• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Prioritas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Terminal Sarantama (Study Kasus Terminal Sarantama Kota Pematang Siantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Prioritas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Terminal Sarantama (Study Kasus Terminal Sarantama Kota Pematang Siantar)"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRIORITAS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS FUNGSI TERMINAL SARANTAMA

(STUDI KASUS TERMINAL SARANTAMA KOTA PEMATANG SIANTAR)

TESIS

Oleh

DJAMAHAEN PURBA

057016006/TS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

Judul Tesis :

ANALISIS PRIORITAS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS FUNGSI TERMINAL

SARANTAMA (STUDI KASUS TERMINAL SARANTAMA

KOTA PEMATANG SIANTAR)

Nama Mahasiswa

:

Djamahaen Purba

Nomor Pokok

:

057016006

Program Studi

:

Teknik Sipil

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

)

(

Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT

)

Ketua

Anggota

Ketua Program Studi,

Direktur,

(

Dr. Ir. Roesyanto, MSCE

)

(

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc

)

(3)

Tanggal 06 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

Anggota

:

1. Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT

2. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE

3. Dr. Ir. A. Perwira Tarigan, M.Sc

4. Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng, Sc

5. Ir. Syahrizal, MT

(4)

ABSTRAK

Dalam rangka mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efesien pemerintah telah menyediakan banyak fasilitas yang diharapkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat. Namun kenyataan dapat dilihat dari sekian banyak fasilitas yang ada, masih banyak yang belum dimanfaatkan dengan semestinya oleh masyarakat. Salah satunya, adalah terminal yang merupakan tempat untuk naik dan turunnya penumpang, perpindahan moda dan tempat istirahat bagi pengemudi angkutan umum. Berdasarkan pengamatan terdapat beberapa tempat yang dimanfaatkan sebagai Terminal bayangan, seperti persimpangan dekat lokasi dan menuju lokasi Terminal, pool angkutan umum dan agen atau kantor administrasi perusahaan angkutan umum. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya Terminal sebagai suatu sarana simpul transportasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analytical Hierarchy Process dengan pengamatan dan wawancara langsung pada sasaran penelitian dan Metode Antrian sebagai evaluasi kapasitas eksisting. Subyek penelitian adalah para stakeholder yang terlibat dalam penentuan efektifitas Terminal yaitu penumpang (user), pemerintah (regulator) dan pengemudi/pengusaha (operator).

Pengamatan dan wawancara dilakukan pada Terminal, pool, persimpangan dekat Terminal dan agen/kantor administrasi perusahaan angkutan dan jumlah subyek yang digunakan berjumlah 94 orang yang terdiri dari ; 11 orang mewakili pemerintah, 53 orang dari calon penumpang dan 30 orang dari pengemudi dan pengusaha angkutan umum. Dengan wawancara, diperoleh data tentang kriteria-kriteria/faktor-faktor yang mengakomodasikan ketidak efektifan penggunaan Terminal. Dan survei data untuk evaluasi kapasitas dilakukan diluar Terminal, pada 14 lokasi tempat pemberhentian dan keberangkatan bus AKDP dengan anggapan kondisi tersebut adalah kondisi yang terjadi di Terminal Sarantama.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, diperoleh hasil bobot otoritas untuk masing-masing komponen yang berinteraksi paling mempengaruhi dalam komponen prasarana yaitu Bus AKDP 38.00 %, AKAP 20.60 % , ANGKOT 17.20 %, ANGDES 14.60 % dan BETOR 9.00 % Sedangkan prioritas lokal kriteria yang memerlukan penanganan sekala prioritas yaitu Kriteria Fasilitas Terminal (27.10 %), Kriteria Keamanan Terminal (26.30 %), Kriteria Tingkat Pelayanan jalan (21.20 %), Kriteria Aksessibilitas (13.60 %) dan Kriteria Kenyamanan Terminal (12.43 %).

(5)

ABSTRACT

To create an effective and efficient transportation system, government has prepared many facilities for best utilization of public. But in reality, to see many facilities available, some of them is underutilizated duly by public. One of them is a Terminal as loading and unloading of passengers, the displacement of moda and resting area for public transport drivers. Based on the observation there is some obscure Terminal, such as crossroad near location and toward Terminal location, public transport pool and agent or arch was conducted to determine the priority of factors effecting the ineffectiveness of Terminal as transportation facility.

This research used the Analytical Hierarchy Prosess method by direct observation and interview on target of research and queuing method as evaluation of existing capacity. The subject of research was the stakeholders involved in determination of Terminal effectiveness, i.e., users (passengers), regulator and operator.

The observation and interview were conducted in Terminal, pool, cross road near the Terminal and agent/administration office of transport organization, and there were 94 subject consisting of 11 representatives of regulator, 53 users and 30 operators and managers of public transport. Through and interview, criteria/factors accommodating the ineffectiveness of use have been gained. And data survey for capacity evaluation was made outside of Terminal, in 14 locations of halt and departure of AKDP bus under assumption that the condition was a real circumtance in Terminal of Sarantama. Based on the analysis, the result of otority volume for each component the most influential interaction in component of facility was bus AKDP 38.00 %, AKAP 20.60 %, ANGKOT 17.20 %, ANGDES and BETOR 9.00 %. Local priority needing handling are Terminal facilities criterion (27.10 %), environment security criterion (26.30 %), traffic service criterion (21.20 %), accessibility criterion (13.60 %) and environment freshness criterion (12.43 %).

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 8 Februari 1971, sebagai

anak pertama dari enam bersaudara keluarga Alm. Udin Purba.

Pada Tahun 1995 penulis menyelesaikan studi program S-1 Teknik Sipil pada Institut

Teknologi Medan (ITM) dan memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST).

Sejak Tahun 1995 s/d 2003 penlis bekerja di beberapa perusahaan jasa kontruksi dan

jasa konsultasi.

Pada

Tahun

2004

diangkat

menjadi

Pegawai

Negeri

Sipil

(PNS)

Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun dan ditempatkan pada Dinas Pekerjaan Umum

Bina Marga.

Pada Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Sekolah

Pascasarjana pada Program Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Penulis menikah pada tahun 2004 dengan Julita Raya Br. Sitanggang dan dikaruniai 1

orang anak bernama Albertdin Yehezkiel Purba dan 1 orang putri bernama Henlini Setia

Purba.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman :

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR………... iii

RIWAYAT HIDUP………... vi

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR TABEL………... xi

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. . xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1

1.2 Perumusan masalah………... 6

1.3 Maksud dan Tujuan Pelitian………... 7

1.4 Manfaat Penelitian………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori……… 11

2.1.1 Definisi Efektifitas………. 11

2.1.2 Fasilitas Perpindahan Penumpang………. 13

2.1.3 Terminal Penumpang Angkutan Umum…………. 14

2.1.4 Prasarana Terminal………. 21

2.1.5 Kapasitas Terminal………..………... 25

2.1.6 Aksessibilitas………. 26

(8)

2.1.8 Tingkat Pelayanan Jalan……….. 28

2.1.9 Penyelenggaraan Terminal………... 30

2.1.10 Penetapan Kriteria Efektifitas Terminal…………... 33

2.2 Analisa Keputusan……….. 36

2.3 Metoda Proses Hirarki Analitik (PHA)..………... 39

2.4 Teori Antrian………..………... 56

2.4.1 Model Antrian……….………... 59

2.4.2 Pengujian Distribusi………. 61

2.5 Studi Yang Pernah Dilakukan..……… 62

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran…….………... 63

3.2 Hipotesis Penelitian..……… 67

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian………... 69

4.2 Penelitian Penentuan Prioritas (PHA)……... 69

4.2.1 Metode Pengumpulan data………. 70

4.2.2 Metode Pemilihan Responden..………. 71

4.2.3 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data.………... 74

4.3 Penelitian Kapasitas Ruang Parkir (Model Antrian)……….. 78

4.3.1 Metode Pengumpulan Data…………... 79

(9)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum………. 92

5.1.1 Kondisi Geografis……….... 92

5.1.2 Kondisi Topograpi……… 92

5.2 Kondisi Transportasi……… 93

5.2.1 Sistem Pergerakan……… 93

5.2.2 Simpul Transportasi………... 93

5.2.3 Route Angkutan Umum……….. 94

5.2.4 Terminal Sarantama dalam SistemJaringan Transportasi Kota Pematang Siantar………... 95

5.3 Analisis Kriteria Efektifitas.. ………. 96

5.3.1 Tingkat Pelayanan Jalan………. 97

5.3.2 Aksessibilitas………. 98

5.3.3 Fasilitas dan Manajemen Terminal……… 99

5.3.4 Keamanan Terminal……… 99

5.3.5 Kenyamanan Lingkungan……….. 100

5.4 Penyusunan Struktur Hirarki…………... 103

5.5 Analisis Pembobotan Otoritas Komponen……… 104

5.6 Analisis Bobot Prioritas Kriteria……….. 110

5.7 Analisis Prioritas Lokal……… 121

5.8 Analisis Kapasitas Ruang Parkir Terminal Untuk Bus AKDP……… 123

5.8.1 Analisis Data Kedatangan Kenderaan…... 123

5.8.2 Uji Kecukupan Data………... 123

(10)

5.8.4 Penghitungan Kapasitas Terminal (eksisting)………... 127 5.9 Pengujian Hipotesis………... 133

5.10 Hasil Diskusi Studi Yang Pernah Dilakukan……… 133

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul

Halaman

1.1

Penentuan Lokasi Terminal Tipe A……….. 8

1.2

Hasil Notulen Rapat Optimalisasi Terminal Sarantama Dan Wawancara

Tak Terstruktur ……… 9

1.3

Daftar Perusahaan Angkutan Yang Melakukan Penyimpangan

Trayek………... 10

2.1

Komponen Fasilitas Aktifitas Terminal……… 23

2.2

Kapasitas Jalan Raya……… 29

2.3

Sekala Penilaian Perbandingan Berpasangan………... 46

2.4

Nilai Indeks Random……… 53

5.1

Jumlah Perusahaan Angkutan di Kota Pematang Siantar……... 95

5.2

Tingkat Pelayanan Jalan Sekitar Terminal dan Persimpangan……..……. 97

5.3

Penilaian Fasilitas Utama dan Pendukung Terminal Sarantama…………. 101

5.4

Data Tindak Kriminal di Terminal Sarantama………. 102

5.5

Matriks Otoritas Komponen Perbandingan Berpasangan……… 104

5.6

Bobot Otoritas Komponen Pemerintah (responden pertama)... 107

5.7

Rekapitulasi Bobot Otoritas Komponen Pemerintah…... 108

5.8

Rekapitulasi Bobot Otoritas Komponen User………. 108

5.9

Rekapitulasi Bobot Otoritas Komponen Operator……….. 109

5.10

Bobot Rata-rata Prioritas Kriteria Komponen……… 110

5.11

Matriks Kriteria Perbandingan Berpasangan (responden pertama)……… 111

(12)

5.13

Bobot Prioritas Kriteria Komponen User………… ……… 115

5.14

Bobot Prioritas Kriteria Komponen Pemerintah………. 116

5.15

Bobot Prioritas Kriteria Komponen Operator………. 117

5.16

Bobot Rata-rata Prioritas Kriteria……… 118

5.17

Bobot Prioritas Lokal Kriteria………. 121

5.18

Uji Kecukupan Data Kedatangan Kenderaan………. 124

5.19

Uji Kecukupan Data Keberangkatan Kenderaan……… 125

5.20

Pengujian Distribusi Poisson Bus AKDP H-1……… 126

5.21

Pengujian Distribusi Poisson Bus AKDP H-2……….... 127

(13)

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman

2.1

Bagan Alir Proses Terminal Penumpang Umum……… 24

2.2

Konfugurasi Parkir Antrian Bus………. 28

2.3

Struktur Hirarki AHP………. 43

2.4

Model Antrian Dengan Satu Fasilitas Pelayanan………... 58

2.5

Model Antrian Dengan Banyak Fasilitas……….. 59

2.6

Model M/M/1/1……….. 59

3.1

Kerangka Pemikiran Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Efektifitas Terminal Sarantama………

67

4.1

Bagan Alir Penelitian Penentuan Prioritas………. 91

5.1

Hirarki Kriteria Penilaian Efektifitas Terminal Sarantama……… 103

5.2

Diagram Bobot Prioritas Lokal Kriteria……… 122

5.3

Grafik Distribution Poisson Bus AKDP-H1……… 126

5.4

Grafik Distribution Poisson Bus AKDP-H2 101……… 127

[image:13.612.93.543.154.553.2]
(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Judul

Halaman

I.

Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Fungsi

Terminal Sarantama (Running Expert Choice)………. 140

II.

Analisis Data Masing-masing Komponen dan Kriteria (Running

Expert Choice)……….………. 144

III.

Gambar Peta dan Kondisi Eksisting………..………... 183

IV.

Analisis Kondisi Eksisting………..………..….. 193

V.

Analisis Antrian….……….. 197

VI.

Format Kuesioner……….……… 209

[image:14.612.89.533.178.566.2]
(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Pematang Siantar sebagai salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki luas 79.91 Km2 yang terdiri dari 6 kecamatan dan 43 kelurahan dengan jumlah penduduk 246.277 jiwa (kota Pematang Siantar dalam angka, Tahun 2007), sedang berbenah diri diberbagai sektor kehidupan guna mencapai visi Kota Pematang siantar yaitu “Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Yang Maju, Indah, Nyaman dan Beradap”. Artinya Kota Pematang Siantar diharapkan dimasa mendatang semakin memiliki peranan penting dalam perdagangan dan jasa. Dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara Kota Pematang Siantar memiliki fungsi sebagai kota perdagangan dan jasa yang melayani wilayah tengah Propinsi Sumatera Utara menjadikan perkembangan dan pertumbuhan kota semakin besar.

Sesuai hal tersebut diatas dari sudut pandang transport dimana arus distribusi orang, barang, dan jasa dari suatu lokasi ke lokasi lain, kemudian berhenti pada konsumen akhir, hanya dimungkinkan terjadi dengan baik bila didukung sarana dan prasarana transportasi yang baik.

(16)

pelayanan yang sebaik-baiknya, yang mana pelayanan ini menyangkut pandangan pihak-pihak yang terkait yaitu pihak pengelola Terminal dalam hal ini pemerintah (regulator) dan pihak pengguna jasa layanan (operator dan User).

Terminal Sarantama ditetapkan sebagai Terminal penumpang tipe A di yang berada di Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Martoba (pusat kegiatan sekunder), Kota Pematang Siantar, Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu simpul jaringan transportasi jalan sesuai dengan keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 1361/AJ.106/DRJD/2003, yang mana pembangunan Terminal Sarantama sebagai prasarana simpul transportasi tipe-A tentunya telah mengikuti ketentuan persyaratan yang ada. Dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan, Terminal Sarantama sudah memenuhi persyaratan penempatan lokasi seperti pada Tabel 1.1, yang artinya penempatan lokasi Terminal Sarantama telah mengikuti rencana tata ruang Kota Pematang Siantar dan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan.

Ditinjau dari tipenya Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), dan atau angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100 kenderaan/jam.

(17)

lebih buruk lagi sebagian besar lokasi pool-pool dan kantor-kantor/agen tersebut berada disepanjang jalan pusat kota yang tentunya semua itu berdampak negatif terhadap lalu-lintas, keindahan dan kenyamanan kota Pematang Siantar sendiri, kondisi eksisting pada Gbr. 1.1 s/d 1.10 pada lampiran III.

Berdasarkan hasil wawancara tak struktur dengan pihak pengelola yang dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar yang diwakili kasie. Terminal menyebutkan telah berbagai upaya telah dilakukan, yang antara lain :

[image:17.612.91.556.262.619.2]

1. Menggelar rapat dengan instansi terkait, organda dan pagayuban awak angkutan setempat, Tabel 1.2.

2. Menentukan route perjalanan/trayek angkutan umum, Tabel 1.3.

3. Melakukan tindakan terhadap perusahaan angkutan umum yang melakukan penyimpangan trayek, Tabel 1.4.

Abubakar (1996), ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kinerja Terminal yaitu faktor eksternal dan faktor internal :

(18)

2. Faktor eksternal, seperti : aksess keluar masuk menuju lokasi Terminal, kondisi arus lalu lintas di sekitar Terminal, struktur wilayah untuk mencapai efektifitas/ efesiensi dalam pelayanan terhadap elemen perkotaan dan biaya.

Abubakar (1992), komponen prasarana transportasi yang seharusnya ada pada sebuah Terminal adalah disesuaikan dengan fungsi Terminal yang ingin dicanangkan. Karena pada dasarnya komponen prasarana yang disediakan dalam seluruh Terminal dimaksudkan untuk mengantisipasi ataupun melayani mekanisme pergerakan yang ada. Jika ditinjau dari sistem Terminal maka akan ditemui pada sistem tersebut sekumpulan komponen pengguna jasa layanan yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Antara komponen prasarana yang ada dan aktifitas dalam Terminal yang berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan pengguna jasa layanan dalam pemanfaatan Terminal. Komponen-komponen tersebut antara lain :

1. Moda angkutan umum (bus, angkot, taksi dan moda angkutan lain). 2. Penumpang dan calon penumpang.

3. Kenderaan pribaadi dan para pejalan kaki.

Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tidak efektif-nya fungsi Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A bagi komponen pengguna jasa layanan, sebagai berikut :

1. Fasilitas dan manajemen : jumlah bus, kapasitas, penataan parkir dan sirkulasi, sistem informasi, komponen prasarana yang mendukung.

(19)

3. Tingkat pelayanan jalan, kondisi jalan didalam dan sekitar Terminal.

4. Keamanan lingkungan, kondisi lingkungan terhadap tindak kriminalitas.

5. Kenyamanan lingkungan, kondisi terhadap polusi suara, udara dan kebersihan lingkungan didalam lingkungan Terminal.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, efektifitas Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A dapat ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhi komponen pengguna jasa layanan dalam tinjauan ini adalah angkutan umum penumpang yang masuk kedalam Terminal, maka timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Angkutan umum penumpang (ANGKOT, BETOR, ANGDES, AKDP dan AKAP) mana yang berpengaruh terhadap efektifitas Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A.

2. Faktor-faktor (Tingkat pelayanan jalan, Aksessibilitas, Keamanan lingkungan, Kenyamanan lingkungan, Fasilitas dan manajemen) mana yang sangat mempengaruhi angkutan umum penumpang terhadap efektifitas Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan , maka maksud dari penelitian ini melakukan analisis prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas fungsi Terminal Sarantama.

(20)

1. Menganalisis angkutan umum penumpang yang berpengaruh menurut penilaian stakeholder (operator, user dan regulator) terhadap tinjauan efektifitas Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A.

2. Menganalisis faktor-faktor yang sangat mempengaruhi efektifitas fungsi Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A menurut penilaian stakeholder dan kondisi eksisting sebagai prioritas penanganan.

1.4 Manfaat Penelitian

(21)
(22)
(23)
(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Efektifitas

Sri Haryani (2007), pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efesien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efesiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya.

Istilah efektif (effective) dan efesien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Tentang arti dari efektif maupun efesien terdapat beberapa pendapat. Menurut Chester dalam Imam Subarkah (2007), menjelaskan bahwa arti efektif dan efesien adalah sebagai berikut :

“When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”.

(25)

dicari-cari dari kegiatan itu mempunyai nilai tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efesien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efesien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak.

Menurut Peter Drucker dalam Menuju SDM Berdaya (Kisdarto, 2002 : h.139), menyatakan “doing the right things is more important than doing the things right”. Selanjutnya dijelaskan bahwa : “effectiveness is to do the right things : while efficiency is to do the things right” (efektifitas adalah melakukan hal yang benar : sedangkan efesiensi adalah melakukan hal secara benar). Atau juga

“effectiveness means how far we achieve the goal and efficiency means how do we mix various

resources properly” (efektifitas berarti sejauh mana kita mencapai sasaran dan efesiensi berarti bagaimana kita mencampur sumber daya secara cermat).

Efesien tetapi tidak efektif berarti dalam memanfaatkan sumberdaya (input) baik, tetapi tidak mencapai sasaran. Sebaliknya, efektif tidak efesien berarti dalam mencapai sasaran menggunakan sumber daya berlebihan atau lazim dikatakan ekonomi biaya tinggi. Tetapi yang paling parah adalah tidak efesien dan juga tidak efektif, artinya adanya pemborosan sumber daya atau penghamburan-hamburan sumber daya tanpa mencapai sasaran. Efesiensi harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (mearsurable), sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif.

(26)

Efektif dikaitkan dengan kepemimpinan (leadership) yang menentukan hal-hal yang harus dilakukan (what are the things to be accomplished), sedangkan efesien dikaitkan dengan manajemen, yang mengukur bagaimana sesuatu dapat dilakukan sebaik-baiknya (how can certain things be best accomplished).

2.1.2 Fasilitas Perpindahan Penumpang

Fasilitas perpindahan penumpang angkutan umum dapat didefinisikan suatu tempat dimana terdapat fasilitas bagi penumpang agar dapat naik ke atau turun dari angkutan umum. Fasilitas perpindahan penumpang merupakan bagian dari sistem penyediaan angkutan umum, sehingga eksistensi dan pengoperasian fasilitas perpindahan numpang harus pula ditujukan untuk mempercepat proses transper, memberikan informasi yang diperlukan, tidak mengganggu aktifitas disekitar kawasan.

2.1.3 Terminal Penumpang Angkutan Umum

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 2002, Terminal angkutan penumpang merupakan salah satu bagian dari sistem transportasi, tempat kenderaan umum mengambil dan menurunkan penumpang dari satu moda ke moda transportasi yang lainnya, juga merupakan prasarana angkutan penumpang dan menjadi unsur ruang yang mempunyai peran penting bagi efesiensi kepentingan wilayah.

(27)

ada pada Terminal disamping akan mempengaruhi efesiensi dan efektifitas sistem angkutan umum secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan pelayanan yang baik yang dapat berfungsi secara efektif dan efesien dalam mengantisipasi kebutuhan pergerakan di dalam Terminal. Dan untuk mengopt imalkan fungsinya, maka kapasitas Terminal harus cukup memadai, Terminal harus dapat menghasilkan mobilitas yang tinggi melalui penyediaan fasilitas-fasilitas yang memadai.

A. Fungsi Terminal

Terminal adalah titik simpul berbagai moda angkutan, sebagai titik perpindahan penumpang dari moda satu kemoda yang lain atau dari berbagai moda ke suatu moda, juga suati titik tujuan atau titik akhir orang setelah turun melanjutkan berjalan kaki ke tempat kerja, rumah atau pasar, dengan kata lain Terminal adalah suatu titik henti.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dalam buku Menuju lalu-lintas dan Angkutan jalan yang tertib (edisi yang disempurnakan) pada BAB IX tentang transportasi jalan halaman 93, menyatakan fungsi Terminal transportasi jalan dapat ditinjau dari 3 unsur, adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Terminal bagi Penumpang (user), adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari suatu moda atau kenderaan ke moda atau kenderaan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas-fasilitas parkir kenderaan pribadi.

2. Fungsi Terminal bagi pengusaha dan pengemudi (operator), adalah untuk pengaturan operasi bus, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas pangkalan.

(28)

B. Jenis Terminal

Sesuai dengan Pasal 41 Bab VI Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan dan Pasal 2 Bab II Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, mengklasifikasikan Terminal menjadi tiga tipe yaitu :

1. Terminal penumpang tipe A, adalah Terminal penumpang yang berfungsi melayani kenderaan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi (AKAP) dan angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT) dan angkutan pedesaan (ANGDES ).

2. Terminal penumpang tipe B, adalah Terminal penumpang yang berfungsi melayani kenderaan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT) dan angkutan pedesaan (ANGDES).

3. Terminal penumpang tipe C, adalah Terminal penumpang yang berfungsi melayani kenderaan umum untuk angkutan pedesaan (ANGDES).

Klasifikasi Terminal ini yang biasanya mendasari kriteria suatu perencanaan karena dengan fungsi pelayanan yang berbeda tentu akan menuntut fasilitas yang berbeda pula. Namun konsep perencanaan diantara ketiganya tidak akan berbeda sebagai fasilitas yang melayani perpindahan pergerakan penumpang pemakai jasa layanan angkutan.

(29)

pertemuan antara angkutan kota dan angkutan pedesaan sehingga banyaknya Terminal lokal tergantung banyaknya titik pertemuan antara angkutan kota dan angkutan pedesaan.

C. Keriteria Pembangunan

Dalam pembangunan sebuah Terminal penumpang berbagai hal harus dipertimbangkan agar tercapai tujuan dan sasaran. Menurut Abubakar (1996), pembangunan sebuah Terminal mempertimbangkan 4 faktor yaitu :

1. Terminal harus dapat menjamin kelancaran arus angkutan baik penumpang maupun barang.

2. Terminal hendaknya sesuai dengan rencana tata ruang.

3. Lokasi Terminal hendaknya dapat menjalin penggunaan dan operasi kegiatan Terminal yang efesien dan efektif.

4. Lokasi Terminal hendaknya tidak mengakibatkan gangguan pada kelancaran arus kenderaan umum, dan keamanan lalu lintas kota serta lingkungan hidup sekitarnya.

D. Fasilitas Terminal Penumpang

Biasanya didalam Terminal terdapat fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi penumpang dan penghantar atau penjemput, kenderaan dan pengemudi, dan pengelola. Sesuai dengan Pasal 2 Bab II Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, fasilitas Terminal terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang, adalah sebagai berikut :

(30)

1) Areal keberangkatan, yaitu pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang umum untuk menaikkan penumpang (loading) dan untuk memulai perjalanan.

2) Areal kedatangan, atau pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang umum untuk menurunkan penumpang (unloading) yang dapat pula merupakan akhir dari perjalanan.

3) Areal menunggu, yaitu pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang umum untuk beristirahat dan siap untuk menuju jalur pemberangkatan.

4) Areal lintas, yaitu pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang umum untuk beristirahat sementara dan untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. 5) Areal tunggu, yaitu pelataran tempat menunggu yang disediakan bagi orang yang akan

melakukan perjalanan dengan kenderaan angkutan penumpang umum.

6) Bangunan kantor Terminal, yaitu suatu bangunan yang biasanya di gabung dengan menara pengawas yang berfungsi sebagai tempat untuk memantau pergerakan kenderaan dan penumpang dari atas menara.

7) Pos pemeriksaan KPS (Kartu Pengawasan Setempat), yaitu pos yang biasanya berlokasi di pintu masuk dari Terminal yang berfungsi memeriksa terhadap masing-masing angkutan umum yang memasuki Terminal.

(31)

9) Rambu-rambu lalu-lintas dan petunjuk informasi yang berupa petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan, hal ini harus tersedia karena sangat penting untuk memberikan informasi bagi penumpang baik yang akan meninggalkan maupun baru tiba di Terminal yang bersangkutan sehingga tidak tersesat dan terkesan semrawut.

II. Fasilitas Penunjang, selain fasilitas utama dalam sistem Terminal terdapat pula fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap, yang antara lain :

1) Ruang informasi dan pengaduan, yaitu untuk memberikan informasi kepada para penumpang maupun pengaduan apabila terjadi sesuatu terhadap penumpang, misalkan kehilangan barang, banyaknya calo, para awak angkutan umum menaikkan tariff angkutan diatas tarif yang berlaku .

2) Ruang pengobatan, tempat memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. 3) Ruang penitipan barang

4) Ruang istirahat sopir 5) Docking kenderaan umum 6) Musholla.

7) Kamar mandi atau WC (water closed). 8) Kios atau kantin.

9) Telepon umum.

10) Taman dan lain-lain.

(32)

Komponen prasarana transportasi yang seharusnya ada pada sebuah Terminal adalah disesuaikan dengan fungsi Terminal yang ingin dicanangkan. Karena pada dasarnya komponen prasarana yang disediakan dalam seluruh Terminal dimaksudkan untuk mengantisipasi ataupun melayani mekanisme pergerakan yang akan timbul.

Mekanisme pergerakan yang mungkin timbul dari sebuah Terminal dapat dijadikan sebuah dasar dari suatu mekanisme pergerakan yang paling lengkap yang mungkin ada dalam sebuah Terminal. Dengan demikian, prasarana yang harus disediakan mampu mengantisipasi pelayanan ataupun pergerakan seperti pada Tabel 2.1.

Jika ditinjau dari sistem Terminal, maka akan ditemui pada sistem tersebut sekumpulan komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Antara komponen prasarana yang ada dan aktifitas dalam Terminal sangat berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan pengguna jasa layanan dalam pemanfaatan Terminal. Komponen-komponen tersebut antara lain :

1. Moda angkutan umum (bus, angkot). 2. Penumpang.

3. Calon penumpang yang diatur (kiss & ride).

4. Calon penumpang yang membawa kenderaan sendiri dan memarkir kenderaannya (park & ride).

5. Pejalan kaki.

(33)

Melalui bagan alir proses pergerakan dalam Terminal maka akan terlihat kegiatan-kegiatan yang dialami oleh penumpang, barang dan kenderaan atau satuan lalu-lintas pada saat diproses melalui fasilitas Terminal. Gambaran proses tersebut dapat dilihat pada Gbr.2.1 yang memperlihatkan Terminal angkutan kota konvensional yang berguna untuk menerangkan karakteristi Terminal, juga merupakan alat yang sangat membantu mengevaluasi permasalan operasional.

(34)
(35)

Pada dasarnya terdapat dua konsep dari kapasitas Terminal, dimana pengertiam dari kapasitas Terminal adalah suatu ukuran dari volume yang melalui Terminal atau sebagian dari Terminal. Konsep pertama dari kapasitas Terminal yaitu kemungkinan arus lalu-lintas maksimum yang melalui Terminal akan dapat terjadi apabila selalu terdapat suatu satuan lalu-lintas yang menunggu untuk memasuki tempat pelayanan segera setelah tempat tersebut tersedia. Kondisi ini jarang dicapai dalam waktu yang panjang disebabkan karena arus lalu-lintas biasanya mempunyai puncak. Secara praktis tertahannya jumlah arus yang besar akan mengakibatkan kelambatan-kelambatan yang sangat mengganggu lalu-lintas didalam dan diluar Terminal. Konsep kedua dari kapasitas Terminal yaitu volume maksimum yang masih dapat ditampung dengan waktu menunggu atau kelambatan yang masih dapat diterima.

Pengukuran secara praktis terhadap kapasitas Terminal memperlihatkan bahwa ada batasan-batasan untuk kelambatan yang masih dapaat diterima. Oleh karena itu selagi headway time lebih lama dari waktu pelayanan, seluruh satuan lalu-lintas akan dapat dilayani. Tetapi bila headway time

lebih pendek dari waktu pelayanan, suatu antrian akan terbentuk.

Kapasitas Terminal juga sangat tergantung kepada luas areal dan jumlah lajur-lajur pelayanan-nya, lajur-lajur tersebut terdiri dari :

1. Lajur kedatangan dimana diperlukan tempat untuk menurunkan penumpang dan bagasi.

2. Lajur tempat parkir kenderaan untuk istirahat dalam hal ini bisa dilakukan perawatan, membersihkan kabin dan persiapan.

3. Lajur pelayanan, yaitu tempat kenderaan menaikkan penumpang dan bagasi.

(36)

5. Lajur keberangkatan, yaitu tempat kenderaan siap diberangkatkan setelah terlebih dahulu dilakukan pengecekan administratif baik fisik maupun dokumen terhadap kenderaan penumpang oleh petugas.

Kapasitas Terminal adalah besarnya volume atau tingkat kedatangan rata-rata kenderaan persatuan waktu semua lajur bis di dalam Terminal. Adapun harga kapasitas diperoleh dengan cara menjumlahkan volume/tingkat kedatangan (λ) semua lajur bis yang ada didalam Terminal.

2.1.6 Aksessibilitas

Jalan masuk dan keluar kenderaan di Terminal harus lancar dan dapat bergerak dengan mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kenderaan umum harus terpisah dengan jalan keluar masuk kenderaan pribadi. Kenderaan didalam Terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kenderaan didalam Terminal ditentukan berdasarkan :

1. Jumlah arah perjalanan. 2. Frekwensi perjalanan.

3. Waktu yang diperlukan untuk turun atau naik penumpang.

Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan bus dalam kota dengan jalur bus antar kota, sistem parkir kenderaan didalam Terminal harus ditata sedemikian rupa sehingga rasa aman, lancar dan tertib dapat dicapai.

2.1.7 Konfigurasi Parkir

(37)

1. Kebebasan koridor yang aman bagi pejalan kaki atau penumpang yang akan mempergunakan layanan angkutan bus menurut SK. SNI S-03-1990-F, Standar Spesifikasi Trotoar Departemen Pekerjaan Umum.

2. Kebebasan berjalan untuk mendahului.

3. Kebebasan berpapasan tanpa harus bersinggungan.

4. Kebebasan sirkulasi udara akibat gas buangan kenderaan.

Konfigurasi parkir bus tersebut adalah seperti terlihat pada Gbr. 2.2 dibawah. Dari ukuran areal Terminal dan konfigurasi parkir maka akan dapat diketahui jumlah bus yang parkir di-areal antrian.

Gambar 2.2 Konfigurasi Parkir Antrian Bus

2.1.8 Tingkat Pelayanan Jalan

Konsep tingkat pelayanan jalan didasarkan pada kualitas yang menjabarkan kondisi operasioanal ruas jalan pada suatu arus lalu lintas. Banyak bagian dari kapasitas praktis yang

0.5 m’

0.5 m’ 9 m’ 0.5 m’

4.0 m’ 1,5 m’

0.75 m’ 0.75m’

2.50 m’ K O R I D Dimana :

(38)

tergantung pada tingkat pencegahan yang dapat diterima dalam hal kemacetan, keamanan dan kebebasan melakukan maneuver.

Dalam revisi United Stated Higway Capacity Manual (1965), menggunakan definisi tunggal untuk kapasitas masing-masing tipe jalan raya yang mirip dengan definisi kapasitas yang mungkin (vossible capacity). Beberapa volume pelayanan menggantikan pengertian tentang kapasitas praktis dan menunjukkan suatu kelompok kondisi yang diinginkan yang dikenal sebagai tingkat pelayanan (LOS). Dengan demikian volume pelayanan didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat ditampung pada tingkat pelayanan tertentu, seperti pada Tabel 2.2.

dimana ;

1. Tingkat pelayanan A, adalah suatu kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan volume lalu lintas rendah. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginan tanpa hambatan.

(39)

3. Tingkat pelayanan C, kondisi aliran tetap stabil tetapi kecepatan dan gerakan manuver dibatasi oleh volume yang lebih tinggi. Kebanyakan pengemudi terbatas pada kebebasan memilih kecepatan, pindah jalur dan mendahului.

4. Tingkat pelayanan D, kondisi mendekati aliran tidak stabil, kecepatan cukup memuaskan walaupun banyak dipengaruhi kecepatan kenderaan di depannya. Volume lalu lintas berfluktuasi.

5. Tingkat pelayanan E, kondisi aliran tidak stabil dengan volume pada kapasitas terjadi berhenti berkali-kali.

6. Tingkat pelayanan F, kondisi aliran dipaksakan (forced flow), kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas. Dalam keadaan extrim kecepatan dan volume dapat turun secara mendadak menjadi nol. Kondisi ini biasanya sebagai hasil dari antrian.

2.1.9 Penyelenggaraan Terminal

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1995, penyelenggaraan Terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban Terminal.

A. Pengelolaan Terminal penumpang yang harus dilakukan meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengoperasian Terminal.

a. Kegiatan perencanaan Terminal meliputi :

1. Penataan pelataran Terminal menurut rute atau jurusan. 2. Penataan fasilitas penumpang.

(40)

4. Penataan arus lalulintas di daerah pengawasan Terminal. 5. Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan.

6. Penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan. 7. Pengaturan jadwal petugas Terminal.

8. Evaluasi sistem pengoperasian Terminal.

b. Kegiatan pelaksanaan pengoperasian Terminal penumpang meliputi ;

1. Pengaturan tempat tunggu dan arus kenderaan di dalam Terminal.

2. Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kenderaan menurut jadwal yang telah ditetapkan.

3. Pemungutan jasa pelayanan Terminal penumpang.

4. Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kenderaan umum kepada penumpang.

5. Pengaturan arus lalu-lintas didaerah pengawasan Terminal.

c. Kegiatan pengawasan pengoperasian terminal penumpang meliputi :

1. Pemantauan pelaksanaan tarif.

2. Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan.

3. Pemeriksaan kenderaan yang tidak memenuhi kelayakan melakukan perjalanan. 4. Pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan.

(41)

6. Pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi.

7. Pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

8. Pemantauan pemanfaatan Terminal serta fasilitas sesuai dengan peruntukannya. 9. Pencatatan jumlah kenderaan dan penumpang datang dan berangkat.

B. Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk menjamin agar Terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi sebagaimana mestinya. Pemeliharaan Terminal meliputi :

1. Menjaga kebersiahan bangunan serta perbaikannya.

2. Menjaga kebersihan pelataran terminal, perawatan tanda-tanda dan perkerasan pelataran.

3. Merawat saluran-saluran air yang ada.

4. Merawat instalasi listrik dan lampu-lampu penerangan. 5. Menjaga dan merawat peralatan komonikasi.

6. Menyediakan dan merawat sistem hidrant atau alat pemadam kebakaran lainnya yang siap pakai.

C. Kegiatan penertiban Terminal meliputi ;

1. Penertiban calon penumpang yang keluar dan atau masuk daerah kewenangan Terminal.

(42)

3. Penertiban Terminal dari gangguan pedagang asongan, pengemis, calo dan lain sebagainya.

4. Penertiban Terminal dari gangguan keamanan.

2.1.10 Penetapan Kriteria Efektifitas Terminal

Pada dasarnya efektifitas merupakan pencerminan hubungan antara fasilitas yang telah disediakan dan manfaat yang dicapai dari penyediaan fasilitas tersebut. Krishmono (1998) dalam Renward (2006) menjelaskan dalam kondisi yang ideal dan optimum dimana keluaran akhir dari penyediaan fasilitas dari suatu lokasi pelayanan umum mempunyai arah tujuan kedalam suatu sistem sehingga efektifitas berdasarkan tujuan dalam sistem pelayanan umum dapat dianalisa dengan kerangka yang jelas, terstruktur dan sistematis. Pengertian ini bermakna bahwa konsep efektifitas pelayanan umum dapat dilakukan berdasarkan pada tujuan penyediaan fasilitas pada lokasi pelayanan umum tersebut. Berdasarkan tinjauan efektifitas fungsi Terminal melalui penyediaan fasilitas bagi angkutan umum dilandasi oleh :

1. Pandangan berbagai elemen komponen tentang efektifitas Terminal.

2. Kriteria atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Terminal, Faktor internal Terminal dan external Terminal.

3. Metoda yang tepat untuk menetapkan efektifitas fungsi Terminal sebagai tolok ukur pernyataan keberhasilan Terminal dalam mencapai tujuannya.

(43)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian efektifitas dari penyediaan fasilitas dalam hal ini Terminal Sarantama sebagai Terminal angkutan penumpang jalan ditinjau berdasarkan fungsi kepentingan pengguna jasa layanan (user dan operator), dan juga kepentingan penyelenggara (regulator). Dan mengacu pada kriteria penyediaan fasilitas yang ditinjau dari fungsi kepentingan pengguna dan konsep umum Terminal dalam pelayanan maksimal, maka disimpulkan penilaian efektifitas fungsi Terminal Sarantama dapat ditinjau dari kriteria-kriteria, yang antara lain :

1.

Tingkat pelayanan jalan

, kriteria penilaian berdasarkan kondisi fhisik eksisting di

dalam dan sekitar Terminal yang menyangkut geometrik dan permukaan jalan pada

ruas jalan dan persimpangan, kondisi arus lalu lintas disekitar Terminal.

2.

Aksessibilitas

, kriteria penilaian yang berdasarkan suatu kemudahan sirkulasi

angkutan umum untuk masuk dan keluar di dalam dan sekitar Terminal, kemudahan

dalam sirkulasi yang aman dan nyaman bagi penumpang untuk mendapatkan transit

atau pertukaran bus sesuai dengan tujuan perjalanan didalam lokasi Terminal.

3.

Fasilitas dan manajemen Terminal

, kriteria penilaian ini berdasarkan ketersediaan

dan pengaturan fasilitas yang aman dan nyaman untuk naik dan turun bagi penumpang

sesuai dengan lajur menurut tujuan bus, tiketing, tempat menunggu, restoran dan

pertokoan, telepon umum, tempat sholat, toilet, p3k dan sebagainya.

4.

Kenyamanan lingkungan

, kriteria penilaian berdasarkan kondisi didalam dan sekitar

Terminal yang menyangkut kenyamanan lingkungan yang diakibatkan dari limbah

buangan kenderaan dan penumpang (oli bekas, sampah), kebisingan dan getaran,

(44)

mandi dan dapur rumah makan), penempatan rumah makan khas daerah dan kondisi

drainase yang bersih dan lancar.

5.

Keamanan lingkungan

, kriteria penilaian berdasarkan situasi lingkungan didalam

Terminal yang aman dari tindak kriminal (pencopet, penodongan, pembunuhan,

pemerkosaan dan lain sebagainya).

2.2 Analisa Keputusan

Para pengambil keputusan umumnya selalu berhadapan dengan penyelesian masalah pengambilan keputusan. Ketika membuat suatu keputusan, ada suatu proses yang terjadi pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang dibuat (Permadi, 1992). Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna celana, manusia dapat dengan mudah membuat keputusan. Namun ketika keputusan yang akan diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Dari alasan diatas , maka salah satu cabang analisa keputusan yang sesuai dengan masalah tersebut adalah Multi-Criteria Decision Making.

Multi-criteria decision making (MCDM) merupakan teknik pengambilan keputusan dari beberapa pilihan alternatif yang ada. Didalam MCDM ini mengandung unsur attribut, obyektif, dan tujuan.

(45)

2. Obyektif menyatakan arah perbaikan atau kesukaan terhadap attribute, misalnya memaksimalkan umur, meminimalkan harga, dan sebagainya. Obyektif dapat pula berasal dari attribute yang menjadi suatu obyek jika attribute tersebut diberi arah tertentu.

3. Tujuan ditentukan terlebih dahulu. Misalnya suatu proyek mempunyai obyektif memaksimumkan profit, maka proyek tersebut mempunyai tujuan mencapai profit 10 juta/bulan.

Kriteria merupakan ukuran, aturan-aturan ataupun standar-standar yang memandu suatu pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan melalui pememilihan atau memformulasikan atribut-atribut, obyektif-obyektif, maupun tujuan-tujuan yang berbeda, maka atribut, obyektif maupun tujuan dianggap sebagai kriteria. Kriteria dibangun dari kebutuhan-kebutuhan dasar manusia serta nilai-nilai yang diinginkannya. Ada dua macam kategori dari Multi-criteria decision making (MCDM), yaitu :

1. Multi Objective Decision Making (MODM) 2. Multiple Attribute Decision Making (MADM)

Multi Objective Decision Making (MODM) menyangkut masalah perancangan (design), dimana teknik-teknik matematik optimasi digunakan, untuk jumlah alternatif yang sangat besar (sampai dengan tak berhingga) dan untuk menjawab pertanyaan apa (what) dan berapa banyak (how much).

(46)

menawarkan cara yang fleksibel dan sederhana kepada pembuat keputusan untuk menganalisis masalah-masalah Multi-criteria, Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menawarkan teknik pemecahan untuk masalah yang kompleks dan Multi-criteria.

Menurut Bourgeois (2005), AHP umumnya digunakan dengan tujuan untuk menyusun prioritas yang bersifat kompleks atau multi kriteria. Secara umum, dengan menggunakan AHP, prioritas yang akan dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif. Dengan tuntutan yang semakin tinggi keterkaitan dengan transparansi dan partisipasi, AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi.

2.3 Metoda Proses Hirarki Analitik (PHA)

Adalah salah satu teknik pengambilan keputusan/optimasi multivariate yang digunakan dalam analisis pengambilan keputusan. Pada hakekatnya PHA merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan PHA pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. PHA juga memungkinkan ke struktur suatu sistem dan lingkungan kedalam komponen saling berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan mengukur dan mengatur dampak dari komponen kesalahan sistem (Saaty, 1993).

(47)

1. Resiprocal Comparison, pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan sekala (X

),

maka B lebih disukai dari pada A dengan

sekala (1/X).

2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam sekala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.

3. Independence, persepsi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objek keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dala PHA adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dala satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya.

4. Expectation, untuk tujuan pengambilan keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambilan keputusan tidak memakai seluruh kritria atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

(48)

hasil modifikasi dari metode berdasarkan ilmu pengetahuan (scientific method). Hal ini menekankan akan proses sitematis terhadap pemecahan masalah. Suatu masalah dan peluang akan ditampilkan kedalam kontek sistem. Mempelajari suatu masalah dan memfokuskan suatu solusi merupakan suatu aktifitas pengaturan sistem yang saling berhubungan. Artinya dengan menggunakan pendekatan PHA kita dapat memecahkan suatu masalah dalam pengambilan keputusan.

A. Prinsip Kerja PHA

Prinsip kerja PHA adalah menyederhankan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentan arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :

1. Dekomposisi

2.

, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.

Comparative Judgement

3.

, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison.

(49)

comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.

4. Logical Consistency

B. Prosedur PHA

, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode PHA meliputi :

1. dentifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi persoalan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

(50)

3. Penentuan prioritas

[image:50.612.127.546.83.539.2]

Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggam-barkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan pasangan yang digunakan dalam PHA berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka dapat terdiri 1) pengambil keputusan 2) para pakar 3) orang yang terlibat, memahami dan merasakan permasalahan yang dihadapi. Matriks pendapat individu formulasinya dapat disajikan sebagai berikut :

(51)

Dalam hal ini C1, C2, …., Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai ai-j merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.

4. Konsistensi logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsistensi sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut (Saaty, 1993) :

Hubungan kardinal : ai-j.aj-k = ai-k

Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak

(52)

a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak empat kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka anggur lebih enak delapan kali dari pisang.

b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari pisang.

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.

Perhitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengalikan matriks dengan prioritas bersesuaian.

2. Menjumlahkan hasil perkalian per baris.

3. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan.

4. Hasil C dibagi jumlah elemen, akan didapat λmaks.

5. Indeks konsistensi (CI)

(53)

C. Formulasi Matematis

(54)

A = [ a (i, j) ], (i, j = 1, 2, ..., n)

Nilai setiap elemen a (i, j) mempunyai hubungan :

1. Jika a (i, j) = a, maka a (i, j) = 1/a.

2. Jika Ci mempunyai tingkat kepentingan yang sama dengan Cj, maka a (i, j) = a (j, i) = 1.

3. Untuk hal khusus, a (i, j) = 1 untuk semua i.

Dengan demikian matriks A merupakan matriks resiprokal yang mempunyai bentuk sebagai berikut :

Setelah memindahkan hasil perbandingan berpasangan (Ci, Cj) ke dalam elemen a (i, j) pada matriks A, masalah berikutnya adalah menentukan bobot C1, C2, …., Cn menjadi suatu nilai W1, W2, …, Wn yang mencerminkan hasil dari judgement yang telah diberikan.

Kondisi ini dapat dipecahkan dengan tahapan sebagai berikut :

(55)

Asumsikan bahwa judgement merupakan hasil dari pengukuran. Hubungan antara bobot Wi dengan judgement a (i, j) adalah :

Wi/Wj = a (i, j), (i, j = 1, 2, …, n) ………..(1)

Sehingga diperoleh :

Tahap 2 :

Untuk mengetahui bagaimana cara memberikan toleransi terhadap revisi, perhatikan baris ke-i pada matriks A, nilai tiap elemen dari baris tersebut adadalah :

a (i, 1), a (i, 2), …., a (i, j), …., a(i,n)

(56)

W1/W2, Wi/W2, …., Wi/j, …., Wi/Wn

Jika dikalikan elemen pertama pada baris tersebut W1, elemen kedua dengan W2 dan seterusnya, maka diperoleh elemen baris yang identik, yaitu :

W1, W2, …., Wn

dimana, pada kasus umum yang bersifat judgemental akan diperoleh elemen baris yang nilai-nilainya terletak disekitar Wi. Dengan demikian cukup beralasan jika dikemukakan bahwa nilai Wi merupakan rata-rata dari nilai tersebut, sehingga :

(57)

Tahap 3

Estimasi yang baik dari a (i, j) akan menghasilkan nilai ideal Wi/Wj. Tetapi jika a (i, j) menyimpang maka persamaan (1) akan dapat dipenuhi jika nilai n juga berubah. Jika L1, L2, …., Ln adalah nilai-nilai eigen dari matriks a dan jika a (i, j) = 1 untuk semua i, maka :

Oleh sebab itu setelah persamaan (2) terpenuhi maka semua nilai eigen akan sama dengan nol kecuali satu yang bernilai n. Dalam matriks resiprokal yang konsisten, n adalah nilai eigen maksimum dari A. Adanya sedikit perubahan pada a (i, j) masih menjamin nilai eigen terbesar. λ maks mendekati n dan nilai eigen lainnya mendekati nol. Dengan demikian maka bobot dari C1, C2, C3, …., Cn dapat diperoleh dengan cara menentukan vektor eigen W yang memenuhi persamaan :

A W = (λmaks) W

D. Pengujian Konsistensi Matriks Perbandingan

Dalam matriks perbandingan berpasangan, semua nilai dari elemennya diperoleh secara judgemental, kecuali elemen diagonal dan resiprokalnya. Dalam masalah pengambilan keputusan

n

(58)

sangatlah perlu mengetahui seberapa jauh konsistensi kita dalam memberikan judgement. Haruslah dihindari suatu keputusan yang dihasilkan judgement yang terlalu bias atau random. Dilain pihak konsistensi sangat sempurna sangat sulitdiperoleh.

Konsistensi dapat dijelaskan dari prinsip transitif preperensi. Prinsip transitif tersebut sulit dijumpai pada proses judgemental, sehingga perlu ditentukan sampai sejauh seberapa jauh penyimpangan yang terjadi dapat diterima.

Penyimpangan dapat terjadi karena adanya pembobotan yang tidak konsisten sehingga bobot a (i, j) menyimpang dari bobot ideal. Besarnya penyimpangan ini dapat dilihat dari besarnya penyimpangan nilai eigen maksimum, yang diperoleh dari persamaan diatas dari nilai eigen ideal n, besarnya penyimpangan dinyatakan dengan Indeks Konsistensi (CI) sebagai berikut :

[image:58.612.95.550.291.523.2]

Jika judgement numerik diberikan secara random dari skala 1/9, 1/8, 1/7, …., …., 1, 7, 8, 9 untuk membentuk matriks dengan sembarang ordo, maka akan diperoleh konsistensi rata-rata seperti Tabel 2.9.

Ratio konsistensi (CR) didefinisikan sebagai perbandingan antara Indeks Consistensi (CI) dengan Indeks Random (RI).

(59)

E. Alternatif Metode Pembobotan.

Saaty (1993), Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah suatu metode pengambilan keputusan dalam lingkungan yang kompleks. Dasar dari metode ini adalah penyelesaian dari suatu matriks n x n, A = (ai-j) pada masing-masing level dari hirarki keputusan. Matriks A ini mempunyai bentuk aij = 1/ai-j, ai-j > 0, teori dasar yang dikembangkan bahwa ai-j adalah aproksimasi untuk bobot relatif (Wi/Wj) dari n kriteria yang dipertimbangkan, nilai yang diberikan unutuk ai-j berada pada interval 1/9 s/d 9.

Untuk mengistemasi eigen vektor pada PHA, Saaty mengemukakan beberapa metode, yang antara lain :

1. Crudest, yaitu dengan menjumlahkan elemen pada tiap baris dan normalisasikan dengan cara membagi jumlah tersebut dengan jumlah seluruh hasil penjumlahan pada tiap baris tersebut. Unsur pertama dari vektor merupakan prioritas dari elemen operasi pertama, unsur kedua dari vektor merupakan prioritas dari elemen operasi kedua, dan seterusnya.

(60)

3. Good, Bagi elemen-elemen tiap kolom dengan jumlah setiap elemen yang bersangkutan (normalisasi kolom) dan kemudian jumlahkan seluruh elemen pada setiap baris matriks yang dihasilkan dan bagi tiap jumlah ini dengan jumlah seluruh elemen. Proses ini merupakan proses merata-ratakan kolom yang dinormalisasi.

4. Geometrik Mean, Kalikan seluruh elemen dari baris matriks kemudian memangkatkan hasil perkalian tersebut dengan satu perbanyaknya kolom dari matrks.

F. Program Expert Choice

Expert choice adalah salah satu perangkat lunak (software) yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses pengambilan keputusan. Expert choice membantu pembuat keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks yang melibatkan banyak kriteria dan beberapa arah tindakan, expert choice membantu dalam menyelesaikan masalah menunjukkan keterampilan dari pembuat keputusan, bukan komputer (Expert choice, 1992).

Ilmuan perilaku telah meluangkan waktu bertahun-tahun mempelajari pemikiran manusia dan bagaimana manusia membuat keputusan. Mereka telah menemukan bahwa manusia dipengaruhi oleh pengalaman yang lalu dan ini mengakibatkan mereka memiliki beberapa bias. Naluri dasar, selera dan faktor-faktor lingkungan juga berperan penting dalam bagaimana kita menganalisa data dan membuat keputusan.

(61)

alternatif-alternatif tindakan. Pengguna harus mendefinisikan masalah dan memasukkan seluruh masalah yang relevan ke dalam hirarki.

Pembuat keputusan kemudian memberikan penilaian pada elemen-elemen hirarki secara berpasangan mengenai kepentingan relatifnya, setelah pemb-uat keputusan menyortir elemen-elemen ke-dalam tingkat hirarki yang diguguskan ke dalam entitas yang sama atau homogen. Expert choice menanya pemakai berapa pentingkah, atau lebih diinginkan, X dibandingkan dengan Y dalam hal beberapa sifat. Penilaian dilakukan dengan mengguna- kan sekala verbal AHP 1 hingga 9.

Expert choice menentukan apakah perbandingan logis dan konsisten, jika tidak dilakukan perbandingan kembali. Akhirnya, seluruh perbandingan berpasangan disintesis untuk mengurutkan alternatif keseluruhan. Hasilnya adalah serangkaian prioritas untuk alternatif-alternatif yang merupakan bilangan skala rasio.

2.4 Teori Antrian

Teori antrian merupakan cabang yang terus berkembang dari teori probalitas. Teori ini berhubungan dengan antrian yang terjadi dengan menarik kesimpulan dari berbagai karakteristik melalui penghitungan matematis dan berusaha untuk mendapatkan rumus yang secara langsung akan memberikan keterangan serta jenis yang didapatkan dari simulasi.

(62)

Distribusi dari waktu menunggu dan waktu menunggu rata2 ini penting untuk memperkirakan cukup tidaknya sistem pelayanan terhadap kenderaan.

Untuk menilai prestasi dari semua antrian, empat karakteristik antrian yang harus ditentukan (Edward K.Morlok, 1995), yaitu :

1. Distribusi kedatangan atau distribusi headway time dari kedatangan lalu-lintas yang mungkin saja merata atau dapat mengikuti pola kedatangan poisson atau pola-pola lainnya.

2. Distribusi keberangkatan atau distribusi waktu pelayanan.

3. Jumlah saluran untuk pelayanan atau stasiun.

4. Disiplin antrian menentukan urutan satuan kenderaan yang akan dilayani.

Adapun syarat-syarat terjadinya proses antrian adalah jika laju kedatangan konsumen yang membutuhkan pelayanan lebih besar dari kapasitas pelayanan yang dimiliki. Dilain hal masalah-masalah akan timbul akibat dari :

1. Permintaan terlalu besar sehingga mengakibatkan terjadinya antrian panjang dalam menunggu giliran untuk dilayani fasilitas.

2. Namun sebaliknya bila permintaan kecil maka akan mengakibatkan pelayanan tidak ekonomis karena fasilitas pelayanan yang sering mengganggur.

Menurut jumlah fasilitas pelayanan, model antrian dapat dibagi menjadi :

(63)

b. Model antrian dengan 2(dua) fasilitas pelayanan

2.4.1 Model Antrian

[image:63.612.134.477.152.553.2]

Model : M/M/S/1/1 Gambar 2.4

(64)

Gambar 2.6 merupakan sistem multi-channel-single phase yang mempunyai antrian tunggal dengan melalui beberapa fasilitas pelayanan. Model ini dua atau lebih dapat dilayani pada waktu bersamaan oleh fasilitas-fasilitas pelayanan yang berlainan.

[image:64.612.121.503.177.676.2]

(65)

2.4.2 Pengujian Distribusi

(66)

Tahap pertama yang dilakukan adalah mencari data kedatangan maupun waktu pelayanan, dimana hal ini akan menyangkut suatu distribusi probalitas dari data sample yang diteliti. Untuk mengujinya dilakukan dengan cara membandingkan bentuk distribusi yang sudah dikenal seperti distribusi Poisson, Erlang, Exponensial dan sebagainya. Pengujian-pengujian ssemacam ini bisa disebut sebagai pengujian statistik. Pengujian statistik ini tidak lain untuk mendapatkan keabsahan dan suatu alat bantu didalam pengambilan suatu keputusan.

Pada umumnya untuk menguji hipotesa, bahwa sekumpulan data tertentu berasal dari suatu distribusi khusus, biasanya digunakan metode pengujian “Chi Square Good Of Fit Test”. Dengan metode ini akan dapat diketahui nilai-nilai parameter dari distribusi khusus yang dimaksud.

2.5 Study Yang Pernah Dilakukan

Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Fungsi Terminal Amplas yang berada di Kota Medan, Tesis Magister Teknik Arsitektur, USU, (Renward Parapat, 2004). Menurut hasil analisis :

1. User sebagai komponen pengguna jasa layanan lebih berpengaruh dalam pembobotan struktur keputusan (61.90 %), komponen regulator sebagai penyelenggara (21.94 %), komponen user sebagai penyedia jasa angkutan (16.90 %).

1. Kriteria keamanan lingkungan sebagai prioritas penilaian dalam struktur keputusan (30.96 %), tingkat pelayanan jalan (24.079 %), aksessibilitas (19.14 %), fasilitas Terminal (17.73 %) dan kenyamanan lingkungan (14.09 %).

(67)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya pada dasarnya efektifitas merupakan pencerminan hubungan antara fasilitas yang disediakan dan manfaat yang dicapai dari penyediaan fasilitas tersebut. Pengertian ini bermakna bahwa efektifitas suatu pelayanan umum dilakukan berdasarkan pada tujuan penyediaan fasilitas pada lokasi pelayanan. Untuk pencapaian tujuan perlu dilakukan evaluasi terhadap permasalahan dan diperlukan sistem penanganan dalam pencapaian mutu pelayanan pada suatu peyelenggaraan kegiatan tersebut. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan sistem penanganan sehubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh tidak efektifnya suatu penyelenggaraan kegiatan Terminal Sarantama.

Menurut Demming (1950) dalam Wulandari (1995), penggendalian mutu merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan melalui lingkaran plan-do-check-action yang menghasilkan peningkatan aktifitas yang berkesinambungan. Siklus pengendalian terdiri dari empat langkah, yaitu :

1. Perencanaan (plan) yang meliputi penentuan tujuan dan target, dan penetapan metode untuk pencapaian tujuan.

2. Pelaksanaan (do) yang meliputi penyertaan pendidikan dan pelatihan, dan pekerjaan. 3. Pemeriksaan (check) akibat pelaksanaan.

(68)

Pengendalian mutu disini merupakan penyambungan seluruh langkah menjadi sebuah prosedur yang berkelanjutan sehingga melalui perbaikan yang berkesinambungan dapat dihasilkan suatu produk yang memenuhi kebutuhan harapan penggunan jasa layanan.

Menurut Ishikawa (1987) dalam Maulana (2000) cara menemukan permasalahan atau penyimpangan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan untuk pencapaian mutu.

1. Berdasarkan penyebab, identifikasi permasalahan dengan cara membandingkan seluruh kondisi yang ada dengan standar yang ditetapkan. Penyebab yang memberikan pengaruh cukup besar mendapat prioritas untuk ditangani terlebih dahulu. Pemeriksaan bertujuan memastikan apakah semua fasktor penyebab tersebut dibawah standar yang ditentukan.

2. Identifikasi berdasarkan akibat yang dilakukan dengan mengamati berbagai akibat yang ditimbulkan dari penyelenggaraan. Akibat yang tidak sesuai dengan standar merupakan adanya ketidak sesuaian dengan metode yang telah ditetapkan dalam pelaksanaannya. Akibat ketidak sesuaian tersebut biasanya menyangkut dana yang terbatas.

Penggabungan kedua cara diatas dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan dapat memberikan informasi secara lengkap. Selain itu tinjauan antara penyebab dan akibat dapat mempermudah penyusunan langkah perbaikan yang tepat.

Sesuai penjelasan landasan teori dan penjelasan diatas dimana efektif dikaitkan dengan kepemimpinan (leadership) yang menentukan hal-hal yang harus dilakukan, maka dperlukan suatu metode pendukung yaitu analisa keputusan yang merupakan suatu metode yang digunakan oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi semua kriteria yang ada.

(69)

sosial, ekonomi dan politik yang tak terstruktur, kita perlu menyusunan tingkat prioritas, menyepakati bahwa dalam jangka pendek, sasaran yang satu lebih penting dari yang lain, dan melakukan pertimbangan (tradeoffs) demi kepentingan bersama yang besar.

Berdasarkan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan serta tinjauan pustaka, maka kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah mencari prioritas penanganan dari berbagai faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya fungsi Terminal Sarantama. Analisis terhadap hal tersebut dilakukan dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA) dengan menyusun sebuah struktur hirarki, dan mengananalisis kapasitas kondisi eksisting dengan metode antrian.

Penyusunan hirarki melalui PHA ini digunakan untuk memodelkan suatu sistem yang terdiri dari elemen-elemen yang kompleks. PHA ini menstruktur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu masalah dalam bentuk hirarki dengan memakai pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan bobot relatifnya dengan mengkuantitafkan pendapat para “ahli” atau orang yang mengetahui secara mendalam dan merasakan permasalahan yang terjadi. Pendapat dibandingkan secara berpasangan dengan sekala ukur yang dapat membedakan pendapat serta memiliki keteraturan. Tingkat keakuratan pendapat ditentukan oleh tingkat konsistensi dan kesesuaian.

(70)

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran pada gambar diatas maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Angkutan AKDP sebagai komponen dalam sis

Gambar

Grafik Distribution Poisson Bus AKDP-H1……………………………      126
Gambar Peta dan Kondisi Eksisting……………………..……………...      183
Tabel 1.2.
Gambar 2.3 Struktur Hirarki AHP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan skripsi yang berjudul “Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar “ Studi deskriptif pada Supir angkutan kota Pematang

Terminal Sibolga merupakan terminal tipe A karena terminal ini mempunyai luas 6100 m 2 dan juga berfungsi untuk melayani kendaraan umum untuk angkutan antar provinsi ( AKAP

ditetapkan sebagai Terminal penumpang tipe A di yang berada di Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Martoba (pusat kegiatan sekunder), Kota Pematang Siantar, Propinsi Sumatera

Penulisan skripsi yang berjudul “Resistensi Supir Angkutan Kota Terhadap Relokasi Terminal Sukadame Kota Pematang Siantar “ Studi deskriptif pada Supir angkutan kota Pematang

Diketahui bahwa Visi dan Misi yang ingin dicapai dengan keberadaan Terminal Sungai Carang ini adalah dengan adanya terminal yang bersifat modern dan baik maka akan meningkatkan mutu

Analisa Faktor yang Paling Mempengaruhi Persepsi Anti Korupsi Menggunakan Algoritma C4.5 Studi Kasus: Badan Narkotika Nasional Kota Pematang Siantar Maya Pangaribuan1, Fahmi