sampai pada saat penyusunan skripsi ini sangatlah
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera utara beserta jajarannya.
2. Dr. Emmy Mariatin Abbas, Ph.D sebagai dosen pembimbing yang telah
berkenan membimbing penulis dalam penulisan skripsi. Sesungguhnya
arahan/bimbingan dari beliau sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. H. Ajib Shah, S.Sos selaku pimpinan Partai Golkar Sumatera Utara
beserta jajarannya yang telah memberikan izin dan membantu penulis
dalam memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
4. Helmi Yusuf, SME dan Sulfida Eka Wagdiana, SME selaku orangtua
penulis yang telah mendidik dan memberikan dukungan kepada saya
ii
5. M. Bayu Widianto, Ratih Elfiani, dan M. Dimas Taufan selaku saudara
kandung penulis yang juga telah memberikan dukungan dan motivasi
kepada penulis dalam menyiapkan skripsi ini.
6. Solid (Lisa, Islah, Ecik, Ayu, dan Icak). Terima kasih sudah mau menjadi
sahabat terbaik selama menjalani perkuliahan. Semangat mengejar S.Psi
nya ya dan kita bisa sama-sama sukses.
7. Avros Team! (Lia, Rani, Nuli). Terima kasih banyak sudah menjadi
bagian dari hidup penulis. Semoga kita sukses dan selalu sama-sama ya.
8. Hendra Gusniawan, S.T dan Robby Saputra, S.Pd yang telah menjadi
tempat berkeluh kesah, bertukar pikiran, dan memberikan motivasi kepada
penulis dalam menjalani masa-masa sulit.
9. Segenap staf pengajar Fakultas Psikologi USU yang telah
menyumbangkan ilmu dan pemikirannya kepada penulis yang menjadi
bekal dalam penulisan skripsi dan kehidupan penulis di masa yang akan
datang.
10.Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan, April 2015
iii
A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
1. Definisi OCB ... ... 9 2. Dimensi-Dimensi OCB ………...…... 10 3. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi OCB ... 12 B. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
1. Definisi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan .. 14 2. Dimensi-Dimensi Persepsi Kualitas Interaksi
Atasan-Bawahan ……….. 15
C. Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)... 16
iv
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 20
B. Definisi Operasional 1. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ………… 20
2. Organizational Citizenship Behavior …... 21
C. Subjek Penelitian ... 21
D. Metode Penelitian 1. Skala Organizational Citizenship Behavior ... 23
2. Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan... 24
E. Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur ... 25
2. Uji Daya Beda Aitem ... 25
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 26
F. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 26
a. Pembuatan Alat Ukur ... 26
b. Pencarian Informasi ... 27
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 27
3. Tahap Pengolahan Data ... 28
G. Metode Analisis Data 1. Uji Normalitas ... 28
2. Uji Linearitas ... 28
H. Hasil Uji Coba Alat Ukur 1. Hasil Uji Coba Skala OCB ……… 29
2. Hasil Uji Coba Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ……… 29
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian 1. Gambaran Usia Subjek ……… 30
v B. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Asumsi
a. Uji Normalitas ………... 31 b. Uji Linearitas ……….. 32 2. Hasil Utama Penelitian
a. Hasil Analisa Data ……….. 33
b. Nilai Empirik dan Hipotetik
1) Nilai Empirik dan Hipotetik OCB………. 35 2) Nilai Empirik dan Hipotetik Persepsi Kualitas
Interaksi Atasan-Bawahan ……… 35 3. Kategorisasi Data Penelitian
a. Kategorisasi OCB ……… 36 b. Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi
Atasan-Bawahan ……….. 37 C. Pembahasan ………. 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………. 42
B. Saran
1. Saran Metodologis ……… 43 2. Saran Praktis ………. 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior…….... 23
Tabel 2 Blue Print Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan... 24
Tabel 3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ………. 31
Tabel 4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin …….. 32
Tabel 5 Uji Normalitas Sebaran Dengan Uji One Sample
Kolmogrov-Smirnov ……… 33
Tabel 6 Uji Linearitas Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Dengan Organizational Citizenship Behavior……… 33
Tabel 7 Hasil Analisis Regresi Sederhana ……….. 34
Tabel 8 Koefisien Regresi ……….. 35
Tabel 9 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik OCB ……... 36
Tabel 10 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik
Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ……….. 37
Tabel 11 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior…… 37
Tabel 12 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior…… 38
Tabel 13 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi
Atasan-Bawahan ………. 38
Tabel 14 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi
Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan didefinisikan sebagai dinamika hubungan antara atasan dan atasan-bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi (Liden & Maslyn, 1998). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukakan oleh Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior merupakan perilaku berdasarkan inisiatif individu yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal dan secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi (Organ, et..al, 2006). OCB diukur menggunakan alat ukur berdasarkan empat dimensi yang dikemukan oleh Organ, et..al (2006). Sampel dalam penelitian ini mencakup 77 Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara.
Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan mempengaruhi sebanyak 18.6% organizational citizenship behavior pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara (R square = .186, p<.05). Dari hasil penelitian, Pimpinan DPD Partai Golkar Sumatera Utara diharapkan mampu menjaga kualitas interaksi atasan-bawahan didalam organisasi sebab sekitar 18.6% OCB Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara dipengaruhi oleh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.
Ajeng Diah Andhini & Emmy Mariatin
ABSTRACT
This study aimed to analyze the impact perceived leader-member interactions quality on organizational citizenship behavior among Golkar Party officials in North Sumatera. Perceived leader-member interactions quality is defined as the dynamics of the relationship between leader and member, it’s multidimensional which consists of four dimensions namely; the contribution, loyalty, affection, and respect for the profession (Liden & Maslyn, 1998). Perceived leader-member interactions quality measured using a measuring instrument based on the four dimensions proposed by Liden & Maslyn (1998). Oganizational citizenship behavior is a behavior based on individual initiative which is free, is not related to the formal reward system and it can directly increase the impactiveness of the organization (Organ, et..al, 2006). OCB measured using a measuring instrument based on four dimensions raised by Organ, et..al (2006). The sample in this study includes 77 in Golkar Party Officials of North Sumatera.
The analysis showed that the perceived leader-member interactions quality affects as many as 18.6% of organizational citizenship behavior Golkar Party officials in North Sumatera (R square = .186, p <.05). From the study, Golkar Party chairman in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because they are approximately 18.6% of the Golkar Party Officials in North Sumatera is expected to maintain the quality of a leader-member interactions within the organization because the results showed OCB approximately in 18.6%.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu
berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah
satu dari agen perubahan yang akan banyak memberikan kontribusi untuk
menghadapi globalisasi. Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama
dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan
(Paramita, 2008).
Organisasi memiliki tiga elemen yaitu dapat menampung tujuan bersama,
terdapat orang-orang yang ingin memberikan kontribusi terhadap kegiatan atau
tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama
lain (Mangundjaya, 2002). Organisasi merupakan sarana untuk melakukan
kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan
mendayagunakan sumber-sumber yang dimiliki (Griffin, 2002).
Sekumpulan orang yang berada di dalam organisasi merupakan aspek
penting terbentuknya suatu organisasi yang bekerja secara bersama-sama untuk
mencapai suatu tujuan (Siagian, 2012). Organisasi selalu menuntut individu yang
bekerja didalamnya agar selalu responsif, aktif, dan inovatif untuk membuat
organisasinya berkembang dan maju (Hardi, 2009). Individu yang bekerja didalam
suatu organisasi merupakan salah satu hal penting dalam menentukan
Individu tersebut harus memiliki kualitas perilaku untuk dapat memajukan
organisasi yang dijalankannya, hal ini dapat dilihat dari saat individu tersebut
melakukan tugas didalam organisasi (Putra, 2013). Hal ini bertujuan untuk
membuat organisasi menjadi efektif. Efektifitas organisasi dapat dilihat dari
minimnya perilaku menyimpang dalam organisasi, iklim organisasi yang
kondusif, perputaran karyawan yang rendah, tercapainya kepuasan kerja dan
karyawan yang memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Robbins &
Judge, 2007).
OCB merupakan perilaku bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut
tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas
dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan
personal demi tercapainya tujuan organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie
2006). OCB merupakan perilaku penting yang harus ada pada setiap individu
dalam organisasi karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi
(Borman & Montowidlo, 1993).
OCB merupakan perilaku individu yang bersifat bebas, tidak secara
langsung atau secara eksplisit mengharapkan sistem imbalan formal, dan secara
keseluruhan meningkatkan efisiensi dan keefektifan fungsi organisasi (Robbins,
2006). Seseorang dengan OCB yang tinggi rela tidak dibayar dalam bentuk uang
atau bonus tertentu sebab ia hanya menginginkan kemajuan organisasinya
(Ahdiyana, 2010).
Jika kita bicara tentang OCB, tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang
empat faktor yang dapat mendorong munculnya OCB pada individu, yaitu
karakteristik tugas, karakteristik individual, karakteristik organisasional, dan
perilaku pemimpin. Perilaku pemimpin berkaitan dengan bagaimana kualitas
interaksinya dengan anggota organisasi. Kualitas interaksi atasan-bawahan
dipercaya dapat mempengaruhi OCB seorang individu. Miner (dalam Novliadi,
2007) menyebutkan bahwa kualitas interaksi yang baik antara atasan-bawahan
akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan OCB karyawan.
Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). Teori Leader Member
Exchange (LMX) pertama kali diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX adalah teori yang menjelaskan bagaimana
hubungan interpersonal berkembang diantara atasan dan bawahan (Graen, dalam
Ping & Yue, 2010). LMX merupakan suatu proses interaksi yang terjadi pada dua
individu dan secara berkesinambungan akan mengalami perkembangan (Yukl,
2010).
Kualitas interaksi atasan dan bawahan sebagai konsep yang menjelaskan
upaya untuk meningkatkan kualitas antara atasan dan bawahan yang akan mampu
meningkatkan kinerja keduanya (Robbins, 2006). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Murphy, Wayne, & Liden (2003) yang
menyatakan bahwa bila di dalam hubungan atasan dan bawahan memiliki kualitas
interaksi yang baik, maka hubungan tersebut akan saling memberikan manfaat
satu sama lain. Artinya, kualitas interaksi atasan dan bawahan merupakan suatu
LMX menjelaskan bahwa terdapat perbedaan sikap yang diterima
bawahan dari atasannya. Perbedaan itu membentuk kelompok terpisah yang
menerangkan hubungan antara atasan dan bawahan yang disebut dengan in-group
dan out-group. Pada in-group, bawahan lebih dipercaya, mendapatkan perhatian
dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan tak jarang mendapatkan hak-hak
khusus dari atasan (Robbins, 2006). Bawahan yang tergabung dalam out-group
mendapatkan waktu yang terbatas dari atasannya dan hubungan antara atasan dan
bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang biasanya dapat dilihat dari
penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2007).
Dalam organisasi, atasan cenderung akan mengkategorikan bawahannya
ke dalam in-group dan out-group (Robbins, 1989). Kategorisasi ini tergantung dari kesesuaian antara atasan dengan anggota dalam dyad-nya (Tosi, Rizzio, &
Carrol, 1990). Menurut Luthans (2006), kelompok in-group akan menemukan masalah yang lebih sedikit dalam melakukan interaksi dengan atasannya
dibandingkan dengan kelompok out-group. Kategori keanggotaan inilah yang akan menentukkan kualitas interaksi antara atasan dengan bawahannya. Apabila
interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan
berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga membuat bawahan merasa
atasannya memberikan perhatian dan motivasi kepada dirinya dalam bekerja
sehingga ia merasa puas dengan pekerjaannya, demikian sebaliknya. Anggota
yang merasa puas dengan pekerjaannya akan lebih sedikit menunjukkan perilaku
positif seperti kehadiran yang tinggi, bersemangat dalam bekerja, bersedia bekerja
& Lyubomirsky, 2008). Perilaku-perilaku ini menunjukkan anggota tersebut
memiliki organizational citizenship behavior (OCB). Hal seperti ini lebih sering
terjadi dalam in-group dibandingkan out-group (Luthans, 2006).
Kategorisasi in-group dan out-group sering terjadi pada partai politik di
Indonesia, termasuk Partai Golkar Sumatera Utara. Sebagai salah satu partai besar
di Indonesia, Partai Golkar tentu tidak luput dari berbagai masalah, seperti
masalah in-group dan out-group. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
kategorisasi in-group dan out-group sangat terasa di dalam sebuah partai politik. Mengingat jumlah anggota partai yang sangat besar membuat pimpinan partai
sulit untuk menjangkau seluruh anggota partai. Dalam struktur partai, terdapat
anggota yang mengurusi bidang-bidang tertentu yang masuk ke dalam
kepengurusan partai yang selanjutnya disebut sebagai Pengurus Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Pada dasarnya orang-orang yang menjadi Pengurus
DPD partai merupakan orang-orang yang berada dalam kategori in-group, sebab
untuk masuk dalam kepengurusan partai tidaklah mudah. Akan tetapi
kenyataannya tidak demikian. Walaupun sudah termasuk dalam kepengurusan
partai, masih banyak Pengurus DPD yang merasa masih belum memiliki
hubungan yang baik dengan sesama Pengurus DPD maupun dengan pimpinan
partai itu sendiri (Hardi, 2009).
Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai masalah. Masalah yang timbul
seperti anggota yang bermalas-malasan dalam mengurusi tugasnya dalam partai
dan bila pun bekerja semata-mata hanya untuk mengharapkan imbalan dari hasil
Tentu hal seperti ini bukanlah seperti yang diharapkan oleh pimpinan maupun
organisasi itu sendiri
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan dan bawahan terhadap organizational
citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh
persepsi kualitas interaksi atasan bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui adakah pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan
bawahan terhadap organizational citizenship behavior pada Pengurus DPD Partai
Golkar Sumatera Utara.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi informasi untuk pengembangan ilmu Psikologi, khususnya di
bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama persepsi kualitas
interaksi atasan-bawahan dan organizational citizenship behavior
(OCB).
b. Memberikan masukan yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian
yang berhubungan dengan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan
2. Manfaat Praktis
a. Dapat mengetahui tingkat organizational citizenship behavior (OCB)
dan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan Pengurus DPD Partai
Golkar Sumatera Utara
b. Diharapkan dengan diketahuinya tingkat OCB dan kualitas interaksi
atasan bawahan, dapat memberikan masukan kepada pimpinan partai
dalam menjaga OCB anggota organisasi sehingga dapat mencapai
tujuan partai.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori organizational citizenship behavior yang terdiri dari definisi
OCB, dimensi OCB, serta faktor-faktor OCB. Teori tentang persepsi
kualitas interaksi atasan-bawahan yang terdiri dari definisi kualitas
interaksi atasan-bawahan, dimensi kualitas interaksi atasan-bawahan, serta
pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB
Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara, serta hipotesa.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi identifikasi variabel, defenisi operasional, subjek penelitian,
metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur
penelitian, dan metode analisis data.
BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi hasil penlitian yang disertai dengan interpretasi dan hasil
penelitian tambahan yang didapat dan pembahasan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang
diungkapkan berdasarkan hasil penelitian serta saran penelitian yang
9
A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada
didalam sebuah organisasi. OCB merupakan perilaku berdasarkan inisiatif
individual yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal
organisasi tetapi secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi
(Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). OCB menurut Effendi (2003),
merupakan suatu keadaan dimana bawahan memberikan kontribusi dalam bekerja
dan melebihi dari deksripsi kerja yang seharusnya dilakukannya. OCB adalah
perilaku yang berasal dari kebijaksanaan bawahan yang dilakukan secara sukarela
dan tidak ada paksaan dari manapun (Andriani, Djalali & Sofiah, 2012).
OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan
perilaku bawahan. OCB ini mengacu pada konstruk dari “extra-role behavior”,
yang di definisikan sebagai perilaku yang menguntungkan bagi organisasi secara
langsung. Dengan demikian OCBmerupakan perilaku yang fungsional, extra-role
dari individu, kelompok atau organisasi (Chien, 2004). Robbins (2006)
mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi
bagian dari kewajiban kerja formal seorang bawahan, namun mendukung
berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Menurut Robbins dan Judge
memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi
lain.
Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas, dapat
disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku individu di didalam suatu organisasi
yang bersifat bebas dalam melaksanakan tugas di luar dari deskripsi kerjanya
tanpa mengharapkan penghargaan secara formal dari organisasi dan hanya
mengedepankan kepentingan organisasi.
2. Dimensi – Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Terdapat tujuh dimensi dalam OCB, yaitu (Organ, Podsakoff, &
MacKenzie 2006):
a. Altruism
Altruism adalah perilaku anggota dalam organisasi untuk membantu
rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan tidak
ingin mendapatkan keuntungan pribadi ketika membantu rekan
kerjanya tersebut.
b. Courtesy
Memperhatikan dan menghormati orang lain, menjaga hubungan baik
dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah interpersonal yang
dapat mengganggu kinerja anggota dalam organisasi. Bila ada
masalah yang terjadi, maka anggota tersebut akan membuat
c. Peacemaking
Perilaku anggota dalam organisasi untuk mencegah, memecahkan,
dan membantu meredakan konflik interpersonal yang tidak
meningkatkan efektifitas organisasi.
d. Cheerleading
Anggota dalam organisasi memberikan penguatan dan dorongan
kepada rekannya mengenai goal dan perkembangan karir ke arah
yang lebih baik, yang secara tidak langsung akan membuat organisasi
tersebut semakin maju dan berkembang.
e. Conscientiousness
Perilaku ini mengarah kepada perilaku sukarela, bebas atau yang
bukan merupakan kewajiban dari seorang anggota.
f. Sportsmanship
Menekankan pada dimensi-dimensi perilaku positif terhadap keadaan
yang tidak sesuai dalam organisasi tanpa menunjukkan sikap yang
dapat merugikan organisasi.
g. Civic Virtue
Anggota berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi
atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan
organisasi untuk meningkatkan tujuan organisasi.
Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006), berpendapat bahwa pengukuran
OCB dapat dilakukan dengan menggunakan empat dimensi saja yakni dimensi
disebabkan karena dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking
berkaitan dengan perilaku membantu orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan
didalam organisasi sehingga dapat disatukan menjadi helping behavior. Berdasarkan pada penjelasan di atas maka peneliti menggunakan empat dimensi
untuk mengukur OCB bawahan yaitu helping behavior, civic vitue, sportsmanship
dan conscientiousness.
3. Faktor – Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Beberapa ahli menyebutkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
OCB. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Budaya dan iklim organisasi
Organisasi merupakan kondisi utama yang memicu terjadinya OCB
(Organ, dalam Novliadi 2007). Hal itu disebabkan karena perilaku
OCB terjadi di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi dan iklim
organisasi dapat menjadi penyebab berkembangnya OCB di organisasi
tersebut. Apabila iklim organisasi positif maka akan meningkatkan
hasrat anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan di luar deskripsi
kerja formal dan selalu berusaha untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Kepribadian dan Suasana Hati
Kepribadian dan suasana hati menjadi salah satu penyebab timbulnya
OCB dalam organisasi (George & Brief, 1992). Seseorang akan
mereka. Kepribadian merupakan karakteristik yang bersifat tetap
sedangkan suasana hati bersifat mudah berubah-ubah.
c. Persepsi terhadap Dukungan Organisasional
Bawahan yang mempersepsikan bahwa mereka didukung oleh
organisasi akan memberikan timbal balik terhadap organisasi dengan
memunculkan OCB (Shore & Wayne, 1993).
d. Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Miner (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa kualitas interaksi
atasan-bawahan yang tinggi dapat meningkatkan produktifitas kinerja
bawahan dan kepuasan kerja. Apabila kualitas interaksi
atasan-bawahan tinggi maka atasan akan berpandangan positif terhadap
bawahannya, sehingga bawahan akan merasakan atasannya
memberikan dukungan baginya untuk maju di dalam organisasi
tersebut. Hal ini tentunya akan meningkatkan rasa percaya dan
loyalitas bawahan sehingga ia akan terus berusaha untuk dapat
melakukan apa yang diharapkan atasannya.
e. Masa Kerja
Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik
personal seperti masa kerja dan jenis kelamin memiliki pengaruh pada
anggota organisasi untuk melakukan OCB. Semakin lama anggota
bekerja dalam suatu organisasi, maka akan semakin memiliki
f. Jenis Kelamin
Morrison (dalam Novliadi, 2007) menyatakan bahwa pria dan wanita
akan berbeda dalam mempersepsikan OCB. Wanita akan lebih
mempersepsikan bahwa OCB merupakan bagian dari perilaku in-role
dibanding pria.
B. PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN
1. Definisi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader
Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). Teori LMX pertama kali diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX
adalah teori yang menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang
diantara atasan dan bawahan (Graen, dalam Ping & Yue, 2010). LMX merupakan
suatu proses interaksi yang terjadi pada dua individu dan secara
berkesinambungan akan mengalami perkembangan (Yukl, 2010).
Landy (1989) menyatakan bahwa teori LMX merupakan model hubungan
Vertical-Dyad. Dyad merupakan hubungan dalam suatu kelompok yang terdiri
dari dua orang yang berada pada tingkat yang berbeda dalam suatu organisasi.
Dyad terdiri dari atas 2 bagian yaitu horizontal dyad dan vertical dyad. Horizontal
dyad adalah hubungan antara sesama rekan kerja sedangkan vertical dyad adalah hubungan antara atasan dengan bawahan.
berinteraksi dengan atasannya. Liden dan Maslyn (1998) mendefiniskan LMX
sebagai dinamika hubungan antara atasan dan bawahan, bersifat multidimensional
dalam suatu dyad yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi.
Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas dapat
disimpulkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan bawahan adalah penilaian
anggota organisasi terhadap dinamika hubungan antara atasan dengan bawahan
yang bersifat multidimensional di dalam suatu dyad.
2. Dimensi – Dimensi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Liden dan Maslyn (1998) menyatakan bahwa LMX memiliki empat
dimensi, yaitu :
a. Kontribusi
Kontribusi berkaitan dengan kegiatan yang mengarah pada tugas
ditingkat tertentu diantara anggota untuk mencapai tujuan bersama.
Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang mengarah pada tugas
adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan
menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja, demikian halnya pada
atasan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk
melakukan hal tersebut.
b. Loyalitas
Loyalitas adalah ungkapan untuk mendukung tujuan dalam hubungan
keinginan bawahan untuk melakukan hal lebih kepada organisasi tanpa
mengharapkan imbalan dan konsisten pada setiap keadaan.
c. Afeksi
Afeksi adalah perasaan, kepedulian di antara atasan dan bawahannya
bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk
kepedulian yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam
suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan
bermanfaat satu sama lain.
d. Respek terhadap profesi
Respek terhadap profesi adalah persepsi mengenai sejauh mana pada
setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun citra di
dalam dan di luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di
dalam pekerjaan.
C. PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI
ATASAN-BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR (OCB)
Konsep OCB pada dasarnya merujuk kepada perilaku kerja yang melebihi
persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi (Richard, 2003).
Setiap organisasi sangat membutuhkan anggota yang memiliki OCB guna
meningkatkan efektifitas organisasi. Hal ini dikarenakan OCB merupakan bagian
penting dalam suatu organisasi karena perilaku tersebut akan mendukung
dimiliki seorang karyawan yang mengarahkan organisasi dalam produktivitas
yang lebih baik (Rayner, Lawton, & Williams, 2012).
OCB sangat bermanfaat bagi organisasi seperti mempertahankan stabilitas
organisasi, menghemat sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan dan
meningkatkan produktivitas karyawan. Sweeney & McFarlin (2002)
mengungkapkan bahwa perilaku OCB jika dilakukan oleh banyak karyawan
secara terus menerus dalam suatu organisasi dapat meningkatkan produktivitasnya
serta melampaui kinerja para kompetitornya. Berdasarkan dampak positif tersebut,
OCB pada masing-masing anggota dalam organisasi harus ditingkatkan guna
mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Terdapat beberapa fakor yang
mempengaruhi terbentuknya OCB pada anggota organisasi, salah satunya adalah
persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.
Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). LMX merupakan teori
yang menjelaskan hubungan pertukaran sosial yang terjadi antara atasan dan
bawahan (Cotterell, 2003). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terdiri dari
empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi , dan respek terhadap profesi
(Liden & Maslyn, 1998). Hubungan antara persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan dengan OCB dapat ditinjau dari masing-masing dimensi dari kedua
konstruk ini.
Konovsky dan Pugh (1994) menyatakan bahwa hubungan pertukaran
sosial yang dikembangkan antara bawahan dan atasan berjalan dengan baik, maka
interaksi yang tinggi dengan atasannya dapat mengerjakan pekerjaan lebih dari
yang biasa mereka lakukan, begitu pula sebaliknya (Murphy, et..al, 2003). Hal ini
sesuai dengan dimensi kontribusi yang menyatakan bahwa anggota dalam
organisasi akan bersedia untuk melakukan pekerjaan lebih dari yang biasa mereka
lakukan dan secara tidak langsung dapat menumbuhkan OCB pada anggota
organisasi.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Miner (dalam Novliadi, 2007)
yang mengemukakan bahwa interaksi atasan-bawahan berhubungan dengan OCB.
Hal ini terlihat bahwa bila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi akan
memberikan dampak baik seperti meningkatnya produktifitas, kepuasan kerja dan
kinerja karyawan. Dimensi loyalitas dalam persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan menyatakan bahwa anggota yang memiliki loyalitas akan lebih bersedia
untuk bekerja secara sukarela pada organisasinya dibandingkan anggota yang
tidak memiliki loyalitas. Bekerja secara sukarela termasuk ke dalam OCB,
sehingga anggota yang memiliki loyalitas tentu memiliki OCB.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim & Salleh (2014)
menyatakan bahwa LMX merupakan salah satu faktor yang mampu mengarahkan
bawahan memiliki OCB, artinya atasan mampu memberikan motivasi kepada
bawahan dan bawahan menjadi bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan
baik, bahkan melebihi harapan dari atasannya. Hal ini sesuai dengan dimensi
afeksi yang berhubungan dengan rasa dekat, saling memiliki, saling memberikan
D. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “ada pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan
terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada Pengurus DPD Partai
20
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional
adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan
dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien
korelasi. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui pengaruh kualitas interaksi
atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada
pengurus Partai Golkar Sumatera Utara.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel bebas :persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan
Variabel terikat : organizational Citizenship Behavior (OCB)
B. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN 1. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Penilaian anggota organisasi terhadap dinamika hubungan antara atasan
dengan bawahan yang bersifat multidimensional di dalam suatu dyad. Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan akan diukur melalui skala yang disusun
berdasarkan dimensi-dimensi kualitas interaksi atasan-bawahan dari Liden &
Maslyn (1998) yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi.
Semakin tinggi skor skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan,
organisasi tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor skala persepsi kualitas
interaksi bawahan, maka semakin buruk tingkat kualitas interaksi
atasan-bawahan yang dimiliki organisasi tersebut
2. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Perilaku individu di dalam suatu organisasi yang bersifat bebas dalam
melaksanakan tugas di luar dari deskripsi kerjanya tanpa mengharapkan
penghargaan secara formal dari organisasi dan hanya mengedepankan
kepentingan organisasi. OCB akan diukur melalui skala OCB yang disusun
berdasarkan dimensi-dimensi OCB dari Organ, et..al (2006) yaitu helping
behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue. Semakin tinggi skor skala OCB, maka semakin tinggi tingkat OCB yang dimiliki seorang individu.
Sebaliknya, semakin rendah skor skala OCB, maka semakin rendah tingkat OCB
individu.
C. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian. Subjek penelitian dapat berupa benda maupun manusia (Arikunto,
2007). Dalam sebuah penelitian, subjek memiliki peran yang sangat penting
karena pada subjek penelitian adalah data-data tentang variabel yang akan diteliti.
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera
D. METODE PENGAMBILAN DATA
Metode pengambilan data adalah metode yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Metode pengambilan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan mekanisme
pengumpulan data melalui tulisan-tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan
untuk mengukur variabel tertentu.
Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus
berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator
perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui aitem-aitem, respon
jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh.
Hadi (2000) mengungkapkan skala psikologis dapat mengungkapkan
laporan diri (self report). Azwar (2010) juga mengemukakan bahwa metode skala dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang
biasanya tidak disadari responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari
arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.
Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap
yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).Dalam
kualitas interaksi atasan-bawahan dan skala organizational citizenship behavior
(OCB).
1. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Metode skala yang digunakan adalah metode likert (Azwar, 2012). Setiap
aitem meliputi empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral
(N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak sesuai (STS). Nilai skala setiap
pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung
(Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable).
Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung
objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap
(Azwar, 2000). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
organizational citizenship behavior yang dibuat berdasarkan konsep Organ et..al, (2006) yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civicvirtue.
Tabel 1. Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2. Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Skala persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan ini
menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral
(N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai skala setiap
pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung
(Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable). Pernyataan favorable
merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap,
sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).
Skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dalam penelitian ini
disusun berdasarkan aspek-aspek dari dimensi persepsi terhadap kualitas interaksi
atasan-bawahan yang dikemukakan oleh Liden and Maslyn (1998) yang terdiri
atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi.
E. UJI COBA ALAT UKUR
Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk
melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak
diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.
1. Validitas Alat Ukur
Azwar (2003) mendefinisikan validitas sebagai sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau
instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil pengukurannya sesuai dengan
tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur (Hadi, 2000).
Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi dalam penelitian ini
adalah professional judgement, pendapat profesional diperoleh dengan cara
berdiskusi dengan dosen pembimbing.
2. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak
memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini
adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur
oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi
Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi SPSS
20.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda
aitem(Azwar, 2000).
3. Reliabilitas Alat Ukur
Konsep reliabilitas mengacu pada apakah suatu instrumen dapat
diinterpretasi secara konsisten dalam suatu pengukuran dan dalam situasi yang
berbeda-beda (Shaughnessy, Zeichmeister, & Zeichmeister, 2012). Reliabilitas
adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila
dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh
hasil yang relatif sama (Azwar, 2000).
Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang
hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu
sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aaitem atau antar
bagian dalam skala.
F. PROSEDUR PENELITIAN
Adapun persiapan yang dilakukan peneliti antara lain sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Pembuatan alat ukur
1) Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
behavior dan skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang dibuat berdasarkan teori yang telah dijelaskan. Skala OCB memiliki
32 aitem dan skala persepsi terhadap kualitas interaksi
atasan-bawahan memiliki 32 aitem. Skala dibuat dalam model Likert dalam
bentuk booklet yang terdiri dari empat alternatif pilihan jawaban. 2) Setelah skala selesai dibuat, peneliti meminta bantuan professional
judgement untuk menganalisis aitem-aitem yang telah dibuat.
b. Pencarian informasi
Pada tahap ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mencari informasi tentang organisasi yang akan dijadikan tempat
pengambilan data.
2) Peneliti menghubungi pihak yang terkait di dalam organisasi untuk
memastikan pemberian izin dalam hal pengambilan data.
3) Setelah mendapatkan izin dari pihak organisasi, peneliti mengurus
surat izin dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
4) Peneliti mendatangi organisasi dan memberikan surat keterangan
dari Fakultas Psikologi untuk mengadakan penelitian di organisasi
tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti akan mengambil data penelitian yang sebenarnya.
Alat ukur akan diberikan kepada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara. Di
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh data dari masing-masing subjek penelitian, selanjutnya
peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunankan SPSS versi 20.0 for windows.
G. METODE ANALISA DATA
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh persepsi terhadap kualitas
interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior (OCB),
maka metode analisa data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana.
Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi
SPSS 20.0 for windows. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah
berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan
dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi
penelitian yaitu variabel bebas (persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan) dan
variabel terikat (OCB) memiliki hubungan linier. Uji linearitas dilakukan dengan
H. HASIL UJI COBA ALAT UKUR
Tahap selanjutnya setelah alat ukur selesai disusun adalah melakukan uji
coba alat ukur pada sekelompok kecil responden guna mengetahui apakah kalimat
yang digunakan dalam aitem mudah atau dapat dipahami dengan benar oleh
responden sebagaimana diinginkan oleh penulis dan untuk mengetahui sejauh
mana alat ukur dapat mengungkapkan apa yang diukur (Azwar, 2010). Uji coba
pada penelitian ini dilakukan pada 50 orang Pengurus DPD Partai Golkar
Sumatera Utara.
1. Hasil Uji Coba Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Jumlah skala organizational citizenship behavior yang diujicobakan terdiri dari 32 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh 16 aitem yang memiliki
nilai diskriminasi diatas .30 dan terdapat 16 aitem yang gugur. Hasil uji coba
terhadap skala organizational citizenship behavior menunjukkan nilai
diskriminasi yang bergerak dari .32 sampai dengan .75 dengan koefisien α sebesar .808.
2. Hasil Uji Coba Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Jumlah skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang diujicobakan
terdiri dari 32 aitem. Setelah dilakukan analisis aitem, diperoleh 18 aitem yang
memiliki nilai diskriminasi diatas .30 dan terdapat 14 aitem yang gugur. Hasil uji
coba terhadap skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan menunjukkan nilai
30
Bab ini berisi mengenai hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan
data yang diperoleh. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran
subjek penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisa pada hasil penelitian.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera
Utara yang berjumlah 77 orang. Sebelum melakukan analisa data, peneliti akan
menguraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
masa kerja.
1. Gambaran Usia Subjek
Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Kategori Jumlah (N) Persentase
18-40 tahun Dewasa dini 8 10,38%
41-60 tahun Dewasa madya 67 87,01%
> 60 tahun Lanjut usia 2 2,59%
Total 77 100%
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian berada paling
banyak pada masa dewasa madya, yaitu sebanyak 67 responden (87,01%).
Sebanyak 8 responden berada pada masa dewasa dini (10,38%), dan 2 responden
2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 4 di atas diketahui bahwa jumlah subjek
terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 65 orang
(84.41%) sedangkan jumlah sampel berjenis kelamin perempuan
sebanyak 12 orang (15.58%)
B. HASIL PENELITIAN
Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi
normalitas, linearitas, dan hasil utama yang telah diolah menggunakan aplikasi
SPSS 20.0 for windows.
1. Hasil Uji Asumsi
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana.
Sebelum melakukan analisa tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi penelitian yang bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data
penelitian. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian
tersebar secara normal atau tidak. Data diuji dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan aplikasi SPSS 20.0 for windows.
No Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)
1 Laki-Laki 65 84,41%
2 Perempuan 12 15,58%
Jika p > 0,05 maka sebaran datanya dinyatakan normal, tetapi jika p<
0,05 maka sebaran datanya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).
Tabel 5. Uji Normalitas Sebaran Dengan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov berdasarkan hasil analisis data, nilai signifikansi kedua variabel lebih besar dari
.05 dengan demikian sebaran data kedua variabel adalah normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel prediktor
(persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan) dan variabel tergantung
(OCB) memiliki hubungan yang linier atau tidak linier. Uji linearitas
dapat dilihat dengan analisa statistik dengan menggunakan metode
statistic uji F. Jika p < 0,05 maka kedua variabel dinyatakan linier,
tetapi jika p > 0,05 maka kedua variabel dinyatakan tidak linier (Hadi,
2000).
Tabel 6. Uji Linearitas Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Dengan OCB
Variabel F p Keterangan
Tabel 6 di atas menunjukkan bawah nilai signifikansi linearitas kedua
variabel adalah 0,00. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, yang artinya
terdapat hubungan yang linear antara persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan
dan organizational citizenship behavior.
2. Hasil Utama Penelitian
a. Hasil Analisa Data
Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data mengenai persepsi
kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisa regresi
sederhana dengan menggunakan program SPSS 20.0 for windows. Hasil pengolahan data dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Sederhana Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Dengan OCB
Dari tabel 7 di atas, dapat dilihat nilai F hitung yaitu 17.134 dengan derajat
bebas (df) Residual (sisa) yaitu 75 dengan taraf signifikansi 0,05, sehingga
diperoleh nilai F tabel yaitu 3,94. Dikarenakan F hitung (17,13) > F tabel (3,94),
dan nilai signifikansi (0,00) < 0,05 maka Ho ditolak. Hasil pengujian nilai t hitung
= 4,13. Pada t tabel dengan df 75 dan taraf signifikansi 0,05 diperoleh nilai 3,94.
Nilai signifikansi yang ditunjukkan tabel di atas adalah 0,00 yang berarti lebih
kecil dari 0,05. Dengan demikian nilai t hitung > t tabel serta nilai signifikansi <
Model R R Square df
Residual
F Sig t
1 0,43 0,186 75 17,13 0,00 4,13
0,05, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif
persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship
behavior.
Arah koefisien regresi positif berarti bahwa persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
organizational citizenship behavior. Semakin tinggi skor persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan maka semakin tinggi pula skor organizational
citizenship behavior pada Pengurus DPD partai. Selain itu, pada kolom berikutnya nilai R square sebesar 0,186, artinya variabel persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan mempengaruhi organizational citizenship behavior sebesar 18,6%.
Tabel 8. Koefisien Regresi
adalah Y = 23,20 + 0,49 X. Artinya, setiap penambahan satu satuan skor
variabel persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan (X), maka OCB (Y)
akan bertambah 23,20 + 0,49, dengan kata lain semakin positif persepsi
kualitas interaksi atasan-bawahan maka akan semakin tinggi pula tingkat
b. Nilai Empirik dan Hipotetik
1) Nilai Empirik Dan Hipotetik Organizational Citizenship Behavior
Setelah dilakukan uji coba, terdapat 16 aitem yang digunakan di
dalam penelitian. Respon yang diberikan terdiri dari 5 buah rentang
(sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, dan sangat sesuai).
Nilai untuk respon sangat tidak sesuai adalah 1, nilai untuk respon
tidak sesuai adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk
respon sesuai adalah 4, dan nilai untuk respon sangat sesuai adalah
5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk
skala organizational citizenship behavior adalah 16, sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 80.
Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk organizational
citizenship behavior dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik OCB
Variabel Organizational Citizenship Behavior
2) Nilai Empirik dan Hipotetik Persepsi Kualitas Interaksi
Atasan-Bawahan
Setelah dilakukan uji coba alat ukur persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan, terdapat 18 aitem yang digunakan di dalam
(sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, dan sangat sesuai).
Nilai untuk respon sangat tidak sesuai adalah 1, nilai untuk respon
tidak sesuai adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk
respon sesuai adalah 4, dan nilai untuk respon sangat sesuai adalah
5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk
skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan adalah 18,
sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 90.
Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk persepsi kualitas
interaksi atasan-bawahan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
3. Kategorisasi Data Penelitian
a. Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior
Norma kategorisasi yang digunakan pada organizational citizenship behavior adalah sebagai berikut (Azwar, 2012):
Tabel 11. Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior
Besar nilai rata-rata hipotetik organizational citizenship behavior adalah 48 dengan standar deviasi 10,6 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Tabel 12. Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior
Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase
X ≤ 37 Rendah 2 2.60%
37<X ≤ 59 Sedang 68 88.31%
X >59 Tinggi 7 9.09%
Total 77 100%
Berdasarkan tabel 12, dapat diketahui bahwa terdapat 2 orang subjek
penelitian (2,60%) yang memiliki tingkat organizational citizenship behavior
yang rendah, sedangkan sebanyak 68 orang dari subjek penelitian (88,31%)
memiliki organizational citizenship behavior yang sedang, dan sebanyak 7 orang
dari subjek penelitian (9,09%) memiliki organizational citizenship behavior yang tinggi.
b. Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Norma kategorisasi yang digunakan pada persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan adalah sebagai berikut (Azwar, 2012):
Tabel 13. Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Rentang Nilai Kategori
X ≤ (µ - 1.0 SD) Negatif
(µ - 1.0 SD) <X ≤ (µ + 1.0 SD) Netral
X > (µ + 1.0 SD) Positif
Besar nilai rata-rata hipotetik persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan
adalah 54 dengan standar deviasi 12 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah
Tabel 14. Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase
X ≤ 42 Negatif 0 0%
42< X ≤ 66 Netral 74 96.1%
X >66 Positif 3 3.89%
Total 77 100%
Berdasarkan tabel 14, dapat diketahui bahwa tidak ada subjek penelitian
yang memiliki persepsi negatif terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan (0%),
sebanyak 3 orang dari subjek penelitian (3,89%) memiliki persepsi kualitas
interaksi atasan-bawahan yang positif, dan sebanyak 74 orang dari subjek
penelitian (96,1%) memiliki persepsi yang netral yang mana persepsi kualitas
interaksi atasan-bawahan tidak positif dan juga tidak negatif.
C. PEMBAHASAN
Melalui penelitian yang dilakukan pada Pengurus DPD Partai Golkar
Sumut, peneliti hendak menguji hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB. Hasil
analisis data mendukung hipotesis penelitian, dimana persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan mampu memberikan pengaruh terhadap OCB pengurus partai.
Berdasarkan persamaan garis regresi yang dihasilkan oleh kedua variabel,
yakni Y = 23,20 + 0,49 X. Organizational citizenship behavior dilambangkan dengan (Y) dan persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dilambangkan dengan
(X), maka perilaku Y akan bertambah 23,20 + 0,49 ketika terjadi penambahan
pada tiap skor variabel X. Hal ini berarti bahwa bila semakin positif persepsi
kualitas interaksi atasan-bawahan maka akan semakin mudah bagi pengurus partai
pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap OCB adalah 18,6%
sedangkan 81,4% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini seperti persepsi dukungan organisasional, masa kerja, jenis
kelamin, kepribadian, dan lain sebagainya.
Menurut Eisenberger, Fasdo, LaMastro (1990), sikap bawahan terhadap
organisasi mereka ditentukan oleh persepsi mereka pada perilaku pemimpin,
dukungan organisasi, dan karakteristik organisasi. Perilaku pemimpin dapat
dilihat dari bagaimana kualitas interaksi yang terjalin antara atasan dengan
bawahan. Atasan akan cenderung mengelompokkan bawahannya ke dalam
kategori in-group dan out-group. Kelompok in-group akan mempunyai banyak keuntungan dibandingkan kelompok out-group seperti kepercayaan yang tinggi, dukungan, dan interaksi yang baik. Hal ini tentu akan membuat bawahan lebih
mudah untuk mengembangkan OCB (Widiyati, 2013).
Interaksi yang baik akan menentukan bagaimana hubungan yang terjalin
diantara atasan dengan bawahan. Menurut Prisetyadi (2011), bawahan yang
merasa memiliki interaksi yang baik dengan atasan diyakini akan lebih
menunjukkan sikap yang dapat menguntungkan organisasi. Hal ini sesuai dengan
dimensi dari LMX yaitu dimensi afeksi. Begitu pula dengan penelitian yang
dilakukan oleh Murphy et..al (2003) bahwa bila di dalam hubungan atasan dan
bawahan memiliki kualitas interaksi yang baik maka akan saling memberikan
manfaat satu sama lain.
Ada banyak faktor yang dapat menumbuhkan OCB pada anggota dalam