• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Pengobatan Milium Dengan Insisi Dan Ekstraktor Komedo Dibandingkan Dengan Elektrodesikasi Di RSUP. H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Pengobatan Milium Dengan Insisi Dan Ekstraktor Komedo Dibandingkan Dengan Elektrodesikasi Di RSUP. H.Adam Malik Medan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PENGOBATAN MILIUM DENGAN INSISI

DAN EKSTRAKTOR KOMEDO DIBANDINGKAN DENGAN

ELEKTRODESIKASI DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Persyaratan

Untuk Memperoleh Keahlian dalam Bidang

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh

SISKA ANGGRENI LUBIS

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENELITIAN DAN PENULISAN TESIS INI

DIBIMBING OLEH

KETUA

Dr. ORATNA GINTING, SpKK

ANGGOTA :

Dr. Remenda Siregar, SpKK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENELITIAN DAN PENULISAN TESIS INI

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH:

PEMBIMBING :

Dr. ORATNA GINTING, SpKK

ANGGOTA :

Dr. Remenda Siregar, SpKK ...

.

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Bismillahirrahmaanirrahiim

“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. AN-NUUR, ayat 35)

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada–ku dan kepada dua orang

ibu bapakmu, hanya kepada-kulah kembalimu (QS. Luqman, ayat 14)

Tesis ini kupersembahkan buat orang-orang yang kucintai, khususnya

Ayahanda tercinta Dr. H. Aswin Soefy Lubis

Ibunda tercinta Hj. Enizar

Dan

Suami tercinta Amos Febrianta Karo-karo, S.sos

Ananda tercinta Fariz Arique Karo-karo dan Rehninta Amadea br. Karo

Atas doa yang tiada henti-hentinya, perhatian, kasih sayang, dukungan dan pengorbanan selama ini.

Tidak lupa buat yang tercinta:

Kila Dr. H. Ahmadi T. Karo-karo

Bibi Alm. Hj. Rehmalem Tarigan

Adinda Nadya Arimbi Lubis

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.wr.wb,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tidak ada satu karyapun yang dapat diselesaikan seorang diri tanpa mendapat bantuan arahan dan bimbingan dari para ilmuwan atau staf pengajar yang telah berpengalaman. Guru besar dan staf pengajar di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, telah memberikan bimbingan dan bantuan yang sangat besar manfaatnya bagi penulisan tesis ini.

Dengan berakhirnya masa pendidikan, dalam kesempatan yang berbahagia ini, dengan kerendahan hati penulis sampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

2. Prof. DR. Dr. Irma D. Roesyanto Mahadi, SpKK (K), selaku Kepala Bagian dan Guru Besar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

3. Dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

4. Dr. Oratna Ginting, SpKK dan Dr. Remenda Siregar, SpKK, selaku pembimbing tesis yang telah banyak memberikan pengarahann dan bimbingan dengan penuh kesabaran, memberikan dorongan dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian sampai penyusunan tesis ini selesai.

(6)

membantu, membimbing dan memberikan fasilitas pendidikan selama menjalani pendidikan keahlian.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas tempat pendidikan keahlian kepada penulis

7. Direktur Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas tempat pendidikan keahlian kepada penulis

8. Dr. Irwan F. Rangkuti, SpKK, selaku Pelaksana Harian UPF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Pingadi Medan.

9. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M Kes. Selaku pembimbing metodologi penelitian yang telah banyak membimbing penyusunan tesis ini

10. Teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan terutama Flora, Lady, Eru, Riri dan Rina, atas persahabatan, bantuan, kritik, saran dan kerjasama yang baik selama penulis mengikuti pendidikan keahlian.

11. Seluruh perawat dan staf Bagian/ SMF/UPF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan/ Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan/ Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan, atas kerjasamanya yang baik selama ini

Dengan rasa haru dan kerendahan hati, penulis panjatkan doa kepada Allah Swt, Yang Maha Pengasih, Semoga mereka yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada saya selama melakukan pendidikan di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin

Medan, Maret 2009 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan penelitian ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 4

2.1. Milium ... 4

2.1.1. Defenisi ... 4

2.1.2 Epidemiologi ... 4

2.1.3.Etiologi ... 5

2.1.4.Patofisiologi ... 5

2.1.5. Gambaran klinis ... 5

2.1.6. Pemeriksaan penunjang ... 6

2.1.7. Diagnosis banding ... 6

2.1.8. Terapi ... 7

(8)

2.1.10.Komplikasi ... 17

2.2. Penyembuhan luka pada milium ... 17

2.3. Melanogenesis pada proses penyembuhan luka ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Kerangka operasional ... 25

3.2. Tempat dan waktu ... 25

3.3. Rancangan penelitian ... 25

3.4. Populasi, sampel, besar sampel, kriteria inklusi dan kriteria ekslusi ... 26

3.5. Variabel ... 28

3.6. Defenisi operasional ... 28

3.7. Bahan dan Alat penelitian ... 29

3.8. Cara kerja ... 29

3.9. Pengolahan Data ... 31

3.10. Analisa Data ... 32

BAB `IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Hasil penelitian ... 33

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL I : Karakteristik demografi responden ... 32

TABEL II : Karakteristik penyakit ... 33

TABEL III : Status dermatologi ... 34

TABEL IV : Hubungan intervensi dengan lama penyembuhan ... 35

TABEL V : Hubungan intervensi dengan hiperpigmentasi ... 36

TABEL VI : Hiperpigmentasi sesudah minggu 1 ... 37

TABEL VII : Hiperpigmentasi sesudah minggu 2 ... 37

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang penelitian

Milium merupakan salah satu tumor jinak kulit yang diklasifikasikan berdasarkan asal jaringannya. Salah satu klasifikasinya adalah kista kutaneus. Beberapa kista kutaneus dapat terjadi di kulit dan jaringan subkutan. Menurut Bhawan et al (1990) milium merupakan salah satu kista kutaneus yang berasal dari epitel skuamous.1

Milium terbagi atas milium primer dan milium sekunder.2,3 Milium primer muncul secara spontan tanpa adanya faktor predisposisi. Ada kecenderungan herediter dalam suatu keluarga untuk menderita milium. Milium sekunder muncul akibat proses inflamasi dan penyakit-penyakit seperti epidermolisis bulosa, pemfigus, pemfigoid bulosa, porphyria cutanea tarda, herpes zoster, dermatitis kontak dan setelah penggunaan obat-obat anti inflamasi non steroid, kortikosteroid jangka panjang, setelah terapi 5-Fu dan topikal nitrogen, setelah pembedahan, dermabrasi dan radioterapi. 1,2,4,5

Milium dapat terjadi pada semua umur namun lebih sering dijumpai pada masa infant. Prevalensi jenis kelamin sama untuk milium primer dan milium sekunder.3

(12)

daerah lainnya. Montgemory menggambarkannya sebagai massa glaboid putih mutiara biji beras diliputi selaput translusen.1,2,6,7

Tidak ada terapi topikal dan sistemik yang efektif untuk milium primer maupun sekunder. 3 Milium terletak sangat superficial bisa digunakan keratolitik seperti asam salisilat 5 %. 2

Terapi milium adalah dengan membuka atapnya dan mengeluarkan isinya. Dapat dilakukan dengan mencucuk dengan jarum atau insisi dengan pisau No.11.2,8 Ini dapat dilakukan tanpa anestesi lokal.3 Selain itu dapat dipergunakan kuretase, kauterasi, elektrodesikasi, laser CO2, dermabrasi, krioterapi dan chemical peeling 8

Meskipun sebagian besar milium dapat sembuh sendiri dan angka rekurensinya jarang dan biasanya terjadi sesudah pembedahan, tidaklah tepat membiarkan milium sembuh sendiri tanpa usaha pengobatan, paling sedikit bila ditinjau dari segi kosmetik.

(13)

listrik atau tidak adanya aliran listrik maka cara dengan pemakaian bedah listrik tidak dapat dilaksanakan. Sehingga pengobatan dengan cara pembedahan pada keadaan tersebut hanya mungkin dilaksanakan dengan cara insisi disertai ekstraktor komedo. Sejauh mana efektivitas dengan cara insisi disertai ekstraktor komedo ini dapat menyembuhkan penderita milium dan berat lamanya hiperpigmentasi setelah pembedahan yang dapat terjadi masih perlu diadakan penelitian. Diharapkan bila ternyata lebih efektif dapat diterapkan untuk pengobatan milium selanjutnya dan dapat menolong bila pemakaian bedah listrik tidak dapat dilaksanakan.

1.2 Perumusan masalah

Apakah efektifitas pengobatan milium antara tehnik insisi disertai ekstraktor komedo dan elektrodesikasi mempengaruhi waktu penyembuhan dan berat lamanya hiperpigmentasi setelah pembedahan

1.3 Tujuan penelitian

1. Untuk membandingkan efektifitas pengobatan milium dengan insisi dan ekstraktor komedo dengan elektrodesikasi

2. Untuk membandingkan berat dan lamanya hiperpigmentasi milium antara insisi dan ekstraktor komedo dengan elektrodesikasi

1.4 Manfaat penelitian

(14)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Milium

2.1.1 Defenisi

Milium adalah salah satu bentuk dari kista epidermal yang merupakan kista kecil pada folikel rambut atau duktus ekrin yang tersumbat.6 Milium bisa timbul spontan atau sesudah terjadinya trauma atau lepuhan, ukuran diameter 1-2 mm.3,6 Lokalisasi tersering adalah wajah khususnya dibawah mata, pipi, hidung dan dahi.2 Dapat juga dijumpai di genitalia (scrotum), dan tempat lain ditemukan pada jari-jari tangan, telapak kaki, tungkai dan lengan. 6,7,9,10. Pada beberapa kasus dapat juga terjadi pada palatum dan ginggiva yang disebut dengan Epstein’s pearls 11,12.

Pada beberapa keluarga ada kecenderungan bawaan untuk terbentuk milia didaerah pipi dan sekitar mata.13

2.1.2 Epidemiologi

(15)

2.1.3 Etiologi

Milium dianggap berasal dari folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea, atau epidermis. Milium primer diyakini berasal dari bagian terbawah dari infundibulum rambut vellus.11.Keadaan ini menyebabkan prevalensi yang tinggi pada infant.3 Milium sekunder timbul akibat retensi kista sesudah terjadi trauma kulit dan diyakini berasal dari folikel rambut, kelenjar ekrin, kelenjar sebaseus atau epidermis yang belum berkembang sempurna.1,2,6,11 Milium sekunder dapat juga timbul pada penyakit bula seperti epidermolisis bullosa, pada penggunaan obat-obat anti inflamasi non steroid, kortikosteroid jangka panjang, setelah terapi 5-FU dan topikal nitrogen.1,2,4,5,11,14,15 Milium dapai juga timbul sekitar 2-3 minggu dan paling lama 6 bulan setelah pembedahan. Setelah trauma kulit seperti dermabrasi, radioterapi dan peeling pada wajah.3,4,11 Pada beberapa laporan disebutkan kedua bentuk milium merupakan penyakit yang diturunkan (genodermatosis) secara autosomal dominan. 2,5

2.1.4 Patofisiologi

Milium mirip dengan kista epidermal kecil hanya berbeda ukuran. Kista ini kemungkinan berasal dari folikel pilocebaseus.12 Milium primer timbul pada wajah berhubungan dengan velus folikel rambut. Milium sekunder merupakan akibat dari kerusakan unit pilocebaseus. 3,11

2.1.5 Gambaran klinis

(16)

muncul terutama di wajah khususnya sekitar mata, hidung, dahi dan pipi, tetapi bisa dijumpai di genitalia atau daerah lainnya.9,12,16 Biasanya bersifat asimptomatis 17 Secara mikroskopis gambarannya hampir sama dengan kista epidermal.1,2,6,7

Ada beberapa varian milium yaitu Multiple Eruptive Milia (MEM). Beberapa kasus pernah dilaporkan berupa sejumlah besar milium like nodule pada wajah dan badan bagian atas muncul pada usia dewasa secara tiba-tiba tanpa adanya penyebab eksternal. Biasanya simetris, diameter ukuran 1-5 mm. MEM ini berhubungan dengan trichoepitelioma multipel dan bersifat autosomal dominan. Varian lain yaitu Milium Enplaque (MEP), muncul sebagai kelompok milium membentuk plak, pada umumnya pada daerah wajah, post auricular,tetapi dapat juga terjadi pada daerah preauricular dan supraclavicular. Penyebab MEP belum diketahui secara jelas2,8,11

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis. Tidak ada pemeriksaan penunjang untuk milium yang sederhana.18 Pemeriksaan diperlukan untuk penyakit penyerta diperlukan untuk milium sekunder. 3

(17)

biasanya terletak didalam sisa kelenjer pilosebasea yang mengalami perubahan. Milium yang terletak diwajah umumnya terletak didalam kelenjar sebasea yang mengelilingi banyak folikel rambut. 20

2.1.7 Diagnosis banding

• Siringoma : tumor jinak yang disebabkan oleh kelainan kelenjar ekrin. Lesi pada syringoma adalah papul berukuran kurang dari 3 mm yang berwarna sama seperti kulit sampai kekuningan. Predileksi siringoma adalah di bawah lipatan mata dan dagu.3,8

• Trichoepitelioma : tumor jinak adneksa kulit yang disebabkan oleh kelainan genetik. Lesi berbentuk papul aau nodul , bulat, warna seperti kulit, berukuran 2-8 mm. Predileksinya adalah lipatan nasolabial, hidung, dahi, bibir atas dan kulit kepala. Jarang timbul pada badan dan leher.3,8,

• Akne vulgaris tipe komedo : Lesi bentuknya polimorf dengan gambaran khas komedo. Memiliki predileksi pada wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian atas.3,8

2.1.8 Terapi

(18)

minosiklin dan doksisiklin sebagai pengobatan milium, namun ada beberapa laporan mengenai pemakaian krim, salep dan lotion tidak dianjurkan. 2,3,10,19

Tindakan bedah dapat dilakukan dengan insisi atapnya dan mengeluarkan isinya.3,12 Dapat dilakukan dengan mencucuk dengan jarum atau scapel No.11.2,8,11 Selain itu dapat dipergunakan kuretase, ekstraktor komedo, kauterasi, elektrodesikasi, laser CO2, dermabrasi dan krioterapi dan pengelupasan kimiawi 4,8,16,22,23

1. Pengobatan topikal.

Pengobatan yang dapat dipakai sendiri oleh penderita, dipakai secara teratur setiap malam, biasanya sampai dengan 12 minggu. Sebelum dipakai jaringan yang mati harus diangkat dulu. Obat –obat yang dapat dipakai adalah : a. Asam salisilat 5 %.

Obat ini tersedia dalam bentuk larutan, bedak kocok, krem dan pasta. Asam salisilat dalam bentuk paint mudah memakainya karena cepat mengeras jadi tidak perlu ditutup, sehingga relatif tidak menganggu secara kosmetik dan relatif tidak memberi efek samping. 24

(19)

b. Tretinoin

Asam retinoat dapat diperoleh dalam bentuk larutan, gel, krem dengan konsentrasi 0,025 %, 0,0 5% dan 0,1 %.25 Asam retinoat merupakan keratolitik yang dapat meningkatkan pelepasan keratinosit dan mengurangi kohesi interkorneosit dan memfasililitasi pengeluaran isi milium.26 Cara pemakaian yang dianjurkan dipakai sekali sehari pada malam hari. Lama setiap pemakaian dapat dimulai dengan 2 jam, secara bertahap ditingkatkan sampai satu malam. Selama pemakaian retinoat penderita diajurkan menghindari pajanan sinar matahai, karena kulit yang telah menggunakan asam retinoat sangat peka terhadap sinar matahari, juga menghindarkan bahan-bahan pembersih yang menggunakan alkohol konsentrasi tinggi, sabun abrasif yang mempunyai efek sangat mengeringkan dan akan menyebabkan meningkatnya efek iritasi obat.24, 25

Efek samping berupa reaksi iritasi berupa eritem dan deskuamasi disertai rasa gatal dan rasa terbakar, selain itu dijumpai juga hiperpigmentasi atau hipopigmentasi kadang-kadang yang bersifat sementara.24

2. Pengobatan sistemik

(20)

a. Minosiklin

Merupakan varian dari tetrasiklin yang penyerapannya sangat baik dan tidak dipengaruhi oleh susu atau makanan, obat ini berefek cepat. Dosis diberikan 1x 100 mg sehari atau 2x50 mg sehari. Efek samping yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan dan nausea.27

b. Doksisiklin

Efeknya sama dengan minosiklin, sebaiknya obat diberikan setelah makan karena dapat memberi rangsangan pada lambung, sedang efek sampingnya adalah fototoksik dan diabetes insipidus renal (Cunliffe, 1989). Dosis diberikan 1 x 100mg sehari atau 2 x 100mg sehari selama 2-4 minggu dan selanjutnya disesuaikan dengan keadaan lesi.27

3. Tindakan bedah

Pemakaian preparat topikal seperti krim atau lotion dan pemakaian preparat sistemik tidak direkomendasikan pada beberapa laporan10,19,20,21 Pada gangguan kosmetik biasanya dilakukan dengan tindakan bedah yang prinsip utamanya adalah membuka atap dan mengeluarkan isinya.2,8,11 Beberapa tindakan bedah yang biasa dilakukan pada pengobatan milium adalah :

a. Kuretase dan atau kauterisasi

(21)

mudah dapat dikeruk sementara kuret hanya sedikit mengorek dermis yang normal 3,28,29,30. Penggunaan kuret dapat dengan kauterisasi untuk menghentikan perdarahan.16

Kepala kuret bisa berbentuk bundar (Fox Curette) atau oval (Piffard curette) dengan permukaan potong yang agak tajam.29

1. Fox Curette yang memiliki kepala pemotong bundar dan pemegang yang lurus atau bersudut.

2. Piffard curette, lebih besar dan sangat berat dengan kepala pemotong berbentuk oval.

3. Common and Rein curette, merupakan model lainnya yang populer dengan kepala berbentuk oval.

b. Krioterapi

(22)

probe dan tehnik spray. Untuk milium biasanya digunakan tehnik probe dengan waktu 5 detik sekali penyemprotan .31

c. Kauterasi

Kauterisasi merupakan tehnik menghentikan perdarahan.16 . Kauter terdiri dari kawat panas dengan voltase kecil untuk membangkitkan arus listrik yang akan memanaskan sebuah elemen dengan tahanan yang tinggi. Elemen yang panas tersebut, sebuah gulungan kawat atau jarum, digunakan untuk membakar jaringan atau menggumpalkan pembuluh darah kecil. Suhu disesuaikan dan tidak ada arus yang mengalir ke badan. 3,28

Kauterisasi diindikasikan untuk pengangkatan tumor-tumor kulit bertangkai, superfisial jinak yang tidak memerlukan biopsi, perusakan tumor-tumor vaskuler jinak kecil dan digabung dengan kuretase. Keuntungannya tehnik cepat, sederhana, mensterilkan instrumen dan kulit serta perdarahan minimal. Kerugian yang dijumpai penyembuhan lambat dan pembentukan jaringan parut.3,28

d. Pengelupasan kimiawi.

Pengelupasan kimiawi merupakan suatu tindakan untuk beberapa kelainan atau untuk perubahan estetika di kulit, meliputi penggunaan satu atau lebih bahan kimia yang mengelupas kulit, menyebabkan pelepasan sebagian epidermis atau dermis serta regenerasi dari jaringan epidermal dan dermal.24,34,35,36

(23)

pengelupasan yang sangat ringan menginduksi pengelupasan yang lebih cepat dari sel-sel stratum korneum, sedangkan bahan pengelupasan yang lebih dalam menimbulkan nekrosis dan inflamasi dalam epidermis, papillari dermis atau dermis retikular. 24

Pengelupasan kimiawi menimbulkan perubahan dalam kulit melalui tiga mekanisme 24,34,35,36

- Stimulasi dari pertumbuhan epidermal melalui pengangkatan stratum korneum, bahkan pengelupasan yang sangat ringan

- Dengan menghancurkan lapisan-lapisan dan menggantikannya dengan jaringan baru yang normal dan hasil kosmetik lebih baik

-Induksi dari reaksi peradangan yang lebih dalam pada jaringan , disamping nekrosis yang diinduksi oleh bahan pengelupas

Aktivasi mediator-mediator dari peradangan dapat menginduksi produksi kolagen yang baru dan substansi dasar dalam dermis. Luka-luka epidermis berkemampuan menginduksi endapan kolagen dan glikosaminoglikan dalam dermis.24

Indikasi pengelupasan kimiawi antara lain photoaging, gangguan pigmentasi, garis-garis kerutan kulit dan lainnya seperti milium namun milium juga dapat timbul setelah adanya trauma seperti pengelupasan kimiawi.3,4,11,24 e. Laser CO2

(24)

yang merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik. Panjang gelombang sinar laser yang dipakai saat ini meliputi spektrum ultra violet, ”visible” (400-750 nm) dan Infra Merah (750-1000000 nm). 37

Beberapa indikasi pemakaian laser, yaitu : Indikasi absolut, indikasi relatif, indikasi yang menguntungkan dan indikasi eksperimental. Pemakaian laser pada milium merupakan indikasi yang menguntungkan dan laser karbondioksida yang biasa digunakan. 37,38

Laser karbondioksida mempunyai ciri-ciri, antara lain memancarkan cahaya-cahaya dalam batas-batas infra merah jauh karena itu berkas sinarnya tidak kelihatan, sebuah lengan operasi buatan digunakan karena radiasi infra-merah jauh tidak dapat dipancarkan melalui sistem serat optik, Absorpsi seragam dengan penghamburan minimal, energinya tidak secara selektif diabsorpsi oleh pigmen-pigmen dan daya tembus rendah (0,1-0,2mm). Penggunaan dapat berupa pemotongan (skalpel cahaya) dan penguapan (abrasi laser) 37,38

f. Dermabrasi

(25)

terutama berguna untuk mengatasi lesi superficial di wajah seperti milium. Namun milium juga dapat timbul setelah adanya trauma akibat dermabrasi. 23,35,39

g. Ekstraktor komedo

Terdapat dua jenis alat ekstraktor komedo:

1. Ekstraktor Schamberg yang paling sering digunakan. Masing-masing ujungnya bengkok dan terbuka yang memungkinkan ekstruksi adekuat jaringan yang diekspresi. Bagian tengahnya bergerigi guna memberikan pegangan yang lebih kuat. Beberapa ekstraktor komedo memiliki lanset pada salah satu ujungnya guna mengangkat atap dari lesi. Lancet mempunyai ukuran besar dan kecil 28,29,40

2. Ekstraktor Zimmer-Walton yang memiliki jarum steril pada salah satu ujungnya28,29

Ekstraktor komedo digunakan untuk mengangkat milium dan komedo. Merupakan alat sederhana, mudah digunakan dan tidak menyebabkan skar. Penggunaannya dengan menekan seluruh area sekitar lesi, berbeda dengan tehnik memencet yang hanya pada satu titik.41,42,43,44

(26)

h. Elektrodesikasi

Merupakan salah satu tehnik bedah listrik dengan menggunakan alat bedah listrik yang dapat membangkitkan aliran listrik terkontrol untuk menghasilkan dekstruksi jaringan yang selektif. Elektrodesikasi merupakan salah satu tehnik yang digunakan untuk pengobatan milium yang saat ini sering digunakan 4,8,16,22 Elektrodesikasi merupakan arus bolak balik dengan frekuensi tinggi, berarus lemah, bertegangan tinggi dan mempunyai elektoda monoterminal. Bila elektrodanya kontak dengan jaringan (kulit) dan terjadi dehidrasi kulit superfisial akan menimbulkan panas karena adanya tahanan dari jaringan tersebut, yang menyebabkan dekstruksi dan hemostatik. Kerusakan terjadi hanya pada lapisan epidermis dan menyebabkan risiko minimal untuk terjadinya luka parut superfisial dan perubahan pigmentasi.44 Secara histopatologis terlihat sel-sel melisut, nukleus padat dan memanjang dan pembuluh darah menjadi trombose. 28,44,45

(27)

hiperpigmentasi, parut hipertrofik dan keloid bila arus terlalu kuat serta harganya relatif mahal. 28,44,45

2.1.9. Prognosis

Prognosis umumnya baik sebab milium pada masa infant dapat sembuh sendiri.8 Lesi dapat menghilang pada beberapa hari tanpa meninggalkan skar.3,19,21. Milium pada anak-anak dan dewasa cenderung menetap.3. Rekurensi jarang terjadi. 8

2.1.10 Komplikasi

Pada umumnya tidak dijumpai adanya komplikasi topikal ataupun sistemik.3,18

2.2. Penyembuhan luka pada milium

Kulit merupakan organ yang penting bagi manusia karena memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai pelindung terhadap lingkungan di sekitarnya dan mempertahankan suhu tubuh. Komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan dan kehilangan jaringan kulit dapat menimbulkan infeksi bakteri, kehilangan cairan tubuh, protein, serta kerusakan jaringan di bawahnya.46

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama 47,48 :

1. Lapisan epidermis (stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale)

2. Lapisan dermis (pars papilare dan pars retikulare)

(28)

Gambar 1. Penampang Kulit

Luka adalah terputusnya struktur dan fungsi anatomik yang normal, yang terjadi akibat proses patologis yang berasal dari dalam atau dari luar, terhadap organ yang dikenai, misalnya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan, penyakit diabetes dan penyakit pembuluh darah.47

(29)

Luka dapat diklasifikasikan sebagai luka akut, yang menyembuh dengan pemulihan integritas anatomik dan fungsional yang teratur serta tepat waktu, atau luka kronik yang tidak menyembuh tepat waktu. Luka kronik tampaknya terpaku pada fase inflamasi atau proliferatif, dengan akumulasi berlebihan komponen matriks ekstrasel dan matriks metaloproteinase, misalnya kolegenase dan elastase yang menyebabkan degradasi dini kolagen dan growth factor.50

Proses penyembuhan luka dapat terjadi ada 5 tahap.51,52,53 1. Tahap Inflamasi

2. Tahap pembentukan jaringan granulasi 3. Tahap produksi matriks

4. Tahap epitelisasi 5. Tahap remodeling 1. Tahap inflamasi

(30)

2. Tahap pembentukan jaringan granulasi

Jaringan granulasi merupakan kumpulan makrofag, fibroblast, dan pembuluh darah baru yang bertahan pada matriks longgar yang terdiri atas kolagen, fibronektin dan asam hialuronat dan membuat luka berwarna merah tua. Disamping itu angiogenesis berguna untuk oksigenasi luka serta pemberian nutrisi pada penyembuhan luka.53,55

3. Tahap pembentukan matriks

Tahap ini dimulai bersamaan dengan pembentukan jaringan granulasi akan tetapi beberapa bulan setelah surutnya jaringan granulasi, matriks masih terus mengalami perubahan dengan berkurangnya fibronektin dalam matriks dan pelan-pelan terjadi akumulasi serat kolagen tipe 1 yang membuat parut dan meningkatkan kekuatan luka.53

4. Tahap epitelisasi

Beberapa jam setelah terjadi luka, baru terjadi epitelisasi dengan perpindahan sel-sel epitel dari tepi luka. Dalam waktu 1-2 hari sel-sel epitel yang tinggal pada tepi luka mengalami profilerasi dan menambah sel bermigrasi. Reepitelisasi terjadi tergantung pada kedalaman kulit yang terluka yaitu luka dangkal dan luka dalam.53,55 Pada luka dangkal, sel epitel masih dijumpai pada kelenjar-kelenjar folikel rambut, kelenjar sebasea dan ductus ekrin, sehingga jarak migrasi sel epidermis pendek dan reepitelisasi lebih cepat.55

(31)

migrasi.55 Akibatnya pada luka yang kering karena penggunaan alkohol, bahan hemostatik, kaustik, laser dan bedah beku akan tebentuk krusta dan karena sel epitel yang baru akan lambat menghancurkan krusta, maka proses reepitelisasi lebih lama.55,56

Pembentukan kembali melanosit dan fungsinya sering tidak sempurna, sehingga secara klinis tampak hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Hal ini akan terjadi apabila melanosit yang baru dan belum matang terpapar dengan sinar ultraviolet, terkena bahan kimia atau pengaruh hormon.29,53,55

5. Tahap remodelling

Akumulasi kolagen tipe I mengawali remodelling luka, kapiler semakin berkurang proliferasi firoblas juga berkurang sehingga jaringan parut akan menjadi aseluler. Remodelling kolagen ini berlangsung beberapa bulan.53,55-58

Milium merupakan salah satu bagian dari kista epidermal dan secara mikroskopis mirip dengan kista epidermal. Berdasarkan pembagian tumor jinak ataupun ganas yang ditemukan pada epidermis dan dermis, milium merupakan tumor jinak yang terletak pada epidermis.16 Secara etiologi milium dianggap berasal dari folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea, atau epidermis.11

(32)

menggunakan ekstraktor komedo.3,8,13,20,42,43 Beberapa jam setelah terjadi luka, baru terjadi epitelisasi dengan perpindahan sel-sel epitel dari tepi luka. Dalam waktu 1-2 hari sel-sel epitel yang tinggal pada tepi luka mengalami profilerasi dan menambah sel bermigrasi. Reepitelisasi terjadi tergantung pada kedalaman kulit yang terluka yaitu luka dangkal dan luka dalam. Pada luka dangkal, sel epitel masih dijumpai pada kelenjar-kelenjar folikel rambut, kelenjar sebasea dan ductus ekrin, sehingga jarak migrasi sel epidermis pendek dan reepitelisasi lebih cepat.53,55

Pengobatan milium menggunakan elektrodesikasi untuk merusak lesi-lesi jinak avaskuler kecil dengan metode yang cepat. Elektrodesikasi digunakan secara superficial dikarenakan milium yang terletak pada epidermis yang berbentuk papul berukuran 1-2 mm.16

(33)

2.3 Melanogenesis pada proses penyembuhan luka

Menurut fitzpatrick (1987) hiperpigmentasi dapat dibedakan menjadi hipermelanosis coklat (melanoderma) terjadi akibat deposit melanin pada epidermis dan hipermelanosis biru (seruloderma) terjadi akibat deposit melanin di dermis).59,60 Salah satu jenis hipermelanosis coklat (melanoderma) adalah Hiperpigmentasi pasca peradangan.61 Radang kulit dapat berasal dari trauma kulit baik fisik ataupun kimia, reaksi inflamasi dan reaksi alergi.. Radang ini memicu kulit untuk menghasilkan melanin yang berlebihan atau meningkatnya jumlah melanosit dan kemudian di transfer ke keratinosit.62-66

Pada umumnya proses keradangan apapun sebabnya, seperti kulit terbakar, infeksi, iritasi bahan iritan maupun alergen serta trauma, dalam penyembuhan luka dapat mengakibatkan perubahan warna kulit, baik hiperpigmentasi maupun hipopigmentasi. Perubahan warna kulit yang terjadi melibatkan unit melanin epidermal, antara lain keratinosit dan melanin.59

Salah satu keuntungan pemakaian ekstraktor komedo dapat sembuh tanpa meninggalkan skar dan tidak terjadi perubahan warna, terutama pada lesi-lesi superficial seperti milium. Pada pemakaian elektrodesikasi salah satu komplikasi yang akan timbul adalah hipopigmentasi atau hipepigmentasi terutama pada tumor-tumor noduler, tetapi lama –lama akan membaik.28,45

(34)

membran atau lembaran tipis di permukaan kulit. Menurut Jinbow dan kawan-kawan, melanosit juga mengalami proliferasi selama reepitelisasi, namun proses ini berjalan lambat bila dibandingkan dengan keratinosit.59

(35)

BAB III

Utara. Jadwal penelitian direncanakan selama 6 bulan (1 September 2008 sampai 28 Februari 2009)

3.3 Rancangan penelitian

(36)

3.4 Populasi, sampel, cara pengambilan sampel, besar sampel, kriteria

inklusi dan eksklusi

Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode 1 September 2008 sampai dengan 28 Februari 2009.

Sampel penelitian

Semua penderita penyakit milium yang ada di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP.H.Adam Malik Medan.

Cara pengambilan sampel : Consecutive sampilng

Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

n = (Zα√ 2 PQ + Z √ P1Q1 + P 2Q 2) 2 (P1 – P2) 2 n = Jumlah sampel

Zα = Batas kepercayaan 95% 1,96 Z = 0,842

(37)

P = P1+P2 = 0,5 + 0,9 = 0,7 2 2

Q = 1- P = 1- 0,7 = 0,3 Q1 = 1- P1 = 1- 0,5 = 0,5 Q2 = 1- P2 = 1- 0,9 = 0.1

n = (1,96 √2.0,7.0,3 + 0.842 √0,5.0,5 + 0.9.0,1) 2 (0,4) 2

n = (1,96.062 + 0,842 √ 0,25 + 0.09) 2 0,16

n = (1,274 + 0,5 ) 2 = 19,67 ≈ 20 0,16

Kriteria inklusi

1. Penderita baru yang didiagnosis sebagai milium superficial yg berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin.

2. Penderita milium dengan lesi lebih 1 (satu) buah

3. Penderita bersedia mengikuti penelitian dan bersedia datang kembali untuk kontrol.

(38)

Kriteria eksklusi

1. Penderita tidak bersedia mengikuti penelitian sampai selesai. 2. Penderita menderita penyakit diabetes mellitus.

3. Penderita memiliki riwayat atopi 4. Tipe MEM dan MEP

5. Penderita memakai alat pacu jantung 6. Infant

3.5 Variabel

1. Variabel bebas : Pasien dengan klinis milium

2. Variabel terikat : Insisi disertai ekstraktor komedo dan Elektrodesikasi 3. Variabel kendali :Tehnik melakukan insisi disertai ekstraktor komedo dan elektrodesikasi

3.6 Defenisi Operasional

1. Milium adalah kista retensi kecil pada folikel rambut, kelenjar ekrin atau kelenjer sebasea yang tersumbat

2. Ekstraktor komedo adalah suatu intrumen yang aman dan ideal untuk mengangkat milium, komedo dengan cara menekan seluruh lesi tanpa merusak kulit

(39)

4. Hiperpigmentasi adalah terjadi peningkatan melanin pada epidemis atau dermis dengan gambaran kulit lebih coklat dari normal yang dapat dinilai secara klinis

5. Hiperpigmentasi negatif adalah warna kulit sama dengan warna sekitarnya dapat dinilai secara klinis

6. Luka sembuh adalah luka sudah tertutup dan terbentuk jaringan parut yang halus, datar dan tipis dapat dinilai secara klinis

7. Luka tidak sembuh adalah bila masih terdapat eksudat atau krusta dapat dinilai secara klinis.

3.7 Bahan & Alat penelitian

1. Formulir isian untuk pemelitian. 2. Sarung tangan

3. Antiseptik seperti povidon iodine 10%

4. Anestetik topikal (Lidocaine 2,5% + Prilocaine 2,5% ® Estesia cream) 5. Alat ekstraktor komedo tumpul jenis ekstraktor Schamberg (® Hilbro ) 6. Nald no 30.

7. Alat bedah listrik (Hifrekator) dengan needle elektrode (® Lamidey) 8. Antibiotik salep(asam fusidat ®Fuladic crem)

3.8 Cara Kerja

1. Informed Consent 2. Mengisi daftar isian

(40)

anamnesis yang lengkap, pemeriksaan klinis secara umum, pemeriksaan lokal dan pemeriksaan reduksi urine sesuai daftar isian yang telah tersedia. 3. Persiapan untuk pengobatan

Alat-alat yang digunakan harus steril. Tangan operator dicuci dengan air dan sabun, kemudian pakai sarung tangan. Bersihkan milium dan daerah sekitarnya dengan povidone iodine 10%. Daerah lesi dioleskan anestesi topikal. Ditunggu selama satu jam. Lesi pada sisi kanan (regio zygomaticus dextra ) dan sisi atas wajah (regio frontalis) dilakukan pengobatan cara 1 (insisi dan ekstraktor komedo) sedangkan lesi pada sisi kiri (regio

zygomaticus sinistra) dan sisi bawah (regio mandibularis) di wajah dilakukan pengobatan cara 2 ( elektrodesikasi.)

7. Pengobatan cara 1 (insisi dan ekstraktor komedo)

• Bagian atap milium di insisi dengan naal no.30 atau skalpel no 11.

• Letakkan alat ekstraktor komedo pada pinggir lesi, tekan lubang ekstraktor pada milia, tekan lembut kemudian lakukan pengangkatan isi

dan jaringan milium terangkat. • Beri antibiotik salep.

8. Pengobatan cara II (elektrodesikasi )

• Digunakan sebuah elektroda jarum monoterminal

(41)

• Sebuah denyutan arus pendek dilepaskan

• Lakukan elektrodesikasi sampai jaringan lesi kering berubah menjadi putih dan pembuluh darah kecil tersumbat dimana kerusakan hanya superfisial.

• Sesudah lesi bersih diberikan antibiotik salep. 6. Pemeriksaan ulang

• Dilakukan oleh seorang pemeriksa yang tidak mengetahui tehnik mana yang dilakukan

• Pemeriksaan ulang 1 minggu, 2 minggu dan 4 minggu sesudah pembedahan.

Pemeriksaan sesudah 1 minggu gunanya untuk melihat apakah luka sudah

sembuh, apakah terjadi infeksi sekunder atau melihat apakah masih ada jaringan milium yang masih tertinggal. Selanjutnya penderita dianjurkan mencatat lamanya sembuh masing-masing cara.

Pemeriksaan 1 minggu, 2 minggu dan 4 minggu juga untuk melihat

penyembuhan dan berapa berat serta lamanya hiperpigmentasi yang terjadi setelah pembedahan pada kedua tehnik tersebut.

3.9. Pengolahan data

Setelah data hasil penelitian dikumpulkan, kemudian ditabulasi dan disajikan secara deskriftif dan analitik. Kemudian dianalisa dan

(42)

3.10. Analisa data

1. Untuk melihat perbedaan efektifitas pengobatan milium secara insisi dan ekstraktor komedo dengan elektrodesikasi digunakan Chi Square test dan Fisher Exact Test

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian

Tabel 1. Karakteristik demografi responden

n % Umur

< 10 0 0

10 - 19 9 45

20 - 29 2 10

30 - 39 5 25

≥40 3 15

Jenis kelamin

Laki-laki 1 5

Perempuan 19 95

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebaran menurut umur yang terbanyak adalah pada kelompok umur 10-19 tahun (45%), kemudian kelompok umur 30 – 39 tahun (20%). Kelompok umur ≥ 40 tahun (15%) dan kelompok umur 20-29 tahun (10%).

(44)

Tabel 2. Karakteristik penyakit

n %

Keluhan utama

Bintil putih 20 100

Keluhan tambahan

Hilang timbul 14 70

Keluar cairan putih 3 15 Keluar seperti nasi 2 10

Gatal 1 5

Riwayat berobat

Belum 15 75

Sudah 5 25

Dari tabel diatas keluhan utama pasien secara umum adalah bintil putih diwajah (100%), dengan keluhan tambahan yang terbanyak adalah hilang timbul (70%), diikuti dengan keluar cairan putih (15%), Keluar massa seperti nasi (10%) da keluhan gatal (5%)

(45)

Tabel 3. Status dermatologi

Pada tabel diatas ukuran milium yang terbanyak adalah lebih kecil 1 mm (30%) diikuti dengan ukuran 1-2 mm (70%). Ukuran > 2 mm tidak dijumpai

Sedangkan lokalisasi terbanyak adalah Regio supra orbitalis et infra orbitalis (35%), kemudian regio nasalis (15%),

(46)

Tabel.4 Hubungan intervensi dgn lama penyembuhan

Dari tabel diatas lama kesembuhan 1 minggu untuk tehnik insisi dan ekstraktor komedo (100%) sedangkan tehnik elektrodesikasi (9%). Pada tehnik elektrodesikasi sebagian pasien dengan lama kesembuhan 2 minggu (55%)

Dengan analisis Chi square dan Fisher’s Exact test dengan P= 0,0001 terdapat hubungan antara intervensi dengan lama kesembuhan

Tabel 5. Hubungan intervensi dgn hiperpigmentasi

Insisi dan Elektrodesikasi

Pada tabel di atas untuk tehnik insisi dan ekstraktor komedo sebagian besar tidak dijumpai hiperpigmentasi (95%) selama pengamatan satu bulan, sedangkan tehnik elektrodesikasi hiperpigmentasi (15%), tidak ada hiperpigmentasi (85%) selama pengamatan 1 bulan

(47)

Tabel 6. Hiperpigmentasi sesudah minggu I Pada tabel di atas sesudah 1 minggu untuk kedua tehnik tidak dijumpai hiperpigmentasi

Tabel 7. Hiperpigmentasi sesudah minggu 2

Insisi dan Elektrodesikasi Sesudah 2 minggu tehnik insisi dan ekstraktor komedo hiperpigmentasi (5%), sedangkan tehnik elektrodesikasi (15%). Dengan analisis Chi square dan Fisher’s Exact test, nilai p=0,605, tidak ada hubungan antara intervensi dengan hiperpigmentasi sesudah 2 minggu pembedahan .

Tabel 8. Hiperpigmentasi sesudah minggu 4

(48)

4.2 Pembahasan

Bila dilihat tabel karakteristik demografi responden, distribusi frekwensi umur dari penelitian yang terbanyak adalah pada kelompok umur 10 – 19 tahun (45%), kemudian diikuti kelompok umur 30 – 39 tahun (25%). Untuk menguatkan data yang diperoleh sewaktu penelitian, dilakukan penelitian retrospektif di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2006 kelompok umur terbanyak adalah 10-19 tahun (30%) diikuti keompok umur 30-39 tahun (20%). Pada tahun 2007 kelompok umur yang terbanyak adalah pada umur 10-19 tahun (35%) diikuti kelompok umur 30-39 tahun (25%). Menurut literatur milium dapat terjadi pada semua umur namun lebih sering dijumpai masa infant (40 -50 %). Milium pada infant disebabkan oleh produksi sebum yang berlebihan. Di dalam badan bayi terdapat hormon androgen ibu yang akan menstimulasi diproduksinya sebum sehingga terjadi kelebihan produksi sebum. Kelebihan sebum ini mengakibatkan kulit bayi sulit untuk melakukan proses pembersihan diri dari sel sel kulit mati. Sel kulit mati ini akan terperangkap dalam pori pori wajah dan menyebabkan terbentuknya milia. Pada infant milium dapat sembuh sendiri dimana lesi dapat menghilang pada beberapa hari tanpa meninggalkan skar, sedangkan milium pada anak-anak dan dewasa cenderung menetap sehingga sebagian besar pasien menginginkan perawatan dengan alasan kosmetik.

Distribusi frekuensi jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan (95%) dengan sebaran pekerjaan yang terbanyak adalah mahasiswa (35%) dan pelajar (20%). Jenis kelamin laki-laki (1%). Berdasarkan penelitian retrospektif di RSUP H. Adam malik medan pada tahun 2006 jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan (95%) dengan laki-laki (1%). Pada tahun 2007 mendapatkan hasil yang tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, kelompok jenis kelamin perempuan (95%) dan laki-laki (1%). Menurut literatur perbandingan pria dan wanita sama pada semua bentuk milium.

(49)

hilang timbul (70%), diikuti dengan keluar cairan putih (15%). Sesuai dengan literatur bahwa milium dapat sembuh sendiri tanpa meninggalkan skar dan dapat timbul kembali.

Pada tabel di atas dilihat dari riwayat berobat sebagian besar pasien belum pernah berobat (75%). Pasien sudah berobat sebelumnya pada tempat lain (15%). Menurut literatur milium dapat hilang timbul namun rekurensi jarang terjadi. Pada tabel status dermatologi ukuran milium yang terbanyak adalah ukuran 1-2 mm (70%) diikuti dengan ukuran <1 mm (30%). Sedangkan lokalisasi terbanyak adalah Regio supra orbitalis et infra orbitalis (35%), kemudian regio nasalis (15%), Menurut literatur ukuran milium paling sering dijumpai sekitar 1 -2 mm dan paling banyak diijumpai pada daerah wajah terutama sekitar mata (regio infra orbitalis dan regio supra orbitalis), hidung (regio nasalis), pipi (regio zygomatikus), dan dahi (regio frontalis) berhubungan dengan velus folikel rambut.

(50)

sebasea dan ductus ekrin, sehingga jarak migrasi sel epidermis pendek dan reepitelisasi lebih cepat.

Pengobatan milium menggunakan elektrodesikasi untuk merusak lesi-lesi jinak avaskuler kecil dengan metode yang cepat. Elektrodesikasi digunakan secara superficial dengan prinsip kerja yang bersifat dekstruktif dan hemostasis. Penyembuhan sesudah elektrodesikasi terjadi secara sekunder, dimana setelah elektrodesikasi akan terbentuk krusta kering yang terdiri dari jaringan nekrose yang menutupi luka. Krusta ini akan tetap kering untuk 2-3 hari, kemudian baru terbentuk eksudat yang menyebabkan permukaan basah untuk 7-10 hari. Sel epitel yang baru akan lambat menghancurkan krusta , maka proses epitelisasi lebih lama. Epstein (1979) mendapatkan penyembuhan sesudah 10-14 hari, Blankensip (1985) mendapat 4-6 minggu, Bunney mendapat 4-6 minggu, dan Wilkinson (1983) mendapat 7-21 hari rata-rata penyembuhan untuk kuret diikuti dengan eletrodesikasi.

Dengan analisis Chi square dan Fisher’s Exact test p=0,0001 ada hubungan antara intervensi dengan lama kesembuhan

(51)

melanosit tidak mampu mencapai keratinositseperti pada keadaan normal. Hal ini menyebabkan perpindahan melanin menuju keratinosit berkurang dan terjadi perubahan warna kulit . Hiperpigmentasi dapat terjadi setelah trauma yang mengakibatkan kerusakan membrana basalis sehingga melanin mencapai dermis dan difagosit oleh makrofag disebut melanofag. Akumulasi melanofag mengakibatkan hiperpigmentasi. Dapat juga disebabkan oleh proses inflamasi yang menghasilkan rangsangan terhadap melanosit epidermal mengakibatkan peningkatan sintesis melanin dan peningkatan transfer melanin ke sekitar keratinosit.5

Setelah analisis Chi square dan Fisher’s Exact test p=0,605, tidak ada hubungan antara intervensi dengan hiperpigmentasi.

Dari tabel hiperpigmentasi sesudah 2 minggu tehnik insisi dan ekstraktor komedo dijumpai hiperpigmentasi (5%), sedangkan tehnik elektrodesikasi (15%). Dengan analisis Chi square dan Fisher’s Exact test, nilai p=0,605, tidak ada hubungan antara intervensi dengan hiperpigmentasi sesudah 2 minggu pembedahan .

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitan yang dilakukan pada pasien milium superficial di RSUP H. Adam Malik Medan, dimana pada setiap pasien sebagian dilakukan dua intervensi yaitu dengan tehnik insisi disertai ekstraktor komedo dan elektrodesikasi diperoleh hasil :

1. Penyembuhan Luka

Tehnik insisi disertai ekstraktor komedo lebih cepat mengalami penyembuhan , satu minggu (100%) dibandingkan dengan elektodesikasi 1 minggu (45%) dan dua minggu (50%)

Hasil uji Chi Square dan Fisher’s Exact test menunjukkan ada perbedaaan bermakna antara kedua tehnik terhadap lama kesembuhan.

2. Hiperpigmentasi

Tehnik insisi disertai ekstraktor yang mengalami hiperpigmentasi (5%) dan tidak mengalami hiperpigmentasi (95%). Pada tehnik elektrodesikasi yang mengalami hiperpigmentasi (15%) dan tidak mengalami hiperpigmentasi ( 85%) Hasil uji Chi square dan Fisher’s Exact test menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kedua tehnik terhadap hiperpigmentasi.

(53)

5.2. Saran

1.Tehnik insisi disertai ekstraktor komedo dapat direkomendasikan untuk penatalaksanaan milium karena terbukti lebih efektif dditinjau dari proses penyembuhan luka.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Koh HK., Bhawan J. Tumours of The Skin, In :Moschella SL., Hurley HJ.,Dermatology, 3 rd ed., Philadelphia, W.B. Saunders Company, 1992 ; 1721-6

2. Odom, R.B. James W.D. Gerber T.G. : Andrew’s. Diseases of The Skin. 9th ed, Philadelphia, W.D. Saudres Company, 2000 ; 30-31.

3. Cooper S, Milia, Avalilable from www. Emedicine.com, 2007 4. Kunin A, Milia, Available from www. Dermadoctor.com, 2007

5. Paller A, Horny RL., Mancini AJ., Wayne A., Common Skin Condition In Neonatus, dalam : The Compendium of Infant Skin Care, Volume 6, Johnson & Johnson Consumer Companies Inc., 1999 ; 1

6. Paller AS., Mancini AJ, Cutaneus Disorder of The Newborn, In : Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology, 3 rd ed., Elsevier Inc., 2006; 21-3

7. Taieb A., Boralevi F.,Commont Transient Neonatal Dermatosis, In : Harper J., Orange A., Pore N., Textbook of Pediatric Dermatology, 2 nd ed, Blackwell Publishing Ltd, 2006; 55-65

8. Rook et all, Text Book of Dermatology, Oxfort, Black will Scientific Publication ; 2000 ; 182-3

9. Christopher Ng, Camden, Milium, available from www. Skin-disease.org, 2008

10. Pulliam PN, Milia, available from Covenant Care Pediatrics, 2005

11. Standley JR, Epidermal And appendageal Tumours. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 6thed, New York: Mc Graw-Hill, 2003 ; 780

(55)

13. Anes ZM, Safitri A, Tumor Kulit Jinak dan Ganas, In : Burnst T, Brown GB, Dermatology, edisi kedelapan, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2002; 90-5

14. Standley JR, Inherited Epidermolysis Bullosa. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 6thed, New York: Mc Graw-Hill, 2003;601

15. Standley JR, Epidermolysis Bullosa Acquisita. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 6thed, New York: Mc Graw-Hill, 2003:611

16. Fitzpatrick T.B, Johnson RA., Polano MK., Suurmond D., Wolff K., Milium, In: Fitzpatrick T.B, Johnson RA., Polano MK., Suurmond D., Wolff K., Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology, 2nd ed, USA, Mc Graw-Hill, 1992: 184-5.

17. Oberklaid F., Kaminsky L., Milia ( Newborn Facial Spots) available from Raising Children Network, The Australian Parenting Website, May 2006. 18. Berman K., Milia, Available From www. Scripps.org.April 2007.

19. Agrawal R., Milia, Available from www. Medline. Com, March 2007 20. Lever WF, Schaumburg – Lever G. Milia, Histopathology of the skin. 6th

edition, J.B. Philadelphia, Lippincott Company, 1983 ; 559-53 21. Milia, Available from www. Bigskincare. com, 2007

22. Crisey JT., Milium, In: Frankel DH, Field Guide To Clinical Dermatology, 2 nd ed, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia, 2006;124-5

(56)

24. Buckhart CN., Katz KA., Other Topical Medications, Keratolilytic Agents, In : Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8thed, Volume II, New York: Mc Graw-Hill, 2008 ; 2130-7

25. Kang S., Vorhees JJ., Topical Retinoids, In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8thed, Volume II, New York: Mc Graw-Hill, 2008 ; 2106-12

26. Black D., Josse G., Rouvrais C., Lagarde J.M., Skin Care Products For Normal, Dry And Greasy Skin, In: Baran R., Maibach H.I., Textbook Of Cosmetic Dermatology, 3 th ed,United Kingdom, Taylor And Francis Group, 2005 : 203-23.

27. Bonner MW., Benson PM., James WD., Topicals Antibiotics, In : Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8thed, Volume II, New York: Mc Graw-Hill, 2008 ; 2113-5

28. Ronardy PH, Kuretase, Kauter dan Diatermi, dalam: Burge S, Rayment R, SimpleSkin Surgery, Cetakan I, Jakarta, Penerbit Widya Medika, 1993 : 47-57

29. Dahlan S., Dasar-dasar Bedah Kulit, dalam: Yogyartono P, Jayanata K, Dianto P, Ernawati D, Buku Panduan Penatalaksanaan Bedah Kulit 1, Edisi kedua, Semarang, FK UNDIP RSUP.Dr. Kariadi, 2000 ; 33-42

30. Siregar R., Instrumen, dalam : Lokakarya dan Workshop Bedah Kulit Dasar 2008, Medan, 24-26 April 2008

(57)

32. Ronardy PH, Bedah Beku (Cryosurgery), dalam: Burge S, Rayment R, Simple Skin Surgery, Cetakan I, Jakarta, Penerbit Widya Medika, 1993: 58-66

33. Dewi N., Wiyakti R., Cryosurgery (Bedah Beku), dalam: Lokakarya dan Workshop Bedah Kulit Dasar 2008, Medan, 24-26 April 2008

34. Indrasari D., Pengelupasan Kulit Secara Kimiawi, Simposium Dan Kursus Cantik Di Era Milenium, Medan, 2004 ; 15-9

35. Lestari S., Preoperative Preparation, Lokakarya Dan Workshop Bedah Kulit Dasar 2008, Medan, 2008

36. Wijaya ES., Pengelupasan Kimiawi Pada Muka Dan Kegunaannya,dalam: Kumpulan Abstrak Makalah, Symposium & Workshop Skin Rejuvenation, Bandung, 2007

37. Yogyartono P., et al editor, Bedah laser, Dalam: Yogyartono P, Jayanata K, Dianto P, Ernawati D, Buku Panduan Penatalaksanaan Bedah Kulit 1, Edisi kedua, Semarang, FK UNDIP RSUP.Dr. Kariadi, 2000; 62-7

38. Graham B., Colver MA., Kemajuan-kemajuan Baru dalam Bedah Kulit, dalam: Burge S, Rayment R, Simple Skin Surgery, Cetakan I, Jakarta, Penerbit Widya Medika, 1993 : 67-73

39. Muslimin, Santosa P., Harlisa P., Dermabrasi, dalam: Yogyartono P, Jayanata K,Dianto P, Ernawati D, Buku Panduan Penatalaksanaan Bedah Kulit 1, Edisi kedua, Semarang, FK UNDIP RSUP.Dr. Kariadi, 2000 ; 106-22

40. Riaz A.,What Are Different Types Of Blackhead Remover, available at

www.articlebase.com.

41. Baker R, Blackhead Teratment-What Work And What Sucks, Available at

www.articlebase.com

42. Hatta P., Blachead – Effective Treatment For Blackheads, available at www. articlebase.com.

(58)

44. Dewi N., Wiyakti R., Electrosurgery (Bedah Listrik), , Lokakarya Dan Workshop Bedah Kulit Dasar 2008, Medan, 2008

45. Agung R., Lucky H., Bedah listrik, dalam: Yogyartono P, Jayanata K, Dianto P, Ernawati D, Buku Panduan Penatalaksanaan Bedah Kulit 1, Edisi kedua, Semarang, FK UNDIP RSUP.Dr. Kariadi, 2000 ; 141-53 46. Merchandetti M., Cohen AJ., Wound Healing,Healing And Repair

available at www. Emedicine.Com.

47. Li J., KirsnerR.S., Wound Healing, In : Robinson J.K., Sagelmenn R.D., Hanke C.W., Siegel D.M., Surgery Of The Skin Procedur Dermatology, Philadelphia, Elsevier Inc., 2008: 97-151.

48. Syarif MW, Anatomi kulit, dalam: Djuanda A., Hamzah M, Aisah S, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Jakarta, Balai Penerbit FK UI, 2005 ; 3-5 49. Torre J.I.D., Chamber J.A., Wound Healing, Chronic Wounds, available at

www.emedicine.com, 2008

50. Purwoko H.I., Lumbantoruan T., Mekanisme Perbaikan Luka Kutan, Dalam : Media Dermato-Venereologica Indonesiana, Volume 33, Juli 2006 : 140-7

51. Rook/Wilkinson/Ebling, Wound Healing In Texthbook Of Dermatology, London, 1992;Vol 2, 824-30

52. Nancy, Collin, Diabetes, Nutrition And Wound Healing, Available at www. Proquest.com.

53. Falanga V, Mechanisms Of Cutaneous Wound Repair, In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolfd K., Freedberg IM, Austen F., eds., Dermatology In General Medicine, 6th ed, New York, Mc Graw Hill, 2008; 236-44

54. Habif, Thomas, PMD, Wound Healing In Clinical Dermatology, 5 th ed, America, 2004 :810-12

(59)

56. Thomas H, Harriet H., Zamirul H., Physiology Of Wound Healing , Advances In Skin And Wound Care, available at www. Proquest Company, May 200.

57. Fazio MS, Zitelli ZA, Goslen JB, Wound Healing, In: Colman WP, Hanka CW, Alf TH, Asken S ed. Cosmetic Surgery Of Skin Principles And Techniques, 2 nd ed, St. Louis, Mosby Inc, 1997; 28-38

58. Ronardy PH, Masalah-Masalah Luka , dalam: Burge S, Rayment R, Simple Skin Surgery, Cetakan I, Jakarta, Penerbit Widya Medika, 1993 : 89-93

59. Soepardiman L, Kelainan Hiperpigmentasi dan Melasma, Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Jakarta, 1988; 29-31 60. Ortonne JP., Bahandoran P., Hypomelanosis And Hypermelanosis, In:

Fitzpatrick TB., Eisen AZ., Wolff K., eds, Dermatology In General Medicine, 6th ed, Vol I, New York, Mc. Graw-Hill Inc, 2003; 868-2

61. Wasiatmadja SM.,Kelainan Pigmentasi Dalam Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Jakarta, UI-Press, 1997; 190-1

62. Lynde CB., Kraft JN., Lynde CW., Topical Treatments For Melasma And Postinflamatory Hyperpigmentation, available at www. Skin Therapy Letter.com Toruan Tl, Melasma Patofisiologi Dan Gambaran Klinik, Kongres Nasional X Perdoski, simposium Kosmetik, Medan, 2002.

63. Palmer A., PostInflammatory Hyperpigmentation, available at www. About. Com

64. Stulberg Dl.,Clark N., Tovey D., Common Hyperpigmentation Disorders In Adults; Part II, American Family Physician, Volume 68, Number 10, 2003;1963-8

65. Ngan V., Postinflamatory Hyperpigmentation, available at www. Dermnet.NZ, March 2008.

(60)

Lampiran 1 Sudah pernah berobat/ belum : Penyakit lain yang diderita :

(61)

Lampiran 2

Pemeriksaan urine rutin :

• Reduksi :

5. DIAGNOSIS :

4. PENGOBATAN :

• Cara I : Insisi dan ekstraktor komedo • Cara II : Elektrodesikasi

5. FOLLOW UP :

Sesudah Cara I Cara II

1 minggu

2 minggu

(62)

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Penelitian

EFEKTIFITAS PENGOBATAN MILIUM DENGAN INSISI DAN EKSTRAKTOR KOMEDO DIBANDINGKAN DENGAN ELEKTRODESIKASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Dengan Hormat,

Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang efektifitas pengobatan milium yaitu suatu tumor kulit jinak yang disebabkan oleh penyumbatan kelenjar keringat dan akar rambut. Prinsip pengobatannya adalah membuka dan mengangkat tumor tersebut. Sampai saat ini tidak ada pengobatan salep dan tablet/ kapsul yang efektif maka tehnik pembedahanlah yang sering digunakan. Ada beberapa tehnik pembedahan yang dapat dilakukan, sehubungan dengan penelitian ini yang akan dilakukan adalah elektrodesikasi dan insisi disertai ekstraktor komedo.

Tehnik elektrodesikasi adalah suatu cara pengobatan milium yang menggunakan satu alat listrik khusus. Alat ini mengalirkan arus pendek yang disalurkan melalui jarum kecil dan kemudian akan membakar/ merusak milium tersebut sampai kapsulnya. Tehnik ini merupakan tindakan baku di RSUP. H. Adam Malik.Tehnik insisi disertai ekstraktor komedo merupakan cara pengangkatan milium dengan membuka atap milium dengan jarum kecil (insisi) setelah terbuka isi milium akan dikeluarkan dengan cara menekan daerah sekelilingnya dengan alat ekstraktor komedo, sehingga kapsul dan isi milium terangkat semua. Di RSUP. H. Adam Malik tehnik ini juga dilakukan namun jarang.

Kedua cara ini akan dilakukan pada pasien yang memiliki milium lebih dari satu tempat, misalnya daerah kiri dan kanan atau atas dan bawah pada daerah wajah. Sebelum dilakukan pembedahan akan diberikan obat bius berupa salep sehingga tidak menyakitkan dan pemberiannya sekitar satu jam sebelum pembedahan. Kedua tehnik ini dapat menimbulkan efek samping berupa luka dan menghitam pada bekas luka setelah pembedahan. Keadaan tersebut bersifat sementara dan akan hilang pada akhirnya. Keadaan inilah yang nanti akan saya nilai berapa lama kesembuhan dan seberapa berat dan lamanya hitam tersebut menghilang.

Setelah dilakukan pemeriksaan, penyakit anda/ anak/ adik anda adalah milium dan berada pada dua tempat berbeda. Karena anda memenuhi syarat untuk penelitian, saya mengharapkan anda/ anak/adik anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Adapun biaya tindakan atau penelitian ini seluruhnya akan ditanggung oleh peneliti. Jika tidak ikut serta dalam penelitian ini pengobatan penyakit anda/ anak/ adik anda yang akan dilakukan adalah tehnik elektrodesikasi karena merupakan tindakan baku di RSUP. H. Adam Malik..

(63)

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan : No. KTP/ Lainnya :

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang tujuan, manfaat serta resiko yang mungkin timbul dalam penelitian berjudul :

EFEKTIFITAS PENGOBATAN MILIUM DENGAN INSISI DAN EKSTRAKTOR KOMEDO DIBANDINGKAN DENGAN ELEKTRODESIKASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Dan mengetahui serta memahami bahwa subjek dalam penelitian sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta/

mengikut-sertakan anak/adik saya bernama :...dalam uji penelitian dan bersedia berperan

serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati

dalam penelitian tersebut di atas. Medan,...2008

Mengetahui Yang menyatakan

Penanggung Jawab Penelitian Peserta uji klinik (dr. Siska Anggreni Lubis) (...)

Gambar

TABEL I :  Karakteristik demografi responden ......................................
Gambar 1. Penampang Kulit
Tabel 1. Karakteristik demografi responden
Tabel 2. Karakteristik penyakit
+4

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar matematika adalah dari prestasi yang diperolehnya. Prestasi belajar matematika siswa, baik

[r]

kepala madrasah MTsN 1 Tulungagung, kepala madrasah menggerakkan kepada guru-guru untuk disiplin, memberikan contoh teladan pada bawahannya serta membimbing setiap aktivitas

Adapun tujuan dari penelitiann ini adalah (1) Tersedianya aplikasi pemetaan atau informasi geografis SMP Negeri di Kecamatan Tampan yang berbasis Mobile untuk

minuman beralkohol menjadi bermasalah jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak karena akan. menimbulkan efek yang

Arsitektur eropa pada abad itu bersifat Ekletik dengan banyak bangunan elitnya yang terjebak dalam gaya dari masa lalu atau disebut Neo-Klasikisme.. Arsitektur pada era

Penerapan tema pada bangunan adalah dengan membuat disain yang terdiri dari berbagai unsur-unsur yang tedapat pada bangunan tradisional Jepang yang kemudian digabungkan

Rumusan Kompetensi Dasar dikembangkan dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran1. Kompetensi Dasar