• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (persero) Kebun Limau Mungkur Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (persero) Kebun Limau Mungkur Medan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI

ATASAN-BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO)

KEBUN LIMAU MUNGKUR MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH

OKTAVIA RIZKY ROSAYANTI PUTRI

111301015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (persero) Kebun Limau Mungkur Medan” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari

hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 15 April 2015

(3)

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI

ATASAN-BAWAHAN TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR

(OCB)

PADA KARYAWAN PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR

MEDAN

Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Subjek penelitian berjumlah 170 orang yang telah bekerja selama minimal dua tahun di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Alat ukur yang digunakan berupa skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdasarkan teori Organ, Podsakoff, Mackenzie (2006) dan skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan disusun berdasarkan dimensi

Leader Member Exchange (LMX) yang dikemukakan Liden dan Maslyn (1998). Data penelitian dianalisa dengan menggunakan metode regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin positif persepsi interaksi atasan-bawahan maka semakin tinggi pula Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dimiliki karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan memiliki persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang positif dan tingkat Organizational Citizenship Behavior (OCB)yang tinggi.

(4)

THE EFFECT OF PERCEIVED QUALITY OF

LEADER-MEMBER INTERACTION TOWARDS ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) AT

PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR

MEDAN

Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of perceived quality of leader-member interaction towards the employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.

The study involved 170 subjects who worked at least two years at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Data were collected through by Organizational Citizenship Behavior (OCB) scale based on the theory from Organ, Padzakoff, Mackenzie (2006) and perceived quality of leader-member interaction scale based on the dimensions of Leader Member Exchange (LMX) theory from Liden and Maslyn (1998). Data were analyzed using simple regression method. The results showed there was a positive effect perceived quality of leader-member interaction towards Organizational Citizenship Behavior (OCB). These results indicate that more positive perceived quality of leader-member interaction then higher employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.The results showed that perceived quality of leader-member interaction in PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan was positive and the level of employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) was high.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat-Nya peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan ujian sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan kali ini peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang bersedia membantu, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini, seperti :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Ferry Novliadi S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing yang tetap

sabar dalam membimbing peneliti dan meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga

Allah SWT selalu membalas setiap kebaikan Bapak dengan pahala yang

tidak ada putusnya, Amin.

3. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi., M.Kes sebagai dosen pembimbing akademik.

Terima kasih atas nasihat dan bimbingan yang Ibu berikan selama peneliti

kuliah di Fakultas Psikologi USU.

4. Terima kasih kepada Ibu Emmy Mariatin, MA., PhD, Psikolog dan Ibu

(6)

kasih karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan

memberikan masukan serta saran yang sangat berarti demi penyempurnaan

skripsi ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang dan

nikmat-Nya yang tak terbalas.

5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih

atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga peneliti dapat

memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya.

6. Seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan

banyak bantuan kepada peneliti khususnya dalam hal administrasi.

7. Pihak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau

Mungkur Medan yang bersedia memberikan izin peneliti dalam

mengambil data serta karyawan yang bermurah hati meluangkan waktu

untuk mengisi skala penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

8. Orangtua tercinta Ayahanda Turino dan Ibunda Fitriah Adrianti serta

adik-adik tersayang Anyn dan Shyifa yang telah memberikan dorongan serta

semangat baik moral maupun materi, karena tanpa mereka peneliti sadar

tidak dapat berbuat banyak.

9. Kepada teman-teman angkatan 2011 yang sama-sama berjuang selama

kuliah di Fakultas Psikologi USU.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari kriteria penelitian yang sempurna. Oleh karena itu,

(7)

penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliiti khususnya dan umumnya bagi

pembaca serta peneliti selajutnya.

Medan, 15 April 2015

Peneliti

Oktavia Rizky Rosayanti Putri

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Manfaat Penelitian ...8

E. Sistematika Penulisan ...8

BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ...10

1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB) ...10

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)...12

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) ...15

B. Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan 1. Pengertian Persepsi...18

2. Pengertian Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan...20

3. Tahap dalam Interaksi Atasan-Bawahan ...22

(9)

Atasan-Bawahan...23

5. Dampak Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan...24

C. Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap OCB ...27

D. Hipotesa Penelitian ...29

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ...30

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ...30

C. Subjek Penelitian ...32

D. Metode Pengumpulan Data ...32

E. Uji Coba Alat Ukur ...36

F. Prosedur Penelitian ...38

G. Metode Analisa Data ...40

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...41

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek ...44

B. Hasil Penelitian ...46

C. Pembahasan ...56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...60

B. Saran ...61

DAFTAR PUSTAKA ...63

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Alternative Jawaban Skala ...34

Tabel 2 Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) ...34

Tabel 3 Skor Alternatif Jawaban Skala ...35

Tabel 4 Blue Print Skala Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ...36

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) Setelah Uji Coba ...42

Tabel 6. Distribusi Aitem Aitem Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-BawahanSetelah Uji Coba ...43

Tabel 7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...44

Tabel 8 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ...45

Tabel 9 Uji normalitas sebaran dengan uji one-sample Kolmogorov Smirnov ...46

Tabel 10 Uji Linearitas persepsi dukungan organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior...48

Tabel 11 Hasil Analisis Regresi Sederhana ...49

Tabel 12 Hasil Analisis Regresi Sederhana ...50

Tabel 13 Koefisien Determinasi ...51

Tabel 14 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Organizational Citizenship Behavior ...52

(11)

Tabel 16 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship ...54

Tabel 17 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior ...54

Tabel 18 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi

Atasan-Bawahan ...55

Tabel 19 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala saat Uji Coba ... 69

Lampiran B Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ... 80

Lampiran C Skala Saat Penelitian ... 98

Lampiran D Data Mentah... 106

(13)

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI

ATASAN-BAWAHAN TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR

(OCB)

PADA KARYAWAN PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR

MEDAN

Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Subjek penelitian berjumlah 170 orang yang telah bekerja selama minimal dua tahun di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Alat ukur yang digunakan berupa skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdasarkan teori Organ, Podsakoff, Mackenzie (2006) dan skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan disusun berdasarkan dimensi

Leader Member Exchange (LMX) yang dikemukakan Liden dan Maslyn (1998). Data penelitian dianalisa dengan menggunakan metode regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin positif persepsi interaksi atasan-bawahan maka semakin tinggi pula Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dimiliki karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan memiliki persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang positif dan tingkat Organizational Citizenship Behavior (OCB)yang tinggi.

(14)

THE EFFECT OF PERCEIVED QUALITY OF

LEADER-MEMBER INTERACTION TOWARDS ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) AT

PT. PERKEBUNAN

NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR

MEDAN

Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of perceived quality of leader-member interaction towards the employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.

The study involved 170 subjects who worked at least two years at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Data were collected through by Organizational Citizenship Behavior (OCB) scale based on the theory from Organ, Padzakoff, Mackenzie (2006) and perceived quality of leader-member interaction scale based on the dimensions of Leader Member Exchange (LMX) theory from Liden and Maslyn (1998). Data were analyzed using simple regression method. The results showed there was a positive effect perceived quality of leader-member interaction towards Organizational Citizenship Behavior (OCB). These results indicate that more positive perceived quality of leader-member interaction then higher employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.The results showed that perceived quality of leader-member interaction in PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan was positive and the level of employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) was high.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Memasuki era globalisasi saat ini, kompetisi antar perusahaan semakin

ketat, perusahaan tidak hanya dihadapkan pada persaingan dalam negeri, tetapi

juga persaingan luar negeri. Menghadapi situasi dan kondisi tersebut, perusahaan

harus menentukan strategi dan kebijakan manajemennya, terkhusus dalam bidang

sumber daya manusia (SDM). Ditambah lagi dengan adanya kesepakatan

perdagangan bebas untuk wilayah ASEAN (ASEAN Free Trade atau AFTA)

yang ditandai dengan semakin banyaknya teknologi, tenaga kerja, dan produk dari

Negara lain yang dapat secara bebas masuk ke Indonesia. Hal ini membuat

perusahaan harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sumber daya yang

dimilikinya untuk mempertahankan perusahaannya.

Sumber daya yang dimiliki organisasi beragam, antara lain modal,

peralatan, mesin, bahan baku dan tenaga kerja yang sering disebut dengan sumber

daya manusia. Nurtjahjanti (2006) mengatakan bahwa memiliki sumber daya

manusia yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan menjadi penggerak

sumber daya lain seperti metode kerja, mesin dan peralatan. Oleh karena itu

pengelolaan SDM saat ini merupakan suatu keharusan dan bukan lagi merupakan

(16)

Organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan

menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan

(Cusway, 2002). Kemampuan organisasi dalam menghadapi persaingan

merupakan salah satu hal yang menunjukkan bahwa organisasi tersebut efektif.

Adapun hal lain yang dapat menunjukkan organisasi itu efektif yaitu minimnya

perilaku menyimpang dalam organisasi, iklim organisasi yang kondusif,

perputaran karyawan yang rendah, tercapainya kepuasan kerja dan karyawan yang

memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Robbins & Judge, 2007).

Robbins (2006) mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior

(OCB) sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja

formal atau job description seorang karyawan namun mendukung berfungsinya

organisasi tersebut untuk lebih efektif. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti

saat ini dimana tugas-tugas semakin banyak, organisasi membutuhkan perilaku

Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang tinggi seperti mengeluarkan

pendapat yang konstruktif tentang tempat kerja mereka, membantu yang lain

dalam timnya, menghindari konflik yang tidak perlu, dan dengan lapang dada

memahami gangguan kerja yang terkadang terjadi.

Borman dan Motowidlo (1993) mengatakan bahwa Organizational

Citizenship Behavior (OCB) dapat meningkatkan performa organisasi

(organizational performance) karena perilaku ini merupakan “pelumas” dalam

organisasi, dapat diartikan dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada

anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan,

(17)

Berbicara mengenai OCB tidak terlepas dari faktor yang

mempengaruhinya. Organ dkk (2006) menyebutkan ada empat faktor yang

mendorong munculnya OCB pada karyawan. Keempat faktor tersebut adalah

karakteristik tugas, karakteristik individual, karakteristik organisasional, dan

perilaku pemimpin. Perilaku pemimpin berhubungan dengan bagaimana kualitas

interaksinya dengan karyawan. Kualitas interaksi atasan dan bawahan ini

dipercaya dapat mempengaruhi OCB.

Penelitian yang dilakukan oleh Trukenbrodt (2000) mengenai hubungan

antara sikap atasan-bawahan terhadap komitmen organisasi dan Organizational

Citizenship Behavior (OCB), menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang

positif antara sikap tersebut terhadap komitmen organisasi dan OCB. Penelitian

serupa juga menunjukkan hasil yang sama yaitu persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan memiliki hubungan pada OCB. Ketika kualitas interaksi atasan-atasan-bawahan

dipersepsi secara positif atau pada level yang tinggi oleh karyawan, hal ini akan

membuat karyawan secara suka rela untuk memberi imbal baliknya (reciprocity).

Imbal baliknya dapat diwujudkan dengan bekerja “lebih dari” yang seharusnya mereka kerjakan atau menunjukkan Organizational Citizenship Behavior (OCB)

(Organ, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perusahaan perlu

untuk memiliki karyawan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB)

yang tinggi dan salah satu faktor yang dapat meningkatkannya adalah adanya

kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahan. Namun hal ini tidak

(18)

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur adalah suatu

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan,

merupakan hasil penggabungan dari PT. Perkebunan II (Persero) dan PT.

Perkebunan IX (Persero). Perkebunannya terdiri dari perkebunan kelapa sawit,

perkebunan tebu, perkebunan tembakau, perkebunan karet, dan kebun bibit

kakao. Berdasarkan struktur organisasi pengelolaan perkebunan-perkebunan

tersebut berada di bagian produksi yang dipimpin oleh direktur produksi atau

manajer. Manajer ini yang nanti akan memimpin semua kegiatan operasional

perkebunan seperti pembibitan, pemanenan, dan pengolahan bahan baku.

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur memulai

aktifitas dari pukul 07.30 – 16.00 WIB. Hal ini berlaku untuk semua orang di dalamnya baik itu pimpinan, karyawan maupun pekerja. Karyawan di perusahaan

ini terbagi menjadi dua, yaitu karyawan yang bekerja di kantor serta karyawan

yang bekerja di lapangan. Adapun jumlah seluruh karyawannya adalah 205

orang.

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur sebagai

sebuah organisasi tentu saja tidak terlepas dari masalah, baik itu masalah

eksternal ataupun masalah internal. Masalah eksternal biasanya berhubungan

dengan pencurian buah sawit yang biasa dilakukan oleh warga setempat, saudara

dari karyawan atau malah karyawan itu sendiri. Masalah eksternal lain adalah

terkadang muncul masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu yang mengaku

bahwa lahan perkebunan yang dipakai oleh PT. Perkebunan Nusantara II

(19)

Selain masalah eksternal, PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun

Limau Mungkur juga memiliki masalah internal. Masalah tersebut mengenai

kurang terlibatnya karyawan dalam membantu karyawan lain untuk

menyelesaikan pekerjaan padahal pekerjaan mereka telah selesai lebih dulu.

Salah satu contoh yang menunjukkan hal tersebut adalah dalam hal pembuatan

laporan, setiap afdeling wajib memberi laporan mengenai hasil panen. Beberapa

karyawan yang sudah lebih dulu menyelesaikan laporan tersebut enggan memberi

bantuan pada rekan kerja yang belum selesai padahal pada saat evaluasi, selain

kerja individual kerja sama tim juga dievaluasi. Saat ada yang belum selesai

menyelesaikan laporan maka satu afdeling tersebut akan dinilai jelek.

Perilaku membantu ini akan dilakukan karyawan jika ada uang

tambahannya, jika tidak maka mereka enggan untuk melakukan. Begitu halnya

dengan bekerja lembur, sebagai cabang dari PTPN II, Kebun Limau Mungkur

pastilah memiliki target yang harus di capai. Untuk memenuhi target tersebut tak

jarang karyawannya dituntut untuk bekerja lembur agar tercapai dengan baik,

namun karyawan menuntut uang lembur. Memang tidak semua karyawan seperti

itu, beberapa dari mereka diakui oleh sang manager mau bekerja lembur karena

sadar bahwa hal tersebut demi kemajuan Kebun Limau Mungkur.

Berdasarkan masalah diatas dapat dilihat bahwa OCB yang dimiliki

karyawaan PTPN II Kebun Limau mungkur rendah, karena kriteria OCB tinggi

antara lain adalah mau membantu pekerjaan rekan kerja tanpa imbalan dan mau

(20)

Keadaan seperti di atas telah cukup lama terjadi, terutama selama

dipimpin oleh manajer yang lama. Menurut pengakuan dari salah satu karyawan,

manajer lama tidak pernah menegur apalagi memberi sanksi kepada karyawan

dan pekerja yang sering datang terlambat atau mengerjakan tugas tidak tepat

waktu. Sebenarnya setiap manajer atau orang-orang yang termasuk dalam

pimpinan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur telah

diberikan rumah dinas yang berdekatan dengan kantor dan area perkebunan

dengan tujuan untuk mempermudah mereka dalam menjalankan tugas. Namun

sayangnya rumah dinas tersebut tidak digunakan oleh manajer lama, beliau lebih

memilih tinggal di rumah pribadinya di Medan. Hal ini menjadi salah satu

penyebab sang manajer jarang ada di kebun untuk memantau kerja bawahannya.

Tidak ada teguran dan pengawasan dari atasan membuat para karyawan

cenderung bekerja sesuka hati dan berdampak negatif bagi perusahan yaitu

menurunnya tingkat produksi.

Kurang lebih sudah satu tahun PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)

Kebun Limau Mungkur dipimin oleh manajer baru, berdasarkan hasil wawancara

dari lima orang karyawan didapati bahwa jika dibandingkan manager yang lama,

manager saat ini lebih bersedia untuk terlibat langsung dalam hal mengawasi

kerja karyawan dan memberikan teguran bagi karyawan yang melakukan

kesalahan. Namun untuk sampai ketahap hubungan yang dekat layaknya seorang

teman, hal itu belum terjadi. Sedangkan dua dari empat dimensi LMX yang

menjadi dasar persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yaitu affect dan

(21)

oleh karyawan ketika terjadi kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan

yang berdasarkan pada daya tarik individual dan tidak termasuk dalam konteks

kerja (Lyden dan Maslyn, 1998).

Namun berdasarkan dimensi contribution, manager baru sudah

memberikan kontribusinya dalam kerja karyawan yaitu dengan mengawasi

kinerja karyawan. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menarik kesimpulan

bahwa interaksi kualitas interaksi atasan-bawahan yang dipersepsi karyawan

dengan manager baru sudah lebih positif daripada manager lama. Namun hal ini

masih perlu peningkatan, agar dapat mengurangi masalah-masalah yang terjadi

di PTPN II Kebun Limau Mungkur Medan.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh

persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship

Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun

Limau Mungkur Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship

Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun

(22)

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT.

Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan

data-data empiris yang berkaitan dengan persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang pengaruh

persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB), sehingga perusahaan dapat mencari cara

untuk meningkatkan kualitas interaksi antara atasan dan bawahan, seperti

berinteraksi lebih sering dengan karyawan dan lebih pertisipatif dalam

pekerjaan karyawan agar Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari

karyawan ikut meningkat.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian

(23)

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi

objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang terdiri dari definisi

OCB, dimensi OCB , serta faktor-faktor dari OCB. Teori tentang persepsi

dukungan organisasi yang terdiri dari definisi persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan, dimensi persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan, serta

dampak persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan. Selanjutnya juga akan

dijelaskan pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB).

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi identifikasi variabel, defenisi operasional, subjek penelitian,

metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur

penelitian, dan metode analisis data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi uraian mengenai analisa data dan pembahasan yang

(24)

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi uraian kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang

diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)

1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB)

Perilaku di dalam organisasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu in-role

behavior dan extra-role behavior. In-role behavior mengacu pada perilaku yg

terdapat pada deskripsi kerja (job description), sedangkan extra-role behavior

adalah perilaku yang menguntungkan organisasi dan dilakukan secara sukarela

(Burns & Collins, 1995). Salah satu bentuk dari extra-role behavior adalah

Organizational Citizenship Behavior (OCB).

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku

seseorang yang menunjukkan tindakan sukarela dan bersedia membantu tanpa

meminta bayaran ataupun reward. Organ (2006) mendefinisikan OCB sebagai

perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan

sistem reward formal organisasi tetapi secara khusus bertujuan untuk

meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak

termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan, namun

merupakan pilihan pribadi dari karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun

(26)

Brief dan Motowidlo (1986) menghubungkan OCB dengan konsep lain

yaitu Prosocial Organitazional Behavior (POB). POB merupakan setiap perilaku

dalam setting organisasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan seseorang.

POB bukan hanya perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas

organisasi, namun juga membantu orang-orang dalam organisasi tersebut secara

individual.

Bateman & Organ (1983) mendefinisikan OCB sebagai perilaku

bemanfaat yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau

kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan

organisasi. OCB merupakan perilaku yang berkaitan dengan kontribusi di luar

peran formal yang ditampilkan oleh seorang karyawan dan tidak mengharapkan

imbalan atau hadiah formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas

organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Misalnya menolong teman

kerja untuk mengurangi beban kerja mereka, melakukan tugas yang tidak diminta

tanpa mengharapkan imbalan, dan membantu menyelesaikan masalah orang lain.

Robbins (2001) yang menyatakan bahwa organisasi yang sukses

membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal

mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja

yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim,

fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia

melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka

(27)

organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan

memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.

Berdasarkan definisi dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa

OCB adalah tindakan yang bersifat sukarela, bersedia membantu tanpa meminta

bayaran ataupun reward, dilakukan tanpa adanya paksaan, dan memberi

kontribusi pada keefektifan fungsi organisasi.

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Dimensi yang paling sering digunakan dalam Organizational Citizenship

Behavior (OCB) adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ.

Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-masing

bersifat unik, yaitu:

a. Altruism

Altruism merupakan perilaku karyawan untuk menolong rekan kerjanya

yang mengalami kesulitan tanpa memikirkan keuntungan pribadi.

b. Courtesy

Merupakan perilaku yang memperhatikan dan menghormati orang lain,

menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah

interpersonal, dan membuat langkah-langkah untuk meredakan atau

mengurangi suatu masalah.

c. Sportsmanship

Perilaku ini menekankan pada aspek-aspek perilaku positif terhadap

(28)

keberatan, seperti tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi

yang kurang nyaman, tidak suka protes, dan tidak membesar-besarkan

masalah yang kecil.

d. Conscientiousness

Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha melebihi harapan dari

organisasi. Perilaku sukarela atau yang bukan merupakan kewajiban dari

seorang karyawan.

e. Civic Virtue

Karyawan berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi

atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan

organisasi untuk meningkatkan kualitas pekerjaaan yang ditekuni. Contoh

perilakunya adalah ketika karyawan mau terlibat dalam permasalahan

yang ada di organisasi dan tetap up to date dalam perkembangan

organisasi.

Selanjutnya Podsakoff (2000) juga membagi OCB menjadi tujuh dimensi

atau aspek, yaitu:

a. Altruism

Yaitu perilaku membantu teman kerja secara sukarela dan mencegah

terjadinya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi ini

merupakan komponen utama dari OCB.

b. Conscientiousness

Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan

(29)

menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan

mengikutinya meskipun pada saat tidak diawasi.

c. Sportsmanship

Yaitu tidak mengeluh mengenai ketidaknyamanan bekerja,

mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi keinginan

pribadi, mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan

kelompok.

d. Loyality

Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan

perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari

ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi.

e. Cheerleading

Karyawan terlibat atau mengikuti perayaan prestasi dari rekan kerjanya

(rendah hati). Dampaknya yaitu untuk memberikan penguatan positif bagi

kontribusi positif, yang pada gilirannya akan membuat kontribusi tersebut

lebih mungkin terjadi di masa depan (Organ; Podsakoff; & Mackenzie,

2006).

f. Peacemaking

Karyawan menyadari adanya masalah atau konflik yang akan

memunculkan perselisihan antara dua atau lebih partisipan. Seorang

peacemaker akan masuk kedalam permasalaha, memberikan kesempatan

(30)

membantu mencari solusi dari permasalahan (Organ; Podsakoff; &

Mackenzie, 2006).

g. Courtesy

Courtesy adalah menjaga hubungan baik dan menghargai sesama rekan

kerja.

Dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking dapat

digabung menjadi satu dimensi yaitu dimensi helping behavior karena berkaitan

dengan perilaku menolong orang lain dalam mengatasi

permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut pekerjaan di organisasi (Organ;

Podsakoff; dan Mackenzie, 2006). Berdasarkan pada penjelasan di atas maka

peneliti menggunakan empat aspek untuk mengukur OCB karyawan yaitu helping

behavior, civic vitue, sportsmanship dan conscientiousness.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

(OCB)

Beberapa faktor yang mempengaruhi Organizatioanl Citizenship Behavior

(OCB) adalah sebagai berikut:

a. Kepribadian dan suasana hati (mood)

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap

timbulnya perilaku OCB secara individual maupun kelompok. Kepribadian

merupakan suatu karakteristik yang secara relative dapat dikatakan tetap,

(31)

suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk

membantu orang lain, meskipun suasana hati dipengaruhi sebagian oleh

kepribadian ia juga akan dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok

kerja dan faktor-faktor keorganisasian.

Penelitian awal nengenai OCB menemukan bahwa kepribadian tidak

hanya menjadi variabel prediksi terbaik namun juga menjadi salah satu alasan

yang dapat menjelaskan perbedaan perilaku karyawan. Organ dan Ryan

(1995) mengatakan bahwa agreeableness, conscientiousness, perasaan yang

positif dan negatif dapat mepresiksi OCB.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap

kinerja OCB. Wanita cenderung menunjukkan perilaku kerja seperti

menolong orang lain dan lebih baik dalam bekerja sama dibandingkan

laki-laki. Oleh karena itu wanita lebih sering nerperilaku OCB karena

merasa OCB bukan hanya sebagai tugas ekstranya tetapi sudah seperti

kewajiban (Luthans, 2006).

c. Budaya dan Iklim Organisasi

Sloat (dalam Novliadi, 2007) berpendapat bahwa karyawan cenderung

melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja apabila mereka:

merasa puas dengan pekerjaannya, menerima perlakuan yang sportif dan

penuh perhatian dari pengawas, dan percaya bahwa mereka diperlakukan adil

(32)

Iklim dan budaya organisasi dapat juga menjadi penyebab perilaku di

atas. Budaya organisasi dapat mengarahkan perilaku pegawai untuk

meningkatkan kemampuan kerja, komitmen dan loyalitas, serta perilaku extra

role seperti: membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan extra,

menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi,

menghargai peraturan yang berlaku, toleransi pada situasi yang kurang

ideal/menyenangkan, memberi saran yang membangun, serta tidak

membuang-buang waktu ditempat kerja (Oemar, 2013). Penelitian yang

dilakukan Oemar (2013) menunjukkan bahwa Budaya organisasi memiliki

pengaruh yang cukup signifikan terhadap OCB.

Begitu pula dengan iklim organisasi, Bersona dan Avilio (dalam

Prihatsanti, 2010) menemukan pada beberapa penelitian bahwa salah satu

faktor penting yang membentuk OCB adalah iklim organisasi. Iklim

organisasi akan menentukan apakah seseorang dapat melaksanakan tugas dan

tanggungjawab sesuai prosedur atau tidak (Brahmana & Sofyandi dalam

Prihatsanti, 2010).

d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan

Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan

berkualias tinggi maka seseorang atasan akan berpandangan positif terhadap

bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak

(33)

hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk

melakukan “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan mereka.

e. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Shore & Wayne (1993) mengatakan bahwa karyawan yang

mempersikan bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan

timbal balik terhadap organisasi dengan menunjukkan Organizational

Citizenship Behavior (OCB).

f. Masa Kerja

Karyawan dengan masa kerja yang lebih lama akan meningkatkan

rasa percaya diri dan kompetensinya. Semakin lama karyawan bekerja dalam

suatu organisasi, semakin tinggi pula persepsinya bahwa mereka memiliki

investasi di dalamnya. Mereka akan lebih mengutamakan kepentingan

bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cenderung

bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian

organisasi (Konovsky & Pugh, 2002).

Berdasarkan penjelasan di atas terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi OCB, namun peneliti tidak menggunakan semua faktor tersebut

dalam penelitian dengan alasan keefisienan dan kefektifan jalannya penelitian.

Berdasarkan pada relevansi permasalahan yang ada dan ketertarikan peneliti,

(34)

penelitian ini, apakah variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap OCB dan

seberapa besar pengaruh tersebut.

B. PERSEPSI TERHADAP KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN

1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap

stimulus yang diterima sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan

respon yang terintegrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi

dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang

akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang

bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,

pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam

mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar

individu satu dengan individu lain (Walgito, 2004).

Selanjutnya dalam kamus psikologi tertulis bahwa persepsi adalah: (1)

Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan

indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) suatu kelompok

penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa

lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari

kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara

perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan

(35)

Menurut Sarwono (2002) persepsi adalah proses pencarian informasi

untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan

(penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk

memahaminya adalah kesadaran atau kognis. Berdasarkan beberapa pengertian

persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang

melibatkan pengujian, pemilihan, dan penginterpretasian suatu stimulus melalui

penginderaaan menjadi menjadi gambaran objek yang utuh.

2. Pengertian Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Dalam sebuah perusahaan atau organisasi sering dijumpai fenomena

tentang perbedaan sikap pemimpin terhadap karyawannya. Misalnya pada

karyawan X pemimpin akan bersikap ramah dan selalu menawarkan bantuan jika

melihat X mengalami kesulitan. Tetapi, pada karyawan Y pemimpin akan

bersikap dingin dan tidak memberikan bantuan sebelum Y meminta bantuan pada

pemimpinnya. Fenomena tersebut termasuk dalam bentuk interaksi antara atasan

dan bawahan yang dapat diterangkan dengan teori leader member exchange

(LMX).

Menurut Yulk (2002) LMX sebelumnya disebut sebagai vertical dyad

linkage theory karena fokus hubungan atasan dan bawahan terletak pada

proses-proses timbal balik yang terjadi dalam dyad. Dyad adalah suatu kelompok yang

terdiri dari dua orang, sedangkan vertical-diyad adalah hubungan yang terjadi

antara dua orang yang berada pada tingkat atau level yang berbeda dalam suatu

(36)

juga disebut interaksi yang terjadi antara atasan dan bawahan. Kualitas interaksi

antara atasan dan bawahan inilah yang mendasari teori kepemimpinan pertukaran

atasan-bawahan tersebut (Jewell, 1998).

Teori LMX menjelaskan bagaimana atasan dan bawahan mengembangkan

hubungan saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran

bawahan di dalam suatu organisasi (Yulk, 1989). LMX tidak hanya melihat sikap

dan perilaku pemimpin dan pengikutnya, tetapi menekankan pada kualitas

hubungan yang terbentuk. Lebih lanjut, Gesterner dan Day (1997) menjelaskan

bahwa teori LMX berbeda dengan teori kepemimpinann lainnya, LMX secara

eksplisit fokus pada hubungan dyadic dan hubungan unik dalam mengembangkan

kepemimpinan dengan tiap-tiap karyawan.

Danserau (1975) mengatakan bahwa LMX merupakan sebuah pendekatan

alternatif untuk memahami pengaruh kepemimpinan dalam mengefektifkan

karyawan yang berfokus pada hubungan kelompok antara pemimpin dan tiap-tiap

karyawan. Hubungan yang berkembang antara pemimpin dan karyawan akan

berpengaruh terhadap berbagai faktor-faktor penting untuk individu dan

organisasi (Gerstner & Day, 1998).

Liden dan Maslyn (1998) mendefiniskan LMX sebagai dinamika

hubungan atasan dan bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat

dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi. Selain itu

(37)

kualitas hubungan antara pemimpin dengan karyawan yang akan mampu

meningkatkan kerja keduanya (Robbins, 2006).

Graenn dan Cashman (1975) berpendapat bahwa LMX adalah hubungan

dua arah yang dinamis antara pemimpin dan karyawan dimana pemimpin akan

memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan waktu dan kemauan yang

dimiliki atasan tersebut. Jika seorang bawahan masuk ke dalam kategori in-group

maka interaksi yang terjadi akan berkualitas tinggi, namun jika seorang bawahan

masuk ke dalam kategori out-group maka interaksi yang terjadi akan berkualitas

rendah (Landy, 1989).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap

kualitas interaksi atasan-bawahan merupakan penilaian karyawan terhadap

hubungannya dengan atasan dalam suatu dyad (kelompok yang terdiri dari dua

orang) yang saling mempengaruhi satu sama lain.

3. Tahap dalam Interaksi Atasan-Bawahan

Sparrowe dan Liden (1997) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap

dalam proses hubungan antara atasan dan bawahan, yaitu :

a. Menilai Bawahan (Testing and Assessment)

Pada tahap ini masih belum ada hubungan diantara atasan dan

bawahannya. Atasan masih menimbang mana yang dapat masuk ke dalam

kategori in-group maupun out-group berdasarkan pada kriteria subjektif

(38)

b. Pengembangan Kepercayaan (Development of Trust)

Tahapan ini atasan memberikan kesempatan dan tantangan yang baru

untuk menumbuhkan rasa percaya diantara mereka. Sebagai timbal baliknya,

maka para bawahan yang termasuk ke dalam kategori in-group akan

memperlihatkan loyalitas kepada atasannya.

c. Tercipta Ikatan Emosional (Creation of Emotional Bond)

Seorang bawahan yang memiliki hubungan yang baik dengan

pemimpinnya dapat masuk ke dalam tahapan ini, dimana hubungan dan juga

ikatan diantara keduanya menjadi kuat secara emosional. Pada tahap ini,

seorang bawahan memiliki komitmen yang tinggi terhadap atasan.

4. DimensiPersepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Liden dan Maslyn (1998) mengatakan bahwa dimensi persepsi terhadap

kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat dari dimensi Leader Member

Exchange (LMX), yaitu:

a. Contribution

Kontribusi merupakan persepsi karyawan terhadap arahan dan kualitas

tugas yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Karyawan dengan

kontribusi yang baik bersedia bekerja keras demi atasan karena sang

atasan menyediakan sumber daya dan kesempatan pada karyawannya.

b. Loyalty

Loyalty merupakan ungkapan dukungan terhadap tujuan dan karakteristik

personal dari bawahan terhadap atasan. Dimensi ini berhubungan dengan

(39)

c. Affect

Affect merupakan hubungan dekat antara atasan dan bawahan yang

berdasarkan pada daya tarik individual dan bukan hanya pada pekerjaan

atau profesionalitas saja. Bentuk kedekatan ini dapat ditunjukkan melalui

keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan

bermanfaat, seperti antar sahabat.

d. Proffessional respect

Dimensi ini merujuk pada persepsi tentang reputasi antara atasan dan

bawahan yang terjalin baik di dalam maupun di luar organisasi yang dapat

meningkatkan kinerja mereka. Persepsi ini bisa saja berdasarkan pada

riwayat hidup seseorang, seperti pengalaman pribadi seseorang,

pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di luar organisasi, serta keberhasilan atau

penghargaan profesional lainnya yang telah diraih seseorang.

Dimensi persepsi terhadap kualitas interkasi atasan-bawahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah affect, loyaliity, contribution, dan

professional respect. Aspek-aspek tersebut termasuk dalam LMX-MDM (Leader

Meber Exchange-Multidimensional Measures) dari Liden dan Maslyn (1998)

yang akan digunakan dalam penelitian ini.

5. Dampak Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Adapun dampak dari persepsi kualitas interaksi atasan bawahan adalah

(40)

a. Kepuasan Kerja

Kualitas interaksi atasan-bawahan secara positif berhubungan dengan

kepuasan kerja karyawan (Bauwer & Green dalam Anggriawan, 2012).

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki kualitas

hubungan yang baik dengan atasan akan berdampak pada pengalaman

positif bagi karyawan, seperti kinerja dan kepuasan kerja yang baik

(Gerstner & Day, 1997).

Suryanto (dalam Anggriawan, 2012) mengatakan bahwa kualitas interaksi

atasan-bawahan amat penting, karena hal itu akan menimbulkan kepuasan

kerja pada karyawan. Selain itu kualitas interaksi atasan-bawahan yang

baik meningkatkan kerja sama tim yang berdampak pada efektifitas

perusahaan. Penelitian Dienetsch dan Liden (1986) menemukan bahwa

hubungan antara pemimpin dan anggota (LMX) memiliki keterkaitan

terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian lain yang juga mendukung hal

ini adalah penelitian dari Anggriawan (2012) yang menunjukkan bahwa

ada hubungan yang positif antara kualitas interaksi atasan-bawahan

dengan kepuasan kerja karyawan.

b. Komitmen Organisasi

Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat mempengaruhi komitmen

karyawan terhadap organisasi, hubungan ini bisa dalam bentuk

kepercayaan yang diberikan, komunikasi yang efektif, dukungan untuk

bawahan dan penghargaan dari atasan. Pada pennelitian yang dilakukan

(41)

bawahan dnegan menggunakan pendekatan teori LMX dan komitmen

organisasi, hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara kualitas

interaksi atasan-bawahan (LMX) dengan komitmen organisasi. Begitu

pula dengan hasil penelitian Ristaniar (2010) yang menunjukkan adanya

hubungan positif antara kualitas interaksi atasan –bawahan dengan komitmen organisasi.

c. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Persepsi Leader-Member Exchang (LMX) memiliki dampak pada

organizational citizenship behavior (OCB). Miner (1988) mengemukakan

bahwa interaksi atasan bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan

dampak seperti meningkatnya kepuasan kerja, produktivitas, dan kinerja

pegawai. Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi

atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan

positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa

atasan banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan

rasa percaya diri dan hormat bawahan pada atasan sehingga mereka

termotivasi untuk melakukan ”lebih dari” yang diharapkan oleh atasan

mereka. Pernyataan di atas didukung oleh hasil penelitian dari Farahbod

(2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dengan OCB. Adanya dampak

dari LMX terhadap OCB juga ditunjukkan oleh penelitian dari Hapsari

(42)

d. Motivasi Kerja

Motivasi kerja mengacu pada dorongan secara psikologis pada diri

individu untuk menentukan arah perilakunya, tingkat usahanya, dan

tingakat kegigihan atau ketahanannya (George dan Jones, 2005). Motivasi

kerja merupakan salah satu dampak dari persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan. Hal ini sesuai denga hasil penelitian dari Wijanto dan Sutanto

(2013) yang menunjukkan adanya pengaruh antara kualitas interaksi

atasan-bawahan dengan motivasi kerja karyawan. Semakin baik kualitas

intraksinya maka karyawan akan termotivasi untuk bekerja dengan baik.

C. PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)

Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan

harus menggusahakan kinerja karyawan yang setinggi-tingginya, karena pada

dasarnya kinerja karyawan terutama kinerja individual dapat mempengaruhi

kinerja kelompok atau tim dan juga kinerja organisasi secara keseluruhan. Kinerja

atau perilaku yang menjadi tuntutan organisasi tidak hanya perilaku in-role,

namun juga perilaku extra-role. Perilaku extra-role disebut juga Organizational

Citizenship Behavior (OCB).

Robbins (2006) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak

menjadi bagian dari kewajiban kerja formal atau job description seorang

(43)

Telah ada beberapa penelitian mengenai OCB, dari beberapa penelitian tersebut

diketahui bahwa dampak dari OCB mampu meningkatkan efektifitas dan

kesuksesan organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Borman dan Motowidlo

(dalam Novliadi, 2007) yang mengatakan bahwa OCB dapat meningkatkan

performa organisasi (organizational performance) karena perilaku ini merupakan

“pelumas” dalam organisasi, dapat diartikan dengan adanya perilaku ini maka

interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi

terjadinya perselisihan, dan meningkatkan efisiensi.

Interaksi atasan-bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan

dampak seperti meningkatnya produktifitas, kepuasan kerja dan kinerja karyawan.

Penelitian dari Konovsky dan Pugh (1994) menunjukkan bahwa atasan yang baik

akan mendorong karyawan untuk berperilaku citizenship karena hubungan

pertukaran sosial dikembangkan antara karyawan dan atasan. Ketika seorang

bawahan merasa diperlakukan secara adil, maka karyawan akan membalas dengan

perilaku kerja yang baik.

Selanjutnya Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi

atasan-bawahan berkualitas tinggi maka atasan akan berpandangan positif terhadap

bawahannya sehingga sang bawahan akan merasakan bahwa atasannya

memberikan dukungan dan motivasi. Hal-hal seperti inilah yang dapat

meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasan mereka sehingga

termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang melebihi harapan atasannya. Ketika

kualitas interaksi atasan-bawahan dipersepsi secara positif atau pada level yang

(44)

memberi imbal baliknya (reciprocity). Imbal baliknya dapat diwujudkan dengan

bekerja “lebih dari” yang seharusnya mereka kerjakan atau menunjukkan OCB

(Organ, 2006)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap

kualitas interaksi atasan-bawahan memiliki pengaruh kepada OCB, semakin baik

atau positif bahwa persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan maka OCB

karyawan akan semakin tinggi.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini adalah “ada pengaruh positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan

PT. Perkebunan Nusantara II Medan (Persero) Kebun Limau Mungkur”. Semakin

positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan maka akan semakin tinggi

Organizational Citizenship Behavior (OCB)karyawan PT. Perkebunan Nusantara

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan dari metode penelitian korelasional

adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan

dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien

korelasi. Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh persepsi kualitas

interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara (Persero) II Kebun Limau Mungkur.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasi

variabel-variabel penelitian Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Variabel tergantung (dependent variabel) : Organizational Citizenship

Behavior (OCB)

2. Variabel bebas (independent variabel) : Persepsi kualitas interaksi

atasan-bawahan.

B. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

(46)

1. Organizational Citizhenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan

yang bersifat sukarela, bersedia membantu tanpa meminta bayaran ataupun

reward, dilakukan tanpa adanya paksaan, dan memberi kontribusi pada

keefektifan fungsi organisasi. OCB akan diukur melalui skala OCB yang disusun

berdasarkan dimensi-dimensi OCB dari Organ; Podsakoff; Mackenzie (2006)

yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.

Semakin tinggi skor skala OCB, maka semakin tinggi tingkat OCB yang dimiliki

seorang individu. Sebaliknya, semakin rendah skor skala OCB, maka semakin

rendah tingkat OCB individu.

2. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Persepsi terhadap kualitas atasan-bawahan merupakan penilaian karyawan

terhadap hubungannya dengan atasan dalam suatu dyad (kelompok yang terdiri

dari dua orang) yang ditandai dengan hubungan yang dekat antara atasan dan

bawahan, kesetiaan dari bawahan, dan saling berkontribusi untuk mencapai tujuan

organisasi. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dalam penelitian

ini akan diukur dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun

berdasarkan dimensi Leader Member Exchange (LMX) yang dikemukakan Liden

dan Maslyn (1998), yaitu: affect, loyality, contribution, dan professional respect.

Semakin tinggi skor skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan,

maka semakin baik kualitas interaksi atasan-bawahan dipersepsikan oleh

(47)

atasan-bawahan, maka semakin buruk kualitas interaksi atasan-bawahan

dipersepsikan oleh karyawan.

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian merupakan sesuatu hal yang sangat penting

kedudukannya dalam penelitian. Subjek penelitian dapat berupa benda atau

manusia (Arikunto, 2002). Dalam sebuah penelitian, subjek memiliki peran yang

sangat strategis karena pada subjek penelitian itulah data tentang variabel

penelitian yang akan diamati. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT.

Perkebunan Nusantara (Persero) II Kebun Limau Mungkur yang berjumlah 205

orang yang terdiri dari 2 orang wakil manager, 5 orang asisten kepala, 5 orang

wakil asisten kepala, 2 orang mandor di Afdeling I, 2 orang mandor di Afdeling

II, 2 orang mandor di afdeling 3, 2 orang mandor di Afdeling 4, 2 orang mandor di

afdeling 5, 3 orang kerani, 50 orang karyawan di kantor manager, dan 30 orang

yang berada di setiap Afdeling.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah

melalui metode skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur

berupa konsep psikologi yang dapat diungkapkan secara tidak langsung melalui

indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem

(48)

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini

merupakan penskalaan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai daerah

penentuan sikap (Azwar, 2000). Adapun dua asumsi yang mendasarinya adalah

sebagai berikut:

1. Setiap pernyataan sikap yang disepakati sebagai pernyataan yang

favorable (mendukung) atau yang unfavorable (tidak mendukung).

2. Jawaban dari individu yang punya sikap positif harus diberi bobot yang

lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang

mempunyai sikap negatif.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu

skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan skala persepsi terhadap

kualitas imteraksi atasan-bawahan.

1. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Metode skala yang digunakan adalah metode likert (Azwar, 2012). Setiap

aitem meliputi empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral

(N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak sesuai (STS). Nilai skala setiap

pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung

(Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable). Pernyataan favorable

merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap,

sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak

(49)
[image:49.595.114.517.151.455.2]

Tabel 1. Skor alternatif jawaban skala

Favorable Unfavorable

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1

Sesuai 4 Sesuai 2

Netral 3 Netral 3

Tidak sesuai 2 Tidak sesuai 4

Sangat tidak sesuai 1 Sangat tidak sesuai 5

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala organizational

citizenship behavior yang dibuat berdasarkan konsep Organ, Podsakoff, dan

MacKenzie (2006) yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan

(50)
[image:50.595.106.518.146.463.2]

Tabel 2. Blue print skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Variabel Aspek

Aitem

Jlh %

Favorable

Unfavo-

Rable

Organizational

citizenship

behavior

(OCB)

Helping behavior 5 5 10 25 %

Conscientiousness 5 5 10 25 %

Sportsmanship 5 5 10 25 %

Civic virtue 5 5 10 25 %

Total 40 100%

2. Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Aitem-aitem skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dalam

penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek dari dimensi leader member

exchange (LMX) yang dikemukakan oleh Liden dan Maslyn (1998) yang terdiri

dari empat komponen yaitu: affect, loyality, contribution, dan professional

respect.

Skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan ini menggunakan empat

pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai

(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari

(51)

(Unfavorable). Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang

mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable

merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak

[image:51.595.114.517.269.539.2]

diungkap (Azwar, 2000).

Tabel 3. Skor alternatif jawaban skala

Favorable Unfavorable

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1

Sesuai 4 Sesuai 2

Netral 3 Netral 3

Tidak sesuai 2 Tidak sesuai 4

(52)
[image:52.595.108.517.149.440.2]

Tabel 4. Blue print Skala Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

Variabel Aspek

Aitem

Jlh %

Favorable Unfavorable

Persepsi

Kualitas

Interaksi

Atasan-Bawahan

Affect 5 5 10 25%

Loyality 5 5 10 25%

Contribution 5 5 10 25%

professional

respect

5 5 10 25%

Total 40 100%

E. UJI COBA ALAT UKUR

Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk

melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak

diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.

1. Validitas Alat Ukur

Azwar (2003) mendefinisikan validitas sebagai sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau

instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil pengukurannya sesuai dengan

tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes

yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang

(53)

isi dalam penelitian ini adalah professional judgement, pendapat profesional

diperoleh dengan cara berdiskusi dengan dosen pembimbing.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak

memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini

adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur

oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien

korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang

relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi

Pearson Product Moment, yang dianalisis dengan bantuan komputerisasi SPSS

17.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian ini akan

menghasilkan koefisien korelasi aitemtotal yang dikenal dengan in

Gambar

Tabel 1. Skor alternatif jawaban skala
Tabel 2. Blue print skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Tabel 3. Skor alternatif jawaban skala
Tabel 4. Blue print Skala Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkebunan Nusantara II Kebun Tandem melakukan koordinasi dengan baik antara atasan dengan bawahan yang disebut dengan koordinasi vertikal dan koordinasi antar

Nastiti, R.R., (2003), Analisa Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural terhadap Organizational Citizenship

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kalisepanjang, bagaimanakah tingkat produktivitas tenaga kerja pada produksi komoditas kakao pada PT2. Perkebunan Nusantara XII

Karya dengan judul ” EFEKTIVITAS PELATIHAN KUALITAS RELASI ATASAN-BAWAHAN UNTUK MENINGKATKAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) KARYAWAN HOTEL X SEMARANG”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara rendahnya kualitas interaksi atasan-bawahan dengan rendahnya perilaku Organizational Citizenship Behavior

Organizational citizenship Behavior Karyawan Ditinjau dari Persepsi Terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan dan Persepsi Terhadap Dukungan

Hubungan kualitas interaksi atasan-bawahan dan quality of work life dengan organizational citizenship behavior pegawai PT.. Air mancur palur

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Kalisepanjang, bagaimanakah tingkat produktivitas tenaga kerja pada produksi komoditas kakao pada PT.. Perkebunan Nusantara XII