ALIH KODE ANTARA BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB DI PONDOK PESANTREN AL-HUSNA
SKRIPSI
OLEH
SRI AGUSTINA SINAGA 030701006
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah……… 1
1.1.1 Latar Belakang………. 1
1.1.2 Masalah……… 3
1.2Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 4
1.2.1 Tujuan Penelitian……….. 4
1.2.2 Manfaat Penelitian……… 5
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode………..………..……….. 6
2.2 Landasan Teori……….………... 7
2.2.1 Sosiolingnuistik………..………... 7
2.2.2 Alih Kode……….………. …………..8
2.3 Tinjauan Pustaka……….…….……… 11
3.3 Variabel Penelitian………. 14
3.4 Instrumen Penelitian ………. 15
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………. 15
3.6 Teknik Analisis Data……….. 17
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Pengertian kedwibahasawan dan dwibahasa………..19
4.2 Macam – macam Alih Kode……….. 21
4.2.1 Alih Kode Permanen……… 22
4.2.2 Alih Kode Sementara………22
4.3 Faktor – faktor Penyebab Alih Kode………23
4.4 Beberapa Aspek Bahasa Arab………. 25
4.4.1 Fonologi……… 25
4.4.1.1 Vokal………. 26
4.4.1.2 Konsonan………... 28
4.4.2 Morfologi……….. ………..35
4.4.2.1 Afiksasi……… 40
4.4.3 Sintaksis Bahasa Arab………... 43
4.4.3.1 Kalimat Pernyataan………... 44
4.4.3.2 Kalimat Pertanyaan………... 44
4.4.3.3 Kalimat Perintah………... 46
5.1.1 Situasi Kebahasaan Siswa……….. …48
5.1.2 Faktor – faktor Penyebab Alih Kode Antara Bahasa
Indonesia dan Bahasa Arab………. 50
5.1.3 Beberapa Contoh Alih Kode Antara Bahasa Indonesia
dan Bahasa Arab ………... 55
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedua menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Juni 2009
Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna
Oleh
Sri agustina.Sinaga.
ABSTRAK
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
hikmah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
Selama dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, baik berupa bantuan moril seperti doa, dukungan , nasihat, dan petunjuk
praktis, maupun bantuan materiil. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan
setulus hati kepada:
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D. sebagai Dekan Fakulta Sastra,
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. sebagai Ketua Departemen sastra
Indonesia, Fakultas Satra, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum. sebagai Sekretaris Departemen Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Sekaligus
sebagai pembimbing II yang telah banyak memberi dorongan , nasihat,
dan bimbingan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dra. Hj. Nurhayati Lubis, M.Hum. sebagai pembimbing I yang
telah banyak memberikan dorongan , nasihat, dan yang selalu bersedia
membimbing saya selama penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Sastra Universitas Sumatera
Utara, khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia yang telah
memberikan berbagai materi perkuliahan selama penulis mengikuti
6. Yayasan Pesantren dan seluruh santri Pesantren Al-Husna , Kecamatan
Patumbak yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan
data.
7. Teristimewa untuk orang tua saya Alm. Hamzah sinaga dan Muliani
yang senantiasa memberi dukungan baik materil dan spiritual. Dengan
kesungguhan penulis persembahkan semua ini sebagai tanda sayang dan
terima kasih atas segala sesuatu yang telah diberikan selama ini.
8. Teman – teman di Departemen Sastra Indonesia stambuk 2003 dan 2004
atas semua bantuan dan dukungannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini
walaupun penulis telah berusaha menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya , segala puji syukur
kepada Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna
Oleh
Sri agustina.Sinaga.
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan untaian kata-kata yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat
dipergunakan secara sistematis sesuai dengan kebutuhan pemakaian bahasa tersebut.
Dapat dikatakan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
karena sebagai makhluk hidup, manusia harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam
kelompok sosial. Melalui bahasa manusia dapat mengungkapkan perasaan senang, sedih,
kesal, dan keadaan penting lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya sebuah
bahasa tentu semua ungkapan di atas tidak bisa diekspresikan dengan tepat. Selain
berfungsi sebagai ungkapan ekspresi, bahasa juga berfungsi sebagai sarana pengajar
sebab tanpa adanya sebuah bahasa manusia tidak akan dapat belajar. Jadi dengan adanya
bahasa manusia dapat belajar dengan efektif.
Salah satu bahasa yang ada di dunia ini adalah bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang sangat berperan penting bagi bangsa Indonesia. Karena,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebangsaan, lambang identitas nasional, dan
penghubung antardaerah dan antarbudaya. Sebagai bahasa kenegaraan bahasa Indonesia
juga berfungsi sebagai pengantar dunia pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional,
alat pengembangan budaya dan ilmu pengetahuan teknologi.
Ketika berkomunikasi sering kita lihat dengar pengalihan pembicaraan atau
Al-demikian disebabkan mengingat kemampuan santri dalam menguasai berbagai bahasa
terbatas, atau karena hadirnya orang ketiga yang pembicaraan tadi tidak boleh diketahui
oleh orang ketiga tersebut. Pengalihan bahasa tersebut biasanya kita kenal dengan
sebutan alih kode. Kehadiran orang ketiga tersebut dapat dijadikan salah satu faktor
terjadinya alih kode.
Alih kode merupakan perubahan bahasa yang sangat sering dilakukan oleh
masyarakat dalam pergaulan atau kehidupan sehari-hari khususnya alih kode yang
dilakukan oleh para santri Pondok Pesantren Al-Husna untuk memudahkan dalam
berkomunikasi sehari-hari baik dalam proses belajar mengajar dan dalam pengasuhan
ketika berada di asrama. Mengingat bahasa pengantar yang digunakan sehari-hari adalah
bahasa asing yaitu bahasa Arab, maka bahasa Arab di Pondok-Pesantren Al-Husna
merupakan salah satu bahasa pengantar selain bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pada
dasarnya ilmu yang dipelajari di pesantren ini umumnya berkiblat atau lebih banyak
mempelajari pengetahuan tentang agama Islam. Inilah yang menyebabkan bahasa Arab
mempunyai pengaruh yang penting dalam pesantren. Dengan demikian para santri
menjadi lebih lancar menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dengan para
guru dan sesama pelajar.
Berdasarkan adanya penutur bahasa asing sekaligus merupakan penutur bahasa
Indonesia maka lahirlah dwibahasawan di Indonesia. Melihat kedwibahasaan yang terjadi
pada masyarakat Indonesia, maka timbul keinginan untuk mengangkat kepermukaan
permasalahan yang dapat timbul akibat adanya penggunaan dua bahasa secara bergantian.
Bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna”. Pondok Pesantren Al-Husna ini yang
beralamat di Jl. Pelajar Marindal I pasar III, Kec. Patumbak, Kab. Deli serdang, Medan.
Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti alih kode yang terjadi di
kalangan santri Al-Husna. Perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab dari sisi
jenis huruf, penulisan, pelafasan, dan tata cara penggunaan kalimatnya berbeda, yang
bahasa Arab lebih luas dari pada bahasa Indonesia. Bahasa Arab bisa mempunyai dua
kata atau lebih untuk satu kata bahasa Indonesia. Kandungan bahasa Arab lebih rumit
dari bahasa Indonesia.
1.1.2 Masalah
Sehubungan dengan berlangsungnya kegiatan alih kode tersebut, maka penelitian
Ini berusaha memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya.
Masalah-masalah yang dimaksud meliputi:
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode antara
bahasa Indonesia dan bahasa Arab di lingkungan Pondok Pesantren
Al-Husna?
2. Pengaruh apa yang timbul dari pengguna bahasa Arab terhadap pemakaian
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Mengkaji kedwibahasaan santri Al-Husna guna memperoleh gambaran tentang
kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab dalam hubungannya
dengan pemakaian bahasa Indonesia para santri.
1. Menelaah penggunaan bahasa para santri dengan maksud menemukan
pengaruh-pengaruh negatif yang perlu dihindari dalam pemakaian bahasa Indonesia
khususnya demi terciptanya pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
1.2.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian memuat penjelasan tentang hal-hal yang dapat diharapkan menjadi
sumbangan hasil penelitian. Sumbangan itu adalah untuk pihak penulis dan pihak
pembaca. Ada pun manfaat penelitian ini adalah:
1. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam meneliti alih kode pada
bahasa-bahasa daerah lain misalnya, bahasa Padang, bahasa Aceh, dan bahasa
lainnya.
2. Dapat menambah sumber bacaan, memperkaya ilmu pengetahuan pembaca
tentang alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di Pondok Pesantren
Al-husna.
3. Dapat memberikan sumbangan pikiran untuk pengajaran bahasa Indonesia,
4. Dapat memotivasi para santri Pondok Pesantren Al-Husna di Marindal I pasar III
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli serdang untuk melestarikan bahasanya.
5. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam bidang
ilmu bahasa Indonesia di Departemen Sastra Indonesia di Fakultas Sastra
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode
Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.
Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian , dan gambaran
awal dari objek yang diabstrakkan dari peristiwa konkret dan digunakan untuk
memahami hal-hal lain dalam suatu penelitian. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Kridalaksana (2001: 117) mengatakan bahwa konsep adalah gambaran awal dari objek
penelitian yang digunakan untuk memahami hal-hal lain dalam suatu penelitian.
Paparan konsep-konsep bisa bersumber dari pendapat para ahli pengalaman
peneliti, dokumentasi, dan nalar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti
(Marlina, 2001:9).
Melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia dan
beragam bahasa daerah, maka di negara Indonesia tidak jarang ditemui orang-orang yang
dapat berbahasa lebih dari satu bahasa. Kesanggupan mereka dapat menggunakan lebih
dari satu bahasa tersebut disebabkan oleh keinginan mereka untuk saling berkomunikasi
antara manusia yang satu dan manusia yang lain, baik di dalam lingkungan interetnis
maupun di dalam lingkungan antaretnis.
Kegiatan alih kode dapat terjadi pada setiap penutur bahasa. Kegiatan alih kode
yang terjadi pada penutur ekabahasawan, misalnya beralihnya seseorang dari ragam
bahasa yang satu keragam bahasa yang lain dalam bahasa yang sama. Kegiatan alih kode
yang terjadi pada penutur dwibahasawan, misalnya beralihnya seseorang dari bahasa
Alih kode adalah pemakaian secara bergantian dua atau lebih bahasa, versi-versi
dari bahasa yang sama atau bahkan gaya-gaya bahasanya dalam satu situasi bicara oleh
seseorang pembicara (Dell Hymes dalam Harimurti Kridalaksana, 1986:201).
2.2 Landasa Teori 2.2.1 Sosiolinguistik
Menurut Chaer dan Agustina (1995:3) sosiolinguistik adalah ilmu interdisipliner
yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam
masyarakat. Sama juga halnya menurut Kridalaksana dalam Chaer dan Agustina (1995:4)
mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi
bahasa, serta hubungan diantara para bahasawan itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
Demikian pula menurut Nababan (1991:2) menyatakan sosiolingustik adalah studi atau
pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat
atau lebih tepat sosiolinguistik itu mempelajari atau mengkaji bahasa dengan dimensi
kemasyarakatan.
Lain halnya dengan J.A Fishman dalam Chaer dan Agustina (1995:4) bahwa
sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi
bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan
saling mengubah satu sama lain dalam suatu masyarakat tutur. Sementara itu Bram dan
Dickey dalam Ohoiwutun (1997:9) berpendapat bahwa sosiolinguistik mengkhususkan
kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah-tengah masyarakat. Dari beberapa
objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu
masyarakat tutur.
Selain itu, sosiolinguistik juga membicarakan atau berhubungan dengan
masyarakat sebagai pemakai bahasa yang di dalamnya terdapat interaksi satu sama lain
sehingga terjadi peristiwa tutur yang di dalamnya terdapat partisipan, waktu, tempat
situasi pembicaraan
Berdasarkan rumusan di atas peneliti lebih cenderung memakai landasan teori
yang dikemukakan oleh J.A. Fishman dalam Chaer dan Agustina (1995:4) bahwa
sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi
bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan
saling mengubah satu sama lain suatu masyarakat tutur.
2.2.2 Alih Kode
Kontak yang terjadi terus-menerus antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi
masyarakatyang bilingual cenderung mengakibatkan gejala kebahasaan yang disebut alih
kode. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam masyarakat
dwibahaswan. Artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin
seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit pun
memanfaatkan bahasa lain.
Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, jadi
apabila seorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih
menggunakan kode B, maka peralihan bahasa seperti inilah yang disebut sebagai alih
unsur bahasanya mempunyai cirri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi
penutur dengan mempunyai lawan bicara, dan situasi tutur yang ada. Jadi, dalam kode ini
terdapatlah unsur-unsur bahasa seperti kalimat-kalimat, kata-kata, morfem, dan fonem.
Lebih lanjut kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa yang secara real dipakai
berkomunikasi anggota-anggota suatu masyarakat bahasa Soepomo Poedjosoedarmo
(1978:5). Kode adalah salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan yang dipakai dalam
berkomunikasi Suwito (dalam Rahardi, 2001:22). Jadi kode merupakan varian bahasa.
Konsep alih kode mencakup tidak saja peristiwa peralihan bahasa, tetapi juga
peristiwa peralihan ragam bahasa atau dialek (Umar, 1993:13).
Contoh : Ketika A dan B bertemu dalam acara pesta, biasanya mereka mengawali
pembicaraannya dengan topik sehari-hari, seperti masalah keluarga, pekerjaan dan
lain-lain. Dalam topik seperti ini, pada umumnya dipergunakan bahasa ragam santai. Tetapi
ketika komunikasi beralih ke masalah politik bahasa yang dipergunakan pada umumnya
bukan ragam santai, melainkan ragam formal. Peristiwa pergantian ragam informal ke
ragam formal atau sebaliknya dikatakan sebagai alih kode.
Appel 1976 (dalam Chaer dan Agustina, 1995141) mendefinisikanalih kode
sebagai, “ gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”.
Contoh : Ali dan Ibrahim, keduanya berasal dari Pesantren, dua puluh menit
sebelum kuliah dimulai sudah hadir di ruang kuliah. Keduanya terlibat dalam percakapan
yang topiknya tak menentu dengan menggunakan bahasa Arab. Ketika mereka sedang
asyik bercakap-cakap masuklah Aidil, teman kuliahnya yang bukan dari Pesantren, yang
Peristiwa peralihan penggunaan bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang dilakukan Ali dan
Ibrahim adalah berubahnya situasi. Situasi “kearaban” berubah menjadi situasi
“keindonesiaan”.
Dell Hymes 1975 (dalam Rahardi, 2001:20) yakni bahwa alih kode adalah istilah
umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih,
beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam bahasa.
Sementara itu Mansoer Pateda (1990:83) mengemukakan pendapatnya bahwa :
Seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean itu melalui suatu proses yang terjadi pada pembicara, hampa suara, dan pada lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia akan mengambil kesimpulan dan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Tindakan itu, misalnya memutuskan pembicaraan atau mengulangi lagi pertanyaan. Seseorang mengkode dengan berbagai variasi. Variasi yang dimaksud yakni lembut, keras, cepat, lambat, bernada, dan sebagainya sesuai suasana hati si pembicara. Kalau marah tentu cepat dan keras, sebaliknya kalau merayu tentu pelan dan lembut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kode meliputi bahasa dengan segala unsur-unsurnya (seperti kalimat,
kata, morem, maupun fonem), variasi-variasi bahasa, dan gaya-gaya bahasa. Sedangkan
alih kode adalah pertukaran dari satu bahasa ke bahasa lain, atau pertukaran dari satu
variasi bahasa ke bahasa variasi bahasa lain dalam bahasa yang sama, ataupun pertukaran
dari satu gaya bahasa yang satu ke gaya bahasa yang lain dalam bahasa yang sama.
Kegiatan alih kode antarbahasa, antarvariasi bahasa, dan antargaya bahasa dapat
dilihat pada situasi berikut :
1. Alih kode antarbahasa, misalnya:
Ketika seseorang sedang bercakap-cakap dalam bahasa Arab dengan salah
dalam peristiwa bicara yang tidak mengerti bahasa Arab. Selanjutnya,
pembicaraan beralih kepada bahasa Indonesia agar orang ketiga itu dapat ikut
dalam peristiwa bicara.
2. Alih kode antarvariasi bahasa, misalnya:
Seseorang beralih dari variasi bahasa Arab halus kepada variasi bahasa Arab
kasar ketika sedang marah.
3. Alih kode antargaya bahasa, misalnya:
Ketika sedang merayu, seseorang beralih dari gaya bahasa bukan merayu kepada
gaya bahasa merayu.
2.3 Tinjauan Pustaka
Mujiyanti (1995) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode Antara bahasa Indonesia
dan bahasa Jawa : Studi Kasus di SMA Persiapan Stabat Tahun Ajaran 1992-1993 yang
membicarakan tentang bagaimana proses teradinya alih kode pada siswa SMA Persiapan
Stabat. Teori yang digunakan yaitu teori sosiolinguistik. Dari hasil penelitiannya, masih
banyak sekali pengalihan kode, khususnya siswa suku Jawa yang ditandai dengan adanya
penggunaan bahasa Jawa di lingkungan sekolah pada situasi-situasi tertentu.
Lesman Nainggolan (1997) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode Antara bahasa
Indonesia dan bahasa Batak Toba : Studi Kasus di SMU Pelita Pematang Siantar Tahun
Ajaran 1996-1997 yang membicarakan tentang bagaimana proses teradinya alih kode
pada siswa SMU Pelita Pematang Siantar. Penelitian Nainggolan tidak jauh berbeda dari
masih banyak sekali terjadinya pengalihan kode antara bahasa Indonesia dan bahasa
Batak Toba di lingkungan sekolah pada situsi-situasi tertentu.
Pada kesempatan ini peneliti meneliti Alih Kode Antara bahasa Indonesia dan
bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna yang membicarakan tentang faktor-faktor
apakah yang menyebabkan terjadinya kegiatan alih kode antar bahasa Indonesia dan
bahasa Arab di lingkungan Pondok Pesantren Al-Husna, serta pengaruh apa yang timbul
dari pengguna bahasa Arab terhadap pemakaian bahasa Indonesia pada santri Pondok
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempatkan di Jl. Pelajar , Marindal I pasar III, Kec.
Patumbak, Kab. Deli serdang, Medan. Dan pada waktu penelitian si peneliti meneliti
ketika terjadinya proses belajar mengajar di kelas, dan waktu istirahat.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan pemakai bahasa tertentu yang tidak diketahui
batas-batasnya akibat luasnya daerah dan banyaknya orang yang memakai bahasa
tersebut (Sudaryanto,1990:36). Populasi penelitian ini adalah seluruh santri SMU Pondok
Pesantren Al-Husna Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 355 orang. Perincian
jumlah santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna berdasarkan kelas mereka dapat dilihat
[image:22.612.89.524.512.655.2]melalui table berikut :
Tabel : Perincian Jumlah Santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna Tahun Ajaran
2009/2010
NO Kelas Jumlah Siswa
1. Satu 60
2. Dua 50
3. Tiga 90
Jumlah 200
Sampel adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mewakili dari satu populasi
(Sudaryanto, 1990:30). Adanya jumlah populasi yang begitu besar dan mengingat
berbagai pertimbangan, seperti waktu, serta kemampuan yang dimiliki, maka penelitian
ini mempergunakan sistem sampel. Berdasarkan jumlah kelas yang ada di SMU Pondok
Pesantren Al-Husna, yakni delapan kelas. Dalam penelitian ini masing kelas oleh satu
kelas yang sudah ditentukan. Berdasarkan kelas yang sudah ditentukan maka kelas yang
terpilih sebagai sampel adalah I-a, dan II-a. Dalam penelitian ini penulis mengambil
sampel sebanyak lima puluh orang.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya ( Abdullah, 2009 ). Dalam penelitian ini variabelnya adalah :
1. Penggunaan bahasa
Penggunaan bahasa adalah kebiasaan seseorang menggunakan bahasa tertentu dengan
mitra bicara tertentu dikaitkan dengan situasi interaksi yang terjadi antara mitra bicara
tersebut.
2. Hubungan Peran
Hubungan peran adalah ikatan hak atau status dan kewajiban seseorang dalam sebuah
lembaga sosial budaya ditentukan oleh norma-norma sosial budaya suatu masyarakat.
Hubungan peran terjadi antara
Kepala sekolah dengan guru atau sebaliknya,
Setiap indivindu dapat berperan ganda, misalnya dalam satu sisi berperan sebagai
guru dalam hubungan peran guru dengan kepala sekolah dan sisi lain berperan sebagai
guru dalam hubungan peran guru dengan murid.
3. Ranah Penggunaan Bahasa.
Ranah penggunaan bahasa adalah susunan situasi atau cakrawala interaksi yang pada
umumnya didalamnya digunakan satu bahasa, satu ranah dikaitkan dengan ragam bahasa
tertentu . dalam situasi sosial, ranah adalah abstraksi dari persilangan antara status dan
hubungan peran, lingkungan dan pokok bahasan tertentu. Ranah dalam penelitian ini
adalah ranah pendidikan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tape recorder, daftar pertanyaan / kuesioner,
dan alat-alat bantu seperti pena dan kertas. Peneliti membuat 26 kuesioner yang
berhubungan dengan penelitian dan dilampirkan di halaman lampiran.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sementara itu teknik adalah cara
melaksanakan metode. Metode dan teknik pengumpulan data yang sesuai perlu
diperhatikan agar penelitian terarah. Penggunaan metode dan teknik pengumpulan data
Metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Dalam
pengumpulan data lingual, maka penelitian yang dilaksanakan mempergunakan metode
simak. Sehubungan dengan itu, Sudaryanto (1988:2) menerangkan bahwa :
Disebut metode simak karena memang berupa penyimakan : dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa.
Ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau obsevasi dalam ilmu sosial. Pengumpulan data dengan mempergunakan metode simak tersebut dilaksanakan dengan bantuan teknik-teknik sebagai berikut :
a. Teknik Dasar : Teknik Sadap
Penyimakan yang dilaksanakan diwujudkan dalam bentuk penyadapan. Untuk
memperoleh data, maka dilaksanakan penyadapan terhadap pembicaraan para
siswa.
b. Teknik Lanjutan : Teknik Simak Bebas Libat Cakap ( Teknik SLBC )
Dalam hal ini, penyadapan dilaksanakan tanpa ikut berpartisipasi dalam kegiatan
bicara : Peneliti hanya bertindak sebagai pemerhati yang senantiasa
mendengarkan pembicaraan yang terjadi antarsiswa tanpa ikut berbicara dalam
peristiwa bicara yang sedangn berlangsung.
c. Teknik Lanjutan : Teknik Rekam
Teknik ini dipergunakan dengan tujuan merekam kegiatan pembicaraan yang
sedang berlangsung antarsiswa. Perekam dilaksanakan dengan bantuan tape
recorder dan dilaksanakan tanpa sepengetahuan para siswa sehingga diharapkan
dapat diperoleh hasil yang objektif.
d. Teknik Lanjutan : Teknik Catat
Selain mempergunakan teknik rekam, hasil penyadapan di wujudkan pula dalam
karena tidak semua hasil penyadapan dapat terekam. Selain itu, teknik catat juga
membantu dalam proses pemindahan hasil rekaman ke dalam bentuk tulisan untuk
selanjutnya diklasifikasikan.
Pengumpulan data ini juga dilaksanakan dengan bantuan teknik kuesioner. Teknik
kuesioner tersebut diwujudkan dalam bentuk pembuatan sejumlah daftar pertanyaan yang
berhubungan dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, sejumlah pertanyaan dalam daftar
pertanyaan tersebut diajukan kepada para santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna
berdasarkan kelas-kelas yang terpilih sebagai sampel. Untuk menghindari salah
pengertian, maka diberikan penjelasan kepada para santri yang kurang mengerti
mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Dengan demikian, diharapkan hasil
pengumpulan data dengan teknik kuesioner ini dapat membantu data-data lainnya yang
dikumpulkan dengan teknik-teknik lainnya melalui metode simak.
3.6 Teknik Analisis Data
Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka metode yang akan digunakan dalam
analisis data adalah metode deskriptif. Sehubungan dengan itu, Sudaryanto (1988a : 62)
menyatakan bahwa :
Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata
hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomen yang memang secara empiris
hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berubah perian
bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret : paparan seperti adanya.
Selain metode deskriptif, penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yaitu
dengan membaca dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan masalah
yang penulis bahas dalam penelitian ini.
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Pengertian Kedwibahasaan dan Dwibahasaan
Melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia dan beragam
bahasa daerah, maka di negara Indonesia tidak jarang ditemui orang-orang yang dapat
berbahasa lebih dari satu bahasa. Kesanggupan mereka dapat menggunakan lebih dari
satu bahasa tersebut disebabkan keinginan mereka untuk dapat saling berkomunikasi
antara manusia yang satu dan manusia yang lain, baik di dalam lingkungan interetnis
maupun di dalam lingkungan antaretnis.
Sehubungan dengan kedwibahasaan yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia,
maka lahirlah istilah kedwibahasaan dan dwibahasawan. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa :
Dwibahasa : dua bahasa
Kedwibahasaan : Perihal pemakaian dua bahasa (seperti bahasa daerah di samping
bahasa nasional)
Dwibahasawan : orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa (seperti bahasa
nasional dan bahasa asing, bahasa nasional dan bahasa daerah),
pemakai dua bahasa (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
1990:217).
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian kedwibahasaan
dan dwibahasawan, maka dapat dlihat beberapa pendapat para ahli yang telah
1. Harimurti Kridalaksana (1985:24) mengemukakan bahwa”kedwibahasaan adalah
penggunaan dua bahasa secara berganti-ganti oleh satu orang atau satu
kelompok”.
2. Uriel Weinreich dalam Harimurti Kridalaksana (1986:201) mengatakan bahwa
“praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian disebut kedwibahasaan dan
orang-orang yang bersangkutan disebut dwibahasawan”.
3. Fishman dalam Henry Guntur Tarigan (1988:3) mengemukakan bahwa “ seorang
dwibahasawan adalah orang yang dapat berperan serta dan tuut berpartisipasi
dalam komunikasi lebih dari satu bahasa”.
4. Nababan (1986:27) dengan menggunakan istilah bilingualisme untuk
kedwibahasaan mengemukakan bahwa bilingualisme yaitu kebiasaan
menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Orang yang dapat
menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang bilingual
(berdwibahasa).
5. Macnamara dalam Henry Guntur Tarigan (1988: 3) mengatakan bahwa “seorang
dwibahasa adalah orang yang paling sedikit memiliki satu keterampilan berbahasa
(menyimak, berbicara, membaca, menulis) dalam bahasa kedua”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kedwibahasaan adalah pemahaman dua bahasa secara bergantian oleh seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain, sedangkan dwibahasawan adalah orang yang
sekurang-kurangnya memiliki salah satu keterampilan berbahasa dalam bahasa kedua sehingga
Untuk memudahkan pembahasan mengenai kedwibahasaan dan dwibahasawan,
maka ada empat aspek yang harus diperhatikan yang meliputi : aspek degree, aspek
fuction, aspek alternation, dan aspek interferensi ( Mackey dalam Alwasilah, 1986:125).
Berikut ini akan dijelaskan mengenai keempat aspek tersebut sebagai berikut:
1. Aspek Degree’tingkat kemampuan dalam dua bahasa’ kemampuan berbahasa
akan tampak dalam bentuk empat keterampilan (seperti menyimak, berbicra,
membaca, maupun menulis)
2. aspek Fuction’ fungsi atau pemakaian dua bahasa’ tingkat kefasihan berbahasa
tergantung pada fungsi atau pemakaian bahasa itu. Dapat dikatakan bahwa
semakin sering bahasa itu dipakai, maka semakin fasihlah penuturnya.
3. Aspek Alternation’ pergantian antarbahasa’pergantian antarbahasa ini tergantung
pada kefasihan seseorang terhadap bahasa yang dipergunakannya. Pada waktu
penutur berganti-ganti bahasa , maka sekurang-kurangnya kondisi tersebut
diciptakan oleh tiga hal, yakni: 1) topic pembicaraan, 2) orang yang terlibat, dan
3) ketegangan (tension).
4. Aspek Interference’interferensi’ interferensi ini maksudnya berupa masuknya
ciri-ciri kebahasaan suatu bahasa ketika berbicara atau menulis bahasa lain.
4.2 Macam-Macam Alih Kode
Alih kode dapat dibagi atas dua macam, yaitu alih kode permanent dan alih kode
sementara (Poedjosoedarmo dkk, 1979:38). Selanjutnya, akan dibicarakan kedua macam
4.2.1 Alih Kode Permanen
Pada alih kode permanen seorang pembicara secara tetap mengganti kode bicaranya
terhadap lawan bicara. Peristiwa semacam itu jarang terjadi pada penutur bahasa
Indonesia, sedangkan pada penutur bahasa Arab peristiwa semacam itu bisa saja terjadi.
Alih kode permanen dapat terjadi karena adanya perbedaan umur seseorang serta
hubungan pribadi antara pembicara dengan lawan bicara. Bahasa Arab di Pondok
Pesantren Al-Husna perubahan bahasa disebabkan oleh tingkat umur. Misalnya antara
seorang murid dengan guru. Dalam pembicaraannya si murid akan lebih dominan
menggunakan bahasa yang lebih sopan dibandingkan dengan dia berbicara dengan orang
yang seumurnya.
4.2.2 Alih Kode Sementara
Alih kode sementara dapat meliputi alih kode yang disadari oleh si pembicara dan
alih kode yang tidak disadari oleh si pembicara.
Alih kode yang disadari oleh si pembicara biasanya terjadi karena si pembicara ingin
mencari jalan yang termudah untuk menyampaikan pikiran maupun isi hatinya. Misalnya,
ada dua orang santri dwibahasawan Indonesia-Arab yang sedang membicarakan
mengenai pelajaran Ekonomi dengan mempergunakan bahasa Arab. Akan tetapi, pada
peristiwa bicara yang sedang berlangsung akan sering terdengar beberapa
kalimat-kalimat bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh bahasa Indonesia merupakan
bahasa pengantar di sekolah sehingga dalam membicarakan suatu masalah yang
berhubungan dengan pelajaran, bahasa Indonesia lebih mudah dipergunakan.
Selain ingin mencari jalan yang termudah untuk menyampaikan pikiran maupun isi
pembicara mempunyai maksud-maksud tertentu, misalnya ingin memamerkan diri, dan
sebagainya, (Poedjosoedarmo dkk. 1979:40).
Alih kode sementara yang tidak disadari dapat terjadi karena penguasaan terhadap
bahasa ibu lebih dominant dibandingkan dengan penguasaan terhadap bahasa kedua.
Sehingga pada waktu berbicara kepada seseorang yang tidak mengerti bahasa asli si
pembicara terkadang secara tidak sengaja terselip kata atau kalimat dalam bahasa asli si
pembicara.
4.3 Faktor-Faktor Penyebab Alih Kode
Alih kode tidak terjadi begitu saja, melainkan ada faktor penyebabnya. Banyak hal
yang menyebabkan seseorang beralih kode, misalnya faktor siapa pembicara dan
pendengar, pokok pembicaraan, konteks verbal, bagaimana bahasa dihasilkan, dan lokasi
(Appel dalam Pateda, 1990:86).
Berbicara tentang siapa pembicara dan pendengar, selamanya ditentukan oleh status
seseorang. Dalam hal ini, yang dimaksud status sosial ialah kedudukan seseorang
yangdihubungkan dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Misalnya, variasi
bahasa yang dipergunakan para buruh di pelabuhan ketika berbicara sesame mereka
berbeda dengan variasi bahasa yang dipergunakan para buruh tersebut ketika berbicara
dengan seorang dokter.
Peralihan kode dipengaruhi pula oleh pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan
tersebut biasanya bersifat formal (resmi) dan informal (tidak resmi). Misalnya, ragam
tidak resmi) berbeda dengn ragam bahasa dengan yang dipergunakannya ketika sedang
mengajar di depan kelas (suasana resmi).
Sehubungan dengan konteks bahasa, ada dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu
aspek bahasa orang yang sedang berbicara dan aspek bahasa orang yang ikut dalam
pembicaraan. Dalam hal ini kode yang dipergunakan oleh si pembicara akan
mempengaruhi terhadap kode yang dipergunakan oleh lawan bicara. Misalnya, seorang
dwibahasawan Indonesia-Arab dengan seorang dwibahasawan Indonesia-Arab lainnya
terlibat dalam suatu peristiwa bicara. Pembicaraan dimulai oleh si pembicara dalam
bahasa Arab sehingga orang yang ikut dalam peristiwa bicara tersebut juga
mempergunakan bahasa Arab karena terpengaruh oleh kode yang dipergunakan oleh si
pembicara.
Bahasa dapat dihasilkan dalam bentuk lisan dan tulisan. Sehubungan dengan kegiatan
alih kode, kode yang dipergunakan oleh seseorang ketika menulis surat berbeda dengan
kode yang dipergunakannya ketika sedang berbicara dengan seseorang secara lisan. Pada
waktu menulis surat, kode yang dipergunakannya berbentuk bahasa tulisan. Sebaliknya,
pada waktu berbicara dengan seseorang dalam bentuk percakapan, maka kode yang
dipergunakannya berbentuk bahasa lisan.
Lokasi atau tempat peristiwa bicara berlangsung akan mempengaruhi pemilihan kode
seseorang. Misalnya, variasi bahasa yang dipergunakan seorang dokter ketika berada di
lingkungan kerjanya berbeda dengan bahasa yang dipergunakannya ketika berada di
lingkungan keluarganya.
Selain faktor-faktor tersebut masih ada lagi yang menyebabkan terjadinya kegiatan
kepada lawan bicara, ketidakmampuan menguasai kode tertentu, kurangnya penguasaan
diri, keinginan mendidik lawan bicara, pengaruh praktik berbicara, bersandiwara dan
berpura-pura, pengaruh maksud-maksud tertentu (seperti melucu, merayu, membujuk,
menonjolkan diri, menggoda, menyindir, menekankan maksud, dan mengakrabkan diri),
pengaruh frase-frase tertentu (seperti basa-basi pepatah, dan peribahasa), dan relasi yang
tidak pasti antara si pembicara dengan lawan bicara (Poedjosoedarmo dkk, 1979).
4.4 Beberapa Aspek Bahasa Arab 4.4.1 Fonologi
Fonologi adalah bidang khusus dalam linguistic yang mengamati bunyi-bunyi suatu
bahasa tertentu menurut fungsinya untuk memberikan makna leksikal dalam bahasa
tersebut ( Gorys Keraf, 1996:28).
Sejauh dapat dibuktikan suatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata
dari kata yang lain disebut fonem. Bila suatu unsur diganti dengan unsur lain akan terjadi
pula akibat yang besar yaitu perubahan arti yang terkandung dalam kata. Ini dengan jelas
menunjukkan bahwa kesatuan-kesatuan yang kecil yang terjadi dari bunyi ujaran itu
mempunyai peranan dalam membedakan arti, dapat dilihat deretan kata seperti
qalbun’hati’, kalbun’anjing’.
Batasan fonem adalah kesatuan yang terkecil yang terjadi dari bunyi ujaran yang
dapat membedakan arti. Dalam mempelajari macam bunyi ujaran harus dihubungkan
dengan alat ucap yng menghasilkan bunyi-bunyi tersebut. Bunyi ujaran dihasilkan oleh
1. Udara yang dialirkan dari paru-paru
2. artikulator yaitu bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan
untuk menghasilkan suatu bunyi.
3. titik artikulasi, yaitu bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh articulator.
Bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia itu dibedakan atas dua
bagian yaitu vokal dan konsonan.
4.4.1.1 Vokal
Vokal adalah bila dalam menghasilkan suatu bunyi ujaran, udara yang keluar dari
paru-paru tidak mendapat halangan. Jenis dan macam vokal tidak tergantung dari kuat
lembutnya udara, tetapi bergantungnya pada beberapa hal yang berhubungan dengan
lidah sebagai artikulator, posisi tinggi-rendahnya lidah diangkat, posisi bibir.
1. Lidah sebagai artikulator
lidah sebagai articulator dan secara fisiologis dibagi atas empat bagian:
a..ujung lidah (apeks)
b. depan lidah (fronto)
c. pusat lidah (lamino)
d. belakang lidah (lamino)
Dalam pelaksanaan bunyi vokal, daun lidah memegang peranan penting (depan, pust, dan
belakang) sebagai artikulator.
Berdasarkan lidah sebagai artikulator itu, maka bunyi vokal dapat dibedakan atas :
a. Vokal depan yaitu bunyi yang dihasilkan oleh lidah bagian depan seperti : [ i ]
b. Vokal tengah atau pusat yaitu bunyi vokal yang dihasilkan oleh bagian tengah
lidah seperti : [a] dan [a:].
c. Vokal belakang yaitu bunyi yng dihasilkan oleh lidah bagian belakang, seperti:
[u] dan [u:].
2. Menurut posisi tinggi-rendahnya lidah diangkat.
Disebabkan oleh gerak rahang dan kelenturan lidah, maka jarak antara lidah dan
langit-langit adakalanya sangat dekat atau agak jauh dan sangat jauh. Dengan
demikian bunyi vokal dapat diklasifikasikan seperti berikut ini :
a. Vokal tinggi, yakni jarak antara lidah tertentu dan langit-langit sangat dekat.
Lidah terangkat tinggi mendekati langit-langit bunyi yang dihasilkan adalah:
[i] dan [i:], juga [u] dan [u:]
b. Vokal tengah yakni jarak antara langit-langit dan lidah ada dalam posisi belah
dua atau lidah berada di posisi tengah. Bunyi vokal yang tergolong ke dalamnya
adalah : [a] dan [a:]
3. Posisi bibir
Yang dimaksud dengan posisi bibir adalah bentuk bibir ketika mengucapkan suatu
bunyi itu adakalanya berbentuk bundar atau bulat dan tak bundar. Sehingga
klasifikasi bunyi yang ditimbulkan adalah :
a. vokal bundar atau bulat, yaitu bunyi vokal yang ketika dilaksanakan posisi bibir
dalam keadaan bulat, bunyi yang dihasilkan adalah : [u] dan [u:].
b. vokal tak bundar, yaitu bunyi vokal yang ketika dilaksanakan posisi bibir tidak
4.4.1.2 Konsonan
Konsonan adalah bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru
mendapat halangan. Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat seluruhnya, dapat
bersifat sebagian yaitu dengan menggeserkan atau mengadukkan arus udara itu.
Dengan memperlihatkan bermacam-macam faktor untuk menghasilkan konsonan,
maka kita dapat membagi konsonan-konsonan :
a. Titik Artikulasi atau Daerah Artikulasi
Berdasarkan titik artikulasi untuk menghasilkan sebuah konsonan , maka bunyi konsonan
dapat dibedakan atas:
1. Bunyi konsonan bilabial / syafatani, yaitu bunyi yang dihasilkan
oleh belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai artikulator dan titik
artikulasi. Bunyi yang dihasilkan adalah : [b, m, w]
2. Bunyi konsonan dental ( / asnani / ), yaitu bunyi yang dihasilkan
oleh ujung lidah dan pangkal gigi atas. Bunyi yang dihasilkan adalah :
3. Bunyi konsonan labio – dental ( /syafawi asnani/ ), yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh bibir bawah dan gigi atas. Bunyi yang dihasilkan : [f].
4. Bunyi konsonan interdental ( / bay-asnani /), yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh ujung lidah, gigi atas dan bawah, seperti : [ ].
5. Bunyi konsonan alveolar ( / lissah/ ), yakni bunyi yang dihasilkan oleh
pangkal gigi atas, daun lidah dan ujung lidah, seperti : [r, z, s, l, n].
6. Bunyi konsonan velarized ( / mufakhham/ ), yakni bunyi yang
diperoleh dari pangkal gigi dan langit-langit lunak, disertai dengan depan lidah
7. Bunyi konsonan velar ( / tabaq/ ), yaitu bunyi yang dihasilkan oleh
langit-langit lunak dan belakang lidah. Bunyi yang dihasilkan adalah :
[ x, k, ]
8. Bunyi konsonan alveo palatal ( / lissah ghariyyah/), yaitu
bunyi yang dihasilkan oleh pangkal gigi dan langit-langit keras dan daun lidah
belakang seperti : [ d, ]
9. Bunyi konsonan palatal ( / ghariyyah/ ) yaitu bunyi yang diperoleh
dari langit-langit keras dan lidah bagian tengah, bunyi yang dihasilkan adalah :
[ ]
10. Bunyi konsonan uvular ( / halqiyyah/ ), adalah bunyi yang diperoleh
dari langit-langit lunak dan anak tekak, serta akar lidah. Bunyi yang dihasilkan
adalah : [ q ].
11.Bunyi konsonan faringal ( / halqiyyah/ ), yaitu bunyi yang dihasilkan
oleh dindinng belakang tenggorokan dan akar lidah, seperti : [ ].
12.Bunyi konsonan glottal ( / hanjariyyah / ), yaitu bunyi yang diperoleh
dri pita-pita suara, seperti : [ h, ]
b. Hambatan Udara
Berdasarkan jenis hambatan udara yang terjadi pada waktu udara keluar dari rongga
ujaran, konsonan dapat dibedakan atas :
1. Konsonan hambat atau stop ( / waqfiyyah / ), yaitu konsonan yang
Bunyi yang dihasilkan adalah : [ b, t,
q , k , ]
2. Konsonan frikatif atau geseran ( / ihtikaki / ) , yaitu bunyi
konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru mengalami
pergesereran pada daerah artikulasi sehingga udara keluar melalui celah-celah
daerah artikulasi tersebut. Bunyi yang dihasilkan adalah :
[ 0 , , h , x , d , z, s , , S , Z, , , f , h ].
3. Konsonan hasal atau sengau ( / anfiyyah / ), yaitu bunyi konsonan
yang terjadi ketika udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan pada
daerah artikulasi sehingga udara keluar keluar melalui hidung. Bunyi yang
dihasilkan adalah : [m, n ]
4. Konsonan lateral atau sampingan ( / janibiyyah / ), yakni bunyi
konsonan yang terjadi ketika udara yang keluar dari paru-paru mengalami
hambatan pada daerah artikulasi sehingga udara keluar melalui sisi lidah. Bunyi
yang dihasilkan adalah : [ l ].
5. Konsonan Getar atau Vibran ( / tikrariyyah / ), yaitu udara yang
keluar dari paru-paru mengalami getaran pada daerah artikulasi. Bunyi getar
tersebut adalah : [ r ].
6. Konsonan semi vokal ( / syi bhu saitah ) yakni bunyi di
antara konsonan dan vokal. Bunyi tersebut adalah : [ w, y ]. Dalam
penngucapan konsonan [ w ], bentuk bibir dibulatkan seperti mengucapkan
bunyi vokal [ u ], kemudian kedua bibir itu lebih didekatkan maka saluran di
menghasilkan bunyi konsonan [ w ]. Demikian hal nya dengan buyi semi
vokal [ y ] dalam pengucapanya jarak antara lidah dan langit-langit begitu
sempit seperti dalam pengucapan bunyi vokal [ i ], sehingga udara keluar pada
jalan sempit itu.
c. Bergetar atau tidak pita-pita suara
Berdasarkan turut atau tidaknya pita-pita suara itu bergetar pada saat menghasilkan
bunyi konsonan, maka konsonan dapat diklasifikasikan dengan :
(1). Konsonan bersuara ( / majhur / ), yaitu bunyi konsonan yangterjadi
apabila ada alur sempit pada pita-pita suara yang menyebabkan pita suara itu
bergetar.
Ada pun bunyi-bunyi konsonan bersuara ( / majhur / ) tersebut
adalah :
a. Konsonan bilabial ( / syafatani/ ), yaitu : [ b, m, w ].
b. Konsonan dental ( / asnani / ), yaitu : [ d ].
c. Konsonan interdental ( / bay-asnani / ), yaitu : [ ].
d. Konsonan alveolar ( / lissah / ), yaitu : [ r, z, l, n ].
e. Konsonan velar ( / tabaq / ), yaitu : [ ].
f. Konsonan alveo-palatal ( / lissah ghariyyah / ), yaitu : [ d ]
g. Konsonan velarized ( / mufakham / ), yaitu : [ d, z ].
h. Konsonan palatal ( / ghariyyah / ), yaitu : [ ].
(2). Bunyi Konsonan tak bersuara ( / mahmus / ), yaitu bunyi konsonan
yang terjadi apabila udara yang keluar dari rongga ujaran tidak menggetarkan pita
suara, dan pita suara terbuka agak lebar.
a. Konsonan dental ( / asnani / ), yaitu: [ t ].
b. Konsonan inter-dental ( / bay-asnani/ ), yaitu : [ ].
c. Konsonan labio dental ( / syafawi asnani/ ), yaitu : [ f ].
d. Konsonan alveolar ( / lissah / ), yaitu : [s ].
e. Konsonan velar ( / tabaq / ), yaitu : [ x, k ].
f. Konsonan alveo-palatal ( / lissah ghariyyah / ), yaitu : [S]
g. Konsonan velarized ( / mufakhkam / ), yaitu : [ S, t ].
h. Konsonan uvular ( / halqiyyah/ ), yaitu : [ q ].
i. Konsonan faringal ( / halqiyyah / ), yaitu : [ h ].
j. Konsonan glottal ( / hanjariyyah / ), yaitu : [ h, ].
Untuk lebih jelasnya konsonan-konsonan dapat dilihat pada contoh berikut ini :
- b / : khabarun / ‘ kabar ‘
kataba / ‘ menulis’
- t / : taraka / ‘ meninggalkan ‘
qatala / ‘ membunuh ,
- d / : durjun / ‘ laci ‘
Badala / ‘ menukar’
- t / : tala a / ‘ terbit’
wasata / ‘ di tengah ‘
wada a / ‘ meletakkan’
- q / : baqaratun / ‘lembu betina’
qara a / ‘membaca’
- k / : Sakara / ‘berterima kasih’
halaka / ‘binasa’
- / : sa ala / ‘ bertanya’
Akala / ‘makan’
- 0 / : a0smara / ‘berbuah’
Baha0a / ‘ menyelidiki’
- x / : xarada / ‘keluar’
Saraxa / ‘berteriak’
- d / : dabaha / ‘menyembelih’
ada : bun ‘siksaan’
- z / : za : da / ‘bertambah’
hazina / ‘bersedih’
- s / : samakun / ‘ikan’
aswadun / ‘hitam’
- / : aba : bun / ‘pemuda’
ha ara / ‘menghimpun’
- S / : waSala / ‘sampai’
hariSa / ‘tamak’
- / : alima / ‘mengetahui’
: wa ada / ‘berjanji’
- f / : farqun / ‘perbedaan’
: nafsun / ‘jiwa’
- h / : hadama / ‘merobohkan’
: kariha / ‘benci’
- m / : zamanun / ‘masa, waktu’
Ilma : mun / ‘ pengetahuan’
- n / : nazala / ‘ turun’
mahana / ‘ bergurau’
- l / : labanun / ‘ susu ‘
: khali : lun / ‘kekasih’
- r / : kabi : run / ‘besar’
: mar atun / ‘perempuan’
- w / : saruwa / ‘pemurah’
: ha : wara / ‘ bercakap-cakap’
- y / : bakiya / ‘menangis’
: yajlisu / ‘ duduk’
4.4.2 Morfologi
Pada umumnya morfologi bahasa Arab mempunyai banyak kesejajaranya dengan
bahasa Indonesia. Banyak para ahli bahasa yang membuat pengertian tentang morfologi
Gorys Keraf (1986 : 51) Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan
bentuk kata.
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau : morfologi adalah mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantic (Ramlan, 1983 : 16-17).
Sesuai dengan pendapat para ahli tersebut maka morfologi itu adalah telaah
morfem. Morfologi dapat dibagi menjadi dua tipe analis, yaitu :
1. Morfologi Sinkronik : menelaah morfem-morfem dalam satu cakapan
waktu tertentu, baik waktu lalu maupun waktu sekarang. Pada hakekatnya,
morfologi sinkronik adalah suatu analisis linier, yang mempertanyakan
apa-apa yang merupakan komponen leksikal dan komponen sintaktik
kata-kata, dan bagaimana caranya komponen-komponen tersebut
menambahkan, mengurangi atau mengatur kembali dirinya di dalam
berbagai ragam konteks. Morfologi sinkronik tidak ada sangkut pautnya
atau tidak menaruh perhatian pada sejarah atau asal-usul kata dalam
bahasa.
2. Morfologi diakronik, menelaah sejarah atau asal-usul kata, dan
mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata kini berbeda
Jenis-jenis Morfem
Jenis-jenis morfem dalam bahasa Arab :
a. Morfem Bebas ( jamid )
Morfem bebas atau jamid yaitu morfem yang tidak memiliki keterkaitan dengan kata
dasar untuk membentuk kata lainnya, morfem ini berdiri dengan sendiri menggambarkan
suatu benda.
Contoh :
Safarjalun ‘jambu’
Nahrun ‘sungai’
Saa’atun ‘jam’
Kalbun ‘anjing’
Khinjirun ‘babi’
b. Morfem Terikat ( musytaq )
Morfem terikat atau musytaq yaitu morfem yang melalui keterkaitan antarsatu kata
dengan kata yang lain yang bersumber dari sebuah masdar atau kata dasar. Morfem ini
memiliki karakter sendiri sesuai dengan format perubahan kata dalam bahasa Arab yang
terdiri dari sepuluh bentuk.
1. Fiil Madhi atau kata kerja yang masa lampau.
Contoh :
‘tu’ dalam akaltu ‘ saya telah makan’
‘ta’ dalam akalta ‘kamu laki-laki telah makan’
‘ti’ dalam akalti ‘ kamu perempuan telah makan’
` ‘tum’dalam akaltum ‘kalian laki-lakitelah makan’
‘tunna’ dalam akaltunna ‘kalian perumpuan telah makan’
‘naa’ dalam akalnaa ‘kami telah makan’
‘at’ dalam akalat ‘ dia perempuan telah makan’
‘aa’ dalam akalaa ‘mereka berdua telah makan’
‘uu’ dalam akaltuu ‘mereka laki-laki telah makan’
‘na’ dalam akalna ‘ mereka perempuan telah makan’
2. Fiil Mudhori atau kata kerja yang sekarang dan akan datang.
Contoh :
‘a’ dalam akalu ‘saya sedang makan’
‘ta’ dalam takulu ‘kamu laki-laki sedang sedang makan’
‘ya’ dalam yakulu ‘dia laki-laki sedang makan’
‘ta- ina dalam takulina ‘kamu perempuan sedang makan’
‘ta-una’ dalam takulina ‘kalian berdua sedang makan’
‘ta-ani’ dalam takulani ‘kalian berdua sedang makan’
‘ya-ani’ dalam yakulani ‘mereka berdua sedang makan’
‘ya-una’ dalam yakuluna ‘mereka sedang makan’
‘ya-na’ dalam yakulna ‘mereka perempuan sedang makan’
‘na’ dalam nakulu ‘kami sedang makan’
3. Masdar atau kata dasar.
Contoh :
4.Ism Fail ( subjek )
Yaitu dengan menambahi morfem ‘a’ setelah bentuk kata dalam fiil madhi.
Contoh :
Akala menjadi aakilun ‘yang makan’
5. Ism Maf’ul ( objek )
Yaitu dengan menambahkan morfem ‘u’ sebelum huruf terakhir dari bentuk masdhar.
Contoh :
Makuluun ‘ yang di makan’
6. Fiil Amr (kata perintah)
Yaitu dengan menambahi morfem di awal kata fiil madhi.
Contoh :
‘u’ dalam uf’ul ‘kerjakanlah oleh kamu laki-laki’
‘u-i’ dalam uf’uli ‘kerjakanlah oleh kamu perempuan’
‘u-a’ dalam uf’ula ‘kerjakanlah oleh kamu berdua’
‘u-uu’ dalam uf’uluu ‘kerjakanlah oleh kalian laki-laki’
‘u-na’ dalam uf’ulna ‘kerjakanlah oleh kalian perempuan’
Sekarang juga morfem ‘u’ bisa berubah menjadi morfem ‘i’
Contoh :
‘i-uu’ dalam idhribuu ‘pukullah oleh kalian’
7.Fiil Nahi ( kata larangan )
Yaitu tidak ada perubahan morfem dalam bentuk kata fiil nahi sama dengan fiil amr,
hanya saja sebagaimana umumnya ditambahi kata ‘la’ di depan kata-kata tersebut.
Yaitu kata saduran yang menyerupai kata dasar dari sebuh kata hanya saja dengan
menambahi morfem ‘ma’ kata ini menjadi keterangan waktu.
Contoh :
‘daraba’ (dia telah memukul) menjadi ‘madribun’ (waktu terjadinya
pemukulan).
9. Ism makan ( kata keterangan tempat)
Yaitu tidak ada perbedaan kandungan morfem antara ism makan dan ism zaman oleh
sebab itu, kebanyakan dalam literature-literatur bahasa Arab kedua ism ini
digabungkan menjadi satu pembahasan.
Contoh :
‘daraba’ ( dia telah memukul ) menjadi ‘madribun’ ( waktu terjadinya
pemukulan)
10. Ism Alat ( kata keterangan benda )
Yaitu kata saduran dari kata dasar dari sebuah kata yang memiliki arti alat yang
digunakan dalam proses sebuah kegiatan atau pekerjaan umumnya untuk membentuk
ism atau pekerjaan umumnya untuk ism atau kata ini digunakan morfem ‘mi’.
Contoh :
‘daraba’ ( dia telah memukul ) menjadi ‘midrobun’ ( alat yang digunakan
untuk memukul ).
Dalam pembentukan kata pada bahasa Arab terdapat proses morfologis yang
4.4.2.1 Afiksasi
Untuk memperjelas atau untuk mengetahui pengertian afiks, baiklah terlebih
dahulu penulis kemukakan pendapat seorang sarjana bahasa tentang afiks.
Ramlan (1975:75) afiks adalah suatu bentuk linguistic yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung yang bahkan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.
Jadi dari pada pendapat ini dapatlah disimpulkan bahwa afiks adalah morfem-
morfem yang terikat pada kata dasar, adapun afiks dalam bahasa Arab adalah prefiks
(awalan), afiks (akhiran) dan infiks (sisipan).
1. Prefiks
Prefiks adalah suatu unsur yang secara struktur diikat di dalam sebuah kata dasar
atau bentuk dasar. Prefiks yang ada dalam bahasa Arab adalah : │ta│, │ya│, │a│,
│na│, │ma│, │mi│, │u│.
Prefiks ini dapat digabungkan dengan kata kerja, kata benda, dan kata sifat.
a. Dengan kata kerja :
‘ta’ dalam takulu ( kamu makan )
‘ya’ dalam yakulu ( dia makan )
‘a’ dalam akulu ( sedang makan )
‘na’ dalam nakulu ( kami makan )
‘u’ dalam uhsubu ( hitunglah )
b. Dengan kata benda :
‘ma’ dalam madribun ( tempat / waktu pemukul )
‘mi’ dalam midrobun ( alat pukulan )
‘a’ dalam afdholu ( lebih baik )
2. Infiks
Infiks adalah morfem terikat yang dilekatkan di tengah kata dasar atau bentuk
dasar. Dalam bahasa Arab terdapat satu buah infiks yaitu │a│.
Contoh :
‘a’ dalam failun ( yang mengerjakan )
‘a’ dalam nasirun ( yang menolong )
3. Sufiks
Sufiks ialah morfem terikat yang diletakkan di belakang morfem dasar. Sufiks
yang digunakan untuk membentuk kata kerja dalam bahasa Arab ialah :
│ta│,│tu│,│ti│,│naa│,│na│,│tuma│,│tum│,│uu│,│tunna│,│ii│,│hum│,│hunna│
│kum│,│kuma│,│kunna│,│ka│,│ki│
a. Dengan kata kerja :
‘ta’ dalam akalta ( kamu telah makan )
‘tu’ dalam akaltu ( saya telah makan )
‘ti’ dalam akalti ( kamu perempuan makan )
‘naa’ dalam akalnaa ( kami telah makan )
‘na’ dalam akalna ( mereka perempuan telah makan )
‘u’ dalam akaluu (mereka laki-laki telah makan )
‘tuma’ dalam akaltuma (kalian berdua telah makan)
‘tum’ dalam akaltum ( kalian laki-laki telah makan )
b. Dengan kata benda :
‘i’ dalam qolami ( pulpen saya)
‘naa’ dalam qolamunaa (pulpen kita )
‘hum’ dalam qolamuhum (pulpen mereka laki-laki)
‘hunna’ dalam qolamuhunna ( pulpen mereka perempuan )
‘kum’ dalam qolamukum (pulpen kalian laki-laki)
‘kuma’ dalam qolamukuma ( pulpen kalian berdua)
‘kunna’ dalam qolamukunna (pulpen kalian perempuan)
‘ka’ dalam qolamuka ( pulpen kamu laki-laki)
‘ki’ dalam qolamuki ( pulpen kamu permpuan)
4. Konfiks
Konfiks ialah dua imbuhan atau lebih yang secara serentak melekat pada kata dasar.
Dalam bahasa Arab terdapat juga konfiks walaupun tidak banyak yaitu :
‘ya – ani’
‘ya – una’
‘ya – na’
‘ta – ani’
’ta – una’
‘ta – na’
Contoh :
Ya – ani dalam yadribani ( mereka berdua sedang memukul )
Ya – una dalam yadribuna ( mereka laki-laki sedang memukul)
Ta – ani dalam tadribani ( kalian berdua sedang memukul )
Ta – una dalam tadribuna ( kalian laki-laki sedang memukul )
Ta – na dalam tadribuna ( kalian perempuan sedang memukul ).
4.4.3 Sintaksis Bahasa Arab
Sintaksis adalah bahagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur kalimat dan
frase ( Ramlan, 1976 : 57 ). Kalimat adalah satuan bahasa yang relative dapat berdiri
sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa ( Henry Guntur
Tarigan, 1971 : 39 – 40).
Untuk sekedar kita ketahui bahwa kalimat dapat diklasifikasikan dengan berbagai
cara, antara lain berdasarkan :
a.Jumlah dan jenis klausa yang terdapat pada dasar
b.Struktur internal klausa utama
c. Jenis response yang diharapkan
d. Sifat hubungan aktor – aksi
e. Ada atau tidaknya unsur negative pada frase verbal utama.
f. Kesederhanaan dan kelengkapan dasar.
g. Posisinya dalam percakapan
h. Konteks dan jawaban yang diberikan.
Kalimat merupakan wujud bahasa manusia dalam berkomunikasi antara manusia
yang satu dengan manusia yang lain. Berbagai perasaan manusia dapat terwujud di dalam
Mengenai kalimat, klasifikasi ataupun kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab
mempunyai banyak persamaan dengan klasifikasi atau kaidah yang berlaku dalam bahasa
Indonesia. Salah satunya jenis response yang diharapkan. Klasifikasi ini terdiri dari
kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, dan kalimat perintah, hal inilah yang menjadi
uraian penulis.
4.4.3.1 Kalimat Pernyataan
Kalimat pernyataan adalah kalimat yang sifatnya menyiarkan informasi tanpa
mengharapkan response tertentu ( Guntur, 1984 : 20 ).
Kalimat pernyataan ini dalam bahasa Arab di bagi atas dua bagian yaitu:
1. Jumlah Fi’liya yaitu pernyataan yang di awali kata kerja.
Contoh :
‘yadribu Muhammadun albaba’ ( Muhammad mengetik pintu )
‘yata’alamu tilmizun fil fasli’ ( Murid belajar di kelas )
‘yamsahul mudarisa assabbuurata’ ( Guru menghapus papan tulis ).
2. Jumlah Ismiya yaitu pernyataan yang diawali kata benda.
Contoh :
‘almasjidu jamiilun’ ( Masjid itu cantik )
‘almadiinatu muula-a bil isytighooli’ ( Kota penuh dengan kesibukan)
‘assuuqu mahli assyiraa-a walbai’a’ ( Pasar tempat jual beli )
4.4.3.2 Kalimat Pertanyaan
Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing response yang
Kata tanya yang ada dalam bahasa Arab adalah :
Hal ( apakah )
Aina ( dimana )
Man ( siapa )
Kam ( berapa )
A (apakah )
Maa (apa)
Kaifa ( bagaimana )
Madza (apa )
Mata (kapan)
Ayyana ( kapan )
Anna (bagaimana/dari mana)
Ayyu ( yang mana )
Contoh dalam kalimat :
1. hal akalta ?
‘apakah kamu sudah makan?’
2. aina qolami?
‘Di mana pulpen saya ?’
3. man dzalika rojulun ?
‘siapa laki-laki itu ?’
5. a anta tilmidzun ?
‘apakah kamu seorang murid ?’
6. maa sirruka ?
‘apa rahasiamu’
7. kaifa haluki ?
‘bagaimana kabarmu ?’
8. madza taf’al ?
‘apa yang sedang kamu lakukan ?’
9. mata hadarta huna ?
‘kapan kamu sampai?’
10.ayyanal imtihan ?
‘kapan ujian ?’
11.anna halu abika ?
‘bagaimana kabar ayahmu?’
Anna laki hadza?
‘dari mana kamu dapatkan ini?’
12.ayyu darsin tuhibbu?
‘pelajaran apa yang kamu sukai?’
4.4.3.3 Kalimat Perintah
Yang dimaksud dengan kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk
memancing response yang berupa tindakan atau prbuatan atau menyuruh orang lain untuk
Contoh :
1. iftahi albaba !
‘bukalah pintu oleh mu perempuan!’
2. iftah albaba !
‘bukalah pintu olehmu laki-laki !’
3. iftahaa albaba !
‘kalian berdua bukalah pintu !’
4. iftahu albaba !
‘kalian bukalah pintu!’
5. iftahna albaba !
‘kalian perempuan bukakanlah pintu!’
6. tarjim hadzihil ayah !
‘terjemahkan ayat ini!’
7. tarjimi hadzihil ayah !
‘kamu perempuan terjemahkan ayat ini!’
8. tarjimaa hadzihil ayah !
‘kalian berdua terjemahkan ayat ini!’
9. tarjimu hadzihil ayah !
‘kalian terjemahkan ayat ini’
10.tarjimna hadzihil ayah !
5.1 Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab Pada Santri Dwibahasawan Indonesia – Arab di SMU Pondok Pesantren Al-Husna 2009/2010
5.1.1 Situasi Kebahasaan Siswa
Untuk mengetahui gambaran situasi kebahasaan santri di SMU Ponndok Pesantren
Al-Husna Tahun Ajaran 2009/2010, ada baiknya terlebih dahulu diketahui latar belakang
suku (kelompok etnis) para santri sekolah tersebut.
Pada dasarnya Pondok Pesantren Al-Husna merupakan tempat berdiamnya santri
berbagai etnis. Berdasarkan data yang terkumpul maka dapatlah diketahui bahwa
sebagian besar santri SMU Pondok Pesantren Al-Husna tahun ajaran 2009/2010
[image:57.612.91.521.402.659.2]merupakan suku aceh.
Tabel klasifikasi Siswa Berdasarkan Kelompok Etnis
NO KELOMPOK ETNIS JUMLAH SISWA PERSENTASE
1 Aceh 120 60 %
2 Padang I5 7,5 %
3 Batak Toba 13 6,5 %
4 Melayu 2 1 %
5 Jawa 20 10 %
6 Karo 6 3 %
7 Batak Simalungun 14 7 %
Besarnya jumlah siswa suku Aceh di Pondok Pesantren Al-Husna tidak memberi
pengaruh bagi situasi pemakaian bahasa para santri. Karena, di Pondok Pesantren
Al-Husna harus menggunakan bahasa resmi yaitu bahasa Arab. Para santri berbahasa daerah
selain bahasa Indonesia khususnya di luar asrama. Karena, peraturan yang ada di Pondok
[image:58.612.90.523.263.667.2]Pesantren tidak berlaku bagi para santri ketika berada di luar asrama.
Tabel Situasi Kebahasaan Siswa
NO SITUASI KEBAHASAAN SISWA JUMLAH SISWA PERSENTASE
1. Siswa suku Aceh, Padang, Batak
Toba, Melayu, Jawa, Karo, Batak
Simalungun yang sudah mahir
dalam berbahasa Arab.
85 42,5 %
2. Siswa suku Aceh, padang, batak
Toba, Melayu, Jawa, Karo, Batak
Simalungun yang merupakan
dwibahasawan Indonesia – Arab
67 33,5 %
3. Siswa suku Aceh, Padang,
Melayu, Jawa, Karo, Batak
Simalungun yang merupakan
dwibahasawan Indonesia –bahasa
daerah masing-masing.
4. Siswa suku Aceh, Padang, Batak
Toba, Melayu, Jawa, Karo, Batak
Simalungun,
15 7,5 %
Jumlah 200 100 %
Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan persentase santri dwibahasawan
Indonesia- Arab di Pondok Pesantren Al-Husna tahun ajaran 2009/2010 mencapai 42,5 %
yang mahir dalam menggunakan bahasa Arab, dengan perincian 33,5 % santri
dwibahasawan Arab yang berasal dari suku Aceh, Padang, Jawa, Karo, Batak
Simalungun dan 16,5 % dwibahasawan Indonesia – bahasa daerah masing-masing.
Sesuai dengan tabel di atas dapatlah diketahui bahwa tidak semua santri yang mahir
dalam menggunakan bahasa Arab. Hal tersebut disebabkan santri tidak menguasai kosa
kata bahasa Arab.
Faktor yang paling mempengaruhi mereka dapat berbahasa Arab adalah lingkungan
tempat mereka tinggal. Dalam hal ini para santri tinggal di asrama yakni Pondok
Pesantren Al-Husna yang mempunyai bahasa Arab sebagai bahasa yang dominan dalam
Pesantren tersebut.
5.1.2 Faktor – faktor Penyebab Alih Kode Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Bahasa pengantar yang dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan di negara
Indonesia adalah bahasa Indonesia, sehubungan dengan itu, selama para santri SMU
maka kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab senantiasa akan
terus berlangsung.
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan para santri dwibahasawan Indonesia –
Arab di SMU Pondok Pesantren Al-Husna melakukan kegiatan alih kode antara bahasa
Indonesia dengan bahasa Arab, antara lain sebagai berikut :
a. Kehadiran orang ketiga
Salah satu penyebab santri melakukan kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan
bahasa Arab adalah faktor kehadiran orang ketiga, misalnya : dalam suatu peristiwa
bicara antara dua orang dwibahasawan Indonesia – Arab kemudian hadir orang
ketiga yang mengerti bahasa tersebut, selanjutnya pembicaraan berbalik kepada