• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTITAS KULTURAL DAN GERAKAN POLITIK KERAPATAN ADAT KURAI DALAM REPRESENTASI POLITIK LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTITAS KULTURAL DAN GERAKAN POLITIK KERAPATAN ADAT KURAI DALAM REPRESENTASI POLITIK LOKAL"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITAS

KULTURAL DAN

GERAKAN

POLITIK

KERAPATAN

ADAT

KURAI DALAM

REPRESENTASI

POLITIK

LOKAL

Irawati

Universitas Andalas, Padang Email: irawati tandjung@yahoo.com

ABSTRACT

The strength of ethnic identity became public phenomena later gained mometTtum in West Sumateru

when Nagari introducied be formal goaetment. The Bukittinggi

City

lndigenous groups pouer incorporated in Kerapatan Adat Kurai (KAK) are not satisfied with the condition that Nagari arc not applied in the CitV Gorternment. KAK claims as a holder of authoritrt otser the area of Bukittin.ggi cifu

is a sout ce of strcngth to impose their demands. Houseaer during the rcign of the new order, KAK losing their existence and influence ooer local politics. Losing thefu influence on formal gor)ernance,

make KAK indigenous leaders trying to restore the system of

Naga

Goaernment which

will

giae a space for them to power. There are indications that KAK demand is an attempt to restore the power of traditional elites.

KAK

mooement morc motiaated

by political

interests

to

gain

access and representntiotr of thefu group within local goaernment. The moaement dynamics is closely linked with the interests

of

the actors to

find

support

in

a

particular political eaent. The indigenous elite (traditional leaders) as the initiators haoe not obtained a good representation as politically, culturally and economically in local politics.

Keyusords: Kerapatan Adat Kurai (KAK), Political moaement, Nagari goaernment system.

ABSTRAK

Kekuatan identitas etnis menjadi fenomena publik kemudian mend.apatkan momentum

di

Sumatera Barat ketika Nagari introducied menjadi pemeintah formal. Kota Bukittinggi Ad.at kelompok kekuatan yang tergabung dalam Kerapatan Adat Kanagarian Kurai (KAK) merusa tid.ak puas dengan kondisi tidak diterapkannya pemerintahan Nagmi di kota. KAK klaim sebagai pemegang otoritas a.tas

znilayah Kota Bukittinggt adalah sumber kekuatan untuk memaksakan tuntutan mereka. Namun, pada

masa Pemerintahan Orde Baru,

KAK

kehilangan keberadaan d.an pengaruh atas

politik

lokal Kehilangan pengaruh nereka pada pemerintahan formal, membuat KAK sebagai pemimpin adat mencoba untuk memulihkan sistem dari Pemerintah

Naga

yang akan memberikan ruang bagi mereka untuk berkuasa. Ada indikasi bahwa permintaan KAK adqlah upaya untuk mengembalikan kekuatan elit tradisional. Geraknn KAK lebih dimotir:asi oleh kepentingan politik untuk mendapatkan

akses dan representasi dari kelompok mereka daklm peme ntahan lokal. Dinamika geraknn KAK tetkait erat dengan kepentingan aktot untuk mencari dukungan dalam peristiua politik tertentu. Para elit adat (pemimpin tradisional) sebagai inisiator belum memperoleh representasi yang baik secara politik, budaya dan ekonomi dalam politik lokal

Kata Kunci: Kerapatan Adat Kurai (KAK), Gerakan Poltik Lokal, Sistem Pemeintahan Nagari

lrrrrat'

lcieniitas (!iirrai Dan Gerakan Politik

(2)

)u ital Sltdi Petncirtahan Voiut e3 Nofiar 1 Febtutri 2012

PENDAHULUAN

Menguatnya identitas etnik

ini

menjadi fenomena yang ditemukan di berbagai daerah

di

lndonesi4 seperti kembalinya kekuatan Keraton surakarta

di

solo, pengaruh

puri

di Bali dan kemunculan kembali kesultanan Ternate, Kesultanan Kutai Kertanegara

di

Kalimantan

dan

Keraton Yogyakarta (Dwipayan4

2004:

8).

pada

um-umnya, kelompok_kelompok

masyarakat

adat

ini

mengedepankan

politik

identitas

(Eko,

2005:

9g)

untuk

memperjuangkan kebebasan budaya dan menghendaki pengakuan atas eksistensi mereka.

UU No.

2211999

jo

uu

No. 3212004 semakin memperkuat posisi entitas

politik

etnik

dengan adanya

pengakuan

terhadap

hak

asal-usul.

Kebijakan

ini

memberi

inspirasi kelompok-kelompok masyarakat

adat

untuk

membangkitkan

kembali

nilai-nilai

lokal menjadi konsep dalam pemerintahan formal yang diakui negara. Kewenangan daerah

untuk

mernbangr.m berdasarkan konteks loka1 masing-masing

ini,

dalam perjalanannya membuat

elit

daerah melakukan revitalisasi

nilai-nilai

adat budaya

dan

agama yang merambah ke ranah publik.

sumatera Barat merupakan salah safu daerah yang sangat cepat merespon peiuang

untuk

memunculkan identitas loka-l

ini.

Semangat kebangkitan

ini

kemudian termanifestasi dengan diterapkannya Pemerintahan

Nagari

sebagai

bentuk

pemerintahan terendah

di

sumatera Barat. Namury konsep

ini

hanya diterapkan

di

kabupaten,

tidak

di

kota. Tidak adanya

kedudukan struktural Nagari

di

dalam

pemerintahan kota"

karena

terkendala

dengan

pasal

126

uu

No

2211999

Tentang pemerintahan Daerah, karena

sistem

pemerintahan terendah di kota adalah kelurahan (Zetra,2005: l4).

Kekuatan identitas etrLik

yang

menjadi

fenemona

umum

kemudian

mendapat momentum di sumatera Barat. Kekuatan kelompok adat di Kota Bukittinggi yang tergabung dalam Kerapatan Adat Kurai (KAK) merasa tidak puas dengan kondisi tidak diterapkannya pemerintahan

nagari

di

kota. Mereka menuntut diterapkan pemerintahan

Nagari

seperti halnya

di

wilayah kabupaten

lairnya di

sumatera Barat.

KAK

kemudian memperjuangkan

tuntutan mereka

ulhrk

melaksanakan Pemerintahan

Nagari

di

kota, terutama

pasca keluamya

UU No.

3212004. Tuntutan

KAK

ini

kembali menguat pada 2005, dimana pada

tahun yang

sama

Kota

Bukittinggi

melaksanakan

pilkada

langsung. peluang ini

dimanfaatkan oleh para

tokoh KAK untuk

memunculkan kembali

tuntutan

mereka. Ada

,rawati lcientlias (uitural Der GerakBn paliiik

(3)

.i u t.el 5tu d i P.! n erintuh a'J

Voltln1t .1 Na,']at 7 febeali 2.A12"

indikasi

bahwa

isu

ini

akan menguatkan solidaritas kelompok orang

Kurai.

Kaim

KAK

sebagai pemegang kuasa atas

wilayah

Kota

Bukittinggi

menjadi sumber kekuatan untuk memaksakan tuntutan mereka. Orang

Kurai

sendiri mengklaim bahwa mereka merupakan

penduduk asli Kota Bukittinggi.

Rasa kepemilikan

kelompok

etrris

ini

yang

kemudian memunculkan berbagai tuntutan yang memanfaatkan identitas etnik. Tidak jarang iuga

ini

merupakan

wadah bagi

kelompok

elit

untuk

mengembalikan eksistensi

dan

kekuasaan mereka (Eko, 2005:92).

Elit-elit

dan

organisasi kultural

cukup dominan dalam

memainkan petan-Peran sosial yang berkaitan dengan simboi-simbol etnis sebagai satu gerakan kepentingan

politik

mereka,

dimana identitas etnis

dikerahkan sebagai

suatu bahan obyek

politik.

Dalam pandangan tersebut, bahwa perspektiJ

konstruktif etnik

terbentuk karena ada

pihak

yang mengkontruksinya. Penulis melihat bahwa upaya

KAK

sebenamya merupakan rekonstruksi gerakan

politik

kelompok

elit untuk

menunjukkan eksistensi kepentingan mereka selaku

komunitas lokal (kelompok kepentingan). Nagari sebagai identitas etnis digunakan sebagai bahan obyek oleh para

elit

guna memunculkan isu dan mencari wadah

untuk

menyalurkan kepentingan mereka. Berdasarkan gambaran permasalahan

di

atas, ada

dua

pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini: Apa motivasi gerakan

politik KAK

dalam

politik

lokal

di

Kota Bukittinggi? Bagaimana dinamika gerakan

politik KAK

dalam

politik

lokal

di

Kota Bukittinggi?

METODE PENELITIAN

Penelitian

ini

menggunakan pendekatan

kualitatif

dengan metode

field

research

(penelitian lapangan). Field research secara langsung bersentuhan dengan fenomena sosial

yang

diteliti

(Babbie, 1983:245-247). |enis penelitian

ini

menggunakan jenis penelitian shrdi

kasus.

Teknik

pengumpulan

data

dilakukan

dengan wawancara mendalam

dan

dokumentasi. Pernilihan informan dilakukan dengan teknik purposioe sampling. Analisis data

menggunakan metode

emik dan etik

serta

literatur yang

berhubungan dengan masalah

penelitian.

lra!,?aii

identit;s (Lihrrai Dan 6erakan Politik

(4)

j u inl I 5l q ti i l:e rne ti ntelJ

t,

Valur/te .t llomor T l:ebrucli 2A:12

KERANGKA

TEORITIK

Dalam khasanah gerakan sosial yang berkembang

di

barat, banyak sekali pespektif yang berkembang dalam menganalisa kemunculan gerakan sosial. Paling

tidak

terdapat sedikitnya empat perspektif atau pendekatan dalam memahami terjadinya gerakan-gerakan sosial, yakni perspektif perilaku kolekt,f (collectiae behar.tior), mobilisasi sumber daya (resource mobilization), proses

politik

(political process) dan gerakan sosial

baru

(new social moaements)

(Tarrow;

1998; 14-1,8). Sedangkan

McAdam

(1996;

2) melihat tiga faktor utama

dalam

menganalisis kemunculan dan perkembangan gerakan sosiaf yakni; mobilisasi sumberdaya (resoutce mobilization),

peluang

polink

(political opportunities)

dan

proses pembingkaian (f'ramming process).

Pertama, pendekatan mobilisasi sumber daya, Perspektil

ini

melihat bahwa masalah

dan ketegangan sosial sebagai sesuatu yang nyaris melekat dalam masyarakat. Karena itu, gerakan sosial sangat tergantung pada kemampuan memobilisasi sumberdaya" akumulasi sumberdaya,

dan koordinasi

di

antara

aktor

politik

untuk

merespon masalah tersebut.

Perspektif mobilisasi

sumberdaya mengajukan

tesis

baru

bahwa

organisasi-organisasi gerakan memberikan struktur mobilisasi yang sangat krusial bagi aksi kolektif dalam bentuk

apapun (Porta

dan Diani,

7999; 3-4).

McCharty

(1996; L41) mengungkapkan, bahwa mobilisasi sumberdaya adalah sejumlah cara kelompok gerakan melebur dalam aksi

kolekti!

termasuk

di

dalamnya

taktik

gerakan dan bentuk organisasi gerakan. Konsep

ini

berfokus pada

jaringan informal,

organisasi gerakan

dan

kelornpok-kelompok

di

tingkatan meso. Sukses tidaknya p€4uangan orang/kelompok tergantung pada kemampuan mereka

untuk

memaksimalkan akses menuju sumber-sumber organisasional. Semua jenis setting

kolekttf

pada akar

rumput

bisa menjadi

titik

tolak untuk

mengorganisir suatu gerakan (Klinken"

2007;

l3).

Bagi para pendukung teori

ini,

aksi

kolektil

merupakan sarana

untuk

mencapai tujuan, cara yang

dipilih di

antara berbagai cara yang tersedia. Dalam hal

inilah

organisasi

dalam gerakan

secara

signifikan berfungsi:

(1)

dalam konstruksi

dan

rekonshuksi keyakinan-keyakinan kolekfi{; (2) dalam mentransformasikan ketidakpuasan ke dalam aksi kolektif; dan (3) dalam mempertahankan komibnen terhadap gerakan (Klandermans, 2005; 25).
(5)

.l u r.'t.] i Lt u d i P e r.t e r ! nt a h a ll

Vclrfie 3 Nat at 7 Ft:btrcti )i12

Singkataya, pendekatan

ini

menyatakan

bahwa gerakan sosial

muncul

sebagai konsekuensi

dari

bersatunya

para aktor

dalam

cara-cara

yang

rasional,

mengikuti kepentingan-kepentingan mereka dan adanya peran sentral organisasi serta para kader dan

pemimpin

profesional

untuk

memobilisasi sumberdaya yang ada pada mereka. Kekuatan gerakannya tergantung pada tersedianya sumber

daya

baik sumber daya material (seperti

usaha,

uang,

keuntungan konkret, jasa)

dan

sumberdaya non-material (seperti otoritas,

pertalian

moraf

kepercayaan, persahabataru

dan

network)

di

Calam organisasi tersebut,

termasuk

di

dalamnya besamya partisipan,

dan4

publikasi

medi4

dukungan

opini publik

dan

ette

(Porta dan Diani, 1999:8).

Kedua, pendekatan peluang pohak (political opportunities). Pendekatan peluang

politik

ini

tidak lagi

sekadar terfokus secala sempit pada kehidupan

intemal

organisasi gerakan, tetapi memberikan perhatian yang

lebih

sistematis pada lingkungan

politik

dan institusi. Gerakan sosial ditentukan oleh peluang dan ancaman

di

dalam sistem

politik

tertentu dan

lingkungan yang lebih

luas, atau apa

yang

kemudian

lebih dikenal

secara

luas

dengan konsep political opportunity sttucture (McAdam, et a11, 1996; 4). Peluang

Politik

menentukan

kapan

sebuah gerakan sosial

memiliki

peluang

terbaik untuk

mendapatkan kemajuan-kemajuan signifikan.

Tarrow

(1998;

20,76-7n

mendefenisikan political opportunity sebagai

" consistent

-

but not necessarily formal or permanent 4imensions of the political enaironment that proaide

for

collectioe action

by

fficting

people's expectations

for

success or

failure."

Tarow

menekankan, bahwa ketegangan

politik

mengalami peningkatan ketika para aktor gerakan mendapatkan

dukungan

sumberdaya eksternal

untuk

mencapai

tujuan yang

mereka

inginkan.

Sumber daya

ini

dipergunakan

oleh

aktor

gerakan

melalui

terbukanya akses kepada kelembagaan

politik.

Beberapa dimensi penting dari struktur peluang

politik

adalah: (1) tingkat keterbukaan

dan

ketertutupan

di

dalam sistem

politik

terinstitusionalisasi (institutionalized political system); (2) stabilitas dan instabilitas perangkat atau susunan e]llt (elite alignments) yang luas,

yang secara

tipikal

menyiapkan (undergird) sebuah pemerintahan; (3) ada dan

tidak

adanya pengelompokan-pengelompokan

eli!

(4)

kapasitas

negara

dan

kecenderungan

untuk

menindas (McAdam, L996; 27). Secara sederhana, perspekti{

ini

memandang lingkungan eksternal sangat mempengaruhi gerakan sosial.

Di

negara yang menganut sistem demokrasi atau

konfigurasi

politik

demokratis, terbuka kesempatan

bagi rakyat

untuk

melakukan

lrewaLi

l.leniit;s Kulturai Dan Gerakan Poiitik

(6)

L urrtt i Stu4 i Peiie tir,tfi h a,

Volrfie 3 llamor

l

Februari 2Ai.2

berbagai

bentuk

partisipasi

politik.

Peluang-peluang

politik

juga tidak

hanya

menguntungkan bagi gerakan sosial. Namun, ia bisa juga dipergunakan oleh para lawarmya

untuk

melema}kan

gerakan. Dengan

kata

lain,

peluang

tersebut

bukanlah

monopoli

gerakan,

tetapi bisa

juga

dimanfaatkan kekuatan-kekuatan kontra-gerakan,

yang kepeniingan

di

antara mereka berbeda secara diametral. Bisa jadi, semakin tersedia

peluant

dan akses pada sistern pengambilan keputusan, membuat gerakan sosial semakin cenderung

mengadopsi strate# modetat dan terjerumus ke jalur-jalur resmi (Gamson and Mayer, 1966;

Ketiga, pendekatan proses pembingkaian (ftamming process), Pendekatan

ini

lebih memusatkan perhatian Pada peranan usaha menguasai ide-ide dan identitas-identitas bam dalam membentuk gerakan-gerakan sosial. Pendekatan

ini

memfokuskan kajiannya pada pertanyaan seperti bagaimana para aktor sosial membingkai klaim-klaim mereka, identitas-identitas mereka, menentukan lawan-Iawan mereka? Para organisator gerakan melakukan

mobilisasi dengan

jalan

melukiskan

isu-isu

untuk

para

calon pendukung

dengan memberikan makna

bagi

mereka.

Snow dan

Ben{ord menekan

dua

komponen penting

dalam

mem-y'aming gerukan

yaitu

diagnosis elemen atau mendefenisikan masalah dan sumbemya

dan prediksi

elemen sekaligus mengidentifikasi

strategi yang tepai untuk

memperjuangkan masalah tersebut.

Proses pembingkaian dilakukan untuk (1) memperkuat kesadaran kolektif, keputusan-keputusan strategis sebagai bagian

dari

geraka; (2) mempertegas dan memperkuat subjek kontestasi

antara aktor

gerakan selaku representasi gerakan dengan negara

dan

para kelompok-kelompok yang berlawanan.

Aktor-aktor

yang berbeda

baik

di

dalam maupun

diluar

gerakan, dalam konteks beragamnya kelompok sasaran, adalah

faktor

melebarnya framing. Agen-agen gerakan berupaya membawa

isu

mereka

ke

dalam kelompok sasaran

yang beragam seperti media, partai

politik,

pejabat parlemen dan pemerintah (Gamson and May er, 1.9 66; 75 -16, 292).

Proses pembingkaian ide-ide dan isu-isu dimunculkan

dari

awal gerakan akan lebih rnaksimal,

tetapi bisa juga

merupakan

hasil

proses

prosedural

dari

organisasi formal gerakan. Dengan melihat interaksi dari ketiga pendekatan

ini

digr,rnakan

untuk

menganalisa
(7)

I u rrcJ 9tu d i P? n e r i.taha

t

Vojrme 3 I'i.rnat 7 Febtutti2A12

gerakan sosial yang kemudian diasimilasikan sebagai bentuk

politik

perseteruan (contentious politics).

Secara skematis teori gerakan

ini

rnenjelaskan p€rseteruan

pollnk

@ontentious politics) sebagai berikut:

Sumber: diodopsi ddti McAdom, et. ol, 1996 : 77

Gambar l.Teori sosial movement lentang politik perseteruan lcontentious politics),

Interaksi antara faktor dalam

politik

pelseteruan

ini

cenderung melakukan pendekatan eklekfis dalam memahami gerakan sosial

politik,

dengan merninjam penjelasan-penjelasan

yang

relevan

dari

semua

perspektif

yang

ada.

Untuk

menganalisa

politik

perseteruan, McAdam, et.alJ (1996; 12-13, 24) menekarkan pada proses dan mekanisme kausal

di

antara faktor yang mendorong timbulnya gerakan. Analisa

ini

lebih meiihat dinamika yang terjadi

dalam

gerakan. Mekanisme didefenisikan

sebagai

sebuah kejadian

yang

mengubah hubungan-hubungan

di

antara elemen-elemen

tertentu dan

cara-cara serupa. Sedangkan proses diartikan sebagai serangkaian mekanisme-mekanisme yang lebih elementer, dimana satu proses bisa menghasilkan banyak akibat yang berlainan. Terdapat

lima

proses kr:nci

dalam

politik

perseteruan yakni:

i.iwitl

ldcnilr;r\ Krlturzi Deri Gerakan Poiitik

(eiaprian Adat Kurai Dalam tlepresettasl Pclitik lokai

Perubahan sosial politik

(so ci o I - p o I it ico I ch o n g el

Struktur mobilisasi lMobilizing structuresl

Proses pembingkaian lFroming processes)

Peluang (opportunity) dan ancaman lthreot)

Rangkaian tindakan dari perseteruan lReportoircs of

contention)

lnteraksi perseteruan (contentious interoction)

(8)

J u tne I Sti t{1i Pe rnerintqtt a n Valu.ke .1 NcmN !, febrroti 2012

1.

Pembentukan

indentitas

(identity formation).

proses

ini

mengangkut

bagaimana

identitas bersama berkembang dalam sebuah kelompok? sebagian dari mekanisme

ini

bersifat

kognitif

dan

beberapa relasional. Pembentukan identitas-identitas politis

melibatkan perubahan-perubahan kesadaran pada orang-orang yang berada dalam

identitas

tersebut

dan juga

melibatkan perubahan hubungan-hubungan

di

antara

orang-orang dan kelompok-kelompok yang dipengaruhi (McAdam, et.aII, J,996;2g).

2.

Eskalasi (scale shift), merupakan proses

di

mana

jumlah dan tingkatan

tindakan-tindakan perseteruan yang terkoordinasi meningkaf yang mengakibatkan perseteruan

yang

melibatkan aktor-aktor

yang lebih luas dan yang

menjembatani klaim-klaim mereka dengan idenfitas-identitas mereka (McAdam, et.all, 1996; 3ZJ,_336).

3.

Polarisasi (polarization), bagaimana

ruang

politis

antara pihak-pihak yang

saling

berseteru meluas kefika para peserta itu saling menjauh dan bergerak ke arah

titik-titik

ekstrem? Polarisasi

terbentuk ketika kelompok

elit

melihat

adanya

peluang

atau

ancaman. Polarisasi merupakan kombinasi

jalinan

mekanisme-mekanisme peluang

atau ancamary kompetisi dan perantara yang ada di mana-mana (McAdam, et.all, 1996; 322).

4.

Mobilisasi

(Mobilization),

suatu

proses

yang

merupakan rangkaian

sejumlah

mekanisme-mekanisme

yang

saling berinteraksi,

mulai dari

lingkungan

yang

lebih luas diberi label "proses-proses perubahan sosial" melampaui mekanisme-mekanisme

seperti atribut peluang dan ancaman, pemberian sosial, penyusunan perselisihan, dan

men)rususn bentuk yang inovatif untuk aksi kolektif (McAdam, et.all,1996;2g).

5.

Pembentukan

aktor

(actor constitution). Pembentukan

aktor

ini

melibatkan sejumlah

mekanisme dasar seperti

bagaimana

orang-orang menciptakan

organisasi atau mengambil

alih

organisasi yang sudah ada

untuk

mengajukan kepentingan mereka. organisasi kemudian membentuk rangkaian aksi

inovatif untuk memiliki

efek kuat bagi kelompok mereka maupun kelompok lawan atau diluamya.

Proses-proses

ini

tidak dilihat secara parsial, tetapi merupakan mekanisme yang saling berhubungan

di

antara elemen-elemen. Interaksi

di

antara aktor

juga

menjadi perhatian seperti

jaringan

interpersonal, komunikasi interpersonal

dan

berbagai

bentuk

negosiasi,

termasuk negosiasi tentang identitas yang akan menggambarkan dinamika dalam

polifik

perseteruan (McAdam, et.all, 1995; 22).

72

lrawaii lCefitiiar Kultu.al tar! Cer3kan poiiiik

(9)

J u tjJ.l I Strd i P? *.r itt'lhcr

laiafie 3 Noflat 1 Febucri 2A:12

HASIL DAN ANALISIS

1.

Perubahan Situasi Sosial

Politik

di

Bukittinggi

Kemunculan gerakan

politik KAK

tidak dapat dilepaskan dari perubahan

politik

yang terjadi pada tingkat nasional dan lokal. Perubahan

politik

nasional pasca gerakan massa 1998 terlihat nyata dari kebijakan hubungan pusat dengan daerah. Keputusan Pemerintah Pusat

untuk

menerapkan kebijakan desentralisasi sebagai jawaban atas tuntutan berbagai elemen masyarakat mempunyai dampak yang sangat besar bagi perubahan

politik

nasional maupun daerah.

Prinsip

desentralisasi

yang dianut

dalam

UU No.

2217999

jo UU

3212004 yang memberikan kewenangan yang berlebihan kepada kabupaten dan kota.

Hal

yang

sama

juga

terjadi

di

Sumatera

Barat,

dengan

otonomi

daerah mengembalikan kesadaran

etnik

akan identitas

Minangkabau. Berbagai

diskusi

yang kemudian diadakan baik oleh akademisi, para tokoh adat dan pemerintah daerah, semakin

menguatkan kesadaran akan identitas

etnik

ini.

Pro dan

kontra

antar intelektual, diskusi

sejarah, dan nostalgia tentang nagari menjadi berita yang

tidak

pemah absen dalam semua koran lokal

di

Padang. Para tokoh masyarakat baik dari tokoh adat, tokoh agama maupun

tokoh

intelektual

berlomba-lomba

mengklaim

Nagari

sebagai

karakterisfik

ebrik Minangkabau yang demokratis dan egaliter.

Kesadaran

kolektif

yang terbangun

kuat

ini

kemudian menghasilkan pemahaman dan kesepakatan yang sama

di

Sumatera Barat untuk mengembalikan Pemerintahan Nagari sebagai

bentuk

pemerintahan

formal

terendah. Setelah

diskusi

yang panjan&

Provinsi mengundangkan Perda

No.

912000 yang

efektif

dilaksanakan pada Januari 2001. Sesuatu

yang

menarik

dilihat dari

kebijakan Pemerintah

Provinsi

Sumatera

Barat

tentang Pemerintahan Nagari dalam Perda No. 9l2O0O irn adalah

tidak

adanya pengaturan tentang Pemerintahan

Nagari

di

wilayah kota. Kebijakan

pembentukan Pemerintahan Nagari

sebagai pemerintahan terendah hanya diberlakukan

di

tingkat

kabupaten. Sedangkan

di

kota

tidak

ada kedudukan shuktural Nagari, karena UU Nomor 22fi.999 ndak memberikan

kesempatan

untuk

itu. Pasal 126 LIU No. 2211999 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa sistem pemerintahan terendah

di

kota adalah kelurahan. Padahal bagi masyarakat Sumatera Barat, Nagari

tidak

hanya dikenal pada tatanan masyarakat

di

kabupaten saja, tetapi juga

di

kota. Pembatasan oleh

UU

ini

menyebabkan dilema yang cukup

rumit

bagi

lrawati

lde titas Koltural Dan Gerakan Politik

(10)

junal Strii Pemeinlahan i/aiurie 3 Nchar

l

Februori 2A12

Pemerintah

Provinsi

dalam membuat kebijakan

Nagari

secara komprehensif

di

seluruh

kawasan Sumatera Barat.

secara

historis

pun

kota-kota

di

sumatera Barat

sebenarnya

sudah memiliki

pengalaman dengan Pemerintahan Nagari. Demikian juga dengan Kota

Bukittinggi

sudah

memiliki

sejarah

yang

panjang tentang Pemerintahan

Nagari. Kota Bukittinggi

sendiri merupakan

wilayah

sebuah

Nagari yang

disebut

Nagari

Kurai Limo forong.

Kebijakan Pemerintah provinsi yang penuh dilema

ini

merupakan salah satu faktor yang mendorong munculnya gerakan KAK. Disisi

lair;

dinamika

politik

lokal setelah pemberian

otda

begitu hangat dengan berbagai isu yang

berciat

chauoinisme. Selarna pergeseran dalam

politik

lokal

dan

hubungan-hubungan kekuasaan, gagasan-gagasan tentang identitas

telah dipolitisir

(Eindhoven, 2007: 88). Pemilihan walikota yang selama

orde

Baru sangat sentralis, dengan

UU baru

diserahkan pada DPRD masing-masing. situsai

politik di

Kota

Bukittinggi

pada

^1999-2000 juga menjadi hangat karena pada saat

ini

bertepatan dengan

pemilihan walikota

dan wakil walikota. seperti halnya

di

daerah-daerah

lain

di

hrdonesia

isu "putera

asli daerah" selalu

hadir

dalam perebutan mengenai kedudukan

politis. Hanya

,,putera asli daerah" 1ah yang

boleh

mengendalikan pemerintahan

lokal

karena hanya mereka yang dipercaya mampu mengamankan penanganan dengan hak-hak isfimewa atas

komunitas-komunitas mereka

dalam

alokasi-alokasi sumber-sumber

ekonomi

dan

kedudukan-kedudukan pemerintah (Aspinal dan Fealy, 2003; 6).

Kota Bukittinggi yang pada 2000 harus memilih walikota baru juga tak

luput

dari isu

ini.

Dua

pasangan

calon yang maju

untuk

pemilihan walikota oleh DpRD

mendapat hembusan

isu

soal putera daerah. Pasalnya salah satu pasangan calon walikota

yaitu

Drs.

Djufri

bukan merupakan orang asli Kurai yang

diklaim

sebagai penduduk asli Bukittinggi.

Namun dalam

pemilihan

walikota

yang

dilakukan

oleh DpRD

hasil pemilu

1999 mernenangkan pasangan

Djufri-Khairul

Hamdi

sebagai

walikota dan

wakil

walikota

periode 2000-2005. Kekalahan orang

Kurai

asli

ini

oleh beberapa orang tokoh menjadi isu yang kemudian dipertahankan dan dihembuskan.

Pada saat yang bersamaan di Kota

Bukittings

juga terjadi

konflik

yang cukup

rumit

dengan pemerintah Kabupaten Agam soal perluasan wilayah kota. pada masa pemerintahan transisi yang dipegang oleh BJ Habibie, menandatangani

pp

No.84/1999 tentang perluasan

wilayah Kota Bukittinggi yang

mengambil sebagian

wilayah

Kabupaten

Agam.

pp

ini

irav../ati lCentitas Kultural 1ar Geral€. politik K.rJpateir Ad:it KLtrai Dalam lteprese.ia5i p.Jllrik l_ckal

(11)

'i, t.i ):.rd' , 1.-i at,

Veijt e 3 ri.trro,1Fetlti,li20:12

mengatur tentang Perubahan Batas

wilayah Kota Bukiftinggi

dengan Kabupaten Agam

dengan memasukkan sebagian dari wilayah Kabupaten Agam. Tetapi dalam pelaksanaan PP

ini

mendapat penolakan

dari

Pemerintah Kabupaten

Agam

dan beberapa

wilayah

yang menjadi bagian dari perluasan tersebut. Daerah kabupaten Agam yang dimasukkan dalam perluasan Kota

Bukitinggi

ini

pada tahap implemetasi PP sejak 2001 sudah meiaksanakan sistem Pemerintahan

Nagari.

Beberapa

nagari

yang

rnenolak beralasan

bahwa

dengan masuk menjadi bagian

dari wilayah

Kota

Bukittinggi

tatanan kehidupan bernagari yang baru diterapkan

di

kabupaten Agam akan pudar dan hilang (Ikatan Keluarga Banuhampu,

Jakarta,2002).

Penolakan

ini

begih,r kuat pada 2000-2002 bahkan seringkali menimbulkan benturan

antara pemerintah Kota Bukittingi dengan pemerintah Kabupaten Agam. Persoalan

ini

tidak hanya menjadi

pro

dan kontra antara pemerintah Agam dan Kota Bukittinggi, tetapi juga memunculkan

pro

dan kontra dari

elit di

Kota Bukittinggi sendiri yang kemudian memicu pertentangan

dan isu-isu baru.

Pemerintah

Kota

Bukittinggi

mengakomodir keresahan

masyarakat Nagari yang menolak

untuk

masuk

wilayah

kota, dengan tetap mengizinkan

bentuk

pemerintahannya

adalah

Pemerintahan

Nagari

dengan

mengeluarkan Perda.

Kebijakan

ini

kemudian menjadi pemicu

kontra dari pihak

masyarakat

Kurai.

Kelompok

kultural

di

Kota Bukittinggi yang

tergabung

dalam

KAK

melakukan penolakan juga

terhadap pelaksanaan PP No. 84 tersebut.

Perubahan situasi

politik

nasional maupun lokal seperti yang telah dijelaskan di atas, memberikan kesadaran yang kuat bagi komunitas-komunitas

lokal

yang selama beberapa dekade kehilangan peluang. Sebagai catatan

penting

perubahan

politik

dan

kebijakan-kebijakan baru pasca 1998

ini

memberi Peluang yang terbuka bagi munculnya isu-isu baru yang menggerakkan dan menjadi kekuatan bagi munculnya kesadaran-kesadaran

etnik di

daerah. Konstelasi

politik

lokal yang sedang dalam perubahan besar membuka ruang bagi kelompok-kelompok

kultural

yang selama Orde Baru tersingkirkan. Konsep kesempatan

ini

yang

merupakan

kunci utama

pendekatan contentious politics dalam menjelaskan dasar

terjadinya gerakan

politik.

Dilema

kebijakan Pemerintah

Provinsi

tentang Pemerintahan

Nagari yang tidak

komprehensif dan tidak mamPu menampung seluruh keinginan kelompok adat di berbagai wilayah menjadi peluang yang kuat memunculkan

konllik

dalam arti luas. Paling tidak ada lraw!ti

lde titas Kultural Dan Gerakan Politik

(12)

junal Studi Pemerintahan Valut e 3llomat ai Februcri 2C12

dua

hal

yang

perlu

dicermati

dari

konteks perubahan situasi sosial

politik

yang terjadi

di

Koia

Bukittinggi

.

Pertama, adanya peluang pada dimensi

waktu

yang bersamaan akibat kebijakan negara atau pemerintah

provirsi.

Euforia desentralisasi dan kebebasan mend.apat

ruang

dengan legitimasi

uu

untuk

menggali kembali identitas

etrik

dan hak

asal usul.

Kebijakaan penerapan

Pemerintahan

Nagari

yang

dilematis menjadi peluang

bagi munculnya gerakan. Kedua, ada

ruang

perebutan kepentingan

dan

kekuasaan oleh eiit. Perebutan kekuasaan dalam

politik lokal

dengan

prinsip

desentralisasi merupakan ajang kompetisi berat bagi elit. Peluang

ini

menciptakan kesempatan-kesempatan bagi gerakan-gerakan untuk melakukan mobilisasi komunal.

2.

Inisiasi dan Pelembagaan Isu oleh Kerapatan Adat Kurai

(KAK)

Mengenai siapa

aktor

yang

mulai

memunculkan

isu tidak

begitu jelas. pemerintah seperti yang

diakui

oleh

Khairul Hamdi

yang pada saat

itu

menjabat

wakil

walikota, isu tentang

nagari

ini

dimunculkan oleh para

ninik

mamak

yang

ada dalam

KAK.

Mereka

merasa perlu ada nagari di kota seperti yang sudah dilaksanakan di kabupaten (wawancara

dengan Bapak

Khairul Hamdi, 31

Desembet 2oo9).

Tetapi para

tokoh adat

sendiri mengungkapkan bahwa

isu

Nagari

ini

dilontarkan oleh Drs.

Djufri (walikota)

pada akhir 2000.

Ninik

mamak yang pada umumnya telah

merniliki

kesadaran akan peluang rnereka

dengan Nagari, menyambut dengan semangat

lontalan

sang

walikota.

Mereka berupaya

untuk

menghidupkan kembali respek terhadap adat dan para pemimpin adat. Realitasnya

para

ninik

mamak

ini

jelas sudah

memiliki

kesadaran yang

tinggi

akan pentingnya nagari bersamaan dengan

makin kuatnya diskusi dan

wacana

nagari

semenjak

tahun

199g

di

sumatera Barat. Apalagi diskusi-diskusi, seminar intensif pada tahun 199g-2001 oleh para

tokoh

sumatera Barat seringkali diselenggarakan

di

Kota Bukittinggi.

Tawaran

isu

yang

diberikan oleh walikota

dimanfaatkan

oleh para tokoh

elit

adat (ninik

mamak)

untuk

mengembalikan identitas nagari.

Ide

yang didapat

dari walikota

ini

dibawa oleh

3

orang

ninik

mamak yang tergabung dalam

KAK

menjadi diskusi dalam organisasi. secara

rutin

para

ninik

mamak yang ada dalam

KAK mulai

mendiskusikan tentang nagari

Kurai

yang

mereka kelola dan kuasai.

,rawati

(13)

! t t:r4 | Sl, C i Pen et j rt at r':t tj

1/tirtr? 3 t'rii|tat : i:/:tj']ati :/,) t)

jika

dilihat dari situasi

politik

kota pada tahtrn 2000-2001

ini

ada kemungkinan cukup kuat bahwa isu nagari dimunculkan dari Pemerintah Kota

Bukittingl

karena pada saat yang

bersamaan

konflik

tentang perluasan kota sedang berlangsung juga menyangkut isu nagari. Perluasan Kota

Bukittinggi

yang didasari oleh PP

No.

8411999, mendapat penolakan yang begitu kuat dari wilayah-wilayah Agam yang akan masuk kawasan kota. Alasan penolakan

ini

oleh

masyarakatnya

karena mereka sudah

melaksanakan Pemerintahan Nagari"

Sedangkan

di

Kota Bukittinggi tidak

menerapkan. Jika masuk

wilayah kota

akan dapat merusak tatanan Nagari yang telah mereka nikmati.l Dengan situasi seperti

ini

yang paling rasional dilakukan pemerintah Kota

Bukittinggi

adalah berusaha

untuk

melegalkan Nagari ada

di

kota. Keinginan

ini

sangat memungkirkan pemerintah Kota

Bukittinggi

berinisiatif memunculkan isu nagari di kota agar mendapat simpatik dari daerah-daerah yang menolak

tersebut.

Pemerintah kota yang sudah sadar betul bahwa pemerintahan nagari

di

kota tidak dapat

direalisir

kerena terbentur ketenfuan lega1

formal

undang-undang, maka mencoba

memanfaatkan

para tokoh

adat

untuk

memunculkannya.

Isu

ini

seperti

sengaja dihembuskan

melalui para

ninik

mamak agar menjadi

alat

untuk

memperjuangkan. Tujuannya adalah

untuk

dapat memaksa

provinsi

melaksanakan pemerintahan nagari

di

daerah perluasan

ini,

sehingga masyarakat daerah

ini

tidak lagi

menolak masuk wiiayah Kota Bukittinggi. Dengan membuat isu

ini

muncul dari bawah sebagai aspirasi masyarakat

akan lebih memudahkan pemerintah kota untuk melegitimasinya.

Peran

elit

dan organisasi

kulfural

cukup dominan

untuk

memainkan peran- sosial

yang berkaitan dengan

simbol-simbol

etnis

sebagai

satu

gerakan kepentingan

politik

merek4 dimana identitas etuLis dikerahkan sebagai suatu bahan obyek

politik.

Dalam kasus

ini,

keterlibatan pemerintah

kota

dalam memulai

isu

menjadi sangat beralasan. Dengan

memanfaatkan tokoh adat dan organisasi

kultural

sebagai alat. Para

ninik

mamak (elit adat)

menjadi agen

sekaligus

aktor

untuk

memurculkan

dan

mengembangkan

isu

Nagari.

1

Banyak Koran-koran lokal memunculkan

kasus ini setiap hari. Bahkan Menteri Dalam Negeri harus hadir

didaerah untuk menfasilitasi penyelesaiaan konflik

ini.

Gerakan penentangan yang dllakukan oleh pemerintah Agam dan masyarakatnya cukup intensif, tetapi Pemerintah kota Bukittinggi terkesan tidak

melakukan apa-apa. Namun ide tentang nagari di Kota dapat dijadikan jalan bagi pemerintah Kota untuk menarik simpati daerah-daerah yang menolak tersebut. Lihat juga "Agam dan Bukittinggi berebut Tapal Batas. Sinor Hdrapo4 Kamis 12 April 2002.

lrawati

ldeoiitas Kultural Dan Gerakan Politik

(14)

I u I n :; j Stl t! i i )a t,i t :.iliini.

Vrlrr j. ., I'itt.iit L ,:,?tri.itti ;C12

sedangkan

KAK

selaku organisasi komunal menjadi wadah yang tepat

u'tuk

memobilisasi

dan pengembangan isu.

I(AK

sebagai organisasi adat tertinggi

di

Kurai menjadi wadah yang dianggap paling tepat bagi kepentingan

ini. KAK

merupakan perkumpulan atau organisasi yang mewadahi para pemuka adat

(ninik

mamak)

seluluh

Nagari

Kurai Limo

Jorong yang berada daiam

wilayah

administrasi Kota

Bukittingi.

secara

individual,

para

ninik

mamak (penghuhr)

ini

masih

memiliki

pengaruh dan hubungan personal yang cukup

kuat

dengaa para pejabat

pemerintah kota. Kedudukan mereka selaku pemimpin informal yang rnendapat legiiirnasi dari masyarakat menjadi alasan yang cukup penting bagi pejabat-pejabat pemerintah

,ntuk

menggr-rnakan

mereka dalam

mengembangkan

isu

nagari.

pemanfaatan

KAK

sebagai organisasi menjadi penting untuk wadah rnemperkuat isu dan memobilisasi dukungan yai.g lebih luas.

Isu gerakan

KAK ini

dari awal

justru

dibentuk oleh aktor

di

luar

KAK itu

sendiri. lsu Nagari yang menjadi hangat pada saat

itu

dimanfaatkan oleh pemerintah kota bagi mencari

dukungan

untuk

kepentingan mereka.

Menjadi

sangat

waiar

gerakan

ini

lebih

banyak

didasari

oleh

motivasi

lain

di

luar

pembentukan pemerintahan

Nagari

itu

sendiri, baik motivasi eksistensi

kultural, politik,

maupun kepenfingan

untuk

mendapatkan representasi dalam

birokrasi lokal. Tetapi

menjadi sebuah catatan

penting para aktor

ini

bersepakat menggunakan

KAK

sebagai lembaga

untuk

mengusung

dan

mewadahi gerakan

ini. organisasi

KAK

ternyata

memiliki

kapasitas untuk melembagakan isu Nagari, yang dengan sangat cepat dikaitkan dengan identitas etnik Kurai. Sudah menjadi sebuah kewajaran ketika para aktor

memiliki

tujuan tertentu mereka mencari organisasi sebagai alat bagi perjuanga'

mereka. Peranan

orga'isasi

akan

sangat besar

ketika para aktor

utama

mampu

mengendalikan

cian

memobilisasi

sumber daya

yang

dimiliki

organisasi

maupun

sumberdaya lainnya.

3.

Dinannika Gerakan

Politik

Kerapatan Adat Kurai

(KAK)

Gerakan

politik KAK

dalam aksinya mengalami pasang surut. Gerakan

politik

ini pada

pedode tertentu

menguat

dan

mendapat

dukungan yang luas

dari

aktor. Tetapi

pada

periode tertentu tuntutan

KAK ini

seakan hilang sama sekali. Pasang-surutnya gerakan tic1ak

'lr

i:. .!( r, ,. u,. .,

(15)

I tl tra: I Stutl ; PeftJeri ntah a $

Vclune 3 \tonq

i

Ftbruoti2$12

lepas

juga

dari

pengaruh

reaksi

dari

lawan

(Pemerintah

Kota) dan peran

aktor-aktor pendukung lainnya. Pemanfaatan peluang

politik,

pembentukan identitas, perluasan aktor hingga aksi menjadi

hal

yang menarik

untuk

dicermati. Dinamika pasang surut atau naik turunnya aksi menjadi rangkaian peristiwa gerakan yang dapat

dilihat

dari peran organisasi sebagai wadah gerakan dan para aktor-aktor selaku penggerak.

a,

Periode

Awal

Gerakan

Isu

Pemerintahan

Nagari muncul

di

Kota

Bukittinggi ketika

ruang

ini

dibuka

oleh

pemimpin (Walikota) pada

pertengahan 2001. Para

ninik

mamak yang telah

memil'iki

kesadaran akan peluang mereka dengan sangat cepat mengambil kesempatan

ini.

Meskipun kemudian secara legal formal pembentukan nagari yang menjadi isu tuntutan terhalang oleh

IJU, isu

ini

tetap

saja dikembangkan

oleh para

ninik mamak.

Para

kaum

adat mulai mengembangkan

isu

pada tingkatan

ninik

mamak

secara

luas

di

Bukittinggi

dengan menggerakkan

identitas

etrrik Kurai. Identitas

merupakan semacam solidaritas, ikatan

individu

dengan kelompok. Isu nagari kemudian disusuli oleh pembentukan identitas orang

Kurai

selaku penduduk asli menjadi semakin kuat. Pemunculan identitas menjadi sangat penting ketika para angotanya menyadari posisi mereka yang terpingirkan secara

politilg

sehingga rnereka mernbutuhkan

identitas yang jelas (Kitnken,

2007;706). Selama

Mei-September 2001 diskusi-diskusi yang intens ditrakukan oleh para

ninik

mamak yang

dimotori

oleh anggota

KAK

untuk membangkitkan rasa kepemilikan atas identitas Kurai (Wawancara

dengan Dt. Yang Basa, 7

Jalarr

20lO dan Wawancara dengan

Dt.

Sati, 8 Desember 2009.'?

Penelusuran sejarah dan pelembagaan

isu

oleh

KAK

berusaha menyebarkan identitas

ini

pada para intelektual Kurai, baik yang berada di Kota Bukittinggi sendiri maupun mereka-mereka yang berada di luar kota (perantau).

Identitas kelompok

dan

keinginan

untuk

mengembalikan kekuasaan kelompok menjadi faktor pendorong yang utama dalam pengembangan isu ini. Hal

ini

akan berakibat pada perluasan jaringan dan aktor dalam dinarnika gerakan selanjutnya. Tetapi gerakan

ini

dari

awal sudah dapat menentukan organisasi yang digunakan r:ntuk menjadi wadah bagi

'

Tidak ada bukti tertulis tentang siapa yang hadir dan apa yang didiskusikan. Menurut para penghulu ini

mereka lebih sering membicarakan soal model nagari yang akan dibentuk dengan menelusuri sejarah nagari Kurai Limo Jorong.

laa\ra t:

ldeirtitas K{.rltrral Dan Gerakan Pclitik

(16)

.i h rnli i Stt t I i Pe rie ri titeh dn

Va!u,ae 3 Nafiat 7 FeiJtucn )C12

gerakan. Pemanfaatan organisasi

kultulal

KAK

sebagai

wadah

sekaligus

alat

r;ntuk membentuk identitas.

b.

Perluasan

Aktor

dan Pematangan Gerakan

Pemanfaatan organisasi

kultural yang

sudah terbentuk sejak lama menjadi sumber

kekuatan bagi

ninik

mamak

untuk

memperluas jaringan

aktor

pendukung gerakan. para

ninik

mamak

ini

menyadari akan keterbatasan kekuatan mereka, kemudian menghubungi

dan rnerangkul

beberapa

tokoh

lain

di

luar

organisasi

mereka.

Masih dalam

tahap pengembangar-r

isq

para

ninik

mamak

ini

sudah melibatkan beberapa tokoh intelektual asal

Kurai

yang berada

di

Padang seperti

Hawari siddilg Akmal,

dan beberapa orang lainnya yang memang secara langsung terlibat dalam memformulasi kebijakan kembali ke nagari

di

tingkat provinsi. Terbentuknya Forum Cadiak Pandai Kurai pada awal 2002 di Kota padang merupakan hasil dari penciptaan identitas.

selain beberapa

tokoh

intelektual, para

ninik

mamak

juga

membawa tokoh-tokoh

birokrat yang berada

di

luar

Kota Bukittingi. Misalnya pelibatan

Asril

saman

yang merupakan mantan

walikota

Padang Panjang dan juga pemah menjabat Sekretaris Daerah

Kabupten solok, sabir sH yang merupakan mantan Kejati sumbar dan pada saat itu menjadi anggota DPRD

Kota Bukittinggi

peiode

7999-2004. para

ninik

mamak

di

KAK

mencari aktor-aktor yang dapat membawa mereka

untuk

bisa mengakses lembaga

DpRD

dengan

menjadikan

Fauzi

Dt.

Nagari

Labiah

menjadi

ketua

tim

pelumusan

kembali

ke

Pemerintahan Nagari yang dibentuk

KAK

pada awar 2002. Fauzi

Dt.

Nagari Labiah pada saat

itu

merupakan anggota

DPRD dan Ketua Komisi

A

bidang

pemerintahan. selain

anggota DPRD, KAK juga melibatkan

wakil walikota

Khairul Hamdi yang juga merupakan putera asli

Kurai.

Pelibatan orang-orang yang sedang menjabat dalam eksekutif maupun Iegislatif

ini

merupakan shategi para

ninik

mamak

untuk

dapat memperkuat dukungan terhadap tuntutan mereka.

sfrategi

pelebaran

aktor dan

penglibatan mereka

dalam

merumuskan rancangan
(17)

.i4neJ Stud; Pefi erintqhan Vciune 3Itamot

i

febtuetl i-812

lepas

juga

dari

pengaruh

reaksi

dari

lawan

(Pemerintah

Kota) dan peran

aktor-aktor pendukung lainnya. Pemanfaatan peluang

politik,

pembentukan identitas, perluasan aktor hingga aksi menjadi hal yang menarik

untuk

dicermati. Dinamika pasang

surut

atau naik turunnya aksi menjadi rangkaian peristiwa gerakan yang dapat dilihat dari peran organisasi sebagai wadah gerakan dan para aktor-aktor selaku penggerak.

a.

Periode

Awal

Gerakan

Isu

Pemerintahan

Nagari muncul

di

Kota

Bukittinggi

ketika ruang

ini

dibuka

oleh

pemimpin (Walikota) pada

pertengahan 2001. Para

ninik

mamak yang telah memiliki

kesadaran akan peluang mereka dengan sangat cepat mengambil kesempatan ini. Meskipr-rn

kemudian secara legal formal pembentukan nagari yang menjadi isu tuntutan terhalang oleh

lIU,

isu

ini

tetap

saja dikembangkan

oleh para

ninik mamak.

Para

kaum

adat mulai mengembangkan

isu

pada tingkatan

ninik

mamak

secara

luas

di

Bukittinggi

dengan menggerakkan

identitas

etnik

Kurai. Identitas

merupakan s€macam solidaritas, ikatan

individu

dengan kelompok. Isu nagari kemudian disusuli oleh pembentukan identitas orang

Kurai

selaku

penduduk

asli menjadi semakin kuat. Pemunculan identitas menjadi sangat penting ketika para angotanya menyadari posisi mereka yang terpingirkan secara

politilg

sehingga mereka mernbutuhkan identitas

yang jelas (Kilnken,

2007;106). Selama

Mei-September 2001 diskusi-diskusi yang intens dilakukan oleh para

ninik

mamak yang

dimotori

oleh anggota

KAK

untuk membangkitkan rasa kepemilikan atas identitas Kurai (Wawancara

dengan Dt. Yang Bas4 7 Januari 2010 dan Wawancara dengan

Dt.

Sati, 8 Desember 2009.2

Penelusuran sejarah dan pelembagaan

isu

oleh

KAK

berusaha menyebarkan identitas

ini

pada para intelektual Kurai, baik yang berada

di

Kota Bukittinggi sendiri maupun mereka-mereka yang belada di luar kota (perantau).

Identitas kelompok

dan

keinginan

untuk

mengembalikan kekuasaan kelompok menjadi faktor pendorong yang utama dalam pengembangan isu

ini.

Hal

ini

akan berakibat pada perluasan jaringan dan aktor dalam dinamika gerakan selanjutnya. Tetapi gerakan

ini

dari

awal sudah dapat menentukan organisasi yang digunakan

untuk

menjadi wadah bagi

t

Tidak ada bukti tertulis tentang siapa yang hadir dan apa yang didiskusikan. Menurut para penghulu ini

mereka lebih sering membicarakan soal model nagari yang akan dibentuk dengan menelusuri sejarah nagari Kurai Limo Jorong.

lrawatl

ldentitas (ulL!ral Dan Gerakiin Folilik

(18)

iurnri Sludi PeErrirltqha,

V,rltrjt 3 Nc'ta{ 7 iebt'}eti 2Aj2

gerakan. Pemanfaatan organisasi

kultural

KAK

sebagai

wadah sekaligus

alat

untuk

membentuk identitas.

b.

Perluasan

Aktor

dan Pematangan Gerakan

Pemanfaatan organisasi

kultural

yang sudah terbentuk sejak lama menjadi sumber kekuatan bagi

ninik

mamak

untuk

memperluas jaringan aktor

pendukurg

gerakan. para

ninik

mamak

ini

menyadari akan keterbatasan kekuatan mereka" kemudian menghubungi

dan merangkul

beberapa

tokoh

lain

di

luar

organisasi

mereka.

Masih dalam

tahap pengembangan isu, para

ninik

mamak

ini

sudah melibatkan beberapa tokoh intelektual asal

Kurai

yang berada

di

Padang seperti

Hawari siddik, Akmal,

dan beberapa orang lainnya yang memang secara langsung terlibat dalam memformulasi kebijakan kembali ke nagari

di

tingkat provinsi. Terbentuknya Forum Cadiak Pandai Kurai pada awal 2002 di Kota padang merupakan hasil dari penciptaan identitas.

Selain beberapa

tokoh

intelektual, para

ninik

mamak

juga

membawa tokoh,tokoh

birokrat yang berada

di

luar

Kota Bukittingi. Misalnya pelibatan

Asril

saman

yang rnerupakan rnantan

walikota

Padang Panjang dan juga pernah menjabat sekretaris Daerah

Kabupten solok, Sabir sH yang merupakan mantan Kejati sumbar dan pada saat itu menjadi anggota DPRD

Kota Bukiftinggi

peiode

L999-2004. Para

ninik

mamak

di

KAK

mencari aktor-aktor yang dapat membawa mereka

untuk

bisa mengakses lembaga DpRD dengan

menjadikan

Fauzi

Dt.

Nagari

Labiah

menjadi

ketua

tim

p€rumusan

kembali

ke

Pemerintahan Nagari yang dibentuk

KAK pada

awal 2002. Fauzi

Dt.

Nagari Labiah pada saat

itu

merupakan anggota

DPRD dan Ketua Komisi

A

bidang

pemerintahan. selain

anggota DPRD, KAK juga melibatkan Wakil Walikota Khairul Hamdi yang juga merupakan putera asli

Kurai.

Pelibatan orang-olang yang sedang menjabat dalam eksekutif maupun

legislatif

ini

merupakan strategi para

ninik

mamak

untuk

dapat memperkuat dukungan terhadap tuntutan mereka.

strategi

pelebaran

aktor dan

penglibatan mereka

dalam

merumuskan rancangan

Pemerintahan Nagari

di

Kota

Bukiftinggi

merupakan saat yang penting bagi gerakan ini. Pelibatan

para tokoh intelektual dan elit-elit

pemerintahan

menjadi kekuatan

penting sekaligus alat

untuk

mernpermudah akses dalam menyampaikan tuntutan. pada periode akhir 2001 hingga

April

2002 banyak sekali diskusi, pertemuan, rapat intensil antara
(19)

i i t n|i i :rt, I : p ?ri eri tltuhon

\iDli',ne 3 Ntriet 7 t:€bruari 2AL2

tokoh

KAK

dengan tokoh intelektual dan

elit-elit

pemerintahan

unmk

membicarakan dan merumuskan

tuntutan

mereka.

Para aktor intelektual dan aktor-akior lainnya

melihat penting untuk membuat rumusan yang jelas bagi tuntutan ICAK. Pada tahap

ini

tim beserta dengan

pendukung

gerakan

t'erhasil

menyusun rancangan Pemerintahan

Nagari

yang rrereka inginkan. Perluasan aktor dan perumusan tunhltan oleh tim menjadi latrdasarL yang

penting

bagi pilihan

aksi

dan

tindakan

yang dilakukan oleh

KAK

dalam

mericapai

tuntutannya.

c,

Pelaksanaan

Aksi

Periode pelaksanaan aksi oleh aktor-aktor dalam gerakan KAK

ini

bukan hanya terjadi pada saat

ini

saja. Tetapi mereka sebelumnya sudah melakukan beberapa cara pendekatan

personal dengan pihak-pihak

yang

dianggap bisa

mernbantu memudahkan tuntutan mereka. Pelibatan tokoh-tokoh intelektual kota, orang-orang di eksekutif dan legislatif secara

individual

merupakan

langkah awal

yang

strategis dalarn memperluas

aktor

sekaligus memperkuat

isu tunfutan.

Para

ninik

mamak

di

KAK

merancang

bentuk

pemerintahan nagari di Kota Bukitinggi yang dituangkan dalam dokumen "Pokok Pikiran Kerapatan Adat

Kurai

tentang Penerapan

Jiwa dan

Semangat Kembali Berpemerintahan Nagari

Krtrai V

Jorong

dalarr

Kerangka Sistem Pen)zelenggaraan dan Struktur Kelembagaan Iir:inerjntahan

Otonomi Daelah Kota Bukittinggi

Berdasarkan

pada

UU No.

221i999". Dokurnen

ini

merupakan hasil pemikiran

dari Tim

Perumus Kembali ke Pemerintahan Nagari bersama dengan para

ninik

mamak, cadiak pandai dan alim ulama

di

Kurai. Pelibatan semua

unsul

ini

menjadi penting unhrk melegitimasi tuntutan.

Terbentuknya

Tim

Perumus

Kembali ke

Pernerintahan

Nagari dan

dihasilkannya dokumen

Pokok Pikiran

Kerapatan

Adat

Kurai

tentang Penerapan

Jiwa dan

semangat

kembali berpemerrntahan Nagari Kurai V Jorong merrjadi awal aksi gerakan

ini.

Pada Mei 2002,

KAK

menyerahkan

dokumen

pokok

pikiran

tersebut

kepacla

perncrntah

Kota

Bukittinggi.

Penyerahan d

okurr.en

secara

resmi

kepada pemerintah

Kota

Bukittingi

merupakan tindakan pertama yang muncul secara formal. Dokumen pokok pii,i;a,'.

i,ii

juga diserahkan kepada anggota

DPRD melalui Fauzi

Dt.

Nagari Labiah

selakri

kehra tim

Perumus.

lr;wn ri

ldefliita. Krltrrdl

t;r

Gerakai Fo|iii

(erapalon Acj:ll l(!rai lliriiri ilepreserta:i Irlilik lrkai

(20)

J u r/tfi I 3t.l/l i P.:ne |i n |t.: l: t! 4

Volume 3 Notn.t ! FeltrLat i )Al2

Tetapi setelah penyerahan dokumen

ini tidak

ada reaksi dari pernerintah kota. Tidak adanya tanggapan dari pemerintah kota terhadap tuntutan

KAK ini

didasari oleh kesadaran pemerintah bahr{a

tuntutan

itu

tidak

akan dapat terlaksana. pemerintah kota yang telah

lebih

dahulu menyurati pemerintah

provinsi

tentang usulan

ini

mendapat balasan bahwa Pemerintah Nagari

di

kota tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengarr pasal 126

UU No.2217999. Tetapi pemerintah Kota tetap membiarkan tuntutan KAK ter.us bergu-lir dan

mengusahakan untuk tetap rnuncul karena memiliki kepentingan lain.

Pada saat yang bersamaan pemerintah

Kota Bukittingi memiliki

persoalan dengan nagari-nagari

yang

termasuk

wilayah

perluasan

Kota Bukittingi

dalam

pp

No.

g4l1999.

Nagari-nagari cli Kabupaten Agam

ini

menolak

untuk

masuk wilayah kota dengan alasan

tidak

ada jaminan

untuk

berpemerintahan nagari.

Untuk

tetap dapat melaksanakan pp

ini,

pemerintah kota sudah mencoba

untuk

menjadikan adanya pemerintahan Nagari

di

kota,

tetapi ditolak oleh pemerintah provinsi. Keinginan pemerintah kota

ini

terlihat dar.i adanya

pembentukan

tim

pengkajian kehidupan masyarakat bemagari diperkotaan

pada

pertengahan tahun 2001 dan pengiriman surat usulan unfuk ranperda pemerintahan nagari di kota kepada provinsi pada akhir 2001. Respon positif pemerintah kota

untuk

membentuk

tim

pengkajian temyata

tidak

hanya

ditujukan untuk

menanggapi

isu

yang

muncul

dari

KAK.

Tetapi didasari oleh kepentingan pemerintah sendiri

untuk

tetap menarik perhatian nagari-nagari

wilayah

perluasan tersebut.

untuk

kepentingan tersebut pemerintah kota membiarkan isu nagari tetap berkembang di KAK.

Melihat

situasi

yang

diciptakan oleh pemerintah

melalui

perluasan

wilayah kot4

menimbulkan kekhawatiran dikalangan

ninik

mamak Kurai. Isu akan menjadi minoritas dan terpinggirkan secara

politik

muncul dalarn diskusi-diskusi dikalangan elit adat. Isu

ini

yang kemudian dikembangkan oleh para

ninik

mamak

di KAK,

sehingga pada akhirnya mereka

melakukan penolakan juga terhadap PP No. 84/1999 (Padang Express, 2002: 7 1. pernyataan

penolakan PP 8411999 merupakan hasil keputusan dari

KAK

yang

di

adakan pada s dan 19

Mei 2002 di Balai Adat Kurai. Keputusan

ini

sangat didukung oleh para inteiekhral yang ada

di

Padang. Kemudian keputusan

KAK

tersebut dipertegas kembali dalam pertemuan

ninik

mamak bersama atas undangan Forum Cadiak Pandai

Kurai di

padang pada 19 Juni 2002. Keputusan

ini

bertujuan

untuk

tetap menjaga dominasi orang

Kurai

atas

wilayah

Kota

lraw3ii ldeilti!a5 Kull,.irai D?r. Gerakao poiitik

(21)

Jundl Sl.tcli pefierhiohon

,,iol!t5e 3lltilot J F€tri.i6a! 2A72

Bukittinggi.

Dengan keputusan penolakan

PP, ariinya

KAK

mengarnbil

langkah

yang

berseberangan dengan pemerintah Kota Bukittinggi.

Akhir

2002

tidak

ada tanggapar sama sekali dari pemerintah kota maupun anggota DPRD

yang telah

rnembawa usulan

dari KAK.

Merasa

tidak

rnendapat tanggapan dari pemerintah Kota

Bukittinggi

membuat K.A.K mencari cara lain

untuk

mengajukan tuntutan mereka.

KAK

mengirirnkan dokumen htntutan mereka ke pemerintah

provinsi

dan DPRD propinsi pada akhir 2002. Provinsi yang menyadali tuntutan kelompok kulturat di kota akan

menjadi persoalan bagi mereka, segeia mengadakan pertemuan dengan kelompok adat dan termasuk

dihadiri

oleh para walikota, memberikan ruang

untuk

dapat bernagad

di

kota tetapi

tidak

untuk

Pemerintahan Nagari secara struktural. Pemerintah Provinsi Sumaiera Barat kemudian rrlenciptakan payung

hukum

dalam pelestarian adat

dan

sosial budaya Minangkabau daiam masyarakat

di

wiiayah kota

dengan

mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur No. 36/2003 tentang Pedornan Umum Pelaksanaan Nagari di Kota dalam Propinsi Sumatera Barat yang

juga diatur

tentang Kedudukan, Fungsi

dan

Wewenang

Nagari di

Kota. Merujuk pada

Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat

Nomor

36

tahun

2003 tentang Pedoman

Umum

Pelaksanaan

Nagari

di

Kota maka

Surat Keputusan

ini

juga mengatur tentang permasalahan keseharian yang mungkin

timbul

karena pluralisme sosial masyarakat kota.

SK gubernur

ini

menimbulkan peluang baru bagi

KAK

untuk meningkatkan kembali gerakan mereka. Desakan secara terus menerus dilakukan pada pihak eksekutif (waiikota), tetapi tetap

tidak

ada reaksi yang jelas. Tidak adanya reaksi yang positi{ dai.i pihak lart'an (Pemerintah) membuat

aktor (KAK)

kehilangan semangat

unhrk

mencari

strategi

lain.

Apalagi

sebagian besar

para aktor

politik

dan

intelektual dari

PadarLg

juga sudiih

fidak

intensif

lagi

memberikan

dukungan. Meraka

tidak

lagi

mampu

melakukan mobilisasi terhadap aktor-aktor yang sebelumnya sudah dapat

dirangkul.

Meskipun secara personal beberapa

ninik

mamak masih

menriliki

kedekatan dengan

para

aktor

politik

dan pemerintahan. Namun isu yang mereka usung tidak tidak lagi menjadi fokus aksi mereka.

d.

Fase Surutnya

Aksi

Gerakan

Penolakan dan

tidak

adanya reaksi

dari

pemerintah membuat gerakan-

irri

rnelemah. Para aktor dalam

KAK

sudah merasa kehilangan kesempatan melihat reaksi pemer i,rtah dan

liawa:i

ldi:[1i1;t Kr]l!rai i-1;ri irerell?n l,:rlitik

(22)

Jurfi al Studi PemerinLiran

Valurne 3 Namot I Fel'uari 2at72

hambatan strutural legal fnrmal yang menjadi kendala. Meskipun tuiuan mer.eka sebagian adalah untuk mendapatkan eksistensi

kultural

dan

polilil

namun peluang yang iliciptakan oleh isu sangat sedikit sehingga membuat mereka kehilangan shategi. Para aktor intelektual dan

polilis

yang se:rnula rnendukung juga

tidak

terlihat

lagi

tindakarurya. Para aktor yang menjadi anggota DPRD sendiri juga tidak memperlihatkan ada aksi lanjutan. Persoalannya

kehadiran mereka dalam getakan

ini

lebih mewakili personal dan bukan secara institusional legislatif. Para

aktor

ini

juga memiliki

keterbatasan gerak dalam kepentingan

partai

dan eksekutif.

Pendekatan

dan

komunikasi yang kurang

baik juga

terciirta

artara

ninik

mamak

dalam

KAK

dengan

para

anggota DPRD

yang

berasal

dari

Kurai.

Para

ninik

mamak menuduh olang-orang Kurai yang duduk di DPRD tidak peduli dengan kepentingan Kurai.

Jika

dilihat

dari kuantitas jumlah orang Kurai yang berada di DIjRD pada periode 1999-2004

ini

cukup banyak. Dari 20 Anggota DPRD 9

di

antaranya berasal dari Kurai. Namun ;;,lak semua dari mereka

memiliki

kornitmen

untuk

gerakan. Loyalitas terhadap partai rrLeii ii.ng

menjadi lebih penting. Tidak adanya reaksi dari pemerintah dan hilangnya aktor pedukung membuat gerakan

ini

melernah. Hingga pertengahan 2004 gerakan KAK irri seperti hilang.

e.

Penguatan Kembali Gerakan

KAK

Setelah mengalami pelemahan aksi pada pertengahan 2003 hingga

triwulan

pertama

2004, aksr

ini

kembali mernunculkan tanda-tanda kehadirarmya

lagi.

Pada

awal

2004 isu nagari

di

Kota

Bukittingi

kembali terdengar. Para

ninik

mamak kernbali membuka ruang diskusi dengan aktor-aktor politik. Jika dilihat dari sisi situasi

politik

saat itu, isu

ini

muncul berkaitan dengan peluang yang ada. Situasi

politik lokal

menjadi dinamis dan memanas

akibat

perubahan kebijakan

pemilu oleh

negara. Pernilu

legisiatif yang

diadakar. pada

pertengahan 2004 dan pemilihan langsung

walikota

tahun 2005 menjadi ajang ptrrebutan

para politisi. Para aktor

politik

kembali mencari celah r.mtuk bisa menarik simpati dari para pendukungnya. Pendekataan terhadap tokoh-tokoh adat merupakan satu

hal

yang dapat

dikatakan penting

bagi

para

politisi untuk

kehidupan

kota

kecil seperti

Bukittinggi. Pengaruh

para tokoh

adat masih menjadi ajang perebutan

bagi

kepentingan dukungan. Aktor-aktor yang akan maju pada pemilu legislatif mendekati para

ninik

marnak. Situasi

ini

(23)

JLtt 6I Si.uiti peme ntahan

\tainrn: 3

^!Dn!rt : lebruo 2012

sebelumnya

telah terlibat

dalam gerakan seperti

sabir

sFf

Akrnal siridik, dan

beberapa orang lainnya.

Reaksi ya;rg lebih menarik daiang dari pemerintah kota yerng sedang berkuasa. pada awal 2004 Walikota Bukittinggi justru bereaksi positif atas munculnl, a kembali isu bernagari. Buktinya pada

April

2004 pernerintah Kota Bukittinggi mendanai penyelenggaraan seminar

dan lokakarya lentant bemagari

di

kota dalam Otonomi

Daerah bekerjasama dengan

Univesitas Andalas.

Pasca

seminar

dan

lokakarya tersebut dilakukan

beberapa kali

peltemuan

dengan

pihak eksekutif

membahas kelanjutannya (lVawancara dengan Dt. Pangulu Basa, 2 Deseraber 2009). Kegiatan-kagiatan tersebut hanya

untuk

mendekati dan

menyenangkan hrr.ti para

ninik

mamak.

Tetapi perlu dicermati situasi

politik

pada saat

ini

sedang persiapan bagi pemilihan kepala daelah langsung yang sedang dirancang oleh pemerintah pusat.

Ada

kepentingan unhrk menarik simpati dan dukungan dari para tokoh adat, yang menjadi dasar bagi aktor

politik untuk

kembali memunculkan

isu

gerakan. Peranan

walikota

menjadi sangat kuat

dalam

menjinakkan

tuntutan dan

mencari

dukungan para

ninik

marnak. Kepentingan pejabal incumbenl

menjadi

sangat

nyata

dalam

upaya

untuk

rner:angkul kenrbali

ninik

mamak.

f.

Apatisme Gerakan

Setelah pilkada dan

terpililnya Djufri

sebagai w'alikota u_niuk kedua kalinya, ternyata reaksi terhadap

tuntutan

KAK

tetap

tidak

ada. Pengabaian oleh

walikota

DFfri

sangat wajar, karena

tidak lagi punya

kepentingan. Hanya bebera;'a orang tokoh

ninik

mamak

yang tetap memiliki

kedekatan secara personal dengan

walikota

terutama

tokoh ninik

mamak yang berada di

KAN.

Rekemondasi yang ditawarkan oleh lJniversitas Andalas dan USAID

tidak

pernah

ditindaklanjuti

oleh pemerintah kota. Gerakan nagari

di

kota

ini

pada bulan-bulan berikutnya

tidak

terdengar Iagi. Para

tokoh politik pun tidak lagi

bsrbicara

tentang nagari dan Kurai.

Reaksi yang

tidak

jelas

dari

penrerintah kota serta dukungan yang

tidak

per,r-rh aari DPRD membuat gerakan

ini

tidak kuat

berkembang.

Meskipun

ada beberapa peluang

politik

yang dapat digunakan

untuk

mendukung aksi, namun daiam perjalannya

isu

dan gerakan

lebih

banyak digunakan oieh para tokoh

politik untuk

rnencari dukungan. pada

akhir tahnn

2007 pemerintah

Provinsi

Sumatera Barat

irenerbitkan

Perda

No.

21 2007 lrawdli

ldentitas Kr-rlil,idi Dan Ger:kail Pallrik

(24)

J u.nn ! St u ai i Pet rt riit :. t: :t t'

Volcfie 3 i\rotn,it 1|?btunri ;,t1)

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Perda

ini

secara jelas mengizinkan dibentu knya

pemerintahan nagari

di

rvilayah kota (pasal 4ayat 2). Tetapi

tidak

ada sahrpun reaksi dari

para aktor

qerakan

baik para

ninik

marnak

di

K1.K maupun aktor

di

luar

itu

yang menanggapi pehrang ini- I'ara tokoh adat (ninik mamak) yang menyadari tidak adanya lagi dukungan aktor-aktor

politik

membuat mereka

juga

kehilangan semangat. Apatisme

ini

menyebabkan hilangnya gerakan. selain

itu

aktor penggerak isu tidak Jagi ada dan mereka juga

tidak iagi niemiliki

kepentingan. Para tokoh adat yang menyadari

fidak

adanya lagi dukungan aktor-aktor

politik

membuat mereka

juga

kehilangan semangi.rt. Apatisme

ini

menyebabkari hilangnya qerakan.

Permasalahan clalam Gerakan

Poiitik

KAK

Gerakan yang menggunakan organisasi

KAK

sebagai

waiali

gerakan

ninik

mamak, dapat dikatakan belum mencapai hasil yang menjadi tujuan mereka. Apatisme yang terakhir muncul

dari

kalangan aktor penggagas sangat terkait dengan berbagai faktor kesempatan

atau peluang yang

tak

lepas

dari

semua

dinamika

ya*g

telah terjadi.

Ada

be-berapa permasalahan yang menyebabkan

belun

berhasilnya gerakan

ini

mencapai tujuannya.

a.

Rendahnya Kemampuan

Aktor

dalarn Mern -framing ldenlitas dan Isu

Identitas Kurai yang dibenhrk oleh para tokoh

KAK

r,rntuk mernperjuangkan funtutan mereka adalah

pilihan untuk

menegaskan posisi mereka terhadap

pemerintajl kota. Di

sinilah peran kemampuan para aktor dalam meng-fa ming

identtas

dan

isu

yzurg rlrereka

usung,

sehingga

para

artggota

kelompok

sebagai pendukungnya

memiliki

keterikatan

kognitif dan

emosi dengan kelompok. Kekuatan identitas

ini

yang sulit didapat

dalarn

gerakan KAK. Para aktor pendukung hanya memiliki kesadaran tinggi ketika mereka berada dalam kelompok. Keterlibatan para

politisi,

birokrat, rnantan bir:okrat maupun intelektual yang semuanya berasal

dari Kurai

memang menunjukkarr bahwa kesadaran mereka akan identitas ada.

Namun

ketika berhadapan dengan

pihak

luar

(pemerintah) atau lembaga

politik,

identitas

ini

seperti

hilang.

ldentitas

Kurai dapat

dikalahkan

oleh

identitas lain

individu itu

sendiri. Kemampuan

ninik

mamak

untuk

menguatkan identitas etnik ternyata belum mampu untuk memobilisasi dukungan bagi gerakan mereka.

I trljii ldelrtitai KuliLiirl Dift [.:]ik: I r ir,tirl{

(25)

jun4l Stltdi Pemerintohan \r'cirlre J Norn.!. 1 Februari 2012

b.

Gerakan

Dikendalikan

oleh Kepentingan

Aktot-aktor

di Luar

KAK

Perluasaan

aktor

merupakan

suatu

strategi

yang

diambil oleh

KAK untuk

dapat

rnemiliki

akses

terhadap

kekuasaan.

Tetapi

permasalahan

kemudian

muncul

adalah kemampuan

aktor

penggagas

(ninik

mamak)

dalam

mengendalikan

aktot-aktor

yang dilibatkan. Mereka tidak

memiliki

kendali atas aktor-aktor

di

luar

KAK

tersebut. Para

ninik

mamak dengan statusnya tidak dapat memobilisasi sumberdaya

ini

menjadi kekuatan

untuk

mendesakkan tuntutan mereka pada pemerintah.

]ika

dilihat dari dinamika

gerakan, ada pembalikan aksi oleh

para aktor dari

luar organisasi ini. Jushu gerakan dan organisasi dimanfaatkan oleh aktor-aktor

politik ini untuk

kepentingan mereka.

Aktor-aktor

yang

terlibat

dalarn jaringan gerakan

KAK

merupakan jaringan

urban

dari

para mantan

birokrat, politisi,

dan

birokrat yang

sebagian

memiliki

keinginan menjadi pejabat pemerintahan atau keinginan memperoleh akses menuju sumber-sumber negara. Kepentingan berbagai aktor dengan berbagai posisi

ini

juga memanfaatkan

isu

nagari.

Dalam

contentious politics

klaim

gerakan

kolektif

sebagian besar dipengaruhi kepentingan obyektif para aktor (Aspinal dan Fealy, 2O03:12). Para aktor

ini

ticiak hanya terbatas pada para

elit

adat, tetapi

meliputi

orang-orang yang berada dalam kekuas;an maupun orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Keberadaan aktor

ini

yang kemudian banyak berperan dalam mengatur dinamika gerak aksi (Aspinal dan Fealy, 2003: 12). Bahkan

peran pemedntah kota dalam mengendalikan dinamika gerakan terlihat cukup kuat dalarn setiap fase gerakan. Kepentingan

Walikota (Djufri)

dapat mengendalikan penguatan isu, ketika ia punya kepentingan mencari dukungan dalam pilkada. Ia mampu mengendalikan aktor-aktor

politis dan

mantan

birokrat yang terlibat

dalam gerakan dengan merangkul

mereka

masuk dalam

kekuasaannya.

Demikian

juga

dengan

para politisi

yang memperebutkan

kursi

legislatif maupun

akses

ferhadap pemerintah, dengan

mudah memanfaatkan isu gerakan ini.

c,

Perpecahan dalam Internal

Aktor

Gerakan

Perpecahan dalam

tubuh

aktor gerakan

KAK

terlihat pada kalangan

elit

adat

(ninik

marnak). Keberadaan organisasi kultural

KAN

yang dibentuk oleh pemerintah menjadi salah satu pendorong pecahnya aktor

ninik

mamak

(elit

adat).

KAN

yang notabene mendapat fasilitas dari negara menjadikan adanya persaingan yang tidak sehat juga

di

kalangan

ninik

mamak dengan kekuasaan. Sebagian

ninik

mamak justru mendekat kepada pemerintah kota

lratilaii

ldentiia,i Kultu!'aJ Drn Gerak;n Politlk

Kerapatan Adai Kurar Dalarn Represeiltasi Politik LokBl

(26)

lurn6l Siuoi Pem? tjrl ahn Valu*e 3 !\lDtr.t 1 F::b 1,,)ti J01?

yang

tidak

merespon

tututan

KAK.

Kecurigaan antara

ninik marrak

\/ang dekat clengan

walikota

dan

mereka

vant

tidak

memiliki

akses terhadap

pusat

kekuasaan juga menyebabkan

pecalnya

ninik

mamak. Perpecahan

ini

berimpiJikasi kepada buruknya interaksi mereka dalam membangun strategi unfuk melakukan aksi.

Perpecahan ternyata

tidak

hanya terjadi

di

kalangan aktor

ninik

mamak

(elit

adat), aktor

lain

seperti birokrat

pun

kemudian pecah

dari

gerakan. pihak pemerintah (wali'irota)

memiliki

peran

dalan

memecah

aktor

ini,

dengan menarik

para aktor

mantan birokrat seperti

Asril

sariran,

sabir

sH,

dan intelektual

seperti

Akmal Siddik menjadi

tim

ahli

walikota untuk Kurai, ia

berhasil mengendalikan

aktor

ini.

Dengan

ditariknva

beberapa

aktor

gerakan

olch pihak lawan,

membuat gerakan kehilangan

aktor

pendukung yang strategis. Dengan mernecah

aktor

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan pada Pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir memperoleh data bahwa variabel Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja

Teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengadakan wawancara secara langsung dengan konsumen peminum bir dan respondennya adalah peminum San Miguel Bir

Sementara itu, pada cerita rakyat “Si Kelingking” dari Bangka Belitung, di akhir cerita tokoh utama meraih kebahagian karena kedua orang tuanya menerima dirinya

Bawalah kedua tongkat ini, kalau sekiranya kalian bertemu dengan siapa saja yang membawa tongkat yang sama dan juga ukurannya sama, maka itu berarti kalian masih

Pemilihan ketiga isolat jamur tersebut didasarkan pada hasil studi komparatif aktivitas ensim lignoselulolitik dari isolat tersebut dibandingkan dengan isolat mikroba

Sesudah tiang uji dipersiapkan ( dipancang atau dicor ), perlu ditunggu terlerbih dahulu selama 7 hingga 30 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting untuk memungkinkan

Bukhari Ridho Siregar : Strategi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sumatera Utara Dalam Memenangkan Pasangan Syamsul Arifin Dan Gatot Pujo Nugroho Pada Pemilihan Gubernur

Diantara metode hibridisasi lainnya, produksi tetraploid dari kultivar triploid merupakan pendekatan tercepat untuk mendapatkan kultivar baru yang resisten terhadap