PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI
ATASAN-BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO)
KEBUN LIMAU MUNGKUR MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
OLEH
OKTAVIA RIZKY ROSAYANTI PUTRI
111301015
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (persero) Kebun Limau Mungkur Medan” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 15 April 2015
PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI
ATASAN-BAWAHAN TERHADAP
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR
(OCB)
PADA KARYAWAN PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR
MEDAN
Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Subjek penelitian berjumlah 170 orang yang telah bekerja selama minimal dua tahun di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Alat ukur yang digunakan berupa skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdasarkan teori Organ, Podsakoff, Mackenzie (2006) dan skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan disusun berdasarkan dimensi
Leader Member Exchange (LMX) yang dikemukakan Liden dan Maslyn (1998). Data penelitian dianalisa dengan menggunakan metode regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin positif persepsi interaksi atasan-bawahan maka semakin tinggi pula Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dimiliki karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan memiliki persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang positif dan tingkat Organizational Citizenship Behavior (OCB)yang tinggi.
THE EFFECT OF PERCEIVED QUALITY OF
LEADER-MEMBER INTERACTION TOWARDS ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) AT
PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR
MEDAN
Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of perceived quality of leader-member interaction towards the employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.
The study involved 170 subjects who worked at least two years at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Data were collected through by Organizational Citizenship Behavior (OCB) scale based on the theory from Organ, Padzakoff, Mackenzie (2006) and perceived quality of leader-member interaction scale based on the dimensions of Leader Member Exchange (LMX) theory from Liden and Maslyn (1998). Data were analyzed using simple regression method. The results showed there was a positive effect perceived quality of leader-member interaction towards Organizational Citizenship Behavior (OCB). These results indicate that more positive perceived quality of leader-member interaction then higher employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.The results showed that perceived quality of leader-member interaction in PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan was positive and the level of employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) was high.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan ujian sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan kali ini peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang bersedia membantu, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini, seperti :
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Ferry Novliadi S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing yang tetap
sabar dalam membimbing peneliti dan meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga
Allah SWT selalu membalas setiap kebaikan Bapak dengan pahala yang
tidak ada putusnya, Amin.
3. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi., M.Kes sebagai dosen pembimbing akademik.
Terima kasih atas nasihat dan bimbingan yang Ibu berikan selama peneliti
kuliah di Fakultas Psikologi USU.
4. Terima kasih kepada Ibu Emmy Mariatin, MA., PhD, Psikolog dan Ibu
kasih karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan
memberikan masukan serta saran yang sangat berarti demi penyempurnaan
skripsi ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang dan
nikmat-Nya yang tak terbalas.
5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih
atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga peneliti dapat
memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya.
6. Seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan
banyak bantuan kepada peneliti khususnya dalam hal administrasi.
7. Pihak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau
Mungkur Medan yang bersedia memberikan izin peneliti dalam
mengambil data serta karyawan yang bermurah hati meluangkan waktu
untuk mengisi skala penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
8. Orangtua tercinta Ayahanda Turino dan Ibunda Fitriah Adrianti serta
adik-adik tersayang Anyn dan Shyifa yang telah memberikan dorongan serta
semangat baik moral maupun materi, karena tanpa mereka peneliti sadar
tidak dapat berbuat banyak.
9. Kepada teman-teman angkatan 2011 yang sama-sama berjuang selama
kuliah di Fakultas Psikologi USU.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kriteria penelitian yang sempurna. Oleh karena itu,
penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliiti khususnya dan umumnya bagi
pembaca serta peneliti selajutnya.
Medan, 15 April 2015
Peneliti
Oktavia Rizky Rosayanti Putri
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...xi
BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...7
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Manfaat Penelitian ...8
E. Sistematika Penulisan ...8
BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ...10
1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB) ...10
2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)...12
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) ...15
B. Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan 1. Pengertian Persepsi...18
2. Pengertian Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan...20
3. Tahap dalam Interaksi Atasan-Bawahan ...22
Atasan-Bawahan...23
5. Dampak Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan...24
C. Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap OCB ...27
D. Hipotesa Penelitian ...29
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ...30
B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ...30
C. Subjek Penelitian ...32
D. Metode Pengumpulan Data ...32
E. Uji Coba Alat Ukur ...36
F. Prosedur Penelitian ...38
G. Metode Analisa Data ...40
H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...41
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek ...44
B. Hasil Penelitian ...46
C. Pembahasan ...56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...60
B. Saran ...61
DAFTAR PUSTAKA ...63
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Alternative Jawaban Skala ...34
Tabel 2 Blue Print Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) ...34
Tabel 3 Skor Alternatif Jawaban Skala ...35
Tabel 4 Blue Print Skala Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ...36
Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) Setelah Uji Coba ...42
Tabel 6. Distribusi Aitem Aitem Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-BawahanSetelah Uji Coba ...43
Tabel 7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...44
Tabel 8 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja ...45
Tabel 9 Uji normalitas sebaran dengan uji one-sample Kolmogorov Smirnov ...46
Tabel 10 Uji Linearitas persepsi dukungan organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior...48
Tabel 11 Hasil Analisis Regresi Sederhana ...49
Tabel 12 Hasil Analisis Regresi Sederhana ...50
Tabel 13 Koefisien Determinasi ...51
Tabel 14 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Organizational Citizenship Behavior ...52
Tabel 16 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship ...54
Tabel 17 Norma Kategorisasi Organizational Citizenship Behavior ...54
Tabel 18 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi
Atasan-Bawahan ...55
Tabel 19 Norma Kategorisasi Persepsi Kualitas Interaksi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Skala saat Uji Coba ... 69
Lampiran B Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan ... 80
Lampiran C Skala Saat Penelitian ... 98
Lampiran D Data Mentah... 106
PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI
ATASAN-BAWAHAN TERHADAP
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR
(OCB)
PADA KARYAWAN PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR
MEDAN
Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Subjek penelitian berjumlah 170 orang yang telah bekerja selama minimal dua tahun di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Alat ukur yang digunakan berupa skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdasarkan teori Organ, Podsakoff, Mackenzie (2006) dan skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan disusun berdasarkan dimensi
Leader Member Exchange (LMX) yang dikemukakan Liden dan Maslyn (1998). Data penelitian dianalisa dengan menggunakan metode regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin positif persepsi interaksi atasan-bawahan maka semakin tinggi pula Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang dimiliki karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan memiliki persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yang positif dan tingkat Organizational Citizenship Behavior (OCB)yang tinggi.
THE EFFECT OF PERCEIVED QUALITY OF
LEADER-MEMBER INTERACTION TOWARDS ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) AT
PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN LIMAU MUNGKUR
MEDAN
Oktavia Rizky Rosayanti Putri dan Ferry Novliadi
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of perceived quality of leader-member interaction towards the employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.
The study involved 170 subjects who worked at least two years at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan. Data were collected through by Organizational Citizenship Behavior (OCB) scale based on the theory from Organ, Padzakoff, Mackenzie (2006) and perceived quality of leader-member interaction scale based on the dimensions of Leader Member Exchange (LMX) theory from Liden and Maslyn (1998). Data were analyzed using simple regression method. The results showed there was a positive effect perceived quality of leader-member interaction towards Organizational Citizenship Behavior (OCB). These results indicate that more positive perceived quality of leader-member interaction then higher employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.The results showed that perceived quality of leader-member interaction in PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan was positive and the level of employee’s Organizational Citizenship Behavior (OCB) was high.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Memasuki era globalisasi saat ini, kompetisi antar perusahaan semakin
ketat, perusahaan tidak hanya dihadapkan pada persaingan dalam negeri, tetapi
juga persaingan luar negeri. Menghadapi situasi dan kondisi tersebut, perusahaan
harus menentukan strategi dan kebijakan manajemennya, terkhusus dalam bidang
sumber daya manusia (SDM). Ditambah lagi dengan adanya kesepakatan
perdagangan bebas untuk wilayah ASEAN (ASEAN Free Trade atau AFTA)
yang ditandai dengan semakin banyaknya teknologi, tenaga kerja, dan produk dari
Negara lain yang dapat secara bebas masuk ke Indonesia. Hal ini membuat
perusahaan harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sumber daya yang
dimilikinya untuk mempertahankan perusahaannya.
Sumber daya yang dimiliki organisasi beragam, antara lain modal,
peralatan, mesin, bahan baku dan tenaga kerja yang sering disebut dengan sumber
daya manusia. Nurtjahjanti (2006) mengatakan bahwa memiliki sumber daya
manusia yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan menjadi penggerak
sumber daya lain seperti metode kerja, mesin dan peralatan. Oleh karena itu
pengelolaan SDM saat ini merupakan suatu keharusan dan bukan lagi merupakan
Organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan
menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan
(Cusway, 2002). Kemampuan organisasi dalam menghadapi persaingan
merupakan salah satu hal yang menunjukkan bahwa organisasi tersebut efektif.
Adapun hal lain yang dapat menunjukkan organisasi itu efektif yaitu minimnya
perilaku menyimpang dalam organisasi, iklim organisasi yang kondusif,
perputaran karyawan yang rendah, tercapainya kepuasan kerja dan karyawan yang
memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Robbins & Judge, 2007).
Robbins (2006) mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior
(OCB) sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja
formal atau job description seorang karyawan namun mendukung berfungsinya
organisasi tersebut untuk lebih efektif. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti
saat ini dimana tugas-tugas semakin banyak, organisasi membutuhkan perilaku
Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang tinggi seperti mengeluarkan
pendapat yang konstruktif tentang tempat kerja mereka, membantu yang lain
dalam timnya, menghindari konflik yang tidak perlu, dan dengan lapang dada
memahami gangguan kerja yang terkadang terjadi.
Borman dan Motowidlo (1993) mengatakan bahwa Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dapat meningkatkan performa organisasi
(organizational performance) karena perilaku ini merupakan “pelumas” dalam
organisasi, dapat diartikan dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada
anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan,
Berbicara mengenai OCB tidak terlepas dari faktor yang
mempengaruhinya. Organ dkk (2006) menyebutkan ada empat faktor yang
mendorong munculnya OCB pada karyawan. Keempat faktor tersebut adalah
karakteristik tugas, karakteristik individual, karakteristik organisasional, dan
perilaku pemimpin. Perilaku pemimpin berhubungan dengan bagaimana kualitas
interaksinya dengan karyawan. Kualitas interaksi atasan dan bawahan ini
dipercaya dapat mempengaruhi OCB.
Penelitian yang dilakukan oleh Trukenbrodt (2000) mengenai hubungan
antara sikap atasan-bawahan terhadap komitmen organisasi dan Organizational
Citizenship Behavior (OCB), menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang
positif antara sikap tersebut terhadap komitmen organisasi dan OCB. Penelitian
serupa juga menunjukkan hasil yang sama yaitu persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan memiliki hubungan pada OCB. Ketika kualitas interaksi atasan-atasan-bawahan
dipersepsi secara positif atau pada level yang tinggi oleh karyawan, hal ini akan
membuat karyawan secara suka rela untuk memberi imbal baliknya (reciprocity).
Imbal baliknya dapat diwujudkan dengan bekerja “lebih dari” yang seharusnya mereka kerjakan atau menunjukkan Organizational Citizenship Behavior (OCB)
(Organ, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perusahaan perlu
untuk memiliki karyawan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB)
yang tinggi dan salah satu faktor yang dapat meningkatkannya adalah adanya
kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahan. Namun hal ini tidak
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur adalah suatu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan,
merupakan hasil penggabungan dari PT. Perkebunan II (Persero) dan PT.
Perkebunan IX (Persero). Perkebunannya terdiri dari perkebunan kelapa sawit,
perkebunan tebu, perkebunan tembakau, perkebunan karet, dan kebun bibit
kakao. Berdasarkan struktur organisasi pengelolaan perkebunan-perkebunan
tersebut berada di bagian produksi yang dipimpin oleh direktur produksi atau
manajer. Manajer ini yang nanti akan memimpin semua kegiatan operasional
perkebunan seperti pembibitan, pemanenan, dan pengolahan bahan baku.
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur memulai
aktifitas dari pukul 07.30 – 16.00 WIB. Hal ini berlaku untuk semua orang di dalamnya baik itu pimpinan, karyawan maupun pekerja. Karyawan di perusahaan
ini terbagi menjadi dua, yaitu karyawan yang bekerja di kantor serta karyawan
yang bekerja di lapangan. Adapun jumlah seluruh karyawannya adalah 205
orang.
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur sebagai
sebuah organisasi tentu saja tidak terlepas dari masalah, baik itu masalah
eksternal ataupun masalah internal. Masalah eksternal biasanya berhubungan
dengan pencurian buah sawit yang biasa dilakukan oleh warga setempat, saudara
dari karyawan atau malah karyawan itu sendiri. Masalah eksternal lain adalah
terkadang muncul masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu yang mengaku
bahwa lahan perkebunan yang dipakai oleh PT. Perkebunan Nusantara II
Selain masalah eksternal, PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun
Limau Mungkur juga memiliki masalah internal. Masalah tersebut mengenai
kurang terlibatnya karyawan dalam membantu karyawan lain untuk
menyelesaikan pekerjaan padahal pekerjaan mereka telah selesai lebih dulu.
Salah satu contoh yang menunjukkan hal tersebut adalah dalam hal pembuatan
laporan, setiap afdeling wajib memberi laporan mengenai hasil panen. Beberapa
karyawan yang sudah lebih dulu menyelesaikan laporan tersebut enggan memberi
bantuan pada rekan kerja yang belum selesai padahal pada saat evaluasi, selain
kerja individual kerja sama tim juga dievaluasi. Saat ada yang belum selesai
menyelesaikan laporan maka satu afdeling tersebut akan dinilai jelek.
Perilaku membantu ini akan dilakukan karyawan jika ada uang
tambahannya, jika tidak maka mereka enggan untuk melakukan. Begitu halnya
dengan bekerja lembur, sebagai cabang dari PTPN II, Kebun Limau Mungkur
pastilah memiliki target yang harus di capai. Untuk memenuhi target tersebut tak
jarang karyawannya dituntut untuk bekerja lembur agar tercapai dengan baik,
namun karyawan menuntut uang lembur. Memang tidak semua karyawan seperti
itu, beberapa dari mereka diakui oleh sang manager mau bekerja lembur karena
sadar bahwa hal tersebut demi kemajuan Kebun Limau Mungkur.
Berdasarkan masalah diatas dapat dilihat bahwa OCB yang dimiliki
karyawaan PTPN II Kebun Limau mungkur rendah, karena kriteria OCB tinggi
antara lain adalah mau membantu pekerjaan rekan kerja tanpa imbalan dan mau
Keadaan seperti di atas telah cukup lama terjadi, terutama selama
dipimpin oleh manajer yang lama. Menurut pengakuan dari salah satu karyawan,
manajer lama tidak pernah menegur apalagi memberi sanksi kepada karyawan
dan pekerja yang sering datang terlambat atau mengerjakan tugas tidak tepat
waktu. Sebenarnya setiap manajer atau orang-orang yang termasuk dalam
pimpinan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur telah
diberikan rumah dinas yang berdekatan dengan kantor dan area perkebunan
dengan tujuan untuk mempermudah mereka dalam menjalankan tugas. Namun
sayangnya rumah dinas tersebut tidak digunakan oleh manajer lama, beliau lebih
memilih tinggal di rumah pribadinya di Medan. Hal ini menjadi salah satu
penyebab sang manajer jarang ada di kebun untuk memantau kerja bawahannya.
Tidak ada teguran dan pengawasan dari atasan membuat para karyawan
cenderung bekerja sesuka hati dan berdampak negatif bagi perusahan yaitu
menurunnya tingkat produksi.
Kurang lebih sudah satu tahun PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)
Kebun Limau Mungkur dipimin oleh manajer baru, berdasarkan hasil wawancara
dari lima orang karyawan didapati bahwa jika dibandingkan manager yang lama,
manager saat ini lebih bersedia untuk terlibat langsung dalam hal mengawasi
kerja karyawan dan memberikan teguran bagi karyawan yang melakukan
kesalahan. Namun untuk sampai ketahap hubungan yang dekat layaknya seorang
teman, hal itu belum terjadi. Sedangkan dua dari empat dimensi LMX yang
menjadi dasar persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan yaitu affect dan
oleh karyawan ketika terjadi kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan
yang berdasarkan pada daya tarik individual dan tidak termasuk dalam konteks
kerja (Lyden dan Maslyn, 1998).
Namun berdasarkan dimensi contribution, manager baru sudah
memberikan kontribusinya dalam kerja karyawan yaitu dengan mengawasi
kinerja karyawan. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menarik kesimpulan
bahwa interaksi kualitas interaksi atasan-bawahan yang dipersepsi karyawan
dengan manager baru sudah lebih positif daripada manager lama. Namun hal ini
masih perlu peningkatan, agar dapat mengurangi masalah-masalah yang terjadi
di PTPN II Kebun Limau Mungkur Medan.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun
Limau Mungkur Medan.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun
C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan PT.
Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Limau Mungkur Medan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan
data-data empiris yang berkaitan dengan persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan dan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang pengaruh
persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB), sehingga perusahaan dapat mencari cara
untuk meningkatkan kualitas interaksi antara atasan dan bawahan, seperti
berinteraksi lebih sering dengan karyawan dan lebih pertisipatif dalam
pekerjaan karyawan agar Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari
karyawan ikut meningkat.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi
objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang terdiri dari definisi
OCB, dimensi OCB , serta faktor-faktor dari OCB. Teori tentang persepsi
dukungan organisasi yang terdiri dari definisi persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan, dimensi persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan, serta
dampak persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan. Selanjutnya juga akan
dijelaskan pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB).
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini berisi identifikasi variabel, defenisi operasional, subjek penelitian,
metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur
penelitian, dan metode analisis data.
BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi uraian mengenai analisa data dan pembahasan yang
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi uraian kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang
diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB)
Perilaku di dalam organisasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu in-role
behavior dan extra-role behavior. In-role behavior mengacu pada perilaku yg
terdapat pada deskripsi kerja (job description), sedangkan extra-role behavior
adalah perilaku yang menguntungkan organisasi dan dilakukan secara sukarela
(Burns & Collins, 1995). Salah satu bentuk dari extra-role behavior adalah
Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku
seseorang yang menunjukkan tindakan sukarela dan bersedia membantu tanpa
meminta bayaran ataupun reward. Organ (2006) mendefinisikan OCB sebagai
perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan
sistem reward formal organisasi tetapi secara khusus bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak
termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan, namun
merupakan pilihan pribadi dari karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun
Brief dan Motowidlo (1986) menghubungkan OCB dengan konsep lain
yaitu Prosocial Organitazional Behavior (POB). POB merupakan setiap perilaku
dalam setting organisasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan seseorang.
POB bukan hanya perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas
organisasi, namun juga membantu orang-orang dalam organisasi tersebut secara
individual.
Bateman & Organ (1983) mendefinisikan OCB sebagai perilaku
bemanfaat yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau
kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan
organisasi. OCB merupakan perilaku yang berkaitan dengan kontribusi di luar
peran formal yang ditampilkan oleh seorang karyawan dan tidak mengharapkan
imbalan atau hadiah formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas
organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Misalnya menolong teman
kerja untuk mengurangi beban kerja mereka, melakukan tugas yang tidak diminta
tanpa mengharapkan imbalan, dan membantu menyelesaikan masalah orang lain.
Robbins (2001) yang menyatakan bahwa organisasi yang sukses
membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal
mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja
yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim,
fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia
melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka
organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan
memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.
Berdasarkan definisi dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa
OCB adalah tindakan yang bersifat sukarela, bersedia membantu tanpa meminta
bayaran ataupun reward, dilakukan tanpa adanya paksaan, dan memberi
kontribusi pada keefektifan fungsi organisasi.
2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Dimensi yang paling sering digunakan dalam Organizational Citizenship
Behavior (OCB) adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ.
Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-masing
bersifat unik, yaitu:
a. Altruism
Altruism merupakan perilaku karyawan untuk menolong rekan kerjanya
yang mengalami kesulitan tanpa memikirkan keuntungan pribadi.
b. Courtesy
Merupakan perilaku yang memperhatikan dan menghormati orang lain,
menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah
interpersonal, dan membuat langkah-langkah untuk meredakan atau
mengurangi suatu masalah.
c. Sportsmanship
Perilaku ini menekankan pada aspek-aspek perilaku positif terhadap
keberatan, seperti tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi
yang kurang nyaman, tidak suka protes, dan tidak membesar-besarkan
masalah yang kecil.
d. Conscientiousness
Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha melebihi harapan dari
organisasi. Perilaku sukarela atau yang bukan merupakan kewajiban dari
seorang karyawan.
e. Civic Virtue
Karyawan berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi
atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan
organisasi untuk meningkatkan kualitas pekerjaaan yang ditekuni. Contoh
perilakunya adalah ketika karyawan mau terlibat dalam permasalahan
yang ada di organisasi dan tetap up to date dalam perkembangan
organisasi.
Selanjutnya Podsakoff (2000) juga membagi OCB menjadi tujuh dimensi
atau aspek, yaitu:
a. Altruism
Yaitu perilaku membantu teman kerja secara sukarela dan mencegah
terjadinya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi ini
merupakan komponen utama dari OCB.
b. Conscientiousness
Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan
menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan
mengikutinya meskipun pada saat tidak diawasi.
c. Sportsmanship
Yaitu tidak mengeluh mengenai ketidaknyamanan bekerja,
mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi keinginan
pribadi, mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan
kelompok.
d. Loyality
Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan
perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari
ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi.
e. Cheerleading
Karyawan terlibat atau mengikuti perayaan prestasi dari rekan kerjanya
(rendah hati). Dampaknya yaitu untuk memberikan penguatan positif bagi
kontribusi positif, yang pada gilirannya akan membuat kontribusi tersebut
lebih mungkin terjadi di masa depan (Organ; Podsakoff; & Mackenzie,
2006).
f. Peacemaking
Karyawan menyadari adanya masalah atau konflik yang akan
memunculkan perselisihan antara dua atau lebih partisipan. Seorang
peacemaker akan masuk kedalam permasalaha, memberikan kesempatan
membantu mencari solusi dari permasalahan (Organ; Podsakoff; &
Mackenzie, 2006).
g. Courtesy
Courtesy adalah menjaga hubungan baik dan menghargai sesama rekan
kerja.
Dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking dapat
digabung menjadi satu dimensi yaitu dimensi helping behavior karena berkaitan
dengan perilaku menolong orang lain dalam mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut pekerjaan di organisasi (Organ;
Podsakoff; dan Mackenzie, 2006). Berdasarkan pada penjelasan di atas maka
peneliti menggunakan empat aspek untuk mengukur OCB karyawan yaitu helping
behavior, civic vitue, sportsmanship dan conscientiousness.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Beberapa faktor yang mempengaruhi Organizatioanl Citizenship Behavior
(OCB) adalah sebagai berikut:
a. Kepribadian dan suasana hati (mood)
Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap
timbulnya perilaku OCB secara individual maupun kelompok. Kepribadian
merupakan suatu karakteristik yang secara relative dapat dikatakan tetap,
suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk
membantu orang lain, meskipun suasana hati dipengaruhi sebagian oleh
kepribadian ia juga akan dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok
kerja dan faktor-faktor keorganisasian.
Penelitian awal nengenai OCB menemukan bahwa kepribadian tidak
hanya menjadi variabel prediksi terbaik namun juga menjadi salah satu alasan
yang dapat menjelaskan perbedaan perilaku karyawan. Organ dan Ryan
(1995) mengatakan bahwa agreeableness, conscientiousness, perasaan yang
positif dan negatif dapat mepresiksi OCB.
b. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap
kinerja OCB. Wanita cenderung menunjukkan perilaku kerja seperti
menolong orang lain dan lebih baik dalam bekerja sama dibandingkan
laki-laki. Oleh karena itu wanita lebih sering nerperilaku OCB karena
merasa OCB bukan hanya sebagai tugas ekstranya tetapi sudah seperti
kewajiban (Luthans, 2006).
c. Budaya dan Iklim Organisasi
Sloat (dalam Novliadi, 2007) berpendapat bahwa karyawan cenderung
melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja apabila mereka:
merasa puas dengan pekerjaannya, menerima perlakuan yang sportif dan
penuh perhatian dari pengawas, dan percaya bahwa mereka diperlakukan adil
Iklim dan budaya organisasi dapat juga menjadi penyebab perilaku di
atas. Budaya organisasi dapat mengarahkan perilaku pegawai untuk
meningkatkan kemampuan kerja, komitmen dan loyalitas, serta perilaku extra
role seperti: membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan extra,
menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi,
menghargai peraturan yang berlaku, toleransi pada situasi yang kurang
ideal/menyenangkan, memberi saran yang membangun, serta tidak
membuang-buang waktu ditempat kerja (Oemar, 2013). Penelitian yang
dilakukan Oemar (2013) menunjukkan bahwa Budaya organisasi memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap OCB.
Begitu pula dengan iklim organisasi, Bersona dan Avilio (dalam
Prihatsanti, 2010) menemukan pada beberapa penelitian bahwa salah satu
faktor penting yang membentuk OCB adalah iklim organisasi. Iklim
organisasi akan menentukan apakah seseorang dapat melaksanakan tugas dan
tanggungjawab sesuai prosedur atau tidak (Brahmana & Sofyandi dalam
Prihatsanti, 2010).
d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan
Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan
berkualias tinggi maka seseorang atasan akan berpandangan positif terhadap
bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak
hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk
melakukan “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan mereka.
e. Persepsi terhadap dukungan organisasional
Shore & Wayne (1993) mengatakan bahwa karyawan yang
mempersikan bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan
timbal balik terhadap organisasi dengan menunjukkan Organizational
Citizenship Behavior (OCB).
f. Masa Kerja
Karyawan dengan masa kerja yang lebih lama akan meningkatkan
rasa percaya diri dan kompetensinya. Semakin lama karyawan bekerja dalam
suatu organisasi, semakin tinggi pula persepsinya bahwa mereka memiliki
investasi di dalamnya. Mereka akan lebih mengutamakan kepentingan
bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cenderung
bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian
organisasi (Konovsky & Pugh, 2002).
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi OCB, namun peneliti tidak menggunakan semua faktor tersebut
dalam penelitian dengan alasan keefisienan dan kefektifan jalannya penelitian.
Berdasarkan pada relevansi permasalahan yang ada dan ketertarikan peneliti,
penelitian ini, apakah variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap OCB dan
seberapa besar pengaruh tersebut.
B. PERSEPSI TERHADAP KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN
1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan
respon yang terintegrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi
dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang
akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar
individu satu dengan individu lain (Walgito, 2004).
Selanjutnya dalam kamus psikologi tertulis bahwa persepsi adalah: (1)
Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) suatu kelompok
penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa
lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari
kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara
perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan
Menurut Sarwono (2002) persepsi adalah proses pencarian informasi
untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan
(penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk
memahaminya adalah kesadaran atau kognis. Berdasarkan beberapa pengertian
persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang
melibatkan pengujian, pemilihan, dan penginterpretasian suatu stimulus melalui
penginderaaan menjadi menjadi gambaran objek yang utuh.
2. Pengertian Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Dalam sebuah perusahaan atau organisasi sering dijumpai fenomena
tentang perbedaan sikap pemimpin terhadap karyawannya. Misalnya pada
karyawan X pemimpin akan bersikap ramah dan selalu menawarkan bantuan jika
melihat X mengalami kesulitan. Tetapi, pada karyawan Y pemimpin akan
bersikap dingin dan tidak memberikan bantuan sebelum Y meminta bantuan pada
pemimpinnya. Fenomena tersebut termasuk dalam bentuk interaksi antara atasan
dan bawahan yang dapat diterangkan dengan teori leader member exchange
(LMX).
Menurut Yulk (2002) LMX sebelumnya disebut sebagai vertical dyad
linkage theory karena fokus hubungan atasan dan bawahan terletak pada
proses-proses timbal balik yang terjadi dalam dyad. Dyad adalah suatu kelompok yang
terdiri dari dua orang, sedangkan vertical-diyad adalah hubungan yang terjadi
antara dua orang yang berada pada tingkat atau level yang berbeda dalam suatu
juga disebut interaksi yang terjadi antara atasan dan bawahan. Kualitas interaksi
antara atasan dan bawahan inilah yang mendasari teori kepemimpinan pertukaran
atasan-bawahan tersebut (Jewell, 1998).
Teori LMX menjelaskan bagaimana atasan dan bawahan mengembangkan
hubungan saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran
bawahan di dalam suatu organisasi (Yulk, 1989). LMX tidak hanya melihat sikap
dan perilaku pemimpin dan pengikutnya, tetapi menekankan pada kualitas
hubungan yang terbentuk. Lebih lanjut, Gesterner dan Day (1997) menjelaskan
bahwa teori LMX berbeda dengan teori kepemimpinann lainnya, LMX secara
eksplisit fokus pada hubungan dyadic dan hubungan unik dalam mengembangkan
kepemimpinan dengan tiap-tiap karyawan.
Danserau (1975) mengatakan bahwa LMX merupakan sebuah pendekatan
alternatif untuk memahami pengaruh kepemimpinan dalam mengefektifkan
karyawan yang berfokus pada hubungan kelompok antara pemimpin dan tiap-tiap
karyawan. Hubungan yang berkembang antara pemimpin dan karyawan akan
berpengaruh terhadap berbagai faktor-faktor penting untuk individu dan
organisasi (Gerstner & Day, 1998).
Liden dan Maslyn (1998) mendefiniskan LMX sebagai dinamika
hubungan atasan dan bawahan, bersifat multidimensional yang terdiri atas empat
dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi. Selain itu
kualitas hubungan antara pemimpin dengan karyawan yang akan mampu
meningkatkan kerja keduanya (Robbins, 2006).
Graenn dan Cashman (1975) berpendapat bahwa LMX adalah hubungan
dua arah yang dinamis antara pemimpin dan karyawan dimana pemimpin akan
memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan waktu dan kemauan yang
dimiliki atasan tersebut. Jika seorang bawahan masuk ke dalam kategori in-group
maka interaksi yang terjadi akan berkualitas tinggi, namun jika seorang bawahan
masuk ke dalam kategori out-group maka interaksi yang terjadi akan berkualitas
rendah (Landy, 1989).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
kualitas interaksi atasan-bawahan merupakan penilaian karyawan terhadap
hubungannya dengan atasan dalam suatu dyad (kelompok yang terdiri dari dua
orang) yang saling mempengaruhi satu sama lain.
3. Tahap dalam Interaksi Atasan-Bawahan
Sparrowe dan Liden (1997) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap
dalam proses hubungan antara atasan dan bawahan, yaitu :
a. Menilai Bawahan (Testing and Assessment)
Pada tahap ini masih belum ada hubungan diantara atasan dan
bawahannya. Atasan masih menimbang mana yang dapat masuk ke dalam
kategori in-group maupun out-group berdasarkan pada kriteria subjektif
b. Pengembangan Kepercayaan (Development of Trust)
Tahapan ini atasan memberikan kesempatan dan tantangan yang baru
untuk menumbuhkan rasa percaya diantara mereka. Sebagai timbal baliknya,
maka para bawahan yang termasuk ke dalam kategori in-group akan
memperlihatkan loyalitas kepada atasannya.
c. Tercipta Ikatan Emosional (Creation of Emotional Bond)
Seorang bawahan yang memiliki hubungan yang baik dengan
pemimpinnya dapat masuk ke dalam tahapan ini, dimana hubungan dan juga
ikatan diantara keduanya menjadi kuat secara emosional. Pada tahap ini,
seorang bawahan memiliki komitmen yang tinggi terhadap atasan.
4. DimensiPersepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Liden dan Maslyn (1998) mengatakan bahwa dimensi persepsi terhadap
kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat dari dimensi Leader Member
Exchange (LMX), yaitu:
a. Contribution
Kontribusi merupakan persepsi karyawan terhadap arahan dan kualitas
tugas yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Karyawan dengan
kontribusi yang baik bersedia bekerja keras demi atasan karena sang
atasan menyediakan sumber daya dan kesempatan pada karyawannya.
b. Loyalty
Loyalty merupakan ungkapan dukungan terhadap tujuan dan karakteristik
personal dari bawahan terhadap atasan. Dimensi ini berhubungan dengan
c. Affect
Affect merupakan hubungan dekat antara atasan dan bawahan yang
berdasarkan pada daya tarik individual dan bukan hanya pada pekerjaan
atau profesionalitas saja. Bentuk kedekatan ini dapat ditunjukkan melalui
keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan
bermanfaat, seperti antar sahabat.
d. Proffessional respect
Dimensi ini merujuk pada persepsi tentang reputasi antara atasan dan
bawahan yang terjalin baik di dalam maupun di luar organisasi yang dapat
meningkatkan kinerja mereka. Persepsi ini bisa saja berdasarkan pada
riwayat hidup seseorang, seperti pengalaman pribadi seseorang,
pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di luar organisasi, serta keberhasilan atau
penghargaan profesional lainnya yang telah diraih seseorang.
Dimensi persepsi terhadap kualitas interkasi atasan-bawahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah affect, loyaliity, contribution, dan
professional respect. Aspek-aspek tersebut termasuk dalam LMX-MDM (Leader
Meber Exchange-Multidimensional Measures) dari Liden dan Maslyn (1998)
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
5. Dampak Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Adapun dampak dari persepsi kualitas interaksi atasan bawahan adalah
a. Kepuasan Kerja
Kualitas interaksi atasan-bawahan secara positif berhubungan dengan
kepuasan kerja karyawan (Bauwer & Green dalam Anggriawan, 2012).
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki kualitas
hubungan yang baik dengan atasan akan berdampak pada pengalaman
positif bagi karyawan, seperti kinerja dan kepuasan kerja yang baik
(Gerstner & Day, 1997).
Suryanto (dalam Anggriawan, 2012) mengatakan bahwa kualitas interaksi
atasan-bawahan amat penting, karena hal itu akan menimbulkan kepuasan
kerja pada karyawan. Selain itu kualitas interaksi atasan-bawahan yang
baik meningkatkan kerja sama tim yang berdampak pada efektifitas
perusahaan. Penelitian Dienetsch dan Liden (1986) menemukan bahwa
hubungan antara pemimpin dan anggota (LMX) memiliki keterkaitan
terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian lain yang juga mendukung hal
ini adalah penelitian dari Anggriawan (2012) yang menunjukkan bahwa
ada hubungan yang positif antara kualitas interaksi atasan-bawahan
dengan kepuasan kerja karyawan.
b. Komitmen Organisasi
Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat mempengaruhi komitmen
karyawan terhadap organisasi, hubungan ini bisa dalam bentuk
kepercayaan yang diberikan, komunikasi yang efektif, dukungan untuk
bawahan dan penghargaan dari atasan. Pada pennelitian yang dilakukan
bawahan dnegan menggunakan pendekatan teori LMX dan komitmen
organisasi, hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara kualitas
interaksi atasan-bawahan (LMX) dengan komitmen organisasi. Begitu
pula dengan hasil penelitian Ristaniar (2010) yang menunjukkan adanya
hubungan positif antara kualitas interaksi atasan –bawahan dengan komitmen organisasi.
c. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Persepsi Leader-Member Exchang (LMX) memiliki dampak pada
organizational citizenship behavior (OCB). Miner (1988) mengemukakan
bahwa interaksi atasan bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan
dampak seperti meningkatnya kepuasan kerja, produktivitas, dan kinerja
pegawai. Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi
atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan
positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa
atasan banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan
rasa percaya diri dan hormat bawahan pada atasan sehingga mereka
termotivasi untuk melakukan ”lebih dari” yang diharapkan oleh atasan
mereka. Pernyataan di atas didukung oleh hasil penelitian dari Farahbod
(2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara
persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dengan OCB. Adanya dampak
dari LMX terhadap OCB juga ditunjukkan oleh penelitian dari Hapsari
d. Motivasi Kerja
Motivasi kerja mengacu pada dorongan secara psikologis pada diri
individu untuk menentukan arah perilakunya, tingkat usahanya, dan
tingakat kegigihan atau ketahanannya (George dan Jones, 2005). Motivasi
kerja merupakan salah satu dampak dari persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan. Hal ini sesuai denga hasil penelitian dari Wijanto dan Sutanto
(2013) yang menunjukkan adanya pengaruh antara kualitas interaksi
atasan-bawahan dengan motivasi kerja karyawan. Semakin baik kualitas
intraksinya maka karyawan akan termotivasi untuk bekerja dengan baik.
C. PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan
harus menggusahakan kinerja karyawan yang setinggi-tingginya, karena pada
dasarnya kinerja karyawan terutama kinerja individual dapat mempengaruhi
kinerja kelompok atau tim dan juga kinerja organisasi secara keseluruhan. Kinerja
atau perilaku yang menjadi tuntutan organisasi tidak hanya perilaku in-role,
namun juga perilaku extra-role. Perilaku extra-role disebut juga Organizational
Citizenship Behavior (OCB).
Robbins (2006) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak
menjadi bagian dari kewajiban kerja formal atau job description seorang
Telah ada beberapa penelitian mengenai OCB, dari beberapa penelitian tersebut
diketahui bahwa dampak dari OCB mampu meningkatkan efektifitas dan
kesuksesan organisasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Borman dan Motowidlo
(dalam Novliadi, 2007) yang mengatakan bahwa OCB dapat meningkatkan
performa organisasi (organizational performance) karena perilaku ini merupakan
“pelumas” dalam organisasi, dapat diartikan dengan adanya perilaku ini maka
interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi
terjadinya perselisihan, dan meningkatkan efisiensi.
Interaksi atasan-bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan
dampak seperti meningkatnya produktifitas, kepuasan kerja dan kinerja karyawan.
Penelitian dari Konovsky dan Pugh (1994) menunjukkan bahwa atasan yang baik
akan mendorong karyawan untuk berperilaku citizenship karena hubungan
pertukaran sosial dikembangkan antara karyawan dan atasan. Ketika seorang
bawahan merasa diperlakukan secara adil, maka karyawan akan membalas dengan
perilaku kerja yang baik.
Selanjutnya Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi
atasan-bawahan berkualitas tinggi maka atasan akan berpandangan positif terhadap
bawahannya sehingga sang bawahan akan merasakan bahwa atasannya
memberikan dukungan dan motivasi. Hal-hal seperti inilah yang dapat
meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasan mereka sehingga
termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang melebihi harapan atasannya. Ketika
kualitas interaksi atasan-bawahan dipersepsi secara positif atau pada level yang
memberi imbal baliknya (reciprocity). Imbal baliknya dapat diwujudkan dengan
bekerja “lebih dari” yang seharusnya mereka kerjakan atau menunjukkan OCB
(Organ, 2006)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
kualitas interaksi atasan-bawahan memiliki pengaruh kepada OCB, semakin baik
atau positif bahwa persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan maka OCB
karyawan akan semakin tinggi.
D. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “ada pengaruh positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan
PT. Perkebunan Nusantara II Medan (Persero) Kebun Limau Mungkur”. Semakin
positif persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan maka akan semakin tinggi
Organizational Citizenship Behavior (OCB)karyawan PT. Perkebunan Nusantara
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan dari metode penelitian korelasional
adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan
dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien
korelasi. Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh persepsi kualitas
interaksi atasan-bawahan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara (Persero) II Kebun Limau Mungkur.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasi
variabel-variabel penelitian Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Variabel tergantung (dependent variabel) : Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
2. Variabel bebas (independent variabel) : Persepsi kualitas interaksi
atasan-bawahan.
B. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1. Organizational Citizhenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan
yang bersifat sukarela, bersedia membantu tanpa meminta bayaran ataupun
reward, dilakukan tanpa adanya paksaan, dan memberi kontribusi pada
keefektifan fungsi organisasi. OCB akan diukur melalui skala OCB yang disusun
berdasarkan dimensi-dimensi OCB dari Organ; Podsakoff; Mackenzie (2006)
yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue.
Semakin tinggi skor skala OCB, maka semakin tinggi tingkat OCB yang dimiliki
seorang individu. Sebaliknya, semakin rendah skor skala OCB, maka semakin
rendah tingkat OCB individu.
2. Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Persepsi terhadap kualitas atasan-bawahan merupakan penilaian karyawan
terhadap hubungannya dengan atasan dalam suatu dyad (kelompok yang terdiri
dari dua orang) yang ditandai dengan hubungan yang dekat antara atasan dan
bawahan, kesetiaan dari bawahan, dan saling berkontribusi untuk mencapai tujuan
organisasi. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dalam penelitian
ini akan diukur dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun
berdasarkan dimensi Leader Member Exchange (LMX) yang dikemukakan Liden
dan Maslyn (1998), yaitu: affect, loyality, contribution, dan professional respect.
Semakin tinggi skor skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan,
maka semakin baik kualitas interaksi atasan-bawahan dipersepsikan oleh
atasan-bawahan, maka semakin buruk kualitas interaksi atasan-bawahan
dipersepsikan oleh karyawan.
C. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian merupakan sesuatu hal yang sangat penting
kedudukannya dalam penelitian. Subjek penelitian dapat berupa benda atau
manusia (Arikunto, 2002). Dalam sebuah penelitian, subjek memiliki peran yang
sangat strategis karena pada subjek penelitian itulah data tentang variabel
penelitian yang akan diamati. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT.
Perkebunan Nusantara (Persero) II Kebun Limau Mungkur yang berjumlah 205
orang yang terdiri dari 2 orang wakil manager, 5 orang asisten kepala, 5 orang
wakil asisten kepala, 2 orang mandor di Afdeling I, 2 orang mandor di Afdeling
II, 2 orang mandor di afdeling 3, 2 orang mandor di Afdeling 4, 2 orang mandor di
afdeling 5, 3 orang kerani, 50 orang karyawan di kantor manager, dan 30 orang
yang berada di setiap Afdeling.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
melalui metode skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur
berupa konsep psikologi yang dapat diungkapkan secara tidak langsung melalui
indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini
merupakan penskalaan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai daerah
penentuan sikap (Azwar, 2000). Adapun dua asumsi yang mendasarinya adalah
sebagai berikut:
1. Setiap pernyataan sikap yang disepakati sebagai pernyataan yang
favorable (mendukung) atau yang unfavorable (tidak mendukung).
2. Jawaban dari individu yang punya sikap positif harus diberi bobot yang
lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang
mempunyai sikap negatif.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu
skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan skala persepsi terhadap
kualitas imteraksi atasan-bawahan.
1. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Metode skala yang digunakan adalah metode likert (Azwar, 2012). Setiap
aitem meliputi empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral
(N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak sesuai (STS). Nilai skala setiap
pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung
(Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable). Pernyataan favorable
merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap,
sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak
Tabel 1. Skor alternatif jawaban skala
Favorable Unfavorable
Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor
Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1
Sesuai 4 Sesuai 2
Netral 3 Netral 3
Tidak sesuai 2 Tidak sesuai 4
Sangat tidak sesuai 1 Sangat tidak sesuai 5
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala organizational
citizenship behavior yang dibuat berdasarkan konsep Organ, Podsakoff, dan
MacKenzie (2006) yaitu helping behavior, conscientiousness, sportsmanship, dan
Tabel 2. Blue print skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Variabel Aspek
Aitem
Jlh %
Favorable
Unfavo-
Rable
Organizational
citizenship
behavior
(OCB)
Helping behavior 5 5 10 25 %
Conscientiousness 5 5 10 25 %
Sportsmanship 5 5 10 25 %
Civic virtue 5 5 10 25 %
Total 40 100%
2. Skala Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Aitem-aitem skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan dalam
penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek dari dimensi leader member
exchange (LMX) yang dikemukakan oleh Liden dan Maslyn (1998) yang terdiri
dari empat komponen yaitu: affect, loyality, contribution, dan professional
respect.
Skala persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan ini menggunakan empat
pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari
(Unfavorable). Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang
mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable
merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak
[image:51.595.114.517.269.539.2]diungkap (Azwar, 2000).
Tabel 3. Skor alternatif jawaban skala
Favorable Unfavorable
Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor
Sangat sesuai 5 Sangat sesuai 1
Sesuai 4 Sesuai 2
Netral 3 Netral 3
Tidak sesuai 2 Tidak sesuai 4
Tabel 4. Blue print Skala Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan
Variabel Aspek
Aitem
Jlh %
Favorable Unfavorable
Persepsi
Kualitas
Interaksi
Atasan-Bawahan
Affect 5 5 10 25%
Loyality 5 5 10 25%
Contribution 5 5 10 25%
professional
respect
5 5 10 25%
Total 40 100%
E. UJI COBA ALAT UKUR
Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk
melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak
diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.
1. Validitas Alat Ukur
Azwar (2003) mendefinisikan validitas sebagai sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau
instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil pengukurannya sesuai dengan
tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes
yang digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang
isi dalam penelitian ini adalah professional judgement, pendapat profesional
diperoleh dengan cara berdiskusi dengan dosen pembimbing.
2. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak
memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini
adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur
oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang
relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi
Pearson Product Moment, yang dianalisis dengan bantuan komputerisasi SPSS
17.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian ini akan
menghasilkan koefisien korelasi aitemtotal yang dikenal dengan in