• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan Vocational dalam Pemilihan Profesi Bagi Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Bina KaryaWanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bimbingan Vocational dalam Pemilihan Profesi Bagi Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Bina KaryaWanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN VOCATIONAL DALAM PEMILIHAN PROFESI BAGI WARGA BINAAN SOSIAL DIP ANTI SOSIAL

BINA KARYA WANITA HARAPAN MULYA KEDOYAJAKARTABARAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh SAID INA NIM : 103052028679

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKW AH DAN KOMUNIKASI

UINSYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

BINAKARYA WANITAHARAPANMULYA

KEDOYAJAKARTABARAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.l)

Oleh: SAID INA NIM: 103052028679

Di Bawah Bimbingan

Dr. H. Daud Effendi A'.M NIP: 150 178 889

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UINSYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

PENGESAIIAN PANITTA U.llAN

sォイセーウゥ@ yang berjudul "Bimhingim Vocational <lnlam Pemilihan Profesi Bagi Warga Binaan Sosial di Panti Sosia! Bina Karya \Vanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barnt" telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Dakwah dan kッュオョゥォ。セゥ@ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 september 2007. Skripsi ini tclah diterima sebagi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pro grail'. Strata satu (S-1 ). Pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Ketua,

MerangkaJ\ Anggota,

Drs. Arie Subhan, M.A NI?: 150 262 442

Penguji J

Nurul Hidayati, M.Pd NIP: 150 277 649

Sidang Munaqosah

Anggofa,

Pembimbing,

Jakarta, 12 september 2007

sekreta ·s, l'vlerangkap ggota,

Nasichah M.A NIP: 150 276 298

Penguji II

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan basil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleb Gelar Strata I di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian bari terbukti bahwa karya ini bukan basil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)

ABSTRAK

SAID INA

Bimbingan Vocational dalam Pemiliban Profesi Bagi Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat

Bimbingan

vocational

merupakan sebuah proses bantuan yang dilakukan untuk membantu seseorang dalam memahami potensi yang dimiliki berkenaan dengan suatu bidang pekerjaan. Dan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan bimbingan

vocational

ini meliputi tes dan wawancara.

Adapun secara umum bimbingan pekerjaan mempunyai tujuan memberikan pertolongan kepada seseorang supaya ia dapat menentukan pekerjaan yang sesuai dengan minat, kemampuan, kepribadian dan cita-citanya. Apabila seseorang memasuki pekerjaan sesuai dengan minat, kemampuan, kepribadiaan dan cita-citanya, maka ia cenderung untuk memperoleh kepuasan yang akan membawanya pula ke arah keberhasilan.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif, yang akan mendeskripsikan tentang bimbingan

vocational

dalam pemilihan profesi bagi warga binaan sosial di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mui ya (PSBKWHM) Kedoya Jakarta Barat. Setelah penulis melakukan penelitian di (PSBKWHM) kedoya Jakarta Barat, penulis dapat mendeskripsikan bahwasanya bimbingan

vocational

dalam pemilihan profesi bagi warga binaan social dilakukan oleh 3 bidang seksi resosialisasi diantaranya adalah seksi identifikasi dan asesmen, seksi bimbingan dan pelatihan, dan seksi penyaluran dan binaan lanjut.

Dalam kegiatan pelayanan resosialisasi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya terhadap bimbingan

vocational,

dengan tahapan sebagai berikut: pertama-tama warga binaan sosial (WBS) diidentifikasi meliputi registrasi, pencatatan data, pemeriksaan kesehatan, Pengenalan program Panti sosial, pengungkapan masalah, identifikasi potensi (sumber), dan pemilihan minat keterampilan kerja. Kedua proses pelaksanaan bimbingan dan pelatihan keterampilan, yang ketiga tahap penyaluran dan binaan lanjut.

Para warga binaan sosial diberikan pembinaan paling cepat berkisar antara 1-3 bulan paling lama 4-5 bulan, setelah keluar dari Panti diberikannya bekal modal usaha sesuai dengan pilihan bimbingan dan pelatihan keterampilan kerja yang mereka ikuti. Kemudian dilakukan proses binaan lanjut dilihat perkembangan yang ada pada mantan warga binaan sosial setelah mereka dibina, dan diberikan modal usaha, serta disalurkan.

(6)

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang, sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, yang membawa visi, misi, dan ajaran Islam sehingga menghantarkan kita pada nalar Islam yang diridhai Allah SWT, beserta para sahabat dan pengik:utnya hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir pada program strata satu (S I) jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunukasi.dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak lepas

dari

bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. DR. Murodi, M. A., selaku Dekan Fakultas dakwah dan Komunikasi; 2. Drs. M. lutfi, M.A., selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam;

3. Dra. Nasicha, M.A., Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam;

4. DR. H. Daud Effendi A.M selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan saranya semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlipat;

(7)

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan kepada penulis untuk mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini;

7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan layanan administrasi dan kenyamanan selama perkuliahan; 8. Kepala Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta

Barat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian;

9. Kepala Seksi dan Staf Bidang Resosialisasi yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh informasi tentang penelitian ini;

10. Kedua orang tua penulis, yakni Ayahanda Mu'min dan Ibunda Tasnim, yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya dan senantiasa memberikan motivasi yang begitu berarti bagi penulis khususnya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah meridhai segala kerja keras mereka dalam mendidik dan membesarkan penulis;

11. Kakak dan Adik penulis yaitu Mustari dan Istri, Nurmin, Nuraenah dan Suami, dan Nurrohim yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini;

12. Teman-teman Mahasiswa UIN Jakarta, khususnya Jurusan BPI angkatan 2003, Taher, Pizzaro, Jaya, Barok, Hasyim, lwan, Ruby, Ubay, Kosim, Amin Abel, Junet, Arif, dan Puji cute;

(8)

ini.

Semoga partisipasi mereka dalam penyelesaian skripsi 1m

mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dan penulispun menyadari akan keterbatasan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Namun semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kajian ilmu pengetabuan, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 3 September 2007

(9)

DAFTARISI

ABSTRAK ... .iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTARISI ... viii

BABI

PENDAHULUAN

A. La tar Belak:ang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 7

C. Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan ManfaatPenelitian ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... , ... 13

BAB II KERANGKA TEORI A. Bimbingan Vocational ... 15

1. Pengertian Bimbingan Vocational ...... .15

2. Prinsip-Prinsip Umum Bimbingan Vocational .... 17

3 T . . UJuan B. b. tm mgan , u ocatwna . l ... .18

B. Profesi ... 20

1. Pengertian Profesi.. ... 20

2. Ciri-ciri Profesi ... 22

(10)

A. Sejarah Berdirinya ... 26

B. Visi, Misi, Tugas, Fungsi, Sasaran, dan Tujuan ... 27

C. Struktur Organisasi ... 29

D. Program Kerja ... .31

E. Data Warga Binaan Sosial ... .34

F. Sarana dan Prasarana ... 37

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN VOCATIONAL DALAM PEMILIHAN PROFESI BAGI WARGA BINAAN SOSIAL A. Proses pelaksanaan Bimbingan Vocational ... .38

B. Respon Bimbingan Vocational .... .47

C. Faktor Pendukung dan Pengharnbat Pelaksanaan Bimbingan Vocational ... .48

BABV PENUTUP A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 52

(11)

A. Latar Belakang Masalah

BABI

PENDAHULUAN

(12)

Mahmud Syaltut dalam bukunya Al-Islam Aqidah wa Syari'ah mengatakan " ... dengan kemerdekaan dan kebebasan tersebut, Allah SWT telah memberikan kewajiban-kewajiban kepada mahkluk-Nya dan mengutus para Rasul untuk membimbing dan menunjuki mahkluk-Nya, kemudian Dia pun memberikan kemerdekaan kepada manusia untuk memilih jalan kebaikan

k "ah ,,1 atau eJ atan ....

Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai dampak pada kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan sosial tersebut telah mempengarnhi nilai kehidupan masyarakat. Tidak semua orang mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut yang pada giliranya dapat menimbulkan problem-problem sosial.

Soerjono Soekanto melihat bahwa jika seseorang tidak dapat menyesuaikan dirinya terhadap perubal1an-perubahan social yang terjadi maka dapat menimbulkan problem-problem sosial, sehingga ia menitikberatkan pada ha! yang bersifat penyimpangan (deviation) terhadap norma-norma kemasarakatan yang umum.2

Namun menarik melihat ungkapan Drs. ArifHerdiyanto. C mengenai prilaku menyimpang ia katakan bahwa "Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah

1

(13)

3

segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri

(conformity) terhadap kehendak masyarakat"3

Disamping itu Arif juga mengutip apa yang dibilang oleh James W. Van Der Zanden tentang penyimpangan sosial bahwa penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. Akan tetapi, Robert M. Z. Lawang yang dikutip Arif cenderung menganggap penyimpangan perilaku sebagai semua tindakan yang di luar dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.4

Salah satu penyimpangan terhadap norma-norma kemasyarakatan yang tak asing lagi kita dengar bahkan sudah menjadi hal yang "wajar" serta menjadi profesi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebut saja pelacuran.

Kata pelacuran memang agak susah untuk didefinisikan, namun ada sumbangan berharga dari Pius yang mencoba mengurai kesulitan untuk mengartikan istilah tersebut. Menurut Pius pelacuran dalam bahasa asingnya disebut prostitution berasal dari bahasa latin protituo yang berarti perilaku secara terang-terangan menjerumuskan diri pada perzinahan.5 Di lain hal Kartini Kartono mendefinisikan pelacuran sebagai sebuah pelampiasan nafsu seks secara bebas dan liar bersifat prorniskuitas, hingga terjadi komersialisasi

3

Arif Herdianto, "Penyimpangan Sosial" Artikel diakses pada 23 juli 2007, dari www. wts pdf.or.id

(14)

seks berupa kenikmatan dengan uang atau benda, dengan demikian seks sudab dijadikan barang dagangan.6

Kenyataan membuktikan, babwa seks bebas dan cinta bebas mengakibatkan banyak kerusakan (destruction) dikalangan orang-orang muda, baik pria maupun wanita. Sejak zaman <lulu kala prostitusi selalu dikecam atau

dikutuk oleh masyarakat, karena tingkab lakunya "asusila" dan dianggap mengotori sakralitas hubungan seks. Mereka disebut orang yang melanggar norma moral, adat istiadat dan agama.

Norma agama pada umunya melarang prostitusi atau perzinaban, seperti termaktub dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra ayat 32, menyebutkan:

"danjanganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk (Qs. Al-Isra: 32) . "

Banyak kalangan yang mengartikan istilab pelacur senng diperhalus dengan istilab Wanita Tuna Susila. 7 (Selanjutnya disebut dengan WTS), istilab lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial. WTS sampai sekarang masih menjadi polemik dan materi perdebatan. Mengenai

6

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Sexsuil, (Bandung: Mandar

Maju, 1989), Cet. Ke-6, h. 233. 7

Ada ceritra menarik dalam penggunaan istilah WTS. Beberapa orang menilai Kata

pe/acur, karena dipandang vulgar, norak, menjijikan, hams "dihaluskan", diganti dengan wanita tuna susila atau WTS --yang justru singk:atannya inilah yang lebih populer. Jadi, orang bisa menepuk dada, seakan di Indonesia tak ada pelacur lagi, yang ada hanyalah wanita-wanita tuna susila saja. Opini tersebut dilontarkan oleh D. Jupriono dalam artikelnya. Lebih jelasnya dalam D.

(15)

5

masalah ini cukup beragam mulai dari keabsahan profesi WTS, penyebutan istilah WTS, sampai pada pola penanganan WTS.

Sebagai instansi Pemerintah, Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat memilih sikap berada pada posisi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) resosialisasi di mana WTS diposisikan sebagai klien (orang yang memiliki masalah). 8

Banyaknya faktor penyebab yang menjadi alasan para WTS menjerumuskan diri ke dunia hitam antara lain ekonomi lemah, lingkungan keluarga yang berantakan, kurangnya skill atau keterampilan, ketatnya persaingan hidup yang menuntut pendidikan tinggi hingga kurangnya kepercayaan diri. Dan karena keterbatasan terhadap ha! yang tersebut di atas sehingga mereka tetap bergelut di lembah kehinaan tersebut, seolah-olah melacurkan diri sudah menjadi ha! yang biasa sehingga pelacuran dijadikan sebagai sebuah pekerjaan yang dapat menghasilkan uang.

Ketika mereka berniat ingin kembali ke kehidupan normal maka banyak kendala yang muncul, satu alasan yang menurut penulis paling mendominasi adalah kurangnya skill para WTS sehingga mereka tidak percaya diri untuk mencari kerja dan ini menjadi dilemma bagi mereka. Oleh karena itu dengan melihat permasalahan di atas mereka memerlukan

bimbingan, yang bertujuan untuk menolong individu dalam memilih penyesuaian yang cocok terhadap masalah yang dihadapinya.

8

(16)

Karenanya, dalam literatur Bimbingan dan Konseling penulis menemukan bermacamjenis bimbingan yang mempunyai korelasi dalam tema yang sedang penulis bahas. Sebagai contoh, WS Wiukel dan Sri Hastuti merangkum berbagai jenis layanan bimbingan, diantaranya yaitu: layanan bimbingan karir, akademik dan pribadi sosial.9 yang semua itu bertujuan untuk menolong individu untuk mengatasi segala permasalahan yang dihadapi,

Melihat pada permasalahan yang dihadapi oleh para WTS terhadap penguasaan skiil, maka perlu rasanya untuk menyadari potensi diri untuk dikembangkan. Yusuf Qardhawi mengatakan " ... pengembangan potensi individu secara optimal dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas sistem pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan sumber daya yang berkualitas di segala bidang. Dan menempatkan individu pada pekerjaan yang tepat sesuai pada bidangnya masing-masing .... "10

Sehubungan dengan apa yang disebut Bimbingan dan Konseling yang telah disebut tadi, maka diperlukan adanya sebuah bimbingan vocational,

yang biasa disebut bimbingan pekerjaan, bimbingan kejuruan, atau bimbingan karir. Yakni suatu proses untuk membantu individu dalam memilih dan

9 W. S. Winkel dan Sri Hastuti,

Bimbingan dan Konseling di lnstitusi Pendidikan,

(Yogyakarta: Media Abadi, 2004), h. 114.

10

(17)

7

memutuskan, serta mempersiapkan diri dalam rangka mewujudkan keberhasilan dalam jabatan, seperti dinyatakan oleh Dewa Ketut Sukardi.11

Panti sosial bina karya wanita harapan mulya Kedoya Jakarta Barat dalam hal ini memiliki peran dalam membimbing para warga binaan sosialnya dalam hal pekerjaan karena para WBS pada dasarnya membutuhkan bimbingan Vocational guna mempersiapkan diri dalam ha! pekerjaan.

Bertitik tolak dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul "Bimbingan Vocational dalam

Pemilihan Profesi bagi Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Bina Karya

Wanita Harapan Mulya Jakarta Barat."

B. Pembatasan Masalah

(18)

C. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Vocational dalam pemilihan profesi bagi warga binaan sosial di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat?

2. Bagaimana respon Bimbingan Vocational dalam pemilihan profesi bagi warga binaan sosial?

3. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Bimbingan Vocational dalam pemilihan profesi bagi warga binaan sosial?

D. Tujuau dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan titik tolak dari setiap kegiatan penelitian, sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang sudah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Bimbingan Vocational dalam pemilihan profesi bagi warga binaan sosial di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat.

b. Untuk mengetahui respon Bimbingan Vocational dalam pemilihan profesi bagi warga binaan sosial.

(19)

9

2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai salah satu literatur dalam rangka pengembangan wawasan penulis, terutama mengenai bimbingan vocational dalam pemilihan profesi bagi (WBS).

b. Secara Akademis: merupakan konstribusi kepustakaan dalam mengembangkan akademis serta menambah literatur dalam keilmuwan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

c. Secara Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya berbagai permasalahan pada warga binaan sosial sehingga tercipta kearah yang lebih baik lagi.

E. Metodologi Penelitian

1. Lokasi Penelitian dan Waktu

Penelitian ini bertempat di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya (PSBKW) Kedoya Jakarta Barat. Karena Panti ini

(20)

2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah para Warga Binaan Sosial (WBS) yang mengikuti Bimbingan Vocational di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat.

b. Objek Penelitian.

Objek penelitian ini adalah Bimbingan Vocational yang diadakan di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoyajakarta Barat. 3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode deskriptif analisis (Analytical Descriptive Approach) dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku didalarnnya, mencatat analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.

(21)

11

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis mengunakan dua sumber data, yakni:

a. Data primer, berupa: hasil wawancara dengan Kepala Panti, seksi identifikasi dan asesmen, seksi bimbingan dan pelatihan, seksi

penyaluran dan bina lanjut, dan para Warga Binaan Sosial (WBS) yang mengikuti bimbingan vocational.

b. Data sekunder, berupa: data-data yang bersumber dari buku-buku, dokumen lembaga dan sumber pustaka yang relefan dan menunjang penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik dalam pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah (Field Researce) yang meliputi:

a. Observasi, yakni penulis melakukan pengamatan secara langsung di (PSBKW) Kedoya Jakarta Barat untuk meneliti respon Bimbingan

Vocational dalam pemilihan profesi bagi wanita tuna susila.

(22)

c. Teknik Analisis Data

Adapun yang dimaksud teknik analisa data adalah suatu proses

penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.13

Dan dalam penulisan

ini,

setelah peneliti memperoleh data-data melalui observasi dan wawancara, kemudian data tersebut dianalisa atau diolah untuk mendapatkan informasi yangjelas. Dan analisa data dilaksanakan terns menerus sejak awal penelitian sampai akhir penelitian dilakukan dengan bentuk penalaran induktif. Dikatakan induktif, karena peneliti tidak memaksakan diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri.14

6. Teknik penulisan

Adapun informasi yang diperoleh melalui data yang telah dianalisa, kemudian penulis tuangkan dalam bentuk tulisan dengan cara mendeskripsikannya dalam bentuk pemaparan dan pemberian penjelasan-penjelasan yang logis.

Dalam hal

ini

penulis menggunakan buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007. Sedangkan penerjemahan ayat-ayat Al-Qur'an menggunakan sumber Al-Qur'an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI.

13

(23)

13

E. Sistematika Penulisan

Untulc memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menyusunnya dalam beberapa bab dalam sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pembahasan diawali dengan pendahuluan yang menguraikan argumentasi seputar signifikansi studi ini. Selain itu, Pendahuluan diisi dengan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kerangka teori pada bab ini penulis memaparkan tentang: Pengertian Bimbingan Vocational, Prinsip-Prinsip Umum Bimbingan Vocational, Tujuan Bimbingan Vocational, Pengertian Profesi, Ciri-Ciri Profesi, Pengertian Warga Binaan Sosial.

BAB III : Gambaran umum Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat, dalam bab ini penulis menguraikan: Sejarah Berdirinya, Visi, Misi, Tugas, Sasaran, Fungsi dan Tujuan, Program Kerja, Struktur Organisasi, Data Warga Binaan Sosial, Sarana dan Prasarana.

(24)

pemilihan profesi bagi Warga Binaan Sosial, Respon bimbingan

vocational, faktor pendukung dan penghambat dalam Pelaksanaan bimbingan vocational dalam pemilihan profesi bagi Warga Binaan Sosial.

(25)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Bimbingan Vocational

1. Pengertian Bimbingan Vocational

Bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance) dapat juga diartikan dengan bimbingan karir atau jabatan, seperti yang dikatakan oleh Thantawy dalam "Kamus Bimbingan dan Konseling" babwa secara historis bimbingan

vocational dipandang sebagai suatu proses untuk membantu klien dalam memilih dan memutuskan serta mempersiapkan diri dalam rangka

mewujudkan keberhasilan dalam pekerjaan atau jabatan.1

Sedangkan menurut J.P. Chaplin dalam "Kamus Psikologi" menjelaskan babwa bimbingan vocational adalab proses bantuan kepada individu untuk memilih satu pekerjaan ataujabatan, terutama dalam persiapan memasuki lapangan pekerjaan dan menyesuaikan diri terhadap tuntutan suatu jenis pekerjaan. Bimbingan ini didalarnnya mencakup wawancara, pengunaan

tes bakat dan keterampilan, tes kepribadian, dan formulir minat.2

Menarik pula seperti yang diuraikan Attia Mahmoud Hana dalam bukunya yang berjudul "Bimbingan Pendidikan dan Pekerjaan" ia mendefinisikan bimbingan pekerjaan (vocational guidance) adalab sebagai proses bantu terhadap individu untuk menumbuhkan dan menerima gambaran

1

Thantawy R., Kamus Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Pamator, 1997), Cet. Ke-1, h. 61.

2 J.P. Chaplin. P, Kamus Psiko/ogi, Dictionary of Psychology, penerjemah Kartini

(26)

tentang dirinya secara keseluruhan. Attia juga menarnbahkan bahwa bimbingan pekerjaan itu mesti cocok bagi individu tersebut.3

Agar seseorang mempunyai pilihan yang tepat terhadap pekerjaannya, Hoppocks seperti dikutip Kartini Kartono, mengemukakan ha!-ha! yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan pekerjaan, yaitu: a) Pekerjaan yang dipilih hendaknya sesuai dengan kebutuhan (needs).

b) Pekerjaan yang dipilih adalah pekerjaan yang diyakininya sebagai paling baik untuk memenuhi kebutuhannya.

c) Kebutuhan yang timbul, mungkin diterima secara intelektual, yang diarahkan untuk tujuan tertentu.

d) Pekerjan tertentu akan dipilih seseorang, bila untuk pertarnakali dia menyadari, bahwa pekerjaan tersebut dapat menolongnya dalarn memenuhi kebutuhannya.

e) Pemilihan pekerjaan tersebut akan tepat bila memang memungkinkan terpenuhi kebutuhannya. Hal ini tergantung pada

}>- Pengetahuan tentang diri sendiri.

>-

Pengetahuan tentang pemilihan pekerjaan.

>-

Kemarnpuan berfikir yang jelas.

f) Informasi tentang diri sendiri mempengaruhi pilihan pekerjaan. Karena dengan demikian seseorang mengetahui apa yang ia inginkan, dan ia mengetahui pekerjaan yang tepat bagi potensi dirinya sendiri.

g) Informasi tentang jenis pekerjaan mempengaruhi pemilihan pekerjaan seseorang, karena dengan demikian Ia dapat:

>-

Mengetahui pekerjaan yang cocok untuk pemenuhan kebutuhannya.

>-

Menimbang-nimbang pekerjaan yang dapat memuaskan.

h) Kepuasan dalarn pekerjaan tergantung pada tercapai atau tidaknya pemenuhan kebutuhan seseorang, clan derajat kepuasan tersebut tergangtung pada pemikiran antara apa yang diinginkan.

i) Kepuasan tersebut mungkin mempakan akibat atau hasil dari terpenuhinya kebutuhan sekarang ini, atau dari garnbaran yang jelas akan terpenuhinya kebutuhan tersebut di masa yang akan datang.

j) Pilihan pekerjaan dapat bembah bila seseorang yakin bahwa pembahan tersebut lebih baik untuk pemenuhan kebutuhannya.4

Dalarn bimbingan pekerjaan (vocational guidance) seseorang tidak hanya ditolong untuk menentukan pekerjaan saja, tetapi seperti diungkapkan

3

Attia Mahmoud Hana, alih bahasa Zakiah Daradjat, Bimbingan Pendidikan dan

Pekerjaan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. Ke-I, Jilid I, h. 65-66.

4

(27)

9-17

Kartini Kartono lebih dahulu ditolong untuk mengetahui dan mengenal kelemahan serta kekuatan pada dirinya sendiri.5 Selanjutnya Kartini Kartono juga mengatakan bahwa apabila seseorang telah mengenal dirinya sendiri dan mengetahui minat, kemampuan, keperibadian dan cita-citanya, maka ia akan dapat membuat pilihan sendiri secara tepat. Dan dengan demikian kemungkinan berhasil dalam pekerjaannya akan lebih besar.6

2. Prinsip-Prinsip Umum Bimbingan Vocational

Adapun prinsip-prinsip umum dari bimbingan vocational menurut Attia Mahmud Hana dalam bukunya "Bimbingan Pendidikan dan Pekerjaan I" adalah:

a) Pembimbing tidak boleh melampaui batas kemungkinanya secara teknis b) Pembimbing tidak boleh memaksakan kepada klien

c) Pembimbing harus berusaha sekuat tenaga agar pengertian klien terhadap dirinya dan alam sekitarnya bertambah.

d) Pembimbing harus memantulkan kepada klien gambaran yang telah diperbaiki tentang dirinya.

e) Pembimbing harus menolong klien untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan sesuai dengan hakikatnya.

f) Tidak seharusnya pembimbing mendiktekan kepada klien jalan harus di tempuhnya.

g) Pembimbing harus menolong klien untuk berfikir dalam semua kemungkinan pendidikan dan pekerjaan yang dapat ditempulmya.

h) Keputusan terakhir dalam proses bimbingan harus timbul dari diri klien, di

bawah tanggung jawabnya dan atas pilihannya sendiri.

i) Pembimbing harus meneliti kesukaran kliennya dari segala segi dan hendaknya ia menggunakan segala kemungkinan dan alat yang ada padanya dan untuk membantu dalam pemecahan persoalannya.

j) Metode bimbingan harus berbeda sesuai dengan kebutuhan klien.

k) Pada dasarnya bimbingan itu harus merupakan proses belajar mengajar. 7

5

Ibid, h. 11.

6 Kartini Kartono, Menyiapkan dan Memandu Karir, b. 12.

7

(28)

Dari prinsip-prinsip umum bimbingan vocational dapat dikatakn bahwa didalam memberikan bimbingan vocational seorang konselor harus mematuhi kode etik yang berlaku terhadap profesinya. Dikatakan juga bahwa

prinsip umum bimbingan vocational merupakan suatu proses belajar mandiri. Seorang konselor tidak memaksakan kehendaknya terhadap klien .

3. Tujuan Bimbingan Vocational

Tujuan bimbingan pekerjaan (vocational guidance) menurut Attia Mahmoud Hana dalam bukunya yang berjudul "Bimbingan Pendidikan dan Pekerjaan" adalah sebagai berikut :

a) Bimbingan pekerjaan adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu individu agar dapat menumbuhkan gambaran untuk dirinya. Gambaran itu mempunyai ciri integritas, artinya bahwa ia bebas dari pertentangan atau perlawanan, atau kerusakan.

b) Bahwa bimbingan pekerjaan adalah suatu pekerjaan yang bertujuan juga untuk menolong individu untuk menumbuhkan dan menerima peranan yang dilakukannya dalam dunia pekerjaan.

c) Bimbingan pekerjaan adalah pekerjaan yang bertujuan untuk menolong individu untuk mencoba dan menyelami gambaran yang dibuatnya bagi dirinya dan tentang peranannya dalam dunia pekerjaan dalam lapangan hidup nyata. Yang berarti bahwa bimbingan pekerjaan memberikan kepadanya kesempatan untuk mencoba dan memilih dalam suasana yang cocok.

d) Bahwa bimbingan perkerjaan akhirnya bertujuan untuk menolong individu untuk mencapai gambaran tentang dirinya dalam lapangan pekerjaan. Dengan demikian itu dapat membawanya kepada terjaminnya kebahagiaan bagi dirinya dan manfaat bagi masyarakat. 8

Masih mengenai tujuan bimbingan pekerjaan, Kartini Kartono mendefinisikan pula dalam bukuya "Menyiapkan dan Memandu Karir" ia mengatakan "secara umum bimbingan pekerjaan mempunyai tujuan memberikan pertolongan kepada seseorang supaya ia dapat menentukan pekerjaan yang sesuai dengan minat, kemampuan, kepribadian dan

(29)

19

citanya. Apabila seseorang memasuki pekerjaan sesuai dengan minat, kemampuan, kepribadiaan dan cita-citanya, maka ia cendrung untuk memperoleh kepuasan yang akan membawanya pula ke arah keberhasilan .... "9 Dari beberapa tujuan bimbingan vocational diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan vocational pada pokoknya ialah membantu agar individu siswa dapat memahami dirinya, memahami dunia kerja, dan mengadakan penyesuaian antara dirinya dengan dunia kerja melalui suatu pembuatan rencana dan keputusan secara tepat.

Dewa Ketut Sukardi ikut berbicara pula dalam bukunya "Pendekatan Konseling Karir" secara jelas ia tertarik mengamati peran serta konselor untuk menjawab tantangan dalam menyiapkan dan memandu karir. Di sini Dewa Ketut berharap agar konselor dapat meningkatkan kepercayaan diri seorang klien, melalui pendekatan konseling karir dengan berbagai macam teknik yang tepat. Secara terperinci, konselor difokuskan untuk membantu klien dalam proses memilih, menetapkan, dan memutuskan pekerjaan, jabatan atau karir.10

9

Kartini Kartono, Menyiapkan dan Memandu Karir, h. 12.

10

(30)

B. Profesi

I. Pengertian Profesi

Istilah "profesi" memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak samua pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mencegah kesimpangsiuran tentang arti profesi dan hal-hal yang bersangkut paut denganya seperti:

professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi penulis tidak membahas tentang semua istilah tersebut, Penulis membatasinya hanya pada pengertian profesi saja.

Mengutip "Kamus Besar Bahasa Indonesia" mengenai pengertian profesi dikatakan bahwa "profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) .... "11

Thantawy dalam "Kamus Bimbingan dan Konselingnya" mengatakan profesi adalah suatu pekerjaan yang mempunyai vakasi (perletakan jabatan) khusus yang mempunyai cirri-ciri keahlian (expertise)

karena ada pendidikan formal, tanggung jawab (responsibility) dan mempunyai etika kerja, kesejawatan (corporatness), (profession).12

Yunita Maria Yeni menguraikan kata profesi secara lebih komperhensif bahwa profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan

11

(31)

21

berdasarkan keablian tertentu dan sekaligus dituntut dari padanya pelaksanaan norrna-norrna sosial dengan baik. 13

Sedangkan Hilman Nugroho dalam suatu riset disertasinya seperti dikutip oleh Pusat Penelitian BKN, mengartikan profesi sebagai suatu pekerjaan yang didasarkan pada studi kekhususan intelektual dan pelatihan, dengan maksud menawarkan pelayanan keablian atau saran kepada orang lain untuk suatu kepastian upah/bayaran atau gaji, terutama untuk mereka yang berstatus praktisi atau para pekerja bebas.14

Adam Kuper dan Jesica Kuper dalam suatu ensiklopedia merujuk profesi pada awalnya berarti sejumlah pekerjaan terbatas yaitu pekerjaan-pekerjaan yang hanya ada dalam era pra-industri di Eropa, yang membuat orang-orang berpenghasilan mampu hidup tanpa tergantung pada perdagangan manual. Dalam perkembangannya, ada enam karakteristik yang dapat diambil sebagai definisi profesi yaitu:

1) Memiliki keablian berdasarkan pengetahuan teoritis. 2) Adanya pelatihan dan pendidikan.

3) Uji kemampuan anggota. 4) Organisasi.

5) Terikat dengan aturan pelaksanaan.

6) Dan jasa altruistik (orang yanf mementingkan kepentingan orang lain dari pada kepentingannya sendiri). 5

13

Yunita Maria Yeni M, "Profesi Guru Antara Pengabdian dan Tuntutan," Artikel diakses pada 18 Juli 2007, dari http://www.lbpkpenabur.or.id

14 Pusat Penelitian BKN, "Rancang Bangun Meningkatkan kinerja PNS," Artikel diakses http://www.BKN.go.id/2007 /07 l 8/c9 l t9u.html.

Model Pembinaan dalam Rangka

pada 18 Juli 2007 dari

15

(32)

Berbeda dengan Prayitno dan Erman Amti yang juga merumuskan istilah profesi. Profesi dalam pandangan mereka lebih concern kepada pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Secara garis besar, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. 16

2. Ciri-Ciri Profesi

Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti: (McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) seperti yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi, sebagai berikut:

a) Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.

b) Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan teknik-teknik intelektual, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang unik.

c) Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penangan situasi kritis yang menuntut pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

d) Para angotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis, eksplisit, bukan hanya didasarkan atas aka! sehat (common sense) belaka.

e) Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan

latihan dalamjangka waktu yang cukup lama.

l) Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi ataupun sertifikasi.

g) Dalam menyelengarakan pelayanan kepada pihak yang dilayani, para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang

16 H. Prayitno dan Erman

(33)

23

apa yang akan dilakukan berkenaan dengan peyelenggaraan pelayanan professional yang dirnaksud.

h) Para angotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonorni.

i) Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan, setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu.

j) Selama berada dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang pekerjaan itu.17

Dapat disirnpulkan bahwa suatu pekerjaan dikatakan sebagai profesi ialah pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya karena adanya pelatihan dan pendidikan bagi pekerjanya. Begitu juga bimbingan keterampilan yang berada di Panti Sosial Kedoya Jakarta Barat dapat dikatakan sebagai suatu profesi karena dituntut keahlian para binaannya kemudian ada birnbingan dan pelatihannya. Seperti keterampilan menjahit, tata rias atau salon, tataboga dan lain sebagainya.

3. Pengertian Warga Binaan Sosial

Warga Binaan Sosial adalah kalimat kata yang di singkat dengan istilah (WBS) yang merupakan penghalusan makua dari istilah prostitusi

atau pelacur. Yang kemudian diperhalus lagi menjadi istilah WTS dan pada setiap istilah tersebut merniliki pengertian berbeda-beda pula.

Meminjam istilah "Kamus Besar Bahasa Indonesia" mengenai istilah prostitusi ialah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan .... "18 Kartini Kartono menguraikan

17

Ibid., h. 339.

18

(34)

pula dalam bukunya "Patologi Sosial" mengenai definisi pelacuran yang terbagi pada tiga bagian sebagaimana yang termaktub di bawah ini:

a) Pelacuran adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls ( dorongan) seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan seks tanpa terkendali dengan banyak orang. b) Pelacuran merupakan pristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan

memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks, dengan imbalan pembayaran. c) Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyeriihkan

badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.19 Seperti yang dikatakan Kartini Kartono menilai prostitusi dengan

adanya unsur penyerahan diri yang disertai imbalan k:omersial. Dengan pengertrian ini, semakin memperkuat asumsi bahwa ada sifat khas yang menyertai yaitu komersialitas. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa WTS adalah penghalusan makna dari pelacuran karena istilah ini yang lebih populer. Yang merupakan suatu perbuatan menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.20

Kemudian dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian Warga Binaan Sosial (WBS) dari istilah-istilah tersebut diatas, karena pada umumnya mereka merupakan para pekerja seks komersial yang menjual harga diri

mereka. Sehingga mereka terjaring razia yang kemudian di Asramakan di Panti-Panti Sosial untuk dibimbing, dibina, dan dididik. Para (WBS) diposisikan sebagai klien (orang yang memiliki masalah) adapun tugas pihak Panti memberikan pembinaan terhadap kehidupan dan penghidupan secara

19

Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1999), Cet. Ke-6, h. 182.

20

(35)

25

normatif, mengembangkan dan memulihkan harga diri, mengembalikan kepercayaan, tanggung jawab sosial, kemauan dan kemampuan para (WBS) agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. 21

Menarik pula untuk dikutip pemyatan Singgih D. Gunarsa dalam bukunya "Konseling dan Psikoterapi" mengenai sebuah perubahan prilaku yang dapat terjadi oleh faktor lingkungan dalam proses belajar atau proses kondisioning (menetapkan sesuatu keadaan untuk menghasilkan sesuatu), karena manusia tumbuh dan dibentuk oleh lingkungan. 22

Terutama pada permasalahan yang penulis kemukakan yaitu bimbingan vocational dalam pemilihan profesi bagi warga binaan social. Dan telah diketahui bahwa semakin meresahkan masyarakat Indonesia, merajalelanya para pekerja seks komersial (WTS), karena susahnya mereka dalam mencari kerja atau memilih pekerjaan.

Oleh karenanya pelayanan bimbingan pekerjaan (vocational guidance) perannya sangat dibutuhkan untuk membimbing dan membina para (WBS) dalam upaya terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan para (WBS) meliputi pulihnya rasa harga diri, kepercayaan diri, kemauan dan berkemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat secara baik untuk menghadapi masa depan mereka dan tantangan zaman.

21 Wawancara Pribadi dengan Hj. Misliati, Jakarta, 17 September 2007

22 Singgih D. Gunarsa,

(36)

HARAPAN MULYA KEDOYA JAKARTA BARAT

A. Sejarah Berdirinya

Pelayanan bidang kesejabteraan sosial merupakan tanggung jawab antara pemerintab dan masyarakat. Setelab Indonesia dilanda badai krisis moneter sejak tabun 1998, beban pemerintab propinsi Jain yang mencoba mengadu nasib. Sebabagian warga masyarakat pendatang tersebut, tidak

mempunyai bekal keterampilan kerja dan pendidikan yang memadai, sehingga tidak mampu bersaing dalam memasuki Japangan kerja. Pada akhimya mereka menambab beban ibukota yang sudab padat dan menjadi penyandang masalab kesejabteraan sosial. Salab satu diantara mereka adalab Wanita Tuna Susila.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintab propinsi daerab Khusus lbukota Jakarta melalui Oinas Bina Mental Spiritual dan Kesejabteraan Sosial Propinsi OKI Jakarta mendirikan sebuab panti dengan nama "Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya", yang beroprasional mulai bulan Januari 2002 (sesuai SK. Gubemur Kepala Oaerab Khusus lbukota Jakarta No. 3622 I 2001). Oengan kedudukan organisasi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Oinas Bina Mental Spiritual dan Kesejabteraan Sosial Propinsi OKI Jakarta.1

Oasar Hukum didirikanya PSBKW Harapan Mulya Kedoya Jakarta

(37)

27

1. Undang-Undang No. 6 Tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial.

2. Peraturan daerah No. 3 Tahun 2001, tentang bentuk susunan Organisasi dan Tata Kerja perangkat Daerah dan Sekretariat DPRD Propinsi DKl Jakarta.

3. Surat Keputusan No. 41 Tahun 2002, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bintal dan Kesos Propinsi DKl Jakarta.

4. Surat Keputusan Gubernur No. 163/2002, Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT di lingkungan Dinas Bina Mental, Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKl Jakarta.2

B. Visi, Misi, Tugas, Fungsi, Sasaran, dan Tujuan

1. Visi

Terentasnya warga binaan sosial (WBS) panti kedalam kehidupan yang lebih layak, manusiawi, produktif dan mandiri.

2. Misi

a. Menyelenggarakan pelayanan resosialisasi WBS dalam rangka menumbuhkan kemauan dan kemampuan WBS untuk kembali dalam kehidupan masyarakat secara normatif.

(38)

d. Menjalin keterpaduan, koordinasi, kerjasama antar lintas sektoral dalam pelayanan resosialisasi.

3. Tugas

Menyelenggarakan kegiatan resosialisasi wanita tuna susila yang meliputi identifikasi dan asesmen, bimbingan dan pelatihan serta penyaluran dan binaan lanjut (BINJUT).

4. Fungsi

Melaksanakan kegiatan :

a. Pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi, identifikasi, motivasi dan seleksi

b. Penerimaan meliputi regestrasi, persyaratan, administrasi dan penempatan di dalam panti sosial

c. Perawatan dan pemeliharaan fisik dan kesehatan

d. Asesmen meliputi penelahaan, pengungkapan dan pemahaman masalah dan potensi

e. Bimbingan fisik, mental, sosial dan bimbingan latihan (BIMLAT) keterampilan kerja usaha sendiri

f. Resosialisasi meliputi praktek belajar kerja reintegrasi dengan kehidupan dalam keluarga dan masyarakat

g. Pelayanan rujukan kelembaga-lembaga pelayanan lain dan Penyaluran h. Pembinaan lanjut meliputi monitoring, asistensi, pemantapan dan

(39)

29

5. Sasaran

Adapun yang menjadi sasaran ialah para Wanita tuna susila (WTS), keluarga dan masyarakat

6. Dan Tujuan

Tujuan adalah terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan warga binaan sosial meliputi pulihnya rasa harga diri, kepercayaan diri, kemauan dan berkemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan kehidupan bermasyarakat secara baik. 3

C. Struktur organisasi.

Adapun struktur organisasi Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat adalah sebagai berikut : 4

I. Kepala Panti : Drs. Achmad

2.

Sub. Bagian Tata Usaha : H. Haris Fadillah, S.Sos

3.

Seksi Identifikasi dan Asesmen : T. Syahrul, SH

4.

Seksi Bimbingan dan Pelatihan : Dra. Hj. Misliati

5.

Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut : Drs. Djalu Sugiarto, M.Si

6.

Sub. Kelompok Jabatan Fungsional

3

(40)

STRUKTUR ORGANISASI P ANTI SOSIAL BINA KARY AW ANITA HARAPANMULYAKEDOYAJAKARTABARAT

Kepala Panti Drs.Achmad

Sub. Bagian Tata Usaha H. Haris Fadillah, S.Sos

Seksi Identifikasi Seksi Birnbingan Seksi l?enyaluran dan

dan Asasemen dan Pelatihan Binaan Lanjut

T. Syahrul, SH Dra. Hj. Misliati Drs. Djalu Sugiarto, M.Si

(41)

31

D. Program Kerja

Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat memiliki program kerja sebagai berikut:

1. Kepala Panti

Kepala panti merupakan pimpinan yang menaungi dari berbagai seksi bagian yang ada pada sebuah struktur organisasi, yang memiliki tugas sasaran kerja diantaranya:

a. Mengkoordinasikan penyusunan RASK.

b. Mengkoordinasikan pelayanan bimbingan, fisik, mental, sosial dan keterampilan Warga Binaan Sosial (WBS).

c. Mengkoordinasikan pengadaan sarana dan prasarana.

d. Melaksanakan pembinaan dan penilaian kinerja pejabat eselon IV. e. Menghadiri rapat-rapat.

f. Melaksanakan koordinasi dengan sektor terkait.

g. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan Kepala Dinas. 2. Bagian TU

Bagian Tata Usaha (TU) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan rencana serta pelayanan administrasi kepada semua satuan organisasi dilingkungan Panti, yang memiliki tugas sasaran kerja diantaranya:

a. Menyiapkan daftar absensi pegawai dan pramusosial. b. Membuat usulan anggaran dana.

(42)

e. Memonitor sarana dan prasarana Panti.

f. Memonitor kegiatan kinerja staf dan tenaga pramusosial. g. Menghimpun dan menyusun laporan kegiatan panti. 3. Seksi. Identifikasi dan Asesmen

Seksi. Identifikasi dan Asesmen adalah mempunya1 tugas merunmskan kebijakan teknis, Identifikasi dan Asesmen yang memiliki sasaran kerja diantaranya:

a. Melaksanakan kegiatan identifikasi Warga Binaan Sosial (WBS). b. Melakukan pengungkapan masalah WBS.

c. Mengadakan pendaftaran ulang WBS untuk mendapat data yang akurat.

d. Mengadakan kunjungan rumah guna mengetahui latar belakang kehidupan WBS.

e. Memonitor perkembangan WBS selama di Panti.

f. Memonitor pekerjaan staf pembagian alat kebersihan WBS. g. Membuat laporan bulanan tentang kemajuan WBS di Panti. 4. Seksi. Bimbingan dan Pelatiban.

Seksi. Bimbingan dan Pelatihan adalah mempunya1 tugas merumuskan kebijakan teknis bimbingan dan latihan kerja, yang memiliki sasaran kerja diantaranya:

a. Membuat rencana kerja kegiatan keterampilan.

(43)

34

E.

Data Warga Binaan Sosial (PSBKWHM) Kedoya Jakarta Barat

Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat yang menghuni Panti akibat terkena razia dan pengiriman dari instansi lain berjurnlah 322 jiwa pada Tahun 2006, dengan perincian di bawah ini:6

1. Daerah Asal

NamaDaerah Prosentase

Jabotabek 29%

JawaBarat 34,4%

Jawa Tengah 20,4%

Jawa Timur 4,4%

Banten 1,5%

LuarJawa 10,3%

2. Usia

Usia Prosentase

15-19 8%

20-24 48,4%

25-29 27%

30 keatas 17,7%

3. Diketahui Oleh Keluarga

Diketahui Oleh Keluarga Prosentase

Diketahui 40%

(44)

4. Pendidikan

Pendidikan Prosentase

ButaHuruf 2,4%

SD 45%

SLIP 30,5%

SLTA 21,4%

Perguruan Tinggi 0,7%

5. Penghasilan

Penghasilan Prosentase

200 ribu-400 ribu 31%

400 ribu-600 ribu 14%

600 ribu-800 ribu 7%

800 ribu keatas 48%

6. Lama Sebagi PSK

Lama Sebagai PSK Prosentase

1-2 Tahun 82%

3-4 Tahun 12,4%

(45)

36

7. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan Narkoba Prosentase

Memakai Narkoba 8%

Tidak Memakai Narkoba 91%

8. Frekwensi Masuk Panti

Frekwensi Masuk Panti Prosentase

1 Kali 80%

2 Kali 11,5%

3 Kali 5%

4 Kali Keatas 3,5%

9. Jenis Keterampilan

Jenis Keterampilan Prosentase

Tata Rias 20%

Menjahit 19,3%

Tata Boga 20,5%

Hantaran 21,5%

(46)

F.

Sarana dan Prasarana

PSBKW Harapan Mulya memiliki sekitar 10 bangunan dengan luas tanah 24.678 m2 dan luas bangunan 5.512 m2 dengan perinciaan sebagai berikut:

1. Rumahjaga 1 unit

2. Kantor dan Aula 1 unit

3.

Ruang Keterampilan 1 unit

4. Ruang Identifikasi dan Asesmen 1 unit

5. Wisma 3 unit

6. Dapur 1 unit

7. RumahDinas 1 unit

8. Musholah 1 unit

Jaiinan kerjasama dalam rangka mendukung terlaksananya tugas kerja panti maka panti sosial bina karya wanita harapan mulya mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak terkait sebagai berikut :

1. Polsek

2.

Koramil

3.

Panti Sosial Bina lnsan Bangun Daya

4.

Rumah Sakit Umum Daerah Budi Asih

5.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

6.

Tokoh Masyarakat

7. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

8.

Lembaga Pendidikan yang Mengirim Praktikan7
(47)

BAB IV

ANALISIS BIMBINGAN VOCATIONAL DALAM PEMILIHAN PROFESI BAGI WARGA BINAAN SOSIAL

A. Proses Bimbingan

Vocational

di (PSBKWHM) Kedoya Jakarta Barat Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta

Barat merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI Jakarta, yang mempunyai tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan kegiatan resosialisasi wanita tuna susila.

Sementara tenaga yang terlibat dalam memberikan pelayanan kepada Warga Binaan Sosial (WBS) Panti melibatkan profesi pekerja sosial, Dokter dan Perawat, Agamawan dan Instruktur keterampilan. Dengan fasilitas pelayanan yang diberikan panti tersebut mengupayakan berbagai macam pembinaan yang meliputi identifikasi dan asesmen, bimbingan dan pelatihan serta penyaluran dan binaan lanjut (BINJUT).1

Resosialisasi bagi Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan suatu upaya yang diselenggarakan secara terorganisir dengan baik dalam rangka terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Sosial (WBS) yang diliputi pulihnya rasa harga diri, kepercayaan diri, kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun kegiatan resosialisasi tersebut diantaranya:

1

(48)

1. Identifikasi dan Asesmen

Identifikasi dan asesmen merupakan suatu proses pelayanan dalam mengungkap kepribadian Wanita Tuna Susila (WTS) dari awal masuk sehingga pada akhirnya diterima untuk dibina. Adapun pelayanan dalam resosialisasi identifikasi dan asesmen meliputi:

a. Registrasi. b. Pencatatan data.

c. Pengenalan program Panti sosial. d. Pengungkapan masalah.

e. Identifikasi potensi (sumber).

f. Penyusunan program Panti.

g. Pemeriksaan kesehatan.2

Pemeriksaan kesehatan kepada para warga binaan sosial dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan dan juga pelayanan kesehatan yang optimal kepada para WBS dari Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) yang telah diadakan kerjasama untuk melakukan pemeriksaan secara berkala di Panti tersebut, yaitu

Rumah Sakit Umum daerah Budi Asih.3

Semua itu dilakukan oleh pihak Panti untuk dapat mencegah dan mendeteksi penyakit-penyakit berbahaya yang disebabkan aktifitas bekerja sebagai penjaja seks, yang menimbulkan berbagai macam penyakit kelamin seperti: HIV AIDS, dan lain-lain.

2

Wawancara Pribadi dengan Sri Widiastuti, Jakarta, 26 juli 2007.

3

(49)

40

2. Bimbingan dan Pelatihan

Bimbingan dan pelatihan merupakan suatu kegiatan dalam rangka mengarahkan (governing), memberikan petunjuk (giving instruction) dan menuntun (conducting) WBS sebagai bekal masa depan mereka. Kegiatan resosialisasi bimbingan dan pelatihan tersebut meliputi: a. Bimbingan Mental Keagamaan.

Bimbingan Mental Keagamaan kepada warga binaan sosial dengan memberikan kegiatan-kegiatan berupa: ceramah agama Islam, muhasabah dan membaca surat yasin bersama-sama setiap malam jum'at, Sholawat Rosullullah SAW. Semua itu dilakukan oleh pihak panti agar para warga binaan sosial dapat lebih dekat dan mau memperdalam ilmu agama setelah keluar dari panti, karena agama merupakan pondasi dasar dalam menentukan keberhasilan mental agama

b. Bimbingan Sosial:

Penanganan melalui bimbingan sosial kepada para warga binaan sosial merupakan cerminan untuk membangun kepribadian yang baik yang bertujuan untuk menjalin rasa kebersamaan, kepedulian, keterbukaan, kedisiplinan, dan tanggung jawab antara sesama warga binaan sosial yang dilakukan setiap pagi oleh petugas Panti, mereka diperdengarkan filosofi panti yang tertulis:

(50)

Tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berguna, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Disini kita sebagai keluarga besar, kita saling membutuhkan. Tegarlah daku kawan demi perbaikan, karena hidup ini penuh batu sandungan.'"

Bimbingan Sosial ini meliputi:

I. Case Coriferance adalah merupakan kegiatan untuk membahas masalah WBS.

2. Static group adalah merupakan kegiatan untuk melihat perkembangan secara berkelompok WBS.

3. Morning meeting adalah merupakan kegiatan untuk menjalin kebersamaan, kepedulian, keterbukaan, kedisiplinan, dan tanggung jawab antar WBS). Mornig meeting meliputi:

+

Do'a.

+

Pembacaan pilosofi.

+

Pengumuman tentang WBS.

+

Fu! up (saling mengingatkan).

+

Pemyataan diri.

+

Berita aktual (ucapan terimakasih).

+

Konsep Harl ini (ungkapan diri).

+

Game.

+

Penutup Do' a 5

4

Wawancara Pribadi dengan Hj. Misliati, Jakarta, 26 juli 2007.

5

(51)

42

c. Bimbingan Psikologi

Bimbingan Psikologis kepada para warga binaan sosial dilakukan dengan membantu mereka dalam menyelesaikan masalah dan juga membantu dalam mengubah persepsi, pola pikir dan tingkah laku para warga binaan sosial melalui konseling WBS dapat mengungkapkan permasalahan serta dibantu untuk mencari jalan keluarnya. Proses konseling itu sendiri dilakukan dengan cara tatap muka (face to face)

atau juga dengan cara berkelompok (static group).

d. Bimbingan Fisik

Penanganan melalui pembinaan fisik kepada para warga binaan sosial dengan memberikan latihan-latihan fisik yang meliputi, olah raga, senam kesehatan jasmani, dan aerobic. Hal ini diberikan oleh pihak panti agar setiap warga binaan sosial dapat menjaga kesehatan jasmani secara baik.

e. Bimbingan melalui Perpustakaan dan Rekreasi atau Kesenian.

(52)

hari-hari besar keagamaan dan nasional seperti: Isra mi'raj, 17 Agustusan dan lain-lain.

f. Bimbingan Kadarkum.

Penanganan melalui bimbingan kadarkum (kesadaran hukum) kepada para warga binaan sosial dengan memberikan pengertian kepada mereka bahwa apa yang mereka lakukan tersebut melanggar hukum, baik Negara, Adat, dan Agama. Hal ini dilakukan dengan metode diskusi dan hanya berkelompok saja.

g. Bimbingan keterampilan meliputi: 1. Keterampilan Menjahit.

2. Keterampilan Menyusun Hantaran. 3. Keterampilan Tata Rias (Salon). 4. Keterampilan Tata Boga dan, 5. Keterampilan Mute-Mute.

Pada bimbingan keterampilan ini yang paling banyak diminati para warga binaan sosial ialah keterampilan hantaran sebab pada proses pelaksanaan dan pelatihan bimbingan hantaran tidak sesulit dengan keterampilan yang lain dan hari pelatihannya pun cuma dua hari dalam seminggu. Itulah yang membuat mereka meminati bimbingan keterampilan hantaran.

3. Penyaluran dan Binaan Lanjut

(53)

44

WBS tersebut untuk melihat perkembangannya setelah keluar dari Panti. Hal itu juga dikenal dengan Usaha Ekonorni Produktif (UEP) dalam

bentuk pemberian modal usaha agar WBS dapat melaksanakan Fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Penyaluran dan binaan lanjut meliputi: a. Keluarga.

b. Menikah. c. Bekerja. d. Perusahaan.

e. Wiraswasta atau lembaga lain.6

Kegiatan resosialisasi itu merupakan proses bimbingan pekerjaan (vocational guidance), karena didalamnya terdapat bimbingan dan pelatihan yang masuk dalam kegiatan resosialisasi yang diberikan kepada WBS dalam menentukan pilihan profesi yang sesuai dengan minatnya.

Pihak Panti tidak memaksakan kehendak kepada mereka dalam memilihkan profesi yang sesuai dengan dirinya akan tetapi diberi kebebasan bagi mereka untuk memilihnya Seiring berjalanya pelatihan dan terdapat ketidak cocokan bagi dirinya maka baginya boleh mernilih keterampilan yang lain.

Sedangkan menurut Achmad selaku kepala Panti di PSBKWHM Kedoya Jakarta Barat menyatakan latar belakang diadakannya bimbingan vocational adalah karena pada dasarnya para WTS yang terjaring rajia tidak menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dengan mencari uang

(54)

secara cepat tanpa melihat faktor yang

a1can

terjadi disana sini pada dirinya, kurangnya skill yang dimiliki mereka turut andil dalam permasalahan mereka. 7

Oleh karena itu melihat pentingnya masalah tersebut maka perlu diadakannya bimbingan dan pelatihan keterampilan bagi mereka. demi terciptanya keterampilan kerja dan nantinya setelah keluar dari panti diharapkan dapat mandiri, bersaing hidup secara wajar dan tidak kembali pada pekerjaan semula.

Pada waktu bersamaan pula ia mengatakan bahwasanya cakupan bimbingan vocational sangat luas sekalih, mencakup seluruh kegitan yang ada di Panti karena antara bimbingan satu dengan bimbingan yang Iainnya saling berkaitan pada kegiatan resosialisasi.

Dengan demikian dapat dipahami bahwasanya proses kegiatan bimbingan pekerjaan (vocational guidance) di PSBKWHM Kedoya Jakarta Barat merupakan seluruh kegiatan dalam kegiatan resosialisasi yang diantaranya adalah identifikasi dan asesmen, bimbingan dan pelatihan, dan penyaluran dan binaan lanjut. 8

Setiap bimbingan dan pelatihan keterampilan ditentukan hari, waktu dan tempat pelaksanaannya, yang bertempat di Woork Shop para Warga Binaan Sosial dibina kurang lebih 3 Bulan sampai 5 Bulan dengan data sebagai berikut:9

7 Wawancara Pribadi dengan Achmad, Jakarta, 26 juli 2007.

8

(55)

46

NO HARI KETERAMPILAN JAM

Menjahit

Tata Boga 10:00-12:00

1. Senin Istirahat 12:00-01:00

Tata Rias Atau Salon

Mute-Mute 01 :00-03 :30

Hantaran

Menjahit

Tata Boga 10:00-12:00

2. Rabu

Istirahat 12:00-01:00

Tata Rias Atau Salon 01 :00-03:30

Menjahit

Tata Boga 10:00-12:00

3. Kamis Istirahat 12:00-01:00

Tata Rias Atau Salon

Mute-Mute 01 :00-03 :30

(56)

Kedoya ia akan meneruskan kepandaian merias rambut kawan-kawannya dengan kursus di luar. Dan kalau niatnya kesampaian ia akan membuka

salon.11

Itu merupakan sebagian contoh ungkapan kesenangan hati dan respon yang baik bagi warga binaan social, yang mempunyai suatu keinginan untuk merubah dirinya kepada hal yang lebih baik. Mudah-mudahan menjadi motivasi buat warga binaan yang lain, pada hakekatnya manusia hanya dapat berusaha memiliki cita-cita, keinginan untuk menjadi yang terbaik sikap, prilaku, perbuatan bagi dirinya dan kehidupannya kelak, akan tetapi Allah SWT lah yang menentukaan dan merido'i segala usaha yang direcanakan tersebut. Seperti sai'r Arab yang berbunyi

"manusia hanya dapat berusaha dan Allah yang menentukan takdir"

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Bimbingan Vocational

a. Faktor Pendukung

Didalam suatu program kegiatan bimbingan dan pelatihan keterampilan, penulis menemukan beberapa faktor pendukung yang dapat mempengaruhi berkembangnya suatu bimbingan pada keterampilan tersebut, sehinga semua program dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

(57)

49

Berdasarkan wawancara ke pada Hj. Misliati, yang penulis lakukan

dan dari data-data yang didapati ternyata faktor pendukung pada birnbingan

vocational antara lain adalah:

l. Adanya dukungan dari pemerintah dalam melaksanakan program tersebut 2. Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai pembina Warga Binaan Sosial

(WBS).

3. Instruktur yang kompeten dibidangnya didatangkan untuk memberikan bimbingan dan pelatihan.

4. Antusiasnya Warga Binaan Sosial dalam mengikuti bimbingan tersebut. 5. Fasilitas sarana dan prasarana yang memadai.

b. Faktor Penghambat

l. Terbatasnya dana yang diberikan oleh pemerintah 2. Faktor interen para warga binaan sosia!.12

12

(58)

A. Kesimpulan

BABV

PENUTUP

Setelah penulis melakukan penelitian di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat, berdasarkan data-data yang penulis peroleh. Penulis dapat menyimpulkan bahwa:

Proses pelaksanaan bimbingan vocational JUga dapat dikatakan sebagai proses resosialisasi yang pada hakekatnya dinamakan proses

resosialisasi karena terbagi pada tiga cakupan bimbingan yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana teknis (UPT) yang terdapat di Panti tersebut, yang kesemua itu berawal dari proses resosialisasi identifikasi dan asesmen.

Proses identifikasi dan asesmen ini merupakan suatu proses penanganan dalam mengungkap masalah dan asal usu! kepribadian Warga Binaan Sosial (WBS) setelah diidentifikasi dan positif akan di asramakan pada kesempatan itu pula calon WBS ditawarkan untuk memilih keterampilan kerja yang telah disediakan oleh pihak panti, setelah terpililmya keterampilan kerja yang ditawarkan selanjutnya dibimbing dan dididik pada proses resosialisasi bimbingan dan pelatihan.

(59)

51

depan dalam hal memilih profesi dan mencari pekerjaan dengan penuh kesabaran dan perhitungan yang matang melihat pada sisi baik dan buruknya. Setelah dua proses resosialisasi dilakukan kemudian sampai pada proses tahap akhir yaitu penyaluran dan binaan lanjut.

Proses penyaluran dan binaan lanjut (BINJUT) merupakan proses resosialisasi yang ketiga dalam ha! ini seluruh WBS yang berhasil memiliki keterampilan yang dipilih kemudian diberikan modal atau alat untuk melanjutkan atau membuka usaha sendiri bagi yang tidak minat disalurkan atau direkomendasikan pada beberapa perusahaan yang menawarkan latar belakang profesi dengan menentukan kesesuaian bidang profesi yang dirniliki WBS. Kemudian dikroscek pada tahap binaan lanjut dengan melihat perkembangan mantan WBS.

Bimbingan pekerjaan (vocational guidance) yang berada di kedoya memiliki respon yang baik bagi para warga binaan sosial, karena banyak manfaat yang diperoleh dari hasil bimbingan tersebut. Dari hasil wawancara yang penulis dapati mereka meresponnya dengan sangat senang dan antusias dalam mengikuti bimbingan dan pelatihan dengan mengesampingkan rasa kejenuhan yang mereka rasakan demi mendapatkan oleh-oleh keterampilan setelah keluar dari panti.

Adapun yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan vocational adalah:

(60)

Dari dua faktor itulah dapat diketahui faktor penghambat bimbingan pekerjaan yang bertada di (PSBKWHM) Kedoya Jakarta Barat.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang mungkin berguna untuk masyarakat, pemerintah khususnya bagi unit pelaksana teknis (UPT) yang bertugas Menyelenggarakan kegiatan

resosialisasi wanita tuna susila di Panti ini diantaranya :

1. Dalam ha! ini peran serta pemerintah sangat mendukung dan berpengaruh demi terberantasnya para WTS. Dengan memberikan suntikan dana sesuai dengan kebutuhan Panti demi terlaksananya seluruh program yang telah direncanakan.

2. Peran serta masyarakat diharapkan tidak menjauhi mantan WBS akan tetapi merangkul, memotivasi , menunjuki dan mengajak pada jalan yang hakiki dalam ha! mencari atau memilih profesi yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku tentunya yang diridhai Allah SWT.

3. Hendaknya pihak Panti memberikan pelayanan yang lebih maksimal. Terutama dalam memberikan bimbingan dan keterampilan yang didukung dengan alat-alat teknologi canggi dengan menyesuaikan perkembangan zaman.

(61)

53

5. Hendaknya pihak: Panti memberikan penghargaan bagi warga binaan sosial yang mempunyai prestasi sehingga membantu memotivasi warga binaan sosial yang lain.

(62)

A. Partanto, Pius dan M. Dahlan Al-Barry. Kamus flmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.

Chaplin, P, J.P. Kamus Psikologi, Penerjemah, Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Gunarsa, Singgih D. Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: PT. Gunung Mulia, 1992. Kartono, Kartini. Menyiapkon dan Memandu Karir, Jakarta: Cv. Rajawali,1990 .

- - - -. Patologi Sosial, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1999.

___ _ .Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksuil, Bandung: Mandar Maju, 1989.

Kristi, E. Poerwandari. Pendekotan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: LPSP3, 1998.

Kuper, Adam dan Jessica Kuper.

Referensi

Dokumen terkait